MODEL STRUKTURAL INFLASI DAN

advertisement
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS
VOL.1, NO. 1, APRIL 2002: 84 – 109
MODEL STRUKTURAL INFLASI DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL SUMATERA UTARA
Nazamuddin
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Abstract
The province of North Sumatera is a major growth center in Sumatera
Island, and plays an important role as a engine of economic growth not only
for Sumatera but also for Indonesia in general. The province is also a gate
for domestic and international trade and foreign investments, and therefore
it is of great interest to be analyzed. The high unemployment (426,000) and
poverty (1.3 million) in North Sumatera, some of them are structural
unemployment and others are the unemployment caused by aggregate
demand fluctuation. The purpose of this research is to explain the main
factors that determine aggregate demand and, thus regional output (GRDP)
and inflation rate, estimated by using a simple econometric model. The
results can be used to forecast inflation and gross domestic regional
product in North Sumatera on a regular basis. The local government can
use the results to make a decision in monetary and fiscal policies at the
local level. There is a negative relationship between economic growth and
inflation. Meanwhile, local government expenditures and bank loans have
positive effects on economic growth and inflation. A moderate demand
policy is recommended to obtain a balance between growth and price
stability. However, the results do not represent a complete interaction of all
markets in a more comprehensive general equilibrium model, and a further
research is proposed.
Keywords: inflation, economic growth, macro model
Pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pemerataan, stabilitas
harga, dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran kebijakan
ekonomi makro yang satu dengan lainnya mempunyai ulur-tarik (trade-off).
Pada tingkat regional tiga sasaran pertama selain keseimbangan neraca
84
85
pembayaran merupakan sasaran kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal
tidak saja pada tingkat nasional, tetapi juga sebagian dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan regional di bidang keuangan dan fiskal (anggaran) dan
faktor-faktor eksternal yang tak dapat dikendalikan (uncontrollable). Oleh
karena itu pertumbuhan ekonomi (sekaligus pertumbuhan kesempatan kerja)
dan pengekangan laju inflasi merupakan muara dari berbagai kebijakan pada
tingkat nasional dan regional. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi
regional menjadi penting untuk dipantau dan diproyeksikan secara regular
agar pengambil kebijakan di daerah dapat mengambil kebijakan yang tepat.
Sebagaimana di bagian lain nusantara, Sumatera Utara masih
bergelut dengan dua masalah pokok yang sangat merisaukan, yaitu
tingginya
angka
pengangguran
dan
tidak
stabilnya
harga-harga.
Pengangguran di Sumatera Utara mencapai 426.000 orang, sebagian
merupakan pengangguran tidak terdidik, sebagian lagi merupakan
pengangguran terdidik. Pengangguran selain bersifat struktural juga
merupakan akibat dari fluktuasi permintaan agregat, khususnya investasi
dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi yang tidak selaju pertumbuhan angkatan
kerja pada gilirannya akan semakin memperparah angka pengangguran.
Sementara itu, stabilitas harga juga merupakan barometer stabilitas
pertumbuhan ekonomi riil karena inflasi yang dapat dikendalikan menjamin
peningkatan daya beli masyarakat dari waktu ke waktu. Tetapi harga-harga
di Sumatera Utara juga sangat fluktuatif. Pada waktu-waktu tertentu, hargaharga kebutuhan pokok naik dan turun tergantung pada pasokan (supply).
Beras dan telur misalnya pada waktu-waktu tertentu didatangkan dari luar
daerah atau luar negeri. Dengan permintaan yang tidak berubah (atau malah
naik karena pertambahan penduduk), maka demand-pull inflation dapat
terjadi. Tetapi karena sebagian industri pengolahan juga menggunakan
bahan baku impor, maka imported inflation juga merupakan gejala yang
selalu mungkin terjadi di Sumatera Utara, di samping juga kenaikan hargaharga karena kenaikan biaya produksi di dalam negeri (cost-push inflation),
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
86
misalnya karena kenaikan harga BBM. Oleh karena itu analisis tentang
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inflasi secara langsung seperti
kebijakan anggaran di daerah dan penyaluran kredit oleh sistem perbankan
serta pengaruh tidak langsung seperti pertumbuhan penduduk, perubahan
suku bunga, dan perubahan kurs adalah sangat perlu. Sejauh ini penelitian
mengenai ini masih dirasakan sangat kurang.
Sumatera Utara dengan Medan sebagai pusat ekonomi merupakan
satu pusat pertumbuhan (growth center) penting di Sumatera dan bahkan
Indonesia. Dengan demikian Sumatera Utara merupakan satu lokomotif
pertumbuhan ekonomi Sumatera pada umumnya. Resesi ekonomi atau
gejala inflasi yang dirasakan di Sumatera Utara dapat dijadikan indikasi
awal bagi daerah-daerah lain yang merupakan hinterland-nya mulai dari
Aceh hingga Lampung. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk secara
regular tersedia data yang akurat tentang dinamika ekonomi Sumatera Utara.
Berdasarkan penjelasan ini maka tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) menyajikan suatu model ekonometrik sederhana tentang ekonomi
regional
yang
dapat
menjelaskan
faktor-faktor
signifikan
yang
mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara; dan (2)
memberikan deskripsi umum tentang dinamika ekonomi Sumatera Utara
melalui pergerakan variabel-variabel ekonomi pokok.
Kajian ini menggunakan model ekonometrik ekonomi regional
Sumatera Utara yang akan dirumuskan pada bagian berikutnya merupakan
model ekonomi makro regional. Perumusan model ini didasarkan pada
hubungan-hubungan antar- variabel ekonomi makro dengan asumsi bahwa
perilaku makro ini merupakan representasi agregat dari perilaku mikro.
