BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi tak ayal lagi memang memiliki kekuatan untuk
membentuk budaya baru, yaitu budaya teknologi yang terintegrasi pada budaya-budaya manusia
lainnya. Hampir di setiap aspek kehidupan dan gerakan manusia, terdapat teknologi yang
mengiringinya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika masyarakatpada masa sekarang
inidisebut sebagai masyarakat informasi yang selalu bernaung pada informasi demi
memperlancar kelangsungan hidupnya.
Kehadiran WWW (World Wide Web), dan internet semakin menunjukkan bahwa
memang masyarakat sekarang ini menganggap informasi merupakan hal terpenting dalam
kegiatan kehidupan bermasyarakat. Jika Internet menjelaskan struktur teknis sebuah jaringan,
maka WWW adalah sebuah “ruang global informasi” yaitu sebuah “ruang abstrak” yang
menyimpan informasi perkembangan internet dengan WWWnya membuat internet semakin dan
akan terus dilirik oleh masyarakat informasi. Salah satu dari sekian banyak keunikkan internet
sebagai teknologi komunikasi adalah kehadiran konvergensi yang menyertainya. Konvergensi
secara harfiah diartikan sebagai dua benda atau lebih yang bertemu/bersatu di suatu titik;
pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat. Konvergensi media sendiri lahir
karena tuntutan ekonomi dan politik suatu organisasi. Tuntutan akan kepraktisan dalam
menerima dan mengolah informasi untuk dikomunikasikan kembali kepada audience.
1
Kata kunci dari munculnya konvergensi media adalah Netizen dan kepraktisan, satu hal
yang diagungkan oleh masyarakat modern kini. Lewat segenggam handset, publik di berbagai
penjuru dunia dapat mengakses informasi secara cepat dan lengkap sesuai kebutuhan. Komunitas
pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini dengan menampilkan informasi
dalam bentuk teks, gambar, audio, dan visual. Konsekuensinya, model-model jurnalisme via
internet dan teknologi seluler yang mengusung kecanggihan teknologi ini juga membawa
pengaruh bagi praktek kerja jurnalisme mainstream (cetak, radio, dan televisi).
Konvergensi sendiri mempunyai beberapa definisi. Menurut Wirtz (1999): Konvergensi
sebagai pendekatan dinamis atau integrasi parsial dari beberapa cara komunikasi dan informasi
berbasis permintaan pasar. Menurut Seib (2001): Konvergensi menggabungkan format televisi
menjadi kapasitas informasi yang tak terbatas di internet. American Press Institute’s Media
Center mendefinisikan konvergensi sebagai suatu strategi, operasional, penggabungan produksi
dan budaya cetak, audio, video, dan layanan dan organisasi komunikasi digital interaktif.
Sedangkan penulis buku ‘Media Organizations and Convergence’, Gracie Lawson-Borders
menyimpulkan definisi-definisi konvergensi sebagai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
ketika terdapat kerjasama antara media cetak dan media penyiaran untuk mengirimkan konten
multimedia melalui penggunaan komputer dan internet.
Dari berbagai definisi tentang konvergensi diatas dapat ditarik beberapa pernyataan.
Pertama bahwa konvergensi berarti mengkombinasikan media (video, teks, suara) menjadi satu.
Kedua, konvergensi tidak hanya bicara tentang teknologi semata, konvergensi menyangkut pada
pelayanan dan cara terkni untuk berbisis berinteraksi dengan masyarakat. Pernyataan ketiga erat
dengan yang dikatakan Picard via Xigen Li (2006:161) yang percaya bahwa konvergensi sendiri
tidak membuat perubahan yang revolusioner pada konten tapi berkaitan erat pada ranah ekonomi
2
yang membuat komunikasi dan distribusi konten menjadi lebih cepat, lebih fleksibel, dan lebih
responsif pada permintaan konsumen. Dengan kata lain, konvergensi erat kaitannya dengan
ekonomi, baik dari segi kepraktisan bagi konsumen serta segi ekonomi bagi produsen. Internet
adalah satu-satunya medium yang dapat mengkombinasikan semua konten dari berbagai media
menjadi satu tempat (Foust, 2008:64).
Wynants dan Cornelis (2005: 13) mengemukakan bahwa Internet membuka sebuah dunia
baru yang penuh keterbukaan. Kemudian internet dengan kemampuan konvergensinya hadir
sebagai suatu bentuk media baru yang mendominasi saat ini. Internet yang memiliki dasar open
source semakin menarik minat banyak orang untuk berpartisipasi dalam media baru ini. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan media sosial yang sedang marak sekarang ini, seperti
facebook, twitter, instagram, dan path. Media sosial ini memanfaatkan internet untuk
menciptakan suatu ruang publik baru yang lebih besar dan luas daripada ruang publik yang telah
ada sebelumnya.
Gambar 1.1 Data Pengguna Internet di Indonesia
3
Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa media sosial yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah facebook dengan jumlah pengguna mencapai
62juta. Dengan jumlah pengguna yang banyak, maka media sosial facebook memiliki pengaruh
yang besar dalam menentukan opini publik yang berkembang di masyarakat. Aliansi Sekularis
Indonesia merupakan salah satu organisasi yang menggunakan media sosial facebook sebagai
sarana bagi para anggotanya untuk menyampaikan pendapatnya mengenai suatu isu yang sedang
berkembang. Maka secara lebih lanjut penelitian ini akan melihat sebuah organisasi dalam
melakukan penyampaian pesan dari perspektif komunikasi eksternal dan internal yang sirkuler.
Karena komunikasi merupakan proses yang sirkuler antara dua pihak yang memungkinkan pihak
eksternal sebagai penerima pesan mengalami anomali atas pesan yang disampaikan atau bahkan
bisa menjadi komunikator dalam komunikasi. Dengan komunikasi sirkuler, organisasi juga dapat
secara konsisten menyamakan aksi dan transmisi pesan.Hal tersebut dimanfaatkan organisasi
Aliansi Sekularis Indonesia mengolah informasi yang didapat.
