PATOGENESIS INFEKSI VIRUS DENGUE oleh Evisina Hanafiati Frans Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Email:[email protected] ABSTRAK Demam Dengue adalah penyakit disebabkan virus yang ditularkan oleh nyamuk.Penyakit ini menjadi endemik dan berpotensi menyebar ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dengue virus sebagai penyebab infeksi virus dengue memiliki variasi tampilan klinis mulai dari demam ringan (demam dengue) hingga manifestasi perdarahan yang fatal, hingga sindroma shock dengue (DSS). Pemahaman mengenai patogenesis virus dihalangi oleh terbatasnya model in vitro dan in vivo. Terdapat beberapa teori yang didukung oleh data epidemiologik dan laboratoris, namun teori tersebut tidaklah bersifat eksklusif. Kata kunci: Dengue, patogenesis, infeksi heterolog sekunder, antibodi perangkat tambahan tergantung, virulensi virus, mediator PATHOGENESIS OF DENGUE VIRUS INFECTION by Evisina Hanafiati Frans Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya Email: [email protected] ABSTRACT Dengue is the most widespread mosquito-borne human viral disease. The disease is now an endemic and make potentially outbreaks in all around the world, included in Indonesia. Dengue viruses cause Dengue infection, which ranges from mild febrile illness (Dengue Fever, DF) to fatal hemorrhagic manifestation (Dengue Hemorrhagic Fever, DHF), leading to shock syndrome (Dengue Shock Syndrome, DSS). The understanding of dengue virus pathogenesis has been hamppered by the lack of in vitro and in vivo models of disease.There are several theories that are supported by epidemiological and laboratory evidence, but are not mutually exclusive. Secondary heterologous infection theory, antibody dependent enhancement theory, virus virulence theory and mediator theory are frequently cited to explain the basis of DHF/DSS. Keywords: Dengue, pathogenesis, Secondary heterologous infection, antibody dependent enhancement, virus virulence, mediator PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara endemi Dengue dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari kasus Dengue dan hampir 80% kematian dengue dalam daerah Asia Tenggara (1132 kematian dari jumlah 1558 kematian dalam wilayah regional). Di Indonesia infeksi virus Dengue selalu dijumpai sepanjang tahun di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Perbedaan pola klinis kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun. Perubahan musim secara global, pola perilaku hidup bersih dan dinamika populasi masyarakat (adanya perang dunia, perkembangan kota yang pesat setelah perang dan dan mudahnya transportasi) berpengaruh terhadap kejadian penyakit infeksi virus Dengue. World Health Organization memperkirakan terjadi 50 juta kasus infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahun. Di Indonesia kasus pertama dengan pemeriksaan serologis dibuktikan pada tahun 1969 di Surabaya. Angka kematian karena infeksi virus Dengue menurun secara drastis dari 41,3% ditahun 1968 menjadi kurang dari 3% ditahun 1991, namun Sindroma Syok Dengue masih merupakan kegawatan yang sulit diatasi. Morbiditas dan mortalitas karena DBD/DSS yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan keadaan meteorologis. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), dan dengue shock syndrome. Terdapat berbagai teori yang terkait dengan patofisiologi infeksi virus Dengue seperti hipotesis (ADE), teori virulensi virus yang mendasarkan pola perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den4. Teori antigen-antibodi, yang mendasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3,C4,dan C5.Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepaskan mediator-mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lainlain. Diperkirakan berbagai mediator tersebut bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Teori Th1/Th2 pada infeksi memperkirakan adanya faktor genetik merupakan perkembangan teori yang menarik. Tetapi berbagai teori tersebut masih belum mampu menjelaskan imunopatogenesis infeksi virus Dengue ataupun membedakan dengan jelas kelompok klinis mana yang akan terjadi pada penderita, Demam Dengue, atau Demam Berdarah Dengue atau bahkan yang lebih fatal yaitu Sindroma Syok Dengue. Ini disebabkan kurangnya model invitro dan invivo penyakit infeksi virus dengue. ETIOLOGI: VIRUS DENGUE Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae. Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Nimmanitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotipe DEN-2 yang dominan.sedangkan di Indonesia paling banyak adalah DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan didominasi oleh virus DEN-2. Penelitian epidemiologik yang dilakukan oleh Aryati 2005, Fedik 2007 menemukan bahwa virus Den-2 adalah serotipe yang dominan di Surabaya. Studi epidemiologi (Yamanaka et al) tahun 2009 dan 2010 pada penderita Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan virus D1 genotype IV yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%. Virus Dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA (single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu unit protein yang dikelilingi diding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak.Genome virus Dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid (C) Membran (M) Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5). Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid hepar. VEKTOR PENULARAN VIRUS DENGUE Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor utama. Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus. PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi sel TSitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan. Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang meredam panas adalah TGF-β, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus yang asli. Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik. PATOFOSIOLOGI DBD Pada DBD dan DSS peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi primer.Hal ini akan mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus-kasus berat volume plasma menurun lebih dari 20% meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia. Lesi destruktif vaskuler yang nyata tidak terjadi. Terdapat tiga faktor yang menyebabakan perubahan hemostasis pada DBD dan DSS yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita dengue mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, serta koagulogram yang abnormal. Infeksi virus dengue mengakibatkan muncul respon imun humoral dan seluler, antara lain anti netralisasi, anti hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, mulai muncul pada infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadarnya telah meningkat. Pada hari kelima demam dapat ditemukan antibodi dalam darah, meningkat pada minggu pertama hingga minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.pada infeksi primer antibodi IgG meningkat pada hari ke-14 demam sedangkan pada infeksi sekunder kadar IgG meningkat pada hari kedua. Karenanya diagnosis infeksi primer ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari kelima sakit, sedangkan pada infeksi sekunder diagnosis dapat ditegakkan lebih dini. Pada infeksi primer antibodi netralisasi mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus dengue sehingga terjadi aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi virus menjadi lisis. Proses ini melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh dengan memiliki kekebalan terhadap serotipe virus yang sama. Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang berbeda, maka virus dengue tersebut akan berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh makrofag atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai reaksi terhadap infeksi.Kemudian limfosit TH-1 akan mengeluarkan substansi imunomodulator yaitu INFγ, IL-2, dan Colony Stimulating Factor (CSF). IFNγ akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNFα.Interleukin-1 (IL-1) memiliki efek pada sel endotel, membentuk prostaglandin, dan merangsang ekspresi intercelluler adhasion molecule 1 (ICAM 1). Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan beradhesi dengan sel endothel dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endothel lisis dan endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga endothel menjadi nekrosis dan mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan di permukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+ yang bersifat sitolitik sehingga menhancurkan semua sel yang mengandung virus dan akhirnya disekresikan IFNγ dan TNFα. PATOGENESIS Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organelorganel sel genom virus akan memulai membentuk komponen-komponen strukturalnya.setelah berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. Diagnosis pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan karena semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang menghasilkan “cross reaction” atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-membran atau preM.Glikoprotein E merupakan epitope penting karena: mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent Enhancement. Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu: a. Antbodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi infeksi virus. b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS Perubahan patofidiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2 teori yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan terhadap infeksi virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang terbentuk dapat menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang infeksius antara antibodi heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda. Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor Fc gama pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF α dan juga “Platelet Activating Factor” Selanjutnya dengan peranan TNFα akan terjadi kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endothel yang rusak, hal ini dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebosoranplasma dan perdarahan yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” sehingga sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF α juga PAF. Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Pada teori kedua (ADE) , terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection, serta limfosit T dan monosit. Teori ini menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Disamping kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan patofisiolog DBD, diantarnya adalah teori virus yang mendasarkan pada perbedaan keempat serotipe virus Dengue yang ditemukan berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Sedangkan teori antigen-antibodi mendasarkan pada kenyataan bahwa terjadi penurunan aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan C3, C4, dan C5. teori juga didukung dengan adanya pengaruh kompleks imun pada penderita DBD terhadap aktifitas komponen sistem imun. Penelitian oleh Azaredo El dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/DSS umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam patogenesis dan gambaran klinis DBD/DSS. Penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001 menyebutkan bahwa Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83.Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue ini sanggup memproduksi TNF-α dan IFN-γ namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-2. Oberholzer dkk, 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T. Pada infeksi fase akut terjadi penurunan populasi limfosit CD2+, CD4+, dan CD8+. Demikian pula juga didapati penurunan respon prroliferatif dari sel-sel mononuklear. Di dalam plasma pasien DBD/DSS terjadi peningkatan konsentrasi IFN-γ, TNF-α dan IL-10. peningkatan TNF-α berhubungan dengan manifestasi perdarahan sedangkan IL-10 berhubungan dengan penurunan trombosit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penekanan jumlah dan fungsi limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-α berperan penting dalam keparahan dan patogenesis DBD/DSS, dan meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan trombosit. Lei HY dkk, 2001 menyatakan bahwa infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endothel dan hepatosit yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis dan disfungsi dari sel-sel tersebut. Demikian pula sistem koagulasi dan fibrinolisis yang ikut teraktivasi. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya antibodi antitrombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebocoran plasma pada DBD/DSS merupakan akibat dari proses kompleks yang melibatkan aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptosis. Dugaan bahwa IL-8 berperan penting dalam kebocoran plasma dibuktikan secara invitro oleh Bosch dkk (2002) melalui kultur primer monosit manusia yang diinfeksi oleh virus DEN-2, diperkirakan hal ini disebabkan aktifasi dari NF-kappa 8. Penelitian dari Bethel dkk (1998) terhadap anak di vietnam dengan DBD dan DSS menyebutkan terjadi penurunan level IL-6 dan soluble intercelluler molecule-1 pada anak dengan DSS. Ini berarti ada kehilangan protein dalam sirkulasi karena kebocoran plasma. MEKANISME KEBOCORAN PLASMA Kebocoran plasma disebabkan oleh injury pada endotel akibat dari peran sitokin, kemokin komplemen, mediator inflamasi atapun karena infeksi virus dengue secara langsung. PERAN SITOKIN DAN KOMPLEMEN Sitokin adalah protein terlarut yang dihasilkan oleh sel-sel hematopoetik dan non hematopoetik dalam keadaan inflamasi ataupun infeksi. Sitokin berfungsi dalam proses imun, misalnya IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, TNFα dan IFNγ.IL-1, IL-6 dan TNFα adalah pirogen endogen yang akan merangsang demam di hipotalamus dan juga berfungsi sebagai vasoaktif sitokin yang meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh darah. Endotel juga akan menekspresikan ICAM 1, VCAM 1 dan P-Selectin, molekul adhesive yang menyebabkan ekstravasasi sel inflamasi. Pemaparan endotel dengan TNFα dapat menyebabkan apoptosis. TNFα dan IL-1 menstimulasi radang dengan mengaktivasi berbagai sel radang. TNFα, IL-1 dan IL-6 dapat menstimulus hepatosit menghasilkan acute phase protein. IL-1 mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah kapiler dan menginduksi endothel untuk memproduksi dan mensekresi IL-6 dan TNFα (King 2000). Ikatan virus dengue dengan antibodi heterolog akan mengaktifasi komplemen jalur klasik yang berakhir dengan dilepaskannya faktor C3a, C4a dan C5a yang disebut anafilatoksin. Anafilatoksin dan melepaskan histamin, serotonin dan Platelet Activating Factor (PAF). Histmin, serotonin dan PAF merangsang peningkatan permebilitas pembuluh darah, agregasi trombosit. Sel mast juga mensintesa asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, leukotrien dan tromboksan yang berperan dalam patogenesis DBD yang lebih parah. Pada infeksi virus dengue, endotel sebagai sel pelapis bagian dalam pembuluh darah dapat langsung terinfeksi oleh virus dengue. Respon yang terjadi adalah dengan disekresikannya sitokin antara lain IL-8 dan TNFά. Pemaparan endotel dengan TNFά dapat menyebabkan apoptosis. Inflammatory cytokines, mediator inflamasi, anafilatoksin dan kemokin menyebabkan endothel berkontraksi dan menyebabkan timbulnya celah pada pembuluh darah yang berakibat plasma keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Dengan adanya apoptosis endotel dan vasodilatasi maka plasma leakage semakin menghebat. Trombositopenia pada DD dan DBD melibatkan dua mekanisme utama, yaitu penurunan produksi dan peningkatan destruksi perifer atau peningkatan penggunaan. Penurunan produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada DBD yang lebih penting adalah mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan peningkatan penggunaan. Supresi sumsum tulang pada DBD mungkin mengenai tiga faktor utama, yang pertama cedera langsung pada sel progenitor hematopoetik. Kedua, infeksi sel stromal dan ketiga perubahan regulator dalam sumsum tulang. Supresi yang lebih berat telah diamati pada DSS, diikuti DBD dan DB. Nakoa dkk menunjukkan bahwa virus dengue tipe 4 dapat bereplikasi dalam sel mononuklear sumsum tulang. Replikasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi proliferasi dari BFU-E (Burst-forming unit