kementerian koordinator bidang perekonomian laporan

advertisement
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
TAHUN 2012
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta Pusat
www.ekon.go.id
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat
menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012.
Laporan ini merupakan pertanggungjawaban Kementerian
Koordinator Bidang
Perekonomian atas pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam melaksanakan program dan
kebijakan di bidang Perekonomian, sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden
nomor 7 tahun 2009 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian telah
menetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan
moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri
dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama.
Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang
terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter, (2)
Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari Indeks
ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta
perbaikan iklim investasi dan iklim usaha.
Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pegawai di lingkungan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Stakeholders dalam rangka
membangun perekonomian Indonesia yang lebih baik.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Jakarta,
Maret 2013
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
M. HATTA RAJASA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian telah melakukan upaya perbaikan dalam rangka terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance), melalui pelaksanaan kebijakan program dan
kegiatan di bidang perekonomian.
Peraturan Presiden nomor 92 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas
Peraturan Presiden nomor 24 Tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi
Kementerian Negara serta susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara mengamatkan bahwa tugas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
adalah membantu Presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan,
penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian
telah ditetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan
moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri
dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama.
Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU)
yang terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan
moneter, (2) Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari
Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur,
serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha.
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja tahun ini telah berlandasakan pada
hasil-hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dilakukan oleh
Kementerian PAN dan RB pada tahun 2012 yang lalu.
Berdasarkan pengukuran capaian kinerja tahun 2012, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian telah berkomitmen untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan
dalam dokumen Penetapan Kinerja tahun 2012, terhadap capaian target Indikator Kinerja
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
Utama (IKU), menunjukkan hasil kinerja (outcome) yang BAIK, sebagaimana tercermin
dalam capaian dari masing-masing Sasaran Strategis (SS) sebagai berikut :
Capaian Kinerja
No.
Sasaran
Strategis
Indikator
Kinerja
2011
2012
1.
Keselarasan
pengelolaan
fiskal dan
moneter
Kualitas
tindakan
antisipasi
terhadap
potensi
ketidakstabilan
fiskal dan
moneter
(belum
ditetapkan
dalam IKU
Kementerian)
Baik
2.
Meningkatnya
peran
Indonesia
dalam rangka
kerjasama
ekonomi luar
negeri
Peningkatan
kerjasama
ekonomi luar
negeri
(belum
ditetapkan
dalam IKU
Kementerian)
88.95
(perhitungan
terlampir
dalam Bab III)
3.
Terwujudnya
implementasi
program kerja
utama
Komposit
Indeks dari
Indeks
Ketahanan
Pangan,
Ketahanan
Energi,
Percepatan
Pembangunan
Infrastruktur,
serta Perbaikan
Iklim Investasi
dan Iklim Usaha
83.65
Outcome
Terjaganya nilai
tukar rupiah dan
suku bunga pada
tahun 2012
Pertumbuhan
ekonomi dapat
terjaga diatas 6%,
walaupun banyak
mitra dagang
Indonesia
mengalami krisis.
Hal itu dapat
dipertahankan
karena satu dan
lain hal karena
kerjasama LN juga
diarahkan pada
penemuan pasar
non tradisional
87
walaupun masih
(perhitungan ada hal-hal yang
terlampir dalam harus diusahakan
Bab III)
percepatan
pencapaian
targetnya (missal,
lifting minyak
bumi, panjang
jalan tol),
Koordinasi dan
Sinkronisasi dalam
4 prioritas
nasional ini telah
memberikan
kontribusi yang
signifikan kepada
pertumbuhan
ekonomi,
lapangan kerja
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
(melalui
peningkatan
investasi), maupun
penurunan
kemiskinan
(melalui program
KUR, Raskin, dsb).
Hasil penghitungan terhadap capaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun
2012, merupakan hasil kinerja (outcome) Kementerian Koordinator sebagai lembaga
Koordinasi dan Sinkronisasi kebijakan bidang Perekonomian. Hal tersebut sebagaimana
tercermin dalam penghitungan komposit indeks terhadap Ketahanan Pangan, Ketahanan
Energi, Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Perbaikan Iklim Investasi (SS.3).
Sedangkan untuk capaian target IKU untuk Sasaran Strategis (SS.1) : Keselarassan
Pengelolaan Fiskal dan Moneter dan (SS.2): Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka
kerjasama ekonomi luar negeri merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pencapian hasil
kinerja (outcome) secara keseluruhan.
Akhirnya upaya dan kerja keras yang telah dilakukan oleh Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian telah menunjukkan capaian kinerja yang baik. Namun
demikian, kerja keras dan dukungan dari semua pihak masih diperlukan dalam rangka
mendukung capaian kinerja yang lebih baik pada masa yang akan datang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang …………………………………………………………….…
B. Tugas Pokok dan Fungsi
C. Struktur Organisasi
BAB II
1
……………………………………….………
2
………………………………………...…………
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Renstra 2010-2014
BAB III
1. Visi
…………………………………………….………..…………….…
4
2. Misi
……………………………………………………………………………..
4
3. Tujuan ………………………………………………………………………….…
4
4. Sasaran Strategis …………………………………………………………...
5
B. Rencana Kinerja Tahun 2012 ……………………………………………...
5
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Pengukuran Capaian Kinerja
………………………………………….…
7
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja … ………………………………...
9
1. Keselarasan Pengelolaan Fiskal dan Moneter …………………..
9
2. Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama
Ekonomi Luar Negeri ………………………………………………………… 20
3. Terwujudnya Implementasi Program Kerja Utama …………… 34
BAB IV
PENUTUP …………………………………………………………………………………
Lampiran:
1. Formulir RKT 2012
2. Formulir Pengukuran Kinerja Tahun 2012
3. Capaian Target IKU Tahun 2012
75
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai organisasi yang menangani kebijakan di bidang perekonomian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian terus berbenah untuk mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsinya yaitu membantu Presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan
perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian telah melakukan perubahan dalam rangka mendukung
penguatan organisasi dan akuntabilitas kinerja menuju terwujudnya tata kelola pemerintahan
yang bersih (good governance).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun
2012 merupakan salah satu pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi, kebijakan, program dan kegiatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
kepada masyarakat .
Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tidak terlepas dari dukungan dan
kerjasama semua pihak dalam melaksanakan sinkronisasi dan sinkronisasi pelaksanaan
progam dan kegiatan terhadap kementerian yang dikoordinasi.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk meningkatkan
kinerja pelaksanaan tugas koordinasi di bidang perekonomian, telah ditetapkan Peraturan
Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Nomor: PER-03/M.EKON/07/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian sebagai pengganti
Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian sebelumnya.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memacu peningktan kinerja individu dan organisasi
dan memenuhi tuntutan stakeholders terkait kebijakan di bidang perekonomian, serta
meningkatkan kinerja organisasi yang lebih berorientasi pada pencapaian hasil.
Disamping itu banyaknya kegiatan ad-hoc
yang membutuhkan penangan lebih
spesifik dan beban kerja yang semakin meningkat.
1
B.
Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian/Lembaga
bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas membantu
presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
menyelenggarakan fungsi:
a) Koordinasi perencanaan dan peyusunan kebijakan di bidang perekonomian
b) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian
c) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b
d) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya
e) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
f)
Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh presiden
g) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan
fungsinya kepada presiden
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian mengkoordinasikan:
1. Kementerian Keuangan
2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Kementerian Perindustrian
4. Kementerian Perdagangan
5. Kementerian Pertanian
6. Kementerian Kehutanan
7. Kementerian Perhubungan
8. Kementerian Kelautan dan Perikanan
2
9. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
10. Kementerian Pekerjaan Umum
11. Komunikasi dan Informasi
12. Kementerian Riset dan Teknologi
13. Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
14. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
15. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara
Adapun susunan organisasi eselon I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
terdiri atas:
1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
2. Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan
3. Deputi Bidang Koordinasi Energi, Sumber Daya Mineral dan Kehutanan
4. Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan
5. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
6. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional
7. Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
8. Staf Ahli Bidang Hukum dan Kelembagaan
9. Staf Ahli Bidang Persaingan Usaha
10. Staf Ahli Bidang Penanggulangan Kemiskinan
11. Staf Ahli Bidang Investasi dan Kemitraan Pemerintah-Swasta
12. Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan
13. Staf Ahli Bidang Inovasi Teknologi dan Lingkungan Hidup
14. Inspektorat
C.
Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: PER-
03/M.EKON/07/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang
Perekonomian, struktur organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah
sebagai berikut :
3
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 20102014 merupakan proses yang berkelanjutan dan sistematis dalam rangka melaksanakan
kebijakan di bidang perekonomian untuk mewujudkan tercapainya sasaran strategis yang
telah ditetapkan. Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencakup visi,
misi, tujuan, dan sasaran strategis sebagai berikut:
A.
Rencana Strategis 2010-2014
1.
Visi
“Terwujudnya lembaga koordinasi dan sinkronisasi pembangunan ekonomi yang
efektif dan berkelanjutan”.
Visi ini menunjukkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terhadap kementerian
terkait untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pengambilan kebijakan
di bidang perekonomian, sehingga menjadikan perekonomian nasional yang tangguh
dalam menghadapi era globalisasi.
2.
Misi
“Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan,
penyusunan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian”.
Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan tantangan dan hambatan di bidang
ekonomi, dan perkembangan perekonomian di dalam negeri maupun internasional
dalam
kondisi era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan masyarakat
akan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
3.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam rangka melaksanakan visi dan misi Kemenko
Perekonomian adalah “membaiknya Perekonomian Indonesia”.
4
4. Sasaran Strategis
Sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan bagian
integral dalam proses perencanaan strategis dan merupakan dasar yang kuat untuk
mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja organisasi. Untuk mewujudkan
tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Renstra 2010-2014, yaitu
“membaiknya perekonomian Indonesia” telah ditetapkan sasaran strategis sebagai
berikut :
B.
No.
Sasaran Strategis
1.
Keselarasan
pengelolaan fiskal
dan moneter
2.
Meningkatnya
peran Indonesia
dalam rangka kerja
sama ekonomi
luar negeri
3.
Terwujudnya
implementasi
program
kerja
utama
Indikator Kinerja
Utama
Target
2012
Target
2013
Target
2014
Kualitas tindakan
antisipasi terhadap
potensi
ketidakstabilan fiskal
dan moneter
Baik
Baik
Baik*
Peningkatan
kerjasama ekonomi
luar negeri
80
80
80
Komposit Indeks dari
Indeks ketahanan
pangan, ketahanan
energi, percepatan
pembangunan
infrastruktur, serta
perbaikan iklim
investasi dan iklim
usaha
4
4
4
Rencana Kinerja Tahun 2012
Sebagai penjabaran dari Renstra 2010-2014, telah ditetapkan Rencana Kinerja Tahun
(RKT) 2012, dalam rangka pencapaian sasaran yang ingin dicapai pada setiap tahunnya.
Adapun Rencana Kinerja Tahun 2012 Kemenko Bidang Perekonomian tertuang dalam
dokumen RKT 2012, sebagai berikut :
5
No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
1.
Keselarasan pengelolaan
fiskal dan moneter
Kualitas tindakan antisipasi
terhadap potensi ketidakstabilan
fiskal dan moneter
2.
Meningkatnya peran
Indonesia dalam rangka
kerja sama ekonomi luar
negeri
3.
Terwujudnya implementasi Komposit Indeks dari Indeks
program kerja utama
ketahanan pangan, ketahanan
energi, percepatan pembangunan
infrastruktur, serta perbaikan
iklim investasi dan iklim usaha
Peningkatan kerjasama ekonomi
luar negeri
Target
2012
Baik
80
4
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2012 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), yang disusun berdasarkan
Rencana Strategis (RENSTRA) 2010-2014 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
memuat informasi tentang sasaran strategis dan indikator kinerja, serta target yang ingin
dicapai pada tahun 2012, yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
Penetapan Kinerja (PK) 2012.
6
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian
telah menetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan
moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri
dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama.
Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU)
yang terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter,
(2) Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari Indeks
ketahanan pangan, ketahanan energi, perbaikan iklim investasi dan iklim usaha, serta
percepatan pembangunan infrastruktur.
A.
PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
Pengukuran capaian kinerja dihiitung berdasarkan capaian realisasi target Indikator
Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2012, sebagai berikut :
No.
1.
2.
Sasaran
Strategis
Keselarasan
pengelolaan
fiskal dan
moneter
Indikator
Kinerja Utama
Kualitas
tindakan
antisipasi
terhadap
potensi
ketidakstabilan
fiskal dan
moneter
Meningkatnya Peningkatan
peran
kerjasama
Indonesia
ekonomi luar
dalam rangka negeri
Target
2012
Baik
Realisasi
80
88.95
Perhitungan
terlampir
Baik
Kinerja
Outcome
Baik Terjaganya nilai tukar
rupiah dan suku bunga
pada tahun 2012
111%
Pertumbuhan
ekonomi dapat terjaga
diatas 6%, walaupun
banyak mitra dagang
7
No.
Sasaran
Strategis
Indikator
Kinerja Utama
Target
2012
Realisasi
Kinerja
kerja sama
ekonomi luar
negeri
3.
Terwujudnya
implementasi
program kerja
utama
Komposit
Indeks dari
Indeks
ketahanan
pangan,
ketahanan
energi,
percepatan
pembangunan
infrastruktur,
serta perbaikan
iklim investasi
dan iklim usaha
4
4 (nilai
komposit
indeks 87)
Perhitungan
terlampir
Baik
Outcome
Indonesia mengalami
krisis. Hal itu dapat
dipertahankan karena
satu dan lain hal
karena kerjasama LN
juga diarahkan pada
penemuan pasar non
tradisional
walaupun masih ada
hal-hal yang harus
diusahakan
percepatan
pencapaian targetnya
(missal, lifting minyak
bumi, panjang jalan
tol), Koordinasi dan
Sinkronisasi dalam 4
prioritas nasional ini
telah memberikan
kontribusi yang
signifikan kepada
pertumbuhan
ekonomi, lapangan
kerja (melalui
peningkatan investasi),
maupun penurunan
kemiskinan (melalui
program KUR, Raskin,
dsb).
8
B.
Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja
Berdasarkan pengukuran capaian kinerja, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian telah berkomitmen untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam
dokumen Penetapan Kinerja tahun 2012, melalui perhitungan realisasi capaian Indikator
Kinerja Utama (IKU), dan menunjukkan hasil kinerja (Outcome) yang BAIK.
Adapun penjelasan terhadap evaluasi dan analisis keberhasilan capaian kinerja dari
masing-masing Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
adalah sebagai berikut :
1. Keselarasan Pengelolaan Fiskal dan Moneter
Perkembangan ekonomi 2012 masih diliputi dengan situasi yang dinamis terutama
terkait pemulihan kondisi perekonomian di Eropa dan Amerika Serikat. Sementara imbas
krisis global sudah mulai merasuk ke sistem perekonomian Indonesia. Sebagai bentuk respon
aktif terhadap situasi tersebut, kegiatan koordinasi makro melaksanakan pertemuan secara
rutin antarpemangku kepentingan untuk membahas berbagai kemungkinan dari variasi sudut
pandang dan metodologi sebagai referensi langkah antisipasi dan bahan masukan kebijakan.
Forum ini menekankan pendalaman terhadap isu-isu penting dan hasil kajian lembaga
internasional, seperti IMF, ADB dan Bank Dunia terhadap perkembangan terkini
perekonomian Indonesia.
Pada tahun 2012 telah dilaksanakan 13 kali kegiatan diskusi dalam 2 bentuk, yaitu (1)
Economist Talk sebagai dialog interaktif dengan 1 (satu) orang pakar ekonomi domestik atau
dari lembaga internasional terkait serta (2) Forum Diagnosa Ekonomi sebagai pertemuan
kajian oleh beberapa ahli yang membedah persoalan secara bersama-sama sebuah tema
yang telah disiapkan.
Penyelenggaraan forum ini telah memberikan manfaat berupa rujukan dalam
penyusunan rekomendasi kebijakan serta berhasil menjadi sarana sinkronisasi dengan para
pemangku kepentingan kebijakan. Forum ini pun berkontribusi memberikan pemahaman
yang lebih jelas terhadap isu terkini perekonomian yang selanjutnya dipublikasikan pada
media Tinjauan Ekonomi dan Keuangan. Diskusi berhasil mewadahi pendapat dan menjadi
jembatan komunikasi antara institusi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan
para pengamat dan peneliti ekonomi yang memiliki variasi perspektif dalam mencermati
9
respon pemerintah. Sejauh ini pelaksanaan forum belum menemui hambatan. Pada
umumnya peserta forum lebih menyukai tema yang berkaitan dengan kesejateraan sosial dan
perkembangan ekonomi global ditinjau dari banyaknya peserta yang hadir dalam diskusi.
Tim Lintas-Instansi dan Forum Internasional
Kegiatan koordinasi makro pada tahun 2012 juga dilaksanakan dengan terlibat aktif
dalam beberapa pelaksanaan kegiatan tim lintas-instansi, yaitu Tim Persiapan Redenominasi
Mata Uang (TPRMU), Tim Pengendalian Inflasi Nasional, Tim Extrative Industries
Transparancy Initiative Indonesia, dan Program Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Dalam skala internasional, kegiatan koordinasi makro terlibat sebagai peserta OECD
Financial Education Forum yang pada tahun 2012 mendiskusikan pentingnya membangun
pendidikan keuangan dan perlindungan nasabah keuangan untuk menghindari terulangnya
krisis keuangan tahun 2008 akibat instrumen keuangan yang semakin kompleks dan tidak
sebanding dengan pengetahuan nasabah. Hasil kegiatan ini bermanfaat dalam memberikan
masukan untuk program pendidikan dan perlindungan konsumen keuangan yang sejak tahun
2013 menjadi tanggung jawab OJK. Beberapa kasus penipuan oleh lembaga keuangan mikro
di Indonesia melandasi pertimbangan bahwa pendidikan keuangan dan perlindungan
konsumen sangat penting. Selain itu kontribusi pertumbuhan dari konsumsi masih dominan
sebanding dengan pertumbuhan kredit konsumsi, sehingga masyarakat memerlukan
pemahaman yang jelas mengenai konsekuensi dan risiko keputusan di sektor keuangan.
10
Koordiansi Kebijakan Fiskal
Pemerintah senantiasa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
investasi di berbagai bidang sesuai dengan sasaran pertumbuhan sebesar 7% pada tahun
2014. Upaya perbaikan iklim investasi merupakan kunci untuk meningkatkan investasi di
Indonesia. Setelah berjuang selama 14 tahun sejak krisis ekonomi tahun 1998 untuk
memperbaiki iklim investasi di Indonesia, akhirnya posisi investment grade dari Fitch untuk
pinjaman dalam mata uang asing maupun lokal. Hal tersebut menunjukkan tingginya
kepercayaan asing terhadap prospek ekonomi Indonesia. Penguatan investasi sebagai sumber
pertumbuhan, perlu terus dijaga. Untuk itu, berbagai upaya guna mendorong tumbuhnya
investasi, telah dan terus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan.
Di antara berbagai upaya tersebut, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha
tertentu dan/atau di daerah tertentu, telah diterbitkan PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
Dan/Atau Di Daerah-daerah Tertentu yang telah diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008.
