Hubungan Terpaan Pesan Pencegahan Bahaya

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia menyimpan sejuta
keindahan alam dengan tingkat kelembaban udara yang cukup tinggi yang
menjadi pemicu berkembang biaknya nyamuk seperti nyamuk Aedes Aegypti dan
jenis lainnya. Musim panas/kemarau dan musim hujan yang datang bergantian
menjadi salah satu penyebab suburnya perkembangbiakan nyamuk terutama pada
musim hujan.
Nyamuk bagi masyarakat Indonesia adalah serangga yang selalu ada
dalam kehidupan sehari-hari. Gigitan nyamuk yang dapat menimbulkan rasa gatal
mendorong manusia untuk memberantas nyamuk dewasa dan menghindarkan diri
dari gigitannya. Manusia biasanya melakukan upaya pemberantasan nyamuk
seperti melakukan penyemprotan dengan obat nyamuk maupun
dengan obat
nyamuk bakar, bahkan ada upaya dari masyarakat khususnya produsen obat
dengan menciptakan obat penolak nyamuk dalam bentuk cair yang dapat
dioleskan ke tangan dan kaki. Upaya pemberantasan nyamuk oleh masyarakat
seharusnya tidak hanya pada nyamuk dewasa saja tetapi juga pada jentik-jentik
nyamuk.
Jentik-jentik nyamuk yang berkembang biak secara subur di sekeliling
rumah merupakan salah satu akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan dan sanitasi. Banyak dari masyarakat yang tidak
menyadari bahwa kaleng-kaleng bekas, ban bekas, vas bunga, talang air yang
tidak berfungsi dengan baik, tempat penampungan air di lemari pendingin (kulkas
dan dispenser) dapat menjadi tempat berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk.
Dampak berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk menjadi nyamuk
dewasa terutama nyamuk jenis Aedes-aegypti menyebabkan berjangkitnya
penyakit demam berdarah, yang menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum di
seluruh Indonesia. Penyakit menular demam berdarah sejak lima dasawarsa
terakhir ini telah menjadi momok yang menakutkan bagi negara-negara di daerah
tropis.
Hingga 2 Maret 2006, menurut Departemen Kesehatan angka kasus
demam berdarah secara nasional mencapai 10.135 penderita dalam kurun waktu
dua bulan terakhir. Dari total jumlah kasus yang ada, 88 korban diantaranya
meninggal dunia karena terlambat mendapat penanganan medis. Kasus demam
berdarah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun
2004, dari Januari hingga Mei, kejadian luar biasa (KLB) nasional terjadi di 16
provinsi, diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam, dan seluruh provinsi di Pulau
Jawa, terjadi 59.000 kasus dan 689 orang meninggal.
Sementara sepanjang tahun 2005, terjadi kejadian luar biasa (KLB)
demam berdarah dengan pola berbeda dibandingkan dengan tahun 2004, yakni
terjadi tiga puncak peningkatan kasus di bulan Januari sampai Maret, Agustus dan
Desember. Peningkatan kasus ini terjadi di sepuluh provinsi, antara lain DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, bali, dan Sulawesi Selatan.
Berjangkitnya virus demam berdarah sangat dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32 derajat Celcius), sementara
kelembaban tinggi, nyamuk Aedes mampu bertahan hidup dalam jangka waktu
lama. Demam berdarah hanya ditularkan melalui nyamuk (Aedes-aegypti) yang
berkembang biak didalam genangan air jernih di dalam maupun di sekitar rumah,
bukan di got/comberan. Membunuh nyamuknya saja belumlah cukup selama
jentik-jentiknya masih dibiarkan Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan dan
penyebaran kasus demam berdarah sangat bermacam-macam, yaitu: pemukiman
yang padat, urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, tidak adanya
kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana
transportasi.
Pemerintah berusaha untuk menyampaikan pesan tentang pemberantasan
sarang nyamuk guna mencegah perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk terutama
nyamuk penyebab demam berdarah (Aedes Aegypti). Kampanye penanggulangan
wabah demam berdarah sebagai salah satu usaha untuk penanggulangan penyakit
demam berdarah telah banyak direkomendasikan dan dilakukan baik oleh
pemerintah maupun masyarakat. Media yang dapat dipergunakan untuk kampanye
penanggulangan wabah demam berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) meliputi media cetak dan elektronika. Kampanye ini dilakukan secara terus
menerus dalam upaya untuk mengingatkan masyarakat dan meningkatkan
pengetahuan masyarakat akan bahaya demam berdarah sehingga dapat merubah
perilaku
masyarakat menjadi peduli terhadap usaha pembarantasan sarang
nyamuk. Hal ini dikarenakan kasus yang sama selalu terjadi setiap tahunnya
terutama pada musim penghujan.
Pesan-pesan kesehatan yang disampaikan oleh pemerintah dalam upaya
pemberantasan jentik nyamuk dan nyamuk dewasa adalah melalui 3 M (menguras,
menutup, dan mengubur), pemberian bubuk abate, pengasapan, serta cara lainnya.
Himbauan pemerintah dilakukan melalui semua saluran komunikasi agar dapat
menggerakkan masyarakat untuk memberantas sarang nyamuk secara bersamasama.
Departemen Kesehatan terus meningkatkan upaya pencegahan terjadinya
wabah demam berdarah. Salah satunya, kegiatan pemantauan kasus demam
berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di setiap daerah, terutama
wilayah endemis demam berdarah. Akan tetapi kegiatan ini terhambat oleh
kurangnya jumlah petugas dibandingkan dengan pertambahan kasus demam
berdarah. Partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk akan
sangat membantu untuk menurunkan angka kasus demam berdarah. Program
pemberantasan sarang nyamuk dapat menjadi salah satu pekerjaan rutin yang
dilakukan oleh setiap keluarga.
Rumusan Masalah
Kasus demam berdarah selalu berulang di Indonesia setiap tahunnya.
Masyarakat perlu selalu diingatkan tentang bahaya penyakit demam berdarah dan
pencegahannya. Pemanfaatan media yang tepat dapat memudahkan penyampaian
pesan tentang demam berdarah kepada masyarakat.
Himbauan pemerintah berisi pesan tentang bahaya demam berdarah dan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) berusaha disampaikan oleh pemerintah
melalui berbagai macam format dan saluran komunikasi. Format pesan untuk
media cetak seperti folder, poster, iklan layanan masyarakat di surat kabar
biasanya lebih mengarah pada sajian yang informatif dan ajakan untuk melakukan
pemberantasan sarang nyamuk sebagai upaya pencegahan penyebaran kasus
demam berdarah. Format pesan untuk media elektronika biasanya lebih singkat
dibandingkan untuk media cetak dengan menampilkan tokoh/artis yang sudah
dikenal oleh masyarakat dengan baik sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri
dalam penyampaian pesan. Sedangkan format pesan untuk saluran komunikasi
interpersonal dan kelompok biasanya dikemas dengan gaya yang informal. Hal
tersebut disebabkan proses penyampaian pesan banyak disampaikan dari mulut ke
mulut.
Pelaksanaan kampanye pemberantasan sarang nyamuk dilaksanakan
secara massal dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Hasil pelaksanaan
kampanye tidak seluruhnya berhasil karena masih ada saja daerah yang terjangkit
kasus demam berdarah dengan angka korban yang cukup tinggi. Daerah-daerah
yang melaksanakan kampanye pemberantasan sarang nyamuk dengan baik
memiliki kasus demam berdarah yang lebih rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut maka timbul beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Berapa besar tingkat terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah
berdasarkan karakteristik responden?
2. Berapa besar nilai sikap pencegahan bahaya demam berdarah berdasarkan
karakteristik responden?
