IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap pertumbuhan total bakteri anaerob dapat dilihat secara lengkap pada Ilustrasi 6. Pertumbuhan total bakteri (%) 120 Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob 100 99.66 98.83 83.97 81.84 80 61.59 60 77.4 74.61 65.64 68.81 Pengenceran 10^2 40 36.03 Pengenceran 10^3 29.99 Pengenceran 10^4 20 7.89 0 2 5 10 14 Hari ke- Ilustrasi 6. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Berdasarkan data di atas, pertumbuhan total bakteri anaerob pada pengenceran 10-2 dan 10-3terjadi penurunan sedangkan pengenceran 10-4 terjadi peningkatan mulai hari ke – 2 hingga hari ke – 5. Penurunan pada pengenceran 10 2 dan 10-3terjadi karena pemindahan bakteri dari suatu media ke media yang lain menyebabkan bakteri mengalami fase adaptasi untuk melakukan penyesuaian dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitar. Kondisi penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob tersebut sesuai dengan yang di kemukakan oleh Liang (2003) 32 menyebutkan bahwa perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam media baru. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena sel masih beradaptasi dengan lingkungan baru, dengan demikian dapat dipastikan enzim belum terbentuk. Jumlah sel pada fase ini mengalamipenenurunandengan variasi waktu tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar, media, lingkungan pertumbuhan, dan jumlah inokulum yang mempengaruhi lama adaptasi. Peningkatan total bakteri anaerob pada pengenceran 10 -4terjadi karena tingkat pengenceran yang tinggi sehingga total bakteri anaerob lebih sedikit dibandingkan dengan pengenceran 10 -2 dan 10-3 sehingga konsumsi nutrisi oleh bakteri anaerob tinggi. Peningkatan total bakteri dalam hasil analisis tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Middelbeek., dkk (1992) kecepatan pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhdengan kandungan nutrient dan kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada hari ke – 5 hingga hari ke – 10 total bakteri anaerob pengenceran 10-2 dan 10-3 mengalami peningkatan masing – masing dari 29,99% hingga 68,81% dan 7,89% hingga 99,66%. Hal tersebut terjadi karena fase pertumbuhan sudah masuk ke dalam fase logaritma atau eksponensial dimana sel membelah dengan laju yang konstan dengan massa menjadi dua kali lipat, sehingga aktivitas metabolik konstan dan keadaan pertumbuhan total bakteri anaerob seimbang (Pelczar, 1986). Pada pengenceran 10-2 total bakteri anaerob masih meningkat sampai hari ke-14 mencapai 77,4%. Pertumbuhan total bakteri anaerob mengalami penurunan dari hari ke – 10 hingga ke – 14, yaitu menjadi 74,61% untuk pengenceran 10-3 dan pengenceran 10 -4 hari ke - 5 hingga ke – 14 menurun dari 98,83% hingga 65,54%. Fase tersebut terjadi karena sel mati lebih cepat daripada 33 terbentuknya sel – sel baru sehingga laju kematian mengalami percepatan.Peritiwa itu terjadi karena semua sel mati dalam waktu 4 hari untuk pengenceran 10 -3 dan dalam waktu 9 hari untuk pengenceran 10 -4.Penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob pada pengenceran 10 -3 dan 10-4 sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pelczar (1986) bahwa penurunana atau kematian bakteri bergantung pada spesiesnya dan semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan. Kurva pertumbuhan bakteri diatas sesuai dengan yang dikemukakan Pelczar (1986) dimana pertumbuhan ditandai dengan peningkatan jumlah sel sedangkan kecepatan pertumbuhan bergantung pada lingkungan fisik dan kimianya.Pertumbuhan bakteri membentuk pola pembelahan biner.Pertumbuhan bakteri anaerob diamati dengan caraoptical density(OD) pada panjang gelombang 600 nm dengan alat spektrofotometer. Proses tumbuh bakteri menunjukan pertambahan sel yang meningkat. Banyak aspek yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan metabolisme bakteri, yaitu pH, media batubara subbitumonious sebagai sumber karbon, efisiensi degradasi substrat, temperatur, sintesis protein dan senyawa kompleks lain, dan pelepasan produk metabolisme dari dalam sel bakteri anaerob (Baily dan Ollis 1986). 