Rekomendasi Kebijakan - Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

advertisement
Rekomendasi Kebijakan
2013
DIPLOMASI INDONESIA - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DALAM FORUM REGIONAL FISHERIES MANAGEMENT ORGANIZATIONS (RFMOs)
Sasaran Rekomendasi:
Kebijakan yang terkait dengan prioritas nasional.
Ringkasan
Perkembangan perikanan tangkap dunia (khususnya T una, Tongkol, dan Cakalang/TTC) dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dan saat ini telah menunjukkan gejala tangkap lebih (over fishing)
di sebagian besar daerah penangkapan ikan, termasuk perairan Indonesia. Tingginya persaingan dagang
dunia, juga memunculkan perebutan sumber daya perikanan di wilayah tertentu dan maraknya praktek
kegiatan IUU Fishing. Kondisi ini menyebabkan pemerintah wajib mempertimbangkan keberadaan
RFMOs (IOTC, CCSBT, dan WCPFC) yang berada di wilayah laut Indonesia. Hasil identifikasi dan
pemetaan permasalahan terkait RFMO menunjukkan bahwa peran aktif wakil/duta perikanan Indonesia
(KKP) dalam forum RFMOs masih lemah dan belum mencapai target yang diharapkan. Pada sisi lain,
salah satu prioritas nasional pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan yang dinyatakan dalam bentuk
Indikator Kerja Utama adalah mewujudkan peningkatan ekspor produk perikanan (terutama komoditas
TTC). Oleh karena itu, hasil studi merekomendasikan perlunya kebijakan peningkatan kualitas diplomasi
Indonesia dalam forum RFMOs melalui: (1) pengiriman utusan perwakilan pemerintah (KKP) yang
kompeten serta berpengalaman dalam negosisasi; (2) penyediaan data dukung yang akurat dalam setiap
perundingan RFMOs, dan; (3) penerapan mekanisme sistem monitoring dan evaluasi secara berkala
terhadap kriteria utusan yang menjadi perwakilan Indonesia serta kinerja yang dicapai pada setiap forum
pertemuan RFMOs.
Latar Belakang:
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan (KP)
yang besar. Pengelolaan (pemanfaatan, pendayagunaan dan pengaturan) yang telah dilakukan adalah
pada subsektor perikanan; sedangkan subsektor kelautan sampai saat ini masih terbatas pada potensi
jasa kelautan, misalnya wisata bahari, pemanfaatan transportasi jasa jalur laut dan pemanfaatan jasa
lainnya. Pengelolaan potensi perikanan Indonesia terutama pada komoditas pelagis besar, pelagis kecil,
udang, serta potensi perikanan lainnya, sudah sejak lama dimanfaatkan, bahkan sebagian potensi
perikanan tersebut telah menunjukan gejala overfishing.. Pemanfaatan potensi perikanan tersebut,
dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian nasional, khususnya kesejahteran masyarakat (salah
satunya seperti indutrialisasi perikanan). Program industrialisasi perikanan tangkap, saat ini difokuskan
terhadap komoditas Tuna, Tongkol, dan Cakalang (TTC).
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
1
Rekomendasi Kebijakan
2013
Kegiatan penangkapan ikan tuna, tongkol dan cakalang secara regional telah diatur melalui
Regional Fisheries Management Organisations (RFMOs), dimana melalui ketentuan internasional
Fish Stock Agreement menegaskan bahwa organisasi ini merupakan mekanisme dan alat utama
dalam mengelola dan melindungi straddling fish stock dan highly migratory fish stock. Mengacu
pada hal tersebut, pengelolaan sumber daya perikanan dan antisipasi krisis perikanan global menuntut
pemerintah Indonesia menjadi bagian organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries
Management Organizations/RFMOs). Keikutsertaan Indonesia dalam RFMOs selaras dengan United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) Pasal 118, yang diratifikasi melalui UU No. 17
Tahun 1985, tentang Pengesahan UNCLOS 1982.
Pasal 118 UNCLOS 1982:
“Negara-negara harus melakukan kerja sama satu dengan lainnya dalam konservasi dan
pengelolaan sumber kekayaan hayati di daerah laut lepas. Negara-negara yang warga
negaranya melakukan eksploitasi sumber kekayaan hayati yang sama atau sumber kekayaan
hayati yang berlainan di daerah yang sama, harus mengadakan perundingan dengan tujuan
untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk konservasi sumber kekayaan hayati yang
bersangkutan. Mereka harus, menurut keperluan, bekerja sama untuk menetapkan organisasi
perikanan sub-regional atau regional untuk keperluan ini”.
