Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
PENGARUH INDUSTRIALISASI TERHADAP PEMBENTUKKAN
WILAYAH PERI URBAN DAN KONDISI SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT
KHAIRUN NISA MUTMA’INAH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Pengaruh
Industrialisasi Terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah
diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari pustka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Januari 2015
Khairun Nisa Mutma’inah
I34110059
iii
ABSTRAK
KHAIRUN NISA MUTMA’INAH. Pengaruh Industrialisasi terhadap Pembentukkan
Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat. Dibimbing oleh
FREDIAN TONNY NASDIAN
Industrialisasi merupakan salah satu penggerak roda ekonomi yang saat ini sudah
banyak diterapkan diberbagai wilayah Indonesia termasuk di wilayah pedesaan.
Masuknya industri ke suatu wilayah terutama pedesaan telah menyebabkan
pembentukkan transformasi wilayah peri urban dimana wilayah pedesaan saat ini
berubah menjadi kawasan peri urban yang sudah teradopsi oleh kebudayaan kota.
Pembentukkan wilayah peri urban tersebut tentu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
dengan bertambahnya penduduk sebagai konsekuensi maraknya proses industrialisasi di
beberapa kawasan pedesaan. Tingginya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah
tersebut juga berakibat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung
berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat
wilayah peri urban sehingga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di
wilayah setempat. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis sejauhmana
pengaruh industrialisasi terhadap pembentukkan transformasi wilayah peri urban dan
faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya transformasi wilayah peri urban serta
menganalisis pengaruh pembentukkan wilayah peri urban terhadap kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat peri urban.
Kata Kunci: industrialisasi, kondisi sosial ekonomi, transformasi wilayah peri urban
ABSTRACT
KHAIRUN NISA MUTMA’INAH. The Industialization Influence for Urban Fringe
Area Formation and Condition of Social Economic Community. Supervised by
FREDIAN TONNY NASDIAN
Industrialization is the one of activator from economic cycle that currently be more
applied in many places of Indonesia conclude rural area. Entry of industrialization in
the area especially in rural area have caused formation of peri urban transformation
area that recently rural area have changed peri urban area that be adopted by city
culture. The formation of urban fringe area surely is encouraged by some factors with
population increasing as consequances of industrialization process glow in the some
rural area. High population amount that stay in the area have consequanced in social
activity changing of community that prone on changing to consumptive side. Recently,
consumptive behavior become culture in urban fringe community, so have influenced
social economic condition of community in that place. The goal of this paper is analyse
how the industrialization influences about transformation of formation in urban fringe
area and factors that have influenced formation of urban fringe area transformation
and analyse influence of urban fringe area to social economic conditon of urban fringe
community.
Key words : industrialization, social economic condition, transformation of urban
fringe area
iv
PENGARUH INDUSTRIALISASI TERHADAP PEMBENTUKKAN WILAYAH
PERI URBAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Oleh:
KHAIRUN NISA MUTMA’INAH
I34110059
Laporan Studi Pustaka
sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Khairun Nisa Mutma’inah
NIM
: I34110059
Judul
: Pengaruh Industrialisasi terhadap Pembentukkan Wilayah Peri
Urban dan Kondisi Sosial Masyarakat
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masayarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Ir. Fredian Tonny N, MS
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Pengesahan: ______________________
vi
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi pustaka dengan
judul “Pengaruh Industrialisasi Terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat” ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini
ditujukan dalam rangka pemenuhansyarat kelulusan MK. Studi Pustaka (KPM 403)
pada Departemen sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini tidak
dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan rasa terimaksih kepada;
1. Bapak Ir. Fredian Tonny N, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk arahan, masukan, kritik dan saran, serta sabar
dalam membimbing penulis selama penulisan studi pustaka ini,
2. Ayahanda Khairuman SK dan Ibunda Siti Syarifah–adik tercinta Khairu Ummah
dan Khairida Fahra Husna sebagai sumber motivasi dan telah mendukung
penulis dalam menempuh pendidikan menjadi mahasiswa Departemen Sains
Komunkasi dan Pengembangan Masyarakat,
3. Semua dosen di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan akademisi dan ilmu kehidupan
kepada penulis selama studi,
4. Teman sekelompok bimbingan Studi Pustaka Khalida, Maulana Ikhsan,
Rifayana dan Gina Nefstia yang telah memberikan dukungan dan masukkan
selama menyusun studi pustaka,
5. Kak Fathia sebagai murobi’ dan teman–teman Liqo’ Mirfa Soraya Ardilla, Silpa
Dewi Alawiyah, Nabila Rizki Alifa, Ichris Dian Mayasari, Tri Syntia, Nur
Apriyani serta Anita Pertiwi, Wira dan Nerissa yang tiada henti–hentinya
memberikan dukungan dan motivasi,
6. Teman-teman seperjuangan SKPM 48 lainnya yang telah memberikan dukungan
dan keceriaan selama melewati masa kuliah di SKPM IPB,
7. Keluarga BEM FEMA Mozaik Toska, khususnya pimpinan dan Departemen
Advokasi dan Kesejahteraan Masyarakat yang telah memberikan banyak
pengalaman organisasi dan dukungan kepada penulis.
Akhirnya penulis berharap studi pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang pengaruh dominasi politik
terhadap kesejahteraan kelompok etnik. Kritik dan saran sangat diharapkan darisemua
pihak sehingga dapat membangun ke arah yang lebih baik.
Bogor, Januari 2015
Khairun Nisa Mutma’inah
I34110059
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL....................................................................................
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
PENDAHULUAN....................................................................................
Latar Belakang.................................................................................
Tujuan Penelitian..............................................................................
Metode Penulisan.............................................................................
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1 Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng
Kecamatan
Talun,
Kabupaten
Pekalongan
(Suhadi,
2012).................................................................................................
2 Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial
ekonomi penduduk di Kabupaten Bantul. Kasus daerah perkotaan,
pinggiran, dan pedesaan tahun 2001-2010 (Pewista dan Harini,
2013).................................................................................................
3 Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial (Dalam
bingkai pemikiran Jean Baudrillard) (Ulfa, 2012)...........................
4 Transformasi wilayah peri urban kasus di Kabupaten Semarang (Hardati,
2011).................................................................................................
5 Analisis karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat
pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah (Sarno dan Setiawan, 2013).................
6 Pola spasial kegiatan industri unggulan di Provinsi Jawa Timur (Studi
kasus subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki) (Deny dan
Santoso, 2013)...................................................................................
7 Stratifikasi sosial petani padi di Desa Pematang Sikek, Kecamatan Rimba
Melintang, Kabupaten Rokan Hilir (Karmila, 2014)........................
8 Transformasi masyarakat petani Mranggen menuju masyarakat industri
(Ismanto, Huda dan Maulida, 2012)....................................
9 Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat
(Sutrisna, 2008).................................................................................
10 Dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar
Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kertanegara
(Siska, 2013)......................................................................................
11 Perubahan sosial masyarakat pasca pembangunan pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) Kota Panjang, Provinsi Riau (Syapsan, Basri, Ilyas,
2010)..................................................................................................
12 Kajian dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari di
Keluarahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Sari dan Rahayu,
2014)..................................................................................................
13 Rural industrialisation: Challenges and proposition (sundar dan
Srinivasan, 2009)................................................................................
14 Gaining from rural migrants: Migrant employment strategies and
socioeconomic implications for rural labour markets (Kasimis,
Papadopoulos, Pappas, 2010)............................................................
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN....................................................
Industrialisasi dan Permasalahan.......................................................
Industrialisasi Pedesaan.....................................................................
Transformasi Wilayah Peri Urban.....................................................
ix
ix
1
1
2
2
4
4
6
8
10
11
13
15
17
18
20
22
23
25
27
30
30
33
35
viii
Perubahan Masyarakat Agraris Menuju Masyarakat Industri..........
Kondisi Sosial Ekonomi...................................................................
SIMPULAN..............................................................................................
Hasil Rangkuman dan Pembahasan.................................................
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi..................
Usulan Kerangka Pemikiran Baru...................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
RIWAYAT HIDUP..................................................................................
39
41
44
44
45
45
48
51
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi dan
Permasalahan...........................................................................................
Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi Pedesaan.......
Perbandingan
untuk
menentukan
Definisi
Transformasi
Pembentukkan Wilayah Peri Urban........................................................
Perbandingan untuk menentukan Definisi Perubahan Masyarakat
Agraris menuju Masyarakat Industri.......................................................
Perbandingan untuk menentukan Definisi Kondisi Sosial Ekonomi......
32
34
36
40
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Tabel Luas Perubahan Tiap Penggunaan Lahan Keluarahan
Mendawai Tahun 1979-2012...............................................................
Kerangka Industrialisasi dan Permasalahan........................................
Kerangka Industrialisasi Pedesaan......................................................
Tabel Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di
Kabupaten Semarang Tahun 2005-2009.............................................
Kerangka Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri urban...............
Kerangka Perubahan Masyarakat Agraris ke Masyarakat Industri.....
Kerangka Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat..................................
Kerangka Pemikiran...........................................................................
31
33
34
36
38
41
43
47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang disebut sebagai negara yang
berada pada tahapan tinggal landas menurut model tahapan pembangunan yang
dikemukakan oleh Rostow (1964) dalam Mirajani (2003). Tahapan ini adalah tahapan
kritis yang harus dilalui setiap negara ketika akan menuju masyarakat modern, di awali
dengan tahapan masyarakat tradisional dan berakhir pada tahapan pembangunan dimana
masyarakatnya sudah mencapai tahap masyarakat modern dengan konsumsi tinggi.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk berusaha menjadikan masyarakat Indonesia
dengan perekonomian industrialisasi, bukan perekonomian tradisional. Dewasa ini
pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Pembangunan industri
merupakan suatu kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu
mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/ atau barang jadi menajdi barang dengan nilai yang
lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Pedesaan merupakan basis perekonomian paling bawah di suatu negara dan saat
ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan serta kesejahteraan masyarakat. Menurut
data BPS tahun 2012, menyebutkan penduduk miskin Indonesia mencapai 29 juta orang
dan 18 juta diantaranya merupakan penduduk yang tersebar di daerah pedesaan, maka
tidak heran industrialisasi menjadi alternatif bagi peningkatan kualitas hidup pedesaan.
Industrialisasi dapat diibaratkan seperti koin yang memiliki dua sisi, dimana satu sisi
memberikan berbagai keuntungan, namun disisi lain harus menerima resiko yang
disebabkannya. Salah satu resiko yang diakibatkan oleh industrialisasi yaitu semakin
terstratifikasinya masyarakat desa yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan,
baik itu ekonomi, politik maupun sosial.
Pengaruh kebijakan pada otonomi daerah telah memberikan pengaruh
khususnya terhadap wilayah pedesaan dimana perubahan peta politik nasional
membawa dampak perubahan tata pemerintahan daerah, termasuk penyerahan beberapa
kewenangan pusat kepada daerah dalam bidang peraturan/regulasi. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah sebagai tonggak pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola
pemerintahan dan sumber daya alamnya, kemudian disempurnakan dengan UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Hal itu menjadikan posisi
pemerintah daerah sebagai daerah otonom semakin kuat khususnya untuk mengatur
perkembangan ekonomi didaerahnya.
Masuknya industri ke suatu wilayah terutama pedesaan telah menyebabkan
pembentukkan transformasi wilayah peri urban dimana wilayah pedesaan saat ini
berubah menjadi kawasan peri urban yang sudah teradopsi oleh kebudayaan kota.
Pembentukkan wilayah peri urban tersebut tentu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
dengan bertambahnya penduduk sebagai konsekuensi maraknya proses industrialisasi di
beberapa kawasan pedesaan. Daerah peri urban juga mempengaruhi bagaimana
perubahan struktur mata pencaharian masyarakat dan struktur sosial yang terjalin dalam
2
masyarakat tersebut seperti pada beberapa wilayah di Kabupaten Bogor dimana saat ini
dominasi jumlah penggunaan lahan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan
jumlah penggunaan lahan pertanian dengan didirikannya bangunan perumahan serta
pembangunan ruko-ruko yang disewakan. Perubahan persentase penggunaan lahan
tersebut tentu mempengaruhi bagaimana mata pencaharian dan struktur sosial dalam
masyarakat antara penduduk asli dengan penduduk pendatang.
Masyarakat desa yang awalnya memiliki sistem yang sederhana, dimana relatif
tidak ditemukan diferensiasi sosial, berubah menjadi masyarakat dengan diferensiasi
yang tegas. Diferensiasi sosial yang semakin tegas di dalam pedesaan memicu lahirnya
ketimpangan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam mengakses
sumberdaya yang dianggap bernilai tinggi. Sumberdaya tersebut antara lain, kekayaan,
kekuasan dan lain sebagainya, sehingga mempengaruhi interaksi sosial serta struktur
sosial masyarakat. Masyarakat yang menjadi aktor dalam industrialisasi tersebut adalah
masyarakat agraris yang berubah menjadi masyarakat industri. Selain itu, perbedan
kualitas sumberdaya manusia, pendapatan dan penguasaan modal semakin memperkuat
kesenjangan diantara masyarakat khususnya dibidang sosial ekonomi. Mirajiani (2003)
dalam penelitiannya menemukan bahwa kesenjangan yang terjadi di dalam masyarakat
ini terjadi dikarenakan struktur dan pengaturan ekonomi yang berlangsung sangat cepat.
Proses perubahan ini terjadi disebabkan oleh adanya penurunan serta peningkatan
penghasilan pada kelompok mata pencaharian tertentu yang disebabkan perbedaan
peluang dan kesempatan untuk mengakses manfaat positif dari keberadaan industri.
Tingginya alih fungsi lahan non pertanian berkorelasi kepada penyediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat sehingga konsekuensi yang terjadi adalah
tingginya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Wilayah pedesaan yang
berubah menjadi wilayah peri urban telah menciptakan pertambahan jumlah penduduk
secara signifikan sehingga berpengaruh terhadap perubahan aktivitas sosial masyarakat
yang cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya
pada masyarakat wilayah peri urban karena mempengaruhi gaya hidup masyarakat
setempat yang sudah terakomodasi oleh budaya luar dengan sistem teknologi yang
canggih. Kondisi tersebut perlu dikaji untuk melihat sejauhmana pengaruh
pembentukkan wilayah peri urban terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
setempat.
Tujuan Penelitian
Penulisan studi pustaka mengenai “Pengaruh Industrialisasi terhadap
Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat” adalah
untuk menelusuri lebih jauh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan
wilayah peri urban yang selanjutnya berkorelasi terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Tujuan selanjutnya yang ingin dicapai adalah untuk menelusuri kajiankajian sebelumnya dan ada yang belum pernah diteliti untuk dijadikan penulis sebagai
rencana penelitian selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan kajian yang telah dibuat
dapat memberikan sumbangan lebih untuk dunia ilmu sosial ke depannya terkait dengan
industrialisasi.
Metode Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai kepustakaan. Jenis
kepustakaan terdiri dari jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi/tesis/disertasi,
dan dokumen resmi lainnya serta tulisan atau artikel dalam media dan buku-buku yang
3
membahas atau mempublikasikan masalah-masalah terkait. Kajian pustaka selanjutnya
diringkas, dianalisis dan disintesis untuk diperoleh kajian lebih mendalam untuk
menghasilkan suatu kerangka baru sehingga menghasilkan pertanyaan penelitian yang
selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan proposal penelitian.
4
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
1.: Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa
Krompeng Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan
: 2012
: Jurnal
: Elektronik
: Suhadi
: : : : Journal of Education Social Studies
: Vol. 01, No. 02 ISSN 2552-6390
: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/vie
w/735/744
: 30 Oktober 2014, pukul 05.51 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Desa Krompeng merupakan desa yang menyimpan potensi air, pasir,
batu dan sedimentasi sehingga banyak para petani yang bekerja sebagai
penambang galian sirtu. Pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap statusnya dalam masyarakat, minimal
status dalam bidang ekonomi. Seseorang yang bekerja dalam masyarakat
mendapat status dan peran lebih dalam masyarakat serta mendapat posisi dalam
kelompoknya yang menjadi tujuan dari individu dalam masyarakat. Penelitian
ini merumuskan permasalahan bagaimana aspek sosial ekonomi pekerja
tambang sirtu di Desa Krompeng dengan tujuan (1) mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi beralihnya petani menjadi pekerja tambang galian sirtu, (2)
mengkaji kompetensi kerja dan perolehan pendapatan tenaga kerja pada
penambang galian sirtu, (3) mengkaji status sosial dan peran sosial pekerja
tambang galian sirtu, dan (4) mengkaji peran pemerintah daerah dalam kegiatan
penambangan galian sirtu. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan data primer dan sekunder melalui teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Berdasarkan pengumpulan data dilapangan, sebagian masyarakat
melakukan alih pekerjaan menjadi penambang sirtu disebabkan oleh faktor dari
dalam masyarakat dan dari luar masyarakat. Beberapa faktor dari dalam
masyarakat diantaranya tidak memiliki lahan sawah; memiliki lahan sawah yang
sempit; hasil pendapatan sebagai petani/ buruh tani yang tidak mencukupi
kebutuhan; peluang kerja sebagai buruh tani atau buruh lainnya yang tidak jelas
dan tidak menentu; pendidikan yang rendah; tidak dimilikinya keterampilan;
tidak memiliki modal yang cukup untuk berusaha; lebih suka berkumpul dengan
keluarga; bebas dalam bekerja; terdapatnya potensi sirtu di sungai dan lahan
sawah dan pendapatan yang cukup serta dapat diandalkan sebagai penambang
sirtu. Sementara faktor dari luar masyarakat yang mempengaruhi alih pekerjaan
menjadi penambang sirtu diantaranya pembeli sirtu yang setiap hari selalu ada;
kontak dengan masyarakat lain yang memiliki kegiatan penambang sirtu;
5
peraturan ijin penambangan galian C yang tidak jelas dan ketidakmampuan
pemerintah daerah berserta aparatnya dalam menangani penambangan galian C
tidak berizin.