Tentu saja model ekonomi makro yang berlaku untuk ekonomi nasional
tidak serta merta dapat diterapkan pada tingkat regional. Ekonomi regional
berbeda dari ekonomi makro nasional dalam beberapa hal mendasar. Pada
tingkat makro nasional, mobilitas sumberdaya antar negara adalah tidak
sempurna (imperfect) karena hambatan tarif, kuota atau proteksi, sementara
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
87
pada tingkat regional mobilitas sumberdaya antar daerah dapat dikatakan
hampir sempurna (perfect), kecuali dalam hal hubungan ekonomi regional
dengan luar negeri.
Pada hakekatnya variabel-variabel yang mempengaruhi inflasi dan
pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional adalah identik dengan variabel
yang mempengaruhi ekonomi makro nasional. Perbedaan penting terletak
pada instrumen kebijakan. Kebijakan moneter dan fiskal nasional
mempunyai pengaruh yang besar terhadap ekonomi regional. Tetapi selain
itu kebijakan fiskal/anggaran di daerah dan kebijakan menyangkut dengan
ekspansi kredit (sebagai ganti kebijakan menyangkut jumlah uang beredar)
adalah juga variabel penting yang menentukan fluktuasi pertumbuhan
ekonomi dan inflasi di daerah. Dalam penelitian ini variabel-variabel
“nasional” dan “regional” menjadi satu atau dalam hal tertentu variabel
regional dipakai sebagai ganti variabel makro nasional. Misalnya variabel
pengeluaran pemerintah (government expenditures) dan jumlah uang
beredar (money supply) diganti dengan masing-masing pengeluaran APBD
dan jumlah kredit yang disalurkan. Di samping variabel kebijakan (policy
variables) tersebut, inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga diasumsikan
dipengaruhi oleh variabel-variable eksternal yang di luar kontrol pengambil
kebijakan.
Mengikuti model makro yang umumnya ditampilkan dalam buku
ekonomi makro (Samuelson and Nordhaus, 1992), model struktural inflasi
dan pertumbuhan ekonomi Sumatera dalam tulisan ini didasarkan pada
pemikiran seperti diuraikan di atas. Secara ringkas, model tersebut dapat
diilustrasikan dalam Gambar 1.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
88
Gambar 1: Model Makro Regional Sumatera Utara
Instrumen
Kebijakan
PDRB
MODEL
Kesempa
tan Kerja
Inflasi
Variabel
Ekternal
Ekspor
Netto
Instrumen kebijakan terdiri dari kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Pada tingkat regional instrumen ini terdiri dari kebijakan anggaran
(APBD), kebijakan penyaluran kredit, kebijakan pendapatan (UMR dan
subsidi-subsidi pendapatan lain), kebijakan menyangkut ekspor-impor dan
penanaman modal. Untuk keperluan analisis dalam makalah ini hanya
variabel anggaran dan penyaluran kredit yang dipertimbangkan sebagai
variabel kebijakan (policy variables).
Sementara itu variabel-variabel eksternal antara lain seperti kurs,
penanaman modal (PMDN dan PMA) merupakan variabel eksogen yang
melalui model makro regional tersebut mempengaruhi variabel endogen
PDRB, kesempatan kerja, inflasi, dan ekspor netto. Sementara itu faktor
pengganggu (disturbances) dapat berupa faktor-faktor non-ekonomi seperti
cuaca, bencana alam, situasi politik dan keamanan.
Model yang diformulasikan memetakan hubungan antara variabel
kebijakan dan variabel eksternal (yang sebagian tidak dapat dikontrol)
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
89
dengan empat variabel endogen. Namun dalam tulisan ini variabel endogen
yang menjadi fokus perhatian adalah PDRB dan inflasi. Karena di dalam
estimasi akan digunakan data runtun waktu (time series), model juga
mengikutkan variabel-variabel instrumental, kecuali variabel endogen dan
eksogen dalam bentuk lagged. Model teoritik/konseptual dibuat sebagai
suatu konseptualisasi dari suatu persoalan melalui mana sebuah teori dapat
diterapkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap
teori tersebut (Neal and Shone, 1975). Dengan demikian model ini dibuat
sesederhana mungkin sedemikian rupa sehingga mampu menjawab apa dan
bagaimana variabel-variabel eksogen yang disebutkan di atas menentukan
laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.
Variabel-variabel yang dipilih merupakan variabel yang dapat
dijustifikasi sesuai teori ekonomi makro. Teori-teori ekonomi yang disajikan
dalam Dornbusch dan Fischer (1994), Froyen (1996), dan Samuelson &
Nordhaus (1992) menjadi landasan pemikiran dalam membuat model
regional ini. Tingkat harga (inflasi) dan PDRB diasumsikan sebagai hasil
interaksi permintaan agregat dan penawaran agregat. Dengan asumsi
penawaran agregat fixed (hanya berubah karena perubahan teknologi dan
ilmu pengetahuan dalam jangka panjang) dan ber-slope positif, maka
perubahan tingkat harga dan PDRB terjadi sebagai akibat dari pergeseran
permintaan agregat dari waktu ke waktu. Hal ini dapat digambarkan dalam
Gambar 2.