Diakui bahwa rendahnya realisasi pemanfaatan fasilitas PP No. 1 Tahun 2007 yang telah
diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008 dalam kurun waktu 2007 s/d 2010, karena dampak
dari situasi global yang kurang menguntungkan. Maka dalam rangka lebih meningkatkan
kegiatan investasi langsung di bidang usaha-usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah
tertentu,
dilakukan perubahan kedua atas PP Nomor 1 Tahun 2007, yaitu
dengan
diterbitkannya PP No. 52 Tahun 2011, yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2011.
Dalam Perubahan PP tersebut mencakup perubahan tambahan Bidang Usaha Baru,
perubahan Cakupan Produk dari Bidang Usaha, dan Cakupan Wilayah yang dinilai layak untuk
memperoleh fasilitas. Bidang Usaha yang memperoleh fasilitas Tax Allowance sebanyak 129
Bidang Usaha, yang terdiri dari 52 Bidang Usaha Tertentu dan 77 Bidang Usaha Tertentu Di
Daerah Tertentu.
Perlu disadari bahwa insentif pajak hanyalah salah satu faktor daya tarik investasi,
disamping kemudahan pelayanan dan perijinan, besarnya pasar domestik, akses pasar
11
internasional, infrastruktur, dan SDM. Oleh karena itu, kita tidak dapat berharap terlalu
banyak dari insentif jika hambatan investasi lainnya tidak diatasi. Daya tarik investasi
mestinya sedapat mungkin disiapkan secara fundamental, sehingga investasi yang masuk
akan lebih berkualitas daripada sekadar memanfaatkan berbagai insentif dan setelah itu akan
melakukan relokasi ke negara yang memberikan insentif yang lebih menarik.
Dengan kondisi makro ekonomi Indonesia yang semakin membaik, serta
meningkatnya peringkat Indonesia pada investment grade, merupakan momentum yang
tepat untuk menarik investasi. Diharapkan dengan adanya insentif fiskal melalui PP Nomor 52
Tahun 2011 ini para investor tertarik untuk melakukan investasi baru maupun perluasan
usaha pada bidang-bidang usaha yang diberikan fasilitas tersebut.
Sebagaimana PP Nomor 1 Tahun 2007 dan PP 62 Tahun 2008, PP 52 Tahun 2011 ini
dapat diimplementasikan atau dapat dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha, jika Peraturan
Pelaksanaannya telah diterbitkan oleh intansi teknis, antara lain Peraturan Menteri
Keuangan, Peraturan Dirjen Pajak dan Peraturan Kepala BKPM.
Sampai
sejauh
ini,
Menteri
Keuangan
telah
menerbitkan
PMK
Nomor:
144/PMK.Oll/2012 tanggal 3 September 2012 tentang pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan
Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Atau di Daerah-Daerah
Tertentu. Untuk Peraturan Dirjen Pajak dan Peraturan Kepala BKPM masih dalam proses
penyusunan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus mendorong percepatan
penyelesaian Peraturan Pelaksanaan dimaksud melaui rapat-rapat koordinasi baik di tingkat
Tim Teknis (Eselon II) maupun tingkat Tim Pelaksana (Eselon I).
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Untuk mempercepat pemberdayaan UMKM, pada tahun 2007 telah diterbitkan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi.
Tujuan diterbitkannya kebijakan tersebut adalah dalam rangka pemberdayaan UMKM,
penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya di dalam Inpres
juga dirumuskan bahwa kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKM mencakup:
peningkatan akses pada sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahaan, peningkatan
12
pasar produk UMKMK dan reformasi regulasi UMKMK. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah
salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan akses UMKMK pada sumber pembiayaan.
KUR merupakan program pembiayaan yang diberikan perbankan kepada UMKMK
yang feasible namun belum bankable dan diberikan untuk usaha produktif, yaitu antara lain:
pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan
pinjam. Pemerintah memberikan penjaminan kredit bagi program KUR melalui PT. Askrindo
dan Perum Jamkrindo. Adapun bank pelaksana yang menyalurkan KUR tersebut adalah Bank
BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank BNI
Syariah serta 26 BPD yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh Indonesia.
Mengingat keterbatasan sektor UMKMK dalam mengakses sumber pembiayaan,
sedangkan disisi lain sektor ini mempunyai potensi yang besar terhadap penyerapan tenaga
kerja (97,2%) dan memberikan kontribusi 57,8% terhadap PDB, maka penyaluran KUR
ditargetkan terus meningkat sampai dengan tahun 2014.
Penyaluran KUR tahun 2012 mencapai Rp 33,471 triliun, melebihi jumlah yang
ditargetkan yaitu Rp. 30 triliun, dengan jumlah debitur 1,9 juta UMKM. Secara akumulatif
penyaluran KUR sejak tahun 2007 hingga bulan Desember 2012 sebesar Rp. 96,89 trilyun
dengan jumlah debitur sebesar 7,7 juta.
Tingkat Non Performing Loan (kredit bermasalah) rata-rata sebesar 3,6%. Rata-rata
NPL tersebut cenderung meningkat pada periode Januari-Desember 2012 (dari 2,6% menjadi
3,6%). Pada posisi akhir Desember 2012 ada 7 bank pelaksana yang NPL nya di atas 5,0% (3
Bank Nasional dan 4 BPD).
13
Gambar 1: Realisasi Penyaluran KUR 2007 – 2012
Penyaluran KUR menurut sektor ekonomi tahun 2012 masih didominasi oleh sektor
perdagangan yaitu sebesar 51,65% (14,16% di antaranya terintegrasi dengan sektor hulu),
diikuti sektor pertanian dan perikanan sebesar 17,08%, sektor lain-lain sebesar 16,26%, dan
gabungan sektor lainnya 12,09%. Sehingga penyaluran KUR di sektor hulu (pertanian,
perikanan dan kelautan, kehutanan, industri dan sektor hulu terintegrasi) sebesar 33,74%.
Gambar 2: Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi
14
Berdasarkan sebaran regional, penyaluran KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa,
dengan persentase tertinggi untuk Provinsi Jawa Tengah, yaitu 15,52% atau sebesar Rp. 5,17
triliun. Selanjutnya Provinsi Jawa Timur mendapatkan penyaluran KUR sebesar Rp. 4,93 triliun
(14,82%), Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 4,09 triliun (12,30%), disusul Provinsi Sulawesi
Selatan sebesar Rp. 1,97 triliun (5,94%) dan Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 1,94 triliun
(5,79%).
Di sisi lain, realisasi plafon KUR pada provinsi-provinsi di luar pulau Jawa masih belum
optimal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh domisili debitur di luar Pulau Jawa yang jauh
dari akses perbankan. Provinsi dengan penyaluran KUR terendah diantaranya
Provinsi
Maluku Utara dan Provinsi Bangka Belitung yaitu masing-masing hanya sebesar Rp. 101,8
milyar (4.533 debitur) dan Rp. 123,5 milyar (5.887 debitur). Dengan mendorong BPD, Pemda
dan Kementerian teknis agar lebih agresif dan inovatif dalam menyiapkan calon debitur KUR,
akan meningkatkan optimalisasi penyaluran KUR secara lebih merata.
Gambar 3: Penyaluran KUR per Provinsi
15
Meski pelaksanaan KUR tahun 2012 cukup berhasil dan telah melampaui target,
namun masih ada beberapa kendala dan tantangan, antara lain:
Kondisi geografis Indonesia yang luas menyebabkan tingginya biaya overhead
sehingga biaya penyediaan akses perbankan menjadi lebih mahal;
Tingkat pemahaman sebagian masyarakat terhadap layanan perbankan masih
rendah;
Tingginya risiko pembiayaan di beberapa sektor ekonomi terutama pertanian, karena
tergantung pada alam;
Aktivitas atau domisili beberapa debitur terutama di luar Pulau Jawa yang jauh dari
akses perbankan membuat masyarakat enggan berhubungan dengan bank;
Tingkat pemahaman sebagian masyarakat terhadap layanan perbankan yang rendah
sehingga lebih memilih untuk berhubungan dengan penyedia jasa keuangan informal;
Beberapa usaha di sektor ekonomi tertentu masih membutuhkan dukungan akses
terhadap sarana, prasarana produksi dan pemasaran;
Perbedaan penafsiran terhadap isi ketentuan dalam PMK, SOP dan MOU antara bank
pelaksana, perusahaan penjamin dan pemerintah (BPKP dan Ditjen. Perbendaharaan),
menyebabkan tidak terbayarnya IJP KUR.
Untuk mengatasi kendala atau hambatan tersebut, serta dalam rangka pencapaian
target, konsolidasi dan keberlanjutan program KUR, maka upaya yang sudah dan akan
dilakukan yaitu antara lain:
-
Penyelesaian revisi SOP Pelaksanaan KUR;
-
Penyelesaian SOP Pengawasan KUR;
-
Penyelesaian revisi Peraturan Menteri Keuangan tentang KUR;
-
Penyelesaian permasalahan penjaminan baik untuk klaim yang masih dalam
proses maupun pembayaran IJP yang tertunda;
Dengan koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak yang terkait dengan KUR
yaitu Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah, Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin
diharapkan target penyaluran KUR 2013 dapat tercapai. Dengan demikian akan semakin
dirasakannya manfaat program KUR bagi pengembangan UMKM sehingga pada gilirannya
dapat menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi angka kemiskinan masyarakat.
16
Koordinasi Dan Sinkroninasi Kebijakan Perbankan
Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di bidang Perbankan difokuskan pada
permasalahan efektivitas pelaksanaan kebijakan perbankan dalam pengelolaan dan
pengedaran uang tunai. Berbagai skema pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi telah
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatnya akses pembiayaan UMKM dan
Koperasi dan memberdayakan sektor ini, diantaranya:
- Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, tidak feasible dan tidak bankable
dibiayai dengan PKBL, Dana Bergulir dan Dana Bantuan Sosial
- Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, feasible dan tidak bankable dibiayai
dengan Kredit Usaha Rakyat dan Sertifikasi Hak Atas Tanah
- Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, feasible dan bankable dibiayai dengan
perbankan pada umumnya.
- Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, bankable dan tidak feasible dibiayai
dengan Kredit Program seperti KKPE, KPEN-RP dan lain-lain.
Koordinasi kebijakan bidang perbankan dalam pelaksanaannya masih banyak yang
belum optimal mencapai sasaran, sehingga diperlukan suatu koordinasi di lapangan.
Koordinasi tersebut diperlukan terutama untuk mendukung percepatan dan perluasan
program kredit/pembiayaan baik melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau kredit program
lainnya melalui Kebijakan Penetapan Suku Bunga Perbankan termasuk Kredit Usaha Rakyat.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan
penetapan Suku Bunga Perbankan.
Berdasarkan hasil penelaahan terhadap kebijakan suku bunga kredit perbankan,
disimpulkan masih ada ruang bagi bank untuk merumuskan suku bunga kredit dengan cara
meningkatkan efisiensi, mengurangi margin dan menurunkan overhead costnya.
Di samping itu, terdapat juga permasalahan kelembagaan dan peraturan di bidang
perbankan
yang
ketidaksinkronan,
memerlukan
maka
koordinasi
dibutuhkan
dan
harmonisasi.
langkah-langkah
strategis
Dalam
hal
terjadi
Kemenko
Bidang
Perekonomian untuk mencarikan solusi terbaik terhadap permasalahan yang dialami
perbankan khususnya di daerah.
17
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan LKBB
Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan LKBB
dititikberatkan pada kegiatan berikut ini:
Mengawal perubahan peraturan sektoral di bidang sektor jasa keuangan seperti
sektor perasuransian, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura,
perusahaan penjaminan, pegadaian, dan lembaga keuangan mikro serta lembaga-lembaga
lain yang menghimpun dana masyarakat. Koordinasi ini dimaksudkan sebagai konsekuensi
dari pendirian OJK pada awal tahun 2013;
Harmonisasi substansi peraturan perundangan sektoral jasa keuangan dengan
peraturan perundang-undangan OJK sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan
yang ada;
Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai bagian dari sektor
jasa keuangan yang mempunyai peran strategis dalam pemberdayaan ekonomi rakyat
khususnya UMKMK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UU LKM yang telah disahkan
oleh DPR;
Peraturan dan pengembangan kelembagaan penjaminan kredit/pembiayaan yang
dioptimalkan khususnya untuk mendorong peningkatan investasi dan peranannya dalam
akses pembiayaan bagi UMKM khususnya di daerah-daerah sehingga dapat mendorong dan
meningkatkan aspek pemerataan kewirausahaan bagi UMKM di daerah yang pada gilirannya
dapat menumbuhkembangkan perekonomian daerah.
Koordinasi Penguatan Kelembagaan Pengendalian Inflasi Daerah
Untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil pemerintah bersama Bank Indonesia
menetapkan sasaran inflasi nasional. Inflasi nasional 77,5% terbentuk oleh inflasi daerah dan
sisanya 22,5% andil DKI Jakarta. Memperhatikan besarnya andil inflasi daerah terhadap
terbentuknya inflasi nasional, maka perlu kerjasama Kementerian/Lembaga, Bank Indonesia,
dan Daerah.
Dalam upaya meningkatkan kerjasama pengendalian inflasi antara Pemerintah, Bank
Indonesia, dan Daerah maka dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). TPID
merupakan
lembaga
daerah
yang
dibentuk
berdasarkan
SK
Kepala
Daerah,
(Gubernur/Bupati/Walikota) yang keanggotaanya terdiri dari SKPD/Dinas, Bank Indonesia,
18
Kepolisian Daerah dan Asosiasi Pelaksana Usaha BUMN/Swasta di daerah. Untuk
meningkatkan sistem pelaksanaan sinkronisasi perencanaan, pelaksanaan kebijakan dan
evaluasi pengendalian inflasi daerah, telah dibentuk Pokja Nasional TPID sesuai MoU antara
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian
Keuangan tanggal 16 Maret 2011 Nomor: MoU-01/M.Ekon/03/2011, Nomor: 300-194 Tahun
2011, dan Nomor: 13/1/681/DKN/NK.
Adapun tujuan koordinasi penguatan kelembagaan pengendalian inflasi daerah yaitu:
- Mengidentifikasi sumber-sumber tekanan inflasi daerah baik inflasi volatile food maupun
administered price.
- Menyusun rekomendasi penyelesaian permasalahan inflasi daerah kepada Kepala Daerah
baik Gubernur, Bupati/Walikota maupun Kementerian/ Lembaga.
- Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengendalian inflasi daerah bersama SKPD/Dinas
terkait.
Target kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah adalah sebagai berikut:
- Mencapai inflasi nasional yang rendah dan stabil sebesar 5 % dengan deviasi ± 1% (tahun
2010-2012).
- Penguatan kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah pada 66 kota penghitungan
inflasi (Susenas, 2007).
Pada tahun 2012, Tim Koordinasi Penguatan Kelembagaan Pengendalian Inflasi
Daerah telah melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
- Telah dilakukan penguatan kelembagaan TPID, tercatat telah terbentuk 85 TPID di
berbagai daerah:
- TPID tingkat Propinsi sebanyak 33 (seluruh propinsi)
- TPID tingkat Kab/Kota sebanyak 52 Kab/kota (termasuk 4 Kab/Kota yang bukan Kota
inflasi)
- Masih terdapat 16 Kab/kota yang termasuk dalam basis penghitungan inflasi (SBH 2007)
namun belum membentuk TPID
Tersedianya hasil Focus Group Discussion (FGD) Pembentukan Pusat Informasi Harga
bersama Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian/Lembaga terkait.
19
Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia baik di tingkat pusat (TPI) maupun
di daerah (TPID) telah menghasilkan rendahnya inflasi Bulan Desember tahun 2012 yang
mencapai 4,30%, lebih rendah dari sasaran inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 5 ± 1%.
Di dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah, masih
dihadapi beberapa kendala sebagai berikut:
-
Masih perlu ditingkatkannya kerjasama antar daerah dalam mengatasi sumber tekanan
inflasi baik yang bersifat regulasi daerah maupun non regulasi.
-
Masih belum adanya konektivitas data harga antara stakeholder pengelola informasi
data dalam pengendalian inflasi daerah.
Sebagai tindak lanjut kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah, pada tahun
2013 ini kiranya perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
-
Perlunya
dilaksanakan
fasilitasi
kerjasama
ekonomi
antardaerah
dan
Kementerian/Lembaga untuk mengatasi sumber tekanan inflasi secara terpadu.
-
Perlunya penyiapan panduan dan piranti lunak pusat informasi harga yang terkoneksi
dengan para pemangku kepentingan pengendalian inflasi daerah.
2. Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri
Hasil-hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kerjasama ekonomi dan
pembiayaan
internasional
mencakup
hal-hal
yang
dituangkan
dalam
bentuk
agreement/memorandum of understanding/term of reference, dimana perjanjian tersebut
mempunyai dampak pada perdagangan, investasi dan pembiayaan.
Selama tahun 2012, telah berhasil diselesaikan agreement/memorandum of
understanding/term of reference/joint statement sebanyak 14 buah kesepakatan dari target
yang ditetapkan sebanyak 12 buah (75% dari 16 objek) sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang
telah ditetapkan pada awal tahun 2012, atau mempunyai kinerja 117 persen.
Disamping
itu,
juga
telah
berhasil
mencapai
penyelesaian
draft
agreement/memorandum of understanding/term of reference/joint statement sebesar 70%
dari target 70% (tahap ke-3 dari lima tahapan perundingan) atau mempunyai kinerja 100%.
Dimana tahapan penyelesaian perjanjian meliputi: (1) tahap penjajagan, (2) tahap
perundingan, (3) tahap perumusan naskah, (4) tahap penerimaan naskah, dan (5) tahap
penandatanganan.
20
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis peningkatan kerjasama
ekonomi luar negeri sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen PK 2012 Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian telah menghasilkan beberapa agreement di bidang
kerjasama ekonomi dan pembiayaan internasional yang disetujui sebagai berikut :
a. Kerjasama Indonesia-Korea Selatan
Kerjasama RI-Korea melanjutkan kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya,
Pertemuan Working Level Task Force Meeting Republik Indonesia-Republik Korea (RI-ROK)
dimana tahun 2012 ini telah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, dengan hasil-hasil
sebagai berikut :
Memorandum of Understanding between The Ministry of Knowledge Economy of
The Republic of Korea and The Coordinating Ministry For Economic Affairs of The Republic of
Indonesia on Cooperation in The Field Of Green Cars, yang ditandatangani oleh menko
Perekonomian dan Minister for Knowledge Economy of Korea pada tanggal 8 Nopember 2012
di Denpasar, Bali.
Agreed Minutes the 3rd Korea-Indonesia Joint Working Level Task Force on Economic
Cooperation yang berisi kesepakatan-kesepakatan dari delapan working group yaitu (1)
Working Group on Trade and Investment, (2) Working Group on Industry Cooperation, (3)
Working Group on Energy and Mineral Resources, (4) Working Group on Construction &
Infrastructure, (5) Working Group on Environment Industry, (6) Working Group on Forestry,
Agriculture and Fisheries(7) Working Group on Defense Industry, dan (8) Working Group on
Policy Support and Financing Development
Joint Declaration of Jeju Initiative (RI-Korea), yang ditandatangani pada pertemuan
ke-3 Korea-Indonesia Joint Working Level Task Force on Economic Cooperation di Jeju, Korea
Selatan pada tanggal 12 Oktober 2012.
b.