Para pekerja tambang sirtu memiliki persamaan status sosial seperti
anggota masyarakat lain di Desa Krompeng pada umumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pekerjaan tambang sirtu merupakan suatu bentuk
diferensiasi sosial bukan stratifikasi sosial. Peran sosial para pekerja tambang
sirtu juga tidak berbeda dengan anggota masyarakat lainnya. Selain bekerja
untuk mendapatkan uang agar kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi, semua
kegiatan yang ada di dalam masyarakat diikuti. Peranan pemerintah sendiri yaitu
membuat peraturan melalui perundang-undangan. Namun upaya tindakan nyata
dari pemerintah Kabupaten Pekalongan pada penambang pasir hanya sampai
pada sosialisasi peraturan dan pelarangan sehingga masih banyak perusahaan
yang melakukan penambangan secara illegal. Dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi beralihnya pertanian menjadi pekerja tambang galian surti
berasal dari dalam dan luar masyarakat. Selain itu, perlu perbaikan upaya
tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan agar penambangan galian surti
menguntungkan segala pihak.
Analisis
:
Penelitian ini menambah kajian mengenai beberapa faktor yang
mempengaruhi perubahan mata pencaharian masyarakat Desa Krompeng.
Beberapa faktor tersebut dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya dan
membandingkan bagaimana status dan peranan sosial yang terbentuk dengan
wilayah penelitian yang berbeda. Penelitian ini menjelaskan bahwa peralihan
mata pencaharian tersebut tidak melahirkan stratifikasi sosial namun hanya
diferensiasi sosial. Jika dianalisis lebih lanjut maka diferensiasi sosial dalam
penelitian ini adalah perbedaan kedudukan dan peranan diantaranya melalui
ganjaran (pendapatan) dan hak yang berbeda karena bagi individu yang
memiliki keterampilan maka dia akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai keterampilan. Selain itu
ketidaksamaan sosial dalam penelitian tersebut bisa dikaji melalui kedudukan
dalam masyarakat yang mempengaruhi kemampuan untuk mengakses
sumberdaya secara berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada kedudukan individu
yang bekerja sebagai pemilik lahan galian dengan buruh galian sirtu. Sumber
perubahan sosial penelitian ini adalah perspektif materialistik.
6
2.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian
terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di
Kabupaten Bantul. Kasus daerah perkotaan,
pinggiran, dan pedesaan tahun 2001-2010
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Ika Pewista, Rika Harini
: : : : Jurnal Bumi Indonesia
: Vol. 02, No. 02
: http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/
168/165
: 29 Oktober 2014, pukul 14.52 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Kebutuhan akan lahan non pertanian cenderung terus mengalami
peningkatan, seiring pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia, maka
penguasaan dan penggunaan lahan mulai beralih fungsi. Tingginya alih fungsi
lahan di wilayah DIY seperti di Kabupaten Bantul dan Skeman akan berdampak
pada keberlangsungan usaha pertanian. Saat ini pembangunan perumahan
memang marak terjadi, hal tersebut disebabkan lokasinya dekat dengan Kota
Yogyakarta sehingga menjadi daya tarik untuk membangun perumahan disana.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik demografi, sosial,
ekonomi penduduk yang melakukan alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian, mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian, dan mengetahui dampak alih fungsi lahan pertanian
ke non pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk didaerah penelitian
dan mengetahui hubungan antara luas lahan pertanian setelah alih fungis lahan
dengan keberlangsungan usahatani. Lokasi Kabupaten Bantul menjadi lokasi
penelitian karena sektor pertanian Bantul memberikan sumbangan besar dalam
perekonomian dan memiliki lahan pertanian yang subur sehingga kegiatan
pertanian dapat berkembang. Metode yang digunakan dalam memperoleh data
primer adalah survai melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan
kuisioner dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka dan investarisasi data sekunder.
Faktor pendorong yang menjadi alasan pengalihfungsian lahan pertanian
adalah faktor penghasilan karena tidak adanya pekerjaan sampingan selain
menjadi petani. Namun pendapatan tinggi juga dapat diperoleh dari luas lahan
yang dimiliki sehingga berpengaruh pada jumlah produksi yang dihasilkan. Di
desa Panggungharjo faktor yang paling berpengaruh terhadap alihfungsi lahan
adalah harga jual lahan pertanian yang tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan
posisi geografis desa yang terletak dipinggiran kota yang berbatasan dengan
kota Yogyakarta. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap alih
fungsi lahan di desa Bantul dan Kebonagung yaitu lokasi lahan pertanian yang
startegis sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi peruntukkan penggunaan
lahan non pertanian. Namun terjadi ketimpangan ekonomi disebabkan lahan
7
yang terbilang strategis terpaksa dijual karena lahan sekitarnya akan
direncanakan pembangunan perumahan oleh investor sehingga harga lahan yang
dibayarkan seringkali lebih rendah dengan sistem borongan daripada pembeli
lahan yang sifatnya perseorangan.
Diversifikasi jenis mata pencaharian terjadi sebagai upaya strategi dalam
bertahan hidup, dimana seseorang akan meninggalkan pekerjaan sebelumnya
dan berpindah pekerjaan lain yang dianggap akan lebih menguntungkan. Di desa
Panggungharjo tidak terjadi perubahan jumlah petani setelah terjadinya alih
fungsi lahan pertanian, ini berarti mereka masih menjaga keberlangsungan usaha
tani dengan memanfaatkan lahan yang masih dimilikinya. Penduduk di desa
Bantul dan Kebonagung juga melakukan diversifikasi mata pencaharian menjadi
pedagang dan wiraswasta. Adanya alih fungsi lahan pertanian bagi penduduk
desa Pangungharjo dan Kebonagung berdampak pada penghasilan yang
cenderung menurun karena berkurangnya luas lahan pertanian yang dimiliki
sehingga produksi pertanian menurun dan berimbas pada pendapatan yang
menurun. Sedangkan bagi penduduk desa Bantul, alih fungsi lahan pertanian
meningkatkan pendapatan karena dengan menjual lahan pertanian dapat
digunakan sebagai modal usaha dibidang lain yang dianggap menguntungkan.
Dapat disimpulkan bahwa strategi bertahan hidup penduduk dengan
lahan sempit terus berlanjut karena itu keinginan mengalihfungsikan lahan
pertanian berbanding terbalik terhadap keberlangsungan usaha pertanian.
Semakin rendah keinginan untuk mengalihfungsikan lahan pertanian maka
keberlangsungan usaha pertanian akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
Dampak alih fungsi lahan pertanian di desa Panggunharjo tidak berpengaruh
besar dimana jumlah petani masih tetap. Alih fungsi lahan pertanian telah
melahirkan pekerjaan baru seperti yang dilakukan oleh penduduk desa Bantul
dan Kebonagung.
Analisis
:
Penelitian ini sudah menggambarkan faktor perubahan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian yang disebabkan karena pengaruh pendapatan
dibidang pertanian, harga jual lahan pertanian dan lokasi lahan pertanian. Fakor
yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di tiga desa berbeda-beda namun
masih pada satu penyebab yaitu faktor ekonomi. Pengalihfungsian lahan
pertanian ternyata tidak berbanding lurus dengan pendapatan bagi petani karena
sistem penjualan lahan kolektif serta tidak ada pendapatan lain selain dari
pertanian. Dampak tersebut secara tersirat dapat dijelaskan dengan perspektif
sumber perubahan sosial berdasarkan materialistik dimana lahan menjadi aset
dari perubahan sosial. Kelemahan dari penelitian ini adalah penulis tidak
menjelaskan argumentasi kualitatif mengenai perbedaan pendapatan yang
diterima oleh masing-masing desa terkait alasan mengapa masyarakat di desa
Panggungharjo yang masih bertahan menjadi petani; keberlangsungan usahatani
yang dilakukan oleh masyarakat desa Panggungharjo dan perubahan interaksi
sosial yang dialami oleh ketiga desa tersebut akibat perubahan pengalihfungsian
lahan pertanian karena perubahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
akan mempengaruhi interaksi sosial masyarakat yang akan memunculkan
diferensiasi dan stratifikasi sosial. Secara tersirat diferensiasi sosial yang terjadi
diakibatkan oleh perbedaan sumber pendapatan namun bentuk stratifikasi sosial
yang terjadi belum digambarkan oleh penulis.
8
3.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan
stratifikasi sosial (Dalam bingkai pemikiran
Jean Baudrillard)
: 2012
: Jurnal
: Elektronik
: Nurist Surraya Ulfa
: : : : Topik Utama
: Vol. 40, No. 01
: http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/for
um/article/view/3203/2876
: 30 Oktober 2014, pukul 05.56 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Seiring dengan berkembangnya kenyataan sosial yang semakin pesat,
eksistensi seseorang saat ini berubah menjadi masyarakat modern yang
konsumtif. Konsumsi yang dilakukan saat ini juga bukan lagi sekedar kegiatan
pemenuhan sandang, pangan dan papan namun sebagai budaya. Baudrillard
mengemukakan, masalah-masalah yang timbul dalam sistem masyarakat
konsumen tersebut tidak lagi berkaitan dengan produksi melainkan dengan
kontradiksi antara level produktifitas yang lebih tinggi dengan kebutuhan untuk
mendistribusikan produk. Hal tersebut menyebabkan masyarakat konsumen
tidak lagi mempunyai independensi. Kehidupan masyarakat tidak lagi
digerakkan oleh kebutuhan dan tuntutan personal, melainkan oleh kapasitas
produksi yang sangat besar. Dalam masyarakat konsumer, masyarakat hidup
disuatu bentuk relasi subjek-objek yang baru yaitu relasi konsumerisme
sehingga masyarakat mempelajari dan menginternalisasikan kode-kode sosial
dari objek-objek konsumsi, baik melalui media massa maupun lingkungan
sosial. Penelitian ini berupaya mengungkapkan pemahaman tentang makna
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam realitas masyarakat dan bagaimana objek
konsumsi menjadi penanda sosial dalam masyarakat yang dirangkai dalam
bingkai pemikiran Jean Baudrillrd.
Dekonstruksi dan reorientasi makna kebahagiaan, kesejahteraan,
kesetaraan, keadilan maupun demokrasi sosial sebenarnya merupakan bagian
dari skenario besar dibalik struktur sosial masyarakat konsumen saat ini.
Baudrillard menilai itu semua adalah mitos yang disebarkan sebagai kekuatan
ideologis kapitalisme modern untuk menekan dan mengurangi pertentangan,
pergolakan dan kritisme masyarakat tentang ketidaksetaraan manusia. Mitos
tentang kesetaraan sosial melalui objek-objek konsumsi dan demokrasi
materialis tersebut sebenarnya merupakan salah satu upaya merasionalisasi dan
membudayakan konsumsi dalam masyarakat. Kebutuhan menjadi salah satu
elemen dalam sistem industri, karena itu sangat berbeda dengan kesenangan dan
kepuasan. Dampak dari pola konsumsi tersebut turut mempengaruhi bentuk
sosialisasi dan afiliasi masyarakat diberbagai tempat. Keinginan untuk bisa
masuk dalam pergaulan sosial menyebabkan masyarakat berupaya menjaga
keselarasan dengan mengonsumsi produk-produk yang ada. Gambaran
masyarakat konsumen tersebut menunjukkan bagaimana logika produksi telah
9
berubah menjadi logika konsumsi. Konsumsi telah menjadi cara sosialisasi baru
dalam masyarakat karena telah dirasionalisasi atau indoktrinasi sosial.
Konsumsi yang telah dijadikan sebagai tanda dalam struktur sosial
masyarakat diibaratkan seperti bahasa, sehingga konsumsi yang dilakukan
masyarakat berdasarkan pada logika tanda. Konsumsi nilai atau tanda tersebut
dipicu oleh bayangan konsumen sendiri terhadap benda-benda yang
dikonsumsinya. Baudrillard melihat proses konsumsi tanda dapat dianalisa
dengan dua sudut pandang yaitu konsumsi sebagai suatu proses signifikasi dan
komunikasi yang didasarkan pada suatu kode yang mana konsumsi dilakukan
dan dimaknai. Saat ini orang cenderung mengartikulasikan identitas dan
personalitas diri mereka melalui barang-barang yang dikonsumsinya. Selain itu,
konsumsi juga dipahami sebagai sistem pertukaran dimana dengan
mengonsumsi sebuah objek maka konsumen yakin ia telah masuk dalam relasi
individu lain karena dalam objek yang dikonsumsinya telah dilekatkan tandatanda sosial, tanda-tanda identitas, personalisasi diri dan sebagainya.
Selanjutnya konsumsi merupakan suatu proses klasifikasi dan
diferensiasi sosial yang mana tanda-tanda atau kode disusun berdasarkan nilainilai status dalam hirarki sosial, objek-objek konsumsi mengandung tanda-tanda
personalisasi status sosial sehingga menjadi sarana identifikasi status dan
stratifikais sosial. Ranah konsumsi merupakan ranah sosial terstruktur yang
mana startifikasi dan personalisasi status sosial menjadi isu penting pemicu
konsumsi sehingga tidak ada objek yang benar-benar diproduksi secara massal
tanpa personalisasi status sosial. Dapat disimpulkan, konsumsi bukan lagi
sekedar pemenuhan kebutuhan untuk merasakan kesenangan tetapi dikendalikan
dan diprogram secara terstruktur oleh sistem industri kapitalis sebagai
konsekuensi dari sektor produksi yang terus meningkat kapasitasnya. Logika
semu konsumsi dinaturalisasikan secara sosial melalui iklan maupun metode
lainnya sehingga mengikis kebebasan individu. Budaya konsumsi sebagai buah
dari indoktrinasi sosial yang terprogram dan terencana pada realitas saat ini
telah menjadi bahasa, moralitas dan organisasi sosial masyarakat konsumen. Hal
tersebut berdampak pada proses personalisasi dan klasifikasi yang mengarah
pada terbentuknya diferensiasi stratifikasi sosial.
Analisis
:
Penelitian ini membahas bagaimana perubahan paradigma konsumsi
masyarakat yang telah memunculkan diferensiasi stratifikasi sosial. Baudrillard
telah mengaitkan bagaimana pola konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat
konsumer dengan sistem industri kapitalis yang menekankan perilaku individu
untuk mengonsumsi produk-produk yang dianggap selaras dengan pergaulan
sosialnya sehingga individu cenderung membeli produk bukan lagi dinilai dari
kegunaannya namun sebagai bentuk tanda sosial dilingkungan pergaulannya.
Perubahan paradigma atas konsumsi tersebut telah menggambarkan bagaimana
perubahan sosial dalam relasi masyarakat akibat ideologi kapitalisme. Hal ini
relevan dengan sumber perubahan sosial dari segi paham idealistik karena
konstruksi nilai akan objek konsumsi telah berubah menjadi bentuk prestise
sosial. Namun, Baudrillard belum menjabarkan dimana kondisi masyarakat
konsumer ini sehingga gagasan atas teorinya tersebut belum dikuatkan oleh
penelitian disuatu tempat dengan data kuantitatif. Kelemahan penelitian ini
adalah belum menjelaskan bagaimana pandangan penulis terhadap teori
Baudrillard yang dikaitkan dengan contoh kasus disuatu wilayah sehingga
pembahasan dari penelitian ini cenderung pandangan dari Baudrillard. Jika
10
dikaitkan dengan unsur pembentukkan stratifikasi sosial dalam penelitian
tersebut maka dapat dianalisis dari unsur kekayaan dan unsur kekuasaan yang
dimiliki oleh masing-masing individu.
4.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Transformasi wilayah peri urban kasus di
Kabupaten Semarang
: 2011
: Jurnal
: Elektronik
: Puji Hardati
: : : : Jurnal Geografi
: Vol. 08, No. 02
: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG
/article/view/1661
: 29 Oktober 2014, pukul 14.56 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Transformasi merujuk pada suatu proses pergantian ciri-ciri tertentu
dalam suatu waktu tertentu dengan tiga unsur penting yaitu perbedaan, konsep
ciri atau identitas dan proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat
pada satuan waktu yang berbeda. Oleh karena itu, transformasi selalu
menyangkut perubahan masyarakat dari suatu masyarakat yang lebih sederhana
ke masyarakat yang lebih modern dalam satuan waktu yang berbeda.
Transformasi wilayah merupakan representasi dari perkembangan wilayah yang
digambarkan sebagai suatu proses perubahan dan pergeseran karakteristik dari
komponen wilayah dalam kurun waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan
timbal balik antar komponen wilayah tersebut. Transformasi wilayah yang
terjadi disuatu wilayah tidak terlepas dari berbagai faktor seperti yang dijelaskan
oleh para peneliti.
Kabupaten Semarang yang merupakan wilayah antara Semarang Solo
dan Semarang Yogyakarta telah mengalami transformasi yang dilihat dari faktor
perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian. Penggunaan lahan
pertanian dan non pertanian digambarkan secara persentase. Berdasarkan
pendekatan administrasi, terjadi peningkatan perubahan dalam jumlah dan
kepadatan penduduk yang disebabkan oleh faktor alami dan non alami.
