konsumsi minyak sawit mentah meningkatkan kadar retinol plasma

advertisement
KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH MENINGKATKAN
KADAR RETINOL PLASMA DAN MENURUNKAN AKTIVITAS
ENZIM PENANDA KESEHATAN HATI PADA IBU RUMAH
TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR
CLAUDIA GADIZZA PERDANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASINYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsumsi Minyak Sawit Mentah
Meningkatkan Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda
Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Dramaga Bogor adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
Claudia Gadizza Perdani
NIM F251100171
ABSTRACT
CLAUDIA GADIZZA PERDANI. Crude Palm Oil Consumption on Improve Retinol
Concentration and Reduce Healthy Liver’s Enzyme Activity in Housewife Blood In
Sub District Dramaga Bogor. Under direction of FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA
and ENDANG PRANGDIMURTI
Vitamin A deficency (KVA) in indonesia is still a major problem. Although the
level heavy of vitamin A deficiency (xeropthalmia) has seldom encountered , but
Subclinical KVA level, the levels that still had not show the real symptoms , can still be
found especially in toddlers. Crude palm oil (CPO) has high content of carotenoids as
a source of provitamin A. CPO is naturally red because it contains very high
carotenoids, which until now has not been utilized in Indonesia. A programme to utilize
CPO as a source of provitamin A was named SawitA programme. This programme
aimed to help handling vitamin A deficiency in low income family by utilizing CPO as
source of provitamin A. CPO contain high carotenoids and vitamin E which serves as
antioxidant for the body. Antioxidants may reduce damage caused by oxidants by
neutralize free radical, protect cells and prevent damage to lipids, proteins, enzymes,
and DNA. Seventy respondents were selected for fed CPO for 2 months with a dose
±3,27 ml/day and their blood plasma from 22 healthy housewife respondents were
analyzed by TFA method and using AST, ALT, ALP kits. The results showed 16
respondents displayed increased number of retinol plasma and decreased activity levels
of AST, ALT and ALP enzymes. This research showed that CPO has antioxidant activity
that can improve health of liver, so it can be alternative source of provitamin A for
handling vitamin A deficiency in Indonesia.
Keyword : CPO, β-carotene, retinol, AST, ALT, ALP
RINGKASAN
Claudia Gadizza P. F251100171. Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan
Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati Ibu
Rumah Tangga Di Kecamatan Dramaga Bogor Jawa Barat. Dibawah bimbingan
FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA dan ENDANG PRANGDIMURTI.
Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama.
Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat
subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa
masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat
diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah
KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia
yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi
yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan memperlihatkan balita dengan Serum
Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi,
karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada
balita.
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah
menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara
umum turut pula memegang peranan. Indonesia merupakan produsen minyak sawit
terbesar di dunia dan minyak sawit mentah merupakan sumber β-karoten yang paling
murah di antara semua minyak pangan sehingga dapat digunakan sebagai sumber
provitamin A untuk mengatasi kasus KVA. Minyak sawit mentah mengandung βkaroten sebanyak 400 - 1000 ppm juga mengandung vitamin E yang juga sangat tinggi
yaitu 800 1000 ppm. Permasalahannya adalah masyarakat tidak terbiasa
mengkonsumsi minyak sawit mentah namun dalam bentuk minyak goreng yang telah
mengalami proses pemucatan sehingga kandungan β-karotennya berkurang lebih dari
98%. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diamati penerimaan dari minyak sawit
mentah sebagai sumber provitamin A.
Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit asli diharapkan mampu
meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Minyak sawit mentah
dilaporkan sukses meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil
dan menyusui dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten
90 mg selama 10 hari. Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah
juga mampu berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga
kesehatan hati. Penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus
mampu menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase
(ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal.
Ketiga jenis enzim tersebut merupakan penanda dari kesehatan hati.
FATETA IPB mengadakan suatu kegiatan penanggulangan kekurangan vitamin A
untuk masyarakat pra-sejahtera di Kecamatan Dramaga Bogor yang melibatkan ribuan
responden mulai dari ibu rumah tangga sampai balita bekerjasama dengan PT Smart,
Tbk sebagai salah satu bentuk Coorporate Social Responsibility. Kegiatan yang diberi
judul Program SawitA ini, bersifat program terapan yang dilakukan dengan cara
membagikan produk minyak sawit mentah (MSMn) yang diolah secara minimal, gratis
untuk dikonsumsi sehari-hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari potensi minyak sawit mentah
sebagai salah satu bahan pangan yang memenuhi kebutuhan vitamin A serta
memonitoring program SawitA. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap kadar retinol plasma dan aktivitas
enzim penanda kesehatan hati. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap: (1) Pemilihan
responden dan pengambilan darah sebelum intervensi, (2) intervensi respondendengan
MSMn, (3) pengambilan darah responden setelah intervensi dengan MSMn, (4) analisis
plasma darah (kadar retinol dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati) serta penilaian
respon awal dan penerimaan reaponden terhadap produk MSMn.
Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang
yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga
RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa
Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Dari 70
orang responden dipilih 22 orang responden untuk diambil darahnya untuk dianalisis
kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati sebelum dan sesudah
mengkonsumsi minyak sawit mentah. Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis
darahnya: sehat berdasarkan pemeriksaan klinik, ibu rumah tangga usia produktif,
sedang tidak hamil dan menyusui, berstatus gizi normal, tidak merokok. MSMn yang
digunakan pada penelitian ini dikemas dalam botol plastik dengan volume 140 ml.
Setiap keluarga diberi produk MSMn sebanyak 1 botol setiap minggu selama 2 bulan
secara cuma-cuma. Respon awal dan penerimaan responden terhadap produk dinilai
melalui wawancara dan kuesioner. Kadar retinol plasma dianalisis menggunakan reagen
TFA menggunakan metode spektrofotometri, sedangkan untuk aktivitas enzim penanda
kesehatan hati (aspartat transaminase, alanin transaminase dan alkalin fosfatase)
dianalisis menggunakan kit reagen komersial. Pengaruh konsumsi MSMn terhadap
kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati dianalisis
menggunakan uji t berpasangan.
Respon awal responden menunjukkan bahwa responden deapat menerima produk
MSMn dengan baik. Hanya kurang dari 1% responden yang terganggu oleh warna, rasa
dan aroma. Tingkat penerimaan setelah 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan mengalami
peningkatan seiring dengan waktu konsumsi, baik dari segi rasa aroma maupun warna.
Setelah mengkonsumsi MSMn 3,27 ml perhari selama 2 bulan kadar retinol plasma
responden meningkat. Rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68
μmol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 μmol/l) namun tidak signifikan
berdasarkan uji t berpasangan. Sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati
setelah mengkonsumsi MSMn dengan kandungan β-karoten 2169,606 μg selama dua
bulan mengalami penurunan aktivitas. Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah
responden sebelum mengkonsumsi MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi
MSMn menjadi 7,052 U/l (signifikan uji t berpasangan α 5%). Rata-rata aktivitas ALT
pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan setelah
mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l (signifikan pada uji t α 5%). Rata-rata
aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l
dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l dan signifikan berdasarkan uji
berpasangan dengan α 1%. Konsumsi MSMn selama dua bulan dapat memperbaiki
status vitamin A serta kesehatan hati responden.
Kata kunci: Minyak Sawit Mentah (MSMn), Retinol, AST, ALT, ALP
©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut
Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH MENINGKATKAN
KADAR RETINOL PLASMA DAN MENURUNKAN AKTIVITAS
ENZIM PENANDA KESEHATAN HATI PADA IBU RUMAH
TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR
CLAUDIA GADIZZA PERDANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Mayor Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Suliantari M.S
Judul Penelitian
Nama
NIM
Program Studi
: Pengaruh Konsumsi Minyak sawit mentah Terhadap Kadar
Retinol Plasma dan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati
pada Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogor.
: Claudia Gadizza Perdani
: F251100171
: Ilmu Pangan (IPN)
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc
Ketua
Dr. Ir Endang Prangdimurti, M.Si
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr.
Tanggal Ujian: 24 Juli 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis dengan judul Pengaruh Konsumsi Minyak sawit mentah
Terhadap Kadar Retinol Plasma dan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati
pada Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska
Rungkat Zakaria M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku
komisi pembimbing atas bimbingan, saran, arahan, serta waktu yang telah
diluangkan selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Suliantari M.S yang
telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis penulis. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada ibu dan bapak beserta adik atas doa selama penulis
melakukan penelitian.
Bogor, Juli 2012
Claudia Gadizza Perdan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Oktober 1987 dari
ayah drg. Charles Edward Bintario dan ibu Poedji Wiedajani. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari program sarjana Teknologi Hasil Pertanian
Universitas pada bulan september 2009. Penulis melanjutkan studi Magister
di program studi Ilmu Pangan pada tahun 2010. Penulis pernah bekerja
sebagai asisten menejer nutu pada PT Embrio Biotekindo Bogor pada tahun
2010.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................v
I.
PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2. Tujuan..................................................................................................................3
1.3. Manfaat................................................................................................................3
1.4. Hipotesis..............................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................4
2.1. Kelapa Sawit.......................................................................................................4
2.2. Minyak Sawit Mentah........................................................................................5
2.3. Sifat kimia Minyak Sawit....................................................................................7
2.4. Manfaat Minyak Sawit Mentah Bagi Kesehatan............................................... 9
2.5. Keamanan Minyak Sawit Mentah.....................................................................13
2.6. Retinol...............................................................................................................14
2.7. Karotenoid.........................................................................................................17
2.8. Vitamin E..........................................................................................................26
2.9. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel....................................................................26
2.10. Uji Kesehatan Hati............................................................................................28
2.11. Program SawitA...............................................................................................32
III. METODOLOGI ....................................................................................................33
3.1. Waktu dan Tempat ...........................................................................................33
3.2. Bahan dan Alat .................................................................................................33
3.3. Tahapan Penelitian ...........................................................................................34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................40
4.1. Karakteristik Responden...................................................................................40
4.2. Intervensi Minyak Sawit Mentah......................................................................43
4.3. Sikap Responden Terhadap Konsumsi Minyak Sawit Mentah..................45
4.4. Plasma Darah Responden.................................................................................50
4.4.1. Retinol Plasma...............................................................................................51
4.4.2. Bioavailabilitas Karotenoid Minyak Sawit Mentah (MSMn)...................54
4.4.3. Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati (AST, ALT dan ALP)............56
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................65
LAMPIRAN..................................................................................................................74
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi asam lemak minyak sawit mentah...........................................................8
2. Nilai sifat fisiko kimia MSMn.....................................................................................9
3. Fitonutrisi MSMn......................................................................................................11
4. Kandungan komponen minor MSMn...................................................................... 12
5. Karakteristik MSMn.................................................................................................13
6. Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK................. 13
7. Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dengan bahan pangan nabati lainnya..16
8. Kebutuhan harian vitamin A...................................................................................17
9. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar AST........................................... 38
10. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT.......................................... 39
11. Karakteristik demografi............................................................................................40
12. Riwayat kesehatan responden sebulan terakhir......... ............................................42
13. Data alamat keluarga responden...............................................................................43
14. Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah................................................46
15. Penerimaan responden terhadap MSMn...................................................................46
16. Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn...............47
17 Pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A.........................................................48
18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn..............53
19 Peningkatan kadar retinol plasma...........................................................................56
20 Perbandingan aktivitas AST plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 58
21 Perbandingan aktivitas ALT plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 59
22 Perbandingan aktivitas ALP plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 61
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Penampang melintang buah kelapa sawit...................................................................5
2. Struktur kimia retinol/ vitamin A............................................................................ 15
3. Frekuensi responden mengkonsumsi MSMn..........................................................45
4. Perbaikan pengetahuan responden tentang produk sawit.........................................48
5. Kemauan responden untuk mengkonsumsi MSMn setelah program selesai............49
6. Sikap responden ketika harus membeli untuk tetap dapat mengkonsumsi MSMn...50
7. Alasan Responden mau tetap mengkonsumsi MSMn...............................................50
8. Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi.............................52
9. Aktivitas AST pada plasma responden......................................................................57
10. Aktivitas ALT pada plasma darah responden...........................................................58
11. Aktivitas ALP pada plasma darah responden............................................................61
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Brosur program SawitA..............................................................................................74
2 Komik edukasi program SawitA................................................................................75
3 Informed consent .......................................................................................................76
4 Kuesioner-kuesioner program SawitA.......................................................................77
5 Hasil analisa retinol plasma....................................................................................... 91
6 Hasil analisa aktivitas ALT plasma............................................................................92
7 Hasil analisa aktivitas AST plasma............................................................................94
8 Hasil analisa aktivitas ALP plasma............................................................................96
9
Data responden..........................................................................................................98
10 Data responden yang diambil darah........................................................................100
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama.
Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat
subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa
masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat
diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah
KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia
yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi
yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan menurut DEPKES RI
(2006)
memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar
14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya
angka penyakit infeksi dan kematian pada balita.
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah
menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara
umum turut pula memegang peranan. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup
untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami
melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh
golongan sasaran secara luas (fortifikasi) serta
distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala. Penanggulangan KVA saat ini
masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
Di sisi lain Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan
minyak sawit mentah merupakan sumber β-karoten yang paling murah diantara semua
minyak masak sehingga dapat digunakan sebagai sumber provitamin A untuk mengatasi
kasus KVA. Minyak sawit mentah mengandung β-karoten sebanyak 400 - 1000 ppm
juga mengandung vitamin E yang juga sangat tinggi yaitu 800 - 1000 ppm (Cobb 2001,
Van Stuijvenberg et al. 2001, Butt et al. 2006). Permasalahannya adalah masyarakat
tidak terbiasa mengkonsumsi minyak sawit mentah namun dalam bentuk minyak goreng
yang telah mengalami proses pemucatan sehingga kandungan β-karotennya berkurang
lebih dari 98%. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diamati penerimaan dari
minyak sawit mentah sebagai sumber provitamin A.
2
Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah diharapkan mampu
meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Canfield et al. (2001), minyak sawit mentah dilaporkan sukses
meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil dan menyusui
dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten 90 mg selama
10 hari.
Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah juga mampu
berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga kesehatan
hati. Penelitian yang dilakukan oleh Edem dan Akpanabiatuk (2006) melaporkan bahwa
penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus mampu
menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase (ALT)
dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal. Ketiga
jenis enzim tersebut merupakan penanda dari fungsi hati. Oleh karena itu akan
dilakukan pengujian aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma darah wanita usia
produktif untuk mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah dengan kesehatan
hati.
FATETA IPB mengadakan suatu kegiatan penanggulangan kekurangan vitamin
A untuk masyarakat pra-sejahtera di Kecamatan Dramaga Bogor yang melibatkan
ribuan responden mulai dari ibu rumah tangga sampai balita bekerjasama dengan PT
Smart, Tbk sebagai salah satu bentuk Coorporate Social Responsibility. Kegiatan yang
diberi judul Program SawitA ini, bersifat program terapan yang dilakukan dengan cara
membagikan produk minyak sawit mentah (MSMn) yang diolah secara minimal, gratis
untuk dikonsumsi sehari-hari. Penelitian ini merupakan bagian dari program SawitA
dengan responden sebanyak 70 orang yang berasal dari desa Dramaga dan Babakan
Kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Menilai tingkat penerimaan masyarakat Kecamatan Dramaga (Desa Dramaga
dan Babakan) terhadap produk olahan minyak sawit mentah (MSMn) sebagai
sumber β-karoten (provitamin A)
b. Mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap status vitamin A
pada plasma dan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma sebagai
penanda kesehatan hati.
1.3 Manfaat Penelitian
Memenuhi kebutuhan vitamin A dan E masyarakat dengan memanfaatkan
sumber vitamin dari alam dan asli Indonesia, memperkenalkan produk minyak sawit
mentah (MSMn) sebagai sumber provitamin A dan vitamin E alami sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomi dari minyak sawit mentah (MSMn).
1.4 Hipotesis
Konsumsi minyak sawit mentah selama 2 bulan diduga dapat meningkatkan
kadar retinol plasma dan menjaga kadar enzim penanda kesehatan hati/hepar dalam
kadar normal pada Ibu usia produktif Kecamatan Dramaga.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis
golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman ini adalah tanaman
berkeping satu yang masuk dalam genus Elais, family Palmae, kelas divisio
Monocotyledonae, subdivisio Angiospermae dengan divisio Spermatophyta. Nama
Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, guineensis
berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq berasal dari nama botanis Amerika
yang menemukannya, yaitu Jacquine. Tanaman ini tumbuh pada iklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu 22-32 °C (Harley 1997).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-33°C (Basiron 2005). Tanaman kelapa
sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan. Buah yang dihasilkan
disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas
tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun dan akan menurun kembali
setelah berumur 15-25 tahun. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS
per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu
tandan, terdapat 1000-3000 buah dengan berat satu buah berkisar 10-20 g (Pahan 2007).
Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan
endocarp (tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa
sawit terbagi menjadi empat varietas yaitu pisifera, dura, tenera, dan macrocarya.
Pisifera memiliki tebal tempurung kurang dari 2 mm, tenera memiliki ketebalan
tempurung 2-3 mm, dura memiliki tebal tempurung 3-5 mm, dan macrocarya memiliki
tebal tempurung lebih dari 5 mm (Pahan 2007). Buah sawit mempunyai warna
bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Saat ini
varietas dura merupakan varietas yang paling banyak digunakan dalam kegiatan
pemuliaan kelapa sawit. Penampang melintang dari buah kelapa sawit dapat dilihat pada
Gambar 1.
6
Pericarp
Endocarp
Mesocarp
Inti sawit
Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Pahan 2007).
2.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn)/ Crude Palm Oil (CPO)
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi
dan luas areal sawit Indonesia telah melampaui Malaysia. Produksi minyak sawit
mentah (CPO) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008,
produksi CPO Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit
mencapai 7,1 juta hektar (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia
meningkat menjadi 20,5 juta ton. Pada tahun 2010 produksi CPO menjadi 21,2 juta ton,
meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Menurut SNI (2006),
minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil adalah minyak nabati berwarna
jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil pengempaan (ekstraksi) dari buah
tanaman Elaeis guinneensis.
Lebih kurang 37% dari seluruh areal kelapa sawit di Indonesia adalah
perkebunan rakyat, sedang sisanya diusahakan oleh pemerintah dan swasta. Devisa yang
diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2011 mencapai
US$ 11,61 milyar, naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya (Ditjenbun
2011).
Menurut WHO (World Health Organization), konsumsi per kapita minyak
dan lemak pangan minimal 12 kg per tahun dan kebutuhan konsumsi Indonesia adalah
sebesar 13 kg per tahun pada tahun (Goei 2008). Pengolahan buah kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara VI, Pasaman, Sumatra Barat untuk menghasilkan MSMn dimulai
dari penanganan bahan baku atau tandan segar (TBS) pada saat pemanenan hingga
7
sampai pabrik. Secara garis besar, proses pengolahan TBS menjadi MSMn melalui
tahap pengukusan perontokan (pemipilan), pelumatan (pencacahan), esktraksi minyak
dan klarifikasi (Yuliawan 1997).
a. Pengukusan
TBS yang tiba dari kebun segera ditimbang dan dimasukkan ke dalam lori
perebusan. Lori perebusan dimasukkan ke dalam sterilizer yang dapat ditutup dengan
rapat untuk menghindari terjadinya pengeluaran uap sebagai media perebus. Proses
pengukusan pada suhu 135-160°C selama 90-110 menit dengan tekanan 2,8-3,0 kg/cm2.
Pengukusan ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan,
melunakkan buah sehingga mempermudah penghancuran, penonaktifan enzim lipase
dan oksidase, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, serta menguraikan
pektin dan polisakarida sehingga menjadi lunak.
b. Perontokam (pemipilan)
Perontokan bertujuan untuk memisahkan tandan dengan buah. Proses
perontokan buah terjadi akibat perputaran mesin perontok. Mesin perontok buah
memiliki batang-batang penghubung yang diatur dengan interval yang sama.
c. Pelumatan (pencacahan)
Pelumatan dilakukan untuk memisahkan buah dengan biji serta memudahkan
proses ekstraksi minyak. Pelumatan dilakukan dengan cara pengadukan buah oleh alat
yang dilengkapi pisau berputar. Pada proses pelumatan ini ditambahkan air bersuhu 9095°C untuk mempermudah pemisahan buah dengan biji serta membuka kantongkantong minyak sehingga dapat mengurangi kehilangan minyak. Suhu yang rendah
menyebabkan minyak semakin kental sehingga menyulitkan ekstraksi minyak.
d. Ekstraksi minyak
Ekstraksi merupakan proses untuk memperoleh minyak dari buah yang telah
mengalami pencacahan. Proses ekstraksi dilakukan secara mekanis untuk mengeluarkan
kandungan minyak. Buah yang telah dicacah dimasukkan ke dalam mesin pengepres
ulir yang terdiri atas dua ulir yang berputar berlawanan dan dilengkapi dengan saringan
pengepres. Buah yang telah lumat mengeluarkan minyak melalui lubang-lubang kecil.
Selama proses ekstraksi ditambahkan air bersuhu 90-95°C sebanyak 600-800 liter/jam
untuk memudahkan ekstraksi minyak. Tekanan hidrolik pada mesin pengepres berkisar
40-50kg/cm2.
8
e. Penjernihan
Penjernihan adalah proses pembersihan minyak yang bertujuan untuk
mengeluarkan air dan kotoran dari minyak, memperkecil kerusakan minyak akibat
oksidasi, memperkecil kehilangan minyak dan menekan biaya produksi, serta
mempermudah pengolahan limbah. Klarifikasi terdiri dari beberapa tahapan proses,
yaitu pemisahan kotor an berupa serabut dan lumpur, pemisahan minyak dengan air,
pengambilan minyak yang terdapat pada lumpur serta pembersihan. Pembersihan
kotoran yang berupa saringan serabut dilakukan dengan saringan getar, pemisahan
kotoran berupa lumpur dilakukan dengan pengendapan, pemisahan minyak dengan air
dilakukan pada tangki pengendapan, sedangkan pembersihan minyak dilakukan pada
alat pembersih minyak (oil purifer).
Minyak hasil ekstraksi ditampung pada tangki perangkap pasir. Tangki tersebut
digunakan untuk memisahkan pasir dengan minyak. Pemisahan pasir terjadi akibat
perbedaan berat jenis antara pasir, minyak dan air dengan pemberian uap panas pada
tangki perangkap pasir. Minyak selanjutnya dialirkan pada saringan getar yang
bertujuan untuk memisahkan benda-benda padat pada minyak.
Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam tangki pengendapan. Pada alat ini
terjadi pemisahan kotoran berupa lumpur dengan cara sentrifuse, pada proses tersebut
digunakan air panas sebagai pengencer. Lumpur yang masih terdapat pada minyak
selanjutnya terdapat pada minyak dihilangkan dengan alat pengering hampa agar
minyak tidak mudah terhidrolisis. Minyak yang diperoleh berupa MSMn selanjutnya
ditimbang dan disimpan di dalam tangki penampungan. Cairan lumpur hasil klarifikasi
yang masih mengandung minyak tersebut ditampung sementara di bak penampungan
untuk didaur ulang.
2.3 Sifat Kimia Minyak Sawit Mentah (MSMn)
MSMn terdiri dari trigliserida yang berikatan dengan asam lemak. Komponen
utamanya adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan monogliserida.
MSMn juga mengandung komponen lainnya seperti asam lemak bebas dan komponen
nontrigliserida. Komponen nontrigliserida pada MSMn menyebabkan bau dan rasa yang
khas pada minyak sawit. Wujud minyak atau lemak tergantung dari komposisi asam
lemak penyusunnya. Minyak berwujud padat pada suhu kamar disebabkan oleh
9
kandungan asam lemak jenuh yang banyak, seperti asam palmitat dan stearat yang
mempunyai titik cair tinggi pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit merupakan lemak
semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Ketaren 2005).
MSMn memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan
asam oleat. Kandungan asam palmitat sebesar 39-45% dan asam oleat sebesar 37-44%.
Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki titik cair yang tinggi,
aitu 64°C, sehingga pada suhu ruang MSMn berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch
1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat MSMn lebih tahan terhadap
oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palnitat
(Ketaren 2005). Menurut Bonni dan Choo (2000) asam lemak jenuh oleat (40,8%),
linoleat (11,9%) dan linolenat (0,4%) efektif mengurangi kolesterol darah dan asam
lemak jenuh (asam palmitat 36,6% dan asam stearat 3,7%) tidak meningkatkan
kolesterol darah. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi asam lemak minyak sawit
mentah.
Tabel 1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Mentah
Asam Lemak
Jumlah (%)
Asam Kaprat (C10:0)
1-3
Asam Laurat (C12:0)
0,1-1
Asam Miristat (C14:0)
0,9-1,5
Asam Palmitat (C16:0)
41,8-46,8
Asam Palmitoleat (C16:1)
0,1-0,3
Asam Stearat (C18:0)
4,2-5,1
Asam Oleat (C18:1)
37,3-40,8
Asam Linoleat (C18:2)
9,1-11,0
Asam Linolenat (C18:3)
0-0,6
Asam arakhidonat (C 20:0)
0,2-0,7
Sumber: Basiron 2005
Sifat fisiko-kimia MSMn meliputi warna, bau dan flavour, kelarutan, polimorf,
titik didih (boiling point), titik pelunakan, slip melting point, bobot jenis, indeks bias,
titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren 1987). Sifat
fisiko-kimia tersebut sangat penting untuk menentukan kualitas MSMn selain dapat
10
juga digunakan untuk informasi dalam pengolahan lebih lanjut. Pada Tabel 2 dapat
dilihat sifat fisiko-kimia dari minyak sawit mentah.
Tabel 2 Nilai Sifat Fisiko Kimia MSMn
Sifat Fisiko Kimia
Nilai
Trigliserida
95%
Asam lemak bebas
5-10%
Warna (5¼ lovibond cell)
Merah orange
Kelembaban dan impurities
0.15%-3.0%
Bilangan peroksida
1-5.0 (meq/kg)
Bilangan anisidin
2-6 (meq/kg)
Kadar β-karoten
500-700 ppm
Kadar fosfor
10-20 ppm
Kadar besi
4-10 ppm
Kadar tokoferol
Digliserida
Bilangan asam
Bilangan penyabunan
Bilangan iod (wijs)
600-1000 ppm
2-6%
6.9 mg KOH/g minyak
224-249 mg KOH/g minyak
44-54
Titik leleh
21-24 °C
Indeks refraksi
36.0-37.5
Sumber: Ketaren (2008)
2.4 Manfaat Minyak Sawit Mentah Terhadap Kesehatan
Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin meluas
seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam
menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosclerosis, kanker,
serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan
untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif
yang menjadi salah satu pencetus penyakit-penyakit di atas (Tahir et al. 2003).
Antioksidan dalam bahan makanan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas
satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama
pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari sumber-sumber
11
alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya antioksidan alami maupun
sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan
degradasi komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang
umur simpan (Rohdiana 2001).
MSMn merupakan sumber β-karoten yang paling murah diantara semua edible
oil, sehingga dapat digunakan sebagai sumber vitamin A untuk mengatasi kasus
kekurangan vitamin A. Studi nutrisi menggunakan tikus albino yang dibagi menjadi 3
kelompok dimana masing-masing kelompok diberi dalam ransumnya 10% MSMn untuk
kelompok pertama, Groundnut oil (GNO) pada kelompok kedua dan Red Palm Oil
(RPO) pada kelompok ketiga. Kemudian diamati laju pertumbuhan, PER, NPU, daya
cerna, absorbsi lemak, nitrogen balance, fosfor dan retensi kalsium, serum enzim serta
hematologi dibandingkan dengan kontrol. Hasilnya CPO memberikan kualitas nutrisi
yang cukup baik dibandingkan GNO dan RPO (Manorama dan Rukmini 1991).
Ada tiga macam nutrien yang dapat menghambat terbentuknya radikal bebas yang
dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti arterosklerosis, artritis dan kanker yaitu
β-karoten, vitamin E (yang keduanya terdapat pada minyak sawit) dan vitamin C (Choo
et al. 1994). Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya
mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut
kinetika reaksi ordo pertama (Lenfant et al. 1996). Selain karotenoid minyak sawit asli
mengandung vitamin E yaitu kelompok tokoferol dan tokotrienol. Pada Tabel 3
ditampilkan komponen fitonutrisi pada minyak sawit mentah.
12
Tabel 3 Fitonutrisi Minyak Sawit Mentah
Fitonutrisi sawit
Vitamin E (600-1000 ppm)
Karotenoid (500-700 ppm)
Fitosterol (300-620 ppm)
Squalen (250-540 ppm)
Fosfolipid (20-100 ppm)
Ko-enzim Q10 (10-80 ppm)
Polifenol (40-70 ppm)
Manfaat bagi kesehatan
Antikanker
Antiangiogenesis
Antiarterosklerosis
Antiaging
Antioksidan
Mengahambat sintesis kolesterol
Melindungi jantung
Aktivitas provitamin A
Melindungi jantung
Antikanker
Menurunkan kadar kolesterol
Melindungi jantung
Mencegah sintesis kolesterol
Antikanker
Penyusun otak
Mudah dicerna dan diserap
Memberikan energi
Meningkatkan produksi energi seluler
Mekanisme pertahanan antioksidatif
Melindungi jantung
Antikanker
Menghambat sintesis kolesterol
Antikanker
Sumber: Lohanathan et al. 2011
Minyak sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak (Silvan et
al. 2001, Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963) dan wanita (Canfield
et al. 2001). Pada percobaan 10 bulan memberikan makan siang yang mengandung
minyak sawit merah dapat diterima dan dapat meningkatkan status vitamin A pada
anak-anak usia prasekolah (Silvan et al. 2001). Memberikan makanan ringan pada anakanak yang mengandung minyak sawit merah yang mengandung 2,4 mg β-karoten
selama 60 hari dapat meningkatkan status vitamin A sama efektifnya dengan
memberikan vitamin A sintetik 600 μg perhari (Manorama et al. 1996). Hasil yang
serupa ketika mengkonsumsi minyak sawit merah dengan kandungan β-karoten 1,8-7,8
mg sama efektifnya dengan mengkonsumsi vitamin A sintetik (Rukmini 1994, Lian et
al. 1967 dan Roels 1963).
Penelitian penerimaan biskuit yang mengandung minyak sawit merah pada
anak-anak, dimana 34% responden dapat menerima biskuit secara organoleptik dan
dapat meningkatkan status vitamin A pada anak-anak usia prasekolah dan berpotensi
13
untuk dijadikan program pemberian makanan di sekolah. Minyak sawit merah juga
terbukti efektif meningkatkan status vitamin A pada ibu dan bayi. Konsumsi minyak
sawit merah yang mengandung β-karoten total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat
meningkatkan kadar retinol plasma menjadi dua kali lipat dan meningkatkan retinol air
susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Peningkatan kadar retinol ini lebih besar dibandingkan
dengan pemberian suplemen vitamin A sintetik sehingga dapat disimpulkan bahwa
konsumsi minyak sawit merah merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status
vitamin A (Stuijvenberg et al. 2000).
Menurut Lin (2002) komponen utama dari MSMn adalah triasilgliserol (95%),
sedangkan sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang
terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen,
gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Selain kandungan asam lemak,
terdapat komponen minor pada minyak sawit yang memengaruhi kualitasnya.
Kandungan komponen minor pada MSMn dapat dilihat pada Tabel 4 Kandungan
komponen minor MSMn mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak
walaupun kandungannya hanya 1%.
Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn
Senyawa
Jumlah (%)
Karotenoida (673 ppm)
Fitoen
1,3
Fitofluen
0,1
Cis β-karoten
0,7
α - Karoten
35,1
β – Karoten
56,0
cis α-karoten
2,5
ζ-karoten
0,7
δ-karoten
0,3
- Karoten
0,8
Likopene
1,3
Neurosporen
0,3
β-zeakaroten
0,7
α-zeakaroten
0,2
Sumber: Yap et al. (1991)
14
2.5 Keamanan Minyak Sawit Mentah
Proses pengemasan MSMn ke dalam botol produk SawitA dilakukan secara
langsung dengan menuangkan MSMn ke dalam botol produk sebanyak 140 ml.
Karakteristik MSMn yang digunakan pada program SawitA disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik MSMn
Analisis
Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak)
Rata-rata asam lemak bebas (%)
Rata-rata bilangan iod
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg)
Sumber: Zakaria et al. 2011
Angka
0,007
4,42
50,86
0
Karakteristik MSMn yang diperoleh dari PT SMART Tbk Jakarta tidak sama
pada setiap batch. Kadar asam lemak bebas sangat bervariasi akan tetapi semua batch
tidak mengandung peroksida, yang menunjukkan bahwa selama penyimpanan dan
distribusi MSMn tidak terjadi oksidasi lemak. Hal ini sesuai dengan kondisi warna yang
berasal dari karotenoid pada MSMn yang masih intensif yang menunjukkan keberadaan
karotenoid yang tinggi yang bersifat sebagai antioksidan (Puspitasari 2008, Rismawati
2008). Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis kadar air dan logam berat MSMn
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter
Satuan
Hasil Pemeriksaan
MSMn
Timbal (Pb)
mg/kg
<0.030
Air Raksa (Hg)
mg/kg
<0.001
Cadmium (Cd)
Crom Heksavalent
(Cr6+)
mg/kg
mg/kg
<0.005
<0.011
Crom Total (Cr)
mg/kg
<0.011
Arsen (As)
mg/kg
<0.002
Tembaga (Cu)
mg/kg
<0.015
Kadar Air
% b.b
1.85
Sumber: Zakaria et al. 2011
Metode
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
APHA ed. 21th
3500 Cr B, 2005
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
APHA ed. 21th
3111 B, 2005
SNI 19-70302004
15
Keamanan produk MSMn yang dibagikan juga ditunjang oleh kadar bilangan
peroksida semua produk yang dianalisis yang tidak terdeteksi atau nol. Asam lemak
bebas yang lebih dari yang disarankan oleh SNI juga tidak berbahaya bagi konsumen
karena pada dasarnya, semua lemak yang dikonsumsi manusia akan dicerna dan diserap
dalam bentuk asam lemak bebas. Berbagai produk pangan fermentasi juga mengandung
asam lemak bebas yang tinggi, misalnya yoghurt, keju, tempe, oncom dan sebagainya.
Kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat merusak kualitas rasa produk pangan karena
dapat mengalamai oksidasi menjadi senyawa peroksida yang menimbulkan ketengikan.
Pada MSMn, walaupun asam lemak bebas terdapat dalam jumlah yang tinggi, tetapi
tidak terdapat senyawa peroksida sebagai hasil oksidasi yang disebabkan oleh tingginya
karotenoid sebagai antioksidan (Butt et al. 2006, Scrimshaw 2000, Ping 2000).
2.6 Retinol (Vitamin A)
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata. Vitamin
A atau retinol merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin
sikloheksenil. Vitamin A merupakan istilah generik untuk semua senyawa dari sumber
hewani yang memperlihatkan aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut
adalah retinol, asam retinoat dan retinal. Hanya retinol yang memiliki aktivitas penuh
vitamin A, sehingga retinol merupakan bentuk asupan vitamin A yang paling umum,
lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A (Murray et al. 1995).
Vitamin A merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin
sikloheksenil. Vitamin A digunakan sebagai istilah umum untuk senyawa dari sumber
hewani yang memperlihatkan aktivitas biologis vitamin A. senyawa tersebut meliputi
retinol, asam retinolat dan retinal. Dari ketiga senyawa tersebut hanya retinol yang
mempunyai aktivitas penuh vitamin A, oleh sebab itu retinol merupakan bentuk asupan
vitamin A yang paling umum (Murray et al. 1995). Struktur kimia retinol dapat dilihat
pada Gambar 2.
16
Gambar 2. Struktur Kimia Retinol/ vitamin A (Murray et a.l 1995).
Vitamin A banyak berperan dalam pembentukan indra penglihatan bagi
manusia. Vitamin ini akan membantu mengkonversi sinyal molekul dari sinar yang
diterima oleh retina untuk menjadi suatu proyeksi gambar di otak kita. senyawa yang
berperan utama dalam hal ini adalah retinol (Blomhoff 2006). Bersama dengan
rodopsin, senyawa retinol akan membentuk kompleks pigmen yang sensitif terhadap
cahaya untuk mentransmisikan sinyal cahaya ke otak (Lee et al. 1996). Peranan retinol
untuk penglihatan normal sangat penting karena daya penglihatan mata sangat
tergantung pada adanya rodopsin, suatu pigmen yang mengandung retinol. Diperkirakan
di Indonesia anak penderita xeroftalmia kornea aktif lebih dari 60.000 setiap tahunnya.
Sebanyak 20.00-30.000 penderita itu akan mengalami kebutaan selama hidupnya
(Winarno 1999). Oleh karena itu, kekurangan vitamin A di dalam tubuh seringkali
berakibat fatal pada organ penglihatan.
Vitamin A juga dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme asing, seperti
bakteri patogen. Mekanisme pertahanan ini termasuk ke dalam sistem imun eksternal,
karena sistemk imun ini berasal dari luar tubuh. Vitamin akan meningkatkan aktivitas
kerja dari sel darah putih dan antibodi di dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lebih
resisten terhadap senyawa toksin maupun terhadap serangan mikroorganisme parasit,
seperti bakteri patogen dan virus (Goetz 1986).
Fungsi vitamin A yang paling dikenal adalah dalam proses penglihatan, juga
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Menurut WHO, konsumsi vitamin A yang
dianjurkan untuk bayi kurang dari satu tahun adalah 350 retinol ekivalen (RE) perhari,
untuk anak dan orang dewasa 10 μg retinol /kg berat badan per hari, sedangkan untuk
ibu hamil dan menyusui perlu ditambah masing-masing sebanyak 200 RE dan 400 RE
per hari. Menurut Choo (1994) MSMn menpunyai aktivitas provitamin A 15 kali lebih
besar dari wortel dan 300 kali lebih besar dari tomat. Perbandingan RE beberapa jenis
bahan pangan nabati dengan minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 7.
17
Tabel 7 Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dibandingkan dengan bahan
pangan nabati lainnya
Bahan pangan
μg RE/g
Jeruk
8
Pisang
30
Tomat
100
Wortel
2.000
Minyak sawit merah
30.000
Sumber: Choo et al. 1994
Vitamin A merupakan vitamin yang tidak larut air, oleh karena itu vitamin A
tidak dapat dikeluarkan melalui urin. Kelebihan vitamin A akan disimpan dalam hati,
oleh karena itu apabila kadarnya melebihi ambang batas aman dapat menimbulkan efek
toksik atau keracunan. Berdasarkan rekomendasi institut kesehatan nasional di Amerika
Serikat, disarankan konsumsi harian dari vitamin A antara 500-1.500 mikrogram. Tentu
saja konsumsinya disesuaikan untuk tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Kelebihan
konsumsi β-karoten tidak berakibat toksik tapi kerotenis (warna kuning pada kulit) dan
berlangsung tidak lama bila konsumsi diturunkan. Hal ini dikarenakan, penyerapan βkaroten akan menurun bila konsumsinya berlebihan. selain itu, sebagian besar dari
karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A. Kelebihan β-karoten akan
dikeluarkan di feses (Bloomhoff 1994). Kebutuhan harian setiap orang berbeda-beda
dan yang membedakannya adalah umur dan jenis kelamin (Tabel 8).
Tabel 8 Kebutuhan harian vitamin A berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur
0-1 tahun
1-6 tahun
6-10 tahun
10-12 tahun
12-15 tahun
15-18 tahun ke atas (laki-laki)
15-18 tahun ke atas (perempuan)
Ibu hamil
Ibu menyusui
Sumber: Bloomhoff 1994
FAO/WHO (μg RE/hari)
350
400
400
500
600
600
500
600
600
18
2.7 Karotenoid
Karotenoid sebagai salah satu komponen mikro didalam minyak sawit
mempunyai beberapa sifat nutrisi atau fungsi biokimiawi yang bermanfaat bagi tubuh
manusia. Kata karotenoid diturunkan dari komponen utama penyusunnya, yaitu βkaroten, pigmen oranye yang diisolasi pertama kali dari wotel (Daucus carota) oleh
Wackenroder pada tahun 1831 (Gross 1991). Meskipun karotenoid, terutama β-karoten
terdapat dalam beberapa minyak nabati mentah, sumber karotennoid yang paling besar
adalah minyak sawit merah. Menurut Pulungan et al. (2000), minyak sawit merah
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, yaitu biaya
produksi rendah, komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, serta
mengandung senyawa-senyawa minor yang bermanfaat bagi kesehatan. Minyak sawit
merah mengandung karotenoid sebanyak 678,7 mg/kg yang terdiri dari fitoen, fitofluen,
α-karoten, β-karoten, γ-karoten ζ-karoten, neuroperon, α-zeakaroten dan likopen (Oi et
al. 1993)
Karotenoid, teristimewa β-karoten telah lama diketahui mempunyai aktivitas
provitamin A karena secara in vivo dapat diubah menjadi vitamin A. Beberapa hasil
penelitian memperlihatkan bahwa karotenoid minyak sawit dapat berfungsi sama
dengan vitamin A. Menurut Olson (1991), tubuh akan mengkonversi β-karoten menjadi
vitamin A dalam jumlah secukupnya saja, selebihnya akan tetap tersimpan sebagai βkaroten. Sifat inilah yang menyebabkan β-karoten berperan sebagai sumber vitamin A
yang aman. Jadi tidak seperti suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan
jika diberikan secara berlebihan. Linder (1991) menyatakan bahwa β-karoten akan
diabsorbsi mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75% sisanya diubah
menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase.
Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya
mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut
kinetika reaksi ordo pertama (Lenfant et al. 1996). Jacques et al. (1991) mengamati
bahwa orang yang mempunyai konsentrasi karoten plasma yang tinggi (lebih dari 3,3
μmol/L) mempunyai prevalensi katarak 20% lebih rendah dibandingkan dengan orang
yang memiliki karoten plasma kurang dari 1,7 μmol/L.
The National Institute of Health di Amerika serikat telah mengidentifikasi βkaroten sebagai salah satu dari sepuluh besar bahan pencegah kanker. Studi reprospektif
19
dan prospektif menyatakan bahwa asupan pangan yang mengandung karotenoid
berasosiasi dengan resiko kanker paru-paru. Berbagai hasil penelitian memperlihatkan
bahwa β-karoten mempunyai kemampuan sebagai pemusnah oksigen singlet yang
efektif (Choo et al. 1994). Disamping β-karoten , likopen dilaporkan juga sebagai
pemusnah spesies oksigen yang reaktif dan efektif. Studi tentang oksidasi lemak dan
kolesterol dan lipoprotein densitas rendah memperlihatkan sifat-sifat karotenoid sebagai
pemusnah radikal bebas. Khasiat selanjutnya, riset juga mengindikasikan bahwa βkaroten mempunyai efek positif dalam mereduksi plaque dalam pembuluh nadi
sehingga β-karoten bersifat antiarterosklerosis (Gaziano et al. 1990). Kemampuan ini
menyebabkan β-karoten dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskular.
2.7.1 Sifat Fisik dan Kimia Karotenoid
Karotenoid merupakan pigmen alami yang tersebar luas di alam. Karotenoid
berkontribusi memberikan warna kuning, oranye, dan ungu pada pangan nabati maupun
hewan. Lebih dari 650 karotenoid telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai sumber
namun hanya 60 jenis yang tersedia dalam pangan dan hanya 20 karotenoid yang dapat
dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004).
Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isopren atau
turunannya. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua
golongan utama yaitu: (a) golongan hidrokarbon karotenoid yang tersusun oleh unsurunsur atom C dan H seperti α, β, dan γ-karoten dan (b) golongan oksi karotenoid atau
xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur atom C, H, OH seperti lutein, violaxantin,
neoxantin, zeaxantin dan kriptoxantin. Dari total karotenoid, kadar karoten hidrokarbon
umumnya lebih tinggi (60-70%) dibandingkan dengan kadar oksi karotenoid
(Bauernfeind et al. 1981).
Jenis karotenoid yang paling banyak dijumpai pada bahan pangan adalah βkaroten. β-karoten merupakan molekul asimetris dimana separuh bagian kiri merupakan
bayangan cermin dari bagian kanannya. β-karoten mempunyai 40 atom karbon yang
terdiri dari 8 unit isoprene, 11 ikatan rangkap dan mempunyai 2 cincin β-ionone yang
terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya (Furr dan Clark 1997). αkaroten mempunyai satu cincin β-ionone dan satu cincin α-ionone sedangkan γ-karoten
hanya mengandung satu cincin β-ionone dan lainnya merupakan cincin terbuka. α-
20
karoten dan γ-karoten mempunyai aktivitas biologis kira-kira setengah dari nilai βkaroten. Karotenoid bersifat stabil di alam. Namun isolatnya mudah mengalami
perubahan molekul, isomerisasi dan degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace
element, dan asam (Bauernfeind et al. 1981).
