Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas Garuda Tahun 2010 Budiman, AgusRiyanto, Juju Juhaeriah, dan Gina H Stikes Jenderal A. Yani Cimahi ABSTRAK Indikator kesehatan suatu bangsa salah satunya masih dilihat dari tinggi atau rendahnya angka kematian neonatal.Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat lahir rendah (BBLR).Pada tahun 2009 di Propinsi Jawa Barat jumlah BBLR 14.555 bayi dan Kota Bandung sebanyak 526 bayi. Kejadian BBLR dapat ditanggulangi secara efisien yaitu upaya pencegahan apabila diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan berat bayi lahir (BBL).Faktor ibu sangat berhubungan dengan pertumbuhan janin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor ibu yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010.Rancangan penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan 408 sampel ibu yang melahirkan di Puskesmas Garuda pada tahun 2010. Data yang dikumpulkan berupada data sekunder yang didapat dari buku register ibu hamil dan bersalin. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur ibu (27-28), paritas ibu (1-2), frekuensi ANC (2-3), tinggi fundus uteri ( 30-31). Proporsi ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 (22,1%), ibu yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 25 (6,1%) dan ibu yang memiliki status gizi kurang sebanyak 34 (8,3%).Dari hasil uji statistik disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu denganberat badan bayi lahir(p value = 0,042) (R2 = 0,010 r = -0,101), riwayat penyakit denganbadan bayi lahir(p value= 0,042),tinggi fundus uteridenganbadan bayi lahir(p value = 0,010) (R2 = 0,016 r = 0,128), dan umur ibu,pekerjaan, status gizi dan ANCtidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan berat badan bayi lahir. Faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap berat badan bayi lahir di adalah paritas (Coefisien Beta sebesar -0,133). Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepada ibu hamil untuk selalu memeriksakan kehamilannya secara teratur kepada petugas public health centre untuk menurunkan risiko melahirkan bayi BBLR. Kata Kunci : Berat badan bayi lahir, cross sectional A. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Indikator kesehatan suatu bangsa salah satunya masih dilihat dari tinggi atau rendahnya angka kematian bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatus (AKN) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000)pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 Kelahiran Hidup pada tahun 2015 (Depkes,2009). Jurnal Kesehatan Kartika 63 Dewasa ini AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)2007, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup(Depkes, 2009). Upaya untuk mempercepat penurunan AKB pemerintah merancang Child Survival (CS)semenjak tahun 1985. Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004 (Depkes, 2009). Pada tahun 2008 di Propinsi Jawa Barat angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate hingga tahun 2008 masih cukup tinggi yaitu 37/1000 artinya terdapat 37 bayi meninggal dalam setiap 1000 kelahiran ( Depkes Prop.Jabar,2009). Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat lahir rendah (BBLR).Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti premature baby dengan low birth weight baby. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat kurang untuk usianya. (Winkjosastro,2007). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2009 jumlah lahir hidup di Propinsi Jawa Barat 845.964 bayi dan jumlah BBLR 14.555 bayi dan Kota Bandung tahun 2009 sebanyak 45.110 bayi dengan jumlah BBLR sebanyak 526 bayi. Kejadian BBLR dapat ditanggulangi secara efisien yaitu upaya pencegahan apabila diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan berat bayi lahir (BBL). Kota Bandung merupakan salah satu kota yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat dengan pertambahan penduduk yang meningkat setiap tahunnya. Kota Bandung memiliki 5 puskesmas yang mempunyai fasilitas persalinan antara lain Puskesmas Ibrahim Aji, Puskesmas Puter, Puskesmas Garuda, Puskesmas Pagarsih dan Puskesmas Padasuka. Berdasarkan profil kesehatan Kota Bandung tahun 2010 berat bayi lahir (BBL) dan berat bayi lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja Puskesmas Garuda 904 bayi BBL dan 60 BBLR sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Aji 839 bayi BBL dan 22 BBLR, Puskesmas Puter 752 bayi BBL dan 56 BBLR, Puskesmas Pagarsih 194 bayi BBL dan 4 BBLR dan Puskesmas Padasuka 429 bayi BBL dan 11 BBLR. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa angka kejadian BBL dan BBLR di Puskesmas Garuda masih cukup tinggi dibandingkan wilayah kerja puskesmas persalinan lain yang ada di Kota Bandung. Faktor ibu sangat berhubungan dengan pertumbuhan janin. Di dalam uterus, janin hidup dan tumbuh dengan segala kenyamanan karena ia tumbuh dari hari ke hari tanpa upaya dari dirinya sendiri, oleh karena itu, janin tumbuh dan hidup bergantung penuh kepada ibunya. Selama masa janin, bayi sedikit terlindungi dalam lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauteri). Kesehatan ibu selama hamil sangat berpengaruh pada kesehatan janin. Penyakit yang diderita ibu, baik akut maupun kronis dapat berpengaruh buruk pada embriogenesis, pertumbuhan dan maturasi janin. Gizi ibu,pengobatan dan penggunaan obat semuanya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Faktor-faktor prenatal ibu kemungkinan dapat memberikan pengaruh pada Jurnal Kesehatan Kartika 64 keadaan bayi postnatal. Penting untuk mendapatkan riwayat ibu secara lengkap untuk mengantisipasi dan menghadapi neonatus risiko tinggi (Klaus & Afroy,1998). Salah satu faktor ibu tersebut antara lain usia ibu, angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat dan keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang (Mitayani, 2009). Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan berat bayi lahir, maka jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah akan dapat dicegah dan diperkecil angka kejadiannya.Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui “Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas Garuda” B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analitik (survey) dengan menggunakan pendekatan cross sectional,besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di Puskesmas Garuda selama tahun 2010 (total populasi ibu melahirkan) yaitu sebanyak 408 ibu, teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah observasi data sekunder dengan menggunakan buku register ibu hamil dan buku register ibu bersalin di Puskemas Garuda Kota Bandung tahun 2010. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat untuk menggambarkan variabel-variabel yang diteliti baik variabel kategorik maupun variabel numeric. Analisis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk melihat hubungan dari masing-masing variabel independen : umur ibu, paritas, pekerjaan, riwayat penyakit, tinggi fundus uteri, status gizi dan frekuensi ANC, sedangkan untuk variabel dependen Berat Badan Bayi Lahir, uji yang digunakan adalah uji Korelasi dan Regresi Linier Sederhana, uji t independen dan uji anova. Analisis multivariate untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen terhadap berat badan lahir bayi dilakukan dengan uji Regresi Linier Ganda (Multiple Regresion Linear). , C. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 1. Gambaran Berat Bayi Baru Lahir Tabel.1 Distribusi Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Berat Badan Bayi Lahir Mean Median 2974 3000 S.D 417,2 Minimal- 95 % CI Maksimal 170029343900 3015 Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1 dimana dari 408 ibu yang diteliti mengenai berat badan bayi lahir, didapatkan rata-rata berat badan bayi lahir 2974 gram, median 3000gram dengan standar deviasi 417,2 gram. Berat Terendah 1700 gram dan berat tertinggi 3900 gram. Dari Jurnal Kesehatan Kartika 65 estimasi interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan bayi lahir di Puskesmas Garuda Tahun 2010 adalah diantara 2934 sampai dengan 3015gram. 2. Hubungan Umur Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 2 Hubungan Umur Ibu dengan Berat Bayi Baru Lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Berat Badan Bayi Lahir r R2 Persamaan garis P value 0,010 0,000 Berat Badan Bayi Lahir=2955,973+0,660*Umur Ibu 0,843 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu adalah 28 tahun. Hasil analisis bivariat variabel umur ibu tidak bermakna karena p value = 0,843 dan nilai r sebesar 0,010. Begitupun dalam hasil analisis multivariat variabel umur tidak berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,196 dan nilai koefisien B = 5,2 . Dari hasil analisis bivariat dan multivariat, maka umur ibu bukan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun merupakan usia yang dianggap resiko dalam masa kehamilan. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun panggul dan rahim masih kecil dan alat reproduksi yang belum matang. Pada usia diatas 35 tahun, kematangan organ reproduksi mengalami penurunan dibandingkan pada saat umur 20-35 tahun. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah-masalah kesehatan pada saat persalinan dan berisiko terjadinya cacat bawaan janin serta BBLR (Manuaba,2009). Namun dalam penelitian ini, berdasarkan hasil analisis statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan berat bayi lahir. Hal ini dimungkinkan karena mayoritas umur ibu yang melahirkan di puskesmas garuda antara 20-35 tahun yang dimana merupakan masa reproduksi sehat dan rata-rata mempunyai status gizi yang baik (66,7 %), melakukan ANC dengan teratur rata-rata 3 kali pemeriksaan, tidak mempunyai riwayat penyakit yang diderita sehingga tidak melahirkan berat badan di bawah 2500 gram. 3. Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 3 Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Tidak Memiliki Riwayat Penyakit Memiliki Riwayat Penyakit Mean SD 2984,86 2811,60 414,107 438,831 SE 21,160 87,766 P value 0,044 N 383 25 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi ibu yang memiliki riwayat penyakit ibu sebanyak 6,1 %. Hasil analisis bivariat variabel riwayat penyakit ibu Jurnal Kesehatan Kartika 66 menunjukkan hubungan bermakna karena p value = 0,042. Dengan demikian, dalam analisis bivariat, riwayat penyakit ibu merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Penyakit yang diderita pada kehamilan seperti malaria, ayan, penyakit jantung, asma, penyakit yang diderita keluarga ada kemungkinan muncul pada kehamilan oleh karena itu, ibu hamil yang mempunyai riwayat penyakit diderita harus segera diobati supaya tidak mengganggu kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya (Manuaba,2001). Dalam analisis multivariat menunjukan bahwa variabel riwayat penyakit ibu secara statistik tidak berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,060 dan nilai koefisien B = -164,9, walaupun dalam analisis bivariat terdapat hubungan yang bermakna, dimana P value =0,031 dan dan nilai r sebesar -0,107, dengan demikian dalam analisis multivariat riwayat penyakit bukan merupakan faktor risiko. Perbedaan hasil analisis ini menunjukan bahwa variabel riwayat penyakit dalam analisis multivariat bukan satu – satunya variabel yang berhubungan dengan berat bayi lahir. Sehingga hubungannya menjadi lebih kecil bila ada variabel umur, paritas, TFU dan status gizi. Hal ini dapat terjadi apabila, ibu hamil yang mempunyai riwayat penyakit yang diderita tersebut telah mengobati penyakitnya seperti hipertensi, sehingga pada saat hamil penyakit yang diderita tidak mengganggu kehamilannya dan tidak melahirkan bayi dengan berat badan dibawah 2500 gram. Dan juga mayoritas Ibu yang melahirkan di Puskesmas Garuda pada tahun 2010 tidak mempunyai riwayat penyakit sehingga berpengaruh terhadap berat bayi lahir. 4. Hubungan ParitasIbu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 4 Hubungan Paritas Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahirdi Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Berat Badan Bayi Lahir r R2 -0,101 0,010 Persamaan garis Berat Badan Bayi Lahir=3048,695-41,330*Paritas P value 0,042 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata paritas adalah 2 kali. Hasil analisis bivariat variabel paritas bermakna karena p value = 0,042 dan nilai r sebesar -0,101. Begitupun dalam hasil analisis multivariat variabel paritas berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,024 dan nilai koefisien B = -54,7 . Dari hasil analisis bivariat dan multivariat, maka paritas merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh seorang ibu. Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada ibu dengan primipara (melahirkan bayi pertama kali) karena pengalaman melahirkan belum pernah maka kelainan dan komplikasi yang dialami cukup besar seperi distosia persalinan dan juga kurang informasi tentang persalinan mempengaruhi proses persalinan. Persalinan prematur lebih sering terjadi pada kehamilan pertama. Kejadiannya akan berkurang dengan meningkatnya jumlah paritas yang cukup bulan sampai dengan paritas keempat (Krisnadi et al. 2009) Jurnal Kesehatan Kartika 67 Umumnya kejadian BBLR dan kematian perinatal meningkat seiring dengan meningkatnya paritas ibu, terutama bila paritas lebih dari 3. Paritas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus. Hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya, selain itu dapat menyebabkan atoni uteri. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR (Winkjosastro,2008). 5. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 5. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahirdi Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Tidak Memiliki Pekerjaan Memiliki Pekerjaan Mean SD 2969,89 2975,47 406,651 420,731 SE 42,865 23,593 P value 0,911 N 90 318 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi ibu yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 22,1%. Hasil analisis bivariat variabel pekerjaan ibu menunjukkan hubungan tidak bermakna karena p value = 0,900. Dari hasil analisis bivariat, maka pekerjaan ibu bukan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Dengan keterbatasannya status sosio ekonomi dalam hal ini adalah pekerjaan akan berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal yang optimal dan mengalami status gizi yang kurang baik sehingga mempengaruhi terjadinya persalinan preterm atau berat badan lahir rendah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pekerjaan dengan kejadian BBLR, hal ini dapat terjadi apabila ibu yang tidak bekerja melakukan ANC dengan teratur, tidak memiliki riwayat penyakit yang diderita, mempunyai pengetahuan yang baik untuk menjaga kesehatan selama kehamilan, sehingga ibu tidak melahirkan bayi dengan berat badan di bawah 2500 gram. 6. Hubungan Frekuensi ANC Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 6 Hubungan Frekuensi ANC Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Berat Badan Bayi Lahir Jurnal Kesehatan Kartika r R2 Persamaan garis P value -0,003 0,000 Berat Badan Bayi Lahir=2977,1760,971* Frekuensi ANC 0,955 68 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi ANC ibu adalah 4 kali. Hasil analisis bivariat variabel frekuensi ANC ibu tidak bermakna karena p value = 0,955 dan nilai r sebesar -0,003. Begitupun dalam hasil analisis multivariat variabel frekuensi ANC tidak berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,949 dan nilai koefisien B = -1,1. Dari hasil analisis bivariat dan multivariat, maka frekuensi ANC ibu bukan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian (Fitri,2006) yang mengemukakan bahwa frekuensi ANC tidak berhubungan bermakna dengan kejadian berat bayi lahir rendah karena nilai statistik menunjukan Pvalue (0,179) < 0,05. ANC digunakan untuk memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin selama kehamilan sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya (Winkjosastro,2008). 7. Hubungan Tinggi Fundus UteriIbu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 7 Hubungan Tinggi Fundus Uteri Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahirdi Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Berat Badan Bayi Lahir r R2 0,128 0,016 Persamaan garis Berat Badan Bayi Lahir=2512,656+15,217*TFU P value 0,010 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata tinggi fundus uteri ibu adalah 30 cm. Hasil analisis bivariat variabel tinggi fundus uteri ibu teradapat hubungan bermakna dengan p value = 0,010 dan nilai r sebesar 0,128. Dengan demikian, dalam analisis bivariat, tinggi fundus uteri ibu merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Berat janin dan tinggi fundus uteri yang lebih kecil daripada perkiraan kemungkinan menunjukkan bayi kecil masa kehamilan,bayi berat lahir rendah, sedangkan berat janin dan tinggi fundus uteri yang lebih besar menunjukkan bahwa bayi besar. Bayi besar memberi peringatan adanya kemungkinan atoni uterus pascapartum yang menyebabkan perdarahan atau kemungkinan distosia bahu (Varney, 2008). Dalam analisis multivariat menunjukan bahwa variabel tinggi fundus uteri ibu secara statistik tidak berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,077 dan nilai koefisien B = 10,6, walaupun dalam analisis bivariat terdapat hubungan yang bermakna, dimana P value =0,010 dan dan nilai r sebesar 0,128, dengan demikian dalam analisis multivariat tinggi fundus uteri bukan merupakan faktor risiko. Jurnal Kesehatan Kartika 69 Perbedaan hasil analisis ini menunjukan bahwa variabel tinggi fundus uteri dalam analisis multivariat bukan satu – satunya variabel yang berhubungan dengan berat bayi lahir.Sehingga hubungannya menjadi lebih kecil bila ada variabel umur, paritas, riwayat penyakit dan status gizi. 8. Hubungan Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahir Tabel 8 Hubungan Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Bayi Lahirdi Puskesmas Garuda tahun 2010 Variabel Status Gizi Kurang Normal Lebih Mean SD 95 % CI 2913,2 2959,2 3034,8 404,4 425,3 396,3 2772,1 – 3054,3 