Berdasarkan pasal tersebut, diketahui bahwa keanggotaan Indonesia pada RFMOs diatur oleh UU No. 45
Tahun 2009, tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004, tentang Perikanan, Pasal 10 ayat (2).
Ketentuan pasal ini menyatakan agar pemerintah turut aktif bekerja sama dalam keanggotaan
badan/lembaga/organisasi regional dan internasional, sebagai upaya mengelola perikanan secara
regional maupun internasional. Kebijakan yang diatur RFMOs, salah satunya berkaitan dengan kegiatan
penangkapan ikan yang dilakukan oleh negara bukan anggota pada kawasan pengelolaan.
Aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh negara bukan anggota diklasifikasikan sebagai illegal
fishing dan hasil tangkapannya terkena embargo. Keterlibatan Indonesia dalam RFMOs mempunyai
maksud untuk mengatasi hambatan non-tarif, yang berkenaan dengan ketentuan pemberlakuan sertifikasi
hasil penangkapan oleh Uni Eropa (efektif per 1 Januari 2010). Regulasi ini berfungsi untuk menjaga
kualitas dan membantu mencegah adanya praktek yang melanggar hukum. Indonesia sebagai anggota
RFMOs telah meratifikasi beberapa perjanjian pengelolaan perikanan, khususnya spesies ikan bernilai
ekonomis tinggi (seperti Tuna) di laut lepas. Ratifikasi dilakukan untuk mendapatkan kuota penangkapan
dan akses penjualan ke pasar internasional (negara anggota RFMOs). RFMOs telah memberikan hak
kepada Indonesia melalui KKP, untuk menentukan kebijakan strategis dan mengakses sumber daya ikan
di laut lepas.
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
2
Rekomendasi Kebijakan
2013
Wacana isu yang berkembang mengenai peran aktif wakil/duta Indonesia (KKP) dalam
berdiplomasi pada forum RFMOs, masih lemah dan belum dapat mencapai target yang diharapkan.
Pengelolaan perikanan yang dilakukan oleh Indonesia, membutuhkan kesiapan sumber daya manusia
dalam aplikasi dan pembuatan kebijakan yang mendukung pengelolaan perikanan secara lestari. Kondisi
tersebut menuntut adanya kehandalan bernegosiasi dan data yang komprehensif, agar keanggotaan
Indonesia mendapatkan manfaat yang optimal. Kecakapan bernegosiasi dalam koridor pengelolaan
perikanan, bisa menjadikan target keanggotaan Indonesia terwakili dan memenuhi syarat minimal yang
diinginkan (mengacu kepada potensi dan kondisi sumber daya perikanan).
Opsi Rekomendasi:
Berdasarkan pertimbangan hal di atas dan kajian oleh Koeshendrajana et al. (2013), opsi
rekomendasi yang perlu dilaksanakan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan adalah ‘memperkuat
diplomasi Indonesia dalam forum RFMOs’ terkait dengan:
(1) Pengiriman utusan perwakilan pemerintah (KKP) yang kompeten, serta berpengalaman dalam
negosiasi dan tidak bersifat adhoc;
(2) Penyediaan dukungan data sebagai bahan bagi utusan perwakilan pemerintah (KKP) pada setiap
pertemuan RFMOs, agar dapat memenuhi kuota penangkapan yang diharapkan dan kepentingan
yang diinginkan lainnya dapat tercapai; dan;
(3) Pembuatan mekanisme sistem evaluasi kinerja secara bekala dan melakukan penilaian terhadap
kriteria utusan yang menjadi wakil Indonesia (KKP) dalam setiap pertemuan RFMO s yang diikuti.
Dasar Pertimbangan Rekomendasi:
Politik luar negeri adalah politik untuk mencapai tujuan nasional dengan menggunakan segala
kekuasaan dan kemampuan yang ada. Politik luar negeri pada hakekatnya merupakan kebijaksanaan
yang perlu diambil oleh pemerintah Indonesia, dalam menjaga hubungannya dengan negara lain dan
organisasi Internasional di berbagai aspek kehidupan, demi tercapainya tujuan nasional. Pengertian
diplomasi secara sempit mencakup sarana serta mekanisme sementara politik luar negeri, menetapkan
tujuan, dan sasaran. Diplomasi dalam artian luas, mencakup teknik operasional untuk mencapai
kepentingan nasional di luar batas wilayah yuridiksi. Diplomasi yang dilakukan oleh utusan pemerintah
(KKP) pada forum pertemuan RFMOs, secara tidak langsung telah memberikan sumbangan terhadap
sistem hubungan internasional.
