BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi dan komunikasi tak ayal lagi memang memiliki kekuatan untuk membentuk budaya baru, yaitu budaya teknologi yang terintegrasi pada budaya-budaya manusia lainnya. Hampir di setiap aspek kehidupan dan gerakan manusia, terdapat teknologi yang mengiringinya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika masyarakatpada masa sekarang inidisebut sebagai masyarakat informasi yang selalu bernaung pada informasi demi memperlancar kelangsungan hidupnya. Kehadiran WWW (World Wide Web), dan internet semakin menunjukkan bahwa memang masyarakat sekarang ini menganggap informasi merupakan hal terpenting dalam kegiatan kehidupan bermasyarakat. Jika Internet menjelaskan struktur teknis sebuah jaringan, maka WWW adalah sebuah “ruang global informasi” yaitu sebuah “ruang abstrak” yang menyimpan informasi perkembangan internet dengan WWWnya membuat internet semakin dan akan terus dilirik oleh masyarakat informasi. Salah satu dari sekian banyak keunikkan internet sebagai teknologi komunikasi adalah kehadiran konvergensi yang menyertainya. Konvergensi secara harfiah diartikan sebagai dua benda atau lebih yang bertemu/bersatu di suatu titik; pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat. Konvergensi media sendiri lahir karena tuntutan ekonomi dan politik suatu organisasi. Tuntutan akan kepraktisan dalam menerima dan mengolah informasi untuk dikomunikasikan kembali kepada audience. 1 Kata kunci dari munculnya konvergensi media adalah Netizen dan kepraktisan, satu hal yang diagungkan oleh masyarakat modern kini. Lewat segenggam handset, publik di berbagai penjuru dunia dapat mengakses informasi secara cepat dan lengkap sesuai kebutuhan. Komunitas pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini dengan menampilkan informasi dalam bentuk teks, gambar, audio, dan visual. Konsekuensinya, model-model jurnalisme via internet dan teknologi seluler yang mengusung kecanggihan teknologi ini juga membawa pengaruh bagi praktek kerja jurnalisme mainstream (cetak, radio, dan televisi). Konvergensi sendiri mempunyai beberapa definisi. Menurut Wirtz (1999): Konvergensi sebagai pendekatan dinamis atau integrasi parsial dari beberapa cara komunikasi dan informasi berbasis permintaan pasar. Menurut Seib (2001): Konvergensi menggabungkan format televisi menjadi kapasitas informasi yang tak terbatas di internet. American Press Institute’s Media Center mendefinisikan konvergensi sebagai suatu strategi, operasional, penggabungan produksi dan budaya cetak, audio, video, dan layanan dan organisasi komunikasi digital interaktif. Sedangkan penulis buku ‘Media Organizations and Convergence’, Gracie Lawson-Borders menyimpulkan definisi-definisi konvergensi sebagai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika terdapat kerjasama antara media cetak dan media penyiaran untuk mengirimkan konten multimedia melalui penggunaan komputer dan internet. Dari berbagai definisi tentang konvergensi diatas dapat ditarik beberapa pernyataan. Pertama bahwa konvergensi berarti mengkombinasikan media (video, teks, suara) menjadi satu. Kedua, konvergensi tidak hanya bicara tentang teknologi semata, konvergensi menyangkut pada pelayanan dan cara terkni untuk berbisis berinteraksi dengan masyarakat. Pernyataan ketiga erat dengan yang dikatakan Picard via Xigen Li (2006:161) yang percaya bahwa konvergensi sendiri tidak membuat perubahan yang revolusioner pada konten tapi berkaitan erat pada ranah ekonomi 2 yang membuat komunikasi dan distribusi konten menjadi lebih cepat, lebih fleksibel, dan lebih responsif pada permintaan konsumen. Dengan kata lain, konvergensi erat kaitannya dengan ekonomi, baik dari segi kepraktisan bagi konsumen serta segi ekonomi bagi produsen. Internet adalah satu-satunya medium yang dapat mengkombinasikan semua konten dari berbagai media menjadi satu tempat (Foust, 2008:64). Wynants dan Cornelis (2005: 13) mengemukakan bahwa Internet membuka sebuah dunia baru yang penuh keterbukaan. Kemudian internet dengan kemampuan konvergensinya hadir sebagai suatu bentuk media baru yang mendominasi saat ini. Internet yang memiliki dasar open source semakin menarik minat banyak orang untuk berpartisipasi dalam media baru ini. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan media sosial yang sedang marak sekarang ini, seperti facebook, twitter, instagram, dan path. Media sosial ini memanfaatkan internet untuk menciptakan suatu ruang publik baru yang lebih besar dan luas daripada ruang publik yang telah ada sebelumnya. Gambar 1.1 Data Pengguna Internet di Indonesia 3 Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah facebook dengan jumlah pengguna mencapai 62juta. Dengan jumlah pengguna yang banyak, maka media sosial facebook memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan opini publik yang berkembang di masyarakat. Aliansi Sekularis Indonesia merupakan salah satu organisasi yang menggunakan media sosial facebook sebagai sarana bagi para anggotanya untuk menyampaikan pendapatnya mengenai suatu isu yang sedang berkembang. Maka secara lebih lanjut penelitian ini akan melihat sebuah organisasi dalam melakukan penyampaian pesan dari perspektif komunikasi eksternal dan internal yang sirkuler. Karena komunikasi merupakan proses yang sirkuler antara dua pihak yang memungkinkan pihak eksternal sebagai penerima pesan mengalami anomali atas pesan yang disampaikan atau bahkan bisa menjadi komunikator dalam komunikasi. Dengan komunikasi sirkuler, organisasi juga dapat secara konsisten menyamakan aksi dan transmisi pesan.Hal tersebut dimanfaatkan organisasi Aliansi Sekularis Indonesia mengolah informasi yang didapat. Organisasi dalam perkembangannya tidak boleh mengenyampingkan pesan dari pihak eksternal. Konsep auto communication yang diadopsi dari autopoeiesis N. Luhmann merupakan konsep yang cukup dapat menerangkan bagaimana organisasi dewasa ini. Auto Communication is process of organizing through which a communicator