ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL DAN LAJU FOTOSINTESIS TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR PUTERI LESTARI WANA BAKTI A14050658 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT PUTERI LESTARI WANA BAKTI. Analysis of Chlorophyll and Rate of Photosynthesis of the Transgenic Sugar Cane Variety PS-IPB 1 Under Field Experiment in PG Djatiroto, East Java. Under direction of DWI ANDREAS SANTOSA and SYAIFUL ANWAR. Sugar cane (Saccharum officinarum Linn.) is an important industrial plant for sugar production. The productivity of this plant could be increased by introducing phytase gen. Such transgenic sugarcane that had been produced by Santosa et al. (2004), is expected to increase the efficiency of P fertilization. The objectives of this research were (1) to select best growth performance of transgenic sugar cane clones treated with P fertilization, (2) to measure of chlorophyll content and Leaf Area Index (LAI) of the selected transgenic sugar cane. Plantation of the transgenic sugar cane was conducted at the experimental station of PG Djatiroto, PTPN XI, East Java. Plantation was treated with two levels of P fertilization , i.e. 25% and 50% of optimum P fertlization (P2O5 = 92,29 ppm). Growth performance parameters of the plant that were measured including leave sizes, number of space between joints, number or stalk, stalk height, and stalk diameter. Samples of leaves for analysis of chlorophyll and LAI were collected at 3 and 6 months after plantation. The result show that not all of sugar cane transgenic clones (PS-IPB 1) has chlorophyll higher than its isogenic (PS-851). At 3 months old the clones contained chlorophyll-a higher than the isogenic are 6 clones in the test field I, and 1 clone in the test field II; while that for chlorophyll-b are 9 clones in the test field I, and 3 clones in the test field II. At 6 months old the clones contained chlorophyll-a higher than the isogenic are 10 clones the test field I, and 5 clones in the test field II; while that for chlorophyll-b are 9 clones in the test field I, and 6 clones in the test field II. In average, chlorophyll-a, chlorophyll-b, and total chlorophyll of the plants grown in the field I are higher than that in the field II. In addition, chlorophyll-b of the transgenic plant in both fields is higher than chlorophyll-a. There is no differences of Leaf Area Index (LAI) of plants grown in the field I and II, but the LAI of plants at age 6 months is significantly higher than that at age 3 months. Keywords: Sugar cane, transgenic, chlorophyll, photosynthesis RINGKASAN PUTERI LESTARI WANA BAKTI. Analisis Kandungan Klorofil Dan Laju Fotosintesis Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang di Tanam di Kebun Percobaan PG Djatiroro, Jawa Timur. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan SYAIFUL ANWAR. Tebu (Saccharum officinarum Linn.) merupakan tanaman perkebunan/ industri yang memiliki peran penting karena di dalam batangnya terkandung cairan gula yang terbentuk dari proses fotosintesis. Untuk meningkatkan produktivitas tebu dan produksi gula serta meningkatkan efisiensi pemupukan P, dilakukan perbaikan genetik melalui penyisipan gen fitase ke tanaman. Penyisipan gen fitase ini diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman serta mampu meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia. P tersedia yang meningkat dalam tanaman diharapkan dapat meningkatkan laju fotosintesis, serta berpengaruh positif dalam proses pembentukan klorofil. Dalam analisis kandungan klorofil dan laju fotosintesis ini bahan tanaman yang digunakan adalah daun dari klon tebu transgenik dan isogeniknya PS 851 yang di tanam di Kebun Percobaan PG Jatiroto, PTPN XI, Jawa Timur dengan dua perlakuan pemupukan P yaitu, aras pemupukan sebesar 25% dan 50% dari aras pemupukan yang direkomendasikan. Penelitian ini dilakukan pada saat tebu berumur 3 dan 6 bulan. Sampel daun yang digunakan dalam analisis klorofil adalah daun atas, sedangkan untuk laju fotosintesis digunakan daun atas dan daun bawah. Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Wintermans, JGFM and De Mots (1965). Sedangkan formula yang digunakan untuk menghitung karakteristik tumbuh tanaman tebu adalah Indeks Luas Daun Rata-rata (ILD). Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua tebu transgenik memiliki kandungan klorofil di atas kontrol isogenik PS-851. Pada umur 3 bulan klon yang memiliki kandungan klorofil a di atas isogenik PS-851 ada 6 klon di lahan I dan 1 klon di lahan II, sedangkan klorofil b ada 9 klon di lahan I dan 3 klon di lahan II. Pada umur 6 bulan klon yang memiliki kandungan klorofil a di atas isogenik PS-851 ada 10 di lahan I dan 5 klon di lahan II, sedangkan utuk klorofil b ada 9 klon di lahan I dan 6 klon di lahan II. Lahan I memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan lahan II, baik untuk klorofil a, klorofil b dan total klorofil. Kandungan klorofil pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan. Kandungan klorofil b tebu transgenik lebih tinggi dibandingkan kandungan klorofil a, baik pada lahan I maupun lahan II. Tingginya klorofil b ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami kondisi cekaman. Indeks luas daun pada lahan I dan lahan II tidak terlalu berbeda, baik pada umur 3 bulan maupun umur 6 bulan. Berdasarkan umurnya, ILD pada umur 6 bulan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur 3 bulan. Perbedaan ini sangat jelas karena keseluruhan klon umur 6 bulan memiliki nilai ILD lebih tinggi dibandingkan ILD umur 3 bulan. Kata kunci: tebu, transgenik, klorofil, fotosintesis. ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL DAN LAJU FOTOSINTESIS TEBU TRANSGENIK PS-IPB1 YANG DITANAM DI KEBUN PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR PUTERI LESTARI WANA BAKTI A14050658 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Analisis Kandungan Klorofil dan Laju Fotosintesis Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur Nama : Puteri Lestari Wana Bakti NRP : A14050658 Menyetujui, Pembimbing Skripsi 1 Pembimbing Skripsi 2 Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19620927 198811 1 001 NIP. 19621113 198703 1 003 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanin Bogor Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukitinggi pada tanggal 1 Februari 1987 dari pasangan Bapak Baktiwan dan Ibu Ninul Diyetty. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis mulai menempuh pendidikan pada tahun 1992 di Taman KanakKanak Pertiwi Dalam Koto. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 46 Hilia Lamo II dan lulus pada tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan di MTs Negeri Kamang dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kamang Magek dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Bioteknologi Tanah pada tahun ajaran 2008/2009. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Klorofil dan Fotosintesis, dengan judul Analisis Kandungan Klorofil dan Laju Fotosintesis Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Ditanam Di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS., selaku pembimbing skripsi 1 yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, saran, masukan dan atas kesabarannya dalam penuntun penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., selaku pembimbing skripsi 2 dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan arahan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 3. Staf Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology ( Ibu Yanti, Teteh, Mba Monic, Kak Nugi, Mas Puput, Mas Kis, Mas Yono, Mas Wito) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 4. Segenap staf Saraswanti Indo Genetech (SIG) atas bantuan, fasilitas dan kerjasamanya selama penelitian. 5. Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah, IPB (Pak Jito, Ibu Asih, Ibu Jul) atas bantuannya selama penelitian. 6. Segenap staf Kebun Percobaan PG Djatiroto PTPN XI yang telah membantu penulis dalam melangsungkan penelitian ini. 7. Ayahanda, Ibunda, kakakku Eno, adikku Dwina, serta seluruh keluarga tercinta atas segala dukungannya baik moril, material maupun do’a yang tak henti-hentinya mangalir. 8. Yogi, Miza , Ari yang telah memberikan semangat, motivasi, bantuan dan kerja sama yang baik selama penelitian sampai tersusunnya skripsi ini. 9. Primasista yang telah memberikan semangat, perhatian dan rasa kekeluargaan selama penulis di IPB. 10. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. ii Pada akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan bagi pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Bogor, Juli 2009 Puteri Lestari Wana Bakti DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .....................................................................................i DAFTAR ISI ...................................................................................................iii DAFTAR TABEL ...........................................................................................v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................vii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................3 1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................3 1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................4 2.1 Tebu ...................................................................................................4 2.2 Pemuliaan Tebu .................................................................................5 2.3 Klorofil dan Fotosintesis ....................................................................7 BAB III BAHAN DAN METODE ..................................................................9 3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................9 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................9 3.3 Metode Penelitian ..............................................................................9 Teknik Sampling dan Penanganan Tanaman .....................................9 Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik .........................................10 Analisis Klorofil ...............................................................................10 Laju Fotosintesis ...............................................................................10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................12 4.1 Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik ..........................................12 4.2 Analisis Klorofil ................................................................................14 4.3 Laju Fotosintesis ................................................................................27 iv KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................34 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................35 LAMPIRAN ....................................................................................................38 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum Linn.) merupakan tanaman perkebunan/industri yang memiliki peran penting, karena di dalam batangnya terkandung cairan gula. Sekitar 65 % produksi gula di dunia berasal dari tebu. Selain itu, tebu juga dapat dimanfaatkan untuk industri farmasi, industri pangan, industri lain yang menggunakan bahan dari hasil industri gula. Banyaknya produk yang memanfaatkan tebu sebagai bahan baku dalam industri, mengakibatkan permintaan akan komoditas tebu juga terus meningkat. Dalam perkembangannya, pada masa lalu Indonesia dikenal sebagai produsen gula sekaligus eksportir gula terbesar. Namun pada saat ini produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia, yang pernah menjadi produsen gula sekaligus eksportir gula, berubah menjadi importir gula terbesar. Potensi ekonomi yang hilang yang seharusnya diterima pelaku bisnis gula di Indonesia, baik oleh petani tebu maupun pabrik gula, menjadi sangat besar. Kemerosotan produksi tebu di Indonesia, disebabkan antara lain karena konsumsi gula dalam negeri yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, kebijakan pertanian yang kurang mendukung, pemakaian varietas tebu yang tidak mendukung produktivitas lahan, serta penurunan produktivitas tebu. Selain itu, konversi lahan tebu dari lahan sawah (basah) ke lahan kering juga memberikan andil dalam rendahnya produksi tebu di Indonesia. Pada lahan kering ketersediaan P umumnya rendah, sehingga penggunaan lahan kering ini membutuhkan pupuk P yang lebih banyak. Kebutuhan P untuk tanaman tebu tergantung dari jenis tanah dan kultivar tebu yang digunakan. Dalam proses metabolisme tanaman, ketika tanaman diberikan pupuk P biasanya tidak semua diserap oleh tanaman. Sebagian P tersebut akan tersimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) yang tidak lagi tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju perubahan P tersedia menjadi fitat juga berlangsung tinggi sehingga tidak tersedia lagi ketika umur tanaman bertambah (Santosa, 2004). 2 Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi gula dan mencapai swasembada gula yang diharapkan serta meningkatkan efisiensi pemupukan P adalah dengan melakukan upaya perbaikan genetik tebu melalui rekayasa genetika. Melalui teknik rekayasa genetika memungkinkan dilakukan transfer gen asing yang berguna ke tanaman tebu. Transfer gen fitase ke tanaman tebu diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman serta mampu meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik yang terdapat dalam jaringan tanaman maupun tanah menjadi P tersedia untuk proses metabolisme tanaman (Santosa et al., 2005). Dengan meningkatnya P tersedia diharapkan berpengaruh positif dalam proses pembentukan klorofil serta dapat meningkatkan laju fotosintesis. Riset tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase ini dimulai pada tahun 2002-2004. Riset ini merupakan kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Bundesforschungsanstalt für Ernährung und Lebensmittel (BFEL), Molekularbiologische Zentrum, Karlsruhe, Jerman. Penelitian tersebut berlanjut hingga sekarang dan saat ini sudah mencapai tahap uji keragaan tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase. Tebu transgenik yang mengandung gen fitase ini telah dihasilkan oleh Santosa et al. (2004) yang diberi nama PS-IPB 1. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi tanaman terbaik dari klon-klon transgenik yang telah dihasilkan melalui penanaman di lahan HGU PG Djatiroto pada musim tanam 2008/2009. Penelitian tersebut merupakan kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dan PT Perkebunan Nusantara XI. Untuk menyeleksi dan menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang dihasilkan diantaranya adalah dengan menganalisis kandungan klorofil dan mengukur laju fotosintesisnya dengan menggunakan formula indeks luas daun. Melalui analisis tersebut, dapat diketahui klon tebu transgenik yang memiliki kandungan klorofil tinggi dengan laju fotosintesis yang tinggi juga. Gen fitase yang dapat mengubah senyawa fitat (P organik) menjadi fosfat anorganik diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap proses pembentukan klorofil, fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu. 3 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menyeleksi klon-klon tebu transgenik PS-IPB 1 hasil pertanaman dengan perlakuan pemupukan P tertentu berdasarkan skoring keragaan pertumbuhan tebu. 2. Mengukur kandungan klorofil dan laju fotosintesis pada tebu transgenik PS-IPB 1. 1.3 Hipotesis Penelitian Terdapat klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki kandungan klorofil dan laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan isogeniknya. 1.4 Manfaat Penelitian Didapatkannya klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang lebih unggul dalam kandungan klorofil dan laju fotosintesis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu merupakan salah satu tanaman yang tergolong anggota famili rumput-rumputan atau Gramineae (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S. spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Sudiatso, 1980). Salah satu spesies tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman yang sudah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan pemanis alami, yaitu sebagai bahan baku pembuatan gula pasir. Selain sebagai produsen gula utama, tebu juga mempunyai fungsi pemeliharaan atau pelestarian lingkungan karena kemampuannya menyerap/menahan air hujan, mencegah erosi dan mengeluarkan O2 serta menyerap CO2 dari udara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Menurut Mathur (1981), tebu terdiri dari akar, batang dan daun. Tebu dapat hidup pada berbagai jenis tanah dan pada ketinggian mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 m dpl dengan persyaratan-persyaratan kondisi tanah, kemiringan lahan pertanaman, penyinaran matahari, suhu udara, curah hujan dan lain sebagainya yang harus dipenuhi guna menjamin pertumbuhan yang diharapkan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika di sekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 200C, yakni kurang lebih diantara 390 LU sampai 350 LS. Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah dengan musim kering yang nyata (Sudiatso, 1980). Pada dasarnya tebu mempunyai dua bagian pokok, yaitu daun dan batang dengan komposisi masing-masing 30% dan 70% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Menurut Kuntohartono dan Thijsse (2009), temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah 26-33°C dan untuk pertumbuhan vegetatif adalah 3033°C. Selama pertumbuhan menjadi dewasa, temperatur malam yang relatif rendah (di bawah 18°C) berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman berhari pendek. Periode siang hari selama 12-14 jam adalah jumlah maksimum untuk pertumbuhan dan 5 perbungaan. Rata-rata curah hujan yang diperlukan sekitar 1800-2500 mm/tahun, jika curah hujan tidak cukup, harus diberi irigasi. Budidaya tebu memerlukan kesuburan dan sifat fisik tanah yang baik. Kondisi tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tebu dengan tumbuh baik adalah kondisi tanah yang gembur, berdrainase baik, memiliki kandungan nutrisi serta senyawa organik yang banyak, dan kemampuan menahan kapasitas air yang baik. Kemasaman tanah yang cocok untuk tanaman tebu adalah tanah yang memiliki pH 5-8 (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Tekstur tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah pada tanah lempung liat, lempung berpasir, dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga dapat ditanami oleh tanaman tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus. Tebu di daerah Jawa yang banyak ditanam adalah pada tipe tanah Alluvial sampai Grumusol (Sudiatso, 1980). 2.2 Pemuliaan Tebu Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetik tanaman secara tetap sehingga memiliki sifat atau panampilan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pemuliaan tanaman tergantung pada rekombinasi dan segregasi progeni dari individu heterosigot. Tujuan dalam pemuliaan tanaman secara umum diarahkan pada dua hal, yaitu peningkatan terhadap hasil produksi yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan. Teknik pemuliaan tanaman terdiri dari dua cara, yaitu teknik pemuliaan konvensional dan rekayasa genetika. Teknik pemuliaan secara konvensional dikembangkan untuk meningkatkan hasil tanaman dengan menyeleksi kultivarkultivar yang lebih produktif dan tahan terhadap berbagai penyakit. Pemuliaan tanaman secara konvensional memiliki beberapa kelemahan, diantaranya di dalam populasi tanaman yang dinyatakan unggul ternyata tidak semua individu memiliki karakter unggul sebagaimana yang diharapkan (Susiyanti, 2008). Selain itu Gilbert et al. (2005), menyatakan pemuliaan tebu secara konvensional juga sulit dilakukan karena sebagian besar varietas tebu modern merupakan hibrida interspesifik yang memiliki tingkat ploidi tinggi, karakteristik genetika yang kompleks, serta fertilitas rendah. 