Kerjasama Indonesia-Jepang
Kerjasama RI-Jepang diwadahi dalam bentuk Indonesia-Japan joint Economic Forum,
Steering Committee Meeting of the Metropolitan Priority Areas for Investment and Industry
dan High Level Consultation Meeting for Investment Promotion. Hasil-hasil dalam kerjasama
antara RI dengan Jepang selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:
21
Joint Press Release of the 4th Indonesia-Japan Joint Economic Forum, dilaksanakan di
Tokyo, Jepang pada tanggal 8 Oktober 2012 dengan beberapa hasil perundingan dengan isu
perkembengan pelaksanaan MP3EI, Isu Investasi Jepang di Indonesia (iklim investasi, anti
dumping, permasalahan minerba) serta bantuan Jepang terhadap pembangunan
Infrastruktur.
Joint Press Release on the Third Steering Committee Meeting of the Metropolitan
Priority Areas for Investment and Industry (RI-Japan), dilaksanakan di Tokyo, Jepang pada
tanggal 9 Oktober 2012. Berisi tentang perwujudan 5 Flagship Projects, dari 18 Fast Tracks
Project yang mencakup MRT DKI Jakarta, pembangunan Pelabuhan Cilamaya, New Academic
Research Clusters, dan Sistem pengolahan saluran limbah di DKI Jakarta.
c.
Kerjasama Indonesia-Taiwan
Selama tahun 2012, telah mengkoordinasikan Proyek Pengembangan Wilayah
Kepulauan Morotai sebagai Kawasan Ekonomi yang merupakan perwujudan kerjasama RI
dengan Pemerintah Taiwan. Kerjasama tersebut
tertuang dalam “Memorandum of
Understanding between the Indonesian Economic and Trade Office to Taipei and the Taipei
Economic and Trade Office on the Morotai Development Project”, yang ditandatangani di
Taipei pada tanggal 4 Desember 2012.
Tujuan dari MoU ini adalah: untuk mendukung pembentukan kawasan ekonomi
khusus untuk memfasilitasi masuknya investasi di Pulau Morotai, dan untuk memfasilitasi
pembangunan Pulau Morotai dalam berbagai bidang yaitu: forest management, eco-tourism,
responsible agriculture, studies, dan fisheries and aquaculture.
d.
Kerjasama Indonesia-Singapura
Kerjasama ekonomi Indonesia dan Singapura bersifat saling melengkapi dan
memiliki tingkat komplementaritas yang tinggi. Indonesia memilki sumberdaya alam
dan
sumber
daya
manusia
yang
besar
sedangkan
Singapura
memiliki
kemampuan pengetahuan dan tehnologi tinggi, jaringan ekonomi serta sumber daya
keuangan yang besar. Kondisi ini menjadikan Indonesia dan Singapura saling membutuhkan
dan saling melengkapi satu sama lain.
22
Pertemuan bilateral anata Presiden RI dengan PM Lee Hsien Loong pada tanggal 12
November 2009 telah menyepakati perlunya penyelenggaraan retreat para menteri kedua
negara sekitar bulan Mei 2010, untuk mereview hubungan yang selama ini telah terjalin
dengan baik, sehingga kedua negara dapat melakukan stock taking atas berbagai capaian
kerjasama, dan sekaligus memproyeksikan langkah-langkah yang perlu dilakukan.
Selanjutnya pada kunjungan Presiden RI ke Singapura pada tanggal 17 Mei 2010,
Presiden RI telah melakukan pertemuan dalam bentuk Leaders’ Retreat dengan PM
Singapura. Pada kesempatan tersebut kedua kepala pemerintahan mencatat kunjungan kerja
Menko Perekonomian RI ke Singapura, 10 Mei 2010 serta mendukung hasil pertemuan yang
telah mengidentifikasi gagasan-gagasan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang,
antara lain dengan membentuk 6 working groups (WG) di bidang: (a) kerja sama ekonomi di
Batam, Bintan dan Karimun (BBK) dan kawasan ekonomi khusus lainnya; (b) investasi; (c)
perhubungan udara; (d) pariwisata; (e) tenaga kerja; dan (f) agribisnis. Masing-masing WG
tersebut akan mengadakan pertemuan setiap 3 (tiga) bulan dan melaporkan hasil
pembahasan kepada para Pemimpin setiap 6 bulan. Mengenai hal ini, kedua Pemimpin
berharap agar dalam setiap pertemuan WG dapat dicapai kemajuan kerjasama.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil kesepakatan Leaders’ Retreat Indonesia
Singapura 2010 telah dilakukan Pertemuan Tingkat Menteri. Pertemuan tingkat menteri ini
dipimpin oleh Menko Perekonomian M. Hatta Rajasa dari pihak Indonesia dan Menteri
Perdagangan dan Industri Lim Hng Kiang dari pihak Singapura. Pertemuan ini telah dilakukan
dua kali, dimana pertemuan pertama diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2011
dan pertemuan kedua diselenggarkan di Singapura pada tanggal 23 Februari 2012.
Pertemuan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kemajuan kegiatan kerjasama pada enam
working group tersebut.
e.
Commercial Dialogue RI-AS
Sebagai tindak lanjut kerjasama di bidang ekonomi antara negara Republik Indonesia
dengan AS melalui Trade and Investment Council (TIC), dibentuklah forum Commercial
Dialogue RI-AS dalam kerangka Comprehensive Partnership RI-AS. Commercial Dialogue
merupakan forum complementary dari Trade and Investment Framework Agreement (TIFA)
dan bersifat mutual benefit bagi kedua negara dengan prinsip win win.
23
Selain itu juga Commercial Dialogue berupaya untuk mendorong peningkatan
hubungan bilateral dengan melibatkan unsur pemerintah dan sektor swasta serta
memfokuskan kerjasama ke dalam 6 (enam) pilar utama, yaitu: investment climate, trade
expansion, small and medium entreprises, entrepreneurship, clean energy, dan industrial
cooperation. Adapun mekanisme dan format CD yaitu agenda dialog ditentukan kedua belah
pihak dan CD tidak hanya membahas mengenai capacity building cooperation namun juga
isu-isu non tariff barrier, infrastruktur, ICT, inovasi, ketahanan pangan dan energi, perubahan
iklim, enterpreneurship dan pengembangan UKM.
CD ke-2 dilaksanakan di New York, Amerika Serikat pada tanggal 25 September 2012,
dengan agenda utama presentasi atas beberapa proposal project yang diusulkan oleh pihak
Indonesia dan Amerika Serikat. Proposal project tersebut yaitu proposal Water Resources
Management, Energy Service Company (ESCO) Capacity Development and pilot project,
Welding Cooperation, Defining & Contextualizing SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) to
Bolster Trade (keempatnya diusulkan dari pihak Indonesia) sedangkan Clean and Reliable
Electric Power Solution, Sustainable Forestry Creating Economic Opportunity dan Innovation
and IP Empowerment (keduanya diusulkan pihak Amerika Serikat).
Berdasarkan hasil pembahasan steering committee kedua negara, Energy Service
Company (ESCO) Capacity Development and pilot project, dan Welding Cooperation telah
disetujui untuk dilaksanakan dalam kerangka Commerical Dialogue. Untuk itu sebagai
persiapan pelaksanaan project perlu disusun action plan agar pelaksanaan dapat dilakukan
dengan baik.
Dalam kerangka CD ke-2 juga telah ditandatangani MoU kerjasama antara American
Welding Society (AWS) dan Indonesia Welding Society (IWS).
Dalam MoU tersebut, AWS dan IWS telah sepakat untuk berkolaborasi untuk
meningkatkan masing-masing kegiatan teknis di bidang tenaga las dan pengelasan yang
terkait teknologi. Kerjasama antara AWS-IWS akan mendorong dan menghasilkan program
untuk kepentingan bersama bagi komunitas pengelasan kedua negara.
Lingkup kolaborasi dari kerjasama tersebut yaitu exchange of technical staff and
members, project development, conferences-seminars-symposiums, study missions and
visits, publications, use of name and publicity, dan validity.
24
AWS akan bertindak sebagai provider untuk program sertifikasi engineer dan welder
dengan kualifikasi berstandar internasional dan akan memberdayakan IWS secara organisasi
untuk melayani bidang pengelasan di Indonesia dan diharapkan akan semakin berperan bagi
organisasi-organisasi yang menjadi binaannya.
IWS akan menyediakan database engineer dan welder, mengakomodasi peningkatan
kualifikasi personil, membuat program sertifikasi, menentukan skedul dan training facility,
dan lain-lain. IWS juga akan bertindak sebagai arranger/link&match bersama dengan BNP2TKI
untuk masuk ke dalam bursa kerja pengelasan di Amerika Serikat, yang saat ini banyak di isi
oleh tenaga kerja dari Amerika Latin/Selatan, karena tenaga muda Amerika Serikat tidak
banyak yang mau bekerja di sektor pengelasan.
f. Penandatangan Mou RI – New Zealand
Penandatanganan 4 (empat) MoU ditandatangani dalam kunjungan Perdana Menteri
New Zealand John Key pada tanggal 15 – 18 April 2012 di Istana Merdeka Jakarta.
Penandatangan MoU tersebut disaksikan secara langsung oleh masing-masing Kepala Negara.
Adapun Mou yang ditandangani antara Indonesia dan New Zealand dalam bidang Kerja Sama
Energi Terbarukan (Panas Bumi), bidang Kerja Sama Lingkungan, bidang Kerja Sama
Ketenagakerjaan dan bidang Kerja Sama Pertanian.
g.
Kerjasama Indonesia-Australia
Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA–CEPA)
Sebagai tindak lanjut Pertemuan Tahunan Kepala Pemerintahan yang ke-2 (The 2nd Annual
Leaders Meeting/ALM 2), di Darwin, Australia,
tanggal 2-4Juli 2012, telah dilakukan
perundingan pertama IA-CEPA pada akhir tahun 2012.
Tahap perundingan pertama IA-CEPA di Jakarta diselenggarakan pada tanggal 26-27
September 2012. Adapun hasil-hasil pertemuan antara lain :
pentingnya memperluas perdagangan dan investasi kedua negara mengingat
Indonesia dan Australia adalah dua ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara;
menindaklanjuti outcome dari ASEAN-Australia-New Zealand FTA (ANZFTA) yang
telah entry into force bagi Indonesia pada bulan Januari 2012, dengan memperhatikan
perkembangan di fora regional dan multilateral;
25
pentingnya merangkul erat para stakeholders termasuk sektor bisnis dan nonpemerintah;
terdapat kemajuan berarti dalam memfinalisasi guiding principles and objectives,
walaupun masih terdapat sejumlah isu minor untuk difinalisasi. Kedua pihak sepakat untuk
menunggu arahan dari pertemuan Menteri Perdagangan kedua negara (Trade Ministers’
Meeting ke-10) tanggal 12 Oktober 2012), serta selesainya laporan Business Partnership
Group sebelum memfinalisasi dokumen guiding principles and objectives.
Kedua pihak sepakat adanya suatu Trade Negotiating Committee (TNC) untuk
mengawasi negosiasi IA-CEPA, dengan didukung oleh Negotiating Groups.
Annual Leaders’meeting Ke-2 Indonesia-Australia Di Darwin (2-4 Juli 2012)
Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono telah mengadakan kunjungan kerja ke
Darwin, Australia dalam rangka Annual Leaders’Meeting ke-2 Indonesia-Australia pada
tanggal 2-4 Juli 2012. Kunjungan kerja Presiden RI ke Darwin tersebut telah memberikan arti
yang sangat strategis dalam penguatan komitmen kedua negara untuk pengembangan
hubungan kerja sama yang lebih kuat, semakin matang dan komprehensif. Hal ini tercermin
dari substansi pertemuan Presiden RI dengan Perdana Menteri Australia sebagai berikut:
Bidang Ekonomi, Perdagangan dan Investasi: Guna mencapai target perdagangan US$
15 miliar pada tahun 2015 dan seiring pemberlakuan AANZFTA bagi Indonesia pada 10
Januari 2012, kedua pemimpin menyepakati peluncuran negosiasi formal pertama Indonesia
Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada akhir tahun 2012.
Terkait upaya percepatan pembangunan ekonomi di seluruh Indonesia termasuk di
koridor 5 dan 6 MP3EI, Presiden RI mengusulkan kerja sama di bidang cattle industry dan
mengundang Australia untuk melakukan joint investment di bidang tersebut, yang dinilai
sebagai suatu win-win formula. Menanggapi hal tersebut, Australia berencana untuk
menginvestasikan USD 100 juta dalam program pembibitan sapi (breeding).
Presiden RI telah mengundang pihak PM Australia untuk mendorong kemitraan
dalam pembangunan infrastruktur terkait dengan peningkatan konektivitas antara Indonesia
dan Australia, khususnya antara Northern Territory dengan wilayah RI koridor 5 dan 6 MP3EI
(Bali, NTB, NTT, Papua dan Maluku). Diharapkan bahwa peningkatan konektivitas tersebut
dapat bersinergi dengan kerja sama ekonomi lainnya di kawasan seperti BIMP-EAGA, IMT-GT
dan SIJORI.
26
h. Kerjasama Bilateral Indonesia-Rusia
The Indonesian-Rusian Road Map on Economic and Technical mid-term Cooperation
Till The Year of 2013
Road Map tersebut disepakati kedua belah pada tanggal 29 Juli 2011 setelah
melakukan perundingan pada tanggal 28-29 Juli 2011 di Moscow, Rusia. Pada Road Map
tersebut terdapat 39 (tiga puluh sembilan) substansi yang antara lain terdiri dari 7 (tujuh)
substansi bidang General Events sedangkan
32 (tiga puluh dua) substansi mencakup
Projects of Bilateral Cooperation by Economic Sectors termasuk diantaranya usulan
kerjasama terkait Master Plan di mana pihak Rusia tertarik dan mempertimbangkan terlibat
dalam pembangunan 6 (enam) koridor ekonomi yang ditawarkan pihak Indonesia. Dibidang
perdagangan tercatat bahwa perkembangan ekspor - impor antara kedua negara sampai
November 2011 total perdagangan termasuk migas mencapai US$ 2,24 juta atau meningkat
sebesar 42.06 persen dibanding periode yang sama tahun 2010. Dengan demikian sektor
perdagangan telah melampaui target yang telah disepakati pada Roadmap kerjasama
Ekonomi dan Teknik sampai tahun 2013 sebesar 2 billion USD. Sementara realisasi investasi
Rusia di Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2011 tercatat telah mencapai US$
2,1 juta umumnya dibidang pariwisata seperti hotel dan restoran.
Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Rusia dibentuk berdasarkan Persetujuan antara
Pemerintah Federasi Rusia dan Pemerintah Republik Indonesia tentang Kerjasama Ekonomi
dan Teknik yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1999. Pada saat
pelaksanaan High Level Meeting on Economic Cooperation Indonesia - Rusia yang
berlangsung pada tanggal 27 Oktober 2011, SKB Indonesia-Rusia ditingkatkan levelnya ke
tingkat Menteri dimana kedua belah pihak sepakat bahwa pihak Indonesia dipimpin oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan pihak Rusia dipimpin oleh Deputi Perdana
Menteri Rusia. Pada SKB VIII yang diselenggarakan di Moscow, Russia pada tanggal 25 Juni
2012 disepakati untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, di antaranya bidang
ekonomi, investasi, perdagangan, energi, dan pariwisata, dengan hasil-hasil sebagai berikut :
Penandatanganan Term of Reference of the Russian-Indonesia Joint
Commission on Trade, Economic and Technical Cooperation.
Penandatanganan Protocol of the Eight Session of the Russia
Indonesian Joint Commission on Trade, Economic and Technical
27
Cooperation.
Draft Road Map of The Projects of Cooperation in The Field of modernization of The Economy
of Russia and Indonesia in The Period of 2012 – 2015.
Sebagai bagian daripada program Sidang Komisi Bersama Indonesia-Rusia, pihak
Rusia mengajukan usulan baru berupa Road Map of The Projects of Cooperation in The Field
of modernization of The Economy of Russia and Indonesia in The Period of 2012 – 2015.
Direncanakan finalisasi daripada program Road Map tersebut selesai sebelum pelaksanaan
Sidang Komisi Bersama ke-9 tahun 2013.
i. Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Arab Saudi
Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Arab Saudi dibentuk berdasarkan Persetujuan
antara Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Republik Indonesia. Pertemuan SKB ke-9 telah
diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tanggal 26-27 April 2012. Dalam pertemuan tersebut
kedua pihak sepakat untuk meningkatkan hubungan kerjasama di bidang ekonomi dan
perdagangan (industri, energi,pertambangan, Keuangan dan investasi) dan bidang lainnya
seperti kerjasama hukum, pendidikan, kebudayaan, makanan, obat-obatan dan sebagainya.
Pada pertemuan ini telah dihasilkan Agreed Minutes of the Ninth Joint Commission Meeting
between the Republic of Indonesia and the Kingdom of Saudi Arabia.
j. Kerjasama Bilateral Indonesia – Kazakhstan
Joint Mission ke Kazakhstan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 dan dilanjutkan
dengan kunjungan Menko Perekonomian ke Kazakhstan pada bulan Mei 2012 dengan tujuan
untuk menindaklanjuti rencana kerjasama bilateral pada sektor industri, perdagangan dan
investasi dan negosiasi akhir atas konsep nota kesepahaman bilateral.
Kedua pihak telah menyepakati rencana penyelenggaraan the 1st Joint Economic
Commission Indonesia – Kazakhstan di Bali, Jakarta pada November 2012 dan terbentuknya 5
(lima) kelompok kerja yaitu (1) Investasi dan Perdagangan; (2) Industri dan Pertanian; (3)
Migas dan Energi; (4) Kesehatan dan Farmasi; serta (5) Infrastruktur dan Logistik. Selama
kegiatan tersebut dilaksanakan telah ditandatngani beberapa kesepakatan berupa :
MoU antara PT.Indofarma dan Interek Group tentang Kerjasama dibidang Farmasi
28
Exclusive Marketing, Sales and Distribution Agreement between PT.Indofarma and
LLP JV Indofarma-Kazakhstan
MoU antara The Joint-Stock Company Kazakhstan dan Tim Logistik Indonesia
Contract of Intents between PT.Locus Group International/PT.Locus Entertainment
and Hotel Diplomat and Business Centre LLP tentang Pembangunan Pusat Spa dan Fitness
Memorandum of Understanding antara PT.Pertamina and KazMunaygas EP tentang
Kerjasama dibidang Minyak dan Gas
MoU antara BKPM dan “Kaznex Invest” National Export and Investment Agency, JSC
tentang Kerjasama Promosi Investasi
MoU antara PT.Pos Indonesia dan Kazakhstan Post tentang Kerjasama dibidang Pos.
k. Development Program Loan (DPL)
Pada tahun 2012, Kedeputian Bidang Kerjasama Ekonomi telah mengkoordinasikan
pelaksanaan DPL Institusional, Tax Administration, Social and Investment (DPL Instansi).