erythroid) dan CFU-GM (Colony forming unit granulosit-makrofag). Murgur dkk 1997 menunjukkan secara invitro bahwa virus DEN-3 dapat menginfeksi cord blood mononuclear cell dan hal ini dapat mensupresi pertumbuhan sel progenitor pada kultur. Infeksi virus dengue juga bisa mengenai sel stromal sumsum tulang sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor homopoietik awal pada kultur. Selama infeksi dilepaskan sitokin diantaranya macrophage inflammatory protein-1α (MIP1a), IL6 dan IL-8. Berbagai sitokin tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor hemopotetik awal. Juga terjadi penurunan Stem Cell Factor (SCF) yang menyebabkan penurunan sel progenitor hemopoetik pada kultur. Infeksi virus dengue akan menginduksi MIP-1α dan MIP-1β. Proses ini terjadi pada myelomono cell line, pada peripheral blood mononuclear cells dan supresi sumsum tulang. Sitokin yang mensupresi haemopoesis dilepaskan ke dalam aliran darah pada fase awal demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-α), interleukins (IL-2, IL-6, IL-8) dan interferon (INF-α dan INF-γ). Parahnya kondisi klinis penderita infeksi virus dengue dan periode terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari kadar sitokin tersebut. Penurunan produksi di sumsum tulang atau perusakan di sistem monositmakrofag yang berlebihan akan berakhir dengan jumlah trombosit yang rendah. Konsekuansinya adalah terjadi pesmbesaran hati dan limpa Teori mutakhir tentang patogenesis DBD adalah teori Mimikri Molekuler yang menunjukkan adanya peran auto-antibodi pada infeksi virus dengue. Wiwanitkit mengamati bahwa nonstructural-1 protein (NS1) dari virus dengue yang merangsng antibodi memiliki epitop yang sama dengan fibrinogen dan integrin/protein adhesin pada trombosit. Kedua jenis protein tersebut memiliki hubungan filogenetik dengan NS-1. Reaksi silang yang terjadi antara antibodi dengan sel endotel akan menginduksi kerusakan yang berat. Aktivasi sel endotel inflamasi terjadi melalui faktor transkripsi NF-Kb-regulated pathway. Sitokin dan kemokin yang diproduksi yaitu IL-6, IL-8 dan MCP-1.Kemudian terjadi peningkatan ekspresi ICAM-1 dan kemampuan PBMC menempel pada endotel. Dan selanjutnya sel endotel akan mengalami apoptosis yang ditandai dengan terpaparnya fosfatidylserine pada permukaan sel dan fragmentasi DNA. Hal ini diamati oleh Lin.dkk (2002). Pada kasus Dengue Shock Syndrome, ditengarai ada mediator inflamasi yang berperan dalam kebocoran plasma. Inilah yang menjadi dasar teori Mediator dalam patogensis DBD. Diketahui beberapa sitokin yang beredar pada aliran darah penderita DBD yaitu TNFα, IL-1, 1L-6, IFN γ, IFNα, IL-2, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, dan beberapa mediator yang berfungsi sebagai kemokin antara lain IL-8, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Proteins-1), MIP-1α (Macrophage Inflammatory Protein1α), MIP-1β, RANTES (Regulated Upon Activation Normal T cell Express Sequence ) dan PF-4 (Platelet Factor-4) Keberadaan IL-8 yang tinggi dalam darah tepi, cairan ascites dan efusi pleura menjawab masalah kebocoran plasma dan perdarahan pada syok karena DBD. KESIMPULAN Patogenesis Demam Berdarah Dengue belum dapat sepenuhnya dimengerti, dikarenakan model penelitian in vitro dan in vivo tidak banyak tersedia untuk meneliti perkembangan dari Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue ataupun bahkan Dengue Shock Syndrome. Manifestasi yang berat pada Demam Berdarah Dengue dapat dijelaskan oleh teori ADE. Bagaimanapun juga tidak semua kasus DBD bisa dijelaskan oleh teori ADE. Perkembangan beberapa tahun terakhir yang melibatkan peran molekuler semakin mengarah kepada keterlibatan faktor virus dalam patogenesis DBD dan DSS. Begitu pula, tidak semua kasus DBD dapat dijelaskan hanya dengan teori virulensi virus saja. Antibodi Dependent Enhancement, virulensi virus dan teori-teori yang lain memiliki peran dalam tingkat keparahan infeksi virus dengue. Sehingga dapat dikatakan bahwa patogenesis DHF memiliki landasan yang multi faktorial. DAFTAR PUSTAKA Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update. Applied Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November 2010. halaman 11-45. Chaudry S, Swaminathan S, Khanna N.Viral Genetics as a Basis of Dengue Pathogenesis. Setiawan MW, Samsi TW, Wulur H, Sugianto D, Pool TN. Dengue haemorrhagic fever: ultrasound as an aid to predict the severity of the disease. Pediatric Radiology [serial on the internet].1997 Jan 15 [cited 1997 June 2].Available from:http://www.springerlink.com Wang WK, Chao DY. High Levels of Plasma Dengue Viral Load during Defervescence in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever: Implications for Pathogenesis.Virology (serial on the internet).2002 July 31 (cited 2003 Jan 31). Available from: www.sciencedirect.com/science?_ob=article Juffrie M, Van Der Meer GM, Hack CE, Hasnoot K, Sutaryo, Veerman AJP, Thijs LG et al. Inflammatory Mediators in Dengue Virus Infection in Children:Interleukin-8 and Its Relationship to Neutrophil Degranulation.Infection and Immunity (serial on the internet).1999 Nov 3 (cited 2000 Feb),p.702-707.Available from: iai.asm.org/cgi/reprint/68/2/702 SimmonsCP, Chau TNB, Thuy TT, Tuan MN, Hoang DM, Thien NT et al.Maternal Antibody and Viral Factors in The Pathogenesis of Dengue Virus in Infants. (cited 2007 August 1).Available from:www.exa.unne.edu.ar/bioquimica/immu noclinica/documentos/maternal_antibody.pdf