Laporan Studi Pustaka (KPM 403) PENGARUH INDUSTRIALISASI TERHADAP PEMBENTUKKAN WILAYAH PERI URBAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KHAIRUN NISA MUTMA’INAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Pengaruh Industrialisasi Terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Januari 2015 Khairun Nisa Mutma’inah I34110059 iii ABSTRAK KHAIRUN NISA MUTMA’INAH. Pengaruh Industrialisasi terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat. Dibimbing oleh FREDIAN TONNY NASDIAN Industrialisasi merupakan salah satu penggerak roda ekonomi yang saat ini sudah banyak diterapkan diberbagai wilayah Indonesia termasuk di wilayah pedesaan. Masuknya industri ke suatu wilayah terutama pedesaan telah menyebabkan pembentukkan transformasi wilayah peri urban dimana wilayah pedesaan saat ini berubah menjadi kawasan peri urban yang sudah teradopsi oleh kebudayaan kota. Pembentukkan wilayah peri urban tersebut tentu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor dengan bertambahnya penduduk sebagai konsekuensi maraknya proses industrialisasi di beberapa kawasan pedesaan. Tingginya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut juga berakibat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat wilayah peri urban sehingga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah setempat. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis sejauhmana pengaruh industrialisasi terhadap pembentukkan transformasi wilayah peri urban dan faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya transformasi wilayah peri urban serta menganalisis pengaruh pembentukkan wilayah peri urban terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat peri urban. Kata Kunci: industrialisasi, kondisi sosial ekonomi, transformasi wilayah peri urban ABSTRACT KHAIRUN NISA MUTMA’INAH. The Industialization Influence for Urban Fringe Area Formation and Condition of Social Economic Community. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN Industrialization is the one of activator from economic cycle that currently be more applied in many places of Indonesia conclude rural area. Entry of industrialization in the area especially in rural area have caused formation of peri urban transformation area that recently rural area have changed peri urban area that be adopted by city culture. The formation of urban fringe area surely is encouraged by some factors with population increasing as consequances of industrialization process glow in the some rural area. High population amount that stay in the area have consequanced in social activity changing of community that prone on changing to consumptive side. Recently, consumptive behavior become culture in urban fringe community, so have influenced social economic condition of community in that place. The goal of this paper is analyse how the industrialization influences about transformation of formation in urban fringe area and factors that have influenced formation of urban fringe area transformation and analyse influence of urban fringe area to social economic conditon of urban fringe community. Key words : industrialization, social economic condition, transformation of urban fringe area iv PENGARUH INDUSTRIALISASI TERHADAP PEMBENTUKKAN WILAYAH PERI URBAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT Oleh: KHAIRUN NISA MUTMA’INAH I34110059 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Khairun Nisa Mutma’inah NIM : I34110059 Judul : Pengaruh Industrialisasi terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Masyarakat dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masayarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Ir. Fredian Tonny N, MS Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Pengesahan: ______________________ vi PRAKATA Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi pustaka dengan judul “Pengaruh Industrialisasi Terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat” ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan dalam rangka pemenuhansyarat kelulusan MK. Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terimaksih kepada; 1. Bapak Ir. Fredian Tonny N, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk arahan, masukan, kritik dan saran, serta sabar dalam membimbing penulis selama penulisan studi pustaka ini, 2. Ayahanda Khairuman SK dan Ibunda Siti Syarifah–adik tercinta Khairu Ummah dan Khairida Fahra Husna sebagai sumber motivasi dan telah mendukung penulis dalam menempuh pendidikan menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunkasi dan Pengembangan Masyarakat, 3. Semua dosen di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan akademisi dan ilmu kehidupan kepada penulis selama studi, 4. Teman sekelompok bimbingan Studi Pustaka Khalida, Maulana Ikhsan, Rifayana dan Gina Nefstia yang telah memberikan dukungan dan masukkan selama menyusun studi pustaka, 5. Kak Fathia sebagai murobi’ dan teman–teman Liqo’ Mirfa Soraya Ardilla, Silpa Dewi Alawiyah, Nabila Rizki Alifa, Ichris Dian Mayasari, Tri Syntia, Nur Apriyani serta Anita Pertiwi, Wira dan Nerissa yang tiada henti–hentinya memberikan dukungan dan motivasi, 6. Teman-teman seperjuangan SKPM 48 lainnya yang telah memberikan dukungan dan keceriaan selama melewati masa kuliah di SKPM IPB, 7. Keluarga BEM FEMA Mozaik Toska, khususnya pimpinan dan Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Masyarakat yang telah memberikan banyak pengalaman organisasi dan dukungan kepada penulis. Akhirnya penulis berharap studi pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang pengaruh dominasi politik terhadap kesejahteraan kelompok etnik. Kritik dan saran sangat diharapkan darisemua pihak sehingga dapat membangun ke arah yang lebih baik. Bogor, Januari 2015 Khairun Nisa Mutma’inah I34110059 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.................................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................... PENDAHULUAN.................................................................................... Latar Belakang................................................................................. Tujuan Penelitian.............................................................................. Metode Penulisan............................................................................. RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1 Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan (Suhadi, 2012)................................................................................................. 2 Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di Kabupaten Bantul. Kasus daerah perkotaan, pinggiran, dan pedesaan tahun 2001-2010 (Pewista dan Harini, 2013)................................................................................................. 3 Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial (Dalam bingkai pemikiran Jean Baudrillard) (Ulfa, 2012)........................... 4 Transformasi wilayah peri urban kasus di Kabupaten Semarang (Hardati, 2011)................................................................................................. 5 Analisis karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Sarno dan Setiawan, 2013)................. 6 Pola spasial kegiatan industri unggulan di Provinsi Jawa Timur (Studi kasus subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki) (Deny dan Santoso, 2013)................................................................................... 7 Stratifikasi sosial petani padi di Desa Pematang Sikek, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir (Karmila, 2014)........................ 8 Transformasi masyarakat petani Mranggen menuju masyarakat industri (Ismanto, Huda dan Maulida, 2012).................................... 9 Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat (Sutrisna, 2008)................................................................................. 10 Dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kertanegara (Siska, 2013)...................................................................................... 11 Perubahan sosial masyarakat pasca pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kota Panjang, Provinsi Riau (Syapsan, Basri, Ilyas, 2010).................................................................................................. 12 Kajian dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari di Keluarahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Sari dan Rahayu, 2014).................................................................................................. 13 Rural industrialisation: Challenges and proposition (sundar dan Srinivasan, 2009)................................................................................ 14 Gaining from rural migrants: Migrant employment strategies and socioeconomic implications for rural labour markets (Kasimis, Papadopoulos, Pappas, 2010)............................................................ RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN.................................................... Industrialisasi dan Permasalahan....................................................... Industrialisasi Pedesaan..................................................................... Transformasi Wilayah Peri Urban..................................................... ix ix 1 1 2 2 4 4 6 8 10 11 13 15 17 18 20 22 23 25 27 30 30 33 35 viii Perubahan Masyarakat Agraris Menuju Masyarakat Industri.......... Kondisi Sosial Ekonomi................................................................... SIMPULAN.............................................................................................. Hasil Rangkuman dan Pembahasan................................................. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi.................. Usulan Kerangka Pemikiran Baru................................................... DAFTAR PUSTAKA............................................................................... RIWAYAT HIDUP.................................................................................. 39 41 44 44 45 45 48 51 ix DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi dan Permasalahan........................................................................................... Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi Pedesaan....... Perbandingan untuk menentukan Definisi Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri Urban........................................................ Perbandingan untuk menentukan Definisi Perubahan Masyarakat Agraris menuju Masyarakat Industri....................................................... Perbandingan untuk menentukan Definisi Kondisi Sosial Ekonomi...... 32 34 36 40 43 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Tabel Luas Perubahan Tiap Penggunaan Lahan Keluarahan Mendawai Tahun 1979-2012............................................................... Kerangka Industrialisasi dan Permasalahan........................................ Kerangka Industrialisasi Pedesaan...................................................... Tabel Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Semarang Tahun 2005-2009............................................. Kerangka Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri urban............... Kerangka Perubahan Masyarakat Agraris ke Masyarakat Industri..... Kerangka Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat.................................. Kerangka Pemikiran........................................................................... 31 33 34 36 38 41 43 47 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang disebut sebagai negara yang berada pada tahapan tinggal landas menurut model tahapan pembangunan yang dikemukakan oleh Rostow (1964) dalam Mirajani (2003). Tahapan ini adalah tahapan kritis yang harus dilalui setiap negara ketika akan menuju masyarakat modern, di awali dengan tahapan masyarakat tradisional dan berakhir pada tahapan pembangunan dimana masyarakatnya sudah mencapai tahap masyarakat modern dengan konsumsi tinggi. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk berusaha menjadikan masyarakat Indonesia dengan perekonomian industrialisasi, bukan perekonomian tradisional. Dewasa ini pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Pembangunan industri merupakan suatu kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/ atau barang jadi menajdi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pedesaan merupakan basis perekonomian paling bawah di suatu negara dan saat ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan serta kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS tahun 2012, menyebutkan penduduk miskin Indonesia mencapai 29 juta orang dan 18 juta diantaranya merupakan penduduk yang tersebar di daerah pedesaan, maka tidak heran industrialisasi menjadi alternatif bagi peningkatan kualitas hidup pedesaan. Industrialisasi dapat diibaratkan seperti koin yang memiliki dua sisi, dimana satu sisi memberikan berbagai keuntungan, namun disisi lain harus menerima resiko yang disebabkannya. Salah satu resiko yang diakibatkan oleh industrialisasi yaitu semakin terstratifikasinya masyarakat desa yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik itu ekonomi, politik maupun sosial. Pengaruh kebijakan pada otonomi daerah telah memberikan pengaruh khususnya terhadap wilayah pedesaan dimana perubahan peta politik nasional membawa dampak perubahan tata pemerintahan daerah, termasuk penyerahan beberapa kewenangan pusat kepada daerah dalam bidang peraturan/regulasi. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai tonggak pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya alamnya, kemudian disempurnakan dengan UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Hal itu menjadikan posisi pemerintah daerah sebagai daerah otonom semakin kuat khususnya untuk mengatur perkembangan ekonomi didaerahnya. Masuknya industri ke suatu wilayah terutama pedesaan telah menyebabkan pembentukkan transformasi wilayah peri urban dimana wilayah pedesaan saat ini berubah menjadi kawasan peri urban yang sudah teradopsi oleh kebudayaan kota. Pembentukkan wilayah peri urban tersebut tentu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor dengan bertambahnya penduduk sebagai konsekuensi maraknya proses industrialisasi di beberapa kawasan pedesaan. Daerah peri urban juga mempengaruhi bagaimana perubahan struktur mata pencaharian masyarakat dan struktur sosial yang terjalin dalam 2 masyarakat tersebut seperti pada beberapa wilayah di Kabupaten Bogor dimana saat ini dominasi jumlah penggunaan lahan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penggunaan lahan pertanian dengan didirikannya bangunan perumahan serta pembangunan ruko-ruko yang disewakan. Perubahan persentase penggunaan lahan tersebut tentu mempengaruhi bagaimana mata pencaharian dan struktur sosial dalam masyarakat antara penduduk asli dengan penduduk pendatang. Masyarakat desa yang awalnya memiliki sistem yang sederhana, dimana relatif tidak ditemukan diferensiasi sosial, berubah menjadi masyarakat dengan diferensiasi yang tegas. Diferensiasi sosial yang semakin tegas di dalam pedesaan memicu lahirnya ketimpangan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam mengakses sumberdaya yang dianggap bernilai tinggi. Sumberdaya tersebut antara lain, kekayaan, kekuasan dan lain sebagainya, sehingga mempengaruhi interaksi sosial serta struktur sosial masyarakat. Masyarakat yang menjadi aktor dalam industrialisasi tersebut adalah masyarakat agraris yang berubah menjadi masyarakat industri. Selain itu, perbedan kualitas sumberdaya manusia, pendapatan dan penguasaan modal semakin memperkuat kesenjangan diantara masyarakat khususnya dibidang sosial ekonomi. Mirajiani (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesenjangan yang terjadi di dalam masyarakat ini terjadi dikarenakan struktur dan pengaturan ekonomi yang berlangsung sangat cepat. Proses perubahan ini terjadi disebabkan oleh adanya penurunan serta peningkatan penghasilan pada kelompok mata pencaharian tertentu yang disebabkan perbedaan peluang dan kesempatan untuk mengakses manfaat positif dari keberadaan industri. Tingginya alih fungsi lahan non pertanian berkorelasi kepada penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat sehingga konsekuensi yang terjadi adalah tingginya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Wilayah pedesaan yang berubah menjadi wilayah peri urban telah menciptakan pertambahan jumlah penduduk secara signifikan sehingga berpengaruh terhadap perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat wilayah peri urban karena mempengaruhi gaya hidup masyarakat setempat yang sudah terakomodasi oleh budaya luar dengan sistem teknologi yang canggih. Kondisi tersebut perlu dikaji untuk melihat sejauhmana pengaruh pembentukkan wilayah peri urban terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Tujuan Penelitian Penulisan studi pustaka mengenai “Pengaruh Industrialisasi terhadap Pembentukkan Wilayah Peri Urban dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat” adalah untuk menelusuri lebih jauh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan wilayah peri urban yang selanjutnya berkorelasi terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Tujuan selanjutnya yang ingin dicapai adalah untuk menelusuri kajiankajian sebelumnya dan ada yang belum pernah diteliti untuk dijadikan penulis sebagai rencana penelitian selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan kajian yang telah dibuat dapat memberikan sumbangan lebih untuk dunia ilmu sosial ke depannya terkait dengan industrialisasi. Metode Penulisan Penulisan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai kepustakaan. Jenis kepustakaan terdiri dari jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi/tesis/disertasi, dan dokumen resmi lainnya serta tulisan atau artikel dalam media dan buku-buku yang 3 membahas atau mempublikasikan masalah-masalah terkait. Kajian pustaka selanjutnya diringkas, dianalisis dan disintesis untuk diperoleh kajian lebih mendalam untuk menghasilkan suatu kerangka baru sehingga menghasilkan pertanyaan penelitian yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan proposal penelitian. 4 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi 1.: Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan : 2012 : Jurnal : Elektronik : Suhadi : : : : Journal of Education Social Studies : Vol. 01, No. 02 ISSN 2552-6390 : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/vie w/735/744 : 30 Oktober 2014, pukul 05.51 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Desa Krompeng merupakan desa yang menyimpan potensi air, pasir, batu dan sedimentasi sehingga banyak para petani yang bekerja sebagai penambang galian sirtu. Pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap statusnya dalam masyarakat, minimal status dalam bidang ekonomi. Seseorang yang bekerja dalam masyarakat mendapat status dan peran lebih dalam masyarakat serta mendapat posisi dalam kelompoknya yang menjadi tujuan dari individu dalam masyarakat. Penelitian ini merumuskan permasalahan bagaimana aspek sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng dengan tujuan (1) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi beralihnya petani menjadi pekerja tambang galian sirtu, (2) mengkaji kompetensi kerja dan perolehan pendapatan tenaga kerja pada penambang galian sirtu, (3) mengkaji status sosial dan peran sosial pekerja tambang galian sirtu, dan (4) mengkaji peran pemerintah daerah dalam kegiatan penambangan galian sirtu. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan data primer dan sekunder melalui teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan pengumpulan data dilapangan, sebagian masyarakat melakukan alih pekerjaan menjadi penambang sirtu disebabkan oleh faktor dari dalam masyarakat dan dari luar masyarakat. Beberapa faktor dari dalam masyarakat diantaranya tidak memiliki lahan sawah; memiliki lahan sawah yang sempit; hasil pendapatan sebagai petani/ buruh tani yang tidak mencukupi kebutuhan; peluang kerja sebagai buruh tani atau buruh lainnya yang tidak jelas dan tidak menentu; pendidikan yang rendah; tidak dimilikinya keterampilan; tidak memiliki modal yang cukup untuk berusaha; lebih suka berkumpul dengan keluarga; bebas dalam bekerja; terdapatnya potensi sirtu di sungai dan lahan sawah dan pendapatan yang cukup serta dapat diandalkan sebagai penambang sirtu. Sementara faktor dari luar masyarakat yang mempengaruhi alih pekerjaan menjadi penambang sirtu diantaranya pembeli sirtu yang setiap hari selalu ada; kontak dengan masyarakat lain yang memiliki kegiatan penambang sirtu; 5 peraturan ijin penambangan galian C yang tidak jelas dan ketidakmampuan pemerintah daerah berserta aparatnya dalam menangani penambangan galian C tidak berizin. Para pekerja tambang sirtu memiliki persamaan status sosial seperti anggota masyarakat lain di Desa Krompeng pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan tambang sirtu merupakan suatu bentuk diferensiasi sosial bukan stratifikasi sosial. Peran sosial para pekerja tambang sirtu juga tidak berbeda dengan anggota masyarakat lainnya. Selain bekerja untuk mendapatkan uang agar kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi, semua kegiatan yang ada di dalam masyarakat diikuti. Peranan pemerintah sendiri yaitu membuat peraturan melalui perundang-undangan. Namun upaya tindakan nyata dari pemerintah Kabupaten Pekalongan pada penambang pasir hanya sampai pada sosialisasi peraturan dan pelarangan sehingga masih banyak perusahaan yang melakukan penambangan secara illegal. Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi beralihnya pertanian menjadi pekerja tambang galian surti berasal dari dalam dan luar masyarakat. Selain itu, perlu perbaikan upaya tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan agar penambangan galian surti menguntungkan segala pihak. Analisis : Penelitian ini menambah kajian mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan mata pencaharian masyarakat Desa Krompeng. Beberapa faktor tersebut dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya dan membandingkan bagaimana status dan peranan sosial yang terbentuk dengan wilayah penelitian yang berbeda. Penelitian ini menjelaskan bahwa peralihan mata pencaharian tersebut tidak melahirkan stratifikasi sosial namun hanya diferensiasi sosial. Jika dianalisis lebih lanjut maka diferensiasi sosial dalam penelitian ini adalah perbedaan kedudukan dan peranan diantaranya melalui ganjaran (pendapatan) dan hak yang berbeda karena bagi individu yang memiliki keterampilan maka dia akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai keterampilan. Selain itu ketidaksamaan sosial dalam penelitian tersebut bisa dikaji melalui kedudukan dalam masyarakat yang mempengaruhi kemampuan untuk mengakses sumberdaya secara berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada kedudukan individu yang bekerja sebagai pemilik lahan galian dengan buruh galian sirtu. Sumber perubahan sosial penelitian ini adalah perspektif materialistik. 6 2. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di Kabupaten Bantul. Kasus daerah perkotaan, pinggiran, dan pedesaan tahun 2001-2010 : 2013 : Jurnal : Elektronik : Ika Pewista, Rika Harini : : : : Jurnal Bumi Indonesia : Vol. 02, No. 02 : http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/ 168/165 : 29 Oktober 2014, pukul 14.52 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Kebutuhan akan lahan non pertanian cenderung terus mengalami peningkatan, seiring pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia, maka penguasaan dan penggunaan lahan mulai beralih fungsi. Tingginya alih fungsi lahan di wilayah DIY seperti di Kabupaten Bantul dan Skeman akan berdampak pada keberlangsungan usaha pertanian. Saat ini pembangunan perumahan memang marak terjadi, hal tersebut disebabkan lokasinya dekat dengan Kota Yogyakarta sehingga menjadi daya tarik untuk membangun perumahan disana. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik demografi, sosial, ekonomi penduduk yang melakukan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, dan mengetahui dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk didaerah penelitian dan mengetahui hubungan antara luas lahan pertanian setelah alih fungis lahan dengan keberlangsungan usahatani. Lokasi Kabupaten Bantul menjadi lokasi penelitian karena sektor pertanian Bantul memberikan sumbangan besar dalam perekonomian dan memiliki lahan pertanian yang subur sehingga kegiatan pertanian dapat berkembang. Metode yang digunakan dalam memperoleh data primer adalah survai melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan investarisasi data sekunder. Faktor pendorong yang menjadi alasan pengalihfungsian lahan pertanian adalah faktor penghasilan karena tidak adanya pekerjaan sampingan selain menjadi petani. Namun pendapatan tinggi juga dapat diperoleh dari luas lahan yang dimiliki sehingga berpengaruh pada jumlah produksi yang dihasilkan. Di desa Panggungharjo faktor yang paling berpengaruh terhadap alihfungsi lahan adalah harga jual lahan pertanian yang tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan posisi geografis desa yang terletak dipinggiran kota yang berbatasan dengan kota Yogyakarta. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di desa Bantul dan Kebonagung yaitu lokasi lahan pertanian yang startegis sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi peruntukkan penggunaan lahan non pertanian. Namun terjadi ketimpangan ekonomi disebabkan lahan 7 yang terbilang strategis terpaksa dijual karena lahan sekitarnya akan direncanakan pembangunan perumahan oleh investor sehingga harga lahan yang dibayarkan seringkali lebih rendah dengan sistem borongan daripada pembeli lahan yang sifatnya perseorangan. Diversifikasi jenis mata pencaharian terjadi sebagai upaya strategi dalam bertahan hidup, dimana seseorang akan meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan berpindah pekerjaan lain yang dianggap akan lebih menguntungkan. Di desa Panggungharjo tidak terjadi perubahan jumlah petani setelah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, ini berarti mereka masih menjaga keberlangsungan usaha tani dengan memanfaatkan lahan yang masih dimilikinya. Penduduk di desa Bantul dan Kebonagung juga melakukan diversifikasi mata pencaharian menjadi pedagang dan wiraswasta. Adanya alih fungsi lahan pertanian bagi penduduk desa Pangungharjo dan Kebonagung berdampak pada penghasilan yang cenderung menurun karena berkurangnya luas lahan pertanian yang dimiliki sehingga produksi pertanian menurun dan berimbas pada pendapatan yang menurun. Sedangkan bagi penduduk desa Bantul, alih fungsi lahan pertanian meningkatkan pendapatan karena dengan menjual lahan pertanian dapat digunakan sebagai modal usaha dibidang lain yang dianggap menguntungkan. Dapat disimpulkan bahwa strategi bertahan hidup penduduk dengan lahan sempit terus berlanjut karena itu keinginan mengalihfungsikan lahan pertanian berbanding terbalik terhadap keberlangsungan usaha pertanian. Semakin rendah keinginan untuk mengalihfungsikan lahan pertanian maka keberlangsungan usaha pertanian akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Dampak alih fungsi lahan pertanian di desa Panggunharjo tidak berpengaruh besar dimana jumlah petani masih tetap. Alih fungsi lahan pertanian telah melahirkan pekerjaan baru seperti yang dilakukan oleh penduduk desa Bantul dan Kebonagung. Analisis : Penelitian ini sudah menggambarkan faktor perubahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang disebabkan karena pengaruh pendapatan dibidang pertanian, harga jual lahan pertanian dan lokasi lahan pertanian. Fakor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di tiga desa berbeda-beda namun masih pada satu penyebab yaitu faktor ekonomi. Pengalihfungsian lahan pertanian ternyata tidak berbanding lurus dengan pendapatan bagi petani karena sistem penjualan lahan kolektif serta tidak ada pendapatan lain selain dari pertanian. Dampak tersebut secara tersirat dapat dijelaskan dengan perspektif sumber perubahan sosial berdasarkan materialistik dimana lahan menjadi aset dari perubahan sosial. Kelemahan dari penelitian ini adalah penulis tidak menjelaskan argumentasi kualitatif mengenai perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing desa terkait alasan mengapa masyarakat di desa Panggungharjo yang masih bertahan menjadi petani; keberlangsungan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat desa Panggungharjo dan perubahan interaksi sosial yang dialami oleh ketiga desa tersebut akibat perubahan pengalihfungsian lahan pertanian karena perubahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian akan mempengaruhi interaksi sosial masyarakat yang akan memunculkan diferensiasi dan stratifikasi sosial. Secara tersirat diferensiasi sosial yang terjadi diakibatkan oleh perbedaan sumber pendapatan namun bentuk stratifikasi sosial yang terjadi belum digambarkan oleh penulis. 