KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH MENINGKATKAN KADAR RETINOL PLASMA DAN MENURUNKAN AKTIVITAS ENZIM PENANDA KESEHATAN HATI PADA IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR CLAUDIA GADIZZA PERDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Dramaga Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2012 Claudia Gadizza Perdani NIM F251100171 ABSTRACT CLAUDIA GADIZZA PERDANI. Crude Palm Oil Consumption on Improve Retinol Concentration and Reduce Healthy Liver’s Enzyme Activity in Housewife Blood In Sub District Dramaga Bogor. Under direction of FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA and ENDANG PRANGDIMURTI Vitamin A deficency (KVA) in indonesia is still a major problem. Although the level heavy of vitamin A deficiency (xeropthalmia) has seldom encountered , but Subclinical KVA level, the levels that still had not show the real symptoms , can still be found especially in toddlers. Crude palm oil (CPO) has high content of carotenoids as a source of provitamin A. CPO is naturally red because it contains very high carotenoids, which until now has not been utilized in Indonesia. A programme to utilize CPO as a source of provitamin A was named SawitA programme. This programme aimed to help handling vitamin A deficiency in low income family by utilizing CPO as source of provitamin A. CPO contain high carotenoids and vitamin E which serves as antioxidant for the body. Antioxidants may reduce damage caused by oxidants by neutralize free radical, protect cells and prevent damage to lipids, proteins, enzymes, and DNA. Seventy respondents were selected for fed CPO for 2 months with a dose ±3,27 ml/day and their blood plasma from 22 healthy housewife respondents were analyzed by TFA method and using AST, ALT, ALP kits. The results showed 16 respondents displayed increased number of retinol plasma and decreased activity levels of AST, ALT and ALP enzymes. This research showed that CPO has antioxidant activity that can improve health of liver, so it can be alternative source of provitamin A for handling vitamin A deficiency in Indonesia. Keyword : CPO, β-carotene, retinol, AST, ALT, ALP RINGKASAN Claudia Gadizza P. F251100171. Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Dramaga Bogor Jawa Barat. Dibawah bimbingan FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA dan ENDANG PRANGDIMURTI. Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita. Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan minyak sawit mentah merupakan sumber β-karoten yang paling murah di antara semua minyak pangan sehingga dapat digunakan sebagai sumber provitamin A untuk mengatasi kasus KVA. Minyak sawit mentah mengandung βkaroten sebanyak 400 - 1000 ppm juga mengandung vitamin E yang juga sangat tinggi yaitu 800 1000 ppm. Permasalahannya adalah masyarakat tidak terbiasa mengkonsumsi minyak sawit mentah namun dalam bentuk minyak goreng yang telah mengalami proses pemucatan sehingga kandungan β-karotennya berkurang lebih dari 98%. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diamati penerimaan dari minyak sawit mentah sebagai sumber provitamin A. Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit asli diharapkan mampu meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Minyak sawit mentah dilaporkan sukses meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil dan menyusui dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten 90 mg selama 10 hari. Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah juga mampu berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga kesehatan hati. Penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus mampu menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan penanda dari kesehatan hati. FATETA IPB mengadakan suatu kegiatan penanggulangan kekurangan vitamin A untuk masyarakat pra-sejahtera di Kecamatan Dramaga Bogor yang melibatkan ribuan responden mulai dari ibu rumah tangga sampai balita bekerjasama dengan PT Smart, Tbk sebagai salah satu bentuk Coorporate Social Responsibility. Kegiatan yang diberi judul Program SawitA ini, bersifat program terapan yang dilakukan dengan cara membagikan produk minyak sawit mentah (MSMn) yang diolah secara minimal, gratis untuk dikonsumsi sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari potensi minyak sawit mentah sebagai salah satu bahan pangan yang memenuhi kebutuhan vitamin A serta memonitoring program SawitA. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap: (1) Pemilihan responden dan pengambilan darah sebelum intervensi, (2) intervensi respondendengan MSMn, (3) pengambilan darah responden setelah intervensi dengan MSMn, (4) analisis plasma darah (kadar retinol dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati) serta penilaian respon awal dan penerimaan reaponden terhadap produk MSMn. Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Dari 70 orang responden dipilih 22 orang responden untuk diambil darahnya untuk dianalisis kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati sebelum dan sesudah mengkonsumsi minyak sawit mentah. Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis darahnya: sehat berdasarkan pemeriksaan klinik, ibu rumah tangga usia produktif, sedang tidak hamil dan menyusui, berstatus gizi normal, tidak merokok. MSMn yang digunakan pada penelitian ini dikemas dalam botol plastik dengan volume 140 ml. Setiap keluarga diberi produk MSMn sebanyak 1 botol setiap minggu selama 2 bulan secara cuma-cuma. Respon awal dan penerimaan responden terhadap produk dinilai melalui wawancara dan kuesioner. Kadar retinol plasma dianalisis menggunakan reagen TFA menggunakan metode spektrofotometri, sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati (aspartat transaminase, alanin transaminase dan alkalin fosfatase) dianalisis menggunakan kit reagen komersial. Pengaruh konsumsi MSMn terhadap kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati dianalisis menggunakan uji t berpasangan. Respon awal responden menunjukkan bahwa responden deapat menerima produk MSMn dengan baik. Hanya kurang dari 1% responden yang terganggu oleh warna, rasa dan aroma. Tingkat penerimaan setelah 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan mengalami peningkatan seiring dengan waktu konsumsi, baik dari segi rasa aroma maupun warna. Setelah mengkonsumsi MSMn 3,27 ml perhari selama 2 bulan kadar retinol plasma responden meningkat. Rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68 μmol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 μmol/l) namun tidak signifikan berdasarkan uji t berpasangan. Sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati setelah mengkonsumsi MSMn dengan kandungan β-karoten 2169,606 μg selama dua bulan mengalami penurunan aktivitas. Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l (signifikan uji t berpasangan α 5%). Rata-rata aktivitas ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l (signifikan pada uji t α 5%). Rata-rata aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l dan signifikan berdasarkan uji berpasangan dengan α 1%. Konsumsi MSMn selama dua bulan dapat memperbaiki status vitamin A serta kesehatan hati responden. Kata kunci: Minyak Sawit Mentah (MSMn), Retinol, AST, ALT, ALP ©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor. KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH MENINGKATKAN KADAR RETINOL PLASMA DAN MENURUNKAN AKTIVITAS ENZIM PENANDA KESEHATAN HATI PADA IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR CLAUDIA GADIZZA PERDANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Suliantari M.S Judul Penelitian Nama NIM Program Studi : Pengaruh Konsumsi Minyak sawit mentah Terhadap Kadar Retinol Plasma dan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. : Claudia Gadizza Perdani : F251100171 : Ilmu Pangan (IPN) Disetujui, Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc Ketua Dr. Ir Endang Prangdimurti, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr. Tanggal Ujian: 24 Juli 2012 Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Pengaruh Konsumsi Minyak sawit mentah Terhadap Kadar Retinol Plasma dan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, arahan, serta waktu yang telah diluangkan selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Suliantari M.S yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu dan bapak beserta adik atas doa selama penulis melakukan penelitian. Bogor, Juli 2012 Claudia Gadizza Perdan RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Oktober 1987 dari ayah drg. Charles Edward Bintario dan ibu Poedji Wiedajani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari program sarjana Teknologi Hasil Pertanian Universitas pada bulan september 2009. Penulis melanjutkan studi Magister di program studi Ilmu Pangan pada tahun 2010. Penulis pernah bekerja sebagai asisten menejer nutu pada PT Embrio Biotekindo Bogor pada tahun 2010. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................v I. PENDAHULUAN....................................................................................................1 1.1. Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2. Tujuan..................................................................................................................3 1.3. Manfaat................................................................................................................3 1.4. Hipotesis..............................................................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................4 2.1. Kelapa Sawit.......................................................................................................4 2.2. Minyak Sawit Mentah........................................................................................5 2.3. Sifat kimia Minyak Sawit....................................................................................7 2.4. Manfaat Minyak Sawit Mentah Bagi Kesehatan............................................... 9 2.5. Keamanan Minyak Sawit Mentah.....................................................................13 2.6. Retinol...............................................................................................................14 2.7. Karotenoid.........................................................................................................17 2.8. Vitamin E..........................................................................................................26 2.9. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel....................................................................26 2.10. Uji Kesehatan Hati............................................................................................28 2.11. Program SawitA...............................................................................................32 III. METODOLOGI ....................................................................................................33 3.1. Waktu dan Tempat ...........................................................................................33 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................................33 3.3. Tahapan Penelitian ...........................................................................................34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................40 4.1. Karakteristik Responden...................................................................................40 4.2. Intervensi Minyak Sawit Mentah......................................................................43 4.3. Sikap Responden Terhadap Konsumsi Minyak Sawit Mentah..................45 4.4. Plasma Darah Responden.................................................................................50 4.4.1. Retinol Plasma...............................................................................................51 4.4.2. Bioavailabilitas Karotenoid Minyak Sawit Mentah (MSMn)...................54 4.4.3. Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati (AST, ALT dan ALP)............56 V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................64 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................65 LAMPIRAN..................................................................................................................74 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi asam lemak minyak sawit mentah...........................................................8 2. Nilai sifat fisiko kimia MSMn.....................................................................................9 3. Fitonutrisi MSMn......................................................................................................11 4. Kandungan komponen minor MSMn...................................................................... 12 5. Karakteristik MSMn.................................................................................................13 6. Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK................. 13 7. Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dengan bahan pangan nabati lainnya..16 8. Kebutuhan harian vitamin A...................................................................................17 9. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar AST........................................... 38 10. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT.......................................... 39 11. Karakteristik demografi............................................................................................40 12. Riwayat kesehatan responden sebulan terakhir......... ............................................42 13. Data alamat keluarga responden...............................................................................43 14. Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah................................................46 15. Penerimaan responden terhadap MSMn...................................................................46 16. Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn...............47 17 Pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A.........................................................48 18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn..............53 19 Peningkatan kadar retinol plasma...........................................................................56 20 Perbandingan aktivitas AST plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 58 21 Perbandingan aktivitas ALT plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 59 22 Perbandingan aktivitas ALP plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 61 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Penampang melintang buah kelapa sawit...................................................................5 2. Struktur kimia retinol/ vitamin A............................................................................ 15 3. Frekuensi responden mengkonsumsi MSMn..........................................................45 4. Perbaikan pengetahuan responden tentang produk sawit.........................................48 5. Kemauan responden untuk mengkonsumsi MSMn setelah program selesai............49 6. Sikap responden ketika harus membeli untuk tetap dapat mengkonsumsi MSMn...50 7. Alasan Responden mau tetap mengkonsumsi MSMn...............................................50 8. Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi.............................52 9. Aktivitas AST pada plasma responden......................................................................57 10. Aktivitas ALT pada plasma darah responden...........................................................58 11. Aktivitas ALP pada plasma darah responden............................................................61 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Brosur program SawitA..............................................................................................74 2 Komik edukasi program SawitA................................................................................75 3 Informed consent .......................................................................................................76 4 Kuesioner-kuesioner program SawitA.......................................................................77 5 Hasil analisa retinol plasma....................................................................................... 91 6 Hasil analisa aktivitas ALT plasma............................................................................92 7 Hasil analisa aktivitas AST plasma............................................................................94 8 Hasil analisa aktivitas ALP plasma............................................................................96 9 Data responden..........................................................................................................98 10 Data responden yang diambil darah........................................................................100 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan menurut DEPKES RI (2006) memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita. Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi) serta distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala. Penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Di sisi lain Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan minyak sawit mentah merupakan sumber β-karoten yang paling murah diantara semua minyak masak sehingga dapat digunakan sebagai sumber provitamin A untuk mengatasi kasus KVA. Minyak sawit mentah mengandung β-karoten sebanyak 400 - 1000 ppm juga mengandung vitamin E yang juga sangat tinggi yaitu 800 - 1000 ppm (Cobb 2001, Van Stuijvenberg et al. 2001, Butt et al. 2006). Permasalahannya adalah masyarakat tidak terbiasa mengkonsumsi minyak sawit mentah namun dalam bentuk minyak goreng yang telah mengalami proses pemucatan sehingga kandungan β-karotennya berkurang lebih dari 98%. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diamati penerimaan dari minyak sawit mentah sebagai sumber provitamin A. 2 Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah diharapkan mampu meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Canfield et al. (2001), minyak sawit mentah dilaporkan sukses meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil dan menyusui dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten 90 mg selama 10 hari. Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah juga mampu berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga kesehatan hati. Penelitian yang dilakukan oleh Edem dan Akpanabiatuk (2006) melaporkan bahwa penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus mampu menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan penanda dari fungsi hati. Oleh karena itu akan dilakukan pengujian aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma darah wanita usia produktif untuk mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah dengan kesehatan hati. FATETA IPB mengadakan suatu kegiatan penanggulangan kekurangan vitamin A untuk masyarakat pra-sejahtera di Kecamatan Dramaga Bogor yang melibatkan ribuan responden mulai dari ibu rumah tangga sampai balita bekerjasama dengan PT Smart, Tbk sebagai salah satu bentuk Coorporate Social Responsibility. Kegiatan yang diberi judul Program SawitA ini, bersifat program terapan yang dilakukan dengan cara membagikan produk minyak sawit mentah (MSMn) yang diolah secara minimal, gratis untuk dikonsumsi sehari-hari. Penelitian ini merupakan bagian dari program SawitA dengan responden sebanyak 70 orang yang berasal dari desa Dramaga dan Babakan Kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor. 3 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Menilai tingkat penerimaan masyarakat Kecamatan Dramaga (Desa Dramaga dan Babakan) terhadap produk olahan minyak sawit mentah (MSMn) sebagai sumber β-karoten (provitamin A) b. Mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap status vitamin A pada plasma dan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma sebagai penanda kesehatan hati. 1.3 Manfaat Penelitian Memenuhi kebutuhan vitamin A dan E masyarakat dengan memanfaatkan sumber vitamin dari alam dan asli Indonesia, memperkenalkan produk minyak sawit mentah (MSMn) sebagai sumber provitamin A dan vitamin E alami sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari minyak sawit mentah (MSMn). 1.4 Hipotesis Konsumsi minyak sawit mentah selama 2 bulan diduga dapat meningkatkan kadar retinol plasma dan menjaga kadar enzim penanda kesehatan hati/hepar dalam kadar normal pada Ibu usia produktif Kecamatan Dramaga. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman ini adalah tanaman berkeping satu yang masuk dalam genus Elais, family Palmae, kelas divisio Monocotyledonae, subdivisio Angiospermae dengan divisio Spermatophyta. Nama Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, guineensis berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq berasal dari nama botanis Amerika yang menemukannya, yaitu Jacquine. Tanaman ini tumbuh pada iklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu 22-32 °C (Harley 1997). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-33°C (Basiron 2005). Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah berumur 15-25 tahun. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000-3000 buah dengan berat satu buah berkisar 10-20 g (Pahan 2007). Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan endocarp (tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa sawit terbagi menjadi empat varietas yaitu pisifera, dura, tenera, dan macrocarya. Pisifera memiliki tebal tempurung kurang dari 2 mm, tenera memiliki ketebalan tempurung 2-3 mm, dura memiliki tebal tempurung 3-5 mm, dan macrocarya memiliki tebal tempurung lebih dari 5 mm (Pahan 2007). Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Saat ini varietas dura merupakan varietas yang paling banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan kelapa sawit. Penampang melintang dari buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. 6 Pericarp Endocarp Mesocarp Inti sawit Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Pahan 2007). 2.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn)/ Crude Palm Oil (CPO) Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi dan luas areal sawit Indonesia telah melampaui Malaysia. Produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, produksi CPO Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 7,1 juta hektar (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton. Pada tahun 2010 produksi CPO menjadi 21,2 juta ton, meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Menurut SNI (2006), minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil adalah minyak nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil pengempaan (ekstraksi) dari buah tanaman Elaeis guinneensis. Lebih kurang 37% dari seluruh areal kelapa sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat, sedang sisanya diusahakan oleh pemerintah dan swasta. Devisa yang diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2011 mencapai US$ 11,61 milyar, naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Menurut WHO (World Health Organization), konsumsi per kapita minyak dan lemak pangan minimal 12 kg per tahun dan kebutuhan konsumsi Indonesia adalah sebesar 13 kg per tahun pada tahun (Goei 2008). Pengolahan buah kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VI, Pasaman, Sumatra Barat untuk menghasilkan MSMn dimulai dari penanganan bahan baku atau tandan segar (TBS) pada saat pemanenan hingga 7 sampai pabrik. Secara garis besar, proses pengolahan TBS menjadi MSMn melalui tahap pengukusan perontokan (pemipilan), pelumatan (pencacahan), esktraksi minyak dan klarifikasi (Yuliawan 1997). a. Pengukusan TBS yang tiba dari kebun segera ditimbang dan dimasukkan ke dalam lori perebusan. Lori perebusan dimasukkan ke dalam sterilizer yang dapat ditutup dengan rapat untuk menghindari terjadinya pengeluaran uap sebagai media perebus. Proses pengukusan pada suhu 135-160°C selama 90-110 menit dengan tekanan 2,8-3,0 kg/cm2. Pengukusan ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan, melunakkan buah sehingga mempermudah penghancuran, penonaktifan enzim lipase dan oksidase, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, serta menguraikan pektin dan polisakarida sehingga menjadi lunak. b. Perontokam (pemipilan) Perontokan bertujuan untuk memisahkan tandan dengan buah. Proses perontokan buah terjadi akibat perputaran mesin perontok. Mesin perontok buah memiliki batang-batang penghubung yang diatur dengan interval yang sama. c. Pelumatan (pencacahan) Pelumatan dilakukan untuk memisahkan buah dengan biji serta memudahkan proses ekstraksi minyak. Pelumatan dilakukan dengan cara pengadukan buah oleh alat yang dilengkapi pisau berputar. Pada proses pelumatan ini ditambahkan air bersuhu 9095°C untuk mempermudah pemisahan buah dengan biji serta membuka kantongkantong minyak sehingga dapat mengurangi kehilangan minyak. Suhu yang rendah menyebabkan minyak semakin kental sehingga menyulitkan ekstraksi minyak. d. Ekstraksi minyak Ekstraksi merupakan proses untuk memperoleh minyak dari buah yang telah mengalami pencacahan. Proses ekstraksi dilakukan secara mekanis untuk mengeluarkan kandungan minyak. Buah yang telah dicacah dimasukkan ke dalam mesin pengepres ulir yang terdiri atas dua ulir yang berputar berlawanan dan dilengkapi dengan saringan pengepres. Buah yang telah lumat mengeluarkan minyak melalui lubang-lubang kecil. Selama proses ekstraksi ditambahkan air bersuhu 90-95°C sebanyak 600-800 liter/jam untuk memudahkan ekstraksi minyak. Tekanan hidrolik pada mesin pengepres berkisar 40-50kg/cm2. 8 e. Penjernihan Penjernihan adalah proses pembersihan minyak yang bertujuan untuk mengeluarkan air dan kotoran dari minyak, memperkecil kerusakan minyak akibat oksidasi, memperkecil kehilangan minyak dan menekan biaya produksi, serta mempermudah pengolahan limbah. Klarifikasi terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu pemisahan kotor an berupa serabut dan lumpur, pemisahan minyak dengan air, pengambilan minyak yang terdapat pada lumpur serta pembersihan. Pembersihan kotoran yang berupa saringan serabut dilakukan dengan saringan getar, pemisahan kotoran berupa lumpur dilakukan dengan pengendapan, pemisahan minyak dengan air dilakukan pada tangki pengendapan, sedangkan pembersihan minyak dilakukan pada alat pembersih minyak (oil purifer). Minyak hasil ekstraksi ditampung pada tangki perangkap pasir. Tangki tersebut digunakan untuk memisahkan pasir dengan minyak. Pemisahan pasir terjadi akibat perbedaan berat jenis antara pasir, minyak dan air dengan pemberian uap panas pada tangki perangkap pasir. Minyak selanjutnya dialirkan pada saringan getar yang bertujuan untuk memisahkan benda-benda padat pada minyak. Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam tangki pengendapan. Pada alat ini terjadi pemisahan kotoran berupa lumpur dengan cara sentrifuse, pada proses tersebut digunakan air panas sebagai pengencer. Lumpur yang masih terdapat pada minyak selanjutnya terdapat pada minyak dihilangkan dengan alat pengering hampa agar minyak tidak mudah terhidrolisis. Minyak yang diperoleh berupa MSMn selanjutnya ditimbang dan disimpan di dalam tangki penampungan. Cairan lumpur hasil klarifikasi yang masih mengandung minyak tersebut ditampung sementara di bak penampungan untuk didaur ulang. 2.3 Sifat Kimia Minyak Sawit Mentah (MSMn) MSMn terdiri dari trigliserida yang berikatan dengan asam lemak. Komponen utamanya adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan monogliserida. MSMn juga mengandung komponen lainnya seperti asam lemak bebas dan komponen nontrigliserida. Komponen nontrigliserida pada MSMn menyebabkan bau dan rasa yang khas pada minyak sawit. Wujud minyak atau lemak tergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Minyak berwujud padat pada suhu kamar disebabkan oleh 9 kandungan asam lemak jenuh yang banyak, seperti asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair tinggi pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Ketaren 2005). MSMn memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat sebesar 39-45% dan asam oleat sebesar 37-44%. Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki titik cair yang tinggi, aitu 64°C, sehingga pada suhu ruang MSMn berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat MSMn lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palnitat (Ketaren 2005). Menurut Bonni dan Choo (2000) asam lemak jenuh oleat (40,8%), linoleat (11,9%) dan linolenat (0,4%) efektif mengurangi kolesterol darah dan asam lemak jenuh (asam palmitat 36,6% dan asam stearat 3,7%) tidak meningkatkan kolesterol darah. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi asam lemak minyak sawit mentah. Tabel 1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Mentah Asam Lemak Jumlah (%) Asam Kaprat (C10:0) 1-3 Asam Laurat (C12:0) 0,1-1 Asam Miristat (C14:0) 0,9-1,5 Asam Palmitat (C16:0) 41,8-46,8 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1-0,3 Asam Stearat (C18:0) 4,2-5,1 Asam Oleat (C18:1) 37,3-40,8 Asam Linoleat (C18:2) 9,1-11,0 Asam Linolenat (C18:3) 0-0,6 Asam arakhidonat (C 20:0) 0,2-0,7 Sumber: Basiron 2005 Sifat fisiko-kimia MSMn meliputi warna, bau dan flavour, kelarutan, polimorf, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slip melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren 1987). Sifat fisiko-kimia tersebut sangat penting untuk menentukan kualitas MSMn selain dapat 10 juga digunakan untuk informasi dalam pengolahan lebih lanjut. Pada Tabel 2 dapat dilihat sifat fisiko-kimia dari minyak sawit mentah. Tabel 2 Nilai Sifat Fisiko Kimia MSMn Sifat Fisiko Kimia Nilai Trigliserida 95% Asam lemak bebas 5-10% Warna (5¼ lovibond cell) Merah orange Kelembaban dan impurities 0.15%-3.0% Bilangan peroksida 1-5.0 (meq/kg) Bilangan anisidin 2-6 (meq/kg) Kadar β-karoten 500-700 ppm Kadar fosfor 10-20 ppm Kadar besi 4-10 ppm Kadar tokoferol Digliserida Bilangan asam Bilangan penyabunan Bilangan iod (wijs) 600-1000 ppm 2-6% 6.9 mg KOH/g minyak 224-249 mg KOH/g minyak 44-54 Titik leleh 21-24 °C Indeks refraksi 36.0-37.5 Sumber: Ketaren (2008) 2.4 Manfaat Minyak Sawit Mentah Terhadap Kesehatan Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosclerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit-penyakit di atas (Tahir et al. 2003). Antioksidan dalam bahan makanan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari sumber-sumber 11 alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana 2001). MSMn merupakan sumber β-karoten yang paling murah diantara semua edible oil, sehingga dapat digunakan sebagai sumber vitamin A untuk mengatasi kasus kekurangan vitamin A. Studi nutrisi menggunakan tikus albino yang dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok diberi dalam ransumnya 10% MSMn untuk kelompok pertama, Groundnut oil (GNO) pada kelompok kedua dan Red Palm Oil (RPO) pada kelompok ketiga. Kemudian diamati laju pertumbuhan, PER, NPU, daya cerna, absorbsi lemak, nitrogen balance, fosfor dan retensi kalsium, serum enzim serta hematologi dibandingkan dengan kontrol. Hasilnya CPO memberikan kualitas nutrisi yang cukup baik dibandingkan GNO dan RPO (Manorama dan Rukmini 1991). Ada tiga macam nutrien yang dapat menghambat terbentuknya radikal bebas yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti arterosklerosis, artritis dan kanker yaitu β-karoten, vitamin E (yang keduanya terdapat pada minyak sawit) dan vitamin C (Choo et al. 1994). Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut kinetika reaksi ordo pertama (Lenfant et al. 1996). Selain karotenoid minyak sawit asli mengandung vitamin E yaitu kelompok tokoferol dan tokotrienol. Pada Tabel 3 ditampilkan komponen fitonutrisi pada minyak sawit mentah. 12 Tabel 3 Fitonutrisi Minyak Sawit Mentah Fitonutrisi sawit Vitamin E (600-1000 ppm) Karotenoid (500-700 ppm) Fitosterol (300-620 ppm) Squalen (250-540 ppm) Fosfolipid (20-100 ppm) Ko-enzim Q10 (10-80 ppm) Polifenol (40-70 ppm) Manfaat bagi kesehatan Antikanker Antiangiogenesis Antiarterosklerosis Antiaging Antioksidan Mengahambat sintesis kolesterol Melindungi jantung Aktivitas provitamin A Melindungi jantung Antikanker Menurunkan kadar kolesterol Melindungi jantung Mencegah sintesis kolesterol Antikanker Penyusun otak Mudah dicerna dan diserap Memberikan energi Meningkatkan produksi energi seluler Mekanisme pertahanan antioksidatif Melindungi jantung Antikanker Menghambat sintesis kolesterol Antikanker Sumber: Lohanathan et al. 2011 Minyak sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak (Silvan et al. 2001, Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963) dan wanita (Canfield et al. 2001). Pada percobaan 10 bulan memberikan makan siang yang mengandung minyak sawit merah dapat diterima dan dapat meningkatkan status vitamin A pada anak-anak usia prasekolah (Silvan et al. 2001). Memberikan makanan ringan pada anakanak yang mengandung minyak sawit merah yang mengandung 2,4 mg β-karoten selama 60 hari dapat meningkatkan status vitamin A sama efektifnya dengan memberikan vitamin A sintetik 600 μg perhari (Manorama et al. 1996). Hasil yang serupa ketika mengkonsumsi minyak sawit merah dengan kandungan β-karoten 1,8-7,8 mg sama efektifnya dengan mengkonsumsi vitamin A sintetik (Rukmini 1994, Lian et al. 1967 dan Roels 1963). Penelitian penerimaan biskuit yang mengandung minyak sawit merah pada anak-anak, dimana 34% responden dapat menerima biskuit secara organoleptik dan dapat meningkatkan status vitamin A pada anak-anak usia prasekolah dan berpotensi 13 untuk dijadikan program pemberian makanan di sekolah. Minyak sawit merah juga terbukti efektif meningkatkan status vitamin A pada ibu dan bayi. Konsumsi minyak sawit merah yang mengandung β-karoten total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat meningkatkan kadar retinol plasma menjadi dua kali lipat dan meningkatkan retinol air susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Peningkatan kadar retinol ini lebih besar dibandingkan dengan pemberian suplemen vitamin A sintetik sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi minyak sawit merah merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status vitamin A (Stuijvenberg et al. 2000). Menurut Lin (2002) komponen utama dari MSMn adalah triasilgliserol (95%), sedangkan sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Selain kandungan asam lemak, terdapat komponen minor pada minyak sawit yang memengaruhi kualitasnya. Kandungan komponen minor pada MSMn dapat dilihat pada Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak walaupun kandungannya hanya 1%. Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn Senyawa Jumlah (%) Karotenoida (673 ppm) Fitoen 1,3 Fitofluen 0,1 Cis β-karoten 0,7 α - Karoten 35,1 β – Karoten 56,0 cis α-karoten 2,5 ζ-karoten 0,7 δ-karoten 0,3 - Karoten 0,8 Likopene 1,3 Neurosporen 0,3 β-zeakaroten 0,7 α-zeakaroten 0,2 Sumber: Yap et al. (1991) 14 2.5 Keamanan Minyak Sawit Mentah Proses pengemasan MSMn ke dalam botol produk SawitA dilakukan secara langsung dengan menuangkan MSMn ke dalam botol produk sebanyak 140 ml. Karakteristik MSMn yang digunakan pada program SawitA disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik MSMn Analisis Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) Rata-rata asam lemak bebas (%) Rata-rata bilangan iod Bilangan peroksida (meq peroksida/kg) Sumber: Zakaria et al. 2011 Angka 0,007 4,42 50,86 0 Karakteristik MSMn yang diperoleh dari PT SMART Tbk Jakarta tidak sama pada setiap batch. Kadar asam lemak bebas sangat bervariasi akan tetapi semua batch tidak mengandung peroksida, yang menunjukkan bahwa selama penyimpanan dan distribusi MSMn tidak terjadi oksidasi lemak. Hal ini sesuai dengan kondisi warna yang berasal dari karotenoid pada MSMn yang masih intensif yang menunjukkan keberadaan karotenoid yang tinggi yang bersifat sebagai antioksidan (Puspitasari 2008, Rismawati 2008). Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis kadar air dan logam berat MSMn No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan MSMn Timbal (Pb) mg/kg <0.030 Air Raksa (Hg) mg/kg <0.001 Cadmium (Cd) Crom Heksavalent (Cr6+) mg/kg mg/kg <0.005 <0.011 Crom Total (Cr) mg/kg <0.011 Arsen (As) mg/kg <0.002 Tembaga (Cu) mg/kg <0.015 Kadar Air % b.b 1.85 Sumber: Zakaria et al. 2011 Metode APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 SNI 19-70302004 15 Keamanan produk MSMn yang dibagikan juga ditunjang oleh kadar bilangan peroksida semua produk yang dianalisis yang tidak terdeteksi atau nol. Asam lemak bebas yang lebih dari yang disarankan oleh SNI juga tidak berbahaya bagi konsumen karena pada dasarnya, semua lemak yang dikonsumsi manusia akan dicerna dan diserap dalam bentuk asam lemak bebas. Berbagai produk pangan fermentasi juga mengandung asam lemak bebas yang tinggi, misalnya yoghurt, keju, tempe, oncom dan sebagainya. Kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat merusak kualitas rasa produk pangan karena dapat mengalamai oksidasi menjadi senyawa peroksida yang menimbulkan ketengikan. Pada MSMn, walaupun asam lemak bebas terdapat dalam jumlah yang tinggi, tetapi tidak terdapat senyawa peroksida sebagai hasil oksidasi yang disebabkan oleh tingginya karotenoid sebagai antioksidan (Butt et al. 2006, Scrimshaw 2000, Ping 2000). 2.6 Retinol (Vitamin A) Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata. Vitamin A atau retinol merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin sikloheksenil. Vitamin A merupakan istilah generik untuk semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut adalah retinol, asam retinoat dan retinal. Hanya retinol yang memiliki aktivitas penuh vitamin A, sehingga retinol merupakan bentuk asupan vitamin A yang paling umum, lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A (Murray et al. 1995). Vitamin A merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin sikloheksenil. Vitamin A digunakan sebagai istilah umum untuk senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologis vitamin A. senyawa tersebut meliputi retinol, asam retinolat dan retinal. Dari ketiga senyawa tersebut hanya retinol yang mempunyai aktivitas penuh vitamin A, oleh sebab itu retinol merupakan bentuk asupan vitamin A yang paling umum (Murray et al. 1995). Struktur kimia retinol dapat dilihat pada Gambar 2. 16 Gambar 2. Struktur Kimia Retinol/ vitamin A (Murray et a.l 1995). Vitamin A banyak berperan dalam pembentukan indra penglihatan bagi manusia. Vitamin ini akan membantu mengkonversi sinyal molekul dari sinar yang diterima oleh retina untuk menjadi suatu proyeksi gambar di otak kita. senyawa yang berperan utama dalam hal ini adalah retinol (Blomhoff 2006). Bersama dengan rodopsin, senyawa retinol akan membentuk kompleks pigmen yang sensitif terhadap cahaya untuk mentransmisikan sinyal cahaya ke otak (Lee et al. 1996). Peranan retinol untuk penglihatan normal sangat penting karena daya penglihatan mata sangat tergantung pada adanya rodopsin, suatu pigmen yang mengandung retinol. Diperkirakan di Indonesia anak penderita xeroftalmia kornea aktif lebih dari 60.000 setiap tahunnya. Sebanyak 20.00-30.000 penderita itu akan mengalami kebutaan selama hidupnya (Winarno 1999). Oleh karena itu, kekurangan vitamin A di dalam tubuh seringkali berakibat fatal pada organ penglihatan. Vitamin A juga dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme asing, seperti bakteri patogen. Mekanisme pertahanan ini termasuk ke dalam sistem imun eksternal, karena sistemk imun ini berasal dari luar tubuh. Vitamin akan meningkatkan aktivitas kerja dari sel darah putih dan antibodi di dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lebih resisten terhadap senyawa toksin maupun terhadap serangan mikroorganisme parasit, seperti bakteri patogen dan virus (Goetz 1986). Fungsi vitamin A yang paling dikenal adalah dalam proses penglihatan, juga diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Menurut WHO, konsumsi vitamin A yang dianjurkan untuk bayi kurang dari satu tahun adalah 350 retinol ekivalen (RE) perhari, untuk anak dan orang dewasa 10 μg retinol /kg berat badan per hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui perlu ditambah masing-masing sebanyak 200 RE dan 400 RE per hari. Menurut Choo (1994) MSMn menpunyai aktivitas provitamin A 15 kali lebih besar dari wortel dan 300 kali lebih besar dari tomat. Perbandingan RE beberapa jenis bahan pangan nabati dengan minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 7. 