BAB V

advertisement
BAB V
5장
ANALISIS PERMINTAAN
요구 분석
Bab ini merupakan pembahasan lanjutan dari bab IV, yaitu pendalaman terhadap
penurunan kurva permintaan dan analisis permintaan.
본 장에서는 4 장에서 배운 것을 더 깊게 요구의 곡선 감소 및 요구 분석에 대하여
기술한다.
Pembahasan diarahkan untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumen ketika terjadi
perubahan kondisi ekonomi serta bagaimana proses analisisnya.
경제상황이 달라질때 소비자가 어떻게 반응하는지 그리고 어떻게 분석하는 지를
알아 볼 것이다.
Bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai bagaimana proses penurunan kurva
permintaan, bagaimana permintaan konsumen tersebut berubah sebagai akibat dari
perubahan harga pada situasi yang berbeda.
본 장에서 요구 곡선이 어떻게 감소하는지, 여러 상황에 가격이 변화하는 이유로
소비자의 요구를 어떻게 달라지는지를 설계할 것이다.
Selain itu juga dilakukan dekomposisi terhadap efek yang ditimbulkan oleh perubahan
harga menjadi beberapa efek, serta analisis elastisitas permintaan.
그리고 가격변화의 효과를 몇 개 효과로분해하고 수요에 대한 가격 탄력성을
분석할 것이다.
5.1 Pilihan Konsumen: Pendekatan Iso-Maslahah
5.1 서비자의 선택 : Iso-Maslahah 학습법
Dalam bab IV telah dipaparkan bagaimana fungsi permintaan diturunkan dengan
pendekatan maslahah , di mana maslahah bisa diukur dalam satuan nominal.
Maslahah 학습법으로 요수 함수를 어떻게 감소시키는 지, 그리고 maslahah 는
명목상의 통치자로 측정될 수 있는 것을 4 장에서 설계하였다.
Dalam hal ini sebenarnya terdapat dua pendekatan untuk mengetahui perilaku konsumen,
yaitu pendekatan maslahah marjinal dan pendekatan iso-maslahah.
소비자
행위에
알아보는
학습법은
maslahah
marjinal
학습법과
iso-
maslahah 학습법가 있다.
Pendekatan pertama didasarkan pada pandangan bahwa manfaat maupun berkah atas
suatu kegiatan konsumsi bisa dirasakan dan diukur oleh konsumen.
첫번째 학습법에 따라 소비자가 경제 행위의 이득과 이윤을 느끼고 측정 할 수 있는
의미이다.
Bab 7. Analisis Permintaan
183
Sementara pendekatan kedua didasarkan pada pandangan bahwa maslahah, terutama
berkah, hanya bisa dirasakan namun tidak bisa diukur seberapa besarnya.
반면에 두 번째 학습법에 따라 maslahah 는, 특히 이윤은, 느낄 수 있는데 측정 될 수
없을 것이다.
Konsumen hanya bisa membandingkan tinggi rendahnya berkah antar kegiatan konsumsi.
소비자가 가격 비교할 수 뿐이다.
Sebagai misal ketika konsumen mengeluarkan belanja Rp 5000 untuk membeli
sebungkus rokok, ia akan merasakan berkah yang lebih rendah daripada uang tersebut
dibelanjakan untuk membeli satu kaleng susu.
예를 들면 담배를 사서 거 낸 5000 루피아의 이윤이 우유를 사기 위한 이윤보다 더
낮다.
Bab ini akan menjelaskan pendekatan kedua, yaitu dengan pendekatan iso-maslahah.
본 장은 iso-maslahah 학습법을 기술할 것이다.
5.1.1. Karakteristik Iso Maslahah
5.1.2. Iso Maslahah 의 특징
Kurva iso maslahah (IM) menunjukkan kombinasi dua barang/jasa yang memberikan
maslahah yang sama.
IM 곡선은 mashlahah 가 같은 두 개의 물건/서비스의 결합을 보여준다.
Untuk mengetahui proses penurunan dari kurva iso maslahah ini pembaca disarankan
untuk melihat lampiran dari bab in di belakang.
Iso maslahah 곡선 감소 과정에 대해 쉽게 이해 할 수 있도록 부록을 참조하세요.
Sebagaimana dijelaskan pada bab IV, setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi
berbagai barang/jasa yang diperkirakan memberikan maslahah yang sama.
4 장에서 설명되었다시피, 각 소비자가 똑같은 mashlahah 를 주는 여러 개의
상품/서비스의 결합 선택함을 가진다.
Sebagai misal, menurut Zaid membeli dua belas surat kabar dan satu majalah yang
memberikan maslahah yang sama jika membeli dua majalah dan enam surat kabar.
예를 들면, Zaid 는 2 개 잡지와 6 개의 신문이랑 같은 maslahah 를 가진 12 개의
신문과 1 개 잡지를 샀다.
Kombinasi inilah yang disebut dengan iso-maslahah, yaitu setiap titik kombinasi barang
yang ada pada suatu kurva maslahah mempunyai tingkat maslahah yang sama. Hal ini
bisa dilihat pada gambar berikut ini:
그것을 바로 iso-maslahah 라고 한다. Iso-maslahah 곡선에 보여주는 것처럼, 여러
개의 상품/서비스의 결합은 어떨 때 같은 maslahah 를 가질 것이다.
Bab 7. Analisis Permintaan
184
Y
A
Y1
B
Y2
Y3
C
IM
0
X1
X2
X3
X
Gambar 5.1. Kurva Iso-Maslahah
Pada gambar 5.1. ditunjukkan adanya kurva Iso-maslahah (IM).
이 그림에 Iso-maslahah 를 보여주는 것이다.
Setiap titik yang ada pada kurva iso-maslahah tersebut mempunyai tingkat maslahah
yang sama meskipun kombinasi barang yang terkandung adalah berbeda pada masing
masing titik.
각 점에 상품 결합이 다를 수 도 있지만 같은 maslahah 를 가진다.
Pada titik A jumlah barang yang terkandung adalah X1 dan Y1, pada titik B jumlah
barang yang dikandung adalah X2 dan Y2 dan pada titik C jumlah barang yang tersedia
adalah X3 dan Y3.
A 점에 상품 수는 X1 와 Y1, B 점에 상품 수는 X2 와 Y2, 그리고 C 점에 상품 수는
X3 와 Y3.
Dengan demikian titik A, B dan C masing-masing memiliki tingkat maslahah
setingkat.
yang
그래서 A, B, C 점은 각각 같은 maslahah 를 가진다.
Tentu hal ini hanya berlaku ketika barang X dan Y keduanya halal dan memiliki
hubungan substitusi yang dekat.
당연히 X 과 Y 상품이 하랄과 서러 가까운 대리 관계를 가진다.
 Bentuk Kurva Iso-Maslahah
Iso-Maslahah 곡선 구조
Bab 7. Analisis Permintaan
185
Kurva iso-maslahah berbentuk cembung dan mempunyai slope negatif. Hal ini
menunjukkan adanya mekanisme substitusi antara kedua barang dengan substitusi
dekat tidak sempurna. Inilah yang lazim terjadi pada hubungan berbagai barang. Hal
ini bisa dilihat kembali dari gambar 5.1. Pergerakan dari titik A ke titik B
menunjukkan penurunan kandungan barang Y dari Y1 ke Y2 dan peningkatan
kandungan barang X dari X1 ke X2. Jika hal ini kita perhatikan maka kita akan bisa
mengetahui adanya mekanisme substitusi atau kompensasi. Ketika jumlah barang Y
turun, sementara konsumen harus tetap berada pada tingkat kepuasan yang sama,
maka penurunan kandungan barang Y ini harus dikompensasi dengan naiknya barang
X. Naiknya jumlah barang X merupakan penggantian (substitusi) ataupun kompensasi
atas turunnya barang Y. Dengan kata lain, X disubstitusikan untuk memberi
kompensasi atas turunnya barang Y. Hal yang sama juga terjadi pada pergerakan dari
titik B ke titik C atau titik-titik lainnya ke arah kanan bawah.
 Posisi Kurva dan Tingkat Maslahah
Ketika konsumen melakukan kegiatan yang halal dan thayyib, maka dengan semakin
tingginya frekuensi kegiatan akan semakin tinggi pula maslahah yang ia peroleh.
Hal ini bisa ditunjukkan oleh semakin tingginya kurva iso-maslahah. Kurva isomaslahah yang lebih tinggi menunjukkan tingkat maslahah yang lebih tinggi pula.