Adapun hasil yang dicapai antara lain adalah:
Di bidang Penguatan pengelolaan keuangan sektor publik telah dilakukan penguatan
formulasi anggaran dan sistem M&E dengan adanya peningkatan hasil orientasi Medium
Term Expenditure Framework (MTEF) di dalam proses penganggaran. Dilakukan juga
penguatan di dalam sistem eksekusi anggaran dengan cara perampingan eksekusi anggaran
dan fleksibilitas pengelolaan anggaran (SPAN), mengembangkan pengelolaan keuangan yang
lebih baru dengan menggunakan Information System (IFMIS), peningkatan fungsi akuntansi
dan audit pemerintahan, dan modernisasi di dalam sistem perpajakan.
Di bidang upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan peningkatan
pengukuran dan sasaran terhadap orang miskin, peningkatan pengurangan kemiskinan
dengan target rumah tangga dan community based.
Adapun negosiasi DPL INSTANSI antara Pemerintah Indonesia dengan World Bank
telah dilakukan pada 9 Oktober 2013, dan telah disepakati untuk menutup defisit Anggaran
Pendapatan Belanja Negara tahun 2012 sebesar US$ 300,000,000. Selain program tersebut,
dilakukan pula negosiasi untuk The Financial Sector and Investment Climate Reform and
Modernization Development Policy Loan (FIRM DPL) sebesar US$ 100,000,000 dan The
Connectivity Development Policy Loan sebesar US$ 100,00,000.
29
Selain program DPL INSTANSI, pada tanggal 12 April 2012 juga telah dilakukan
negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan World Bank untuk program Economic
Resilience, Investment and Social Assistance in Indonesia (PERISAI) Development Policy Loan
with Deferred Drawdown Option. Negosiasi ini telah menyepakati pinjaman siaga sebesar
US$ 2.000,000,000.
Debt Swap
Dalam tahun 2012, telah dilakukan koordinasi antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Italia tarkait Debt Swap Program Pengurangan Kemiskinan melalui Pendidikan
Berbasis Lingkungkan. Program Debt Swap Italia II ini berpotensi menghapus hutang
Indonesia sebesar kurang lebih 12,000,000 Euro. Sampai saat ini, masih dalam pembahasan
draft agreement Debt Swap.
Pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Jerman untuk
Debt Swap untuk pelestarian 4 satwa langka, yaitu badak Sumatra, badak Jawa, harimau, dan
gajah yang berlokasi di Sumatra bagian selatan dan Banten. Program Debt Swap Jerman VI ini
berpotensi mengurangi hutang Indonesia sebesar 20,000,000 Euro, dan sampai saat ini masih
dalam proses pembahasan mekanisme off shore trust fund yang akan digunakan.
Dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme perdagangan
karbon antar negara, pada tahun 2012 telah dibentuk Tim Koordinasi Perundingan
Perdagangan karbon Antar Negara (TKPPKA) berdasarkan SK Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian yang mempunyai tugas sebagai berikut:
Melakukan perundingan atas skema perdagangan karbon dengan pihak negara
partner yang berminat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia.
Mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap permasalahan dan hambatan
dalam perundingan atas skema perdagangan karbon antar negara.
Menyusun dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang diperlukan dala
pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan karbon antar negara kepada tim
pengarah.
Melaksanakan tugas terkait lainnya yang diberikan tim pengarah.
Selama tahun 2012, TKPPKA telah melakukan berbagai pertemuan dan koordinasi
dengan negara Jepang dan kementerian terkait. Kerjasama yang disepakati adalah Joint
Crediting Mechanism (JCM). Pertemuan dan perundingan dengan pemerintah Jepang
30
dilakukan terutama untuk membahas landasan kerjasama perdagangan karbon dan skema
dasar dari operasionalisasi sistem perdagangan karbon yang dibangun bersama oleh kedua
negara. Saat ini, dokumen yang telah dibahas oleh kedua belah pihak, yaitu: ‘Low Carbon
Partnership between the Government of Japan and the Government of the Republic
Indonesia dan Rules of Implementation for The Joint Crediting Mechanism (JCM) telah hampir
tuntas dibahas dan hanya menyisakan beberapa kalimat yang masih belum menemukan
kesepahaman.
Kedeputian Kerjasama Bidang Ekonomi dan Pembiayaan Internasional juga ikut
berperan dalam berbagai forum kerjasama ekonomi multilateral, seperti UNESCAP, UNCTAD,
UNFCCC, WEF/WEFEA, WTO, OECD, G8/OKI, dan G-20, IRU.
l. APEC
Apec New Strategy On Structural Reform (ANSSR)
Dalam agenda ANSRR setiap Ekonomi APEC diminta untuk menyampaikan
pledge/perencanaan reformasi struktural dengan sektor prioritas spesifik (infrastruktur,
keuangan, transportasi, energi, pendidikan, UKM, Jaring Pengaman Sosial) atau isu spesifik
(regulatory reform, public sector governance, corporate governance and law, competition
policy, ease of doing business).
Terkait hal tersebut, Indonesia telah menyampaikan update terhadap 2 (dua)
pledge/perencanaan ANSSR, yaitu reformasi birokrasi dan reformasi regulasi, antara lain
berupa: pelaksanaan Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB),
Penerbitan UU No. 12/2011 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundangan dan
Laporan OECD on Regulatory Reform Review on Indonesia. Update program reformasi
regulasi dan reformasi birokrasi tersebut akan dilaporkan Indonesia dalam ANSSR mid-term
review pada penyelenggaraan Senior Officials Meeting (SOM)-1 APEC di Jakarta pada bulan
Januari 2013.
APEC Ease of Doing Business
Pada pelaksanaan APEC Ease of Doing Business Action Plan khususnya yang
menyangkut indikator enforcing contract, telah dilakukan diagnostic study dan juga kajian
terhadap enforcing contract di Indonesia. Studi tersebut dikoordinatori oleh Kemenko
Perekonomian yang bekerjasama dengan Korea sebagai champion economy untuk indikator
31
enforcing contract. Hasil dari dua kegiatan tersebut menghasilkan rekomendasi penting yaitu
perlu dibentuknya Small Claims Court (pengadilan dengan perkara kecil/cepat) dalam sistem
peradilan di Indonesia.
Rekomendasi tersebut saat ini sedang diusulkan agar dapat
dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP yang baru.
Dengan adanya perbaikan pada indikator enforcing contract diharapkan dapat
mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya murah dalam penyelesaian
perkara-perkara kecil. Hal tersebut tentunya juga memiliki implikasi terhadap aktifitas bisnis
di Indonesia yang sudah menjadi bagian dari aktifitas bisnis global. Dengan adanya sistem
peradilan yang baik tentunya dapat menjamin kelancaran bisnis dan masuknya investor baik
lokal maupun asing yang akan berinvestasi di Indonesia.
Selain Enforcing Contracts, juga telah dilakukan diagnostic study on Dealing with
Construction Permits yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian dan bekerjasama
dengan Singapura sebagai champion economy untuk indikator Dealing with Construction
Permits serta Dinas Tata Ruang Pemda DKI Jakarta.
Hasil dari diagnostic tersebut saat ini
sedang dalam taraf finalisasi dan akan dilaporkan pada pertemuan APEC 2013.
m. ASEAN
Asean Framework Equitable Economic Development (EED)
Sebagai implementasi dari the ASEAN Framework for Equitable Economic
Development, telah dilakukan stock taking berupa pembangunan kapasitas dan inisiatif pada
sectoral bodies. Pembangunan kapasitas dan inisiatif-inisiatif tersebut memiliki tujuan untuk
mempersempit kesenjangan pembangunan diantara Negara-negara anggota ASEAN,
khususnya negara-negara CMLV. Disamping itu, juga telah diajukan untuk pendirian ASEAN
Forum on Financial Inclusion (AFFI).
Asean Regional Economic Comprehensive Partnership
Telah dicapai kemajuan pada implementasi ASEAN Framework Agreement on
Regional Economic Partnership (RCEP), dimana hal tersebut ditandai dengan telah di endorsenya the Guiding Principles dan Approaches to Negotiating the RCEP pada Pertemuan KTT
ASEAN ke-21, tanggal 20 November 2012 di Pnom Penh, Kamboja.
32
Dengan telah di endorse-nya the Guiding Principles dan Approaches to Negotiating
the RCEP maka FTA di ASEAN tidak lagi terbatas pada negara-negara anggota ASEAN saja
melainkan lebih luas lagi dengan melibatkan 6 negara mitra dialog lainnya yaitu China, Korea,
Jepang, India, Australia dan New Zealand. Hal ini bertujuan untuk menjaga sentraliti ASEAN
dan posisi tawar ASEAN pada perekonomian global.
Asean Economic Community (AEC)-Blueprint 2015
Sebagai upaya mendorong pelaksanaan Komitmen Indonesia pada AEC-Blueprint
2015, telah diterbitkan Inpres 11/2011 tentang Pelaksanaan komitmen Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pelaksanaan Inpres tersebut telah menghasilkan keluaran
sebanyak 102 keluaran (81%) dari 126 keluaran yang tercatum dalam Inpres 11/2011
tersebut. Terdapat peningkatan atas hasil-hasil yang dicapai di tahun 2012 jika dibandingkan
dengan tahun 2011 yang baru menghasilkan 75 keluaran (59,9%). Masih terdapat 24 keluaran
yang tersisa yang saat ini masih dalam proses penyelesaian.
ASEAN Economic Community (AEC) 2015 merupakan komitmen kawasan untuk
menjadikan ASEAN sebagai: i) pasar tunggal dan basis produksi, ii) kawasan berdaya saing
tinggi, iii) kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan iv) integrasi kedalam
perekonomian dunia.
ASEAN Economic Community (AEC) adalah perwujudan integrasi
ekonomi kawasan ASEAN yang dinamis dan kompetitif dimana kesenjangan ekonomi antar
negara semakin diperkecil.
Sebagai persiapan Indonesia dalam integrasi ASEAN 2015 nanti, maka perlu diperkuat
dan ditingkatkan daya saing nasional utamanya pada sektor-sektor prioritas yang ada
sehingga dapat bersaing dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Terkait hal tersebut, telah
disusun suatu Policy Paper mengenai kesiapan daya saing Indonesia menuju ASEAN Economic
Community 2015 berikut dengan rencana aksinya. Policy Paper tersebut nantinya akan
disampaikan kepada Presiden untuk mendapat arahan mengenai langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam menghadapi AEC 2015.
Movement Of Natural Persons (MNP)
Untuk mengatur pergerakan tenaga kerja di sektor-sektor jasa (Moda 4) khususnya
menyangkut bidang business visitors; intra-corporate transferees; contractual service
33
suppliers; dan other categories as may be specified in the Schedules of Commitments for the
temporary entry and temporary stay of natural persons of the Member State,
telah
ditandatangani ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons (MNP Agreement).
Penandatanganan tersebut telah dilakukan pada Pertemuan Preparatory AEM pada tanggal
19 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja.
Persentase (%) penyelesaian draft agreement dibidang kerjasama ekonomi dan
pembiayaan internasional yang sedang dibahas.
Adapun draft agremeent/perjanjian yang sudah mencapai tahap ke-3 (tahap
perumusan naskah perjanjian) yaitu sebagai berikut:
The Outline of Five-Year Economic and Trade Cooperation Program between
Indonesia and the Peoples’s Republic of China.
Agreement on Debt for Development Swap between The Government of The
Republic of Indonesia and The Government of Italian Republic
3.
Terwujudnya Implementasi Program Kerja Utama
a.
Ketahanan Pangan
Sasaran
Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatkan
efektivitas
monitoring dan
evaluasi
kebijakan
ketahanan
pangan (beras,
gula, dan
daging)
Tercapainya
keberhasilan
prioritas bidang
ketahanan
pangan :
a. Stabilitas
harga
(kenaikan dan
penurunan
harga)
b. Pertumbuhan
produksi
Target
2012
Realisasi
Kinerja
%
Ket
- Beras : <25%
- Gula :
<25%
- daging sapi :
<25%
11.79%
11.64%
13.82%
100
100
100
Rata-rata
kenaikan harga
mingguan y-o-y
selama Jan-Des
2012
- Beras : 3,2%
4.87%
152
- Gula : 5,4%
8.31%
154
- daging sapi :
7,3%
16.28%
223
Berdasarkan
Aram II 2012,
produksi padi
(GKG) sebesar
68.96 juta ton
(sumber:BPS)
Berdasarkan
Taksasi
Nopember 2012
produksi GKP
34
c. Volume stok
akhir
- Beras : 1,5
juta ton
2.29
jutaTon
153
- Gula : 1,1,
juta ton
1.03 juta
ton
94
- daging sapi :
40,3 ribu
ton
30.88
ribu ton
77
sebesar 2.58
juta ton
Produksi daging
tahun 2012:
414.87 ribu ton
Posisi stok
beras di gudang
BULOG per 27
Des 2012
sebesar 2.29
juta ton
Hasil koordinasi kebijakan bidang pertanian dan kelautan mencakup hal-hal yang
dituangkan dalam bentuk regulasi (UU, PP, Keppres, Inpres, dan sejenisnya), hal-hal yang
dinyatakan sebagai kebijakan (pernyataan atau arahan Presiden, pernyataan atau arahan
Menteri Koordinator, dan sejenisnya walaupun tidak disertai dengan regulasi), serta hal-hal
yang terkait dengan fasilitasi (komunikasi, negosiasi, koordinasi dan sejenisnya) yang
kemudian dilanjutkan dengan bentuk regulasi atau bentuk hukum lain atau kebijakan lain
dalam lingkup Kantor Menko Perekonomian maupun dalam lingkup lembaga lain.
Koordinasi Kebijakan Perberasan
Beras merupakan komoditas salah satu jenis pangan pokok yang bersifat strategis di
negara kita. Sekitar 95 persen masyarakat masih menjadikan beras sebagai makanan pokok.
Dari sisi pengeluaran golongan masyarakat berpendapatan rendah, sekitar 65 persen
pendapatannya digunakan untuk kebutuhan pangan dan sekitar 24 persen di dalamnya
ditujukan untuk pembelian beras. Nilai ekonomi beras cukup tinggi atau mencapai sekitar Rp
325 miliar, sehingga sumbangan terhadap inflasi cukup signifikan. Di samping itu melibatkan
jumlah rumah tangga petani padi hingga sebanyak 14,9 juta RT.
Arah kebijakan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi
dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Untuk itu telah ditetapkan juga sasaran
strategis dengan memantapkan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga bahan
pangan pokok untuk keseluruhan lapisan masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) tahun 2010-2014, Pemerintah telah menetapkan target produksi
gabah/padi dengan kenaikan 3,2 persen per tahun.
35
Tabel III.1 Sasaran Produksi Padi, 2010 – 2014
Ribu ton
Komoditas
2
010
Padi1)
2
011
6
6.680
2
012
6
8.800
2
013
7
1.000
2
014
7
3.300
7
5.700
Pertumbuhan
(% per tahun)
3,2
Keterangan : 1) GKG
Sumber: Kementan
Berdasarkan ARAM II 2012 (BPS), produksi padi tahun 2012 mencapai 68,96 juta ton
GKG atau meningkat 4,87 persen dari tahun 2011. Peningkatan tersebut disebabkan
meningkatnya produktivitas sebesar 2,79 persen dan luas panen 2,03 persen. Peningkatan
produktivitas terbesar terjadi di Jawa, sedangkan peningkatan terbesar luas panen terjadi di
luar Jawa. Pencapaian produksi tahun 2012 tersebut melebihi dari target yang ditetapkan
dalam Roadmap pencapaian surplus beras 10 juta ton, yaitu sebesar 67,82 juta ton GKG
(peningkatan sebesar 3,2 persen). Perkembangan produksi padi menurut provinsi tahun
2011-2012 sebagai berikut:
Tabel III.2 Perkembangan Produksi Padi Menurut Provinsi Sentra Produksi, 2011-2012
Sumber: BPS (diolah)
Tabel III.2 Perkembangan Produksi
Padi Menurut Provinsi Sentra
36
Sesuai Inpres No. 5/2011, Kementerian Pertanian telah menyempurnakan Road Map
Pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton pada tahun 2014. Untuk itu telah dilaksanakan
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan secara intensif dengan Kementerian dan Lembaga
terkait. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan koordinasi pada aspek yang bersifat
antisipasi dan respons atas perubahan iklim global, yaitu penajaman analisis dan diseminasi
iklim, optimalisasi dan peningkatan luas lahan dan irigasi, ketersediaan saprodi, serta langkah
terobosan pada aspek perlindungan petani seperti penggantian puso. Capaian dan dukungan
dari beberapa K/L terkait dalam pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton dimaksud antara lain:
Kementerian Pertanian: (1) Perluasan areal seluas 58.053 ha (target 100 ribu ha), (2)
Perbaikan jaringan irigasi seluas 340.375 ha, (3) Penyaluran pupuk bersubsidi sebesar
6.520.220 ton, (4) Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi
seluas 1,5 juta ha dari target 3,2 juta ha, (5) Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi
sebanyak 37.866 ton dari target 66.000 ton, (6) Bantuan alat penggilingan padi (RMU) di 105
lokasi (unit), (7) Terbentuknya 832 kelompok lumbung pangan masyarakat di 32 provinsi, (8)
Bantuan benih padi CBN sebanyak 28.984 ton (pengadaan tahun 2012: 19.801 ton dan sisa
stok akhir 2011 sebesar 9.182 ton) dan yang telah disalurkan 16.508 ton.
Kementerian BUMN: (1) Melalui Program GP3K oleh BUMN Pangan (PT. SHS, PT.
Pertani, PT. Pupuk Indonesia, dan Perum Perhutani) telah memanfaatkan lahan kawasan
hutan untuk tanaman padi dengan pola tanam tumpang sari seluas 21.000 ha dari target
55.500 ha dan penanaman padi melalui intensifikasi seluas 897.000 ha, (2) Penguatan fungsi
BUMN dalam pengadaan dan pengelolaan cadangan gabah/beras pemerintah.
Kementerian Pekerjaan Umum: (1) Rehabilitasi layanan jaringan irigasi, jaringan
reklamasi rawa, dan jaringan irigasi air tanah, (2) Peningkatan/pembangunan jaringan irigasi
telah mencapai 51.391 ha dari target 70.246 ha, (3) Rehabilitasi jaringan irigasi telah
mencapai 220.799 ha dari sasaran 300.817 ha.
Kementerian Perdagangan: (1) Menugaskan Perum BULOG terkait pelaksanaan OP
secara Nasional dalam rangka menjaga stabilitas harga beras, (2) Penyediaan laporan tinjauan
pasar komoditi (commodity market review) oleh Tim Komoditi Spesialis, (3) Menyediakan
informasi harga beras di 33 propinsi, (4) Percepatan implementasi Sistem Resi Gudang
sebagai sarana penyimpanan gabah/beras serta alternatif pembiayaan bagi petani dan pelaku
37
usaha (Jumlah Pemanfaatan Gudang: 38 gudang dan volume komoditi dalam Resi Gudang:
9.000 ton).
Kementerian Perhubungan: (1) Meningkatkan fungsi infrastruktur transportasi untuk
mendukung distribusi gabah/beras melalui penyediaan 8 kapal penyeberangan SDP, (2)
Pembangunan jalur ganda kereta lintas utara Jawa dalam rangka menyediakan sarana
transportasi distribusi gabah/beras pada daerah-daerah yang terkena dampak kondisi iklim
ekstrim.