Dengan asumsi penawaran agregat (AS) eksogen, dipengaruhi oleh
faktor-faktor di luar model, maka perubahan tingkat harga (inflasi) dan
output daerah (PDRB) dari waktu ke waktu terjadi karena perubahan
permintaan agregat (AD). Ini bisa terjadi karena perubahan-perubahan yang
terjadi dalam pengeluaran pembangunan dalam APBD, jumlah kredit yang
disalurkan, ekspor netto, penanaman modal (PMDN dan PMA), dan
pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran pembangunan oleh pemerintah
daerah dan jumlah kredit yang disalurkan diasumsikan eksogen. Kedua
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
90
variabel selanjutnya dipengaruhi oleh perubahan suku bunga (dengan suku
bunga deposito rata-rata sebagai proxy). Ekspor netto (ekspor kurang impor)
dipengaruhi oleh perubahan kurs. Tetapi variabel-variabel yang disebutkan
terakhir ini tidak dimasukkan dalam model ini.
Kenaikan permintaan agregat misalnya dapat terjadi karena adanya
kebijakan yang memperbesar jumlah kredit yang disalurkan dan naiknya
pengeluaran
pembangunan
pemerintah
lewat
APBD.
Kebijakan
ekspansioner ini selain akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, juga
berdampak inflasioner. Hal ini dapat dilihat melalui pergeseran kurva AD
dari AD0 ke AD1 dan AD2, dengan AS yang tetap. Alur
pengaruh
dari
komponen-komponen permintaan agregat ini dapat diilustrasikan dalam
Gambar 3.
Gambar 2: Permintaan dan Penawaran Agregat dan Penentuan
Tingkat Harga dan PDRB
Tingkat Harga
AS
AD2
AD1
AD0
PDRB
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
91
Gambar 3: Penentuan PDRB dan Inflasi
Pengeluaran
Pembangunan
PDRB
Penyaluran
Kredit
Ekspor
Netto
Permintaan
Agregat
Penanaman
Modal
Interaksi
ADAS
Inflasi
Pengeluaran
RumahTangga
Interaksi permintaan agregat (AD) dengan penawaran agregat (AS)
menentukan tingkat output regional (PDRB) riil Sumatera Utara dan tingkat
harga (atau inflasi). Pengaruh perubahan variabel-variabel suku bunga, kurs,
dan lain-lain terhadap PDRB dan inflasi adalah melalui mekanisme interaksi
AD-AS tersebut lewat pengaruh langsungnya terhadap lima variabel di
sebelah kiri.
Model-model pertumbuhan regional dan inflasi
Analisis pertumbuhan regional tergolong ke dalam dua kategori;
yang pertama adalah model-model statik dan yang kedua model-model
dinamik. Model-model statik pada umumnya melihat pertumbuhan regional
dari dua sisi. Dari sisi permintaan, Export Base Theory mengisyaratkan
bahwa suatu daerah tumbuh melalui peningkatan ekspor. Dengan komoditas
basis tertentu yang diekspor, suatu daerah akan memperoleh kemampuan
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
92
untuk menggerakkan perekonomiannya melalui keterkaitan industri
(interindustry linkages) atau keterkaitan antar sektor yang akan menciptakan
nilai tambah yang besar bagi perekonomian daerah dan karenanya juga
kesempatan kerja yang lebih luas. Model demikian adalah model multiplier
yang diterapkan untuk tingkat regional. Di lain pihak, teori pertumbuhan
regional lain memandang pertumbuhan suatu daerah adalah akibat dari
peningkatan produktivitas internal.
Model-model ekonomi makro dinamik yang dikembangkan oleh
Hicks, Harrod, dan Domar menjadi dasar penting bagi analisis dinamik
pertumbuhan
regional
(Nijkamp,
1986).
Model
dinamik
dasar
menyimpulkan bahwa output regional (PDRB) bertambah dari waktu ke
waktu disebabkan oleh pengeluaran autonomous regional, terdiri dari ekspor
netto barang-barang produksi , impor barang-barang konsumsi, dan impor
barang-barang modal (capital goods). Investasi regional akan meningkat
akibat pertambahan output regional dan seterusnya semakin memperbesar
output. Ini merupakan mekanisme akselerator di mana output tidak
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan variabel eksogen dalam jangka
pendek.
Sementara itu, inflasi merupakan cerminan dari dinamika ekonomi.
Inflasi adalah gejala yang seringkali mengikuti pertumbuhan ekonomi,
sehingga inflasi pada dasarnya merupakan efek dari peningkatan permintaan
agregat (demand-pull inflation) dari waktu ke waktu. Oleh karena itu inflasi
adalah pertanda bahwa ekonomi sedang bergairah. Pandangan demikian
didasarkan pada anggapan bahwa inflasi terjadi karena terlalu cepatnya
permintaan agregat meningkat yang tidak segera diikuti oleh peningkatan
dalam produksi. Ada lag antara waktu meningkatnya permintaan agregat
dengan waktu penawaran agregat. Permintaan agregat dapat berupa
pengeluaran konsumsi masyarakat, investasi atau penanaman modal oleh
swasta, pengeluaran pemerintah, dan ekspor netto. Semua ini dapat dipicu
oleh kebijakan nasional dan regional yang mempengaruhi perilaku pelaku-
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
93
pelaku ekonomi tersebut. Kebijakan ekspansioner yang meningkatkan
permintaan agregat berdampak inflasioner. Kebijakan moneter dan
perkreditan merupakan kebijakan yang relatif lebih mudah dan segera
berdampak pada perekonomian. Kebijakan anggaran tidak saja pengambilan
keputusannya memakan waktu, tetapi juga dampaknya baru terlihat setelah
waktu yang relatif lebih lama. Dari sisi permintaan, inflasi dapat pula terjadi
karena perubahan-perubahan eksternal seperti keyakinan pasar domestik
atau perubahan-perubahan di luar negeri yang terkontrol. Perilaku
permintaan oleh pelaku-pelaku ekonomi dapat berubah sebagai respons
positif atau negatif.