3. Bagaimanakah hubungan antara terpaan pesan tentang pencegahan bahaya
demam berdarah dengan sikap ibu-ibu rumah tangga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah diuraikan, maka
tujuan umum dari penelitian ini adalah mencari saluran komunikasi yang sesuai
dengan karakteristik responden dalam menyampaikan pesan yang bersifat
himbauan seperti pesan bahaya demam berdarah dan pemberantasan sarang
nyamuk. Tujuan umum ini dapat dicapai melalui beberapa tujuan khusus sebagai
berikut:
1. mendeskripsikan tingkat terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah
berdasarkan karakteristik responden;
2. mendeskripsikan sikap pencegahan bahaya demam berdarah
berdasarkan
karakteristik responden
3. menguji dan mendeskripsikan hubungan antara terpaan pesan tentang
pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap ibu-ibu rumah tangga.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan tentang jenis dan
saluran komunikasi yang paling efektif dapat dipergunakan dalam rangka
menyampaikan pesan tentang bahaya penyakit demam berdarah dan
pemberantasan sarang nyamuk.
2. bahan masukan bagi peneliti komunikasi lebih lanjut yang berkaitan dengan
penelitian terpaan pesan terhadap perubahan sikap masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Hakekat, Definisi, dan Konteks Komunikasi
Komunikasi adalah suatu topik yang sangat sering dibicarakan, bukan
hanya di kalangan ilmuwan komunikasi, melainkan juga dikalangan awam,
sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki banyak arti yang berlainan. Kata
komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris menurut Echols dan
Shadily (1995) berarti hubungan, kabar. De Vito (1997) mendefinisikan
komunikasi sebagai suatu tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan
menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam konteks
tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan
umpan balik. Terdapat dua bentuk umum tindakan yang dilakukan orang yang
terlibat dalam komunikasi, yatiu penciptaan pesan dan penafsiran pesan. Pesan di
sini tidak harus berupa kata-kata, namun bisa juga merupakan pertunjukkan
(display)
atau yang lazim disebut pesan nonverbal. Meskipun komunikasi
menyangkut perilaku manusia, tidak semua perilaku manusia itu adalah
komunikasi.
Komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan
seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respons orang
lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja
(intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan
komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya
untuk melakukan sesuatu. Lasswell menggambarkan komunikasi dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect? Berdasarkan definisi Lasswell dapat diturunkan lima komponen atau
unsur penting dalam komunikasi yang hrus diperhatikan. Kelima unsur tersebut
adalah pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana
pesan tersebut dikirimkan (communication channel), penerima pesan (receiver),
dan umpan balik (feedback).
Pertama, pengirim pesan atau sumber (sender) adalah pihak yang
berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi
seorang individu, kelompok, organisasi, atau bahkan suatu negara. Kedua, pesan,
yatiu hal-hal yang dikomunikasikan oleh sumber kepada si penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal dan/atau non verbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga
komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan
bentuk atau organisaasi pesan. Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana
yang digunakan sumebr untuk menyampaikan pesannya kepada si penerima
pesan. Saluran dapat merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada
penerima, yaitu saluran verbal dan non verbal. Saluran juga merujuk pada cara
penyajian pesan yaitu tatap muka langsung ataupun lewat media. Pemilihan
saluran bergantung pada situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima
pesan yang dihadapi. Keempat, penerima (receiver), yakni orang yang menerima
pesan dari sumber. Dalam proses komunikasi si penerima pesan bedasarkan
pengalaman masa lalu, pengetahuan, rujukan nilai, persepsi, pola pikir dan
perasaan akan menafsirkan seperangkat simbol baik verbal maupun non vebal
menjadi gagasan yang dapat dipahami oleh si penerima pean. Kelima, efek, yaitu
hal yang terjadi pada si penerima pesan setelh ia menerima pesan tersebut,
misalnya penambahan pengetahuan, perubahan sikap, dan sebagainya.
Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruang hampa sosial,
melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks di sini
berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari:
pertama, aspek bersifat fisik seperti iklim, cuaca, suhu udara, bentuk ruangan,
warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta komunikasi, dan alat yang
tersedia untuk menyampaikan pesan; kedua, aspek psikologis, seperti: sikap,
kecenderungan, prasangka, dan emosi para peserta komunikasi; ketiga, aspek
sosial, seperti: norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya; dan
keempat, aspek waktu, yakni kapan berkomunikasi (hari apa, jam berapa).
Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan kemampuan berdasarkan
konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam
komunikasi,
sehingga
terbentuklah
komunikasi
intrapribadi,
komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok (kecil), komunikasi publik (pidato),
komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Salah satu pendekatan situasional
yang dikemukakan oleh Miller kemudian dikutip oleh Mulyana (2001) seperti
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori yang digunakan dengan pendekatan situasional
Kategori
Komunikasi Massa
Jumlah
komunikator
Derajat kedekatan
fisik
Saluran indrawi
yang tersedia
Kesegeraan
umpan balik
Banyak
Rendah
Minimal
Paling Tertunda
Komunikasi organisasi
Komunikasi publik
Komunikasi kelompok
Komunikasi antarpribadi
Komunikasi intrapribadi
Satu
Tinggi
Maksimal
Paling segera
Sebagaimana tampak pada Tabel 1, jumlah komunikator otomatis mempengaruhi
dimensi-dimensi lain transaksi komunikasi. Ketika melihat acara bincang-bincang
yang kerap disaksikan di layar televisi, kita menyaksikan dua tingkat komunikasi:
komunikasi antarpribadi dan komunikasi massa.
Komunikasi massa melibatkan banyak komunikator, berlangsung melalui
sistem bermedia dengan jarak fisik yang rendah (artinya jauh), memungkinkan
penggunaan satu atau dua saluran indrawi (penglihatan, pendengaran), dan
biasanya tidak memungkinkan umpan balik segera. Sebaliknya, komunikasi
antarpribadi melibatkan sejumlah komunikator yang relatif kecil, berlangsung
dengan jarak fisik yang dekat, bertatap muka, memungkinkan jumlah maksimum
saluran indrawi, dan memungkinkan umpan balik segera. Tentu saja pandangan
situasional terhadap konteks-konteks komunikasi tersebut adalah penyederhanaan
dan terkesan statis. Dalam kenyataannya, komunikasi begitu dinamis; begitu
banyak variasi komuniksi yang dapat kita temukan dengan nuansa yang
berlainan.
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa berinteraksi dengan manusia
lain. Cara yang dipergunakan adalah dengan berkomunikasi baik secara verbal
maupun non verbal. Mulyana (2003) membahas tentang fungsi komunikasi
berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh Gorden sebagai berikut:
(1) komunikasi sosial, (2) komunikasi ekspresif, (3) komunikasi ritual, dan (4)
komunikasi instrumental.
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri,
untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kerja sama
dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok masyarakat, perguruan tinggi,
RT, RW, desa, kota, dan Negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan
bersama.
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan
“tersesat”, karena ia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan
sosial. Komunikasi lah yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka
rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun
yang dihadapi. Komuniksi pula yang memungkinkannya mempelajari dan
menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik.
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif
yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi
ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat
dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan
perasaan-perasaan
(emosi)
kita.
Perasaan-perasaan
tersebut
terutama
dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu,
simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat
kata-kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal.
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual,
yang biasanya dlakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan
upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut
para antopolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan,
ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, ulang tahun perkawinan, hingga
upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau
menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Mereka yang
berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali
komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, Negara, ideologi, atau
agama mereka.
Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan
terdalam seseorang. Sebagai respon kita terhadap (lambang) cinta, keluarga,
Negara dan agama – untuk menyebut beberapa hal saja yang terpenting dalam
kehidupan kita—mungkin tidak kita sadari. Respons manusia dalam menanggapi
lambing-lambang ini tidak jarang bersifat ekstrem dan tidak masuk akal bagi
kebanyakan orang. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi
komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai
pengabdian kepada kelompok. Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang
terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya,
perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri kita
sendiri, yang bersifat “abadi”, dan bahwa kita diakui dan diterima dalam
kelompok kita.
Fungsi keempat dari komunikasi adalah komunikasi instrumental.