17 Tabel 7 Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dibandingkan dengan bahan pangan nabati lainnya Bahan pangan μg RE/g Jeruk 8 Pisang 30 Tomat 100 Wortel 2.000 Minyak sawit merah 30.000 Sumber: Choo et al. 1994 Vitamin A merupakan vitamin yang tidak larut air, oleh karena itu vitamin A tidak dapat dikeluarkan melalui urin. Kelebihan vitamin A akan disimpan dalam hati, oleh karena itu apabila kadarnya melebihi ambang batas aman dapat menimbulkan efek toksik atau keracunan. Berdasarkan rekomendasi institut kesehatan nasional di Amerika Serikat, disarankan konsumsi harian dari vitamin A antara 500-1.500 mikrogram. Tentu saja konsumsinya disesuaikan untuk tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Kelebihan konsumsi β-karoten tidak berakibat toksik tapi kerotenis (warna kuning pada kulit) dan berlangsung tidak lama bila konsumsi diturunkan. Hal ini dikarenakan, penyerapan βkaroten akan menurun bila konsumsinya berlebihan. selain itu, sebagian besar dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A. Kelebihan β-karoten akan dikeluarkan di feses (Bloomhoff 1994). Kebutuhan harian setiap orang berbeda-beda dan yang membedakannya adalah umur dan jenis kelamin (Tabel 8). Tabel 8 Kebutuhan harian vitamin A berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur 0-1 tahun 1-6 tahun 6-10 tahun 10-12 tahun 12-15 tahun 15-18 tahun ke atas (laki-laki) 15-18 tahun ke atas (perempuan) Ibu hamil Ibu menyusui Sumber: Bloomhoff 1994 FAO/WHO (μg RE/hari) 350 400 400 500 600 600 500 600 600 18 2.7 Karotenoid Karotenoid sebagai salah satu komponen mikro didalam minyak sawit mempunyai beberapa sifat nutrisi atau fungsi biokimiawi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Kata karotenoid diturunkan dari komponen utama penyusunnya, yaitu βkaroten, pigmen oranye yang diisolasi pertama kali dari wotel (Daucus carota) oleh Wackenroder pada tahun 1831 (Gross 1991). Meskipun karotenoid, terutama β-karoten terdapat dalam beberapa minyak nabati mentah, sumber karotennoid yang paling besar adalah minyak sawit merah. Menurut Pulungan et al. (2000), minyak sawit merah mempunyai keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, yaitu biaya produksi rendah, komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, serta mengandung senyawa-senyawa minor yang bermanfaat bagi kesehatan. Minyak sawit merah mengandung karotenoid sebanyak 678,7 mg/kg yang terdiri dari fitoen, fitofluen, α-karoten, β-karoten, γ-karoten ζ-karoten, neuroperon, α-zeakaroten dan likopen (Oi et al. 1993) Karotenoid, teristimewa β-karoten telah lama diketahui mempunyai aktivitas provitamin A karena secara in vivo dapat diubah menjadi vitamin A. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa karotenoid minyak sawit dapat berfungsi sama dengan vitamin A. Menurut Olson (1991), tubuh akan mengkonversi β-karoten menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja, selebihnya akan tetap tersimpan sebagai βkaroten. Sifat inilah yang menyebabkan β-karoten berperan sebagai sumber vitamin A yang aman. Jadi tidak seperti suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan jika diberikan secara berlebihan. Linder (1991) menyatakan bahwa β-karoten akan diabsorbsi mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase. Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut kinetika reaksi ordo pertama (Lenfant et al. 1996). Jacques et al. (1991) mengamati bahwa orang yang mempunyai konsentrasi karoten plasma yang tinggi (lebih dari 3,3 μmol/L) mempunyai prevalensi katarak 20% lebih rendah dibandingkan dengan orang yang memiliki karoten plasma kurang dari 1,7 μmol/L. The National Institute of Health di Amerika serikat telah mengidentifikasi βkaroten sebagai salah satu dari sepuluh besar bahan pencegah kanker. Studi reprospektif 19 dan prospektif menyatakan bahwa asupan pangan yang mengandung karotenoid berasosiasi dengan resiko kanker paru-paru. Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa β-karoten mempunyai kemampuan sebagai pemusnah oksigen singlet yang efektif (Choo et al. 1994). Disamping β-karoten , likopen dilaporkan juga sebagai pemusnah spesies oksigen yang reaktif dan efektif. Studi tentang oksidasi lemak dan kolesterol dan lipoprotein densitas rendah memperlihatkan sifat-sifat karotenoid sebagai pemusnah radikal bebas. Khasiat selanjutnya, riset juga mengindikasikan bahwa βkaroten mempunyai efek positif dalam mereduksi plaque dalam pembuluh nadi sehingga β-karoten bersifat antiarterosklerosis (Gaziano et al. 1990). Kemampuan ini menyebabkan β-karoten dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskular. 2.7.1 Sifat Fisik dan Kimia Karotenoid Karotenoid merupakan pigmen alami yang tersebar luas di alam. Karotenoid berkontribusi memberikan warna kuning, oranye, dan ungu pada pangan nabati maupun hewan. Lebih dari 650 karotenoid telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai sumber namun hanya 60 jenis yang tersedia dalam pangan dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isopren atau turunannya. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua golongan utama yaitu: (a) golongan hidrokarbon karotenoid yang tersusun oleh unsurunsur atom C dan H seperti α, β, dan γ-karoten dan (b) golongan oksi karotenoid atau xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur atom C, H, OH seperti lutein, violaxantin, neoxantin, zeaxantin dan kriptoxantin. Dari total karotenoid, kadar karoten hidrokarbon umumnya lebih tinggi (60-70%) dibandingkan dengan kadar oksi karotenoid (Bauernfeind et al. 1981). Jenis karotenoid yang paling banyak dijumpai pada bahan pangan adalah βkaroten. β-karoten merupakan molekul asimetris dimana separuh bagian kiri merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya. β-karoten mempunyai 40 atom karbon yang terdiri dari 8 unit isoprene, 11 ikatan rangkap dan mempunyai 2 cincin β-ionone yang terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya (Furr dan Clark 1997). αkaroten mempunyai satu cincin β-ionone dan satu cincin α-ionone sedangkan γ-karoten hanya mengandung satu cincin β-ionone dan lainnya merupakan cincin terbuka. α- 20 karoten dan γ-karoten mempunyai aktivitas biologis kira-kira setengah dari nilai βkaroten. Karotenoid bersifat stabil di alam. Namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi dan degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam (Bauernfeind et al. 1981). Karotenoid memiliki banyak ikatan rangkap sehingga mudah mengalami degradasi oksidasi. Oksidasi ini terbagi atas oksidasi kimia, autooksidasi, oksidasi cahaya (photooxidation) dan oksidasi enzimatik. Proses oksidasi secara kimia terjadi karena berbagai oksidan seperti oksigen, ozone, alkalin permanganat, asam kromat dan lain-lain. Hasil degradasi tergantung pada lokasi terjadinya kerusakan. Pada ozonolisis terjadi pemotongan ikatan-ikatan karbon sehingga membentuk asam karboksilat yang akhirnya menentukan sifat akhir karotenoid. Autooksidasi merupakan reaksi oksidasi spontan antara suatu senyawa dengan oksigen dan atau sinar UV pada suhu kamar, dimana akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Photooksidasi merupakan reaksi oksidasi yang diinduksi oleh cahaya. Reaksi yang dapat terjadi adalah: 1) kehilangan satu atau lebih elektron dari suatu senyawa kimia sebagai hasil dari photoeksitasi senyawa tersebut dan 2) reaksi antara suatu senyawa dengan oksigen yang dipengaruhi oleh adanya cahaya. Oksidasi enzimatik yang terjadi secara in vivo dikatalis oleh berbagai enzim. Lipoksigenase merupakan salah satu enzim oksidatif utama pada tanaman. Enzim ini dikatalis oleh molekul oksigen asam lemak tidak jenuh yang mengandung cis,cis-1,4-pentadiene menjadi cis,trans-conjugated hydroperoxida. Enzim ini mengubah pigmen pada jaringan sayuran seperti klorofil dan karotenoid (Gross 1991). Rantai poliene konjugasi yang terdapat pada senyawa karotenoid mempengaruhi karakteristik warna senyawa tersebut yang sangat bervariasi mulai dari kurang berwarna (phytoene), kuning (4.4’-diaponeurosporene), orange (β-karoten), merah (capsanthin), merah muda (bacterioruberin), dan akan berwarna biru dengan semakin meningkatnya jumlah ikatan rangkap konjugasi (Krinsky et al. 2004). 2.7.2 Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Karotenoid Karotenoid merupakan molekul yang larut dalam lemak sehingga proses penyerapannya mengikuti jalur penyerapan lemak pangan. Pada proses awal pencernaan, karotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi asam 21 lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan tergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan juga tergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming dan Erdman 1999). Diet yang mengandung karotenoid provitamin A sebagian dilepaskan dari protein matriks makanan oleh kerja enzim pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik dalam saluran usus bagian atas. Selama proses dalam saluran pencernaan, karotenoid terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asam empedu. Sebagian karotenoid telah mengalami esterifikasi dan sisanya masih dalam bentuk karotenoid bebas. Ester-ester karotenoid, karotenoid bebas dan vitamin A yang terdispersi dalam emulsi lipida membentuk kilomikron dengan bantuan asam empedu, berdifusi ke dalam lapisan glikoprotein membran mikrofili sel-sel epitel usus (Linder 1989). Proses penyerapan terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel. Setelah penyerapan selesai, β-karoten dan karotenoid provitamin A lainnya diubah menjadi vitamin A (retinal) oleh enzim β-karoten-15,15’-dioxygenase (βC15,15’-DIOX). Retinal kemudian direduksi menjadi retinol. Efisiensi penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak dan protein (Shiau et al. 1990). Makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II (CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan tergantung pada status vitamin A dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa (Deming dan Erdman 1999). Menurut Rodriguez dan Kimura (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe karotenoid dalam makanan (bentuk kristal atau terlarut), lemak, vitamin E, serat, status protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit. Karotenoid yang telah bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Kilomikron kemudian dicerna secara cepat 22 oleh lipase lipoprotein dan sisa kilomikron dengan cepat dipindahkan ke hati dan jaringan lainnya. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) selanjutnya merupakan pembawa utama karotenoid sehingga low density lipoprotein (LDL) menunjukkan konsentrasi tertinggi karotenoid di dalam plasma. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai jaringan. Walaupun konsentrasi tinggi ditemukan pada kelenjar adrenal dan corpus luteum namun tempat penyimpanan utama karotenoid adalah pada hati dan jaringan adiposa. Karotenoid pangan yang tidak terserap akan dieksresikan melalui feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi pada feces. Walaupun metabolit polar karotenoid kemungkinan terdapat dalam bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan melalui urin, namun informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas (Olson 1994). Estimasi waktu paruh dilaporkan 11-12 hari untuk likopen, β-karoten, α-karoten, lutein dan zeaxantin (Miccozzi et al. 1992). Karena itu perlu dipahami bahwa kemampuan penyerapan karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A tidak sama untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat diubah jika dibutuhkan oleh tubuh sehingga mencegah potensi toksisitas akibat kelebihan dosis vitamin A (Dutta et al. 2005). 2.7.3 Efek Biologis Karotenoid Karotenoid memiliki aktivitas sebagai provitamin A. Sifat ini terutama dimiliki oleh β-karoten, α-karoten dan β-kriptoxantin (Olson 1989). Di dalam tubuh karotenoid provitamin A akan diubah menjadi vitamin A aktif. Terdapat tiga bentuk aktif vitamin A yaitu retinol (vitamin A alkohol), retinal (vitamin A aldehid) dan asam retinoat (vitamin A asam). Secara spesifik retinal berperan pada penglihatan, retinol berperan pada aktivitas reproduksi dan asam retinoat digunakan untuk fungsi lain dari vitamin A. Kekurangan retinol menyebabkan kerusakan pada struktur epitel secara umum. Umumnya sel epitel mengeluarkan mucus namun pada defisiensi vitamin A terdapat pengurangan sekresi mucus. Sel tersebut digantikan oleh keratin yang dihasilkan sel pada jaringan tubuh secara khusus pada conjuntiva dan kornea mata, trakea, kulit dan jaringan ectodermal lainnya. Vitamin A juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang normal. Bila kekurangan vitamin A, pemanjangan tulang akan terhambat. Oleh sebab itu anak-anak yang kekurangan vitamin A akan mengalami pertumbuhan yang terganggu. Bila diberikan suplemen, anak-anak akan memperoleh berat tubuh yang 23 lebih baik dan memiliki tubuh yang lebih tinggi. Vitamin A juga penting untuk pembentukan enamel pada pertumbuhan gigi (Olson 2001). Molekul β-karoten dapat membentuk dua molekul retinol sedangkan α-karoten dan β-kriptoxantin hanya sebagian yang aktif sebagai vitamin A. Nilai Internasional Unit (IU) aktivitas vitamin A didasarkan pada hasil evaluasi biologis kemampuan suatu senyawa untuk mendukung pertumbuhan hewan coba dalam kondisi defisiensi vitamin A (1 IU= 10.47 nmol retinol = 0.3 μg retinol bebas atau 0.344 μg retinil asetat). Karena absorpsi karoten yang relatif rendah dan metabolisme yang tidak sempurna untuk menghasilkan retinol maka 6 μg β-karoten dinyatakan sama dengan 1 μg retinol ekuivalen (RE) dimana ratio molar dari 3.2 mol β-karoten ekuivalen dengan 1 mol retinol. Saat ini dikenal pula istilah retinol activity equivalent (RAE) yang ditetapkan oleh Institut Medicine (2001). 1 RAE = 1 μg all-trans retinol, 12 μg β-karoten dan 24 μg α-karoten atau β-kriptoxantin. Pada basis ini 1 IU aktivitas vitamin A = 3.6 μg βkaroten atau 7.2 μg karotenoid provitamin A lainnya (Bender 2003). 2.7.4 Bioavailabilitas Karotenoid Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration) adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat (Shi dan Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat dalam pangan. Jackson (1997) menjelaskan bahwa bioavailabilitas merupakan fraksi nutrisi tercerna dari pangan yang dapat diserap oleh usus halus, dimetabolisme dan disimpan dalam tubuh. Hal ini dijelaskan pula oleh Boyer dan Liu (2004) bahwa walaupun seluruh nutrisi dapat dikonsumsi, namun pada kenyataannya selama pencernaan tidak ada nutrisi yang secara keseluruhan dapat diubah menjadi bentuk yang dapat diserap Bioavailabilitas nutrisi biasanya ditentukan dalam plasma darah manusia (in vivo assay) sehingga terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain keragaman individu, kondisi fisiologi, dosis, dan adanya komponen makanan lainnya (Faulks dan Southon 2005). Bioavailabilitas karotenoid bervariasi dari 10% pada bahan segar hingga 50% pada minyak dan produk komersial (Deming dan Erdman 1999). Papas (1999) menjelaskan bahwa bioavailabilitas karotenoid dari bahan pangan, ekstrak atau produk sintetik sangat beragam karena dipengaruhi oleh proses pengolahan dan penyimpanan pangan. 24 Penentuan bioavailabilias dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan manusia atau secara in vitro yang menirukan kondisi yang terjadi di dalam tubuh. Metode in vivo secara langsung memberikan data bioavailabilitas dan biasanya digunakan untuk pangan dan nutrisi yang memiliki keragaman atau variasi yang tinggi. Respon ditentukan setelah manusia atau hewan percobaan mengkonsumsi nutrisi tunggal (alami atau sintetik) yang kemudian dibandingkan dengan dosis nutrisi yang sama yang berasal dari sumber pangan (Yeum dan Russel 2002). Zakaria et al. (2000) melaporkan bahwa pada pengujian bioavailabiltas karotenoid bahan pangan karbohidrat tinggi dengan berbagai cara pengolahan, nilai FAR (faktor akumulasi retinol) yang merupakan nilai konversi provitamin A mendekati atau melebihi nilai FAR vitamin A sintetik (1/5.9). Nilai FA terbaik adalah pada kelompok tikus yang diberikan diet pisang dengan perlakuan kering beku yaitu sebesar 1/2.09. Hal ini berarti dari 2.09 μg β-karoten pisang yang dikonsumsi akan dihasilkan 1 μg retinol. Pengujian biovailabilitas karotenoid produk bahan pangan lainnya dilaporkan oleh Meridian (2000) yang melakukan pengujian terhadap minuman emulsi karoten minyak sawit dengan nilai FAR sebesar 1/9.09. Wylma (2003) menjelaskan pula bahwa pengujian bioavailabilitas karotenoid terhadap bubuk daun cincau hijau menunjukkan nilai FAR sebesar 1/13.21. 2.7.5 Mekanisme Karotenoid sebagai Antioksidan Karotenoid yang dikonsumsi baik dari makanan maupun dari suplemen dapat bersifat sebagai antioksidan melalui quenching singlet oxygen dan scavenging free radical. β-karoten merupakan quencher (peredam) singlet oksigen yang paling baik. Menurut Foote (1976), 1 molekul β-karoten dapat meredam 250-1000 molekul singlet 10 oksigen pada kecepatan 1.3x10 -1 -1 M S . Transfer energi dari singlet oksigen ke peredamnya akan menghasilkan pembentukan triplet oksigen dan triplet-state quencher dengan reaksi berikut : 1 * 3 3 * O2 + CAR O2 + CAR (Halliwell & Gutteridge 1999). Kecepatan quenching singlet oxygen oleh karotenoid sangat tergantung pada jumlah ikatan konjugasinya. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah jenis dan jumlah gugus fungsi pada bagian cincin molekul karotenoid yang berpengaruh terhadap 25 kelarutan karotenoid. Kobayashi dan Sakamoto (1999) membandingkan aktivitas quenching dari β-karoten dan astaxanthin, kemudian melaporkan bahwa aktivitas quenching astaxanthin menurun dengan meningkatnya sifat hidrofobik, dan sebaliknya terjadi peningkatan quenching β-karoten. Lebih lanjut Lee dan Min (1990) mengevaluasi efektivitas 5 karotenoid dalam quenching terhadap klorofil dengan sensitizer photooksidasi pada minyak kedelai. Data yang diperoleh menunjukkan efektivitas quenching meningkat dengan semakin banyaknya ikatan rangkap pada karotenoid dan jumlah karotenoid yang ditambahkan. Menurut Beutner et al. (2000), karotenoid dengan 7 atau lebih sedikit ikatan rangkap kurang efektif sebagai quencher karena tidak dapat menerima energi dari singlet oksigen. Proses autooksidasi seperti peroksidasi lipid berhubungan dengan reaksi rantai radikal yang melibatkan radikal peroksil (ROO ). Antioksidan pemutus rantai tersebut seperti halnya karotenoid dapat menghambat kecepatan dan efisiensi pengikatan (scavenging) radikal bebas dengan reaksi sebagai berikut: Initiator + RH R (Tahap inisiasi) R + O2ROO (Tahap propagasi) ROO + RH ROOH + R ROO + ROO Produk (Terminasi) ROO + CAR ROOH + CAR (Penghambatan oleh karotenoid) Hasil radikal turunan antioksidan (CAR) tidak sesuai untuk propagasi reaksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terjadinya reaksi abstraksi atom H atau reaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lainnya (Krinsky et al. 2004). Packer et al. (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara struktur karotenoid dan kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas yang diuji secara in vitro. Diduga diwali dengan pembukaan cincin β-ionone, kemudian penambahan gugus kimia pada cincin β-ionone atau pergantian cincin β-ionone dengan gugus fungsi dapat mengubah kapasitas antioksidan. Setelah mengevaluasi aktivitas antioksidan dengan kemampuan menangkap kation radikal 2,2’-azino-bis-(3-ethyl-benzthiazoline-6- sulfonate) diammonium salt (ABTS), karoten dengan 11 ikatan rangkap konjugasi lebih aktif menangkap radikal dibandingkan dengan xantofil (kecuali pada β-kriptoxantin). 26 Pengikatan radikal secara in vivo akan berhubungan dengan pencegahan beberapa penyakit. Konsumsi pangan kaya karotenoid seperti buah-buahan dan sayursayuran dapat menurunkan resiko perkembangan tipe kanker tertentu. Ziegler (1989) melaporkan bahwa konsentrasi β-karoten plasma yang tinggi dapat menurunkan resiko penyakit kanker paru-paru. Menurut Bendich dan Olson (1989), pada pengujian in vivo dan in vitro, β-karoten menunjukan efek proteksi membran lipid, LDL (Low Density Lipoprotein) dan lipid hati dari oksidasi yang diinduksi oleh radikal bebas karbon tetraklorida. 2.8 Vitamin E Tidak ada minyak nabati yang memiliki kandungan vitamin E yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Chow 1992). Vitamin E secara alami ada dalam delapan bentuk yang berbeda atau isomer, empat tokoferol dan empat tokotrienol. Secara alami minyak sawit mengandung alfa, beta, gamma, dan delta tokoferol dan alfa, beta, gamma, dan delta tokotrienol. Tokotrienol adalah vitamin E telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker. Tokotrienol pada aktivitas enzim hati dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat tanpa pengurangan kolesterol baik. Sifat antioksidan pada vitamin E memberi banyak manfaat bagi tubuh manusia, seperti mencegah penuaan kulit, mencegah oksidasi lemak, mengurangi tekanan darah. Tokotrienol pada sawit telah terbukti melindungi protein dari stress oksidatif dan menjegah peroksidasi lipida (Ebong et al.1999). Asam lemak tidak jenuh mengandung tokoferol tinggi, tokoferol dipercaya dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker (Wong et al. 1988). Pemberian αtokoferol pada anak-anakyang menderita defisiensi vitain A ternyata dapat menaikkan konsentrasi retinol plasmanya. Hal ini berhubungan dengan kerja vitamin E yang mencegah oksidasi vitamin A. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah dan sintesis koenzim A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno 1995). 2.9 Radikal Bebas dan Kerusakan Sel 2.9.1 Radikal Bebas Radikal bebas adalah senyawa oksigen reaktif yang merupakan senyawa dengan elektron yang tidak berpasangan. Senyawa atau atom tersebut berusaha mencapai 27 keadaan stabil dengan jalan menarik elektron lain sehingga terbentuk radikal baru. Reaksi radikal bebas ini berlangsung secara berantai (cascade reaction) (Jakus 2002). Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus yaitu pada reaksi reduksi oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan radikal bebas dari sumber eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan olahraga berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh, dan karsinogen (Langseth 1995). Radikal bebas dapat bersifat positif dan negatif. Sifat positifnya antara lain dalam jumlah terkontrol berperan dalam proses fungsi biologis, misalnya dalam bakterisidal dan bakteriolisis. Juga beperan sebagai mediator respon terhadap infeksi patogen, sebagai signal apoptosis sel atau jalur signal tranduksi, second messenger serta berperan pada sintesis eikosanoid. Sifat negatif radikal bebas adalah dapat menyebabkan stres oksidatif. Hal ini terjadi karena terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Radikal bebas dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler lebih sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel (Costa et al. 2005). Pengukuran radikal bebas dalam sistem biologi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Teknik pengukuran langsung yaitu RPE Resonan Paramagnetik Elektronik (RPE) dan Proton Magnetik Resonansi Resolusi Tinggi (PMRRT). Teknik tersebut menggunakan senyawa yang dapat menangkap sinyal radikal bebas pada sistem in vivo. Pengukuran secara langsung sangat sulit dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat cepat, sehingga sering dilakukan dengan metode pengukuran tidak langsung melalui pengukuran produk turunan seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal. Dua turunan tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid (Nabet 1996). 2.9.2 Kerusakan Sel Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas dan fungsi esensial sel. Target kerusakan sel yaitu: (1) lipida melalui oksidasi PUFA (poly unsaturated fatty acid) dengan tahapan inisiasi, propagasi dan terminasi; (2) protein (glikoprotein) melalui inaktivasi enzim, mengikat protein atau reseptor; (3) DNA melalui perusakan penyusun DNA (asam nukleat), lipoprotein, dan karbohidrat pada tahap mutasi, inisiasi dan promosi kanker (Costa et al. 2005). 28 Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi metabolik yang menggunakan O2, yang mengakibatkan terganggunya sistim oksidan-antioksidan sel. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi karena peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang (Pratap et al. 2004). Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara apoptosis maupun nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel (Forrest et al. 1994). Pengaruh radikal bebas yang diketahui paling awal adalah oksidasi lipid. Oleh sebab itu kerusakan oksidatif karena oksidasi lipid ini paling sering diteliti. Produk oksidasi lipid banyak ditemukan dalam cairan biologis, dapat diukur dengan berbagai cara yaitu :(a) aldehida dalam plasma seperti MDA, TBARs dan 4-hidroksinonenal, (b) penurunan PUFA dalam plasma, (c) diena terkonjugasi dalam plasma, (d) hidroperoksida dalam plasma (Winklhofer-Roob et al. 1995). 2.10 Uji Kesehatan Hati Hati merupakan salah satu organ terbesar pada manusia dengan bobot sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Beberapa pembuluh darah masuk dan keluar dari hati, seperti vena hepatika dan arteri hepatika. Walaupun bobot hati hanya sekitar 2-3% dari bobot tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen (Koolman 1995). Fungsi hati adalah untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak, menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan detoksifikasi berbagai obat dan racun (Ganong 1991). Hati mempunyai sistem enzim yang aktif untuk menyintesis triasilgliserol, fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein plasma. Selain itu, enzim hati juga aktif mengubah asam-asam lemak menjadi benda-benda keton (Martin 1984). Menurut 29 Koolman (1995), hati dapat mengatur konsentrasi asam amino dalam plasma. Jadi, hati dapat memecahkan kelebihan asam amino dengan cara mengubah nitrogen menjadi urea dan mentranspornya ke ginjal. Banyak protein dan peptida plasma dibentuk dan dipecah di dalam hati. Hepatosit juga berfungsi menyintesis protein albumin serum (Sadikin 2001). Jumlah fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kemampuan hati untuk memetabolisasi obat (Gibson 2006). Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin (50 mg/L), enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah (Lu 1995). Banyak sekali jenis penyakit hati, di antaranya sirosis hati, hepatitis, penyakit kuning, sindrom Reye, penyakit Wilson, dan tumor hati (Kaplan 1989). Laporan National Cancer Institute menyatakan bahwa laki-laki yang terkena penyakit hati jumlahnya dua kali lipat lebih banyak daripada wanita. Selain itu, manusia dengan usia lebih dari 55 tahun terkena penyakit hati beberapa kali lipat lebih banyak daripada manusia dengan usia kurang dari 55 tahun. Gangguan pada hepatosit akan mengganggu proses sintesis albumin serum. Akan tetapi, konsentrasi albumin serum yang rendah belum tentu disebabkan oleh terganggunya fungsi hati (Sadikin 2001). Pada sirosis hati, koagulasi intravaskuler hampir selalu disertai dengan fibrinolisis (99,86%), sedangkan kemungkinan fibrinolisis tanpa disertai koagulasi intravaskuler ditemukan sebanyak 70% (Tambunan 1993). Organ hati yang telah rusak dapat ditanggulangi dengan cara transplantasi hati. Namun, transplantasi hati masih termasuk operasi yang paling berbahaya (Calne 1985). Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi hati, yaitu kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, dan vitamin B kompleks), konsumsi alkohol yang berlebihan, virus, obat-obatan (parasetamol, CCl4, dan aspirin), dan aflatoksin (Lu 1995). 2.10.1 Enzim Transaminase dan Alkalin Fosfatase (ALP) Letak AST di mitokondria organ hati, jantung, dan ginjal. Sedangkan ALT terdapat di sitosol hati saja dan jumlahnya pun lebih sedikit dibandingkan jumlah AST. Jadi, di antara kedua enzim ini yang lebih mencerminkan fungsi hati adalah ALT. Enzim ALT dan AST penting dalam diagnosis kerusakan hati. Kerusakan sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim ini bocor dari sel yang rusak ke dalam aliran darah. Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di dalam serum darah dapat memberikan 30 informasi tentang tingkat kerusakan hati (Lehninger 2005). Pada keadaan fungsi hati yang terganggu, peningkatan aktivitas ALT biasanya lebih banyak daripada AST (Kaplan 1989). Enzim ALT dan AST juga penting di dalam obat-obatan industrial untuk menentukan apakah orang-orang yang terpapar tetraklorida, kloroform, atau pelarut lain yang digunakan dalam industri kimia menderita kerusakan hati. Pelarut-pelarut ini menyebabkan degenerasi hati, yang mengakibatkan kebocoran berbagai enzim ke dalam darah dari sel hati yang terluka. Transaminase, yang sangat aktif di dalam hati dan yang aktivitasnya dapat dideteksi dalam jumlah sangat kecil, sangat bermanfaat dalam pemantauan serum darah orang-orang yang terpapar senyawa kimia industri. Analisis berbagai aktivitas enzim di dalam serum darah memberikan informasi diagnostik yang berharga bagi berbagai gangguan hati (Lehninger 2005). Menurut Kaplan (1989), selain enzim AST dan ALT, ada empat enzim lagi yang dapat dijadikan indikator terganggunya fungsi hati, yaitu alkalin fosfatase (EC 3.1.3.1), Gamma-glutamiltransferase (EC 2.3.2.2), 5’-nukleotidase (EC 3.1.3.5), dan laktat dehidrogenase (EC 1.1.1.27). Semuanya sudah umum digunakan. Namun, AST dan ALT tetap lebih baik karena paling cepat keluar dari hati yang terganggu dibanding keempat enzim lainnya. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan enzim AST dan ALT sebagai indikator fungsi hati. Marliana (2005) menganalisis fungsi hati dengan enzim-enzim ini setelah hati tikus yang digunakannya dirusak dengan induksi parasetamol. Setelah rusak, tikus dicekoki dengan ekstrak daging buah mahkota dewa. Tujuannya adalah ingin mengetahui potensi tumbuhan ini sebagai hepatoprotektor. Firmansyah (2007) menganalisis khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan dengan konsep metode yang sama seperti Marliana (2005). Pada manusia, nilai normal enzim ALT berkisar antara 5-25 U/L, sedangkan AST adara 5-35 U/L (Baron 1992). Alkalin fosfatase merupakan sekelompok enzim yang berperan mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan,terutama berasal dari hati dan tulang, mucosa usus dan plasenta. Aktivitas enzim ini lebih tinggi pada laki-laki juga pada anak-anak karena pertumbuhan tulangnya aktif. Alkalin fosfatase meningkat bila terjadi kolestasis. Pada keadaan obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliarkadar enzim ini meningka 3-10 kalo dari nilai normal sebelum timbul ikterus dengan transaminase yang sedikit meningkat. Kadar 31 enzim alkalin fosfatase diatas 180 U/L (biasanya diikuti dengan peningkatan bilirubin plasma) menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang mencapai 150 U/L khas pada virus hepatitis. Kadar enzim ALP normal pada orang dewasa adalah 20-95 U/L (Baron 1992). Rataan kadar enzim alkalin fosfatase kontrol adalah 71,04 IU/L sementara setelah diberi CCl4 meningkat menjadi 128,11 IU/L (Venukumar dan Latha 2002). Pengaruh konsumsi minyak sawit merah pada aktivitas enzim pada plasma yang digunakan sebagai marker pada investigasi fungsi organ pada tikus. Tikus diberi perlakuan suplementasi (10% dan 20% minyak sawit merah dari total lemak dari ransumnya) dengan kadar lemak pada ransum 4,6% dari total ransum dan kontrol tanpa suplementasi dengan sumber lemak ransum hanya dari minyak jagung selama 28 hari. Kelompok tikus yang diberi perlakuan suplementasi dengan minyak sawit merah mengalami penurunan aktivitas enzim lipase, alkalin fosfatase, alanin transaminase, aspartat transaminase dibandingkan dengan kontrol (P<0,005). Aktivitas enzim lipase, ALP, ALT dan AST dari kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 20% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 10%. Kesimpulannya adalah konsumsi minyak sawit merah pada level moderat mampu menjaga agar aktivitas enzim berada pada batas normal (Edem dan Akpanabiatuk 2006). Aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), Alanin transaminase (ALT), Aspartate transaminase (AST) pada serum kelompok tikus yang diberikan 15% dari total ransumnya minyak sawit yang telah dioksidasi termal selama 18 minggu, meningkat secara signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberikan 15% dari ransumnya minyak sawit segar serta kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan penambahan minyak sawit pada ransumnya. Perlakuan pemberian minyak sawit sebanyak 15% dari total ransum selama 18 minggu baik yang segar maupun yang telah teroksidasi termal mampu meningkatkan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST jika dibandingkan dengan kontrol (p<0,05-0,01) (Owu et al. 1997). 2.11 Program SawitA Program sawit A merupakan suatu program yang dilakuakn oleh Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan PT Smart Tbk. Program ini melibatkan 37 mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan 79 orang kader 32 posyandu sebagai fasilitator dan dilakukan di 10 desa yang ada di wilayah kecamatan Dramaga. Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia melalui pemberian produk minyak sawit merah. Program ini bersifat terapan yang menghasilkan produk baru berbasis minyak sawit merah yang secara alamiah mengadung provitamin A dan Vitamn E yang sangat tinggi dengan harga yang sangat terjangkau (Zakaria et al. 2011). Program SawitA ini memprioritaskan kepada masyarakat prasejahtera karena masyarakat tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk membeli alternatif vitamin A alami seperti buah-buahan. Kegiatan program dilaksanakan secara bertahap dan bergilir di masyarakat bekerjasama dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan kabupaten dan lembaga desa terkait khususnya Posyandu. Pada tahap pertama program ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat dijadikan model untuk penerapan pada Kabupaten yang lain. Produk dibagikan secara cuma-cuma selama dua bulan kepada 2142 responden di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dari Keluarga prasejahtera sesuai dengan data desa setempat dan disertai dengan penyuluhan tentang manfaat, cara penggunaan dan berbagai resep penggunaan minyak sawit (Zakaria et al. 2011). Produk yang dihasilkan oleh Program SawitA bernama SawitA yang berarti minyak sawit yang mengandung vitamin A. Ada beberapa macam produk berbasis minyak sawit mmerah yang dihasilkan oleh Program SawitA, yaitu SawitA manis merupakan minyak sawit yang ditambahkan dengan larutan gula, SawitA Tumis MSMn dan SawitA Tumis Minyak Sawit Merah Tanpa Fraksinasi (Zakaria et al. 2011). 33 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini bekerja sama dengan program SawitA dalam memanfaatkan provitamin A minyak sawit mentah untuk mengatasi kekurangan vitamin A di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Desa Dramaga dan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive), mengikuti saran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tentang daerah di Kabupaten Bogor yang kekurangan vitamin A dengan populasi besar dan masih banyak terdapat masyarakat prasejahtera yang sulit mengakses fasilitas kesehatan. Terdapat beberapa kecamatan yang merupakan sasaran dari Dinas Kesehatan kabupaten Bogor dan salah satunya adalah Kecamatan Dramaga. Analisis darah dilaksanakan di laboratorium biokimia Departemen ITP Fateta IPB. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat bantu untuk pernyuluhan atau sosialisasi, alat bantu pengambilan darah dan alat untuk analisa darah. Alat bantu untuk sosialisasi didapatkan dari program SawitA seperti brosur atau komik yang berisi sifat-sifat, khasiat, cara pemakaian, dampak dan manfaat penggunaan minyak sawit serta leaflet yang diberikan pada responden. Selain itu, digunakan pula kuesioner sebagai panduan untuk melakukan wawancara kepada responden yang diadaptasi dari penelitian Waysima (2011) tentang “Pengaruh Peran Ibu pada Pembentukan Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah” dan Program SawitA serta surat kesediaan responden untuk mengikuti kegiatan ini selama 2 bulan dan informed cosent untuk pengambilan darah. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan darah dan analisa darah adalah vacuntainer 5 mL dengan EDTA, venojek dan pompanya, siring 10 mL, membran nitroselulosa 0,45 μm, laminar, pipet pasteur, valcon 15 mL, freezer, penangas air, sentrifuse, timbangan analitik, mikropipet 100 μL hingga 1000 μL, vortex, spektrofotometer UV-Vis Double Beam, peralatan gelas lainnya. 34 Bahan utama yang digunakan adalah MSMn (Minyak Sawit Mentah) yang yang diproduksi oleh tim produksi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Produksi produk SawitA dilaksanakan di Technopark IPB dengan nomor registrasi produk industri rumah P-IRT No 207320101871. Bahan untuk analisis serum adalah: etanol 95%, petroleum eter, trifluoro acetic acid (TFA), kloroform, standar β-karoten (Sigma), standar retinol (Sigma), kit Alkalin fosfatase (AMS ALP 6), kit Aspartat transaminase (AMS AST 6), kit alanin transaminase (AMS ALT 6). 3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Pemilihan Responden dan Pengambilan Darah Sebelum Intervensi Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian lapang pemberian produk dirumah dan penelitian laboratorium analisa pada plasma darah. Responden yang dipilih masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan dari desa Babakan dan Dramaga sebanyak 70 orang responden untuk pengujian pemberian produk di rumah (Home Use Test) dari 30 keluarga Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Responden yang dipilih termasuk dalam kategori prasejahtera berdasarkan data yang diperoleh dari Posyandu-posyandu yang terdapat pada kedua desa tersebut. Semua responden yang dipilih adalah responden yang telah mendandatangani informed consent. Untuk analisa aktivitas enzim ALP, transaminase (ALT dan AST) pada plasma darah, dipilih responden berjumlah 22 orang ibu pada usia produktif (28-43 tahun) yang merupakan bagian dari pengujian penggunaan di rumah serta telah diseleksi berdasarkan kesediaan untuk diambil darahnya sebelum dan sesudah intervensi serta telah menandatangani surat persetujuan atau informed consent pengambilan darah. Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis darahnya: • Sehat berdasarkan pemeriksaan klinik • Ibu rumah tangga usia produktif • Sedang tidak hamil dan menyusui • Berstatus gizi normal (tidak overweight) 35 • Tidak merokok Responden yang dianalisis darah memiliki usia 29-44 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit berat dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (Lampiran 8). Sebelum diambil darah responden harus dicek kesehatannya oleh dokter pada PUSKESMAS, setelah dinyatakan sehat responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (informed consent) disajikan pada Lampiran 3. Menurut CIOMS (2002) semua penelitian biomedis yang melibatkan manusia sebagai subyek harus mendapatkan persetujuan sukarela (informed consent) dari calon subyek. Responden yang dianalisa darah merupakan bagian dari responden yang diamati sikapnya terhadap MSMn. Dimana 22 orang responden ini juga mengkonsumsi MSMn bersama keluarganya. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn, pada penelitian ini tidak diberikan plasebo pada responden karena banyak literatur yang menyatakan manfaat dari MSMn sehingga tidak etis apabila responden ikut berpartisipasi namun tidak ikut merasakan manfaatnya. Pengambilan darah dilakukan di Puskesmas desa Dramaga oleh seorang perawat pada pagi hari. Setelah diberi informed consent, darah diambil dari 22 responden wanita dewasa secara aseptis dengan venojek sekali pakai. Sampel darah ditempatkan dalam vacuntainer steril yang berisi antikoagulan EDTA. Darah manusia yang sudah ditambah dengan antikoagulan disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifuse akan diperoleh tiga lapisan, bagian atas adalah plasma darah, bagian tengah adalah buffy coat yang mengandung sel darah putih, dan bagian bawah adalah sel darah manusia. Plasma kemudian disimpan dalam freezer dengan suhu -200C dan siap untuk digunakan sebagai sampel pada analisa kadar retinol, aktivitas enzim ALP, ALT dan AST. 3.3.2 Intervensi Minyak Sawit Mentah Setiap keluarga responden akan diberikan produk MSMn 1 botol (140 ml) setiap minggu. Dengan asumsi tiap keluarga beranggotakan 4-8 orang, sehingga di perhitungkan setiap orang/hari akan mengkonsumsi minyak sawit mentah sebanyak 2,55 ml per orang/hari setara dengan 1500-3000μg ekivalen vitamin A. Jika anggota keluarga mencapai 10-12 orang akan tetap mendapat 1,7-2 ml per orang per hari setara dengan 1020-1200μg eqivalen vitamin A. 36 Untuk sosialisasi penggunaan minyak sawit mentah, dilakukan pertemuan masal sebelum intervensi, sebulan setelah intervensi dan 2 bulan setelah intervensi yang yang bertempat di balai desa atau majelis taklim desa setempat. dalam pertemuan masal dilakukan penyuluhan singkat mengenai minyak sawit mentah (edukasi manfaat dan cara penggunaan), demo masak dan pembagian komik berisi cara penggunaan minyak sawit mentah. Anjuran penggunaan MSMn 1 sendok makan (± 6 ml) digunakan sebagai minyak tumis untuk porsi makan seluruh keluarga dalam sehari ( 2 orang dewasa 1 anak-anak). Sedangkan untuk keluarga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang dewasa dan 2 anak-anak, 2 sendok makan(±12 ml) digunakan untuk menumis masakan untuk porsi satu keluarga. Satu kecrot (2-3 ml) digunakan untuk makanan siap santap 1 porsi untuk 1 orang per satu kali makan. Untuk memastikan responden mengkonsumsi minyak sawit mentah, dilakukan kunjungan minimal 1 minggu satu kali ke rumah-rumah responden selama masa intervensi berlangsung dan juga diberikan kuesioner setelah 2 hari konsumsi, 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan konsumsiuntuk mengetahui penerimaan responden terhadap minyak sawit mentah. 