Organisasi dalam perkembangannya tidak boleh mengenyampingkan pesan dari pihak
eksternal. Konsep auto communication yang diadopsi dari autopoeiesis N. Luhmann merupakan
konsep yang cukup dapat menerangkan bagaimana organisasi dewasa ini. Auto Communication
is process of organizing through which a communicator evokes and enhance its own value or
codes (Putnam & Jublin, 2001: 246). Komunikasi auto adalah proses pengorganisasian dimana
komunikator membuat seseorang ingat sesuatu dan memperkuat kode-kodenya sendiri, pihak
eksternal memiliki peran yang lebih dari sekedar penerima, tapi menjadi representasi ideal untuk
evaluasi diri organisasi. Artinya bahwa pihak eksternal menjadi pihak yang tidak dipisahkan
dengan pihak internal. Antara Komunikator dan komunikan tidak bisa dipisahkan, komunikator
harus menyadari bagaimana dia dilihat dari pihak lain.
4
Konsep Auto Communication memberikan peran yang semakin maksimal kepada pihak
yang disebut eksternal utuk terlibat dalam mengevaluasi komunikator (organisasi), dan
memberikan kesempatan kepada pihak internal untuk membuat orang menjadi terkesan serta
menguatkan nilai yang dimilikinya. Konsistensi antara pesan dan penerimaan dalam komunikasi
merupakan hal yang harus diperhatikan. Berangkat dari hal tersebut, maka ternyata saat ini
pandangan proses linier mulai tergugat dengan menguatnya komunikasi sirkuler. Sebagai bagian
yang tidak terpisahkan, maka pihak eksternal merupakan bagian terpenting yang harus
diperhatikan sebagai catatan organisasi untuk mengevaluasi aksi atau program yang di
implementasikan pada pihak eksternal. Informasi pihak eksternal mengenai organisasi perlu di
inventarisir sebagai evaluasi ataupun perencanaan selanjutnya.
Dengan berkembangnya komunikasi sirkuler, organisasi Aliansi Sekularis Indonesia
memanfaatkan ruang publik yang tercipta melalui fasilitas internet dan sosial media untuk
mempengaruhi pihak eksternal yang merupakan anggotanya dan kemudian bagaimana Aliansi
Sekularis Indonesia mempengaruhi opini publik para netizen ini.
1.2 Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang permasalahan, maka diperoleh pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana para Netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia memanfaatkan ruang
publik di sosial media facebook untuk membentuk opini publik netizen?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana para Netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia
membentuk opini publik dengan menggunakan sosial media facebook.
1.4 Manfaat Penelitian
Berikut adalah manfaat penelitian:
1. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan para netizen, khususnya anggota
Aliansi Sekularis Indonesia untuk menyadari dampak dari sosial media dalam
membentuk opini publik tentang suatu isu tertentu. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini kemampuan dan pemahaman masyarakat semakin maju mengenai
teknologi new media, sehingga adanya new media ini dapat semakin dimanfaatkan.
2. Akademis

Penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang ilmu komunikasi mengenai komunikasi massa melalui pengembangan
teknologi new mediadan pembentukan opini publik melalui sosial media facebook.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pihak lain yang terkait,
seperti institusi pendidikan dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian dengan
tema serupa.
6
1.5 Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari:
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
KERANGKA TEORI
Kerangka teori berisi tentang teori yang digunakan untuk menjelaskan konsepkonsep yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam
penelitian seperti, pendekatan penelitian, metode penelitia, subjek penelitian,
metode pengumpulan data, dan dll.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang sejarah Aliansi Sekularis Indonesia, serta menjelaskan
tentang data hasil penelitian. Kemudian data hasil penelitian tersebut akan
dianalisa berdasarkan metode analisa yang telah ditentukan pada bab sebelumnya.
BAB V
PENUTUP
Bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini
7
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Komunikasi
Pada Bab ini akan dikemukakan tentang teori yang dipakai guna menganalisis
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Teori utama yang menjadi landasan dalam
penelitian ini adalah teori komunikasi.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin,
yaitu kata communis yang berarti “sama” dan kata communico, communicatio, atau communicare
yang berarti “membuat sama”. Kata communis lebih sering digunakan sebagai asal kata dari
komunikasi. Dengan demikian, kata komunikasi merujuk pada tindakan untuk membuat suatu
pikiran, makna, atau pesan dianut secara sama.
Ada banyak definisi tentang komunikasi yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Beragamnya definisi tersebut harus dilihat dari kemanfaatan untuk menjelaskan berbagai
fenomena yang diteliti masing – masing ahli. Selain itu, banyaknya definisi tersebut juga
dikarenakan oleh adanya perbedaan persepsi yang dianut oleh para ahli.
Tokoh akademik di bidang komunikasi Dance dan Larson, dalam Mulyana (2007: 60)
telah mengumpulkan sebanyak 126 definisi komunikasi yang berlainan pada tahun 1976.
Tentunya, sekarang ini jumlah definisi tersebut terus bertambah seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan. Dance mengemukakan ada tiga dimensi konseptual penting yang mendasari
definisi – definisi komunikasi. Dimensi pertama adalah tingkat observasi (level of observation),
atau derajat keabstrakannya, yang menilai apakah suatu definisi komunikasi terlalu umum atau
8
terlalu khusus. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagaian definisi mencakup
hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang disengaja, sedangkan sebagaian definisi lainnya
tidak menuntut syarat tersebut. Dimensi ketiga adalah penilaian normatif, dimana suatu definisi
komunikasi dinilai berdasarkan adanya unsur keberhasilan atau kecermatan.
Kesimpulannya komunikasi adalah suatu proses pemindahan dan pengertian dari suatu
makna. Maksud dari kata pemindahan makna adalah jika informasi atau ide tidak disampaikan,
maka komunikasi tidak ada. Komunikasi juga menyangkut pengertian dari makna yang akan
dikomunikasikan, bila sasaran komunikasi tidak mengerti makna yang dikomunikasikan maka
komunikasi tidak akan terjadi.
Ada banyak definisi yang diberikan oleh berbagai ahli mengenai definisi dari
komunikasi. Salah satunya adalah pendapat Carl I.Hovland dalam buku Deddy Mulyana yang
mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang, yang disebut komunikator, menyampaikan rangsangan biasanya berupa
lambang lambang verbal guna merubah prilaku orang lain (Mulyana, 2007:68). Komunikasi baru
mungkin terjadi apabila elemen elemen komunikasi terpenuhi semuanya. Seperti ada yang
berbicara, ada ide yang disampaikan, ada media yang digunakan dan ada lawan bicara. Onong
Uchyana Effendy merumuskan bahwa elemen elemen dalam berkomunikasi itu adalah sender,
encoding, message, media ,decoding, message, media, decoding receiver, response, feedback dan
noise (2007:18-19).
