PAPER PERAN PERTANIAN SEBAGAI KONTRIBUTOR GDP MATAKULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN Disusun Oleh Kelas: B Widya Setyoningrum 125040100111055 Yanuari Riska P. L. 125040101111107 Yenny Purdiawati N. 125040101111123 Aris Fitriyatul A. 125040101111135 Vini Zahrotul Fauziah 125040107111020 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 Peran Pertanian sebagai Kontributor GDP (Gross Domestic Product) a. Pendahuluan Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh Rumah Tangga Keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama satu tahun. Dalam ilmu ekonomi, pendapatan nasional merupakan konsep yang menarik untuk dipelajari. Setiap kegiatan ekonomi dalam suatu negara pasti berkaitan dengan pendapatan nasional. Tingkat perkembangan ekonomi suatu negara juga dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Usaha-usaha pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara pasti diarahkan untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan nasional. Manfaat utama yang diperoleh dari penghitungan pendapatan nasional adalah untuk mengetahui dan menelaah kondisi atau struktur perekonomian suatu negara, karena dari perhitungan pendapatan nasional kita dapat menggolongkan suatu negara sebagai negara industri, pertanian atau jasa. Dari hal itu pula, dapat ditentukan besarnya sektor-sektor industri, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Berdasarkan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia adalah negara pertanian atau agraris, sedangkan Amerika Serikat, negara-negara di Eropa dan Jepang adalah negara industri. Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia, meskipun dapat dikatakan merupakan suatu “sumbangsih nisbi” (relative contribution) sektor pertanian dalam perekonomian dimana diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk Produk Domestik Bruto atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil. Hal itu bukanlah berarti nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat dan peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia, yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan hingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya pada sektor pertanian. b. Pembahasan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. GDP dapat dihitung dari sisi pengeluaran agregat (Agregate Spending) pelaku ekonomi dalam suatu negara. Pengeluaran agregat ini sama dengan permintaan agregat karena konsekuensi dari permintaan adalah adanya pengeluaran oleh rumah tangga, investor, pemerintah dan eksportir untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran Agregat dapat dikelompokkan atas empat komponen, yaitu: 1. Pengeluaran Konsumsi, merupakan bagian terbesar dari permintaan agregat yaitu berupa permintaan dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsumsi ini memegang peranan penting dalam perekonomian menurut teori Keynesian karena akan menentukan output dan pendapatan masyarakat suatu negara. Kontribusi konsumsi terhadap pembentukan GDP di Indonesia diperkirakan sebesar 65% dari total GDP. Konsumsi dapat dibagi atas tiga kategori yaitu barang tanah lama (durable goods) seperti mobil, barang tidak tahan lama (nondurable goods) dan jasa (services). Dari sisi asal barang, maka barang dan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri terdiri dari barang produksi dalam negeri dan barang/jasa yang diproduksi oleh negara lain yang diimport ke Indonesia. Dalam penghitungan GDP, angka import ini harus dikeluarkan dari angka GDP. 2. Pengeluaran Pemerintah, adalah semua pengeluaran pemerintah yang diperlukan agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Pengeluaran pemerintah ini tercantum dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN). Barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah tidak dihitung nilai tambahnya (value added) seperti halnya pada barang konsumsi karena barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerinatah pada umumnya adalah gratis. Pengeluaran pemerintah seperti uang pensiun (transer of payment) tidak dihitung dalam GDP karena pengeluaran tersebut bukan merupakan pembelian terhadap barang atau jasa yang baru diproduksi. 3. Pengeluaran Investasi, adalah tambahan terhadap akumulasi modal (physical stock of capital) ditambah dengan perubahan persediaan (inventory changes). Tetapi transaksi saham tidak termasuk dalam penambahan stok modal. Jadi investasi adalah aktivitas yang bisa meningkatkan kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa di masa mendatang. Contohnya adalah pembelian barang investasi, peralatan dan pembangunan rumah baru. Sewa dari rumah tersebut dihitung sebagai konsumsi. 