MASUKNYA HINDU-BUDHA KE INDONESIA A. Masuknya Hindu Ada pendapat yang menganggap bahwa bangsa Indonesia bersikap Pasif dan hanya menerima saja pengaruh budaya yang datang dari India. Menurut para ahli sejarah yang mendukung pendapat ini, pengaruh budaya India masuk ke Indonesia melalui Kolonisasi,baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India. Para ahli sejarah kemudian mengajukan beberapa teori yang menjelaskan bagaimana bangsa India memperkenalkan kebudayaannya kepada bangsa Indonesia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut: 1. Teori Waisya Teori ini berpendapat bahwa pembawa dan penyebar kebudayaan hindu di Indonesia ialah “golongan pedagang atau kasta waisya”. Pelopor teori ini adalah Prof. Dr. H.J. Krom teori ini didasarkan pada perbandingan masuknya agama Islam di Indonesia yang dibawa oleh para pedagang. 2. Teori Ksatria Teori ini di pelopori oleh C.C.Beig dan Ir. Hoens berpendapat bahwa pembawa dan penyebar kebudayaan hindu ke Indonesia adalah golongan ksatria (bangsawan). Pendapat ini didasarkan pada sifat petualangan yang dimiliki oleh para ksatria (bangsawan) serta terjadinya perang saudara di India, sehingga para ksatria terpaksa melarikan diri ke Indonesia dan mendirikan kerjaan di Indonesia yang berkebudayaan hindu untuk pertama kalinya. 3. Teori Sudra Teori ini dikemukakan oleh Dr. Von faber, mengemukakan bahwa kebudayaan Hindu di Indonesia dibawa oleh orang-orang buangan. Pendapat ini didasarkan atas perbandingan pendudukan bangsa kulit putih di Australia. 4. Teori Brahmana Teori Brahmana dipelopori oleh Dr. FDK Bosch dan J.C. Van leur, berpendapat bahwa pembawa dan penyebar kebudayaan hindu di Indonesia adalah oleh golongan Brahmana (pendeta). Teori bertolak dai anggapan bahwa semua prasasti tertua di Indonesia tertulis dalam Bahasa sansekerta, Bahasa mana adalah Bahasa suci yang hanya dapa dipahami oleh kau Brahmana (pendeta). Bila teori-teori diatas diteliti dan dinilai, tampaknya memiliki kelemahan-kelemahan antara lain : 1. Terhadap teori Waisya dapat diajukan kritikan bahwa kasta atau golongan waisya bukanlah pendukung (pembawa/penyebar) kebudayaan hindu. Peninggalanpeniggalan prasasti tertua tua di Indonesia semuanya menggunakan Bahasa sansekerta, Bahasa mana yang hanya dapat dipahami oleh golongan Brahmana. Golongan waisya (pedagang) tidak memahami Bahasa sansekerta yang merupakan Bahasa kitab suci agam hindu. Karena itu, golongan waisya tidak memiliki kompeten dalam hal mengembangkan kebudayaan hindu. Mereka hanya memiliki kompeten dalam masalah dagang. 2. Sementara itu, terhadap teori Ksatria, dapat dikemukakan/diajukan keberatan, bahwa perpindahan kerjaan dari india ke Indonesia harus melalui lautan yang luas dan berbahaya. Selain itu, kedatangannya di Indonesia pasti mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia. Bahkan bukti-bukti historisnya tidak ada. 3. Terhadap teori Sudra, tampaknya selalu lemah, sebab disamping fakta historisnya tidak ada juga mengandung tendensi merendahkan martabat bangsa Indonesia (pelecehan). 4. Sedangkan teori Brahmana, kritikan yang dapat di ajukan adalah bahwa pengiriman misi agama keluar negeri, bukanlah suatu kelasiman dalam agama hundu. Kasta Brahmana tidak mau bercampur dengan kasti dibawahnya, lebihlebih terhadap orang yang tidak berkasta (Indonesia). Adanya kritikan terhadap teori Brahmana itu, maka F.D.K Boesch mempertahankan pendapatnya (teorinya) dengan mengemukakan “teori arah balik”. Menurut teori ini, kebudayaan hindu yang masuk ke indonesia itu adalah atas inisiatif dari bangsa indonesia itu sendiri. Maksudnya bangsa indoensia sendiri yang berkunjung ke india sejak abad 1 masehi. Disana mereka tertarik kepada kebudayaan hindu, mereka mempelajarinya kemudian membawanya ke indonesia untuk dikembangkan. Sehubungan dengan teori arah balik ini, perlu dikemukakan pendapat Prof. Dr. Sutjipto wiljo suparto, yang mengemukakan bahwa raja-raja yang dikenal dalam prasasti prasasti, bukan lah orang india, melainkan orang indonesia sendiri. Raja-raja atau kepala suku indonesia mengundang pendeta india untuk melaksanakan upacar peresmian mereka menjadi golongan atau kasta ksatria. Dengan peresmian menjadi kasta ksatria itu dan dengan memakai gelaran yang lazim di india, akhirnya munculnya nama-nama raja dalam prasasti tertua di Indonesia yang kelihatannya seperti nama raja india. Sebenarnya pendapat tersebut pertama kali dikemukakan