Hal ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Y
A
Y1
E
B
Y2
Y3
IM2
C
IM1
0
X1
X2
X3
X
Gambar 5.2. Perubahan Tingkat Maslahah
Pada gambar di atas ditunjukkan adanya dua kurva iso-maslahah dengan posisi yang
berbeda. IM2 mempunyai tingkat maslahah yang lebih tinggi dari IM1. Hal ini bisa
Bab 7. Analisis Permintaan
186
ditunjukkan dengan membandingkan kedua titik A yang terletak pada kurva IM1 dan
titik E yang terletak pada kurva IM2. Jika kita lihat kandungan isi barang pada kedua
titik kombinasi ini terlihat bahwa pada titik A mempunyai kandungan barang X1 dan
Y1 sementara pada titik kombinasi E mempunyai isi barang X2 dan Y1. Dari sini bisa
kita lakukkan perbandingan secara langsung:
Titik E: X2 ,Y1
Titik A: X1 ,Y1
-------------------------------------------------
Selisih = X2 – X1 > 0, karena X2 > X1
Karena X adalah barang yang halal dan mendatangkan maslahah maka bisa dikatakan
bahwa titik E mempunyai maslahah yang lebih tinggi daripada titik A. Selanjutnya
kesimpulan ini bisa ditarik lebih panjang lagi yaitu bahwa setiap titik yang ada pada
IM2 mempunyai tingkat maslahah yang lebih tinggi dari setiap titik yang ada pada
IM1. Hal ini disebabkan karena setiap titik yang ada pada kurva IM2 mempunyai
maslahah yang sama dengan maslahah yang dikandung dalam titik E. Sementara
setiap titik yang ada pada kurva IM1 mepunyai kandungan maslahah yang sama
dengan yang dikandung pada titik A.
 Tingkat Substitusi Semakin Menurun
Slope dari kurva maslahah pada masing-masing titik yang ada menunjukkan tingkat
kemampuan untuk melakukan substitusi. Pada gambar 5.1. dapat ditunjukkan bahwa
untuk mempertahankan maslahah yang diperoleh, konsumen bisa berpindah posisi
A menuju posisi B atau C. Pergerakan dari titik A menuju B menunjukkan bahwa
konsumen mau mengorbankan barang Y yang dikonsumsi sebesar (Y2-Y1) untuk
mendapatkan tambahan konsumsi X sebesar (X2-X1). Demikian pula konsumen bisa
menurunkan kembali jumlah Y yang dikonsumsi dari titik B menuju titik C dengan
mengorbankan Y sebesar (Y3-Y2) yang nilainya lebih kecil daripada (Y2-Y1). Hal ini
menunjukan bahwa semakin banyak Y yang dikonsumsi maka kemampuan barang X
di dalam menggantikan fungsi Y bagi konsumen semakin kecil. Demikian pula
sebaliknya, semakin banyak barang X yang dikonsumsi maka kemampuan barang Y
dalam menggantikan fungsi barang X akan semakin kecil pula. Hal inilah yang
dimaksudkan dengan tingkat substitusi antar barang semakin menurun.
5.1.3. Bentuk Kurva Iso-Maslahah
Kandungan berkah dalam masing-masing barang sangat menentukan pilihan
konsumen. Konsumen yang rasional akan memiliki kecenderungan pilihan pada
penggunaan barang-barang dengan kandungan berkah yang tinggi dibanding dengan
barang yang kandungan berkahnya rendah, sepanjang ada kemampuan finansial yang
mendukungnya. Untuk itu di sini akan didiskusikan bagaimana kandungan berkah ini
mempengaruhi bentuk dari kurva iso-maslahah .
(i) Kurva Iso-maslahah dengan Kandungan Berkah yang Setingkat
Ada kalanya seorang konsumen dihadapkan pada pilihan konsumsi antara dua barang
yang memiliki berkah yang setingkat. Setiap barang/jasa yang halal dan memberikan
kemanfaatan yang sama diharapkan akan memberikan keberkahan yang sama pula.
Bab 7. Analisis Permintaan
187
Hal ini bisa dilihat pada barang-barang halal yang memiliki hubungan substitusi
sempurna atau dekat, seperti komputer berbeda merek. Sebagaimana kita ketahui,
persaingan dalam produk komputer saat ini sangat ketat sehingga antara merek yang
satu dengan lainnya sesungguhnya secara kualitas atau kemanfaatan tidak berbeda
jauh (bahkan sama).
Y
Y2
B
A
C
Y1
IM2
IM1
45
0
X1
X2
X
Gambar 5.3. Perubahan Maslahah pada Dua Barang dengan Berkah Setingkat
Kondisi ini bisa dilukiskan oleh kurva iso-maslahah
yang memiliki tingkat
kemiringan yang simetris antar dua barang. Karena barang X dan barang Y memiliki
kandungan berkah yang setingkat, maka maslahah akan meningkat jika adanya
tambahan penggunaan barang X yang dikombinasikan dengan tambahan penggunaan
barang Y dalam jumlah yang sama. Hal ini dicerminkan oleh kurva isomaslahah
yang simetris terhadap sumbu yang membentuk sudut 45 o terhadap titik pangkal.
Sehingga jika kurva maslahah tersebut digeser ke kanan ataupun ke kiri maka kedua
segmen yang dipisahkan oleh sumbu simetri tersebut akan tepat sama satu terhadap
yang lain. Dengan kata lain jika setiap kurva dilipat tepat pada sumbu simetri, maka
kedua segmen yang dipisahkan oleh sumbu simetri akan berimpi t satu sama lain.
Secara lebih spesifik hal ini bisa dilihat dari posisi titik A ke titik B dan titik A ke titik
C yang jaraknya masing-masing adalah sama satu dengan yang lain.
(ii) Kurva Iso-maslahah dengan Kandungan Berkah yang Tidak Setingkat
Dalam dunia nyata, sebenarnya sangat sulit konsumen untuk menemukan barangbarang yang memiliki kandungan berkah yang benar-benar setingkat. Jadi,
kebanyakan barang memiliki kandungan berkah yang tidak setingkat, betapapun kecil
perbedaannya. Dalam hal ini, jika konsumen ingin meningkatkan maslahah yang ia
peroleh maka ia harus melakukan perubahan jumlah barang yang dibelanjakan dalam
Bab 7. Analisis Permintaan
188
komposisi yang berbeda. Sebagai misal, jika kandungan berkah barang Y lebih tinggi
daripada barang X, maka kurva iso-maslahah dilukiskan akan cenderung landai.
Jika misalnya kondisi awal adalah pada titik A pada gambar 5.4., dan konsumen ingin
menambah konsumsi barang Y menjadi Y2, maka maslahah yang ia peroleh akan
meningkat menjadi IM2. Namun jika ia dicegah untuk mendapatkan tambahan barang
Y sejumlah (Y2-Y1), maka ia akan berusaha menambah pembelian barang X
sejumlah (X2-X1) dan tambahan barang X ini lebih besar daripada tambahan barang
Y. Artinya konsumen menghargai Y lebih tinggi daripada barang X untuk
mendapatkan maslahah yang optimal. Hal ini disebabkan karena barang Y memiliki
kandungan berkah yang lebih tinggi.
Y (beras lokal)
B
B
Y2
A
C
Y1
IM2
A
IM1
45
0
X1
X2
X (beras impor)
Gambar 5.4.
Perubahan Maslahah ketika Kandungan Berkah barang X Lebih Rendah
Sebagai misal ketika konsumen dihadapkan pada pilihan berbelanja atas beras impor
(X) dan besar lokal (Y) dengan jenis dan kualitas yang sama. Secara umum kedua
jenis beras ini akan memberikan manfaat fisik yang sama, namun besar kemungkinan
beras lokal akan memberikan keberkahan yang lebih tinggi daripada besar impor
karena dengan berbelanja besar lokal maka berarti kita turut membantu
mengembangkan kesejahteraan tetangga dan kerabat dekat, di mana hal ini dianjurkan
dalam Islam dan diperlakukan sebagai suatu amal kebaikan yang mendapatkan
berkah.
Konsumen bisa meningkatkan maslahah nya (dari IM1 ke IM2) dengan menambah
pembelian beras impor menjadi sejumlah X2 atau beras lokal dalam jumlah Y2. Hal
ini dilakukan karena kandungan berkah pada beras lokal (Y) lebih tinggi daripada
Bab 7. Analisis Permintaan
189
beras impor (X). Pada akhirnya hal ini akan membawa konsumen untuk memiliki
kecenderungan mengkonsumsi besar lokal dalam jumlah yang lebih besar, yang
dalam gambar 5.4. ditunjukkan pada area diatas garis 45.
Pada kasus lain dari berkah yang tidak setingkat ini bisa dilihat ketika kandungan
berkah atas barang X lebih kecil daripada barang Y. Hal ini akan ditunjukkan oleh
kurva iso-maslahah yang lebih curam.
Y (beras impor)
Y2
B
B
Y1
C
IM2
A
IM1
45
0
X1
X2
X (beras lokal)
Gambar 5.5.