6 Untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan pangan maupun bahan baku industri, teknologi rekayasa genetika dapat diterapkan. Salah satu upaya rekayasa genetika yang dilakukan adalah dengan penyisipan gen fitase dari organisme lain ke dalam tebu. Gen fitase dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat, yaitu senyawa organik menjadi fosfat di dalam sel tanaman (Zul, 2006). Penyisipin gen fitase, diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan P dalam jaringan tanaman, meningkatkan kandungan klorofil dan laju fotosintesis, meningkatkan efisiensi pemupukan P yang ada dan pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tebu (Santosa, 2004). Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara konvensional yaitu proses transfer pada rekayasa genetika lebih terarah dan tidak dibatasi oleh kompatibilitas seksual antar tanaman tetua yang disilangkan (Wulandari, 2005). Menurut Susiyanti et al. (2007), rekombinasi genetik dengan teknik rekayasa genetik melalui penyisipan gen yang dikehendaki (gen fitase) ke dalam tebu, mempunyai prospek menjanjikan. Gen fitase yang disisipkan ini diharapkan mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah fitat menjadi fosfat yang dapat digunakan untuk tumbuhan. Penyisipan gen fitase melalui Agrobacterium tumefaciens telah berhasil dilakukan oleh Nurhasanah (2007) pada varietas PS 851. Tanaman tebu secara alami memiliki aktivitas fitase, tetapi aktivitasnya rendah, sebagai contoh pada tebu cv. PS 851 hanya 0,047-0,059 U/ml (Nurhasanah, 2007). Penyisipan gen fitase pada tebu akan meningkatkan aktifitas fitase. Sejalan dengan peningkatan aktifitas enzim tersebut pada tanaman tebu putatif transgenic, terjadi juga peningkatan P dalam jaringan tanaman sebesar 19,5%. Plantlet tebu isogenik yang dikulturkan pada media MS memiliki P total dalam jaringan sebesar 0,16-0,25%, sedangkan pada tebu putatif transgenic memiliki kadar P yang lebih lebar variasinya yaitu 0,12-0,39% (Susiyanti et al., 2007). 7 2.3 Klorofil dan Fotosintesis Klorofil mengandung Mg dikelilingi oleh empat ikatan cincin gugus karbon-hidrogen yang dihubungkan ke molekul Mg oleh jembatan nitrogen (Nasoetion, 2007). Klorofil terdapat di dalam kloroplas, dimana pada bagian tertentu kloroplas terdapat tumpukan tilakoid yang disebut grana (Salisbury & Ross, 1995). Dalam tilakoid, terdapat pigmen klorofil a dan klorofil b serta beberapa karotenoid. Nisbah klorofil a dan b berbeda berdasarkan jenis tumbuhan dan keadaan lingkungan sekitarnya. Suatu tumbuhan mempunyai nisbah klorofil a dan b yang tinggi apabila tumbuhan tersebut ditanam di bawah tingkat cahaya yang tinggi. Tebu memainkan peranan penting dalam penyediaan energi terbarukan. Tebu merupakan tanaman C4 yang paling efisien dalam mengkonversi energi. Tanaman C4 umumnya terdapat di daerah dengan iklim yang hangat. Tanaman C4 adalah tanaman yang memiliki lintasan C4 pada fotosintesis (Fahn, 1991). Kebanyakan spesies C4 akan meningkat laju fotosintesisnya bahkan sampai tingkat intensitas cahaya yang sangat tinggi. Hasil panen dapat ditingkatkan dengan cara menyeleksi dan mengembangkan populasi yang mempunyai laju fotosintesis atau laju pengambilan CO2 yang tinggi (Gardner et al., 1991). Fotosintesis merupakan suatu proses sintesis makanan yang dilakukan tanaman dan beberapa mikroorganisme fotosintetik. Fotosintesis adalah fondasi untuk hampir semua kehidupan dan merupakan proses metabolik utama dari setiap ekosistem. Fotosintesis meliputi reaksi oksidasi dan reduksi. Proses secara ringkas adalah berlangsungnya oksidasi air dan reduksi CO2 untuk membentuk karbohidrat (Salisbury & Ross, 1995). Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara morfologi dan anatomi, daun merupakan organ tumbuhan yang paling bervariasi (Fahn, 1991). Dalam perkembangan evolusi, daun merupakan suatu struktur yang akan menahan keadaan lingkungan yang keras namun juga efektif dalam penyerapan cahaya dan cepat dalam pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Kebanyakan tanaman budidaya mempunyai daun dengan permukaan luar yang luas dan datar, lapisan pelindung permukaan atas dan bawah, sejumlah besar kloroplas dalam setiap sel, serta banyaknya stomata per satuan luas. Selain 8 itu, tanaman budidaya juga mempunyai daun dengan permukaan dalam yang luas dan rongga udara yang saling berhubungan, serta hubungan yang saling terkait antara ikatan pembuluh dan sel-sel fotosintesis (Gardner et al., 1991). Permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkan daun menangkap cahaya secara maksimal per satuan volume dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh oleh CO2 dari permukaan daun ke kloroplas. Pada sebagian besar tanaman budidaya jarak tersebut lebih kurang sekitar 0.1 mm (Gardner et al., 1991). Kapasitas fotosintesis pada daun sangat lentur dan sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya. Kapasitas fotosintesis daun terutama ditentukan oleh ketersediaan enzim fotosintesis, khususnya ribulosa bisfosfat karboksilase (rubisco) (Salisbury & Ross, 1995). Proses fotosintesis dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya ketersediaan air (H2O), ketersediaan CO2, intensitas cahaya, ketersediaan hara, dan temperatur. Meningkatnya laju fotosintesis dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 yang lebih tinggi, khususnya apabila stomata tertutup sebagai akibat kekeringan. Fotosintesis pada spesies C4 umumnya jenuh pada tingkat CO2 mendekati 400 µmol mol-1, sedikit lebih tinggi dibandingkan konsentrasi CO2 normal di atmosfer (Salisbury & Ross, 1995). Daun bagian atas yang terkena cahaya lebih, biasanya lebih tanggap terhadap kenaikan CO2. Sejalan dengan pertumbuhan daun, kemampuan daun untuk berfotosintesis juga meningkat sampai daun berkembang penuh dan kemudian mulai menurun secara perlahan (Salisbury & Ross, 1995). Selain itu, umur daun juga mempengaruhi fotosintesis, dimana proses penuaan menyebabkan kelambanan proses fotosintesis. Faktor utama yang mempengaruhi laju penuaan adalah kandungan nutrient mineral daun (Gardner et al., 1991). BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2009 bertempat di Kebun Percobaan PG Djatiroto, PTPN XI, Jawa Timur, Bagian Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor, di Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnologi (ICBB), Situgede – Bogor dan PT. Saraswanti Indo Genetech (SIG). 3.2 Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah 15 daun dari klon tebu transgenik dan isogeniknya (non-transgenik PS 851). Tanaman tersebut di lapangan di tanam oleh staf Kebun Percobaan PG Djatiroto, PTPN XI, Jawa Timur dengan dua perlakuan pemupukan P yaitu, pemupukan sebesar 25% dan 50% dari yang direkomendasikan. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis klorofil adalah H3BO3 (borat), etanol dan air. Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya kertas pengering (tissue), pisau, mortar dan penumbuk, pestle, alat sentrifugasi, tabung tes (tub), alat vortex, cuvette, spektrofotometer, timbangan, mikropipet, gunting, lemari es, tip, dan alumunium foil. 3.3 Metode Penelitian Teknik Sampling dan Penanganan Tanaman Sebanyak 62 sampel daun tebu transgenik diperoleh dari Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Untuk analisis kandungan klorofil dan laju fotosintesis, digunakan daun ke-2 dari atas dan daun paling bawah dari setiap klon tebu transgenik. Sampel ini diambil pada waktu tebu transgenik berumur 3 dan 6 bulan. Sampel yang telah diambil dari batang tebu transgenik dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam cold box. Setelah itu sampel disimpan dalam lemari pendingin. 10 Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik Pada penelitian ini digunakan 62 klon tebu transgenik PS IPB 1 yang ditanam pada kebun percobaan PG Djatiroto yang diberikan dua perlakuan, yaitu pemupukan 25% P dari yang direkomendasikan pada Lahan I dan 50% P dari yang direkomendasikan pada Lahan II pada masa pertumbuhan vegetatif, yaitu pada umur 3 dan 6 bulan. Dalam memilih klon yang akan digunakan untuk analisis kandungan klorofil dan laju fotosintesis dilakukan pemberian skor (scoring) berdasarkan data keragaannya, yaitu panjang daun atas dan bawah, lebar daun atas dan bawah, jumlah ruas, jumlah batang, tinggi batang dan diameter batang. (Lampiran 1). Pemilihan dilakukan dengan memberikan skor yang berbeda untuk masing-masing kriteria, dimana untuk panjang daun, lebar daun, jumlah ruas diberi skor 1, jumlah batang diberi skor 2, sedangkan tinggi batang dan diameter batang diberi skor 3. Jumlah batang, tinggi batang, dan diameter batang diberikan skor lebih tinggi karena terkait dengan produksi tebu. Analisis Klorofil Sampel daun tebu transgenik yang digunakan berasal dari daun ke-2 dari atas yang telah membuka sempurna. Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Wintermans dan De Mots (1965) (Lampiran 2). Hasil absorban spektrofotometri pada panjang gelombang (λ) 665 nm (A665) dan 649 nm (A649) yang didapat dikonversikan dengan rumus : 1. Klorofil a = (13.7 x A665) – (5.76 x A649) = µg klorofil/ml 2. Klorofil b = (25.8 x A649) – (7.60 x A665) = µg klorofil/ml Total klorofil = klorofil a + klorofil b Peubah untuk klorofil yang diamati adalah klorofil a, klorofil b, dan total klorofil. Laju Fotosintesis Sampel daun yang digunakan adalah daun paling bawah dari klon tebu transgenik. Data yang digunakan untuk menghitung laju fotosintesis adalah data luas daun dan data jarak tanam rata-rata masing-masing tebu. Data tersebut diperoleh dari tanaman yang diukur pada umur 3 dan 6 bulan. Luas daun 11 diperoleh dari hasil perkalian panjang daun, lebar daun dan nilai konstanta untuk tanaman monokotil. Formula yang digunakan untuk menghitung laju fotosintesis tanaman tebu dalam penelitian ini adalah Indeks Luas Daun Rata-rata (ILD) tujuh harian. ILD yaitu nisbah antara luas daun dengan luas lahan yang di tumbuhi oleh tanaman tersebut rata-rata dalam periode tujuh harian yang menggambarkan kemampuan tanaman menyerap radiasi matahari untuk proses fotosintesis. Penghitungannya adalah sebagai berikut : L1 + L2 ILD = -------------------- cm2 m-2 2A Ket : ILD L1 L2 A = Indeks Luas Daun = Luas daun atas = Luas daun bawah = Jarak tanam rata-rata masing-masing batang tebu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik Sebelum dilakukan analisis kandungan klorofil dan pengukuran laju fotosintesis, dilakukan pemilihan terhadap 20 klon tebu transgenik terbaik dari 62 klon transgenik putatif yang di tanam di lahan I dan lahan II. Pemilihan ini dilakukan dengan pemberian skor (scoring) berdasarkan data keragaannya dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1) pada umur 3 dan 6 bulan. Pemberian skor ini bertujuan untuk memilih klon terbaik berdasarkan nilai skor tertinggi. Berdasarkan hasil skoring didapatkan 20 klon tebu transgenik terbaik pada umur 3 bulan yang didapat berdasarkan keragaannya (Lampiran 6 - 7). Pada umur 6 bulan juga didapatkan 20 klon tebu transgenik terbaik berdasarkan data keragaannya (Lampiran 8-9). Dari 20 klon tebu transgenik terbaik tersebut, didapatkan 15 klon tebu transgenik terbaik yang memiliki klon yang sama berdasarkan gabungan dari kedua umur (Tabel 1). 13 Tabel 1. Data hasil skoring klon pilihan tebu transgenik pada umur 3 dan 6 bulan serta gabungan keduanya. Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Umur 3 Bulan Klon IPB1-5 IPB1-2 IPB1-59 IPB1-20 PS 851 IPB1-1 IPB1-6 IPB1-29 IPB1-14 IPB1-55 IPB1-17 IPB1-7 IPB1-25 IPB1-41 IPB1-56 IPB1-4 IPB1-43 IPB1-3 IPB1-53 IPB1-70 IPB1-38 Skor 800 790 740 710 700 690 680 660 640 640 630 620 620 610 610 600 590 580 540 540 520 Umur 6 Bulan Klon IPB1-59 IPB1-34 IPB1-56 IPB1-55 IPB1-2 IPB1-53 IPB1-1 IPB1-5 IPB1-3 IPB1-71 IPB1-36 IPB1-70 IPB1-29 IPB1-41 IPB1-39 IPB1-20 IPB1-52 IPB1-43 IPB1-14 IPB1-46 PS 851 Skor 1600 1520 1500 1490 1480 1460 1450 1450 1440 1400 1380 1380 1370 1340 1330 1320 1310 1300 1290 1290 1190 Gabungan Umur 3 dan 6 Bulan Klon Skor IPB1-59 IPB1-2 IPB1-5 IPB1-1 IPB1-55 IPB1-56 IPB1-20 IPB1-29 IPB1-3 IPB1-53 IPB1-41 IPB1-14 IPB1-43 PS 851 IPB1-36 IPB1-71 2340 2270 2250 2140 2130 2110 2030 2030 2020 2000 1950 1930 1890 1890 1860 1800 Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan klon pada masingmasing umur. Perbedaan ini disebabkan karena kriteria keragaan yang digunakan berbeda pada masing-masing umur, kemampuan pertumbuhan setiap klon yang berbeda serta pengaruh kondisi lingkungan di lokasi penanaman yang mempengaruhi pertumbuhan masing-masing klon. Pada pembahasan selanjutnya, pembahasan lebih difokuskan pada klon tebu transgenik PS IPB 1 yang terpilih pada umur 6 bulan yang memiliki klon yang sama dengan klon umur 3 bulan yang lebih menunjukkan keragaan tebu pada akhir penelitian. 14 4.2 Analisis Klorofil Warna daun erat kaitannya dengan kandungan klorofil yang dimiliki oleh tanaman. Daun tanaman yang hijau normal memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan dengan albino, kuning atau hijau muda. Klorofil adalah salah satu pigmen yang sangat penting yang digunakan tumbuhan untuk menyerap cahaya dalam proses fotosintesis. Dengan penyisipan gen fitase ke tanaman tebu, diharapkan kandungan klorofil akan meningkat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu. Klorofil terdiri dari dua jenis, yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil berwarna hijau karena tidak efektif dalam menyerap panjang gelombang hijau, melainkan memantulkan gelombang hijau tersebut. Dalam spektrum serap klorofil a dan b menyerap dengan kuat panjang gelombang ungu, biru, jingga, dan merah. Pada daun sebagian besar spesies tumbuhan menyerap lebih dari 90% panjang gelombang ungu dan biru yang mengenainya. Penyerapan ini hampir semua dilakukan oleh pigmen kloroplas (Salisbury & Ross, 1995). Ekspresi fitase ditanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi gula. Gen fitase akan secara tidak langsung memberikan andil dalam pembentukkan forfirin sebagai komponen yang sangat diperlukan dalam pembentukkan klorofil. Pelepasan fitase ke lingkungan sekitar perakaran juga akan meningkatkan ketersediaan berbagai mineral sehingga efisiensi pemupukan meningkat (Susiyanti et al., 2006). Data hasil analisis kandungan klorofil a dan b klon pilihan tebu transgenik PS IPB 1 dan isogeniknya pada umur 3 dan 6 bulan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. 15 Tabel 2. Tabel hasil analisis kandungan klorofil a dan b klon pilihan tebu transgenik PS IPB1 dan isogeniknya pada umur 3 bulan dalam µg/ml. Umur 3 bulan Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-5 IPB 1-14 IPB 1-20 IPB 1-29 IPB 1-36 IPB 1-41 IPB 1-43 IPB 1-53 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-59 IPB 1-71 Rata-rata PS-851 Lahan I (25% P) Klorofil a Klorofil b 0,141 0,012 0,138 0,082 1,245 0,553 0,770 1,765 0,159 0,092 0,178 0,331 0,171 0,470 0,621 1,034 0,020 0,124 0,719 0,166 1,598 2,843 0,082 0,384 0,090 0,244 0,105 0,123 1,759 3,681 0,520 0,794 0,237 0,230 Lahan II (50% P) Klorofil a Klorofil b 0,167 0,111 0,024 0,055 0,264 0,215 0,123 0,203 0,107 0,167 0,243 0,634 0,151 0,074 0,185 0,191 0,123 0,203 0,122 0,045 0,405 0,227 1,071 2,299 0,159 0,092 0,265 1,232 0,298 0,332 0,247 0,405 0,496 0,358 16 Tabel 3. Tabel hasil analisis kandungan klorofil a dan b klon pilihan tebu transgenik PS IPB1 dan isogeniknya pada umur 6 bulan dalam µg/ml Umur 6 bulan Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-5 IPB 1-14 IPB 1-20 IPB 1-29 IPB 1-36 IPB 1-41 IPB 1-43 IPB 1-53 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-59 IPB 1-71 Rata-rata PS-851 Lahan I (25% P) Klorofil a Klorofil b 0,034 0,117 0,388 0,576 0,671 1,459 0,639 1,386 0,668 1,415 0,151 0,346 0,972 1,721 0,979 1,582 0,082 0,384 0,655 1,423 0,125 0,247 1,016 2,172 0,113 0,299 0,792 1,504 0,509 1,323 0,520 1,064 0,385 0,804 Lahan II (50% P) Klorofil a Klorofil b 0,692 1,470 0,704 1,418 0,317 0,299 0,227 0,598 0,149 0,302 0,096 0,376 0,734 1,605 0,165 0,338 0,586 1,461 0,212 0,447 0,206 0,315 0,673 1,503 0,220 0,466 0,832 1,595 0,539 1,351 0,423 0,903 0,633 1,412 Gen fitase yang disisipkan ke dalam tebu (Saccharum officinarum L.) diharapkan akan meningkatkan kandungan klorofil. Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 2), pada umur 3 bulan di lahan I terdapat 6 klon yang memiliki kandungan klorofil a di atas kontrol (isogenik PS-851). Sedangkan pada lahan II hanya ada 1 klon memiliki kandungan klorofil a yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS-851). Pada umur 3 bulan di lahan I terdapat 9 klon yang memiliki kandungan klorofil b di atas kontrol (isogenik PS 851). Pada lahan II hanya 3 klon yang memiliki kandungan klorofil b yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS-851). Pada umur 6 bulan di lahan I terdapat 10 klon tebu yang memiliki kandungan klorofil a di atas kontrol (isogenik PS-851), sementara pada lahan II terdapat 5 klon yang memiliki kandungan klorofil a di atas kontrol (isogenik PS851). Untuk kandungan klorofil b di lahan I terdapat 9 klon yang berada di atas 17 kontrol (isogenik PS-851) dan pada lahan II terdapat 6 klon yang memiliki kandungan klorofil b di atas kontrol (isogenik PS-851) (Tabel 3). Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat secara rata-rata nilai klorofil a pada klon umur 3 bulan di lahan I cenderung lebih tinggi dibandingkan lahan II (Gambar 1). Begitu juga untuk nilai klorofil b pada umur 3 bulan di lahan Klorofil (µg ml-1) I lebih tinggi dibandingkan lahan II (Gambar 2). 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Lahan I Lahan II Klon ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Klorofil (µg ml-1) Gambar 1. Nilai klorofil a tebu transgenik umur 3 bulan di lahan I dan lahan II 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 2. Nilai klorofil b tebu transgenik umur 3 bulan di lahan I dan lahan II 18 Dari data yang diperoleh, nilai klorofil a pada klon umur 6 bulan di lahan I juga cenderung lebih tinggi dibandingkan lahan II (Gambar 3). Begitu juga untuk nilai klorofil b di lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II (Gambar 4). Nilai ini didasarkan pada nilai rata-rata kedua klorofil pada dua lahan tersebut. Klorofil (µg ml-1) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 3. Nilai klorofil a tebu transgenik umur 6 bulan di lahan I dan lahan II Klorofil (µg ml-1) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 4. Nilai klorofil b tebu transgenik umur 6 bulan di lahan I dan lahan II Dari grafik yang diperoleh, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai klorofil secara keseluruhan pada kedua stadia umur (3 dan 6 bulan) di lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II, baik klorofil a maupun klorofil b. Berdasarkan analisis tanah yang telah dilakukan sebelumnya, lahan yang akan digunakan memiliki kandungan P yang tinggi, yaitu sekitar 92,29 ppm, sehingga pada lahan I hanya 19 diberikan pemupukan P 25% dan pada lahan II diberikan pemupukan P 50% dari rekomendasi. Pemupukan dilakukan pada dua aras karena ketersediaan P yang ada di dalam jaringan tanaman mempengaruhi aktivitas fitase. Aktivitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P yang rendah dalam jaringan tanaman (Susiyanti et al., 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian Miza (2009), yang menunjukkan bahwa kandungan P klon-klon tebu transgenik pada lahan II (50% P) lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon tebu transgenik pada lahan I (25% P). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian analisis aktivitas fitase pada tanaman tebu transgenik PS-IPB 1, dimana aktivitas fitase tebu di lahan I secara umum lebih tinggi dibandingkan lahan II (Santosa et al., 2009). Gen fitase secara langsung akan memberikan andil dalam ketersediaan P anorganik dalam tanaman. Fosfat anorganik yang dilepaskan fitase akan memberikan pengaruh positif dalam proses pembentukan klorofil sehingga meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu (Alexander, 1972). Selain itu, aktivitas fitase cenderung akan meningkatkan kandungan klorofil tanaman tebu. Berdasarkan penelitian sebelumnya, peningkatan aktivitas fitase Klorofil (µg ml-1) juga meningkatkan kandungan klorofil sebesar 32,3 % (Susiyanti et al., 2007). 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 5. Nilai klorofil a tebu transgenik di lahan I pada umur 3 dan 6 bulan 20 Klorofil (µg ml-1) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 6. Nilai klorofil a tebu transgenik di lahan II pada umur 3 dan 6 bulan Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan ada beberapa klon pada umur 3 bulan di lahan I memiliki kandungan klorofil a lebih tinggi dibandingkan umur 6 bulan, tetapi rata-rata secara umum kandungan klorofil a pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan (Gambar 5). Untuk klorofil a di lahan II, klon pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan, walaupun ada beberapa klon yang kandungan klorofilnya lebih rendah namun masih lebih tingi dibandingkan umur 3 bulan (Gambar 6). Berdasarkan nilai rata-ratanya, Klorofil (µg ml-1) kandungan klorofil a di lahan II lebih tinggi dibandingkan lahan I. 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 7. Nilai klorofil b tebu transgenik di lahan I pada umur 3 dan 6 bulan 21 Klorofil (µg ml-1) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 8. Nilai klorofil b tebu transgenik di lahan II pada umur 3 dan 6 bulan Berdasarkan data yang diperoleh, kandungan klorofil b pada umur 6 bulan di lahan I lebih tinggi dibanding umur 3 bulan (Gambar 7). Meskipun ada beberapa klon di umur 3 bulan yang kandungan klorofil b lebih tinggi dibanding umur 6 bulan, yaitu klon 5, 53, dan 71. Begitu juga untuk kandungan klorofil b di lahan II, hasil yang diperoleh menunjukkan pada umur 6 bulan kandungan klorofil b secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan umur 3 bulan (Gambar 8), kecuali untuk klon 20 dan 55 dimana kandungan klorofil b pada umur 3 bulan Klorofil (µg ml-1) lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan. 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Klorofil a Klorofil b ---- Nilai Isogenik Klorofil a ---- Nilai Isogenik Klorofil b Gambar 9. Nilai klorofil a dan b tebu transgenik pada umur 3 bulan di lahan I 22 Klorofil (µg ml-1) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Klorofil a Klorofil b ---- Nilai Isogenik Klorofil a ---- Nilai Isogenik Klorofil b Gambar 10. Nilai klorofil a dan b tebu transgenik pada umur 3 bulan di lahan II Klorofil (µg ml-1) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Klorofil a Klorofil b ---- Nilai Isogenik Klorofil a ---- Nilai Isogenik Klorofil b Gambar 11. Nilai klorofil a dan b tebu transgenik pada umur 6 bulan di lahan I Klorofil (µg ml-1) 23 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Klorofil a Klorofil b ---- Nilai Isogenik Klorofil a ---- Nilai Isogenik Klorofil b Gambar 12. Nilai klorofil a dan b tebu transgenik pada umur 6 bulan di lahan II Dari data yang diperoleh, kadar klorofil b untuk kedua umur (3 dan 6 bulan) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar klorofil a, baik di lahan I maupun di lahan II (Gambar 9-12). Menurut Susiyanti (2008), kondisi ini bisa disebabkan karena terjadinya degradasi klorofil a menjadi klorofil b, sehingga terjadi peningkatan kadar klorofil b dan terjadi penurunan kadar klorofil a. Tingginya kadar klorofil b ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami kondisi cekaman. Kondisi cekaman terjadi apabila ada perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah dari pada tanggapan optimum. Kondisi cekaman ini bisa disebabkan oleh adanya kondisi kekeringan, salinitas, dan kurangnya unsur hara dalam tanaman (Salisbury & Ross, 1995). 24 Tabel 4. Tabel hasil analisis total klorofil klon pilihan tebu transgenik PS IPB1 dan isogeniknya dalam µg/ml. Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-5 IPB 1-14 IPB 1-20 IPB 1-29 IPB 1-36 IPB 1-41 IPB 1-43 IPB 1-53 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-59 IPB 1-71 Rata-rata PS-851 Lahan I (25% P) 3 Bulan 0,153 0,220 1,798 2,536 0,252 0,509 0,641 1,656 0,145 0,885 4,441 0,466 0,334 0,227 5,440 1,314 0,467 6 Bulan 0,151 0,964 2,130 2,025 2,083 0,497 2,693 2,561 0,466 2,077 0,372 3,187 0,412 2,297 1,832 1,583 1,189 Lahan II (50% P) 3 Bulan 0,278 0,078 0,479 0,326 0,274 0,877 0,226 0,376 0,326 0,167 0,633 3,370 0,252 1,497 0,630 0,653 0,854 6 Bulan 2,162 2,122 0,616 0,824 0,451 0,472 2,339 0,503 2,047 0,660 0,521 2,176 0,686 2,428 1,890 1,326 2,045 Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 4), ternyata pada lahan I umur 3 bulan, terdapat 8 klon tebu transgenik memiliki total klorofil yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS 851), dan pada umur 6 bulan terdapat 9 klon tebu transgenik yang memiliki total klorofil di atas kontrol (klon isogenik). Pada lahan II umur 3 bulan hanya terdapat 3 klon tebu transgenik yang memiliki total klorofil di atas kontrol (isogenik PS 851), sedangkan pada umur 6 bulan terdapat 6 klon tebu transgenik yang memiliki totol klorofil di atas kontrol (isogenik PS 851). 25 6 Klorofil (µg ml-1) 5 4 3 2 1 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 13. Total klorofil tebu transgenik umur 3 bulan di lahan I dan lahan II 3,5 Klorofil (µg ml-1) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 14. Total klorofil tebu transgenik umur 6 bulan di lahan I dan lahan II Total klorofil di lahan I pada umur 3 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan II (Gambar 13). Secara kasat mata, pada umur 6 bulan total klorofil di lahan I tidak jauh berbeda dengan lahan II, tetapi setelah dilakukan analisis klorofil terlihat perbedaannya, dimana total klorofil di lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II (Gambar 14). Begitu juga berdasarkan nilai rata-rata, total klorofil di lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II, baik pada umur 3 maupun 6 bulan. 26 6 Klorofil (µg ml-1) 5 4 3 2 1 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Klorofil (µg ml-1) Gambar 15. Total klorofil tebu transgenik di lahan I pada umur 3 dan 6 bulan 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 16. Total klorofil tebu transgenik di lahan II pada umur 3 dan 6 bulan Dari hasil penelitian, terlihat bahwa total klorofil di lahan I pada umur 6 secara umum lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan (Gambar 15), kecuali untuk klon 1, 20, 53, dan 71. Di lahan II total klorofil secara umum pada umur 6 bulan lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur 3 bulan (Gambar 16). Meskipun ada klon-klon pada umur 3 bulan yang total klorofilnya lebih tinggi dibandingkan umur 6 bulan. Dari data secara keseluruhan, berdasarkan nilai rata-rata total klorofil, pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan, baik di lahan I maupun di lahan II. Berdasarkan analisis kandungan klorofil secara keseluruhan, terdapat 5 klon unggul berdasarkan kandungan klorofil a, klorofil b dan total 27 klorofil yaitu klon PS-IPB 1-55, PS-IPB 1-71, PS-IPB 1-59, PS-IPB 1-53, dan PSIPB 1-20. Menurut Susiyanti et al. (2007), tingginya aktivitas fitase dipicu oleh ketersediaan P dalam tanaman yang rendah. Pada kondisi tersebut tanaman akan mengaktifkan aktivitas enzim fitase untuk melepaskan P yang terikat ke dalam media tumbuh. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fitase pada tebu transgenik juga meningkatkan total klorofil dalam jaringan tebu sebesar 32,3%. Berdasarkan penelitian Anggarwulan et al. (2008), intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat biosintesis klorofil, khususnya pada biosintesis 5aminolevulinat sebagai prekursor klorofil. Selain itu, kandungan klorofil akan tinggi apabila terdapat karbohidrat dalam jumlah yang banyak yang digunakan dalam sintesis klorofil. Laju Fotosintesis Fotosintesis merupakan salah satu reaksi yang tergolong ke dalam reaksi anabolisme yang merupakan proses pembentukan bahan makanan (glukosa) yang berbahan baku karbon dioksida dan air. Proses fotosintesis terjadi di dalam organel plastid yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil) yang disebut kloroplas. Tebu merupakan tanaman yang memiliki serabut. Serabut ini akan membawa air dan nutrisi dari akar ke daun. Di dalam daun akan terbentuk gula yang diproduksi dari hasil fotosintesis yang nantinya akan disalurkan ke bagian tumbuhan lainnya (batang) (Mathur, 1981). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran laju fotosintesis dengan menggunakan formula Indeks Luas Daun (ILD) tujuh harian, yaitu nisbah antara luas daun dengan luas lahan yang ditumbuhi tanaman tebu rata-rata dalam periode tujuh harian yang menggambarkan kemampuan tanaman menyerap radiasi matahari untuk proses fotosintesis. Data hasil pengukuran klorofil Indeks Luas Daun (ILD) klon pilihan tebu transgenik PS-IPB 1 dan isogeniknya pada umur 3 dan 6 bulan dapat dilihat pada Tabel 5. 