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan,
mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku
atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka
kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi
yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung
muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya
mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak
untuk diketahui.
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan
dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.
Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita
gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi
keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun jangka
panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk mperoleh pujian, menumbuhkan
kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan
politik, yang antara lain dapat diperoleh lewat pengelolaan kesan (impression
management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti bicara sopan,
mengobaral janji, mengenakan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya
untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian
komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun
keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai
pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan
jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier.
Prinsip/hukum dasar yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi agar
efektif menurut Stephen Covey yang disadur oleh Sentoso (2003) adalah REACH
(Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble). Hukum pertama dalam
berkomunikasi adalah respect, yang merupakan sikap hormat dan sikap
menghargai terhadap lawan bicara. Setiap individu harus memiliki sikap (attitude)
menghormati dan menghargai lawan bicara karena pada prinsipnya manusia ingin
dihargai dan dianggap penting. Hukum kedua adalah empati, yaitu kemampuan
untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain.
Rasa empati akan membuat kita mampu menyampaikan pesan (message) dengan
cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya.
Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu
mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan. Sehingga nantinya
pesan akan dapat tesampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari
penerima. Emapati bias juga berarti kemampuan untuk mendengarkan dan
bersikap perspeptif atau siap menerima masukan atau pun umpan balik dengan
siakp yang positif. Esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi
satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang
merupakan arus balik dari penerima pesan.
Hukum ketiga adalah audible, yang maknanya dapat didengarkan atau
dimengerti dengan baik. Kunci utama untuk dapat menerapkan hokum ini dalam
mengirimkan pesan adalah: pesan yang mudah dimengerti, fokus pada informasi
yang penting, menggunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dari pesan
tersebut, memperhatikan fasilitas yang ada dan lingkungan disekitar kita,
antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul, selalu mempersiapkan
rencana atau pesan cadangan (back up).
Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang disampaikan (clarity).
Pesan yang ingin disampaikan harus jelas sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity juga sangat
tergantung pada kualitas suara dan bahasa yang dipergunakan. Penggunaan bahasa
yang tidak dimengerti akan membuat isi pesan tidak dapat mencapai tujuannya.
Seringkali orang menganggap clarity bukan hal yang penting sehingga tidak
menaruh perhatian pada suara (voice) dan kata-kata yang dipilih untuk digunakan.
Beberapa cara untuk mempersiapkan pesan agar jelas yaitu: menentukan tujuan
yang jelas, meluangkan waktu untuk mengorganisasikan ide pesan, memenuhi
tuntutan kebutuhan format bahasa yang dipergunakan, membuat pesan dengan
jelas, tepat dan meyakinkan, pesan yang disampaikan harus fleksibel.
Hukum kelima dalam komunikasi adalah sikap rendah hati (humble).
Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama
untuk
membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati.
Kerendahan hati juga dapat berarti tidak sombong dan menganggap penting diri
kita pada saat berbicara.Justru dengan kerendahan hati inilah kita dapat
menangkap perhatian dan respon yang positif dari si penerima pesan.
Komunikasi Publik
Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara
seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa
dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah,
kuliah umum. Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih
sulit daripada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena
komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan
kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahkan
sering merupakan publik penting yang menentukan efektivitas pesan, selain
keahlian dan kejujuran yang dimiliki pembicara. Tidak seperti komunikasi
antarpribadi yang melibatkan pihak-pihak yang sama-sama aktif, satu pihak
(pendengar) dalam komunikasi publik cenderung pasif. Umpan balik yang mereka
berikan terbatas, terutama umpan balik bersifat verbal. Umpan balik nonverbal
lebih jelas diberikan orang-orang yang duduk di jajaran depan, karena merekalah
yang paling jelas terlihat. Sesekali pembicara menerima umpan balik bersifat
serempak, seperti tertawa atau tepuk tangan. Ciri-ciri komunikasi publik adalah:
terjadi di tempat umum (publik), misalnya di auditorium, kelas, tempat ibadah
(masjid, gereja) atau tempat lainnya yang dihadiri sejumlah besar orang;
merupakan peristiwa sosial yang biasanya telah direncanakan alih-alih peristiwa
relatif informal yang tidak terstruktur; terdapat agenda; beberpa orang ditunjuk
untuk menjalankan fungsi khusus, seperti
memperkenalkan pembicara, dan
sebagainya; acara-acara lain mungkin direncanakan sebelum dan/atau sesudah
ceramah
disampaikan
memberikan
pembicara.
penerangan,
Komunikasi
menghibur,
publik
memberikan
sering
bertujuan
penghormatan,
atau
membujuk.
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan aspek yang sangat penting dalam
teori komunikasi. Para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi antarpribadi
secara berbeda-beda. Miller (1990), menyatakan bahwa definisi komunikasi
antarpribadi dapat dibahas berdasarkan tiga ancangan utama yaitu: (1) definisi
berdasarkan komponen, definisi ini menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan
mengamati komponen-komponen utamanya—dalam hal ini, penyampaian pesan
oleh satu orang dan penerima pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik
segera; (2) definisi berdasarkan hubungan diadik, yaitu komunikasi antarpribadi
sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orag yang mempunyai
hubungan yang mantap dan jelas dan hamper tidak dapat dihindarkan serta selalu
ada hubungan tertentu antara dua orang; (3) definisi berdasarkan pengembangan,
dalam ancangan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir
dari perkembangan komunikasi yang bersifat tidak pribadi (impersonal) pada satu
ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain.
Berdasarkan ketiga ancangan tersebut maka komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication) dapat didefinisikan sebagai berikut: komunikasi
antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun
nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi
diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami
istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru murid, dan sebagainya. Ciri-ciri
komunikasi diadik adalah: pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak
yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan
secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun nonverbal. Keberhasilan
komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan
hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan
atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan
jarak fisik yang sangat dekat. Meskipun setiap pembicaraan, kenyataannya
komunikasi antarpribadi bisa saja didominasi oleh suatu pihak. Misalnya,
komunikasi suami istri didominasi oleh suami, komunikasi bidan-pasien
didominasi oleh bidan.
Komunikasi antarpribadi dibedakan dari jenis komunikasi yang lain karena
(1) prediksi lebih didasarkan atas data psikologis ketimbang data sosiologis; (2)
prediksi didasarkan atas pengetahuan yang menjelaskan (explanatory knowledge)
tentang satu sama lain; (3) perilaku didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan
secara pribadi. Kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai
indra primer, padal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam
menyampainkan pesan-pesan bersifat intim. Jelas sekali, bahwa komunikasi
antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain,
karena kita dapat menggunakan kelima alat indra tadi untuk mempertinggi daya
bujuk pesan yang dikomunikasikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan
paling sempurna, komunikasi antarpribadi perperan penting hingga kapan pun,
selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap muka
ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan
komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat
teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon genggam, E-mail, atau
telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing.
Hubungan antarpribadi yang terjalin antar dua orang kebanyakan, mungkin
semua, berkembang melalui tahap-tahap menurut De Vito (1997) seperti dalam
Gambar 1
Kontak
Keluar
Keterlibatan
Keluar
Keakraban
Keluar
Perusakan
Keluar
Pemutusan
Keluar
Gambar 1. Model Hubungan Lima Tahap
Pada tahap pertama kita membuat kontak. Pada tahap inilah penampilan
fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara
mudah. Namun demikian, kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat,
kehangatan, keterbukaan, dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini. Jika kita
menyukai orang ini dan ingin melanjutkan hubungan, kita beranjak ke tahap
kedua.Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita
mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan
diri kita. Pada tahap keakraban, kita mengikatkan diri lebih jauh pada orang ini.
Tahap ini hanya disediakan untuk sedikit orang saja—kadang-kadang hanya satu
orang, kadang-kadang dua, tiga atau empat orang saja. Jarang sekali orang
mempunyai lebih dari empat orang sahabat akrab, kecuali, tentu saja, dalam
keluarga. Pada tahap perusakan, kita mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin
tidaklah sepenting yang kita pikirkan sebelumnya. Kita menjadi semakin jauh.