2908,4 – 3009,9 2956,9 -3112,6 P value 0,199 Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi status gizi ibu yang kurang sebanyak 8,3%. Hasil analisis bivariat variabel status gizi ibu tidak menunjukkan hubungan bermakna karena p value = 0,199. Begitupun dalam hasil analisis multivariat variabel status gizi tidak berhubungan dengan berat badan bayi lahir dapat dilihat dari p value = 0,123 dan nilai koefisien B = 58,5 . Dari hasil analisis bivariat dan multivariat, maka status gizi ibu bukan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Nurhayati (2004), yang mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian BBLR karena nilai statistik menunjukan p value (0,000) < 0,05. Status gizi ibu merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa kehamilan. Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan janinnya. Salah satunya ibu dapat menderita anemia sehingga suplai darah yang menghantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat sehingga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Maulana,2008). Status gizi ibu yang kurang baik sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab utama dari berbagai persoalan kesehatan yang serius pada ibu dan bayi yang berakibat terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah, kelahiran prematur serta kematian neonatal dan prenatal. Indeks massa tubuh (IMT) masih merupakan indikator yang banyak dipakai untuk menentukan status gizi ibu (Hani,2010). Hal ini kemungkinan dapat terjadi apabila ibu selama masa kehamilannya memberi asupan gizi yang baik sehingga memiliki status gizi yang baik. Keadaan status gizi sangat berpengaruh terhadap kondisi janin dan mempengaruhi berat badan bayi lahir Jurnal Kesehatan Kartika 70 9. Hasil Analisis Multivariat Tabel 9 Model Akhir Analisis Multivariat No 1 2 3 4 5 Variabel Umur Tinggi Fundus Uteri Paritas Status Gizi Riwayat Penyakit P value (sig.) 0,196 0,077 0,024 0,123 0,060 Coefficients B 5,240 10,673 -54,712 58,528 -164,963 Tabel 9 menunjukan bahwa variabel dalam model akhir setelah beberapa tahapan analisis regresi linier ganda.Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan bermakna dengan berat badan bayi lahir adalah paritas. Sedangkan variabel umur, riwayat penyakit, TFU dan status gizi sebagai variabel Counfonding Factor.Hasil analisis dari koefisien B dapat dilihat persamaan regresi sebagai berikut: Berat Bayi = 2547,1 + 5,2 umur -164,9 riwayat penyakit – 54,7 paritas + 10,6 TFU + 58,5 status gizi Dari persamaan model ini dapat dilihat bahwa semakin bertambah paritas ibu maka berat badan bayinya akan lebih rendah sebesar 54,7 gram setelah dikontrol dengan variabel umur, riwayat penyakit, TFU dan status gizi.Dari hasil nilai koefisien beta ternyata paritas ibu merupakan variabel yang paling mempengaruhi berat badan bayi lahir. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Penelitian tentang faktor ibu yang berhubungan dengan berat badan bayi lahir di Puskesmas Garuda,dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : a. Gambaran berat badan bayi lahir dari 408 ibu yang baru melahirkan 95 % diyakini bahwa rata-rata berat bayi lahir di Puskesmas Garuda tahun 2010 adalah diantara 2934 sampai 3015 gram. b. Gambaran berat badan bayi lahir dilihat dari 408 ibu yang baru melahirkan 95 % diyakini bahwa rata-rata umur ibu (27-28), paritas ibu (1-2), frekuensi ANC (2-3), tinggi fundus uteri (30-31). Proporsi ibu yang tidak bekerja sebanyak 90 (22,1%) , ibu yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 25 (6,1%) dan ibu yang memiliki status gizi kurang sebanyak 34 (8,3%). c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,843 dan nilai r sebesar 0,010 artinya umur ibu dengan berat badan bayi lahir menunjukkan hubungan yang lemah dengan arah hubungan positif. Jurnal Kesehatan Kartika 71 d. e. f. g. h. i. j. Terdapat hubungan yang signifikan antara paritas Ibu dengan berat badan bayi lahir lahir dengan p value = 0,042, nilai R2 sebesar 0,010 artinya persamaan regresi yang diperoleh dapat menerangkan 1,0% variasi paritas ibu dan nilai r sebesar -0,101 artinya hubungan paritas ibu dengan berat badan bayi lahir menunjukkan hubungan yang lemah dengan arah hubungan negatif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,911. Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit ibu dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,044. Terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi fundus uteri Ibu dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,010, nilai R2 sebesar 0,016 artinya persamaan regresi yang diperoleh dapat menerangkan 1,6% variasi tinggi fundus uteri ibu dan nilai r sebesar 0,128 artinya hubungan tinggi fundus uteri ibu dengan berat badan bayi lahir menunjukkan hubungan yang lemah dengan arah hubungan positif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,199. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC dengan berat badan bayi lahir dengan p value = 0,955 dan nilai r sebesar -0,003 artinya hubungan frekuensi ANC ibu dengan berat badan bayi lahir menunjukkan hubungan yang lemah dengan arah hubungan negatif. Faktor yang paling dominan mempengaruhi berat badan bayi lahir di Puskesmas Garuda adalah paritas dengan Koefisien Beta sebesar -0,133. 2. Saran a. Puskesmas mengadakan penyuluhan pada saat posyandu kepada masyarakat terutama ibu – ibu hamil tentang perawatan pada masa kehamilan dengan baik dan secara teratur juga memberikan asupan gizi yang baik sehingga dapat menanggulangi masalah ibu hamil berisiko tinggi sedini mungkin untuk menurunkan resiko melahirkan bayi BBLR. b. Puskesmas memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada ibu bersalin khususnya ketika masa pemeriksaan antenatal seperti distribusi zat besi, vitamin, asam pholat dan lain-lain yang dimulai sejak awal dan pada saat kehamilan. c. Puskesmas perlu ditingkatkannya kerjasama/ koordinasi lintas program terutama dengan program KIA/KB dalam upaya menurunkan angka kejadian bayi BBLR. Jurnal Kesehatan Kartika 72 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Budiman.(2010). Buku Ajar PenelitianKesehatanJilid Ke-1.Cimahi : LPPM Stikes A. Yani Cunningham. (2005). Obstetri Wiliams. Jakarta: EGC. Derek, L. (2002). Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Dinkes Jawa Barat. (2009). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat 2009. Ester, M. (2003). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. Fitri. (2006). Hubungan Beberapa Faktor Ibu Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit DR Hasan Sadikin Bandung Januari-Februari 2006, tersedia di http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action =4&idx=2886, diperoleh tanggal 28 Juli 2011. Hagnyonowati. (1999). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Berat Bayi Lahir (Studi Di RSU RAA Soewondo Pati.Skripsi., tersedia di http://eprints.undip.ac.id/ 14434/, diperoleh tanggal 5 mei 2011. Hani, U. (2010). AsuhanKebidananPadaKehamilanFisiologis. Jakarta: SalembaMedika. Hurlock. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Klaus dan Avroy. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi. Jakarta: EGC. Krisnadi et al. (2009). Prematuritas. Bandung: PT Refika Aditama. Manuaba, IBG. (2001). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. __________. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. __________. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Maryunani. (2008). Buku Saku Asuhan Bayi Baru Lahir Normal (Asuhan Neonatal). Jakarta: Trans Info Media. Maulana. (2008). Cara Cerdas Menghadapi Kehamilan dan Mengasuh Bayi. Jogjakarta : Ar-ruzz Media Group. Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. (2010) . Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Jurnal Kesehatan Kartika 73 Nurhayati. (2004). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR Pada Ibu-Ibu Yang Melahirkan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kotamadya Medan Tahun 2004, tersedia di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14593/1/021000183.pdf,diperoleh tanggal 28 Juli 2011. Poerwadarminta. (1999). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. __________. (2009). Penerapan Analisis Multivariat Dalam Penelitian Kesehatan. Cimahi: Niftramedika press. Saifudin, A.B. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sayogo,S. (2007). Gizi Ibu Hamil. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sulistyawati , A. (2009). AsuhanKebidananPadaMasaKehamilan. Jakarta: SalembaMedika. Suprapti. (2003). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Berat Bayi Lahir Di RS Panti Wilasa DR.Cipto Semarang .Semarang.tersedia di http://eprints.undip.ac.id/11746/, diperoleh tanggal 5 mei 2011. Varney, H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC. Winkjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Yustina. (1996). Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di RSU Kabupaten Temanggung Tahun 1995, tersedia di http://eprints.undip.ac.id/6449, diperoleh tanggal 28 Juli 2011. Jurnal Kesehatan Kartika 74