Kabupaten Semarang juga mengalami spread effect dari perkembangan Kota
Semarang yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan menjadi pusat
kegiatan pemerintahan serta industri. Hal ini dibuktikkan dengan perkembangan
industri dan kegiatan non-pertanian yang memacu laju pertumbuhan penduduk
di wilayah sekitarnya. Selain dari perubahan jumlah dan kepadatan penduduk,
mata pencaharian juga mempengaruhi transformasi wilayah peri urban dimana
dapat menggambarkan keadaan umum perekonomian khususnya mengenai
kegiatan penduduknya. Transformasi wilayah peri urban telah melahirkan
sejumlah kota kecil di Kabupaten Semarang sebagai akibat dari bentuk
perluasan areal tempat aktivitas penduduk yang semakin tinggi. Dapat
disimpulkan faktor-faktor yang diduga turut memberikan kontribusi yang
mendorong terjadinya transformasi wilayah peri urban adalah jumlah penduduk
11
dan kepadatan penduduk serta mata pencaharian penduduk yang didominasi oleh
sektor industrialisasi.
Analisis
:
Penulis menjelaskan faktor transformasi peri urban di Kabupaten
Semarang berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sudah
menggambarkan bagaimana transformasi wilayah peri urban dipengaruhi oleh
sejumlah faktor. Namun penulis hanya berpacu pada satu penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya untuk menjelaskan transformasi wilayah peri urban di
Kabupaten Semarang. Tidak ada argumentasi kualitatif dari pandangan penulis
untuk menguatkan pembahasan sehingga tidak tergambarkan perbedaan
keadaan transformasi wilayah peri urban di Kabupaten Semarang dengan
penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan analisis
sebelumnya yang mengaitkan perubahan alih fungsi lahan pertanian karena
faktor ekonomi karenanya dapat dijelaskan dengan perspektif sumber perubahan
sosial materialistik. Namun dipenelitian ini lebih menekankan pada perubahan
jumlah dan kepadatan penduduk. Sedangkan analisis sebelumnya menekankan
pada aset kepemilikan lahan yang didukung oleh keadaan geografis wilayah.
Jika dikaitkan dengan terjadinya perubahan dalam masyarakat
dengan
kecenderungan menurut Himes (1964) maka transformasi peri urban dalam
penelitian tersebut akan memunculkan sekularisasi, rasionalitas, pertumbuhan
spesialisasi dan memudarnya kekerabatan dalam masyarakat.
5.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Analisis karakteristik sosial ekonomi
yang mempengaruhi tingkat pendapatan
petani melati gambir di Kecamatan
Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Sarno, Bondan Hary Setiawan
: : : : Jurnal Pembangunan Pedesaan
: Vol. 13, No. 02; hal 97-103
: http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/inde
x.php/Pembangunan/article/viewFile/193
/192
: 29 Oktober 2014, pukul 14.50 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Melati gambir merupakan salah satu jenis komoditas perkebunan yang
dikembangkan di Kabupaten Banjarnegara. Usaha melati gambir di Kecamatan
Rakit merupakan jenis tanaman perdu yang dapat dipanen sepanjang tahun.
Namun pada tahun 2012, kondisi luas lahan melati gambir semakin sempit
karena terjadi alih fungsi lahan akibat harga melati yang fluktuatif dan
kurangnya tenaga pemetik yang sulit didapatkan sehingga para petani
12
beranggapan bahwa dengan alih fungsi lahan tersebut dapat menyelesaikan
masalah dan memberikan pendapatan lebih dibandingkan dengan tanaman
lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik sosial ekonomi
yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan petani melati gambir di Kecamatan
Rakit diantaranya umur petani, penghasilan yang diperolehnya dari budidaya
melati gambir dan penghasilan lainnya, jumlah tanggungan keluarga,
kepemilikan luas lahan dan produksi. Hal tersebut tentunya berdampak pada
tingkat pendapatan rumah tangga petani. Karakteristik sosial ekonomi diduga
memiliki pengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei melalui
pengamatan sedangkan metode pengumpulan data menggunakan data primer
dan sekunder. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara yang meliputi 10 desa dengan metode pengambilan sampel
penelitian menggunakan stratified random sampling.
Berdasarkan hasil uji data T, variabel umur petani tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat pendapatan karena semakin tua umur petani maka
pendapatan petani semakin kecil. Variabel kontribusi penghasilan lain tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani karena semakin besar
kontribusi penghasilan dari luar maka pendapatan total yang diterima petani
akan semakin kecil. Variabel tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat pendapatan karena setiap ada penambahan tanggungan keluarga
maka dapat menurunkan pendapatan. Variabel luas lahan berpengaruh nyata
terhadap tingkat pendapatan petani karena setiap ada penambahan luas lahan
maka akan meningkatkan pendapatan. Variabel produksi berpengaruh nyata
terhadap tingkat pendapatan petani karena setiap ada penambahan produksi
maka akan meningkatkan pendapatan. Sedangkan jika menggunakan uji F maka
semua variabel sosial ekonomi berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan
petani. Selain itu, jika dianalisis menggunkan ketepatan model regresi maka
faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan petani sebanyak 74.9 %
dipengaruhi oleh variabel karaketristik sosial ekonomi dan sebanyak 25.1 %
dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang tidak diteliti.
Dapat disimpulkan jika menggunakan hasil uji data T maka variabel
yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani adalah umur
petani, junlah tanggungan keluarga dan kontribusi penghasilan lain. Sedangkan
variabel yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah luas lahan dan
produksi. Menurut uji data F maka semua variabel karakteristik sosial ekonomi
mempngaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir. Hasil analisis koefisien
determinasi menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani melati gambir
sebanyak 74.9 % dipengaruhi oleh variabel karakteristik sosial ekonomi dan
25.1 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Analisis
:
Penelitian ini sudah menggambarkan karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Namun kelemahan dalam penelitian
ini adalah penulis belum menjelaskan data kualitatif untuk menjelaskan hasil
data kuantitatif melalui berbagai uji data. Jika dikaitkan dengan teori perubahan
sosial maka variabel karakteristik sosial ekonomi tersebut dapat dijelaskan
dengan perspektif sumber perubahan sosial materialistik karena aset lahan
menjadi objek yang mengalami perubahan dan berdampak pada pendapatan
petani. Penelitian ini memiliki persamaan dalam hal aset lahan yang menjadi
sumber perubahan sosial pada penelitian sebelumnya. Lahan menjadi sumber
13
inequality bagi para petani karena menjadi modal utama bagi petani untuk
mengolah dan memproduksi pertanian. Selain itu, kontribusi pendapatan dari
penghasilan lain diluar pertanian menjadi hal yang menarik bagi petani karena
mereka mendapatkan penghasilan lebih tinggi dibandingkan penghasilan dari
pertanian karena itu banyak petani yang menjual lahannya untuk modal usaha
lain. Perbaikan substansi dalam penelitian ini adalah dapat menghubungkan dan
menjelaskan variabel karakteristik sosial ekonomi terhadap perubahan dalam
masyarakat baik dari interaksi sosial maupun stratifikasi yang akan terbentuk
akibat alih fungsi lahan tersebut atau dapat juga menggunakan teori Himes
(1964) mengenai kecenderungan perubahan dalam masyarakat.
6.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Pola spasial kegiatan industri unggulan
di Provinsi Jawa Timur (Studi kasus
subsektor industri tekstil, barang kulit,
dan alas kaki)
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Deny Ferdyansyah, Eko B. Santoso
: : : : Jurnal Teknik Pomits
: Vol. 02, No. 01 ISSN: 2337-3539
: http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/te
knik/article/view/2466/794
: 29 Oktober 2014, pukul 13.27 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural
perekonomian nasional maupun regional, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang
ditandai dengan meningkatnya porsi sektor industri daripada sektor pertanian.
Salah satu kegiatan industri yang berpotensi dikembangkan adalah industri
tekstil, barang kulit dan alas kaki. Proses industrialisasi secara geografis
merupakan proses yang selektif dimana perkembangan industri yang cepat dan
pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara merata di semua daerah
dalam suatu negara yang menyebabkan munculnya konsentrasi spasial.
Konsentrasi kegiatan industri secara spasial ditandai dengan sistem spasial
berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan.
Kondisi spasial ini yang terjadi di Provinsi Jawa Timur dimana studi aglomerasi
menjelaskan bahwa konsentrasi spasial kegiatan industri secara spasial muncul
karena pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi baik
karena penghematan lokalisasi dan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang
berdekatan satu sama lain. Pendekatan lain menunjukkan bahwa konsentrasi
industri secara spasial tumbuh karena didorong transfer pengetahuan antar
perusahaan dalam suatu industri.
Indikasi adanya aglomerasi industri di Provinsi Jawa Timur ditandai
dengan terkonsentrasinya kawasan industri manufaktur di sepanjang koridoor
Surabaya-Malang dimana terdapat kawasan industri yang berdekatan dan
14
berkelompok. Tujuan penelitian ini adalah menjadi referensi bagi strategi
pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki di Provinsi
Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah dinamic location
quotient (DLQ) dan static location quotient (SLQ). Perumusan pola spasial
kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki dilakukan melalui
dua tahap. Tahap pertama, dilakukan analisa pemetaan indeks spesialisasiaglomerasi dengan melakukan pendekatan tipologi wilayah. Berdasarkan hasil
analisa tersebut, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki merupakan jenis
industri yang terspesialisasi-di spersi yang cenderung menyebar di masingmasing kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Timur. Tahap kedua, merumuskan
pola kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki yang dilakukan atas
dasar wilayah yang memiliki keunggulan di industri tersebut. Pola spasial
kegiatan industri ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu (1) pola industri unggulan,
spesialisasi-dispersi konsentrasi tinggi meliputi Kabupaten Pasuruan, Gresik dan
Tulungagung yang disebabkan oleh tenaga kerja yang spesialisasi dan cenderung
menyebar dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang tinggi; (2) pola industri
unggulan, spesialisasi-dispersi, konsentrasi sedang yang meliputi wilayah
Kabupaten Lamongan, Ponorogo, Kota Batu dan Kota Probolinggo dengan jenis
industri yang bergerak di seni budaya yaitu tenun dan songkok; (3) pola industri
unggulan, spesialisasi-dispersi, konsentrasi rendah meliputi wilayah Kabupaten
Bangkalan, Pacitan, dan Pamekasan yang memproduksi batik.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas
kaki dapat dijadikan sebagai startegi pengembangan industri dalam pemicu
pertumbuhan ekonomi wilayah di kabupaten atau kota Provinsi Jawa Timur.
Selain itu, pola perkembangan industri tersebut menunjukkan adanya spesialisasi
industri di beberapa wilayah sehingga memberi keuntungan pada nilai tambah
produksi dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini dapat dijadikan
rekomendasi dalam meprioritaskan wilayah-wilayah pengembangan kegiatan
industri tekstil, barang kulit dan alas kaki untuk memeratakan pertumbuhan
ekonomi wilayah dan mendukung kebijakan MP3EI serta pembangunan
kegiatan industri di Provinsi Jawa Timur.
Analisis
:
Penelitian ini sudah menggambarkan pola spasial kegiatan industri
unggulan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode SLQ dan DLQ.
Penelitian ini juga menambah kajian bagaimana pola spasial industri dapat
terjadi. Karena penelitian ini mengkaji kegiatan industri dari segi teknik maka
tambahan untuk substansi pembahasan penelitian ini dari segi sosial adalah
melihat pola spasial industri tersebut dikaitkan dengan pengaruhnya bagi
masyarakat setempat baik dari segi sosial, ekonomi maupun lingkungan. Adanya
penyerapan kerja yang tinggi yang mendorong tumbuhnya spesialisasi maka
dapat dikaji lebih dalam dengan teori Himes (1964) pada perubahan dalam
masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi disebabkan karena perspektif
materialistik dimana porsi sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan
sektor pertanian. Hal ini tentu menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat
antara petani, pekerja buruh atau karyawan di industri dan pemilik industri
tersebut yang dapat diukur berdasarkan ukuran kekayaan, kekuasaan, dan ilmu
pengetahuan. Selain itu, stratifikasi sosial dapat dilihat berdasarkan kedudukan
beserta peranan individu dimana mempunyai arti penting dalam hubungan
interaksi sosial antara individu dalam masyarakat dan individu dengan
masyarakat.
15
7.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
: Stratifikasi sosial petani padi di Desa
Pematang Sikek, Kecamatan Rimba
Melintang, Kabupaten Rokan Hilir
: 2014
: Jurnal
: Elektronik
: Karmila
: : : : Jom FISIP
: Vol. 01, No. 02
: http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSI
P/article/view/3193/3093
: 30 Oktober 2014, pukul 05.45 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Pada tahun 2013, badan penyuluhan Rimba Melintang (BPP Rimba
Melintang) melakukan survei luas lahan pertanian yang mengalami penurunan
dari jumlah luas garapan kelompok tani di Desa Pematang Sikek. Akibatnya
terjadi kelangkaan tanah karena nilai tanah yang semakin tinggi. Kepemilikan
lahan oleh petani padi di Desa Sikek akan mempengaruhi tingkat pendapatan
dari hasil pertanian sehingga adanya golongan petani pemilik dan juga
menggarap lahan serta petani penggarap. Selaras dengan teori simbolisme status
oleh Peter L. Maka dimasyarakat petani pedesaan simbol status yang dimiliki
petani akan menentukan dimana lapisan mereka berada. Hal tersebut yang
mendorong stratifikasi sosial di daerah tersebut. Identifikasi masalah dari
penelitian ini adalah siapa saja yang berada pada lapisan atas dan dilapisan
bawah dilihat dari kriteria objektif dan subjektif pada petani padi, apa hal yang
paling dihargai pada masyarakat petani padi (selain tanah), dan bagaimana
hubungan sosial antar lapisan pada masyarakat petani padi di Desa Pematang
Sikek. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi
dan wawancara terpimpin serta menggunakan metode kuantitatif deskriptif.
Respoden lapisan atas diketahui dengan menggunakan kriteria objektif
yaitu indeks gabungan dari indikator ekonomi dimana kepemilikan lahan dan
luas lahan dimana jumlah petani pemilik dan penggarap lebih tinggi, pendapatan
lebih dari Rp. 1.000.000,- perbulan dan bentuk tempat tinggal semi permanen
dengan kepemilikan benda-benda elektronik seperti sepeda motor, mesin cuci
dan lain-lain serta indikator pendidikan dilapisan ini masyarakat yang tamat
pada sekolah menengah pertama (SMP) lebih banyak dibandingkan tamat
sekolah dasar (SD). Sedangkan kriteria objektif responden lapisan bawah terdiri
dari indeks gabungan indikator ekonomi dimana kepemilikan lahan dan luas
lahan jumlah petani penggarap lebih tinggi, pendapatan kurang dari Rp.
1.000.000,- perbulan dan bentuk tempat tinggal semi permanen dengan
kepemilikan benda-benda elektronik yang tidak banyak dimiliki serta indikator
pendidikan masyarakat yang tamat pada tamat sekolah dasar (SD) lebih banyak
dibandingkan tamat sekolah menengah pertama (SMP). Pada kriteria subjektif
responden lapisan atas dan lapisan bawah adalah menilai diri dimana masyarakat
16
pada lapisan bawah lebih banyak jumlah persentasenya sedangkan citra diri
melalui penilaian anggota kelompoknya.
Aspek yang dihargai pada masyarakat petani padi di Desa Pematang
Sikek selain tanah adalah penghasilan yang tinggi dibandingkan dengan aspek
lainnya dengan 42.2 % dari jumlah keseluruhan responden. Hubungan sosial
antar strata di Desa Pematang Sikek yang terbentuk dapat dilihat dari tingkat
partisipasi mereka dalam kegiatan ataupun organisasi yang dibentuk maupun
yang ada di Desa tersebut. Kegiatan yang terbentuk dari hasil interaksi
masyarakat yang paling menonjol adalah kegiatan gotong royong. Partisipasi
dalam kegiatan kemasyrakatan berupa gotong royong dan kelompok tani ini
dapat menentukan status sosial seseorang dimana pada masyarakat lapisan atas
tingkat partisipasinya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lapisan
bawah. Tingkat pasrtisipasi yang tinggi ditandai dengan frekuensi kehadiran
dalam kegiatan gotong royong tersebut. Sedangkan pada kegiatan kelompok tani
tidak ada gotong royong dan ditandai dengan tingkat partisipasi yang rendah
baik masyarakat lapisan atas maupun masyarakat lapisan bawah.
Dapat disimpulkan bahwa kriteria objektif dalam menentukan
masyarakat lapisan atas dan bawah adalah kepemilikan lahan dan luas lahan,
pendapatan dan bentuk tempat tinggal serta indikator pendidikan. Sedangkan
kriteria subjektif dibagi menjadi menilai diri dan citra diri. Kepemilikan lahan
menjadi sumber status sosial yang paling dihargai oleh maysrakat sesuai dengan
teori dari Soekanto. Namun, aspek lain yang dihargai juga oleh masyarakat
adalah pendapatan yang tinggi. Hubungan sosial yang terbentuk berdasarkan
hasil interkasi kerjasama yaitu kegiatan gotong royong yang rutin dilaksanakan.
Namun pada kegiatan kelompok tani, kegiatan goyong royong tersebut tidak
dilaksanakan.
Analisis
:
Penelitian ini menambah kajian mengenai proses pembentukkan
stratifikasi sosial melalui differensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial.
Differensiasi sosial terjadi melalui faktor ajar dimana masyarakat lapisan atas
memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat
lapisan bawah. Faktor biologis tidak menjadi faktor differensiasi sosial karena
tidak dijelaskan dalam penelitian tersebut. Sedangkan bentuk ketidaksamaan
sosial yang terjadi dalam bacaan yaitu terbatasnya kepemilikan dan luas lahan
petani dimana bagi masyarakat lapisan tinggi memiliki kepemilikan lahan yang
lebih dari 1 ha dengan status milik sendiri atau petani pemilik penggarap.