8 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial (Dalam bingkai pemikiran Jean Baudrillard) : 2012 : Jurnal : Elektronik : Nurist Surraya Ulfa : : : : Topik Utama : Vol. 40, No. 01 : http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/for um/article/view/3203/2876 : 30 Oktober 2014, pukul 05.56 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Seiring dengan berkembangnya kenyataan sosial yang semakin pesat, eksistensi seseorang saat ini berubah menjadi masyarakat modern yang konsumtif. Konsumsi yang dilakukan saat ini juga bukan lagi sekedar kegiatan pemenuhan sandang, pangan dan papan namun sebagai budaya. Baudrillard mengemukakan, masalah-masalah yang timbul dalam sistem masyarakat konsumen tersebut tidak lagi berkaitan dengan produksi melainkan dengan kontradiksi antara level produktifitas yang lebih tinggi dengan kebutuhan untuk mendistribusikan produk. Hal tersebut menyebabkan masyarakat konsumen tidak lagi mempunyai independensi. Kehidupan masyarakat tidak lagi digerakkan oleh kebutuhan dan tuntutan personal, melainkan oleh kapasitas produksi yang sangat besar. Dalam masyarakat konsumer, masyarakat hidup disuatu bentuk relasi subjek-objek yang baru yaitu relasi konsumerisme sehingga masyarakat mempelajari dan menginternalisasikan kode-kode sosial dari objek-objek konsumsi, baik melalui media massa maupun lingkungan sosial. Penelitian ini berupaya mengungkapkan pemahaman tentang makna kebahagiaan dan kesejahteraan dalam realitas masyarakat dan bagaimana objek konsumsi menjadi penanda sosial dalam masyarakat yang dirangkai dalam bingkai pemikiran Jean Baudrillrd. Dekonstruksi dan reorientasi makna kebahagiaan, kesejahteraan, kesetaraan, keadilan maupun demokrasi sosial sebenarnya merupakan bagian dari skenario besar dibalik struktur sosial masyarakat konsumen saat ini. Baudrillard menilai itu semua adalah mitos yang disebarkan sebagai kekuatan ideologis kapitalisme modern untuk menekan dan mengurangi pertentangan, pergolakan dan kritisme masyarakat tentang ketidaksetaraan manusia. Mitos tentang kesetaraan sosial melalui objek-objek konsumsi dan demokrasi materialis tersebut sebenarnya merupakan salah satu upaya merasionalisasi dan membudayakan konsumsi dalam masyarakat. Kebutuhan menjadi salah satu elemen dalam sistem industri, karena itu sangat berbeda dengan kesenangan dan kepuasan. Dampak dari pola konsumsi tersebut turut mempengaruhi bentuk sosialisasi dan afiliasi masyarakat diberbagai tempat. Keinginan untuk bisa masuk dalam pergaulan sosial menyebabkan masyarakat berupaya menjaga keselarasan dengan mengonsumsi produk-produk yang ada. Gambaran masyarakat konsumen tersebut menunjukkan bagaimana logika produksi telah 9 berubah menjadi logika konsumsi. Konsumsi telah menjadi cara sosialisasi baru dalam masyarakat karena telah dirasionalisasi atau indoktrinasi sosial. Konsumsi yang telah dijadikan sebagai tanda dalam struktur sosial masyarakat diibaratkan seperti bahasa, sehingga konsumsi yang dilakukan masyarakat berdasarkan pada logika tanda. Konsumsi nilai atau tanda tersebut dipicu oleh bayangan konsumen sendiri terhadap benda-benda yang dikonsumsinya. Baudrillard melihat proses konsumsi tanda dapat dianalisa dengan dua sudut pandang yaitu konsumsi sebagai suatu proses signifikasi dan komunikasi yang didasarkan pada suatu kode yang mana konsumsi dilakukan dan dimaknai. Saat ini orang cenderung mengartikulasikan identitas dan personalitas diri mereka melalui barang-barang yang dikonsumsinya. Selain itu, konsumsi juga dipahami sebagai sistem pertukaran dimana dengan mengonsumsi sebuah objek maka konsumen yakin ia telah masuk dalam relasi individu lain karena dalam objek yang dikonsumsinya telah dilekatkan tandatanda sosial, tanda-tanda identitas, personalisasi diri dan sebagainya. Selanjutnya konsumsi merupakan suatu proses klasifikasi dan diferensiasi sosial yang mana tanda-tanda atau kode disusun berdasarkan nilainilai status dalam hirarki sosial, objek-objek konsumsi mengandung tanda-tanda personalisasi status sosial sehingga menjadi sarana identifikasi status dan stratifikais sosial. Ranah konsumsi merupakan ranah sosial terstruktur yang mana startifikasi dan personalisasi status sosial menjadi isu penting pemicu konsumsi sehingga tidak ada objek yang benar-benar diproduksi secara massal tanpa personalisasi status sosial. Dapat disimpulkan, konsumsi bukan lagi sekedar pemenuhan kebutuhan untuk merasakan kesenangan tetapi dikendalikan dan diprogram secara terstruktur oleh sistem industri kapitalis sebagai konsekuensi dari sektor produksi yang terus meningkat kapasitasnya. Logika semu konsumsi dinaturalisasikan secara sosial melalui iklan maupun metode lainnya sehingga mengikis kebebasan individu. Budaya konsumsi sebagai buah dari indoktrinasi sosial yang terprogram dan terencana pada realitas saat ini telah menjadi bahasa, moralitas dan organisasi sosial masyarakat konsumen. Hal tersebut berdampak pada proses personalisasi dan klasifikasi yang mengarah pada terbentuknya diferensiasi stratifikasi sosial. Analisis : Penelitian ini membahas bagaimana perubahan paradigma konsumsi masyarakat yang telah memunculkan diferensiasi stratifikasi sosial. Baudrillard telah mengaitkan bagaimana pola konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat konsumer dengan sistem industri kapitalis yang menekankan perilaku individu untuk mengonsumsi produk-produk yang dianggap selaras dengan pergaulan sosialnya sehingga individu cenderung membeli produk bukan lagi dinilai dari kegunaannya namun sebagai bentuk tanda sosial dilingkungan pergaulannya. Perubahan paradigma atas konsumsi tersebut telah menggambarkan bagaimana perubahan sosial dalam relasi masyarakat akibat ideologi kapitalisme. Hal ini relevan dengan sumber perubahan sosial dari segi paham idealistik karena konstruksi nilai akan objek konsumsi telah berubah menjadi bentuk prestise sosial. Namun, Baudrillard belum menjabarkan dimana kondisi masyarakat konsumer ini sehingga gagasan atas teorinya tersebut belum dikuatkan oleh penelitian disuatu tempat dengan data kuantitatif. Kelemahan penelitian ini adalah belum menjelaskan bagaimana pandangan penulis terhadap teori Baudrillard yang dikaitkan dengan contoh kasus disuatu wilayah sehingga pembahasan dari penelitian ini cenderung pandangan dari Baudrillard. Jika 10 dikaitkan dengan unsur pembentukkan stratifikasi sosial dalam penelitian tersebut maka dapat dianalisis dari unsur kekayaan dan unsur kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing individu. 4. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Transformasi wilayah peri urban kasus di Kabupaten Semarang : 2011 : Jurnal : Elektronik : Puji Hardati : : : : Jurnal Geografi : Vol. 08, No. 02 : http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG /article/view/1661 : 29 Oktober 2014, pukul 14.56 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Transformasi merujuk pada suatu proses pergantian ciri-ciri tertentu dalam suatu waktu tertentu dengan tiga unsur penting yaitu perbedaan, konsep ciri atau identitas dan proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat pada satuan waktu yang berbeda. Oleh karena itu, transformasi selalu menyangkut perubahan masyarakat dari suatu masyarakat yang lebih sederhana ke masyarakat yang lebih modern dalam satuan waktu yang berbeda. Transformasi wilayah merupakan representasi dari perkembangan wilayah yang digambarkan sebagai suatu proses perubahan dan pergeseran karakteristik dari komponen wilayah dalam kurun waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan timbal balik antar komponen wilayah tersebut. Transformasi wilayah yang terjadi disuatu wilayah tidak terlepas dari berbagai faktor seperti yang dijelaskan oleh para peneliti. Kabupaten Semarang yang merupakan wilayah antara Semarang Solo dan Semarang Yogyakarta telah mengalami transformasi yang dilihat dari faktor perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dan non pertanian digambarkan secara persentase. Berdasarkan pendekatan administrasi, terjadi peningkatan perubahan dalam jumlah dan kepadatan penduduk yang disebabkan oleh faktor alami dan non alami. Kabupaten Semarang juga mengalami spread effect dari perkembangan Kota Semarang yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan menjadi pusat kegiatan pemerintahan serta industri. Hal ini dibuktikkan dengan perkembangan industri dan kegiatan non-pertanian yang memacu laju pertumbuhan penduduk di wilayah sekitarnya. Selain dari perubahan jumlah dan kepadatan penduduk, mata pencaharian juga mempengaruhi transformasi wilayah peri urban dimana dapat menggambarkan keadaan umum perekonomian khususnya mengenai kegiatan penduduknya. Transformasi wilayah peri urban telah melahirkan sejumlah kota kecil di Kabupaten Semarang sebagai akibat dari bentuk perluasan areal tempat aktivitas penduduk yang semakin tinggi. Dapat disimpulkan faktor-faktor yang diduga turut memberikan kontribusi yang mendorong terjadinya transformasi wilayah peri urban adalah jumlah penduduk 11 dan kepadatan penduduk serta mata pencaharian penduduk yang didominasi oleh sektor industrialisasi. Analisis : Penulis menjelaskan faktor transformasi peri urban di Kabupaten Semarang berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sudah menggambarkan bagaimana transformasi wilayah peri urban dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Namun penulis hanya berpacu pada satu penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk menjelaskan transformasi wilayah peri urban di Kabupaten Semarang. Tidak ada argumentasi kualitatif dari pandangan penulis untuk menguatkan pembahasan sehingga tidak tergambarkan perbedaan keadaan transformasi wilayah peri urban di Kabupaten Semarang dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan analisis sebelumnya yang mengaitkan perubahan alih fungsi lahan pertanian karena faktor ekonomi karenanya dapat dijelaskan dengan perspektif sumber perubahan sosial materialistik. Namun dipenelitian ini lebih menekankan pada perubahan jumlah dan kepadatan penduduk. Sedangkan analisis sebelumnya menekankan pada aset kepemilikan lahan yang didukung oleh keadaan geografis wilayah. Jika dikaitkan dengan terjadinya perubahan dalam masyarakat dengan kecenderungan menurut Himes (1964) maka transformasi peri urban dalam penelitian tersebut akan memunculkan sekularisasi, rasionalitas, pertumbuhan spesialisasi dan memudarnya kekerabatan dalam masyarakat. 5. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Analisis karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah : 2013 : Jurnal : Elektronik : Sarno, Bondan Hary Setiawan : : : : Jurnal Pembangunan Pedesaan : Vol. 13, No. 02; hal 97-103 : http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/inde x.php/Pembangunan/article/viewFile/193 /192 : 29 Oktober 2014, pukul 14.50 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Melati gambir merupakan salah satu jenis komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kabupaten Banjarnegara. Usaha melati gambir di Kecamatan Rakit merupakan jenis tanaman perdu yang dapat dipanen sepanjang tahun. Namun pada tahun 2012, kondisi luas lahan melati gambir semakin sempit karena terjadi alih fungsi lahan akibat harga melati yang fluktuatif dan kurangnya tenaga pemetik yang sulit didapatkan sehingga para petani 12 beranggapan bahwa dengan alih fungsi lahan tersebut dapat menyelesaikan masalah dan memberikan pendapatan lebih dibandingkan dengan tanaman lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik sosial ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit diantaranya umur petani, penghasilan yang diperolehnya dari budidaya melati gambir dan penghasilan lainnya, jumlah tanggungan keluarga, kepemilikan luas lahan dan produksi. Hal tersebut tentunya berdampak pada tingkat pendapatan rumah tangga petani. Karakteristik sosial ekonomi diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei melalui pengamatan sedangkan metode pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang meliputi 10 desa dengan metode pengambilan sampel penelitian menggunakan stratified random sampling. Berdasarkan hasil uji data T, variabel umur petani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan karena semakin tua umur petani maka pendapatan petani semakin kecil. Variabel kontribusi penghasilan lain tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani karena semakin besar kontribusi penghasilan dari luar maka pendapatan total yang diterima petani akan semakin kecil. Variabel tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan karena setiap ada penambahan tanggungan keluarga maka dapat menurunkan pendapatan. Variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani karena setiap ada penambahan luas lahan maka akan meningkatkan pendapatan. Variabel produksi berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani karena setiap ada penambahan produksi maka akan meningkatkan pendapatan. Sedangkan jika menggunakan uji F maka semua variabel sosial ekonomi berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani. Selain itu, jika dianalisis menggunkan ketepatan model regresi maka faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan petani sebanyak 74.9 % dipengaruhi oleh variabel karaketristik sosial ekonomi dan sebanyak 25.1 % dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang tidak diteliti. Dapat disimpulkan jika menggunakan hasil uji data T maka variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani adalah umur petani, junlah tanggungan keluarga dan kontribusi penghasilan lain. Sedangkan variabel yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah luas lahan dan produksi. Menurut uji data F maka semua variabel karakteristik sosial ekonomi mempngaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir. Hasil analisis koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani melati gambir sebanyak 74.9 % dipengaruhi oleh variabel karakteristik sosial ekonomi dan 25.1 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Analisis : Penelitian ini sudah menggambarkan karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Namun kelemahan dalam penelitian ini adalah penulis belum menjelaskan data kualitatif untuk menjelaskan hasil data kuantitatif melalui berbagai uji data. Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial maka variabel karakteristik sosial ekonomi tersebut dapat dijelaskan dengan perspektif sumber perubahan sosial materialistik karena aset lahan menjadi objek yang mengalami perubahan dan berdampak pada pendapatan petani. Penelitian ini memiliki persamaan dalam hal aset lahan yang menjadi sumber perubahan sosial pada penelitian sebelumnya. Lahan menjadi sumber 13 inequality bagi para petani karena menjadi modal utama bagi petani untuk mengolah dan memproduksi pertanian. Selain itu, kontribusi pendapatan dari penghasilan lain diluar pertanian menjadi hal yang menarik bagi petani karena mereka mendapatkan penghasilan lebih tinggi dibandingkan penghasilan dari pertanian karena itu banyak petani yang menjual lahannya untuk modal usaha lain. Perbaikan substansi dalam penelitian ini adalah dapat menghubungkan dan menjelaskan variabel karakteristik sosial ekonomi terhadap perubahan dalam masyarakat baik dari interaksi sosial maupun stratifikasi yang akan terbentuk akibat alih fungsi lahan tersebut atau dapat juga menggunakan teori Himes (1964) mengenai kecenderungan perubahan dalam masyarakat. 6. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Pola spasial kegiatan industri unggulan di Provinsi Jawa Timur (Studi kasus subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki) : 2013 : Jurnal : Elektronik : Deny Ferdyansyah, Eko B. Santoso : : : : Jurnal Teknik Pomits : Vol. 02, No. 01 ISSN: 2337-3539 : http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/te knik/article/view/2466/794 : 29 Oktober 2014, pukul 13.27 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural perekonomian nasional maupun regional, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang ditandai dengan meningkatnya porsi sektor industri daripada sektor pertanian. Salah satu kegiatan industri yang berpotensi dikembangkan adalah industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif dimana perkembangan industri yang cepat dan pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara merata di semua daerah dalam suatu negara yang menyebabkan munculnya konsentrasi spasial. Konsentrasi kegiatan industri secara spasial ditandai dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan. Kondisi spasial ini yang terjadi di Provinsi Jawa Timur dimana studi aglomerasi menjelaskan bahwa konsentrasi spasial kegiatan industri secara spasial muncul karena pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi baik karena penghematan lokalisasi dan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang berdekatan satu sama lain. Pendekatan lain menunjukkan bahwa konsentrasi industri secara spasial tumbuh karena didorong transfer pengetahuan antar perusahaan dalam suatu industri. Indikasi adanya aglomerasi industri di Provinsi Jawa Timur ditandai dengan terkonsentrasinya kawasan industri manufaktur di sepanjang koridoor Surabaya-Malang dimana terdapat kawasan industri yang berdekatan dan 14 berkelompok. Tujuan penelitian ini adalah menjadi referensi bagi strategi pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki di Provinsi Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah dinamic location quotient (DLQ) dan static location quotient (SLQ). Perumusan pola spasial kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, dilakukan analisa pemetaan indeks spesialisasiaglomerasi dengan melakukan pendekatan tipologi wilayah. Berdasarkan hasil analisa tersebut, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki merupakan jenis industri yang terspesialisasi-di spersi yang cenderung menyebar di masingmasing kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Timur. Tahap kedua, merumuskan pola kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki yang dilakukan atas dasar wilayah yang memiliki keunggulan di industri tersebut. Pola spasial kegiatan industri ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu (1) pola industri unggulan, spesialisasi-dispersi konsentrasi tinggi meliputi Kabupaten Pasuruan, Gresik dan Tulungagung yang disebabkan oleh tenaga kerja yang spesialisasi dan cenderung menyebar dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang tinggi; (2) pola industri unggulan, spesialisasi-dispersi, konsentrasi sedang yang meliputi wilayah Kabupaten Lamongan, Ponorogo, Kota Batu dan Kota Probolinggo dengan jenis industri yang bergerak di seni budaya yaitu tenun dan songkok; (3) pola industri unggulan, spesialisasi-dispersi, konsentrasi rendah meliputi wilayah Kabupaten Bangkalan, Pacitan, dan Pamekasan yang memproduksi batik. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki dapat dijadikan sebagai startegi pengembangan industri dalam pemicu pertumbuhan ekonomi wilayah di kabupaten atau kota Provinsi Jawa Timur. Selain itu, pola perkembangan industri tersebut menunjukkan adanya spesialisasi industri di beberapa wilayah sehingga memberi keuntungan pada nilai tambah produksi dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi dalam meprioritaskan wilayah-wilayah pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki untuk memeratakan pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendukung kebijakan MP3EI serta pembangunan kegiatan industri di Provinsi Jawa Timur. Analisis : Penelitian ini sudah menggambarkan pola spasial kegiatan industri unggulan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode SLQ dan DLQ. Penelitian ini juga menambah kajian bagaimana pola spasial industri dapat terjadi. Karena penelitian ini mengkaji kegiatan industri dari segi teknik maka tambahan untuk substansi pembahasan penelitian ini dari segi sosial adalah melihat pola spasial industri tersebut dikaitkan dengan pengaruhnya bagi masyarakat setempat baik dari segi sosial, ekonomi maupun lingkungan. Adanya penyerapan kerja yang tinggi yang mendorong tumbuhnya spesialisasi maka dapat dikaji lebih dalam dengan teori Himes (1964) pada perubahan dalam masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi disebabkan karena perspektif materialistik dimana porsi sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini tentu menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat antara petani, pekerja buruh atau karyawan di industri dan pemilik industri tersebut yang dapat diukur berdasarkan ukuran kekayaan, kekuasaan, dan ilmu pengetahuan. Selain itu, stratifikasi sosial dapat dilihat berdasarkan kedudukan beserta peranan individu dimana mempunyai arti penting dalam hubungan interaksi sosial antara individu dalam masyarakat dan individu dengan masyarakat. 15 7. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Stratifikasi sosial petani padi di Desa Pematang Sikek, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir : 2014 : Jurnal : Elektronik : Karmila : : : : Jom FISIP : Vol. 01, No. 02 : http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSI P/article/view/3193/3093 : 30 Oktober 2014, pukul 05.45 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Pada tahun 2013, badan penyuluhan Rimba Melintang (BPP Rimba Melintang) melakukan survei luas lahan pertanian yang mengalami penurunan dari jumlah luas garapan kelompok tani di Desa Pematang Sikek. Akibatnya terjadi kelangkaan tanah karena nilai tanah yang semakin tinggi. Kepemilikan lahan oleh petani padi di Desa Sikek akan mempengaruhi tingkat pendapatan dari hasil pertanian sehingga adanya golongan petani pemilik dan juga menggarap lahan serta petani penggarap. Selaras dengan teori simbolisme status oleh Peter L. Maka dimasyarakat petani pedesaan simbol status yang dimiliki petani akan menentukan dimana lapisan mereka berada. Hal tersebut yang mendorong stratifikasi sosial di daerah tersebut. Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah siapa saja yang berada pada lapisan atas dan dilapisan bawah dilihat dari kriteria objektif dan subjektif pada petani padi, apa hal yang paling dihargai pada masyarakat petani padi (selain tanah), dan bagaimana hubungan sosial antar lapisan pada masyarakat petani padi di Desa Pematang Sikek. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan wawancara terpimpin serta menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Respoden lapisan atas diketahui dengan menggunakan kriteria objektif yaitu indeks gabungan dari indikator ekonomi dimana kepemilikan lahan dan luas lahan dimana jumlah petani pemilik dan penggarap lebih tinggi, pendapatan lebih dari Rp. 1.000.000,- perbulan dan bentuk tempat tinggal semi permanen dengan kepemilikan benda-benda elektronik seperti sepeda motor, mesin cuci dan lain-lain serta indikator pendidikan dilapisan ini masyarakat yang tamat pada sekolah menengah pertama (SMP) lebih banyak dibandingkan tamat sekolah dasar (SD). Sedangkan kriteria objektif responden lapisan bawah terdiri dari indeks gabungan indikator ekonomi dimana kepemilikan lahan dan luas lahan jumlah petani penggarap lebih tinggi, pendapatan kurang dari Rp. 1.000.000,- perbulan dan bentuk tempat tinggal semi permanen dengan kepemilikan benda-benda elektronik yang tidak banyak dimiliki serta indikator pendidikan masyarakat yang tamat pada tamat sekolah dasar (SD) lebih banyak dibandingkan tamat sekolah menengah pertama (SMP). Pada kriteria subjektif responden lapisan atas dan lapisan bawah adalah menilai diri dimana masyarakat 16 pada lapisan bawah lebih banyak jumlah persentasenya sedangkan citra diri melalui penilaian anggota kelompoknya. Aspek yang dihargai pada masyarakat petani padi di Desa Pematang Sikek selain tanah adalah penghasilan yang tinggi dibandingkan dengan aspek lainnya dengan 42.2 % dari jumlah keseluruhan responden. Hubungan sosial antar strata di Desa Pematang Sikek yang terbentuk dapat dilihat dari tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan ataupun organisasi yang dibentuk maupun yang ada di Desa tersebut. Kegiatan yang terbentuk dari hasil interaksi masyarakat yang paling menonjol adalah kegiatan gotong royong. Partisipasi dalam kegiatan kemasyrakatan berupa gotong royong dan kelompok tani ini dapat menentukan status sosial seseorang dimana pada masyarakat lapisan atas tingkat partisipasinya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lapisan bawah. Tingkat pasrtisipasi yang tinggi ditandai dengan frekuensi kehadiran dalam kegiatan gotong royong tersebut. Sedangkan pada kegiatan kelompok tani tidak ada gotong royong dan ditandai dengan tingkat partisipasi yang rendah baik masyarakat lapisan atas maupun masyarakat lapisan bawah. Dapat disimpulkan bahwa kriteria objektif dalam menentukan masyarakat lapisan atas dan bawah adalah kepemilikan lahan dan luas lahan, pendapatan dan bentuk tempat tinggal serta indikator pendidikan. Sedangkan kriteria subjektif dibagi menjadi menilai diri dan citra diri. Kepemilikan lahan menjadi sumber status sosial yang paling dihargai oleh maysrakat sesuai dengan teori dari Soekanto. Namun, aspek lain yang dihargai juga oleh masyarakat adalah pendapatan yang tinggi. Hubungan sosial yang terbentuk berdasarkan hasil interkasi kerjasama yaitu kegiatan gotong royong yang rutin dilaksanakan. Namun pada kegiatan kelompok tani, kegiatan goyong royong tersebut tidak dilaksanakan. Analisis : Penelitian ini menambah kajian mengenai proses pembentukkan stratifikasi sosial melalui differensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial. Differensiasi sosial terjadi melalui faktor ajar dimana masyarakat lapisan atas memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat lapisan bawah. Faktor biologis tidak menjadi faktor differensiasi sosial karena tidak dijelaskan dalam penelitian tersebut. Sedangkan bentuk ketidaksamaan sosial yang terjadi dalam bacaan yaitu terbatasnya kepemilikan dan luas lahan petani dimana bagi masyarakat lapisan tinggi memiliki kepemilikan lahan yang lebih dari 1 ha dengan status milik sendiri atau petani pemilik penggarap. Namun bagi masyarakat lapisan bawah kepemilikan lahan kurang dari 1 ha dengan status petani penggarap. Jika dikaji lebih lanjut, penelitian ini menggunakan konsep stratifikasi sosial menurut Sorokin dimana hanya terbentuk dua lapisan stratifikasi sosial yaitu masyarakat lapisan atas dan lapisan bawah. Dasar stratifikasi sosial yang terbentuk dalam penelitian tersebut yaitu unsur kekayaan melalui seberapa luas kepemilikan lahan dan pendapatan yang tinggi, unsur kekuasaan yang dapat terbentuk setelah individu dalam masyarakat itu memiliki kekayaan yang tinggi sehingga ia memiliki wewenang untuk mengakses sumberdaya dalam bidang ekonomi serta unsur kehormatan yang terbentuk oleh seberapa luas lahan yang dimiliki karena kepemilikan tanah yang luas menjadi simbol kehormatan bagi seseorang dalam masyarakat tersebut. Perubahan sosial yang terjadi berdasarkan perspektif materialistik. 17 8. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : : : : : : Transformasi masyarakat petani Mranggen menuju masyarakat industri 2012 Jurnal Elektronik Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida STAIN Pekalongan Jurnal Penelitian Vol. 09, No. 01 http://e-journal.stainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/a rticle/viewFile/129/103 26 September 2014, pukul 11.29 WIB : Tanggal diunduh Ringkasan : Perkembangan kota Semarang yang ditunjukkan oleh pertumbuhan dan aktivitas kota menuntut juga lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas lahan tersebut menyebabkan kota ini mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota seperti Kecamatan Mranggen yang merupakan daerah yang mengalami dinamika dan perkembangan yang pesat atau disebut juga rural urban areas. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak tahun 1999-2004, sebagian besar masyarakat Mranggen yang awalnya sangat bergantung pada lahan pertanian telah bergeser pada sektor usaha perdagangan, jasa dan industri yang mencapai rata-rata hingga 8% per-tahunnya. Dalam masyarakat industri, masyarakat diorganisasi secara efisien dan mirip sebuah mesin. Proses rasionalisasi dalam masyarakat yang demikian mempunyai akibat melonggarnya ikatan-ikatan tradisi yang digantikan peranannya oleh hubungan-hubungan yang bersifat rasional, legal dan kontraktual (Kontowijoyo, 1983:65). Hal ini telah menggejala di masyarakat Mranggen. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini menjelaskan tiga aspek penting dari proses industrialisasi yang terjadi di Mranggen yaitu bagaimana masyarakat (petani) Mranggen menghadapi proses industrialisasi; bagaimana tata nilai yang berkembang pada masyarakat industri Mranggen; dan dengan nilai (baru) yang berkembang dalam masyrakat industri, apakah agama masih mendapat tempat dalam public life dan private life. Penelitian ini mengambil lokasi di Mranggen, Kabupaten Demak yang dikenal sebagai pusat industri di wilayah Demak yang tentunya memberikan dampak positif maupun negatif terhadap pranata sosial dan kehidupan beragama mereka. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan studi lapangan dengan pengumpulan data melalui hasil observasi, wawancara mendalam dan teknik snowballing. Dampak industrialisai yang terjadi di Mranggen dibagi menjadi dampak positif dan negatif. Dampak positifnya masyarakat setempat dapat mendapatkan pendapatan yang tinggi terutama disektor ekonomi dan jasa. Namun, dampak negatifnya adalah perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah kearah konsumtif. Kondisi masyarakat Mranggen sebelum masuknya 18 industrialisasi didominasi oleh mata pencaharian petani dan sangat menjunjung nilai-nilai sosial, namun sesudah industrialisasi ini masuk telah menggeser nilai sosial tersebut terutama dalam hal gotong royong. Dalam situasi perubahan yang terjadi, masyarakat masih bergantung pada dua sektor yaitu Islam sebagai ideologi yang berporos di pesantren dan perdagangan pada sisi ekonomi yang berpusat di pasar. Selain itu, peranan public life dan private life masih tetap dijalankan oleh masyarakat setempat. Dapat disimpulkan bahwa dalam ranah kehidupan sosial kemasyarakatan, agama masih mempengaruhi dalam kehidupan mereka, tercermin dalam ritual keagamaan. Begitu juga sebaliknya, industri telah mempengaruhi kehidupan ekonomi sehingga mereka mampu menjalankan ibadah. Kedekatan hubungan Tuhan masyarakat Mranggen tidak hanya dibangun di atas ritus-ritus keagamaan semata, tetapi juga dicapai melalui kegiatan ekonomi, perdagangan, bekerja sesuai profesi, dan solidaritas sosial. Analisis : Penelitian ini memaparkan perubahan sosial ekonomi masyarakat akibat industrialisasi pada aspek nilai-nilai keagamaan karena kondisi geogrifis Mranggen dekat dengan Demak yang sarat akan nilai-nilai agamis sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara nilai keagamaan dengan sistem masyarakat industri. Pada bagian pembahasan, telah dijabarkan secara rinci bagaimana pemaparan masalah yang terjadi dengan dikaitkan beberapa teori dari beberapa ahli. Jika perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat pergeseran sektor pekerjaan dari pertanian menjadi non pertanian dapat dikaji dengan teori perubahan dalam masyarakat menurut Himes (1964) dimana akibat industrialisasi tersebut memunculkan sekularisasi, rasionalitas, pertumbuhan spesialisasi melalui berbagai mata pencaharian masyarakat. Namun pada faktor memudarnya kekerabatan dalam masyarakat dapat diminimalisir dengan adanya pahan agama yang masih dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu, dampak perubahan sosial yang terjadi di Mranggen dapat dianalisis berdasarkan aras masyarakat dimana identitas yang berubah adalah perubahan tata nilai dalam masyarakat setelah adanya industrialisasi. Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial maka dapat dianalisis dengan menggunakan perspektif materialistik dimana faktor ekonomi yang menjadi sumber perubahan pada tata nilai sosial dan mata pencaharian dalam masyarakat Mranggen. 9. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat : 2008 : Jurnal : Elektronik : Endang Sutrisna : : : : Jurnal Industri dan Perkotaan : Vol. 12, No. 22 : http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/artic le/view/575/568 19 : 3 Oktober 2014, pukul 11.14 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Salah satu usaha guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri. Sektor ini diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang yaitu struktur ekonomi dengan titik berat industri yang maju didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan di sektor industri antara lain: pertama, yang paling sering dilakukan ialah merangsang sektor industri yang sedang tumbuh dan pendekatan yang kedua yang kurang sering ditempuh ialah memobilisasi sektor tradisional dalam perekonomian untuk melayani tugas industri. Mengingat pendekatan yang pertama menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi, maka pendekatan pertamalah yang sering ditempuh oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli dalam analisis pendekatan terhadap pemecahan masalah. Dengan memperhatikan beberapa konsep pembangunan dari beberapa ahli serta paradigma pembangunan Indonesia yang menekankan kepada aspek manusia, maka pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berwawasan kemanusiaan atau dengan kata lain menurut D. C. Korten disebut sebagai pembangunan dimensi kerakyatan yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Dampak dari industrialisasi sendiri yaitu dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak, baik dari dalam maupun dari luar daerah. Oleh sebab itu sebagai konsekuensinya jumlah penduduk semakin meningkat dalam waktu yang relative singkat. Kondisi seperti ini jelas menuntut pemenuhan berbagai fasilitas seperti perumahan melalui kredit pemilikan rumah bank tabungan Negara (KPR BTN). Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk mengatasi masalah-masalah sebagai dampak industrialisasi dapat ditinjau melalui: (1) teori keseimbangan agraris-industrial dalam pembangunan nasional dimana melalui kebijakan nasional seharusnya menetapkan pengalokasian segala dana dan daya antagonis sektor pertanian dan sektor industri yang tidak berlawanan. Selanjutnya, (2) tinjauan terhadap teori agricultural development bahwa suatu teori perkembangan pertanian harus meliputi perasaan dari segala macam situasi dan kondisi pertanian yang terdapat di dunia ini seperti kondisi fisik, variabilitas regional, keperluan input, kemungkinan-kemungkinan output, dan perolehan dari input sehingga perlu ditunjang oleh pengkatalogan peranan sektor pertanian pada keseluruhan pembangunan ekonomi nasional. Dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah-masalah sebagai dampak dari industrialisasi perlu dilakukan karena interelasi dan akumulasi dari masalah-masalah tersebut sangat merugikan kehidupan masyarakat. Hal tersebut juga sesuai dengan tuntutan makna pembangunan itu sendiri yakni harus meningkatkan kualitas manusia, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan serta menyesuaikan dengan paradigma pembangunan yang berorientasi kepada manusia sehingga solusi terhadap masalah-masalah tersebut harus sesuai dengan kondisi serta kapabilitas manusianya. Analisis : Penelitian ini menambah kajian mengenai dampak industrialisasi yang disajikan dengan beberapa teori. Kelemahan penelitian ini adalah pada bagian pembahasan tidak dikaitkan secara langsung pada kondisi masyarakat yang 20 mencicil KPR BTN karena beberapa teori yang disajikan penulis masih bersifat umum. Pada pembahasan dampak terhadap sosial ekonomi belum dijelaskan secara rinci oleh penulis sehingga belum tergambarkan bagaimana pengaruh pembangunan KPR BTN yang menjadi sumber differensiasi dan inequality dalam masyarakat sehingga akan membentuk stratifikasi sosial antara masyarakat yang masih bekerja menjadi petani dan masyarakat yang bekerja menjadi buruh dipabrik. Unsur stratifikasi secara tersirat dapat dilihat dari unsur kekayaan melalui pendapatan yang diterima masyarakat dari pekerjaannya. Perubahan sosial yang terjadi pada penelitian ini memiliki persamaan pada penelitian sebelumnya yang bersumber pada perspektif materialistik dimana adanya pertumbuhan industri mengakibatkan banyak mata pencaharian yang berubah dari petani menjadi buruh pabrik. 10. Judul : Dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kertanegara : 2013 : Jurnal : Elektronik : Siska : : : - Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit : eJournal Administrasi Negara Nama Jurnal Volume (Edisi); hal : Vol. 01, No. 02; hal 473-493 : http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp Alamat URL/doi content/uploads/2013/06/Microsoft%20Wo rd%20-%20e-jurnal%20siska%20%280601-13-05-11-08%29.pdf : 21 September 2014, pukul 16.30 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Sebagai salah satu sektor industri utama dalam tatanan ekonomi global, industri pertambangan dalam banyak kasus memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi negara maju dan berkembang. Sektor industri ini berdampak sangat signifikan dalam arti positif maupun negatif. Sebelum adanya industri, mata pencaharian masyarakat Kelurahan Jembayan adalah petani, tukang kayu dan berkebun. Seiring tumbuhnya industri pertambangan, masyarakatpun secara perlahan beralih mata pencaharian ke bidang industri, swasta dan wiraswasta. Perubahan mata pencaharian tersebut dikarenakan pekerjaan dahulu dirasakan tidak menjanjikan lagi, akibatnya berkurangnya lahan pertanian dan penghasilan yang tidak tetap. Selain itu, pola perubahan mata pencaharian mempengaruhi solidaritas antar anggota masyarakat dan interaksi sosial masyarakat seperti konflik lahan. Terjadi pula persaingan keterampilan dan pengetahuan masyarakat saat penarikan tenaga kerja di perusahaan. Permasalahan selanjutnya adalah pergeseran pola kehidupan masyarakat di Desa Jembayan yang saat ini menjadi lebih konsumtif. Tumbuhnya kawasan industri ini tidak menutup kemungkinan terjadinya 21 perubahan-perubahan diberbagai sisi kehidupan baik perubahan kondisi alamnya maupun perubahan nilai-nilai kehidupannya. Beberapa teori dan konsep yang dijelaskan diantaranya teori dan konsep dampak serta arti dampak menurut Otto Soemarwoto, dampak industri, sosial ekonomi, dampak sosial ekonomi akibat pembangunan, dan dampak pertambangan batu bara. Penelitian ini membahas bagaimana dampak industri batu bara dilihat dari sosial ekonomi, apakah dampak industri batubara membawa pengaruh terhadap pola perkembangan penduduk, ekonomi serta perpindahan penduduk; dan apakah dengan adanya industri batubara membawa dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, perubahan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi pada masyarakat dan mengetahui sejauhmana bentuk-bentuk perubahan sosial masyarakat sebelum dan sesduah adanya industri. Metode penelitian yang digunakan bersifat verifikatif, yaitu ingin mengetahui atau menggambarkan objek dengan maksud untuk membuktikan kebenaran hipotesis dengan lokasi di Desa Jembayan dengan industri PT. Mega Prima Persada. Berdasarkan hasil tanggapan responden, dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat dinyatakan positif telah memberikan dampak. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase yang lebih besar terhadap dampak perkembangan penduduk, pola perpindahan penduduk, pola perkembangan ekonomi, peningkatan pendapat masyarakat, dan perubahan lapangan kerja yang meningkat selama 5 tahun dimana 5 tahun lamanya industri batubara beroperasi di daerah Desa Jembayan tersebut sehingga terbukti hipotesi yang dibuat oleh penulis. Dapat disimpulkan, bahwa industri batubara membawa dampak terhadap masyarakat Desa Jembayan yang dapat dilihat dari dampak industri batubara (pola perkembangan penduduk, perpindahan penduduk, dan pola perkembangan ekonomi) serta sosial ekonomi masyarakat (penyerapan tenaga kerja, berkembanganya struktur ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan lapangan kerja). Analisis : Kelemahan penelitian ini adalah pembahasan yang disajikan oleh penulis hanya menjelaskan represntatif dari persentase responden, tidak menjelaskan data kualitatif mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial ekonomi tersebut sebagai penguat dari hasil data kuantitatif. Selain itu, pada bagian kesimpulan penulis menyajikan data kuantitatif yang mana seharusnya pada kesimpulan ini penulis menyajikan keseluruhan hasil penelitian sehingga dapat menjadi rekomendasi saran dan kritikkan kepada masyarakat maupun perusahaan setempat. Penelitian ini dapat dikaji dengan menggunakan teori Himes (1964) mengenai perubahan yang terjadi dalam masyarakat dimana pola perubahan mata pencaharian mempengaruhi solidaritas antar anggota masyarakat dan interaksi sosial masyarakat seperti konflik lahan. Terjadi pula persaingan keterampilan dan pengetahuan masyarakat saat penarikan tenaga kerja di perusahaan. Permasalahan tersebut disebabkan karena adanya diferensiasi sosial dari kedudukan dalam pekerjaan yang mereka jalani sehingga ketidaksamaan sosial yang terjadi adalah seberapa besar individu dari masyarakat dapat mengakses sumberdaya untuk meningkatkan nilai pendapatan. Pergeseran pola kehidupan masyarakat di Desa Jembayan yang saat ini menjadi lebih konsumtif dapat dikaji secara positivistik menurut teori August Comte. Perspektif sumber perubahan sosial juga hampir sama dengan penelitian 22 sebelumnya yaitu perspektif materialistik. Penelitian ini menambah kajian bagaimana pengaruh industrialisasi memunculkan pola konsumtif pada masyarakat sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 11. Judul : Perubahan sosial masyarakat pasca pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kota Panjang, Provinsi Riau : 2010 : Jurnal : Elektronik : Syapsan, Syafril Basri, Elida Ilyas : : : - Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit : Jurnal Ekonomi Nama Jurnal Volume (Edisi); : Vol. 18, No. 02 hal Alamat URL/doi : http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article /viewFile/756/749 : 20 September 2014, pukul 12.21 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Riau merupakan suatu provinsi yang sedang membangun dan memiliki sumberdaya alam yang sangat besar. Sumberdaya