4. Permintaan Ekspor Bersih (Net Export), adalah net export yaitu selisih antara ekspor dan impor (X – M). Ekspor merupakan GDP dari dalam negeri karena merupakan barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri, tetapi tidak dikonsumsi di dalam negeri. Barang ekspor akan dibeli atau dikonsumsi oleh rumah tangga, investor, atau pemerintah negara asing sedangkan impor adalah barang yang diproduksi di luar negeri yang artinya adalah GDP negara asing. Dalam GDP yang dihitung adalah net export untuk menghindari penghitungan dua kali (double counting). Barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga, investor dan pemerintah tidak semuanya diproduksi di dalam negeri tetapi beberapa barang yang dibeli tersebut berasal dari luar negeri. Jadi, komponen pengeluaran agregat yang diuraikan di atas pengeluaran rumah tangga, investor dan pemerintah sebagiannya adalah barang yang diproduksi di luar negeri yang mana adalah GDP bagi negara asing atau bukan merupakan GDP Indonesia. Teori ekonomi pembangunan modern umumnya sepakat bahwa semakin berkembang suatu negara, maka akan semakin kecil kontribusi sektor pertanian atau sektor tradisional dalam PDB. Jika pendapatan meningkat, maka proporsi pengeluaran terhadap bahan makanan akan semakin menurun. Dalam istilah ekonomi, elastisitas permintaan terhadap makanan semakin kecil dari satu atau tidak elastis (inelastic). Karena fungsi sektor pertanian yang paling penting adalah untuk menyediakan bahan-bahan makanan, maka peningkatan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap barang-barang hasil industri dan jasa. Dengan sendirinya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB akan semakin kecil dengan semakin besarnya tingkat pendapatan pada sektor non-pertanian. Sebagai upaya untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam PDB, maka pemerintah harus mampu menciptakan integrasi kebijakan industrialisasi nasional yang berbasis pada pertanian. Kebijakan yang lebih memilih berpihak pada sektor industri dengan mengabaikan integrasi antara industri dan pertanian harus diubah. Pengambil kebijakan selama ini menganggap bahwa pembangunan adalah identik dengan pertumbuhan ekonomi sehingga kebijakan yang diambil juga, menurut Lypton dalam Momose (2001) adalah bias perkotaan yang dicirikan: 1) memprioritaskan industri daripada pertanian, 2) pengalokasian sumber daya yang lebih besar ke masyarakat kota daripada masyarakat desa. Sebagai negara agraris seharusnya sektor pertanian diprioritaskan lebih dulu, jika industrialisasi akan dilakukan. Keberhasilan sektor industri tergantung dari suatu pembangunan pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan ekonomi. Menurut rahardjo (1990), ada dua alasan mengapa sektor pertanian harus dibangun terlebih dahulu: 1. Barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat petani yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, maka pendapatan mereka perlu ditingkatkan melalui pembangunan pertanian 2. Industri juga membutuhkan bahan mentah yang berasal dari sektor pertanian dan karena itu produksi hasil pertanian menjadi basis bagi pertumbuhan industri itu sendiri Alasan kedua di atas dapat memberikan petunjuk bahwa industri yang cocok untuk negara agraris adalah industri yang berbasis pada pertanian atau agroindustri. Masingmasing industri harus mempunyai keterkaitan antara hulu sampai ke hilir. Kenyataan sekarang ini dari ketiga subsistem yang ada, yaitu hulu (penyedia sarana produksi), on farm (usahatani) dan hilir (pengolah hasil) dalam semua sub-sektor komoditi berjalan tersekat-sekat. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri dan memikirkan keuntungan sendiri. Sebagai pihak yang lemah petani sering menjadi objek eksploitasi dari subsistem hulu dan hilir. Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan ekspor, penyediaan tenaga kerja dan penyediaan pangan nasional. Selain sumbangan tersebut, sektor pertanian juga memiliki kontribusi dalam memperkuat keterkaitan antarindustri, konsumsi dan investasi. Hasil pembangunan pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, pada tahun 2004 telah menghasilkan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 4,1% dan 3,8% pada tahun 2005. Kemampuan sektor pertanian untuk menyerap tenaga kerja sebesar 40,6 juta dan 40,7 juta pada periode yang sama dan kontribusi terhadap PDB sebesar 15,4% di tahun 2004 dan 15,3% di tahun 2005. Khusus untuk sub-sektor perikanan, pada tahun 2003, memberikan kontribusi sebesar 2,5% dari PDB nasional, belum termasuk pengolahan produk perikanannya. Dalam tahun 2004 dan 2005 diperkirakan kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional naik masing-masing menjadi 2,7% dan 2,8%. Sumbangan terbesar pembangunan pertanian selama PJP I adalah tercapainya swasembada pangan, khususnya beras. Dari hal tersebut, Indonesia mampu mengekspor beras ke beberapa negara miskin sehingga dapat menambah devisa. Dampak nyata dari swasembada pangan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat, kualitas gizi, serta penghematan devisa negara. Selain itu, swasembada pangan juga telah meningkatkan kestabilan ekonomi nasional. Sumbangan sektor pertanian terhadap pembangunan dan devisa negara ditentukan oleh produktivitas dari sektor ini. Karena masih cukup besarnya sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat mempengaruhi produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Selain itu, rendahnya produktivitas di sektor pertanian akan memperdalam kesenjangan. Keadaan itu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kestabilan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup. Rendahnya produktivitas sektor pertanian, selain disebabkan oleh masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sektor ini, juga disebabkan oleh masih besarnya proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Sekitar 49% dari angkatan kerja bekerja di sektor pertanian. Padahal, pangsa produk domestik bruto pertanian dalam produk domestik bruto nasional hanyalah sekitar 22% pada tahun 1990. Apabila kondisi tersebut berlanjut, produktivitas sektor pertanian akan terus menurun. Demikian pula, kesenjangan produktivitas antara sektor pertanian dengan sektor lain terutama industri makin melebar. Permasalahan lain yang masih dihadapi adalah kemampuan sektor nonpertanian untuk menyerap tenaga kerja di pedesaan masih terbatas. Selain itu, kualitas tenaga kerja yang tersedia juga belum dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk dapat bekerja di sektor industri. Oleh karena itu, untuk dapat menuju tercapainya pertumbuhan sektor pertanian agar dapat memberikan sumbangan bagi devisa negara, tantangan pembangunan pertanian selanjutnya adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja di samping memperluas kesempatan kerja di sektor pertanian. Selama ini sektor pertanian merupakan penghasil devisa non-migas yang penting. Penerimaan devisa tersebut sebagian besar diperoleh dari ekspor komoditas tradisional seperti karet, kopi, teh dan komoditas perkebunan lainnya, sedangkan ekspor komoditas pertanian lain seperti produk perikanan dan peternakan baru mencapai tahap perkembangan awal. Terbukanya perekonomian nasional ke dalam situasi perdagangan internasional dengan persaingan yang makin ketat, disertai oleh perubahan yang makin cepat, merupakan permasalahan yang perlu diamati secara seksama. Dalam memasuki pasar dunia, permasalahannya terletak pada kemampuan meningkatkan daya saing atau keunggulan bersaing. Mengingat peningkatan daya saing di pasar internasional merupakan faktor utama untuk dapat meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor, tantangan dalam meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor hasil pertanian adalah meningkatkan daya saing komoditas ekspor yang dimiliki Indonesia. Hal itu berarti meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil pertanian Indonesia. Pembangunan pertanian menempati prioritas utama pembangunan dalam pembangunan ekonomi nasional. Karena itu, sektor pertanian merupakan sektor utama pembangunan ekonomi nasional. Dalam pendekatan perhitungan pendapatan nasional, sektor pertanian terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Selain sektor pertanian, terdapat delapan sektor ekonomi lainnya yang secara bersama menentukan besarnya pertumbuhan ekonomi bangsa melalui pendapatan domestik (GDP) dan pendapatan nasional (GNP). Kontribusinya melalui GDP, peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari peran sektor pertanian yang sangat luas, mencakup beberapa indikator antara lain: a) Pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar. Data Sakernas menunjukkan bahwa pada tahun 1997, dari sekitar 87 juta jumlah tenaga kerja yang bekerja, sekitar 36 juta diantaranya bekerja di sektor pertanian. b) Kedua, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. c) Ketiga, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. d) Keempat, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Pembangunan pertanian mencakup pemasaran dan perdagangan komoditas. Dalam sistem rantai agribisnis, pemasaran dan perdagangan komoditas pertanian sangat penting dalam menentukan nilai tambah produk. Dengan pemasaran baik di dalam maupun ke luar negeri maka harga dan nilai tambah pertanian yang diterima oleh petani produsen akan semakin tinggi. Sebaliknya, dengan adanya impor maka produk dalam negeri akan bersaing dalam merebut pasar domestik. Dengan produk domestik yang berdaya saing tinggi maka ekspor dapat dipacu dan akhirnya menghasilkan devisa bagi pembangunan. Namun dengan rendahnya daya saing maka barang impor akan masuk ke dalam negeri, dan devisa negara harus dibelanjakan ke luar negeri. e) Kelima, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian. Masih dalam suatu sistem rantai agribisnis, industri manufaktur (pengolahan) pertanian, baik yang mengolah komoditas pertanian maupun yang menghasilkan input pertanian menduduki tempat yang penting. Kegiatan industri manufaktur pertanian hanya bisa berjalan apabila memang ada kegiatan produksi yang sinergis. Dengan demikian kehadiran sektor pertanian adalah prasyarat bagi adanya sektor industri manufaktur pertanian yang berlanjut. f) Keenam, pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat dalam menciptakan titik temu antar sektor yang lebih efektif dari pada