Namun bagi masyarakat lapisan bawah kepemilikan lahan kurang dari 1 ha
dengan status petani penggarap. Jika dikaji lebih lanjut, penelitian ini
menggunakan konsep stratifikasi sosial menurut Sorokin dimana hanya
terbentuk dua lapisan stratifikasi sosial yaitu masyarakat lapisan atas dan lapisan
bawah.
Dasar stratifikasi sosial yang terbentuk dalam penelitian tersebut yaitu
unsur kekayaan melalui seberapa luas kepemilikan lahan dan pendapatan yang
tinggi, unsur kekuasaan yang dapat terbentuk setelah individu dalam masyarakat
itu memiliki kekayaan yang tinggi sehingga ia memiliki wewenang untuk
mengakses sumberdaya dalam bidang ekonomi serta unsur kehormatan yang
terbentuk oleh seberapa luas lahan yang dimiliki karena kepemilikan tanah yang
luas menjadi simbol kehormatan bagi seseorang dalam masyarakat tersebut.
Perubahan sosial yang terjadi berdasarkan perspektif materialistik.
17
8.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
:
:
Transformasi masyarakat petani
Mranggen menuju masyarakat industri
2012
Jurnal
Elektronik
Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda,
Chusna Maulida
STAIN Pekalongan
Jurnal Penelitian
Vol. 09, No. 01
http://e-journal.stainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/a
rticle/viewFile/129/103
26 September 2014, pukul 11.29 WIB
:
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Perkembangan kota Semarang yang ditunjukkan oleh pertumbuhan dan
aktivitas kota menuntut juga lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas lahan
tersebut menyebabkan kota ini mengalami perkembangan ke daerah pinggiran
kota seperti Kecamatan Mranggen yang merupakan daerah yang mengalami
dinamika dan perkembangan yang pesat atau disebut juga rural urban areas.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak tahun 1999-2004,
sebagian besar masyarakat Mranggen yang awalnya sangat bergantung pada
lahan pertanian telah bergeser pada sektor usaha perdagangan, jasa dan industri
yang mencapai rata-rata hingga 8% per-tahunnya. Dalam masyarakat industri,
masyarakat diorganisasi secara efisien dan mirip sebuah mesin. Proses
rasionalisasi dalam masyarakat yang demikian mempunyai akibat melonggarnya
ikatan-ikatan tradisi yang digantikan peranannya oleh hubungan-hubungan yang
bersifat rasional, legal dan kontraktual (Kontowijoyo, 1983:65). Hal ini telah
menggejala di masyarakat Mranggen.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini menjelaskan tiga aspek
penting dari proses industrialisasi yang terjadi di Mranggen yaitu bagaimana
masyarakat (petani) Mranggen menghadapi proses industrialisasi; bagaimana
tata nilai yang berkembang pada masyarakat industri Mranggen; dan dengan
nilai (baru) yang berkembang dalam masyrakat industri, apakah agama masih
mendapat tempat dalam public life dan private life. Penelitian ini mengambil
lokasi di Mranggen, Kabupaten Demak yang dikenal sebagai pusat industri di
wilayah Demak yang tentunya memberikan dampak positif maupun negatif
terhadap pranata sosial dan kehidupan beragama mereka. Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan studi lapangan dengan pengumpulan data
melalui hasil observasi, wawancara mendalam dan teknik snowballing.
Dampak industrialisai yang terjadi di Mranggen dibagi menjadi dampak
positif dan negatif. Dampak positifnya masyarakat setempat dapat mendapatkan
pendapatan yang tinggi terutama disektor ekonomi dan jasa. Namun, dampak
negatifnya adalah perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung
berubah kearah konsumtif. Kondisi masyarakat Mranggen sebelum masuknya
18
industrialisasi didominasi oleh mata pencaharian petani dan sangat menjunjung
nilai-nilai sosial, namun sesudah industrialisasi ini masuk telah menggeser nilai
sosial tersebut terutama dalam hal gotong royong. Dalam situasi perubahan yang
terjadi, masyarakat masih bergantung pada dua sektor yaitu Islam sebagai
ideologi yang berporos di pesantren dan perdagangan pada sisi ekonomi yang
berpusat di pasar. Selain itu, peranan public life dan private life masih tetap
dijalankan oleh masyarakat setempat.
Dapat disimpulkan bahwa dalam ranah kehidupan sosial
kemasyarakatan, agama masih mempengaruhi dalam kehidupan mereka,
tercermin dalam ritual keagamaan. Begitu juga sebaliknya, industri telah
mempengaruhi kehidupan ekonomi sehingga mereka mampu menjalankan
ibadah. Kedekatan hubungan Tuhan masyarakat Mranggen tidak hanya
dibangun di atas ritus-ritus keagamaan semata, tetapi juga dicapai melalui
kegiatan ekonomi, perdagangan, bekerja sesuai profesi, dan solidaritas sosial.
Analisis
:
Penelitian ini memaparkan perubahan sosial ekonomi masyarakat akibat
industrialisasi pada aspek nilai-nilai keagamaan karena kondisi geogrifis
Mranggen dekat dengan Demak yang sarat akan nilai-nilai agamis sehingga
disimpulkan bahwa ada hubungan antara nilai keagamaan dengan sistem
masyarakat industri. Pada bagian pembahasan, telah dijabarkan secara rinci
bagaimana pemaparan masalah yang terjadi dengan dikaitkan beberapa teori dari
beberapa ahli. Jika perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat pergeseran
sektor pekerjaan dari pertanian menjadi non pertanian dapat dikaji dengan teori
perubahan dalam masyarakat menurut Himes (1964) dimana akibat
industrialisasi tersebut memunculkan sekularisasi, rasionalitas, pertumbuhan
spesialisasi melalui berbagai mata pencaharian masyarakat. Namun pada faktor
memudarnya kekerabatan dalam masyarakat dapat diminimalisir dengan adanya
pahan agama yang masih dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu,
dampak perubahan sosial yang terjadi di Mranggen dapat dianalisis berdasarkan
aras masyarakat dimana identitas yang berubah adalah perubahan tata nilai
dalam masyarakat setelah adanya industrialisasi. Jika dikaitkan dengan teori
perubahan sosial maka dapat dianalisis dengan menggunakan perspektif
materialistik dimana faktor ekonomi yang menjadi sumber perubahan pada tata
nilai sosial dan mata pencaharian dalam masyarakat Mranggen.
9.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi);
hal
Alamat URL/doi
: Dampak industrialisasi terhadap aspek
sosial ekonomi masyarakat
: 2008
: Jurnal
: Elektronik
: Endang Sutrisna
: : : : Jurnal Industri dan Perkotaan
: Vol. 12, No. 22
: http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/artic
le/view/575/568
19
: 3 Oktober 2014, pukul 11.14 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Salah satu usaha guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi adalah sektor industri. Sektor ini diarahkan untuk menciptakan struktur
ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang yaitu struktur ekonomi dengan titik
berat industri yang maju didukung oleh sektor pertanian yang tangguh.
Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan di sektor industri
antara lain: pertama, yang paling sering dilakukan ialah merangsang sektor
industri yang sedang tumbuh dan pendekatan yang kedua yang kurang sering
ditempuh ialah memobilisasi sektor tradisional dalam perekonomian untuk
melayani tugas industri. Mengingat pendekatan yang pertama menguntungkan
bagi pertumbuhan ekonomi, maka pendekatan pertamalah yang sering ditempuh
oleh pemerintah.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli dalam
analisis pendekatan terhadap pemecahan masalah. Dengan memperhatikan
beberapa konsep pembangunan dari beberapa ahli serta paradigma
pembangunan Indonesia yang menekankan kepada aspek manusia, maka
pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berwawasan kemanusiaan
atau dengan kata lain menurut D. C. Korten disebut sebagai pembangunan
dimensi kerakyatan yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai
sumberdaya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material
dan spiritual sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan.
Dampak dari industrialisasi sendiri yaitu dapat menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang banyak, baik dari dalam maupun dari luar daerah. Oleh
sebab itu sebagai konsekuensinya jumlah penduduk semakin meningkat dalam
waktu yang relative singkat. Kondisi seperti ini jelas menuntut pemenuhan
berbagai fasilitas seperti perumahan melalui kredit pemilikan rumah bank
tabungan Negara (KPR BTN). Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk
mengatasi masalah-masalah sebagai dampak industrialisasi dapat ditinjau
melalui: (1) teori keseimbangan agraris-industrial dalam pembangunan nasional
dimana melalui kebijakan nasional seharusnya menetapkan pengalokasian segala
dana dan daya antagonis sektor pertanian dan sektor industri yang tidak
berlawanan. Selanjutnya, (2) tinjauan terhadap teori agricultural development
bahwa suatu teori perkembangan pertanian harus meliputi perasaan dari segala
macam situasi dan kondisi pertanian yang terdapat di dunia ini seperti kondisi
fisik, variabilitas regional, keperluan input, kemungkinan-kemungkinan output,
dan perolehan dari input sehingga perlu ditunjang oleh pengkatalogan peranan
sektor pertanian pada keseluruhan pembangunan ekonomi nasional.
Dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah-masalah sebagai
dampak dari industrialisasi perlu dilakukan karena interelasi dan akumulasi dari
masalah-masalah tersebut sangat merugikan kehidupan masyarakat. Hal tersebut
juga sesuai dengan tuntutan makna pembangunan itu sendiri yakni harus
meningkatkan kualitas manusia, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan
kemiskinan serta menyesuaikan dengan paradigma pembangunan yang
berorientasi kepada manusia sehingga solusi terhadap masalah-masalah tersebut
harus sesuai dengan kondisi serta kapabilitas manusianya.
Analisis
:
Penelitian ini menambah kajian mengenai dampak industrialisasi yang
disajikan dengan beberapa teori. Kelemahan penelitian ini adalah pada bagian
pembahasan tidak dikaitkan secara langsung pada kondisi masyarakat yang
20
mencicil KPR BTN karena beberapa teori yang disajikan penulis masih bersifat
umum. Pada pembahasan dampak terhadap sosial ekonomi belum dijelaskan
secara rinci oleh penulis sehingga belum tergambarkan bagaimana pengaruh
pembangunan KPR BTN yang menjadi sumber differensiasi dan inequality
dalam masyarakat sehingga akan membentuk stratifikasi sosial antara
masyarakat yang masih bekerja menjadi petani dan masyarakat yang bekerja
menjadi buruh dipabrik. Unsur stratifikasi secara tersirat dapat dilihat dari unsur
kekayaan melalui pendapatan yang diterima masyarakat dari pekerjaannya.
Perubahan sosial yang terjadi pada penelitian ini memiliki persamaan pada
penelitian sebelumnya yang bersumber pada perspektif materialistik dimana
adanya pertumbuhan industri mengakibatkan banyak mata pencaharian yang
berubah dari petani menjadi buruh pabrik.
10.
Judul
: Dampak industri batubara terhadap sosial
ekonomi masyarakat di sekitar Desa
Jembayan, Kecamatan Loa Kulu,
Kabupaten Kutai Kertanegara
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Siska
: : : -
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
: eJournal Administrasi Negara
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal : Vol. 01, No. 02; hal 473-493
: http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp
Alamat URL/doi
content/uploads/2013/06/Microsoft%20Wo
rd%20-%20e-jurnal%20siska%20%280601-13-05-11-08%29.pdf
: 21 September 2014, pukul 16.30 WIB
Tanggal diunduh
Ringkasan
:
Sebagai salah satu sektor industri utama dalam tatanan ekonomi global,
industri pertambangan dalam banyak kasus memiliki posisi dominan dalam
pembangunan sosial ekonomi negara maju dan berkembang. Sektor industri ini
berdampak sangat signifikan dalam arti positif maupun negatif. Sebelum adanya
industri, mata pencaharian masyarakat Kelurahan Jembayan adalah petani,
tukang kayu dan berkebun. Seiring tumbuhnya industri pertambangan,
masyarakatpun secara perlahan beralih mata pencaharian ke bidang industri,
swasta dan wiraswasta. Perubahan mata pencaharian tersebut dikarenakan
pekerjaan dahulu dirasakan tidak menjanjikan lagi, akibatnya berkurangnya
lahan pertanian dan penghasilan yang tidak tetap. Selain itu, pola perubahan
mata pencaharian mempengaruhi solidaritas antar anggota masyarakat dan
interaksi sosial masyarakat seperti konflik lahan. Terjadi pula persaingan
keterampilan dan pengetahuan masyarakat saat penarikan tenaga kerja di
perusahaan. Permasalahan selanjutnya adalah pergeseran pola kehidupan
masyarakat di Desa Jembayan yang saat ini menjadi lebih konsumtif.
Tumbuhnya kawasan industri ini tidak menutup kemungkinan terjadinya
21
perubahan-perubahan diberbagai sisi kehidupan baik perubahan kondisi alamnya
maupun perubahan nilai-nilai kehidupannya.
Beberapa teori dan konsep yang dijelaskan diantaranya teori dan konsep
dampak serta arti dampak menurut Otto Soemarwoto, dampak industri, sosial
ekonomi, dampak sosial ekonomi akibat pembangunan, dan dampak
pertambangan batu bara. Penelitian ini membahas bagaimana dampak industri
batu bara dilihat dari sosial ekonomi, apakah dampak industri batubara
membawa pengaruh terhadap pola perkembangan penduduk, ekonomi serta
perpindahan penduduk; dan apakah dengan adanya industri batubara membawa
dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, perubahan lapangan pekerjaan serta
peningkatan pendapatan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menggambarkan dampak industri batubara terhadap sosial
ekonomi pada masyarakat dan mengetahui sejauhmana bentuk-bentuk
perubahan sosial masyarakat sebelum dan sesduah adanya industri. Metode
penelitian yang digunakan bersifat verifikatif, yaitu ingin mengetahui atau
menggambarkan objek dengan maksud untuk membuktikan kebenaran hipotesis
dengan lokasi di Desa Jembayan dengan industri PT. Mega Prima Persada.
Berdasarkan hasil tanggapan responden, dampak industri batubara
terhadap sosial ekonomi masyarakat dinyatakan positif telah memberikan
dampak. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase yang lebih besar terhadap
dampak perkembangan penduduk, pola perpindahan penduduk, pola
perkembangan ekonomi, peningkatan pendapat masyarakat, dan perubahan
lapangan kerja yang meningkat selama 5 tahun dimana 5 tahun lamanya industri
batubara beroperasi di daerah Desa Jembayan tersebut sehingga terbukti hipotesi
yang dibuat oleh penulis. Dapat disimpulkan, bahwa industri batubara membawa
dampak terhadap masyarakat Desa Jembayan yang dapat dilihat dari dampak
industri batubara (pola perkembangan penduduk, perpindahan penduduk, dan
pola perkembangan ekonomi) serta sosial ekonomi masyarakat (penyerapan
tenaga kerja, berkembanganya struktur ekonomi, peningkatan pendapatan
masyarakat dan perubahan lapangan kerja).
Analisis
:
Kelemahan penelitian ini adalah pembahasan yang disajikan oleh penulis
hanya menjelaskan represntatif dari persentase responden, tidak menjelaskan
data kualitatif mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial
ekonomi tersebut sebagai penguat dari hasil data kuantitatif. Selain itu, pada
bagian kesimpulan penulis menyajikan data kuantitatif yang mana seharusnya
pada kesimpulan ini penulis menyajikan keseluruhan hasil penelitian sehingga
dapat menjadi rekomendasi saran dan kritikkan kepada masyarakat maupun
perusahaan setempat. Penelitian ini dapat dikaji dengan menggunakan teori
Himes (1964) mengenai perubahan yang terjadi dalam masyarakat dimana pola
perubahan mata pencaharian mempengaruhi solidaritas antar anggota
masyarakat dan interaksi sosial masyarakat seperti konflik lahan. Terjadi pula
persaingan keterampilan dan pengetahuan masyarakat saat penarikan tenaga
kerja di perusahaan. Permasalahan tersebut disebabkan karena adanya
diferensiasi sosial dari kedudukan dalam pekerjaan yang mereka jalani sehingga
ketidaksamaan sosial yang terjadi adalah seberapa besar individu dari
masyarakat dapat mengakses sumberdaya untuk meningkatkan nilai pendapatan.
Pergeseran pola kehidupan masyarakat di Desa Jembayan yang saat ini menjadi
lebih konsumtif dapat dikaji secara positivistik menurut teori August Comte.
Perspektif sumber perubahan sosial juga hampir sama dengan penelitian
22
sebelumnya yaitu perspektif materialistik. Penelitian ini menambah kajian
bagaimana pengaruh industrialisasi memunculkan pola konsumtif pada
masyarakat sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
11.
Judul
: Perubahan sosial masyarakat pasca
pembangunan pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) Kota Panjang, Provinsi Riau
: 2010
: Jurnal
: Elektronik
: Syapsan, Syafril Basri, Elida Ilyas
: : : -
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
: Jurnal Ekonomi
Nama Jurnal
Volume (Edisi); : Vol. 18, No. 02
hal
Alamat URL/doi : http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article
/viewFile/756/749
: 20 September 2014, pukul 12.21 WIB
Tanggal
diunduh
Ringkasan
:
Riau merupakan suatu provinsi yang sedang membangun dan memiliki
sumberdaya alam yang sangat besar. Sumberdaya alam tersebut mulai diolah
dan dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat, dan dapat dipergunakan
untuk menunjang pengembangan sektor lainnya, seperti industri, pariwisata dan
pertanian. Selama ini kegiatan seperti perkebunan, industri, dan pertambangan di
provinsi Riau masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD)
sehingga penyediaan permintaan listrik untuk masyarakat belum sepenuhnya
mampu disediakan oleh PLN. Pemerintah mengambil kebijakan menjalin
kerjasama dengan pemerintah Jepang untuk membangun pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) Koto Panjang dalam mengatasi kekurangan daya dan
dimungkinkan sebagai sumber listrik dari PLTD.
