ISBN: 978-602-1145-33-3 BIOMEDICAL SCIENCE Reseptor Serotip DEN-3 Pada Ovari Aedes Aegypti Imam Djamaluddin Mashoedi* *Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang *Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Coresponding Authors: Imam Djamaluddin Mashoedi Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Jln. Kaligawe KM 4 Semarang 50012 ph. (024) 6583584 fax. (024) 6594366, Email: [email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Insiden DBD di Provinsi Jawa Tengah masih tinggi. Penelitian DENV dari Aedes spesies belum banyak dilakukan. Propinsi Jawa Tengah khususnya Kota Semarang merupakan propinsi endemis DBD serta Kebutuhan terhadap upaya pengendalian vektor penular DBD. Tujuan : untuk mengetahui BM protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dan kejadian transovarial DENV pada Ae. aegypti. Metode Penelitian : Jenis penelitian laboratorik Explanative keberadaan dan karakteristik reseptor DENV pada ovarium nyamuk Ae. aegypti, yaitu suatu rancangan studi epidemiologi untuk menganalisis kejadian penularan transovarial dalam ovarium nyamuk Ae. aegypti. Hasilnya diamati, diukur dan dianalisis. Faktor risiko DENV merupakan faktor risiko yang di bawa subjek sejak masa infeksi. Penelitian ini mengidentifikasi subyek dengan efek (protein Ae. aegypti) dan mencari subyek kontrol (protein Culex spesies); kemudian diteliti faktor risiko (DENV) yang dapat menerangkan mengapa protein Ae. aegypti bisa sebagai reseptor DENV. Hasil : Lima tahun terakhir Kota Semarang sebagai daerah endemis DBD tertinggi di provinsi Jawa Tengah. Metode Western-Blott menghasilkan hasil yang berbeda kuantitas (p = 0,019 < 0,05) pada sampel dari daerah endemis DBD tinggi dan rendah, serta protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dari kedua daerah endemis kebetulan sama ber BM 81 kDa, milik serotip DEN-3. Simpulan : Karakteristik protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dari kedua daerah endemis tersebut adalah sama, yaitu milik serotip DEN-3. BM protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dari kedua daerah endemis DBD tersebut sama besar senilai 81 kDa. Kata kunci : DENV, endemisitas, protein reseptor, transovarian, Ae. aegypt PENDAHULUAN Insidensi dan prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) khususnya di Provinsi Jawa Tengah tergolong tinggi (endemis) (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, 2004; Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, 2012; Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012; Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012). Kondisinya diperberat lagi dengan ketidak mampuan manusia membasmi/ membunuh virus Dengue (DENV) sebagai penyebab, sehingga penanganan DBD beralih konsentrasinya dari tindakan anti DENV kepada pengendalian vektor (vektor kontrol) (World Health Organization, 2012). Ovarium adalah salah satu organ tubuh yang berfungsi memproduksi ovum sebagai sarana penerus generasi (Joshi et al., 1996). Penularan DBD yang terjadi alami pada vektornya antara lain secara transovarial. Protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti sangat berperan pada kejadian transovarial DENV karena melalui protein reseptor ovarium Ae. aegypti inilah berlangsung perluasan penyebaran penyakit DBD (Marquardt, 2004). Protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti belum sepenuhnya diketahui spesifikasinya, antara lain berapa Berat Molekulnya (BM). Upaya pengendalian vektor penular DBD terasa sangat dibutuhkan pada saat ini. Rumusan masalah yang timbul adalah (1) Apakah ada protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis DBD di Kota Semarang yang berperan pada penularan transovarial? (2) Apa karakteristik protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis DBD di Kota