28 Tabel 5. Data Indeks Luas Daun klon pilihan tebu transgenik PS IPB1 dan isogeniknya pada umur 3 dan 6 bulan dalam cm2 m-2 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-5 IPB 1-14 IPB 1-20 IPB 1-29 IPB 1-36 IPB 1-41 IPB 1-43 IPB 1-53 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-59 IPB 1-71 Rata-rata PS-851 Lahan I (25% P) 3 Bulan 6 Bulan 0,684 1,259 0,785 1,156 0,971 1,135 0,914 1,186 0,827 1,049 0,702 1,204 0,595 1,044 0,505 1,213 0,742 1,092 0,556 1,128 0,535 1,222 0,660 1,020 0,677 1,092 0,964 1,209 0,509 1,195 0,708 1,147 0,751 1,207 Lahan II (50% P) 3 Bulan 6 Bulan 0,691 1,174 0,958 1,149 0,433 1,252 0,809 1,198 0,873 1,237 0,695 1,032 0,850 0,967 0,727 1,106 0,627 1,158 0,654 0,948 0,400 1,193 0,533 1,219 0,824 1,366 0,902 1,155 0,324 1,079 0,687 1,149 0,804 0,957 Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 5), ternyata pada lahan I umur 3 bulan terdapat 5 klon tebu transgenik yang memiliki ILD lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS-851), sedangkan pada umur 6 bulan terdapat 4 klon tebu transgenik yang memiliki ILD lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS-851). Pada lahan II umur 3 bulan terdapat 6 klon tebu transgenik yang memiliki ILD lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenikPS-851), sedangkan pada umur 6 bulan hampir seluruh klon tebu transgenik memiliki ILD lebih tinggi dibandingkan kontrol (isogenik PS-851), yaitu 14 klon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks luas daun (ILD) pada tebu transgenik umur 3 bulan di lahan I cenderung tidak berbeda dibandingkan dengan lahan II, dimana data dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan nilai rata-rata, nilai ILD pada lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II. Begitupun pada pada umur 6 bulan, dimana nilai indeks luas daun(ILD) pada lahan I dan lahan II juga 29 cenderung tidak berbeda (Gambar 18). Namun berdasarkan nilai rata-rata, nilai ILD pada lahan II lebih tinggi dibandingkan lahan I. Dalam penelitian terdapat perbedaan antara kandungan klorofil dengan indeks luas daun (ILD) pada lahan I dan lahan II, dimana untuk kandungan klorofil, lahan I lebih tinggi dibandingkan lahan II. Sedangkan untuk ILD tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam proses pembentukan klorofil dan ILD. Miftafgeek (2009), menyatakan bahwa dalam proses pembentukan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah gen. Apabila gen untuk pembentukan klorofil tidak ada, maka tanaman tidak akan memiliki klorofil. Menurut Santosa et al. (2009), luas daun merupakan aspek vegetatif yang lebih dipengaruhi oleh ketersediaan N di lahan. ILD (cm2 m-2) 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 17. ILD klon tebu transgenik umur 3 bulan di lahan I dan lahan II Dari hasil dapat diketahui bahwa ILD tertinggi untuk lahan I terdapat pada klon 3 dengan nilai ILD sebesar 0,971 cm2 m-2. Sedangkan ILD terendah terdapat pada klon 36 dengan ILD sebesar 0,505 cm2 m-2. Untuk ILD tertinggi di lahan II terdapat pada klon 2 dengan ILD sebesar 0,958 cm2 m-2. Sedangkan yang terendah pada klon 71 sebesar 0,324 cm2 m-2 (Gambar 17). 30 ILD (cm2 m-2) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Lahan I Lahan II ---- Nilai Isogenik Lahan I ---- Nilai Isogenik Lahan II Gambar 18. ILD klon tebu transgenik umur 6 bulan di lahan I dan lahan II Pada umur 6 bulan di lahan I ILD tertinggi terdapat pada klon 1 sebesar 1,259 cm2 m-2. Sedangkan yang terendah pada klon 55 sebesar 1,020 cm2 m-2. Di lahan II nilai ILD tertinggi terdapat pada klon 56 dengan ILD sebesar 1,366 cm2 m-2. Sedangkan klon yang nilai ILD terendah adalah klon 43 dengan ILD sebesar 0,948 cm2 m-2 (Gambar 18). ILD (cm2 m-2) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan ---- Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 19. ILD klon tebu transgenik di lahan I pada umur 3 dan 6 bulan Berdasarkan Gambar 19, data terlihat jelas bahwa keseluruhan klon-klon tebu transgenik di lahan I pada umur 6 bulan memiliki indeks luas daun (ILD) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan umur 3 bulan. Klon yang mempunyai ILD tertinggi pada lahan I umur 6 bulan adalah klon 1 sebesar 1,259 cm2 m-2 , 31 sedangkan yang terendah adalah klon 55 sebesar 1,020 cm2 m-2. Pada umur 3 bulan klon yang tertinggi adalah klon 3 sebesar 0,971 cm2 m-2 dan yang terendah adalah klon 36 sebesar 0,505 cm2 m-2. ILD (cm2 m-2) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Klon Umur 3 Bulan Umur 6 Bulan ---- Nilai Isogenik 3 Bulan Nilai Isogenik 6 Bulan Gambar 20. ILD klon tebu transgenik di lahan II pada umur 3 dan 6 bulan Data dilapangan menunjukkan bahwa di lahan II, indeks luas daun (ILD) seluruh klon-klon tebu transgenik umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan tebu transgenik umur 3 bulan (Gambar 20). Klon di lahan II pada umur 6 bulan yang memiliki ILD tertinggi adalah klon 56 sebesar 1,366 cm2 m-2 dan klon yang memiliki ILD terendah adalah klon 43 sebesar 0,3238 cm2 m-2. Untuk umur 3 bulan, klon yang memiliki ILD tertinggi adalah klon 2 dengan nilai sebesar 0,958 cm2 m-2 dan yang terendah adalah klon 71 sebesar 0,324 cm2 m-2. Tingginya nilai ILD tebu transgenik pada umur 6 bulan disebabkan karena daun mengalami perkembangan, yang memperlihatkan lebih luasnya daun pada umur 6 bulan dibandingkan luas daun umur 3 bulan. Menurut Gardner et al. (1991) permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkan daun menangkap cahaya secara maksimal per satuan volume dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh oleh CO2 dari permukaan daun ke kloroplas. Semakin besar luas daun dan semakin tinggi intensitas cahaya matahari, maka cahaya yang mampu diserap oleh daun tinggi dan laju fotosintesis akan terjadi secara maksimum. 32 Laju fotosintesis pada berbagai spesies tumbuhan pada berbagai daerah yang berbeda sangat berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air. Kapasitas fotosintesis pada berbagai daun sangat lentur dan sangat bergantung pada ketersediaan sumberdaya (Salisbury & Ross, 1995). Fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketersediaan CO2. Menurut Michael et al. (1998) pada daun yang tidak mengalami kondisi stres menunjukkan terjadinya peningkatan fotorespirasi disebabkan tingginya konsentrasi CO2 dalam sel ikat daun. Dalam mekanismenya, konsentrasi CO2 tidak dapat beroperasi apabila konsentrasi O2 lebih tinggi dibandingkan konsentrasi CO2. Laju produktivitas dari suatu tanaman meningkat sejalan dengan meningkatnya indeks luas daun (ILD) yang disebabkan oleh penangkapan cahaya total lebih banyak oleh daun (Salisbury & Ross, 1995). Menurut Lakitan (1993), tingginya nilai ILD sering dijumpai pada tanaman dewasa, tergantung dari spesies dan kerapatan penanamannya serta susunan daun. Indeks luas daun memungkinkan fotosintesis pada tumbuhan terjadi secara optimum. Jika indeks luas daun terlalu rendah, maka cahaya yang diserap tidak diperoleh secara cukup/optimum (Salisbury & Ross, 1995). Seluruh bagian tumbuhan yang merupakan struktur berwarna hijau, termasuk batang dan buah memiliki kloroplas dalam setiap sel penyusunnya. Namun secara umum aktifitas fotosintesis terjadi di dalam daun. Fotosintesis memiliki dua macam reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Kloroplas dan bagian dari kloroplas yang diisolasi dapat melepaskan O2 pada keadaan reaksi terang jika diberi penerima yang tepat bagi elektron yang diambil dari air. Pemecahan air yang dikendalikan cahaya (fotolisis) tanpa adanya penambatan CO2 dikenal dengan reaksi Hill (Salisbury & Ross, 1995). Menurut Salisbury dan Ross (1995), fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur daun, translokasi karbohidrat, ketersediaan air dan hara. Selain itu, ketersediaan CO2 juga mempengaruhi laju fotosintesis. Pada tumbuhan C4, pemompaan CO2 menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi bila kadar CO2 dalam daun rendah. Suhu juga berpengaruh terhadap fotosintesis. Tumbuhan C4 umumnya mempunyai suhu optimum lebih tinggi dibandingkan 33 tumbuhan C3, perbedaan ini sebagian besar dikendalikan oleh laju fotorespirasi yang rendah pada tumbuhan C4. Salah satu pengendali dalam fotosintesis adalah laju produk fotosintesis, seperti sukrosa untuk ditranslokasikan dari daun ke berbagai organ pengguna. Spesies yang mempunyai laju fotosintesis tinggi juga mempunyai laju translokasi yang tinggi, sejalan dengan pemikiran bahwa pengangkutan efektif produk fotosintesis akan mempertahankan penambatan CO2 yang cepat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Klon-klon tebu transgenik yang telah di seleksi berdasarkan skoring tertinggi terdapat 15 klon putatif tebu transgenik yaitu klon IPB 1-1, IPB 12, IPB 1-3, IPB-5, IPB 1-14, IPB 1-20, IPB 1-29, IPB 1-36, IPB 1-41, IPB 1-43, IPB 1-53, IPB 1-55, IPB 1-56, IPB1-59, IPB 1-71 dan satu isogeniknya (non-transgenik PS 851). 2. a. Kandungan klorofil di lahan I baik klorofil a, klorofil b dan total klorofil pada umur 3 dan 6 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan II. b. Kandungan klorofil pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan. c. Kandungan klorofil b tanaman tebu transgenik, baik pada lahan I maupun lahan II dan pada kedua umur lebih tinggi dibandingkan klorofil a. d. Indeks Luas Daun pada lahan I dan lahan II tidak terlalu berbeda. e. Indeks Luas Daun pada umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan umur 3 bulan baik di lahan I maupun di lahan II. Saran Perlu dilakukan analisis lebih lanjut pada seluruh klon tebu transgenik PS851 untuk mengetahui kandungan klorofil serta laju fotosintesis. DAFTAR PUSTAKA Alexander A. 1972. Sugarcane Physiology: a Comprehensive Study of The Source to Sink System. Amsterdam, Elsevier Scientific Publish. hml 752. Anggarwulan E, Solichatun, dan W Mudyantini. 