BMKG: (1) Terpasangnya peralatan pengamatan pos agroklimat otomatis
(AAWS/Agro Automatic Weather Station) sebanyak 65 lokasi di daerah kabupaten sentra
pangan (90% terinstal), (2) Melaksanakan kegiatan sekolah lapang iklim tahap 1 dan 2 di 18
propinsi sentra pangan (12 provinsi), serta (3) Penyusunan buku informasi iklim.
BPN: Dukungan dalam mengurangi laju penyusutan luas lahan dan meningkatkan
pemanfaatan lahan terlantar melalui sosialisasi Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin lokasi dan Izin
Perubahan Penggunaan Tanah dalam rangka Pengendalian alih fungsi tanah pertanian (30
provinsi).
Disamping itu, melalui Rakortas Tingkat Menteri Bidang Perekonomian telah
diputuskan adanya realokasi anggaran pada APBN-P2012 untuk Kementerian Pertanian
sebesar: Rp 1,735 triliun untuk peningkatan produksi yang bersumber dari: (1) Dana
Cadangan Stabilisasi Harga Pangan sebesar Rp 1,4 triliun untuk kegiatan masing-masing:
SLPTT (Paket Utuh), OPT, dan Pasca Panen Rp 1,233 triliun dan bantuan penanggulangan
puso padi Rp 200 miliar, (2) Dana Cadangan Ketahanan Pangan sebesar Rp 335,565 milyar
untuk bantuan pestisida dan prasarana pasca panen (termasuk untuk jagung dan kedelai).
Untuk menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga maka dilakukan juga
upaya pemantapan ketersediaan pengamanan stok nasional melalui optimalisasi pengadaan
beras BULOG dari pembelian dalam negeri, dengan penyesuaian HPP terhadap tingkat harga
pasar, telah pula dilakukan koordinasi penyiapan penyesuaian kebijakan HPP Gabah/Beras
sampai terbitnya Inpres No. 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan
Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Inpres memberikan instruksi kepada 8 Menteri dan
seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai tupoksinya masing-masing, berisi antara lain:
38
(1) Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok
masyarakat berpendapatan rendah, (2) Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran
cadangan beras pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga beras, menanggulangi keadaan
darurat, bencana dan rawan pangan, bantuan dan/atau kerjasama internasional serta
keperluan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan (3) Melaksanakan kebijakan pembelian
gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) oleh Perum
BULOG. Realisasi pengadaan BULOG dari dalam negeri pada tahun 2012 cukup tinggi
mencapai 3,64 juta ton atau 85,19 persen dari prognosa sebesar 4,27 juta ton, merupakan
angka tertinggi selama 5 tahun terakhir. Adapun penyesuaian HPP dimaksud sebagai berikut:
Tabel III.3 Perbadingan 2 (dua) HPP dalam Inpres Terakhir
Rata-rata harga gabah bulanan (Januari s.d Desember 2012) kualitas GKP di petani
dan GKG di penggilingan masing-masing sebesar Rp 4.130,79 per kg dan Rp 4.851,92 per kg,
masih lebih tinggi dibandingkan HPPnya. Untuk GKP di tingkat petani terdapat perbedaan
sebesar 25,18% dengan HPP-nya dan GKG di tingkat penggilingan terdapat perbedaan
sebesar 16,91%. Selama Januari s.d Desember 2012, harga GKP di petani dan GKG di
penggilingan berada di atas HPPnya, meskipun terlihat turun saat panen raya, sebagaimana
terlihat pada gambar berikut:
39
Gambar III.1 Harga Gabah dan HPP nya, Januari – Desember
Harga beras Desember 2012 vs Desember 2011 (Y-o-Y) naik 6,17%, namun masih
lebih rendah dibandingkan kenaikan Desember 2011 vs Desember 2010 sebesar 11,21%,
serta kenaikan Desember 2010 vs Desember 2009 sebesar 29,24% sebagaimana terlihat pada
gambar berikut:
Gambar III.2 Perkembangan Harga Beras, 2009-2012
Melihat kondisi pangan baik di dalam negeri maupun global dimana berbagai negara
cenderung mengamankan stoknya karena kondisi iklim yang mempengaruhi produksi, maka
Pemerintah tidak mengambil resiko atas kelangkaan dan keterbatasan stok beras domestik,
sehingga harus mengambi keputusan mengimpor beras secara terbatas. Jumlah impor yang
ditetapkan untuk periode Oktober – Desember 2012 sebesar 720 ribu ton, sementara
realisasi impor sampai dengan akhir Desember 2012 mencapai 607 ribu ton atau 84,31
persen. Dari pengadaan baik dalam negeri, luar negeri maupun stok awal 2012, dan setelah
dikurangi total penyaluran untuk Raskin, golongan anggaran, kebutuhan darurat dan operasi
pasar, maka diperoleh stok akhir tahun 2012 sebesar 2,25 juta ton melebihi yang ditargetkan,
relatif tinggi dibandingkan dengan stok akhir pada tahun sebelumnya yang hanya sekitar 1,12
juta ton atau meningkat 2 kali lipat. Secara rinci terlihat sebagai berikut (kondisi s.d 27
Desember 2012):
-
Realisasi pengadaan dalam negeri (PSO) sebesar 3.640.381 ton (85,19%
terhadap prognosa Desember 2012);
40
-
Pengadaan komersial sebesar 20.022 ton (24,20% terhadap prognosa
Desember 2012);
-
Kontrak pengadaan luar negeri Oktober-Desember 2012 sebesar 720.000 ton,
terealisasi sebesar 607.000 ton (84,31%);
-
Rencana Raskin s.d Desember 2012 sebanyak 3.410.161 ton, terealisasi
sebanyak 3.346.158 ton (98,12%);
-
Realisasi OP sebesar 297.574 ton (beras medium: 198.937 ton dan beras
premium: 98.637 ton);
-
Stok setara beras sebesar 2.245.192 ton (termasuk CBP sebesar 435.660 ton).
Hingga saat ini Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP Tanaman
Pangan pada tahun 2012 (rata-rata Januari s.d Desember 2012) mencapai 104,70 atau naik
1,83% dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya. Pada Desember 2012, NTP Tanaman
Pangan mencapai 106,27. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat petani di
perdesaan meningkat karena semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat tingkat
kemampuan/daya beli petani.
Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Pangan Pokok
Dalam upaya membantu beban masyarakat berpendapatan rendah telah dilakukan
percepatan penyaluran Raskin sekaligus untuk meredam gejolak harga beras. Sehingga untuk
mengisi kekosongan penyaluran Raskin pada akhir tahun 2012, maka telah diambil kebijakan
penyaluran Raskin ke-13 sebesar alokasi Raskin 1 (satu) bulan.
Selama periode Puasa/Lebaran dicapai stabilitas harga bahan pangan melalui
langkah, antara lain: i) pemantauan dan evaluasi perkembangan harga pangan pokok secara
intensif, baik harian maupun mingguan; ii) melaksanakan Rakortas Tingkat Menteri hampir
setiap minggu selama periode tersebut; iii) melakukan Safari Ramadhan di berbagai daerah;
iv) menetapkan kebijakan OP beras BULOG secara intensif di daerah-daerah yang harganya
naik; v) memutuskan kebijakan Pasar Murah Bahan Pangan Pokok selama Ramadhan, dan vi).
Untuk kelancaran arus barang menjelang HBKN, telah ditetapkan mulai tanggal 15 Agustus
(H-4) pukul 00.00 WIB s/d tanggal 19 Agustus 2012 (H1) pukul 24.00 WIB kendaraan angkutan
41
barang di Provinsi Lampung, Provinsi di Pulau Jawa, dan Provinsi Bali dilarang beroperasi,
kecuali BBM, BBG, ternak, bahan pokok (beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah,
bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam dan telur), pupuk, susu murni, dan
barang antaran pos. Selain itu, dalam upaya stabilisasi harga kedelai di tingkat petani dan
pengrajin tahu tempe, saat ini sedang dibahas upaya mencari solusi terbaik melalui perluasan
Peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan pokok beras dan non beras (kedelai). Kebijakan
ini diharapkan ada jaminan harga di tingkat petani kedelai dan pengrajin tahun/tempe,
sehingga tidak hanya akan lebih memacu upaya pencapaian target swasembada tetapi juga
mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan pengrajin tahu-tempe.
Secara umum untuk stabilisasi harga bahan pangan pokok yaitu: beras, gula, minyak
goreng, kedelai, terigu, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam dimonitor dan dievaluasi
secara intensif melalui Tim Stabilisasi Pangan, yang pada tahun 2012 telah melakukan
Rakortas Tingkat Menteri dan Rapat Koordinasi Teknis tingkat Eselon I yang dilaksanakan di
Jakarta maupun di daerah laiinya. Berdasarkan BPS, stabilitas harga tahun 2012 lebih baik
dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga rata-rata Desember 2012 vs Desember 2011 (yo-y) untuk beras 6,12 persen sebelumnya 11,21 persen, minyak goreng -0,52 persen
sebelumnya 1,66 persen, telur ayam 5,26 persen sebelumnya 8,83 persen, dan terigu -0,182
persen sebelumnya -0,13 persen, sedangkan gula pasir, daging sapi, dan daging ayam sedikit
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Tabel III.4 Perkembangan Harga Pangan Pokok dibandingkan tahun sebelumnya
42
Gambar III.3 Perkembangan Stabilitas Harga Bulanan untuk tiap komoditas.
Beras
Minyak Goreng
Gula Pasir
Daging Sapi
Daging Ayam
Telur Ayam
Terigu
Kedelai
43
Koordinasi Kebijakan Agroindustri yang Bermutu dan Bergizi Seimbang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar
sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Penganekaragaman pangan menurut UU Pangan No. 18 Tahun 2012 mengandung pengertian
upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan
berbasis pada potensi sumber daya lokal.
Kesejahteraan rakyat dan kestabilan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan dimana ketersediaan pangan makin tahun makin meningkat hal ini
ditunjukkan dari data BPS bahwa penduduk dunia yang terus meningkat dari tahun ke tahun
memerlukan tambahan produksi pangan, sehingga perlu sinergi dan kerja keras bersama
antara pemerintah, dunia usaha, para pakar dan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan
atau keperluan pangan yang terus meningkat di seluruh dunia.
Kebutuhan pangan dunia tidak selamanya dibarengi dengan peningkatan produksi
yang signifikan, hal ini sebabkan terdapat berbagai hambatan dan tantangan antara lain
produksi pangan sering terganggu karena faktor iklim yang ekstrim dan penambahan lahan
baru (ekstensifikasi) serta peningkatan produksi (intensifikasi) masih belum optimal dan
banyak kendala lain yang dihadapi.
Perubahan iklim global ekstrim telah menyebabkan produksi dan pasokan pangan
dunia terganggu, sementara permintaan pangan semakin meningkat karena laju
pertumbuhan penduduk yang masih tinggi di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Kondisi ini berdampak pula pada volatilitas harga pangan yang kurang
menguntungkan, baik bagi konsumen maupun bagi produsen.
Konsumsi Beras Indonesia perkapita per tahun pada tahun 2011 terbesar di Asia yaitu
139 kg dan telah direvisi menjadi 113 kg, Malaysia 80 kg, Thailand 70 kg, Jepang 50 kg, Korea
40 kg, dan diharapkan dengan pengurangan konsumsi beras nasional 1,5% setiap tahun,
maka Indonesia bisa menjadi negara eksportir terbesar. Salah satu kebijakan pemerintah
dalam menghadapi masalah ketersediaan pangan tersebut adalah melalui percepatan
pelaksanaan diversifikasi pangan.
44
Peningkatan Diversifikasi Pangan merupakan salah satu dari 4 sukses pembangunan
pertanian, target peningkatan diversifikasi pangan ini merupakan kontrak Menteri Pertanian
kepada Presiden yang harus selalu dilaporkan perkembangannya. Salah satu keberhasilan
dalam peningkatan
penganekaragaman pangan sangat berkaitan dengan ketersediaan,
stabilitas/realibilitas suplai, keterjangkauan, kecukupan konsumsi, kontribusi komoditi lokal,
tingkat keragaman pangan/sumber gizi, tingkat ketergantungan pangan impor.
Penganekaragaman pangan seharusnya berdasarkan kearifan lokal setempat dengan
memanfaatkan bahan dasar non beras dan non terigu, hal ini sangat berkaitan dengan
pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan
non beras, yang dapat meningkatkan skor PPH.
Pentingnya diversifikasi pangan yang utama adalah memperkuat ketahanan pangan,
yang dalam hal ini menitikberatkan pada masalah konsumsi pangan. Adapun tujuan
penganekaragaman pangan antara lain: 1) Menurunkan konsumsi beras per kapita guna
menurunkan tekanan pada beras sebagai komoditas strategis; 2) Meningkatkan konsumsi
pangan lokal; 3) Meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kuantitas dan kualitas; dan
memperluas pilihan masyarakat dalam mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi,
berimbang dan aman (3BA).
Berdasarkan situasi konsumsi pangan nasional saat ini, pemerintah berupaya
menurunkan konsumsi beras dan terigu serta meningkatkan konsumsi pangan hewani,
kacang-kacangan, sayuran dan buah, dan umbi-umbian. Konsumsi padi-padian langsung oleh
rumahtangga pada tahun 2011 yaitu 316 gram/kap/hr (idealnya 275 gram/kap/hr). Selain
beras, konsumsi kelompok pangan minyak dan lemak juga sudah berlebih. Sementara
konsumsi kelompok pangan lainnya seperti pangan hewani, umbi-umbian, kacang-kacangan,
sayur dan buah masih kekurangan. Sedangkan target PPH tahun 2014 adalah 93 dan 2015
adalah 95, saat ini angka PPH tahun 2012 baru mencapai 89,8. Adapun permasalahan utama
yang dihadapi saat ini dari hasil koordinasi adalah sebagai berikut.
Belum tercapainya skor mutu keragaman dan keseimbangan konsumsi gizi sesuai
harapan;
Cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi masyarakat desa dan kota;
Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya
lokal;
45
Lambatnya perkembangan, penyebaran dan penyerapan teknologi pengolahan
pangan lokal untuk meningkatkan nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima;
Masih belum optimalnya pemberian insentif bagi dunia usaha dan masyarakat
pengembang aneka produk olahan pangan lokal; dan
Kurangnya fasilitas pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas pangan
3B.
Upaya – upaya yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini adalah:
Peningkatan keanekaragaman pangan dapat disesuaikan dengan karakteristik daerah.
Dalam hal ini, strategi peningkatan diversifikasi pangan dilakukan melalui program
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP). Upaya penganekaragaman pangan
yang utama adalah menambah konsumsi buah, ikan, daging, dan susu, serta menambah
konsumsi karbohidrat atau energi dari selain beras-padi.
Upaya di tingkat mikro adalah perubahan budaya makan rumah tangga dan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Sedangkan di tingkat makro adalah pengembangan
industri pengolahan pangan lokal (beras/nasi non padi dan kudapan).
Tahapan kegiatan P2KP dimulai sejak tahun 2010 untuk tahap pembelajaran, tahun
2011 untuk tahap pembelajaran dan fasilitasi, hingga tahun 2012 – 2015 untuk tahap
pembinaan dan aplikasi/implementasi. Saat ini, program P2KP telah dilaksanakan pada 6.000
kelompok wanita di 162 kabupaten yang mengembangkan 1 pekarangan sebagai rumah
pangan lestari.
Adapun kegiatan P2KP diuraikan sebagai berikut:
-
Pemberdayaan Kelompok Wanita: Bertujuan mengembangkan pola pikir ibu
rumah tangga/wanita tentang komposisi menu makanan ke arah 3BA dan
meningkatkan citra positif pangan sumber karbohidrat non beras dan terigu.
-
Optimalisasi
Pemanfaatan
Pekarangan:
Bertujuan
mengoptimalkan
sumberdaya pekarangan rumah menjadi sumber bahan pangan 3BA.
-
Sosialisasi dan Promosi: Bertujuan mengembangkan pemahaman dan
kesadaran pentingnya mengkonsumsi pangan 3BA. Dalam rangka sosialisasi,
saat ini tengah dilaksanakan lomba cipta menu non beras di 33 Propinsi.
Lomba cipta menu ini telah dilaksanakan setiap tahun, tetapi follow up-nya
masih kurang.
46
Pengembangan Usaha Pangan Lokal dan Aplikasi Teknologi oleh UMKM Pangan Lokal
di Pedesaan. Sebagai contoh, beras cerdas yang terbuat dari tepung MOCAF yang
dikembangkan di Jember dan Jawa Barat. Peralatannya pun sederhana sehingga dapat
dikembangkan dalam skala UMKM.
Tindak Lanjut
Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan perlu peningkatan
komitmen dan koordinasi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, para
pemangku kepentingan yang bergerak di bidang pangan (pengusaha yang bergerak di bidang
industri
pangan),
serta
dari
masyarakat
sehingga
terjalin
sinergisme
dalam
pengimplementasiannya.
Perlu pembinaan/pemberdayaan petani untuk terus mengembangkan usahanya.
Tidak hanya menjual row material tetapi ada pemberdayaan petani untuk mengolah hasil
tanamannya sehingga mempunyai value added. Untuk itu diperlukan akses permodalan yang
mudah diakses oleh petani dan industri kecil (UMKM).
Perlu mengenalkan/sosialisasi keanekaragaman pangan lokal ke usia anak-anak
sekolah.
Terkait jargon one day no rice, perlu adanya penajaman payung hukum sebagai
implementasi peraturan pemerintah terkait percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan.
b.
Ketahanan Energi
Sasaran
Strategis
Ketersediaan
dan
Keterjangkauan
energi dalam
negeri
Indikator Kinerja
Target
2012
Pemenuhan pasokan
energi
Jumlah hari stock BBM
PSO nasional
Premium
Minyak Tanah
17 hari
Solar
30 hari
19 hari
a. Jumlah wilayah
3 wilayah
mengalami
padam listrik
bergilir (beban
puncak ≥ 10 MW)
Realisasi
15 hari
52 hari
20 hari
0
Kinerja
88%
173%
105%
100%
Ket
Konsumsi
Premium
meningkat
Total wilayah
:28 estimasi
tidak pada 25
wilayah
47
1. Pemenuhan
kebutuhan
energi
a. Rasio elektrifikasi
b. Penurunan Kuota
BBM bersubsidi
ï‚· Premium
ï‚· Minyak Tanah
ï‚· Solar
c. Rasio pemenuhan
Gas dalam negeri
ï‚· Industri
ï‚· Listrik
d. Rasio pemenuhan
batubara dari
dalam negeri
73,6 %
44.04 jt K
APBN-P
1.23 jt KL
APBN-P II
35 %
46 %
100 %
76.50%
104%
45.11%
100%
35%
46%
100%
100%
100%
100%
Upaya
pengendalian
dibidang usaha
pertambanhan,
kehutanan,
perkebunan,
kendaraan
BUMN/BUMD,
kendaraan
dinas
Peran sektor ESDM dan Kehutanan dalam pembangunan nasional tidak terbatas
hanya dalam bentuk sumber devisa dan penerimaan negara saja, tetapi mencakup kegiatan
ekonomi lain seperti penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan baku industri, bahan bakar
domestik dan memacu efek berantai ekonomi, di samping menyumbang faktor dominan
dalam pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam untuk mendukung
kemakmuran rakyat diperlukan tiga aspek yaitu ketersediaan, aksesibilitas dan daya beli. Dari
sisi ketersediaan, Indonesia memiliki potensi pemasokan energi dengan keragaman yang
berlimpah. Namun, dari aspek aksesibilitas dan daya beli, kemampuan Indonesia masih
belum optimal. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam juga perlu
memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability) sumber energi agar dapat memberikan
manfaat yang besar bagi generasi yang akan datang dalam jangka panjang. Pada tahap ini,
maka program konservasi niscaya menjadi keharusan.