evokes and enhance its own value or codes (Putnam & Jublin, 2001: 246). Komunikasi auto adalah proses pengorganisasian dimana komunikator membuat seseorang ingat sesuatu dan memperkuat kode-kodenya sendiri, pihak eksternal memiliki peran yang lebih dari sekedar penerima, tapi menjadi representasi ideal untuk evaluasi diri organisasi. Artinya bahwa pihak eksternal menjadi pihak yang tidak dipisahkan dengan pihak internal. Antara Komunikator dan komunikan tidak bisa dipisahkan, komunikator harus menyadari bagaimana dia dilihat dari pihak lain. 4 Konsep Auto Communication memberikan peran yang semakin maksimal kepada pihak yang disebut eksternal utuk terlibat dalam mengevaluasi komunikator (organisasi), dan memberikan kesempatan kepada pihak internal untuk membuat orang menjadi terkesan serta menguatkan nilai yang dimilikinya. Konsistensi antara pesan dan penerimaan dalam komunikasi merupakan hal yang harus diperhatikan. Berangkat dari hal tersebut, maka ternyata saat ini pandangan proses linier mulai tergugat dengan menguatnya komunikasi sirkuler. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan, maka pihak eksternal merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan sebagai catatan organisasi untuk mengevaluasi aksi atau program yang di implementasikan pada pihak eksternal. Informasi pihak eksternal mengenai organisasi perlu di inventarisir sebagai evaluasi ataupun perencanaan selanjutnya. Dengan berkembangnya komunikasi sirkuler, organisasi Aliansi Sekularis Indonesia memanfaatkan ruang publik yang tercipta melalui fasilitas internet dan sosial media untuk mempengaruhi pihak eksternal yang merupakan anggotanya dan kemudian bagaimana Aliansi Sekularis Indonesia mempengaruhi opini publik para netizen ini. 1.2 Rumusan Masalah Setelah melihat latar belakang permasalahan, maka diperoleh pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana para Netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia memanfaatkan ruang publik di sosial media facebook untuk membentuk opini publik netizen? 5 1.3 Tujuan Penelitian Dari pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana para Netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia membentuk opini publik dengan menggunakan sosial media facebook. 1.4 Manfaat Penelitian Berikut adalah manfaat penelitian: 1. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan para netizen, khususnya anggota Aliansi Sekularis Indonesia untuk menyadari dampak dari sosial media dalam membentuk opini publik tentang suatu isu tertentu. Diharapkan dengan adanya penelitian ini kemampuan dan pemahaman masyarakat semakin maju mengenai teknologi new media, sehingga adanya new media ini dapat semakin dimanfaatkan. 2. Akademis Penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu komunikasi mengenai komunikasi massa melalui pengembangan teknologi new mediadan pembentukan opini publik melalui sosial media facebook. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pihak lain yang terkait, seperti institusi pendidikan dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian dengan tema serupa. 6 1.5 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari: BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori berisi tentang teori yang digunakan untuk menjelaskan konsepkonsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian seperti, pendekatan penelitian, metode penelitia, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan dll. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang sejarah Aliansi Sekularis Indonesia, serta menjelaskan tentang data hasil penelitian. Kemudian data hasil penelitian tersebut akan dianalisa berdasarkan metode analisa yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. BAB V PENUTUP Bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini 7 BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Komunikasi Pada Bab ini akan dikemukakan tentang teori yang dipakai guna menganalisis permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Teori utama yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin, yaitu kata communis yang berarti “sama” dan kata communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Kata communis lebih sering digunakan sebagai asal kata dari komunikasi. Dengan demikian, kata komunikasi merujuk pada tindakan untuk membuat suatu pikiran, makna, atau pesan dianut secara sama. Ada banyak definisi tentang komunikasi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beragamnya definisi tersebut harus dilihat dari kemanfaatan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang diteliti masing – masing ahli. Selain itu, banyaknya definisi tersebut juga dikarenakan oleh adanya perbedaan persepsi yang dianut oleh para ahli. Tokoh akademik di bidang komunikasi Dance dan Larson, dalam Mulyana (2007: 60) telah mengumpulkan sebanyak 126 definisi komunikasi yang berlainan pada tahun 1976. Tentunya, sekarang ini jumlah definisi tersebut terus bertambah seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Dance mengemukakan ada tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi – definisi komunikasi. Dimensi pertama adalah tingkat observasi (level of observation), atau derajat keabstrakannya, yang menilai apakah suatu definisi komunikasi terlalu umum atau 8 terlalu khusus. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagaian definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang disengaja, sedangkan sebagaian definisi lainnya tidak menuntut syarat tersebut. Dimensi ketiga adalah penilaian normatif, dimana suatu definisi komunikasi dinilai berdasarkan adanya unsur keberhasilan atau kecermatan. Kesimpulannya komunikasi adalah suatu proses pemindahan dan pengertian dari suatu makna. Maksud dari kata pemindahan makna adalah jika informasi atau ide tidak disampaikan, maka komunikasi tidak ada. Komunikasi juga menyangkut pengertian dari makna yang akan dikomunikasikan, bila sasaran komunikasi tidak mengerti makna yang dikomunikasikan maka komunikasi tidak akan terjadi. Ada banyak definisi yang diberikan oleh berbagai ahli mengenai definisi dari komunikasi. Salah satunya adalah pendapat Carl I.Hovland dalam buku Deddy Mulyana yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang, yang disebut komunikator, menyampaikan rangsangan biasanya berupa lambang lambang verbal guna merubah prilaku orang lain (Mulyana, 2007:68). Komunikasi baru mungkin terjadi apabila elemen elemen komunikasi terpenuhi semuanya. Seperti ada yang berbicara, ada ide yang disampaikan, ada media yang digunakan dan ada lawan bicara. Onong Uchyana Effendy merumuskan bahwa elemen elemen dalam berkomunikasi itu adalah sender, encoding, message, media ,decoding, message, media, decoding receiver, response, feedback dan noise (2007:18-19). Komunikasi menyediakan banyak fungsi dan mengambil tempat dalam keberagaman dari pengaturan. Ketika sudah mengetahui bahwa komunikasi menyajikan beragam tujuan dan fungsi, ini akan membantu untuk lebih memahami situasi komunikasi lebih baik lagi. Menurut Verderber dan Verderber (2008: 10) ada beberapa fungsi penting dari komunikasi, yaitu : 9 Komunikasi merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Seperti halnya manusia membutuhkan makanan, minuman, dan tempat tinggal, maka manusia sebagai makhluk sosial juga membutuhkan hubungan dengan orang lain. Komunikasi merupakan alat untuk mengembangkan dan menjaga kesadaran diri manusia. Melalui interaksi manusia belajar untuk mengetahui siapa dirinya, dimana letak kelebihannya, dan apa reaksi orang terhadap tindakannya. Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan. Komunikasi berfungsi tidak hanya untuk mengenal orang lain, tetapi juga berfungsi untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Komunikasi sebagai alat pertukaran informasi. Informasi dapat diperoleh dengan cara observasi, membaca, melalui media, dan tentunya dengan komunikasi secara langsung dengan orang lain, baik secara tatap muka maupun online. Komunikasi sebagai alat untuk mempengaruhi pihak lain. Dalam kehidupan sosialnya manusia, baik secara sadar maupun tidak akan berusaha untuk mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan pendapatnya masing – masing melalui komunikasi. Kegiatan mempengaruhi dalam komunikasi ini dapat dimulai dari hal kecil, seperti mempengaruhi orang lain untuk pergi ke restoran favorit. Berikutnya adalah teori tentang tujuan komunikasi. Pada umumnya komunikasi bertujuan agar idea atau gagasan yang disampaikan dapat dimengerti. Oleh karena itu komunikator harus mampu menjelaskan isi pesan dengan baik sehingga komunikan dapat mengerti isi pesan tersebut. Hal ini diperkuat oleh Widjaya yang mengatakan bahwa komunikator harus mampu melakukan pendekatan persuasif dan tidak memaksakan kehendak dalam menggerakan komunikan untuk melakukan hal yang diinginkan komunikator (Widjaja,2000:66-67) 10 2.2 Komunikasi Massa Perspektif awal mengenai media massa dimulai dari abad ke 20, dimana abad 20 dapat digambarkan sebagai masa pertama dari media massa. Ini juga ditandai oleh pergantian keingintahuan dan kesadaran dari pengaruh media massa. Perubahan luar biasa dalam institusi media, teknologi, dan masyarakat sendiri, dan juga munculnya "science of communication", menjadi isu awal dari perspektif media massa. Ada tiga gagasan penting dalam perspektif awal ini, yaitu media sebagai kekuatan dari makna baru komunikasi, sosial integrasi atau disintegrasi yang dapat disebabkan oleh media, dan ketiga pencerahan publik yang mungkin saja meningkat atau berkurang. (Denis McQuail, 2010; p.52) Gagasan pertama adalah mengenai kekuatan dari media massa, dimana kekuatan tersebut didasarkan pada observasi dari kehebatan jangkauannya dan dampak yang timbulkannya, khususnya dalam kaitannya dengan media popular baru pada awal abad 20, koran. Selama perang dunia satu dan dua, pers dan film digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan perang yaitu sebagai alat propaganda untuk membentuk opini publik. Publisitas massa efektif dalam membentuk opini dan mempengaruhi perilaku, dan juga mempunyai efek dalam menjalin hubungan internasional dan sekutu. Kondisi untuk kekuatan media yang efektif secara umum mencakup kemampuan industri media nasional untuk mencapai seluruh populasi, tingkat konsensus dalam pesan yang disebarkan, dan ukuran kredibilitas dan kepercayaan pada media. Gagasan kedua muncul seiring dengan munculnya industrialisasi dan urbanisasi yang menyebabkan terjadinya perubahan besar - besaran dalam masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu bentuk integrasi baru untuk mengatasi masalah seperti kriminalitas, prostitusi, kemiskinan, penganguran yang dihubungkan dengan meningkatnya anonimitas, pengucilan, dan ketidakpastian dalam kehidupan moderen. Koran, film, dan bentuk lain dari budaya popular 11 sebagai kontributor potensial dalam meningkatnya kriminalitas dan menurunnya moralitas. Kaitan antara media masa popular dan integrasi sosial sangat mudah dirasakan dalam lingkup negatif (kriminalitas dan imoralitas) dan individualisme, tetapi sebuah kontribusi positif untuk keselarasan dan komunitas juga diharapkan dari komunikasi moderen. Semangat yang terdapat pada awal abad 20 ini didukung oleh gagasan ketiga tentang komunikasi massa, yaitu bahwa media dapat menjadi kekuatan yang ampuh untuk pencerahan publik,melangkapi dan melanjutkan institusi baru dari pembelajaran universal, kepustakaan publik, dan pendidikan popular. Politisi dan reformis sosial melihat potensi positif dalam keseluruhan media, dan media juga melihat mereka sebagai penyeimbang, membuat kontribusi untuk kemajuan dengan menyebarkan informasi dan ide - ide, menyingkap korupsi, dan juga menyediakan banyak hiburan untuk masyarakat umum. Di banyak negara jurnalis menjadi lebih profesional dan mengadopsi kode - kode etika. Setiap bentuk komunikasi masa disanjung untuk keuntungan dalam bidang edukasi dan kebudayaan, tetapi juga ditakuti karena