MEMO KEBIJAKAN UPAYA PENINGKATAN KOORDINASI PENGAWASAN IKLAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN Isu Kebijakan 1. Peraturan perundangan maupun etika yang berkaitan dengan periklanan sudah cukup banyak, namun belum ada aturan/pedoman khusus mengenai pengawasan iklan yang jelas dan komprehensif terhadap berbagai media dalam kerangka perlindungan konsumen. Pasalpasal dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) serta Permendag nomor 20 tahun 2009 mengenai Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar terkait dengan larangan iklan masih bersifat umum, belum jelas dan terinci. Contohnya terdapat pada pasal 17 UU-PK mengenai kriteria iklan yang ‘mengelabui’ dan ‘menyesatkan’ konsumen. 2. Masih lemahnya pengawasan iklan menyebabkan banyaknya pelanggaran iklan yang berpotensi merugikan konsumen. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP-P3I), jumlah pelanggaran iklan selama periode 2009 – 2011 sebanyak 269 kasus, sedangkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat sebanyak 42 kasus pelanggaran. Jenis pelanggaran iklan yang terjadi adalah penggunaan kata-kata superlatif seperti paling murah, tercepat, atau 100% awet tanpa didukung oleh data yang kredibel dari lembaga yang kompeten, penggunaan tanda asterisk “syarat dan ketentuan berlaku” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut, serta promosi penjualan yang tidak dilengkapi dengan informasi yang jelas. Selain itu, visualisasi iklan yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan, tidak mendidik dll. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Iklan 3. Kementerian/Lembaga yang melakukan pengawasan iklan masih bersifat parsial dan terbatas, baik dari sisi produk maupun medianya. Badan POM melakukan pengawasan iklan untuk produk obat, makanan, dan kosmetik. Kemenkes terhadap alat-alat kesehatan. KPI terhadap iklan yang ditayangkan pada media elektronik. Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) terhadap iklan di surat kabar. BPP-P3I terhadap biro iklan anggotanya. Kemensos menitikberatkan pada hadiah atau undian yang diiklankan. Lembaga Sensor Film (LSF) terhadap iklan pra-tayang di Televisi. Saat ini Lembaga yang secara aktif melakukan pengawasan iklan yaitu Badan POM, KPI, dan BPP-P3I. 4. Koordinasi antar-lembaga pengawas iklan sudah ada namun mekanismenya belum terstruktur. Kementerian Perdagangan memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan pengawasan terhadap tayangan iklan di berbagai media dan mengenakan sanksi pelanggaran terhadap pelaku usaha iklan (pengiklan, biro iklan, maupun media). Tetapi pengawasan iklan oleh Kemendag hingga kini belum dilaksanakan secara aktif, disamping itu masih belum terjalin mekanisme-koordinasi yang baik dengan lembaga terkait pengawas iklan. Saat ini, Lembaga yang telah melakukan koordinasi pengawasan iklan adalah antara KPI dengan P3I. 5. Masyarakat masih belum banyak yang pro-aktif dalam melakukan pengaduan atas pelanggaran iklan. Pengawasan iklan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara monitoring langsung maupun dari pengaduan masyarakat atas pelanggaran iklan. Peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan iklan sangat dibutuhkan, mengingat jumlah iklan dan media yang sangat beragam sementara jumlah SDM pengawas iklan masih sangat terbatas. Saat ini terdapat beberapa lembaga yang melayani pengaduan masyarakat terkait 1 pelanggaran iklan, yakni Dit. Perlindungan Konsumen, KPI, Badan POM, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM atau YLKI). Rekomendasi Kebijakan 1. Perlu diterbitkan peraturan/pedoman sebagai acuan pengawasan iklan khusus non pangan yang rinci dan komprehensif dalam kerangka perlindungan konsumen, agar maraknya iklan yang melanggar dapat diminimalisir. Peraturan ini antara lain mencakup materi atau kriteria pengawasan iklan, mekanisme pelaksanaan pengawasan iklan, dan