Komunikasi menyediakan banyak fungsi dan mengambil tempat dalam keberagaman dari
pengaturan. Ketika sudah mengetahui bahwa komunikasi menyajikan beragam tujuan dan fungsi,
ini akan membantu untuk lebih memahami situasi komunikasi lebih baik lagi. Menurut
Verderber dan Verderber (2008: 10) ada beberapa fungsi penting dari komunikasi, yaitu :
9

Komunikasi merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Seperti halnya manusia
membutuhkan makanan, minuman, dan tempat tinggal, maka manusia sebagai makhluk
sosial juga membutuhkan hubungan dengan orang lain.

Komunikasi merupakan alat untuk mengembangkan dan menjaga kesadaran diri manusia.
Melalui interaksi manusia belajar untuk mengetahui siapa dirinya, dimana letak
kelebihannya, dan apa reaksi orang terhadap tindakannya.

Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan. Komunikasi berfungsi tidak
hanya untuk mengenal orang lain, tetapi juga berfungsi untuk menjalin hubungan dengan
orang lain.

Komunikasi sebagai alat pertukaran informasi. Informasi dapat diperoleh dengan cara
observasi, membaca, melalui media, dan tentunya dengan komunikasi secara langsung
dengan orang lain, baik secara tatap muka maupun online.

Komunikasi sebagai alat untuk mempengaruhi pihak lain. Dalam kehidupan sosialnya
manusia, baik secara sadar maupun tidak akan berusaha untuk mempengaruhi orang lain
agar sesuai dengan pendapatnya masing – masing melalui komunikasi. Kegiatan
mempengaruhi dalam komunikasi ini dapat dimulai dari hal kecil, seperti mempengaruhi
orang lain untuk pergi ke restoran favorit.
Berikutnya adalah teori tentang tujuan komunikasi. Pada umumnya komunikasi bertujuan
agar idea atau gagasan yang disampaikan dapat dimengerti. Oleh karena itu komunikator harus
mampu menjelaskan isi pesan dengan baik sehingga komunikan dapat mengerti isi pesan
tersebut. Hal ini diperkuat oleh Widjaya yang mengatakan bahwa komunikator harus mampu
melakukan pendekatan persuasif dan tidak memaksakan kehendak dalam menggerakan
komunikan untuk melakukan hal yang diinginkan komunikator (Widjaja,2000:66-67)
10
2.2 Komunikasi Massa
Perspektif awal mengenai media massa dimulai dari abad ke 20, dimana abad 20 dapat
digambarkan sebagai masa pertama dari media massa. Ini juga ditandai oleh pergantian
keingintahuan dan kesadaran dari pengaruh media massa. Perubahan luar biasa dalam institusi
media, teknologi, dan masyarakat sendiri, dan juga munculnya "science of communication",
menjadi isu awal dari perspektif media massa. Ada tiga gagasan penting dalam perspektif awal
ini, yaitu media sebagai kekuatan dari makna baru komunikasi, sosial integrasi atau disintegrasi
yang dapat disebabkan oleh media, dan ketiga pencerahan publik yang mungkin saja meningkat
atau berkurang. (Denis McQuail, 2010; p.52)
Gagasan pertama adalah mengenai kekuatan dari media massa, dimana kekuatan tersebut
didasarkan pada observasi dari kehebatan jangkauannya dan dampak yang timbulkannya,
khususnya dalam kaitannya dengan media popular baru pada awal abad 20, koran. Selama
perang dunia satu dan dua, pers dan film digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan perang
yaitu sebagai alat propaganda untuk membentuk opini publik. Publisitas massa efektif dalam
membentuk opini dan mempengaruhi perilaku, dan juga mempunyai efek dalam menjalin
hubungan internasional dan sekutu. Kondisi untuk kekuatan media yang efektif secara umum
mencakup kemampuan industri media nasional untuk mencapai seluruh populasi, tingkat
konsensus dalam pesan yang disebarkan, dan ukuran kredibilitas dan kepercayaan pada media.
Gagasan kedua muncul seiring dengan munculnya industrialisasi dan urbanisasi yang
menyebabkan terjadinya perubahan besar - besaran dalam masyarakat, sehingga dibutuhkan
suatu bentuk integrasi baru untuk mengatasi masalah seperti kriminalitas, prostitusi, kemiskinan,
penganguran
yang
dihubungkan
dengan
meningkatnya
anonimitas,
pengucilan,
dan
ketidakpastian dalam kehidupan moderen. Koran, film, dan bentuk lain dari budaya popular
11
sebagai kontributor potensial dalam meningkatnya kriminalitas dan menurunnya moralitas.
Kaitan antara media masa popular dan integrasi sosial sangat mudah dirasakan dalam lingkup
negatif (kriminalitas dan imoralitas) dan individualisme, tetapi sebuah kontribusi positif untuk
keselarasan dan komunitas juga diharapkan dari komunikasi moderen.
Semangat yang terdapat pada awal abad 20 ini didukung oleh gagasan ketiga tentang
komunikasi massa, yaitu bahwa media dapat menjadi kekuatan yang ampuh untuk pencerahan
publik,melangkapi dan melanjutkan institusi baru dari pembelajaran universal, kepustakaan
publik, dan pendidikan popular. Politisi dan reformis sosial melihat potensi positif dalam
keseluruhan media, dan media juga melihat mereka sebagai penyeimbang, membuat kontribusi
untuk kemajuan dengan menyebarkan informasi dan ide - ide, menyingkap korupsi, dan juga
menyediakan banyak hiburan untuk masyarakat umum. Di banyak negara jurnalis menjadi lebih
profesional dan mengadopsi kode - kode etika. Setiap bentuk komunikasi masa disanjung untuk
keuntungan dalam bidang edukasi dan kebudayaan, tetapi juga ditakuti karena pengaruh
buruknya.