Pembangunan proyek ini bertujuan untuk menghasilkan dan mensuplai
energi listrik sebesar 49.5 juta kwh/tahun, yang akan mengisi kebutuhan listrik
untuk Kota Pekanbaru, Dumai dan Kampar. Lokasi pemindahan penduduk
dengan adanya proyek PLTA tersebut disediakan 8 lokasi. Di lokasi tersebut
masing-masing penduduk mendapat luas lahan yang sama. Tanah yang ada
dilahan pekarangan hanya sebagian saja yang diolah atau diusahakan terutama
ditanami dengan ubi kayu, sedangkan lahan pangan hanya sebagian ditanami
dengan tanaman pisang dan jagung. Akibat pemindahan penduduk dari lokasi
lama ke lokasi baru akan menimbulkan berbagai macam perubahan didalam
lingkungan masyarakat tersebut sehingga bagi penduduk yang dipindahkan
harus mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Dalam
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, secara tidak langsung terjadi
perubahan tingkat sosial dan ekonomi masyarakat serta budayanya.
Pembangunan PLTA Koto Panjang menimbulkan perubahan sosial pada
masyarakat yang dipindahkan ke daerah lain, diantaranya pada aspek pendidikan
yang cukup positif dengan penyediaan fasilitas pendidikan baik sarana dan
23
prasarana; aspek kesehatan yang juga berpengaruh positif karena telah dibangun
sarana kesehatan sehinga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk berobat;
perubahan terhadap adat istiadat yang terjadi pada salah satu fungsi mamak
(pucuk adat) yang setelah pemindahan tersebut tidak memiliki tanah ulayat lagi;
dan perubahan lingkungan sosial dalam pertanian dimana di daerah asal mereka
mengusahakan tanaman pangan berupa padi sawah dan palawija serta tanaman
karet dan kelapa dengan sistem pengambilan keputusan sepenuhnya berada
ditangan petani itu sendiri. Akibat berlakunya mekanisme pasar serta
komersialisasi terhadap produk yang dihasilkan, mereka harus melaksanakan
usaha tanaman industri sawit dengan sistem pengambilan keputusan sepenuhnya
sudah tidak berada ditangan petani. Menurut Scoot (1983) kondisi penduduk
yang tinggal diwilayah perdesaan justru mengalami kemerosotan daya hidup
secara terus-menerus karena tekanan dari dua ujung yaitu kebijakan pemerintah
yang semakin bias perkotaan dan tekanan pasar (yang dikuasai oleh pelaku
ekonomi di sektor industri atau jasa) yang kian deras.
Analisis
:
Kelemahan penelitian ini tidak menjabarkan rumusan masalah, tujuan
dan metode yang digunakan sehingga dalam pembahasan penulis kurang
menyajikan pemaparan topik penelitian. Penelitian ini tidak termasuk pada
penelitian dengan data kuantitaif maupun kualitatif karena tidak ada penjelasan
yang menguatkan argumentasi penulis. Penelitian ini lebih mendeskripsikan
secara singkat bagaimana latar belakang pembuatan PLTA dan perubahan apa
saja yang terjadi dimasyarakat setempat. Kesimpulan penelitian ini juga tidak
dijabarkan oleh penulis sehingga tidak ada benang merah yang bisa dipahami
oleh pembaca. Namun, penelitian ini sudah mengaitkan teori Scoot yaitu kondisi
penduduk yang tinggal diwilayah perdesaan justru mengalami kemerosotan daya
hidup secara terus-menerus karena tekanan dari dua ujung. Hal tersebut
menambah kajian bahwa orang atau masyarakat yang hidup didesa mengalami
kemerosotan hidup, bisa dikatakan sebagai suatu budaya pemahaman yang terus
diturunkan kepada masyarakat luas. Jika dikaitkan dengan aspek perubahan
sosial maka dapat dikaji berdasarkan perspektif materialistik dimana dengan
pembangunan PLTA menjadi aset pergerakan ekonomi di Riau. Penelitian ini
menambah kajian bagaimana pembangunan PLTA Koto Panjang menimbulkan
perubahan sosial pada masyarakat yang dipindahkan ke daerah lain, diantaranya
pada aspek pendidikan dan aspek kesehatan dengan penyediaan fasilitas
infrastruktur. Namun dampak negatif adalah perubahan adat istiadat dimana
sudah tidak ada lagi tanah ulayat yang bisa dimiliki oleh masyarakat karena
perubahan pola tanaman. Akibatnya terjadi perubahan pada pola adaptasi
lingkungan serta budaya masyarakat. Selain itu, berlakunya mekanisme pasar
serta komersialisasi terhadap produk yang dihasilkan menyebabkan masyarakat
harus menanam tanaman sawit dengan fokus pada keuntungan nilai ekonomi
yang tidak memihak pada petani.
12.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
: Kajian dampak keberadaan industri PT.
Korindo Ariabima Sari di Keluarahan
Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat
: 2014
: Jurnal
: Elektronik
24
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi);
hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
Fittiara Aprilia Sari, Sri Rahayu
-
: Jurnal Teknik PWK3
: Vol. 03, No. 01; hal 106-116
: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/44
11/pdf_14
: 3 Oktober 2014, pukul 11.28 WIB
Tanggal
diunduh
Ringkasan
:
Kota Pangkalan Bun merupakan wilayah yang mengalami perkembangan
cukup pesat di Kabupaten Kotawaringin Barat. Berdasarkan rencana tata ruang
wilayah nasional (RTRWN) tahun 1997, menjelaskan Kota Pangkalan Bun
menjadi kawasan andalan dengan sektor unggulan sebagai pertanian, kehutanan,
perkebunan, perikanan, industri, dan pariwisata. Keberadaan PT. Korindo
Ariabima Sari di Kelurahan Mendawai menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkemabngan Kota Pangkalan Bun. Jika
dilihat dari lokasi industri yang berdekatan dengan kawasan permukiman,
dikhawatirkan industri tersebut memberikan dampak negatif bagi masyarakat
dan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah
mengkaji dampak keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari baik dampak positif
dan negatif berdasarkan kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kajian
literatur terdiri atas industri; dampak; dan dampak terkait pembangunan industri.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitaif dengan teknik
pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder. Teknik analisa yang
digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan analisis spasial.
Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa sub-bab yang
dijelaskan oleh penulis yaitu identifikasi karakteristik dan sejarah dari PT.
Korindo Ariabima Sari yang merupakan industri skala besar dilihat dari sifatnya
yang padat modal dan menggunakan teknologi maju . Penentuan lokasi PT.
Korindo Ariabima Sari berada dekat dengan bahan baku dan tenaga kerja,
sehingga memudahkan dalam melakukan proses produksi. Selain itu,
pembangunan lokasi industri di Kelurahan Mendawai ditentukan karena belum
adanya pembangunan di wilayah tersebut; identifikasi responden ditentukan dari
jenis kelamin, mata pencaharian, asal daerah, dan kondisi bangunan tempat
tinggal; analisis dampak keberadaan industri yang telah memberikan dampak
positif dan negatif terhadap kondisi fisik, lingkungan (kebisingan, pencemaran
udara, dan pencemaran air) dan sosial ekonomi akibat perubahan struktur sosial
yang terjadi dimasyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa keberadaan industri PT. Korindo Ariabima
Sari telah berdampak positif dan negatif terhadap kondisi fisik, lingkungan, dan
sosial ekonomi. Keberadaan industri tersebut cenderung memberikan dampak
negatif terhadap kondisi fisik (perubahan penggunaan lahan) dan kondisi
lingkungan. Selain itu, dampak positif dapat dilihat dari kondisi fisik
(ketersediaan fasilitas umum dan kondisi prasarana jalan) serta kondisi sosial
ekonomi.
25
Analisis
:
Penelitian ini menambah kajian mengenai dampak keberadaan industri
PT. Korindo Ariabima Sari yang berdampak positif dan negatif terhadap kondisi
fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Hasil data yang digunakan dan dijabarkan
sangat rinci dan valid. Namun penulis tidak memberikan penjelasan lebih lanjut
mengenai perbedaan struktur sosial antara masyarakat asli dan pendatang.
Padahal perbedaan struktur sosial ini akan mempengaruhi bagaimana Penyebab
konflik juga tidak dijelaskan dalam pembahasan. Jika dikaji lebih lanjut,
perbedayaan budaya antara masyarakat asli dan pendatang akan mempengaruhi
bagaimana bentuk interaksi dan struktur sosial masyarakat karena budaya akan
selalu ada jika masih ada masyarakat. Sumber perubahan menurut Calhoun et. al
(1994), penelitian ini disebabkan karena lingkungan alam dimana bahan baku
industri tersebut berada, kependudukan yang ditandai dengan keberagaman
penduduk baik penduduk asli maupun pendtatang, dan inovasi dengan
didirikannya industri PT. Korindo Ariabima Sari. Perubahan sosial yang terjadi
juga disebabkan karena perspektif materialistik. Sama seperti penelitian
beberapa jurnal sebelumnya, perubahan alih fungsi lahan menjadi bangunan
industri memiliki pengaruh yang melibatkan seluruh aspek baik masyarakat,
lingkungan maupun sosial ekonomi.
13.
Judul
: Rural industrialisation: Challenges and
proposition
: 2009
: Jurnal
: Elektronik
: K. sundar, T. Srinivasan
: : : -
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
: J Soc Sci
Nama Jurnal
Volume (Edisi); : Vol. 20, No. 01; hal 23-29
hal
Alamat URL/doi : http://www.krepublishers.com/02Journals/JSS/JSS-20-0-000-09-Web/JSS-20-1-00009-Abst-PDF/JSS-20-01-023-09-826-SundarK/JSS-20-01-023-09-826-Sundar-K-Tt.pdf
: 20 November 2014, pukul 14.15 WIB
Tanggal
diunduh
Ringkasan
:
Desa dan industri rakyat memiliki peran penting pada perekonomian
India karena kelangkaan modal fisik, pengangguran, ketidakseimbangan dan
kesenjangan regional, ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan dan
kekayaan, serta kurangnya pemanfaatan sumberdaya yang ada di desa.
Industrialisasi diperuntukkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan,
meningkatkan pendapatan serta memanfaatkan sumberdaya primer dan
sekunder. Diversifikasi tenaga kerja diperlukan pada sektor pertanian menjadi
sektor industri dan sektor lainnya. Hal tersebut terjadi karena dalam jangka
panjang sektor pertanian membutuhkan lahan yang lebih luas namun dengan
pertumbuhan penduduk yang tinggi lapangan pekerjaan pada sektor pertanian
26
tidak akan mampu menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan jumlah
penduduk dengan pendapatan yang memadai. Kebijakan pemerintah untuk
mengembangkan usaha kecil khususnya di pedesaan telah memperbaiki kondisi
tersebut. Saat ini, skala pedesaan kecil dan industri rakyat terdiri dari kerajian
tangan dan perusahaan kerajinan. Produk kerajinan tersebut adalah produksi
alami dimana membutuhkan keterampilan individu serta keterampilan dalam
proses manufaktur. Industri kerajinan tergolong pada industri padat karya
dimana produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Penelitian ini mengkaji beberapa hal, diantaranya: 1) Perumusan
kebijakan industri pedesaan untuk mendorong lokasi unit skala besar dan kecil
dari daerah perkotaan atau pergeseran unit yang direncanakan dari daerah
perkotaan ke daerah pedesaan baik industri kecil, industri desa atau industri
skala besar.; 2) Pembalikan trend–menuju desentralisasi dimana saat ini
pembangunan ekonomi sudah menuju industrialisasi padat modal, adanya
sentralisasi dan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga diperlukan kebijakan
untuk mengupayakan desentralisasi; 3) Multipilitas teknologi dan reservasi
industri dimana dengan adanya pluralitas teknologi dalam setiap bidang akan
mengancam industrialisasi pedesaan. Industri skala besar berkontribusi terhadap
produksi secara besar-besaran, akibatnya menurunkan kesempatan kerja
sehingga menyebabkan urbanisasi yang tidak terelakkan dan degradasi ekologi.
Sementara industrialisasi pedesaan menghasilkan lebih banyak lapangan kerja
sehingga membuka kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan; 4) Sifat
pekerjaan yang bertujuan untuk memutuskan jenis pekerjaan yang sesuai
diterapkan pada industrialisasi pedesaan dengan menimbang faktor yang
dominan relevan agar tercipta pola lapangan pekerjaan yang sesuai dengan
masyarakat pedesaan; 5) Kesulitan organisasi karena penduduk pedesaan yang
sangat tersebar sehingga perlu pengorganisasian dan pelembagaan kegiatan
penduduk pedesaan dengan bantuan dari pemerintah; 6) Kesenjangan teknologi
dimana pengrajin dipedesaan masih menggunakan teknologi tradisional
sehingga diperlukan teknologi yang modern namun tetap dapat menyerap tenaga
kerja masyarakat pedesaan; 7) Mempromosikan manajerial dan keterampilan
wirausaha dalam pengusaha pedesaan bagi masyarakat pedesaan; 8) Definisi
baru untuk usaha kecil dan industri desa dengan beberapa faktor diantaranya
modal investasi, keramahan lingkungan, tingkat upaya manual yang terlibat
dalam pembuatan produk, energi non-konvensional yang digunakan,
kemampuan untuk memberikan pekerjaan di rumah, penambahan nilai,
konversi sampah menjadi sumber pendapatan, tingkat energi yang diperlukan,
gizi yang tinggi, kemurnian, rasa, kesesuaian terkait konteks industri di India,
partisipasi perempuan, tidak adanya pekerja anak; 9) Kejelasan peran-peran
pemerintah pusat pada dana yang disediakan, konsesi fiskal dan dukungan
kebijakan untuk industri. Selain itu, pemerintah perlu mengurus pelaksanaan dan
memastikan infrastruktur seperti air, listrik, jalan gudang dan komunikasi yang
terletak di daerah pedesaan. Perlu adanya peran dari berbagai lembaga lainnya
seperti bank organisasi sukarela, dan KVI papan; 10) Kesenjangan kredit dimana
alokasi dana pada industri pedesaan sangat minim oleh karena itu perlu
pemberian kredit lunak untuk mendorong industrialisasi pedesaan. Pemerintah
perlu mendefinisikan kembali skala dan industri kecil pedesaan untuk
pembiayaan konsesi dan hak lainnya dari lembaga pembiayaan; 11) Infrastruktur
pemasaran melalui peran pemerintah dalam mengatur struktur pemasaran
permanen di setiap kabupaten dimana semua produk-produk pedesaan
27
dikumpulkan dari berbagai unit dan dipasok kepada konsumen melalui berbagai
toko dengan harga yang adil. Selain itu, pemerintah juga harus menyebarkan dan
mempublikasikan produk industri pedesaan di media mereka sendiri seperti AIR
dan DD serta pening News.
Dapat disimpulkan bahwa pada awalnya industrialisasi desa di India
mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun, adanya peningkatan teknologi mesin
dengan menghasilkan barang-barang konsumsi yang murah menyebabkan
keterbatasan pertumbuhan industri pedesaan sehingga tercipta pengangguran.
Kondisi pertanian yang memiliki sedikit kapasitas untuk menyerap tenaga kerja
telah mendorong masyarakat bermigrasi ke daerah perkotaan sehingga
mempengaruhi aspek sosial, ekonomi dan higienis negatif. Dengan demikian,
perlu perencanaan yang baik untuk membangun industri pada daerah pedesaan
karena mayoritas dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan yang diawali
dengan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah pedesaan tersebut.
Analisis
:
Penelitian ini menambah kajian mengenai industrialisasi yang
dikembangkan di India melalui industri skala kecil yaitu industri kerajinan
tangan. Pengembangan industrialisasi tersebut diupayakan untuk meminimalisir
pengangguran akibat sektor lahan pertanian yang sudah semakin sedikit dan
tidak mampu menampung penyerapan tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Selain itu, fokus dari pengembangan industrialisasi
pedesaan ini adalah pengentasan kemiskinan serta penyediaan kesempatan kerja
bagi masyarakat pedesaan. Pada bagian pembahasan dijabarkan beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industrialisasi khususnya
didaerah pedesaan. Penelitian ini sudah mengaitkan beberapa faktor dengan
dukungan teori dari para ahli. Kelebihan penelitian ini adalah peneliti sudah
menjabarkan bagaimana perkembangan industrialisasi di pedesaan India melalui
pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah pedesaan sebagai dasar
pra-kondisi implementasi ide tersebut serta mengaitkan peran pemerintah
setempat agar dapat berkolaborasi dengan industri pedesaan sehingga baik
masyarakat maupun pemerintah setempat mendapatkan keuntungan baik secara
sosial, ekonomi dan lingkungan. Selain itu, peneliti sudah menjabarkan
bagaimana industrialisasi tersebut dipandang sebagai kesempatan serta posisi
industri bagi daerah pedesaan yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan
masyarakat. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis
perkembangan industrialisasi pedesaan di Indonesia karena memiliki persamaan
latar belakang dalam sektor pertanian yang kini telah bergeser menjadi sektor
industri. Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial, maka penelitian ini
memiliki perspektif materialistik.
14.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
: Gaining from rural migrants: Migrant
employment strategies and socioeconomic
implications for rural labour markets
: 2010
: Jurnal
: Elektronik
: Charalambos Kasimis, Apostolos G.