34 4.2. Produksi Gas Metana dalam RekayasaGMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap produksi gas metana dapat dilihat secara lengkap pada Ilustrasi 7, 8 dan 9 dengan menggunakan GC-A14. Pengenceran Isolat Bakteri 10-2 Produksi Gas & Pertumbuhan Bakteri (%) 120 100 96.76 80 81.84 92.82 89.67 92.19 77.4 68.81 Gas CH4 60 40 40.21 29.99 Gas CO2 20 3.23 0.01 0 2 7.64 0.17 7.15 0.03 0.01 5 Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob 10 Gas N2O 14 Hari ke- Ilustrasi 7. Produksi Gas dalam Rekayasa GMB pada Pengenceran Isolat Bakteri 10-2 Berdasarkan data di atas, produksi gas metana meningkat hari ke – 2 hingga hari ke – 5 yaitu 3,23% sampai 40,21% yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob dan produksi gas karbondioksida yaitu 81,84% - 29,99% dan 96,76% - 89,67%. Peningkatan produksi gas metana dihasilkan dari reduksi karbon dioksidaolehhidrogen. Pada hari ke – 5 hingga hari ke – 10 produksi gas metana menurun mencapai 7,15% yang diikuti dengan peningkatan pertumbuhan total bakteri anaerob dan produksi gas karbon dioksida, yaitu mencapai 68,81% dan 92,82%. Peningkatan pertumbuhan total bakteri anaerob yang terjadi adalah bakteri nonmetanogenik sehingga produksi gas metana menurun dan peningkatan produksi gas karbon dioksida terjadi karena degradasi asam asetat dari tahap pengasaman langsung diubah menjadi karbon dioksida 35 tanpa adanya bantuan bakteri metanogen untuk memproduksi gas metana. Penurunan gas metana diikuti dengan peningkatan gas nitrogen oksida yaitu dari 0,01% hingga 0,03%, peningkatan pertumbuhan total bakteri anaerob yang terjadi adalah bakteri Bacillus denitrificans, Micrococus denitrificans, Pseudomonas stutzeni, dan Achromobacter.Pada hari ke – 10 hingga hari ke – 14 produksi gas metana meningkat, yaitu 7,15% hingga 7,64%, peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan pertumbuhan total bakteri anaerob 68,81% hingga 77,4% dan penurunan produksi gas karbon dioksida serta gas nitrogen oksida, yaitu 92,82% hingga 92,19% serta 0,03% hingga 0,17%. Peningkatan produksi gas metana terjadi karena dekarboksilasi asetat dan reduksi gas karbon dioksidaoleh hidrogen. Pengenceran Isolat Bakteri 10-3 Produksi Gas & Pertumbuhan Bakteri (%) 120 100 99.66 92.96 97.76 97.64 95.93 80 74.61 61.59 60 Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Gas CH4 40 Gas CO2 20 7.89 2.23 0.01 2.35 0.01 0 2 5 Gas N2O 7.01 0.03 10 4.05 0.02 14 Hari ke- Ilustrasi 8. Produksi Gas dalam Rekayasa GMB pada Pengenceran Isolat Bakteri 10-3 Berdasarkan data di atas, produksi gas metana berbanding lurus dengan pertumbuhan total bakteri anaerob. Pada hari ke – 2 sampai hari ke – 5 produksi gas metana menurun dari 2,35%sampai 2,23%, penurunan terjadi bersamaan dengan penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob dan peningkatan produksi gas karbon dioksida. Penurunan tersebut terjadi karena bakteri metanogen masih dalam fase adaptasi terhadap lingkungan atau media baru. Kemudian hari ke – 5 36 sampai hari ke – 10 produksi gas metana meningkat hingga mencapai 7,01%, produksi gas metana tersebut diikuti dengan meningkat pula pertumbuhan total bakteri anaerob metanogenik dan nonmetanogenik yang mencapai 99,66% dan penurunan produksi gas karbon dioksida, yaitu 97,76% sampai 92,96%. Peningkatan produksi gas metana ini terjadi karena dekarboksilasi asetat dan reduksi karbon dioksida oleh hydrogen.Kemudian fase penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob terjadi pada hari ke -10 menuju hari ke -14 dengan produksi gas metana 4,05%. Penurunan gas metana ini diikuti dengan penurunan pertumbuhan total bakteri anaerob dan peningkatan produksi gas karbon dioksida. Pengenceran Isolat Bakteri 10-4 Produksi Gas & Pertumbuhan Bakteri (%) 120 100 98.83 94.28 94.24 95.97 93.08 83.97 80 Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob 65.64 60 40 Gas CH4 Gas CO2 36.03 20 Gas N2O 5.74 0.02 0 2 6.88 0.04 5.71 0.02 5 10 4.01 0.02 14 Hari ke- Ilustrasi 9.Produksi Gas dalam Rekayasa GMB pada Pengenceran Isolat Bakteri 10-4 Berdasarkan data di atas, produksi gas metana menurun hari ke – 2 hingga hari ke – 5 yaitu 5,74% sampai 5,71% yang diikuti dengan peningkatan pertumbuhan total bakteri anaerob dan produksi gas karbon dioksida yaitu 36,03% - 98,83% dan 94,24% - 94,28%. Penurunan produksi gas metana terjadi karena penurunana pertumbuhan total bakteri metanogenik sehingga produksi gas metana menurun sedangkan pertumbuhan total bakteri anaerob yang terjadi adalah bakteri nonmetanogenik. Hari ke – 5 hingga hari ke – 10 produksi gas metana menngkat 37 dari 5,71% hingga 6,88% yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan total bakteri dan penurunan produksi gas karbon dioksida sehingga produksi gas metana ini dari hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen. Penurunan gas metana hari ke – 10 sampai ke – 14, yaitu 6,88% sampai 4,01% terjadi karena pertumbuhan total bakteri anaerob menurun dan produksi gas karbon dioksida meningkat. Produksi gas nitrogen oksida cenderung stabil di 0,02% tetapi pada hari ke – 10 mencapai 0,04% dan turun kembali ke 0,02%. Gas