48
Penerimaan Negara dari sektor ESDM tahun 2012, tercatat sebesar Rp 415,20 triliun,
atau 103 % dari target penerimaan pada APBN-P Tahun 2012 sebesar Rp 404,68 triliun. Jika
dibanding dengan penerimaan tahun 2011 sebesar Rp 387,97 triliun, jumlah penerimaan
tersebut mengalami kenaikan 7 persen. Sub sektor migas, masih menjadi penyumbang
terbesar yaitu sebesar Rp 289 triliun (104 % dari target APBN-P). Disusul sub sektor
pertambangan umum sebesar Rp 123,59 triliun (98 % terhadap target APBN-P), sub sektor
panas bumi sebesar Rp 0,74 triliun (212 % dari target APBN-P) dan lainnya Rp 1,87 triliun (235
% dari target APBN-P). Sedangkan investasi di sektor ESDM mencapai 28,34 miliar dollar AS.
Subsektor migas menjadi penggerak investasi terbesar dengan nilai sebesar 18,21 miliar
dollar AS, diikuti sub sektor ketenagalistrikan sebesar 5,62 miliar dollar AS, minerba sebesar
4,20 miliar dollar AS, dan EBT sebesar 0,31 miliar dollar AS.
Namun
demikian
disisi
lain,
subsidi
BBM
juga
semakin
meningkat.
Realisasi subsidi energi pada tahun 2012 mencapai Rp. 306 triliun atau 151,5 persen dari yang
dianggarkan, dengan rincian Rp 211,9 triliun untuk BBM dan subsidi listrik sebesar Rp 94,6
triliun atau 145,7 persen dari pagu APBN-P 2012 sebesar Rp 64,9 triliun. Pada APBN 2013,
Pemerintah dan DPR sepakat mengalokasikan Rp 274,7 triliun untuk subsidi energi dengan
rincian sebanyak Rp 193,8 triliun untuk subsidi BBM dan Rp 80,9 triliun untuk subsidi listrik.
Pada tahun 2013, subsidi energi diproyeksikan turun menjadi sebesar Rp 272,4 triliun dengan
rincian subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 78,6 triliun.
Potensi sektor ESDM mencakup sumber daya alam energi dan mineral yang
dikandung oleh bumi Indonesia, antara lain: energi fosil cadangan minyak bumi 8,2 miliar
barrel, gas bumi 170 TSCF, batubara 21,0 miliar ton, energi non fosil sumber daya panas bumi
28 GW, tenaga air 75 GW, mineral cadangan nikel 627 juta ton, tembaga 41 juta ton, bauksit
24 juta ton, emas 3 ribu ton, dan granit 13 juta meter kubik. Berdasarkan data tersebut,
Indonesia memiliki berbagai sumber energi mulai dari minyak dan gas bumi, batubara dan
sumber energi yang terbarukan yang melimpah. Namun demikian, cadangan minyak bumi
saat ini dalam kondisi yang deplesi, walaupun gas bumi cenderung meningkat. Untuk energi
baru dan terbarukan, meskipun Indonesia memiliki potensi beragam, namun pengelolaan dan
penggunaannya belum optimal. Berbagai potensi energi baru dan terbarukan tersebut,
antara lain: sumber energi nabati, gas, panas bumi, energi nulkir, energi surya, energi angin
dan energi laut.
49
Untuk menyikapi ketergantungan minyak terhadap negara lain dan mengoptimalkan
potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi
Indonesia. Untuk itu, Pemerintah telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat
ketahanan energi yang bertumpu pada kebutuhan (demand side management), menekan
subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat
good-governance di sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan
diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan serta energi alternatif.
1.
Minyak Bumi
Dengan adanya kebijakan bahan bakar murah yaitu bahan bakar minyak yang
disubsidi membuat kegiatan perekonomian Indonesia sangat ditumpang oleh Bahan Bakar
Minyak (BBM) yang disubsidi. Beberapa upaya yang dilakukan agar merubah penggunaan
bahan bakar minyak bersubsidi menjadi pengguna bahan bakar minyak non subsidi atau
mengurangi ketergantungan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi sehingga beban
keuangan pemerintah serta upaya mendorong energI alternative lainnya sangat sulit
dilakukan. Hal ini terkait dengan paradikma yang berkembang dimasyarakat bahwa bahan
bakar minyak bersubsidi sebagai satu-satunya penyuplai kebutuhan bahan bakar. Pemikiran
tersebut menyebabkan beban subsidi bahan bakar tidak dapat tertanggulangi lagi oleh
Anggaran Penerimaan dan Belanja Nasional (APBN) sehingga pada akhirnya pemerintah
melakukan pengaturan volume bahan bakar minyak bersubsidi.
Kebijakan Stok Bahan Bakar Minyak. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) terus
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, saat ini kebutuhan
bahan bakar minyak nasional terus meningkat sekitar 8% per tahun. Posisi stok BBM
nasional hingga saat ini berkisar pada level 21 hari dan kebutuhan BBM Nasional saat ini rata
- rata 170.000 kilo liter per hari.
Kuota Bahan Bakar Bersubsidi (PSO). Dalam APBN-P 2012 jumlah volume jenis BBM
Tertentu (bersubsidi) ditetapkan sebesar 40,00 juta KL terdiri atas: Bensin Premium 24,41
juta KL; Minyak Tanah 1,70 juta KL; Minyak Solar 13,89 juta KL. Adanya menambah kuota
volume Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu Tahun 2012 sebesar 4.040.000 KL (Empat Juta
Empat Puluh Ribu Kilo Liter) telah disetujui oleh DPR-RI, maka ditetapkan kembali Kuota
Volume Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu Tahun 2012 oleh BPH Migas, sebagai berikut :
50
Bensin Premium
27.807.150 juta KL; Minyak Tanah 1.200.000
juta KL; Minyak Solar
14.875.019 juta KL.
Gambar 2.
Realisasi Pemakaian Bakar Minyak bersubsidi
Ket :*) Bulan September 2012
Realisasi Kuota BBM Bersubsidi. Data konsumsi Jenis BBM Tertentu tahun 2012
telah mengalami over kuota terhadap kuota APBN-P 2012 sebesar 109,5 %, sehingga
diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi sampai akhir tahun 2012 bisa mencapai 45 Juta KL.
Memperhatikan peningkatan pemakaian bahan bakar minyak subsidi (BBM Jenis
Tertentu), maka untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun 2012, Pemerintah
mengupayakan untuk penambahan sebesar 4,04 Juta KL sehingga total volume BBM subsidi
tahun 2012 adalah sebesar 44.04 Juta KL.
Kuota volume masing masing Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu yang distribusikan
oleh PT Pertamina untuk seluruh wilayah Indonesia berdasarkan penyesuaian APBN-P Tahun
2012 adalah 43.882.169 KL dengan rincian : Bensin Premium : 27.807.150 KL; Minyak Tanah
: 1.200.000 KL; Minyak Solar : 14.875.019 KL.
Sampai dengan akhir November tahun 2012 realisasi penyaluran BBM bersubsidi
dibandingkan dengan kuota APBN-P Penyesuaian tahun 2012 adalah sebagai berikut :
51
a) Premium
 Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 27.807.150 KL
 Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012 : 25.262.926 KL (90.8% kuota)
 Potensi over kuota s/d 31 Des 2012
:
401.527 KL (101.4% kuota)
b) Minyak Tanah
 Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 1.200.000 KL
 Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012 : 1.065.982 KL (88.8% kuota)
 Tidak berpotensi over kuota
c) Solar
 Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 14.875.019 KL
 Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012
 Potensi over kuota s/d 31 Des 2012
:
: 13.910.077 KL (93.5 % kuota)
827.571 KL (105.5 % kuota)
Dari gambaran realisasi tersebut di atas maka diusulkan penambahan 1,2 Juta KL
dengan perincian Premium/Biopremium sebesar 0,5 juta KL, dan minyak Solar/Biosolar
sebesar 0,73 juta KL kepada DPR, dengan pendanaan untuk tambahan kuota tersebut
bersumber dari penyisiran anggaran K/L TA 2013 yang tidak dipakai sehingga defisit APBN
tidak melebihi 3 %.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, terjadinya peningkatan konsumsi bahan
bakar minyak bersubsidi disebabkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor pada
jenis sepeda motor dan Kendaraan Roda Empat dengan rata rata kenaikan 8 % per tahun.
Disamping adanya peningkatan jumlah kendaraan, perbedaan harga yang cukup
signifikan menyebabkan pengguna bahan bakar minyak bersubsidi enggan menggunakan
bahan bakar minyak non subsidi sesuai dengan anjuran dari pemerintah.
2.
Gas
Kebutuhan gas di Indonesia terus meningkat, karena gas bumi merupakan salah satu
sumber energy alternative yang memiliki potensi besar. Di sisi lain, pasokan gas bumi
cenderung belum dapat memenuhi kebutuhannya disebabkan karena sumber gas yang besar
berada jauh dari konsumen dan telah terikat jangka panjang dengan luar negeri.
Keterbatasan infrastruktur baik pipa maupun terminal penerima LNG menyebabkan potensi
gas belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna dalam negeri.
52
Pemenuhan Gas Untuk PLN
Pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTG/PLTGU) yang dikelola PT PLN melalui anak
Perusahaan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) meliputi PLTGU Muara Karang, PLTGU/PLTG
Muara Tawar, PLTGU Gresik dan PT Indonesia Power meliputi PLTGU Tanjung Priok, PLTGU
Tambak Lorok, PLTGU Grati dan PLTGU Belawan belum dapat terpenuhi seluruh kebutuhan
gasnya. Total kebutuhan gas PLN tahun 2012 yang sebesar 1.602 bbtud hanya terpenuhi
sebesar 1,193 bbtud. Dalam rangka memenuhi kebuthan gas untuk PLN, telah dilakukan
pembangunan FSRU Teluk Jakarta pada tahun 2011 oleh PT Nusantara Regas dengan
pelaksana Golar Energy sumber gas dari LNG Bontang sebesar 200 bbtud dan telah
beroperasi bulan April 2012 untuk pemenuhan pasokan gas PLN Muara Tawar.
Untuk PLN Batam rencananya akan mendapat gas dari Natuna kurang lebih 75
mmscfd yang seluruhnya untuk memenuhi energy primer pembangkit listrik di Provinsi
Kepulauan Riau (Kepri). PT. PLN Batam dan PT. Universal Batam Energy secara terpisah telah
menandatangani gas sales Agreement (GSA) dengan Primer Oil West Natuna tahun 2008.
Sesuai GSA tersebut, PLN Batam dan PT UBE berkewajiban membangun fasilitas transportasi
gas delivery point di Pulau Batam ke lokasi fasilitas pembangkit. Pemerintah Provinsi Kepri
telah memberikan rekomendasi izin penetapan lokasi rencana kegiatan pembangunan
fasilitas Pemping Seksi I di Pulau Pemping, yang telah dikeluarkan tanggal 27 September
2012. Status saat ini pembangunan infrastruktur pipa dalam proses, dan direncanakan gas in
dapat terlaksana akhir tahun 2013.
Gambar 3. Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Nasional 2007-2012
9.000
1.600
8.000
1.400
7.000
1.200
6.000
1.000
MBOEPD
MMSCFD
10.000
5.000
800
4.000
600
3.000
2.000
400
1.000
200
0
Sumber
: Kementerian
Produksi (MMSCFD)
7.283 ESDM
7.460
2009
2010
2011
2012*
7.962
8.857
8.415
8.557
Produksi (MBOEPD)
1.373
1.527
1.451
1.475
Pemenuhan Gas untuk Pupuk
2007
2008
1.256
1.286
0
53
Gas PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Untuk tahun 2012 pasokan gas untuk PT. PIM
terpasok sebanyak 7 kargo LNG dari swap Bontang untuk pengoprasian 1 unit pabrik. Untuk
tahun 2013 dan 2014 membutuhkan pasokan gas sekitar 12 kargo LNG pertahun untuk
pengoprasian 2 unit pabrik yang rencananya akan dipasok dari Blok A, namun untuk tahun
2013 pasokan gas untuk PIM belum ada kepastian dikarenakan Blok A baru akan produksi
tahun 2014.
Gas Pupuk Kaltim (PKT). PT Pupuk Kaltim memiliki 5 buah pabrik Urea dengan
kapasitas total 2,98 juta ton dan 4 buah pabrik Amoniak dengan kapasitas total 1,85 juta ton
per tahun. Kebutuhan gas untuk PKT 1 , PKT 2, PKT 3, PKT 4 adalah sebesar 285 mmscfd,
sejauh ini pasokan gas berasal dari KKKS Total, Inpex, Vico dan Chevron yang disuplai melalui
GSA jangka panjang tidak menghadapi kendala. Sejalan dengan program revitalisasi maka
Pabrik Kaltim 1 yang telah berusia tua (dibangun tahun 1984) akan digantikan menjadi PKT 5
yang akan beroperasi pada tahun 2014. Kebutuhan gas bumi khusus untuk PKT 5 adalah
sebesar 85 mmscfd dimana untuk utilitasnya menggunakan batubara.
Pemenuhan Gas untuk Transportasi
Permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi adalah belum
adanya road map pemanfaatan BBG untuk transportasi yang komprehensif. Untuk mengatasi
kendala yang ada, pada bulan Juni 2012 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No 64
Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas
untuk Transportasi Jalan. Perpres tersebut menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya
sampai akhir 2013, pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) menyediakan dan
mendistribusikan BBG jenis "compressed natural gas" (CNG).
Infrastruktur Gas
Untuk mengatasi kendala pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri maka pemerintah
telah memutuskan untuk membangun infrastruktur penerima LNG yaitu LNG receiving
terminal. Tiga buah LNG receiving terminal akan dibangun di Jawa bagian Barat, Sumatra
Utara, dan Jawa Tengah. Pembangunan tiga receiving terminal tesebut diharapkan dapat
memenuhi pasokan gas di Pulau Jawa dan Sumatera khususnya pasokan gas untuk PLN,
Pabrik Pupuk dan Industri.
54
Infrastruktur FSRU Jabar. Operasional Floating Storage Regasification Terminal (FSRU)
di Jawa Barat/Teluk Jakarta akan dilaksanakan oleh PT Nusantara Regas (JV antara PT PGN 40
% dan PT Pertamina 60 %) dengan kapasitas 3 MTPA (400 mmscfd). Untuk tahap pertama gas
yang akan disuplai dari blok Mahakam sebesar 200 mmscfd setara dengan kapasitas 1,5
MTPA selanjutnya dipakai untuk memenuhi kekurangan gas PLTGU Muara Karang dan PLTGU
Tanjung Priok.
Infrastruktur FSRU Belawan. Untuk memenuhi shortage kebutuhan industri dan listrik
pembangunan FSRU di Sumatera Utara akan dilaksanakan oleh PT PGN dengan sumber
pasokan gas dari kilang LNG Tangguh. Kapasitas FSRU direncanakan 1.8 MTPA atau setara 240
mmscfd dengan target penyelesaian kuartal ketiga 2013. Permasalahan pembangunan FSRU
di Sumut adalah kepastian sumber gas dari Tangguh serta pembelian gas dari PLN termasuk
sejumlah 28 perijinan. PLN telah setuju untuk membeli gas sebanyak 140 mmscfd. Proses
negosiasi dengan LNG SPA dengan BP Tangguh dan pemasok potensial lainnya juga sedang
berlangsung, sementara proses pelelangan untuk FSRU Provider juga telah selesai dengan
pelaksana kontraktor Hoegh LNG. Namun hasil keputusan rapat di Kantor Wakil Presiden
pada tanggal 13 Maret 2012 pembangunan FSRU Belawan dipindah ke Lampung.
Infrastruktur FSRU Jawa Tengah & Pipanisasi Transjawa. Semula, Pertamina selaku
pelaksana proyek FSRU Jateng, memutuskan untuk menghentikan rencana pembangunan
FSRU tersebut dengann alasan rencana pemerintah merelokasi FSRU Belawan ke Lampung
membuat FSRU Jateng sudah tidak layak lagi. Namun hasil rapat Wapres tanggal 2 Agustus
memutuskan bahwa pembangunan proyek Terminal FSRU Jateng oleh Pertamina harus
dilanjutkan kembali. Kementerian ESDM mendorong proyek FSRU dipercepat rampung pada
kuartal keempat 2014.
3.
Pertambangan Umum
Sumber daya mineral dan batubara Indonesia walaupun prospektif tetapi terbatas.
Eksplorasi Sumber daya mineral terus diusahakan untuk mengetahui dan menambah jumlah
cadangannya. Begitu juga dengan produksi terutama tembaga, emas, perak, timah, nikel,
besi, bauksit terus meningkat. Produksi mineral terutama dilakukan oleh perusahaan Kontrak
Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Untuk sumber daya batubara saat ini 105,2
miliar ton (MT) yang diantaranya cadangan sebesar
21,13 MT. Untuk tahun 2012
55
direncanakan produksi batubara Indonesia sebesar 332 juta ton dan terus meningkat setiap
tahun. Kebutuhan batubara dalam negeri saat ini sebesar 24% dari produksi, selebihnya
sebesar 76% untuk ekspor. Produksi batubara berasal dari BUMN sebesar 4%, PKP2B sebesar
77%, dan KP/IUP sebesar 19%.
Gambar 4 : Perkiraan Produksi dan DMO
Rencana
Produksi;
2011; 326,65
Rencana
Produksi;
2012; 332
Perkiraan Produksi dan Konsumsi Batubara Nasional (juta ton)
Rencana Produksi
DMO
DMO; 2011;
78,97
DMO; 2012;
82
Sumber : Kementerian ESDM
Rancangan Inpres tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui
Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri
Untuk meningkatkan nilai tambah dari mineral dan batubara dan sesuai dengan
Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, bahwa
pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara harus dilakukan di dalam negeri, tidak
boleh diekspor dalam bentuk bijih. Perusahaan tambang yang telah ada sebelum undangundang tersebut diberi waktu sampai dengan 2014 sudah harus melakukan pengolahan dan
pemurnian di dalam negeri.
Sebagai gambaran, ekspor bijih mineral pada bebrapa tahun terakhir meningkat
dengan pesat yang berdampak pada tidak berkembangnya industri pengolahan mineral di
56
dalam negeri. Ekspor biji nikel periode 2008-2011 meningkat 8 kali (+ 4 jt ton menjadi 33 jt
ton); biji/pasir besi meningkat 7 kali (kurang 2 jt ton menjadi 13 jt ton); dan biji tembaga
meningkat 11 kali (+1 ribu ton menjadi 14 ribu ton); biji bauksit meningkat 5 kali (+ 8 jt ton
menjadi 40 jt ton).