Pandangan lain adalah bahwa inflasi terjadi karena kenaikan biaya
produksi (cost-push inflation). Kenaikan harga BBM akibat pencabutan
subsidi menaikkan biaya produksi di hampir semua sektor produksi, baik
langsung maupun tidak langsung lewat kenaikan biaya transportasi input
dan output. Kenaikan upah minimum regional dapat pula menyebabkan
perusahaan menggeser beban kenaikan biaya tenaga kerja menjadi kenaikan
harga produk. Harga-harga dapat pula naik karena hambatan-hambatan
dalam distribusi yang menimbulkan biaya ekstra. Dalam konteks yang lebih
luas, inflasi dapat juga terjadi karena ekonomi biaya tinggi di daerah sebagai
dampak dari pengeluaran-pengeluaran di luar biaya produksi.
Teori
pertumbuhan endogenous telah memberikan sebuah kerangka baru kepada
ahli-ahli ekonomi tentang studi hubungan antara kebijakan publik dan
pertumbuhan ekonomi. Jones dan Manuaelli (1990), Rebelo (1991), Eaton
(1981), Gomme (1993), Aizenman dan Marion (1990), dan Hopenhayn dan
Muniagurria (1996) (dalam Dotsey dan Sarte, 2000) mengatakan bahwa
petumbuhan
ekonomi
disebabkan
oleh
variabel
kebijakan
publik.
Selanjutnya Gomme lebih menekankan perhatiannya pada pengaruh
kebijakan fiskal.
Hasil studinya memperlihatkan bahwa dengan
meningginya tingkat ketidakpastian pada lingkungan ekonomi, variabel
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
94
kebijakan fiskal dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dengan tabungan berjaga-jaga (precautionary savings) yang meningkat pula.
Zoayza, dkk (1998) dalam artikel yang sama meneruskan studi
empirisnya mengenai ide Gomme tersebut yang menginvestigasi implikasi
variabel kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam studi
ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu model yang dirumuskan
seharusnya memperlihatkan hubungan negatif antara rata-rata inflasi dan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini diperkuat oleh Bruno dan Easterly (1998)
yang menemukan hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan
inflasi di negara-negara yang berinflasi tinggi.
Walaupun studi empiris secara relatif masih sedikit mengenai
pengaruh ketidakstabilan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi
pengaruh tersebut bersifat non-negatif. Grier dan Tullock (1989), Levine
dan Renelt (1992), dan Barro (1996) (dalam Benasconi dan Kirchkamp,
2000) tidak dapat membuktikan bahwa perubahan yang lebih besar dalam
tingkat inflasi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih rendah.
Sementara itu, McTaggart (1992) masih dari artikel yang sama
menyimpulkan bahwa inflasi memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan
ekonomi.
Inflasi dan pertumbuhan output secara positif berhubungan pada
“cyclical frequencies”. Menurut Mankiw (1989) dalam artikel yang sama,
real shocks seperti perubahan-perubahan harga minyak OPEC akan
menyebabkan inflasi cenderung meningkat (boom) dan menurun pada
resesi. Negara-negara dengan “Financial System“ yang kurang berkembang
lebih menderita sebagai akibat inflasi dibandingkan dengan negara-negara
yang telah maju.
Hipotesis yang diajukan merupakan prediksi tentang arah pengaruh
variabel-variabel penjelas terhadap variabel endogen. (1) Pertumbuhan
ekonomi yang direpresentasikan oleh pertumbuhan PDRB riil dan laju
inflasi yang diaproksimasi dengan laju inflasi kumulatif Sumatera Utara
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
95
saling berhubungan negatif. (2) Total pengeluaran pembangunan dan jumlah
kredit yang disalurkan di Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian parsial tentang ekonomi makro
Sumatera Utara melalui model ekonometrik sederhana. Permasalahan
dianalis adalah proses penentuan tingkat output regional PDRB riil dan laju
inflasi tahunan Sumatera Utara dengan menggunakan data ekonomi makro
untuk periode 1985-1999. Analisis dibatasi pada interpretasi hubungan
antara dua variabel endogen tersebut dengan variabel eksogen yang dibatasi
pada variabel yang mewakili kebijakan moneter dan fiskal pada tingkat
regional. Model yang diterapkan adalah model makro yang disesuai dengan
dengan ruang lingkup regional, kendati model sederhana ini tidak dapat
menggambarkan secara utuh keterkaitan antar variabel makro.
Dengan
melihat variabel-variabel mana yang signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka model ini dapat diterapkan untuk
melakukan peramalan (forecasting) pertumbuhan ekonomi dan inflasi
Sumatera Utara, baik secara triwulan maupun tahunan.
Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) yang
disediakan oleh Kantor Bank Indonesia Medan dengan melakukan
pengolahan sesuai kebutuhan estimasi model. Data yang dikumpulkan
mencakup semua variabel yang relevan baik untuk keperluan estimasi
maupun untuk melihat fenomena arah pergerakan variabel-variabel penting.
Model pertumbuhan ekonomi regional dan inflasi Sumatera Utara
dapat digambarkan sebagai sebuah model struktural yang menentukan
tingkat output regional dan tingkat harga. Dalam hal ini output regional
didefinisikan sebagai PDRB riil, yakni PDRB atas dasar harga konstan 1993
(PDRB93) dan tingkat harga diaproksimasi dengan laju inflasi kumulatif
(INFK). Sementara variabel-variabel independen adalah variabel yang
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
96
merepresentasikan kebijakan makro regional, yakni kebijakan fiskal daerah
dengan total pengeluaran pembangunan (TPP) oleh pemerintah Provinsi
Sumatera Utara dan seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, sementara
sebagai proxy jumlah uang beredar secara regional digunakan jumlah kredit
yang disalurkan oleh bank-bank umum di Sumatera Utara (KBU). Variabelvariabel lain yang dapat merupakan variabel penjelas (explanatory
variables) tidak dimasukkan dalam persamaan PDRB93 dan INFK secara
langsung, melainkan dianggap mempengaruhi secara tidak langsung.