Media massa didesain untuk menjangkau orang banyak. Audiens dipandang sebagai
sekumpulan konsumen tak bernama, dan hubungan antara pengirim (sender) dan penerima
(receiver) dipengaruhi pandangan tersebut. Sende–nya adalah organisasi / perusahaan media
massa atau komunikator profesional (jurnalis, presenter, produser, entertainer, dsb.). Atau, dapat
berupa suara dari masyarakat yang memiliki akses ke saluran komunikasi (advertiser, politikus,
penceramah, pengacara sebuah perkara, dsb.) Hubungan antara Sender dan Receiver cenderung
satu arah, satu sisi, dan impersonal (tidak merujuk ke perorangan), dan terdapat sebuah jarak
sosial dan fisikal antara keduanya. Sender umumnya lebih memiliki otoritas, nama baik atau
kepintaran daripada Receiver. Hubungan antara keduanya tidak hanya asimetris, bahkan sering
12
bersifat manipulatif atau kalkulatif dalam tujuan atau maksudnya. Hubungannya pada pokoknya
juga bersifat non-moral, berdasarkan pada sebuah layanan yang diminta dalam sebuah kontrak
tidak tertulis dengan kewajiban yang tidak saling menguntungkan. (Denis McQuail, 2010; p.56)
Isi atau pesan simbolik komunikasi massa secara khas dibuat dalam cara yang sudah
distandarkan dan digunakan dan diulang dalam bentuk yang mirip. Arus pesan media massa
bersifat satu arah. Umumnya kehilangan keunikan dan orisinalitasnya melalui reproduksi dan
pengulangan. Pesan media adalah sebuah produk kerja dengan nilai tukar dalam pasar media dan
nilai guna bagi penerimanya. Pada intinya pesan media adalah sebuah komoditas dan berbeda
dari konten simbolik dari tipe –tipe komunikasi lainnya.
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media menghasilkan dan mengirim
pesan kepada publik dan proses dimana pesan-pesan tersebut dijual, digunakan, dimengerti oleh
audience. Pusat dari komunikasi massa adalah media. Organisasi media mendistribusikan pesan
yang mempengaruhi dan mencerminkan kubudayaan dari masyarakat, dan media menyediakan
informasi secara terus menerus kepada sejumlah besar audience heterogen, yang menjadikan
media sebagai bagian dari institusi kekuatan masyarakat. (Littlejohn, 2002; p.303)
2.2.1 Massa Audiens
Herbert Blumer (1939) seperti dikutip dalam McQuail (2010; p.58) membagi massa menjadi
tiga jenis :
1. Group (Kelompok)
Kelompok merupakan jenis terkecil (dalam segi jumlah), anggotanya mengenal satu
sama lain, sadar terhadap keanggotaannya, berbagi nilai-nilai yang sama, memiliki
semacam struktur hubungan yang stabil sepanjang waktu, dan berinteraksi dalam
mencapai beberapa tujuan.
13
2. Crowd (Khalayak Ramai)
Crowd lebih besar dari kelompok tetapi masih dibatasi dalam batas-batas yang dapat
dilihat dalam sebuah tempat tertentu. Bersifattemporer dan jarang terbentuk oleh
komposisi yang sama. Crowd mungkin memiliki derajat identitas yang tinggi dan
berbagi perasaan yang sama, tetapi komposisi moral dan sosialnya pada umumnya tidak
terstruktur atau teratur. Crowd dapat bertindak, tetapi tindakannya memiliki karakter
afektif, emosional, dan sering tidak rasional.
3. Public (Masyarakat Umum)
Publik relatif paling besar, tersebar luas dan bersifat kekal. Publik memiliki isu atau
maksud dalam kehidupan publik, tujuan utamanya adalah mengembangkan minat atau
pendapat dan untuk mencapai perubahan politis.
Konsep audiens baru (penonton bioskop dan pendengar radio, dan press popular lainnya)
tidak termasuk dalam ketiga konsep di atas. Audiens baru ini secara khusus lebih besar dari
kelompok, crowd, atau publik. Audience baru ini sangat tersebar luas dan anggotanya saling
tidak mengenal satu sama lain atau pada apapun yang membentuknya. Tidak memiliki kesadaran
diri dan identitas diri dan tidak mampu bertindak bersama-sama secara terorganisir untuk
mencapai sebuah tujuan. Komposisinya berubah-ubah dalam batas-batas yang berganti-ganti.
Tidak bertindak atas nama dirinya tetapi cenderung digerakan oleh sesuatu. Bersifat heterogen,
terdiri dari berbagai strata sosial dan kelompok-kelompok demografis, namun bersifat homogen
pada pilihan terhadap minat tertentu dan bergantung pada persepsi pada yang memanipulasi
mereka.
14
Audiens media massa tidak hanya formasi sosial seperti yang telah dijelaskan, karena
massa terkadang merujuk kepada “pasar massa” atau pada pemilih (massa pemilu). Hal ini
penting karena berhubungan dengan audiens media dan bahwa media massa digunakan untuk
mengarahkan atau mengontrol baik konsumen dan perilaku politik.
2.3 Opini Publik
Berdasarkan sejarah, gagasan tentang opini publik baru mulai berkembang setelah abad
19, tetapi gagasan tentang publik telah berkembang sejak masa Yunani dan Romawi. Dimana
pada masa itu publik merujuk kepada sekelompok masyarakat yang berkumpul di suatu tempat
khusus untuk berdebat mengenai isu – isu yang sedang berkembang, dan tidak semua orang
mempunyai akses ke dalam tempat khusus ini. Sejarah pemikiran tentang konsep opini publik
telah dimulai dari Plato yang mengemukakan dua tipe pemikiran, yaitu doxa (opini) dan episteme
(pengetahuan). Doxa merujuk kepada kepercayaan popular yang berubah-ubah. Sedangkan
episteme adalah pengetahuan tentang apa yang benar, tidak merubah sifat dasar dari dunia.
Konsep doxa inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai opinion yang memiliki makna bahwa
penilaian terletak pada ketidak cukupan untuk melakukan demonstrasi lengkap (Oxford English
Dectionary)
Pada masa abad pertengahan, konsep mengenai publik yang ada pada masa Yunani dan
Romawi sudah tidak ada lagi. Pada masa feudal di Eropa, konsep publik hanya terletak pada
individu yang memiliki gelar raja dan tuan tanah. Konsep ini baru berubah kembali pada masa
pertengahan abad 18, dimana terjadi revolusi di Perancis dan Inggris. Konsep publik berubah
menjadi sebuah keinginan publik dari kesatuan masyarakat. Kemudian pada abad 19, konsep
mengenai kuantifikasi opini publik muncul, opini publik dimaknai sebagai sentiment mayoritas
15
sebagaimana diukur oleh perhitungan numerik. Dimana pada akhirnya opini publik sekarang ini
diartikan sebagai hasil poling, seperti yang telah disebutkan diatas.