Makin sedikit waktu senggang yang dilalui bersama, dan bila bertemu akan saling
diam, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Dan tahap yang terakhir yaitu tahap
pemutusan dimana terjadi pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.
Gambar 1 mengandung tiga macam panah. Panah keluar menunjukkan
bahwa setiap tahap menawarkan kesempatan untuk keluar dari hubungan. Panah
vertical atau “perpindahan” yang menuju ke tahap selanjutnya dan sebaliknya
menggambarkan kemampuan untuk berpindah ke tahap lain. Panah “self-
reflexive” kembali ke awal dari tingkat atau tahap yang sama. Ini menggambarkan
bahwa setiap hubungan dapat menjadi stabil pada sembarang titik.
Hubungan dalam komunikasi antarpribadi dapat dikembangkan dengan
baik, salah satu variabel yang laing penting dan paling banyak ditelaah adalah
daya tarik (attraction). Riset dan teori telah mengidentifikasi lima faktor utama
yang mempengaruhi daya tarik ini yaitu sebagai berikut:
(1) Daya tarik fisik, kebanyakan kita lebih menyukai orang yang secara fisik
menarik ketimbang orang yang secara fisik tidak menarik, dan kita lebih
menyukai orang yang memiliki kepribadian menyenangkan ketimbang yang
tidak. Umumnya, kita melekatkan karakteristik (citra) positif kepada orang
yang menurut kita menarik dan karakteristik (citra) negatif kepada orang yang
kita anggap tidak menarik.
(2) Kedekatan, jika kita mengamati orang yang menurut kita menarik, mungkin
kita menjumpai bahwa mereka adalah orang-orang yang tinggal atau bekerja
di dekat kita. Jarak fisik paling penting pada tahap-tahap awal interaksi.
Pengaruh kedekatan ini berkurang (tetapi selalu tetap penting) dengan
meningkatnya peluang untuk berinteraksi dengan mereka yang berjarak lebih
jauh.
(3) Pengukuhan, kita menyukai orang yang menghargai atau mengukuhkan kita.
Penghargaan atau pengukuhan dapat bersifat sosial (misalnya, komplimen atau
pujian) atau bersifat material (misalnya, hadiah atau promosi). Tetapi
penghargaan dapat berakibat sebaliknya. Bila berlebihan, penghargaan
kehilangan efektivitasnya dan dapat menimbulkan reaksi negatif. Kita juga
menjadi tertarik kepada orang yang kita hargai. Kita menjadi suka kepada
orang yang kita bantu. Kita memberikan penghargaan kepada seseorang
karena kita menyukainya.
(4) Kesamaan, kita umumnya menyukai orang yang sama dengan kita dalam hal
kebangsaan, suku bangsa, kemampuan, karakteristik fisik, kecerdasan, dan—
khususnya—sikap dan selera. Hipotesis kecocokan menjelaskan bahwa orangorang akan bergaul dan membina hubungan dengan orang-orang yang mirip
dengan mereka sendiri dalam hal daya tarik. Meskipun pada kenyataannya
tidaklah selalu demikian. Status kekayaan, kecerdasan, kekuasaan, dan
berbagai karakteristik kepribadian lain merupakan contoh nyata kualitas yang
dapat mengimbangi kekurangan daya tarik fisik.
(5) Sifat saling melengkapi, walaupun banyak orang berpendapat bahwa “orangorang yang mempunyai kepentingan yang sama akan bersatu” ada pula orang
lain yang berpendapat bahwa “kutub yang berlawanan saling tarik menarik.”
Ancangan ini mengikuti prinsip saling melengkapi. Prinsip saling melengkapi
meramalkan bahwa orang akan tertarik pada orang lain yang tidak serupa
dengannya. Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam
situasi-situasi tertentu.
Pada komunikasi antarpribadi, yang menjadi saluran maupun sumber
komunikasi adalah pemrakarsa komunikasi. Arus pesan yang terjadi pada
komunikasi antarpribadi cenderung dua arah dalam konteks komunikasi tatap
muka, meskipun saat ini banyak yang memanfaatkan alat bantu dalam
berkomunikasi sehingga umpan baliknya tinggi sebagai akibat dari pesan diterima
oleh komunikan. Hal yang sering terjadi pada komunikasi antarpribadi, si
penerima pesan mampu mengatasi tingkat selektivitas terutama terpaan selektif
(selective exposure).
Kecepatan jangkauan pesan terhadap khalayak jika
mempergunakan komunikasi antarpribadi relatif lambat. Efek yang mungkin
terjadi jika mempergunakan komunikasi antarpribadi adalah perubahan sikap.
Komunikasi Kelompok
Salah satu komponen penting dalam membangun sebuah kelompok yang
baik adalah adanya komunikasi yang efektif dalam kelompok tersebut.
Komunikasi dapat memperkuat ataupun memperlemah bahkan menghancurkan
sebuah kelompok. Kelompok merupakan sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut. Sedangkan De Vito (1997) menyatakan pendapatnya tentang
kelompok lebih mengarah pada kelompok kecil. Kelompok kecil adalah
sekumpulan perorangan yang relatif kecil dan masing-masing dihubungkan oleh
beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara
mereka.
Setiap karakteristik ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil
sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai
pengirim maupun penerima.
2. para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan
beberapa cara. Didalam kelompok kecil, perilaku seorang anggota menjadi
nyata bagi semua anggota lainnya.
3. diantara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat;
kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
rapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok
biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut
(small-group
communication).
Komunikasi
kelompok
dengan
sendirinya
melibatkan juga komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi
antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Proses komunikasi dalam kelompok biasanya bisa berjalan dengan baik
jika masing-masing anggota memahami masing-masing perannya. Pendapat
Benne dan Sheats yang disadur De Vito (1997) menyatakan bahwa peran anggota
dalam komunikasi kelompok kecil terbagi dalam tiga kelas umum, yaitu peran
tugas kelompok, dimana peran ini yang membuat kelompok mampu untuk
memfokuskan secara lebih spesifik dalam mencapai tujuan kelompok. Dalam
menjalankan peran ini, anggota tidak berbuat sebagai individu yang terpisah,
tetapi sebagai bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Peran yang kedua, peran
membina dan mempertahankan kelompok sangat diperlukan karena kelompok
merupakan satu unit yang para anggotanya memiliki hubungan interpersonal yang
beragam sehingga kelompok dan para anggotanya memerlukan dukungan
interpersonal yang sama dan sesuai yang dibutuhkan anggotanya. Sedangkan
peran yang ketiga, peran individual, dimana peran ini lebih mengarah pada peran
yang kontra-produktif. Peran tersebut dapat menghambat kelompok dalam
mencapai tujuannya dan lebih berorientasi pada individu ketimbang kelompok.
Peran semacam ini sering diistilahkan dengan malfungsi, yang menghambat
efektivitas kelompok baik dalam hal produktivitas maupun kepuasan pribadi.
Pada umumnya kelompok mengembangkan norma, atau peraturan
mengenai perilaku yang diinginkan. Norma atau peraturan ini berlaku bagi
anggota perorangan maupun kelompok secara keseluruhan, dan tentunya akan
berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Pada akhirnya proses komunikasi dalam suatu kelompok sangat
bergantung pada komunikasi interpersonal dari masing-masing anggota maupun
pemimpin kelompok, tujuan dan perannya di dalam kelompok serta norma-norma
yang berlaku. Antara komunikasi kelompok dengan komunikasi antarpribadi
sebenarnya tidak perlu ditarik suatu garis pemisah, hal ini disampaikan oleh
Golberg dan Larson (1985), kedua bidang tersebut bertumpang tindih dan banyak
situasi tatap muka dapat diungkapkan dalam berbagai cara sesuai dengan
perhatian dan tujuan si pengamat. Kesamaannya: komunikasi kelompok dan
komunikasi antarpribadi melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik
berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan-pesan baik secara
verbal maupun non verbal. Akan tetapi komunikasi antarpribadi biasanya
dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang
terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi
kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya
lebih cenderung dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi
antarpribadi, dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan
tanggung jawab mereka masing-masing. Meskipun komunikasi kelompok dapat
dan memang terjadi dalam suatu kelompok.