pengaruh buruknya. Media massa didesain untuk menjangkau orang banyak. Audiens dipandang sebagai sekumpulan konsumen tak bernama, dan hubungan antara pengirim (sender) dan penerima (receiver) dipengaruhi pandangan tersebut. Sende–nya adalah organisasi / perusahaan media massa atau komunikator profesional (jurnalis, presenter, produser, entertainer, dsb.). Atau, dapat berupa suara dari masyarakat yang memiliki akses ke saluran komunikasi (advertiser, politikus, penceramah, pengacara sebuah perkara, dsb.) Hubungan antara Sender dan Receiver cenderung satu arah, satu sisi, dan impersonal (tidak merujuk ke perorangan), dan terdapat sebuah jarak sosial dan fisikal antara keduanya. Sender umumnya lebih memiliki otoritas, nama baik atau kepintaran daripada Receiver. Hubungan antara keduanya tidak hanya asimetris, bahkan sering 12 bersifat manipulatif atau kalkulatif dalam tujuan atau maksudnya. Hubungannya pada pokoknya juga bersifat non-moral, berdasarkan pada sebuah layanan yang diminta dalam sebuah kontrak tidak tertulis dengan kewajiban yang tidak saling menguntungkan. (Denis McQuail, 2010; p.56) Isi atau pesan simbolik komunikasi massa secara khas dibuat dalam cara yang sudah distandarkan dan digunakan dan diulang dalam bentuk yang mirip. Arus pesan media massa bersifat satu arah. Umumnya kehilangan keunikan dan orisinalitasnya melalui reproduksi dan pengulangan. Pesan media adalah sebuah produk kerja dengan nilai tukar dalam pasar media dan nilai guna bagi penerimanya. Pada intinya pesan media adalah sebuah komoditas dan berbeda dari konten simbolik dari tipe –tipe komunikasi lainnya. Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media menghasilkan dan mengirim pesan kepada publik dan proses dimana pesan-pesan tersebut dijual, digunakan, dimengerti oleh audience. Pusat dari komunikasi massa adalah media. Organisasi media mendistribusikan pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan kubudayaan dari masyarakat, dan media menyediakan informasi secara terus menerus kepada sejumlah besar audience heterogen, yang menjadikan media sebagai bagian dari institusi kekuatan masyarakat. (Littlejohn, 2002; p.303) 2.2.1 Massa Audiens Herbert Blumer (1939) seperti dikutip dalam McQuail (2010; p.58) membagi massa menjadi tiga jenis : 1. Group (Kelompok) Kelompok merupakan jenis terkecil (dalam segi jumlah), anggotanya mengenal satu sama lain, sadar terhadap keanggotaannya, berbagi nilai-nilai yang sama, memiliki semacam struktur hubungan yang stabil sepanjang waktu, dan berinteraksi dalam mencapai beberapa tujuan. 13 2. Crowd (Khalayak Ramai) Crowd lebih besar dari kelompok tetapi masih dibatasi dalam batas-batas yang dapat dilihat dalam sebuah tempat tertentu. Bersifattemporer dan jarang terbentuk oleh komposisi yang sama. Crowd mungkin memiliki derajat identitas yang tinggi dan berbagi perasaan yang sama, tetapi komposisi moral dan sosialnya pada umumnya tidak terstruktur atau teratur. Crowd dapat bertindak, tetapi tindakannya memiliki karakter afektif, emosional, dan sering tidak rasional. 3. Public (Masyarakat Umum) Publik relatif paling besar, tersebar luas dan bersifat kekal. Publik memiliki isu atau maksud dalam kehidupan publik, tujuan utamanya adalah mengembangkan minat atau pendapat dan untuk mencapai perubahan politis. Konsep audiens baru (penonton bioskop dan pendengar radio, dan press popular lainnya) tidak termasuk dalam ketiga konsep di atas. Audiens baru ini secara khusus lebih besar dari kelompok, crowd, atau publik. Audience baru ini sangat tersebar luas dan anggotanya saling tidak mengenal satu sama lain atau pada apapun yang membentuknya. Tidak memiliki kesadaran diri dan identitas diri dan tidak mampu bertindak bersama-sama secara terorganisir untuk mencapai sebuah tujuan. Komposisinya berubah-ubah dalam batas-batas yang berganti-ganti. Tidak bertindak atas nama dirinya tetapi cenderung digerakan oleh sesuatu. Bersifat heterogen, terdiri dari berbagai strata sosial dan kelompok-kelompok demografis, namun bersifat homogen pada pilihan terhadap minat tertentu dan bergantung pada persepsi pada yang memanipulasi mereka. 14 Audiens media massa tidak hanya formasi sosial seperti yang telah dijelaskan, karena massa terkadang merujuk kepada “pasar massa” atau pada pemilih (massa pemilu). Hal ini penting karena berhubungan dengan audiens media dan bahwa media massa digunakan untuk mengarahkan atau mengontrol baik konsumen dan perilaku politik. 2.3 Opini Publik Berdasarkan sejarah, gagasan tentang opini publik baru mulai berkembang setelah abad 19, tetapi gagasan tentang publik telah berkembang sejak masa Yunani dan Romawi. Dimana pada masa itu publik merujuk kepada sekelompok masyarakat yang berkumpul di suatu tempat khusus untuk berdebat mengenai isu – isu yang sedang berkembang, dan tidak semua orang mempunyai akses ke dalam tempat khusus ini. Sejarah pemikiran tentang konsep opini publik telah dimulai dari Plato yang mengemukakan dua tipe pemikiran, yaitu doxa (opini) dan episteme (pengetahuan). Doxa merujuk kepada kepercayaan popular yang berubah-ubah. Sedangkan episteme adalah pengetahuan tentang apa yang benar, tidak merubah sifat dasar dari dunia. Konsep doxa inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai opinion yang memiliki makna bahwa penilaian terletak pada ketidak cukupan untuk melakukan demonstrasi lengkap (Oxford English Dectionary) Pada masa abad pertengahan, konsep mengenai publik yang ada pada masa Yunani dan Romawi sudah tidak ada lagi. Pada masa feudal di Eropa, konsep publik hanya terletak pada individu yang memiliki gelar raja dan tuan tanah. Konsep ini baru berubah kembali pada masa pertengahan abad 18, dimana terjadi revolusi di Perancis dan Inggris. Konsep publik berubah menjadi sebuah keinginan publik dari kesatuan masyarakat. Kemudian pada abad 19, konsep mengenai kuantifikasi opini publik muncul, opini publik dimaknai sebagai sentiment mayoritas 15 sebagaimana diukur oleh perhitungan numerik. Dimana