2008. Karakter Fisiologi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) pada Variasi Naungan dan Ketersediaan Air. Biodiversitas. 9: 264-268. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Peranan Tanaman Perkebunan Dalam Penyerapan CO2 Sebagai Salah Satu Jawaban Dalam Mengurangi Perubahan Iklim (Climate Change) http://ditjenbun.deptan.go.id/ perlinbun/linbun/index.php?option=com_content&task=view&id=92&Ite mid=104 (4 Mei 2009). Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Soediarto A, RM Trenggono K, M Natasaputra, H Akmal, penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Plant Anatomy. Gardner FP, RB Pearce, and RL Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Gilbert RA, MG Meagher, JC Comstock, JD Miller, M Jain, and A Abouzid. 2005. Agronomic Evaluation of Sugarcane Lines Transformed for Resistance to Sugarcane Mosaic Virus Strain E. Crop Sci. 45: 2060-2067. Kuntohartono T dan JP Thijsse. 2009. Detil Data Saccharum officinarum Linn. http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=698 (10 Juni 2009). Lakitan B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Mathur RBL. 1981. Hand Book of Cane Sugar Technology. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. Michael JF, JR Andrews, K Oxborough. DA Blowers, and NR Baker. 1998. Relationship between CO2 Assimilation, Photosynthetic Electron Transport, and Active O2 Metabolism in Leaves of Maize in the Field during Periods of Low Temperature. Plant Physiol. 116: 571-580. Miftahgeek. 2009. Pengertian dan Definisi dari Fotosintesis pada Daun Hijau. http://www.g-excess.com/id/study/fotosintesis.html (24 Juli 2009). Miza. 2009. Analisis Kandungan N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 36 Nasoetion AH. 2007. Pengantar ke Ilmu-Ilmu Pertanian. Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa. Nurhasanah AN. 2007. Penyisipan Gen Fitase pada Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas PS 851 dan PA 198 dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB and CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diah R Lukman, Ira Sumaryono, penerjemah. Bandung : ITB Press. Terjemahan dari: Plant Physiology. Santosa DA. 2004. Konstruksi Tebu Transgenik Budidaya Hasil Tinggi dan Efisiensi Dalam Memanfaatkan Hara P Melalui Transfer Gen Fitase Asal Bakteri. Laporan tahun I 2004. Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID). IPB. November 2004. 21 hlm. Santosa DA, R Handoko, A Farouk, and R Greiner. 2004. A Rapid and Highly Efficient Method for Transformation of Sugarcane Callus. Mol. Biotechnol. 28: 113-119. Santosa DA, A Purwito, S Anwar, M Surahman, R Hendroko, A Farouk, and R Greiner. 2005. Tebu Transgenik: Peningkatan Efisiensi Pemupukan P serta Produktivitas Melalui Penyisipan gen Fitase ke Genom Tebu. Makalah Tebu Transgenik. IPB. 15 hlm. Santosa DA, K Murtilaksono, A Purwito, Susiyanti. 2009. Uji Keragaan Tebu Transgenik Fitase PS-IPB 1 MT 2008/2009. Laporan Tahap I 2009. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan PTPN XI. Bogor, 12 Maret 2009. 35 hlm. Sudiatso S.1980. Bertanam Tebu. Bogor: Institut Pertanin Bogor. Susiyanti, RH Zul, AN Nurhasanah, GA Wattimena, M Surahman, A Purwito, S Anwar, dan DA Santosa. 2006. Transformasi Beberapa Klon Tebu Melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 Dengan Plasmid PBIN1-ECS dan PMA yang Membawa Gen Fitase. Di dalam: Sujiprihatini S, Sudarsono, Sobir, A Purwito, Yudiwanti, D Wirnas (Penyunting). Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Permuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agus 2006. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm 213-217. Susiyanti, GA Wattimena, M Surahman, A Purwito, dan DA Santosa. 2007. Transformasi Tanaman Tebu (cv. PSJT 94-41) dengan Gen Fitase Menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pBinPI-IIEC). Bul. Agron. 35: 205-211. 37 Susiyanti. 2008. Penyisipan Gen Fitase pada Genome Beberapa Kulitivar Tebu, Regenerasi, Ekspresi dan Aklimatisasi. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wintermans JGFM dan AD Mots. 1965. Spectrophotometric characteristics of chlorophylls a and b and their pheophytins in ethanol. Biochim Biophys Acta. 109: 448-453. Wulandari I. 2005. Studi Beberapa Metode Transformasi Genetik Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) dengan Gen Fitase Melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zul RH. 2006. Regenerasi dan Transformasi Tebu (Saccharum officinarum L.) Kultivar PA 183 dan CB 6979 dengan Gen Fitase Melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Skoring Dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data, Untuk Mencari 20 Klon Terbaik Pada Saat Umur 3 Bulan, 6 Bulan. Untuk mencari 20 klon yang digunakan pada analisis 3 dan 6 bulan, serta penyeleksian klon tebu transgenik terbaik, dilakukan dengan mengelompokkan data-data yang ada dengan menggunakan sebaran frekuensi data. Data-data yang telah dikelompokkan diberikan nilai skor, dimana semakin tinggi kelas, skor yang diberikan semakin tinggi. Skor ini berbeda untuk masingmasing kriteria, yaitu : Kriteria Skor Untuk Masing-Masing Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 Diameter Batang 30 60 90 120 150 180 210 240 Tinggi Batang 30 60 90 120 150 180 210 240 Jumlah Batang 20 40 60 80 100 120 140 160 Jumlah Ruas 20 40 60 80 100 120 140 160 Panjang Daun 10 20 30 40 50 60 70 80 Lebar Daun 10 20 30 40 50 60 70 80 Untuk membuat sebaran frekuensi data dan menentukan klon pilihan, terdapat beberapa langkah, yaitu : 1. Menentukan banyaknya selang kelas Banyaknya selang kelas = 3.3 log (n)+1 2. Menentukan lebar selang kelas Lebar selang kelas = ( Xmax-Xmin ) / banyaknya selang kelas 3. Masukkan data-data yang ada ke dalam masing-masing kelas 4. Berikan skor pada masing-masing data 5. Jumlahkan skor yang diperoleh untuk setiap klon, berdasrkan kriteria yang ada 6. Urutkan skor yang diperoleh masing-masing klon, untuk mendapatkan klon terbaik (skor semakin tinggi). 40 Lampiran 1. (lanjutan) Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Pada Saat Pemilihan Klon Untuk dianalisis Unsur P dan N-nya Pada Umur 3 dan 6 Bulan Umur 3 Bulan (cm) Panjang Daun Atas 47-63 64-80 81-97 98-114 115-131 132-148 149-165 166-182 Lebar Daun Bawah 1,2-1,4 1,5-1,7 1,8-2,0 2,1-2,3 2,4-2,6 2,7-2,9 3,0-3,2 3,3-3,5 Panjang Daun Bawah 24-37 38-51 52-65 66-79 80-93 94-107 108-121 122-135 Jumlah Batang 1 Bulan 1-4 5-8 9-12 13-16 17-20 21-24 25-28 29-32 Lebar Daun Atas 1,1-1,5 1,6-2,0 2,1-2,5 2,6-3,0 3,1-3,5 3,6-4,0 4,1-4,5 4,6-5,0 Jumlah Batang 3 Bulan 1-6 7-12 13-18 19-24 25-30 31-36 37-42 43-48 Panjang Daun Bawah 126-131 132-137 138-143 144-149 150-155 156-161 162-167 168-173 Diameter Batang 2,0-2,14 2,15-2,29 2,3-2,44 2,45-2,59 2,6-2,74 2,75-2,89 2,9-3,04 3,05-3,19 Lebar Daun Atas 3,3-3,5 3,6-3,9 4,0-4,3 4,4-4,7 4,8-5,1 5,2-5,5 5,6-5,9 6,0-6,3 Jumlah Batang 4-9 10-15 16-21 22-27 28-33 34-39 40-45 46-51 Umur 6 Bulan (cm) Panjang Daun Atas 136-142 143-149 150-156 157-163 164-170 171-177 178-184 185-191 Tinggi Batang 98-112 113-127 128-142 143-157 158-172 173-187 188-202 203-217 Lebar Daun Bawah 3,0-3,2 3,3-3,5 3,6-3,8 3,9-4,1 4,2-4,4 4,5-4,7 4,8-5,0 5,1-5,3 Jumlah Ruas 6-7,1 7,2-8,3 8,4-9,5 9,6-10,7 10,8-11,9 12,0-13,1 13,2-14,3 14,4-15,5 41 Lampiran 2. Analisis Kandungan Klorofil Analisis kandungan klorofil berdasarkan metode Wintermans dan De Mots, (1965): 1. Timbang 0.1 gram daun sampel, kemudian dicuci dengan air mengalir, kemudian keringkan dengan kertas pengering (tissue). Setelah itu daun dipotong kecil-kecil (kira-kira lebar 2 mm). 2. Tambahkan 0.5 ml borat 10 mM dingin pada daun, kemudian ditumbuk/dihancurkan menggunakan mortar dan pestle yang telah didinginkan sebelumnya. 3. Hasil tumbukan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus polyethylene. Kemudian ekstrak dicampur dengan baik dan dipindahkan ke dalam tabung tes ukuran 40 ml, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 RPM selama 15 menit. Pengukuran klorofil: a. 60 µl sampel klorofil ditambah etanol hingga volume mencapai 1443 µl, dibuat 4 tabung tes ukuran 4 ml, kemudian digojog dengan alat Vortex. b. Ekstrak klorofil diinkubasi pda suhu 40 C dalam ruang gelap selama 30 menit. c. Sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 RPM selama 5 menit. d. Pindahkan supernatan ke dalam cuvette. e. Ukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm, etanol 96% digunakan sebagai pembanding. Perhitungan: 1. Klorofil a = (13.7 x A665) – (5.76 x A649) = µg klorofil/ml 2. Klorofil b = (25.8 x A649) – (7.60 x A665) = µg klorofil/ml Total klorofil = klorofil a + klorofil b 42 Lampiran 3. Mekanisme Perawatan dan Pemupukan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7, Jawa Timur (PG Djatiroto 2008/2009) Mekanisme perawatan dan pemupukkan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1, selama masa tanam 2008/2009, saat tebu ditanam hingga umur 6 bulan, yaitu : 1. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui Za + 0,25 Kui SP 36 (Perlakuan I) 2. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui Za + 0,50 Kui SP 36 (Perlakuan II) 3. Pemupukan II, pada saat tanaman umur 1,5 bulan dosis 4 kui/Ha Za + 1 Kui/Ha KCl 4. Penyiangan dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu sebelum bumbun I dan ke dua Sebelum bumbun III (bila diperlukan) 5. Pemberian Air dilaksanakan sebanyak 3 kali :Satu : Setelah bumbun I, ke Dua: Sebelum bumbun 2 dan ke Tiga: Menjelang garbu 6. Bumbun I : Kecrik, tebu umur 1 bulan. 7. Bumbun II : Cacah (umur 1,5 - 2 bulan) Pakai garbu gigi mata 2 8. Bumbun III : Pra gulud/Tipar/sampar, tebu umur 2,5 – 3 bln 9. Bumbun IV : Garbu, tebu umur 3 – 4 bulan. 