BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia ketika mengalami kondisi yang mengalami paparan panas,
tubuh akan berusaha mempertahankan suhu tubuh pada kondisi normal (sekitar
36-37oC) melalui beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, dan
radiasi, melalui respon-respon fisiologis seperti peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi, serta sistem termoregulator di otak (hipotalamus). Ketika paparan
panas tersebut dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kelelahan dan
mengakibatkan mekanisme kontrol tidak lagi bekerja optimal yang dapat
menimbulkan heat stress (Spellman dan Withing, 2005)
Untuk meminimalisir terjadinya heat stress maka diperlukan tindakan
pencegahan seperti perbaikan lingkungan kerja atau perbaikan pakaian yang
digunakan oleh pekerja yang dapat melindungi dari lingkungan panas
(Muflichatun, 2006). Pakaian yang dapat digunakan unuk melindungi tubuh dari
lingkungan panas adalah thermal protective clothing. Tujuan dari penggunaan
protective clothing jenis ini adalah untuk mengurangi paparan panas yang
dirasakan oleh kulit yang berasan dari api atau radiasi matahari. Untuk mencapai
tujuan ini, protective clothing harus memiliki kemampuan tahan api dan isolasi
panas yang baik sehingga bahan kain yang digunakan biasanya terbuat dari
material komposit yang tidak leleh, tahan api, dan mampu mempertahankan
kekuatan dan fleksibilitas pada suhu tinggi (Bajaj dan Sangupta, 1992)
Pada dasarnya, protective clothing yang digunakan sudah cukup baik
untuk melindungi dari paparan panas lingkungan seperti radiasi matahari dan api
karena protective clothing memiliki konduktivitas panas yang rendah sehingga
menahan panas dari luar ke dalam tubuh. Ketika pemakainya melakukan aktivitas
fisik di lingkungan yang panas, disaat yang sama tubuh juga akan menghasilkan
panas yang akan dikeluarkan oleh kulit untuk menyetimbangkan suhu dalam
tubuh. Akan tetapi, panas yang dihasilkan dari tubuh terjebak di area antara kulit
dan clothing yang membuat panas susah dikeluarkan. Akibatnya, pemakai dari
protective clothing tidak merasa nyaman dalam mengenakan pakaian tersebut dan
dapat mengakibatkan tambahan heat stress bagi pemakainya.
Ada beberapa cara untuk menanggulangi heat stress yang dialami oleh
pemakai dari protective clothing. Beberapa referensi menyebutkan penggunaan
teknik pre-cooling ataupun post-cooling dapat mengurangi resiko heat stress.
Teknik pre-cooling yang digunakan untuk protective clothing diantaranya Fluid
Cooling Garments (FCG), Evaporative device dan Phase Change material (PCM)
(Yang et al, 2012). FCG biasanya menggunakan liquid cooling dari glycol
(Cadarette et al, 2002), evaporative device menggunakan desain air cooling
system untuk clothing seperti mendesain ventilasi untuk mempermudah keluarnya
panas dari dalam tubuh (Heled et al, 2004), dan terakhir adalah material yang
dapat berubah fasa atau Phase Change Material (PCM) yang dapat menyerap
panas tubuh dari kulit dengan material yang dapat berubah fasa dari padat ke cair
(Kiekens dan Jayarakaman, 2012).
PCM merupakan salah satu teknik pre-cooling yang berkembang cukup
pesat untuk digunakan sebagai pendingin protective clothing. Menurut Kosny et
al (2013) PCM dapat berasal dari material organik seperti Paraffin, asam lemak,
hingga gula alkohol. Selain material organik, material material anorganik seperti
garam-garam hidrasi juga dapat digunakan sebagai PCM. Materal lain yang dapat
digunakan adalah biomaterial seperti asam lemak dari hewan dan minyak-minyak
tumbuhan yang memenuhi syarat penggunaan PCM untuk clothing seperti aman
digunakan, tidak beracun, harga yang terjangkau, hingga kemudahan memperoleh
material tersebut sebagai bahan baku (Mondal, 2007).
Minyak-minyak tumbuhan yang dapat digunakan untuk bahan dasar PCM
adalah minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa dan minyak
kelapa sawit memiliki potensi yang cukup baik untuk melengkapi material
organik dan anorganik sebagai PCM karena memiliki melting temperature yang
tergolong sedang dan panas pembentukan yang berkisar diantara 153-182 kJ/Kg
sehingga sangat cocok diaplikasikan pada bidang building dan clothing.