keterkaitan ke depan. Sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor dalam perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDB nasional. Nilai PDB dan kontribusi PDB setiap sektor perekonomian disajikan pada Tabel 1. Kontribusi PDB sektor pertanian termasuk perikanan dan kehutanan dalam lima tahun terakhir adalah sebesar (13-14%) dari nilai total PDB nasional. Angka tersebut relatif besar karena kontribusi sektor pertanian tersebut menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan (27-28%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (14-16%). Bahkan pada tahun 2008 menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Peranan tahun 2007 kontribusi sektor pertnian terhadap PDB sebesar (13,7%) dan meningkat menjadi (14,4%) pada tahun 2008. Begitu pula kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB mengalami peningkatan yaitu (27,1%) pada tahun 2007 menjadi (27,8%) pada tahun 2008. Apabila dilihat laju pertumbuhannya, dalam empat tahun terakhir PDB sektor pertnian selalu mengalami peningkatan dan tumbuh sebesar (4,77%) pada tahun 2008 (Tabel 2). Laju pertumbuhan berada di bawah sektor-sektor lainnya kecuali sektor pertmbangan dan penggalian yang hanya tumbuh sebesar (0,51%) dan Industri Pengolahan yang tumbuh (3,66%) di tahun 2008. Tabel 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Persen) Sumber: Berita Resmi Statistik No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 Peranan besar yang dimiliki sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB memberikan sinyal positif bagi Indonesia untuk lebih serius dan secara konsisten menerapkan revitalisasi pembangunan pertanian terutama dalam memecahkan masalah kemiskinan dan penggangguran. Revitalisasi pertanian memiliki tiga pilar pengertian, yaitu (Krisnamurthi, 2006): a. Sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian b. Bentuk rumusan harapan masa depan akan kondisi pertanian c. Sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan proses "revitalisasi pertanian" itu sendiri Peran revitalisasi pertanian tidak hanya sebatas membangun kesadaran pentingnya pertanian semata, tetapi juga terkait dengan adanya perubahan paradigma pola pikir masyarakat yang memandang pertanian tidak hanya sekedar bercocok tanam menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda (multiplier efect) yang besar terkait dengan adanya keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages) dengan sektor-sektor lainnya, terutama industri pengolahan dan jasa. Disamping itu, kontribusi sektor pertanian harus diartikan secara lebih luas, sebagai suatu kegiatan penciptaan nilai tambah mulai dari usahatani (kandang) hingga makanan yang tersaji di atas meja kita, from farm to table business. c. Kesimpulan Gross Domestic Bruto (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah produk, baik yang berupa barang maupun jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) ataupun barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan selama satu tahun. Pengeluaran GDP yang dilakukan oleh pelaku perekonomian dalam suatu negara antara lain adalah untuk pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi dan permintaan ekspor bersih. Saat ini, pemerintah belum mampu menciptakan integrasi kebijakan industrialisasi nasional yang berbasis pada pertanian. Kebijakan dari pemerintah hanya mengedepankan kepentingan di bidang idustri, sedangkan di bidang pertanian kurang begitu diperhatikan. Sebagai negara agraris, sudah seharusnya pertanian merupakan sektor utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Ada beberapa hal yang harus diingat, salah satunya yaitu bahwa hasil dari pertanian mendominasi dalam segi penyediaan bahan baku kegiatan industri yang ada. Keberhasilan sektor industri tergantung dari suatu pembangunan pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan ekonomi. Apabila ditilik lebih lanjut, sektor pertanian mempunyai peran besar dalam sumbangsih terhadap PDB, diantaranya yaitu sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja paling besar, sektor pertanian sebagai pemasok komoditas pangan dan serat, hasil dari sektor pertanian sebagai bahan baku industri dan bio energi serta sebagai komoditas ekspor. Maka, sudah saatnya pemerintah lebih melihat ke arah sektor pertanian untuk lebih memperhatikan kemajuannya sebagai pendongkrak sektor industri. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin Syam dan Saktyanu K. Dermoredjo. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI Ardra. 2013. Pengertian Gross Domestic Product Produk Domestik Bruto GDP. (online). http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014 Berita Resmi Statistik No.16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Daryanto, Arief. 2009. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Seminar Nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Faid. 2013. Pertanian Sebagai Sektor Unggulan. (online). http://faidzothman.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014