Opini publik seringkali diartikan sebagai hasil poling yang terdapat di surat kabar
ataupun media online. Pada dasarnya gagasan mengenai opini publik yang diciptakan melalui
mesin poling merupakan inovasi yang berkembang belakangan ini. Secara lebih umum, opini
publik dapat diartikan sebagai sebuah konsensus kelompok tentang hal – hal yang menjadi
perhatian publik yang dikembangkan melalui diskusi informasi. Tujuan dari konsensus
kelompok ini adalah untuk mengkomunikasikan sentiment publik akan kebijakan pemerintah
kembali kepada pemerintah. (Sullivan, 2013; 56)
Istilah opini publik mengacu ke setiap pengumpulan pendapat yang dikemukakan oleh
individu-individu. Menurut Santoso Sastropoetro (1990), istilah opini publik sering digunakan
untuk merujuk ke pendapat-pendapat kolektif sejumlah besar orang. Menurut William Albiq
(Santoso S.1990), opini publik adalah jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh
melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antara individu dalam suatu
publik. Emory S. Bogardus dalam The Making of Public Opinion mengatakan opini publik
adalah hasil pengintegrasian pendapat berdasarkan diskusi yang dilakukan di dalam masyarakat
yang demokratis. Opini publik bukan merupakan jumlah seluruh pendapat individu-individu
yang dikumpulkan. (Olli & Erlita,2011, p.21)
16
Bernard Hennesy (1990) dalam bukunya Pendapat Umum, seperti dikutip dalam Olli &
Erlita (2011, p.22) mengemukakan lima faktor munculnya opini publik:
a. Ada isu (presence of an issue). Harus dapat konsensus yang sesungguhnya, opini
publik berkumpul di sekitar isu tertentu. Isu dapat didefinisikan sebagai situasi
kontemporer yang mungkin tidak terdapat kesepakatan, paling tidak ada unsur
kontroversi yang terkandung didalamnya, dan isu mengandung konflik
kontemporer.
b. Ciri publik (nature of public). Harus ada kelompok yang dikenal dan
berkepentingan dengan persoalan itu.
c. Pilihan yang sulit (complex of preference). Faktor ini mengacu pada totalitas opini
para anggota masyarakat tentang suatu isu.
d. Pernyataan opini (expression of opinion). Berbagai pernyataan bertumpuk
disekitar isu tertentu. Pernyataan biasanya disampaikan melalui kata-kata yang
diucapkan atau dicetak dan sewaktu-waktu melalui gerak-gerik, kepalan tinju,
lambaian tangan, dan tarikan napas panjang.
e. Jumlah orang yang terlibat (number of person involved). Opini publik
mensyaratkan besarnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu tertentu.
Definisi itu mempertanyakan secara baik sekali berapa jumlah itu dan
merangkumnya kedalam ungkapan “sejumlah orang penting”. Definisi itu
mengesampingkan isu-isu kecil yang terkait dengan pernyataan-pernyataan
individu yang tidak begitu penting.
17
Astrid (1975) menyatakan opini publik bersifat umum dan disampaikan oleh kelompok
sosial secara kolektif dan tidak permanen. Isitilah “publik” mengacu ke kelompok manusia yang
berkumpul secara spontan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Menghadapi persoalan tertentu.
b. Berbeda opini mengenai persoalan tertentu dan berusaha mengatasinya.
c. Mencari jalan keluar melalui diskusi. Disini publik belum terbentuk dan belum
terorganisir. Karena setiap publik memiliki persoalan yang menuntut perhatian
maka dengan sendirinya terbentuk banyak publik.
2.3.1 Pembentukan Opini
Proses pembentukan opini dalam setiap kasus mungkin cepat, lambat, atau ditangguhkan.
Faktor-faktor tertentu membatasi dan mempengaruhi sejumlah fakta, pengalaman, dan penilaian
yang menjadi dasar perumusan opini. Ada kemungkinan terjadi sejumlah kombinasi antar faktor
yang berakhir dnegan berbagai intensitas dan berbagai macam hasil. Ada sejumlah faktor yang
menguatkan kesamaan opini, tetapi ada sejumlah faktor lain yang menguatkan keanekaragaman
opini. (Olli & Erlita,2011, p.36)
Dalam beberapa kasus, satu atau beberapa faktor memberikan pengaruh yang melebihi
faktor lain terhadap opini yang dipegang dengan teguh oleh kelompok tertentu. Dalam kasus
lain, sejumlah faktor memberikan pengaruh yang melemahkan pembentukan opini. Akhirnya
proses pembentukan opini dapat ditangguhkan karena tidak adanya informasi, atau karena tidak
adanya resolusi yang kuat. Yang ada hanyalah pengaruh yang saling bertentangan. Dalam kasus
demikian, dikatakan tidak terjadi pembentukan opini.
18
Menurut Redi Panuju (2002) seperti dikutip dalam (Olli & Erlita, 2011; p.50)
mengemukakan bahwa untuk menjelaskan cara kerja opini publik terlebih dahulu perlu
dibedakan pengertian antara opini publik dan pandangan umum. Pandangan umum relatif
permanen, sedangkan opini publik tidak bersifat permanen. Sebaliknya opini publik bersifat
dinamis, bergeser, dan berubah sesuai konteksnya.
Tafsiran terhadap masalah tertentu berbeda-beda berdasarkan perbedaan status sosial,
golongan, etnis, kelompok agama, dan sebagainya. Objek yang semula merupakan pendapat
umum dapat menjadi opini publik apabila nilai-nilai atau makna objek tersebut mulai bergeser
dan mengundang pro dan kontra. Dalam pendapat umum, anggota sosialnya tidak mengenal
keragu-raguan karena anggotanya justru menjaga nilai-nilai atau makna tetap utuh dan
terpelihara. Sebaliknya, dalam opini publik makna menjadi relatif karena berbagai kepentingan
yang mendorong individu memposisikan dirinya berbeda dalam memaknai objek tertentu.
2.3.2 Kekuatan Opini Publik
Opini publik yang merupakan kesatuan pernyataan tentang isu yang bersifat kontroversial
adalah bagian dari penilaian sosal. Olli & Erlita (2011, p.52) menjelaskan bahwa opini publik
memiliki beberapa kekuatan yang perlu diperhatikan:

Opini publik dapat menjadi hukuman sossial. Opini publik dapat membuat orang atau
sekelompok orang merasa malu, dikucilkan, dijauhi, dan merasa rendah diri.