Variabel-variabel tersebut adalah PMDN, PMA, suku bunga, yang dalam
hal ini diapproksmasi dengan suku bunga deposito rata-rata (SBDR). Model
struktural sederhana yang disajikan dalam tulisan ini adalah sbb:
PDRB93t = α0 + α 1INFKt + α 2 TPPt + α 3 KBUt + ε1
(1)
INFKt = β0 + β1PDRB93t + β2 TPPt + β2 KBUt + ε2t
(2)
Persamaan (1) pada dasarnya merupakan persamaan permintaan
agregat dengan elemen-elemennya pengeluaran konsumsi rumah tangga,
pengeluaran investasi swasta, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor.
Permintaan agregat dapat berubah (meningkat atau menurun) dari waktu ke
waktu disebabkan oleh shock kebijakan makro nasional dan regional.
Dengan asumsi penawaran agregat tetap (ditentukan dalam jangka panjang
oleh akumulasi capital stock, pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat
penerapan teknologi), output regional dalam jangka pendek dapat meningkat
atau menurun akibat perubahan-perubahann kebijakan dan fluktuasi variabel
eksternal seperti perubahan kurs, inflasi di luar negeri, dan sebagainya.
Persamaan (2) adalah juga persamaan permintaan agregat dilihat dari
sudut harga (inflasi). Pergeseran kurva permintaan agregat terjadi karena
perubahan-perubahan dalam ekspansi anggaran oleh pemerintah daerah
(TPP) dan ekspansi kredit oleh sektor swasta (KBU). Sementara variabelvariabel eksogen lain seperti kurs, suku bunga, penanaman modal, dan
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
97
desentralisasi fiskal (dalam kerangka otonomi daerah) diasumsikan
mempengaruhi ekspansi kredit dan total pengeluaran pemerintah daerah
secara tidak langsung. Sebagian variabel ini dimasukkan sebagai variabel
instrumental dalam estimasi.
Semestinya model yang lebih akurat adalah model yang dapat
menggambarkan interaksi AD-AS. Namun dalam model sederhana, analisis
dibatasi pada bagian (regional) dari pasar uang dan pasar barang, sehingga
hanya merupakan gambaran parsial dari ekonomi makro Sumatera Utara.
Tetapi di dalam model struktural sederhana ini persamaan (1) dan (2) adalah
estimasi individual terhadap bentuk kurva permintaan agregat dan
bagaimana pergeserannya terjadi sebagai akibat dari shock kebijakan
anggaran oleh pemerintah daerah dan kebijakan ekspansi kredit oleh sistem
perbankan. Pergeseran kurva AD dapat juga terjadi sebagai respons atas
shock kebijakan atau gejolak eksternal yang di luar kontrol model.
Semestinya tingkat harga yang diaproksimasi dengan laju inflasi
(INFK) dan output regional dengan PDRB atas dasar harga konstan 1993
(PDRB93) adalah hasil interaksi pasar yang memberikan output regional
dan tingkat harga keseimbangan (equilibrium), sehingga model yang
seharusnya diestimasi adalah model persamaan simultan. Untuk itu
diperlukan satu persamaan lagi, yaitu penawaran aggregate (AS). Tetapi AS
dalam model ini dianggap “given”, ditetapkan dalam pasar kerja. Dengan
demikian masing-masing persamaan diestimasi sebagai persamaan tunggal
(single equations) dengan variabel instrumental.
Identifikasi model menunjukkan bahwa kedua persamaan memenuhi
order condition dan keduanya overidentified. Oleh karena itu, estimasi
dilakukan dengan menggunakan Metode Two Stage Least Squares (TSLS)
dengan seluruh variabel (termasuk variabel bebas dalam masing-masing
persamaan) dijadikan sebagai variabel instrumental.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
98
Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dapat dianggap berasal dari
dua komponen. Pertama, ekonomi tumbuh sebagai akibat dari peningkatan
produktivitas modal dan tenaga kerja serta penerapan teknologi. Ini dapat
dianggap sebagai pertumbuhan alami (natural growth), termasuk akibat
pertumbuhan penduduk. Kedua, pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai
akibat dari kebijakan-kebijakan atau variabel eksternal yang mempengaruhi
pengeluaran (spending) oleh pelaku-pelaku ekonomi. Komponen kedua ini
merupakan fokus kajian dalam makalah ini.
Pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara yang dicerminkan oleh
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 1993 menunjukkan trend yang meningkat secara konsisten hingga
tahun 1997 yang merupakan tahun mulainya krisis ekonomi yang melanda
negara-negara di Asia.
Perekonomian Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor
pertanian (termasuk perkebunan), kendati kontribusinya terhadap PDRB riil
tidak sampai sepertiga (yakni 31,78%), sementara industri menempati
urutan kedua dengan kontribusi sebesar 21,96% pada tahun 1999. Sektor
perdagangan, hotel, dan restoran juga merupakan sektor penting dengan
kontribusi sebesar 17,30 persen. Sektor-sektor lain memberi kontribusi di
bawah 10 persen.