Dengan demikian kriteria pokok dalam membedakan komunikasi
antarpribadi
dengan
komunikasi
kelompok
adalah
kadar
spontanitas,
strukturalisasi, kesadaran dan sasaran kelompok, ukuran kelompok, relativitas
sifat permanen, sifat permanen dari kelompok serta identitas diri.
Komunikasi Massa
Komunikasi telah mencapai suatu tingkat di mana orang mampu berbicara
dengan jutaan manusia secara serempak dan dalam waktu yang bersamaan.
Teknologi komunikasi yang canggih telah menciptakan suatu alat/saluran
komunikasi yang mendukung proses komunikasi secara cepat. Cara seperti ini
sangat mendukung keberhasilan komunikasi massa.
Studi tentang komunikasi massa termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan
yang lebih luas berkenaan dengan komunikasi manusia. Mc Quail (1994)
menyatakan bahwa pengertian komunikasi massa hanya merupakan salah satu
proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang
identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan,
organisasi, dan kegiatan yang sebenarnya). Mulyana ( 2001) menyatakan bahwa
komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan
media massa. Media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik
(radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan,
yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat,
anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat,
serentak dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses
untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa ini. Proses lain yang
kedudukannya hampir sama dalam pengertian ruang lingkup dan keberadaannya
yang muncul dimana-mana adalah pemerintahan, pendidikan, dan agama. Masingmasing memiliki jaringan institusional tersendiri yang kadangkala sangat banyak
berkaitan dalam proses transmisi atau tukar menukar informasi dan gagasan.
Permasalahan komunikasi massa bersifat komprehensif karena komunikasi
massa melibatkan gagasan yang berkenaan dengan setiap proses “peringkat
bawah” seperti dalam Gambar 2
Peringkat Proses Komunikasi:
• Masyarakat luas
(misalnya komunikasi massa)
• Institusi/organisasi
(misalnya system politik/badan usaha)
• Antar kelompok/asosiasi
(misalnya komunitas setempat)
• Dalam kelompok (intragroup)
(misalnya keluarga)
• Antarpribadi (interpersonal)
(misalnya dua orang, pasangan)
• Dalam pribadi (intrapersonal)
Sedikit terjadi
(misalnya proses informasi)
Banyak terjadi
Gambar 2. Proses Komunikasi dalam masyarakat
Media Televisi dan Efeknya Pada Masyarakat
Munculnya
media
televisi
dalam
kehidupan
manusia
memang
menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan
informasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi setiap media
massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai
social dan budaya manusia. Televisi ternyata memberikan nilai yang sangat
spektakuler dalam sisi-sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Kemampuan televisi
dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut telah
menguasai jarak secara geografis dan sosiologis
Data tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola-pola kehidupan
rutinitas manusia berubah total. Media televisi menjadi panutan baru bagi
kehidupan manusia. Media televisi menjadi alat atau sarana untuk mencapai
tujuan hidup manusia, baik untuk kepentingan politik maupun perdagangan,
bahkan melakukan perubahan ideologi serta tatanan nilai budaya manusia yang
sudah ada sejak lama.
Media televisi mempunyai banyak kelebihan disamping beberapa
kelemahan. Kekuatan media televisi ialah menguasai jarak dan ruang karena
teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang
dipancarkan (transmisi) melalui satelit. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau
massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat
cepat. Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif). Satu
hal yang paling berpengaruh dari daya tarik televisi ialah bahwa informasi atau
berita-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga
pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi.
Menurut Malik (2006) bahwa rangsangan yang ditimbulkan oleh televisi melalui
program-programnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan media cetak. Karena,
pada televisi gambar-gambarnya bersifat moving, sedangkan media cetak bersifat
statis. Secara psikologis, gambar yang bergerak dapat “tertanam” dalam benak
manusia dalam tempo yang lama sekali. Makin besar daya pikatnya atau
rangsangan
yang
ditimbulkannya,
makin
dalam
pula
dampak
yang
ditimbulkannya.
Kelemahan atau kekurangan dari media televisi adalah, karena bersifat
“transitory” maka isi pesannya tidak dapat di simpan di dalam memori pemirsa
kecuali pesan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu
yang cukup lama (lain halnya dengan media cetak, informasi dapat disimpan
dalam bentuk kliping koran). Media televisi terikat oleh waktu tontonan,
sedangkan media cetak dapat dibaca kapan dan dimana saja. Televisi tidak bisa
melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung seperti halnya
pada media cetak. Hal ini terjadi karena faktor penyebaran siaran televisi yang
begitu luas kepada massa yang heterogen (status sosial ekonominya).
Namun di kalangan para ahli, masih terjadi perdebatan panjang tentang
pengaruh media massa, khususnya televisi, terhadap perilaku masyarakat.
Setidaknya ada tiga tahapan penelitian yang bisa dijadikan rujukan bagi
masyarakat dalam menilai dampak media massa. Anto (2007) membandingkan
ketiga tahapan penelitian tersebut, yaitu penelitian pertama mengikuti rentang
waktu dari awal abad ke-19 hingga akhir tahun 1930-an. Pada kurun ini, hasil
penelitian menunjukkan bahwa media massa yang berkembang dengan baik
mengembangkan pengaruh yang cukup signifikan untuk membentuk opini dan
keyakinan serta mengubah kebiasaan hidup masyarakat. Secara aktif media juga
membentuk perilaku yang kurang lebih sesuai dengan keinginan orang-orang yang
dapat mengendalikan media massa dan isinya. Tahap kedua dimulai dengan
serangkaian studi Payne Fund di Amerika Serikat pada awal tahun 1930-an
berlanjut hingga awal tahun 1960-an. Menurut Josepth Klapper yang disadur oleh
Anto (2007) bahwa komunikasi massa biasanya tidak menjadi penyebab yang
pasti dan memadai atas efek yang muncul pada khalayak, namun komunikasi
massa lebih berfungsi diantara dan melalui hubungan dengan faktor-faktor dan
pengaruh-pengaruh yang dimediasinya. Sedangkan tahap ketiga, menurut Denis
Mc Quail yang dikutip oleh Anto (2007) merupakan tahap dimana dampak dan
kemungkinan dampak masih sedang ditelaah, tanpa menolak kesimpulan
penelitian sebelumnya, tetapi didasarkan atas perbaikan konsepsi tentang proses
sosial dan media yang mungkin terlibat. Hasil-hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa media massa memang memiliki potensi untuk
mempengaruhi dan memperkuat perilaku seseorang.
Dahulu orang menganggap media massa memiliki kekuatan yang sangat
besar. Media bisa mempunyai efek yang sangat kuat terhadap masyarakat
Indonesia. Namun sekarang nampaknya hal ini sudah tidak terhadi lagi di dalam
masyarakat kita. Masyarakat dalam perkembangannya menjadi khalayak aktif
yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Media kini berkembang dengan pesat
hamper semua orang tahu tentang hal tersebut. Reformasi memang memiliki peran
yang tidak sedikit dalam memberi kesempatan terhadap pertumbuhan dan
perkembanagn media. Perkembangan media yang pesat seperti juga hal lain media
memiliki dampak positif maupun negatif. Wahyudi (1991) menyatakan bahwa
komunikasi massa melalui media televisi ialah proses komunikasi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana yaitu televisi.
Komunikasi massa melalui media televisi bersifat periodik. Dalam komuniksi
massa media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara
perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang
kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat
“transitory” (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui
komunikasi massa media tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas.
Pesan-pesan di televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam
gambar yang bergerak (audiovisual).