Opini publik dapat mendukung keberlangsungan berlakunya norma. Contoh norma adalah
kesopan-santunan dan kesusilaan antara yang muda dan lebih tua, antara yang muda dan
orang yang seusia, serta ketika orang berlalulintas. Opini publik menentukan dan menyatakan
19
apakah suatu tindakan merupakan hal yang negatif atau positif, dimana nantinya opini publik
ini akan mempengaruhi orang dalam menilai benar dan salah.

Opini publik dapat mempertahankan eksistensi lembaga dan juga dapat menghancurkan
lembaga.

Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan kebudayaan.
20
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif ini dipilih karena peneliti menganggap bahwa pendekatan kualitatif
merupakan pendekatan paling sesuai untuk menggambarkan tujuan penelitian ini, yaitu untuk
mengetahui bagaimana Aliansi Sekularis Indonesia membentuk opini publik para netizen dengan
menggunakan sosial media facebook.
Definisi penelitian kualitatif menurut Creswell (2008), seperti yang dikutip oleh Raco
(2010:7) adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu
gejela sentral. Kemudian menurut Moleong (2009; p.6) penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya
prilaku, motivasi, tindakan dan lain lain.Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
sukjek penelitian, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah, yang kemudian disusun menjadi sebuah laporan tertulis. Pada intinya penelitian
dengan menggunakan metode kualitatif memiliki keuntungan bila ingin mencari tahu sesuatu
secara mendalam. Bila gejala kurang diketahui dan kurang jelas. Tambahan pula bila penelitian
tidak dapat dilakukan di dalam laboratorium.
21
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian analisis isi kualitatif,
karena analisis isi kualitatif kualitatif merupakan suatu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memerhatikan
konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar
dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasi itu,
baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat dominan
dalam setiap peristiwa komunikasi.(eprints.unsri.ac.id; diunduh pada 3 Januari 2015)
Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian muncul dari Bernard
Berelson (1959). Berelson mendefinisikan analisis isi sebagai:content analysis is a research
technique for the objective, systematic, and quantitive description of the manifest content of
communication. Tekanan Barelson adalah menjadikan analisis isi sebagai bentuk penelitian yang
objektif, sistematis, dan deskriptif kualitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi.
Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi, sebagai
berikut:
a) Analisis Isi Pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab
akibatnya yang mungkin.
b) Analisis Isi Semantik, dilakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya.
Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut:
(1) Analisis penunjukkan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering
objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk.
(2) Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering
karakterisasi tertentu dirujuk.
22
(3) Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek
tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis
tematik. Contohnya, referensi terhadap perilaku menyontek dikalangan mahasiswa
sebagai maling, pembohong, dan sebagainya.
c) Analisis Sarana Tanda (sign-vehicle), dilakukan untuk mengklasifikasikan isi pesan
melalui sifat psikofisik dari tanda.
Penelitian ini akan menggunakan analisis isi kualitatif dengan metode klasifikasi
semantic dengan analisis penunjukkan, karena penelitian ini berfokus pada seberapa sering atau
frekuensi suatu tema muncul dalam Aliansi Sekularis Indonesia sehingga akhirnya membentuk
opini publik para netizen.
3.3 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah hasil posting anggota Aliansi Sekularis Indonesia pada
halamanfacebook organisasi, dimana waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif sumber data utamanya adalah kata-kata dan tindakan, maka data
dalam bentuk angka-angka ataupun ukuran yang pasti akan sulit untuk didapatkan. Oleh karena
itu, cara yang paling tepat untuk mendapatkan data atau informasi dalam penelitian kualitatif
pada dasarnya adalah melalui kegiatan mendengar, melihat, dan bertanya untuk hal-hal yang
membutuhkan penjelasan lebih mendalam. Pada intinya teknik utama yang digunakan dalam
pengumpulkan data dalam penelitian adalah menggunakan teknik wawancara mendalam, tetapi
pada metode analisis isi kualitatif wawancara mendalam tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan
23
peneliti hanya berfokus dan mencari simbol-simbol tertentu yang terdapat dalam objek penelitian
dan kemudian melakukan pemaknaan terhadap simbol-simbol tersebut.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa penelitian ini menggunakan metode
klasifikasi semantik dengan analisis penunjukkan sebagai metode untuk mengumpulkan simbolsimbol yang dibutuhkan dalam penelitian.Melalui metode klasifikasi penunjukkan ini, peneliti
mengklasifikasi simbol-simbol yang ada dalam objek penelitian dengan melihat frekuensi suatu
tema muncul dalam kurung waktu penelitian. Jadi dapat disimpulkan bahwa data yang
dikumpulkan dalam penelitian adalah tema-tema yang muncul dalam posting di halaman
facebook Aliansi Sekularis Indonesia, peneliti akan meninjau seberapa sering suatu tema muncul
dalam kurung waktu penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Moleong (2009: 248) adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Setiap studi kualitatif adalah unik, pendekatan analisisnya juga unik, yaitu mengubah data
menjadi temuan (findings). Analisis data kualitatif sangat tergantung pada keahlian, insight,
training, dan kemampuan peneliti. Faktor kemampuan manusia dari peneliti sangat besar, karena
pengalaman dan pengetahuan luas yang dimiliki oleh peneliti.
24
Analisis data kualitatif berarti mengatur secara sistematis bahan hasil klasifikasi analisis
isi, manafsirkannya dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru.
Inilah yang disebut hasil temuan atau findings. Findings dalam analisis kualitatif berarti mencari
dan menemukan tema, pola, konsep, insight, dan pengertian. Semuanya diringkas dengan
istilah’penegasan yang memiliki arti’ (statement of meanings). (Raco, 2010: 121)
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Aliansi Sekularis Indonesia
Kata 'aliansi' berarti gabungan. Aliansi Sekuler Indonesia mengandung arti: gabungan
orang-orang, yang masing-masing bebas berpendapat atas nama dirinya sendiri, menyuarakan
pendapatnya mengenai gagasan sekuler di Indonesia.