pada akhirnya opini publik sekarang ini diartikan sebagai hasil poling, seperti yang telah disebutkan diatas. Opini publik seringkali diartikan sebagai hasil poling yang terdapat di surat kabar ataupun media online. Pada dasarnya gagasan mengenai opini publik yang diciptakan melalui mesin poling merupakan inovasi yang berkembang belakangan ini. Secara lebih umum, opini publik dapat diartikan sebagai sebuah konsensus kelompok tentang hal – hal yang menjadi perhatian publik yang dikembangkan melalui diskusi informasi. Tujuan dari konsensus kelompok ini adalah untuk mengkomunikasikan sentiment publik akan kebijakan pemerintah kembali kepada pemerintah. (Sullivan, 2013; 56) Istilah opini publik mengacu ke setiap pengumpulan pendapat yang dikemukakan oleh individu-individu. Menurut Santoso Sastropoetro (1990), istilah opini publik sering digunakan untuk merujuk ke pendapat-pendapat kolektif sejumlah besar orang. Menurut William Albiq (Santoso S.1990), opini publik adalah jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antara individu dalam suatu publik. Emory S. Bogardus dalam The Making of Public Opinion mengatakan opini publik adalah hasil pengintegrasian pendapat berdasarkan diskusi yang dilakukan di dalam masyarakat yang demokratis. Opini publik bukan merupakan jumlah seluruh pendapat individu-individu yang dikumpulkan. (Olli & Erlita,2011, p.21) 16 Bernard Hennesy (1990) dalam bukunya Pendapat Umum, seperti dikutip dalam Olli & Erlita (2011, p.22) mengemukakan lima faktor munculnya opini publik: a. Ada isu (presence of an issue). Harus dapat konsensus yang sesungguhnya, opini publik berkumpul di sekitar isu tertentu. Isu dapat didefinisikan sebagai situasi kontemporer yang mungkin tidak terdapat kesepakatan, paling tidak ada unsur kontroversi yang terkandung didalamnya, dan isu mengandung konflik kontemporer. b. Ciri publik (nature of public). Harus ada kelompok yang dikenal dan berkepentingan dengan persoalan itu. c. Pilihan yang sulit (complex of preference). Faktor ini mengacu pada totalitas opini para anggota masyarakat tentang suatu isu. d. Pernyataan opini (expression of opinion). Berbagai pernyataan bertumpuk disekitar isu tertentu. Pernyataan biasanya disampaikan melalui kata-kata yang diucapkan atau dicetak dan sewaktu-waktu melalui gerak-gerik, kepalan tinju, lambaian tangan, dan tarikan napas panjang. e. Jumlah orang yang terlibat (number of person involved). Opini publik mensyaratkan besarnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu tertentu. Definisi itu mempertanyakan secara baik sekali berapa jumlah itu dan merangkumnya kedalam ungkapan “sejumlah orang penting”. Definisi itu mengesampingkan isu-isu kecil yang terkait dengan pernyataan-pernyataan individu yang tidak begitu penting. 17 Astrid (1975) menyatakan opini publik bersifat umum dan disampaikan oleh kelompok sosial secara kolektif dan tidak permanen. Isitilah “publik” mengacu ke kelompok manusia yang berkumpul secara spontan dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Menghadapi persoalan tertentu. b. Berbeda opini mengenai persoalan tertentu dan berusaha mengatasinya. c. Mencari jalan keluar melalui diskusi. Disini publik belum terbentuk dan belum terorganisir. Karena setiap publik memiliki persoalan yang menuntut perhatian maka dengan sendirinya terbentuk banyak publik. 2.3.1 Pembentukan Opini Proses pembentukan opini dalam setiap kasus mungkin cepat, lambat, atau ditangguhkan. Faktor-faktor tertentu membatasi dan mempengaruhi sejumlah fakta, pengalaman, dan penilaian yang menjadi dasar perumusan opini. Ada kemungkinan terjadi sejumlah kombinasi antar faktor yang berakhir dnegan berbagai intensitas dan berbagai macam hasil. Ada sejumlah faktor yang menguatkan kesamaan opini, tetapi ada sejumlah faktor lain yang menguatkan keanekaragaman opini. (Olli & Erlita,2011, p.36) Dalam beberapa kasus, satu atau beberapa faktor memberikan pengaruh yang melebihi faktor lain terhadap opini yang dipegang dengan teguh oleh kelompok tertentu. Dalam kasus lain, sejumlah faktor memberikan pengaruh yang melemahkan pembentukan opini. Akhirnya proses pembentukan opini dapat ditangguhkan karena tidak adanya informasi, atau karena tidak adanya resolusi yang kuat. Yang ada hanyalah pengaruh yang saling bertentangan. Dalam kasus demikian, dikatakan tidak terjadi pembentukan opini. 18 Menurut Redi Panuju (2002) seperti dikutip dalam (Olli & Erlita, 2011; p.50) mengemukakan bahwa untuk menjelaskan cara kerja opini publik terlebih dahulu perlu dibedakan pengertian antara opini publik dan pandangan umum. Pandangan umum relatif permanen, sedangkan opini publik tidak bersifat permanen. Sebaliknya opini publik bersifat dinamis, bergeser, dan berubah sesuai konteksnya. Tafsiran terhadap masalah tertentu berbeda-beda berdasarkan perbedaan status sosial, golongan, etnis, kelompok agama, dan sebagainya. Objek yang semula merupakan pendapat umum dapat menjadi opini publik apabila nilai-nilai atau makna objek tersebut mulai bergeser dan mengundang pro dan kontra. Dalam pendapat umum, anggota sosialnya tidak mengenal keragu-raguan karena anggotanya justru menjaga nilai-nilai atau makna tetap utuh dan terpelihara. Sebaliknya, dalam opini publik makna menjadi relatif karena berbagai kepentingan yang mendorong individu memposisikan dirinya berbeda dalam memaknai objek tertentu. 2.3.2 Kekuatan Opini Publik Opini publik yang merupakan kesatuan pernyataan tentang isu yang bersifat kontroversial adalah bagian dari penilaian sosal. Olli & Erlita (2011, p.52) menjelaskan bahwa opini publik memiliki beberapa kekuatan yang perlu diperhatikan: Opini publik dapat menjadi hukuman sossial. Opini publik dapat membuat orang atau sekelompok orang merasa malu, dikucilkan, dijauhi, dan merasa rendah diri. Opini publik dapat mendukung keberlangsungan berlakunya norma. Contoh norma adalah kesopan-santunan dan kesusilaan antara yang muda dan lebih tua, antara yang muda dan orang yang seusia, serta ketika orang berlalulintas. Opini publik menentukan dan menyatakan 19 apakah suatu tindakan merupakan hal yang negatif atau positif, dimana nantinya opini publik ini akan mempengaruhi orang dalam menilai benar dan salah. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi lembaga dan juga dapat menghancurkan lembaga. Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan kebudayaan. 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dipilih karena peneliti menganggap bahwa pendekatan kualitatif merupakan pendekatan paling sesuai untuk menggambarkan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana Aliansi Sekularis Indonesia membentuk opini publik para netizen dengan menggunakan sosial media facebook. Definisi penelitian kualitatif menurut Creswell (2008), seperti yang dikutip oleh Raco (2010:7) adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejela sentral. Kemudian menurut Moleong (2009; p.6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, motivasi, tindakan dan lain lain.Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh sukjek penelitian, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah, yang kemudian disusun menjadi sebuah laporan tertulis. Pada intinya penelitian dengan menggunakan metode kualitatif memiliki keuntungan bila ingin mencari tahu sesuatu secara mendalam. Bila gejala kurang diketahui dan kurang jelas. Tambahan pula bila penelitian tidak dapat dilakukan di dalam laboratorium. 21 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian analisis isi kualitatif, karena analisis isi kualitatif kualitatif merupakan suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memerhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasi itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.(eprints.unsri.ac.id; diunduh pada 3 Januari 2015) Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian muncul dari Bernard Berelson (1959). Berelson mendefinisikan analisis isi sebagai:content analysis is a research technique for the objective, systematic, and quantitive description of the manifest content of communication. Tekanan Barelson adalah menjadikan analisis isi sebagai bentuk penelitian yang objektif, sistematis, dan deskriptif kualitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi. Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi, sebagai berikut: a) Analisis Isi Pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. b) Analisis Isi Semantik, dilakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut: (1) Analisis penunjukkan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. (2) Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk. 22 (3) Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis tematik. Contohnya, referensi terhadap perilaku menyontek dikalangan mahasiswa sebagai maling, pembohong, dan sebagainya. c) Analisis Sarana Tanda (sign-vehicle), dilakukan untuk mengklasifikasikan isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda. Penelitian ini akan menggunakan analisis isi kualitatif dengan metode klasifikasi semantic dengan analisis penunjukkan, karena penelitian ini berfokus pada seberapa sering atau frekuensi suatu tema muncul dalam Aliansi Sekularis Indonesia sehingga akhirnya membentuk opini publik para netizen. 3.3 Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah hasil posting anggota Aliansi Sekularis Indonesia pada halamanfacebook organisasi, dimana waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian kualitatif sumber data utamanya adalah kata-kata dan tindakan, maka data dalam bentuk angka-angka ataupun ukuran yang pasti akan sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu, cara yang paling tepat untuk mendapatkan data atau informasi dalam penelitian kualitatif pada dasarnya adalah melalui kegiatan mendengar, melihat, dan bertanya untuk hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam. Pada intinya teknik utama yang digunakan dalam pengumpulkan data dalam penelitian adalah menggunakan teknik wawancara mendalam, tetapi pada metode analisis isi kualitatif wawancara mendalam tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan 23 peneliti hanya berfokus dan mencari simbol-simbol tertentu yang terdapat dalam objek penelitian dan kemudian melakukan pemaknaan terhadap simbol-simbol tersebut. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa penelitian ini menggunakan metode klasifikasi semantik dengan analisis penunjukkan sebagai metode untuk mengumpulkan simbolsimbol yang dibutuhkan dalam penelitian.Melalui metode klasifikasi penunjukkan ini, peneliti mengklasifikasi simbol-simbol yang ada dalam objek penelitian dengan melihat frekuensi suatu tema muncul dalam kurung waktu penelitian. Jadi dapat disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah tema-tema yang muncul dalam posting di halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia, peneliti akan meninjau seberapa sering suatu tema muncul dalam kurung waktu penelitian. 3.5 Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif menurut Moleong (2009: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Setiap studi kualitatif adalah unik, pendekatan analisisnya juga unik, yaitu mengubah data menjadi temuan (findings). Analisis data kualitatif sangat tergantung pada keahlian, insight, training, dan kemampuan peneliti. Faktor kemampuan manusia dari peneliti sangat besar, karena pengalaman dan pengetahuan luas yang dimiliki oleh peneliti. 