Karotenoid memiliki banyak ikatan rangkap sehingga mudah mengalami
degradasi oksidasi. Oksidasi ini terbagi atas oksidasi kimia, autooksidasi, oksidasi
cahaya (photooxidation) dan oksidasi enzimatik. Proses oksidasi secara kimia terjadi
karena berbagai oksidan seperti oksigen, ozone, alkalin permanganat, asam kromat dan
lain-lain. Hasil degradasi tergantung pada lokasi terjadinya kerusakan. Pada ozonolisis
terjadi pemotongan ikatan-ikatan karbon sehingga membentuk asam karboksilat yang
akhirnya menentukan sifat akhir karotenoid. Autooksidasi merupakan reaksi oksidasi
spontan antara suatu senyawa dengan oksigen dan atau sinar UV pada suhu kamar,
dimana akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Photooksidasi merupakan reaksi
oksidasi yang diinduksi oleh cahaya. Reaksi yang dapat terjadi adalah: 1) kehilangan
satu atau lebih elektron dari suatu senyawa kimia sebagai hasil dari photoeksitasi
senyawa tersebut dan 2) reaksi antara suatu senyawa dengan oksigen yang dipengaruhi
oleh adanya cahaya. Oksidasi enzimatik yang terjadi secara in vivo dikatalis oleh
berbagai enzim. Lipoksigenase merupakan salah satu enzim oksidatif utama pada
tanaman. Enzim ini dikatalis oleh molekul oksigen asam lemak tidak jenuh yang
mengandung cis,cis-1,4-pentadiene menjadi cis,trans-conjugated hydroperoxida. Enzim
ini mengubah pigmen pada jaringan sayuran seperti klorofil dan karotenoid (Gross
1991).
Rantai poliene konjugasi yang terdapat pada senyawa karotenoid mempengaruhi
karakteristik warna senyawa tersebut yang sangat bervariasi mulai dari kurang berwarna
(phytoene), kuning (4.4’-diaponeurosporene), orange (β-karoten), merah (capsanthin),
merah muda (bacterioruberin), dan akan berwarna biru dengan semakin meningkatnya
jumlah ikatan rangkap konjugasi (Krinsky et al. 2004).
2.7.2 Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Karotenoid
Karotenoid merupakan molekul yang larut dalam lemak sehingga proses
penyerapannya mengikuti jalur penyerapan lemak pangan. Pada proses awal
pencernaan, karotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi asam
21
lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan tergantung
pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan
juga tergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau
bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming dan Erdman 1999). Diet yang
mengandung karotenoid provitamin A sebagian dilepaskan dari protein matriks
makanan oleh kerja enzim pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik dalam
saluran usus bagian atas. Selama proses dalam saluran pencernaan, karotenoid
terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asam empedu. Sebagian karotenoid telah
mengalami esterifikasi dan sisanya masih dalam bentuk karotenoid bebas. Ester-ester
karotenoid, karotenoid bebas dan vitamin A yang terdispersi dalam emulsi lipida
membentuk kilomikron dengan bantuan asam empedu, berdifusi ke dalam lapisan
glikoprotein membran mikrofili sel-sel epitel usus (Linder 1989). Proses penyerapan
terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan
air di sekitar membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran
dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel.
Setelah penyerapan selesai, β-karoten dan karotenoid provitamin A lainnya
diubah menjadi vitamin A (retinal) oleh enzim β-karoten-15,15’-dioxygenase (βC15,15’-DIOX). Retinal kemudian direduksi menjadi retinol. Efisiensi penyerapan
karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak
dan protein (Shiau et al. 1990). Makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh
dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding
protein tipe II (CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan
tergantung pada status vitamin A dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis
organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh
karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut
dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa
(Deming dan Erdman 1999). Menurut Rodriguez dan Kimura (2004), beberapa faktor
yang mempengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe
karotenoid dalam makanan (bentuk kristal atau terlarut), lemak, vitamin E, serat, status
protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit.
Karotenoid yang telah bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi
kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Kilomikron kemudian dicerna secara cepat
22
oleh lipase lipoprotein dan sisa kilomikron dengan cepat dipindahkan ke hati dan
jaringan lainnya. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) selanjutnya merupakan
pembawa utama karotenoid sehingga low density lipoprotein (LDL) menunjukkan
konsentrasi tertinggi karotenoid di dalam plasma. Karotenoid juga ditemukan pada
berbagai jaringan. Walaupun konsentrasi tinggi ditemukan pada kelenjar adrenal dan
corpus luteum namun tempat penyimpanan utama karotenoid adalah pada hati dan
jaringan adiposa. Karotenoid pangan yang tidak terserap akan dieksresikan melalui
feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi pada feces. Walaupun metabolit
polar karotenoid kemungkinan terdapat dalam bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan
melalui urin, namun informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas (Olson 1994).
Estimasi waktu paruh dilaporkan 11-12 hari untuk likopen, β-karoten, α-karoten,
lutein dan zeaxantin (Miccozzi et al. 1992). Karena itu perlu dipahami bahwa
kemampuan penyerapan karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A tidak sama
untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat diubah jika
dibutuhkan oleh tubuh sehingga mencegah potensi toksisitas akibat kelebihan dosis
vitamin A (Dutta et al. 2005).
2.7.3 Efek Biologis Karotenoid
Karotenoid memiliki aktivitas sebagai provitamin A. Sifat ini terutama dimiliki
oleh β-karoten, α-karoten dan β-kriptoxantin (Olson 1989). Di dalam tubuh karotenoid
provitamin A akan diubah menjadi vitamin A aktif. Terdapat tiga bentuk aktif vitamin
A yaitu retinol (vitamin A alkohol), retinal (vitamin A aldehid) dan asam retinoat
(vitamin A asam). Secara spesifik retinal berperan pada penglihatan, retinol berperan
pada aktivitas reproduksi dan asam retinoat digunakan untuk fungsi lain dari vitamin A.
Kekurangan retinol menyebabkan kerusakan pada struktur epitel secara umum.
Umumnya sel epitel mengeluarkan mucus namun pada defisiensi vitamin A terdapat
pengurangan sekresi mucus. Sel tersebut digantikan oleh keratin yang dihasilkan sel
pada jaringan tubuh secara khusus pada conjuntiva dan kornea mata, trakea, kulit dan
jaringan ectodermal lainnya. Vitamin A juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang
yang normal. Bila kekurangan vitamin A, pemanjangan tulang akan terhambat. Oleh
sebab itu anak-anak yang kekurangan vitamin A akan mengalami pertumbuhan yang
terganggu. Bila diberikan suplemen, anak-anak akan memperoleh berat tubuh yang
23
lebih baik dan memiliki tubuh yang lebih tinggi. Vitamin A juga penting untuk
pembentukan enamel pada pertumbuhan gigi (Olson 2001).
Molekul β-karoten dapat membentuk dua molekul retinol sedangkan α-karoten
dan β-kriptoxantin hanya sebagian yang aktif sebagai vitamin A. Nilai Internasional
Unit (IU) aktivitas vitamin A didasarkan pada hasil evaluasi biologis kemampuan suatu
senyawa untuk mendukung pertumbuhan hewan coba dalam kondisi defisiensi vitamin
A (1 IU= 10.47 nmol retinol = 0.3 μg retinol bebas atau 0.344 μg retinil asetat). Karena
absorpsi karoten yang relatif rendah dan metabolisme yang tidak sempurna untuk
menghasilkan retinol maka 6 μg β-karoten dinyatakan sama dengan 1 μg retinol
ekuivalen (RE) dimana ratio molar dari 3.2 mol β-karoten ekuivalen dengan 1 mol
retinol. Saat ini dikenal pula istilah retinol activity equivalent (RAE) yang ditetapkan
oleh Institut Medicine (2001). 1 RAE = 1 μg all-trans retinol, 12 μg β-karoten dan 24
μg α-karoten atau β-kriptoxantin. Pada basis ini 1 IU aktivitas vitamin A = 3.6 μg βkaroten atau 7.2 μg karotenoid provitamin A lainnya (Bender 2003).
2.7.4 Bioavailabilitas Karotenoid
Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration) adalah
kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat (Shi dan
Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat
dalam pangan. Jackson (1997) menjelaskan bahwa bioavailabilitas merupakan fraksi
nutrisi tercerna dari pangan yang dapat diserap oleh usus halus, dimetabolisme dan
disimpan dalam tubuh. Hal ini dijelaskan pula oleh Boyer dan Liu (2004) bahwa
walaupun seluruh nutrisi dapat dikonsumsi, namun pada kenyataannya selama
pencernaan tidak ada nutrisi yang secara keseluruhan dapat diubah menjadi bentuk yang
dapat diserap
Bioavailabilitas nutrisi biasanya ditentukan dalam plasma darah manusia (in vivo
assay) sehingga terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain keragaman
individu, kondisi fisiologi, dosis, dan adanya komponen makanan lainnya (Faulks dan
Southon 2005). Bioavailabilitas karotenoid bervariasi dari 10% pada bahan segar hingga
50% pada minyak dan produk komersial (Deming dan Erdman 1999). Papas (1999)
menjelaskan bahwa bioavailabilitas karotenoid dari bahan pangan, ekstrak atau produk
sintetik sangat beragam karena dipengaruhi oleh proses pengolahan dan penyimpanan
pangan.
24
Penentuan bioavailabilias dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan
manusia atau secara in vitro yang menirukan kondisi yang terjadi di dalam tubuh.
Metode in vivo secara langsung memberikan data bioavailabilitas dan biasanya
digunakan untuk pangan dan nutrisi yang memiliki keragaman atau variasi yang tinggi.
Respon ditentukan setelah manusia atau hewan percobaan mengkonsumsi nutrisi
tunggal (alami atau sintetik) yang kemudian dibandingkan dengan dosis nutrisi yang
sama yang berasal dari sumber pangan (Yeum dan Russel 2002).
Zakaria et al. (2000) melaporkan bahwa pada pengujian bioavailabiltas
karotenoid bahan pangan karbohidrat tinggi dengan berbagai cara pengolahan, nilai
FAR (faktor akumulasi retinol) yang merupakan nilai konversi provitamin A mendekati
atau melebihi nilai FAR vitamin A sintetik (1/5.9). Nilai FA terbaik adalah pada
kelompok tikus yang diberikan diet pisang dengan perlakuan kering beku yaitu sebesar
1/2.09. Hal ini berarti dari 2.09 μg β-karoten pisang yang dikonsumsi akan dihasilkan 1
μg retinol.
Pengujian biovailabilitas karotenoid produk bahan pangan lainnya dilaporkan
oleh Meridian (2000) yang melakukan pengujian terhadap minuman emulsi karoten
minyak sawit dengan nilai FAR sebesar 1/9.09. Wylma (2003) menjelaskan pula bahwa
pengujian bioavailabilitas karotenoid terhadap bubuk daun cincau hijau menunjukkan
nilai FAR sebesar 1/13.21.
2.7.5 Mekanisme Karotenoid sebagai Antioksidan
Karotenoid yang dikonsumsi baik dari makanan maupun dari suplemen dapat
bersifat sebagai antioksidan melalui quenching singlet oxygen dan scavenging free
radical. β-karoten merupakan quencher (peredam) singlet oksigen yang paling baik.
Menurut Foote (1976), 1 molekul β-karoten dapat meredam 250-1000 molekul singlet
10
oksigen pada kecepatan 1.3x10
-1 -1
M S . Transfer energi dari singlet oksigen ke
peredamnya akan menghasilkan pembentukan triplet oksigen dan triplet-state quencher
dengan reaksi berikut :
1
*
3
3
*
O2 + CAR O2 + CAR (Halliwell & Gutteridge 1999).
Kecepatan quenching singlet oxygen oleh karotenoid sangat tergantung pada
jumlah ikatan konjugasinya. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah jenis dan jumlah
gugus fungsi pada bagian cincin molekul karotenoid yang berpengaruh terhadap
25
kelarutan karotenoid. Kobayashi dan Sakamoto (1999) membandingkan aktivitas
quenching dari β-karoten dan astaxanthin, kemudian melaporkan bahwa aktivitas
quenching astaxanthin menurun dengan meningkatnya sifat hidrofobik, dan sebaliknya
terjadi peningkatan quenching β-karoten. Lebih lanjut Lee dan Min (1990)
mengevaluasi efektivitas 5 karotenoid dalam quenching terhadap klorofil dengan
sensitizer photooksidasi pada minyak kedelai. Data yang diperoleh menunjukkan
efektivitas quenching meningkat dengan semakin banyaknya ikatan rangkap pada
karotenoid dan jumlah karotenoid yang ditambahkan. Menurut Beutner et al. (2000),
karotenoid dengan 7 atau lebih sedikit ikatan rangkap kurang efektif sebagai quencher
karena tidak dapat menerima energi dari singlet oksigen.
Proses autooksidasi seperti peroksidasi lipid berhubungan dengan reaksi rantai
radikal yang melibatkan radikal peroksil (ROO ). Antioksidan pemutus rantai tersebut
seperti halnya karotenoid dapat menghambat kecepatan dan efisiensi pengikatan
(scavenging) radikal bebas dengan reaksi sebagai berikut:
Initiator + RH R (Tahap inisiasi)
R + O2ROO (Tahap propagasi)
ROO + RH ROOH + R
ROO + ROO Produk (Terminasi)
ROO + CAR ROOH + CAR (Penghambatan oleh karotenoid)
Hasil radikal turunan antioksidan (CAR) tidak sesuai untuk propagasi reaksi.
Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terjadinya reaksi abstraksi atom H atau reaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksil lainnya (Krinsky et al. 2004).
Packer et al. (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara struktur
karotenoid dan kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas yang diuji secara in
vitro. Diduga diwali dengan pembukaan cincin β-ionone, kemudian penambahan gugus
kimia pada cincin β-ionone atau pergantian cincin β-ionone dengan gugus fungsi dapat
mengubah kapasitas antioksidan. Setelah mengevaluasi aktivitas antioksidan dengan
kemampuan
menangkap
kation
radikal
2,2’-azino-bis-(3-ethyl-benzthiazoline-6-
sulfonate) diammonium salt (ABTS), karoten dengan 11 ikatan rangkap konjugasi lebih
aktif menangkap radikal dibandingkan dengan xantofil (kecuali pada β-kriptoxantin).
26
Pengikatan radikal secara in vivo akan berhubungan dengan pencegahan
beberapa penyakit. Konsumsi pangan kaya karotenoid seperti buah-buahan dan sayursayuran dapat menurunkan resiko perkembangan tipe kanker tertentu. Ziegler (1989)
melaporkan bahwa konsentrasi β-karoten plasma yang tinggi dapat menurunkan resiko
penyakit kanker paru-paru. Menurut Bendich dan Olson (1989), pada pengujian in vivo
dan in vitro, β-karoten menunjukan efek proteksi membran lipid, LDL (Low Density
Lipoprotein) dan lipid hati dari oksidasi yang diinduksi oleh radikal bebas karbon
tetraklorida.
2.8 Vitamin E
Tidak ada minyak nabati yang memiliki kandungan vitamin E yang lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Chow 1992). Vitamin E secara alami ada
dalam delapan bentuk yang berbeda atau isomer, empat tokoferol dan empat tokotrienol.
Secara alami minyak sawit mengandung alfa, beta, gamma, dan delta tokoferol dan alfa,
beta, gamma, dan delta tokotrienol. Tokotrienol adalah vitamin E telah terbukti
memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker. Tokotrienol pada aktivitas enzim hati
dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat tanpa pengurangan kolesterol baik.
Sifat antioksidan pada vitamin E memberi banyak manfaat bagi tubuh manusia, seperti
mencegah penuaan kulit, mencegah oksidasi lemak, mengurangi tekanan darah.
Tokotrienol pada sawit telah terbukti melindungi protein dari stress oksidatif dan
menjegah peroksidasi lipida (Ebong et al.1999).
Asam lemak tidak jenuh mengandung tokoferol tinggi, tokoferol dipercaya
dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker (Wong et al. 1988). Pemberian αtokoferol pada anak-anakyang menderita defisiensi vitain A ternyata dapat menaikkan
konsentrasi retinol plasmanya. Hal ini berhubungan dengan kerja vitamin E yang
mencegah oksidasi vitamin A. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga
berperan dalam sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah dan sintesis
koenzim A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno 1995).
2.9 Radikal Bebas dan Kerusakan Sel
2.9.1 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah senyawa oksigen reaktif yang merupakan senyawa dengan
elektron yang tidak berpasangan. Senyawa atau atom tersebut berusaha mencapai
27
keadaan stabil dengan jalan menarik elektron lain sehingga terbentuk radikal baru.
Reaksi radikal bebas ini berlangsung secara berantai (cascade reaction) (Jakus 2002).
Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus yaitu pada reaksi reduksi
oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa senobiotik,
metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan radikal bebas dari sumber
eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan olahraga berlebihan, diet
tinggi asam lemak tidak jenuh, dan karsinogen (Langseth 1995).
Radikal bebas dapat bersifat positif dan negatif. Sifat positifnya antara lain
dalam jumlah terkontrol berperan dalam proses fungsi biologis, misalnya dalam
bakterisidal dan bakteriolisis. Juga beperan sebagai mediator respon terhadap infeksi
patogen, sebagai signal apoptosis sel atau jalur signal tranduksi, second messenger serta
berperan pada sintesis eikosanoid. Sifat negatif radikal bebas adalah dapat
menyebabkan stres oksidatif. Hal ini terjadi karena terjadi ketidakseimbangan antara
radikal bebas dengan antioksidan. Radikal bebas dalam jumlah berlebihan sementara
jumlah antioksidan seluler lebih sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel
(Costa et al. 2005). Pengukuran radikal bebas dalam sistem biologi dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Teknik pengukuran langsung yaitu RPE Resonan
Paramagnetik Elektronik (RPE) dan Proton Magnetik Resonansi Resolusi Tinggi
(PMRRT). Teknik tersebut menggunakan senyawa yang dapat menangkap sinyal
radikal bebas pada sistem in vivo. Pengukuran secara langsung sangat sulit dilakukan
karena radikal bebas bereaksi sangat cepat, sehingga sering dilakukan dengan metode
pengukuran tidak langsung melalui pengukuran produk turunan seperti malondialdehida
(MDA) dan 4-hidroksinonenal. Dua turunan tersebut sering digunakan untuk
pengukuran reaksi radikal bebas lipid (Nabet 1996).
2.9.2 Kerusakan Sel
Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi
viabilitas dan fungsi esensial sel. Target kerusakan sel yaitu: (1) lipida melalui oksidasi
PUFA (poly unsaturated fatty acid) dengan tahapan inisiasi, propagasi dan terminasi;
(2) protein (glikoprotein) melalui inaktivasi enzim, mengikat protein atau reseptor; (3)
DNA melalui perusakan penyusun DNA (asam nukleat), lipoprotein, dan karbohidrat
pada tahap mutasi, inisiasi dan promosi kanker (Costa et al. 2005).
28
Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi metabolik
yang menggunakan O2, yang mengakibatkan terganggunya sistim oksidan-antioksidan
sel. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi karena
peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi karena
pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang (Pratap et al.
2004). Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara apoptosis maupun
nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang
ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti.
Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan yang ditandai dengan
kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel (Forrest et al.
1994).
Pengaruh radikal bebas yang diketahui paling awal adalah oksidasi lipid. Oleh
sebab itu kerusakan oksidatif karena oksidasi lipid ini paling sering diteliti. Produk
oksidasi lipid banyak ditemukan dalam cairan biologis, dapat diukur dengan berbagai
cara yaitu :(a) aldehida dalam plasma seperti MDA, TBARs dan 4-hidroksinonenal, (b)
penurunan PUFA dalam plasma, (c) diena terkonjugasi dalam plasma, (d)
hidroperoksida dalam plasma (Winklhofer-Roob et al. 1995).
2.10 Uji Kesehatan Hati
Hati merupakan salah satu organ terbesar pada manusia dengan bobot sekitar 1,5
kg pada orang dewasa. Beberapa pembuluh darah masuk dan keluar dari hati, seperti
vena hepatika dan arteri hepatika. Walaupun bobot hati hanya sekitar 2-3% dari bobot
tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen (Koolman 1995). Fungsi
hati adalah untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan
karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma,
melakukan
banyak
fungsi
yang
berhubungan
dengan
metabolisme
lemak,
menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon
steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan
detoksifikasi berbagai obat dan racun (Ganong 1991).
Hati mempunyai sistem enzim yang aktif untuk menyintesis triasilgliserol,
fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein plasma. Selain itu, enzim hati juga aktif
mengubah asam-asam lemak menjadi benda-benda keton (Martin 1984). Menurut
29
Koolman (1995), hati dapat mengatur konsentrasi asam amino dalam plasma. Jadi, hati
dapat memecahkan kelebihan asam amino dengan cara mengubah nitrogen menjadi urea
dan mentranspornya ke ginjal. Banyak protein dan peptida plasma dibentuk dan dipecah
di dalam hati. Hepatosit juga berfungsi menyintesis protein albumin serum (Sadikin
2001). Jumlah fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kemampuan hati
untuk memetabolisasi obat (Gibson 2006).
Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit,
membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin (50 mg/L), enzim ALT, AST, dan
GGT dalam darah (Lu 1995). Banyak sekali jenis penyakit hati, di antaranya sirosis
hati, hepatitis, penyakit kuning, sindrom Reye, penyakit Wilson, dan tumor hati (Kaplan
1989). Laporan National Cancer Institute menyatakan bahwa laki-laki yang terkena
penyakit hati jumlahnya dua kali lipat lebih banyak daripada wanita. Selain itu, manusia
dengan usia lebih dari 55 tahun terkena penyakit hati beberapa kali lipat lebih banyak
daripada manusia dengan usia kurang dari 55 tahun. Gangguan pada hepatosit akan
mengganggu proses sintesis albumin serum. Akan tetapi, konsentrasi albumin serum
yang rendah belum tentu disebabkan oleh terganggunya fungsi hati (Sadikin 2001).
Pada sirosis hati, koagulasi intravaskuler hampir selalu disertai dengan
fibrinolisis (99,86%), sedangkan kemungkinan fibrinolisis tanpa disertai koagulasi
intravaskuler ditemukan sebanyak 70% (Tambunan 1993). Organ hati yang telah rusak
dapat ditanggulangi dengan cara transplantasi hati. Namun, transplantasi hati masih
termasuk operasi yang paling berbahaya (Calne 1985). Faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan fungsi hati, yaitu kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, dan vitamin B
kompleks), konsumsi alkohol yang berlebihan, virus, obat-obatan (parasetamol, CCl4,
dan aspirin), dan aflatoksin (Lu 1995).