oleh George coedos, yang mendasarkan pendapatnya pada peranan penting yang dijalankan oleh bangsa asia selatan dan asia tenggara dulu yang mengunjungi india untuk keperluan agama. Kemudian setelah kembali ketanah airnya setelah memeluk agam hindu, kemudian meluaskan kebudayaan hindu di tanah airnya. Hal semacam ini dapat dilihat pada apa yang terjadi di daerah asia, dimana orang-orang terpelajarnya yang telah belajar dinegara-negara barat setelah kembali kengerinya meluaskan kebudayaan barat atas bangsanya (bngs jepang). Berdasarkan pendapat coedes inilah kemudian F.D.K. Bosch menjelaskan pendapatnya, bahwa disamping golongan pendeta india yang bertanggung jawab atas meluasnya kebudayaan hindu, bangsa indonesia pun sebagai mahasiswa, pelajar, dan pesiarah menjalankan peranan penting didalam pengembangan kebudayaan hindu di indonesia. Usaha mereka itu tidak banyak menemui kesulitan karena mereka mengenal Bahasa dan kebudayaan asli indonesia. Bukti-bukti tentang hal ini dapa dilihat dalam pertumbuhan dan perkembangan seni arca, seni bangunan diindonesia. Dari teori-teori tentang pembawa dan penyebar kebudayaan hindu budha (india) di indonesia, seperti yang telah diutarakan dimuka, tampaknya teori brahmana (arah balik) yang pendukungnya lebih banyak dari para ahli. Dengan memepertahankan pembahasan tentang pembawa dan penyebar kebudayaan hindu budha (india) ke indonesia itu, dapat lah dipahami bahwa yang berperan dalam proses akulturasi kebudayaan indonesia dengan kebudayaan hindu budha (india) adalah: Pertama, para Brahmana (pendeta) adalah sebagai penresmi raja-raja di indonesia sebagai golongan/ kasta ksatri, sebagai pelaksan upacara- upacara keagamaan atau upacara resmi kerajaan. Peranan para Brahmana (pendeta), dapat dilihat dalam upacara berkorban dikerjaan kutai, Kalimantan timur. Kedua, orang-orang indonesia sendiri, baik sebagai pelajar, mahasiswa, maupun sebagai pesiarah dan pedagang (pelaut) memepelajari kebudyaan india, kemudian memperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan india serta mengembangknnya sesuai dengan situasi dan kondisi di indonesia (politik, sosial, budaya, kepercayaan). Peranan orang-orang indonesia dalam penyebaran dan pengembangan kebudayaan indonesia-india berjalan lancar, karena mereka memahami kebiasaan, adat istiadat dan aspirasi bangs indonesia, serta memahami Bahasa daerah setempat dalam mengkomunikasikannya kepada masyarakat indonesia. B. Masuknya Budha Sementara itu, proses masuknya agama Budha ke Indonesia ada yang melalui pendeta agama (biksu) Budha. Para biksu itu pergi ke seluruh dunia melalui jalur perdagangan. Dengan tekun, para pendeta mengajarkan agama Budha. Terbentuklah komunitas agama Budha di berbagai daerah. Akhirnya, para Biksu dari India dan dari berbagai wilayah saling mengunjungi. Dengan ini, tumbuhlah agama Budha di Indonesia dan daerah-daerah di Asia Tenggara. Agama Budha berbeda dengan agama Hindu. Para Biksu agama Budha diharuskan menyebarkan agama Budha. Proses penyebaran agama Budha di daerah-daearah di Asia khususnya di Indonesia dilakukan sesuai dengan misi yang dikenal dengan Misi Dharmaduta. Sementara itu, para Brahmana agama Hindu tidak wajib menyebarkan agama Hindu. Dharma berarti ajaran kebenaran dalam ajaran agama Budha, sedangkan duta berarti utusan. Maka Dharmaduta berarti utusan yang dikirim keseluruh penjuru untuk menyebarkan agama Budha. Misi Dharmaduta merupakan sebuah misi yang mengharuskan seorang biksu menyebarkan agama Budha. Berdasarkan pembahasan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu Budha (India) di Indonesia, sebagaimana yang telah diutarakan di atas, maka jelaslah bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan india diindonesia telah membawa pengaruh positif. Pengaruh positif dimaksud adlaah terjadinya akulturasi (perpaduan) antara unsur unsur kebudayaan indonesia dengan unsur-unsur kebudyaan india, sehingga tercipta keudayaan baru, yakni “kebudayaan indonesia-hindu budha” (india) terciptanya proses akulturasi tersebut, membuktikan bahwa kebudayaan indoensia sebelum masuknya pengruh kebudayaan india sudah cukup tinggi. Sebab proses akulturasi kebudayaan, hanya mungkin tercipta, mana kala unsur-unsur kebudayaan yang berakulturasi itu memiliki taraf yang relatif sama. Selain itu, bangsa indonesia memiliki kemampuan adaptasi dan kemampuan selektif yang cukup tinggi dalam menghadapi kebudayaan asing.