Jika dilihat dari faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan
ekonomi jangka pendek, maka peningkatan pengeluaran agregat mendorong
pertumbuhan yang tinggi pada tahun-tahun tertentu. Pertumbuhan PDRB riil
tertinggi terjadi pada tahun 1983 dan 1993. Pertumbuhan dipicu oleh
pengeluaran konsumsi rumah tangga, pembentukan modal, dan ekspor.
Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank-bank umum yang secara konstan
naik, kecuali turun drastis tahun 1999. Total pengeluaran pembangunan oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga meningkat secara terus
menerus, kecuali sekali mengalami penurunan pada tahun 1995.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
99
Pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh investasi-investasi baru,
tercermin dari naiknya penanaman modal swasta dalam negeri.
Gambar 4: Trend PDRB Sumatera Utara atas Dasar Harga
Konstan 1993
LOG(PDRB93)
10.2
10.0
9.8
9.6
9.4
9.2
9.0
82
84
86
88
90
92
94
96
98
00
TAHUN
Uji-uji Asumsi Klasik
1. Korelasi Serial
Untuk memeriksa ada tidaknya korelasi serial (autokorelasi),
digunakan LM Test. Uji ini lebih baik daripada uji Durbin-Watson
karena lebih mudah diinterpretasikan dan dapat diterapkan untuk
regresi yang menggunakan variabel dependen lagged sekalipun.
Hasilnya adalah seperti ditampilkan di bawah ini. Uji ini dilakukan
terhadap kedua fungsi yaitu PDRB dan inflasi. Hasil statistik ini
disajikan di Tabel 1.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
100
Tabel 1: Uji Serial Korelasi dengan Uji BP dan LM
Fungsi
F-Statistik
Inflasi
2,0698
PDRB
0,8548
Obs*R2
Probabilitas
0,1808
2,5722
0,1088
0,3770
1,1812
0,2771
Prababilitas
Nilai probabilitas (p-value) yang besar menunjukkan bahwa pada
level signifikansi 5%, hipotesis nol bahwa tidak ada korelasi serial
diterima. Kesimpulannya adalah estimasi tidak mengandung korelasi
serial antar faktor pengganggu (error term), baik pada fungsi PDRB
maupun inflasi
2. Heteroscedasticity
Untuk menguji apakah terdapat heteroscedasticity, digunakan White
Test. Hipotesis nol yang diuji adalah bahwa variance homogen
(homoscedasticity). Hasilnya ditunjukkan di bawah ini.
Tabel 2: White Heteroskedasticity Test
Fungsi
F-Statistik
Prababilitas
Obs*R
Probabilitas
Inflasi
1,1974
0,3954
7,0971
0,3120
PDRB
2,3361
0,1325
9,5495
0,1450
Pada level signifikansi 5%, hipotesis nol diterima, artinya tidak
terdapat heteroscedasticity, yakni error term mempunyai varians
yang konstan. Varians yang konstan ini berlaku untuk fungsi PDRB
dan inflasi.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
101
Inflasi
Stabilitas harga di Sumatera Utara terlihat laju inflasi di bawah dua
digit untuk waktu yang lama (Gambar 5 dan 6). Kecuali pada tahun 1983,
1986, dan 1988 angka inflasi menembus dua digit, yang terparah terjadi
pada tahun 1998 dengan laju inflasi mencapai angka tertinggi, yakni 83,81
%. Tetapi seiring dengan kebijakan-kebijakan stabilisasi yang dilakukan
secara nasional, misalnya pengetatan jumlah uang beredar (Tight Money
Policy), menurunkan suku bunga SBI, maka inflasi tahun 1999 di Sumatera
Utara turun drastis hingga hanya 1,69 %.
Gambar 5: Inflasi Kumulatif Sumatera Utara
Inflasi (%)
100
80
60
40
20
0
82 84 86 88 90 92 94 96 98 00
Tahun
Jika dilihat pergerakan kurs dan penyaluran kredit, maka kenaikan
harga-harga tersebut dapat diasosiasikan dengan demand-pull inflation dan
imported-inflation. Namun demikian inflasi secara sistematik adalah gejala
yang mengikuti kenaikan yang konsisten dalam jumlah uang beredar
(ekspansi kredit) dan pengeluaran pemerintah di daerah. Tetapi dalam masa
krisis (resesi) inflasi yang tinggi pada tahun 1998 merupakan gejala costpush yang tidak saja karena faktor-faktor struktural dalam negeri dan di
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
102
daerah sendiri, tetapi juga karena kenaikan biaya produksi yang
menggunakan bahan baku impor dan barang konsumsi impor.
Gambar 6: Inflasi Bulanan Sumatera Utara
Inflasi (%)
10
8
6
4
2
0
-2
91
92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
Tahun
Estimasi Produk Domestik Regional Bruto
Hasil estimasi TSLS (Two-Stage Least Squares) untuk PDRB93
adalah seperti ditampilkan pada Tabel 3.
Koefisien determinasi memperlihatkan angka yang cukup tinggi,
artinya variabel-variabel pengaruh yang dipilih menjelaskan variasi dalam
PDRB93 dengan proporsi yang meyakinkan (kendati terdapat ada
kelemahan dalam menggunakan R2 ini sebagai ukuran goodness of fit).
Semua variabel didapatkan signifikan berpengaruh terhadap PDRB93,
dibuktikan dengan p-value yang sangat rendah. Semua variabel signifikan
bahkan pada tingkat signifikansi 1%. Inflasi kumulatif berpengaruh negatif
terhadap PDRB93. Ini bermakna bahwa PDRB93 dapat dianggap sebagai
total permintaan agregat (atau pengeluaran agregat) yang ber-slope negatif.