Perubahan Maslahah ketika Kandungan Berkah barang X Lebih Tinggi
Dengan menggunakan argumen yang sama sebagaimana yang dikembangkan dalam
menjelaskan kasus berkah yang tidak setingkat sebagaimana yang digambarkan oleh
gambar 5.4. di atas, maka di sini bisa disimpulkan bahwa barang X mensyaratkan
kompensasi barang Y dengan jumlah yang lebih besar untuk mencegah kenaikan
barang X. Dengan demikian barang X dipandang lebih berharga daripada barang Y
dalam kasus tersebut. Barang X yang dipandang lebih berharga di sini disebabkan
karena barang X mempunyai kandungan berkah yang lebih besar daripada barang Y.
5.1.4. Kemampuan Substitusi antar Barang
Pada seksi sebelum ini didiskusikan bagaimana perbedaan kandungan maslahah
pada masing-masing barang melatar belakangi pilihan konsumen. Dalam sub bab ini akan
didiskusikan bagaimana kemampuan substitusi antar kedua barang yang ada dan faktor
apa yang melatarbelakanginya.
Sudah kita ketahui bahwasanya kandungan berkah yang ada pada masing-masing
barang bisa berbeda sehingga kecenderungan pilihan konsumen muslim akan jatuh pada
barang tersebut. Namun bagaimana kedua barang yang berbeda kandungan berkahnya ini
Bab 7. Analisis Permintaan
190
bisa saling mengganti? Apakah barang yang kandungan berkahnya lebih tinggi tidak bisa
digantikan dengan barang lain yang kandungan berkahnya lebih rendah? Untuk bisa
menjawab hal ini perlu ditengok kembali bahwasanya domain dari konsumsi muslim
adalah barang yang kandungan berkahnya adalah positif sehingga substitusi di antara
barang yang ada terjadi pada barang-barang yang sama-sama halal (kandungan berkah
minimum).
Kemampuan untuk saling menggantikan antara barang yang satu dengan barang
lainnya bisa dilihat dari nilai absolut dari slope kurva iso-maslahah di atas. Secara
aljabar kurva iso-maslahah bisa diekspresikan sebagai berikut ini:
M = m(X,Y, BX, BY)
.......... (5.1.)
Tingkat kemampuan barang X menggantikan fungsi barang Y bisa dirumuskan sebagai
perbandingan antara perubahan Y dan perubahan X untuk mendapatkan maslahah yang
sama,
Kemampuan substitusi Y terhadap X adalah = ΔY/ΔX  δY/ δX
Dengan melakukan dirivasi parsial dan mengkaitkan dengan konsep maslahah pada
bab IV maka akan diperoleh (penurunan formula terdapat pada lampiran):
│ δY/δX │ = MMX/MMY
.........(5.2)
di mana MMx dan MMY adalah maslahah marjinal untuk barang X dan barang Y.
Dengan melihat ekspresi pada persamaan di atas maka bisa ditentukan bahwa besarnya
kemampuan dari barang X untuk mensubstitusi barang Y bergantung pada besarnya
kandungan manfaat dan berkah dari kedua barang tersebut. Perlu diingat lagi bahwa
marginal manfaat fisik nilainya selalu menurun, hal ini mengikuti hukum kebosanan yang
ada dalam perilaku agen. Di sisi lain marginal berkah mempunyai sifat yang non
decreasing. Hal ini memberi implikasi bahwa maslahah marjinal mempunyai beberapa
kemungkinan sifat konstan, meningkat ataupun menurun.
(1) Kemampuan Substitusi yang Menurun (decreasing)
Jika marginal berkah (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang
lebih rendah dari tingkat penurunan marginal manfaat duniawi (MF), maka maslahah
marjinal akan mengalami decreasing. Bentuk kurva iso-maslahah
yang
merepresentasikan sifat ini digambarkan berikut ini:
Bab 7. Analisis Permintaan
191
Y
IM
X
Gambar 5.6.
Kurva Iso-maslahah dengan Substitusi yang Menurun
(2) Kemampuan Substitusi yang Konstan
Jika marginal berkah (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang
sama dengan tingkat penurunan marginal manfaat duniawi (MF), maka maslahah
marjinal akan konstan. Hal ini digambarkan berikut ini:
Y
IM
X
Gambar 5.7
Kurva Iso-maslahah dengan Substitusi yang Konstan
Bab 7. Analisis Permintaan
192
(3) Kemampuan Substitusi yang Meningkat (increasing)
Jika marginal berkah (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi dari tingkat penurunan marginal manfaat fisik (MF), maka maslahah
marjinal akan increasing. Hal ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:
Y
IM
X
Gambar 5.8
Kurva Iso-maslahah dengan Substitusi yang Meningkat
5.1.5. Batasan Individu dan Etika dalam Konsumsi
Pada pembahasan pembahasan sebelumnya kita telah mendiskusikan salah satu sisi
dari teori pilihan konsumen, yaitu preferensi konsumen. Tentu saja preferensi ini bukan
satu-satunya penentu dalam mekanisme pilihan konsumen. Konsumen akan menghadapi
berbagai kendala atau batasan yang harus diperhatikan dalam menentukan pilihan
konsumsi. Berbagai batasan ini antara lain barangnya harus halal, dikonsumsi tidak
dalam jumlah berlebih-lebihan (israf), memperhatikan kebutuhan orang lain dan
menyesuaikan dengan kemampuan anggaran. Karena kehalalan merupakan batasan
minimal dalam konsumsi maka diasumsikan seluruh barang yang dikonsumsi adalah
halal, sehingga terdapat tiga kendala utama yang harus dipenuhi.
(1) Kendala Anggaran (budget)
Kendala penting yang dihadapi oleh konsumen muslim dalam menentukan pilihan
mereka dalam mengkonsumsi barang adalah kendala anggaran. Seseorang tidak akan
bisa membeli barang-barang yang mereka butuhkan jika anggaran yang ada tidak
mencukupi untuk mewujudkan hal itu semua. Di sini akan didiskusikan bagaimana
kendala anggaran mampu “menghalangi” konsumen dari mengkonsumsi barang.
Pengertian anggaran di sini tidak sebatas pendapatan yang diperoleh oleh seorang
konsumen, namun dimaknai sebagai sejumlah uang tertentu yang sengaja disisihkan
Bab 7. Analisis Permintaan
193
guna membiayai kegiatan konsumsi. Seorang muslim dilarang untuk mengalokasikan
seluruh pendapatan yang mereka terima hanya untuk konsumsi, kecuali jika
pendapatan mereka memang terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ini
saja. Jika memungkinkan maka pendapatan harus dialokasikan pula untuk sedekah
atau amal sholeh (zakat, jika telah memenuhi syarat), serta investasi atau tabungan
untuk hari esok. Allah memerintahkan hambaNya tidak saja untuk memikirkan hari
ini, tetapi juga hari esok (QS, Al Hasyr: 18).
(i) Penurunan Kurva Alokasi Anggaran (allocated budget)
Jika seluruh pendapatan konsumen adalah I, maka pendapatan yang siap
dikonsumsikan (IC) merupakan suatu bagian dari pendapatan total. Sementara
terdapat alokasi lain dari pendapatan, yaitu untuk menabung atau investasi (IS)
dan amal sholeh (IA) sehingga
I= IC + IS + IA
AB ≥ IC
Jumlah yang bersih yang bisa dikonsumsikan (allocated budget) merupakan
bagian dari pendapatan yang siap konsumsi. Selanjutnya jumlah pendapatan yang
sudah disisihkan di sini kita sebut sebagai AB (allocated budget) atau anggaran
yang sudah dialokasikan, untuk konsumsi.
Y
AB/PY
AB/PX
Gambar 5.9. Kurva Anggaran
X
Misalkan terdapat dua barang yang akan dikonsumsi, yaitu X dan Y dengan harga
masing-masing adalah PX dan PY. Jika seluruh anggaran AB ini dipergunakan untuk
membeli X, maka akan mendapatkan X sejumlah AB/PX. Demikian pula sebaliknya
jika anggaran ini seluruhnya dipergunakan untuk membeli Y maka akan diperoleh Y
Bab 7. Analisis Permintaan
194
sejumlah AB/PY. Oleh karena itu, jika konsumen menginginkan kombinasi pembelian
X dan Y maka akan diperoleh alokasi anggaran sebagaimana dilukiskan pada gambar
5.9 dengan persamaan berikut:
AB = PX X + PY Y
........... (5.3)
Kurva AB mempunyai slope yang menurun, yang bisa dilacak dari hubungan antara
jumlah barang Y yang dibeli dalam kaitannya dengan barang X yang dibeli. Semakin
banyak barang X yang dibeli maka semakin sedikit jumlah barang Y yang bisa dibeli.