2.10.1 Enzim Transaminase dan Alkalin Fosfatase (ALP)
Letak AST di mitokondria organ hati, jantung, dan ginjal. Sedangkan ALT
terdapat di sitosol hati saja dan jumlahnya pun lebih sedikit dibandingkan jumlah AST.
Jadi, di antara kedua enzim ini yang lebih mencerminkan fungsi hati adalah ALT.
Enzim ALT dan AST penting dalam diagnosis kerusakan hati. Kerusakan sel-sel hati
menyebabkan enzim-enzim ini bocor dari sel yang rusak ke dalam aliran darah.
Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di dalam serum darah dapat memberikan
30
informasi tentang tingkat kerusakan hati (Lehninger 2005). Pada keadaan fungsi hati
yang terganggu, peningkatan aktivitas ALT biasanya lebih banyak daripada AST
(Kaplan 1989).
Enzim ALT dan AST juga penting di dalam obat-obatan industrial untuk
menentukan apakah orang-orang yang terpapar tetraklorida, kloroform, atau pelarut lain
yang digunakan dalam industri kimia menderita kerusakan hati. Pelarut-pelarut ini
menyebabkan degenerasi hati, yang mengakibatkan kebocoran berbagai enzim ke dalam
darah dari sel hati yang terluka. Transaminase, yang sangat aktif di dalam hati dan yang
aktivitasnya dapat dideteksi dalam jumlah sangat kecil, sangat bermanfaat dalam
pemantauan serum darah orang-orang yang terpapar senyawa kimia industri. Analisis
berbagai aktivitas enzim di dalam serum darah memberikan informasi diagnostik yang
berharga bagi berbagai gangguan hati (Lehninger 2005).
Menurut Kaplan (1989), selain enzim AST dan ALT, ada empat enzim lagi yang
dapat dijadikan indikator terganggunya fungsi hati, yaitu alkalin fosfatase (EC 3.1.3.1),
Gamma-glutamiltransferase (EC 2.3.2.2), 5’-nukleotidase (EC 3.1.3.5), dan laktat
dehidrogenase (EC 1.1.1.27). Semuanya sudah umum digunakan. Namun, AST dan
ALT tetap lebih baik karena paling cepat keluar dari hati yang terganggu dibanding
keempat enzim lainnya. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan enzim AST dan
ALT sebagai indikator fungsi hati. Marliana (2005) menganalisis fungsi hati dengan
enzim-enzim ini setelah hati tikus yang digunakannya dirusak dengan induksi
parasetamol. Setelah rusak, tikus dicekoki dengan ekstrak daging buah mahkota dewa.
Tujuannya adalah ingin mengetahui potensi tumbuhan ini sebagai hepatoprotektor.
Firmansyah (2007) menganalisis khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan dengan
konsep metode yang sama seperti Marliana (2005). Pada manusia, nilai normal enzim
ALT berkisar antara 5-25 U/L, sedangkan AST adara 5-35 U/L (Baron 1992).
Alkalin fosfatase merupakan sekelompok enzim yang berperan mempercepat
hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat dalam
banyak jaringan,terutama berasal dari hati dan tulang, mucosa usus dan plasenta.
Aktivitas enzim ini lebih tinggi pada laki-laki juga pada anak-anak karena pertumbuhan
tulangnya aktif. Alkalin fosfatase meningkat bila terjadi kolestasis. Pada keadaan
obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliarkadar enzim ini meningka 3-10 kalo dari nilai
normal sebelum timbul ikterus dengan transaminase yang sedikit meningkat. Kadar
31
enzim alkalin fosfatase diatas 180 U/L (biasanya diikuti dengan peningkatan bilirubin
plasma) menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang
mencapai 150 U/L khas pada virus hepatitis. Kadar enzim ALP normal pada orang
dewasa adalah 20-95 U/L (Baron 1992). Rataan kadar enzim alkalin fosfatase kontrol
adalah 71,04 IU/L sementara setelah diberi CCl4 meningkat menjadi 128,11 IU/L
(Venukumar dan Latha 2002).
Pengaruh konsumsi minyak sawit merah pada aktivitas enzim pada plasma yang
digunakan sebagai marker pada investigasi fungsi organ pada tikus. Tikus diberi
perlakuan suplementasi (10% dan 20% minyak sawit merah dari total lemak dari
ransumnya) dengan kadar lemak pada ransum 4,6% dari total ransum dan kontrol tanpa
suplementasi dengan sumber lemak ransum hanya dari minyak jagung selama 28 hari.
Kelompok tikus yang diberi perlakuan suplementasi dengan minyak sawit merah
mengalami penurunan aktivitas enzim lipase, alkalin fosfatase, alanin transaminase,
aspartat transaminase dibandingkan dengan kontrol (P<0,005). Aktivitas enzim lipase,
ALP, ALT dan AST dari kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah
sebanyak 20% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus yang disuplementasi
minyak sawit merah sebanyak 10%. Kesimpulannya adalah konsumsi minyak sawit
merah pada level moderat mampu menjaga agar aktivitas enzim berada pada batas
normal (Edem dan Akpanabiatuk 2006).
Aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), Alanin transaminase (ALT), Aspartate
transaminase (AST) pada serum kelompok tikus yang diberikan 15% dari total
ransumnya minyak sawit yang telah dioksidasi termal selama 18 minggu, meningkat
secara signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberikan 15%
dari ransumnya minyak sawit segar serta kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan
penambahan minyak sawit pada ransumnya. Perlakuan pemberian minyak sawit
sebanyak 15% dari total ransum selama 18 minggu baik yang segar maupun yang telah
teroksidasi termal mampu meningkatkan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST jika
dibandingkan dengan kontrol (p<0,05-0,01) (Owu et al. 1997).
2.11 Program SawitA
Program sawit A merupakan suatu program yang dilakuakn oleh Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan PT Smart Tbk.
Program ini melibatkan 37 mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan 79 orang kader
32
posyandu sebagai fasilitator dan dilakukan di 10 desa yang ada di wilayah kecamatan
Dramaga. Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A di
Indonesia melalui pemberian produk minyak sawit merah. Program ini bersifat terapan
yang menghasilkan produk baru berbasis minyak sawit merah yang secara alamiah
mengadung provitamin A dan Vitamn E yang sangat tinggi dengan harga yang sangat
terjangkau (Zakaria et al. 2011).
Program SawitA ini memprioritaskan kepada masyarakat prasejahtera karena
masyarakat tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk membeli alternatif vitamin A
alami seperti buah-buahan. Kegiatan program dilaksanakan secara bertahap dan bergilir
di masyarakat bekerjasama dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan kabupaten
dan lembaga desa terkait khususnya Posyandu. Pada tahap pertama program ini
dilaksanakan di Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat dijadikan model
untuk penerapan pada Kabupaten yang lain. Produk dibagikan secara cuma-cuma
selama dua bulan kepada 2142 responden di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
dari Keluarga prasejahtera sesuai dengan data desa setempat dan disertai dengan
penyuluhan tentang manfaat, cara penggunaan dan berbagai resep penggunaan minyak
sawit (Zakaria et al. 2011).
Produk yang dihasilkan oleh Program SawitA bernama SawitA yang berarti
minyak sawit yang mengandung vitamin A. Ada beberapa macam produk berbasis
minyak sawit mmerah yang dihasilkan oleh Program SawitA, yaitu SawitA manis
merupakan minyak sawit yang ditambahkan dengan larutan gula, SawitA Tumis MSMn
dan SawitA Tumis Minyak Sawit Merah Tanpa Fraksinasi (Zakaria et al. 2011).
33
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini bekerja sama dengan program SawitA dalam memanfaatkan
provitamin A minyak sawit mentah untuk mengatasi kekurangan vitamin A di
Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai bulan Maret 2012,
bertempat di Desa Dramaga dan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
Propinsi jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive),
mengikuti saran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tentang daerah di Kabupaten
Bogor yang kekurangan vitamin A dengan populasi besar dan masih banyak terdapat
masyarakat prasejahtera yang sulit mengakses fasilitas kesehatan. Terdapat beberapa
kecamatan yang merupakan sasaran dari Dinas Kesehatan kabupaten Bogor dan salah
satunya adalah Kecamatan Dramaga. Analisis darah dilaksanakan di laboratorium
biokimia Departemen ITP Fateta IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat bantu untuk pernyuluhan
atau sosialisasi, alat bantu pengambilan darah dan alat untuk analisa darah. Alat bantu
untuk sosialisasi didapatkan dari program SawitA seperti brosur atau komik yang berisi
sifat-sifat, khasiat, cara pemakaian, dampak dan manfaat penggunaan minyak sawit
serta leaflet yang diberikan pada responden. Selain itu, digunakan pula kuesioner
sebagai panduan untuk melakukan wawancara kepada responden yang diadaptasi dari
penelitian Waysima (2011) tentang “Pengaruh Peran Ibu pada Pembentukan Perilaku
Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah” dan Program SawitA serta surat kesediaan responden untuk mengikuti
kegiatan ini selama 2 bulan dan informed cosent untuk pengambilan darah.
Peralatan yang digunakan untuk pengambilan darah dan analisa darah adalah
vacuntainer 5 mL dengan EDTA, venojek dan pompanya, siring 10 mL, membran
nitroselulosa 0,45 μm, laminar, pipet pasteur, valcon 15 mL, freezer, penangas air,
sentrifuse, timbangan analitik,
mikropipet 100 μL hingga 1000 μL, vortex,
spektrofotometer UV-Vis Double Beam, peralatan gelas lainnya.
34
Bahan utama yang digunakan adalah MSMn (Minyak Sawit Mentah) yang yang
diproduksi oleh tim produksi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Produksi produk
SawitA dilaksanakan di Technopark IPB dengan nomor registrasi produk industri
rumah P-IRT No 207320101871. Bahan untuk analisis serum adalah: etanol 95%,
petroleum eter, trifluoro acetic acid (TFA), kloroform, standar β-karoten (Sigma),
standar retinol (Sigma), kit Alkalin fosfatase (AMS ALP 6), kit Aspartat transaminase
(AMS AST 6), kit alanin transaminase (AMS ALT 6).
3.3
Tahapan Penelitian
3.3.1 Pemilihan Responden dan Pengambilan Darah Sebelum Intervensi
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian lapang pemberian
produk dirumah dan penelitian laboratorium analisa pada plasma darah. Responden
yang dipilih masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan dari desa Babakan dan
Dramaga sebanyak 70 orang responden untuk pengujian pemberian produk di rumah
(Home Use Test) dari 30 keluarga Responden yang digunakan adalah dari keluarga
prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70
responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang
responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga
Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Responden yang dipilih termasuk dalam kategori
prasejahtera berdasarkan data yang diperoleh dari Posyandu-posyandu yang terdapat
pada kedua desa tersebut. Semua responden yang dipilih adalah responden yang telah
mendandatangani informed consent.
Untuk analisa aktivitas enzim ALP, transaminase (ALT dan AST) pada plasma
darah, dipilih responden berjumlah 22 orang ibu pada usia produktif (28-43 tahun)
yang merupakan bagian dari pengujian penggunaan di rumah serta telah diseleksi
berdasarkan kesediaan untuk diambil darahnya sebelum dan sesudah intervensi serta
telah menandatangani surat persetujuan atau informed consent pengambilan darah.
Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis darahnya:
•
Sehat berdasarkan pemeriksaan klinik
•
Ibu rumah tangga usia produktif
•
Sedang tidak hamil dan menyusui
•
Berstatus gizi normal (tidak overweight)
35
•
Tidak merokok
Responden yang dianalisis darah memiliki usia 29-44 tahun, tidak memiliki
riwayat penyakit berat dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (Lampiran 8).
Sebelum diambil darah responden harus dicek kesehatannya oleh dokter pada
PUSKESMAS, setelah dinyatakan sehat responden diminta untuk menandatangani surat
persetujuan (informed consent) disajikan pada Lampiran 3. Menurut CIOMS (2002)
semua penelitian biomedis yang melibatkan manusia sebagai subyek harus
mendapatkan persetujuan sukarela (informed consent) dari calon subyek.
Responden yang dianalisa darah merupakan bagian dari responden yang diamati
sikapnya terhadap MSMn. Dimana 22 orang responden ini juga mengkonsumsi MSMn
bersama
keluarganya.
Pengambilan
darah
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
mengkonsumsi MSMn, pada penelitian ini tidak diberikan plasebo pada responden
karena banyak literatur yang menyatakan manfaat dari MSMn sehingga tidak etis
apabila responden ikut berpartisipasi namun tidak ikut merasakan manfaatnya.
Pengambilan darah dilakukan
di Puskesmas desa Dramaga oleh seorang
perawat pada pagi hari. Setelah diberi informed consent, darah diambil dari 22
responden wanita dewasa secara aseptis dengan venojek sekali pakai. Sampel darah
ditempatkan dalam vacuntainer steril yang berisi antikoagulan EDTA. Darah manusia
yang sudah ditambah dengan antikoagulan disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm
selama 10 menit. Setelah disentrifuse akan diperoleh tiga lapisan, bagian atas adalah
plasma darah, bagian tengah adalah buffy coat yang mengandung sel darah putih, dan
bagian bawah adalah sel darah manusia. Plasma kemudian disimpan dalam freezer
dengan suhu -200C dan siap untuk digunakan sebagai sampel pada analisa kadar retinol,
aktivitas enzim ALP, ALT dan AST.
3.3.2
Intervensi Minyak Sawit Mentah
Setiap keluarga responden akan diberikan produk MSMn 1 botol (140 ml) setiap
minggu. Dengan asumsi tiap keluarga beranggotakan 4-8 orang, sehingga di
perhitungkan setiap orang/hari akan mengkonsumsi minyak sawit mentah sebanyak 2,55 ml per orang/hari setara dengan 1500-3000μg ekivalen vitamin A. Jika anggota
keluarga mencapai 10-12 orang akan tetap mendapat 1,7-2 ml per orang per hari setara
dengan 1020-1200μg eqivalen vitamin A.
36
Untuk sosialisasi penggunaan minyak sawit mentah, dilakukan pertemuan masal
sebelum intervensi, sebulan setelah intervensi dan 2 bulan setelah intervensi yang yang
bertempat di balai desa atau majelis taklim desa setempat. dalam pertemuan masal
dilakukan penyuluhan singkat mengenai minyak sawit mentah (edukasi manfaat dan
cara penggunaan), demo masak dan pembagian komik berisi cara penggunaan minyak
sawit mentah.
Anjuran penggunaan MSMn 1 sendok makan (± 6 ml) digunakan sebagai
minyak tumis untuk porsi makan seluruh keluarga dalam sehari ( 2 orang dewasa 1
anak-anak). Sedangkan untuk keluarga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang dewasa
dan 2 anak-anak, 2 sendok makan(±12 ml) digunakan untuk menumis masakan untuk
porsi satu keluarga. Satu kecrot (2-3 ml) digunakan untuk makanan siap santap 1 porsi
untuk 1 orang per satu kali makan.
Untuk memastikan responden mengkonsumsi minyak sawit mentah, dilakukan
kunjungan minimal 1 minggu satu kali ke rumah-rumah responden selama masa
intervensi berlangsung dan juga diberikan kuesioner setelah 2 hari konsumsi, 1 minggu,
2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan konsumsiuntuk mengetahui penerimaan responden
terhadap minyak sawit mentah.
3.3.3
Pengambilan Darah Responden Setelah Intervensi
Pengambilan darah dilakukan di PUSKESMAS desa Dramagaoleh seorang
perawat. Darah diambil dari 22 responden yang sama dengan yang diambil darahnya
sebelum intervensi MSMn. darah diambil secara aseptis dengan venojek sekali pakai.
Sampel darah selanjutnya diperlakukan sama dengan yang dilakukan terhadap sampel
darah sebelum intervensi MSMn sebagaimana telah disebutkan diatas.
3.3.4
Analisa Kadar Retinol Plasma Metode TFA (Neeld dan Pearson 1979).
3.3.4.1 Pembuatan Kurva Standar β-karoten dan retinol
Kurva standar yang dibutuhkan untuk dapat menghitung kadar β-karoten dan
retinol plasma ada tiga yaitu kurva standar β-karoten (kurva standar β-karoten) yang
diukur pada panjang gelombang 450nm, kurva standar retinol yang diukur pada panjang
gelombang 450 nm dan kurva standar retinol pada panjang gelombang 620 nm.
Kurva standar β-karoten dibuat dengan melarutkan β-karoten standar dengan
petroleum eter dengan konsentrasi 0,5 μg/ml, 1μg/ml, 1,5μg/ml dan 2μg/ml, kemudian
diukur absobansinya pada panjang gelombang 450 nm dan diplotkan antara konsentrasi
37
β-karoten dan absorbansinya sehingga memperoleh suatu persamaan Y = a + bx . Kurva
B dibuat dengan melarutkan standar Retinol dalam kloroform dengan konsentrasi 0,4;
0,8; 1,2 μg/ml. Dari masing-masing konsentrasi Retinol dibaca pada panjang gelombang
450 nm kemudian diplotkan seperti halnya kurva A. Kurva C dibuat dengan membuat
seri pengenceran standar retinoldalam kloroform 0,2; 0,6 dan 1,2 μg/ml.
3.3.4.2 Pengukuran kadar retinol plasma
Pengukuran kada β-karoten dan retinol dalam plasma darah dilakukan dengan
metode TFA. Plasma darah sebanyak 2 ml ditambahkan dengan 2 ml etanol 95% dan
ditambahkan dengan Petroleum eter sebanyak 3 ml kemudian campuran tersebut
divortex selama 2 menit dilanjutkan dengan sentrifugasi 1500 rpm selama 5 menit.
Supernatan diambil menggunakan pipet pasteur sebanyak 2 ml.
Kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm menggunakan spektofotometer double
beam dengan blanko petroleum eter. Absorbansi dicatat sebagai A 450 sampel.
Untuk pengukuran kadar retinol plasma maka dilanjutkan dengan menguapkan
Petroleum Eter dengan mengkondisikan pada waterbath bersuhu 40°C yang merupakan
titik didih dari Petroleum Eter sampai Petroleum Eter menguap habis. Kemudian dalam
sampel ditambahkan 0,1 ml kloroform dan 0,1 ml asetat anhidrat serta 1 ml pereaksi
TFA divortex dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 620nm dengan blanko
(1 ml TFA+ 0,1 ml kloroform).
Absorbansi yang terbaca pada panjang gelombang 620 dinyatakan sebagai A620
sampel.
Konsentrasi β-karoten plasma dihitung dengan rumus perhitungan sebagai
berikut:
β-karoten plasma (mg/L) = A 450 dari sampel x Konsentrasi standar x 3
A 620 dari standar
Retinol plasma (mg/L) = A 620 dari sampel x Konsentrasi standar x 3/2
A 620 dari standar
3.3.4.3 Analisa Aktivitas Enzim AST (Kit komersial AMS)
Kurva standar oksaloasetat dibuat agar dapat menghitung kadar oksaloasetat
yang terbentuk akibat aktivitas enzim AST pada sampel. Pada Tabel 9 disajikan seri
pengenceran yang akan dibuat kurva standar AST.
38
Tabel 9 seri pengenceran pada pembuatan kurva standar AST
Tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Standar
oksaloasetat
0,0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
0,45
Air
distilasi
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
Buffer AST
1,0
0,95
0,9
0,85
0,8
0,75
0,7
0,65
0,6
0,55
Masing-masing tabung ditambahkan reagen pewarna AST sebanyak 1ml
kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar dan ditambhkan NaOH
sebanyak 10 ml baca absorbansinya pada panjang gelombang 546nm dan tabung
pertama digunakan sebagai blanko.
Sampel plasma darah sebanyak 100μl ditambahkan ditambahkan 500μl buffer
AST kemudian diinkubasi selama 30 menit pada waterbath suhu 37°C. Kemudian
ditambahkan reagen pewarna AST sebanyak 500μl dan diinkubasi pada suhu kamar
25°C selama 20 menit
lalu ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm dengan blanko 500 μl buffer AST
ditambah 100 μl air distilasi diinkubasi 30 menit pada suhu 37°C dan ditambahkan
500μl reagen pewarna AST diinkubasi suhu kamar 20 menit.
3.4.4.4 Analisa Aktivitas Enzim ALT (Kit komersial AMS).
Kurva standar piruvat dibuat agar dapat menghitung kadar priruvat yang
terbentuk akibat aktivitas enzim ALT pada sampel.
pengenceran yang akan dibuat.
Pada Tabel 10 disajikan seri
39
Tabel 10 seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT
Tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Standar
Piruvat
0,0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
0,45
Air
distilasi
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
Buffer ALT
1,0
0,95
0,9
0,85
0,8
0,75
0,7
0,65
0,6
0,55
Masing-masing tabung ditambahkan reagen pewarna ALT sebanyak 1ml
kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar dan ditambahkan NaOH
sebanyak 10 ml baca absorbansinya pada panjang gelombang 546nm dan tabung
pertama digunakan sebagai blanko.
Sampel plasma darah sebanyak 100μl ditambahkan 500μl buffer ALT kemudian
diinkubasi selama 30 menit pada waterbath suhu 37°C. Kemudian ditambahkan reagen
pewarna ALT sebanyak 500μl dan diinkubasi pada suhu kamar 25°C selama 20 menit
lalu ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml kemudian dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 546 nm dengan blanko 500 μl buffer ALT ditambah 100 μl air distilasi
diinkubasi 30 menit pada suhu 37°C dan ditambahkan 500μl reagen pewarna ALT
diinkubasi suhu kamar 20 menit.
3.3.4.5 Analisa Aktivitas Enzim ALP (Kit komersial AMS).
Prinsip dari analisa ini adalah enzim ALP pada sampel direaksikan dengan pnitrofenilfosfat agar terbentuk p-nitrofenol dan laju pembentukan p-nitrofenol
berbanding lurus dengan aktivitas enzim alkalin fosfatase. Analisa aktivitas enzim ALP
ini dilakukan dengan metode semi mikro dimana 20μl sampel plasma darah
ditambahkan 1000 μl buffer ALP dan ditambahkan 200μl reagen pewarna ALP
kemudian dibaca absorbansinya pada menit ke-0, ke-1, ke-2 dan ke-3. Perubahan
absorbansi dinyatakan sebagai ∆Abs.
Konsentrasi ALP= ∆Abs x 3298
4
41
IV HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Aspek-aspek sosiodemografi yang dilihat adalah jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan per kapita (Tabel 11).