Paradigma Lasswell yang dikutip oleh Jahi (1988) tentang proses
komunikasi yang berbunyi “Who says what, to whom, in which channel, and with
what effect?”, secara langsung menggambarkan bahwa proses komunikasi
seseorang memerlukan media. Memasukkan paradigma Lasswell dalam
komunikasi massa media televisi secara tegas memperlihatkan bahwa dalam
setiap pesan yang disampaiakan televisi tentu saja mempunyai tujuan khalayak
sasaran serta akan mengakibatkan umpan balik baik secara langsung maupun
tidak langsung. Tujuan akhir dari penyampaian pesan media televisi bisa
menghibur, mendidik, unsur-unsur, menghubungkan atau sebagai bahan
informasi.
Menurut Ray,M.L dalam bukunya The marketing Communication and The
Hierarchy of Effect yang dikutip oleh Rosady Ruslan (2006) menjelaskan bahwa
dari peninjauan dan perbandingan mengenai teori efek komunikasi, maka terdapat
tiga model dasar perbedaan hierarki efek (effect hierarchy) atau serangkaian efek
yang tergantung dari tahapan-tahapan dalam proses komunikasi, sebagai berikut:
1. The Learning Hierarchy (Hierarki Pembelajaran)
Cognitive
(Kognitif)
Affective
(Afektif)
Behavioural
(Perilaku)
Model hierarki pembelajaran secara klasik dimana subjek (publik) tertentu yang
diekspos dalam suatu kegiatan proses kampanye persuasif, berkaitan dengan
posisi yang jelas hendak dicapai, atau pilihan tepat antara perbedaan alternatif
yang ada. Khalayak sasaran tertentu yang diperkirakan akan dimotivasi untuk
tertarik ke dalam proses hierarki pembelajaran mengenai suatu ide, gagasan atau
inovasi tertentu, dan proses pengembangan sikap yang lebih menguntungkan
melalui adaptasi perilaku publik (khalayak sasaran) yang diharapkan terjadi
perubahan melalui proses tahapan hierarki pembelajaran, mulai dari aspek-aspek
(1) kognisi, dari transfer informasi pngetahuan tertentu akan mengubah dari tidak
tahu menjadi tahu, (2) afektif, mengubah dari tidak senang menjadi senang, dan
(3) perilaku, yaitu terdapat perubahan dari hal negative menjadi perilaku yang
lebih positif. Model Hierarki Pembelajaran dipergunakan sebagai dasar penelitian
ini.
2. The Dissonance-Atribution Hierarchy (Hierarki Atribut dan Ketidakcocokan)
Behavioural
(Perilaku)
Affective
(Afektif)
Cognitive
(Kognitif)
Model Hierarki Atribut dan Ketidakcocokan, merupakan model kebalikan dari
rangkaian efek hierarki pembelajaran. Berkaitan dengan perubahan perilaku yang
baru atau pengalaman tertentu, seperti konsumen (publik sasaran) ingin mencoba
suatu produk baru atau sebelumnya yang telah diekspos melalui rangsangan
pesan-pesan yang menarik perhatian. Biasanya, proses tahap pertama adalah
terlebih dahulu merangsang perubahan suatu perilaku (behavioural) tertentu, dan
dapat juga terjadi respon melalui aspek afeksi (segi emosional), maka tahapan
selanjutnya adalah proses pembelajaran (kognitif).
3. The Low-Involvement Hierarchi (Hirarki Keterlibatan Rendah)
Cognitive
(Kognitif)
Behavioural
(Perilaku)
Affective
(Afektif)
Model The Low-Involvement Hierarchi dikembangkan oleh Krugman dan
berkaitan dengan suatu proses yang bertujuan terhadap penawaran tidak kentara
melalui pesan-pesan atau perubahan diskriminatif terhadap penerima (receiver)
yang memiliki ketertarikan dan perhatian sangat rendah terhadap pesan-pesan
yang disampaikan.Khalayak mengambil informasi mengenai sesuatu hal, ingin
mencoba (aspek perilaku) dan penyesuaian sikapnya dengan pertimbangan
terhadap pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Pengiriman isi pesan melalui komunikasi massa media televisi harus
benar-benar menguasai sifat-sifat fisik dan massa dari media massa itu sendiri.
Dengan memahami sifat medium yang dipakai maka proses komunikasi akan
berjalan dengan efisien dan efektif, sehingga kemungkinan pesan itu sampai
kepada massa pun akan semakin besar.
Isi pesan media televisi berasal dari sumber resmi tentang sesuatu isu yang
terjadi di masyarakat. Pendapat sumber resmi ini apabila sudah ditayangkan akan
menimbulkan pendapat umum. Sifat komunikasi massa media televisi yang
“transitory” maka mengharuskan: (1) isi pesan yang akan disampaikannya harus
singkat dan jelas; (2) cara penyampaian kata per kata harus benar; (3) intonasi
suara dan artikulasi harus tepat dan baik. Kesemuanya itu tentu saja menekankan
unsur isi pesan yang komunikatif agar pemirsa dapat mengerti secara tepat tanpa
harus menyimpang dari pemberitaan yang sebenarnya (interpretasi berbeda).
Media massa mempunyai agenda settingnya sendiri dalam mempengaruhi
dan
membentuk
selera
konsumennya.
Termasuk
membentuk
nilai-nilai
masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada di benak para pembuat
keputusan di media. Anto (2007) mengutip pendapat Daniel Hallin, ada tiga peta
ideologis atau nilai yang dianut orang-orang media, dalam konteks fungsi agenda
setting. Pertama, yang disebutnilai penyimpangan (sphere of deviance). Dalam
peta ideologis ini, gagasan, peristiwa, atau perilaku tertentu dikucilkan dan
dipandang menyimpang oleh masyarakat, termasuk media massa. Kedua, nilai
kontroversi (sphere of legimate controversy). Realitas masih dianggap
menyimpang dan buruk, namun dalam realita ini masih diperdebatkan. Media
massa, jelas memiliki peran yang tidak kecil dalam mempengaruhi nilai-nilai
masyarakat. Ketiga adalah nilai konsensus (sphere of consensus). Dalam wilayah
ini, peristiwa tertentu dipahami dan disepakati secara bersama-sama sebagai
relitas yang sesuai dengan nilai-nilai ideologi yang dianut masyarakat.
Membanjirnya iklan dilayar televisi adalah sesuatu yang sah. Sebab,
tayangan hiburan dan informasi yang ditampilkan hadir atas dukungan dana dari
para produsen pemasang iklan. Selain itu, iklan juga memberikan alternatif bagi
pemirsa untuk mengetahui dan mengenal barang produksi yang ada di pasaran.
Menurut Kuswandi (1996) bahwa iklan terbagi menjadi dua yaitu iklan
komersial dan iklan layanan masyarakat. Iklan komersial merupakan suatu bentuk
promosi hasil produksi perusahaan (makanan, obat-obatan, pakaian dan
semacamnya) yang ditawarkan kepada khalayak sasaran melalui media massa.
Ada tiga hal penting sehubungan dengan masuknya iklan komersial di media
massa, yaitu: (1) produsen mendapat keuntungan apabila barang yang diiklankan
dibeli konsumen atau pemirsa; (2) media massa menerima biaya periklanan yang
ditayangkan dari perusahaan produksi barang/jasa; (3) pemirsa mengenal
barang/jasa produsen yang diiklankan.
Disamping iklan komersial dalam media massa terdapat pula iklan layanan
masyarakat. Iklan jenis ini, isi pesannya berasal dari golongan atau instansi
tertentu (pemerintah, masyarakat, kelompok) yang memberikan informasi kepada
masyarakat tentang sesuatu yang harus diketahui dan diikuti serta dijalani oleh
pemirsa. Sifatnya hanya mengingatkan. Misalnya mentaati peraturan lalu lintas,
himbauan tentang bahaya demam berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk,
melestarikan lingkungan, himbauan untuk turut mencegah terjadinya tindak
korupsi, dan sebagainya.