Inilah latar belakang di balik menurunnya slope dari kurva anggaran. Secara aljabar
slope dari kurva anggaran ini bisa diperoleh dari ekspresi (5.3) di atas. Persamaan ini
dapat diekspresikan dalam bentuk lain:
AB/PY – (PX/PY)X = Y
Slope dari garis ini diperoleh dengan mengambil turunan pertama dari Y terhadap X
maka akan diperoleh
dY/dX = slope AB = -(PX/PY)
......(5.4)
Sementara AB/PY merupakan konstanta (titik potong kurva dengan sumbu Y) dari
kurva alokasi budget.
(ii)
Efek Perubahan Pendapatan pada Kurva Alokasi Anggaran
Pendapatan mempunyai dampak langsung pada kemampuan untuk mengkonsumsi
barang. Jika pendapatan naik, maka besarnya anggaran yang dialokasikan untuk
tujuan konsumsi pun akan juga mengikuti naik. Asumsikan di sini bahwa allocated
budget naik dari AB menjadi AB`. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh
kenaikan ini pada kurva budget bisa ditelusuri melalui persamaan (5.3). Untuk
mengetahui hal ini marilah kita masukkan nilai allocated budget yang baru pada
persamaan (5.3), sehingga:
AB` = PX X + PY Y
di mana: AB` > AB.
....(5.5)
Sekarang, dengan melihat persamaan (5.5), maka bisa dilihat bahwasanya slope dari
kurva tersebut tetap tidak berubah jika dibanding dengan yang ada pada persamaan
sebelumnya (5.3). Hal yang mengalami perubahan adalah intercept dari persamaan
(5.5) yang besarnya adalah AB`/PY. Bandingkan hal ini dengan yang ada sebelumnya,
persamaan (5.3) di mana persamaan tersebut mempunyai intercept sebesar AB/PY.
Dengan menggunakan argumen yang ada pada persamaan (5.9.) di mana AB` > AB,
maka hal ini mempunyai implikasikan bahwa AB`/PY > AB/PY. Jika demikian halnya
maka kurva budget yang baru berpangkal pada titik AB`/PY dan bergeser ke bawah
sejajar dengan kurva sebelumnya (hal ini karena slope keduanya sama). Bentuk kurva
tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini:
Bab 7. Analisis Permintaan
195
Y
AB`/PY
AB/PY
AB/PX AB`/PX
X
Gambar 5.10.
Perubahan Kurva Anggaran karena Peningkatan Pendapatan
Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa kurva yang baru merupakan pergeseran kurva
lama ke arah kanan dan meluncur ke bawah sejajar dengan kurva lama. Dengan
demikian untuk menggambarkan pengaruh dari kenaikan pendapatan maka hal ini
cukup dilakukan dengan menggeser kurva ke arah kanan. Sebaliknya jika terjadi
penurunan buget, maka hal ini cukup ditunjukkan dengan pergeseran kurva ke arah
kiri.
(iii)
Efek Perubahan Harga pada Kurva Alokasi Anggaran
Selain pendapatan, harga juga mempunyai pengaruh langsung pada kurva budget. Di
sini ada beberapa kemungkinan akibat yang terjadi menurut penyebabnya.
a). Penurunan Harga pada Salah Satu Barang
Dalam kasus ini asumsikan bahwa harga barang yang turun adalah barang X. Harga
barang X turun dari PX menjadi P`X. Untuk mengetahui dampak dari hal ini pada
kurva budget maka persamaan (5.3) perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada.
Dengan adanya perubahan yang terjadi maka slope dari kurva budget berubah
menjadi:
dY/dX = -(P`X/PY)
......(5.6)
Jika dibandingkan dengan slope persamaan (5.3) maka slope persamaan (5.6)
mengalami penurunan karena P’x<Px. Di lain pihak, diketahui bahwa tidak ada
perubahan pada pendapatan sehingga hal ini tidak mempengaruhi intercept dari kurva
budget. Dengan demikian kurva anggaran yang baru bergerak berputar dari titik
Bab 7. Analisis Permintaan
196
intercept, AB/PY, berlawanan arah jarum jam dengan slope yang lebih kecil daripada
kurva yang lama. Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini:
Y
AB/PY
AB/PX AB/P`X
X
Gambar 5.11.a
Perubahan Kurva Anggaran karena Penurunan Harga X
Hal yang sama akan bisa ditemui jika terjadi penurunan pada harga barang Y saja.
Pada kasus ini PY naik menjadi P`Y dengan alokasi budget yang tetap sama, dan
harga barang X juga tetap tidak berubah. Dengan membuat analogi yang ada pada
kasus perubahan harga barang X, kurva AB akan berputar dari poros sumbu X
searah jarum jam.
Bab 7. Analisis Permintaan
197
Y
AB/P`Y
AB/PY
AB/PX
X
Gambar 5.11.b.
Perubahan Kurva Anggaran karena Penurunan Harga Y
b). Penurunan Harga pada Kedua Barang
Kemungkinan lain dari perubahan yang terjadi adalah adanya perubahan harga
pada kedua barang. Perubahan ini bisa terjadi dalam beberapa skema. Pada
kesempatan ini akan diperikas perubahan harga yang terjadi dengan ukuran yang
sama pada kedua barang. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkannya maka
sekali lagi kita perlu memodifikasi persamaan (5.3.) dengan perubahan yang
terjadi. Asumsikan di sini bahwa penurunan harga untuk kedua barang adalah
sebesar , sehingga:
AB = (1-)PX X + (1-)PY Y ....(5.7)
Jika persamaan (5.7) disederhanakan maka diperoleh:
AB/(1-)PY – (PX/PY)X = Y
dY/dX = slope AB = -(PX/PY)......(5.8)
intercept = AB/(1-)PX ............ (5.9)
Jika dibandingkan dengan persamaan (5.3) tampak bahwa persamaan (5.7)
memiliki slope yang tidak berubah, namun memiliki intercept yang lebih besar.
Hal inibisa dilukiskan denganadanya pergeseran kurva anggaran sejajar ke arah
kanan.
Bab 7. Analisis Permintaan
198
Dengan demikian, efek yang ditimbulkan oleh penurunan harga pada kedua
barang, dengan jumlah penurunan yang sama, adalah kenaikan intercept dari
AB/PY menjadi AB/(1-)PY. Hal ini bisa ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Y
AB
(1-) PY
AB/PY
AB/PX AB/(1-)PX
X
Gambar 5.12.
Perubahan Kurva Anggaran karena Penurunan Harga X dan Y
Dengan melihat gambar di atas, maka bisa ditengarai bahwasanya efek dari
penurunan harga pada kedua barang, dengan jumlah penurunan yang sama, adalah
bergesernya kurva alokasi budget ke sebelah kanan. Bandingkan hal ini dengan kasus
kenaikan pendapatan yang ditunjukkan dalam gambar 5.10. di atas. Hal sebaliknya
akan terjadi jika harga kedua barang naik secara bersama-sama dengan tingkat
kenaikan yang sama; Ini akan mengakibatkan kurva alokasi budget bergeser ke kiri
secara sejajar.
Adapun kasus penurunan harga pada kedua barang dengan jumlah penurunan
yang tidak sama di antara keduanya akan mempunyai efek yang berbeda dengan efek
yang baru saja disebutkan di atas. Untuk mengetahui hal ini bisa dilakukan dengan
menelusuri kembali teknik yang ditempuh di depan. Hal ini diserahkan kepada
pembaca sendiri sebagai latihan.
(iv)
Efek Perubahan Harga dan Pendapatan secara Simultan pada Kurva
Alokasi Anggaran
Untuk mengetahui efek adanya kenaikan pendapatan dan harga semua barang
diasumsikan terlebih dahulu bahwa tingkat kenaikan pada harga dan pendapatan
adalah sama. Asumsikan kenaikan pada masing-masing variabel adalah sebesar .
Untuk mengetahui hal ini maka kembali di sini akan kita modfikasi persamaan (5.3)
dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Asumsikan di sini bahwa penurunan
allocated budget dan harga untuk kedua barang adalah sebesar , sehingga modifikasi
atas persamaan (5.3) adalah sebagai berikut:
Bab 7. Analisis Permintaan
199
AB(1-) = (1-)PX X + (1-)PY Y ....(5.10)
Jika persamaan (5.10) kita selesaikan untuk Y maka diperoleh:
AB(1-)/(1-)PY – [(1-)PX/(1-)PY]X = Y
AB/PY – [PX/PY]X = Y ......(5.11)
Persamaan (5.11) di atas ternyata sama dengan persamaan (5.3) Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan dengan tingkat yang sama yang terjadi pada semua variabel akan
tidak berpengaruh apa-apa (netral). Hal ini disebabkan karena penurunan harga-harga
barang dikompensasi dengan allocated budget dalam jumlah/tingkat yang sama.