Tabel 11 Karakteristik Demografi
Karakteristik individu
Total Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Berdasarkan Usia
Balita (0-5 tahun)
Anak-anak (6-12 tahun)
Remaja (13-19 tahun)
Dewasa (20-60 tahun)
Lansia (>61 tahun)
Tingkat Pendidikan
Belum sekolah
SD
SMP
SMA
Berdasarkan Pekerjaan
Tidak bekerja
Pelajar
Wiraswasta
Buruh
Ustadz
Berdasarkan Penghasilan Per kapita
< Rp. 150.000
Rp. 155.000-500.000
Rp. 505.000-750.000
>Rp. 750.000
Jumlah (orang)
%
70
100
23
47
33
67
10
11
5
43
1
14
16
7
61
1
11
21
10
27
16
30
14
39
42
15
9
2
2
60
21
13
3
3
35
26
2
7
50
37
3
10
Survey lapangan untuk memilih 70 orang responden dilakukan dengan didampingi oleh
7 orang kader desa, karena kader desa mengenal seluk beluk desa dan penduduk
setempat dengan baik, sehingga membantu peneliti dalam melakukan pendekatan
kepada penduduk desa selama program berlangsung. Dari hasil survey diperoleh
responden yang berasal dari 30 kepala keluarga dengan jumlah anggota keluarga 1-8
42
orang. Responden laki-laki sebanyak 23 orang dan responden perempuan sebanyak 47
orang. Alasan pengambilan jumlah responden wanita lebih banyak berkaitan dengan
penentu menu makananan di rumah masih didominasi oleh ibu/wanita. Nutritional gatekeeper yang menggambarkan seseorang di dalam rumah tangga sebagai pembuat
keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga, bisa orangtua, nenek
atau pembantu. Sebagaimana hasil penelitian Birch (2006) yang menunjukkan bahwa
para ibu adalah gate-keepers bagi lingkungan makan anak-anaknya.
Berdasarkan usia, responden didominasi usia dewasa (20-60 tahun) sebanyak
61% dari total responden. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata responden dan
sebagian besar responden masih dalam usia produktif, usia dimana individu masih
mampu mencari pengetahuan dan memungkinkan untuk diberi pengetahuan baru
sehingga peyerapan terhadap informasi baru tinggi.
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui tingkat pendidikan responden yang
mendominasi adalah berpendidikan akhir SMA (39%) dan SD (30%) artinya responden
pada program ini masih termasuk ke dalam kelompok yang masih dapat menerima
informasi baru. Dengan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa responden
mempunyai kemampuan dasar untuk menerima dan menyerap informasi yang
diberikan.Hasil penelitian Ria (2011) menunjukkan korelasi negatif antara lama
pendidikan ibu dengan sikap ibu dan anak terhadap konsumsi MSMn. Lama pendidikan
menentukan tingkat penerimaan seseorang terhadap informasi baru. Semakin
lama/tinggi pendidikan maka tingkat penerimaan terhadap informasi baru semakin
mudah. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan
pangan keluarga seperti yang dikemukakan Schaffner et al.(1998) dan Madaniyah
(2003), tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar
memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana
atribut gizi suatu produk pangan menjadi penting bagi mereka.
Dari 70 responden, 40 diantaranya tidak bekerja (60 %), hal ini dikarenakan
responden yang dipilih lebih banyak ibu rumah tangga, terkait dengan pemilihan menu
untuk makanan sehari-hari dalam keluarga adalah ibu sebagai “gate keeper”.Informasi
pendapatan perkapita diperoleh dari hasil wawancara pendapat keluarga dibagi dengan
jumlah anggota keluarga. Sebanyak 50% responden berpendapatan perkapita kurang
dari Rp. 150.000 perbulan yang menunjukkan nilai pendapatan tersebut tergolong
43
rendah dibandingkan dengan UMR Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp 800.000,-.
Berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkan adalah keluarga yang
memilki pendapatan per kapita per bulan dibawah Rp. 150.000. Dengan mengacu
standar tersebut maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden
termasuk ke dalam keluarga prasejahtera.
Pendapatan keluarga berhubungan secara nyata dan positif dengan perilaku
konsumsi pangan anggota keluarga (Soedikarijati 2001). Nilai pendapatan tersebut juga
memperlihatkan daya beli yang relatif rendah terhadap suatu produk termasuk produk
pangan sebagai pilihan pangan untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan terhadap akses
kesehatan. Berdasarkan penelitian Ria (2011) terdapat korelasi yang sangat lemah
antara pendapatan perkapita dengan variabel sikap ibu dan anak terhadap konsumsi
MSMn. Rendahnya pendapatan keluarga prasejahtera ini membuat mereka tidak mampu
membeli sumber vitamin A yang beranekaragam selain buah-buahan atau sayuran yang
harganya relatif murah seperti wortel, pepaya, dan tomat. Riwayat kesehatan responden
ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Riwayat Kesehatan Responden Sebulan Terakhir
Riwayat Kesehatan
Jumlah (orang)
ISPA
Gangguan penglihatan
Rematik
Darah tinggi
Kondisi kesehatan responden dianalisis
%
9
13
1
1
1
1
1
1
berdasarkan wawancara menggunakan
kuesioner 1 (lampiran 4). Status kesehatan responden di awal program menunjukkan
status kesehatan cukup baik yang ditandai dengan tidak adanya penderita penyakit
menahun ataupun penyakit berat lainnya. Sebagian besar responden mengalami ISPA
(infeksi saluran pernafasan atas) yaitu sebesar 13% yang menandakan rendahnya daya
tahan tubuh.
Responden merupakan warga desa Dramaga dan Babakan kecamatan Dramaga
kabupaten Bogor, dimana 19 keluarga berasal dari desa Dramaga dan 11 keluarga
berasal dari desa Babakan. Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera
sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut
merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya
merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01,
44
02 dan 06. Responden pada penelitian ini berbeda dengan responden pada penelitian
Ria (2011) tentang sikap ibu dan anak terhadap konsumsi minyak sawit merah yang
berlokasi di RW 2 desa Cikarawang kecamatan Dramaga kabupaten Bogor. Dari 30
keluarga tersebut, terdapat 70 orang responden yang bersedia berpartisipasi pada
penelitian ini dan 22 orang bersedia untuk dianalisa darahnya. Data alamat responden
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Data alamat keluarga responden
Nama Kepala Rumah
Tangga
Dwi Basuki
Endang
Herman
Ismail Junaedi
Jupri
Tati
Toni Demon
Wahyu Pramana
Wasirin
Lilis
Udiyana
Sam Budiono
Karyadi
Asep
Suhata
Budi Rahman
Nurjanah
Nur Hasan
Edy
Adam
Ajuh
Jajang
Yasin
Sulaeman
Iwan
Ahmad G.
Cep Nundang
Asnah
Teddy
Alamat
Desa
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01
Jl. Haji Abbas RT 01 RW 01
RT 01 RW 03
RT 02 RW 03
RT 01 RW 03
RT 02 RW 03
RT 02 RW 03
RT 01 RW 01
RT 01 RW 01
RT 02 RW 02
RT 03 RW 01
RT 01 RW 02
RT 03 RW 02
RT 01 RW 02
RT 02 RW 06
RT 01 RW 02
RT 01 RW 02
RT 02 RW 06
RT 01 RW 02
RT 01 RW 02
RT 01 RW 02
RT 02 RW 06
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Dramaga
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Babakan
Anggota keluarga
yang menjadi
responden
4
7
6
4
5
7
3
4
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
45
4.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn)
Sebelum intervensi dengan minyak sawit mentah, terlebih dahulu dilakukan
pertemuan masal dengan seluruh responden yang dilakukan di Balai Desa atau Majlis
Taklim desa setempat. Pada pertemuan masal pertama dilakukan sosialisasi program
SawitA dan pengetahuan umum mengenai minyak sawit merah dan vitamin A, juga
memperkenalkan MSMn yang merupakan produk baru. Dalam penjelasan di terangkan
juga bahwa MSMn Tumis dapat juga digunakan sebagai minyak untuk menggoreng,
tetapi dianjurkan untuk digunakan untuk menumis. Hal ini sesuai dengan penelitian Rao
(2000) yang menyatakan bahwa memasak menggunakan minyak sawit mentah pada 4
macam menu masakan india dapat mempertahankan 70-88% kadar β-karoten,
sedangkan ketika digunakan untuk menggoreng satu kali yang dapat bertahan 83%,
pada penggorengan kedua turun menjadi 28% dan pada penggorengan ketiga menjadi
6%. Pada pertemuan masal kedua dilakukan penguatan dan perbaikan informasi
sebelumnya. Pada pertemuan masal ketiga dilakukan penguatan informasi kembali dan
mengajak responden untuk mau mengonsumsi MSMn secara terus menerus dan
dilakukan wawancara untuk mengetahui seberapa besar penambahan pengetahuan
responden terhadap produk.
Di akhir acara, setiap keluarga responden mendapatkan 1 botol MSMn dengan
volume 140 ml dan paket yang berisi bahan pangan sehat. Produk SawitA diberikan
kembali kepada responden, jika produk sebelumnya telah habis dipakai. Responden
dapat menukarkan botol kosong MSMn dengan MSMn baru yang dititipkan pada kader
desa setempat. Selama 2 bulan intervensi (60 hari) dibagikan MSMn sebanyak 210
botol pada 30 keluarga dengan jumlah anggota keluarga 170 orang dimana 70 orang
diantaranya merupakan responden. Satu botol MSMn berisikan 140 ml diberikan
perkeluarga setiap minggu sehingga didapatkan informasi setiap orang mengkonsumsi
MSMn sebanyak 3,27 ml MSMn per hari selama 60 hari intervensi. Jumlah MSMn
yang dikonsumsi responden melebihi target awal, dimana setiap responden diwajibkan
mengkonsumsi minimal 2 ml MSMn per hari.
Menurut Anggraeni (2012) kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah yang
digunakan dalam penelitian ini telah dianalisa menggunakan HPLC dengan tiga kali
ulangan dengan hasil kandungan β-karoten yang diperoleh adalah sebesar rata-rata
664,165 ppm. Dengan informasi tersebut dapat kita ketahui jumlah β-karoten yang
46
dikonnsumsi setiiap respondden setiap hari sebesaar 2169,606 μg. Mennurut Bloom
mhoff
(19944) berdasaarkan rekom
mendasi innstitut keseehatan nasiional di A
Amerika Seerikat,
disarrankan konssumsi hariaan dari vitaamin A anttara 500-1.5500 mikroggram. Tentu
u saja
konsumsinya disesuaikan
d
untuk tiapp kelompok
k umur daan jenis keelamin. Meenurut
Blooomhoff (19994) kelebihaan konsum
msi β-karoteen tidak berrakibat tokssik tapi kero
otenis
(warnna kuning pada
p
kulit) dan berlangsung tidak
k lama bila konsumsi dditurunkan. Hal
ini dikarenakan
d
n, penyerappan β-karoteen akan menurun
m
bilaa konsumsinya berleb
bihan.
selainn itu, sebaggian besar dari karoten yang diseerap tidak diubah mennjadi vitam
min A.
Kelebihan β-karroten akan dikeluarkann di feses. Selama
S
2 buulan mengkkonsumsi MSMn
M
tidakk ada keluuhan dari responden yang men
nyatakan kulitnya
k
meenguning akibat
a
konsumsi MSM
Mn. Pada Gam
mbar 3 disaajikan data frekuensi
f
M
MSMn
oleh rresponden.
3%
9%
Setiap haari
Pernah ttidak mengkonsumsi
88%
Kadang‐kadang tidak mengkonsumsi
Gambar 3 Frekuennsi respondeen mengkonnsumsi MSM
Mn
Untuk mengontrol
m
pemakaiann produk SawitA oleh responnden, dilak
kukan
moniitoring denggan cara mengunjungi
m
i rumah ressponden 2 kali dalam seminggu. Dari
hasill monitoringg diperolehh hasil bahwa 3% ressponden kadang-kadanng mengonssumsi
minyyak sawit mentah,
m
9% responden pernah lupa mengonsuumsi minyaak sawit meentah,
dan sebanyak 88%
8
responnden rutin mengonsum
m
msi minyakk sawit menntah. Respo
onden
yangg pernah luppa mengonssumsi minyaak sawit meentah beralaasan sedangg tidak mem
masak
karenna harus bepergian
b
d
dan
benar-bbenar lupa. Sedangkaan repondeen yang kaadang
menggonsumsi beralasan
b
h
hanya
mengggunakan minyak
m
saw
wit mentahh jika mem
masak
denggan cara mennumis.
47
4.3 Sikap Responden Terhadap Konsumsi MSMn
Menurut Pilgrim (1956), penerimaan pangan (food acceptability) menunjukkan
perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Batasan tersebut menekankan adanya
komponen perilaku dan komponen sikap, dimana kesenangan termasuk di dalamnya.
Namun berbeda dengan food preference yang merupakan penilaian afektif pada pangan
yang belum atau sudah dimakan, penerimaan pangan digambarkan untuk penilaian
afektif pada pangan yang secara aktual telah dimakan (Cardello & Schuutz 2000).
Sebagai produk pangan baru yang diperkenalkan kepada responden, perlu diketahui
respon awal responden terhadap minyak sawit mentah agar dapat diketahui seberapa
besar tingkat penerimaan responden terhadap produk tersebut. Respon awal (2-4 hari)
dianalisis berdasarkan wawancara mengunakan kuesioner 2 dan respon setelah
mengkonsumsi produk selama 2 minggu. Berikut merupakan tabel respon awal saat
mengonsumsi minyak sawit mentah (Tabel 14).
Tabel 14 Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah
Setelah 4 hari konsumsi
Setelah 2 minggu konsumsi
Atribut Biasa Saja
Terganggu
Biasa Saja
Terganggu
(∑ Responden) (∑ Responden)
(∑ Responden) (∑ Responden)
Rasa
69
1
70
0
Aroma
70
0
70
0
Warna
68
2
69
1
Pada awal konsumsi (4 hari konsumsi) MSMn terdapat beberapa orang
responden yang merasa terganggu oleh rasa dan warna yang ditimbulkan ketika
mengkonsumsi makanan yang ditambahkan MSMn. Namun semakin lama waktu
konsumsi, jumlah responden yang merasa terganggu dengan penambahan MSMn pada
makanannya mengalami penurunan. Dapat dilihat pada Tabel 14 setelah dua minggu
konsumsi tidak ada lagi responden yang terganggu oleh rasa makanan yang
ditambahkan MSMn dan jumlah responden yang terganggu oleh warna yang
ditimbulkan oleh MSMn juga mengalami penurunan. Adapun gangguan pada rasa
meliputi rasa getir, eneg dan agak lengket. Gangguan pada warna dirasakan responden
karena tidak menyukai warnanya yang sangat merah yang merupakan warna alami dari
MSMn.
Evaluasi penerimaan responden dilakukan setelah responden mengonsumsi
produk selama 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan. Masing-masing evaluasi tersebut
48
dianalisis berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 3, 4, dan 5 Berikut hasil
monitoring untuk penerimaan produk setelah responden mengonsumsi minyak sawit
mentah selama 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan (Tabel 15).
Tabel 15 Penerimaan responden terhadap MSMn
Penerimaan
Mau
Agak mau
Agak
menolak
Menolak
2 minggu
Rasa Aroma Warna
70
69
70
0
1
0
0
0
0
0
0
0
Rasa
70
0
1 bulan
Aroma
70
0
Warna
70
0
0
0
0
0
0
0
Rasa
70
0
2 bulan
Aroma
70
0
Warna
70
0
0
0
0
0
0
0
Hasil monitoring terhadap penerimaan produk yang diperoleh setelah intervensi
selama 2 bulan menunjukkan indikasi yang baik dari seluruh responden terhadap
minyak sawit mentah. Penerimaan responden terhadap rasa, aroma dan warna MSMn
semakin baik seiring dengan lamanya waktu konsumsi. Semakin lama waktu konsumsi
MSMn responden semakin terbiasa dengan rasa, aroma dan warna akibat penambahan
MSM pada makanannya. Menurut Birch (1998), sebagai hasil dari berbagai peristiwa
makan dimana pangan dihubungkan dengan konteks sosial dan dampak fisiologis
penyerapan pangan yang bisa positif atau negatif, anak akan menyukai dan mau
menerima beberapa makanan serta menolak yang lain, selanjutnya akan terbentuk
konsumsi pangan.
Menurut penelitian Ria (2011) mengenai kesan responden saat mengkonsumsi
MSMn untuk rasa 51,2% menyatakan biasa saja 40,8% menyatakan gurih, untuk aroma
51,5% menyatakan bau minyak, 34% menyatakan bau wangi dan 14,6% menyatakan
bau tengik sedangkan untuk warna 100% merasa tidak terganggu. Perbaikan kesehatan
yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn
Setelah 1 bulan konsumsi
Perbaikan
kesehatan yg
dirasakan
Nafsu makan
Kesehatan fisik
Penglihatan
Setelah 2 bulan konsumsi
Terasa lebih baik
Biasa saja
Terasa lebih baik
Biasa saja
(∑ Responden)
56
60
37
(∑ Responden)
14
10
33
(∑ Responden)
57
59
38
(∑ Responden)
13
11
32
49
Evaluasi kondisi kesehatan responden dilakukan setelah 1 bulan dan 2 bulan
konsumsi MSMn (kuesioner 4 dan 5) meliputi perbaikan nafsu makan, kesehatan fisik
dan penglihatan yang dirasakan responden. Setelah 1 bulan konsumsi MSMn sebanyak
56 orang responden merasakan perbaikan terhadap nafsu makannya. Dan jumlah
responden yang merasakan perbaikan nafsu makan meningkat dari 56 orang menjadi 57
orang setelah mengkonsumsi MSMn selama 2 bulan. Sebanyak 59 responden juga
merasa ada perbaikan pada kesehatan fisiknya setelah konsumsi MSMn selama 1 bulan.
Responden juga merasakan perbaikan terhadap penglihatannya seiring dengan lama
konsumsi MSMn. Pengetahuan responden tentang vitamin A dan produk sawit juga
dievaluasi dengan bantuan kuesioner 1 dan 4 (Lampiran 4) dan hasil evaluasi tersebut
ditampilkan pada Tabel 17 dan Gambar 3.
Tabel 17 Pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A
Pengetahuan tentang Vitamin A
Mengetahui Sumber Vitamin A
Mengetahui Sumber Vitamin A
yang sering dikonsumsi
Pengalaman buruk konsumsi
vitamin A/MSM
Sebelum
Mengetahui Tidak
Sesudah
Mengetahui
Tidak
64
6
69
1
69
1
70
0
0
70
0
70
Pengetahuan responden tentang vitamin A ditanyakan karena diketahui asupan
vitamin A pun dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Jatmika dan Guritno 1997).
Pengetahuan sumber dan penggunaan vitamin A dan minyak sawit merah dianalisis
berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 1 pada awal dan kuesioner 5
(Lampiran 4) pada akhir program yang menggambarkan pengetahuan responden tentang
pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A dan minyak sawit merah.
Pengetahuan mengenai sumber dan penggunaan vitamin A perlu diketahui untuk
dapat memperlihatkan bagaimana konsumsi responden terhadap sumber vitamin A.
Diperoleh 91,43% responden telah mengetahui sumber vitamin A sebelum intervensi
dan meningkat menjadi 98,57% setalah intervensi selama 2 bulan. Artinya responden
dapat menerima informasi/pengetahuan baru mengenai sumber vitamin A lainnya selain
yang mereka kenal. Pengenalan minyak sawit dan minyak sawit mentah perlu dilakukan
agar responden lebih mengetahui produk dan minyak sawit merah yang kaya akan
vitamin A. Dari 70 orang responden tidak pernah punya pengalaman buruk baik dalam
50
menggkonsumsi vitamin
v
A maupun
m
MS
SMn. Menu
urut hasil peenelitian Riaa (2011) terrdapat
hubuungan berm
makna padaa pengetahuuan tentan
ng vitamin A dengann sikap ko
ognitif
respoonden terhaadap konsuumsi MSM
Mn. Perbaikan pengetaahuan respoonden men
ngenai
kelappa sawit dann olahannyaa disajikan pada
p
Gambaar 4.
% Responden
100
80
60
40
Sebelum
m
20
Sesudah
0
Mengenal pohon sawit
mengenal m
CPO
Mengeenal Mengetahuii Mengetahui produk minyak sawitt manfaat minyak sawit mentah
MSMn
Pernah mencoba m
MSMn
Gam
mbar 4 Perbaaikan pengetahuan resp
ponden tentaang produk sawit
Pengetahhuan awal responden tentang minyak
m
saw
wit dan prodduknya seb
belum
dilakkukan penyuuluhan tenttang produkk minyak sawit
s
dan manfaatnya
m
dapat dikaatakan
rendaah, sehinggga semua responden
r
t
termasuk
dalam
d
kateggori kurangg baik.
Haal ini
menuunjukkan bahwa
b
konndisi responden ham
mpir homoogen padaa saat seb
belum
penyyuluhan. Tettapi setelahh dilakukan penyuluhaan mengenaai produk m
minyak sawiit dan
manffaatnya keppada respoonden, makka pengetah
huan respoonden tentaang hal terrsebut
menjjadi positif. Hal ini muungkin dapaat berpengarruh kepada sikap kognitif, sikap afektif
a
dan sikap
s
respoonden terhaddap konsum
msi MSMn. Peneltian yang dilakkukan Ria (2
2011)
menyyebutkan bahwa
b
teerdapat hubbungan berrmakna (annalisis chi square selang
kepecayaan 95%
%) antara peengetahuan tentang miinyak sawit setelah pennyuluhan deengan
sikapp kognitif responden
r
t
terhadap
koonsumsi MS
SMn dengaan nilai p=00,007 serta nilai
korellasi yang positif
p
dan signifikann pada taraaf 0,01 (r=0,237**). P
Pada Gamb
bar 5
disajikan data jumlah
j
respponden yanng mau men
ngkonsumsi MSMn seetelah interrvensi
selessai.
51
4%
Mau
u
Raggu‐ragu
96%
Gaambar 5 Keemauan respponden untuuk mengkon
nsumsi MSM
Mn setelah pprogram sellesai
Pada akkhir interveensi responnden diberrikan pertaanyaan apaakah tetap mau
menggkonsumsi produk MS
SMn setelahh intervensii selesai (kuuesioner 5)) dan didap
patkan
hasill seperti yaang ditampiilkan pada Gambar 4. Sebanyak 96% respoonden tetap
p mau
menggkonsumsi MSMn seteelah interveensi berakhiir dan 4% siisanya menngakku ragu
u-ragu
apakkah akan tetap mengkoonsumsi MSMn
M
setelaah tidak laggi diberikann MSMn secara
s
gratis. Pada Gaambar 6 dappat diketahhui sikap reesponden ketika haruss membeli untuk
u
tetapp dapat mengkonsumsi MSMn.