24 Analisis data kualitatif berarti mengatur secara sistematis bahan hasil klasifikasi analisis isi, manafsirkannya dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru. Inilah yang disebut hasil temuan atau findings. Findings dalam analisis kualitatif berarti mencari dan menemukan tema, pola, konsep, insight, dan pengertian. Semuanya diringkas dengan istilah’penegasan yang memiliki arti’ (statement of meanings). (Raco, 2010: 121) 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Aliansi Sekularis Indonesia Kata 'aliansi' berarti gabungan. Aliansi Sekuler Indonesia mengandung arti: gabungan orang-orang, yang masing-masing bebas berpendapat atas nama dirinya sendiri, menyuarakan pendapatnya mengenai gagasan sekuler di Indonesia. Awal pendiriannya didasari oleh sebuah pemikiran bahwa Indonesia adalah milik semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali, tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, dan lain sebagainya, memiliki hak yang sama baik sebagai warga negara maupun di hadapan hukum. Berlandaskan pemikiran atas keanekaragaman latar belakang dan kesetaraan setaip warga negara di hadapan hukum itu, maka sudah seharusnya penyelenggaraan negara terbebas dari segala bentuk intervensi, termasuk kedalamnya adalah intervensimengenai dalil agama. Hal ini diperlukanuntuk menciptakan keadilan yang universal. Hal ini sesuai dengan tujuan sekularisme, yaitu untukmenyingkirkan campur tangan dogma atau hukum agama dalam penyelenggaraan negara, baik dalam produk perundangundangan maupun dalam aplikasi nyata di masyarakat. Setiap aparat penyelenggara negara harus dapat membedakan hal-hal apa saja yang termasuk dalam ranah pribadi warganegara dan hal-hal apa saja yang termasuk dalam ranah publik. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama maupun tidak beragama. Kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah payung hukum yang netral, serta tidak menganak-emaskan sebuah agama atau kepercayaan tertentu. Aliansi Sekularis Indonesia menolak segala bentuk intervensi agama dalam penyelenggaraan negara demi terciptanya 26 kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan damai. Sampai pada akhir akhir November 2014 kemarin, Aliansi Sekularis Indonesia sudah memiliki anggota sebanyak 23.132 orang. 4.1.1 Aturan dalam Aliansi Sekularis Indonesia Terdapat beberapa aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota dalam organisasi Aliansi Sekularis Indonesia, yaitu sebagai berikut: a. Posting materi dakwah, kotbah & aneka motivasi spiritual yang mempromosikan bahwa keyakinanmu yang paling benar & paling mulia. b. Posting materi yang bersifat provokasi atau membangkitkan kebencian terhadap etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, & agama tertentu. Foto, video atau materi yang bersifat pornografi, sadisme, & seksisme. Juga mengiklankan aneka produk & jasa. c. Reposting artikel yang telah dihapus oleh Admin. d. Melakukan bullying, memaki, melecehkan dan atau bertindak adhominem terhadap rekan diskusi/debat. Hormati teman yang berseberangan pendapat. e. Melakukan "block" kepada member lain maupun kepada admin. f. Menggunakan huruf besar, tanda seru & tanda tanya, secara sembrono & berlebihan. g. Menyampaikan gagasan dalam bentuk "hate speech". h. Menggunakan aksara selain aksara latin. Baik dalam posting, memberikan komentar maupun dalam penggunaan nama akun. 27 Selain aturan untuk anggota, admin selaku pemiliki dan pengurus organisasi Aliansi Sekularis Indonesia juga memiliki wewenang sebagai berikut: a. Menghapus suatu artikel, komen yang dinilai tidak sesuai atau melanggar ketentuan di atas. b. Menegur & meminta keterangan dari TS, sebagai bahan pertimbangan apakah artikel tersebut bisa dipertahankan atau harus dihapus. c. Menganulir keanggotaan member karena melakukan pelanggaran ketentuan yang tercantum di atas. Keputusan admin tidak dapat diganggu gugat. 4.2 Analisis dan Pembahasan Pada pembahasan diatas telah dijelaskan mengenai konsep publik, ruang publik, dan opini publik. Pada penelitian ini publik merujuk pada para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia yang juga merupakan anggota organisasi tersebut. Sedangkan ruang publik adalah ruang yang tercipta didalam akun halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia, dan opini publik merupakan hasil konsensus kelompok para netizen di dalam akun facebook Aliansi Sekularis Indonesia. Akun halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia merupakan halaman facebook yang sangat aktif, dengan rata-rata postingbaru setiap harinya bertambha sekitar 4-7 posting dan disertai komentar yang juga terus bertambah setiap menitnya, baik pada posting baru ataupun yang telah ada sebelumnya. Tema postingbiasanya berkisar pada isu atau berita yang sedang menjadi trend di dalam masyarakat, seperti isu tentang agama dan politik dalam berbagai aspek kehidupan, baik didalam negeri maupun diluar negeri. 28 Pada Aliansi Sekularis Indonesia, setiap anggota bebas berpendapat mengenai suatu isi tertentu yang berada didalam posting, komentar dapat berupa persetujuan maupun pernyataan menolak dan menentang apa yang dituliskan dalam posting tersebut. Tidak ada batasan nilai agama dalam Aliansi Sekularis Indonesia, karena pada dasarnya organisasi ini ingin menciptakan suatu kehidupan bermasyarakat yang adil dan terlepas dari semua dogma agama apapun, sehingga setiap warga negera bebas berpendapat dan diperlakukan dengan setara dan adil. Selama masa waktu penelitian, telah diperoleh data jumlah posting dalam halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia sebagai berikut: Analisis Isi Halaman Facebook Aliansi Sekularis Indonesia agama politik dll Diagram 4.1 Data Analisi Isi Aliansi Sekularis Indonesia Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dalam kurung waktu penelitian selama bulan November 2014 kemarin terdapat total posting sebanyak179 posting, dengan rincian posting bertema agama sebayak 72, posting bertema politik sebanyak 65, dan tema lain-lainnya sejumlah 42 posting. 