Semarang yang berperan pada penularan transovarial? Beberapa publikasi penilitian menunjukkan bahwa dalam tubuh Aedes spesies terdapat protein reseptor DENV di saluran cerna dan di kelenjar liur Ae. aegypti (Mercado-Curiel et al., 2006; Rohani et al., 2005; SalasBenito et al., 2007; Van-Mai, 2009; Wichit et al., 2011). Tujuan penelitian adalah (1) Membuktikan keberadaan protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis DBD Kota Semarang yang berperan pada penularan transovarial. (2) Membuktikan karakteristik protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti dalam peristiwa transovarial dari daerah endemis DBD Kota Semarang. 1 PROCEEDING BOOK “SCIENTIFIC ANNUAL MEETING Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI)” 2016 Berdasarkan rumusan masalah dan berlandaskan teori transovarial bahwa ada penularan DENV pada vektor Ae. aegypti secara transovarial, maka hipotesisnya adalah : (1) Ada protein ovarium nyamuk Ae. aegypti dari daerah endemis DBD di Kota Semarang diduga kuat sebagai reseptor DENV yang berperan pada penularan transovarial. (2) Ada karakteristik protein ovarium nyamuk Ae. aegypti dari daerah endemis DBD di Kota Semarang sebagai pemilik serotip DENV yang berperan pada penularan transovarial. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian laboratorik explanative, keberadaan dan karakteristik reseptor DENV pada ovarium nyamuk Ae. aegypti (Campbell & Stanley, 1996). Identifikasi virus dilakukan melalui pemeriksaan Immuno Histo Chemistry (IHC) menggunakan sampel caput Ae. aegypti, pemeriksaan Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada gel Agarosa 4% menggunakan sampel toraks Ae. aegypti untuk identifikasi DENV, pemeriksaan Sodium Dodecyl Sulfate-PolyAcrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) untuk identifikasi profil protein ovarium dan pemeriksaan Western-Blott (WB) pada ovarium Ae. aegypti untuk karakteristik BM protein reseptor dalam ukuran kilo dalton (kDa) serta melakukan modifikasi Western-Blott, yaitu dengan memberikan serotip DEN-3. Sampel diperoleh dari penangkaran telur di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang diperoleh dari kedua wilayah endemis DBD di Kota Semarang. Penangkaran dilakukan di bulan Oktober sampai Desember 2015. Masing-masing wilayah 15 Ae. aegypti betina sebanyak lima kali pemeriksaan IHC atau empat kali pengulangan 2 x 15 x 5 = 150 Ae. aegypti betina dewasa generasi F3 usia satu minggu tanpa oral infeksi. HASIL Hasil penelitian menunjukkan tingkat endemisitas Kota Semarang bernilai 35,42. Tabel 1. Wilayah endemis DBD Kota Semarang yang diteliti Tabel 1. menunjukkan tingkat endemis DBD tertinggi terdapat di wilayah Puskesmas Kedungmundu dengan nilai 76,39 dan tingkat endemis terendah terdapat di wilayah Puskesmas Karang Malang dengan nilai 2,07. Gambar 5.1. Peta wilayah puskesmas Kota Semarang: 1. Wilayah puskesmas Kedungmundu, 37. Wilayah puskesmas Karang Malang 2 ISBN: 978-602-1145-33-3 Tabel 2. Wilayah Puskesmas Kedungmundu sebagai daerah endemis tinggi DBD di Kota Semarang Tabel 3. Wilayah Puskesmas Karang Malang sebagai daerah endemis rendah DBD di Kota Semarang Pemeriksaan IHC : dari daerah endemis tinggi ada 19 (+) transovarial dan 56 (-) transovarial; dari daerah endemis rendah ada delapan (+) transovarial dan 67 (-) transovarial. Tabel 4. Data RT-PCR DENV pada toraks Ae. aegypti di wilayah endemis tinggi DBD puskesmas Kedungmundu dan wilayah endemis rendah DBD puskesmas Karang Malang Kota Semarang Pemeriksaan RT-PCR : dari daerah endemis tinggi didapat serotip DEN-4 dan DEN-1; dari daerah endemis rendah didapat serotip DEN-1 dan DEN-2. PROCEEDING BOOK “SCIENTIFIC ANNUAL MEETING Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI)” 2016 ISBN: 978-602-1145-33-3 Pemeriksaan SDS-PAGE : dari kedua daerah endemis