10%
34%
Mau
Mau aasal harga terjangkau
Ragu‐rragu
56
6%
Gambar 6 Sikkap respondden ketika harus
h
memb
beli untuk teetap dapat m
mengkonsum
msi
MSMn
Sebaanyak 56%
respondeen mau membeli MS
SMn asalkaan harga yyang ditawarkan
terjanngkau. Sebbanyak 30%
% respondeen mengak
ku mau tettap mengkoonsumsi MSMn
M
walaaupun haruss membeli dan
d sisanyaa sebanyak 10% responnden mengaku masih raguragu apabila haarus membbeli MSMnn. Hasil serrupa juga didapatkan
d
pada peneelitian
52
penerimaan minnyak sawitt merah oleeh Anggraeeni (2012) dimana seebanyak 62
2,57%
mau melanju
utkan
respoonden mau melanjutkaan konsumssi minyak sawit merahh, 36,57% m
konsumsi asal harganya terjangkau,, dan 0,85
5% respondden ragu-raagu untuk terus
m
saw
wit merah. Alasan Responden
R
mau tetap mengkonssumsi
menggonsumsi minyak
MSM
Mn disajikann pada Gam
mbar 7.
17%
7%
Kaarena terasa m
manfaatnya
76%
Aggar dapat merrasakan m
manfaatnya
Peercaya yang disampaikan fasilitator
Gam
mbar 7 Alassan Responnden mau tettap mengkoonsumsi MS
SMn
Respondden tetap mau
m mengkoonsumsi MS
SMn setelahh intervenssi selesai deengan
alasaan 76% karena telah merasakan
m
m
manfaat
darri konsumsii MSMn, 177% karena ingin
meraasakan mannfaatnya bagi kesehaatan dan 7%
7
karenaa percaya pada apa yang
disam
mpaikan olleh fasilitaator bahwaa MSMn jika
j
dikonnsumsi secaara rutin dapat
mem
mperbaiki keesehatan responden. Menurut
M
Riaa (2011) terrdapat hubuungan berm
makna
antarra pengetahhuan tentanng minyak sawit dan
n manfaatnya bagi keesehatan seetelah
penyyuluhan denngan sikap responden terhadap konsumsi
k
M
MSMn
dengan nilai ko
orelasi
yangg positif, dim
mana semakkin positif pengetahuan
p
n tentang minyak
m
sawiit akan mem
mbuat
sikapp respondenn untuk menngkonsumsi MSMn meenjadi positiif.
4.4 Plasma
P
Darrah Respon
nden
Pengambbilan darahh respondeen dilakuk
kan untuk dapat meenguji peng
garuh
konsumsi minyaak sawit merah
m
pada kondisi
k
kessehatan respponden. Padda pengujiaan ini
dipiliih respondeen ibu usiaa produktif yang tidak memiliki riwayat
r
sakkit berat. Dipilih
D
respoonden ibu produktif
p
inni erat kaitannnya dengaan tingginyaa kasus kekkurangan vittamin
A paada ibu ham
mil dan mennyusui di Inndonesia, teetapi tidak memungkinnkan apabilla ibu
53
hamil dan menyusui untuk diambil darahnya oleh karena itu pendekatan yang
digunakan dengan menggunakan responden ibu usia produktif yang tidak dalam kondisi
hamil maupun menyusui. Responden yang dianalisa darah memiliki usia 29-44 tahun,
tidak memiliki riwayat penyakit berat dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga
(Lampiran 8). Sebelum diambil darah reponden harus dicek kesehatannya oleh dokter
pada PUSKESMAS, setelah dinyatakan sehat responden diminta untuk membaca dan
menandatangani surat persetujuan (informed consent) disajikan pada Lampiran 3.
Menurut CIOMS (2002) semua penelitian biomedis yang melibatkan manusia sebagai
subyek harus mendapatkan persetujuan sukarela (informed consent) dari calon subyek.
Responden yang dianalisa darah merupakan bagian dari responden yang diamati
sikapnya terhadap MSMn, dimana 22 orang responden ini juga mengkonsumsi MSMn
bersama
keluarganya.
Pengambilan
darah
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
mengkonsumsi MSMn, pada penelitian ini tidak diberikan plasebo. Menurut NEAC
(2009) pada ethical clearance pemberian plasebo tidak dianjurkan jika produk yang
diujikan memberikan manfaat yang positif bagi kesehatan.
Pengambilan darah dilakukan di PUSKESMAS Desa Dramaga oleh seorang
perawat pada pagi hari. Setelah diberi informed consent, darah diambil dari 22
responden wanita dewasa secara aseptis dengan venojek sekali pakai. sampel darah
ditempatkan dalam vacuntainer steril yang berisi antikoagulan EDTA. Darah tersebut
kemduian di sentrifugasi untuk dipisahkan plasma darah, buffy coat dan sel darah
merah. Plasma darah kemudian disimpan pada lemari pembeku pada suhu -20°C untuk
meminimalisir aktivitas enzim dan siap untuk digunakan sebagai sampel pada analisa
kadar retinol dan aktivitas enzim AST, Alt serta ALP.
4.4. Retinol Plasma
Analisa kadar retinol pada plasma darah dilakukan untuk mengetahui status
kecukupan vitamin A dari masing-masing responden sebelum dan sesudah mengikuti
program. Dari hasil analisa retinol plasma, terjadi peningkatan rata-rata kadar retinol
sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68 umol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn
(1,56 umol/l). Pada Gambar 8 disajikan data kadar retinol plasma responden sebelum
dan sesudah intervensi dengan MSMn selama 2 bulan.
54
5
Kadar Retinol (μmol/l)
4.5
4
Sebelum
3.5
sesudah
3
2.5
2
1.5
Batas
normal = 0,7 μmol/l
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kode Responden
Gambar 8 Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi
Berdasarkan WHO (2009) batas bawah kadar retinol plasma wanita dewasa (1549 tahun) dalam kondisi tidak hamil dan tidak menyusui adalah 0,70 umol/l. Dari 22
orang responden, terdapat 6 orang responden yang memiliki kadar retinol dibawah 0,70
umol/l. Setelah mengkonsumsi MSMn selama 2 bulan 4 dari 6 responden tersebut
mengalami peningkatan kadar retinol plasma melebihi batas 0,70 umol/l. Menurut
Parvin dan Sivakumar (2000), konversi β-karoten menjadi retinol lebih tinggi jika tikus
dalam keadaan defisiensi vitamin A. Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah
konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn
Parameter statistik
Rata-rata
Standar deviasi
Maksimum
Minimum
Uji Berpasangan
Jumlah responden yang turun
Rata-rata penurunan
Jumlah responden yang naik
Rata-rata Peningkatan
Jumlah responden yang tetap
Sebelum
Sesudah
(μmol/l)
(μmol/l)
1,561
1,680
1,060
1,129
3,930
4,347
0,283
0,338
Tidak signifikan
5
0,251
16
0,553
1
55
Jumlah β-karoten
yang terkandung dalam MSMn yang dikonsumsi setiap
responden setiap hari sebesar 2169,606 μg selama dua bulan mampu meningkatkan
kadar retinol plasma 16 orang responden dengan rata-rata peningkatan kadar retinol
0,553μmol/l diperkirakan akibat dari konsumsi MSMn. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nestel dan Nalubola (2003) bahwa minyak sawit mentah yang dikonsumsi
oleh responden dapat memperbaiki status vitamin A pada pengkonsumsinya. Minyak
sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak (Silvan et al. 2001,
Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963) dan wanita (Canfield et al.
2001). Pernyataan tersebut menunjang pernyataan Pervaiz et al. (1999), bahwa
keberadaan retinol dalam darah merupakan penentu bagi status vitamin A individu.
Retinol dapat diukur dalam plasma dan retinol plasma berguna untuk menilai status
kecukupan vitamin A.
Namun juga terdapat responden yang mengalami penurunan kadar retinol
plasma sebanyak 5 orang dengan rata-rata penurunan kadar retinol plasma 0,251 μmol/l.
Penurunan kadar karoten dan retinol pada 5 orang (responden nomer 2, 4, 14, 15 dan
21). Dari kelima responden yang mengalani penurunan retinol plasma, empat
diantaranya kadar retinol plasma masih diatas batas normal. Turunnya kadar retinol
plasma mungkin disebabkan oleh adanya kebutuhan akan antioksidan atau retinol pada
sel darah atau sel tubuh lain, misalnya pada sel eritrosit, sel limfosit dan sel hati. Retinol
juga berfungsi dalam proses regenerasi seluruh sel tubuh. Hanya satu responden yaitu
nomer 14 mengalami penurunan kadar retinol plasma hingga kadarnya dibawah batas
normal. Perubahan metabolisme vitamin A dapat terjadi akibat suatu penyakit seperti
inflamasi. Menurut Kanda et al. (1990) Protein Retinol Binding (RBP) adalah protein
fase akut negatif, dan karena itu, sintesis protein pada hati secara dramatis berkurang
selama respon kekebalan tubuh. Konsekuensi utama berkurangnya sintesis RBP adalah
bahwa vitamin A hati tidak dapat diangkut ke jaringan diluar hati dan akibatnya tingkat
vitamin A plasma turun secara signifikan. Dugaan ini diperkuat dengan data hasil
penelitian Nursalim (2012) yang menggunakan responden penelitian yang sama yang
menyatakan bahwa responden nomer 14 mengalami peningkatan protein penanda
inflamasi CRP.
Saluran pencernaan manusia memiliki kemampuan mengkonversi karotenoid
menjadi vitamin A dan dapat menyerap berbagai jenis karoten yang tidak dikonversi
56
disamping vitamin A (Parker 1989). β-karoten dan karotenoid lainnya yang terserap
ditransportasikan dalam plasma darah secara khusus oleh lipoprotein bersama-sama
dengan lemak diet lainnya. Keberadaan β-karoten dalam plasma secara tidak langsung
menunjukkan kecukupan vitamin A, karena secara umum, asupan karoten dari diet akan
dikonversi menjadi retinol akan tetapi jika kecukupan retinol telah terpenuhi maka sisa
karoten dari diet akan diserap sebagai β-karoten. Kelebihan karoten ini berhubungan
erat dengan peningkatan kapasitas antioksidan tubuh (Cobb 2001).
Meningkatnya kadar retinol dalam plasma juga dapat dipengaruhi tingginya
kandungan antioksidan pada MSMn yang diduga dapat meningkatnya aktivitas enzim βkaroten dioksidase dan retinaldehida reduktase yang berperan dalam menkonversi βkaroten menjadi retinol. Menurut Rimbach dan Pascual (2005) zat gizi antioksidan akan
berinteraksi dengan sel reseptor dan memodulasi enzim sehingga mempengaruhi proses
transkripsi dan sequensing DNA. Antioksidan dapat secara langsung berinteraksi
dengan enzim sehingga mampu merubah aktivitas enzim. Menurut Deming dan Erdman
(1999) makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat
meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II
(CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Minyak sawit mentah mengandung asam
lemak tidak jenuh yaitu oleat dalam jumlah sebesar 37,3-40,8% dan linoleat 9,1-11,0%
(Basiron 2005). Sehingga dengan konsumsi MSMn yang mengandung asam lemak
jenuh dan karotenoid yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas enzim yang berperan
dalam konversi karotenoid menjadi retinol.
Pelepasan karotenoid dari matriks pangan merupakan tahap awal yang sangat
penting untuk proses penyerapan. Karotenoid diserap oleh enterosit usus halus melalui
difusi pasif (Yeum & Russel 2002). Setelah proses penyerapan, karotenoid dalam
jumlah yang besar akan bergabung dengan sel mukosa usus membentuk kilomikron
yang kemudian akan dilepaskan pada limpa. Selanjutnya kilomikron diserap dengan
sangat cepat oleh lipoprotein lipase dalam sistim sirkulasi. Very low density lipoprotein
(VLDL) kemudian bertindak sebagai pembawa utama karotenoid dan dilanjutkan oleh
low density lipoprotein (LDL) yang merupakan bagian plasma dengan konsentrasi
karotenoid tertinggi. Karotenoid juga terdapat pada high density lipoprotein (HDL)
(Olson 1994).
57
Menurut Blomhoff (1999), retinol yang diserap pada usus halus ditranspor
menuju sel stellate hati untuk disimpan dalam bentuk retinil ester dan penyimpanannya
melalui sel parenchymal. Jumlah total sel parenchymal dan sel stellate masing-masing
65% dan 7% dari total jumlah sel hati. Pada tikus rasio sel stellate dan parenchymal
adalah 1:9. Bila setiap sel parenchymal memproduksi retinol binding protein (RBP) dan
melepaskan komplek retinol-RBP, satu sel stellate yang bergabung dengan komplek
retinol-RBP akan dilepaskan dari 7-9 sel parenchymal. RBP dan transthyretin (TTR)
selanjutnya mengangkut retinol ke bagian mata, sel epitel dan sel-sel tubuh lainnya.
4.5 Bioavailabilitas Karotenoid Minyak Sawit Mentah (MSMn)
Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration) adalah
kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat (Shi dan
Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat
dalam pangan.
Pada manusia, bioavailabilitas karotenoid dapat dihitung dengan
peningkatan kadar retinol pada plasma. Menurut Ross (2006) cadangan vitamin A pada
hati dapat diukur secara tidak langsung dengan cara mengukur kadar retinol plasma
sebelum dan sesudah diberikan vitamin A, bila terjadi peningkatan retinol plasma
sebanyak 20% maka menunjukkan kadar retinol dalam hati cukup. Dari 16 orang
responden yang mengalami peningkatan kadar retinol plasma diketahui rata-rata
peningkatan kadar retinol plasma sebesar 67,87% setelah konsumsi MSMn yang
mengandung 2169,606 μg per hari selama 60 hari. Pada penelitian yang dilakukan
Stuijvenberg et al. (2000) konsumsi minyak sawit merah yang mengandung β-karoten
total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat meningkatkan kadar retinol plasma menjadi
dua kali lipat dan meningkatkan retinol air susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Data kadar
retinol plasma responden sebelum dan sesudah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel
19.
58
Tabel 19 Peningkatan kadar retinol plasma
Kode
Responden
1
3
5
6
7
8
9
10
11
12
13
17
18
19
20
22
Rata-rata
Retinol μmol/l
Sebelum
Sesudah
2,5171
1,8221
2,3299
1,6071
2,1047
0,3965
2,5143
0,4741
0,8339
1,0796
0,3432
0,6126
1,1495
0,2831
3,2140
0,8313
3,5761
1,9561
3,4211
1,9284
2,5130
0,8641
3,4685
1,7325
0,8429
1,5015
1,2222
1,4405
1,2348
0,3378
4,3467
1,1265
1,3821
1,9695
Peningkatan
retinol (%)
42,07
7,36
46,84
20,00
19,40
117,97
37,95
265,41
1,08
39,08
256,10
135,14
7,42
19,36
35,24
35,51
67,87
Zakaria et al. (2000) menjelaskan bahwa bioavailabilitas dinyatakan dengan nilai
faktor Bioavailabilitas karotenoid dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun
eksternal seperti komposisi karotenoid pangan, lemak pangan dan serat, sifat matriks
pangan, preparasi pangan sebelum dikonsumsi, ukuran partikel, dan interaksi karotenoid
selama penyerapan, metabolisme dan proses transportasi (Olson 1999; Parker et al.
1999; Hof et al. 2000, dan Yeum & Russel 2002). Menurut Rao (2000) karotenoid pada
minyak sawit merah lebih mudah diserap (absorpsi 98%) dibandingkan dengan
karotenoid dari tanaman lain karena karotenoid pada minyak sawit merah berada pada
media minyak. Faulks et al. (2005) melaporkan bahwa faktor pertama yang
mempengaruhi bioavaliabilitas karotenoid adalah pelepasan karotenoid dari matriks
pangan yang terjadi pada saat sel tanaman dihancurkan selama proses pengolahan. Hal
ini juga yang membuat bioavailabilitas karotenoid pada MSMn tinggi, karena tidak
terikat dalam matriks pangan.
59
Status nutrisi mempengaruhi bioavailabilitas karotenoid. Pada hewan percobaan,
defisiensi nutrisi lainnya seperti protein dan zinc akan mempengaruhi sintesis retinol
binding protein (RBP) sehingga mempengaruhi distribusi retinol. Faktor individu
seperti sindrom mallabsorpsi lipid dan konsumsi alkohol juga sangat mempengaruhi
penyerapan karotenoid yang berinteraksi dengan faktor-faktor lainnya (Tanumihardjo
2002).
4.6 Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati (AST, ALT dan ALP)
Hati merupakan organ yang memilik banyak fungsi menurut Ganong (2001)
fungsi hati diantaranya untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan
melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein
plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak,
menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon
steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan
detoksifikasi berbagai obat dan racun. Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai
dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin
(50 mg/L), enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah (Lu 1995). Dilakukan analisa
aktivitas enzim transaminase (AST dan ALT) untuk mendeteksi pengaruh konsumsi
minyak MSMn terhadap fungsi hati. Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di
dalam serum darah dapat memberikan informasi tentang tingkat kerusakan hati
(Lehninger 2005). Aktivitas enzim AST dan ALT sebelum sesudah mengkonsumsi
MSMn disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
60
Batas maksimal= 30 U/ls
35
Aktivitas AST (U/l)
30
25
20
15
10
5
Seebelum
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Sesudah
Kode responden
Gambar 9 Aktivitas AST pada plasma responden
Tabel 20 Perbandingan aktivitas AST plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi
MSMn
Parameter statistik
Rata-rata
Standar deviasi
Maksimum
Minimum
Uji Berpasangan
Jumlah responden yang turun
Rata-rata penurunan
Jumlah responden yang naik
Rata-rata Peningkatan
Jumlah responden yang tetap
Rata-rata tetap
Sebelum
(U/l)
Sesudah (U/l)
9,640
7,052
8,567
6,304
29,136
24,051
0,153
0,068
signifikan pada p<0,05
10
6,924
5
1,831
7
1
Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi
MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l (Tabel 20).
Konsumsi MSMn terbukti dapat menurunkan aktivitas AST pada plasma signifikan
secara statistik (uji t berpasangan α 5%). Dari 22 orang responden terdapat 10 orang
yang aktivitas ASTnya mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 6,92 U/l, 7
orang responden tidak mengalami perubahan yang signifikan (±1 U/l) dan 5 orang
responden mengalami peningkatan aktivitas AST dengan rata-rata peningkatan sebesar
61
1,83 U/l. Menurut Huang et al (2006) metode analisa aktivitas AST dan ALT secara
spektofotomeri dapat mendeteksi aktivias enzim pada kisaran 1-500 U/l.
30
Batas
maksimum
=25 U/l
Aktivitas ALT (U/l)
25
20
15
sebelum
10
sesudah
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kode responden
Gambar 10 Aktivitas ALT pada plasma darah responden
Tabel 21 Perbandingan aktivitas ALT plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi
MSMn
Parameter statistik
Rata-rata
Stdandar deviasi
Maksimum
Minimum
Uji Berpasangan
Jumlah responden yang turun
Rata-rata penurunan
Jumlah responden yang naik
Rata-rata Peningkatan
Jumlah responden yang tetap
Sebelum Sesudah
(U/l)
(U/l)
12,605
9,413
4,629
5,743
23,062
22,045
3,910
0,068
signifikan pada
p<0,05
18
3,565
3
1,356
1
Aktivitas ALT pada plasma darah responden disajikan pada gambar 8. Pada
gambar 8 ditampilkan hasil analisa aktivitas ALT dari 22 orang responden. Rata-rata
aktivitas ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l
dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l (Tabel 21). Konsumsi MSMn
dapat menurunkan aktivitas ALT plasma signifkan secara statistik (uji t berpasangan α
5%). Dari 22 orang responden terdapat 18 orang yang aktivitas ALTnya mengalami
62
penurunan dengan rata-rata penurunan 3,565 U/l, 1 orang responden tidak mengalami
perubahan yang signifikan (±1 U/l) dan 3 orang responden mengalami peningkatan
aktivitas ALT dengan rata-rata peningkatan sebesar 1,356 U/l.
Turunnya aktivitas AST dan ALT pada plasma darah responden diduga
berkaitan dengan adanya total antioksidan, kapasitas dan aktivitas enzim antioksidan
yang meningkat dalam tubuh responden. Dimana MSMn memiliki kandungan
karotenoid dan tokoferol yang tinggi dan memiliki peranan sebagai antioksidan. Hasil
pengujian total antioksidan plasma pada 22 orang responden, semuanya mengalami
peningkatan total antioksidan plasma dan kapasitas antioksidan pada eritrosit (Zakaria et
al. 2011). Peningkatan status antioksidan responden menunjukkan bahwa status vitamin
A tubuh sudah membaik sehingga terdapat sisa yang berfungsi sebagai antioksidan.
Antioksidan dapat mengurangi kerusakan akibat oksidan dengan menetralkan radikal
bebas serta melindungi sel mencegah terjadinya kerusakan pada lipid, protein, enzim,
dan DNA (Naskar et al. 2010).
Enzim AST maupun ALT merupakan enzim intraseluler dan akan dikeluarkan
ke dalam plasma apabila terjadi kerusakan pada sel yang mengandung enzim-enzim ini.
Kerusakan sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim ini bocor dari sel yang rusak ke
dalam aliran darah. Radikal bebas dalam jumlah berlebihan sementara jumlah
antioksidan seluler lebih sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel (Costa et
al. 2005). Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi
viabilitas dan fungsi esensial sel (Costa et al. 2005). Radikal bebas dapat berasal dari
sumber endogenus yaitu pada reaksi reduksi oksidasi normal dalam mitokondria,
peroksisom, detoksifikasi senyawa senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi.
Sedangkan radikal bebas dari sumber eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi,
inflamasi, latihan olahraga berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh, dan
karsinogen (Langseth 1995).
Jumlah responden yang mengalami penurunan aktivitas AST lebih sedikit
dibandingkan dengan yang mengalami penurunan aktivitas ALT. Hal ini menunjukkan
bahwa antioksidan dari MSMn lebih efektif bekerja untuk melindungi hati. Hal ini
dijelaskan oleh Lehninger (2005) dimana Letak AST di mitokondria organ hati, jantung,
dan ginjal. Sedangkan ALT terdapat di sitosol hati saja dan jumlahnya pun lebih sedikit
dibandingkan jumlah AST. Jadi, di antara kedua enzim ini yang lebih mencerminkan
63
fungsi hati adalaah ALT. Ennzim ALT dan
d AST peenting dalam
m diagnosiss kerusakan
n hati.