metana terbentuk dari hasil fermentasi secara anaerob, yaitu melalui proses perombakan polimer organik menjadi monomernya dengan bantuan mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Tahapan pembentukan biogas dari fermentasi anaerob terjadi dalam empat tahapan, yaitu hidrolisis, pengasaman, asetogenensis dan metanogenesis (Firdaus, 2007). Proses hidrolisis terjadi pada hari ke -2 sampai hari ke – 5 dimana proses penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana pada bahan biomassa. Kandungan biomassa yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lipid dipecah oleh mikroorganisme yang mengandung enzim amilase, protease, dan lipase (Ismawati, 2006). Proses pengasaman terjadi dengan adanya bakteri asetogenik (bakteri pembentk asam) dimana pada proses ini bakteriakan memecah struktur organik kompleks menjadi asam – asam lemak volatil (Volatile Fatty Acid) atau VFA (Firdaus, 2007). Fermentasi karbohidrat menghasilkan VFA sebagai produk utama untuk sumber energi sedangkan karbon untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan bakteri anaerob (Fujiati, 2008). Proses metanogenesis memanfaatkan peran bakteri metanogen untuk memproduksi gas metana dengan menggunakan asam yang terbentuk dari tahap pengasaman. Bakteri ini akan membentuk gas metana dan karbon dioksida dari gas hidrogen (Nijaguna, 2002). Pada tahap metanogenesis substrat berupa asam organik yang didekomposisi oleh bakteri metanogenik dan menghasilkan gas metana melalui dua jalan, yaitu jalan fermentasi asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida serta jalan kedua reduksi karbondioksida menjadi gas metana dengan menggunakan gas hidrogen atau asam format yang diproduksi oleh bakteri lain. (Campbell, 1983). 38 4.3. Pengaruh Isolat Bakteri Feses Sapi Potong dalam Rekayasa Produksi GMB dengan Media Batubara Subbituminous Gas metana merupakan gas yang diharapkan dari proses rekayasa GMB dengan memanfaatkan bakteri anaerob sebagai katalisator dalam mekanisme pembentukan gas metana batubara subbituminous. Berdasarkan analisis data, produksi gas metana dengan media batubara subbituminous untuk rekayasa produksi GMB dipengaruhioleh waktu inkubasi bakteri anaerob. Waktu inkubasi bakteri yang digunakan berdasarkan Ogimoto dan Imai (1981) selama 14 hari dengan waktu hari ke – 2, 5, 10, dan 14. Pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 isolat bakteri feses sapi potong dalam rekayasa produksi GMB dengan media batubara subbituminousmemproduksi gas metana dari hasil dekarboksilasi asetat dan reduksi karbon dioksida oleh hidrogen, di mana pertumbuhan total bakteri anaerob mulai menurun tetapi produksi karbon dioksida masih tinggi. Peningkatan produksi gas karbon dioksida masih dapat menghasilkan gas metana dengan cara reduksi gas karbn dioksida. Penambahan isolat bakteri ini bertujuan untuk menstimulasi populasi mikroorganisme indigenus batubara subbituminousdengan menambah nutrient dari media yang telah dibuat pada komposisi tertentu, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Beckmann dkk., (2011) bahwa bakteri metanogenik dapat diperkaya dengan penambahan nutrisi. Hal ini dapat digunakan untuk mengaktifkan kembali reservoir GMB yang mengalami penurunan produksi atau sudah tidak memproduksi. Pada pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4 menghasilkan produksi gas nitrogen oksida. Proses pembentukan gas metana oleh bakteri metanogen sangat dipengaruhi oleh sensitifitas lingkungan. Sifat bakteri metanogen adalah anaerob obligat yang pertumbuhannya akan terhambat oleh kandungan oksigen dan materi pereduksi seperti nitrit atau nitrat dapat menghambat bakteri metanogen (Campbell, 1983). Oleh karena itu, tiga pengenceran yang digunakan menghaslkan gas nitrogen oksida yang dapat menghambat produksi gas metana. 39 Isolat bakteri hasil pengenceran dapat tumbuh dalam batubara subbituminous dengan menggunakan komponen organik batubara sebagai substrat. Bakteri mendegradasi senyawa kompleks, senyawa hidrokarbon, dan campuran organik padat yang terkandung dalam batubara, sampai bakteri ini mampu memproduksi biogas (Strapoc dkk., 2008). Gas pada batubara terdiri dari campuran karbon monoksida, hidrogen, sedikit metana, karbon dioksida, dan sulfur.Mikroorganisme pada batubara subbituminous mampu mereaksikan gas karbon monoksida yang dikonversi menjadi asetat.Bakteri homoasetogenik dalam sumber batubara juga menggunakan hidrogen dan karbon dioksida yang dikonversi menjadi asetat.Asetat dari hasil fermentasi dan reaksi penggunaan konversi gas dapat diubah menjadi metana oleh bakteri metanogenik asetoklastik (Yanni 2015).