alam tersebut mulai diolah dan dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat, dan dapat dipergunakan untuk menunjang pengembangan sektor lainnya, seperti industri, pariwisata dan pertanian. Selama ini kegiatan seperti perkebunan, industri, dan pertambangan di provinsi Riau masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sehingga penyediaan permintaan listrik untuk masyarakat belum sepenuhnya mampu disediakan oleh PLN. Pemerintah mengambil kebijakan menjalin kerjasama dengan pemerintah Jepang untuk membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Koto Panjang dalam mengatasi kekurangan daya dan dimungkinkan sebagai sumber listrik dari PLTD. Pembangunan proyek ini bertujuan untuk menghasilkan dan mensuplai energi listrik sebesar 49.5 juta kwh/tahun, yang akan mengisi kebutuhan listrik untuk Kota Pekanbaru, Dumai dan Kampar. Lokasi pemindahan penduduk dengan adanya proyek PLTA tersebut disediakan 8 lokasi. Di lokasi tersebut masing-masing penduduk mendapat luas lahan yang sama. Tanah yang ada dilahan pekarangan hanya sebagian saja yang diolah atau diusahakan terutama ditanami dengan ubi kayu, sedangkan lahan pangan hanya sebagian ditanami dengan tanaman pisang dan jagung. Akibat pemindahan penduduk dari lokasi lama ke lokasi baru akan menimbulkan berbagai macam perubahan didalam lingkungan masyarakat tersebut sehingga bagi penduduk yang dipindahkan harus mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, secara tidak langsung terjadi perubahan tingkat sosial dan ekonomi masyarakat serta budayanya. Pembangunan PLTA Koto Panjang menimbulkan perubahan sosial pada masyarakat yang dipindahkan ke daerah lain, diantaranya pada aspek pendidikan yang cukup positif dengan penyediaan fasilitas pendidikan baik sarana dan 23 prasarana; aspek kesehatan yang juga berpengaruh positif karena telah dibangun sarana kesehatan sehinga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk berobat; perubahan terhadap adat istiadat yang terjadi pada salah satu fungsi mamak (pucuk adat) yang setelah pemindahan tersebut tidak memiliki tanah ulayat lagi; dan perubahan lingkungan sosial dalam pertanian dimana di daerah asal mereka mengusahakan tanaman pangan berupa padi sawah dan palawija serta tanaman karet dan kelapa dengan sistem pengambilan keputusan sepenuhnya berada ditangan petani itu sendiri. Akibat berlakunya mekanisme pasar serta komersialisasi terhadap produk yang dihasilkan, mereka harus melaksanakan usaha tanaman industri sawit dengan sistem pengambilan keputusan sepenuhnya sudah tidak berada ditangan petani. Menurut Scoot (1983) kondisi penduduk yang tinggal diwilayah perdesaan justru mengalami kemerosotan daya hidup secara terus-menerus karena tekanan dari dua ujung yaitu kebijakan pemerintah yang semakin bias perkotaan dan tekanan pasar (yang dikuasai oleh pelaku ekonomi di sektor industri atau jasa) yang kian deras. Analisis : Kelemahan penelitian ini tidak menjabarkan rumusan masalah, tujuan dan metode yang digunakan sehingga dalam pembahasan penulis kurang menyajikan pemaparan topik penelitian. Penelitian ini tidak termasuk pada penelitian dengan data kuantitaif maupun kualitatif karena tidak ada penjelasan yang menguatkan argumentasi penulis. Penelitian ini lebih mendeskripsikan secara singkat bagaimana latar belakang pembuatan PLTA dan perubahan apa saja yang terjadi dimasyarakat setempat. Kesimpulan penelitian ini juga tidak dijabarkan oleh penulis sehingga tidak ada benang merah yang bisa dipahami oleh pembaca. Namun, penelitian ini sudah mengaitkan teori Scoot yaitu kondisi penduduk yang tinggal diwilayah perdesaan justru mengalami kemerosotan daya hidup secara terus-menerus karena tekanan dari dua ujung. Hal tersebut menambah kajian bahwa orang atau masyarakat yang hidup didesa mengalami kemerosotan hidup, bisa dikatakan sebagai suatu budaya pemahaman yang terus diturunkan kepada masyarakat luas. Jika dikaitkan dengan aspek perubahan sosial maka dapat dikaji berdasarkan perspektif materialistik dimana dengan pembangunan PLTA menjadi aset pergerakan ekonomi di Riau. Penelitian ini menambah kajian bagaimana pembangunan PLTA Koto Panjang menimbulkan perubahan sosial pada masyarakat yang dipindahkan ke daerah lain, diantaranya pada aspek pendidikan dan aspek kesehatan dengan penyediaan fasilitas infrastruktur. Namun dampak negatif adalah perubahan adat istiadat dimana sudah tidak ada lagi tanah ulayat yang bisa dimiliki oleh masyarakat karena perubahan pola tanaman. Akibatnya terjadi perubahan pada pola adaptasi lingkungan serta budaya masyarakat. Selain itu, berlakunya mekanisme pasar serta komersialisasi terhadap produk yang dihasilkan menyebabkan masyarakat harus menanam tanaman sawit dengan fokus pada keuntungan nilai ekonomi yang tidak memihak pada petani. 12. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka : Kajian dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari di Keluarahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat : 2014 : Jurnal : Elektronik 24 Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : : : : Fittiara Aprilia Sari, Sri Rahayu - : Jurnal Teknik PWK3 : Vol. 03, No. 01; hal 106-116 : http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/44 11/pdf_14 : 3 Oktober 2014, pukul 11.28 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Kota Pangkalan Bun merupakan wilayah yang mengalami perkembangan cukup pesat di Kabupaten Kotawaringin Barat. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN) tahun 1997, menjelaskan Kota Pangkalan Bun menjadi kawasan andalan dengan sektor unggulan sebagai pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, industri, dan pariwisata. Keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari di Kelurahan Mendawai menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkemabngan Kota Pangkalan Bun. Jika dilihat dari lokasi industri yang berdekatan dengan kawasan permukiman, dikhawatirkan industri tersebut memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari baik dampak positif dan negatif berdasarkan kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kajian literatur terdiri atas industri; dampak; dan dampak terkait pembangunan industri. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitaif dengan teknik pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan analisis spasial. Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa sub-bab yang dijelaskan oleh penulis yaitu identifikasi karakteristik dan sejarah dari PT. Korindo Ariabima Sari yang merupakan industri skala besar dilihat dari sifatnya yang padat modal dan menggunakan teknologi maju . Penentuan lokasi PT. Korindo Ariabima Sari berada dekat dengan bahan baku dan tenaga kerja, sehingga memudahkan dalam melakukan proses produksi. Selain itu, pembangunan lokasi industri di Kelurahan Mendawai ditentukan karena belum adanya pembangunan di wilayah tersebut; identifikasi responden ditentukan dari jenis kelamin, mata pencaharian, asal daerah, dan kondisi bangunan tempat tinggal; analisis dampak keberadaan industri yang telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap kondisi fisik, lingkungan (kebisingan, pencemaran udara, dan pencemaran air) dan sosial ekonomi akibat perubahan struktur sosial yang terjadi dimasyarakat. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari telah berdampak positif dan negatif terhadap kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Keberadaan industri tersebut cenderung memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisik (perubahan penggunaan lahan) dan kondisi lingkungan. Selain itu, dampak positif dapat dilihat dari kondisi fisik (ketersediaan fasilitas umum dan kondisi prasarana jalan) serta kondisi sosial ekonomi. 25 Analisis : Penelitian ini menambah kajian mengenai dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari yang berdampak positif dan negatif terhadap kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Hasil data yang digunakan dan dijabarkan sangat rinci dan valid. Namun penulis tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan struktur sosial antara masyarakat asli dan pendatang. Padahal perbedaan struktur sosial ini akan mempengaruhi bagaimana Penyebab konflik juga tidak dijelaskan dalam pembahasan. Jika dikaji lebih lanjut, perbedayaan budaya antara masyarakat asli dan pendatang akan mempengaruhi bagaimana bentuk interaksi dan struktur sosial masyarakat karena budaya akan selalu ada jika masih ada masyarakat. Sumber perubahan menurut Calhoun et. al (1994), penelitian ini disebabkan karena lingkungan alam dimana bahan baku industri tersebut berada, kependudukan yang ditandai dengan keberagaman penduduk baik penduduk asli maupun pendtatang, dan inovasi dengan didirikannya industri PT. Korindo Ariabima Sari. Perubahan sosial yang terjadi juga disebabkan karena perspektif materialistik. Sama seperti penelitian beberapa jurnal sebelumnya, perubahan alih fungsi lahan menjadi bangunan industri memiliki pengaruh yang melibatkan seluruh aspek baik masyarakat, lingkungan maupun sosial ekonomi. 13. Judul : Rural industrialisation: Challenges and proposition : 2009 : Jurnal : Elektronik : K. sundar, T. Srinivasan : : : - Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit : J Soc Sci Nama Jurnal Volume (Edisi); : Vol. 20, No. 01; hal 23-29 hal Alamat URL/doi : http://www.krepublishers.com/02Journals/JSS/JSS-20-0-000-09-Web/JSS-20-1-00009-Abst-PDF/JSS-20-01-023-09-826-SundarK/JSS-20-01-023-09-826-Sundar-K-Tt.pdf : 20 November 2014, pukul 14.15 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Desa dan industri rakyat memiliki peran penting pada perekonomian India karena kelangkaan modal fisik, pengangguran, ketidakseimbangan dan kesenjangan regional, ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, serta kurangnya pemanfaatan sumberdaya yang ada di desa. Industrialisasi diperuntukkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan serta memanfaatkan sumberdaya primer dan sekunder. Diversifikasi tenaga kerja diperlukan pada sektor pertanian menjadi sektor industri dan sektor lainnya. Hal tersebut terjadi karena dalam jangka panjang sektor pertanian membutuhkan lahan yang lebih luas namun dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi lapangan pekerjaan pada sektor pertanian 26 tidak akan mampu menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan jumlah penduduk dengan pendapatan yang memadai. Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil khususnya di pedesaan telah memperbaiki kondisi tersebut. Saat ini, skala pedesaan kecil dan industri rakyat terdiri dari kerajian tangan dan perusahaan kerajinan. Produk kerajinan tersebut adalah produksi alami dimana membutuhkan keterampilan individu serta keterampilan dalam proses manufaktur. Industri kerajinan tergolong pada industri padat karya dimana produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Penelitian ini mengkaji beberapa hal, diantaranya: 1) Perumusan kebijakan industri pedesaan untuk mendorong lokasi unit skala besar dan kecil dari daerah perkotaan atau pergeseran unit yang direncanakan dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan baik industri kecil, industri desa atau industri skala besar.; 2) Pembalikan trend–menuju desentralisasi dimana saat ini pembangunan ekonomi sudah menuju industrialisasi padat modal, adanya sentralisasi dan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga diperlukan kebijakan untuk mengupayakan desentralisasi; 3) Multipilitas teknologi dan reservasi industri dimana dengan adanya pluralitas teknologi dalam setiap bidang akan mengancam industrialisasi pedesaan. Industri skala besar berkontribusi terhadap produksi secara besar-besaran, akibatnya menurunkan kesempatan kerja sehingga menyebabkan urbanisasi yang tidak terelakkan dan degradasi ekologi. Sementara industrialisasi pedesaan menghasilkan lebih banyak lapangan kerja sehingga membuka kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan; 4) Sifat pekerjaan yang bertujuan untuk memutuskan jenis pekerjaan yang sesuai diterapkan pada industrialisasi pedesaan dengan menimbang faktor yang dominan relevan agar tercipta pola lapangan pekerjaan yang sesuai dengan masyarakat pedesaan; 5) Kesulitan organisasi karena penduduk pedesaan yang sangat tersebar sehingga perlu pengorganisasian dan pelembagaan kegiatan penduduk pedesaan dengan bantuan dari pemerintah; 6) Kesenjangan teknologi dimana pengrajin dipedesaan masih menggunakan teknologi tradisional sehingga diperlukan teknologi yang modern namun tetap dapat menyerap tenaga kerja masyarakat pedesaan; 7) Mempromosikan manajerial dan keterampilan wirausaha dalam pengusaha pedesaan bagi masyarakat pedesaan; 8) Definisi baru untuk usaha kecil dan industri desa dengan beberapa faktor diantaranya modal investasi, keramahan lingkungan, tingkat upaya manual yang terlibat dalam pembuatan produk, energi non-konvensional yang digunakan, kemampuan untuk memberikan pekerjaan di rumah, penambahan nilai, konversi sampah menjadi sumber pendapatan, tingkat energi yang diperlukan, gizi yang tinggi, kemurnian, rasa, kesesuaian terkait konteks industri di India, partisipasi perempuan, tidak adanya pekerja anak; 9) Kejelasan peran-peran pemerintah pusat pada dana yang disediakan, konsesi fiskal dan dukungan kebijakan untuk industri. Selain itu, pemerintah perlu mengurus pelaksanaan dan memastikan infrastruktur seperti air, listrik, jalan gudang dan komunikasi yang terletak di daerah pedesaan. Perlu adanya peran dari berbagai lembaga lainnya seperti bank organisasi sukarela, dan KVI papan; 10) Kesenjangan kredit dimana alokasi dana pada industri pedesaan sangat minim oleh karena itu perlu pemberian kredit lunak untuk mendorong industrialisasi pedesaan. Pemerintah perlu mendefinisikan kembali skala dan industri kecil pedesaan untuk pembiayaan konsesi dan hak lainnya dari lembaga pembiayaan; 11) Infrastruktur pemasaran melalui peran pemerintah dalam mengatur struktur pemasaran permanen di setiap kabupaten dimana semua produk-produk pedesaan 27 dikumpulkan dari berbagai unit dan dipasok kepada konsumen melalui berbagai toko dengan harga yang adil. Selain itu, pemerintah juga harus menyebarkan dan mempublikasikan produk industri pedesaan di media mereka sendiri seperti AIR dan DD serta pening News. Dapat disimpulkan