Awal pendiriannya didasari oleh sebuah pemikiran bahwa Indonesia adalah milik semua
warga negara Indonesia tanpa terkecuali, tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, jenis
kelamin, orientasi seksual, dan lain sebagainya, memiliki hak yang sama baik sebagai warga
negara maupun di hadapan hukum. Berlandaskan pemikiran atas keanekaragaman latar belakang
dan kesetaraan setaip warga negara di hadapan hukum itu, maka sudah seharusnya
penyelenggaraan negara terbebas dari segala bentuk intervensi, termasuk kedalamnya adalah
intervensimengenai dalil agama. Hal ini diperlukanuntuk menciptakan keadilan yang universal.
Hal ini sesuai dengan tujuan sekularisme, yaitu untukmenyingkirkan campur tangan
dogma atau hukum agama dalam penyelenggaraan negara, baik dalam produk perundangundangan maupun dalam aplikasi nyata di masyarakat. Setiap aparat penyelenggara negara harus
dapat membedakan hal-hal apa saja yang termasuk dalam ranah pribadi warganegara dan hal-hal
apa saja yang termasuk dalam ranah publik.
Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama maupun tidak beragama. Kebebasan
dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah payung hukum yang netral, serta tidak
menganak-emaskan sebuah agama atau kepercayaan tertentu. Aliansi Sekularis Indonesia
menolak segala bentuk intervensi agama dalam penyelenggaraan negara demi terciptanya
26
kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan damai. Sampai pada akhir akhir November
2014 kemarin, Aliansi Sekularis Indonesia sudah memiliki anggota sebanyak 23.132 orang.
4.1.1 Aturan dalam Aliansi Sekularis Indonesia
Terdapat beberapa aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota dalam organisasi
Aliansi Sekularis Indonesia, yaitu sebagai berikut:
a. Posting materi dakwah, kotbah & aneka motivasi spiritual yang mempromosikan bahwa
keyakinanmu yang paling benar & paling mulia.
b. Posting materi yang bersifat provokasi atau membangkitkan kebencian terhadap etnis,
jenis kelamin, orientasi seksual, & agama tertentu. Foto, video atau materi yang bersifat
pornografi, sadisme, & seksisme. Juga mengiklankan aneka produk & jasa.
c. Reposting artikel yang telah dihapus oleh Admin.
d. Melakukan bullying, memaki, melecehkan dan atau bertindak adhominem terhadap
rekan diskusi/debat. Hormati teman yang berseberangan pendapat.
e. Melakukan "block" kepada member lain maupun kepada admin.
f. Menggunakan huruf besar, tanda seru & tanda tanya, secara sembrono & berlebihan.
g. Menyampaikan gagasan dalam bentuk "hate speech".
h. Menggunakan aksara selain aksara latin. Baik dalam posting, memberikan komentar
maupun dalam penggunaan nama akun.
27
Selain aturan untuk anggota, admin selaku pemiliki dan pengurus organisasi Aliansi
Sekularis Indonesia juga memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Menghapus suatu artikel, komen yang dinilai tidak sesuai atau melanggar ketentuan di
atas.
b. Menegur & meminta keterangan dari TS, sebagai bahan pertimbangan apakah artikel
tersebut bisa dipertahankan atau harus dihapus.
c. Menganulir keanggotaan member karena melakukan pelanggaran ketentuan yang
tercantum di atas. Keputusan admin tidak dapat diganggu gugat.
4.2 Analisis dan Pembahasan
Pada pembahasan diatas telah dijelaskan mengenai konsep publik, ruang publik, dan
opini publik. Pada penelitian ini publik merujuk pada para netizen dalam Aliansi Sekularis
Indonesia yang juga merupakan anggota organisasi tersebut. Sedangkan ruang publik adalah
ruang yang tercipta didalam akun halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia, dan opini
publik merupakan hasil konsensus kelompok para netizen di dalam akun facebook Aliansi
Sekularis Indonesia.
Akun halaman facebook Aliansi Sekularis Indonesia merupakan halaman facebook yang
sangat aktif, dengan rata-rata postingbaru setiap harinya bertambha sekitar 4-7 posting dan
disertai komentar yang juga terus bertambah setiap menitnya, baik pada posting baru ataupun
yang telah ada sebelumnya. Tema postingbiasanya berkisar pada isu atau berita yang sedang
menjadi trend di dalam masyarakat, seperti isu tentang agama dan politik dalam berbagai aspek
kehidupan, baik didalam negeri maupun diluar negeri.
28
Pada Aliansi Sekularis Indonesia, setiap anggota bebas berpendapat mengenai suatu isi
tertentu yang berada didalam posting, komentar dapat berupa persetujuan maupun pernyataan
menolak dan menentang apa yang dituliskan dalam posting tersebut. Tidak ada batasan nilai
agama dalam Aliansi Sekularis Indonesia, karena pada dasarnya organisasi ini ingin menciptakan
suatu kehidupan bermasyarakat yang adil dan terlepas dari semua dogma agama apapun,
sehingga setiap warga negera bebas berpendapat dan diperlakukan dengan setara dan adil.
Selama masa waktu penelitian, telah diperoleh data jumlah posting dalam halaman
facebook Aliansi Sekularis Indonesia sebagai berikut:
Analisis Isi Halaman Facebook Aliansi
Sekularis Indonesia
agama
politik
dll
Diagram 4.1 Data Analisi Isi Aliansi Sekularis Indonesia
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dalam kurung waktu penelitian selama bulan
November 2014 kemarin terdapat total posting sebanyak179 posting, dengan rincian posting
bertema agama sebayak 72, posting bertema politik sebanyak 65, dan tema lain-lainnya sejumlah
42 posting.
29
Diagram tersebut menunjukkan bahwa para netizen atau para anggota dalam Aliansi
Sekularis Indonesia yang merupakan publik dalam penelitian ini lebih cenderung membentuk
opininya kearah isu – isu yang bernuansa agama. Banyaknya posting yang bertemakan agama
ini, sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari organisasi Aliansi Sekularis Indonesia yaitu
untuk menyingkirkan campur tangan dogma atau hukum agama dalam penyelenggaraan negara,
baik dalam produk perundang-undangan maupun dalam aplikasi nyata di masyarakat.