Sekaligus di sini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan harga secara serentak di
satu pihak dan tidak ada keinginan untuk mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih
besar dari sebelumnya maka akan terjadi penghematan yaitu sebesar allocated budget
yang lama dikurangi dengan allocated budget yang baru. Demikian juga sebaliknya
jika yang terjadi adalah kenaikan harga secara serentak, maka jika konsumen tetap
ingin mempertahankan jumlah konsumsinya seperti semula, maka dia harus
mengeluarkan tambahan allocated budget sebesar selisih antara allocated budget
yang lama dengan allocated budget yang baru.
(2) Kendala Israf
Dalam Islam meskipun seseorang mempunyai uang yang banyak maka tidak serta
merta mereka diperbolehkan untuk menggunakan uangnya untuk membeli apa saja
yang mereka inginkan dan dalam jumlah berapapun yang mereka inginkan. Batasan
anggaran memang harus dipenuhi, tetapi batasan ini saja belum cukup. Jadi ekspresi
(5.2.) masih merupakan necessary condition, belum merupakan sufficient condition.
Salah satu batasan lain yang harus diperhatikan adalah tidak bolehnya berlebihlebihan atau israf
Secara umum kriteria israf ini akan berbeda sesuai dengan kekayaan yang dimiliki
oleh konsumen. Semakin kaya seorang konsumen maka batasan israf akan semakin
meningkat, meskipun ada batas maksimal pada setingkat tertentu. Misalnya,
seseorang yang memiliki pendapatan siap konsumsi senilai Rp 10 juta per bulan
adalah wajar jika kemudian ia mengkonsumsi sandang-pangan senilai Rp 3 juta,
namun bagi orang yang pendapatannya hanya Rp 4 juta perbulan hal ini merupakan
hal yang berlebihan. Dengan demikian penampilan grafis dari batasan israf di sini
bisa ditampilkan bergerak mengikuti tingkat pendapatannya.
Bab 7. Analisis Permintaan
200
Gambar 5.10.a
Kendala Israf pada Anggaran Tertentu
Gambar 5.10.b
Kendala israf ketika Anggaran Meningkat
Dalam kedua gambar di atas ditampilkan jumlah barang X dan Y maksimum yang
bisa dikonsumsi dalam kategori yang tidak israf. Jika seorang konsumen
mengkonsumsi barang Y lebih dari sejumlah  maka hal ini sudah dianggap israf.
Begitu juga jika seorang agen mengkonsumsi barang X lebih dari sebesar  maka hal
ini masuk dalam kategori israf.
Agar terhindar dari israf maka terdapat prinsip yang terus dipegang, yaitu dalam
mengkonsumsi sejumlah barang maka harus bisa menciptakan maslahah (maslahah
generating). Adapun indikator yang bisa digunakan untuk menilai apakah konsumsi
barang tersebut menciptakan maslahah atau tidak antara lain adalah:
1. Untuk barang tahan lama (non-durable) maka konsumsinya tidak sampai
mentabdzirkan atau tidak menimbulkan hal yang sia-sia
2. Untuk barang habis pakai (durable) maka tingkat utilisasi tinggi
3. Jika dihitung kelayakannya, maka kelayakannya mencapai tingkat kelayakan
yang standar atau lebih besar
4. Menimbulkan opportunity cost yang tinggi jika tidak dikonsumsi. Opportunity
cost di sini akan terkait langsung pada kelayakan sebagaimana yang dimaksud
pada poin 3. Secara lebih spesifik opportunity cost ini akan menjadi salah satu
komponen dalam penilaian kelayakan.
5. Adanya maslahah yang tidak bisa dikategorikan pada keempat poin di atas.
Misalnya mengkonsumsi sesuatu barang dalam rangka memenuhi hobby yang
halal atau mubah yang sifatnya sangat spesifik.
6. Kelima poin di atas tidak boleh dilandasi ataupun terkontaminasi dengan
dengan tujuan-tujuan yang bathil.
Bab 7. Analisis Permintaan
201
(3) Mempertimbangkan Kebutuhan Orang Lain
Di samping Islam mengajarkan umatnya untuk tidak berlebih-lebihan dalam
konsumsi, Islam juga menuntun agar kita peduli kepada orang lain, terutama sanak
kerabat, tetangga, fakir miskin, anak yatim ataupun konsumen lainnya. Tingkat
kepedulian ini akan berpengaruh terhadap konsumsi sehingga akan mempengaruhi
seberapa barang yang akan dibeli. Secara spesifik, kepedulian ini dimaknai sebagai
bentuk amal sholeh, yaitu kemauan konsumen untuk membelanjakan barang/jasa
untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kepedulian ini juga bisa dimaknai sebagai
upaya memberikan kesempatan konsumen lain untuk membeli barang yang
dibutuhkan, misalkan ketika terjadi kekurangan stok barang. Kedua hal ini membawa
implikasi adanya perubahan preferensi konsumen terhadap suatu barang, di mana
konsumen akan lebih menyukai barang-barang yang dibutuhkan orang tersebut.
Secara geometris, kendala ini bisa dilukiskan sebagai perubahan bentuk kurva isomaslahah .
5.1.6. Keseimbangan Konsumen
Setelah mendiskusikan elemen-elemen pembentuk dari skema pilihan konsumen
maka sekarang ini saatnya untuk menggabungkan kedua argumen tersebut untuk
menentukan pilihan konsumen. Untuk itu kita gabungkan kesemua kendala di atas.
Gambar 5.11.
Keseimbangan Konsumen dengan Kendala Anggaran & Israf
Pada gambar 5.11. di atas menunjukkan situasi seorang konsumen yang ingin
mencapai tingkat maslahah tertentu yang ditunjukkan oleh IM. Konsumen tersebut
menginginkan jumlah pengeluaran yang minimum dalam rangka mencapai maslahah
tersebut. Di lain pihak terdapat kendala yang membatasi konsumen tersebut agar tidak
sampai jatuh ke israf. Situasi anggaran konsumen ditunjukkan oleh kurva anggaran,
Bab 7. Analisis Permintaan
202
sementara kendala israf ditunjukkan oleh kedua garis vertikal X =  dan garis horisontal
Y = . Anggap di sini konsumen yang bersangkutan mempunyai beberapa calon kandidat
pilihan mereka yang ditetapkan secara sebarang yaitu titik-titik A,B,C, dan D. Semua
titik tersebut masih berada dalam boundary tidak israf. Daerah seluas segiempat AECF
merupakan daerah yang memungkinkan untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Nampak dalam gambar bahwa titik D berada di luar kurva isomaslahah, yang berarti
titik D tidak mampu menjangkau tingkat maslahah yang diinginkan. Dari tiga titik yang
tersisa: A, B dan C semuanya berada tepat pada kurva isomaslahah, yang berarti mereka
mampu memfasilitasi tercapainya tingkat maslahah yang diinginkan. Kemudian setelah
dilihat seberapa besar jumlah biaya yang harus dikeluarkan, maka titik B merupakan
satu-satunya titik yang menghasilkan tingkat pengeluaran terendah karena titik B berada
pada kurva alokasi anggaran yang lebih rendah, (AB)2. Sementara titik-titik lainnya, A
dan C, berada pada kurva alokasi anggaran yang lebih tinggi yaitu (AB)3. Dengan
demikian maka titik B menghasilkan pengeluaran yang optimal bagi konsumen yang
bersangkutan.
Jika dianalisis secara matematis, fungsi permintaan terhadap barang X dapat
dituliskan sebagai berikut (Perhitungannya lihat lampiran):
DX 
I
 (   bY )  
  1 PX

(


b
)
X 


......(5.12)
Persamaan 5.12. ini menunjukkan fungsi permintaan, di mana jumlah barang yang
diminta (Dx) memiliki korelasi negatif dengan harga barang tersebut. Jika harga suatu
barang meningkat maka permintaan akan barang tersebut akan menurun, jika kandungan
berkah pada barang tersebut dan barang lain tidak berubah.
5.2. Efek Berkah pada Pilihan Optimal
Kandungan berkah sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Di sini akan kita lihat
suatu situasi perubahan kandungan berkah setelah konsumen mencapai maslahah
optimalnya.
Bab 7. Analisis Permintaan
203
Y
Y1
IMR
Y2
IMQ
X1
X2
X
Gambar 5.12. Efek Perubahan Kandungan Berkah
Gambar 5.12.merepresentasikan kembali keseimbangan konsumen yang telah tercapai
sebagaimana ditunjukkan sebelumnya oleh gambar 5.11. di atas. Sekarang, setelah
mencapai kombinasi barang yang bisa mencapai maslahah yang optimum (X1, Y1),
anggaplah bahwa konsumen yang bersangkutan menghadapi perubahan kandungan
berkah yang terjadi pada barang X; barang X mengalami peningkatan kandungan berkah.