Ada tiga hal pokok yang dapat dilihat dengan munculnya iklan layanan
masyarakat di media televisi, yakni: (1) menggugah kesadaran pemirsa untuk
berbuat sesuatu; (2) isi pesannya bersifat umum; (3) isi pesannya menggunakan
kata himbauan atau anjuran. Sebenarnya tujuan akhir dari kedua jenis iklan
tersebut adalah sama, yaitu memberikan informasi kepada pemirsa untuk berbuat
sesuatu sesuai dengan objek yang diiklankan.
Model Komunikasi
Banyak teori tentang hubungan media dan khalayak, kiranya ada empat
yang bisa dikemukakan. Pertama, Teori Jarum Hipodermik. Teori ini
mengemukakan kekuatan media yang begitu dahsyat sehingga dapat memegang
kendali pikiran khalayak yang pasif. Kekauatan media yang mempengaruhi
khalayak ini beroperasi seperti jarum suntik, tidak kelihatan namun berefek.
Kedua, Teori Agenda Setting. Dengan model yang hampir serupa, teori ini
mengatakan jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka ia tidak
menentukan what to think, tetapi what to think about. Tengku Dani Iqbal (2006)
mengutip pernyataan David H. Heaver bahwa teori ini berdiri atas asumsi bahwa
media atau pers does not reflect reality, but rather filters and shapes it, much as a
caleidoscope filters and shape it. Dari sejumlah peristiwa dan kenyataan social
yang terjadi, media massa memilih dan meilahnya berdasarkan kategori tertentu,
dan menyampaikan kepada khalayak dan khalayak menerimanya bahwa peristiwa
x adalah penting. Dan yang ketiga adalah Teori Kegunaan dan Kepuasan (uses
dan gratification theory). Teori ini secara radikal menandai pergeseran focus
pandangan dari hal-hal yang media lakukan untuk khalayak menjadi sesuatu yang
orang lakukan terhadap media. Asumsinya tentu saja karena khalayak itu sangat
aktif. Para pendukung teori ini menyatakan bahwa orang secara katif
menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan tertentu yang dapat
dispesifikasikan. Dan karenanya terpaan media belum tentu diterima dan ditiru
oleh khalayak.
Setiap komunikasi mempunyai sumber yakni orang atau kelompok orang
yang memiliki tujuan, punya alasan untuk melakukan komunikasi yang maksud
dan tujuannya harus dinyatakan dalam bentuk pesan. Berdasarkan teori Model
Psychodinamic, De Fleur menyatakan bahwa kunci keefektivan persuasi terletak
pada kemampuan mengubah struktur psikologis orang perorang. Reaksi De Fleur
terhadap model stimulus respon adalah pesan-pesan media massa mempunyai
karakteristik tertentu yang berinteraksi dengan individu anggota khalayak yang
mempunyai sifat tertentu sehingga menghasilkan efek yang berbeda pula.
Mulyana (2001) menggambarkan bahwa suatu pesan yang bersifat
persuasif dapat memperoleh suatu perubahan sikap. Adapun gambar selengkapnya
seperti pada Gambar 3.
Pesan yang
persuasif
Mencegah/mengaktifkan proses psikologis
laten,misalnya
pembentukan sikap
Perubahan yang
dicapai dalam arah
tingkah laku yang
tampak
Gambar 3. Penyampaian Pesan Persuasif (Mulyana, 2001)
Model Psychodinamic mencakup upaya pengidentifikasian kondisi dimana
menunjukkan jenis peubah utama yang berkaitan dengan sumber, isi, penerima,
tujuan adanya alasan untuk mempercayai bahwa pesan yang berasal dari sumber
yang berwenang dan dapat dipercaya relatif akan lebih efektif seperti halnya
dengan sumber yang menarik/dekat dengan penerima. Mengenai isi keefektifan
dikaitkan dengan perulangan, konsistensi dan kurangnya alternatif umumnya
dampak yang diinginkan cenderung lebih mungkin terjadi dalam sejumlah topik
yang jauh dari atau kurang penting bagi penerima.
Ada berbagai macam teori tentang efek media terhadap khalayak, tetapi
nampaknya masyarakat Indonesia dapat dimasukkan ke dalam golongan khalayak
aktif, maksudnya masyarakat yang menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya dan hanya sesuai dengan tujuannya menggunakan media. Dalam
terpaan begitu banyak media, masyarakat kita akhirnya secara taken for granted
melakukan seleksi terhadap media-media yang akan dipergunakan. Masyarakat
mulai memiliki lebih banyak alternatif media yang dapat dipergunakan, kemudian
ketika masyarakat mulai berani untuk memilih media sesuai dengan kebutuhan
mereka maka disitulah sedikit demi sedikit khalayak memulai peran aktif nya
sebagai khalayak aktif.
Penelitian ini melihat proses penyampaian pesan pencegahan bahaya
demam berdarah kepada khalayak yang dengan berbagai macam model
komunikasi. Pesan yang disampaikan lebih mengarah pada jenis pesan persuasif.
Pesan yang persuasif disampaikan dengan mencegah/mengaktifkan proses
psikologis laten sehingga terjadi perubahan sikap responden yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari.
Terpaan Pesan
Suatu pesan yang dikirimkan oleh seseorang kepada orang lain dapat
diterima oleh panca indra manusia. Dalam suatu proses komunikasi, penyampaian
pesan dapat mempergunakan beberapa macam saluran komunikasi, seperti melalui
media maupun tatap muka langsung/tanpa perantara. Fungsi alat indra dalam
menerima informasi dari lingkungan sangat penting melalui panca indra manusia
sehingga dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu melalui
alat indralah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk
berinteraksi.
Terpaan suatu pesan dapat mengenai seseorang lebih dari satu kali.
Effendy (1989) menyatakan bahwa terpaan adalah keadaan terkena pada khalayak
oleh pesan-pesan yang disebarkan oleh media massa. Sedangkan terpaan menurut
Rakhmat (1986) adalah “sering tidaknya/ada frekwensi dan proses mendengarkan
pesan”. Terpaan suatu pesan menentukan seberapa dalam dan jauh pengaruh
pesan terhadap komunikan, khususnya mengingat adanya sifat manusia yang
mudah lupa. Newcomb memberikan pendapatnya tentang terpaan yang dikutip
oleh Jalaluddin Rakhmat (2003) yaitu “suatu dasar yang umum lain untuk pilihan
tanda-tanda yang sering disajikan oleh orang yang sama lebih besar kemungkinan
untuk terlihat daripada yang hanya jarang diulang”.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang terpaan pesan maka penulis
menyimpulkan bahwa terpaan pesan adalah frekwensi (kuantitas) dan intensitas
melihat dan mendengarkan pesan yang disampaikan oleh orang lain baik melalui
media maupun tidak.
Pesan tentang Pencegahan Bahaya Demam Berdarah
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan di
Manila, Filipina tahun 1953, selanjutnya menyebar ke berbagai Negara.
Berdasarkan perkiraan Pusat Pengendalian Dan Pencegahan Penyakit (Center for
Disease Control and Prevention) yang dikutip dari Majalah Gatra (2002) bahwa
setiap tahun diseluruh dunia terjadi 50 hingga 100 juta kasus Demam Dengue ,
dan ratusan ribu kasus demam berdarah dengue. Di Indonesia, penyakit ini
pertama kali mewabah di Surabaya dan DKI Jakarta pada tahun 1968, kemudian
menyebar ke seluruh provinsi. Sejak tahun 1968 hingga tahun 1998, setiap tahun
rata-rata 18.000 orang dirawat di rumah sakit. Dari jumlah itu tercatat, 700-750
penderita meninggal dunia.