Gambar 4.1 Posting Perempuan Cantik Ini Berhijab, Tapi Punya Banyak Tato
30
Gambar 4.2 Posting Agama Berdasarkan Berita Tribunnews.com
31
Gambar 4.3 Posting Agama Mengenai Diskriminasi SARA
32
Gambar – gambar diatas merupakan contoh posting para netizen dalam halaman facebook
Aliansi Sekularis Indonesia mengenai isu – isu agama yang sedang berkembang. Pada gambar
4,1 dapat dilihat isu yang sedang dibahas adalah mengenai perempuan berhijab dengan tato. Pada
gambar 4.2 dibahas mengenai Netanyahu yang merupakan perdana mentri Israel yang
memberikan kebijakan bahwa seluruh warga beragama dapat beribadah di Masjid Al-Agsa. Pada
gambar 4.3 posting berisikan bahwa orang keturunan Arab belum tentu merupakan seorang
Islam yang baik.
Berdasarkan ketiga gambar tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ketiga gambar
tersebut menampilkan isu – isu agama yang memiliki nilai kontradiksi didalamnya. Bagaimana
para netizen menampilkan dan melihat isu tersebut dari sisi diluar nilai atau dogma agama.
Seperti perempuan hijab dengan tato, dimana tato biasanya memiliki konotasi negatif tetapi hijab
merupakan konotasi positif. Atau pada gambar 4.2 dimana Netanyahu yang merupakan perdana
mentri Israel yang selama ini diberitakan terus memerangi Palestina yang penduduknyanya
mayoritas adalah muslim, tetapi mengelurakan kebijakan bahwa siapapun dapat melakukan
ibadah di dalam masjid Al-Agsa. Dan pada gambar 4.3 diberitakan mengenai orang – orang
keturunan Arab yang biasanya dikonotasikan dengan penganut Islam yang baik, tetapi justru
malah terlibat banyak kasus korupsi.
Jumlah posting bertema agama pada bulan November 2014 berjumlah 72 posting,
menjadikan tema agama sebagai tema yang paling sering muncul dan di posting oleh para
netizen. Hal ini menunjukkan bahwa opini publik yang berkembang di kalangan para netizen
dalam Aliansi Sekularis Indonesia merupakan isu – isu yang bertemakan agama, dimana para
netizen menempatkan konsensus kelompoknya pada isu – isu agama ini.
33
Isu agama sebagai opini publik para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia, juga
sesuai dengan teori Hennesy (1990) tentang faktor apa saja yang dibutuhkan untuk munculnya
suatu opini publik. Dimana dalam penelitian ini faktor pertama adalah adanya isu, yaitu isu – isu
dengan tema agama. Kedua adanya ciri publik, publik yang dimaksud disini adalah adanya
kelompok yang dikenal dan berkepentingan, yaitu kelompok netizen yang merupakan anggota
dari organisasi Aliansi Sekularis Indonesia. Faktor ketiga adalah pilihan yang sulit, dimana para
netizen dihadapkan pada pilihan yang sulit mengenai suatu isu tertentu, misalnya seperti pada
gambar 4.2 dimana para netizen harus memilih untuk setuju dengan perempuan hijab bertato atau
menolaknya. Faktor keempat adalah jumlah orang yang terlibat, jumlah anggota Aliansi
Sekularis Indonesia sebanyak 23.132 orang, ini adalah jumlah orang yang dapat terlibat dalam
pembahasan mengenai suatu isu.
Kemudian berdasarkan hasil diagram analisis isi yang menempati urutan kedua adalah
posting dengan tema politik, yang berjumlah 65 posting. Hal ini menunjukkan berarti selain isu
mengenai agama, isu mengenai politik juga berhasil membentuk opini publik para netizen.
Berikut adalah beberapa contoh posting para netizen dalam Aliansi Sekularis Indonesia.
Gambar 4.4 Posting Politik Ahok
34
Gambar 4.5 PostingPolitik Agenda Terselubung PKS
Gambar 4.6 Posting Politisi Golkar Keluhkan Sulitnya Gantikan Ical
35
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah para netizen memanfaatkan
ruang publik dengan cara banyak memposting isu – isu mengenai agama dan politik, sehingga
kedua isu tersebut menjadi opini utama dan berkembang menjadi opini publik di kalangan para
netizen yang merupakan anggota Aliansi Sekularis Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya jumlah posting pada bulan November 2014, yaitu agama sebanyak 72 posting dan
politik sebanyak 65 posting.
36
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Effendy, Onong Uchjana.2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Jablin, Frederic & Linda L. Putnam. 2001. The New Handbook of Organizational
Communication Advance in Theory, Research, and Methods. California. Sage
Publications.
Littlejohn, Stephen W.2002.Theories Of Human Communication, 7th Edition.USA: Wadsworth
Thomson Learning Group.
McQuail,Denis.2010.Mass Communication Theory,6th Edition. London: Sage Publication Ltd.
Moleong,Lexy.J.(2009).Metodologi penelitian kualitatif.edisi revisi.Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Mulyana,Deddy.2007.Ilmu komunikasi suatu pengantar.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Nurudin.2001. Komunikasi Propaganda. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Olli, Helena & Erlita, Novi.2011.Opini Publik, 2nd Edition.Jakarta: PT. Indeks.
Prajarto, Nunung, 2009. Analisis Isi Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: FISIPOL
UGM.
Raco,J.R.(2010).Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.Jakarta:
Grasindo.
Saleh, Munwafik, 2010.Public Service Communication. Malang: UMM Press
Sullivan, John L.2013.Media Audiences Effect, Users, Institution, and Power.London: Sage
Publication, Inc.
Verderber,Rudolph.F.,Verderber,Kathleen.S.2008.
Communicate,12th
Edition.Belmont:
Thompson Higher Education.
Widjaja.2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Wimmer,Roger
D.
dkk.
2006.
Mass
Media
Research
8TH
edition.
New
York:
WadsworthThomson Learning.
37
Wynants,Marleen.,Cornelis,Jan.2008.How Open Is the Future?: Economic, Social & Cultural
Scenarios Inspired by Free & Open-Source Software. USA: Crosstalks.
Sumber Online
http://id.techinasia.com/statistik-pengguna-internet-di-dunia-dan-indonesia-slideshow/,diunduh
tanggal 8 Oktober 2014 jam 11.35.
http://eprints.unsri.ac.id/3997/1/ANALISIS_DAN_PENGUMPULAN_DATA_KUALITATIF.p
df, diunduh tanggal 3 Januari 2015 jam 09.55.
https://www.facebook.com/groups/AliansiSekularIndonesia/
38
Download