10. Bumbun V : Gulud akhir (4 – 5 bln) didahului rewos (membersihkan rumput dan daun kering) maksimal 3 ruas. 11. Rewos : Sebelum gulud, tanaman beruas 3 – 5 12. Klentek I : Tanaman beruas 8 - 9 13. Klentek II : Tanaman beruas 12–15 (daun tua 7 helai) 14. Klentek III : Tanaman beruas 22 (daun tua 5 – 7 helai) (PG Djatiroto, 2009) 43 Lampiran 4. Gambar Peta Areal PG Djatiroto 44 Lampiran 5. Denah Percobaan Tebu Rekayasa Gen Phytase Kebun Gedangmas v.7 TG 2008/2009 Di Pabrik Gula Djatiroto PERLAKUAN I IPB 1 – 2 IPB 1 – 1 PERLAKUAN II IPB 1 – 2 IPB 1 – 1 IPB 1 – 4 IPB 1 – 3 IPB 1 – 3 IPB 1 – 4 IPB 1 – 6 IPB 1 – 5 IPB 1 – 5 IPB 1 – 6 IPB 1 – 7 IPB 1 – 8 IPB 1 – 7 IPB 1 – 8 IPB 1 – 10 IPB 1 – 11 IPB 1 – 10 IPB 1 – 11 IPB 1 – 12 IPB 1 – 13 IPB 1 – 12 IPB 1 – 13 IPB 1 – 14 IPB 1 – 15 IPB 1 – 14 IPB 1 – 15 IPB 1 – 16 IPB 1 – 17 IPB 1 – 16 IPB 1 – 17 IPB 1 – 18 IPB 1 – 19 IPB 1 – 18 IPB 1 – 19 IPB 1 – 20 PS 851 PS 851 IPB 1 – 20 IPB 1 – 22 IPB 1 – 21 IPB 1 – 21 IPB 1 – 22 IPB 1 – 24 IPB 1 – 23 IPB 1 – 23 IPB 1 – 24 IPB 1 – 26 IPB 1 – 25 IPB 1 – 25 IPB 1 – 26 IPB 1 – 29 IPB 1 – 27 IPB 1 – 27 IPB 1 – 29 IPB 1 – 32 IPB 1 – 31 IPB 1 – 31 IPB 1 – 32 IPB 1 – 35 IPB 1 – 34 IPB 1 – 34 IPB 1 – 35 IPB 1 – 37 IPB 1 – 36 IPB 1 – 36 IPB 1 – 37 IPB 1 – 38 IPB 1 – 39 IPB 1 – 38 IPB 1 – 39 IPB 1 – 40 IPB 1 – 41 IPB 1 – 40 IPB 1 – 41 IPB 1 – 42 IPB 1 – 43 IPB 1 – 42 IPB 1 – 43 IPB 1 – 44 IPB 1 – 45 IPB 1 – 44 IPB 1 – 45 IPB 1 – 46 IPB 1 – 47 IPB 1 – 46 IPB 1 – 47 IPB 1 – 50 IPB 1 – 51 IPB 1 – 50 IPB 1 – 51 IPB 1 – 52 IPB 1 – 53 IPB 1 – 52 IPB 1 – 53 IPB 1 – 54 IPB 1 – 55 IPB 1 – 54 IPB 1 – 55 IPB 1 – 56 IPB 1 – 57 IPB 1 – 56 IPB 1 – 57 IPB 1 – 58 IPB 1 – 59 IPB 1 – 58 IPB 1 – 59 IPB 1 – 60 IPB 1 – 62 IPB 1 – 60 IPB 1 – 62 IPB 1 – 64 IPB 1 – 65 IPB 1 – 64 IPB 1 – 65 IPB 1 – 66 IPB 1 – 68 IPB 1 – 66 IPB 1 – 68 IPB 1 – 69 IPB 1 – 70 IPB 1 – 69 IPB 1 – 70 IPB 1 – 71 IPB 1 – 71 Ket : UTARA Lampiran 6. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan I Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35 Lahan I (perlakuan 25% P) Jumlah Batang Daun Atas 3 Bulan Daun Bawah 3 Bulan Klon 1 Bulan 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 13 32 155 3,7 90 2,5 IPB 1-36 17 32 168 3,69 114 3,5 IPB 1-37 11 23 179 4,7 95 2,9 IPB 1-38 9 16 157 3,5 94 1,6 IPB 1-39 32 41 169 4,54 98 2,9 IPB 1-40 12 23 158 3,8 120 2,7 IPB 1-41 19 19 156 4,7 88 1,8 IPB 1-42 3 11 160 3,7 98 1,5 IPB 1-43 11 23 159 4,2 87 2,2 IPB 1-44 9 10 150 3,8 103 2,6 IPB 1-45 10 12 168 3,9 130 3 IPB 1-46 2 4 144 3,7 103 2 IPB 1-50 9 22 158 4 116 2,6 IPB 1-51 3 6 135 3 112 2,4 IPB 1-52 1 4 152 4 116 2,5 IPB 1-53 15 19 161 3,9 107 2,1 IPB 1-54 10 16 164 4,2 84 2,3 IPB 1-55 5 4 132 3,7 95 1,7 IPB 1-56 21 27 144 4,1 83 1,9 IPB 1-57 16 27 158 4,3 87 2,1 IPB 1-58 10 19 150 2,9 88 1,6 IPB 1-59 9 22 152 3,4 96 2,2 IPB 1-60 2 4 148 3,7 81 1,7 IPB 1-62 18 26 152 3,7 105 2,3 IPB 1-64 4 7 157 3,9 126 3,1 IPB 1-65 15 22 147 3,4 85 1,7 IPB 1-66 3 4 154 3,8 119 2,9 IPB 1-69 6 11 154 3,7 96 1,9 IPB 1-70 14 20 145 3,5 95 3,3 IPB 1-71 3 5 171 4,3 107 2,7 Isogenik (PS-851) Jumlah Batang 1 Bulan 3 Bulan 10 24 7 10 13 19 8 9 13 21 10 16 5 4 18 17 17 18 5 8 6 7 7 11 7 16 16 10 18 24 5 6 15 30 17 22 3 6 5 7 15 20 10 15 8 13 8 14 5 5 3 5 11 12 5 11 8 18 10 22 Lahan I (perlakuan 25% P) Daun Atas 3 Bulan Daun Bawah 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 130 3,3 73 1,8 150 3,6 113 1,2 137 3,9 43 2,2 165 3 84 1,8 162 3,9 102 2,1 158 3,8 101 2,1 155 4,2 106 3 128 3,1 110 2,5 123 2,7 104 2,7 155 4,2 109 2,3 166 4,5 112 2,5 153 3,7 103 2,7 162 4,2 84 1,8 120 3,4 124 3 132 3,1 97 1,6 154 4,4 90 1,8 143 3,6 100 2,3 152 3,3 120 1,9 138 3,3 107 2 158 3,8 107 2,2 162 4,5 122 3,1 158 3,9 88 2 114 3,1 38 1,4 134 3,7 119 2,4 135 3 110 3,1 159 3,7 119 2,5 155 4,3 114 3 147 3,3 103 2,6 132 3,2 79 1,6 152 3,7 117 2,6 45 Lampiran 7. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan II Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35 Lahan II (perlakuan 50% P) Jumlah Batang Daun Atas 3 Bulan Daun Bawah 3 Bulan 1 Bulan 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 17 33 150 3,8 91 2,2 19 31 165 4,6 111 2,5 13 16 128 3,1 57 1,9 12 21 171 3,6 110 2,5 24 39 170 4 98 2,4 11 26 159 3,9 103 2,5 9 21 150 3,6 97 2,1 4 13 178 3,7 98 1,8 10 12 158 4,5 103 2,4 9 30 146 3,1 98 2 5 12 140 2,9 99 1,6 4 7 151 3,4 88 2,9 7 19 168 4,4 95 1,5 3 2 139 3,3 89 1,9 1 4 132 3,3 80 1,9 17 29 160 3,9 94 1,8 8 20 158 3,9 84 1,9 6 13 150 3,9 84 1,6 19 49 151 3,4 120 2,5 12 14 140 3,8 73 1,9 9 20 144 3,4 95 1,8 4 10 153 3,3 89 1,9 2 9 145 3,3 90 1,8 14 25 153 3,3 82 1,7 4 10 151 3,9 107 2,2 14 41 165 3,9 124 2,6 3 3 134 3 58 1,6 5 5 158 3,7 92 2,2 5 11 148 3,9 86 1,7 5 12 170 3,8 104 2,2 Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-47 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Isogenik (PS-851) Lahan II (perlakuan 50% P) Jumlah Batang Daun Atas 3 Bulan Daun Bawah 3 Bulan 1 Bulan 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 10 20 147 4,1 88 2,3 11 34 137 3,2 76 1,8 11 23 111 3,3 81 2,3 10 21 155 4,1 103 2 14 21 99 2,9 84 1,8 25 42 149 3,9 64 1,7 8 14 151 4,2 80 1,9 18 23 140 3,4 115 2,4 15 15 154 3,3 98 2,2 5 12 139 3,8 72 1,6 6 10 170 4 110 3 1 0 0 0 0 0 3 7 144 3,8 53 1,7 7 7 101 3 101 3 13 21 155 3,9 86 1,9 16 33 124 3,1 47 2,1 3 6 75 2,6 24 1,9 27 37 142 3,3 72 2 15 14 163 3,9 117 2,5 5 11 168 3,9 117 2,7 6 6 87 2,4 53 1,8 11 36 165 4,6 95 2,2 6 1 47 1,1 34 1,2 17 25 121 3,7 101 2,6 7 7 115 2,5 47 1,6 3 7 156 3,9 95 2,3 4 5 76 2,8 55 1,4 6 5 100 3,1 34 1,9 10 20 151 3,2 75 2 16 12 132 2,7 27 1,7 13 25 161 3,7 127 2,7 46 Lampiran 8. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 1 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35 Jumlah Batang 29 34 23 14 36 22 20 12 27 12 14 8 23 6 5 25 20 7 33 25 21 32 6 24 8 26 7 18 23 6 Lahan1 (Perlakuan 25%P) Tinggi Diameter Jumlah Daun Atas Batang Batang Ruas Panjang Lebar 181 25 11 174 5 175 26 12 180 4.5 216 25 12 157 5 198 27 11 172 5 194 24 12 184 5 178 23 10 168 4.5 196 26 12 167 5.2 151 23 8 186 4 192 25 12 159 5.5 154 24 9 165 4 181 24 14 170 4.5 98 23 8 162 4.5 186 26 12 168.5 4.5 152 25 11 183 5 152 23 11 148 4.4 188 26 11 169 4.5 170 27 10 177 4.6 176 21 10 187 4.9 194 25 14 169 5.1 193 25 13 164 4.8 200 24 13 162 3.9 187 22 11 178 4 128 23 10 168 3.6 166 20 10 167 5 139 25 12 144 4.5 190 27 12 160 4.3 127 22 8 157 3.5 192 24 11 182 4.5 188 28 13 190 5 118 22 10 160 4.4 Daun Bawah Panjang Lebar 160 5 168 4.3 144 5 150 4.7 163 4 149 4.4 146 4.7 161 3 142 4.3 150 4 153.5 4.7 128 4 147 4.3 160 5 138 4.3 154 4.2 153 4.4 160 4.2 144 5.1 157 5 143 4.0 161 4.5 142 4.2 159 4.5 147 4.5 145 4.8 141 3.8 165 4.0 155 5 126 3.5 Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Isogenik PS-851 Jumlah Batang 12 14 24 27 28 19 6 27 31 11 14 19 18 17 23 10 34 30 6 11 29 16 17 15 7 4 18 15 22 22 Lahan1 (Perlakuan 25%P) Tinggi Diameter Jumlah Daun Atas Batang Batang Ruas Panjang Lebar 180 28 11 184 5 168 26 11 178 4.7 165 23 11 175 4.7 186 25 12 160 5 198 26 13 160 4.4 181 26 12 171 4 141 26 9 181 4.5 200 28 13 176 5 164 22 12 170 3.9 156 28 12 168 4.8 168 28 12 169 4.6 190 28 12 171 4.5 158 22 9 176 5.5 154 24 11 172 4.3 201 26 14 192 4.9 157 30 11 174 4.8 190 25 13 190 3.5 158 29 11 167 4.4 153 23 9 180 4.5 165 25 9 168 4.3 214 29 14 166 4.9 190 28 13 153 4.0 156 25 12 165 4 154 28 15 154 4.3 114 24 6 172 4.7 134 24 11 181 4.8 173 27 15 159 4.7 168 28 12 163 5 196 28 14 166 5 204 21 12 166 5 Daun Bawah Panjang Lebar 164 4.2 141 4.8 153 4.7 159 5 154 4.4 156 4.9 154 4.4 154 4 160 3.7 154 4.5 160 4.5 162 4.1 158 5 156 4.5 170 4 158 4.5 172 4 166 4.3 156 4.8 145 4.4 158 5 149 4.0 156 3.8 143 4.5 151 4.5 157 4.6 147 4.3 142 4.5 151 5 154 5 47 Lampiran 9. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 2 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35 Jumlah Batang 34 28 17 21 41 27 23 18 15 28 15 7 26 4 10 32 23 14 47 24 20 13 15 30 16 43 5 7 12 14 Lahan 2 (Perlakuan 50%P) Tinggi Diameter Jumlah Daun Atas Batang Batang Ruas Panjang Lebar 177 28 12 181 4.6 183 28 12 160 4.8 190 28 14 170 5.5 179 25 11 161 4.7 192 24 13 182 4.8 184 27 12 170 4.4 177 27 13 170 4.5 181 26 14 176 3.7 176 26 12 157 4.5 152 23 15 155 4.5 199 31 13 165 5 135 23 11 150 3.8 168 24 11 166 5 143 25 9 164 4.0 138 23 9 163 4 176 24 12 162 4.2 179 25 14 169 5 181 25 14 153 3.3 178 20 13 167 4.2 168 22 13 154 5 152 24 11 136 4.2 179 27 12 157.5 4 168 27 10 176 4.4 106 27 12 155 4.1 190 27 12 156 4 181 26 13 154 4.0 118 29 8 176 5.2 141 24 8 183.5 4.4 181 31 12 182.5 5 177 27 12 181 5.1 Daun Bawah Panjang Lebar 154 4.7 151 5 145 5 132 4.5 159 4.5 162 4.2 166 4 154 3.8 152 4.5 155 3.7 149 4 136 3.8 162 5 139 3.8 141 4 152 4.5 147 5 148 3.6 131 4.3 140 4.5 131 4.3 153 4 135 3.5 154.5 5 141 4.8 148 4.5 143 4.8 152 3.8 149 4.5 159 4.8 Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Isogenik (PS-851) Lahan 2 (Perlakuan 50%P) Tinggi Diameter Jumlah Daun Atas Jumlah Batang Batang Ruas Panjang Lebar Batang 20 199 27 15 161 5 27 191 24 13 164 4.4 23 179 25 14 169 5 23 192 25 13 176 4.7 27 144 23 12 164.5 4.8 38 186 24 13 173 4.9 16 153 26 11 181.5 5.2 26 182 23 13 152 4.0 30 178 25 11 185 4.5 14 169 26 11 168 4.1 16 175 27 11 161 5 6 146 25 9 172 5 12 169 28 15 170 4.4 30 194 28 15 164.5 4.5 31 182 25 13 174 4.6 8 164 26 10 187 4.8 35 201 25 14 185 4.7 25 195 26 15 181 6 11 187 27 12 178 4.8 9 116 24 7 177 5 29 191 26 14 178 4.5 26 175 30 13 173 4.5 6 128 30 8 178 4.8 8 110 25 7 164 4.5 10 106 24 6 163 5 28 191 30 14 173 4.7 21 169 28 11 164.5 4.5 28 178 22 15 162 4.5 Daun Bawah Panjang Lebar 147 4.5 145 4.3 148 4.9 150 4.3 156 4 160 4.3 166 5 151 4.3 171 4 149 4.3 161.5 4.2 160 4.8 145 4.5 151 5 170 4.6 164.5 4 166 4.4 145 5 151 4.3 165.5 4.5 156 4.5 156 4.5 151 4.3 146 5 135 4.5 148 4.1 153.5 4.5 135 4 48