tersebut didapat profil protein ovarium dengan BM 66 kDa, 69 kDa, 71 kDa, 81 kDa dan 91 kDa serta 94 kDa. Tabel 5. Data hasil pemeriksaan Western-Blot A1 : A2 : B1 : B2 : K : Pemberian DEN-3 ke 1, Protein reseptor ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis tinggi mengandung virus di beri serotip DEN-3, hasilnya (+) terjadi ikatan antar keduanya. Pemberian DEN-3 ke 2, Protein reseptor ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis tinggi tidak mengandung virus di beri serotip DEN-3, hasilnya (-) tidak terjadi ikatan antar keduanya. Pemberian DEN-3 ke 3, Protein reseptor ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis rendah mengandung virus di beri serotip DEN-3, hasilnya (+) terjadi ikatan antar keduanya. Pemberian DEN-3 ke 4, Protein reseptor ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis rendah tidak mengandung virus di beri serotip DEN-3 hasilnya (-) tidak terjadi ikatan antar keduanya. Pemberian DEN-3 ke 5, Protein reseptor ovarium Culex spesies di beri serotip DEN-3, hasilnya (-) tidak terjadi ikatan antar keduanya. PROCEEDING BOOK “SCIENTIFIC ANNUAL MEETING Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI)” 2016 6 ISBN: 978-602-1145-33-3 PROCEEDING BOOK “SCIENTIFIC ANNUAL MEETING Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI)” 2016 Pemeriksaan Western-Blott menghasil BM protein ovarium nyamuk Ae. aegypti betina dari ke dua daerah endemis DBD tersebut adalah sama, 81 kDa, merupakan milik serotip DEN-3. Uji Mann-Whitney Test menunjukkan ada perbedaan karakter yang bermakna antara protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dari kedua wilayah penelitian dalam hal kuantitas karena didapat nilai sebesar p = 0,019 < 0,05. Sembilan belas protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti didapatkan untuk daerah endemis tinggi dan delapan protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti untuk daerah endemis rendah. PEMBAHASAN Situasi akhir dari tahun ke tahun, peta distribusi wilayah endemis DBD Kota Semarang berubah-ubah, semakin meningkat. Data tahun 2004 wilayah endemis tinggi DBD Kota Semarang (> 10) ada 22 daerah, wilayah endemis sedang (4-10) ada 11 daerah dan wilayah endemis rendah (< 4) ada empat daerah. Data di tahun 2011 menunjukkan bahwa wilayah endemis tinggi DBD Kota Semarang ada 36 daerah, wilayah endemis sedang tidak ada dan wilayah endemis rendah ada satu daerah. Suatu perubahan data yang cukup mencolok berbeda. Distribusi kedua daerah endemis tinggi dan rendah, tidak homogen, masing-masing terletak saling berjauhan. Masing-masing daerah endemis mempunyai vektor DBD sendiri-sendiri. Fenomena distribusi daerah endemis DBD di Kota Semarang tidak homogen ini ada yang menyebabkan. Kota Semarang sebagai daerah Kota atau Kabupaten di Jawa Tengah dengan jumlah penderita DBD tertinggi dalam empat tahun terakir (2008-2011). Tahun 2011 berpenduduk 1.533.686 jiwa dengan 5.432 kasus DBD serta nilai endemisitas 35,4. Angka-angka ini menunjukkan belum berhasilnya manusia mengatasi kasus DBD, walaupun dinyatakan bahwa tatalaksana kasus DBD sudah dilakukan dengan baik, sesuai dan mengikuti kemajuan, serta perkembangan pengobatan terkini. Manusia belum mampu membasmi/memberantas DENV. Konsentrasi penanggulangan kasus DBD saat kini ditujukan kepada pengelolaan faktor environmen dengan baik agar faktor lingkungan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan DENV. Tindakkan konsentrasi pengobatan kepada bagaimana manusia hidup sehat tidak tertular BDB dan bagaimana mengelola vektor kontrol dengan baik. Semua upaya dan tindakan ini dalam memutus siklus hidup DENV. Penelitian ini membutuhkan sejumlah besar sampel Ae. aegypti betina dewasa usia satu minggu, butuh penangkaran yang lama dengan cara menangkar berulang-ulang, yang baru bisa