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
3
Rekomendasi Kebijakan
2013
Aspek penting yang terkait kewenangan suatu RFMOs, adalah besarnya kuota penangkapan
ikan dan peraturan penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, serta alokasi kuota pada setiap
anggota RFMOs. Penentuan alokasi kuota biasanya dilakukan dalam suatu pertemuan rutin (tahunan) dan
sering dijadikan arena perdebatan oleh para diplomat negara peserta. Perdebatan ini dapat terjadi, karena
setiap negara berkeinginan memperjuangkan kepentingan ekonominya untuk memperoleh kuota
tangkapan yang dianggap wajar. Peraturan penentuan jumlah tangkapan yang di butuhkan, dilakukan
dalam rangka menjaga ketertiban kawasan dan membangun keharmonisan diantara ketentuan regional
dan negara. Ketentuan tersebut mencakup penggunaan alat dan metode penangkapan ikan, musim yang
terbuka untuk penangkapan ikan, musim tidak boleh menangkap ikan, moratorium, serta pembatasan
ukuran ikan yang ditangkap.
Target untuk mendapatkan kuota dalam RFMOs, merupakan politik tingkat tinggi yang harus
diupayakan utusan Indonesia (KKP) melalui negosiasi intensif dengan sesama negara anggota. Kondisi
serta gambaran mengenai peran aktif duta Indonesia, khususnya KKP dalam forum RFMOs selama ini
yaitu: (1) diplomasi Indonesia masih lemah dalam mencapai target kuota penangkapan; (2) kurangnya
dukungan data dan informasi; (3) utusan yang dikirim bersifat adhoc; (4) belum adanya kajian dan
penilaian terhadap kriteria utusan yang menjadi wakil Indonesia. Menurut Shoelhi (2011), salah satu
bentuk diplomasi adalah persidangan terjadwal yang kerap dilaksanakan untuk menyampaikan
pandangan negara atas berbagai macam isu internasional.
Mengacu pada agenda tahunan RFMOs, ada beberapa pertemuan dalam bentuk kelompok kerja
yang harus diikuti, utamanya adalah terkait dengan aspek (Scientific Working Group)dan kepatuhan
penerapan komitmen yang disepakati (compliant). KKP melalui Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan
dan Konservasi Sumber daya Ikan (P4KSI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan (Balitbang-KP), sejak delapan tahun terakhir telah aktif mengikuti berbagai sidang pertemuan
ilmiah yang diadakan RFMOs. Berdasarkan informasi diketahui bahwa Indonesia (KKP, tidak mengikuti
semua pertemuan yang sudah diagendakan oleh RFMOs. Kondisi ini menunjukan indikasi kurang atau
tidakj adanya ketidakseriusan pemerintah (KKP) untuk mengambil manfaat yang optimal dengan
bergabung menjadi anggota RMFOs. Absennya Indonesia (KKP) dalam mengikuti seluruh pertemuan
yang diagendakan dikarenakan keterbatasan dana yang dimiliki (seharusnya bukan menjadi kendala dan
bisa dihindari). Kondisi ini diperparah oleh lemahnya kelompok kerja yang berperan dalam pelaporan
masalah kepatuhan serta negosiasi perhitungan kuota yang memungkinkan dapat diperoleh.
Pembuatan rencana yang profesional untuk menyikapi setiap pertemuan yang telah
diagendakan, merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi keterbatasan dana
tersebut. Wakil yang dikirim untuk melakukan pertemuan pada forum RFMOs, sudah seharusnya tidak
berganti-ganti personil. Menurut Friedman (2009), semakin besar kepentingan, semakin besar
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
4
Rekomendasi Kebijakan
2013
kecenderungan untuk mengerahkan kekuatan terhadap sebuah tujuan yang diinginkan. Harapan besar
yang diinginkan Indonesia sebagai anggota RFMOs dapat tidak tercapai, apabila personil yang diutus
selalu berganti-ganti. Berubah-ubahnya personil yang dikirim, menyebabkan materi dalam setiap
pertemuan RFMOs yang pernah diikuti sebelumnya tidak terekam dengan baik.