bahwa pada awalnya industrialisasi desa di India mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun, adanya peningkatan teknologi mesin dengan menghasilkan barang-barang konsumsi yang murah menyebabkan keterbatasan pertumbuhan industri pedesaan sehingga tercipta pengangguran. Kondisi pertanian yang memiliki sedikit kapasitas untuk menyerap tenaga kerja telah mendorong masyarakat bermigrasi ke daerah perkotaan sehingga mempengaruhi aspek sosial, ekonomi dan higienis negatif. Dengan demikian, perlu perencanaan yang baik untuk membangun industri pada daerah pedesaan karena mayoritas dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan yang diawali dengan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah pedesaan tersebut. Analisis : Penelitian ini menambah kajian mengenai industrialisasi yang dikembangkan di India melalui industri skala kecil yaitu industri kerajinan tangan. Pengembangan industrialisasi tersebut diupayakan untuk meminimalisir pengangguran akibat sektor lahan pertanian yang sudah semakin sedikit dan tidak mampu menampung penyerapan tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu, fokus dari pengembangan industrialisasi pedesaan ini adalah pengentasan kemiskinan serta penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan. Pada bagian pembahasan dijabarkan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industrialisasi khususnya didaerah pedesaan. Penelitian ini sudah mengaitkan beberapa faktor dengan dukungan teori dari para ahli. Kelebihan penelitian ini adalah peneliti sudah menjabarkan bagaimana perkembangan industrialisasi di pedesaan India melalui pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah pedesaan sebagai dasar pra-kondisi implementasi ide tersebut serta mengaitkan peran pemerintah setempat agar dapat berkolaborasi dengan industri pedesaan sehingga baik masyarakat maupun pemerintah setempat mendapatkan keuntungan baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Selain itu, peneliti sudah menjabarkan bagaimana industrialisasi tersebut dipandang sebagai kesempatan serta posisi industri bagi daerah pedesaan yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan industrialisasi pedesaan di Indonesia karena memiliki persamaan latar belakang dalam sektor pertanian yang kini telah bergeser menjadi sektor industri. Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial, maka penelitian ini memiliki perspektif materialistik. 14. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku : Gaining from rural migrants: Migrant employment strategies and socioeconomic implications for rural labour markets : 2010 : Jurnal : Elektronik : Charalambos Kasimis, Apostolos G. Papadopoulos, Costas Pappas : : - 28 Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi); hal Alamat URL/doi : : Journal Compilation Sociologia Ruralis : Vol. 50, No. 03 : https://www.deepdyve.com/lp/wiley/gainingfrom-rural-migrants-migrant-employmentstrategies-and-iC1IO5zAJz : 20 November 2014, pukul 15.25 WIB Tanggal diunduh Ringkasan : Penelitian ini dirancang berdasarkan studi sebelumnya oleh penulis yang dilakukan pada periode 2000-2002 dan ditindaklanjuti pada periode 2004- 2006, dimana bertujuan untuk meneliti dampak sosial ekonomi dari mempekerjakan para migrant di tiga wilayah pedesaan paradigma Yunani (Kasimis dkk. 2002; Kasimis dan Papadopoulos 2006). Hipotesis utama dari studi sebelumnya adalah migran pekerja ditangani empat kebutuhan struktural: kekurangan lama kerja di pedesaan Yunani yang telah dihasilkan dari restrukturisasi sektor pertanian dan ekonomi pedesaan; krisis demografi yang dialami oleh penduduk pedesaan sebagai hasil dari eksodus pedesaan terhubung dengan emigrasi pada periode 1950-1970; penolakan hidup dan tenaga kerja di daerah pedesaan oleh generasi muda; dan meningkatnya kesempatan kerja penduduk pedesaan di luar sektor pertanian. Hipotesis kerja penelitian ini adalah bahwa para migran berpartisipasi dalam ekonomi pedesaan dengan cara yang berbeda tergantung pada karakteristik khusus dari sektor pertanian, adanya peluang kerja di luar pertanian dan karakteristik sosial-ekonomi umum daerah pedesaan. Akibatnya, berbagai jenis daerah pedesaan yang dipilih menggunakan geografis, pasar sosiodemografis dan tenaga kerja kriteria sehingga tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari diferensiasi migran lapangan kerja di daerah pedesaan yang beragam dengan berbagai struktur dan tenaga kerja ekonomi karakteristik pasar. Penelitian ini menegaskan temuan sebelumnya bahwa tenaga kerja migran memiliki dampak yang berbeda pada rumah tangga pertanian tergantung pada tingkat intensitas pertanian dan jenis rumah tangga (Kasimis dan Papadopoulos 2005; Papadopoulos 2006). Dalam studi penelitian ini ditemukan bentuk baru aktivitas plural dimana merupakan bentuk keterlibatan migran di dua atau lebih pekerjaan sebagai refleksi dari kewajiban moral mereka kepada majikan. Hal ini memanifestasikan tenaga kerja migran dalam peran multifungsi tenaga kerja pasar lokal dimana masyarakat setempat membutuhkan buruh fleksibel untuk mengisi kesenjangan tenaga kerja pada sektor manapun sepanjang tahun. Dapat disimpulkan bahwa migran tidak dapat dipandang sebagai angkatan kerja ketat pertanian tetapi harus dipandang pada kerangka yang lebih luas sebagai angkatan kerja pedesaan yang memiliki pengaruh penting pada ekonomi dan kondisi sosial masyarakat di daerah pedesaan. Namun pengaruh para migran tersebut berbeda pada tiga daerah yang dijadikan kajian penelitian. Diferensiasi tenaga kerja migran di masing-masing daerah yang dikaji adalah terkait dengan struktur ekonomi yang berbeda dari masing-masing daerah serta karakteristik pasar tenaga kerja. Dengan kata lain, semakin maju sektor ekonomi maka semakin berbeda kinerja para tenaga kerja migran secara multifungsi. Perbedaan pada ketiga wilayah tersebut dipengaruhi oleh kemampuan dan 29 karakteristik tenaga kerja pribumi sehingga kehadiran migran lebih jelas dan penting di wilayah marginal (Ioannina) dimana kekuarangan tenaga kerja dapat diidentifikasi. Namun, hal tersebut kurang berpengaruh pada daerah agroindustri dan bentangan daerah Filippiada dan Fanari, dimana biaya tenaga kerja migran yang tinggi serta biaya hidup keluarga migran yang fleksibel tidak menyediakan tenaga kerja migran di sektor pertanian. Analisis : Penelitian ini memaparkan bagaimana pengaruh tenaga kerja migran di daerah pedesaan Yunani yang memberikan pengaruh positif terhadap nilai ekonomi masyarakat setempat. Hipotesis kerja penelitian ini membuktikkan bahwa para migran berpartisipasi dalam ekonomi pedesaan dengan cara yang berbeda tergantung pada karakteristik khusus dari sektor pertanian, adanya peluang kerja di luar pertanian dan karakteristik sosial-ekonomi umum daerah pedesaan. Selain itu, perkembangan tenaga kerja migran tersebut telah memberi kontribusi pada perkembangan diferensiasi sosial dan pembentukan kelompokkelompok baru migran di pedesaan Yunani. Bentuk differensiasi sosial dalam penelitian secara tersirat dapat diketahui berdasarkan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja migran serta status pekerjaan yang dilakukan migran. Semakin para migran memiliki keterampilan kerja yang baik maka mereka akan mendapatkan pekerjaan yang layak dan status para migran dalam pekerjaannya baik sebagai buruh atau pemilik usaha. Adanya tenaga kerja migran telah membentuk suatu kelompok sosial baru pada wilayah desa tersebut sehingga dapat dianalisis bagaimana interaksi dan struktur yang terjalin antara penduduk setempat dengan penduduk migran. Walaupun penelitian ini menekankan pembahasan pada tenaga kerja migran yang berkaitan langsung dengan kependudukan namun dapat dianalisis dengan aras perubahan sosial masyarakat. 30 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Industrialisasi dan Permasalahan Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari proses revolusi industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan (Tambunan 2001). Industri menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam perkembangan dan pembangunan wilayah. Secara umum, kegiatan industri mampu menjamin keberlangsungan proses pembangunan ekonomi wilayah sehingga kegiatan industri menjadi salah satu keharusan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri bertujuan untuk : 1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup; 2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya; 3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional; 4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri; 5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri; 6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri; 7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan wawasan Nusantara; 8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional. Proses pembangunan ekonomi tersebut tentunya berkorelasi dengan perubahan sosial masyarakat yang meliputi aspek budaya, ekonomi, sosial, politik maupun ekologi. Pembangunan menurut Bintoro Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna (2008), yakni sebagai suatu perubahan sosial budaya, maka industrialisasi sebagai suatu aspek dalam pembangunan akan merubah struktur dan fungsi sosial masyarakat. Artinya industrialisasi bukan hanya mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi yang cukup 31 tinggi, melainkan juga menimbulkan hal-hal lain pada kehidupan masyarakat seperti pertambahan penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat datangnya penduduk dari daerah lain yang berfungsi sebagai tenaga kerja di pabrik-pabrik, terjadi pola pergeseran ekonomi masyarakat, pergeseran dalam pola hidup serta masalah-masalah lain yang secara nyata merupakan interelasi dan akumulasi dari ketiga masalah tersebut. Masalah yang ditimbulkan akibat dari pengaruh adanya industrialisasi tentu dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme dimana menekankan peran modal dalam sistem ekonomi yang berkembang secara pesat tidak hanya di negara barat tapi di negara timur. Proses industrialisasi ini tidak hanya berlaku di kota-kota besar saja, tetapi juga berlaku untuk kota-kota kecil. Industrialisasi seperti yang dikatakan Gunnar Myrdal, yang diwujudkan dengan pendirian pabrik-pabrik besar dan modern dianggap sebagai simbol dari kemajuan. Di samping itu, industrialisasi sering dinilai sebagai ‘kunci’ yang bisa membawa masyarakat kearah kemakmuran, dan motor penggerak pembangunan ekonomi (Rahardjo dalam Endang Sutrisna). Pengaruh dari keberadaan industrialisasi baik dikota-kota besar maupun kota-kota kecil telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi. Peralihan mata pencaharian masyarakat yang berubah dari petani menjadi buruh memiliki konsekuensi pada peningkatan jumlah penduduk yang mencari pekerjaan. Lahan sebagai aset utama bagi para petani kini telah berubah menjadi bangunanbangunan pabrik atau industri lainnya dengan pergerakan yang sangat cepat. Produksi pertanian yang kian tak menentu telah memaksa para petani untuk menjual tanah pertanian mereka guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut dibuktikan dengan dampak keberadaan industri yang diteliti oleh Fittiara Aprilia Sari, Sri Rahayu (2014) atas keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari telah menyebabkan peralihan fungsi lahan pembangunan pertanian yang merupakan mekanisme dimana mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan sehingga menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karaketistik sistem produksi yang berbeda. Berikut hasil survei luas perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh peneliti: Gambar 1 . Tabel Luas Perubahan Tiap Penggunaan Lahan Keluarahan Mendawai Tahun 1979-2012 32 Penelitian yang dilakukan oleh Deny Ferdyansyah, Eko B. Santoso (2013) juga menjelaskan bahwa industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural perekonomian nasional maupun regional, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang ditandai dengan meningkatnya porsi sektor industri daripada sektor pertanian. Proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif dimana perkembangan industri yang cepat menyebabkan pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara merata di semua daerah dalam suatu negara. Transformasi struktural tersebut menyebabkan munculnya konsentrasi kegiatan industri secara spasial yang ditandai dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat spasialisasi industri di beberapa wilayah sehingga memberi keuntungan pada nilai tambah produksi dan penyerapan tenaga kerja. Tabel 1. Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi dan Permasalahan No Pengarang 1. Bintoro Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna (2008) 2. Rahardjo dalam Endang Sutrisna (2008) 3. Fittiara Aprilia Sari dan Sri Rahayu (2014) 4. Deny Ferdyansyah dan Eko B. Santoso (2013) Definisi Pembangunan sebagai suatu perubahan sosial budaya, maka industrialisasi sebagai suatu aspek dalam pembangunan akan merubah struktur dan fungsi sosial masyarakat. Industrialisasi sering dinilai sebagai ‘kunci’ yang bisa membawa masyarakat kearah kemakmuran, dan motor penggerak pembangunan ekonomi Keberadaan PT. Korindo Ariabima Sari telah menyebabkan peralihan fungsi lahan pembangunan pertanian yang merupakan mekanisme dimana mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan sehingga menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karaketistik sistem produksi yang berbeda. Industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural dengan munculnya konsentrasi kegiatan industri secara spasial yang ditandai dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan Kata Kunci Variabel: industrialisasi (X1). Perubahan struktur masyarakat (Y1), fungsi sosial masyarakat (Y2). Variabel: Industrialisasi (X1). Kemakmuran (Y1), motor penggerak pembangunan ekonomi (Y2). Variabel: Industrialisasi (X1). Peralihan fungsi lahan (Y1), lingkungan (Y2), sosial ekonomi masyarakat (Y3). Variabel: Industrialisasi (X1). Pola spasial dan konsentrasi wilayah industri (Y1), akumulasi modal (Y2), akumulasi tenaga kerja (Y3). 