Uji Hayati Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Patogen Sclerotium rolfsii pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L. var. Domba) Biologycal Test of Glomus fasciculatum Mycorrhizal Fungi Against Sclerotium rolfsii Pathogen in Peanut Plants (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti, Kristanti Indah Purwani, Sri Nurhatika Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis mikoriza Glomus fasciculatum terhadap serangan patogen Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang tanah varietas Domba. Sclerotium rolfsii merupakan jamur patogen yang dapat menyebabkan penyakit busuk batang pada tanaman kacang tanah, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas, bahkan kematian tanaman. Perlakuan dosis mikoriza yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 gram, 20 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram. Adanya pengaruh dosis mikoriza tersebut terlihat dari pengamatan pada beberapa parameter yang diukur, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tanaman, persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat menghambat pertumbuhan patogen pada tanaman kacang tanah varietas Domba. Perlakuan dosis mikoriza sebesar 50 gram memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis mikoriza yang lain, sehingga dapat mengurangi serangan patogen sampai taraf yang signifikan. Kata Kunci : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, kacang tanah Abstract This research was conducted to determine the effect of mycorrhizal Glomus fasciculatum dose treatment against Sclerotium rolfsii in peanut plant var. Domba. Sclerotium rolfsii is a fungal pathogen that causes stem root disease on peanut crop, that lead the decrement of productivity, and even death of the plant. Mycorrhizal treatment dose used in this research were 10 grams, 20 grams, 30 grams, 40 grams, and 50 grams. The presence of mycorrhizal dose effect can be seen from observation on several parameters measured, including plant height, number of leaves, plant dry weight, percentage of mycorrhizal infection, percentage of pathogen infection, and disease intensity. The result of this research showed that mycorrhiza can inhibit the pathogen growth in peanut plants var. Domba. The treatment dose with 50 grams mycorrhizal indicate the highest growth and development of peanut compared to the other mycorrhizal dose treatments, therefore it can reduce the pathogenic attacks at significant level. Key words : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, peanut plant 1 PENDAHULUAN Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan komoditas penting kedua setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini menempati prioritas kedua untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Kebutuhan pada kacang tanah akan terus meningkat seiring dengan perkembangan industri pangan dan peningkatan jumlah penduduk. Produksi kacang tanah di Indonesia dalam lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai 2009) terus menurun dari 0,84 juta ton menjadi 0,77 juta ton. Produktivitas kacang tanah ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil sesungguhnya (Junaedi, 2011). Dengan kandungan minyak dan protein yang tinggi, yaitu masing-masing 42 % dan 22 %, kacang tanah merupakan sumber lemak dan protein nabati yang penting bagi penduduk Indonesia. Sebagian besar kacang tanah dikonsumsi oleh manusia dan sebagian kecil lagi digunakan sebagai pakan ternak ataupun diproses menjadi minyak. Namun, produksi kacang tanah di Indonesia masih belum optimal karena teknik produksinya yang belum memadai dan minimnya penggunaan bibit unggul. Dampaknya kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat tidak dapat terpenuhi, sehingga impor kacang tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai bentuk usaha untuk meningkatkan produksi kacang tanah di Indonesia (Saleh, 2010). Produktivitas kacang tanah dapat ditingkatkan, antara lain dengan penanaman varietas unggul dan benih bermutu, perbaikan cara budidaya, serta penanganan pasca panen yang lebih baik. Akan tetapi, pengembangan budidaya kacang tanah mengalami banyak hambatan ketika di lapangan. Adanya serangan hama dan patogen yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan merupakan salah satu kendala dalam upaya peningkatan produksi kacang tanah di Indonesia. Tanaman kacang tanah selama pertumbuhannya tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), baik hama maupun penyakit. Salah satu OPT penting yang menyerang kacang tanah adalah jamur Sclerotium rolfsii S. yang dapat menyebabkan penyakit busuk batang. Busuk batang ini juga dikenal sebagai jamur putih, white mold, southern stem rot, atau southern blight, dan dijumpai pada hampir semua daerah penanaman kacang tanah di dunia. Serangan S.rolfsii dapat menyebabkan penurunan hasil dan mutu benih kacang tanah. Serangan ini dapat menyebabkan gagal panen kacang tanah sebesar 25 – 50 % (Kartini, 2000). Sclerotium rolfsii merupakan salah satu patogen tular tanah (soil borne) yang dapat menyebabkan beberapa penyakit mematikan pada tanaman, seperti busuk batang, layu, dan rebah kecambah. S.rolfsii memiliki kisaran inang yang cukup luas, seperti kedelai, kubis – kubisan, tanaman famili Cucurbitaceae, jagung, selada, bawang, kentang, tomat, kapas, tembakau, dan sebagainya. Patogen ini mampu membentuk sklerotium yang dapat bertahan hidup sangat lama selama bertahun – tahun di dalam tanah. Di samping itu, patogen ini juga dapat menyebar melalui air irigasi dan benih pada lahan yang ditanami secara terus menerus dengan tanaman inang dari S.rolfsii tersebut, sehingga dapat mengakibatkan turunnya produksi tanaman (Magenda, 2011). Sebagaimana pengendalian cendawan patogen tular tanah pada umumnya, pengendalian terhadap S.rolfsii juga dilakukan yaitu meliputi upaya penghilangan bahan sumber penyakit (inokulum) seperti pembuangan tanaman yang sakit, pembuangan tanah, rotasi tanaman, penggunaan varietas tahan atau kombinasinya, serta menghindari lahan yang sudah terinfestasi cukup tinggi oleh patogen ini. Penggunaan fungisida kimia juga seringkali dilakukan, seperti daconil, baycor, benlate, mancozeb, dan lain-lain. Akan tetapi, penggunaan fungisida kimia tersebut berpengaruh negatif terhadap lingkungan karena penggunaan fungisida tidak hanya menekan penyakit namun juga menekan perkembangan organisme lain yang menguntungkan. Dampak negatif lain dari penggunaan bahan kimia yaitu dapat memunculkan hama-hama sekunder, musnahnya spesies yang bermanfaat, timbulnya strain hama dan penyakit yang lebih resisten, pencemaran lingkungan, serta terbentuknya residu bahan kimia yang tinggi pada lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan beberapa jenis mikroorganisme yang mampu memberikan ketahanan tanaman, mampu beradaptasi dengan lingkungan, dan meningkatkan perkembangan tanaman. Mikroorganisme ramah lingkungan tersebut adalah mikoriza (mycorrhiza). Penggunaan mikoriza dari beberapa hasil penelitian terbukti mampu menekan perkembangan penyakit yang disebabkan beberapa patogen tular tanah, seperti 2 Rhizoctonia solani, Phytophthora fragariae, dan Fusarium oxysporum. Beberapa hasil penelitian yang ada memberikan hasil positif. Salah satunya terlihat pada pengaruh mikoriza pada akar tanaman tomat yang menunjukkan perubahan morfologi atau anatomi, yaitu terbentuknya lignin pada bagian endodermis dari akar sehingga dapat menjadi penghalang terhadap penetrasi patogen. Terbentuknya lignin membuat tanaman tomat lebih tahan terhadap serangan F.oxysporum. Selain perubahan morfologi juga terjadi perubahan fisiologi, yaitu infeksi mikoriza dapat meningkatkan konsentrasi kitinase dalam akar tanaman (Soenartiningsih1, 2011). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa mikoriza Glomus mosseae mampu menekan infeksi patogen F.oxysporum yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman tomat varietas Fortuna. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mikoriza tersebut mampu menurunkan persentase infeksi F.oxysporum pada akar tanaman tomat dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut (Yunis, 2012). Menurut penelitian Fajarwati (2012) juga menunjukkan bahwa mikoriza Glomus mosseae mampu menurunkan intensitas serangan penyakit rebah kecambah oleh patogen Rhizoctonia solani pada tanaman tomat hingga 33,93%. Pada penelitian Pal (2011) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza Glomus fasciculatum pada tanaman apel mampu melindungi tanaman tersebut dari toksik yang dihasilkan oleh beberapa jamur patogen seperti Sclerotium rolfsii, serta menghambat perkembangan patogen tersebut melalui mekanisme kompetisi. Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi dan akar tanaman yang membentuk struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan penyakit, dan peningkatan kualitas tanah. Dengan demikian, mikoriza sangat berperan dalam produktivitas tanaman. Salah satu golongan mikoriza yang digunakan adalah Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). MVA tergolong ke dalam ordo Glomales dan dapat ditumbuhkan pada akar tanaman hidup. MVA adalah jenis mikroba tanah yang mempunyai kontribusi penting dalam kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan unsur hara, seperti fosfat (P), kalsium (Ca), natrium (N), mangan (Mn), kalium (K), magnesium (Mg), tembaga (Cu), dan air. Hal ini disebabkan karena kolonisasi MVA pada akar tanaman dapat memperluas bidang penyerapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu–bulu akar. Hifa yang mempenetrasi tanaman inang akan membantu mendekatkan unsur hara dari zona rhizosfer pada tanaman inang, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih cepat (Talanca, 2010). Salah satu spesies MVA yang dapat digunakan adalah Glomus fasciculatum. Beberapa hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa G.fasciculatum mempunyai peranan dalam pengendalian penyakit tanaman. Cendawan MVA dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan memberikan pengaruh yang luas terhadap mikroorganisme patogen. Akar tanaman yang terinfeksi MVA mempunyai eksudat akar yang berbeda dengan eksudat akar yang tidak terinfeksi MVA. Perubahan eksudat akar mempengaruhi perubahan dalam rhizosfer yang mengakibatkan meningkatnya ketahanan tanaman tersebut, sehingga terhindar dari serangan patogen. MVA pada akar tanaman juga memicu terjadinya lignifikasi pada bagian sel endodermis akar sehingga membentuk penghalang terhadap penetrasi patogen. Simbiosis dengan MVA ini merupakan pengendalian biologi yang efektif dalam menekan serangan patogen (Talanca, 2010). Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada perlakuan dosis inokulum mikoriza Glomus fasciculatum yang berbeda-beda. Mikoriza ini akan diujikan pada tanaman kacang tanah varietas Domba yang nantinya juga akan diberi patogen Sclerotium rolfsii. Dengan demikian, dapat diketahui pengaruh efektivitas inokulum mikoriza Glomus fasciculatum dalam menghadapi serangan jamur patogen Sclerotium rolfsii yang dapat menyebabkan penyakit busuk batang pada tanaman kacang tanah. Efektivitas yang dimaksud adalah mikoriza mampu menghambat serangan S.rolfsii secara maksimal, sehingga tanaman tersebut tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 hingga April 2013 di Laboratorium Botani, Laboratorium Mikologi, dan Green House Kebun Bibit Jalan Kendalsari Surabaya milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya. 3 B. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Sampel tanah yang dianalisa merupakan campuran dari tanah taman dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Sampel tanah yang akan dianalisis, disterilisasi terlebih dahulu menggunakan larutan formalin 5%. Sampel tanah tersebut dianalisa sebanyak 3 kali ulangan, masing–masing ulangan sebanyak ± 250 gram (Nurhayati, 2010). Sifat fisik tanah yang diukur adalah tekstur tanah dan pH tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diukur adalah kandungan N, kandungan P, kandungan K, dan kadar air (Sastrahidayat, 2011). C. Uji Viabilitas Mikoriza Uji viabilitas mikoriza dilakukan pada tanaman jagung dan kacang tanah varietas Domba yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang – Kacangan dan Umbi – Umbian (BALITKABI) Malang. Mikoriza yang digunakan dalam bentuk inokulum campuran dengan spesies Glomus fasciculatum yang diperoleh dari Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Inokulum campuran tersebut memiliki kerapatan spora sebesar 6 spora/gram. Mikoriza tersebut digunakan untuk perlakuan dosis dengan kelipatan 5, yaitu 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram, 25 gram, 30 gram, dan 35 gram. Masing – masing perlakuan dosis mikoriza tersebut diinokulasikan pada benih jagung dan kacang tanah yang ditanam pada media tanam steril sebanyak 200 gram di dalam polybag. Media tanam tersebut merupakan campuran antara tanah taman dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Masing-masing polybag diberi label dengan tanda yang sesuai. Inokulum mikoriza dimasukkan pada kedalaman 2 – 3 cm dari permukaan tanah, lalu ditutup dengan tanah. Selanjutnya, dimasukkan benih sedalam 1 cm dari atas permukaan tanah pada lubang yang sama ketika mikoriza dimasukkan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali ulangan (Imas et al., 1989). Benih jagung dan kacang tanah kemudian ditumbuhkan selama 1 bulan. Setelah 1 bulan dilakukan pengamatan infeksi mikoriza dengan membuat preparat akar semi permanen. Pemilihan potongan akar dilakukan secara acak hingga 10 potongan pada setiap tanaman. Akar dicuci dengan air dan dipotong sepanjang ± 1 cm menggunakan scalpel. Kemudian akar direndam dalam larutan KOH 10 % dan dipanaskan dalam oven pada suhu 95oC selama 60 menit. Setelah 60 menit dan akar telah berwarna kuning, larutan KOH 10 % dibuang dan dihilangkan sisa larutan tersebut dengan larutan H2O2. Lalu akar dicuci dengan air untuk selanjutnya direndam dalam larutan HCl 5 % selama 5 menit tanpa dioven. Setelah 5 menit, larutan HCl 5 % dibuang dan akar direndam dalam larutan Lactophenol Trypan Blue (LTB) pada suhu oven 85oC selama 30 menit. Setelah 30 menit, larutan LTB (staining) tersebut dibuang dan akar dibilas dengan air. Kemudian akar dibilas kembali dengan larutan Lactophenol atau Glycerol Lactic Acid (distaining) untuk melunturkan kelebihan zat warna LTB pada akar. Larutan distaining merupakan larutan yang terdiri atas gliserin dan aquades. Selanjutnya, potongan akar yang telah terwarnai disusun secara berjajar di atas kaca obyek (Sastrahidayat, 2011). Preparat ini dibuat sebanyak 4 kali ulangan untuk setiap perlakuan dan kemudian diamati menggunakan mikroskop. Persentase infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi mikoriza dari 10 potongan akar yang diamati. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya hifa, vesikel, atau arbuskula dalam korteks akar tanaman. Mikoriza dapat dikatakan viable jika memiliki persentase infeksi sebesar 50% (Alkareji, 2008). Persentase infeksi mikoriza tersebut dihitung berdasarkan rumus Philip & Haymen (1978) : x 100% (Hapsoh, 2006) D. Perbanyakan Patogen Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii yang diperbanyak merupakan isolat murni dalam bentuk cawan petri yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Malang. Isolat murni tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri yang telah disterilisasi sebelumnya menggunakan autoclave pada suhu 121oC dan tekanan uap 1 atm selama 15 menit. Perbanyakan S.rolfsii ini dilakukan menggunakan sklerotium yang telah tumbuh dari isolat murni dan diletakkan pada bagian tengah medium PDA menggunakan jarum ose steril. Medium PDA ini selanjutnya diinkubasi dalam suhu ruang selama 4 minggu. Setelah itu, jamur S.rolfsii yang telah tumbuh pada medium PDA 4 diperbanyak kembali pada media sekam steril sebelum diaplikasikan pada tanaman. Media sekam ini dibuat dari campuran sekam sebanyak 30 gram dan air sebanyak 30 ml yang dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas untuk kemudian disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 20 menit. Setiap media sekam mengandung ¼ bagian medium PDA dari hasil perbanyakan S.rolfsii dengan jumlah sklerotium yang sama pada setiap bagiannya yaitu sebanyak 5 biji sklerotium. Isolat S.rolfsii pada media sekam selanjutnya dibiakkan selama 4 minggu pada suhu ruang sebelum diinokulasikan ke media tanam (Yulianti, 2006). E. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah taman dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Media tanam dimasukkan ke dalam plastik, kemudian disterilisasi dengan larutan formalin 5%. Masing– masing 3 kg media tanam diberi 75 ml larutan formalin 5%. Kemudian media tanam tersebut dan dibungkus dengan plastik selama 7 hari. Setelah itu, bungkus tersebut dibuka dan media tanam dihawakan selama 7 hari pula (Astiko, 2009). F. Persiapan Penanaman dan Inokulasi Mikoriza Mikoriza yang digunakan adalah jenis Glomus fasciculatum dalam bentuk inokulum campuran dengan kerapatan spora 5 spora/gram. Benih kacang tanah varietas Domba dan mikoriza dimasukkan ke dalam polybag yang telah berisi media tanam sebanyak 3 kg. Masing – masing polybag berisi satu benih kacang tanah dan diberi label. Benih yang dipilih berukuran besar, serta bebas dari kerusakan mekanis dan kerusakan karena hama ataupun penyakit berdasarkan pengamatan visual. Benih dan mikoriza diinokulasikan secara bersamaan pada media tanam dengan cara diletakkan di dalam lubang dengan kedalaman 2–3 cm. Lubang tersebut kemudian ditutup kembali dengan tanah (Sastrahidayat, 2011). Semua media tanam tersebut selanjutnya ditambahkan pupuk dasar NPK sebanyak 1 gram (Ariani, 2009). G. Inokulasi Patogen Sclerotium rolfsii Patogen yang digunakan adalah jamur tular tanah dengan jenis Sclerotium rolfsii yang telah diperbanyak sebelumnya pada media sekam. Inokulasi jamur ini dilakukan setelah 4 minggu setelah tanam. Inokulasi dilakukan dengan cara melubangi area di sekitar tanaman, lalu ditaburkan media sekam sebanyak 30 gram yang telah ditumbuhi S.rolfsii ke dalam lubang tersebut. Media tanam tersebut kemudian ditutup kembali dengan pasir steril yang ditaburkan di atasnya menggunakan sekop kecil (Buhaira, 2009). Selanjutnya, dilakukan penyiraman setiap dua hari sekali pada permukaan tanah di sekitar tanaman menggunakan handsprayer. H. 1. Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu selama 13 minggu masa tanam. Tinggi tanaman diukur menggunakan benang dan meteran dari permukaan tanah sampai batas teratas pertumbuhan tanaman yaitu pada daun terakhir yang tumbuh (Sastrahidayat, 2011). 2. Jumlah Helai Daun Perhitungan jumlah helai daun dilakukan pada daun yang sehat dan yang terkena penyakit. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu selama 13 minggu masa tanam (Sastrahidayat, 2011). 3. Berat Kering Tanaman Pengukuran berat kering tanaman dilakukan pada akar, polong, dan tajuk tanaman. Pengukuran berat kering dilakukan setelah tanaman dipanen yaitu 13 minggu masa tanam. Bagian akar, polong, dan tajuk dipisahkan satu sama lain menggunakan scalpel. Akar yang telah terpisah kemudian dicuci dengan air dan dibilas kembali menggunakan aquades. Lalu akar tersebut dikeringkan agar sisa air cucian hilang. Akar yang telah kering selanjutnya dibungkus menggunakan kertas koran dan diberi label. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk polong dan tajuk tanaman. Selanjutnya, akar, polong, dan tajuk tersebut dioven pada suhu 70oC selama ± 2 hari. Akar, polong, dan tajuk tanaman yang telah benar – benar kering kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik (Sastrahidayat, 2011). 4. Persentase Infeksi Mikoriza Perhitungan persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman kacang tanah dilakukan setelah 13 minggu masa tanam. Persentase infeksi mikoriza dihitung menggunakan metode pembersihan dan pewarnaan akar. Perhitungan persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman dilakukan dengan dibuat terlebih dahulu preparat akar semi permanen. Persentase infeksi mikoriza 5 dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati pada masing – masing tanaman. Pemilihan 10 potongan akar ini dilakukan secara acak. Preparat akar tersebut kemudian diamati dibawah mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya hifa, vesikel, atau arbuskula dalam korteks akar tanaman (Alkareji, 2008). Persentase infeksi mikoriza dihitung berdasarkan rumus : Nilai skala kerusakan (V) sebagai berikut : Skala Luas Serangan 0 1 2 3 4 5 x 100% (Hapsoh, 2006) Persentase Infeksi Patogen Untuk mengetahui infeksi patogen Sclerotium rolfsii perlu dilakukan perhitungan persentase infeksi S.rolfsii pada akar tanaman kacang tanah yang diperoleh dari pengamatan pada preparat akar semi permanen. Persentase infeksi patogen dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi patogen dari 10 potongan akar yang diamati pada masing – masing tanaman. Pengamatan preparat akar dilakukan menggunakan mikroskop. Persentase infeksi patogen S.rolfsii dihitung berdasarkan rumus : 5. x 100% (Hapsoh, 2006) 6. Intensitas Serangan Penyakit Penentuan intensitas serangan penyakit didasarkan pada perbandingan antara jumlah bagian tanaman yang sakit dengan jumlah bagian tanaman seluruhnya, seperti daun, batang, akar, buah, ataupun bagian tanaman lain yang memperlihatkan adanya gejala serangan penyakit. Dalam penelitian ini perhitungan intensitas serangan penyakit didasarkan pada daun tanaman yang terserang penyakit. Perhitungannya dilakukan berdasarkan rumus Mayee & Datar (1986) : x 100% Keterangan : I = Intensitas serangan penyakit n = Jumlah daun dengan kategori skala kerusakan yang sama V = Nilai skala kerusakan dari setiap kategori serangan Z = Nilai skala kerusakan daun yang tertinggi N = Jumlah daun yang diamati Tidak ada serangan > 0 – 20 % bagian yang terserang > 20 – 40 % bagian yang terserang > 40 – 60 % bagian yang terserang > 60 – 80 % bagian yang terserang > 80 % bagian yang terserang (Sastrahidayat, 2011) I. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan dosis mikoriza yang terdiri dari 7 level, yaitu perlakuan dengan tanpa pemberian patogen S.rolfsii dan tanpa pemberian mikoriza (kontrol negatif) ; perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii namun tanpa pemberian mikoriza (kontrol positif) ; perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii dan dosis mikoriza 10 gram ; perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii dan dosis mikoriza 20 gram ; perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii dan dosis mikoriza 30 gram ; perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii dan dosis mikoriza 40 gram ; serta perlakuan dengan pemberian patogen S.rolfsii dan dosis mikoriza 50 gram. Masing – masing level diulang sebanyak 4 kali ulangan. Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan metode eksperimen dengan data kuantitatif. Hasil pengamatan kemudian dihitung dengan analisis statistik ANOVA (Analysis of Variance) One-Way pada taraf signifikan (α) 0,05. Jika hasil perhitungan berbeda nyata, maka analisis statistik dilanjutkan ke uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Green House dan Analisis Media Tanam Penelitian ini dilakukan di green house dengan kondisi suhu 280C – 310C. Lingkungan di sekitar green house ditumbuhi oleh beberapa tanaman dan pepohonan yang cukup rimbun. Kondisi suhu di dalam green house ini mendukung untuk pertumbuhan kacang tanah. Menurut Adisarwanto (1993), kacang tanah dapat tumbuh dengan optimum pada suhu 270C – 300C. Tabel 1 dibawah ini merupakan hasil analisis tanah pada media tanam sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Parameter yang dianalisis pada tabel 1 tersebut 6 meliputi pH, kelembapan tanah, kandungan N, kandungan P, dan kandungan K. Hal inilah yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza Glomus fasciculatum, patogen Sclerotium rolfsii, dan tanaman kacang tanah itu sendiri. Tabel 1. Sifat kimia media tanam. Parameter pH Kelembapan Tanah(%) N.total(%) P(mg/kg) K(me/100g) Sebelum 6,3 P.1 5 P.2 3,5 P.3 3,6 Setelah P.4 4 P.5 4,6 P.6 4,2 P.7 4,4 21,47 60 70 70 100 80 90 80 0,013 9,047 0,23 0,06 5,54 0,50 0,06 5,39 0,48 0,07 6,13 0,50 0,09 6,18 0,57 0,09 6,93 0,60 0,10 7,97 0,61 0,11 8,04 0,64 Keterangan : P.1 = P.2 = P.3 = P.4 = P.5 = P.6 = P.7 = Perlakuan tanpa pemberian mikoriza dan patogen Perlakuan tanpa pemberian mikoriza, namun diberi patogen Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 10 gram dan patogen Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 20 gram dan patogen Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 30 gram dan patogen Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 40 gram dan patogen Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 50 gram dan patogen Hasil analisis media tanam pada tabel 2 mendukung untuk pertumbuhan kacang tanah, mikoriza, maupun patogen. Kondisi pH pada media tanam sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan mengalami perbedaan. Setelah diberi perlakuan, pH media tanam menurun dan menjadi semakin asam yaitu 4,6 – 3,5. Hal ini diduga karena mikoriza dan jamur patogen mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu, seperti asam organik yang dapat membuat media tanam menjadi asam, sehingga dapat mendukung pertumbuhan kedua jamur tersebut. Selain itu, pada tabel 1 juga terlihat kisaran kelembapan media tanam yaitu antara 60 – 100%. Kelembapan tersebut sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah, terutama pada fase perkecambahan, fase pembungaan, dan fase pembentukan polong yang membutuhkan kelembapan tinggi (Adisarwanto, 1993). Pada tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan unsur N, P, dan K sebelum perlakuan dan setelah perlakuan mengalami perbedaan. Analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan tanpa penambahan pupuk NPK sintetik, sedangkan analisis tanah setelah perlakuan dilakukan dengan penambahan pupuk NPK sintetik. Pada penelitian ini diduga bahwa tanaman menyerap unsur N, P, dan K yang berasal dari pupuk sintetik. Penyerapan unsur N, P, dan K semakin rendah seiring dengan bertambahnya perlakuan dosis mikoriza. Menurut Sastrahidayat (2011), mikoriza memiliki peranan dalam efisiensi penyerapan unsur hara di dalam tanah, sehingga kandungan hara di dalam tanah tetap dapat terjaga. Mikoriza juga berperan untuk membantu tanaman dalam penyerapan air dan unsur hara sesuai dengan kebutuhan hara tanaman tersebut, sehingga proses metabolisme tanaman dapat berjalan dengan optimal dan seimbang, tanpa mengalami kelebihan ataupun kekurangan unsur hara. Secara umum, kisaran kebutuhan unsur hara tanaman kacang tanah adalah 3,5% - 4,5% untuk unsur N ; 0,25% - 0,5% untuk unsur P ; dan 2% - 3% untuk unsur K (Agus, 2004). Pada tabel 1 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar unsur hara, terutama unsur N dan K, sedangkan unsur P mengalami penurunan. Hal ini terlihat pada perbandingan hasil analisis tanah sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Peningkatan unsur N dan K ini diduga karena mikoriza mampu menghasilkan senyawasenyawa kimia dari hasil proses metabolismenya, seperti asam organik, ammonium (NH4+), serta berbagai enzim. Pada beberapa senyawa metabolit mikoriza tersebut mengandung unsur penyusun pembentukan N dan K, sehingga dapat meningkatkan kadar unsur hara di dalam tanah (Musfal, 2010). Sedangkan pada unsur P terjadi penurunan setelah perlakuan. Hal tersebut diduga karena mikoriza mampu mengeluarkan enzim fosfatase yang dapat meningkatkan jumlah fosfor tidak larut menjadi fosfor terlarut, sehingga memudahkan penyerapan unsur P oleh hifa mikoriza yang kemudian ditransport ke dalam jaringan tanaman (Sastrahidayat, 2011). B. Pengaruh Mikoriza Terhadap Kacang Tanah varietas Domba Pertumbuhan suatu tanaman merupakan suatu hasil dari metabolisme sel-sel hidup yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun yang dilakukan secara berkala. Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa pemberian mikoriza berpengaruh (Sig. < 0,05) terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun sehat pada tanaman kacang tanah. Hal ini diduga karena spora-spora mikoriza yang diberikan pada media tanam telah berkecambah dan mulai membentuk struktur-struktur fungsional yang dapat membantu tanaman dalam penyerapan air dan unsur hara. Menurut Widiastuti (2005), perkecambahan spora mikoriza ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, seperti O2, CO2, kelembapan, suhu, dan unsur hara tanah. Smith (2008) menyebutkan bahwa mikoriza membutuhkan waktu 2–3 minggu untuk 7 menginfeksi perakaran tanaman. Pernyataan ini sesuai dengan hasil perhitungan ANOVA yang menyebutkan bahwa perlakuan dosis mikoriza memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun sehat tanaman kacang tanah pada minggu ke-4 setelah tanam. Berikut merupakan hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun sehat tanaman kacang tanah pada minggu ke-4 setelah tanam (sebelum diinokulasi patogen Sclerotium rolfsii) yang disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 10. Tabel 2. Pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun sehat tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-4 setelah tanam (sebelum diinokulasi patogen Sclerotium rolfsii). Perlakuan Tinggi (cm) Jumlah Daun Sehat Perlakuan 1 (-)mikoriza dan (-)patogen Perlakuan 2 (-)mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 3 10 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 4 20 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 5 30 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 6 40 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 7 50 gr mikoriza dan (+)patogen 33 a 17 a 31,75 a 21 ab 35,375 ab 21,5 abc 37,375 ab 25 bcd 38,75 ab 28,5 cd 40,875 b 29,5 d 41,75 b 30 d Keterangan : Angka–angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf signifikan 95%. Gambar 10. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun sehat tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-4 setelah tanam (sebelum diinokulasi patogen Sclerotium rolfsii). Pada tabel 2 terlihat bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun sehat pada setiap perlakuan berbeda-beda. Pada kolom tinggi tanaman, perlakuan 6 dan perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 1 (kontrol negatif) dan perlakuan 2 (kontrol positif). Sedangkan pada kolom jumlah daun sehat, perlakuan 5 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 1 dan perlakuan 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun sehat. Hasil ini didukung oleh Sastrahidayat (2011) yang menyebutkan bahwa pemberian mikoriza Glomus margarita dan Glomus mosseae pada tanaman padi mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Penelitian Tirta (2006) juga menyebutkan bahwa mikoriza berpengaruh nyata terhadap berat segar daun dan jumlah daun sehat, karena mikoriza mampu meningkatkan fungsi dan peranan akar dalam memanfaatkan air dan unsur hara. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sehat terbesar terdapat pada perlakuan 7 dengan pemberian dosis mikoriza terbesar yaitu 50 gram. Pertumbuhan tanaman kacang tanah yang diberi perlakuan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif. Seiring dengan bertambahnya dosis mikoriza yang diberikan, maka semakin besar pula tinggi tanaman dan jumlah daun sehat tanaman kacang tanah (Gambar 10). Pemberian mikoriza efektif dalam mengoptimalkan pertumbuhan tanaman kacang tanah. Hal ini disebabkan karena mikoriza yang menginfeksi perakaran tanaman akan memproduksi jaringan hifa eksternal yang tumbuh secara ekspansif, sehingga meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan air dan unsur hara. Tingginya air dan unsur hara yang terserap oleh tanaman membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, dimana ditunjukkan dengan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun sehat yang optimal (Sastrahidayat, 2011). Pembentukan dan pertumbuhan daun pada suatu tanaman dipengaruhi oleh banyaknya unsur N (nitrogen) yang diserap, dimana unsur N ini berperan dalam pembentukan organ vegetatif tanaman, sehingga dengan meningkatnya unsur N di dalam jaringan tanaman akan memicu pembentukan daun-daun baru (Sastrahidayat, 2011). Mikoriza juga berperan dalam menstimulus pembentukan hormon pertumbuhan tanaman, seperti sitokinin dan auksin. Hormon sitokinin dan auksin ini berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, sehingga menyebabkan peningkatan tinggi tanaman dan memicu terbentuknya primordia daun pada meristem apikal yang kemudian akan berkembang menjadi helaian daun baru (Talanca, 2010). Menurut Sastrahidayat (2011), tanaman yang terinfeksi mikoriza memiliki 8 kandungan auksin lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi mikoriza. C. Pengaruh Mikoriza Terhadap Patogen Pada Kacang Tanah varietas Domba Sclerotium rolfsii merupakan parasit tular tanah yang cukup berbahaya bagi tanaman karena dapat bertahan hidup sangat lama dalam bentuk sklerotia. Bagian dinding sklerotia mengandung gula, kitin, laminarin, asam lemak, dan β,1-3 glukosida. Tipe perkecambahan sklerotia berbentuk dispersif, dimana hifa akan keluar dari semua sudut sklerotia dan selanjutnya akan membentuk lapisan miselium dengan benang-benang halus bercabang berbentuk seperti kapas dan berwarna putih (Magenda, 2011). S.rolfsii mampu menginfeksi tanaman bila jumlah miselium yang tumbuh cukup banyak. Miselium ini akan menyebar di seluruh permukaan tanah dan pangkal batang tanaman, sehingga dapat menyebabkan penyakit bagi tanaman tersebut dan secara perlahan dapat menyebabkan kematian. S.rolfsii akan mengabsorbsi makanan dari tanaman inang, sehingga hal tersebut dapat melemahkan tanaman inang (Gafur, 2003). Pada penelitian ini miselium patogen mulai tumbuh pada pangkal batang tanaman kacang tanah ketika tanaman berumur 7 minggu dan seiring berjalannya waktu akan terbentuk sklerotium-sklerotium baru yang muncul pada pangkal batang tanaman. Hal tersebut sesuai dengan Semangun (2008) yang menyatakan bahwa S.rolfsii menyerang tanaman dan menampakkan gejala pada hari ke– 4 atau ke–5 setelah patogen diinokulasikan. a b c Gambar 11. Infeksi patogen Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang tanah : (a) Miselium S.rolfsii yang tumbuh pada pangkal batang ; (b) Sklerotium S.rolfsii yang tumbuh pada pangkal batang ; dan (c) Batang yang terserang penyakit busuk batang. Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa pemberian mikoriza memberikan pengaruh (Sig. < 0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, dan berat kering tanaman. Berikut merupakan hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, dan berat kering tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke13 setelah tanam yang disajikan dalam Tabel 3, Gambar 13, dan Gambar 14. Tabel 3. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, dan berat kering (akar, polong, dan tajuk) tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-13 setelah tanam. Perlakuan Perlakuan 1 (-)mikoriza dan (-)patogen Perlakuan 2 (-)mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 3 10 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 4 20 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 5 30 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 6 40 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 7 50 gr mikoriza dan (+)patogen Tinggi (cm) Jumlah Daun Sehat Sakit Akar Berat Kering (gram) Polong Tajuk 57,75 a 64 bc 0a 0,22 a 0,80 ab 2,10 a 53,25 a 15,5 a 37,5 c 0,197 a 0b 1,62 a 69,12 ab 51,5 b 26,5 b 0,53 ab 1,68 bc 3,76 a 77,5 b 71 bc 20 b 0,79 ab 2,49 cd 7,36 b 79 b 79 bc 19,5 b 0,92 ab 2,88 cd 9,21 bc 84,62 b 85 c 17,5 b 1,2 b 3,82 de 10,11 bc 87,5 b 89 c 16 b 1,35 b 4,90 e 11,22 c Keterangan : Angka–angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf signifikan 95%. Pada tabel 3 terlihat bahwa pemberian mikoriza berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering tanaman, meskipun dalam setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Pada kolom tinggi tanaman, perlakuan 4 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2, dimana perlakuan 2 tersebut tanpa pemberian mikoriza namun diberi patogen (kontrol positif). Sedangkan pada kolom jumlah daun tanaman (baik daun sehat maupun daun sakit), perlakuan 3 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Pada kolom berat kering tanaman, perlakuan dosis mikoriza memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap setiap bagian tanaman yang diukur, yaitu akar, polong, dan tajuk tanaman. Untuk berat kering akar, perlakuan 6 dan perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Pemberian mikoriza berpengaruh terhadap berat kering akar karena tanaman yang terinfeksi mikoriza akan membuat volume dan panjang akar semakin luas, sehingga seiring dengan bertambahnya perlakuan dosis mikoriza maka berat kering akar akan semakin bertambah. Untuk berat kering polong, perlakuan 4 hingga 9 perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Polong yang terbentuk pada tiap-tiap perlakuan memiliki ukuran dan tingkat kematangan fisiologis yang berbeda-beda. Pada perlakuan 2 tidak menghasilkan polong, karena serangan patogen yang muncul sangat parah. Tingkat keparahan serangan patogen ini terlihat pada jumlah daun sakit yang cukup banyak bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Diduga bahwa proses fotosintesis tanaman terganggu karena permukaan daun sebagai organ utama fotosintesis mengalami kerusakan, sehingga hasil fotosintat tanaman pun akan berkurang, padahal fotosintat tersebut berperan penting bagi tanaman untuk pembentukan polong. Sedangkan untuk berat kering tajuk, perlakuan 4 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Menurut penelitian Djazuli (2011), aplikasi mikoriza dengan dosis 30 gram/pot mampu meningkatkan bobot segar daun, bobot kering daun, bobot kering akar, dan bobot kering total tanaman Pimpinella pruatjan secara nyata. Gambar 12. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun sehat, dan jumlah daun sakit tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-13 setelah tanam. Gambar 13. Grafik berat kering akar, berat kering polong, dan berat kering tajuk tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-13 setelah tanam. Seiring dengan bertambahnya dosis mikoriza yang diberikan, maka tinggi tanaman, jumlah daun sehat, dan berat kering tanaman akan semakin besar, tetapi jumlah daun sakitnya akan semakin rendah. Pada gambar 12 dan gambar 13 terlihat bahwa perlakuan 7 dengan pemberian dosis mikoriza terbesar yaitu 50 gram memberikan hasil pertumbuhan tanaman tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Namun pada jumlah daun sakit, perlakuan 7 memiliki nilai terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Diduga bahwa mikoriza mampu menekan jumlah daun sakit pada tanaman, dimana mikoriza berperan dalam menghambat perkembangan patogen sampai tingkat yang signifikan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Pemberian mikoriza efektif dalam mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, karena simbiosis antara mikoriza dan tanaman dapat menjaga keseimbangan proses fisiologis tanaman tersebut (Sastrahidayat, 2011). Pada tanaman kacang tanah yang diberi perlakuan patogen tetap memunculkan gejala serangan penyakit pada daun tanaman yang ditandai dengan hasil pengamatan jumlah daun sakit, meskipun jumlah daun sakit yang muncul tidak terlalu banyak seiring dengan bertambahnya perlakuan dosis mikoriza yang diberikan. Pada gambar 12 terlihat bahwa jumlah daun sakit berbanding terbalik dengan jumlah daun sehat. Semakin banyak jumlah daun sehat, maka jumlah daun sakit semakin berkurang. Gejala awal serangan penyakit pada tanaman akibat patogen yaitu cabang lateral atau batang utama akan menguning dan layu. Daun– daun pada batang yang terserang akan membentuk bercak–bercak berwarna coklat muda dengan cincin–cincin sepusat yang berwarna gelap, lalu daun akan mengering dengan cepat. Gejala menguning dan layu daun untuk pertama kali akan menyerang daun yang berada di bagian paling bawah. Selanjutnya akan menyerang daun pada bagian yang lebih atas (Agrios, 1988). Munculnya bercak-bercak pada daun ini disebabkan karena terganggunya mekanisme transportasi air dan unsur hara dari akar ke bagian atas tanaman, sehingga bagian atas tanaman akan mengalami kekurangan air dan unsur hara. Kekurangan air dan unsur hara pada daun tanaman menyebabkan klorosis, perubahan fungsi kloroplas menjadi tidak normal, dimana terjadi degenerasi yang dapat 10 menghambat perkembangan jaringan muda, serta terjadinya perubahan pada stomata sehingga dapat mengurangi laju asimilasi. Selain itu, adanya senyawa toksik yang diekskresikan patogen dapat menghambat proses fotofosforilasi tanaman yang berperan dalam pembentukan ATP, sehingga akan menekan sintesis klorofil (Yunasfi, 2008). a b Gambar 15. Tanaman kacang tanah : (a) Akar tanaman (lingkaran kuning) dan polong kacang tanah (lingkaran merah), serta (b) Tajuk tanaman. Gambar 14. Daun tanaman kacang tanah yang terserang Sclerotium rolfsii. Berat kering tanaman mencerminkan pertumbuhan tanaman dan banyaknya unsur hara yang terserap. Semakin berat bobot kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman tersebut semakin baik dan unsur hara serta air yang terserap tanaman juga semakin banyak (Musfal, 2010). Mikoriza mampu meningkatkan penyerapan air dan unsur hara tanaman, sehingga pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif seperti daun juga akan meningkat. Perkembangan daun yang lebih baik membuat tanaman mampu melakukan fotosintesis lebih optimal, karena permukaan daun yang menerima cahaya matahari sebagai energi utama dalam proses fotosintesis menjadi lebih luas. Berat kering tanaman menandakan efisiensi hasil fotosintesis yang disimpan di dalam jaringan tanaman (Junaedi, 2011). Peningkatan berat kering tanaman dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif tanaman itu sendiri, seperti tinggi tanaman dan jumlah daun. Akar yang bermikoriza memperlihatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi mikoriza, sehingga proses fotosintesis yang berlangsung juga akan optimal (Talanca, 2010). Menurut penelitian Sumiati (2006), mikoriza yang diberikan pada umbi bawang merah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bobot umbi individu, bobot umbi per tanaman, dan bobot total umbi. Akar yang bermikoriza dapat menyerap air dan unsur hara dari larutan tanah pada konsentrasi dimana akar tanaman tidak bermikoriza tidak dapat menjangkaunya (Talanca, 2010). Semakin tingginya serapan air dan unsur hara pada tanaman menyebabkan proses metabolisme semakin baik, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Banyaknya serapan air dan unsur hara akan menjamin lebih baiknya proses metabolisme tanaman seperti proses transportasi dan alokasi fotosintat. Peningkatan metabolisme tanaman ini akan diiringi pula dengan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti tinggi tanaman, peningkatan jumlah daun, dan berat kering tanaman (Lana, 2009). Inokulasi mikoriza secara signifikan dapat meningkatkan produksi bobot kering tanaman (Zulaikha, 2006). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah secara keseluruhan dipengaruhi oleh keberadaan mikoriza dan patogen yang diinokulasikan dalam media tanam. Mikoriza dan patogen mampu mengeluarkan enzim-enzim tertentu agar dapat menginfeksi perakaran tanaman. Menurut Gafur (2003), mikoriza dan patogen dapat mengeluarkan enzim selulase, pektinase, oksidatif, dan hidrolitik untuk menembus dinding sel akar tanaman, sehingga kedua jamur tersebut dapat menginfeksi perakaran tanaman. Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa pemberian mikoriza berpengaruh (Sig. < 0,05) terhadap persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit pada tanaman. Berikut merupakan hasil pengamatan persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit dari tanaman kacang tanah pada minggu ke-13 setelah tanam yang disajikan dalam Tabel 4 dan Gambar 16. 11 Tabel 4. Pengamatan persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-13 setelah tanam. Perlakuan Perlakuan 1 (-)mikoriza dan (-)patogen Perlakuan 2 (-)mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 3 10 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 4 20 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 5 30 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 6 40 gr mikoriza dan (+)patogen Perlakuan 7 50 gr mikoriza dan (+)patogen Infeksi Mikoriza (%) Infeksi Patogen (%) Intensitas Serangan (%) 0a 0a 0a 0a 80 d 86,40 d 43 b 75 cd 57,65 c 68 c 63 bcd 46,14 bc 75 cd 58 bc 43,48 bc 80 d 50 b 41,94 bc 85 d 45 b 37,46 b Keterangan : Angka–angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf signifikan 95%. Pada tabel 4 terlihat bahwa persentase infeksi mikoriza terbesar terrdapat pada perlakuan 7, sedangkan persentase infeksi patogen dan intensitas serangan penyakitnya terendah. Pada kolom persentase infeksi mikoriza, perlakuan 3 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2 (kontrol positif). Hal ini sesuai dengan hasil uji viabilitas mikoriza yang menunjukkan bahwa mikoriza mampu menginfeksi perakaran