Papadopoulos, Costas Pappas
: : -
28
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi);
hal
Alamat URL/doi
: : Journal Compilation Sociologia Ruralis
: Vol. 50, No. 03
: https://www.deepdyve.com/lp/wiley/gainingfrom-rural-migrants-migrant-employmentstrategies-and-iC1IO5zAJz
: 20 November 2014, pukul 15.25 WIB
Tanggal
diunduh
Ringkasan
:
Penelitian ini dirancang berdasarkan studi sebelumnya oleh penulis yang
dilakukan pada periode 2000-2002 dan ditindaklanjuti pada periode 2004- 2006,
dimana bertujuan untuk meneliti dampak sosial ekonomi dari mempekerjakan
para migrant di tiga wilayah pedesaan paradigma Yunani (Kasimis dkk. 2002;
Kasimis dan Papadopoulos 2006). Hipotesis utama dari studi sebelumnya adalah
migran pekerja ditangani empat kebutuhan struktural: kekurangan lama kerja di
pedesaan Yunani yang telah dihasilkan dari restrukturisasi sektor pertanian dan
ekonomi pedesaan; krisis demografi yang dialami oleh penduduk pedesaan
sebagai hasil dari eksodus pedesaan terhubung dengan emigrasi pada periode
1950-1970; penolakan hidup dan tenaga kerja di daerah pedesaan oleh generasi
muda; dan meningkatnya kesempatan kerja penduduk pedesaan di luar sektor
pertanian. Hipotesis kerja penelitian ini adalah bahwa para migran berpartisipasi
dalam ekonomi pedesaan dengan cara yang berbeda tergantung pada
karakteristik khusus dari sektor pertanian, adanya peluang kerja di luar pertanian
dan karakteristik sosial-ekonomi umum daerah pedesaan. Akibatnya, berbagai
jenis daerah pedesaan yang dipilih menggunakan geografis, pasar sosiodemografis dan tenaga kerja kriteria sehingga tujuan utama penelitian ini adalah
untuk mempelajari diferensiasi migran lapangan kerja di daerah pedesaan yang
beragam dengan berbagai struktur dan tenaga kerja ekonomi karakteristik pasar.
Penelitian ini menegaskan temuan sebelumnya bahwa tenaga kerja
migran memiliki dampak yang berbeda pada rumah tangga pertanian tergantung
pada tingkat intensitas pertanian dan jenis rumah tangga (Kasimis dan
Papadopoulos 2005; Papadopoulos 2006). Dalam studi penelitian ini ditemukan
bentuk baru aktivitas plural dimana merupakan bentuk keterlibatan migran di
dua atau lebih pekerjaan sebagai refleksi dari kewajiban moral mereka kepada
majikan. Hal ini memanifestasikan tenaga kerja migran dalam peran multifungsi
tenaga kerja pasar lokal dimana masyarakat setempat membutuhkan buruh
fleksibel untuk mengisi kesenjangan tenaga kerja pada sektor manapun
sepanjang tahun.
Dapat disimpulkan bahwa migran tidak dapat dipandang sebagai
angkatan kerja ketat pertanian tetapi harus dipandang pada kerangka yang lebih
luas sebagai angkatan kerja pedesaan yang memiliki pengaruh penting pada
ekonomi dan kondisi sosial masyarakat di daerah pedesaan. Namun pengaruh
para migran tersebut berbeda pada tiga daerah yang dijadikan kajian penelitian.
Diferensiasi tenaga kerja migran di masing-masing daerah yang dikaji adalah
terkait dengan struktur ekonomi yang berbeda dari masing-masing daerah serta
karakteristik pasar tenaga kerja. Dengan kata lain, semakin maju sektor ekonomi
maka semakin berbeda kinerja para tenaga kerja migran secara multifungsi.
Perbedaan pada ketiga wilayah tersebut dipengaruhi oleh kemampuan dan
29
karakteristik tenaga kerja pribumi sehingga kehadiran migran lebih jelas dan
penting di wilayah marginal (Ioannina) dimana kekuarangan tenaga kerja dapat
diidentifikasi. Namun, hal tersebut kurang berpengaruh pada daerah agroindustri dan bentangan daerah Filippiada dan Fanari, dimana biaya tenaga kerja
migran yang tinggi serta biaya hidup keluarga migran yang fleksibel tidak
menyediakan tenaga kerja migran di sektor pertanian.
Analisis
:
Penelitian ini memaparkan bagaimana pengaruh tenaga kerja migran di
daerah pedesaan Yunani yang memberikan pengaruh positif terhadap nilai
ekonomi masyarakat setempat. Hipotesis kerja penelitian ini membuktikkan
bahwa para migran berpartisipasi dalam ekonomi pedesaan dengan cara yang
berbeda tergantung pada karakteristik khusus dari sektor pertanian, adanya
peluang kerja di luar pertanian dan karakteristik sosial-ekonomi umum daerah
pedesaan. Selain itu, perkembangan tenaga kerja migran tersebut telah memberi
kontribusi pada perkembangan diferensiasi sosial dan pembentukan kelompokkelompok baru migran di pedesaan Yunani. Bentuk differensiasi sosial dalam
penelitian secara tersirat dapat diketahui berdasarkan keterampilan yang dimiliki
tenaga kerja migran serta status pekerjaan yang dilakukan migran. Semakin para
migran memiliki keterampilan kerja yang baik maka mereka akan mendapatkan
pekerjaan yang layak dan status para migran dalam pekerjaannya baik sebagai
buruh atau pemilik usaha. Adanya tenaga kerja migran telah membentuk suatu
kelompok sosial baru pada wilayah desa tersebut sehingga dapat dianalisis
bagaimana interaksi dan struktur yang terjalin antara penduduk setempat dengan
penduduk migran. Walaupun penelitian ini menekankan pembahasan pada
tenaga kerja migran yang berkaitan langsung dengan kependudukan namun
dapat dianalisis dengan aras perubahan sosial masyarakat.
30
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Industrialisasi dan Permasalahan
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari
proses revolusi industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di Inggris dengan
penemuan metode baru untuk pemintalan dan penemuan kapas yang menciptakan
spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang
digunakan (Tambunan 2001). Industri menjadi salah satu sektor yang berperan penting
dalam perkembangan dan pembangunan wilayah. Secara umum, kegiatan industri
mampu menjamin keberlangsungan proses pembangunan ekonomi wilayah sehingga
kegiatan industri menjadi salah satu keharusan dalam pembangunan dan perkembangan
ekonomi. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau
barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri
bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata
dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta
dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai
upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan
ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan
industri pada khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya
teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan
dunia usaha nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi
lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan
industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi
nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan
pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan
kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang
pembangunan daerah dalam rangka pewujudan wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
Proses pembangunan ekonomi tersebut tentunya berkorelasi dengan perubahan
sosial masyarakat yang meliputi aspek budaya, ekonomi, sosial, politik maupun ekologi.
Pembangunan menurut Bintoro Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna (2008), yakni
sebagai suatu perubahan sosial budaya, maka industrialisasi sebagai suatu aspek dalam
pembangunan akan merubah struktur dan fungsi sosial masyarakat. Artinya
industrialisasi bukan hanya mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi yang cukup
31
tinggi, melainkan juga menimbulkan hal-hal lain pada kehidupan masyarakat seperti
pertambahan penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat datangnya penduduk dari
daerah lain yang berfungsi sebagai tenaga kerja di pabrik-pabrik, terjadi pola pergeseran
ekonomi masyarakat, pergeseran dalam pola hidup serta masalah-masalah lain yang
secara nyata merupakan interelasi dan akumulasi dari ketiga masalah tersebut.
Masalah yang ditimbulkan akibat dari pengaruh adanya industrialisasi tentu
dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme dimana menekankan peran modal dalam sistem
ekonomi yang berkembang secara pesat tidak hanya di negara barat tapi di negara
timur. Proses industrialisasi ini tidak hanya berlaku di kota-kota besar saja, tetapi juga
berlaku untuk kota-kota kecil. Industrialisasi seperti yang dikatakan Gunnar Myrdal,
yang diwujudkan dengan pendirian pabrik-pabrik besar dan modern dianggap sebagai
simbol dari kemajuan. Di samping itu, industrialisasi sering dinilai sebagai ‘kunci’ yang
bisa membawa masyarakat kearah kemakmuran, dan motor penggerak pembangunan
ekonomi (Rahardjo dalam Endang Sutrisna). Pengaruh dari keberadaan industrialisasi
baik dikota-kota besar maupun kota-kota kecil telah menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang tinggi. Peralihan mata pencaharian masyarakat yang berubah dari petani
menjadi buruh memiliki konsekuensi pada peningkatan jumlah penduduk yang mencari
pekerjaan.
Lahan sebagai aset utama bagi para petani kini telah berubah menjadi bangunanbangunan pabrik atau industri lainnya dengan pergerakan yang sangat cepat. Produksi
pertanian yang kian tak menentu telah memaksa para petani untuk menjual tanah
pertanian mereka guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut dibuktikan
dengan dampak keberadaan industri yang diteliti oleh Fittiara Aprilia Sari, Sri Rahayu
(2014) atas keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari telah menyebabkan peralihan fungsi
lahan pembangunan pertanian yang merupakan mekanisme dimana mempertemukan
permintaan dan penawaran terhadap lahan sehingga menghasilkan kelembagaan lahan
baru dengan karaketistik sistem produksi yang berbeda. Berikut hasil survei luas
perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh peneliti:
Gambar 1 . Tabel Luas Perubahan Tiap Penggunaan Lahan Keluarahan
Mendawai Tahun 1979-2012
32
Penelitian yang dilakukan oleh Deny Ferdyansyah, Eko B. Santoso (2013) juga
menjelaskan bahwa industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural
perekonomian nasional maupun regional, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang
ditandai dengan meningkatnya porsi sektor industri daripada sektor pertanian. Proses
industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif dimana perkembangan
industri yang cepat menyebabkan pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara
merata di semua daerah dalam suatu negara. Transformasi struktural tersebut
menyebabkan munculnya konsentrasi kegiatan industri secara spasial yang ditandai
dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi
perkotaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat spasialisasi industri di beberapa
wilayah sehingga memberi keuntungan pada nilai tambah produksi dan penyerapan
tenaga kerja.
Tabel 1.
Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi dan
Permasalahan
No
Pengarang
1. Bintoro
Tjokroamidjoyo
dalam
Endang
Sutrisna (2008)
2.
Rahardjo dalam
Endang Sutrisna
(2008)
3.
Fittiara
Aprilia
Sari
dan
Sri
Rahayu (2014)
4.
Deny
Ferdyansyah dan
Eko B. Santoso
(2013)
Definisi
Pembangunan
sebagai
suatu
perubahan sosial budaya, maka
industrialisasi sebagai suatu aspek
dalam
pembangunan
akan
merubah struktur dan fungsi sosial
masyarakat.
Industrialisasi
sering
dinilai
sebagai ‘kunci’ yang bisa
membawa masyarakat kearah
kemakmuran,
dan
motor
penggerak pembangunan ekonomi
Keberadaan
PT.
Korindo
Ariabima Sari telah menyebabkan
peralihan
fungsi
lahan
pembangunan pertanian yang
merupakan mekanisme dimana
mempertemukan permintaan dan
penawaran
terhadap
lahan
sehingga
menghasilkan
kelembagaan lahan baru dengan
karaketistik sistem produksi yang
berbeda.
Industrialisasi telah menyebabkan
terjadinya transformasi struktural
dengan munculnya konsentrasi
kegiatan industri secara spasial
yang ditandai dengan sistem
spasial berdasarkan akumulasi
modal dan tenaga kerja dalam
aglomerasi perkotaan
Kata Kunci
Variabel: industrialisasi (X1).
Perubahan struktur masyarakat
(Y1), fungsi sosial masyarakat
(Y2).
Variabel: Industrialisasi (X1).
Kemakmuran
(Y1),
motor
penggerak
pembangunan
ekonomi (Y2).
Variabel: Industrialisasi (X1).
Peralihan fungsi lahan (Y1),
lingkungan (Y2), sosial ekonomi
masyarakat (Y3).
Variabel: Industrialisasi (X1).
Pola spasial dan konsentrasi
wilayah industri (Y1), akumulasi
modal (Y2), akumulasi tenaga
kerja (Y3).
33
Y1: Perubahan struktur masyarakat(Bintoro
Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna)
Y2: Fungsi sosial masyarakat (Bintoro
Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna)
Y3: Kemakmuran (Rahardjo dalam Endang
Sutrisna)
Y4: Motor penggerak pembangunan ekonomi
(Rahardjo dalam Endang Sutrisna)
Industrialisasi dan
Y5: Peralihan fungsi lahan (Fittiara Aprilia
permasalahan
Sari dan Sri Rahayu)
Y6: Lingkungan (Fittiara Aprilia Sari dan Sri
Rahayu)
Y7: Sosial ekonomi masyarakat (Fittiara
Aprilia Sari dan Sri Rahayu)
Y8: Pola spasial dan konsentrasi wilayah
industri
Y9: Akumulasi modal
Y10: Akumulasi tenaga kerja
Gambar 2. Kerangka Industrialisasi dan Permasalahan
Industrialisasi Pedesaan
Industrialisasi adalah suatu proses interaksi antara perkembangan teknologi,
inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi merupakan
salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi (Agustin dan
Perdani 2011). Salah satu bentuk industrialisasi yaitu industrialisasi pedesaan. Menurut
Tambunan (1990) industrialisasi pedesaan dalam konteks ekonomi Indonesia dilihat
dalam pengertian luas, yakni sebagai usaha transformasi masyarakat pertanian pedesaan
ke arah masyarakat yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan berfungsi
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi yang dapat diukur dari segi pendapatan dan
lapangan kerja baru. Selanjutnya, Tambunan (1990) menyebutkan fungsi industrialisasi
pedesaan secara luas, yaitu: 1) mendorong pertumbuhan pedesaan dengan
mendiversifikasi pendapatan; 2) meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di
dalam atau di luar suatu daerah; 3) meningkatkan kesempatan kerja baru; 4)
mendekatkan hubungan fungsional antara pertanian dengan sektor industri; 5)
meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri; dan 6) mengurangi kemiskinan.
Suatu perbedaan yang dapat dilihat antara industrialisasi pedesaan dengan industrialisasi
perkotaan adalah karakteristik industrialisasi pedesaan yang bersifat padat karya,
berbeda dengan industrialisasi perkotaan yang padat modal. Selain itu, industrialisasi
pedesaan menerapkan teknologi untuk meningkatkan produksi sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan lingkungan pasar (Prasetyo 2007).
34
Tabel 2. Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi Pedesaan
No
Pengarang
Definisi
Kata Kunci
1. Tambunan (1990) Industrialisasi pedesaan dalam Variabel:
industrialisasi
konteks ekonomi Indonesia dilihat pedesaan (X1). Mendorong
dalam pengertian luas, yakni pertumbuhan pedesaan dengan
sebagai
usaha
transformasi mendiversifikasi
pendapatan
masyarakat pertanian pedesaan ke (Y1); meningkatkan dampak
arah masyarakat yang bersifat pertumbuhan permintaan di
industrial
dan
berfungsi dalam atau di luar suatu daerah
meningkatkan
kesejahteraan (Y2); meningkatkan kesempatan
sosial ekonomi.
kerja baru (Y3); mendekatkan
hubungan fungsional antara
pertanian dengan sektor industri
(Y4);
meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan
industri
(Y5);
mengurangi
kemiskinan (Y6).
2. Prasetyo (2008)
Industrialisasi pedesaan bersifat Variabel:
Industrialisasi
padat karya, berbeda dengan pedesaan (X1). Meningkatkan
industrialisasi perkotaan yang produksi
sesuai
dengan
padat
modal.
Selain
itu, perkembangan masyarakat dan
industrialisasi
pedesaan lingkungan pasar (Y1)
menerapkan teknologi untuk
meningkatkan produksi sesuai
dengan perkembangan masyarakat
dan lingkungan pasar.
Y1: Mendorong pertumbuhan pedesaan dengan
mendiversifikasi pendapatan (Tambunan)
Y2: Meningkatkan dampak pertumbuhan
permintaan di dalam atau di luar suatu daerah
(Tambunan)
Y3: Meningkatkan kesempatan kerja baru
(Tambunan)
Y4: Mendekatkan hubungan fungsional antara
Industrialisasi Pedesaan
pertanian dengan sektor industri (Tambunan)
Y5: Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
dan industri (Tambunan)
Y6: Mengurangi kemiskinan (Tambunan)
Y7: Sosial ekonomi masyarakat (Fittiara
Aprilia Sari dan Sri Rahayu)
Y8: Meningkatkan produksi sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan lingkungan
pasar (Prasetyo)
Gambar 3. Kerangka Industrialisasi Pedesaan
35
Transformasi Wilayah Peri Urban
Transformasi merujuk pada suatu proses pergantian (perbedaan) ciri-ciri tertentu
dalam suatu waktu tertentu. Proses ini mengandung tiga unsur penting. Pertama,
perbedaan merupakan aspek yang sangat penting dalam proses transformasi karena
dengan perbedaanlah dapat dilihat perwujudan dari sebuah proses transformasi. Kedua,
konsep ciri atau identitas yang merupakan acuan di dalam suatu proses transformasi,
baik ciri sosial, ekonomi, atau ciri penampilan sesuatu. Ketiga, proses transformasi
selalu bersifat historis yang terikat pada satuan waktu yang berbeda. Oleh karena itu,
transformasi selalu menyangkut perubahan masyarakat dari suatu masyarakat yang lebih
sederhana ke masyarakat yang lebih modern dalam satuan waktu yang berbeda
(Abdullah, Giyarsih dalam Puji Hardati 2011).