Jumlah Penderita demam berdarah dari bulan Desember 2005 – Februari
2006 yang bersumber dari Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta,
seperti dikutip dari Kompas (14 Maret 2006) bahwa kasus demam berdarah pada
Desember 2005 mencapai 11.822 kasus, kemudian terjadi penurunan pada bulan
Januari 2006 yaitu mencapai angka 7.546 kasus, hingga akhir bulan Februari 2006
angka kasus DBD terus mengalami penurunan yaitu 2.589 kasus.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular di
Indonesia. Menurut Darmowandowo (2005) bahwa demam berdarah merupakan
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk
yang dikenal dengan sebutan Aedes Aegypty serta Aedes Albopictus betina yang
umumnya menyerang pada musim panas dan hujan. Serangan demam berdarah
memang sering kali tak terduga, apalagi di musim hujan. Menurut Rita Kusriastuti
(2005), Kepala Subdirektorat Arbovirusis, Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular, Departemen Kesehatan R.I bahwa jumlah nyamuk penyebab
demam berdarah berlipat ganda bila musim hujan tiba. Penyakit demam berdarah
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia
mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue, sebab baik
virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan
penduduk maupun fasilitas umum di seluruh Indonesia. DBD harus diwaspadai
karena sangat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian apabila si
penderita tidak segera mendapatkan pengobatan/perawatan yang tepat.
Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti adalah badan kecil warna hitam bintik –
bintik putih, hidup di dalam dan di sekitar rumah , menggigit / menghisap darah
pada siang hari, senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar ,
bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan
di got / comberan.
Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia. Virus berkembang biak dalam tubuh nyamuk dalam waktu 8 – 10 hari
sebelum dapat ditularkan kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya. Pada manusia, virus
membutuhkan 4-6 hari sebelum menimbulkan sakit.
Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu: (1) pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, (2)
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) tidak adanya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) peningkatan sarana
transportasi. Demam berdarah hanya ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti
yang berkembang biak di dalam genangan air jernih di dalam maupun disekitar
rumah, bukan di comberan/got. Membunuh nyamuknya saja dirasakan masih
kurang jika jentik-jentiknya masih hidup.
Mengingat akibat penyakit ini sangat fatal yaitu dapat mengakibatkan
kematian, maka sangat disarankan kepada masyarakat untuk melakukan tindakan
pencegaham. Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes Aegypi) dengan cara melakukan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang terbaik,
ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai
berikut:
1. bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurangkurangnya seminggu sekali;
2. tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat
tersebut;
3. kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan kayu,
urung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya;
4. tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar dengan tanah atau adukan semen;
5. lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap pada pakaian tersebut.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
7. Selain itu disarankan melakukan pengasapan atau fogging secara berkala dan
teratur untuk memberantas nyamuk pembawa virus DBD.
Pesan-pesan tentang bahaya demam berdarah dan pemberantasan sarang
nyamuk dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain sehingga pesan dibuat
sedemikian rupa agar dapat menyentuh motif yang menggerakkan atau
mendorong perilaku orang tersebut. Dengan perkataan lain, secara psikologis
pemerintah dapat mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan
gagasan tersebut.
Sikap
Sikap merupakan konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan
yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis
motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Adapula yang melihat
sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respon. Muller
(1992) berpendapat bahwa sikap adalah suatu kecenderungan bertindak
kearah/menolak suatu fungsi lingkungan. Sedangkan sikap menurut Saepudin
(1988) tidaklah berupa sistem psikologis/keturunan, akan tetapi merupakan proses
belajar yang diperoleh melalui pengalaman. Rakhmat (2003) menyimpulkan
beberapa hal tentang sikap yaitu
“Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,berpikir,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai; kedua,
sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi; ketiga, sikap relatif lebih
menetap; keempat, sikap mengandung aspek evaluatif artinya
mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kelima, sikap
timbul dari pengalaman”
Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap dapat berupa benda,
orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak
ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.
Objek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau
kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri.
Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang
harus pro atau kontra terhadap sesuatu. Sikap menentukan hal-hal yang disukai,
diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan hal-hal yang tidak diinginkan dan
yang harus dihindari. Tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Sebagai hasil belajar, sikap dapat diperteguh atau diubah, atau dikembalikan
seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Sikap merupakan
kecenderungan/predisposisi bertingkah laku.
Sikap menurut Sarwono (1989) adalah “kesiapan seseorang untuk
bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu”. Sikap dapat bersifat positif
dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan
adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu sedangkan dalam
sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai objek tertentu. Chapman (1973) juga berpendapat bahwa sikap
adalah “a tendency to react positively or negatively toward an object.” Ada tiga
kunci pokok dari definisi yang dikemukakan oleh Mc Quinn yaitu pertama, sikap
mengarah pada objek; kedua, sikap adalah kecenderungan positif atau negatif
dalam berhubungan dengan sebuah objek; dan ketiga, sikap adalah sebuah
kecenderungan untuk memberikan reaksi tertentu.
Kemudian membagi sikap
terdiri atas komponen afektif, kognitif, dan behavioral/kecenderungan perilaku.
Model selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Stimuli (observed event or
symbolic representation of
event)
Relating to attitude object
(individuals, situations,
social issues, social groups,
etc)
Attitudes
Cognitions
1. Behavioral indices of
cognitive processes
2. Verbal statement of beliefs
Affect
1. Physiological indices of
emotional reactions
2. Verbal statement of affect
Action Tendencies
1. Overt actions
2. Verbal statements
concerning actions
Gambar 4 Skema Konsep dari Sikap (Chapman: 1973)
Komponen afektif merupakan indikasi psikologi dari suatu reaksi
emosional dan pernyataan yang muncul dari reaksi tersebut. Sedangkan
komponen kognitif merupakan indikasi reaksi dari proses kognisi dan penyataan
verbal dari kepercayaan/keyakinan seseorang. Komponen perilaku lebih mengarah
pada aksi yang muncul dari sesuatu hal kemudian diikuti oleh penyataan verbal
mengarah ke aksi seseorang. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa
sikap adalah perubahan pada individu yang meliputi perubahan komponen afektif,
kognitif, dan kecenderungan bertingkah laku akibat dari adanya stimulus yang
berhubungan dengan sesuatu objek.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Pemerintah berusaha menyampaikan pesan tentang pencegahan bahaya
demam berdarah kepada masyarakat. Pesan disampaikan melalui kampanye
penanggulangan wabah Demam Berdarah Denge (DBD). Penelitian ini mengukur
dan mendeskripsikan hubungan tingkat keterdedahan ibu-ibu rumah tangga
terhadap pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang disampaikan melalui
komunikasi massa (tayangan iklan dan berita di televisi), komunikasi kelompok
(kelompok Posyandu), dan komunikasi interpersonal (tetangga). Hasil pengukuran
tersebut memperlihatkan saluran komunikasi yang paling efektif untuk jenis pesan
persuasif dengan khalayak ibu-ibu rumah tangga.
Terpaan pesan merupakan peubah bebas dalam penelitian ini, sedangkan
peubah tak bebas berupa sikap ibu-ibu rumah tangga terhadap pesan pencegahan
bahaya demam berdarah.
Pengukuran berikutnya adalah menguji hubungan
antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap ibu-ibu
rumah tangga. Model penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Pesan Pencegahan Bahaya
Demam Berdarah (X1)
1. Frekwensi dan
intensitas melihat pesan
melalui televisi
2. Frekwensi dan intensitas
mendengar pesan melalui
Kader Posyandu
3. Frekwensi dan Intensitas
mendengar pesan melalui
Tetangga
Sikap
(Y)
1. Komponen Kognitif
2. Komponen Afektif
3. Komponen Konatif
Karakteristik Responden
(X2)
1. Usia
2. Tk. Pendidikan
3. Pekerjaan
Gambar 5 Model Penelitian Hubungan Terpaan Pesan Dengan Sikap
Hipotesa
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang dikemukakan
maka diajukan hipotesa sebagai berikut:
H1
Pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang menerpa ibu-ibu rumah
tangga memiliki nilai yang berbeda-beda berdasarkan karakteristik
responden
H2
Sikap ibu-ibu rimah tangga terhadap pesan pencegahan bahaya demam
berdarah memiliki nilai yang berbeda-beda berdasarkan karakteristik
responden
H3
Terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah berkorelasi positif
dengan sikap ibu-ibu rumah tangga
Download