Sebagai implementasi dari kewajiban meningkatkan nilai tambah mineral sesuai
dengan amanat dari UU No 4 Tahun 2009 maka dikeluarkan Permen ESDM No 7 Tahun 2012
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian
Mineral. Di dalam Peraturan Menteri tersebut diatur bahwa perusahaan pertambangan tidak
boleh lagi mengekspor bijih mineral ke luar negeri, baik bijih mineral logam maupun bukan
logam. Bijih mineral harus dinaikan nilai tambahnya melalui pengolahan dan pemurnian. Dari
jenis mineral logam ada 14 jenis mineral logam yang diatur, diantaranya adalah emas, perak,
tembaga, timah, besi, nikel, timbal, aluminium, kromium, molibdenum dan platina.
Munculnya permasalahan dari penerapan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tersebut maka
dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang
memutuskan dilakukan revisi terhadap Pemen ESDM No 7 tahun 2012, sehingga
dikeluarkanlah Permen ESDM No 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian.
Dalam rangka mempercepat pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian
mineral di dalam negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ditugaskan oleh
Presiden untuk menyusun Rancangan Instruksi Presiden mengenai Percepatan Pembangunan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009), ketentuan dalam pasal Kontrak Karya
(KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus disesuaikan
(renegosiasi). Untuk melaksanakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tersebut maka Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang
Tim Evaluasi Untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara,
dimana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ditunjuk sebagai Ketuanya.
57
beberapa isu strategis yang akan disesuai dalam Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara. Isu strategis tersebut yaitu : Luas wilayah,
Perpanjangan jangka waktu kontrak, Penerimaan negara/royalti, Kewajiban melakukan
pengolahan dan pemurnian, Kewajiban untuk divestasi, Kewajiban penggunaan barang dan
jasa pertambangan dalam negeri
Kemajuan renegosiasi KK dan PKP2B yang telah dilakukan sampai dengan tahun 2012,
menghasilkan kesepakatan antara pemerintah dengan perusahaan pemegang KK yaitu :
Setuju seluruhnya dan siap ditandatangani : 2 perusahaan; Setuju sebagian : 30 perusahaan;
Belum setuju seluruhnya : 5 perusahaan. Sedangkan dengan perusahaan pemegang PKP2B
yaitu : Setuju seluruhnya dan siap ditandatangani : 9 perusahaan;Setuju sebagian : 65
perusahaan.
Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Pertambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Pertambangan Mineral dan Batubara ternyata masih dianggap kurang berkeadilan,
berkesimbangan, dan kurang memiliki kepastian hukum. Beberapa hal aturan pokok yang
direvisi antara lain : Tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan, Tentang Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP), Tentang Divestasi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
4.
Energi dan Ketenagalistrikan
Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap I dan II
(Fast Track Program, FTP I dan II) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi
kekurangan pasokan tenaga listrik guna menopang kegiatan ekonomi sehingga pertumbuhan
ekonomi tetap dapat dipertahankan.
Program 10.000 MW Tahap I (FTP I) terdiri dari 35 proyek (total kapasitas 9.911 MW),
dengan rincian Indonesia bagian Barat sebanyak 11 Proyek (1.586 MW), Indonesia bagian
Timur sebanyak 14 proyek (835 MW), dan Jawa-Bali sebanyak 10 proyek (7.490 MW). Dari ke35 proyek FTP I, sampai dengan Oktober 2012 telah terealisasi/terlaksana pembangunan- nya
sebesar 4.450 atau 45%, dan pada bulan November dan Desember 2012 realisasinya akan
58
bertambah sebesar 421 MW. Direncanakan, realisasi program FTP I akan ber-tambah sebesar
3.269,5 MW pada 2013, dan sebesar 1.736,5 MW pada 2014. Proyek FTP I yang sudah
beroperasi adalah sebanyak 6 proyek di Jawa-Bali. Kemudian, proyek 10.000 MW / FTP I yang
ditargetkan beroperasi komersial pada November 2012-Desember 2012 adalah sebanyak 7
proyek (421 MW), berlokasi di Indonesia bagian Barat (114 MW) dan Indonesia bagian Timur
(307 MW),
Program 10.000 MW Tahap II (FTP II) terdiri dari 98 proyek (total kapasitas 10.047
MW), dengan rincian sebanyak 26 proyek (3.757 MW) dilaksanakan oleh PT PLN (Persero),
dan sebanyak 72 proyek (6.290 MW) dilaksanakan oleh Independent Power Producer (IPP).
Sumber energi yang digunakan pada program 10.000 MW Tahap II lebih banyak
menggunakan energi terbarukan, dengan rincian, panas bumi (49%), batubara (30%) tenaga
air (17%), PLTGB (3%), dan PLTG (1%). Sedangkan untuk program 10.000 MW Tahap I
keseluruhannya menggunakan batubara. Berbeda dengan program FTP I, program FTP II
dilaksanakan tidak hanya oleh PLN tetapi juga oleh sektor swasta (Independent Power
Producer/IPP).
Status Program 10.000 MW Tahap II sampai saat ini adalah : Proyek PLTGB Tanjung
Batu 8 MW yang direncanakan COD tahun 2013 dibatalkan, untuk dikeluarkan dari daftar
proyek FTP II – PLN), karena sistem Tanjung Batu (Pulau Kondur) akan dipasok dari Tanjung
Balai Karimun melalui kabel laut; Tiga proyek dengan total kapasitas 77 MW yaitu PLTU
Melak, PLTU Ketapang, dan PLTU Bau-bau berpotensi mengalami kemunduran jadwal COD
dari semula direncanakan pada 2013 mundur menjadi 2014 s.d. 2015; Dua proyek
Independent Power Producer (IPP) yaitu PLTU Nunukan 2x7 MW dibatalkan atau dikeluarkan
dari daftar proyek FTP II – IPP, karena sedang dibangun PLTMG Sembakung 8 MW bertahap
menjadi 18 MW dengan kabel laut, memanfaatkan sumber gas dari lapangan Sembakung dan
Sebuku Kaltim, dan satu lagi, PLTA Simpang Aur 23 MW total, proses pengadaan dihentikan
karena potensi air hasil FS tidak sesuai dengan keekonomian kapasitas yang diusulkan
pengembang; Tiga proyek IPP yaitu PLTU Tanjung Pinang 2x15 MW, PLTU Luwuk 2x10 MW,
dan PLTU Sumbawa 2x 10 MW diusulkan diubah dari proyek FTP II – IPP ke proyek FTP II –
PLN, dengan harapan proyek dapat selesai lebih cepat.
Tarif Tenaga Listrik
59
Tarif tenaga listrik (TTL) merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka
memasok kebutuhan energi listrik untuk masyarakat dengan harga yang wajar dan menjamin
kualitas yang baik dalam rangka menggerakkan roda perekono-mian Indonesia. TTL yang ada
saat ini tidak ekonomis yang berakibat membengkaknya beban APBN untuk subsidi listrik.
Masalahnya, biaya pokok produksi (BPP) listrik lebih besar dari harga penjualan
tenaga listrik. Di tengah keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberi subsidi, hal ini
akan berdampak pada berkurangnya alokasi anggaran untuk sektor lainnya, sehingga akan
menghambat pertumbuhan sektor yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan solusi atas masalah BPP listrik itu, telah dilakukan Rakor Menko
Perekonomian pada 23 Februari 2012 dengan hasil : disepakatinya rencana kenaikan tarif
dasar listrik (TDL) atau kenaikan TTL akan dilakukan secara bertahap, sesuai Road Map
kenaikan listrik.
Pemerintah berencana untuk melakukan penyesuaian TTL dengan kenaikan 15% pada
2013. Penyesuaian TTL tersebut telah dibahas dalam Rapat Kerja Menteri ESDM dengan
Komisi VII DPR-RI tentang Pembahasan dan Penetapan Asumsi Dasar Subsidi Listrik dalam
RUU APBN TA 2013 pada tanggal 17 September 2012.
Komisi VII DPR RI menyetujui usulan dari pemerintah mengenai subsidi sektor
kelistrikan sebesar Rp 78,63 triliun dengan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan pening-katan rasio elektrifikasi serta tidak
membebani kepada rakyat kecil yaitu para pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA. Dengan
kenaikan TTL sebesar 15%
pada 2013, dibutuhkan subsidi tahun berjalan sebesar Rp 78,63
triliun. Apabila tidak dinaikkan diperlukan Rp 93,52 triliun. Artinya, mendapat penghematan
anggaran sebesar Rp 14,89 triliun jika kenaikan TTL 15% dilakukan. Penerima
subsidi
terbesar adalah dua golongan, yaitu R1/450 VA dan R1/900 VA (total: 39.180.800 pelanggan) yang mencapai 53,1% (Rp 41,76 triliun) dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2013. Para
pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA berjumlah 40,8 juta atau 75% dari total pelanggan se
Indonesia. Untuk pelanggan I3 dan I4 tidak akan mengalami kenaikan lebih dari 15%;
5.
Extractive Industries Tranparency Initiative (EITI)
60
Perkembangan kegiatan EITI Indonesia saat ini berfokus pada penyusunan laporan
pertama dan mengomunikasikan transparansi industri ekstraktif ini seluas-luasnya kepada
pemangku kepentingan. Secara umum, kemajuan cukup baik meskipun diwarnai dengan
berbagai keterlambatan. Hal ini dapat dimaklumi karena pelaksanaan EITI ini memang baru
untuk pertama kalinya. Kegiatan seperti pengadaan serta administrasi menjadi perhatian
utama untuk mengejar kemajuan.
Salah satu bagian dari penyusunan laporan adalah mengumpulkan hasil isian formulir
pelaporan dari industri dan instansi pemerintah. Hingga saat ini, telah terkumpul sebanyak
126 formulir dari total 129 unit produksi migas dan pertambangan yang harus
mengumpulkan. Tiga yang tak mengembalikan terdiri dari 2 perusahaan timah yang telah
tutup dan 1 perusahaan IUP batubara di Kalimantan Timur. Di samping unit produksi, ada 27
mitra kontraktor migas (dari total 100) yang belum mengirim laporan.
Dari instansi Pemerintah Pusat, 5 dari 6 instansi telah mengembalikan laporannya,
yaitu (dahulu) BPMIGAS, Ditjen Migas, Ditjen Minerba, Ditjen Anggaran, dan Ditjen
Perimbangan Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang dalam proses mengisi
formulir pelaporan mereka. Hal ini karena data yang diisi oleh Ditjen Pajak tergantung pada
pengumpulan lembar otorisasi untuk membuka data pajak dari perusahaan mineral dan
batubara. Sebagian besar dari seluruh perusahaan wajib lapor telah memberikan lembar
otorisasi pada saat mengirimkan laporan, tetapi sebagian lagi tidak mengirimkan. Hingga saat
ini masih terdapat 6 perusahaan yang belum memberikan lembar otorisasi. Batas waktu
pengembalian lembar otorisasi yaitu 19 November 2012.
Bersamaan dengan kegiatan itu, dilaksanakan proses pengadaan rekonsiliator.
Rekonsiliator independen adalah salah satu syarat untuk memproduksi laporan yang
berkualitas. Proses ini telah dimulai sejak pertengahan tahun ini. Namun terjadi
keterlambatan di mana salah satu penyebab keterlambatan adalah surat persetujuan (NO
Objection Letter) dari Bank Dunia untuk setiap tahapan pengadaan yang berdampak pada
lambatnya proses administrasi. Pada saat ini proses pengadaan telah selesai dan telah
ditetapkan pemenangnya dan telah memulai pekerjaan penyusunan laporan rekonsiliasi.
Tahap berikutnya adalah validasi, validasi pada intinya adalah mekanisme evaluasi
dari pihak luar secara independen. Validasi ini dimaksudkan untuk memberikan penilaian
secara menyeluruh atas semua stakeholder mengenai apakah pelaksanaan EITI telah
61
konsisten dengan Prinsip dan Kriteria EITI. Laporan validasi akan berisi tentang pembelajaran
(lesson learned), informasi tentang permasalahan dan input yang dinyatakan oleh
stakeholder, dan rekomendasi untuk pelaksanaan EITI di masa depan.
Pelaksanaan validasi dilakukan oleh perusahaan Validator yaitu perusahaan yang
memiliki sertifikasi khusus yang dikeluarkan oleh Sekretariat Internasional EITI untuk
melakukan validasi. Validator akan diseleksi melalu proses lelang yang berlaku di Indonesia.
Pembiayaan berasal dari APBN dengan perkiraan biaya sebesar USD 70 ribu. Proses validasi
akan mengikuti persyaratan sesuai Peraturan EITI tahun 2011 yang dilakukan secara
konsultatif antara validator dengan Tim Pelaksana dan Dewan EITI.
Pada saat ini sedang proses pengadaan validator dan dijadwalkan selesai pada bulan
Februari 2013, sedang pelaksanaan validasi direncanakan dilaksanakan pada bulan Februari
hingga April 2013, di mana Laporan Validasi harus diserahkan kepada Dewan EITI pada bulan
April 2013.
62
c.
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Sasaran
Strategis
Indikator
Kinerja
Target
2012
Realisasi
Kinerja
%
Peningkatan
aksebilitas
dan
konektivitas
Pembangunan
fisik baru dan
peningkatan
kapasitas jalan
nasional
(termasuk jalan
tol dan jalan
strategis
nasional)
4.360 Km
2.813 km
65 %
Pembangunan
fisik baru
panjang jalur
kereta api
termasuk jalur
ganda
210 Km
291 km
139%
Persentase
rumah tangga
yang terlayani
broad band
(internet
berkecepatan
tinggi)
10%
11 km
110%
Ket
Data per Sept
2012
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk
mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting
sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur
seperti sarana transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Infrastruktur transportasi
berperan sebagai tulang punggung dalam proses produksi maupun dalam menunjang
mobilisasi manusia dan distribusi komoditi ekonomi dan ekspor. Sarana dan prasarana
lainnya seperti telekomunikasi, listrik, dan air juga merupakan elemen sangat penting dalam
proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri, dan pertanian.
63
Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,7
persen. Untuk mencapai target tersebut maka infrastruktur harus didorong agar bisa
menstimulasi iklim usaha dan tidak menimbulkan hambatan dalam distribusi barang,
diperkirakan sekitar Rp 1,400 trilliun dibutuhkan untuk investasi sektor infrastruktur selama
periode 2010-2014.
Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, yaitu terwujudnya implementasi program kerja utama dimana salah satunya
percepatan pembangunan infrastruktur, dimana pelaksanaannya telah dilakukan beberapa
kegiatan antara lain melalui kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Penataan Ruang.
Pada tahun 2012 telah ditetapkan 4 Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi yaitu Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat, sehingga total Perda
RTRW Propoinsi sebanyak 14 telah ditetapkan. Selanjutnya telah diselesaikannya 137 dari
total 398 RTRW Kabupaten dan 36 dari total 93 RTRW Kota. Masih ada 19 Provinsi, 196
Kabupaten dan 37 Kota yang belum menetapkan Perda RTRW.
Pada tahun 2012, dilakukan kegiatan paduserasi yang dilaksanakan dalam rangka
usulan perubahan kawasan hutan dan telah menyelesaikan kajian terpadu terhadap sepuluh
provinsi berikut yaitu: Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Dari
kesepuluh provinsi tersebut, baru Maluku Utara yang telah mendapatkan persetujuan
Substansi Kehutanan. Sementara Aceh dan Papua Barat masih dalam proses pembahasan dan
kajian tim terpadu.
Banyaknya persoalan kehutanan dalam proses penyelesaian Rencana Tata Ruang
Wilayah
(RTRW),
mengakibatkan
terhambat
proses
penyelesaian
Perda
RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota. Dalam rangka mempercepat penyelesain perda RTRW tersebut
maka pada tahun 2012 telah diselesaikan draft Mekanisme Percepatan Penyelesaian Perda
RTRW Propinsi terkait kehutanan (Holding Zone) berupa Raperpres
dan peraturan
pelaksanaannya berupa SKB Tiga Menteri (Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteria Dalam Negeri)
Regulasi Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional.
Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena
secara nasional berpengaruh sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan
64
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah di
dalamnya yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Di dalam PP No. 26/2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ditetapkan 76 KSN yang memiliki kepentingan
ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi
tinggi, serta pertahanan dan keamanan. KSN ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden. Hingga saat ini, telah ditetapkan 4 (empat) Perpres RTR KSN Perkotaan yaitu RTR
Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008), Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres
55/2011) dan Mebidangro (Perpres 62/2011). Sedangkan untuk Rencana Tata Ruang
Pulau/Kepulauan Pada tahun 2012 telah ditetapkan 3 Peraturan Presiden RTR Pulau, yaitu
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan,
Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Jawa-Bali
dan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau
Sumatera.
Selanjutnya,
telah
dilakukan
beberapa
pembahasan
Raperpres
KSN
dan
Pulau/Kepulauan di BKPRN, antara lain :Raperpres RTR KSN Taman Nasional Gunung Merapi;
Raperpres RTR KSN Danau Toba; Raperpres RTR KSN Kawasan Borobudur dan Sekitarnya;
Raperpres RTR KSN Perbatasan Kalimantan;Raperpres RTR KSN Perbatasan Maluku Utara dan
Papua Barat; Raperpres RTR KSN Perbatasan Papua; Raperpres RTR KSN Perbatasan Nusa
Tenggara Timur; Raperpres RTR KSN Perbatasan Maluku; Raperpres RTR Pulau Papua;
Raperpres RTR Pulau Nusa Tenggara; dan Raperpres RTR Kepulauan Maluku.
Terlaksananya Penyelesaian Konflik Rencana Pemanfaatan Ruang. Berdasarkan
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, maka dibentuk Kelompok Kerja Bidang Koordinasi
Penyelesaian Sengketa dan Konflik (Pokja IV BKPRN), yang bertugas membantu Tim Pelaksana
dalam koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik penataan ruang. Untuk itu, melalui
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Selaku Ketua Tim Pelaksana BKPRN No.
339/KPTS/M/2012 menunjuk Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan
Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua Pokja IV BKPRN. Pada
tahun 2012 ini telah dilakukan pembahasan konflik pemanfaatan ruang, yaitu :
65
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pengembangan Kawasan Perumahan,
Komersil dan Industri di Kecamatan Tigaraksa dan Balaraja Terkait Zone B6 dan P5 Perpres
No. 54 Tahun 2008 di Kabupaten Tangerang, Banten;
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pembangunan Kawasan Perumahan dan
Pariwisata Terkait Zona B6 dan P5 Perpres No. 54 Tahun 2008 di Kabupaten Tangerang,
Banten;
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Perubahan Rekomendasi Pemanfaatan
Ruang Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Terkait Regulasi Perpres No. 54 Tahun
2008 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat;
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pembangunan PLTU Di Taman Wisata
Alam Laut Daerah Ujungnegoro-Roban Terkait PP No. 26 Tahun 2008 di Kabupaten Batang,
Jawa Tengah;
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam RTRW Kabupaten Kebumen Sehubungan dengan
Pertanahan; dan Pembahasan Rencana Pembangunan Bali International Park (BIP).
Terlaksananya Koordinasi Kebijakan Pengembangan Wilayah. Kegiatan 3rd Steering
Committee dan Pengesahan Strategic Plan Jabodetabek Metropolitan Priority Area (MPA).