Transformasi wilayah yang terjadi di suatu wilayah tidak terlepas dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati
(2011) menjelaskan bahwa telah ada lima kekuatan yang menyebabkan terjadinya
pemekaran kota secara fisikal, yaitu: peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
kesejahteraan penduduk, peningkatan pelayanan transportasi, adanya gejala penurunan
peranan pusat kota sebagai pusat kegiatan, dan peningkatan peranan para pembangun
(developers). Faktor-faktor tersebut juga dialami pada daerah-daerah kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya dimana pertumbuhan ekonomi
pembangunan bertumbuh pesat dan menjadi daya tarik bagi masyarakat yang tinggal di
desa untuk tinggal dan mencari pekerjaan di kota. Secara tidak langsung dengan
bertambahnya penduduk disuatu wilayah maka akan memperbesar wilayah tempat
tinggal penduduk sehingga perluasan kota tidak dapat dihentikan.
Besly dan Ruswurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati (2011)
mengusulkan empat karakter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu
daerah dapat disebut sebagai periurban atau urban fringe, yaitu: sebelumnya merupakan
daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan untuk pertanian dan komunitas
masyarakat perdesaan; merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan
kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang; merupakan daerah
yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan sosial perkotaan; dan merupakan daerah
di mana berbagai konflik muncul, terutama antara penduduk pendatang dengan
penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan
pengembang.
Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida (2012) dalam penelitiannya
menjelaskan perkembangan kota Semarang yang ditunjukkan oleh pertumbuhan
penduduk dan aktivitas kota menuntut juga kebutuhan lahan yang semakin besar.
Keterbatasan luas lahan yang ada di Semarang menyebabkan kota ini mengalami
perkembangan ke daerah pinggiran kota, seperti Kecamatan Mranggen Kabupaten
Demak. Lebih lanjut Yunus dalam Puji Hardati (2011) menjelaskan faktor penentu
transformasi wilayah peri urban yang terdiri dari jumlah, pertumbuhan, kepadatan
penduduk, mata pencaharian penduduk serta struktur mata pencaharian pada suatu
daerah dapat menggambarkan keadaan umum perekonomiannya, khususnya mengenai
kegiatan penduduknya. Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi akan
mendorong penduduk untuk berangsur ke arah pinggiran. Hal ini dibuktikkan dengan
penelitian yang sudah dilakukan oleh Puji Hardati (2011) di daerah Kabupaten
Semarang.
36
Gambar 4. Tabel Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten
Semarang Tahun 2005-2009
Transformasi wilayah peri urban juga berkaitan dengan mata pencaharian
masyarakat. Dalam arti yang lebih luas, transformasi tidak hanya mencakup perubahan
yang terjadi pada bentuk luar, namun pada hakekatnya meliputi bentuk dasar, fungsi,
struktur, atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat (Pranadji, 2000
dalam Endang Sutrisna).
Tabel 3. Perbandingan untuk menentukan Definisi Transformasi Pembentukkan
Wilayah Peri Urban
No
Pengarang
1. Sargent
dalam
Giyarsih
yang
dikutip
Puji
Hardati (2011)
2.
Definisi
Transformasi wilayah disebabkan
oleh
peningkatan
jumlah
penduduk,
peningkatan
kesejahteraan
penduduk,
peningkatan
pelayanan
transportasi,
adanya
gejala
penurunan peranan pusat kota
sebagai pusat kegiatan, dan
peningkatan
peranan
para
pembangun (developers).
Besly
dan Transformasi
wilayah
dapat
Russwurnm
memunculkan adanya wilayah
dalam Giyarsih periurban di daerah pedesaan atau
yang dikutip Puji disebut sebagai urban fringe.
Hardati (2011)
Kata Kunci
Variabel: Peningkatan jumlah
penduduk (X1), peningkatan
kesejahteraan penduduk (X2),
peningkatan
pelayanan
transportasi (X3), adanya gejala
penurunan peranan pusat kota
sebagai pusat kegiatan (X4),
peningkatan
peranan
para
pembangun (developers) (X5).
Transformasi wilayah (Y1).
Variabel:
Sebelumnya
merupakan daerah perdesaan
dengan dominasi penggunaan
lahan untuk pertanian dan
komunitas masyarakat perdesaan
(X1); merupakan daerah yang
menjadi
sasaran
serbuan
perkembangan
kota
serta
menjadi ajang spekulasi tanah
bagi para pengembang (X2);
merupakan daerah yang diinvasi
oleh penduduk perkotaan dengan
sosial
perkotaan
(X3);
merupakan daerah di mana
berbagai
konflik
muncul,
terutama
antara
penduduk
37
pendatang dengan penduduk
asli, antara penduduk kota
dengan penduduk desa, serta
antara petani dan pengembang
(X4). klasifikasi suatu daerah
periurban (Y1).
3.
4.
Kuat Ismanto, H.
Misbahul Huda,
Chusna Maulida
(2012)
Transformasi
wilayah
dapat
terjadi karena keterbatasan luas
lahan
yang
ada
sehingga
menyebabkan
daerah
kota
mengalami perkembangan ke
daerah pinggiran kota.
Yunus dalam Puji Jumlah,
pertumbuhan
dan
Hardati (2011)
kepadatan penduduk yang tinggi
akan mendorong penduduk untuk
berangsur ke arah pinggiran.
Variabel:Pertumbuhan penduduk
(X1), aktivitas kota (X2).
Terbentuknya wilayah pinggiran
kota (Y1).
Variabel: Jumlah penduduk
(X1), pertumbuhan penduduk
(X2), kepadatan penduduk (X3),
mata pencaharian penduduk
(X4), struktur mata pencaharian
penduduk (X5). Transformasi
wilayah ke arah pinggiran (Y1).
38
X1: Peningkatan jumlah penduduk (Sargent dalam
Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X2: Peningkatan kesejahteraan penduduk (Sargent dalam
Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X3: Peningkatan pelayanan transportasi (Sargent dalam
Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X4: Adanya gejala penurunan peranan pusat kota sebagai
pusat kegiatan (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji
Hardati)
X5: Peningkatan peranan para pembangun (developers)
(Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X6: Sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan
dominasi penggunaan lahan untuk pertanian dan
komunitas masyarakat perdesaan (Besly dan Russwurnm
dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X7: Merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan
perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah
bagi para pengembang (Besly dan Russwurnm dalam
Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X8: Merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk
perkotaan dengan sosial perkotaan (Besly dan Russwurnm
dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X9: Merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul,
terutama antara penduduk pendatang dengan penduduk
asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta
antara petani dan pengembang (Besly dan Russwurnm
dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati)
X10: Pertumbuhan penduduk (Kuat Ismanto, H. Misbahul
Huda, Chusna Maulida)
Transformasi
Pembentukkan Wilayah
Peri urban
X11: Aktivitas kota (Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda,
Chusna Maulida)
X12: Jumlah penduduk (Yunus dalam Puji Hardati)
X13: Pertumbuhan penduduk (Yunus dalam Puji Hardati)
X14: Kepadatan penduduk (Yunus dalam Puji Hardati)
X14: Mata pencaharian penduduk (Yunus dalam Puji
Hardati)
X15: Struktur mata pencaharian penduduk (Yunus dalam
Puji Hardati)
Gambar 5. Kerangka Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri urban
39
Perubahan Masyarakat Agraris Menuju Masyarakat Industri
Berbagai bentuk mobilitas dan imobilitas yang mempengaruhi tempat pedesaan
menghasilkan kompleksitas perubahan penduduk pedesaan. Perubahan penduduk
pedesaan merupakan proses kompleks yang terdiri dari gerakan ke dalam, dari dalam
dan melalui ruang pedesaan termasuk gerakan spasial jarak yang lebih pendek atau
lebih lama, gerakan karena iden-sity atau pilihan, gerakan ekonomi atau berbasis gaya
hidup, mobilitas intens atau imobilitas, pola tidak merata mobilitas dan proses
marjinalisasi. Berbagai dimensi akses mobilitas pedesaan yaitu, ekonomi, sosial, budaya
dan politik memiliki dampak yang signifikan pada tempat-tempat pedesaan tertentu
(Milbourne 2007; Bell 2008 dalam Charalambos Kasimis, Apostolos G. Papadopoulos,
Costas Pappas).
Industrialisasi bukanlah suatu perjalanan sejarah yang unilineal dari masyarakat
agraris ke masyarakat industri, masyarakat tradisional ke masyarakat modern, tetapi
suatu evolusi yang multilineal (Kuntowijoyo, 1998: 172 dalam Endang Sutrisna). Tidak
setiap masyarakat akan mengalami proses yang sama, kecepatan yang sama, akibatakibat yang sama. Lebih lanjut, Kuntowijiyo menjelaskan bahawa dalam masyarakat
dengan dualisme ekonomi, industrialisasi tidak menyebabkan perubahan gaya hidup
masyarakat bawah, sekalipun pengaruh dari perubahan itu dapat dilihat pula.
Perkebunan dan industri transportasi di Indonesia, misalnya, memang telah mengubah
pasar tenaga kerja di masyarakat bahkan sejak pertengahan abad ke-19, tetapi tidak
berarti bahwa masyarakat telah meninggalkan ciri-ciri tradisional pada waktu yang
bersamaan. Semuanya sangat tergantung kepada intensitas industrialisasi dan siapa
pelaku proses perubahan tersebut.
Pihak-pihak yang terlibat dalam industrialisasi diantaranya penduduk asli,
penduduk pendatang, pemerintah dan pihak swasta. Keseluruhan pihak tersebut
memiliki tujuan dan kepentingan masing-masing sehingga sampai dengan saat ini, hasil
industrialisasi yang dirasakan dari berbagai pihak berbeda-beda terutama bagi
masyarakat yang lebih banyak terlibat langsung pada kegiatan industrialisasi tersebut.
Dalam masyakat industri, masyarakat diorganisasi secara efisien dan mirip sebuah
mesin. Proses rasionalisasi dalam masyarakat yang demikian mempunyai akibat
melonggarnya ikatan-ikatan tradisi yang digantikan peranannya oleh hubunganhubungan yang bersifat rasional, legal, dan kontraktual (Kuntowijoyo dalam Endang
Sutrisna 2012).
Dinamika masyarakat industri sangat berbeda dengan masyarakat agraris.
Untuk memasuki sebuah masyarakat industri bukan saja perangkat-perangkatnya yang
diperlukan, tetapi lebih penting dari itu ialah perubahan kesadaran masyarakat dan
perorangan. Kesadaran perorangan tidak selalu sama kecepatannya dengan perubahan
institusional, oleh karena itu sering dijumpai adanya ketertinggalan budaya yang dapat
mempunyai akibat yang bermacam-macam. Lebih lanjut, Endang Sutrisna menjelaskan
pengaruh industrialisasi telah memberikan perluasan pada sektor ekonomi dan jasa
dimana masyarakat mulai beralih dari ciri-ciri masyarakat agraris menjadi masyarakat
modern dengan beragam aktivitas yang ada.
Sedangkan menurut Sztompka (2011) memahami transformasi fundamental dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern dapat dilihat pada tiga bentuk tatanan
masyarakat yakni munculnya tatanan masyarakat urban, industrial dan kapitalis.
Tatanan masyarakat urban ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang
pertanian dengan differensiasi sosial yang rendah sedangkan tatanan masyarakat
industrial ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dan non-
40
pertanian, namun persentase pada kegiatan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan
dengan persentase kegiatan pertanian. Pada tatanan masyarakat tersebut differensiasi
sosial lebih tinggi dibandingkan dengan tatanan masyarakat urban. Selanjutnya, pada
tatanan masyarakat kapitalis ditandai dengan pola kegiatan ekonomi yang menekankan
pada peran modal serta kepemilikan aset individu sehingga individu secara bebas dapat
memiliki modal dan usaha ekonomi.
Tabel 4. Perbandingan untuk menentukan Definisi Perubahan Masyarakat
Agraris menuju Masyarakat Industri
No
Pengarang
Definisi
1. Endang Sutrisna Dinamika masyarakat industri
(2012)
sangat
berbeda
dengan
masyarakat
agraris. Untuk
memasuki sebuah masyarakat
industri bukan saja perangkatperangkatnya yang diperlukan,
tetapi lebih penting dari itu ialah
perubahan kesadaran masyarakat
dan perorangan.
2. Sztompka (2011) Transformasi fundamental dari
masyarakat
tradisional
ke
masyarakat modern dapat dilihat
pada
tiga
bentuk
tatanan
masyarakat yakni munculnya
tatanan
masyarakat
urban,
industrial dan kapitalis.
Kata Kunci
Variabel: Kesadaran perorangan
(X1), kesadaran masyarakat
(X2). Masyarakat industri (Y1).
Variabel: Tatanan masyarakat
urban ditandai dengan pola
kegiatan ekonomi pada bidang
pertanian dengan differensiasi
sosial yang rendah (X1), tatanan
masyarakat industrial ditandai
dengan pola kegiatan ekonomi
pada bidang pertanian dan nonpertanian, namun persentase
pada kegiatan non-pertanian
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan persentase kegiatan
pertanian dengan differensiasi
sosial lebih tinggi dibandingkan
dengan tatanan masyarakat
urban (X2), tatanan masyarakat
kapitalis ditandai dengan pola
kegiatan
ekonomi
yang
menekankan pada peran modal
serta kepemilikan aset individu
sehingga individu secara bebas
dapat memiliki modal dan usaha
ekonomi (X3). Transformasi
fundamental dari masyarakat
tradisional
ke
masyarakat
modern (Y1).
41
X1: Kesadaran perorangan (Endang Sutrisna)
X2: kesadaran masyarakat (Endang Sutrisna)
X3: Tatanan masyarakat urban ditandai dengan
pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian
dengan differensiasi sosial yang rendah
X4: Tatanan masyarakat industrial ditandai
dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang
pertanian dan non-pertanian, namun persentase
pada kegiatan non-pertanian lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase kegiatan
pertanian dengan differensiasi sosial lebih tinggi
dibandingkan dengan tatanan masyarakat urban
(Sztompka)
Perubahan masyarakat
agraris ke masyarakat
industri
X5: Tatanan masyarakat kapitalis ditandai dengan
pola kegiatan ekonomi yang menekankan pada
peran modal serta kepemilikan aset individu
sehingga individu secara bebas dapat memiliki
modal dan usaha ekonomi (Sztompka)
Gambar 6. Kerangka Perubahan Masyarakat Agraris ke Masyarakat Industri
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial-ekonomi masyarakat adalah keadaan struktur sosial-ekonomi
masyarakat dalam suatu daerah. Lima parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
kondisi sosial-ekonomi masyarakat (Singarimbun dan Efendi 2008) yaitu: usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Sarno dan Bondan
Hary Setiawan (2013) menjelaskan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara Jawa Tengah yaitu umur petani, kontribusi penghasilan lain, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, dan produksi.
Pendapatan
Badan Pusat Statistik (2010) mendefinisikan konsep pendapatan rumah tangga
sebagai seluruh pendapatan yang diterima oleh rumah tangga maupun pendapatan
anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan berasal dari:
1. Balas jasa faktor produksi tenaga kerja, yaitu upah/gaji, keuntungan, bonus
yang mencakup dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai
imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan.
42
2. Balas jasa kapital, yaitu bunga, bagi hasil dari hasil usaha seluruh anggota
rumah tangga.
3. Pendapatan yang berasal dari pihak lain yaitu pendapatan diluar upah/gaji
yang menyangkut dari : perkiraan sewa rumah milik sendiri; bunga deviden;
bukan hasil usaha; pensiunan; kiriman dari famili/pihak lain secara rutin dan
ikatan dinas.
Nurmanaf (1985) menjelaskan bahwa pendapatan rumahtangga adalah
aliran uang, barang, jasa dan kepuasan yang diperoleh dibawah penguasaan
keluarga untuk digunakan dalam memuaskan kebutuhan dan kewajibannya.
Pendapatan rumahtangga dapat berasal dari satu macam sumber pendapatan.
Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota
rumahtangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau
masing-masing anggota rumahtangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu
sama lain.
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan gaya, tata cara, atau cara menggunakan barang, tempat,
dan waktu, khas kelompok masyarakat tertentu yang sangat bergantung pada bentukbentuk kebudayaan, meski buka merupakan totalitas pengalaman sosial (Chaney 1996).
Soekanto (1990) lebih jelasnya mendifinisikan gaya hidup sebagai serangkaian pola
hidup dan perilaku masyarakat yang terealisasi melalui konsumsi, sikap hidup, dan
pergaulan. Gaya hidup dapat menjadi indikator tentang bagaimana orang atau
masyarakat mengkonsumsi pendapatan yang diperolehnya serta bagaimana sikap dan
perilakunya dalam berhubungan dengan orang lain dalam situasi dan kondisi tertentu.
Gaya hidup merupakan penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan
keadaan.
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan penggolongan kelompok masyarakat dalam
berbagai lapisan-lapisan tertentu. Menurut etimologi bahasa, stratifikasi berasal dari
bahasa Yunani yakni stratum, yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin, mendifinisikan
stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat dalam lapisan kelaskelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas
yang lebih rendah (Soekanto 1990). Soekanto (1990) menyebutkan bahwa di antara
lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif banyak.
Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu
lapisan, yaitu: a) Ukuran kekayaan; b) Ukuran kekuasaan; c) ukuran kehormatan; dan d)
ukuran ilmu pengetahuan. Stratifikasi sosial dikonstruksikan oleh differensiasi sosial
dan ketidaksamaan sosial. Differensiasi sosial mengasumsikan bahwa dalam masyarakat
terdapat sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian berbeda-beda.
Pembedaan kedudukan dan peranan tersebut dinilai dengan ganjaran (imbalan), gengsi,
kehormatan, dan hak yang berbeda. Sedangkan pada ketidaksamaan sosial menekankan
pada adanya sejumlah kedudukan dalam masyarakat yang memberikan kemmapuan
mengakses sumberdaya (kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan lain-lain) secara
berbeda-beda (Calhoun 1994).