Hal ini jelas mempengaruhi preferensi konsumen. Konsumen yang tadinya netral
terhadap keduanya, sekarang “terpaksa” harus lebih menyukai barang X. Perubahan
preferensi ini ditunjukkan oleh perubahan bentuk kurva isomaslahah dari IM0 menjadi
IM1. Adanya kenaikan kandungan berkah pada barang X menyebabkan kurva isomaslahah menjadi lebih curam, sehingga berdampak pada tingkat konsumsi terhadap
barang X yang lebih tinggi. Subscript Q dan R pada kurva isomaslahah menunjukkan
kurva yang menunjukkan tingkat maslahah masing-masing sebesar Q dan R (R>Q).
Kotak 5.1.
Pengaruh Kepedulian Sosial Perusahaan terhadap Pembelian
Dewasa ini kepedulian masyarakat terhadap tanggungjawab sosial semakin
mendapatkan perhatian, bahkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan
semakin memandang penting terhadap perlunya perhatian mereka terhadap aspek
lingkungan, dan hal inilah yang kemudian melahirkan konsep Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bentuk kegiatan dari CSR ini semakin
bervariasi dan berkembang, dari penerapan teknologi yang ramah lingkungan,
pemberian beasiswa studi kepada siswa kurang mampu, pemberian bantuan kepada
korban bencana alam dan sebagainya.
Islam telah mengajarkan pentingnya kepedulian sosial ini tidak hanya ketika manusia
dalam kondisi berkecukupan, bahkan ketika manusia dalam kondisi kesulitan. Oleh
Bab 7. Analisis Permintaan
204
karena itu kepedulian ini tidak hanya tercermin dari tindakan-tindakan kepedulian
setelah seseorang atau perusahaan mendapatkan laba yang cukup tinggi, namun pada
setiap setingkat keuntungan. Sebagai misal sebagian perusahaan mengalokasikan 2,5
persen dari laba bersihnya untuk zakat atau dialokasikan untuk fakir miskin,
pembangunan tempat ibadah, fasilitas pendidikan dan sebagainya. Informasi ini
seringkali diinformasikan kepada konsumen dalam bentuk label dalam kemasan
produknya, sebagai misal label ‘2,5% dari laba perusahaan akan dialokasikan untuk
anak jalanan’ yang tertera pada sebuah merk air mineral.
Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ini merupakan salah satu sumber
peningkatan keberkahan. Ketika konsumen mengetahui bahwa kandungan berkah pada
suatu barang meningkat, maka ia akan meningkatkan pembelian atas barang tersebut
dan mengurangi pembelian terhadap barang yang kandungan berkahnya lebih rendah.
Jika hal itu dianalisis secara matematis, dengan melihat persamaan 5.12 di atas
maka akan terlihat bahwa peningkatan kandungan berkah suatu barang (bx) akan
meningkatkan jumlah barang yang diminta (Dx).
Asumsikan nilai PX = PY = 10, bX = bY = 1, ==1 dan I = 1000. Maka jumlah
barang X yang diminta adalah 50 dan jumlah Y yang diminta adalah 50. Jika sekarang
jumlah berkah dari barang X meningkat karena adanya amal soleh (bX = 2) maka jumlah
barang X yang diminta adalah sebesar 60 dan jumlah barang Y yang diminta adalah 40.
Terlihat di sini bahwa jumlah barang Y turun sebagai akibat dari naiknya kandungan
berkah pada barang saingannya (X). Hal ini tepat menunjukkan situasi yang disajikan
dalam gambar 5.12b.
Sekarang jika harga X naik menjadi 20, ceteris paribus, maka jumlah barang X
yang diminta turun menjadi hanya 25. Namun jika kenaikan harga ini dilakukan secara
bersama-sama (simultan) dengan kenaikan berkah (berkah barang X naik menjadi 3),
maka jumlah barang X yang diminta adalah 33.3, bandingkan hal ini dengan 25 pada
kasus di mana tidak ada kenaikan berkah.
Dari kedua contoh di atas bisa dilihat bahwa kandungan berkah telah mampu
meningkatkan permintaan barang baik dalam keadaan nirmal maupun dalam keadaan di
mana harga meningkat. Dengan demikian kandungan berkah merupakan suatu hal yang
sangat berguna bagi produsen untuk selalu diusahakan. Di lain pihak hal tersebut akan
mampu menarik konsumen muslim untuk mengkonsumsinya.
5.3. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan dari Perubahan Harga
Adanya kenaikan harga suatu barang akan mendorong penurunan jumlah barang yang
diminta jika kandungan berkah pada barang tersebut tidaklah berubah, sebagaima
dijelaskan pada persamaan 5.12. Pada dasarnya perubahan dapat diuraikan menjadi tiga
hal, yaitu:
5.3.1. Efek Pendapatan
Efek pendapatan adalah perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat
adanya perubahan pendapatan riil konsumen. Perubahan pendapatan riil ini bisa
terjadi karena adanya perubahan suatu barang harga barang maupun perubahan
pendapatan nominal yang diterima. Misalkan terjadi kenaikan harga suatu barang X,
sedangkan harga barang lain tidak berubah, maka konsumen memiliki kemampuan
untuk membeli barang X dalam jumlah yang lebih besar meskipun pendapatan
nominalnya tidak berubah. Tambahan pembelian X akibat naiknya pendapatan riel
inilah yang disebut dengan efek pendapatan.
Bab 7. Analisis Permintaan
205
Pada kasus pada umumnya, barang yang halal dan thayyib, efek pendapatan ini
memiliki dampak positif terhadap permintaan. Semakin tinggi pendapatan riil
konsumen maka akan semakin tinggi jumlah barang yang diminta. Dengan kata
lain, adanya peningkatan harga suatu barang akan memiliki efek pendapatan yang
negatif (menurunkan jumlah barang yang diminta) karena pendapatan riil
konsumen mengalami penurunan.
5.3.2. Efek Substitusi
Efek substitusi adalah perubahan jumlah barang X yang diminta sebagai
akibat adanya perubahan permintaan terhadap barang lain. Sebagai misal jika harga
barang X naik, maka konsumen akan menambah konsumsi barang X dengan
menurunkan konsumsi terhadap barang lainnya. Seorang konsumen Muslim hanya
akan berpindah mengkonsumsi dari suatu barang menuju barang lainnya jika
maslahah total yang diharapkannya akan meningkat. Meningkatnya maslahah
total ini hanya akan terjadi jika kandungan maslahah pada salah satu barang
meningkat, baik maslahah yang berbentuk manfaat(duniawi) maupun kandungan
berkahnya.
Adanya kenaikan harga suatu barang bisa dipandang sebagai penurunan maslahah
total, karena dengan anggaran yang sama konsumen akan mendapatkan manfaat
yang lebih rendah atas barang yang dibelinya. Namun demikian, seorang agen
Muslim tidak secara otomatis akan menurunkan jumlah permintaanya ketika harga
barang meningkat, karena ia masih mempertimbangkan maslahah lainnya yang
akan ia peroleh. Secara umum, adanya kenaikan harga suatu barang akan memiliki
beberapa kemungkinan efek substitusi, yaitu:
(i)
Kenaikan harga barang tanpa adanya perubahan kandungan maslahah
Adanya kenaikan harga beras lokal, misalnya, akan mendorong konsumen
untuk berpindah dari membeli beras lokal menuju beras impor. Hal ini akan
konsumen lakukan jika kebutuhan konsumen tidak berubah, kualitas dan
kandungan berkah pada kedua jenis beras tidak berubah. Artinya konsumen
akan melakukan proses substitusi antara beras lokal menuju beras impor untuk
mendapatkan maslahah
total tertinggi. Dalam hal ini efek substitusi
berdampak negatif terhadap jumlah permintaan.
(ii)
Kenaikan harga barang disertai dengan penurunan kandungan maslahah
Ada kalanya pula kenaikan harga suatu barang diikuti oleh penurunan
kandungan maslahah . Jika hal ini terjadi maka konsumen Muslim dipastikan
akan menurunkan jumlah pembelian barang untuk menghindari terjadinya
penurunan maslahah yang ia peroleh. Dalam hal ini, efek substitusi dari
kenaikan harga adalah negatif terhadap permintaan. Sebagai misal naiknya
harga kayu karena semakin langkanya pohon bisa jadi diikuti oleh
penebangan-penebangan pohon secara liar oleh para pedagang, seperti illegal
logging. Dalam hal ini, terjadi penurunan kandungan berkah pada kayu
tersebut karena kayu diperoleh melalui proses yang tidak dibenarkan oleh
Islam.
Bab 7. Analisis Permintaan
206
(iii)
Kenaikan harga barang disertai dengan kenaikan kandungan maslahah
Di sisi lain jika kenaikan harga suatu barang, beras lokal misalnya, diikuti
oleh adanya kenaikan maslahah , maka konsumen belum tentu akan
menurunkan jumlah permintaan. Konsumen akan mempertimbangkan efek
manakah yang lebih dominan, tambahnya kandungan maslahah ataukah
berkurangnya barang yang bisa dibeli. Misalnya ketika harga beras lokal naik
disertai dengan penggunaan pupuk organik yang tidak mencemari lingkungan
(semula digunakan pupuk kimiawi) maka konsumen Muslim tidak langsung
akan menurunkan jumlah pembelian beras lokal, bahkan mungkin akan ia
membeli beras dalam jumlah yang tetap.