Pemilihan utusan pada setiap pertemuan RFMOs harus merupakan personil yang mempunyai
kepakaran handal serta berpengalaman dalam bernegoisiasi (menguasai materi dan didukung bahan data
yang komprehensif). Mengacu kepada hal tersebut, apabila Indonesia tidak memiliki sumber daya
manusia yang kompeten untuk mewakili pertemuan RFMOs, akan sangat sulit bagi pemerintah (KKP)
mencapai tujuan yang diharapkan. Keterlibatan Indonesia dalam RFMOs, bukan bertujuan untuk
pencitraan diri sebagai negara yang bertanggung jawab dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan
secara global. Tujuan Indonesia bergabung dengan RFMOs adalah untuk memfasilitasi warga negaranya
dalam mengakses sumber daya ikan di laut lepas (CCMRS–IPB, 2010).
Sampai saat ini ada 17 organisasi perikanan regional di dunia yang secara geografi mengatur
sekitar 91% wilayah pengelolaan perikanan perikanan yang ada, 5 diantaranya tergabung dalam RFMO
(Gambar 1) (Anonymous, 2013). Dalam hal ini, Indonesia secara formal terlibat di 3 organisasi terkait
dengan komoditas tuna, yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation
of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC).
Gambar 1. Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional Dalam Lingkup RFMOs
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
5
Rekomendasi Kebijakan
2013
Strategi Implementasi:
(1) Memilih utusan yang tetap (tidak berubah-ubah) dan mempunyai kapabilitas berbahasa yang
baik, serta memiliki kepakaran;
(2) Memperkuat data secara komprehensif, agar pencapaian target (catch limit) dapat terpenuhi;
(3) Melakukan kajian dan penilaian terhadap kriteria utusan yang menjadi wakil Indonesia;
(4) Membentuk lembaga tersendiri di bawah pengawasan Balitbang-KP, terutama dalam mendukung
pertemuan yang bersifat scientific committee.
Prakiraan Dampak Rekomendasi:
Prakiraan manfaat secara umum terkait dengan implementasi opsi rekomendasi kebijakan
adalah memperbaiki kinerja wakil/utusan diplomasi Indonesia (KKP). Manfaat secara khusus adalah
memberikan kebutuhan data yang komprehensif dan dukungan staf untuk wakil/duta pemerintah (KKP)
yang kompeten pada tataran kepentingan RFMOs. Hal ini dilakukan agar kinerja utusan diplomasi menjadi
lebih fokus dan terarah pada tujuan yang diharapkan. Melalui formulasi tersebut di atas, upaya
peningkatan kuota produksi dan ekpor tuna Indonesia diharapkan dapat ditingkatkan.
Penyusun Rekomendasi:
Sonny Koeshendrajana, Radityo Pramoda, dan Bayu Vita Indahyanti, Riesti Triyanti dan Akhmad Nurul
Hadi
Email: [email protected]
Daftar Referensi:
Anonymous. 2013. FAQ: What is a Regional Fishery Management Organization?
http://www.pewenvironment.org/ news-room/fact-sheets/faq-what-is-a-regional-fisherymanagement-organization-85899371934 di unduh 15 Desember 2013.
CCMRS–IPB. 2010. Diplomasi Perikanan di Laut Lepas. http://www.indomarine.or.id/ detailnews.php?Id=
124&page=artikel (dimuat di koran harian Sore Sinar Harapan, 7 November 2006). Tanggal akses:
4 Desember 2012.
Friedman, L.M. 2009. Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial. Nusa Media. Bandung.
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
6
Rekomendasi Kebijakan
2013
Koeshendrajana, S., T. Pr amoda, A.N. Hadi, B.V. Indahyanti, R. Triyanti, A. Solihin, A. Afriansyah dan C.
Wulandari. 2013. Kajian Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Meningkatkan Produksi Tuna.
Laporan Teknis (Tidak Dipublikasikan). Balai Besar Penelitian Sosial dan Ekonomi – Kelautan dan
Perikanan. Kementerian Keluatan dan Perikanan. Jakarta. 103 hal.
Shoelhi, M. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Simbiosa Rekataman Media. Bandung.
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982.
Ka ji an Aspek Hukum dan Manfaat RFMOs dalam Peningkatan Produksi Tuna
7
Download