43
Tabel 5. Perbandingan untuk menentukan Definisi Kondisi Sosial Ekonomi
No
Pengarang
Definisi
1. Singarimbun dan Kondisi
sosial-ekonomi
Efendi (2008)
masyarakat
adalah
keadaan
struktur
sosial-ekonomi
masyarakat dalam suatu daerah.,
dan tingkat pendapatan.
2. Sarno
dan Karakteristik sosial ekonomi yang
Bondan
Hary mempengaruhi tingkat pendapatan
Setiawan (2013)
petani
melati
gambir
di
Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara Jawa Tengah yaitu
umur
petani,
kontribusi
penghasilan
lain,
jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan,
dan produksi.
X1: Usia (Singarimbun dan Efendi)
X2: Jenis kelamin (Singarimbun dan Efendi)
X3: Tingkat pendidikan (Singarimbun dan
Efendi)
X4: Pekerjaan (Singarimbun dan Efendi)
X5: Umur petani (Sarno dan Bondan Hary
Setiawan)
X6: Kontribusi penghasilan lain (Sarno dan
Bondan Hary Setiawan)
X7: Jumlah tanggungan keluarga (Sarno dan
Bondan Hary Setiawan)
X8: Luas lahan (Sarno dan Bondan Hary
Setiawan)
X9: Produksi (Sarno dan Bondan Hary
Setiawan)
Kata Kunci
Variabel: usia (X1), jenis
kelamin
(X2),
tingkat
pendidikan (X3), pekerjaan
(X4). Kondisi Sosial Ekonomi
(Y1).
Variabel: umur petani (X1),
kontribusi penghasilan lain (X2),
jumlah tanggungan keluarga
(X3), luas lahan (X4), produksi
(X5).
Karakteristik
sosial
ekonomi (Y1).
Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat
Gambar 7. Kerangka Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
44
SIMPULAN
Hasil Rangkuman dan Pembahasan
Industri menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam perkembangan
dan pembangunan wilayah. Secara umum, kegiatan industri mampu menjamin
keberlangsungan proses pembangunan ekonomi wilayah sehingga kegiatan industri
menjadi salah satu keharusan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri. Proses pembangunan ekonomi tersebut
tentunya berkorelasi dengan perubahan sosial masyarakat yang meliputi aspek budaya,
ekonomi, sosial, politik maupun ekologi. Masalah yang ditimbulkan akibat dari
pengaruh adanya industrialisasi tentu dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme dimana
menekankan peran modal dalam sistem ekonomi yang berkembang secara pesat tidak
hanya di negara barat tapi di negara timur. Proses industrialisasi tidak hanya berlaku di
kota-kota besar saja, tetapi juga berlaku untuk kota-kota kecil. Pengaruh dari
keberadaan industrialisasi baik dikota-kota besar maupun kota-kota kecil telah
menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi. Peralihan mata pencaharian
masyarakat yang berubah dari petani menjadi buruh memiliki konsekuensi pada
peningkatan jumlah penduduk yang mencari pekerjaan.
Lahan sebagai aset utama bagi para petani kini telah berubah menjadi bangunanbangunan pabrik atau industri lainnya dengan pergerakan yang sangat cepat. Produksi
pertanian yang kian tak menentu telah memaksa para petani untuk menjual tanah
pertanian mereka guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih lanjut, industrialisasi
tentu berkorelasi terhadap perubahan wilayah urban menjadi peri atau semi urban
dimana saat ini wilayah pedesaan sudah hampir menjadi wilayah peri urban.
Transformasi wilayah yang terjadi di suatu daerah tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mempengaruhi diantaranya jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertambahan
penduduk dan mata pencaharian masyarakat dimana dapat menggambarkan keadaan
umum perekonomian khususnya mengenai kegiatan penduduknya. Pembentukkan
wilayah peri urban tersebut tentu mempengaruhi bagaimana perubahan struktur mata
pencaharian masyarakat dan struktur sosial yang terjalin dalam masyarakat. Perubahan
persentase penggunaan lahan akibat industrialisasi juga mempengaruhi bagaimana mata
pencaharian dan struktur sosial dalam masyarakat antara penduduk asli dengan
penduduk pendatang.
Perubahan masyarakat pedesaan yang pada awalnya memiliki mata pencaharian
pada sektor pertanian kini beralih menjadi sektor industri. Akibatnya, migrasi penduduk
ke daerah perkotaan tidak dapat terelakkan sehingga populasi penduduk pedesaan
menurun. Namun, migrasi juga dapat terjadi dari wilayah perkotaan yang sudah padat
ke daerah pedesaan diprovinsi lain yang sedang mengalami industrialisasi baik disektor
barang dan jasa. Hal tersebut juga mempengaruhi transformasi wilayah pedesaan
menjadi wilayah peri urban. Dengan kata lain, semakin tingginya penduduk yang
melakukan migrasi telah melahirkan jumlah proporsi penduduk pendatang hampir sama
dengan penduduk asal. Sektor lahan pertanian yang semakin sedikit tidak mampu
45
menyerap tenaga kerja pada wilayah yang memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi sehingga berdampak pada timbulnya diversifikasi pekerjaan dari sektor pertanian
menjadi sektor industri.
Dinamika masyarakat industri sangat berbeda dengan masyarakat agraris.
Untuk memasuki sebuah masyarakat industri bukan saja perangkat-perangkatnya yang
diperlukan, tetapi lebih penting dari itu ialah perubahan kesadaran masyarakat dan
perorangan. Kesadaran perorangan tidak selalu sama kecepatannya dengan perubahan
institusional, oleh karena itu sering dijumpai adanya ketertinggalan budaya yang dapat
mempunyai akibat yang bermacam-macam. Pengaruh industrialisasi telah memberikan
perluasan pada sektor ekonomi dan jasa dimana masyarakat mulai beralih dari ciri-ciri
masyarakat agraris menjadi masyarakat modern dengan beragam aktivitas yang ada. Di
sisi lain, terlihat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah ke
arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat wilayah peri
urban sehingga berdampak kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalami
industrialisasi sehingga dengan adanya transformasi wilayah peri urban akibat
industrialisasi apakah mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat agraris yang
kini berubah menjadi masyarakat industri.
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi
Maraknya pembangunan ruko-ruko akibat adanya industrialisasi telah
menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian sehingga
berdampak pada pergeseran mata pencaharian masyarakat. Industrialisasi juga
merupakan salah satu penggerak ekonomi yang saat ini sudah memasuki wilayah
pedesaan sehingga terjadi pembentukkan transformasi wilayah desa menjadi wilayah
peri urban. Pengaruh industrialisasi berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, politik
maupun ekologi wilayah setempat. Masyarakat yang menjadi aktor dalam industrialisasi
tersebut adalah masyarakat agraris yang berubah menjadi masyarakat industri.
Perubahan kondisi masyarakat terlihat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang
cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada
masyarakat wilayah peri urban sehingga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi
masyarakat setempat. Oleh karena itu berikut disajikan perumusan masalah dan
pertanyaan penelitian dari hasil penulisan studi pustaka ini;
1. Sejauhmana pengaruh industrialisasi terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian dan faktor apa saja yang mempengaruhi pengalihfungsian lahan
tersebut?
2. Sejauhmana pengaruh industrialisasi terhadap transformasi wilayah peri urban
dan faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya transformasi wilayah peri
urban?
3. Sejauhmana pembentukkan wilayah peri urban mempengaruhi kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat peri urban?
Usulan Kerangka Pemikiran Baru
Industrialisasi merupakan penggerak perekonomian yang diusung oleh beberapa
wilayah di Indonesia. Saat ini, industrialisasi tidak hanya terjadi di kota-kota besar,
namun juga terjadi dikota-kota kecil. Kehadiran industrialisasi juga terjadi pada wilayah
pedesaaan dimana telah menyebabkan berubahnya struktur wilayah desa menjadi
wilayah peri urban. Pengaruh dari keberadaan industrialisasi baik dikota-kota besar,
46
kota-kota kecil dan pedesaan telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi.
Peralihan mata pencaharian masyarakat yang berubah dari petani menjadi buruh
memiliki konsekuensi pada peningkatan jumlah penduduk yang mencari pekerjaan.
Tingginya jumlah penduduk yang mencari pekerjaan tidak dapat ditampung oleh sektor
pertanian dengan lahan yang sudah semakin sedikit. Industrialisasi telah
mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian.
Transformasi wilayah desa menjadi peri urban tentu dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat dikaji berdasarkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk,
pertambahan penduduk dan mata pencaharian masyarakat dimana dapat
menggambarkan keadaan umum perekonomian khususnya mengenai kegiatan
penduduknya. Akibat dari transformasi wilayah peri urban tersebut berkorelasi terhadap
perubahan relasi, interaksi dan struktur sosial masyarakat agraris yang kini berubah
menjadi masyarakat industri. Terbentuknya struktur sosial masyarakat yang baru akibat
industrialisasi telah merubah pola hidup masyarakat menjadi konsumtif. Perilaku
konsumtif telah menjadi budaya yang saat ini sudah terjadi pada masyarakat peri urban
dan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.
Variabel peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian dalam penelitian ini
dianalisis melalui pendekatan kualitatif melalui penghasilan yang didapat oleh
masyarakat, harga jual lahan yang tinggi serta lokasi lahan yang strategis. Variabel
pembentukan transformasi wilayah peri urban dianalisis dengan pendekatan kuantitatif
melalui jumlah, kepadatan dan pertambahan penduduk, mata pencaharian penduduk.
Selain itu, data pendukung digunakan untuk mengetahui proporsi lahan pertanian dan
non pertanian sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui kontribusi
pendapatan pada sektor pertanian dan non pertanian. Adapun variabel yang digunakan
untuk menganalisis pengaruh industrialisasi terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat peri urban diantaranya tingkat pendapatan (usia, jenis kelamin, jumlah
tanggungan keluarga, kontribusi penghasilan lain), tingkat pendidikan, pekerjaan, serta
stratifikasi sosial yang terbentuk dengan menganalisis differensiasi dan ketidaksamaan
sosial. Untuk lebih memperjelas pemahaman, maka kerangka pemikiran dapat dilihat
pada gambar 8.
47
Kondisi Sebelum
Adanya
Industrialisasi
Industrialisasi
Pedesaan
Kondisi Sesudah
Adanya
Industrialisasi
Peralihfungsian lahan pertanian
ke non pertanian
- Penghasilan
- Harga jual lahan yang
tinggi
- Lokasi lahan yang
strategis
Perubahan masyarakat agraris
menuju masyarakat industri
Terbentuknya transformasi wilayah
peri urban
- Jumlah penduduk
- Kepadatan penduduk
- Pertambahan penduudk
- Mata pencaharian penduduk
- Proporsi lahan pertanian dan
non pertanian
- Kontribusi pendapatan pada
sektor pertanian dan non
pertanian
Gaya Hidup
Keterangan:
: Fokus penelitian
Kondisi sosial ekonomi masyarakat peri urban
- Tingkat pendapatan (usia, jenis
kelamin, jumlah tanggungan keluarga,
kontribusi penghasilan lain)
- Tingkat pendidikan
- Pekerjaan
- Stratifikasi sosial yang dikonstruksikan
oleh differensiasi dan ketidaksamaan
sosial
Gambar 8. Kerangka Pemikiran
48
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia FS, Sri Rahayu. 2014. Kajian dampak keberadaan industri PT. Korindo
Ariabima Sari di Keluarahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat.
Jurnal Teknik PWK 3, 3 (1). [Internet]. [diunduh 3 Oktober 2014]. Tersedia
pada http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/4411/pdf_14
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
September 2012 mencapai 29 juta orang. [Internet]. [Diunduh tanggal 26
September
2014].
Dapat
diunduh
dari
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&no
tab=2
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Konsep pendapatan rumah tangga. Jakarta [ID]: BPS
Calhoun, C. et al. 1994. Sociology an introduction. McGraw Hill, Inc
Ferdyansyah D, Eko B. Santoso. 2013. Pola spasial kegiatan industri unggulan di
Provinsi Jawa Timur (Studi kasus subsektor industri tekstil, barang kulit, dan
alas kaki). Jurnal Teknik Pomits, 2 (1). [Internet]. [diunduh 29 Oktober
2014].
Tersedia
pada
http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/2466/794
Hardati P. 2011. Transformasi wilayah peri urban kasus di Kabupaten Semarang.
Jurnal Geografi, 8 (2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG/article/view/1661
Ismanto K, Huda HM, dan Maulida C. 2012. Transformasi masyarakat petani mranggen
menuju masyarakat industri. Jurnal Penelitian, 9 (1). [Internet]. [diunduh 26
September
2014].
Tersedia
pada
http://e-journal.stainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/viewFile/129/103
Karmila. 2014. Stratifikasi sosial petani padi di Desa Pematang Sikek Kecamatan
Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir. Jurnal Jom FISIP, 1 (2). [Internet].
[diunduh
30
Oktober
2014].
Tersedia
pada
http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/3193/3093
Kasimis C, Apostolos G. Papadopoulos, Costas Pappas. Gaining from rural migrants:
Migrant employment strategies and socioeconomic implications for rural
labour markets. Journal Compilation Sociologia Ruralis, 50 (3). [Internet].
[diunduh
20
November
2014].
Tersedia
pada
https://www.deepdyve.com/lp/wiley/gaining-from-rural-migrants-migrantemployment-strategies-and-iC1IO5zAJz
Kristiono SA. 1998. Industrialisasi dan pergeseran mata pencaharian di pedesaan
(Kasus Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 80 hal.
49
Mirajiani. 2003. Dampak industrialisasi dan perubahan sosial terhadap munculnya
agresivitas masyarakat: Suatu analisis sosiologi. [thesis]. Bogor [ID]: Institut
Pertanian Bogor. 170 hal.
Nurmanaf AR. 1985. Pola kesempatan kerja dan sumber pendapatan rumahtangga di
pedesaan Jawa Barat. Bogor [ID]: Pusat Penelitian Agro Ekonomi
Pewista I, Rika Harini. 2013. Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap
kondisi sosial ekonomi penduduk di Kabupaten Bantul. Kasus daerah
perkotaan, pinggiran dan pedesaan tahun 2001-2010. Jurnal Bumi Indonesia,
2 (2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/168/165
Sarno, Bondan Hary Setiawan. 2013. Analisis karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit
Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Jurnal Pembangunan Pedesaan, 13
(2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada
http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Pembangunan/article/viewFile/
193/192
Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3S
Siska. 2013. Dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar
Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kertanegara.
eJournal Administrasi Negara, 1 (2) 473-493. [Internet]. [diunduh 21
September 2014]. Tersedia pada http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp
content/uploads/2013/06/Microsoft%20Word%20-%20ejurnal%20siska%20%2806-01-13-05-11-08%29.pdf
Soekanto S. 1990. Sosiologi suatu pengantar edisi baru 4 cetakan 34. Jakarta [ID]:
Rajawali Pers. 518 hal
Suhadi. 2012. Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng
Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. Journal of Educational Social
Studies, 1 (2). [Internet]. [diunduh 30 Oktober 2014]. Tersedia pada
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/view/735/744
Sundar K, T. Srinivasan. 2009. Rural industrialisation: Challenges and proposition. J
Soc Sci, 20 (1) 23-29. [Internet]. [diunduh 20 November 2014]. Tersedia pada
http://www.krepublishers.com/02-Journals/JSS/JSS-20-0-000-09-Web/JSS20-1-000-09-Abst-PDF/JSS-20-01-023-09-826-Sundar-K/JSS-20-01-023-09826-Sundar-K-Tt.pdf
Sutrisna E. 2008. Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat.
Jurnal Industri dan Perkotaan, 12 (22). [Internet]. [diunduh 3 Oktober 2014].
Tersedia pada http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/article/view/575/568
Syapsan, Syafril Basri, Elida Ilyas. 2010. Perubahan sosial masyarakat pasca
pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Koto Panjang Provinsi
50
RIAU. Jurnal Ekonomi, 18 (2). [Internet]. [diunduh 20 September 2014].
Tersedia pada http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/viewFile/756/749
Sztompka P. 2011. Sosiologi perubahan sosial. Jakarta [ID]: Prenada media group
Tambunan TTH. 2001. Perekonomian Indonesia teori dan temuan empiris. Jakarta [ID]:
Ghalia Indonesia
Ulfa NS. 2012. Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial (Dalam
bingkai pemikiran Jean Baudrillard). Topik Utama, 40 (1). [Internet].
[diunduh
30
Oktober
2014].
Tersedia
pada
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3203/2876
51
RIWAYAT HIDUP
Khairun Nisa Mutma’inah dilahirkan di Bengkulu pada 26 April 1993. Penulis
merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Khairuman SK dan Ibu Siti Syarifah.
Penulis menempuh pendidkan formal sejak TK Ar-Rifqi (1998-1999), kemudian SD N
2 Laladon, Kabupaten Bogor (1999-2005), SMP Al-Ghazaly (2005-2008), hingga tahun
(2008-2011) penulis melanjutkan pendidkan di MA N 1 Kota Bogor. Pada tahun 2011
penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
Undangan. Semasa perkuliahan penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari IPB.
Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan
organisasi, yaitu sebagai anggota Departemen Kajian Strategis dan Advokasi
Mahasiswa BEM Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2013 dan dilanjutkan menjadi
Kepala Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Manusia BEM Fakultas Ekologi
Manusia pada tahun 2014. Selanjutnya penulis juga menjadi pengurus Paguyuban Bidik
Misi sebagai Koordinator Putri dari Fakultas Ekologi Manusia angkatan 48. Tidak
hanya di organisasi, penulis juga aktif dipelbagai kepantiaan dan pelatihan kemampuan
softskill dalam berbagai kegiatan. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai asisten
dosen MK. Sosiologi Umum tahun ajaran (2013-2014 dan 2014-2015).
Download