Padaa manusia, nilai
n
normall enzim ALT berkisar antara
a
5-25 U/L, sedanngkan AST adara
5-35 U/L (Baronn 1992). Paada keadaann fungsi hatii yang tergaanggu, peninngkatan akttivitas
T biasanya leebih banyakk daripada AST
A (Kaplaan 1989). Aktivitas
A
AS
ST maupun ALT
ALT
padaa 22 orang responden sebelum mengkonsum
m
msi MSMn masih dalam
m batas no
ormal,
hal ini berkaittan dengann pemilihann respondeen yang sehat dan tidak dilak
kukan
s
yangg biasa dilak
kukan pada hewan perccobaan.
pemaapaparan baahan kimia seperti
Menurutt Kaplan (19989), selainn enzim AST
T dan ALT,, ada empatt enzim lagi yang
dapaat dijadikan indikator teerganggunyya fungsi haati, yaitu alkkalin fosfataase (EC 3.1
1.3.1),
Gam
mma-glutamiiltransferasee (EC 2.3.2.2), 5’-nu
ukleotidase (EC 3.1.33.5), dan laktat
dehiddrogenase (EC
(
1.1.1.227). Alkalinn fosfatase merupakann sekelomppok enzim yang
berpeeranmempeercepat hidrrolisis fosfaat organik dengan meelepaskan ffosfat anorg
ganik.
enzim
m ini terdappat dalam banyak jarinngan,terutam
ma berasal dari
d hati dann tulang, mu
ucosa
usus dan plaseenta. Aktivvitas enzim ALP sebeelum dan sesudah koonsumsi MSMn
M
disajikan pada Gambar
G
11 dan
d Tabel 22.
2
140
Batas normal = 20‐95 U/l
aktivitas ALP (U/l)
120
100
80
60
Sebelum
m
40
Sesudah
20
0
1 11 12 13 14
1 15 16 17 18
8 19 20 21 22
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kod
de responden
n
Gambarr 11 Aktivittas ALP pad
da plasma darah
d
responnden
64
Tabel 22 Perbandingan aktivitas ALP plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi
MSMn
Parameter statistik
Rata-rata
Standar deviasi
Maksimum
Minimum
Uji Berpasangan
Jumlah responden yang turun
Rata-rata penurunan
Jumlah responden yang naik
Rata-rata Peningkatan
Sebelum
Sesudah
(U/l)
(U/l)
82,343
52,954
25,838
20,851
118,728
92,344
26,384
16,490
signifikan pada
p<0,001
20
35,625
2
32,980
Aktivitas ALP pada plasma darah responden disajikan pada gambar 11. Pada
gambar 11 ditampilkan hasil analisa aktivitas ALP dari 22 orang responden. Rata-rata
aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l
dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l (Tabel 22). Konsumsi MSMn
terbukti dapat menurunkan aktivitas enzin ALP plasma secara signifikan (uji t
berpasangan α 1%). Dari 22 orang responden terdapat 20 orang yang aktivitas ALP-nya
mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 35,625 U/l dan 2 orang responden
mengalami peningkatan aktivitas ALP dengan rata-rata peningkatan sebesar 32,98 U/l.
Aktivitas enzim ALP normal pada orang dewasa adalah 20-95 U/L (Baron
1992). Dari 22 orang responden terdapat 7 orang responden yang memiliki aktivitas
ALP diatas normal. Namun belum mengindikasikan suatu penyakit tertentu. Menurut
Venukumar dan Latha (2002) alkalin fosfatase meningkat bila terjadi kolestasis. Pada
keadaan obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliarkadar enzim ini meningka 3-10 kalo
dari nilai normal sebelum timbul ikterus dengan transaminase yang sedikit meningkat.
Kadar enzim alkalin fosfatase diatas 180 U/L (biasanya diikuti denganpeningkatan
bilirubin plasma) menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer.
Peningkatan yang mencapai 150 U/L khas pada virus hepatitis.
ALP juga merupakan enzim intraseluler sama seperti ALT dan AST. Dimana
aktivitasnya yang tinggi diatas batas normal pada plasma darah mengindikasikan
terjadinya kerusakan sel. Konsumsi MSMn dengan kandungan karotenoid dan tokoferol
yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan diduga dapat melindungi sel dari
kerusakan oleh serangan radikal bebas. Turunnya aktivitas ALP pada 20 orang
65
responden erat kaitannya dengan meningkatnya total antioksidan dalam plasma. Hasil
dari penelitian Edem dan Akpanabiatuk (2006) konsumsi minyak sawit merah pada
level moderat (10% dan 20% dari total lemak ransum) mampu menjaga agar aktivitas
enzim ALT, AST, ALP tikus berada pada batas normal. Penelitian Adeneye dan Banebo
(2007) yang dilakukan
membuktikan bahwa ektrak sawit memiliki efek
hepatoprotektor, dimana tikus yang diinduksi acetaminophen dapat diturunkan kadar
enzim penanda kesehatan hati (AST, ALT dan ALP) hingga batas normal. Ekstrak sawit
selain dapat memberi asupan kalori, juga merupakan sumber dari provitamin A dan
antioksidan yaitu karotenoid, tokoferol dan tokotrienol. Antioksidan ini memiliki
kemaampuan untuk menghambat terbentuknya peroksida lemak dan menangkat singlet
oksigen.
Selain karotenoid, vitamin A dan vitamin E juga memiliki peranan sebagai
hepatoprotektor dan dapat melindungi hati dari radikal bebas. Vitamin A dan E
memiliki peran sebagai antioksidan primer yang dapat menangkap singlet oksigen
mencegah terbentuknya lipid peroksida, dan vitamin E juga berperan sebagai
antioksidan larut lemak yg bertugas melindungi membran dari radikal bebas. Menurut
Friday et al (2009) retinol dan α tokoferol memiliki kemampuan hepatoprotektor dan
terbukti dapat menurunkan aktivitas AST, ALT dan ALP pada plasma darah tikus yang
terpapar gasoline, dimana α tokoferol memiliki kemampuan hepatoprotektor yang lebih
kuat dibandingkan dengan retinol. Peningkatan kadar retinol pada plasma diduga
memberikan pengaruh pada penurunan aktivitas enzim-enzim penanda fungsi hati
tersebut. Menurut Panjaitan (2008) daya perlindungan hati oleh suatu senyawa (ekstrak
akar pasak bumi) terhadap induksi bahan kimia (seperti CCl4) dapat dilihat dari
kemampuannya menghambat peroksidasi lipid, menekan aktivitas enzim ALT dan AST
serta meningkatkan aktivitas antioksidan enzim dan antioksidan non enzim.
MSMn banyak mengandung vitamin A dan E yang juga terdapat pada tanaman
lidah buaya. Penelitian Sopandi et
al. (2007) membuktikan antioksidan yang
terkandung dalam Aloe vera L. yaitu vitamin C, E, dan A dapat bertindak sebagai
hepatoprotektor dengan mereduksi stres oksidatif dengan jalur penangkapan senyawa
struktur elektrofil yaitu metabolit parasetamol (NAPQI) yang bertindak sebagai
hepatotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Penelitian in vitro oleh Miladi
dan Damak (2008)
menyebutkan, bahwa ekstrak etanol daun lidah buaya yang
66
difraksinasi partisi menggunakan heksan menunjukkan total antioxidant capacity
(TAOC) terbesar (471,300 ± 0,013) dengan phosphomolybdenum method dan
antioxidant activity coefficient (AAC) terbesar pada β-carotene-bleaching methods.
67
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Respon Awal dan Penerimaan responden terhadap minyak sawit mentah adalah
baik, sehingga dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan Kekurangan Vitamin A
(KVA). Konsumsi minyak sawit mentah selama dua bulan dapat meningkatkan kadar
retinol dalam plasma darah dan memperbaiki status kecukupan vitamin A responden.
Setelah mengkonsumsi MSMn 3,27 ml perhari selama 2 bulan kadar retinol plasma
responden meningkat. Rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68
μmol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 μmol/l). Sedangkan untuk
aktivitas enzim penanda kesehatan hati setelah mengkonsumsi MSMn dengan
kandungan β-karoten 2169,606 μg selama dua bulan mengalami penurunan aktivitas.
Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn
9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l. Rata-rata aktivitas
ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan
setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l. Rata-rata aktivitas ALP pada plasma
darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l dan setelah mengkonsumsi
MSMn menjadi 52,954 U/l.
5.2 Saran
Dilakukan penelitian tentang konsumsi MSMn pada responden yang mengalami
gangguan fungsi hati dan responden yang mengkonsumsi alkohol. Serta dilakukan
penelitian tentang pengaruh konsumsi MSMn terhadap ekspresi gen pada enzim βkaroten dioksidase dan retinaldehida reduktase yang berperan merubah β-karoten
menjadi retinol.
68
69
DAFTAR PUSTAKA
Adeneye AA dan Banebo AS. 2007. Ameliorating the effects of acetaminophen-induced
hepatotoxicity in rats with African red palm oil extract. Asian Journal of
Traditional Medicines.vol2 244-248
Anggraeni, M. 2012. Konsumsi Minyak Sawit Merah Terhadap Jumlah Sel Natural
Killer Dan Kadar Enzim Siklooksigenase 2 Pada Limfosit Ibu Rumah Tangga Di
Kecamatan Dramaga Bogor. [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Baron DN. 1992. Kapita Selekta Patologi Klinik. Ed ke-4. Adrianto P dan Gunawan J.
Penerjemah, Jakarta:EGCC.Terjemahan dari A Short Textbook of Chemical
Pathology. hlm 113-231
Basirom Y.2005. Bailey’s Industrial Oil and fat Products. John Wiley & Sons,Inc
Bauerfeind JC, Adams CR, Marusich WL. 1981. Carotenes and Vitamin A Precursor.
London: AP Publ
Bendich A, Olson JA. 1989. Biological Actions of Carotenoids. Faseb J 3: 1927-1932.
Beutner S,Bloedorn B, Hoffman T, Martin HD. 2000. Synthetic Singlet
OxygenQuencher. In: Packer L, Sies H, editor. Methods in Enzymology. Vol
314. New York: Academic Press
Birch LL. 1998. Psychological influences on childhood diet. Journal of Nutrition. 128:
407S-410S.
Birch LL. 2006. Child feeding practices and the etiology of obesity.Obesity 14 (3): 343344.
Blomhoff dan Blomhoff HK. 2006. Overview of retinol Metabolism and Fnction.
Journal Neurobiology 66(7):606-630
Boyer J, Liu RH. 2004. Apple Phytochemicals and Their Health Benefits. Nutrition
Journal 3:5.
Butt MS, Rasool J, Sharif K. 2006. Preparation and characterisation of cake rusks by
using red palm oil fortified shortening. Food Science and Technology 12 (1): 8590.
Calne RY. 1985. A Colour Atlas of Liver Transplantation. Weert: Wolfe Medical
Publication.
Canfield ML, Kaqminsky GR and taren LD.2001. Red Palm Oil i Material Diet Increase
Provitamin A Carotenoid in Breastmilk and Serum in The Moather Infant Death.
Journal Nutrition 40:30-38
70
Cardello AV, Schuutz H. 2000. Predictors of food acceptance, consumption and
satisfaction in specific eating situations.Food Quality and Preference 11: 201216.
[CIOMS].Council for International Organizations of Medical Sciences. 2002.
International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human
Subjects. Switzerland: WHO Press
Choo YM, Yap SC, Ong ASH dan Gog SH.1994. Carotenoid in Palm Oil. Jurnal Food
and Nutrition Bulletin 15(2):130-136
Chow CK. 1992. Fatty Acids in Food and Their Health Implication. New York: Marcel
Dekker Inc.,pp.237-262
Cobb D. 2001. Red Palm Oil: More Than Just a Good Source of Vitamin A. Editor:
Martin Price, Dawan Berkelaar. ECHO Development Notes 72:1-8
Costa PHA, Netoz ADA, Bezerras MA, Prisco JT, Filho EG. 2005. AntioxidantEnzymatic System of Two Sorghum Genotypes Differing in Salt Tolerance. J
Plant Physiol 17(4):353-361
Deming DM, Erdman JE. 1999. Mammalian Carotenoid Absorption and Metabolism.
Pure Appl Chem 71: 2213-2223.
[DepKesRI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ditjenbun. 2009. Peran Strategis Kelapa sawit. Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan
During H. 2004. Intestinal Absorption and Metabolism of Carotenoids: Insights from
Cell Culture. Diacu dalam Méndez DH, Mosquera MIM. Bioaccessibility of
Carotenes from Carrots: Effect of Cooking and Addition of Oil. Sevilla:
Chemistry and Biochemistry of Pigments Group, Department of Food
Biotechnology, Instituto de la Grasa Spain.
Dutta D, Utpal R, Chaudhuri, Runu C. 2005. Structure, Health Benefits, Antioxidant
Property and Processing and Storage of Carotenoids [review]. Afr J Biot 4
:1510-1520.
Ebong PE, Owu DU, Isong EU 1999. Influence of Palm Oil (Elaesis guineensis) on
health. Journal Plant Food for Human Nutrition 53(3):209-222
Edem D.O and Akpanabiatuk. M.I. 2006. Effects of Palm Oil – Containing Diets on
Enzyme Activities of Rats. Pakistan Journal of Nutrition 5 (4): 301-305,
Faulks RM, Southon S. 2005. Challenges to Understanding and Measuring Carotenoid
Bioavailability. Biochim. Biophys. Acta 1740: 95-100.
71
Firmansyah M. 2007. Khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan (Sambucus javanica
Reinw. ex Blume.) pada tikus putih galur Sprague Dewley yang diberi
parasetamol[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Forrest VJ, Kang YH, Mc Clain DE, Robinson DH, Ramakrishnan N. 1994. Oxidative
Stress Apoptosis Prevented by Trolox. Free Rad Biol Med 16:675-683.
Friday E U, Patrick E, Ime B U. 2009. Comparative Hepatoprotective Effect of
Vitamins A and E Against Gasoline Vapor Toxicity in Male and Female Rats.
Gastroenterolog Research 2(5):295-302
Furr HC, Clark RM. 1997. Intestinal Absorption and Tissue Distribution of Carotenoids.
J. Nutr. Biochem 8: 364-377.
Ganong WF. 1991. Review of Medical Physiology. Connecticut: Appleton & Lange
Gaziano Jm, Manson JE, Ridker PM, Buring JE dan Hennekens CH. 1990. Beta
Caroten Therapy. Dallas USA
Gibson GG. 2006. Pengantar Metabolisme Obat. Terjemahan Iis Aisyah. Jakarta: UI
press.
Goetz L.H.1986.Malnutrition and Immunological Function With Special reference to
Cell Mediated Imunity. Journal Physic Anthropol 29:139-159
Gross J. 1991. Pigment in Vegetable Chlorophylls and Carotenoids. New York: van
Nostrand Reinhold.
Halliwell B, Guttridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. Oxford:
University Press.Harley CWS. 1997.Oil Palm Selection and Breeding. In: Rhind
D, (ed). The palm Oil. Longmann, London.
Henry.R.J.1972.Enzyme in Clincal Chemistry, Principle and Technique.Young DS et al
Clin Chem.18:1041
Hof KHVH, West CE, Weststrate JA, Hautvst JGAJ. 2000. Dietary Factors that Effect
the Bioavailability of Carotenoids. J Nutr. 130: 503-506
Huang XJ, Choi YK, Hyung-Soon, Yarimaga O, Yoon E and Hak-Sun.2006. Aspartate
Aminotransferase (AST/GOT) and Alanine Aminotransferase (ALT/GPT)
Detection Techniques. Sensors, 6, 756-782
Jackson MJ. 1997. The Assessment of Bioavailability of Micronutrients: Introduction.
Eur J Clin Nutr 51: S1– S2.
72
Jacques PF, Chyiack LT dan Wu S. 1991. Epideiologic Evidence of A Role for the
Antioxidant Vitamin s and Carotenoids in Cataract Prevention.
J.Clin.Nutr.53(Suppl.):352S-355S
Jakus V. 2000. The Role of Free Radicals, Oxidative Stress and Antioxidant System in
Diabetic Vascular Disease. J Bratisl Lek Listy 101(10):541-551.
Jatmika A dan Guritno P.1997. Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng Sawit Merah dan
Minyak Goreng Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 5 (2): 127-138
Kanda, Y., N. Yamamoto, and Y. Yoshino. 1990. Utilization of vitamin A in rats with
inflammation. Biochim. Biophys. Acta. 1034: 337-341.
Kaplan LA, Pesce JA. 1989. Clinical Chemistry: Theory Analysis and Corelation. Edisi
ke-3.New York: Mosby.
Ketaren.2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia
Ketaren. 2008. Pengantar teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas
Jakarta Press
Kobayashi M, Sakamoto Y. 1999. Singlet Oxygen Quenching Ability of Astaxanthan
Esters from The Green Algae Haematococcus pluvialis. Biotech Lett 21:265269.
Koolman J, Rohm KH. 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI,
penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry.
Krinsky NI, Mayne ST, Sies H, editor. 2004. Carotenoids in Health and Disease. New
York: Marcel Dekker.
Langseth L. 1955. Oxidants, Antioxidants and Dissease Prevention. Belgium: ILSI
Europe.
Lee SH, Min DB. 1990. Effects, Quenching Mechanism and Kinetics of Carotenoids in
Chlorophyll-Sensitized Photooxidation of Soybean Oil. J Agric Food Chem
38:1630-1634.
Lee Rd, Thomas CF, Marietta RG dan Stark WS. 1996. Vitamin A, Visual pigments,
and Visual receptors in Drosophila. MicroscopyResearch Tech.35(6):418-430
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid II. Thenawidjaja M, penerjemah;
Jakarta: Erlangga Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Lian OK, Tie LT, Rose CS, 1967. Red palm oil in the prevention of vitamin A
deficiency: a trial of preschool children in Indonesia. Am J Clin Nutr ;20:1267–
1274.
73
Lin SW. 2002. Palm Oil. In: Gunstone FD (ed.). Vegetable Oil in Food Technology:
Composition, Properties, and Uses. Canada: Blackwell Publishing CRC Press
Linder MC. 1991. Biochemistry of Copper. In Biochemistry of The elementseries, ed.
FRIEDEN, E.,pp.43-52.Elsiever, New York.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi ke2. Jakarta: UI press.
Madanijah S. 2003. Model pendidikan “Gi-Psi-Sehat” bagi ibu serta dampaknya
terhadapperilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi
anak usia dini[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Manorama R, Brahmam GN, Rukmini C.1996. Red palm oil as a source of betacarotene for combating vitamin A deficiency. Plant Foods Hum Nutr;49:75–82.
Manorama R, Jyothirmai RS, Aparna K. 2001. Effect of Suplementation of Red Palm
Olein on Serum Lipid and antioxidant levels of Healthy Human Subjects and
Iron Absorption in Anemic Adolescent Girls. Porim International Palm Oil
Congress Proceeding (nutrition), pp134-146
Marliana N. 2005. Potensi ekstrak daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl.) sebagai hepatoprotektor pada tikus putih galur Sprague Dewley
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1984. Biokimia. Dharma A, Kurniawan AS;
Jakarta EGC Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Review of
Biochemistry.
Meridian YA. 2000. Kajian Ketersediaan Hayati β-Karoten Minuman Emulsi Karoten
Minyak Sawit dalam Hati dan Plasma Tikus (Rattus norvegicus) [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Micozzi MS et al. 1992. Plasma Carotenoid Response to Chronic Intake of Selected
Foods and Beta-carotene Supplements in Men. Am J Clin Nutr 55: 1120-1125.
Miladi S dan Damak M.2008. In Vitro Antioxidant Activities Of Aloe vera Leaf Skin
Extract. Journal de la Société Chimique de Tunisie.101-109 101
Muhtadi TR, Puspitasari NL dan Adawiyah DR.1993. Formulasi Minuman Emulsi
Minyak sawit Merah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan
Gizi.Yogyakarta
Murray RK, Daryl KG, Peter A. Mayes dan Victor WR. 1995. Biokimia (Harper’s
Review of Biochemistry).(Ed)22.Jakarta
74
Nabet FB. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan dalam
System Biologis. Di dalam: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan.
Proseding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan. Kerjasama Pusat Studi
Pangan dan Gizi IPB dengan Kedutaan Besar Perancis di Jakarta.
Naskar.S, Islam.A , Mazumder U. K, Saha P., Haldar P. K, and Gupta M.2010. In Vitro
and In Vivo Antioxidant Potential of Hydromethanolic Extract of Phoenix
dactylifera Fruits. J. Sci. Res. 2 (1), 144-157 (2010)
Narasingha Rao BS. 2000. Potential use of red palm oil in combating vitamin A
deficiency
in India. Food and Nutrition Bulletin 21 (2): 202–211.
[NEAC] National Ethics Advisory Committee .2009. Ethical Guidelines For
Intervension
Studies. Wellington: Ministry of Health
Neeld JB and Pearson WN. 1979. Macro and Micromethod for the Determination of
Serum Vitamin A Using Trifluoroacetic Acid. Journal of Nutriton. 79:454-462
Nestel P, Nalubola R. 2003. As little as one teaspoon of dietary fat in meal enhances the
absorption of β-carotene [article]. Washington DC, USA: ILSI Human Nutrition
Institute.
Ooi CK, Choo YM, Yap SC, Ma AN dan Barison Y. 1993. Production of Palm Oil
carotene Concentrate. Proc. PIPOC 1993, Malaysia.
Olson JA.1989. Biological Actions of Carotenoids. J Nutr 119: 94−95.
Olson JA.1994. Absorption, Transport, and Metabolism of Carotenoids in Humans.
Pure & Appl.Chem 66:1011-1016.
Owu.D U, Osim. E.E, Ebomh. P.E. 1997.Serum Liver Enzyme Profile of Wistar Rats
Following Chronic Consumption of Fresh or Oxidized Palm Oil Diets.
ScienceDirect Acta Tropica volume 69 issue I
Pahan I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Panjaitan, R. G.P.2008.Pengujian Hepatoprotektor Pasak Bumi (Eurycoma longifolia
Jack.). [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Parker RS. 1989. Carotenoids in human blood and tissues. Amr. J. Nutr. 119: 101-104.
Parvin SG dan Sivakumar B.2000. Nutritional status affects intestinal carotene cleavage
activity and carotene conversion to vitamin A in rats.J Nutr 2000;130:573–577.
Papas AM. 1999. Antioxidant: Status, Diet, Nutrition, and Health. New York: CRC
Press.
75
Pervaiz S, Gilani AH, Qayyum M. 1999.Relationship of serum retinol, β-carotene and
serum proteins in women at postpartum from different age and socioeconomic
group. Int. J. Agri. Biol. 1 (4): 262-266.
Pilgrim FJ. 1956. The Components of Food Acceptance and Their Measurement. New
York: Symposium on Nutrition and Behavior, Laboratory of Physiological
Hygiene, University of Minnesota, April 27, 1956 with the cooperation of the
National Vitamin Foundation, Inc. www.ajcn.org [19 Juli 2006].