Pertemuan Steering Committee ke-3 dilaksanakan di Kota Tokyo pada bulan Oktober 2012
guna membahas dan menyepakati materi final yang meliputi isu-isu ekonomi, investasi dan
perdagangan yang menjadi kepentingan bersama. Disepakati pula adanya Strategic Plan dan
5 proyek flagship dalam pengembangan Jabodetabek MPA. Kesepakatan pembangunan
infrastruktur kawasan Jabodetabek adalah program MPA senilai Rp 410 T atau 3,4 T Yen,
dimana 55 persennya dibiayai oleh swasta dan sisanya akan dilakukan dengan skema Public
Private Partnership (PPP), APBN dan mekanisme lain. Dalam Program MPA Jabodetabek,
telah ditetapkan 45 Priority Projects, 17 Fast Track Projects dan 5 calon Flagship Project,
yaitu: Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) baik North South maupun East West; Development of
a New International Cilamaya Port; Pembangunan Third Runway Soekarno-Hatta
International Airport; Pengembangan New Academic Research Cluster dan Pembangunan
Sewerage System in DKI Jakarta.
Hasil pemantauan dan Evaluasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
(KPBPB) Batam dan Sabang.
66
Penyusunan RPP tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pelabuhan dan Bandar Udara
pada KPBPB Batam; penyusunan RPP Perubahan Wilayah KPBPB Batam; serta perencanaan
Batam menjadi logistic base industri migas. Beberapa point sebagai hasil kegiatan tersebut
adalah;
Sebelum usulan pengembangan wilayah disampaikan kepada Dewan Nasional, maka
beberapa hal yang perlu disiapkan antara lain; dukungan politik dari Pemkot, BP Batam dan
DPRD; investor kunci dan business plan; master plan; kajian-kajian yang pernah dikerjakan;
dan peta lokasi. Nantinya rapat Dewan Nasional akan menetapkan kebijakannya, jika diterima
oleh Dewan Nasional maka akan ditindak lanjuti ke Presiden ijin prakarsa untuk perubahan PP
No. 5 tahun 2011. Jika nantinya Presiden menyetujui akan ditindaklanjuti lagi sesuai dengan
mekanisme yang diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 mengenai Tata Cara Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Terkait penyusunan RPP Pelabuhan dan Bandara, Kantor Menko menjadi pemrakarsa
dan dengan demikian rumusannya akan dikoordinasikan dengan instansi terkait. RPP ini akan
tetap mengacu pada PP 47/2009 tentang kebandar udaraan dan PP 61/2009 terkait
kepelabuhanan serta UU 36/2000 tentang KPBPB.
Terkait Pengembangan Batam sebagai logistic base akan coba di koordinasikan
terkait usulan perubahan pada PMK 135/PMK.06/2009 pasal 5 yakni barang-barang yang
masuk batam belum bmn dan jika DPIL baru terhitung BMN.
KPBPB Sabang melakukan pengembangan mengacu pada business masterplan KPBPB
Sabang, dalam tahapan pembangunan infrastruktur. Total anggaran operasional BP KPBPB
Sabang bernilai Rp 392,2 M, dengan rincian 75% dari APBN dan 25% dari APBD Provinsi Aceh.
Kegiatan pembangunan infrastruktur pada tahun 2013 sedang difokuskan saat ini adalah
pembangunan pelabuhan di teluk Sabang dan infrastruktur pendukungnya seperti jalan akses
dan dermaga container. Pada bulan Desember 2012, telah ada tiga kapal pesiar yang singgah
di Sabang. Oleh karena itu sedang dipertimbangkan juga untuk mengembangkan industriindustri pariwisata serta pendukungnya. Sektor industri di kawasan Sabang hanya diberikan
alokasi lahan sebesar 5 Ha dengan prioritas utama adalah industri perikanan. Hal ini
dikarenakan untuk menjaga kawasan hutan di P. Weh sebagai kawasan hijau.
Sementara untuk capaian Sekretariat KP3EI Tahun 2012 meliputi : Sekretariat KP3EI
telah melakukan validasi/pemuktahiran data investasi sektor riil dan infrastruktur MP3EI
67
bersama Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja Konektivitas serta Tim Kerja Regulasi.
Berdasarkan kegiatan tersebut total investasi MP3EI mengalami peningkatan dari Rp. 4.012
Trilliun menjadi Rp. 4.934Triliun yang terdiri dari atas investasi sektor riil sebesar Rp. 2.557,5
Triliun, investasi pengembangan konektivitas/infrastruktur sebesar Rp.2.372,9 Triliun dan
investasi untuk SDM-IPTEK (biaya pelatihan) sebesar RP. 4.4 Triliun.
Untuk mempermudah faslitias penyediaan
enabler dalam rangka percepatan
realisasi realisasi sektor riil, Sekretariat KP3EI telah mengembangkan Kawasan Perhatian
Investasi (KPI) yang tersebar di seluruh Koridor Ekonomi. Berdasarkan kegiatan tersebut,
telah diindikasikan sebanyak 151 KPI yang tersebar di seluruh Koridor Ekonomi dan 81 KPI
diantaranya adalah KPI Prioritas. Total investasi pada KPI prioritas mencapai 69% dari total
seluruh investasi MP3EI.
Sekretariat KP3EI dan Tim Kerja Koridor Ekonomi telah menyusun rencana aksi yang
berisi detail kegiatan yang akan dilakukan oleh K/L terkait upaya untuk menyelesaikan
masalah yang ada guna mempercepat realisasi investasi sektor riil maupun pembangunan
infrastruktur. Pelaksanaan dari rencana aksi akan di-monitor dan difasilitasi secara terus
menerus oleh KP3EI.
Rencana aksi tersebut juga akan memuat langkah-langkah dalam proses penyusunan
ataupun revisi terhadap beberapa peraturan, yang terdiri dari 3 UU, 21 Peraturan Pemerintah
(PP), 21 Peraturan Presiden (Perpres), 1 Keputusan Presiden (Keppres), 1 Inpres dan 10
Peraturan Menteri atau Kepala Badan.
Pelaksanaan Groundbreaking proyek investasi sektor riil dan pembangunan
infrastruktur hingga Desember 2012 telah mencapai Rp. 624 Triliun (184 proyek) dengan
rincian Rp. 412 Triliun (111 Proyek) untuk Groundbreaking tahun 2011 dan Rp. 212 Triliun (73
proyek) untuk Groundbreaking tahun 2012.
Penyelesaian permasalahan transportasi perkotaan tidak dapat dilakukan secara
sektoral namun harus terintegrasi dalam rencana tata ruang untuk menjamin keberlanjutan
68
pengembangan kawasan perkotaan itu sendiri. Untuk itu telah diselenggarakan FGD di
Bandung, Makassar, Denpasar, dan Medan dengan maksud menyediakan sarana bagi semua
pihak untuk saling bertukar ide dan merumuskan rencana tindak lanjut ke depan dalam
rangka percepatan perbaikan sistem dan jaringan transportasi perkotaan.
Pembentukan OTJ dan penyusunan RITPJ merupakan bagian dari 20 Langkah
Penanganan Transportasi Jabodetabek. RPerpres OTJ dan RITPJ telah disampaikan kepada
Presiden dan hingga kini masih dilaksanakan kegiatan koordinasi dan harmonisasi dengan
berbagai Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah terkait untuk dapat mempercepat
penetapannya.
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa sampai dengan November
2012 sudah mencapai 65 %..
MRT Jakarta akan dibangun sepanjang 110.8 km, yang terdiri dari Koridor SelatanUtara (Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23.8 km dan Koridor Timur-Barat
sepanjang 87 km. Pembangunan MRT dimulai dengan Koridor Selatan-Utara tahap pertama,
yaitu jalur Lebak Bulus-Bundaran HI. Pembangunannya sampai saat ini belum dapat
dilaksanakan karena masih dilakukan pembahasan terkait komposisi pembebanan pinjaman
antara Pempus dan Pemprov DKI Jakarta. Untuk MRT Koridor Timur-Barat masih dalam tahap
kajian skema pembiayaan dan pemilihan financial arrangement antara Pempus dan Pemda
dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait.
Perpres 53/2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis
Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta
Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, terbit pada bulan
Maret 2012. Kemudian pada tanggal 28 Desember 2012, ditetapkan Permenhub Nomor PM
67/2012 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan dan Pengoperasian Prasarana
Perkeretaapian Milik Negara, sebagai pedoman dalam perhitungan IMO.
Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penugasan Kepada PT
Pelindo II (Persero) untuk membangun dan mengoperasikan Terminal Kalibaru Pelabuhan
Tanjung Priok. PT Pelindo II (Persero) telah melakukan lelang konstruksi yang dimenangkan
oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero). Saat ini PT Pelindo II (Persero) sedang
menunggu izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup agar ground breaking dapat
dilaksanakan.
69
Peraturan Presiden RI Nomor 02 Tahun 2012 tentang Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) ditandatangani oleh Presiden RI tanggal 5 Januari 2012. Dalam
melaksanakan tugasnya, KNKT dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan. Untuk
melanjutkan proses pembentukan panitia KNKT, maka telah ditandatangani Keputusan
Presiden RI Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Anggota
Keselamatan Transportasi. Sampai saat ini telah terdapat draft nama calon anggota Komite
Nasional Keselamatan Transportasi tetapi belum disahkan.
Pembahasan mengenai RPP Pengelolaan Pelabuhan Batam dan RPP Pengelolaan
Bandara Batam, telah disampaikan berupa Surat Menko Perekonomian kepada Presiden
untuk izin prakarsa.
Perkembangan sampai akhir 2012, diputuskan beberapa hal terkait permasalahan
pembangunan KSISS ini. Keputusan yang diambil tersebut antara lain adalah Pembangunan
KSISS akan tetap dilanjutkan, dan tetap terintegrasi dengan Kawasan, Pembangunan tidak
menggunakan APBN dan Inisiator harus dilibatkan dalam pembahasan-pembahasan yang
dilakukan FS harus segera dilaksanakan. Jika semua permasalahan dapat diselesaikan pada
akhir 2012 ini, maka FS harus sudah mulai dilaksanakan pada awal 2013.
Terlaksananya koordinasi terkait kerjasama Indonesia-China. Untuk mendukung
kerjasama tersebut, maka dibentuklah Working Group on Indonesia-China Economic Trade
Five Year Cooperation Plan. Untuk itu dilakukan pembahasan Teknis Draft The Outline of Five
Year Economic and Trade Cooperation Program Between Indonesia-China.
Terlaksananya koordinasi terkait kerjasama Indonesia-Korea. Working Group on
Construction and Infrastructur adalah bentukan dari Joint Task Force. Working Group
membahas langkah-langkah untuk memfasilitasi proyek-proyek kerjasama yang sedang
berlangsung dan proyek-proyek baru yang diusulkan.
70
d. Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Sasaran
Strategis
Perbaikan
Iklim
Investasi
dan Iklim
Usaha
(perbaikan
peringkat
penilaian
investasi)
Indikator
Kinerja
Meningkatnya
jumlah daerah
yang
membentuk
lembaga PTSP
Meningkatnya
jumlah daerah
yang
mendelegasikan
kewenangannya
kepada
lembaga PTSP,
khususnya
untuk
penyelesaian
perizinan
memulai
usaha/starting
business di
daerah DKI dan
Batam yang
menjadi tujuan
investasi
Meningkatnya
jumlah PTSP
didaerah yang
dapat
melakukan
proses
penyelesaian
perizinan
Target
2012
Realisasi
2012
Kinerja
%
Ket
477 di Provinsi,
Kabupaten dan
kota
468 di
Provinsi,
Kabupaten
dan kota
98
-
2
1
50%
- Untuk di DKI
Jakarta
pelimpahan
kewenangan
terkendala
karena adanya
Perda yang
memberikan
kewenangan
kepada dinasdinas sehingga
pelimpahan
kewenangan
oleh Gubernur
tidak dapat
dilakukan
- Untuk kota
Batam
pelimpahan
kewenangan
terkendala
karena adanya
proses perizinan
yang dilakukan
oleh Badan
Pengusahaan
Kawasan Batam
dan Kota Batam
17 hari
>17
50%
Belum
terlaksananya
proses perizinan
memulai
usaha/starting
business dalam
waktu 17 hari
karena: (a)
71
memulai
usaha/starting
business bidang
investasi sesuai
kesepakatan 4
(empat)
Menteri dan
Kepala BKPM
selama 17 hari
kerja
Meningkatnya
peringkat Doing
Business
Indonesia pada
tahun 2013
pada peringkat
dibawah 100
masih banyak
kewenangan
yang belum
didelegasikan
kepada PTSP
sehingga proses
perizinan tidak
dapat dilakukan
secara
terintegrasi satu
tempat
pelayanan; (b)
adanya salah
satu komponen
perizinan
memulai
usaha/starting
business terkait
dengan izin
tenaga kerja
yang seharusnya
tidak termasuk
dalam
komponen
dimaksud
75
129
58
Karena PTSP DKI
Jakarta yang
dijadikan
barometer oleh
IFC/World Bank
dalam
melakukan
survey
pemeringkatan
pelayanan
perizinan masih
belum sesuai
dengan target
waktu 17 hari
dan biaya
perizinan masih
mahal
Dalam rangka terwujudnya implementasi program kerja utama Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, dimana salah satunya adalah Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim
Usaha, telah dilakukan evaluasi dan analisis terhadap capaian kinerja sebagai berikut :
72
1) Meningkatnya jumlah daerah yang membentuk lembaga PTSP dari target sebanyak 477
lembaga di Provinsi dan Kapupaten/kota telah tercapai sebayak 468 lembaga di Provinsi, dan
Kabupaten/Kota karena ada beberapa Kapupaten/kota yang belum membentuk lembaga
PTSP.
2) Meningkatnya jumlah daerah yang mendelegasikan kewenangannya kepada lembaga PTSP,
khususnya DKI Jakarta dan Batam, kedua wilayah tersebut belum dapat dilaksanakan secara
optimal, karena untuk DKI Jakarta pelimpahan kewenangan terkendala karena adanya Perda
yang memberikan kewenangan kepada dinas-dinas sehingga pelimpahan kewenangan oleh
Gumernur tidak dapat dilakukan.
3) Berkurangnya jumlah hari dalam pengurusan perijinan memulai usaha/starting business
paling lama 17 hari kerja, namun dalam pelaksanaannya masih banyak yang diatas 17 hari
kerja, belum terealisasinya starting business paling lama 17 hari kerja. Karena:
a. masih banyak kewenangan yang belum didlegasikan kepada PTSP sehingga proses
perizinan tidak dapat dilakukan secara terintegrasidatu tempat pelayanan;
b. adanya salah satu komponen perizinan memulai business terkait dengan izin tenaga
kerja yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen dimaksud.
4) Meningkatnya Doing Business Indonesia pada tahun 2013 dibawah peringkat 100 atau target
pada posisi 75, namun ternyata peringkat doing business pada tahun 2012 menurun dari 126
menjadi peringkat 129, karena PTSP DKI yang barometer oleh IFC/World Bank dalam
melakukan survey pemeringkatan pelayanan perizinan masih belum sesuai dengan target
waktu 17 hari dan biaya perizinan masih mahal
5) Untuk Rekomendasi kebijakan industri dan perdagangan yang terimplementasikan dengan
target capaian IKU 85%, dan realisasi capaiannya 83%, sehingga diperoleh capaian kinerja
98%, hal tersebut dikarenakan :
a. belum seluruhnya ada unit pengelola pada kementerian/lembaga yang telah
berintegrasi delam portal INSW, dimana dari 18 kementerian/lembaga baru 16
kementerian/lembaga yang telah ada unit pengelola portal INSW.
b. masih ada daerah-daerah yang belum mendelegasikan pengurusan izin kepada
lembaga PTSP yang telah dibentuknya dan masih lamanya proses memulai usaha/
starting bussiness di beberapa daerah
c. belum selesainya rancangan perubahan Perpres DNI dan belum terealisasinya
rencana investasi di beberapa daerah
6) Sedangkan untuk Indeks efektifitas pelaksanaan kebijakan dibidang industri dan
perdagangan, target capaian IKU 85%, dan dengan realisasi 82%, sehingga diperoleh capaian
kinerja yang dicapai 96%, hal tersebut dikarenakan :
73
a. Masih ada peraturan-peraturan tentang kebijakan dibidang industri dan perdagangan
yang belum dilaksanakan secara efektif.
b. Masih ada kebijakan daerah yang tumpang tindih dengan kebijakan pusat
7) Prosentase penyelesaian kasus-kasus dibidang industri dan perdagangan, target capaian IKU
85%, dan dengan realisasi 84%, sehingga diperoleh capaian kinerja 99%, hal tersebut
dikarenakan :
a. Masih lemahnya peraturan pendukung kebijakan di bidang industri dan perdagangan
b. Prosentase rekomendasi kebijakan logistik nasional yang terimplementasikan target 85%
dengan realisasi 85%, sehingga kinerja yang dicapai 100%, yaitu dengan ditetapkannya
Roadmap Sistem Logistik Nasional.
74
BAB IV
PENUTUP
Sebagai lembaga yang melaksanakan kebijakan di bidang perekonomian,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah memberikan kontribusi dalam
memajukan perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil penghitungan terhadap
capaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2012 terhadap sasaran strategis
terwujudnya implementasi program kerja utama, dengan nilai komposit indeks 87
(BAIK), meningkat 3.35 point dari tahun 2011.
Pada tahun 2011, hasil capaian kinerja terhadap komposit indeks dari
Ketahanan Pangan, Ketahanan Energi, Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan
Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha, berada pada nilai 83.65.
Pengukuran Capaian Target IKU tahun 2012, disamping dilakukan terhadap ke
empat indeks tersebut, juga dilakukan terhadap sasaran strategis lainnya, yaitu
Keselarasan pengelolaan Fiskal dan Moneter dan Meningkatnya peran Indonesia dalam
rangka kerjasama ekonomi luar negeri yang menunjukkan hasil yang BAIK.
Implementasi keberhasilan capaian Kinerja tersebut, merupakan capaian
outcome Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam melakukan tugas dan
fungsinnya sebagai lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi kebijakan di bidang
Perekonomian.
Sementara itu di tahun 2012 untuk pertama kalinya Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian mendapatkan predikat ” WTP tanpa catatan” dari BPK, setelah
selama beberapa tahun sebelumnya mendapat predikat WTP dalam Pengelolaan
Keuangan Negara.
75
Pada tahun 2012 pula, Kemenko Perekonomian telah menggunakan rencana
aksi yang merupakan rincian kegiatan dari setiap IKU untuk mempermudah pencapaian
target-target yang telah ditetapkan didalam PK pada masing-masing unit kerja.
Terhadap Capian Target IKU semesteran telah disampaikan kepada unit kerja Eselon I
untuk dijadikan pembanding, sehingga mendorong kompetisi kinerja kearah yang lebih
baik di masing-masing unit kerja.
Tantangan kedepan, diusahakan Kementerian Koordinator segera dapat
membangun sistem pengumpulan data kinerja online secara memadai, serta dapat
memakai evaluasi penilaian kinerja individu terkoneksi kedalam sistem karier,
perbaikan manajemen, dan remunerasi.
Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari
dukungan, kerjasama semua pihak dalam melakukan sinkronisasi dan koordinasi
perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian terus berbenah diri dalam rangka meningkatkan hasil evaluasi
Akuntabilitas Kinerja pada masa yang akan datang.
76
Download