Harga yang turun (rendahnya laju inflasi kumulatif) mempunyai efek
terhadap meningkatnya total permintaan atau pengeluaran oleh sektor-sektor
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
103
ekonomi di Sumatera Utara. Dengan kurva AS yang ber-slope positif dan
diasumsikan fixed, maka harga-harga naik (inflasi kumulatif meningkat)
hanya jika terjadi pergeseran dalam variabel TPP (Total Pengeluaran
Pembangunan di Sumatera Utara) dan/atau KBU (Total Kredit yang
disalurkan oleh bank-bank umum di SumateraUtara). Kedua variabel
terakhir ini adalah parameter penggeser (shift parameter) terhadap
permintaan agregat.
Tabel 3:
Hasil Estimasi Produk Domestik Regional Bruto
atas Dasar Harga Konstan 1993
Variabel Pengaruh
Koefisien
Konstanta
PDR93
TPP
SE
t-Statistik
Prob.
7549,977
384,801
71,299
10,812
0,00000097 0,000002,32
19,616
-6,594
4,204
0,0000
0,0000
0,0015
KBU
1,364
0,147
9,271
0,0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat.
0,988399
0,985235
633,9761
1,200529
Mean dependet var
S.D.dependent var
Sum of squared resid
17138,86
5217,381
4421182
Multicollinearitas
Korelasi antar-variabel pengaruh menunjukkan angka positif (Tabel
4), namun korelasi tersebut bisa missleading. Angka R2 yang tinggi disertai
koefisien yang tidak signifikan biasanya menandakan terdapatnya
multicollinearity, tetapi koefisien estimasi pada persamaan PDRB93 dan
INFK signifikan mengindikasikan bahwa itu tidak terjadi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa multicollinearity tidak terlalu mengganggu estimasi
model dalam makalah ini.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
104
Tabel 4: Matriks Multikollinearitas
Variabel
PDRB93
INFK
TPP
KBU
PDRB93
1,000000
0,281871
0,945355
0,945071
INFK
0,281871
1,000000
0,360973
0,543978
TPP
0,945355
0,360973
1,000000
0,895794
KBU
0,945071
0,543978
0,895794
1,000000
Peramalan (Forecast)
Untuk menguji apakah hasil estimasi di atas dapat digunakan sebagai
persamaan peramalan, digunakan uji stabilitas (Stability Test) bahwa tidak
terdapat perubahan struktural yang signifikan dalam nilai variabel tak bebas
PDRB93 antar -penggalan sampel. Untuk pengujian, digunakan penggalan
sampel 1992-1999. Hasilnya (Tabel 5) menunjukkan bahwa nilai PDRB93
yang diprediksi (predicted) tidak jauh berbeda dari nilai aktual, yang
ditunjukkan dengan p-value yang tinggi. Maknanya hipotesis nol bahwa
tidak terjadi perubahan mendasar antara kedua penggalan sampel diterima.
Oleh karena itu, persamaan hasil estimasi di atas dapat digunakan untuk
peramalan (forecast) PDRB93 (dan dengan demikian menghitung
pertumbuhan ekonomi), dengan memasukkan nilai-nilai variabel bebas
(rencana/kebijakan ekspansi kredit dan total pengeluaran pemerintah daerah
Sumatera Utara).
Tabel 5: Chow Forecast Test: Forecas from 1992 to 1999
F-Statistik
2.842461
0.210765
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
Probability
105
Estimasi Inflasi
Estimasi TSLS untuk inflasi kumulatif (INFK) di Sumatera Utara
memberikan hasil sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6: Hasil Estimasi Inflasi Kumulatif
Variabel Pengaruh
Koefisien
Konstanta
PDR93
TPP
KBU
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat.
Hasil
estimasi
SE
t-Statistik
Prob.
82,48366
-0,011194
0,00000009
0,016728
14,77529
0,001697
0,00000003
0,002122
5,582540
-6,594268
2,534308
7,881727
0,0002
0,0000
0,0278
0,0000
0,874157
0,839836
7,943602
1,469065
Mean dependet var
S.D.dependent var
Sun squared resid
tersebut
memberikan
beberapa
nilai
12,98400
19,84881
694,1089
statistik.
R2
menunjukkan goodness of fit yang tinggi. Estimasi mampu menjelaskan
variasi dalam INFK dengan proporsi yang meyakinkan. Probabilitas
mengindikasikan bahwa semua variabel berpengaruh signifikan terhadap
INFK, sebagaimana pada estimasi PDRB93. Inflasi kumulatif sangat
terpengaruh oleh PDRB93 dan ini konsisten dengan hasil estimasi PDRB93
yang menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat harga dan output
regional. Pergeseran kurva AD dapat dilihat dari koefisien positif dari total
pengeluaran pemerintah (TPP) dan jumlah kredit yang disalurkan. Hal ini
mengandung arti bahwa ekspansi fiskal dan moneter regional selain
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional Sumatera Utara,
juga membawa dampak inflasioner. Keadaan ini juga dapat secara kasat
mata dilihat pada pergerakan antar waktu dari variabel-variabel bebas
tersebut seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
106
Peramalan (Forecast)
Uji stabilitas (Stability Test) menunjukkan bahwa tidak terdapat
perubahan struktural yang signifikan dalam nilai variabel tak bebas INFK
antar-penggalan sampel. Untuk pengujian, digunakan penggalan sampel
1992-1999. Hasilnya (Tabel 7) menunjukkan bahwa nilai INFK yang
diprediksi (predicted) tidak jauh berbeda dari nilai aktual, yang ditunjukkan
dengan p-value yang mencapai 9,8 %. Dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi perubahan struktural antara periode 1992-1999 dengan periode 19851992. Dengan demikian persamaan hasil estimasi INFK di atas dapat
digunakan untuk peramalan (forecast) inflasi di masa yang akan datang
dengan memasukkan nilai-nilai variabel bebas (rencana/kebijakan ekspansi
kredit dan total pengeluaran pemerintah daerah Sumatera Utara sebagai
parameter penggeser.