Ping BTY, dan May CY. 2000. Valuable Phytonutrients in Commercial Red Palm Oil.
Palm Oil Development, 32: 20-25.
Pratap SR, Sashwat S, Suman K. 2004. Free Radicals Oxidative Stress in
Neurodegenerative Diseases: Relevance of Dietary Antioxidants. JIACM
5(3):218-225.
Pulungan Z, Darnoko, Purhoyo E dan Kabul P.2000. Strategi Penelitian dan
Pengembangan Kelapa Sawit dalam Menghadapi Technical Barrier.
Disampaikan pada seminar MAKSI 29 Maret 2000. Jakarta
Puspitasari DA. 2008. Optimasi proses produksi dan karakterisasi produk serta
pendugaan umur simpan olein minyak sawit merah [skripsi]. Bogor: Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Loganathan R, Kanga RS, Ammu R and Klaanithi N.2008.Palm Oil Rich in Health
Promoting Phytonutrient. Palm Oil development
Ria R. 2011. Sikap Ibu dan Anak terhadap Konsumsi Minyak Sawit Merah di desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rimbach.G.and Pascual.S.D.T. 2005. Nutrigenomic. London: Taylor and Francis
Group.
Rismawati. 2008. Optimasi deodorisasi olein dan stearin minyak sawit merah serta
aplikasinya pada tempe dan ubi jalar putih [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu
dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rodriguez-Amaya DB. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Foods. Washington
DC: ILSI Human Nutrition Institute.
Rodriguez-Amaya DB, Kimura M. 2004. HarvestPlus Handbook for Carotenoid
Analysis. Washington DC: HarvestPlus.
Roels OA, Djaeni S, Trout ME, 1963. The effect of protein and fat supplementation on
vitamin A–deficient Indonesian children. Am J Clin Nutr;12:380–387.
76
Rohdiana, D.2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh,
Majalah Jurnal Indonesia 12, (1), 53-58
Ross CA. 2010. Vitamin A. In: Coates PM, Betz JM, Blackman MR, et al., eds.
Encyclopedia of Dietary Supplements. 2nd ed. London and New York: Informa
Healthcare:778-91.
Sadikin M. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Penerbit Widya Medika Tambunan KC.
1993. Gangguan hemostasis pada sirosis hati dan saran penatalaksanaannya di
Indonesia [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Schaffner DJ, Schroder WR, Earle MD. 1998. Food Marketing: An International
Perspective.Singapore: McGraw-Hill Companies, Inc.
Scrimshaw NS. 2000. Nutritional potential of red palm oil for combating vitamin A
deficiency. Tokyo: The United Nations Univ. Press. Food and Nutrition Bulletin
21(2):
195–201.
Shi J, Le Maguer M. 2000. Diacu dalam Parada, Aguilera JM. 2007. Food
Microstructure Affects the Bioavailability of Several Nutrients. J Food Science
72: R 21 – 32.
Shiau et al. 1990. Diacu dalam Dutta D, Utpal R, Chaudhuri, Runu C. 2005. Structure,
Health Benefits, Antioxidant Property and Processing and Storage of
Carotenoids [review]. Afr J Biot 4:1510-1520.
Sivan YS, Jayakumar YA, Arumughan C.2001. Impact of β-carotene supplementation
through red palm oil. J Trop Pediatr .47:67–72.
[SNI].Standar Nasional Indonesia.2006.Minyak Kelapa Sawit Mentah. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
Soedikarijati. 2001. Sosio budaya pangan, konsumsi pangan dan status gizi anak balita
masyarakat IDT di Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara [tesis].
Bogor: InstitutPertanian Bogor.
Sopandi T dan Iwan S.2007. Efek pemberian iridoid rumput mutiara terhadap total
bilirubin,
alkalin fosfatase dan glutation kelinci terpapar acetaminophen.
Saintek, Vol. 11, No. 1,
Juli 2007: 23-33
Sutapa Mukherjee and Analava Mitra. 2009. Health Effects of palm Oil. J Hum
Ecol,26(3):197-203
Tahir, I., Wijaya, K., Widianingsih, D., (2003). Seminar on Chemometrics- Chemistry
Dept Gadjah Mada University, Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas
Antioksidan senyawa Turunan Flavon/Flavonol, 25 Januari.
77
Tambunan KC.1993. gangguan Hemostasis pada Sirosis Hati dan Saran
Penatalaksanaannya di Indonesia [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana,
Universitas Indonesia
Tanumihardjo SA. 2002. Factors Influencing the Conversion of Carotenoids to Retinol:
Bioavailability to Bioconversion to Bioefficacy. Int J Vitam Nutr Res 72(1):4045
Venekumar MR and M.S. Latha. 2002. Hepatoprotective Effect of The Methanolic
Extract of Curculigo orchioides in CCl4- trated Male Rats. Indian J.
Pharmacol.,34:269-275
Van Stuijvenberg ME, Faber M, Dhansay MA.2000. Red Palm Oil As a Source Of
Beta-Carotene In a School Biscuit Used To Address Vitamin A Deficiency In
Primary School Children. Int J Food Sci Nutr.51(suppl):S43–S50.
Waysima. 2011. Peran Ibu pada Pembentukan Perilaku Makan Ikan LautSiswa Sekolah
Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [Disertasi].
Bogor. Intitut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency
in Populations at Risk 1995-2005. WHO Global Database on Vitamin A
Defociency. Geneva: WHO.
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat.Bogor: Pusat
Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Winklhofer-Roob, BM. et al. 1995. Enhanced Resistance to Oxidation of Low Density
Lipoproteins and Decreased Lipid Peroxide Formation During Beta-Caroten
Supplementation in Cystic Fibrosis. Free Radical Biology and Medicine 18:849859.
Wong ML, Tims RE and Goh BM. 1988. Colorimetric Determination of Total
Tocopherol in Palm Oil, Olein and Stearin. Journal American Oil Chemists’s
Society 65(2):258-261
Wylma. 2003. Ketersediaan Hayati Karotenoid Bubuk Daun Cincau Hijau (Cyclea
barbata L.
Miers) pada Hati Tikus (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Yap SC, Choo YM, Ooi CK, Ong ASH, Goh SH.1991. Quantitative analysis of
carotenes in
the oil from different palm species. Elaeis. Food and Nutrition
Bulletin.3:309–18
Yeum K, Russel RM. 2002. Diacu dalam Parada, Aguilera JM. 2007. Food
Microstructure Affects the Bioavailability of Several Nutrients. J Food Science
72: 21 – 32.
78
Yuliawan I. 1997. Aspek teknologi Produksi Minyak sawit Asi (MSA) di PT.
Perkebunan Nusantara VI. Psaman, Sumatra Barat (Skripsi). Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian IPB
Zakaria FR, Djaelani M, Setiana, Rumondong E, Nurrochmah. 2000. Carotenoid
Bioavailability of Vegetables and Carbohydrate-Containing Foods Measured by
Retinol Accumulation in Rat Livers. J Food Comp Anal 13 : 297-310.
Zakaria FR, Waysima, Soekarto ST, Aryudhani N dan Kusrina R.2011. Pemanfaatan
Provitamin A Minyak Sawit Merah untuk Mengatasi Kekurangan Vitamin A di
Masyarakat Indonesia. Bogor: Laporan Akhir Program SawitA Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.
Ziegler RG. 1989. A Review of Epidemiologic Evidence that Carotenoids Reduce the
Risk of Cancer. J Nut 119: 116−122.
79
Lampiran 1. Brosur Program SawitA
80 Lampiran 2. Komik edukasi Program SawitA
81
Lampiran 3. Informed consent
SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) PROGRAM SawitA PEMANFAATAN PROVITAMIN A MINYAK SAWIT MERAH UNTUK MENGATASI KEKURANGAN VITAMIN A DI INDONESIA PROGRAM COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY AGRIBUSINESS FOOD PT SMART TBL DAN EKA TJIPTA FOUNDATION PELAKSANA FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR BEKERJASAMA DENGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR Saya yang bertandatangan di bawah ini Nama : Umur : Pekerjaan : Asal Desa : Menyatakan telah mendapatkan penjelasan dan informasi tentang Program SawitA beserta produknya. Saya telah mengetahui dan mencoba produk tersebut. Oleh karenanya, saya BERSEDIA menjadi RESPONDEN dalam pelaksanaan Program SawitA sesuai prosedur dan jadwal terlampir. Bogor, 2011 Responden, (................................................)
82 Lampiran 4. Kuesioner (1) Biodata responden dan keluarga
83
84 85
Lampiran 4. Kuesioner (2) Respon awal setelah ± 4 hari mengkonsumsi
86 87
Lampiran 4. Kuesioner (3) Respon setelah mengkonsumsi 2 minggu
88 89
Lampiran 4. Kuesioner (4) Respon setelah mengkonsumsi 1 bulan
90 91
Lampiran 4. Kuesioner (5) Respon setelah mengkonsumsi 2 bulan
92 93
94 95
96 Lampiran 5 Hasil Analisa Retinol Plasma
sampel
DRAMAGA
BABAKAN
rata-rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Retinol
ug/dl
sebelum
72,12438
112,5993
52,20851
93,06705
66,75807
46,04738
60,30523
11,35982
72,04231
13,58539
23,89434
30,9341
9,834549
40,2435
58,46156
14,14389
17,55401
32,93668
8,11035
92,09302
31,76024
23,8204
44,722
sesudah
102,4661
33,38353
56,04867
46,31416
98,02478
55,25471
72,00665
24,7605
99,38419
49,64222
24,15126
43,02264
35,02045
3,778682
34,93838
14,22508
41,27611
35,38176
9,680282
124,546
23,28278
32,27843
48,13033
Retinol
μmol/l
Sebelum
2,517141
3,929715
1,822077
3,24804
2,329857
1,607054
2,104652
0,396458
2,514277
0,47413
0,833913
1,0796
0,343226
1,404498
2,040308
0,493622
0,612635
1,14949
0,283051
3,214046
1,108432
0,831332
1,560798
Sesudah
3,576065
1,165085
1,956098
1,616364
3,421065
1,928389
2,513032
0,864142
3,468508
1,732513
0,842879
1,50149
1,222214
0,131876
1,21935
0,496455
1,440536
1,234823
0,337842
4,346656
0,812569
1,126517
1,679749
97
Lampiran 6 Hasil Analisa Aktivitas ALT Plasma
Dramaga absorbansi
11
0,08
12
0,078
13
0,089
21
0,096
22
0,095
23
0,096
31
0,086
32
0,092
33
0,129
41
0,118
42
0,114
43
0,12
51
0,072
52
0,072
53
0,075
61
0,104
62
0,104
63
0,093
71
0,025
72
0,026
73
0,022
81
0,023
82
0,031
83
0,031
91
0,072
92
0,07
93
0,07
101
0,067
102
0,07
103
0,065
111
0,098
112
0,095
113
0,096
babakan
11
0,073
Sebelum
Sesudah
approx
rata-rata
approx
rata-rata
(U/I)
(U/I)
absorbansi (U/I)
(U/I)
13,119
13,5141
0,075
12,271
12,3277
12,780
0,076
12,441
14,644
0,075
12,271
15,831
15,7740
0,087
14,305
14,5311
15,661
0,088
14,475
15,831
0,09
14,814
14,136
16,9040
0,079
12,949
14,1356
15,153
0,071
11,593
21,424
0,108
17,864
19,559
19,4463
0,06
9,729
9,6723
18,881
0,059
9,559
19,898
0,06
9,729
11,763
11,9322
0,045
7,186
9,2203
11,763
0,064
10,407
12,271
0,062
10,068
17,186
16,5650
0,111
18,373
17,6949
17,186
0,104
17,186
15,322
0,106
17,525
3,797
3,9096
0,01
1,254
1,2542
3,966
0,012
1,593
3,288
0,008
0,915
3,458
4,3616
0,021
3,119
2,7797
4,814
0,018
2,610
4,814
0,018
2,610
11,763
11,5367
0,094
15,492
15,5480
11,424
0,095
15,661
11,424
0,094
15,492
10,915
10,9718
0,038
6,000
5,7175
11,424
0,035
5,492
10,576
0,036
5,661
16,169
15,8870
0,062
10,068
10,2373
15,661
0,065
10,576
15,831
0,062
10,068
11,932
11,4802
0,055
8,881
8,8814
98 12
13
21
22
23
31
32
33
41
42
43
51
52
53
61
62
63
71
72
73
81
82
83
91
92
93
101
102
103
111
112
113
0,07
0,068
0,064
0,065
0,067
0,08
0,078
0,077
0,058
0,059
0,06
0,087
0,083
0,09
0,137
0,139
0,14
0,036
0,037
0,033
0,082
0,083
0,08
0,061
0,065
0,058
0,09
0,098
0,097
0,004
0,004
0,005
11,424
11,085
10,407
10,576
10,915
13,119
12,780
12,610
9,390
9,559
9,729
14,305
13,627
14,814
22,780
23,119
23,288
5,661
5,831
5,153
13,458
13,627
13,119
9,898
10,576
9,390
14,814
16,169
16,000
0,237
0,237
0,407
10,6328
12,8362
9,5593
14,2486
23,0621
5,5480
13,4011
9,9548
15,6610
0,2938
0,056
0,054
0,053
0,053
0,044
0,051
0,064
0,056
0,05
0,056
0,055
0,075
0,068
0,067
0,139
0,13
0,129
0,003
0,003
0,003
0,09
0,089
0,087
0,017
0,027
0,023
0,049
0,047
0,043
0,064
0,06
0,063
9,051
8,712
8,542
8,542
7,017
8,203
10,407
9,051
8,034
9,051
8,881
12,271
11,085
10,915
23,119
21,593
21,424
0,068
0,068
0,068
14,814
14,644
14,305
2,441
4,136
3,458
7,864
7,525
6,847
10,407
9,729
10,237
8,0339
9,2203
8,6554
11,4237
22,0452
0,0678
14,5876
3,3446
7,4124
10,1243
99
Lampiran 7 Hasil Analisa Aktivitas AST Plasma
Sebelum
Sesudah
approx
rata-rata
approx
rata-rata
Dramaga absorbansi (U/I)
(U/I)
absorbansi (U/I)
(U/I)
11
0,064 10,40678
10,18079
0,037 5,830508
6,734463
12
0,063 10,23729
0,041 6,508475
13
0,061 9,898305
0,049 7,864407
21
0,051
8,20339
8,090395
0,014 1,932203
3,118644
22
0,055 8,881356
0,024 3,627119
23
0,045 7,186441
0,025
3,79661
31
0,034 5,322034
5,661017
0,026 3,966102
3,740113
32
0,035 5,491525
0,02 2,949153
33
0,039 6,169492
0,028 4,305085
41
0,12 19,89831
20,32203
0,116 19,22034
19,55932
42
0,125 20,74576
0,12 19,89831
51
0,088 14,47458
14,47458
0,028 4,305085
5,152542
52
0,088 14,47458
0,038
6
61
0,173 28,88136
29,13559
0,144
23,9661
24,05085
62
0,176 29,38983
0,145 24,13559
71
0,02 2,949153
3,20339
0,018 2,610169
2,610169
72
0,023 3,457627
0,018 2,610169
81
0,013 1,762712
1,932203
0,01 1,254237
1,338983
82
0,015 2,101695
0,011 1,423729
91
0,013 1,762712
1,847458
0,026 3,966102
3,881356
92
0,014 1,932203
0,025
3,79661
101
0,021 3,118644
3,288136
0,026 3,966102
3,542373
102
0,023 3,457627
0,021 3,118644
111
0,027 4,135593
4,050847
0,034 5,322034
5,152542
112
0,026 3,966102
0,032 4,983051
b11
0,1 16,50847
16,76271
0,112 18,54237
17,69492
12
0,103 17,01695
0,102 16,84746
21
0,003 0,067797
0,067797
0,038
6
6,084746
22
0,003 0,067797
0,039 6,169492
31
0,099 16,33898
16,42373
0,026 3,966102
4,135593
32
0,1 16,50847
0,028 4,305085
41
0,003 0,067797
0,152542
0,003 0,067797
0,067797
42
0,004 0,237288
0,003 0,067797
51
0,125 20,74576
20,74576
0,05 8,033898
8,372881
52
0,125 20,74576
0,054 8,711864
100 61
62
71
72
81
82
91
92
101
102
111
112
0,128
0,124
0,003
0,004
0,099
0,101
0,013
0,015
0,021
0,026
0,075
0,08
21,25424
20,57627
0,067797
0,237288
16,33898
16,67797
1,762712
2,101695
3,118644
3,966102
12,27119
13,11864
20,91525
0,152542
16,50847
1,932203
3,542373
12,69492
0,076
0,074
0,003
0,003
0,073
0,068
0,026
0,028
0,034
0,035
0,039
0,043
12,44068
12,10169
0,067797
0,067797
11,9322
11,08475
3,966102
4,305085
5,322034
5,491525
6,169492
6,847458
12,27119
0,067797
11,50847
4,135593
5,40678
6,508475
101
Lampiran 8 Hasil Analisa Aktivitas ALP Plasma
Kode
sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
rata-rata
Kadar ALP
Sebelum (U/l)
65,960
79,150
112,132
72,556
75,854
36,378
93,993
26,384
82,450
102,238
75,854
102,238
92,944
36,278
88,845
118,728
108,834
51,565
105,536
82,450
105,536
95,642
82,343
Kadar ALP
sesudah (U/l)
16,490
49,626
92,344
62,662
59,364
29,682
36,278
49,470
39,576
42,874
46,172
49,470
44,750
79,152
48,211
32,980
69,258
30,812
92,344
39,576
69,258
84,649
52,954
102 Lampiran 9. Data Responden
Nama
Jenis
Kelamin
Rosita
P
26
Ahmad Faqih
L
3
Dwi Basuki
L
35
Ustad
SMA
S. Zulfa salsabila
P
9
Pelajar
SD
Aas Hasanah
P
41
SD
Sinta Widia
P
5
IRT
Tidak
Bekerja
Erik Erlangga
L
17
Pelajar
SMA
Risma melati
P
11
Pelajar
SD
Nenden Claudia
P
8
Pelajar
SD
Endang
L
59
SD
Siska Prastika
P
19
Wiraswasta
Tidak
Bekerja
Haryanti
P
42
IRT
SMA
Herman
L
45
Swasta
SMA
Ismi febila
P
17
Pelajar
SMA
Indy velista
P
14
Pelajar
SMP
Roy Jiran
L
9
Pelajar
SD
Ilbi melfa Ainun
L
6
Pelajar
SD
Nureviani
P
35
SMA
Agni Assypa
P
0,5
IRT
Tidak
Bekerja
Ismail
L
36
Putri Saffana
P
5
haweni
P
Jupri
Usia
Pekerjaan
Riwayat Kesehatan
Pendidikan
Ustadzah
Tidak
Bekerja
gangguan penglihatan
SMA
Belum Sekolah
ISPA (Batuk pilek asma)
Belum Sekolah
SD
ISPA (Batuk pilek asma)
Belum Sekolah
Wiraswasta
Tidak
Bekerja
SMP
43
IRT
SD
L
46
Sleila S
Lenfi Kurnia
Devi
P
23
Buruh
Tidak
Bekerja
P
14
Pelajar
Tsaabita Rifkah
P
9
Pelajar
Tati
P
61
Mintarsih
P
35
IRT
Tidak
Bekerja
jaya jaenudin
L
28
Buruh
SMA
Rucita Riyadu
P
23
Tidak
SMA
Belum Sekolah
Darah tinggi
SMP
SMA
SMA
SD
Rematik
SD
SMP
103
Bekerja
Nining nengsih
P
30
ahmad Fakhri
L
9
Haura Maulida
P
5
Ismayanti
Dhafa
Febriansyah
P
41
L
3,25
Toni demon
L
Fani Triana
Tidak
Bekerja
Pelajar
Tidak
Bekerja
SMP
ISPA (Batuk pilek asma)
SD
ISPA (Batuk pilek asma)
Belum Sekolah
IRT
Tidak
Bekerja
SMP
43
Wiraswasta
SMA
P
28
SMP
Laras Kirana
P
0,33
IRT
Tidak
Bekerja
Wahyu permana
L
40
M. Malik Fajar
L
Novalina
P
Muzafar
L
Wasirin
Belum Sekolah
Belum Sekolah
Wiraswasta
ISPA (Batuk pilek asma)
SMA
6
Pelajar
ISPA (Batuk pilek asma)
Belum Sekolah
35
SMA
0,5
IRT
Tidak
Bekerja
L
34
Wiraswasta
SD
M. Fawas Muzaki
M. Sayyid
Muzaki
L
10
Pelajar
SD
L
6
Pelajar
Belum Sekolah
Santi Rosifah
P
32
SMP
zalpa Zairo
L
4
IRT
Tidak
Bekerja
Yakub
L
39
Wiraswasta
SMP
M. Syah Rizky
L
12
SMP
M. Dawan QB
L
5
Pelajar
Tidak
Bekerja
Mariamah
P
40
IRT
Yeni
P
32
IRT
SMA
Atika
P
41
IRT
SD
Santi
P
31
IRT
SMA
Nia K
P
35
IRT
SD
Yayah
P
38
IRT
SMA
Patimah
P
40
IRT
SD
Sopiah
p
40
IRT
SMA
Tinah
P
38
Pedagang
SMA
Sunarsih
P
40
IRT
SMA
cacih
P
40
IRT
SMA
Sumarni
P
29
IRT
SMA
Nurjanah
P
37
Pedagang
SMA
Belum Sekolah
Belum Sekolah
Belum Sekolah
ISPA (Batuk pilek asma)
SD
104 Umi Rohmah
P
44
IRT
SD
Atikah
P
35
IRT
SD
Susi haryati
P
30
IRT
SMA
Titin sumarnia
P
40
IRT
SMP
Sri Mulyani
P
35
IRT
Lilis
P
44
IRT
Zubaidah
P
44
IRT
ISPA (Batuk pilek asma)
SMA
SD
ISPA (Batuk pilek asma)
SD
105
Lampiran 10 Data responden yang diambil darah
Nama
Ismayanti
Mintarsih
Mariamah
Yeni
Atika
Santi
Nia K
Yayah
Patimah
Sopiah
Tinah
Sunarsih
cacih
Sumarni
Nurjanah
Umi Rohmah
Atikah
Susi haryati
Titin sumarnia
Sri Mulyani
Lilis
Zubaidah
Usia
41
35
40
32
41
31
35
38
40
40
38
40
40
29
37
44
35
30
40
35
44
44
Pekerjaan
IRT
Tidak Bekerja
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
Pedagang
IRT
IRT
IRT
Pedagang
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
40
Download