tanaman kacang tanah. Pada kolom persentase infeksi patogen, perlakuan 5 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Persentase infeksi mikoriza dan patogen ini akan menentukan besarnya persentase intensitas serangan pernyakit yang muncul pada bagian daun tanaman kacang tanah. Pada kolom persentase intensitas serangan penyakit, perlakuan 3 hingga perlakuan 7 memberikan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase infeksi mikoriza, maka semakin rendah persentase infeksi patogennya, sehingga intensitas serangan penyakit yang muncul pada daun tanaman kacang tanah juga akan rendah. Mekanisme interaksi antara mikoriza dan patogen, baik interaksi secara antagonis maupun antibiosis tidak terjadi secara langsung, melainkan melalui tanaman inang dengan perubahan-perubahan morfologi ataupun fisiologi zat kimia tertentu. Perubahan pada tanaman ini distimulus oleh adanya kolonisasi mikoriza di dalam zona rhizosfer, sehingga tanaman dapat membentuk pertahanan dalam menghadapi serangan patogen (Talanca, 2010). Perbedaan persentase infeksi antara mikoriza dan patogen ditentukan oleh kemampuan S,rolfsii dalam menginfeksi akar tanaman, serta kinerja mikoriza G.fasciculatum. Diduga adanya mekanisme kompetisi antara keduanya memberikan pengaruh terhadap persentase infeksi patogen maupun mikoriza pada akar tanaman kacang tanah. Kompetisi yang terjadi meliputi kompetisi sumber nutrisi, kompetisi tempat kolonisasi, dan kompetisi dalam melakukan infeksi pada perakaran tanaman. Pada penelitian ini, inokulasi mikoriza dilakukan pada minggu ke-1 masa tanam, sedangkan inokulasi patogen dilakukan pada minggu ke-4 masa tanam. Mikoriza akan berkembang lebih dulu pada perakaran tanaman dibandingkan patogen, sehingga mikoriza dapat menekan infeksi patogen pada jaringan akar tanaman tersebut. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Yunis (2012) yang menyebutkan bahwa mikoriza Glomus mosseae yang diinokulasikan bersamaan dengan patogen Fusarium oxysporum pada tanaman tomat varietas Fortuna memberikan persentase infeksi mikoriza yang lebih rendah yaitu hanya 60% saja bila dibandingkan dengan inokulasi patogen F.oxysporum setelah hari ke-21 masa tanam yang persentase infeksi mikorizanya dapat mencapai 80%. Menurut Talanca (2010), mikoriza mampu menekan perkembangan patogen apabila telah terjadi simbiotik antara tanaman inang terlebih dahulu. Jika patogen menginfeksi tanaman terlebih dahulu, maka mikoriza tidak dapat berkembang. Gambar 16. Grafik persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap tanaman kacang tanah varietas Domba pada minggu ke-13 setelah tanam. 12 Pada gambar 16 terlihat bahwa persentase infeksi mikoriza berbanding terbalik dengan persentase infeksi patogen dan intensitas serangan penyakit. Semakin tinggi persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman, maka semakin rendah persentase infeksi patogen dan intensitas serangan penyakit. Diduga bahwa mikoriza mampu menekan perkembangan patogen. Infeksi mikoriza pada akar tanaman dapat menyebabkan perubahan morfologi, seperti terjadinya lignifikasi pada bagian sel endodermis akar sehingga membentuk penghalang terhadap penetrasi patogen dan mikoriza akan menggantikan peran akar melalui hifa eksternalnya dalam penyerapan air serta unsur hara di dalam tanah. Selain itu, mikoriza juga mampu meningkatkan kandungan senyawa fenol (zat antibiotik) pada akar tanaman, seperti flavonoid, isoflavonoid, dan tanin. Terjadinya akumulasi senyawa-senyawa fenol ini disebabkan karena meningkatnya aktivasi enzim Phenylalanine Ammonium Lyase (PAL) yang berfungsi dalam menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman jagung yang terinfeksi mikoriza mampu menghasilkan senyawa fenol, sedangkan yang tidak terinfeksi mikoriza tidak ditemukan kandungan senyawa fenol (Soenartiningsih1, 2011). Patogen S.rolfsii tetap dapat menginfeksi akar tanaman kacang tanah karena S.rolfsii mampu mengeluarkan eksudat berupa ikatan ion, protein, karbohidrat, enzim endopoligalakturonase, dan asam oksalat. Asam oksalat ini bersifat racun terhadap tanaman (fitotoksik), sehingga menyebabkan terganggunya metabolisme pada tanaman inang (Sumartini, 2012). Menurut Gafur (2003), patogen S.rolfsii diketahui mampu menghasilkan enzim kutinase ketika menginfeksi tanaman inang. Enzim kutinase merupakan salah satu enzim yang penting bagi perkembangan jamur patogen, terutama untuk menghancurkan dan menembus kutikula dinding sel tanaman agar patogen dapat mempenetrasi jaringan tersebut. Enzim endopoligalakturonase yang dihasilkan oleh jamur patogen juga berperan dalam penghancuran sel tanaman. Gambar 17. Pengamatan mikroskopis akar kacang tanah yang terinfeksi Sclerotium rolfsii dengan perbesaran 100x. Seiring dengan bertambahnya perlakuan dosis mikoriza yang diberikan, maka persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman semakin tinggi, sedangkan persentase infeksi patogen dan persentase intensitas serangan penyakit semakin rendah (Gambar 17). Infeksi mikoriza pada akar tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pemupukan dan nutrisi tanaman, intensitas cahaya, musim, kelembapan tanah, pH, tingkat kerentanan tanaman inang, serta kepadatan spora mikoriza itu sendiri (Sastrahidayat, 2011). Sedangkan persentase infeksi mikoriza dalam akar tanaman berkaitan erat dengan kerapatan spora mikoriza yang diberikan dalam media tanam. Menurut Widiastuti (2005), kerapatan spora merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi mikoriza pada perakaran tanaman. Kandungan air tanah yang cukup juga membantu keberhasilan proses infeksi mikoriza pada akar tanaman. Selain itu, kecepatan pertumbuhan hifa mikoriza dan akar tanaman juga berpengaruh. Penelitian Djazuli (2011) menyebutkan bahwa aplikasi mikoriza pada tanaman Pimpinella pruatjan mampu memberikan infeksi yang nyata pada perakarannya dengan cara meningkatkan populasi spora di dalam akar tanaman. Simbiosis antara tanaman inang dengan mikoriza terjadi dengan adanya pemberian karbohidrat dari tanaman kepada mikoriza dan pemberian unsur hara tanah dari mikoriza kepada tanaman. Oleh karena itu, perkembangan mikoriza pada perakaran tanaman sangat bergantung pada tingkat fotosintesis tanaman inang. Mikoriza membutuhkan senyawa karbon yang diproduksi oleh tanaman inang, sehingga kemampuan tanaman untuk mensuplai karbon dari hasil fotosintesisnya menentukan keberhasilan tanaman dalam bersimbiosis dengan mikoriza (Suciatmih, 2001). 13 a b c Gambar 18. Pengamatan mikroskopis infeksi mikoriza Glomus fasciculatum pada akar tanaman kacang tanah dengan perbesaran 100x : (a) Hifa internal G.fasciculatum pada korteks akar ; (b) Hifa eksternal G.fasciculatum ; dan (c) Spora G.fasciculatum pada korteks akar. Interaksi sebenarnya antara mikoriza, patogen, dan tanaman inang cukup kompleks. Mikoriza mampu menekan persentase infeksi patogen, sehingga serangan penyakit yang muncul pada tanaman tidak terlalu parah. Penurunan intensitas serangan penyakit ini disebabkan karena mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman. Mekanisme perlindungan mikoriza terhadap serangan patogen adalah : (a) mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang; (b) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk menghambat perkembangan patogen; serta (c) memacu perkembangan mikroba saprofit di sekitar perakaran tanaman. Menurut Talanca (2010), aplikasi mikoriza pada tanaman jagung yang diinokulasi patogen Rhizoctonia solani pada saat 2 minggu setelah tanam dapat menurunkan persentase intensitas serangan hingga 40%, dibandingkan dengan tanpa pemberian mikoriza yang persentase intensitas serangannya mencapai 86,66%. Penelitian Soenartiningsih2 (2011) juga menyebutkan bahwa mikoriza jenis Glomus mosseae dapat mengurangi jumlah sklerotium dari patogen Rhizoctonia solani pada akar kacang polong. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh terhadap patogen Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang tanah varietas Domba (Arachis hypogaea var.Domba). Hal ini dibuktikan dengan adanya pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, berat kering tanaman (akar, polong, dan tajuk), persentase infeksi mikoriza, persentase infeksi patogen, dan intensitas serangan penyakit pada tanaman kacang tanah yang diberi perlakuan dosis mikoriza sebesar 50 gram. Pada penelitian ini perlakuan dosis mikoriza sebesar 50 gram mampu memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis mikoriza yang lain. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T., A.A. Rahmania, & Suhartina. 1993. Budidaya Kacang Tanah. Dalam Astanto K., A. Winarto, & Sunardi. Monograf Balitan Malang No.12 hal.91107. Agus, F. dan J. Ruijter. 2004. Perhitungan Kebutuhan Pupuk. World Agroforestry Centre. Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Third Edition. Academic Press, Inc., California. Alkareji. 2008. Pemanfaatan Mycorrhizal Helper Bacterias (MHBs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (CMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcatalaria (L.) Nielsen) di Persemaian. Tugas Akhir. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ariani, Erlida. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16 : 16 : 16 dan Berbagai Jenis Mulsa Terhadap Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Sagu Vol.8 No.1 hal.5-9. Astiko, Wahyu. 2009. Pengaruh Paket Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai di Lahan Kering. Program Studi Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Buhaira, & Asniwita. 2009. Studi Pengaruh Aplikasi Berbagai Konsentrasi Sclerotium rolfsii Terhadap Kehilangan Hasil Pada Kacang Tanah. Jurnal Agronomi Vol.13 No.2. Djazuli, Muhamad. 2011. Pengaruh Pupuk P dan Mikoriza Terhadap Produksi dan Mutu Simplisia Purwoceng (Pimpinella 14 pruatjan). Buletin Littro Vol.22 No.2 hal.147-156. Fajarwati, Indah. 2012. Efektivitas Glomus mosseae Terhadap Patogen Rhizoctonia solani Pada Tanaman Tomat (Lycopercicum esculentum Mill) var. Fortuna. Tugas Akhir. Jurusan Biologi FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Gafur, Abdul. 2003. Aspek Fisiologis dan Biokimia Infeksi Jamur Patogen Tumbuhan. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika Vol.3 No.1. Hapsoh, S. Yahya, & T.M. Oelim. 2006. Respons Fisiologis Beberapa Genotipe Kedelai yang Bersimbiosis Dengan MVA Terhadap Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan. Jurnal Hayati Vol.13 No.2 hal.43–48. Hidayah, Nurul, & Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi Perkembangan Patogen Tular Tanah pada Tembakau. Perspektif Vol.8 No.2 hal.74-83. Imas, Tedja, Ratna Siri Hadioetomo, Agustin Widya Gunawan, & Yadi Setiadi. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Junaedi, Wahyu, & Yudiwati Wahyu E.K. 2011. Uji Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kartini & Widodo. 2000. Pengaruh Solarisasi Tanah Terhadap Pertumbuhan Sclerotium rolfsii Sacc. Dan Patogenitasnya Pada Kacang Tanah. Buletin Hama dan Penyakit Tanaman Vol.12 No.2 hal.53-59. Lakitan, Benjamin. 2011. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lana, Wayan. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di Lahan Kering. Majalah Ilmiah Universitas Tabanan Vol.6 No.1. Magenda, Seny, Febby E.F. Kandou, & Stella D. Umboh. 2011. Karakteristik Isolat Jamur Sclerotium rolfsii dari Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Jurnal Bioslogos Vol.1 No.1. Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian Vol.29 No.4. Nurhayati. 2010. Pengaruh Waktu Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular Pada Pertumbuhan Tomat. Jurnal Agrivigor 9 (3) hal.280-284. Pal, Kamal Krishna. 2011. Biological Control of Plant Pathogens. National Research Centre for Groundnut, India. Saleh, Nasir. 2010. Optimalisasi Pengendalian Terpadu Penyakit Bercak Daun Dan Karat Pada Kacang Tanah. Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (4) hal.289-305. Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza Dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Universitas Brawijaya Press, Malang. Semangun, 2008. Penyakit – Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Smith, S. E. and D. J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis 3rd Edition. Academic Press Elsevier Ltd. New York, London, Burlington, San Diego. Suciatmih. 2001. Peran Jamur Mikoriza Vesikular-Arbuskular dalam Konservasi 15 Tanah. Warta Kebun Raya Bogor Vol.3 No.1. Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, Malang. Sumartini. 2012. Penyakit Tular Tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani) Pada Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian Serta Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 3 (1). Sumiati, E. dan O.S. Gunawan. 2006. Aplikasi Pupuk Hayati Mikoriza untuk Meningkatkan Efisiensi Serapan Unsur Hara NPK, serta Pengaruhnya Terhadap Hasil dan Kualitas Umbi Bawang Merah. Jurnal Hortikultura Vol.17 No.1 hal.34-42. Soenartiningsih1. 2011. Infeksi Jamur Mikoriza Arbuskular Berdampak Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Jagung. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan, dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros. Soenartiningsih2. 2011. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskular dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pelepah dan Peningkatan Produksi Jagung. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan, dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros. Talanca, Haris. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Pada Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Sulawesi Selatan. Turjaman, M. 2004. Mikoriza : Inovasi Teknologi Akar Sehat, Kunci Sehat Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Majalah Kehutanan Indonesia I hal 20-22, Jakarta. Widiastuti, Happy, Nampiah Sukarno, Latifah Kosim Darusman, Didiek Hadjar Goenadi, Sally Smith, & Edi Guhardja. 2005. Penggunaan Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula Sebagai Inokulum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit. Menara Perkebunan Vol.73 No.1 hal.2634 Yulianti, Titiek dan Cece Suhara. 2006. Patogenisitas Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia solani, dan R. bataticola Dari Beberapa Sumber Inokulum Terhadap Kecambah Wijen (Sesamum indicum L.). Prosiding Seminar Memacu Pengembangan Wijen Untuk Mendukung Agroindustri Malang hal.84-87. Yunasfi. 2008. Serangan Patogen dan Gangguan Terhadap Proses Fisiologis Pohon. Karya Tulis Ilmiah. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Yunis. 2012. Efektivitas Mikoriza Terhadap Penyakit Layu Fusarium Pada Tomat (Lycopercicum esculentum Mill) var. Fortuna. Tugas Akhir. Jurusan Biologi FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Zulaikha, Siti,dan Gunawan. 2006. Serapan Fosfat dan Respon Fisiologi Tanaman Cabai Merah Cultivar Hot Beauty Terhadap Mikoriza dan Pupuk Fosfat Pada Tanah Ultisol. Bioscientiae Vol.3 No.2 hal.83-92. Tirta, I Gede. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Panili (Vanili planifolia Andrew). Biodiversitas Vol.7 No.2 hal.171-174 16