Di Indonesia sendiri ketersediaan minyak-minyak tumbuhan cukup banyak
mulai dari minyak kelapa, minyak sawit, minyak kedelai, minyak jarak, hingga
minyak atsiri. Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit merupakan minyak yang
paling populer diantara minyak yang lain karena banyak digunakan sebagai
minyak goreng. Menurut indexmundi.com (2014), produksi minyak kelapa sawit
di Indonesia sebesar 33 juta Mega Ton dan untuk minyak kelapa sebesar 972.000
Mega Ton. Angka yang cukup besar untuk produksi minyak kelapa sawit dan
minyak kelapa dimana Indonesia menempati urutan pertama di dunia untuk
produksi minyak kelapa sawit dan urutan kedua dibawah Filipina untuk minyak
Kelapa.
Hingga saat ini kajian unntuk penggunaan PCM berbahan baku
biomaterial untuk pre-cooling pada protective clothing masih relatif jarang
dilakukan. Dengan menggunakan biomaterial dari minyak kelapa ataupun minyak
kelapa sawit sebagai bahan dasar PCM yang dapat digunakan sebagai pre-cooling
pada protective clothing sehingga dapat meminimalisir heat stress yang dialami
pekerja dan meningkatkan thermal comfort dari para pekerja dalam menggunakan
protective clothing sebagai pakaian kerjanya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan, lingkungan kerja yang memiliki
suhu tinggi dapat memperngaruhi performa dari para pekerja walaupun telah
dilengkapi pakaian kerja yang nyaman. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan
diangkat permasalahan sebagai berikut
Apakah PCM dengan bahan minyak kelapa atau minyak sawit dapat
digunakan sebagai teknik pre-cooling untuk menurunkan heat strain yang dialami
oleh pekerja serta dapat meningkatkan kenyamanan bekerja di lingkungan panas.
1.3 Batasan Penelitian
Agar pemecahan masalah lebih jelas dan terarah maka penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan batasan-batasan :
1. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan pengaturan suhu udara
33oC dan kelembaban udara 80% RH.
2. Subyek penelitian adalah mahasiswa yang aktif berolahraga
3. Aktiitas fisik yang dilakukan oleh subyek adalah lari di treadmill dengan
beban 70% HRmax
4. Protective Clothing yang dikenakan oleh subyek adalah protective
clothing yang biasa dikenakan oleh pekerja migas baik onshore maupun
offshore berbahan nomex buatan DuPont
5. Material yang digunakan untuk teknik pre-cooling adalah PCM dengan
bahan minyak sawit dan PCM berbahan minyak kelapa dengan
pembanding adalah gelpack berbahan dasar air yang digunakan untuk
body cooling.
6. Fokus dari penelitian adalah kajian pengaruh penggunaan material untuk
pre-cooling, bukan ke analisis komponen kimia dari PCM yang
digunakan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki tujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan PCM berbahan dasar minyak
kelapa dan minyak sawit sebagai pre-cooling pada posisi penggunaan dada
dan punggung terhadap respon fisiologis dan psikologis dalam
menurunkan resiko terjadinya heat strain.
2. Untuk mengkaji pengaruh penggunaan PCM berbahan dasar minyak
kelapa dan minyak sawit sebagai pre-cooling terhadap respon fisiologis
dan psikologis pada pekerja yang terpapar oleh lingkungan panas
dibandingkan dengan pre-cooling berbahan dasar gelpack.
3. Untuk menentukan material yang digunakan sebagai bahan dasar untuk
teknik pre-cooling yang efektif dalam menurunkan resiko heat strain pada
posisi penggunaan yang tepat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat antara lain untuk
pemanfaatan minyak kelapa ataupun minyak sawit untuk PCM yang aplikasinya
tidak hanya dapat digunakan untuk pendingin ruangan, tetapi juga dapat
digunakan untuk teknik pre-cooling ketika beraktivitas fisik di lingkungan panas
ataupun ketika menggunakan protective clothing. Selain itu, penelitian ini akan
memberikan pengetahuan terhadap perkembangan PCM berbahan biomaterial.
Download