penerapan sanksi adalah sebagai berikut : a. Kriteria pengawasan iklan yang dapat diusulkan sebagai acuan antara lain meliputi kejelasan dalam menetapkan jaminan dan penentuan harga, kelengkapan informasi yang disampaikan pada konsumen, informasi dengan menggunakan kata-kata superlatif (berlebihan) yang belum dapat dibuktikan, visualisasi peragaan yang membahayakan keselamatan, diluar norma-norma kesusilaan, tidak mendidik, dan lain-lain. b. Perlu melakukan koordinasi antar lembaga pengawas iklan agar pelaksanaan pengawasan berjalan secara terstruktur. Bentuk koordinasi diperjelas dengan mekanisme pengawasan yang tepat, dengan lebih menitikberatkan pada keterlibatan lembaga pengawas yang sesuai dengan bidang tugasnya (Gambar 1). Adapun mekanisme kerja pengawasan iklan secara garis besar adalah sebagai berikut : i. Mekanisme kerja pengawasan iklan non pangan di media elektronik. Kemendag, Kemensos, KPI dan BPP-P3I, memantau/mengawasi iklan secara periodik di semua media elektronik dan didukung oleh keterlibatan LPKSM atau masyarakat secara luas. Hasil pemantauan/pengawasan di masing-masing lembaga, apabila ditemukan iklan yang berpotensi melanggar maka dilakukan konsultasi diantara lembaga tersebut. Jika diperlukan pembuktian maka iklan tersebut dilakukan verifikasi. Hasil verifikasi apabila terbukti melanggar maka dikenakan sanksi. Sanksi pelanggaran iklan dikembalikan kepada kewenangan masing-masing lembaga berdasarkan ketentuan berlaku. Untuk KPI pengenaan sanksi kepada media elektronik, P3I pengenaan sanksi kepada Biro iklan, sedangkan Kemendag pengenaan sanksi dapat langsung ke pelaku usaha, termasuk pengiklan (Gambar 2). ii. Mekanisme kerja pengawasan iklan non pangan di media cetak. Mekanisme pengawasan iklan di media cetak tidak berbeda dengan mekanisme di media elektronik kecuali KPI yang tidak melakukan pengawasan di media cetak sehingga perlu keterlibatan Kemeninfo, Kemensos, Dewan Pers, SPS yang membidangi pengawasan iklan di surat kabar, majalah, dan tabloid, (Gambar 3). c. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran iklan perlu ditegakkan dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-undang Perlindungan Konsumen. d. Untuk kelancaran pelaksanaan mekanisme pengawasan iklan diperlukan dukungan ketersediaan SDM pengawas iklan yang kompeten dan sarana dan prasarana Teknologi informasi serta lembaga khusus untuk memverifikasi hasil temuan indikasi pelanggaran iklan. 2. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi peraturan terkait periklanan kepada para pelaku usaha periklanan (baik pengiklan, biro iklan, maupun medianya) dalam bentuk workshop, seminar, website, dan lain-lain. Materi yang disosialisasikan adalah peraturan periklanan yang baik untuk ditayangkan dan yang dilarang. Selain sosialisi ke pelaku usaha perlu dilakukan edukasi yang lebih intensif kepada berbagai unsur di masyarakat dapat dalam bentuk program konsumen cerdas (KONCER), agar tugas pengawasan iklan dapat dilakukan dengan lebih baik 2 Gambar 1 : Mekanisme Koordinasi Pengawasan Iklan Non Pangan Kemendag Kemensos Kemeninfo KPI BPP -P3I LPKSM Kemeninfo Kemensos BPP-P3I Dewan Pers SPS LPKSM Tayangan Iklan Media Elektronik Media Cetak 3 Gambar 2 : Mekanisme Kerja Pengawasan Iklan Non Pangan di Media Eelektronik Pengawasan Pengawasan Tayangan Iklan di Media Elektronik Pelanggaran Pelanggaran Pengawasan LPKSM/ Masyarakat Pengawasan Pelanggaran Kemensos KPI P3I Kemendag Pembinaan Sanksi Pembinaan Sanksi Biro Iklan Pengiklan Pembinaan Sanksi Media Elektronik Gambar 3 : Mekanisme Kerja Pengawasan Iklan Non Pangan di Media Cetak Pengawasan Pengawasan Tayangan Iklan di Media Cetak Pelanggaran Pelanggaran Pengawasan LPKSM/ Masyarakat Pengawasan Kemendag Pelanggaran P3I Pembinaan Sanksi Pembinaan Sanksi Biro Iklan Pengiklan Catatan : : Peranan/tugas : Koordinasi 4 Kemeninfo Kemensos Dewan Pers SPS Pembinaan Sanksi Media Cetak