BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi (Debuf, 1991; McKelvey dan Hollingshead, 2003). Premedikasi yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropin, acepromazin, xilazin, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Agen preanestesi digolongkan menjadi 4 yaitu golongan antikolinergik seperti atropin, morfin serta derivatnya, transquilizer dan neuroleptanalgesik (Kumar, 1996). Pada umumnya obat-obat preanestesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaannya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anestesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya (Sardjana dan Kusumawati, 2004). 2.1.1 Atropin Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin dapat menyebabkan dilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Ganiswarna, 2001). 2.1.2 Xilazin Xilazin merupakan senyawa preanestetikum yang biasa digunakan sebelum hewan diberikan anestesi umum. Xilazin dapat diberikan sebagai senyawa preanestesikum tunggal atau dikombinasikan bersama senyawa anestesi atau preanestesi lainnya seperti atropin, acepromazin, medetomidin, diazepam, dan golongan opioids (lebih dikenal dengan narkotik). Sifat-sifat xilazin di antaranya menyebabkan relaksasi otot, dapat dengan cepat diabsorbsi setelah diaplikasikan (intramuskuler, subkutan atau intraperitoneal), mudah didistribusikan di dalam tubuh dan cepat diekskresikan dari dalam tubuh. Xilazin mempunyai efek bradikardia pada beberapa spesies hewan, dapat mendepres sistem termoregulator tubuh (kemungkinan yang terjadi bisa hipotermia atau hipertermia), dan dapat menurunkan eksitabilitas. Xilazin juga dapat memberikan efek pada sistem kardiovaskuler berupa adanya peningkatan respons pada sistem perifer melalui peningkatan tekanan darah. Potensi penggunaan xilazin sebagai premedikasi ialah dapat menurunkan dosis penggunaan anestesi umum, menyebabkan relaksasi otot yang baik, meminimalkan terjadinya bradikardia, dapat menginduksi muntah, dapat mengurangi pergerakan usus dan organ viseral, dan mengurangi salivasi. Alasan lain penggunaan xilazin ialah untuk mengurangi efek samping dari penggunaan anestesi umum, dan yang terakhir dapat mengurangi kesakitan dan rasa tidak nyaman pada saat pembedahan, pascaoperasi, dan masa penyembuhan hewan pascaoperasi. Efek samping pemberian xilazin dapat terlihat sekitar 3 sampai 5 menit setelah pemberian. Tanda yang terlihat yaitu tremor otot, bradikardia akibat blokade pada AV node, menurunkan tingkat respirasi, dan meningkatkan urinasi pada hewan kecil (Anonim 2009). 2.2 Anestesi Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an- yang berarti tidak atau tanpa dan aesthetos yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasakan sesuatu. Secara umum, anestesi dapat diartikan sebagai suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. 2.2.1 Jenis anestesi Secara umum anestesi dapat dibagi atas dua golongan yaitu berdasarkan cara penggunaan obat dan berdasarkan luas pengaruh obat. Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi dibagi menjadi (1) Topikal yaitu obat diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal; (2) Injeksi yaitu obat diberikan melalui suntikan baik secara intramuskuler, intravena, ataupun subkutan; (3) Inhalasi yaitu obat diberikan melalui saluran respirasi dengan menggunakan gas oksigen; (4) Oral atau rektal yaitu obat diberikan melalui saluran pencernaan (gastrointestinal) (Tranquilli et al., 2007). Berdasarkan luas pengaruh obat anestesi dibagi menjadi anestesi lokal, anestesi regional dan anestesi umum. Anestesi lokal merupakan suatu kondisi hilangnya berbagai sensasi seperti rasa sakit yang terjadi di sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal bekerja dengan menghambat pengiriman impuls ke ujung syaraf bebas dengan menghasilkan blokade gerbang sodium sehingga terjadi penurunan sensasi, terutama rasa sakit yang bersifat sementara di sebagian tubuh. Penggunaan anestetikum lokal dapat dilakukan dengan meneteskan pada permukaan daerah yang akan dianestesi (surface afication), dengan melakukan injeksi secara subkutan pada daerah yang akan dianestesi (subdermal, intradermal), serta dengan melakukan pemblokiran pada daerah tertentu (Sudisma, 2006). Anestesi regional adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit yang dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal pada lokasi syaraf yang menginervasi regio atau daerah tertentu sehingga mengakibatkan hambatan konduksi impuls yang reversibel. Anestetikum regional dapat menghilangkan rasa nyeri pada suatu daerah atau regio tertentu secara reversibel tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien (Sasongko, 2005). Anestesi ini diberikan dengan cara inhalasi, injeksi, atau gabungan injeksi dan inhalasi. Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain: pada dosis yang aman mempunyai efek analgesic dan relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu, obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan (Norsworhy, 1993). Salah satu agen anestetikum umum yang sering digunakan dalam praktek kedokteran hewan adalah ketamin. Ketamin merupakan jenis obat anestesi yang dapat digunakan pada hampir semua jenis hewan (Hall dan Clarke, 1983). Pemberian ketamin dapat menyebabkan halusinasi, hipersalivasi, hipertensi dan tidak adanya relaksasi otot, namun efek tersebut dapat diatasi dengan pemberian premedikasi (Keller and Bauman, 1978; Hall and Clark, 1983). Ketamin merupakan obat yang bersifat simpatomimetik yang bekerja menghambat saraf parasimpatis pada sistim saraf pusat dengan neurotransmitter noradrenalin sehingga akan menimbulkan dilatasi pupil, dilatasi bronkiolus dan vasokonstriksi pembuluh darah. 2.3 Pemeriksaan fisik pasien Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan pada hewan meliputi kondisi hewan tersebut.Indikasi dari fungsi kardiovaskuler dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan CRT (Capillary Refill Time) pada selaput lendir gusi, konjungtiva, vulva atau ujung prepucium. Pemeriksaan lainnya adalah refleks pupil (kontriksi atau dilatasi), jantung dan paru-paru (detak jantung normal anjing adalah 60 – 180 detak per menit, anjing ras kecil akan lebih cepat dibandingkan ras besar). Pulsus dapat dipemeriksa melalui arteri femoralis, arteri metacarpal/tarsal untuk mengetahui tekanan darah sistolik, bila pulsusnya lemah menunjukkan terjadinya hipotensi. 2.4 Pemeriksaan laboratorium Sebelum dilakukan pembiusan sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai referensi kelayakan hewan untuk dibius. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah penghitungan sel darah lengkap. Penghitungan sel darah lengkap ini meliputi penentuan PCV (packed cell volume), Hb (hemoglobin), pemeriksaan terhadap sel darah putih (WBC, white blood cell), sel darah merah (RBC, red blood cell) dan platelet serta pemeriksaan glukosa darah untuk mengetahui status diabetes mellitus atau tidak. 2.5 Eritrosit Eritrosit adalah jenis sel darah paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah pada hewan bertulang belakang. Sel ini berbentuk diskus bikonkaf, tepi yang tebal tetapi bagian tengahnya tipis. Eritrosit mamalia tidak memiliki inti, kandungan airnya berkisar antara 60-70%, sedangkan komposisinya terdiri dari protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Total eritrosit normal pada anjing adalah berkisar 5,5-8,5 juta/mm³ (Jain, 1986). Selama masa anestesi limpa mengalami dilatasi, dimana sel darah merah dalam sirkulasi mengalir masuk limpa karena limpa sebagai tempat penyimpanan eritrosit (Schalm, 2010).Seiring dengan mulai kesadaran limpa mengalami kontraksi disertai keluarnya sel darah merah menuju ke sirkulasi. 2.6 Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen eritrosit yang merupakan senyawa komplek antara besi dan protein. Protein berupa globin, sedangkan warna merah dari hemoglobin adalah heme yang merupakan senyawa logam dengan sebuah atom besi pada pusat molekul prophyrin. Fungsi hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya mengangkut karbondioksida dari jaringan ke paru-paru (Benjamin, 1978). Kadar hemoglobin dalam darah dipengaruhi oleh jumlah eritrosit (Coles, 1980). Perubahan eritrosit sebanding dengan perubahan kadar hemoglobin (Benjamin, 1978). Kadar hemoglobin normal pada anjing adalah 12-18g% (Jain, 1986). Pemeriksaan hemoglobin yang umum dilakukan adalah dengan cara menentukan kadar hemoglobin menurut Sahli. 2.7 Nilai Hematokrit Nilai hematokrit adalah persentase dari bentuk padat eritrosit yang diperoleh dari pemusingan. Lapisan paling bawah merupakan eritosit yang disebut packed cell volume (PCV), lapisan yang berada diatas eritrosit adalah buffy coat, dan lapisan yang paling atas adalah plasma darah (Benjamin, 1978). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh total eritrosit, ukuran eritrosit dan volume eritrosit (Coles, 1980). Pemeriksaan nilai hematokrit dengan mikrohematokrit memiliki keuntungan antara lain darah yang diperlukan cukup sedikit, waktu pemeriksaan cukup singkat dan ketelitiannya cukup tinggi. Sedangkan kerugiannya tidak bisa dipakai untuk melihat kecepatan sedimentasi dari buffy coat, serta membacanya diperlukan alat khusus (Benjamin, 1978). Nilai normal hematokrit pada anjing adalah 37-55 % (Jain, 1986).