Secara ringkas, dampak adanya perubahan harga terhadap permintaan dapat disarikan
pada tabel berikut:
Tabel 5.1.
Dampak Perubahan Harga terhadap Permintaan Barang X
(Harga & kandungan berkah barang lain tetap)
Perubahan
Efek
Perubahan
Efek
Efek Total
Pendapatan
Harga X
Maslahah
Substitusi
pada X
Naik
Negatif
Tetap
Negatif
Negatif
Turun
Negatif
Negatif
Naik kecil
Negatif/Nol
Negatif/Nol
Naik besar
Positif
Positif
Turun
Positif
Tetap
Positif
Positif
Turun kecil
Positif
Positif
Turun besar
Nol/Negatif
Positif/nol
Naik
Negatif
Negatif
Perubahan
permintaan
Turun
Turun
Turun/Tetap
Naik
Naik
Naik
Naik/Tetap
Turun
Dari tabel 5.1. di atas dapat disimpulkan bahwa hukum permintaan seperti dalam teori
konvensional hanya akan berlaku jika perubahan harga tidak diikuti oleh perubahan
kandungan maslahah atau berkah yang signifikan. Hukum ini akan tidak berlaku
ketika kenaikan harga barang diikuti oleh peningkatan kandungan maslahah yang
signifikan. Demikian pula sebaliknya penurunan harga suatu barang akan diikuti oleh
peningkatan permintaan selama kandungan maslahah/berkah pada barang tersebut
tidak turun dalam nilai yang signifikan.
KOTAK 5.2.
Mengapa Kenaikan Harga Sandang/Pangan Menjelang Hari Raya diikuti oleh
Peningkatan Permintaan: Analisis Efek Pendapatan dan Substitusi
Dalam penjelasan teori ekonomi utama, hukum permintaan dimungkinkan tidak
akan bekerja pada beberapa kasus, yaitu pada barang-barang giffen, efek spekulasi dan
barang-barang prestise. Ketiga analisis ini tidak bisa menjelaskan fenomena naiknya
Bab 7. Analisis Permintaan
207
permintaan sandang-pangan menjelang hari raya (Iedul Fitri) meskipun harganya
meningkat.
Dengan pendekatan maslahah dalam analisis efek pendapatan dan substitusi,
hal ini bisa dijelaskan.
Y
A
E0
Y1
Y2
E1
E2
Y3
IM0
IM1
IM2
X2 X1
X3
B’
B X(Sandang-pangan)
Gambar 5.13
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Misalkan kondisi awal, sebelum hari raya, konsumen memiliki iso-maslahah IM0
dan kendala anggaran garis AB. Pada kondisi ini konsumen mencapai keseimbangan
pada titik E0, dengan membeli X sejumlah X1 dan Y sejumlah Y1. Ketika menjelang hari
raya harga X (sandang-pangan) naik, pada tahap awal konsumen mengalami
penurunan pendapatan riil sehingga daya belinya menurun menuju keseimbangan E1,
dengan mengurangi pembelian terhadap X maupun terhadap Y menjadi (X 2Y2).
Perubahan inilah yang disebut dengan efek pendapatan.
Pada tahap berikutnya konsumen akan mempertimbangkan keberadaan
maslahah
pada barang X ketika hari Raya tiba. Dalam hal ini konsumen merasa
maslahah barang X (sandang-pangan) pada hari raya meningkat, karena disunnahkan
dalam Islam untuk menghormati tamu dan pada hari raya inilah waktunya tamu
berdatangan untuk bersilaturrahim. Oleh karena itu konsumen merasa sebaiknya akan
menjamu tamu dengan makanan yang baik-baik dan menyandang pakaian yang baik
pula. Peningkatan maslahah ini ditunjukkan oleh perubahan kurva iso-maslahah yang
semakin landai, dan hal ini memiliki dampak positif terhadap permintaan. Dengan
pertimbangan inilah konsumen meningkatkan sandang-pangan yang akan dibeli dari X2
menuju X3. Perubahan inilah yang disebut dengan efek substitusi.
Hasil akhirnya adalah gabungan antara efek pendapatan dan efek substitusi.
Peningkatan harga disatu sisi membuat konsumen merasa miskin sehingga
mendorongnya untuk menurunkan permintaan. Namun karena adanya peningatan
kandungan maslahah pada barang tersebut, maka konsumen urung untuk menurunkan
Bab 7. Analisis Permintaan
208
permintaanya, bahkan ia menambah permintaan sandang-pangannya dari X1 menjadi
X3.
Analisis semacam ini dapat juga dipergunakan untuk menjelaskan fenomena
barang-barang giffen, kasus spekulasi maupun barang-barang prestise. Bagaimanakah
analisisnya, pembaca dapat melakukan latihan dan analogi dari analisis diatas.
5.4. Analisis Elastisitas Permintaan
Analisis elastisitas permintaan telah menduduki posisi yang sangat penting dalam
bangunan teori ekonomi. Bahkan analisis elastisitas permintaan telah banyak memberikan
tuntunan kepada para manajer perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran,
pemilihan teknik promosi maupun penentuan harga (pricing). Konsep dasar elastisitas
permintaan adalah alat untuk mengukur seberapa peka permintaan akan berubah sebagai
respon terhadap perubahan variabel lain, seperti harga barang, pendapatan konsumen,
selera, dan sebagainya. Elastisitas ini tidaklah selalu mencerminkan hubungan sebab
akibat, namun lebih merupakan melihat gejala statistik yang terjadi para perubahan
permintaan dikaitkan dengan perubahan faktor-faktor lain yang secara teori ekonomi
dinilai berpengaruh.
5.4.1. Elatisitas harga permintaan
Elastisitas harga permintaan adalah perubahan jumlah (kuantitas) dari barang yang
diminta sebagai akibat dari adanya perubahan harga, yang diukur dalam prosentase.
Elastisitas harga permintaan menunjukkan seberapa besar perubahan jumlah barang yang
diminta sebagai akibat dari perubahan harga. Elastisitas harga permintaan juga bisa
dipandang sebagai derajad sensitifitas dari jumlah barang yang diminta dalam
memberikan respon terhadap perubahan harga barang.
a. Pengukuran Elastisitas
Untuk menyederhanakan perhitungan, elastisitas dapat diukur pada kondisi
permintaan tertentu (elastisitas titik) maupun secara rata-rata antar dua keadaan atau lebih
(elastisitas busur)
(1) Elastisitas Busur
Elastisitas busur (arc elasticity) menghitung besarnya nilai elastisitas pada busur
(lengkungan) atau rentang tertentu. Besarnya nilai elastisitas dalam konsep ini diukur
pada rentang tertentu dari suatu kurva permintaan. Sehingga nilai elastisitas pada
rentang yang dimaksud adalah sama. Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas,
maka bisa diperoleh ekspresi aljabar dari definisi tersebut.
EH 
Q  P
Q  P
P
Q
dan
secara berturut-turut adalah perubahan dalam prosentase
P
Q
dari kuantitas dan harga
Ekspresi di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain menjadi ekspresi berikut ini:
di mana
Bab 7. Analisis Permintaan
209
EH 
EH 
Q P
Q P
Q P
……(5.13)
P Q
Di mana P dan Q menunjukkan P dan Q rata-rata.
Dengan menggunakan pendekatan elatisitas rentang/busur berikut ini disajikan
contoh penghitungan angka elastisitas.
Tabel 5.2
Perhitungan Angka Elastisitas Harga Permintaan Beras
Titik
Harga/kg
Jumlah kg Perubahan
Perubahan
(P)
diminta (Q) harga (ΔP)
jumlah
diminta (ΔQ)
A
4000
100
B
4100
95
100
-5
C
4200
88
100
-7
D
4300
78
100
-10
E
4400
66
100
-12
(ΔQ)/
(ΔP)
P/Q
EH
-0,05
-0,07
-0,10
-0,12
-
-
41,5
45,4
51,2
60,4
(2) Elastisitas Titik
Secara fundamental tidak ada perbedaan antara konsep elastisitas titik (point
elasticity) dengan elastisitas busur/rentang. Perbedaan hanya terjadi pada pendekatan
terhadap unit yang digunakan sebagai basis penghitungan Secara spesifik bisa
dikatakan bahwa konsep point elasticity mendekati elastisitas berdasar pada kejadian
yang ada pada satu saat waktu/keadaan tertentu pada suatu kurva demand. Dengan
demikian besarnya nilai elastisitas berbeda satu dengan yang lain diukur pada
masing-masing titik yang ada dalam kurva demand. Adapun formulasi pada dasarnya
tidak berbeda dengan formulasi yang disajikan pada persamaan (5.13), namun
besarnya perubahan diukur berdasar unit terkecil dalam kuantitas maupun harga.