3.3.3 Pengambilan Darah Responden Setelah Intervensi Pengambilan darah dilakukan di PUSKESMAS desa Dramagaoleh seorang perawat. Darah diambil dari 22 responden yang sama dengan yang diambil darahnya sebelum intervensi MSMn. darah diambil secara aseptis dengan venojek sekali pakai. Sampel darah selanjutnya diperlakukan sama dengan yang dilakukan terhadap sampel darah sebelum intervensi MSMn sebagaimana telah disebutkan diatas. 3.3.4 Analisa Kadar Retinol Plasma Metode TFA (Neeld dan Pearson 1979). 3.3.4.1 Pembuatan Kurva Standar β-karoten dan retinol Kurva standar yang dibutuhkan untuk dapat menghitung kadar β-karoten dan retinol plasma ada tiga yaitu kurva standar β-karoten (kurva standar β-karoten) yang diukur pada panjang gelombang 450nm, kurva standar retinol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm dan kurva standar retinol pada panjang gelombang 620 nm. Kurva standar β-karoten dibuat dengan melarutkan β-karoten standar dengan petroleum eter dengan konsentrasi 0,5 μg/ml, 1μg/ml, 1,5μg/ml dan 2μg/ml, kemudian diukur absobansinya pada panjang gelombang 450 nm dan diplotkan antara konsentrasi 37 β-karoten dan absorbansinya sehingga memperoleh suatu persamaan Y = a + bx . Kurva B dibuat dengan melarutkan standar Retinol dalam kloroform dengan konsentrasi 0,4; 0,8; 1,2 μg/ml. Dari masing-masing konsentrasi Retinol dibaca pada panjang gelombang 450 nm kemudian diplotkan seperti halnya kurva A. Kurva C dibuat dengan membuat seri pengenceran standar retinoldalam kloroform 0,2; 0,6 dan 1,2 μg/ml. 3.3.4.2 Pengukuran kadar retinol plasma Pengukuran kada β-karoten dan retinol dalam plasma darah dilakukan dengan metode TFA. Plasma darah sebanyak 2 ml ditambahkan dengan 2 ml etanol 95% dan ditambahkan dengan Petroleum eter sebanyak 3 ml kemudian campuran tersebut divortex selama 2 menit dilanjutkan dengan sentrifugasi 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil menggunakan pipet pasteur sebanyak 2 ml. Kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm menggunakan spektofotometer double beam dengan blanko petroleum eter. Absorbansi dicatat sebagai A 450 sampel. Untuk pengukuran kadar retinol plasma maka dilanjutkan dengan menguapkan Petroleum Eter dengan mengkondisikan pada waterbath bersuhu 40°C yang merupakan titik didih dari Petroleum Eter sampai Petroleum Eter menguap habis. Kemudian dalam sampel ditambahkan 0,1 ml kloroform dan 0,1 ml asetat anhidrat serta 1 ml pereaksi TFA divortex dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 620nm dengan blanko (1 ml TFA+ 0,1 ml kloroform). Absorbansi yang terbaca pada panjang gelombang 620 dinyatakan sebagai A620 sampel. Konsentrasi β-karoten plasma dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut: β-karoten plasma (mg/L) = A 450 dari sampel x Konsentrasi standar x 3 A 620 dari standar Retinol plasma (mg/L) = A 620 dari sampel x Konsentrasi standar x 3/2 A 620 dari standar 3.3.4.3 Analisa Aktivitas Enzim AST (Kit komersial AMS) Kurva standar oksaloasetat dibuat agar dapat menghitung kadar oksaloasetat yang terbentuk akibat aktivitas enzim AST pada sampel. Pada Tabel 9 disajikan seri pengenceran yang akan dibuat kurva standar AST. 38 Tabel 9 seri pengenceran pada pembuatan kurva standar AST Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Standar oksaloasetat 0,0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 Air distilasi 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Buffer AST 1,0 0,95 0,9 0,85 0,8 0,75 0,7 0,65 0,6 0,55 Masing-masing tabung ditambahkan reagen pewarna AST sebanyak 1ml kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar dan ditambhkan NaOH sebanyak 10 ml baca absorbansinya pada panjang gelombang 546nm dan tabung pertama digunakan sebagai blanko. Sampel plasma darah sebanyak 100μl ditambahkan ditambahkan 500μl buffer AST kemudian diinkubasi selama 30 menit pada waterbath suhu 37°C. Kemudian ditambahkan reagen pewarna AST sebanyak 500μl dan diinkubasi pada suhu kamar 25°C selama 20 menit lalu ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm dengan blanko 500 μl buffer AST ditambah 100 μl air distilasi diinkubasi 30 menit pada suhu 37°C dan ditambahkan 500μl reagen pewarna AST diinkubasi suhu kamar 20 menit. 3.4.4.4 Analisa Aktivitas Enzim ALT (Kit komersial AMS). Kurva standar piruvat dibuat agar dapat menghitung kadar priruvat yang terbentuk akibat aktivitas enzim ALT pada sampel. pengenceran yang akan dibuat. Pada Tabel 10 disajikan seri 39 Tabel 10 seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Standar Piruvat 0,0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 Air distilasi 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Buffer ALT 1,0 0,95 0,9 0,85 0,8 0,75 0,7 0,65 0,6 0,55 Masing-masing tabung ditambahkan reagen pewarna ALT sebanyak 1ml kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar dan ditambahkan NaOH sebanyak 10 ml baca absorbansinya pada panjang gelombang 546nm dan tabung pertama digunakan sebagai blanko. Sampel plasma darah sebanyak 100μl ditambahkan 500μl buffer ALT kemudian diinkubasi selama 30 menit pada waterbath suhu 37°C. Kemudian ditambahkan reagen pewarna ALT sebanyak 500μl dan diinkubasi pada suhu kamar 25°C selama 20 menit lalu ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm dengan blanko 500 μl buffer ALT ditambah 100 μl air distilasi diinkubasi 30 menit pada suhu 37°C dan ditambahkan 500μl reagen pewarna ALT diinkubasi suhu kamar 20 menit. 3.3.4.5 Analisa Aktivitas Enzim ALP (Kit komersial AMS). Prinsip dari analisa ini adalah enzim ALP pada sampel direaksikan dengan pnitrofenilfosfat agar terbentuk p-nitrofenol dan laju pembentukan p-nitrofenol berbanding lurus dengan aktivitas enzim alkalin fosfatase. Analisa aktivitas enzim ALP ini dilakukan dengan metode semi mikro dimana 20μl sampel plasma darah ditambahkan 1000 μl buffer ALP dan ditambahkan 200μl reagen pewarna ALP kemudian dibaca absorbansinya pada menit ke-0, ke-1, ke-2 dan ke-3. Perubahan absorbansi dinyatakan sebagai ∆Abs. Konsentrasi ALP= ∆Abs x 3298 4 41 IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Aspek-aspek sosiodemografi yang dilihat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan per kapita (Tabel 11). Tabel 11 Karakteristik Demografi Karakteristik individu Total Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berdasarkan Usia Balita (0-5 tahun) Anak-anak (6-12 tahun) Remaja (13-19 tahun) Dewasa (20-60 tahun) Lansia (>61 tahun) Tingkat Pendidikan Belum sekolah SD SMP SMA Berdasarkan Pekerjaan Tidak bekerja Pelajar Wiraswasta Buruh Ustadz Berdasarkan Penghasilan Per kapita < Rp. 150.000 Rp. 155.000-500.000 Rp. 505.000-750.000 >Rp. 750.000 Jumlah (orang) % 70 100 23 47 33 67 10 11 5 43 1 14 16 7 61 1 11 21 10 27 16 30 14 39 42 15 9 2 2 60 21 13 3 3 35 26 2 7 50 37 3 10 Survey lapangan untuk memilih 70 orang responden dilakukan dengan didampingi oleh 7 orang kader desa, karena kader desa mengenal seluk beluk desa dan penduduk setempat dengan baik, sehingga membantu peneliti dalam melakukan pendekatan kepada penduduk desa selama program berlangsung. Dari hasil survey diperoleh responden yang berasal dari 30 kepala keluarga dengan jumlah anggota keluarga 1-8 42 orang. Responden laki-laki sebanyak 23 orang dan responden perempuan sebanyak 47 orang. Alasan pengambilan jumlah responden wanita lebih banyak berkaitan dengan penentu menu makananan di rumah masih didominasi oleh ibu/wanita. Nutritional gatekeeper yang menggambarkan seseorang di dalam rumah tangga sebagai pembuat keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga, bisa orangtua, nenek atau pembantu. Sebagaimana hasil penelitian Birch (2006) yang menunjukkan bahwa para ibu adalah gate-keepers bagi lingkungan makan anak-anaknya. Berdasarkan usia, responden didominasi usia dewasa (20-60 tahun) sebanyak 61% dari total responden. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata responden dan sebagian besar responden masih dalam usia produktif, usia dimana individu masih mampu mencari pengetahuan dan memungkinkan untuk diberi pengetahuan baru sehingga peyerapan terhadap informasi baru tinggi. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui tingkat pendidikan responden yang mendominasi adalah berpendidikan akhir SMA (39%) dan SD (30%) artinya responden pada program ini masih termasuk ke dalam kelompok yang masih dapat menerima informasi baru. Dengan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa responden mempunyai kemampuan dasar untuk menerima dan menyerap informasi yang diberikan.Hasil penelitian Ria (2011) menunjukkan korelasi negatif antara lama pendidikan ibu dengan sikap ibu dan anak terhadap konsumsi MSMn. Lama pendidikan menentukan tingkat penerimaan seseorang terhadap informasi baru. Semakin lama/tinggi pendidikan maka tingkat penerimaan terhadap informasi baru semakin mudah. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan keluarga seperti yang dikemukakan Schaffner et al.(1998) dan Madaniyah (2003), tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana atribut gizi suatu produk pangan menjadi penting bagi mereka. Dari 70 responden, 40 diantaranya tidak bekerja (60 %), hal ini dikarenakan responden yang dipilih lebih banyak ibu rumah tangga, terkait dengan pemilihan menu untuk makanan sehari-hari dalam keluarga adalah ibu sebagai “gate keeper”.Informasi pendapatan perkapita diperoleh dari hasil wawancara pendapat keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Sebanyak 50% responden berpendapatan perkapita kurang dari Rp. 150.000 perbulan yang menunjukkan nilai pendapatan tersebut tergolong 43 rendah dibandingkan dengan UMR Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp 800.000,-. Berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkan adalah keluarga yang memilki pendapatan per kapita per bulan dibawah Rp. 150.000. Dengan mengacu standar tersebut maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden termasuk ke dalam keluarga prasejahtera. Pendapatan keluarga berhubungan secara nyata dan positif dengan perilaku konsumsi pangan anggota keluarga (Soedikarijati 2001). Nilai pendapatan tersebut juga memperlihatkan daya beli yang relatif rendah terhadap suatu produk termasuk produk pangan sebagai pilihan pangan untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan terhadap akses kesehatan. Berdasarkan penelitian Ria (2011) terdapat korelasi yang sangat lemah antara pendapatan perkapita dengan variabel sikap ibu dan anak terhadap konsumsi MSMn. Rendahnya pendapatan keluarga prasejahtera ini membuat mereka tidak mampu membeli sumber vitamin A yang beranekaragam selain buah-buahan atau sayuran yang harganya relatif murah seperti wortel, pepaya, dan tomat. Riwayat kesehatan responden ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Riwayat Kesehatan Responden Sebulan Terakhir Riwayat Kesehatan Jumlah (orang) ISPA Gangguan penglihatan Rematik Darah tinggi Kondisi kesehatan responden dianalisis % 9 13 1 1 1 1 1 1 berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 1 (lampiran 4). Status kesehatan responden di awal program menunjukkan status kesehatan cukup baik yang ditandai dengan tidak adanya penderita penyakit menahun ataupun penyakit berat lainnya. Sebagian besar responden mengalami ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) yaitu sebesar 13% yang menandakan rendahnya daya tahan tubuh. Responden merupakan warga desa Dramaga dan Babakan kecamatan Dramaga kabupaten Bogor, dimana 19 keluarga berasal dari desa Dramaga dan 11 keluarga berasal dari desa Babakan. Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 44 02 dan 06. Responden pada penelitian ini berbeda dengan responden pada penelitian Ria (2011) tentang sikap ibu dan anak terhadap konsumsi minyak sawit merah yang berlokasi di RW 2 desa Cikarawang kecamatan Dramaga kabupaten Bogor. Dari 30 keluarga tersebut, terdapat 70 orang responden yang bersedia berpartisipasi pada penelitian ini dan 22 orang bersedia untuk dianalisa darahnya. Data alamat responden disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Data alamat keluarga responden Nama Kepala Rumah Tangga Dwi Basuki Endang Herman Ismail Junaedi Jupri Tati Toni Demon Wahyu Pramana Wasirin Lilis Udiyana Sam Budiono Karyadi Asep Suhata Budi Rahman Nurjanah Nur Hasan Edy Adam Ajuh Jajang Yasin Sulaeman Iwan Ahmad G. Cep Nundang Asnah Teddy Alamat Desa Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Jl. Haji Abbas RT 01 RW 01 RT 01 RW 03 RT 02 RW 03 RT 01 RW 03 RT 02 RW 03 RT 02 RW 03 RT 01 RW 01 RT 01 RW 01 RT 02 RW 02 RT 03 RW 01 RT 01 RW 02 RT 03 RW 02 RT 01 RW 02 RT 02 RW 06 RT 01 RW 02 RT 01 RW 02 RT 02 RW 06 RT 01 RW 02 RT 01 RW 02 RT 01 RW 02 RT 02 RW 06 Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Dramaga Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Babakan Anggota keluarga yang menjadi responden 4 7 6 4 5 7 3 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 45 4.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn) Sebelum intervensi dengan minyak sawit mentah, terlebih dahulu dilakukan pertemuan masal dengan seluruh responden yang dilakukan di Balai Desa atau Majlis Taklim desa setempat. Pada pertemuan masal pertama dilakukan sosialisasi program SawitA dan pengetahuan umum mengenai minyak sawit merah dan vitamin A, juga memperkenalkan MSMn yang merupakan produk baru. Dalam penjelasan di terangkan juga bahwa MSMn Tumis dapat juga digunakan sebagai minyak untuk menggoreng, tetapi dianjurkan untuk digunakan untuk menumis. Hal ini sesuai dengan penelitian Rao (2000) yang menyatakan bahwa memasak menggunakan minyak sawit mentah pada 4 macam menu masakan india dapat mempertahankan 70-88% kadar β-karoten, sedangkan ketika digunakan untuk menggoreng satu kali yang dapat bertahan 83%, pada penggorengan kedua turun menjadi 28% dan pada penggorengan ketiga menjadi 6%. Pada pertemuan masal kedua dilakukan penguatan dan perbaikan informasi sebelumnya. Pada pertemuan masal ketiga dilakukan penguatan informasi kembali dan mengajak responden untuk mau mengonsumsi MSMn secara terus menerus dan dilakukan wawancara untuk mengetahui seberapa besar penambahan pengetahuan responden terhadap produk. Di akhir acara, setiap keluarga responden mendapatkan 1 botol MSMn dengan volume 140 ml dan paket yang berisi bahan pangan sehat. Produk SawitA diberikan kembali kepada responden, jika produk sebelumnya telah habis dipakai. Responden dapat menukarkan botol kosong MSMn dengan MSMn baru yang dititipkan pada kader desa setempat. Selama 2 bulan intervensi (60 hari) dibagikan MSMn sebanyak 210 botol pada 30 keluarga dengan jumlah anggota keluarga 170 orang dimana 70 orang diantaranya merupakan responden. Satu botol MSMn berisikan 140 ml diberikan perkeluarga setiap minggu sehingga didapatkan informasi setiap orang mengkonsumsi MSMn sebanyak 3,27 ml MSMn per hari selama 60 hari intervensi. Jumlah MSMn yang dikonsumsi responden melebihi target awal, dimana setiap responden diwajibkan mengkonsumsi minimal 2 ml MSMn per hari. Menurut Anggraeni (2012) kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah yang digunakan dalam penelitian ini telah dianalisa menggunakan HPLC dengan tiga kali ulangan dengan hasil kandungan β-karoten yang diperoleh adalah sebesar rata-rata 664,165 ppm. Dengan informasi tersebut dapat kita ketahui jumlah β-karoten yang 46 dikonnsumsi setiiap respondden setiap hari sebesaar 2169,606 μg. Mennurut Bloom mhoff (19944) berdasaarkan rekom mendasi innstitut keseehatan nasiional di A Amerika Seerikat, disarrankan konssumsi hariaan dari vitaamin A anttara 500-1.5500 mikroggram. Tentu u saja konsumsinya disesuaikan d untuk tiapp kelompok k umur daan jenis keelamin. Meenurut Blooomhoff (19994) kelebihaan konsum msi β-karoteen tidak berrakibat tokssik tapi kero otenis (warnna kuning pada p kulit) dan berlangsung tidak k lama bila konsumsi dditurunkan. Hal ini dikarenakan d n, penyerappan β-karoteen akan menurun m bilaa konsumsinya berleb bihan. selainn itu, sebaggian besar dari karoten yang diseerap tidak diubah mennjadi vitam min A. Kelebihan β-karroten akan dikeluarkann di feses. Selama S 2 buulan mengkkonsumsi MSMn M tidakk ada keluuhan dari responden yang men nyatakan kulitnya k meenguning akibat a konsumsi MSM Mn. Pada Gam mbar 3 disaajikan data frekuensi f M MSMn oleh rresponden. 3% 9% Setiap haari Pernah ttidak mengkonsumsi 88% Kadang‐kadang tidak mengkonsumsi Gambar 3 Frekuennsi respondeen mengkonnsumsi MSM Mn Untuk mengontrol m pemakaiann produk SawitA oleh responnden, dilak kukan moniitoring denggan cara mengunjungi m i rumah ressponden 2 kali dalam seminggu. Dari hasill monitoringg diperolehh hasil bahwa 3% ressponden kadang-kadanng mengonssumsi minyyak sawit mentah, m 9% responden pernah lupa mengonsuumsi minyaak sawit meentah, dan sebanyak 88% 8 responnden rutin mengonsum m msi minyakk sawit menntah. Respo onden yangg pernah luppa mengonssumsi minyaak sawit meentah beralaasan sedangg tidak mem masak karenna harus bepergian b d dan benar-bbenar lupa. Sedangkaan repondeen yang kaadang menggonsumsi beralasan b h hanya mengggunakan minyak m saw wit mentahh jika mem masak denggan cara mennumis. 47 4.3 Sikap Responden Terhadap Konsumsi MSMn Menurut Pilgrim (1956), penerimaan pangan (food acceptability) menunjukkan perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Batasan tersebut menekankan adanya komponen perilaku dan komponen sikap, dimana kesenangan termasuk di dalamnya. Namun berbeda dengan food preference yang merupakan penilaian afektif pada pangan yang belum atau sudah dimakan, penerimaan pangan digambarkan untuk penilaian afektif pada pangan yang secara aktual telah dimakan (Cardello & Schuutz 2000). Sebagai produk pangan baru yang diperkenalkan kepada responden, perlu diketahui respon awal responden terhadap minyak sawit mentah agar dapat diketahui seberapa besar tingkat penerimaan responden terhadap produk tersebut. Respon awal (2-4 hari) dianalisis berdasarkan wawancara mengunakan kuesioner 2 dan respon setelah mengkonsumsi produk selama 2 minggu. Berikut merupakan tabel respon awal saat mengonsumsi minyak sawit mentah (Tabel 14). Tabel 14 Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah Setelah 4 hari konsumsi Setelah 2 minggu konsumsi Atribut Biasa Saja Terganggu Biasa Saja Terganggu (∑ Responden) (∑ Responden) (∑ Responden) (∑ Responden) Rasa 69 1 70 0 Aroma 70 0 70 0 Warna 68 2 69 1 Pada awal konsumsi (4 hari konsumsi) MSMn terdapat beberapa orang responden yang merasa terganggu oleh rasa dan warna yang ditimbulkan ketika mengkonsumsi makanan yang ditambahkan MSMn. Namun semakin lama waktu konsumsi, jumlah responden yang merasa terganggu dengan penambahan MSMn pada makanannya mengalami penurunan. Dapat dilihat pada Tabel 14 setelah dua minggu konsumsi tidak ada lagi responden yang terganggu oleh rasa makanan yang ditambahkan MSMn dan jumlah responden yang terganggu oleh warna yang ditimbulkan oleh MSMn juga mengalami penurunan. Adapun gangguan pada rasa meliputi rasa getir, eneg dan agak lengket. Gangguan pada warna dirasakan responden karena tidak menyukai warnanya yang sangat merah yang merupakan warna alami dari MSMn. Evaluasi penerimaan responden dilakukan setelah responden mengonsumsi produk selama 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan. Masing-masing evaluasi tersebut 48 dianalisis berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 3, 4, dan 5 Berikut hasil monitoring untuk penerimaan produk setelah responden mengonsumsi minyak sawit mentah selama 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan (Tabel 15). Tabel 15 Penerimaan responden terhadap MSMn Penerimaan Mau Agak mau Agak menolak Menolak 2 minggu Rasa Aroma Warna 70 69 70 0 1 0 0 0 0 0 0 0 Rasa 70 0 1 bulan Aroma 70 0 Warna 70 0 0 0 0 0 0 0 Rasa 70 0 2 bulan Aroma 70 0 Warna 70 0 0 0 0 0 0 0 Hasil monitoring terhadap penerimaan produk yang diperoleh setelah intervensi selama 2 bulan menunjukkan indikasi yang baik dari seluruh responden terhadap minyak sawit mentah. Penerimaan responden terhadap rasa, aroma dan warna MSMn semakin baik seiring dengan lamanya waktu konsumsi. Semakin lama waktu konsumsi MSMn responden semakin terbiasa dengan rasa, aroma dan warna akibat penambahan MSM pada makanannya. Menurut Birch (1998), sebagai hasil dari berbagai peristiwa makan dimana pangan dihubungkan dengan konteks sosial dan dampak fisiologis penyerapan pangan yang bisa positif atau negatif, anak akan menyukai dan mau menerima beberapa makanan serta menolak yang lain, selanjutnya akan terbentuk konsumsi pangan. Menurut penelitian Ria (2011) mengenai kesan responden saat mengkonsumsi MSMn untuk rasa 51,2% menyatakan biasa saja 40,8% menyatakan gurih, untuk aroma 51,5% menyatakan bau minyak, 34% menyatakan bau wangi dan 14,6% menyatakan bau tengik sedangkan untuk warna 100% merasa tidak terganggu. Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn Setelah 1 bulan konsumsi Perbaikan kesehatan yg dirasakan Nafsu makan Kesehatan fisik Penglihatan Setelah 2 bulan konsumsi Terasa lebih baik Biasa saja Terasa lebih baik Biasa saja (∑ Responden) 56 60 37 (∑ Responden) 14 10 33 (∑ Responden) 57 59 38 (∑ Responden) 13 11 32 49 Evaluasi kondisi kesehatan responden dilakukan setelah 1 bulan dan 2 bulan konsumsi MSMn (kuesioner 4 dan 5) meliputi perbaikan nafsu makan, kesehatan fisik dan penglihatan yang dirasakan responden. Setelah 1 bulan konsumsi MSMn sebanyak 56 orang responden merasakan perbaikan terhadap nafsu makannya. Dan jumlah responden yang merasakan perbaikan nafsu makan meningkat dari 56 orang menjadi 57 orang setelah mengkonsumsi MSMn selama 2 bulan. Sebanyak 59 responden juga merasa ada perbaikan pada kesehatan fisiknya setelah konsumsi MSMn selama 1 bulan. Responden juga merasakan perbaikan terhadap penglihatannya seiring dengan lama konsumsi MSMn. Pengetahuan responden tentang vitamin A dan produk sawit juga dievaluasi dengan bantuan kuesioner 1 dan 4 (Lampiran 4) dan hasil evaluasi tersebut ditampilkan pada Tabel 17 dan Gambar 3. Tabel 17 Pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A Pengetahuan tentang Vitamin A Mengetahui Sumber Vitamin A Mengetahui Sumber Vitamin A yang sering dikonsumsi Pengalaman buruk konsumsi vitamin A/MSM Sebelum Mengetahui Tidak Sesudah Mengetahui Tidak 64 6 69 1 69 1 70 0 0 70 0 70 Pengetahuan responden tentang vitamin A ditanyakan karena diketahui asupan vitamin A pun dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Jatmika dan Guritno 1997). Pengetahuan sumber dan penggunaan vitamin A dan minyak sawit merah dianalisis berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 1 pada awal dan kuesioner 5 (Lampiran 4) pada akhir program yang menggambarkan pengetahuan responden tentang pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A dan minyak sawit merah. Pengetahuan mengenai sumber dan penggunaan vitamin A perlu diketahui untuk dapat memperlihatkan bagaimana konsumsi responden terhadap sumber vitamin A. Diperoleh 91,43% responden telah mengetahui sumber vitamin A sebelum intervensi dan meningkat menjadi 98,57% setalah intervensi selama 2 bulan. Artinya responden dapat menerima informasi/pengetahuan baru mengenai sumber vitamin A lainnya selain yang mereka kenal. Pengenalan minyak sawit dan minyak sawit mentah perlu dilakukan agar responden lebih mengetahui produk dan minyak sawit merah yang kaya akan vitamin A. Dari 70 orang responden tidak pernah punya pengalaman buruk baik dalam 50 menggkonsumsi vitamin v A maupun m MS SMn. Menu urut hasil peenelitian Riaa (2011) terrdapat hubuungan berm makna padaa pengetahuuan tentan ng vitamin A dengann sikap ko ognitif respoonden terhaadap konsuumsi MSM Mn. Perbaikan pengetaahuan respoonden men ngenai kelappa sawit dann olahannyaa disajikan pada p Gambaar 4. % Responden 100 80 60 40 Sebelum m 20 Sesudah 0 Mengenal pohon sawit mengenal m CPO Mengeenal Mengetahuii Mengetahui produk minyak sawitt manfaat minyak sawit mentah MSMn Pernah mencoba m MSMn Gam mbar 4 Perbaaikan pengetahuan resp ponden tentaang produk sawit Pengetahhuan awal responden tentang minyak m saw wit dan prodduknya seb belum dilakkukan penyuuluhan tenttang produkk minyak sawit s dan manfaatnya m dapat dikaatakan rendaah, sehinggga semua responden r t termasuk dalam d kateggori kurangg baik. Haal ini menuunjukkan bahwa b konndisi responden ham mpir homoogen padaa saat seb belum penyyuluhan. Tettapi setelahh dilakukan penyuluhaan mengenaai produk m minyak sawiit dan manffaatnya keppada respoonden, makka pengetah huan respoonden tentaang hal terrsebut menjjadi positif. Hal ini muungkin dapaat berpengarruh kepada sikap kognitif, sikap afektif a dan sikap s respoonden terhaddap konsum msi MSMn. Peneltian yang dilakkukan Ria (2 2011) menyyebutkan bahwa b teerdapat hubbungan berrmakna (annalisis chi square selang kepecayaan 95% %) antara peengetahuan tentang miinyak sawit setelah pennyuluhan deengan sikapp kognitif responden r t terhadap koonsumsi MS SMn dengaan nilai p=00,007 serta nilai korellasi yang positif p dan signifikann pada taraaf 0,01 (r=0,237**). P Pada Gamb bar 5 disajikan data jumlah j respponden yanng mau men ngkonsumsi MSMn seetelah interrvensi selessai. 51 4% Mau u Raggu‐ragu 96% Gaambar 5 Keemauan respponden untuuk mengkon nsumsi MSM Mn setelah pprogram sellesai Pada akkhir interveensi responnden diberrikan pertaanyaan apaakah tetap mau menggkonsumsi produk MS SMn setelahh intervensii selesai (kuuesioner 5)) dan didap patkan hasill seperti yaang ditampiilkan pada Gambar 4. Sebanyak 96% respoonden tetap p mau menggkonsumsi MSMn seteelah interveensi berakhiir dan 4% siisanya menngakku ragu u-ragu apakkah akan tetap mengkoonsumsi MSMn M setelaah tidak laggi diberikann MSMn secara s gratis. Pada Gaambar 6 dappat diketahhui sikap reesponden ketika haruss membeli untuk u tetapp dapat mengkonsumsi MSMn. 10% 34% Mau Mau aasal harga terjangkau Ragu‐rragu 56 6% Gambar 6 Sikkap respondden ketika harus h memb beli untuk teetap dapat m mengkonsum msi MSMn Sebaanyak 56% respondeen mau membeli MS SMn asalkaan harga yyang ditawarkan terjanngkau. Sebbanyak 30% % respondeen mengak ku mau tettap mengkoonsumsi MSMn M walaaupun haruss membeli dan d sisanyaa sebanyak 10% responnden mengaku masih raguragu apabila haarus membbeli MSMnn. Hasil serrupa juga didapatkan d pada peneelitian 52 penerimaan minnyak sawitt merah oleeh Anggraeeni (2012) dimana seebanyak 62 2,57% mau melanju utkan respoonden mau melanjutkaan konsumssi minyak sawit merahh, 36,57% m konsumsi asal harganya terjangkau,, dan 0,85 5% respondden ragu-raagu untuk terus m saw wit merah. Alasan Responden R mau tetap mengkonssumsi menggonsumsi minyak MSM Mn disajikann pada Gam mbar 7. 17% 7% Kaarena terasa m manfaatnya 76% Aggar dapat merrasakan m manfaatnya Peercaya yang disampaikan fasilitator Gam mbar 7 Alassan Responnden mau tettap mengkoonsumsi MS SMn Respondden tetap mau m mengkoonsumsi MS SMn setelahh intervenssi selesai deengan alasaan 76% karena telah merasakan m m manfaat darri konsumsii MSMn, 177% karena ingin meraasakan mannfaatnya bagi kesehaatan dan 7% 7 karenaa percaya pada apa yang disam mpaikan olleh fasilitaator bahwaa MSMn jika j dikonnsumsi secaara rutin dapat mem mperbaiki keesehatan responden. Menurut M Riaa (2011) terrdapat hubuungan berm makna antarra pengetahhuan tentanng minyak sawit dan n manfaatnya bagi keesehatan seetelah penyyuluhan denngan sikap responden terhadap konsumsi k M MSMn dengan nilai ko orelasi yangg positif, dim mana semakkin positif pengetahuan p n tentang minyak m sawiit akan mem mbuat sikapp respondenn untuk menngkonsumsi MSMn meenjadi positiif. 4.4 Plasma P Darrah Respon nden Pengambbilan darahh respondeen dilakuk kan untuk dapat meenguji peng garuh konsumsi minyaak sawit merah m pada kondisi k kessehatan respponden. Padda pengujiaan ini dipiliih respondeen ibu usiaa produktif yang tidak memiliki riwayat r sakkit berat. Dipilih D respoonden ibu produktif p inni erat kaitannnya dengaan tingginyaa kasus kekkurangan vittamin A paada ibu ham mil dan mennyusui di Inndonesia, teetapi tidak memungkinnkan apabilla ibu 53 hamil dan menyusui untuk diambil darahnya oleh karena itu pendekatan yang digunakan dengan menggunakan responden ibu usia produktif yang tidak dalam kondisi hamil maupun menyusui. Responden yang dianalisa darah memiliki usia 29-44 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit berat dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (Lampiran 8). Sebelum diambil darah reponden harus dicek kesehatannya oleh dokter pada PUSKESMAS, setelah dinyatakan sehat responden diminta untuk membaca dan menandatangani surat persetujuan (informed consent) disajikan pada Lampiran 3. Menurut CIOMS (2002) semua penelitian biomedis yang melibatkan manusia sebagai subyek harus mendapatkan persetujuan sukarela (informed consent) dari calon subyek. Responden yang dianalisa darah merupakan bagian dari responden yang diamati sikapnya terhadap MSMn, dimana 22 orang responden ini juga mengkonsumsi MSMn bersama keluarganya. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn, pada penelitian ini tidak diberikan plasebo. Menurut NEAC (2009) pada ethical clearance pemberian plasebo tidak dianjurkan jika produk yang diujikan memberikan manfaat yang positif bagi kesehatan. Pengambilan darah dilakukan di PUSKESMAS Desa Dramaga oleh seorang perawat pada pagi hari. Setelah diberi informed consent, darah diambil dari 22 responden wanita dewasa secara aseptis dengan venojek sekali pakai. sampel darah ditempatkan dalam vacuntainer steril yang berisi antikoagulan EDTA. Darah tersebut kemduian di sentrifugasi untuk dipisahkan plasma darah, buffy coat dan sel darah merah. Plasma darah kemudian disimpan pada lemari pembeku pada suhu -20°C untuk meminimalisir aktivitas enzim dan siap untuk digunakan sebagai sampel pada analisa kadar retinol dan aktivitas enzim AST, Alt serta ALP. 4.4. Retinol Plasma Analisa kadar retinol pada plasma darah dilakukan untuk mengetahui status kecukupan vitamin A dari masing-masing responden sebelum dan sesudah mengikuti program. Dari hasil analisa retinol plasma, terjadi peningkatan rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68 umol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 umol/l). Pada Gambar 8 disajikan data kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi dengan MSMn selama 2 bulan. 54 5 Kadar Retinol (μmol/l) 4.5 4 Sebelum 3.5 sesudah 3 2.5 2 1.5 Batas normal = 0,7 μmol/l 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Kode Responden Gambar 8 Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi Berdasarkan WHO (2009) batas bawah kadar retinol plasma wanita dewasa (1549 tahun) dalam kondisi tidak hamil dan tidak menyusui adalah 0,70 umol/l. Dari 22 orang responden, terdapat 6 orang responden yang memiliki kadar retinol dibawah 0,70 umol/l. Setelah mengkonsumsi MSMn selama 2 bulan 4 dari 6 responden tersebut mengalami peningkatan kadar retinol plasma melebihi batas 0,70 umol/l. Menurut Parvin dan Sivakumar (2000), konversi β-karoten menjadi retinol lebih tinggi jika tikus dalam keadaan defisiensi vitamin A. Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn Parameter statistik Rata-rata Standar deviasi Maksimum Minimum Uji Berpasangan Jumlah responden yang turun Rata-rata penurunan Jumlah responden yang naik Rata-rata Peningkatan Jumlah responden yang tetap Sebelum Sesudah (μmol/l) (μmol/l) 1,561 1,680 1,060 1,129 3,930 4,347 0,283 0,338 Tidak signifikan 5 0,251 16 0,553 1 55 Jumlah β-karoten yang terkandung dalam MSMn yang dikonsumsi setiap responden setiap hari sebesar 2169,606 μg selama dua bulan mampu meningkatkan kadar retinol plasma 16 orang responden dengan rata-rata peningkatan kadar retinol 0,553μmol/l diperkirakan akibat dari konsumsi MSMn. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nestel dan Nalubola (2003) bahwa minyak sawit mentah yang dikonsumsi oleh responden dapat memperbaiki status vitamin A pada pengkonsumsinya. Minyak sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak (Silvan et al. 2001, Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963) dan wanita (Canfield et al. 2001). Pernyataan tersebut menunjang pernyataan Pervaiz et al. (1999), bahwa keberadaan retinol dalam darah merupakan penentu bagi status vitamin A individu. Retinol dapat diukur dalam plasma dan retinol plasma berguna untuk menilai status kecukupan vitamin A. Namun juga terdapat responden yang mengalami penurunan kadar retinol plasma sebanyak 5 orang dengan rata-rata penurunan kadar retinol plasma 0,251 μmol/l. Penurunan kadar karoten dan retinol pada 5 orang (responden nomer 2, 4, 14, 15 dan 21). Dari kelima responden yang mengalani penurunan retinol plasma, empat diantaranya kadar retinol plasma masih diatas batas normal. Turunnya kadar retinol plasma mungkin disebabkan oleh adanya kebutuhan akan antioksidan atau retinol pada sel darah atau sel tubuh lain, misalnya pada sel eritrosit, sel limfosit dan sel hati. Retinol juga berfungsi dalam proses regenerasi seluruh sel tubuh. Hanya satu responden yaitu nomer 14 mengalami penurunan kadar retinol plasma hingga kadarnya dibawah batas normal. Perubahan metabolisme vitamin A dapat terjadi akibat suatu penyakit seperti inflamasi. Menurut Kanda et al. (1990) Protein Retinol Binding (RBP) adalah protein fase akut negatif, dan karena itu, sintesis protein pada hati secara dramatis berkurang selama respon kekebalan tubuh. Konsekuensi utama berkurangnya sintesis RBP adalah bahwa vitamin A hati tidak dapat diangkut ke jaringan diluar hati dan akibatnya tingkat vitamin A plasma turun secara signifikan. Dugaan ini diperkuat dengan data hasil penelitian Nursalim (2012) yang menggunakan responden penelitian yang sama yang menyatakan bahwa responden nomer 14 mengalami peningkatan protein penanda inflamasi CRP. Saluran pencernaan manusia memiliki kemampuan mengkonversi karotenoid menjadi vitamin A dan dapat menyerap berbagai jenis karoten yang tidak dikonversi 56 disamping vitamin A (Parker 1989). β-karoten dan karotenoid lainnya yang terserap ditransportasikan dalam plasma darah secara khusus oleh lipoprotein bersama-sama dengan lemak diet lainnya. Keberadaan β-karoten dalam plasma secara tidak langsung menunjukkan kecukupan vitamin A, karena secara umum, asupan karoten dari diet akan dikonversi menjadi retinol akan tetapi jika kecukupan retinol telah terpenuhi maka sisa karoten dari diet akan diserap sebagai β-karoten. Kelebihan karoten ini berhubungan erat dengan peningkatan kapasitas antioksidan tubuh (Cobb 2001). Meningkatnya kadar retinol dalam plasma juga dapat dipengaruhi tingginya kandungan antioksidan pada MSMn yang diduga dapat meningkatnya aktivitas enzim βkaroten dioksidase dan retinaldehida reduktase yang berperan dalam menkonversi βkaroten menjadi retinol. Menurut Rimbach dan Pascual (2005) zat gizi antioksidan akan berinteraksi dengan sel reseptor dan memodulasi enzim sehingga mempengaruhi proses transkripsi dan sequensing DNA. Antioksidan dapat secara langsung berinteraksi dengan enzim sehingga mampu merubah aktivitas enzim. Menurut Deming dan Erdman (1999) makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II (CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Minyak sawit mentah mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu oleat dalam jumlah sebesar 37,3-40,8% dan linoleat 9,1-11,0% (Basiron 2005). Sehingga dengan konsumsi MSMn yang mengandung asam lemak jenuh dan karotenoid yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas enzim yang berperan dalam konversi karotenoid menjadi retinol. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan merupakan tahap awal yang sangat penting untuk proses penyerapan. Karotenoid diserap oleh enterosit usus halus melalui difusi pasif (Yeum & Russel 2002). Setelah proses penyerapan, karotenoid dalam jumlah yang besar akan bergabung dengan sel mukosa usus membentuk kilomikron yang kemudian akan dilepaskan pada limpa. Selanjutnya kilomikron diserap dengan sangat cepat oleh lipoprotein lipase dalam sistim sirkulasi. Very low density lipoprotein (VLDL) kemudian bertindak sebagai pembawa utama karotenoid dan dilanjutkan oleh low density lipoprotein (LDL) yang merupakan bagian plasma dengan konsentrasi karotenoid tertinggi. Karotenoid juga terdapat pada high density lipoprotein (HDL) (Olson 1994). 57 Menurut Blomhoff (1999), retinol yang diserap pada usus halus ditranspor menuju sel stellate hati untuk disimpan dalam bentuk retinil ester dan penyimpanannya melalui sel parenchymal. Jumlah total sel parenchymal dan sel stellate masing-masing 65% dan 7% dari total jumlah sel hati. Pada tikus rasio sel stellate dan parenchymal adalah 1:9. Bila setiap sel parenchymal memproduksi retinol binding protein (RBP) dan melepaskan komplek retinol-RBP, satu sel stellate yang bergabung dengan komplek retinol-RBP akan dilepaskan dari 7-9 sel parenchymal. RBP dan transthyretin (TTR) selanjutnya mengangkut retinol ke bagian mata, sel epitel dan sel-sel tubuh lainnya. 4.5 Bioavailabilitas Karotenoid Minyak Sawit Mentah (MSMn) Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration) adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat (Shi dan Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat dalam pangan. Pada manusia, bioavailabilitas karotenoid dapat dihitung dengan peningkatan kadar retinol pada plasma. Menurut Ross (2006) cadangan vitamin A pada hati dapat diukur secara tidak langsung dengan cara mengukur kadar retinol plasma sebelum dan sesudah diberikan vitamin A, bila terjadi peningkatan retinol plasma sebanyak 20% maka menunjukkan kadar retinol dalam hati cukup. Dari 16 orang responden yang mengalami peningkatan kadar retinol plasma diketahui rata-rata peningkatan kadar retinol plasma sebesar 67,87% setelah konsumsi MSMn yang mengandung 2169,606 μg per hari selama 60 hari. Pada penelitian yang dilakukan Stuijvenberg et al. (2000) konsumsi minyak sawit merah yang mengandung β-karoten total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat meningkatkan kadar retinol plasma menjadi dua kali lipat dan meningkatkan retinol air susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Data kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 19. 58 Tabel 19 Peningkatan kadar retinol plasma Kode Responden 1 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 17 18 19 20 22 Rata-rata Retinol μmol/l Sebelum Sesudah 2,5171 1,8221 2,3299 1,6071 2,1047 0,3965 2,5143 0,4741 0,8339 1,0796 0,3432 0,6126 1,1495 0,2831 3,2140 0,8313 3,5761 1,9561 3,4211 1,9284 2,5130 0,8641 3,4685 1,7325 0,8429 1,5015 1,2222 1,4405 1,2348 0,3378 4,3467 1,1265 1,3821 1,9695 Peningkatan retinol (%) 42,07 7,36 46,84 20,00 19,40 117,97 37,95 265,41 1,08 39,08 256,10 135,14 7,42 19,36 35,24 35,51 67,87 Zakaria et al. (2000) menjelaskan bahwa bioavailabilitas dinyatakan dengan nilai faktor Bioavailabilitas karotenoid dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal seperti komposisi karotenoid pangan, lemak pangan dan serat, sifat matriks pangan, preparasi pangan sebelum dikonsumsi, ukuran partikel, dan interaksi karotenoid selama penyerapan, metabolisme dan proses transportasi (Olson 1999; Parker et al. 1999; Hof et al. 2000, dan Yeum & Russel 2002). Menurut Rao (2000) karotenoid pada minyak sawit merah lebih mudah diserap (absorpsi 98%) dibandingkan dengan karotenoid dari tanaman lain karena karotenoid pada minyak sawit merah berada pada media minyak. Faulks et al. (2005) melaporkan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi bioavaliabilitas karotenoid adalah pelepasan karotenoid dari matriks pangan yang terjadi pada saat sel tanaman dihancurkan selama proses pengolahan. Hal ini juga yang membuat bioavailabilitas karotenoid pada MSMn tinggi, karena tidak terikat dalam matriks pangan. 59 Status nutrisi mempengaruhi bioavailabilitas karotenoid. Pada hewan percobaan, defisiensi nutrisi lainnya seperti protein dan zinc akan mempengaruhi sintesis retinol binding protein (RBP) sehingga mempengaruhi distribusi retinol. Faktor individu seperti sindrom mallabsorpsi lipid dan konsumsi alkohol juga sangat mempengaruhi penyerapan karotenoid yang berinteraksi dengan faktor-faktor lainnya (Tanumihardjo 2002). 4.6 Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati (AST, ALT dan ALP) Hati merupakan organ yang memilik banyak fungsi menurut Ganong (2001) fungsi hati diantaranya untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak, menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan detoksifikasi berbagai obat dan racun. Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin (50 mg/L), enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah (Lu 1995). Dilakukan analisa aktivitas enzim transaminase (AST dan ALT) untuk mendeteksi pengaruh konsumsi minyak MSMn terhadap fungsi hati. Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di dalam serum darah dapat memberikan informasi tentang tingkat kerusakan hati (Lehninger 2005). Aktivitas enzim AST dan ALT sebelum sesudah mengkonsumsi MSMn disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10. 