Tabel 7: Chow Forecast Test: Forecast from 1992 to 1999
F-Statistik
5.325961
Probability
0.098209
Contoh Hipotetis Peramalan
Berikut ini disajikan suatu contoh hipotetis peramalan pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara untuk tahun 2002 dengan menggunakan data
PDRB atas dasar harga konstan 1993 sebagai landasan. Dengan asumsi
jumlah kredit yang disalurkan selama 2002 mencapai Rp 32.077 miliar dan
total
pengeluaran
pembangunan
pemerintah
provinsi
dan
seluruh
kabupaten/kota di Sumatera Utara mencapai Rp 1.028 miliar, serta target
inflasi sebesar 5% selama 2002, maka dengan menggunakan persamaan
PDRB93 dari hasil estimasi dapat dihitung perkiraan PDRB 2002 atas dasar
harga konstan 1993 sbb;
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
107
PDRB932002 = 7549,98 – 71,29 (5) + 0,0000097 (1.028.000.000)
+ 1,364 (32.077)
= Rp. 60.917 milyar
Jika PDRB93 untuk tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp. 56.430 milyar
(dengan asumsi pertumbuhan rata-rata 1990-99 sebesar 5,78%), maka
pertumbuhan ekonomi Sumut 2002 diperkirakan sebesar 7,9 %.
Dengan
cara yang sama, perkiraan laju inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan INFK hasil estimasi.
Penutup
Perekonomian
Sumatera
Utara
telah
menunjukkan
trend
pertumbuhan yang tinggi dan konsisten selama dua dasarwarsa terakhir,
kecuali mengalami downturn sejak tahun 1997 akibat krisis ekonomi yang
melanda Asia pada umumnya. Pertumbuhan ekonomi terjadi dengan tingkat
harga yang relatif stabil, kecuali pada tahun 1998, kemudian inflasi berada
pada tingkat yang cukup rendah. Hasil estimasi TSLS menunjukkan bahwa
PDRB dan inflasi kumulatif Sumatera Utara saling berhubungan negatif dan
signifikan. Parameter penggeser yang merupakan variabel kebijakan, total
pengeluaran pemerintah daerah provinsi tambah pemerintah kabupaten/kota
dan jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum berdampak positif
terhadap output regional (PDRB riil) dan laju inflasi.
Manajemen ekonomi makro regional Sumatera seharusnya ditangani
secara moderat, dalam arti ekspansi fiskal dan moneter yang ditujukan untuk
pertumbuhan ekonomi harus mempertimbangkan dampak inflasioner.
Estimasi model ini dapat digunakan untuk meramalkan suatu tingkat
ekspansi moneter dan anggaran yang diperlukan untuk mencapai suatu
sasaran pertumbuhan dan inflasi tertentu yang diinginkan. Untuk itu
diperlukan suatu model simulasi di masa yang akan datang. Model ini
adalah model parsial sederhana sehingga tidak dapat menggambarkan
dinamika ekonomi makro regional Sumatera Utara secara utuh. Diperlukan
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
108
suatu model General Macroeconomic Equilibrium yang lebih lengkap, tidak
saja berguna untuk memahami dinamika ekonomi makro Sumatera Utara,
tetapi juga untuk peramalan yang lebih akurat. Untuk lebih menggairahkan
sektor swasta, selain ekspansi moneter melalui perbankan, Sumatera Utara
sudah saatnya memerlukan Bursa Efek Medan (BEM) atau Medan Stock
Exchange (MSE) .
Referensi
Anonymous, Eviews 3.1 Student Version Manual, Quantitative Micro
Software.
Benasconi, M and O.Kirchkamp. 2000. “Why do monetary policies matter?
An experimental study of saving and inflation in an overlapping
generations models”, Journal of Monetary Economics. 46, 315 – 343.
Dornbusch, R. and S.Fischer 1994. Macroeconomics.
International. New York: McGraw-Hill, Inc.
Sixth Edition.
Dotsey, M. and P.D. Sarte. 2000. “Inflation Uncertainty and Growth in a
Cash–in Advanced Economy”. Journal of Monetary Economics. 45,
631 – 655.
Froyen, R.T. 1996. Macroeconomics: Theories and Policies. Fifth Edition.
New Jersey: Prentice Hall.
McCallum, B.T. 1989. Monetary Economics, Theory and Policy. New York:
McMillan Publishing Company.
Nazamuddin. 1996. Structural Change and Unemployment in Indonesia.
Unpublished Dissertation. Colorado State University.
Neal, F. and R. Shone. 1975. Economic Model Building. New York: The
Macmillan Press Ltd.
Nijkamp, P. (ed). 1986. Handbook of Regional and Urban Economics.
North-Holland
Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1998. Economic Models and Economic
Forecasts. Forth Edition. New York: McGraw-Hill.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL.1, NO. 1, APRIL 2002
109
Samuelson, P.A. and W.D. Nordhaus. 1998. Economics. Sixteenth Edition.
New York: McGraw-Hill.
Woo, W. T, B. Glassburner and A. Nasution. 1994. Macroeconomic
Policies, Crises, and Long-Term Growth in Indonesia, 1965-1990. The
World Bank.
MODEL STRUKTURAL INFLASI ………..................…………………….….…………(NAZAMUDDIN)
Download