Dalam bahasa matematika telah dilakukan proses penarikan limit atas perubahan
tersebut dengan nilai perubahan yang mendekati nol. Formulasi ini pada akhirnya
terlihat pada ekspresi berikut ini:
dQ P
EH 
…….(5.13)
dP Q
Dengan melihat formula di atas maka kita bisa melihat perbedaan yang mendasar
di antara keduanya. Dalam formula dari elastistas titik di atas bisa dilihat bahwasanya
perubahan kuantitas maupun harga didekati dengan perubahaan sesaat. Sehingga
komponen ratio perubahan dalam konsep elastisitas busur (rentang) tidak lain adalah
slope dari kurva permintaan. Hal ini memberikan keunggulan dalam mengukur nilai
elastisitas. Dalam konsep elastisitas busur, nilai elastisitas yang didapat bisa bias. Hal
ini disebabkan karena perubahan jumlah barang yang diminta, sebagaimana yang bisa
dilihat dari tabel 5.2., diklaim sepenuhnya sebagai akibat dari perubahan harga barang
Bab 7. Analisis Permintaan
210
-2,1
-3,2
-5,1
-7,3
yang bersangkutan. Padahal dalam kenyataannya perubahan tersebut justru bisa
disebabkan oleh faktor-faktor yang lain di luar harga barang yang bersangkutan.
Dengan menggunakan konsep elastisitas titik ini maka slope dari kurva
permintaan diperoleh melalui estimasi statistik terhadap kurva permintaan. Dalam
proses estimasi tersebut model yang digunakan tentu akan mengontrol pengaruh dari
faktor-faktor lain di luar harga barang yang bersangkutan. Dengan demikian nilai
slope, turunan fungsi permintaan terhadap harga barang sendiri, merepresentasikan
pengaruh harga terhadap jumlah yang diminta secara bersih yaitu bersih dari
pengaruh faktor-faktor lain di luar harga barang sendiri. Karena itu nilai elastisitas
yang diperoleh melalui pendekatan ini memberikan nilai yang lebih
merepresentasikan nilai yang sebenarnya.
Dengan menggunakan pendekatan ini, maka kita bisa mendapatkan nilai
elastisitas yang berbeda pada dua titik yang disajikan dalam tabel 5.2. Perbedaan
perhitungannya adalah pada elastisitas titik ini nilai P dan Q dihitung untuk satu titik,
bukan nilai busur atau nilai rata-rata. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diatas dapat
dihitung nilai elastisitas titik di B, C, D, dan E masing-masing -2,2; -3,3; -5,5 dan 8,0. Nilai ini sedikit berbeda dengan penghitungan elastisitas busur pada tabel 5.2.
b. Makna Angka Elastisitas
Makna yang lebih umum dari angka elastisitas, ambil di sini nilai -2, adalah
bahwasanya jumlah barang yang diminta akan naik sebesar 2 persen manakala terjadi
penurunan harga sebanyak 1 persen.
Di depan disebutkan bahwasanya elastisitas adalah merupakan derajat sensitifitas
dari perubahan jumlah barang yang diminta dalam merespon perubahan yang terjadi
dalam harga barang sendiri. Sekarang, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa suatu
angka elastisitas menunjukkan keadaan yang sensitif (elastis) dari suatu fungsi
permintaan. Untuk mengetahui hal ini kita memerlukan kriteria mengenai elastisitas
sebagaimana berikut ini:
Jika nilai EH  < 1, inelastis
Jika nilai EH  = 1, unit elastis
Jika nilai EH  > 1, elastis
Dalam perhitungan nilai elastisitas dengan pendekatan elastisitas busur maupun
pendekatan elastisitas titik (point) maka diperoleh berbagai nilai
elastisitas. Di sini
pembaca bisa menentukannya sendiri apakah elastis, unit elastis ataupun inelastis
berdasar pada kriteria yang ada.
c. Elastisitas Permintaan Konsumen Islami
Elastisitas permintaan konsumen Islami di sini diartikan adalah sebagai nilai
elastisitas yang dipunyai oleh konsumen yang memperdulikan maslahah . Nilai elastisitas
di sini menunjukkan nilai elastisitas yang direkomendasikan dalam ajaran Islam.
Meskipun tidak ada ajaran yang eksplisit mengenai besarnya nilai elastisitas, namun nilai
elastisitas ini mengimplikasikan berlakunya ajaran Islam. Untuk hal ini marilah kita
dapatkan nilai elastisitas dari fungsi permintaan yang telah diperoleh sebelumnya.
Bab 7. Analisis Permintaan
211
X
X

PX
EH 
I
   By

PX 
 1
  B X

I

2    By
PX 
 1
  B X

X PX
PX X
I
PX
 X
2    By
PX 
 1
  B X

E H  1
EH 
Angka elastisitas yang besarnya sama dengan -1 menunjukkan nilai yang unit elastis.
Implikasi dari nilai elastisitas yang seperti ini adalah hasil yang diperoleh ketika penjual
melakukan pemotongan ataupun peningkatan harga akan memperoleh hasil yang netral.
Total pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha memotong ataupun menaikkan harga
adalah nol. Hal ini disebabkan karena perubahan (positif) jumlah barang yang diminta
jumlahnya tepat sama dengan perubahan (negatif) dari harga. Dengan demikian total
pendapatan (total revenue) yang baru besarnya tepat sama dengan total pendapatan pada
waktu sebelum terjadinya perubahan harga. Implikasi yang muncul dari situasi ini adalah
bahwasanya penjual tidak bisa menggunakan strategi keunggulan harga sebagai alat
persaingan dalam meningkatkan penjualan untuk meningkatkan nilai penerimaan mereka.
Usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan perlu ditempuh melalui jalan lain selain
persaingan harga.
5.4.2. Elastisitas Pendapatan Permintaan
Elastisitas pendapatan permintaan (income elasticity of demand) merupakan varian
lain dalam kelompok elastisitas permintaan. Secara teknis elastisitas ini didefinisikan
sebagai perubahan jumlah barang yang diminta, dalam prosentase, sebagai respon
terhadap perubahan pendapatan konsumen, dalam prosentase. Berdasar definisi ini maka
bisa dibentuk persamaan aljabar yang mengekspresikan definisi tersebut, yaitu:
Q  I
Q  I
Ekspresi di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain menjadi ekspresi berikut ini:
Q I
EI 
Q I
EI 
Bab 7. Analisis Permintaan
212
Q I
……(5.14.)
I Q
Elastisitas ini mengukur seberapa besar kenaikan jumlah barang yang diminta sebagai
akibat dari kenaikan pendapatan konsumen. Pemaknaan terhadap angka elastisitas
pendapatan perminmtaan ini adalah jika, asumsikan besarnya sama dengan 2, pendapatan
naik satu persen maka jumlah barang yang diminta naik sebesar dua persen.
EI 
Formula yang digambarkan dalam persaman (5.14) adalah formula dengan pendekatan
konsep elastisitas rentang (busur). Sementara untuk angka elastisitas yang menggunakan
pendekatan elastisitas titik (point elasticity) bisa diperoleh melalui formula berikut ini:
dQ I
………(5.15)
EI 
dI Q
Berbeda dengan elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan permintaan tidak
mengenal istilah elastis maupun tidak elastis. Namun dari sini justru bisa didapatkan
kategori suatu barang, yaitu:
Barang inferior, jika EI < 0
Barang normal, jika 0  EI  1
Barang superior, jika EI > 1
Barang inferior adalah barang yang jumlah barang yang diminta justru berkurang
ketika konsumen mengalami peningkatan pendapatan. Masuk kedalam kategori barang
ini adalah barang-barang yang mempunyai kualitas rendah. Sementara barang normal
adalah barang yang mana jumlah yang diminta naik sejalan dengan kenaikan pendapatan.
Namun kenaikan tersebut maksimum adalah proporsional, yakni: jumlah yang diminta
naik satu persen jika terdapat kenaikan pendapatan sebanyak satu persen pula. Adapun
barang superior adalah barang yang mana jumlah yang diminta akan naik dengan
prosentase yang lebih besar dibanding dengan prosentasi kenaikan pendapatan. Barang
sejenis ini juga sering disebut sebagai jenis barang yang luxurious mengingat sifat barang
tersebut yang membawa atribut-atribut luxurious.
Sebagaimana yang dilakukan pada elastisitas harga permintaan mengenai
elastisitas pendapatan Islam, di sinipun akan dilakukan hal yang sama. Untuk keperluan
ini marilah kita bawa ke sini fungsi permintaan yang ditemukan dalam lampiran di
belakang.
X

I
Bab 7. Analisis Permintaan
1
   By

PX 
 1
  BX

213
Download