terpenuhi pada penangkaran Ae. aegypti generasi F3. Kebutuhan jumlah sampel penelitian yang relatif ini mengakibatkan ketidak pastian ISBN: 978-602-1145-33-3 pengambilan sampel yang akan digunakan untuk penelitian pada generasi F ke berapa. Mengingat karakteristik Ae. aegypti dari setiap generasi menghasilkan hasil yang berbeda, dan mutasi dari virus yang terjadi di setiap saat, maka dimungkinkan pula perbedaan waktu pengambilan sampel ini menghasilkan hasil penelitian yang berbeda. Teori menyatakan terjadi infeksi transovarial. Ternyata tidak semua sampel penelitian dari daerah endemis DBD mengandung virus. Hasilnya ada sampel penelitian yang tidak mengalami penularan secara transovarial. Penggunaan nyamuk tangkar sebagai sampel penelitian dan tidak dilakukan oral infeksi, secara tidak langsung menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa ada penularan DBD secara transovarial pada vektor Ae. aegypti. Pemeriksan laboratorium dengan metode RT-PCR untuk mengidentifikasi dan karakterisasi Ae. aegypti yang mengandung dan yang tidak mengandung DENV RNA. Pemeriksaan dilakukan di thorax Ae. aegypti betina dewasa agar tidak mengganggu ovarium yang akan diperiksa dengan metoda Western-Blotting. Secara empiris dari beberapa dekade terakhir di Indonesia, dominasi serotip DENV adalah serotip DEN-3. Hasil yang didapat dari studi ini ternyata dominasi serotip DEN-4, diikuti oleh serotip DEN-1 dan DEN-2. Perbedaan ini terjadi karena (1) mutasi DENV dan (2) waktu kapan melakukan pengambilan sampel di daerah endemis DBD serta (3) pada generasi F berapa Ae. aegypti betina yang dijadikan penelitian. Berbeda minggu waktu pengambilan sampel dan berbeda generasi F berapa yang diteliti, dimungkinkan berbeda pula hasil dominasi serotipe DENV nya. Pemeriksaan SDS-PAGE didapat bermacam profil protein ovarium Ae. aegypti yang ternyata setelah dilakukan pemeriksaan Western-Blott, protein ovarium Ae. aegypti yang berperan sebagai reseptor DENV hanya ada satu yaitu yang mempunyai BM 81 kDa. Sampel penelitian wilayah endemis tinggi DBD yang mengandung virus (25,2 %) yaitu kelompok pemeriksaan I, III dan IV, sampel yang tidak mengandung virus (74,8 %) yaitu kelompok pemeriksaan II dan V. Fenomena ini sesuai dengan angka jumlah penderita DBD di puskesmas Kedungmundu sebanyak 741 penderita dari jumlah penduduk sebanyak 97.004 jiwa dengan angka endemisitas sebesar 76,39. Sampel penelitian wilayah endemis rendah DBD yang mengandung virus (10,6 %) yaitu kelompok pemeriksaan I, sampel yang tidak mengandung virus (89,3 %) yaitu wilayah kelompok pemeriksaan II, III dan IV serta V. Fenomena ini tidak sesuai dengan nilai jumlah penderita DBD di puskesmas Karang Malang sebanyak dua kasus dari jumlah penduduk sebanyak 9.663 jiwa dengan endemisitas sebesar 2,07. Hal ini karena ada determinan lain: 1. Penderita DBD di wilayah puskesmas Karang Malang adalah penderita DBD terinfeksi DENV yang virulensinya tidak cukup kuat mengalahkan pertahanan tubuh calon penderita, hal ini sesuai dengan teori patogenesis DBD “Teori Virulensi Virus (Rosen)”. 2. Penderita DBD di wilayah puskesmas Karang Malang adalah penderita DBD primer. Hal ini sesuai dengan teori patogenesis DBD “Teori Secondary Heterologous Infection” (infeksi sekunder oleh virus heterologus yang berurutan), bahwa pada infeksi DENV primer penderita tidak akan mengalami sakit, penderita baru akan sakit bila kemudian terkena infeksi DENV serotip lain. 3. Sampel penelitian menggunakan nyamuk tangkar generasi F3, mungkin pemeriksaan Western-Blott dilakukan pada Ae. aegypti yang tidak mengandung DENV. 4. Sampel yang diambil dari wilayah endemis DBD adalah Ae. aegypti steril. 5. Sebab-sebab lain yang belum diketahui. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya, bahwa tidak semua sampel Ae. aegypti dan telurnya mengandung DENV. Perlakuan menggunakan antigen serotip DEN-3. Hasil BM protein reseptor ovarium Ae. aegypti betina dari ke dua daerah endemis DBD adalah sama, tidak ada beda, yaitu 81 kDa. Reaksi antigen-antibodi hanya terjadi pada BM protein di band 81 kDa yang merupakan milik serotip DEN-3. Perlakuan menggunakan antibodi monoklonal tidak memunculkan band protein reseptor ovarium Ae. aegypti, sedang pada penggunaan antibodi poliklonal memunculkan band protein reseptor ovarium Ae. aegypti. Hasil protein ovarium Culex spesies betina sebagai kontrol menunjukkan negatif tidak terjadi reaksi apa-apa. Penelitian ini belum melakukan perlakuan dengan serotip DENV lainnya. Secara kebetulan perlakuan menggunakan serotip DEN-3 menghasilkan hasil yang positif, PROCEEDING BOOK “SCIENTIFIC ANNUAL MEETING Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI)” 2016 hal ini bermakna bahwa BM 81 kDa adalah milik serotip DEN-3. Bila pada penelitian ini kemudian dilakukan perlakuan dengan serotip DENV lainnya, maka hasilnya akan negatif tidak akan terbentuk band atau pita, karena sudah menjadi milik serotip DEN-3, atau positif terbentuk band/pita karena kepemilikan yang sama. Berbeda dengan penelitian yang sejenis terdahulu yang dilakukan di berbagai tempat: 1. Mercado-Curiel et al. (2006), meneliti protein reseptor DENV pada midgut Ae. aegypti dan sel C6/36 Ae albopictus. Hasilnya ditemukan profil protein reseptor DENV dengan BM 67 kDa dan 80 kDa milik serotip DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 serta DEN-4. 2. Salas-Benito et al. (2007), meneliti protein reseptor DENV pada Salivary gland, Midgut, Ovary dan Malpighian tubules Ae. aegypti serta sel C6/36 Ae albopictus. Hasilnya ditemukan profil protein reseptor DENV dengan BM 40 kDa, 45 kDa dan 74 kDa milik serotip DEN-2 dan DEN-4. 3. Wichit et al. (2011), meneliti protein reseptor DENV pada Salivary gland Ae. aegypti dan Ae. polinesiensis. Hasilnya ditemukan profil protein reseptor DENV dengan BM 35 kDa dan 80 kDa milik serotip DEN-1, DEN2 dan DEN-3 serta DEN-4. Penelitian ini menggunakan nyamuk hasil penangkaran telurnya, dan ditemukan profil protein reseptor DENV dengan BM 66 kDa, 69 kDa, 77 kDa, 81 kDa dan 91 kDa serta 94 kDa, protein ovarium Ae. aegypti yang terinfeksi serotip DEN-3 hanya satu yaitu pada BM 81 kDA. Penelitian ini menjawab pertanyaan tentang penularan transovarial bahwa terbukti “dalam hal penularan penyakit DBD terjadi penularan transovarial pada vektor penular penyakit DBD”. Penelitian penularan transovarial pada Ae. aegypti sebelumnya telah dibuktikan antara lain di Malaysia, dan menyatakan bahwa Ae. aegypti sebagai vektor utama di daerah perkotaan dan berperan penting dalam bertahannya DENV di alam bebas manakala tidak ada host atau ketika lingkungan tidak mendukung aktivitas vektornya. Banyak profil protein-protein yang terinfeksi, antara lain ada yang mempunyai BM 80 kDa dari kelenjar liur Ae. aegypti, Ae albopictus dan Ae polinesiensis yang merupakan milik serotip DEN1, DEN-2 dan DEN-3 serta DEN-4. Angka ini sangat berdekatan dengan hasil penelitian ini yaitu BM 81 kDa, namun disini protein reseptor Ae. aegypti pada ovarium dan milik serotip DEN-3. BM 81 kDa dari hasil penelitian yang hampir mirip dengan hasil-hasil penelitian terdahulu bermakna bahwa memang BM 81 kDa adalah profil protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti yang berperan dalam terjadinya penularan transovarian di daerah endemis Kota Semarang. Penelitian yang lalu didapati dominasi serotip DEN-3. Pada studi ini didapati dominasi serotip DEN-4, yang diikuti oleh serotip DEN-1 dan DEN-2. Hasil dari penelitian-penelitian yang sudah, sangat beragam dalam hal : v Vektor yaitu Aedes spesies. v Virusnya sendiri DENV yang sangat bervariasi dalam hal dominasi serotip dari mulai DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 serta DEN-4. v BM protein Ae. aegypti yang berlainan dari daerah penelitian. v Masalah geografi tempat penelitiannya. Banyak determinan yang bisa mempengaruhi DENV dengan vektornya. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi pengembangan ilmu bagi akademik yang terkait dengan kegiatan epidemiologi di lingkup vektor kontrol. Bagi lembaga farmasi menjadi masukan fundamental untuk bisa memproduksi suatu produk farmasi yang bisa bermanfaat bagi pencegahan penyakit DBD ini. Sampel Ae. aegypti dan telur/larvanya ada yang mengandung DENV dan ada yang tidak mengandung DENV. Bagi institusi terkait dianjurkan melakukan penyuluhan dan pemahaman pada masyarakat agar masyarakat memahami tentang penularan DBD khususnya penularan secara transovarial. Kendala-kendala yang ada antara lain masih banyak masyarakat di daerah penelitian yang kurang mendukung terselenggaranya penelitian ini, beberapa ovitrap dirusak. Karena itu perlu kegiatan pra penelitian berupa penyuluhan, agar masyarakat tidak berlaku kontra produktif. Keterbatasan penelitian adalah hanya memasalahkan tentang identifikasi dan karakterisasi protein reseptor DENV pada ovarium Ae. aegypti dalam nuansa transovarial. Karena itu masih banyak masalah-masalah yang bisa diangkat. KESIMPULAN Protein reseptor DENV di ovarium Ae. aegypti dari daerah endemis DBD Kota Semarang yang berperan pada penularan transovarial mempunyai BM 81 kDa. Protein ovarium Ae. aegypti yang terduga sebagai reseptor DENV, hasil reaksi dengan antibodi adalah milik serotip DEN-3. 60 ISBN: 978-602-1145-33-3 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2004. Data Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah, Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2012. Data Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah, Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Campbell DT & Stanley JC. 1966. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Rand Mc Nally & Co: Chicago. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2012. Data Endemisitas DBD Kota Semarang. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Data endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Joshi V, Chaudhary R.C., and Singhi M. 1996. Transovarial transmission of dengue-3 virus by Aedes aegypti. Trans R Soc Trop Med Hyg 1996; 90: 643-4. Marquardt W.H. 2004. Natural Cycles of Vector Borne Pathogens dalam The Biology of Disease Vectors. Edisi 2. Academic Press. Mercado-Curiel RF, Esquinca-Aviles HA, Tovar R, Diaz-Badillo A, Camacho-Nuez M, and Munoz-Mde L. 2006. The four serotypes of dengue recognize the same putative receptors in Ae aegypti midgut and Ae albopictus cells. BMC Microbiol 6: 85. Rohani A., Yunus W., Zamree I., and Lee H.L. 2005. Protein synthesized by Dengue infected Ae aegypti and Ae albopictus. Tropical Biomedicine 22(2): 233-242. Kuala Lumpur. Salas-Benito J, Reyes-Del Valle J, Salas-Benito M, Ceballos-Olvera I, Mosso C, del Angel RM. 2007. Evidence that tha 45-kDa glycoprotein. part of a putative dengue virus receptor complex in the mosquito cell line C6/36, is a heat-shock related protein. Am J Trop Med Hyg 77: 283-290. Van-Mai Cao-Lormeau, 2009. Dengue virus binding proteins from Ae aegypti and Ae polynesiensis salivary glands. Virology Journal 6: 35. doi: 10.1186. Tahiti, French Polynesia. Wichit, S., Jittmittraphap A., Hidari KIPJ, Thaisomboonsuk B., Petmitr S., Ubol S., Aoki C., Itonori S., Morita K., Suzuki T., Suzuki Y., Jampangern W. 2011. Dengue virus type 2 recognizes carbohydrate moiety of neutral glycosphingolipids in mammalian and mosquito cells. Microbiol Immunol 55: 135-140. World Health Organization, 2012. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment and control. Geneva : WHO; 2012. 61