29 Diagram tersebut menunjukkan bahwa para netizen atau para anggota dalam Aliansi Sekularis Indonesia yang merupakan publik dalam penelitian ini lebih cenderung membentuk opininya kearah isu – isu yang bernuansa agama. Banyaknya posting yang bertemakan agama ini, sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari organisasi Aliansi Sekularis Indonesia yaitu untuk menyingkirkan campur tangan dogma atau hukum agama dalam penyelenggaraan negara, baik dalam produk perundang-undangan maupun dalam aplikasi nyata di masyarakat. Gambar 4.1 Posting Perempuan Cantik Ini Berhijab, Tapi Punya Banyak Tato 30 Gambar 4.2 Posting Agama Berdasarkan Berita Tribunnews.com 31 Gambar 4.3 Posting Agama Mengenai Diskriminasi SARA 32 Gambar – gambar diatas merupakan contoh posting para netizen dalam halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia mengenai isu – isu agama yang sedang berkembang. Pada gambar 4,1 dapat dilihat isu yang sedang dibahas adalah mengenai perempuan berhijab dengan tato. Pada gambar 4.2 dibahas mengenai Netanyahu yang merupakan perdana mentri Israel yang memberikan kebijakan bahwa seluruh warga beragama dapat beribadah di Masjid Al-Agsa. Pada gambar 4.3 posting berisikan bahwa orang keturunan Arab belum tentu merupakan seorang Islam yang baik. Berdasarkan ketiga gambar tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ketiga gambar tersebut menampilkan isu – isu agama yang memiliki nilai kontradiksi didalamnya. Bagaimana para netizen menampilkan dan melihat isu tersebut dari sisi diluar nilai atau dogma agama. Seperti perempuan hijab dengan tato, dimana tato biasanya memiliki konotasi negatif tetapi hijab merupakan konotasi positif. Atau pada gambar 4.2 dimana Netanyahu yang merupakan perdana mentri Israel yang selama ini diberitakan terus memerangi Palestina yang penduduknyanya mayoritas adalah muslim, tetapi mengelurakan kebijakan bahwa siapapun dapat melakukan ibadah di dalam masjid Al-Agsa. Dan pada gambar 4.3 diberitakan mengenai orang – orang keturunan Arab yang biasanya dikonotasikan dengan penganut Islam yang baik, tetapi justru malah terlibat banyak kasus korupsi. Jumlah posting bertema agama pada bulan November 2014 berjumlah 72 posting, menjadikan tema agama sebagai tema yang paling sering muncul dan di posting oleh para netizen. Hal ini menunjukkan bahwa opini publik yang berkembang di kalangan para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia merupakan isu – isu yang bertemakan agama, dimana para netizen menempatkan konsensus kelompoknya pada isu – isu agama ini. 33 Isu agama sebagai opini publik para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia, juga sesuai dengan teori Hennesy (1990) tentang faktor apa saja yang dibutuhkan untuk munculnya suatu opini publik. Dimana dalam penelitian ini faktor pertama adalah adanya isu, yaitu isu – isu dengan tema agama. Kedua adanya ciri publik, publik yang dimaksud disini adalah adanya kelompok yang dikenal dan berkepentingan, yaitu kelompok netizen yang merupakan anggota dari organisasi Aliansi Sekularis Indonesia. Faktor ketiga adalah pilihan yang sulit, dimana para netizen dihadapkan pada pilihan yang sulit mengenai suatu isu tertentu, misalnya seperti pada gambar 4.2 dimana para netizen harus memilih untuk setuju dengan perempuan hijab bertato atau menolaknya. Faktor keempat adalah jumlah orang yang terlibat, jumlah anggota Aliansi Sekularis Indonesia sebanyak 23.132 orang, ini adalah jumlah orang yang dapat terlibat dalam pembahasan mengenai suatu isu. Kemudian berdasarkan hasil diagram analisis isi yang menempati urutan kedua adalah posting dengan tema politik, yang berjumlah 65 posting. Hal ini menunjukkan berarti selain isu mengenai agama, isu mengenai politik juga berhasil membentuk opini publik para netizen. Berikut adalah beberapa contoh posting para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia. Gambar 4.4 Posting Politik Ahok 34 Gambar 4.5 PostingPolitik Agenda Terselubung PKS Gambar 4.6 Posting Politisi Golkar Keluhkan Sulitnya Gantikan Ical 35 BAB V KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah para netizen memanfaatkan ruang publik dengan cara banyak memposting isu – isu mengenai agama dan politik, sehingga kedua isu tersebut menjadi opini utama dan berkembang menjadi opini publik di kalangan para netizen yang merupakan anggota Aliansi Sekularis Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah posting pada bulan November 2014, yaitu agama sebanyak 72 posting dan politik sebanyak 65 posting. 36 DAFTAR PUSTAKA Buku Effendy, Onong Uchjana.2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Jablin, Frederic & Linda L. Putnam. 2001. The New Handbook of Organizational Communication Advance in Theory, Research, and Methods. California. Sage Publications. Littlejohn, Stephen W.2002.Theories Of Human Communication, 7th Edition.USA: Wadsworth Thomson Learning Group. McQuail,Denis.2010.Mass Communication Theory,6th Edition. London: Sage Publication Ltd. Moleong,Lexy.J.(2009).Metodologi penelitian kualitatif.edisi revisi.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mulyana,Deddy.2007.Ilmu komunikasi suatu pengantar.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Nurudin.2001. Komunikasi Propaganda. Bandung. Remaja Rosdakarya. Olli, Helena & Erlita, Novi.2011.Opini Publik, 2nd Edition.Jakarta: PT. Indeks. Prajarto, Nunung, 2009. Analisis Isi Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: FISIPOL UGM. Raco,J.R.(2010).Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.Jakarta: Grasindo. Saleh, Munwafik, 2010.Public Service Communication. Malang: UMM Press Sullivan, John L.2013.Media Audiences Effect, Users, Institution, and Power.London: Sage Publication, Inc. Verderber,Rudolph.F.,Verderber,Kathleen.S.2008. Communicate,12th Edition.Belmont: Thompson Higher Education. Widjaja.2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Wimmer,Roger D. dkk. 2006. Mass Media Research 8TH edition. New York: WadsworthThomson Learning. 37 Wynants,Marleen.,Cornelis,Jan.2008.How Open Is the Future?: Economic, Social & Cultural Scenarios Inspired by Free & Open-Source Software. USA: Crosstalks. Sumber Online http://id.techinasia.com/statistik-pengguna-internet-di-dunia-dan-indonesia-slideshow/,diunduh tanggal 8 Oktober 2014 jam 11.35. http://eprints.unsri.ac.id/3997/1/ANALISIS_DAN_PENGUMPULAN_DATA_KUALITATIF.p df, diunduh tanggal 3 Januari 2015 jam 09.55. https://www.facebook.com/groups/AliansiSekularIndonesia/ 38