60 Batas maksimal= 30 U/ls 35 Aktivitas AST (U/l) 30 25 20 15 10 5 Seebelum 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Sesudah Kode responden Gambar 9 Aktivitas AST pada plasma responden Tabel 20 Perbandingan aktivitas AST plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn Parameter statistik Rata-rata Standar deviasi Maksimum Minimum Uji Berpasangan Jumlah responden yang turun Rata-rata penurunan Jumlah responden yang naik Rata-rata Peningkatan Jumlah responden yang tetap Rata-rata tetap Sebelum (U/l) Sesudah (U/l) 9,640 7,052 8,567 6,304 29,136 24,051 0,153 0,068 signifikan pada p<0,05 10 6,924 5 1,831 7 1 Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l (Tabel 20). Konsumsi MSMn terbukti dapat menurunkan aktivitas AST pada plasma signifikan secara statistik (uji t berpasangan α 5%). Dari 22 orang responden terdapat 10 orang yang aktivitas ASTnya mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 6,92 U/l, 7 orang responden tidak mengalami perubahan yang signifikan (±1 U/l) dan 5 orang responden mengalami peningkatan aktivitas AST dengan rata-rata peningkatan sebesar 61 1,83 U/l. Menurut Huang et al (2006) metode analisa aktivitas AST dan ALT secara spektofotomeri dapat mendeteksi aktivias enzim pada kisaran 1-500 U/l. 30 Batas maksimum =25 U/l Aktivitas ALT (U/l) 25 20 15 sebelum 10 sesudah 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Kode responden Gambar 10 Aktivitas ALT pada plasma darah responden Tabel 21 Perbandingan aktivitas ALT plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn Parameter statistik Rata-rata Stdandar deviasi Maksimum Minimum Uji Berpasangan Jumlah responden yang turun Rata-rata penurunan Jumlah responden yang naik Rata-rata Peningkatan Jumlah responden yang tetap Sebelum Sesudah (U/l) (U/l) 12,605 9,413 4,629 5,743 23,062 22,045 3,910 0,068 signifikan pada p<0,05 18 3,565 3 1,356 1 Aktivitas ALT pada plasma darah responden disajikan pada gambar 8. Pada gambar 8 ditampilkan hasil analisa aktivitas ALT dari 22 orang responden. Rata-rata aktivitas ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l (Tabel 21). Konsumsi MSMn dapat menurunkan aktivitas ALT plasma signifkan secara statistik (uji t berpasangan α 5%). Dari 22 orang responden terdapat 18 orang yang aktivitas ALTnya mengalami 62 penurunan dengan rata-rata penurunan 3,565 U/l, 1 orang responden tidak mengalami perubahan yang signifikan (±1 U/l) dan 3 orang responden mengalami peningkatan aktivitas ALT dengan rata-rata peningkatan sebesar 1,356 U/l. Turunnya aktivitas AST dan ALT pada plasma darah responden diduga berkaitan dengan adanya total antioksidan, kapasitas dan aktivitas enzim antioksidan yang meningkat dalam tubuh responden. Dimana MSMn memiliki kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi dan memiliki peranan sebagai antioksidan. Hasil pengujian total antioksidan plasma pada 22 orang responden, semuanya mengalami peningkatan total antioksidan plasma dan kapasitas antioksidan pada eritrosit (Zakaria et al. 2011). Peningkatan status antioksidan responden menunjukkan bahwa status vitamin A tubuh sudah membaik sehingga terdapat sisa yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat mengurangi kerusakan akibat oksidan dengan menetralkan radikal bebas serta melindungi sel mencegah terjadinya kerusakan pada lipid, protein, enzim, dan DNA (Naskar et al. 2010). Enzim AST maupun ALT merupakan enzim intraseluler dan akan dikeluarkan ke dalam plasma apabila terjadi kerusakan pada sel yang mengandung enzim-enzim ini. Kerusakan sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim ini bocor dari sel yang rusak ke dalam aliran darah. Radikal bebas dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler lebih sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel (Costa et al. 2005). Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas dan fungsi esensial sel (Costa et al. 2005). Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus yaitu pada reaksi reduksi oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan radikal bebas dari sumber eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan olahraga berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh, dan karsinogen (Langseth 1995). Jumlah responden yang mengalami penurunan aktivitas AST lebih sedikit dibandingkan dengan yang mengalami penurunan aktivitas ALT. Hal ini menunjukkan bahwa antioksidan dari MSMn lebih efektif bekerja untuk melindungi hati. Hal ini dijelaskan oleh Lehninger (2005) dimana Letak AST di mitokondria organ hati, jantung, dan ginjal. Sedangkan ALT terdapat di sitosol hati saja dan jumlahnya pun lebih sedikit dibandingkan jumlah AST. Jadi, di antara kedua enzim ini yang lebih mencerminkan 63 fungsi hati adalaah ALT. Ennzim ALT dan d AST peenting dalam m diagnosiss kerusakan n hati. Padaa manusia, nilai n normall enzim ALT berkisar antara a 5-25 U/L, sedanngkan AST adara 5-35 U/L (Baronn 1992). Paada keadaann fungsi hatii yang tergaanggu, peninngkatan akttivitas T biasanya leebih banyakk daripada AST A (Kaplaan 1989). Aktivitas A AS ST maupun ALT ALT padaa 22 orang responden sebelum mengkonsum m msi MSMn masih dalam m batas no ormal, hal ini berkaittan dengann pemilihann respondeen yang sehat dan tidak dilak kukan s yangg biasa dilak kukan pada hewan perccobaan. pemaapaparan baahan kimia seperti Menurutt Kaplan (19989), selainn enzim AST T dan ALT,, ada empatt enzim lagi yang dapaat dijadikan indikator teerganggunyya fungsi haati, yaitu alkkalin fosfataase (EC 3.1 1.3.1), Gam mma-glutamiiltransferasee (EC 2.3.2.2), 5’-nu ukleotidase (EC 3.1.33.5), dan laktat dehiddrogenase (EC ( 1.1.1.227). Alkalinn fosfatase merupakann sekelomppok enzim yang berpeeranmempeercepat hidrrolisis fosfaat organik dengan meelepaskan ffosfat anorg ganik. enzim m ini terdappat dalam banyak jarinngan,terutam ma berasal dari d hati dann tulang, mu ucosa usus dan plaseenta. Aktivvitas enzim ALP sebeelum dan sesudah koonsumsi MSMn M disajikan pada Gambar G 11 dan d Tabel 22. 2 140 Batas normal = 20‐95 U/l aktivitas ALP (U/l) 120 100 80 60 Sebelum m 40 Sesudah 20 0 1 11 12 13 14 1 15 16 17 18 8 19 20 21 22 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kod de responden n Gambarr 11 Aktivittas ALP pad da plasma darah d responnden 64 Tabel 22 Perbandingan aktivitas ALP plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn Parameter statistik Rata-rata Standar deviasi Maksimum Minimum Uji Berpasangan Jumlah responden yang turun Rata-rata penurunan Jumlah responden yang naik Rata-rata Peningkatan Sebelum Sesudah (U/l) (U/l) 82,343 52,954 25,838 20,851 118,728 92,344 26,384 16,490 signifikan pada p<0,001 20 35,625 2 32,980 Aktivitas ALP pada plasma darah responden disajikan pada gambar 11. Pada gambar 11 ditampilkan hasil analisa aktivitas ALP dari 22 orang responden. Rata-rata aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l (Tabel 22). Konsumsi MSMn terbukti dapat menurunkan aktivitas enzin ALP plasma secara signifikan (uji t berpasangan α 1%). Dari 22 orang responden terdapat 20 orang yang aktivitas ALP-nya mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 35,625 U/l dan 2 orang responden mengalami peningkatan aktivitas ALP dengan rata-rata peningkatan sebesar 32,98 U/l. Aktivitas enzim ALP normal pada orang dewasa adalah 20-95 U/L (Baron 1992). Dari 22 orang responden terdapat 7 orang responden yang memiliki aktivitas ALP diatas normal. Namun belum mengindikasikan suatu penyakit tertentu. Menurut Venukumar dan Latha (2002) alkalin fosfatase meningkat bila terjadi kolestasis. Pada keadaan obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliarkadar enzim ini meningka 3-10 kalo dari nilai normal sebelum timbul ikterus dengan transaminase yang sedikit meningkat. Kadar enzim alkalin fosfatase diatas 180 U/L (biasanya diikuti denganpeningkatan bilirubin plasma) menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang mencapai 150 U/L khas pada virus hepatitis. ALP juga merupakan enzim intraseluler sama seperti ALT dan AST. Dimana aktivitasnya yang tinggi diatas batas normal pada plasma darah mengindikasikan terjadinya kerusakan sel. Konsumsi MSMn dengan kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan diduga dapat melindungi sel dari kerusakan oleh serangan radikal bebas. Turunnya aktivitas ALP pada 20 orang 65 responden erat kaitannya dengan meningkatnya total antioksidan dalam plasma. Hasil dari penelitian Edem dan Akpanabiatuk (2006) konsumsi minyak sawit merah pada level moderat (10% dan 20% dari total lemak ransum) mampu menjaga agar aktivitas enzim ALT, AST, ALP tikus berada pada batas normal. Penelitian Adeneye dan Banebo (2007) yang dilakukan membuktikan bahwa ektrak sawit memiliki efek hepatoprotektor, dimana tikus yang diinduksi acetaminophen dapat diturunkan kadar enzim penanda kesehatan hati (AST, ALT dan ALP) hingga batas normal. Ekstrak sawit selain dapat memberi asupan kalori, juga merupakan sumber dari provitamin A dan antioksidan yaitu karotenoid, tokoferol dan tokotrienol. Antioksidan ini memiliki kemaampuan untuk menghambat terbentuknya peroksida lemak dan menangkat singlet oksigen. Selain karotenoid, vitamin A dan vitamin E juga memiliki peranan sebagai hepatoprotektor dan dapat melindungi hati dari radikal bebas. Vitamin A dan E memiliki peran sebagai antioksidan primer yang dapat menangkap singlet oksigen mencegah terbentuknya lipid peroksida, dan vitamin E juga berperan sebagai antioksidan larut lemak yg bertugas melindungi membran dari radikal bebas. Menurut Friday et al (2009) retinol dan α tokoferol memiliki kemampuan hepatoprotektor dan terbukti dapat menurunkan aktivitas AST, ALT dan ALP pada plasma darah tikus yang terpapar gasoline, dimana α tokoferol memiliki kemampuan hepatoprotektor yang lebih kuat dibandingkan dengan retinol. Peningkatan kadar retinol pada plasma diduga memberikan pengaruh pada penurunan aktivitas enzim-enzim penanda fungsi hati tersebut. Menurut Panjaitan (2008) daya perlindungan hati oleh suatu senyawa (ekstrak akar pasak bumi) terhadap induksi bahan kimia (seperti CCl4) dapat dilihat dari kemampuannya menghambat peroksidasi lipid, menekan aktivitas enzim ALT dan AST serta meningkatkan aktivitas antioksidan enzim dan antioksidan non enzim. MSMn banyak mengandung vitamin A dan E yang juga terdapat pada tanaman lidah buaya. Penelitian Sopandi et al. (2007) membuktikan antioksidan yang terkandung dalam Aloe vera L. yaitu vitamin C, E, dan A dapat bertindak sebagai hepatoprotektor dengan mereduksi stres oksidatif dengan jalur penangkapan senyawa struktur elektrofil yaitu metabolit parasetamol (NAPQI) yang bertindak sebagai hepatotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Penelitian in vitro oleh Miladi dan Damak (2008) menyebutkan, bahwa ekstrak etanol daun lidah buaya yang 66 difraksinasi partisi menggunakan heksan menunjukkan total antioxidant capacity (TAOC) terbesar (471,300 ± 0,013) dengan phosphomolybdenum method dan antioxidant activity coefficient (AAC) terbesar pada β-carotene-bleaching methods. 67 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Respon Awal dan Penerimaan responden terhadap minyak sawit mentah adalah baik, sehingga dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA). Konsumsi minyak sawit mentah selama dua bulan dapat meningkatkan kadar retinol dalam plasma darah dan memperbaiki status kecukupan vitamin A responden. Setelah mengkonsumsi MSMn 3,27 ml perhari selama 2 bulan kadar retinol plasma responden meningkat. Rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68 μmol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 μmol/l). Sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati setelah mengkonsumsi MSMn dengan kandungan β-karoten 2169,606 μg selama dua bulan mengalami penurunan aktivitas. Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l. Rata-rata aktivitas ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l. Rata-rata aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l. 5.2 Saran Dilakukan penelitian tentang konsumsi MSMn pada responden yang mengalami gangguan fungsi hati dan responden yang mengkonsumsi alkohol. Serta dilakukan penelitian tentang pengaruh konsumsi MSMn terhadap ekspresi gen pada enzim βkaroten dioksidase dan retinaldehida reduktase yang berperan merubah β-karoten menjadi retinol. 68 69 DAFTAR PUSTAKA Adeneye AA dan Banebo AS. 2007. Ameliorating the effects of acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats with African red palm oil extract. Asian Journal of Traditional Medicines.vol2 244-248 Anggraeni, M. 2012. Konsumsi Minyak Sawit Merah Terhadap Jumlah Sel Natural Killer Dan Kadar Enzim Siklooksigenase 2 Pada Limfosit Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Dramaga Bogor. [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Baron DN. 1992. Kapita Selekta Patologi Klinik. Ed ke-4. Adrianto P dan Gunawan J. Penerjemah, Jakarta:EGCC.Terjemahan dari A Short Textbook of Chemical Pathology. hlm 113-231 Basirom Y.2005. Bailey’s Industrial Oil and fat Products. John Wiley & Sons,Inc Bauerfeind JC, Adams CR, Marusich WL. 1981. Carotenes and Vitamin A Precursor. London: AP Publ Bendich A, Olson JA. 1989. Biological Actions of Carotenoids. Faseb J 3: 1927-1932. Beutner S,Bloedorn B, Hoffman T, Martin HD. 2000. Synthetic Singlet OxygenQuencher. In: Packer L, Sies H, editor. Methods in Enzymology. Vol 314. New York: Academic Press Birch LL. 1998. Psychological influences on childhood diet. Journal of Nutrition. 128: 407S-410S. Birch LL. 2006. Child feeding practices and the etiology of obesity.Obesity 14 (3): 343344. Blomhoff dan Blomhoff HK. 2006. Overview of retinol Metabolism and Fnction. Journal Neurobiology 66(7):606-630 Boyer J, Liu RH. 2004. Apple Phytochemicals and Their Health Benefits. Nutrition Journal 3:5. Butt MS, Rasool J, Sharif K. 2006. Preparation and characterisation of cake rusks by using red palm oil fortified shortening. Food Science and Technology 12 (1): 8590. Calne RY. 1985. A Colour Atlas of Liver Transplantation. Weert: Wolfe Medical Publication. Canfield ML, Kaqminsky GR and taren LD.2001. Red Palm Oil i Material Diet Increase Provitamin A Carotenoid in Breastmilk and Serum in The Moather Infant Death. Journal Nutrition 40:30-38 70 Cardello AV, Schuutz H. 2000. Predictors of food acceptance, consumption and satisfaction in specific eating situations.Food Quality and Preference 11: 201216. [CIOMS].Council for International Organizations of Medical Sciences. 2002. International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects. Switzerland: WHO Press Choo YM, Yap SC, Ong ASH dan Gog SH.1994. Carotenoid in Palm Oil. Jurnal Food and Nutrition Bulletin 15(2):130-136 Chow CK. 1992. Fatty Acids in Food and Their Health Implication. New York: Marcel Dekker Inc.,pp.237-262 Cobb D. 2001. Red Palm Oil: More Than Just a Good Source of Vitamin A. Editor: Martin Price, Dawan Berkelaar. ECHO Development Notes 72:1-8 Costa PHA, Netoz ADA, Bezerras MA, Prisco JT, Filho EG. 2005. AntioxidantEnzymatic System of Two Sorghum Genotypes Differing in Salt Tolerance. J Plant Physiol 17(4):353-361 Deming DM, Erdman JE. 1999. Mammalian Carotenoid Absorption and Metabolism. Pure Appl Chem 71: 2213-2223. [DepKesRI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ditjenbun. 2009. Peran Strategis Kelapa sawit. Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan During H. 2004. Intestinal Absorption and Metabolism of Carotenoids: Insights from Cell Culture. Diacu dalam Méndez DH, Mosquera MIM. Bioaccessibility of Carotenes from Carrots: Effect of Cooking and Addition of Oil. Sevilla: Chemistry and Biochemistry of Pigments Group, Department of Food Biotechnology, Instituto de la Grasa Spain. Dutta D, Utpal R, Chaudhuri, Runu C. 2005. Structure, Health Benefits, Antioxidant Property and Processing and Storage of Carotenoids [review]. Afr J Biot 4 :1510-1520. Ebong PE, Owu DU, Isong EU 1999. Influence of Palm Oil (Elaesis guineensis) on health. Journal Plant Food for Human Nutrition 53(3):209-222 Edem D.O and Akpanabiatuk. M.I. 2006. Effects of Palm Oil – Containing Diets on Enzyme Activities of Rats. Pakistan Journal of Nutrition 5 (4): 301-305, Faulks RM, Southon S. 2005. Challenges to Understanding and Measuring Carotenoid Bioavailability. Biochim. Biophys. Acta 1740: 95-100. 71 Firmansyah M. 2007. Khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan (Sambucus javanica Reinw. ex Blume.) pada tikus putih galur Sprague Dewley yang diberi parasetamol[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Forrest VJ, Kang YH, Mc Clain DE, Robinson DH, Ramakrishnan N. 1994. Oxidative Stress Apoptosis Prevented by Trolox. Free Rad Biol Med 16:675-683. Friday E U, Patrick E, Ime B U. 2009. Comparative Hepatoprotective Effect of Vitamins A and E Against Gasoline Vapor Toxicity in Male and Female Rats. Gastroenterolog Research 2(5):295-302 Furr HC, Clark RM. 1997. Intestinal Absorption and Tissue Distribution of Carotenoids. J. Nutr. Biochem 8: 364-377. Ganong WF. 1991. Review of Medical Physiology. Connecticut: Appleton & Lange Gaziano Jm, Manson JE, Ridker PM, Buring JE dan Hennekens CH. 1990. Beta Caroten Therapy. Dallas USA Gibson GG. 2006. Pengantar Metabolisme Obat. Terjemahan Iis Aisyah. Jakarta: UI press. Goetz L.H.1986.Malnutrition and Immunological Function With Special reference to Cell Mediated Imunity. Journal Physic Anthropol 29:139-159 Gross J. 1991. Pigment in Vegetable Chlorophylls and Carotenoids. New York: van Nostrand Reinhold. Halliwell B, Guttridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. Oxford: University Press.Harley CWS. 1997.Oil Palm Selection and Breeding. In: Rhind D, (ed). The palm Oil. Longmann, London. Henry.R.J.1972.Enzyme in Clincal Chemistry, Principle and Technique.Young DS et al Clin Chem.18:1041 Hof KHVH, West CE, Weststrate JA, Hautvst JGAJ. 2000. Dietary Factors that Effect the Bioavailability of Carotenoids. J Nutr. 130: 503-506 Huang XJ, Choi YK, Hyung-Soon, Yarimaga O, Yoon E and Hak-Sun.2006. Aspartate Aminotransferase (AST/GOT) and Alanine Aminotransferase (ALT/GPT) Detection Techniques. Sensors, 6, 756-782 Jackson MJ. 1997. The Assessment of Bioavailability of Micronutrients: Introduction. Eur J Clin Nutr 51: S1– S2. 72 Jacques PF, Chyiack LT dan Wu S. 1991. Epideiologic Evidence of A Role for the Antioxidant Vitamin s and Carotenoids in Cataract Prevention. J.Clin.Nutr.53(Suppl.):352S-355S Jakus V. 2000. The Role of Free Radicals, Oxidative Stress and Antioxidant System in Diabetic Vascular Disease. J Bratisl Lek Listy 101(10):541-551. Jatmika A dan Guritno P.1997. Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak Goreng Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 5 (2): 127-138 Kanda, Y., N. Yamamoto, and Y. Yoshino. 1990. Utilization of vitamin A in rats with inflammation. Biochim. Biophys. Acta. 1034: 337-341. Kaplan LA, Pesce JA. 1989. Clinical Chemistry: Theory Analysis and Corelation. Edisi ke-3.New York: Mosby. Ketaren.2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Ketaren. 2008. Pengantar teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Jakarta Press Kobayashi M, Sakamoto Y. 1999. Singlet Oxygen Quenching Ability of Astaxanthan Esters from The Green Algae Haematococcus pluvialis. Biotech Lett 21:265269. Koolman J, Rohm KH. 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry. Krinsky NI, Mayne ST, Sies H, editor. 2004. Carotenoids in Health and Disease. New York: Marcel Dekker. Langseth L. 1955. Oxidants, Antioxidants and Dissease Prevention. Belgium: ILSI Europe. Lee SH, Min DB. 1990. Effects, Quenching Mechanism and Kinetics of Carotenoids in Chlorophyll-Sensitized Photooxidation of Soybean Oil. J Agric Food Chem 38:1630-1634. Lee Rd, Thomas CF, Marietta RG dan Stark WS. 1996. Vitamin A, Visual pigments, and Visual receptors in Drosophila. MicroscopyResearch Tech.35(6):418-430 Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid II. Thenawidjaja M, penerjemah; Jakarta: Erlangga Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Lian OK, Tie LT, Rose CS, 1967. Red palm oil in the prevention of vitamin A deficiency: a trial of preschool children in Indonesia. Am J Clin Nutr ;20:1267– 1274. 73 Lin SW. 2002. Palm Oil. In: Gunstone FD (ed.). Vegetable Oil in Food Technology: Composition, Properties, and Uses. Canada: Blackwell Publishing CRC Press Linder MC. 1991. Biochemistry of Copper. In Biochemistry of The elementseries, ed. FRIEDEN, E.,pp.43-52.Elsiever, New York. Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi ke2. Jakarta: UI press. Madanijah S. 2003. Model pendidikan “Gi-Psi-Sehat” bagi ibu serta dampaknya terhadapperilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Manorama R, Brahmam GN, Rukmini C.1996. Red palm oil as a source of betacarotene for combating vitamin A deficiency. Plant Foods Hum Nutr;49:75–82. Manorama R, Jyothirmai RS, Aparna K. 2001. Effect of Suplementation of Red Palm Olein on Serum Lipid and antioxidant levels of Healthy Human Subjects and Iron Absorption in Anemic Adolescent Girls. Porim International Palm Oil Congress Proceeding (nutrition), pp134-146 Marliana N. 2005. Potensi ekstrak daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai hepatoprotektor pada tikus putih galur Sprague Dewley [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1984. Biokimia. Dharma A, Kurniawan AS; Jakarta EGC Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Review of Biochemistry. Meridian YA. 2000. Kajian Ketersediaan Hayati β-Karoten Minuman Emulsi Karoten Minyak Sawit dalam Hati dan Plasma Tikus (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Micozzi MS et al. 1992. Plasma Carotenoid Response to Chronic Intake of Selected Foods and Beta-carotene Supplements in Men. Am J Clin Nutr 55: 1120-1125. Miladi S dan Damak M.2008. In Vitro Antioxidant Activities Of Aloe vera Leaf Skin Extract. Journal de la Société Chimique de Tunisie.101-109 101 Muhtadi TR, Puspitasari NL dan Adawiyah DR.1993. Formulasi Minuman Emulsi Minyak sawit Merah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi.Yogyakarta Murray RK, Daryl KG, Peter A. Mayes dan Victor WR. 1995. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry).(Ed)22.Jakarta 74 Nabet FB. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan dalam System Biologis. Di dalam: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan. Proseding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan Kedutaan Besar Perancis di Jakarta. Naskar.S, Islam.A , Mazumder U. K, Saha P., Haldar P. K, and Gupta M.2010. In Vitro and In Vivo Antioxidant Potential of Hydromethanolic Extract of Phoenix dactylifera Fruits. J. Sci. Res. 2 (1), 144-157 (2010) Narasingha Rao BS. 2000. Potential use of red palm oil in combating vitamin A deficiency in India. Food and Nutrition Bulletin 21 (2): 202–211. [NEAC] National Ethics Advisory Committee .2009. Ethical Guidelines For Intervension Studies. Wellington: Ministry of Health Neeld JB and Pearson WN. 1979. Macro and Micromethod for the Determination of Serum Vitamin A Using Trifluoroacetic Acid. Journal of Nutriton. 79:454-462 Nestel P, Nalubola R. 2003. As little as one teaspoon of dietary fat in meal enhances the absorption of β-carotene [article]. Washington DC, USA: ILSI Human Nutrition Institute. Ooi CK, Choo YM, Yap SC, Ma AN dan Barison Y. 1993. Production of Palm Oil carotene Concentrate. Proc. PIPOC 1993, Malaysia. Olson JA.1989. Biological Actions of Carotenoids. J Nutr 119: 94−95. Olson JA.1994. Absorption, Transport, and Metabolism of Carotenoids in Humans. Pure & Appl.Chem 66:1011-1016. Owu.D U, Osim. E.E, Ebomh. P.E. 1997.Serum Liver Enzyme Profile of Wistar Rats Following Chronic Consumption of Fresh or Oxidized Palm Oil Diets. ScienceDirect Acta Tropica volume 69 issue I Pahan I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Panjaitan, R. G.P.2008.Pengujian Hepatoprotektor Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.). [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Parker RS. 1989. Carotenoids in human blood and tissues. Amr. J. Nutr. 119: 101-104. Parvin SG dan Sivakumar B.2000. Nutritional status affects intestinal carotene cleavage activity and carotene conversion to vitamin A in rats.J Nutr 2000;130:573–577. Papas AM. 1999. Antioxidant: Status, Diet, Nutrition, and Health. New York: CRC Press. 75 Pervaiz S, Gilani AH, Qayyum M. 1999.Relationship of serum retinol, β-carotene and serum proteins in women at postpartum from different age and socioeconomic group. Int. J. Agri. Biol. 1 (4): 262-266. Pilgrim FJ. 1956. The Components of Food Acceptance and Their Measurement. New York: Symposium on Nutrition and Behavior, Laboratory of Physiological Hygiene, University of Minnesota, April 27, 1956 with the cooperation of the National Vitamin Foundation, Inc. www.ajcn.org [19 Juli 2006]. Ping BTY, dan May CY. 2000. Valuable Phytonutrients in Commercial Red Palm Oil. Palm Oil Development, 32: 20-25. Pratap SR, Sashwat S, Suman K. 2004. Free Radicals Oxidative Stress in Neurodegenerative Diseases: Relevance of Dietary Antioxidants. JIACM 5(3):218-225. Pulungan Z, Darnoko, Purhoyo E dan Kabul P.2000. Strategi Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit dalam Menghadapi Technical Barrier. Disampaikan pada seminar MAKSI 29 Maret 2000. Jakarta Puspitasari DA. 2008. Optimasi proses produksi dan karakterisasi produk serta pendugaan umur simpan olein minyak sawit merah [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Loganathan R, Kanga RS, Ammu R and Klaanithi N.2008.Palm Oil Rich in Health Promoting Phytonutrient. Palm Oil development Ria R. 2011. Sikap Ibu dan Anak terhadap Konsumsi Minyak Sawit Merah di desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rimbach.G.and Pascual.S.D.T. 2005. Nutrigenomic. London: Taylor and Francis Group. Rismawati. 2008. Optimasi deodorisasi olein dan stearin minyak sawit merah serta aplikasinya pada tempe dan ubi jalar putih [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rodriguez-Amaya DB. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Foods. Washington DC: ILSI Human Nutrition Institute. Rodriguez-Amaya DB, Kimura M. 2004. HarvestPlus Handbook for Carotenoid Analysis. Washington DC: HarvestPlus. Roels OA, Djaeni S, Trout ME, 1963. The effect of protein and fat supplementation on vitamin A–deficient Indonesian children. Am J Clin Nutr;12:380–387. 76 Rohdiana, D.2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh, Majalah Jurnal Indonesia 12, (1), 53-58 Ross CA. 2010. Vitamin A. In: Coates PM, Betz JM, Blackman MR, et al., eds. Encyclopedia of Dietary Supplements. 2nd ed. London and New York: Informa Healthcare:778-91. Sadikin M. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Penerbit Widya Medika Tambunan KC. 1993. Gangguan hemostasis pada sirosis hati dan saran penatalaksanaannya di Indonesia [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Schaffner DJ, Schroder WR, Earle MD. 1998. Food Marketing: An International Perspective.Singapore: McGraw-Hill Companies, Inc. Scrimshaw NS. 2000. Nutritional potential of red palm oil for combating vitamin A deficiency. Tokyo: The United Nations Univ. Press. Food and Nutrition Bulletin 21(2): 195–201. Shi J, Le Maguer M. 2000. Diacu dalam Parada, Aguilera JM. 2007. Food Microstructure Affects the Bioavailability of Several Nutrients. J Food Science 72: R 21 – 32. Shiau et al. 1990. Diacu dalam Dutta D, Utpal R, Chaudhuri, Runu C. 2005. Structure, Health Benefits, Antioxidant Property and Processing and Storage of Carotenoids [review]. Afr J Biot 4:1510-1520. Sivan YS, Jayakumar YA, Arumughan C.2001. Impact of β-carotene supplementation through red palm oil. J Trop Pediatr .47:67–72. [SNI].Standar Nasional Indonesia.2006.Minyak Kelapa Sawit Mentah. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Soedikarijati. 2001. Sosio budaya pangan, konsumsi pangan dan status gizi anak balita masyarakat IDT di Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara [tesis]. Bogor: InstitutPertanian Bogor. Sopandi T dan Iwan S.2007. Efek pemberian iridoid rumput mutiara terhadap total bilirubin, alkalin fosfatase dan glutation kelinci terpapar acetaminophen. Saintek, Vol. 11, No. 1, Juli 2007: 23-33 Sutapa Mukherjee and Analava Mitra. 2009. Health Effects of palm Oil. J Hum Ecol,26(3):197-203 Tahir, I., Wijaya, K., Widianingsih, D., (2003). Seminar on Chemometrics- Chemistry Dept Gadjah Mada University, Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas Antioksidan senyawa Turunan Flavon/Flavonol, 25 Januari. 77 Tambunan KC.1993. gangguan Hemostasis pada Sirosis Hati dan Saran Penatalaksanaannya di Indonesia [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia Tanumihardjo SA. 2002. Factors Influencing the Conversion of Carotenoids to Retinol: Bioavailability to Bioconversion to Bioefficacy. Int J Vitam Nutr Res 72(1):4045 Venekumar MR and M.S. Latha. 2002. Hepatoprotective Effect of The Methanolic Extract of Curculigo orchioides in CCl4- trated Male Rats. Indian J. Pharmacol.,34:269-275 Van Stuijvenberg ME, Faber M, Dhansay MA.2000. Red Palm Oil As a Source Of Beta-Carotene In a School Biscuit Used To Address Vitamin A Deficiency In Primary School Children. Int J Food Sci Nutr.51(suppl):S43–S50. Waysima. 2011. Peran Ibu pada Pembentukan Perilaku Makan Ikan LautSiswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [Disertasi]. Bogor. Intitut Pertanian Bogor. [WHO] World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Populations at Risk 1995-2005. WHO Global Database on Vitamin A Defociency. Geneva: WHO. Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat.Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB Winklhofer-Roob, BM. et al. 1995. Enhanced Resistance to Oxidation of Low Density Lipoproteins and Decreased Lipid Peroxide Formation During Beta-Caroten Supplementation in Cystic Fibrosis. Free Radical Biology and Medicine 18:849859. Wong ML, Tims RE and Goh BM. 1988. Colorimetric Determination of Total Tocopherol in Palm Oil, Olein and Stearin. Journal American Oil Chemists’s Society 65(2):258-261 Wylma. 2003. Ketersediaan Hayati Karotenoid Bubuk Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers) pada Hati Tikus (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yap SC, Choo YM, Ooi CK, Ong ASH, Goh SH.1991. Quantitative analysis of carotenes in the oil from different palm species. Elaeis. Food and Nutrition Bulletin.3:309–18 Yeum K, Russel RM. 2002. Diacu dalam Parada, Aguilera JM. 2007. Food Microstructure Affects the Bioavailability of Several Nutrients. J Food Science 72: 21 – 32. 78 Yuliawan I. 1997. Aspek teknologi Produksi Minyak sawit Asi (MSA) di PT. Perkebunan Nusantara VI. Psaman, Sumatra Barat (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB Zakaria FR, Djaelani M, Setiana, Rumondong E, Nurrochmah. 2000. Carotenoid Bioavailability of Vegetables and Carbohydrate-Containing Foods Measured by Retinol Accumulation in Rat Livers. J Food Comp Anal 13 : 297-310. Zakaria FR, Waysima, Soekarto ST, Aryudhani N dan Kusrina R.2011. Pemanfaatan Provitamin A Minyak Sawit Merah untuk Mengatasi Kekurangan Vitamin A di Masyarakat Indonesia. Bogor: Laporan Akhir Program SawitA Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Ziegler RG. 1989. A Review of Epidemiologic Evidence that Carotenoids Reduce the Risk of Cancer. J Nut 119: 116−122. 79 Lampiran 1. Brosur Program SawitA 80 Lampiran 2. Komik edukasi Program SawitA 81 Lampiran 3. Informed consent SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) PROGRAM SawitA PEMANFAATAN PROVITAMIN A MINYAK SAWIT MERAH UNTUK MENGATASI KEKURANGAN VITAMIN A DI INDONESIA PROGRAM COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY AGRIBUSINESS FOOD PT SMART TBL DAN EKA TJIPTA FOUNDATION PELAKSANA FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR BEKERJASAMA DENGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR Saya yang bertandatangan di bawah ini Nama : Umur : Pekerjaan : Asal Desa : Menyatakan telah mendapatkan penjelasan dan informasi tentang Program SawitA beserta produknya. Saya telah mengetahui dan mencoba produk tersebut. Oleh karenanya, saya BERSEDIA menjadi RESPONDEN dalam pelaksanaan Program SawitA sesuai prosedur dan jadwal terlampir. Bogor, 2011 Responden, (................................................) 82 Lampiran 4. Kuesioner (1) Biodata responden dan keluarga 83 84 85 Lampiran 4. Kuesioner (2) Respon awal setelah ± 4 hari mengkonsumsi 86 87 Lampiran 4. Kuesioner (3) Respon setelah mengkonsumsi 2 minggu 88 89 Lampiran 4. Kuesioner (4) Respon setelah mengkonsumsi 1 bulan 90 91 Lampiran 4. Kuesioner (5) Respon setelah mengkonsumsi 2 bulan 92 93 94 95 96 Lampiran 5 Hasil Analisa Retinol Plasma sampel DRAMAGA BABAKAN rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Retinol ug/dl sebelum 72,12438 112,5993 52,20851 93,06705 66,75807 46,04738 60,30523 11,35982 72,04231 13,58539 23,89434 30,9341 9,834549 40,2435 58,46156 14,14389 17,55401 32,93668 8,11035 92,09302 31,76024 23,8204 44,722 sesudah 102,4661 33,38353 56,04867 46,31416 98,02478 55,25471 72,00665 24,7605 99,38419 49,64222 24,15126 43,02264 35,02045 3,778682 34,93838 14,22508 41,27611 35,38176 9,680282 124,546 23,28278 32,27843 48,13033 Retinol μmol/l Sebelum 2,517141 3,929715 1,822077 3,24804 2,329857 1,607054 2,104652 0,396458 2,514277 0,47413 0,833913 1,0796 0,343226 1,404498 2,040308 0,493622 0,612635 1,14949 0,283051 3,214046 1,108432 0,831332 1,560798 Sesudah 3,576065 1,165085 1,956098 1,616364 3,421065 1,928389 2,513032 0,864142 3,468508 1,732513 0,842879 1,50149 1,222214 0,131876 1,21935 0,496455 1,440536 1,234823 0,337842 4,346656 0,812569 1,126517 1,679749 97 Lampiran 6 Hasil Analisa Aktivitas ALT Plasma Dramaga absorbansi 11 0,08 12 0,078 13 0,089 21 0,096 22 0,095 23 0,096 31 0,086 32 0,092 33 0,129 41 0,118 42 0,114 43 0,12 51 0,072 52 0,072 53 0,075 61 0,104 62 0,104 63 0,093 71 0,025 72 0,026 73 0,022 81 0,023 82 0,031 83 0,031 91 0,072 92 0,07 93 0,07 101 0,067 102 0,07 103 0,065 111 0,098 112 0,095 113 0,096 babakan 11 0,073 Sebelum Sesudah approx rata-rata approx rata-rata (U/I) (U/I) absorbansi (U/I) (U/I) 13,119 13,5141 0,075 12,271 12,3277 12,780 0,076 12,441 14,644 0,075 12,271 15,831 15,7740 0,087 14,305 14,5311 15,661 0,088 14,475 15,831 0,09 14,814 14,136 16,9040 0,079 12,949 14,1356 15,153 0,071 11,593 21,424 0,108 17,864 19,559 19,4463 0,06 9,729 9,6723 18,881 0,059 9,559 19,898 0,06 9,729 11,763 11,9322 0,045 7,186 9,2203 11,763 0,064 10,407 12,271 0,062 10,068 17,186 16,5650 0,111 18,373 17,6949 17,186 0,104 17,186 15,322 0,106 17,525 3,797 3,9096 0,01 1,254 1,2542 3,966 0,012 1,593 3,288 0,008 0,915 3,458 4,3616 0,021 3,119 2,7797 4,814 0,018 2,610 4,814 0,018 2,610 11,763 11,5367 0,094 15,492 15,5480 11,424 0,095 15,661 11,424 0,094 15,492 10,915 10,9718 0,038 6,000 5,7175 11,424 0,035 5,492 10,576 0,036 5,661 16,169 15,8870 0,062 10,068 10,2373 15,661 0,065 10,576 15,831 0,062 10,068 11,932 11,4802 0,055 8,881 8,8814 98 12 13 21 22 23 31 32 33 41 42 43 51 52 53 61 62 63 71 72 73 81 82 83 91 92 93 101 102 103 111 112 113 0,07 0,068 0,064 0,065 0,067 0,08 0,078 0,077 0,058 0,059 0,06 0,087 0,083 0,09 0,137 0,139 0,14 0,036 0,037 0,033 0,082 0,083 0,08 0,061 0,065 0,058 0,09 0,098 0,097 0,004 0,004 0,005 11,424 11,085 10,407 10,576 10,915 13,119 12,780 12,610 9,390 9,559 9,729 14,305 13,627 14,814 22,780 23,119 23,288 5,661 5,831 5,153 13,458 13,627 13,119 9,898 10,576 9,390 14,814 16,169 16,000 0,237 0,237 0,407 10,6328 12,8362 9,5593 14,2486 23,0621 5,5480 13,4011 9,9548 15,6610 0,2938 0,056 0,054 0,053 0,053 0,044 0,051 0,064 0,056 0,05 0,056 0,055 0,075 0,068 0,067 0,139 0,13 0,129 0,003 0,003 0,003 0,09 0,089 0,087 0,017 0,027 0,023 0,049 0,047 0,043 0,064 0,06 0,063 9,051 8,712 8,542 8,542 7,017 8,203 10,407 9,051 8,034 9,051 8,881 12,271 11,085 10,915 23,119 21,593 21,424 0,068 0,068 0,068 14,814 14,644 14,305 2,441 4,136 3,458 7,864 7,525 6,847 10,407 9,729 10,237 8,0339 9,2203 8,6554 11,4237 22,0452 0,0678 14,5876 3,3446 7,4124 10,1243 99 Lampiran 7 Hasil Analisa Aktivitas AST Plasma Sebelum Sesudah approx rata-rata approx rata-rata Dramaga absorbansi (U/I) (U/I) absorbansi (U/I) (U/I) 11 0,064 10,40678 10,18079 0,037 5,830508 6,734463 12 0,063 10,23729 0,041 6,508475 13 0,061 9,898305 0,049 7,864407 21 0,051 8,20339 8,090395 0,014 1,932203 3,118644 22 0,055 8,881356 0,024 3,627119 23 0,045 7,186441 0,025 3,79661 31 0,034 5,322034 5,661017 0,026 3,966102 3,740113 32 0,035 5,491525 0,02 2,949153 33 0,039 6,169492 0,028 4,305085 41 0,12 19,89831 20,32203 0,116 19,22034 19,55932 42 0,125 20,74576 0,12 19,89831 51 0,088 14,47458 14,47458 0,028 4,305085 5,152542 52 0,088 14,47458 0,038 6 61 0,173 28,88136 29,13559 0,144 23,9661 24,05085 62 0,176 29,38983 0,145 24,13559 71 0,02 2,949153 3,20339 0,018 2,610169 2,610169 72 0,023 3,457627 0,018 2,610169 81 0,013 1,762712 1,932203 0,01 1,254237 1,338983 82 0,015 2,101695 0,011 1,423729 91 0,013 1,762712 1,847458 0,026 3,966102 3,881356 92 0,014 1,932203 0,025 3,79661 101 0,021 3,118644 3,288136 0,026 3,966102 3,542373 102 0,023 3,457627 0,021 3,118644 111 0,027 4,135593 4,050847 0,034 5,322034 5,152542 112 0,026 3,966102 0,032 4,983051 b11 0,1 16,50847 16,76271 0,112 18,54237 17,69492 12 0,103 17,01695 0,102 16,84746 21 0,003 0,067797 0,067797 0,038 6 6,084746 22 0,003 0,067797 0,039 6,169492 31 0,099 16,33898 16,42373 0,026 3,966102 4,135593 32 0,1 16,50847 0,028 4,305085 41 0,003 0,067797 0,152542 0,003 0,067797 0,067797 42 0,004 0,237288 0,003 0,067797 51 0,125 20,74576 20,74576 0,05 8,033898 8,372881 52 0,125 20,74576 0,054 8,711864 100 61 62 71 72 81 82 91 92 101 102 111 112 0,128 0,124 0,003 0,004 0,099 0,101 0,013 0,015 0,021 0,026 0,075 0,08 21,25424 20,57627 0,067797 0,237288 16,33898 16,67797 1,762712 2,101695 3,118644 3,966102 12,27119 13,11864 20,91525 0,152542 16,50847 1,932203 3,542373 12,69492 0,076 0,074 0,003 0,003 0,073 0,068 0,026 0,028 0,034 0,035 0,039 0,043 12,44068 12,10169 0,067797 0,067797 11,9322 11,08475 3,966102 4,305085 5,322034 5,491525 6,169492 6,847458 12,27119 0,067797 11,50847 4,135593 5,40678 6,508475 101 Lampiran 8 Hasil Analisa Aktivitas ALP Plasma Kode sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 rata-rata Kadar ALP Sebelum (U/l) 65,960 79,150 112,132 72,556 75,854 36,378 93,993 26,384 82,450 102,238 75,854 102,238 92,944 36,278 88,845 118,728 108,834 51,565 105,536 82,450 105,536 95,642 82,343 Kadar ALP sesudah (U/l) 16,490 49,626 92,344 62,662 59,364 29,682 36,278 49,470 39,576 42,874 46,172 49,470 44,750 79,152 48,211 32,980 69,258 30,812 92,344 39,576 69,258 84,649 52,954 102 Lampiran 9. Data Responden Nama Jenis Kelamin Rosita P 26 Ahmad Faqih L 3 Dwi Basuki L 35 Ustad SMA S. Zulfa salsabila P 9 Pelajar SD Aas Hasanah P 41 SD Sinta Widia P 5 IRT Tidak Bekerja Erik Erlangga L 17 Pelajar SMA Risma melati P 11 Pelajar SD Nenden Claudia P 8 Pelajar SD Endang L 59 SD Siska Prastika P 19 Wiraswasta Tidak Bekerja Haryanti P 42 IRT SMA Herman L 45 Swasta SMA Ismi febila P 17 Pelajar SMA Indy velista P 14 Pelajar SMP Roy Jiran L 9 Pelajar SD Ilbi melfa Ainun L 6 Pelajar SD Nureviani P 35 SMA Agni Assypa P 0,5 IRT Tidak Bekerja Ismail L 36 Putri Saffana P 5 haweni P Jupri Usia Pekerjaan Riwayat Kesehatan Pendidikan Ustadzah Tidak Bekerja gangguan penglihatan SMA Belum Sekolah ISPA (Batuk pilek asma) Belum Sekolah SD ISPA (Batuk pilek asma) Belum Sekolah Wiraswasta Tidak Bekerja SMP 43 IRT SD L 46 Sleila S Lenfi Kurnia Devi P 23 Buruh Tidak Bekerja P 14 Pelajar Tsaabita Rifkah P 9 Pelajar Tati P 61 Mintarsih P 35 IRT Tidak Bekerja jaya jaenudin L 28 Buruh SMA Rucita Riyadu P 23 Tidak SMA Belum Sekolah Darah tinggi SMP SMA SMA SD Rematik SD SMP 103 Bekerja Nining nengsih P 30 ahmad Fakhri L 9 Haura Maulida P 5 Ismayanti Dhafa Febriansyah P 41 L 3,25 Toni demon L Fani Triana Tidak Bekerja Pelajar Tidak Bekerja SMP ISPA (Batuk pilek asma) SD ISPA (Batuk pilek asma) Belum Sekolah IRT Tidak Bekerja SMP 43 Wiraswasta SMA P 28 SMP Laras Kirana P 0,33 IRT Tidak Bekerja Wahyu permana L 40 M. Malik Fajar L Novalina P Muzafar L Wasirin Belum Sekolah Belum Sekolah Wiraswasta ISPA (Batuk pilek asma) SMA 6 Pelajar ISPA (Batuk pilek asma) Belum Sekolah 35 SMA 0,5 IRT Tidak Bekerja L 34 Wiraswasta SD M. Fawas Muzaki M. Sayyid Muzaki L 10 Pelajar SD L 6 Pelajar Belum Sekolah Santi Rosifah P 32 SMP zalpa Zairo L 4 IRT Tidak Bekerja Yakub L 39 Wiraswasta SMP M. Syah Rizky L 12 SMP M. Dawan QB L 5 Pelajar Tidak Bekerja Mariamah P 40 IRT Yeni P 32 IRT SMA Atika P 41 IRT SD Santi P 31 IRT SMA Nia K P 35 IRT SD Yayah P 38 IRT SMA Patimah P 40 IRT SD Sopiah p 40 IRT SMA Tinah P 38 Pedagang SMA Sunarsih P 40 IRT SMA cacih P 40 IRT SMA Sumarni P 29 IRT SMA Nurjanah P 37 Pedagang SMA Belum Sekolah Belum Sekolah Belum Sekolah ISPA (Batuk pilek asma) SD 104 Umi Rohmah P 44 IRT SD Atikah P 35 IRT SD Susi haryati P 30 IRT SMA Titin sumarnia P 40 IRT SMP Sri Mulyani P 35 IRT Lilis P 44 IRT Zubaidah P 44 IRT ISPA (Batuk pilek asma) SMA SD ISPA (Batuk pilek asma) SD 105 Lampiran 10 Data responden yang diambil darah Nama Ismayanti Mintarsih Mariamah Yeni Atika Santi Nia K Yayah Patimah Sopiah Tinah Sunarsih cacih Sumarni Nurjanah Umi Rohmah Atikah Susi haryati Titin sumarnia Sri Mulyani Lilis Zubaidah Usia 41 35 40 32 41 31 35 38 40 40 38 40 40 29 37 44 35 30 40 35 44 44 Pekerjaan IRT Tidak Bekerja IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT Pedagang IRT IRT IRT Pedagang IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT 40