33 Y1: Perubahan struktur masyarakat(Bintoro Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna) Y2: Fungsi sosial masyarakat (Bintoro Tjokroamidjoyo dalam Endang Sutrisna) Y3: Kemakmuran (Rahardjo dalam Endang Sutrisna) Y4: Motor penggerak pembangunan ekonomi (Rahardjo dalam Endang Sutrisna) Industrialisasi dan Y5: Peralihan fungsi lahan (Fittiara Aprilia permasalahan Sari dan Sri Rahayu) Y6: Lingkungan (Fittiara Aprilia Sari dan Sri Rahayu) Y7: Sosial ekonomi masyarakat (Fittiara Aprilia Sari dan Sri Rahayu) Y8: Pola spasial dan konsentrasi wilayah industri Y9: Akumulasi modal Y10: Akumulasi tenaga kerja Gambar 2. Kerangka Industrialisasi dan Permasalahan Industrialisasi Pedesaan Industrialisasi adalah suatu proses interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi (Agustin dan Perdani 2011). Salah satu bentuk industrialisasi yaitu industrialisasi pedesaan. Menurut Tambunan (1990) industrialisasi pedesaan dalam konteks ekonomi Indonesia dilihat dalam pengertian luas, yakni sebagai usaha transformasi masyarakat pertanian pedesaan ke arah masyarakat yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi yang dapat diukur dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Selanjutnya, Tambunan (1990) menyebutkan fungsi industrialisasi pedesaan secara luas, yaitu: 1) mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasi pendapatan; 2) meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah; 3) meningkatkan kesempatan kerja baru; 4) mendekatkan hubungan fungsional antara pertanian dengan sektor industri; 5) meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri; dan 6) mengurangi kemiskinan. Suatu perbedaan yang dapat dilihat antara industrialisasi pedesaan dengan industrialisasi perkotaan adalah karakteristik industrialisasi pedesaan yang bersifat padat karya, berbeda dengan industrialisasi perkotaan yang padat modal. Selain itu, industrialisasi pedesaan menerapkan teknologi untuk meningkatkan produksi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan pasar (Prasetyo 2007). 34 Tabel 2. Perbandingan untuk menentukan Definisi Industrialisasi Pedesaan No Pengarang Definisi Kata Kunci 1. Tambunan (1990) Industrialisasi pedesaan dalam Variabel: industrialisasi konteks ekonomi Indonesia dilihat pedesaan (X1). Mendorong dalam pengertian luas, yakni pertumbuhan pedesaan dengan sebagai usaha transformasi mendiversifikasi pendapatan masyarakat pertanian pedesaan ke (Y1); meningkatkan dampak arah masyarakat yang bersifat pertumbuhan permintaan di industrial dan berfungsi dalam atau di luar suatu daerah meningkatkan kesejahteraan (Y2); meningkatkan kesempatan sosial ekonomi. kerja baru (Y3); mendekatkan hubungan fungsional antara pertanian dengan sektor industri (Y4); meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri (Y5); mengurangi kemiskinan (Y6). 2. Prasetyo (2008) Industrialisasi pedesaan bersifat Variabel: Industrialisasi padat karya, berbeda dengan pedesaan (X1). Meningkatkan industrialisasi perkotaan yang produksi sesuai dengan padat modal. Selain itu, perkembangan masyarakat dan industrialisasi pedesaan lingkungan pasar (Y1) menerapkan teknologi untuk meningkatkan produksi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan pasar. Y1: Mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasi pendapatan (Tambunan) Y2: Meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah (Tambunan) Y3: Meningkatkan kesempatan kerja baru (Tambunan) Y4: Mendekatkan hubungan fungsional antara Industrialisasi Pedesaan pertanian dengan sektor industri (Tambunan) Y5: Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri (Tambunan) Y6: Mengurangi kemiskinan (Tambunan) Y7: Sosial ekonomi masyarakat (Fittiara Aprilia Sari dan Sri Rahayu) Y8: Meningkatkan produksi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan pasar (Prasetyo) Gambar 3. Kerangka Industrialisasi Pedesaan 35 Transformasi Wilayah Peri Urban Transformasi merujuk pada suatu proses pergantian (perbedaan) ciri-ciri tertentu dalam suatu waktu tertentu. Proses ini mengandung tiga unsur penting. Pertama, perbedaan merupakan aspek yang sangat penting dalam proses transformasi karena dengan perbedaanlah dapat dilihat perwujudan dari sebuah proses transformasi. Kedua, konsep ciri atau identitas yang merupakan acuan di dalam suatu proses transformasi, baik ciri sosial, ekonomi, atau ciri penampilan sesuatu. Ketiga, proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat pada satuan waktu yang berbeda. Oleh karena itu, transformasi selalu menyangkut perubahan masyarakat dari suatu masyarakat yang lebih sederhana ke masyarakat yang lebih modern dalam satuan waktu yang berbeda (Abdullah, Giyarsih dalam Puji Hardati 2011). Transformasi wilayah yang terjadi di suatu wilayah tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati (2011) menjelaskan bahwa telah ada lima kekuatan yang menyebabkan terjadinya pemekaran kota secara fisikal, yaitu: peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan penduduk, peningkatan pelayanan transportasi, adanya gejala penurunan peranan pusat kota sebagai pusat kegiatan, dan peningkatan peranan para pembangun (developers). Faktor-faktor tersebut juga dialami pada daerah-daerah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya dimana pertumbuhan ekonomi pembangunan bertumbuh pesat dan menjadi daya tarik bagi masyarakat yang tinggal di desa untuk tinggal dan mencari pekerjaan di kota. Secara tidak langsung dengan bertambahnya penduduk disuatu wilayah maka akan memperbesar wilayah tempat tinggal penduduk sehingga perluasan kota tidak dapat dihentikan. Besly dan Ruswurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati (2011) mengusulkan empat karakter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah dapat disebut sebagai periurban atau urban fringe, yaitu: sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan untuk pertanian dan komunitas masyarakat perdesaan; merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang; merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan sosial perkotaan; dan merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara penduduk pendatang dengan penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan pengembang. Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida (2012) dalam penelitiannya menjelaskan perkembangan kota Semarang yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut juga kebutuhan lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas lahan yang ada di Semarang menyebabkan kota ini mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota, seperti Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Lebih lanjut Yunus dalam Puji Hardati (2011) menjelaskan faktor penentu transformasi wilayah peri urban yang terdiri dari jumlah, pertumbuhan, kepadatan penduduk, mata pencaharian penduduk serta struktur mata pencaharian pada suatu daerah dapat menggambarkan keadaan umum perekonomiannya, khususnya mengenai kegiatan penduduknya. Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi akan mendorong penduduk untuk berangsur ke arah pinggiran. Hal ini dibuktikkan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Puji Hardati (2011) di daerah Kabupaten Semarang. 36 Gambar 4. Tabel Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Semarang Tahun 2005-2009 Transformasi wilayah peri urban juga berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat. Dalam arti yang lebih luas, transformasi tidak hanya mencakup perubahan yang terjadi pada bentuk luar, namun pada hakekatnya meliputi bentuk dasar, fungsi, struktur, atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat (Pranadji, 2000 dalam Endang Sutrisna). Tabel 3. Perbandingan untuk menentukan Definisi Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri Urban No Pengarang 1. Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati (2011) 2. Definisi Transformasi wilayah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan penduduk, peningkatan pelayanan transportasi, adanya gejala penurunan peranan pusat kota sebagai pusat kegiatan, dan peningkatan peranan para pembangun (developers). Besly dan Transformasi wilayah dapat Russwurnm memunculkan adanya wilayah dalam Giyarsih periurban di daerah pedesaan atau yang dikutip Puji disebut sebagai urban fringe. Hardati (2011) Kata Kunci Variabel: Peningkatan jumlah penduduk (X1), peningkatan kesejahteraan penduduk (X2), peningkatan pelayanan transportasi (X3), adanya gejala penurunan peranan pusat kota sebagai pusat kegiatan (X4), peningkatan peranan para pembangun (developers) (X5). Transformasi wilayah (Y1). Variabel: Sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan untuk pertanian dan komunitas masyarakat perdesaan (X1); merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang (X2); merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan sosial perkotaan (X3); merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara penduduk 37 pendatang dengan penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan pengembang (X4). klasifikasi suatu daerah periurban (Y1). 3. 4. Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida (2012) Transformasi wilayah dapat terjadi karena keterbatasan luas lahan yang ada sehingga menyebabkan daerah kota mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota. Yunus dalam Puji Jumlah, pertumbuhan dan Hardati (2011) kepadatan penduduk yang tinggi akan mendorong penduduk untuk berangsur ke arah pinggiran. Variabel:Pertumbuhan penduduk (X1), aktivitas kota (X2). Terbentuknya wilayah pinggiran kota (Y1). Variabel: Jumlah penduduk (X1), pertumbuhan penduduk (X2), kepadatan penduduk (X3), mata pencaharian penduduk (X4), struktur mata pencaharian penduduk (X5). Transformasi wilayah ke arah pinggiran (Y1). 38 X1: Peningkatan jumlah penduduk (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X2: Peningkatan kesejahteraan penduduk (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X3: Peningkatan pelayanan transportasi (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X4: Adanya gejala penurunan peranan pusat kota sebagai pusat kegiatan (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X5: Peningkatan peranan para pembangun (developers) (Sargent dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X6: Sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan untuk pertanian dan komunitas masyarakat perdesaan (Besly dan Russwurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X7: Merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang (Besly dan Russwurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X8: Merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan sosial perkotaan (Besly dan Russwurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X9: Merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara penduduk pendatang dengan penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan pengembang (Besly dan Russwurnm dalam Giyarsih yang dikutip Puji Hardati) X10: Pertumbuhan penduduk (Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida) Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri urban X11: Aktivitas kota (Kuat Ismanto, H. Misbahul Huda, Chusna Maulida) X12: Jumlah penduduk (Yunus dalam Puji Hardati) X13: Pertumbuhan penduduk (Yunus dalam Puji Hardati) X14: Kepadatan penduduk (Yunus dalam Puji Hardati) X14: Mata pencaharian penduduk (Yunus dalam Puji Hardati) X15: Struktur mata pencaharian penduduk (Yunus dalam Puji Hardati) Gambar 5. Kerangka Transformasi Pembentukkan Wilayah Peri urban 39 Perubahan Masyarakat Agraris Menuju Masyarakat Industri Berbagai bentuk mobilitas dan imobilitas yang mempengaruhi tempat pedesaan menghasilkan kompleksitas perubahan penduduk pedesaan. Perubahan penduduk pedesaan merupakan proses kompleks yang terdiri dari gerakan ke dalam, dari dalam dan melalui ruang pedesaan termasuk gerakan spasial jarak yang lebih pendek atau lebih lama, gerakan karena iden-sity atau pilihan, gerakan ekonomi atau berbasis gaya hidup, mobilitas intens atau imobilitas, pola tidak merata mobilitas dan proses marjinalisasi. Berbagai dimensi akses mobilitas pedesaan yaitu, ekonomi, sosial, budaya dan politik memiliki dampak yang signifikan pada tempat-tempat pedesaan tertentu (Milbourne 2007; Bell 2008 dalam Charalambos Kasimis, Apostolos G. Papadopoulos, Costas Pappas). Industrialisasi bukanlah suatu perjalanan sejarah yang unilineal dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, masyarakat tradisional ke masyarakat modern, tetapi suatu evolusi yang multilineal (Kuntowijoyo, 1998: 172 dalam Endang Sutrisna). Tidak setiap masyarakat akan mengalami proses yang sama, kecepatan yang sama, akibatakibat yang sama. Lebih lanjut, Kuntowijiyo menjelaskan bahawa dalam masyarakat dengan dualisme ekonomi, industrialisasi tidak menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat bawah, sekalipun pengaruh dari perubahan itu dapat dilihat pula. Perkebunan dan industri transportasi di Indonesia, misalnya, memang telah mengubah pasar tenaga kerja di masyarakat bahkan sejak pertengahan abad ke-19, tetapi tidak berarti bahwa masyarakat telah meninggalkan ciri-ciri tradisional pada waktu yang bersamaan. Semuanya sangat tergantung kepada intensitas industrialisasi dan siapa pelaku proses perubahan tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam industrialisasi diantaranya penduduk asli, penduduk pendatang, pemerintah dan pihak swasta. Keseluruhan pihak tersebut memiliki tujuan dan kepentingan masing-masing sehingga sampai dengan saat ini, hasil industrialisasi yang dirasakan dari berbagai pihak berbeda-beda terutama bagi masyarakat yang lebih banyak terlibat langsung pada kegiatan industrialisasi tersebut. Dalam masyakat industri, masyarakat diorganisasi secara efisien dan mirip sebuah mesin. Proses rasionalisasi dalam masyarakat yang demikian mempunyai akibat melonggarnya ikatan-ikatan tradisi yang digantikan peranannya oleh hubunganhubungan yang bersifat rasional, legal, dan kontraktual (Kuntowijoyo dalam Endang Sutrisna 2012). Dinamika masyarakat industri sangat berbeda dengan masyarakat agraris. Untuk memasuki sebuah masyarakat industri bukan saja perangkat-perangkatnya yang diperlukan, tetapi lebih penting dari itu ialah perubahan kesadaran masyarakat dan perorangan. Kesadaran perorangan tidak selalu sama kecepatannya dengan perubahan institusional, oleh karena itu sering dijumpai adanya ketertinggalan budaya yang dapat mempunyai akibat yang bermacam-macam. Lebih lanjut, Endang Sutrisna menjelaskan pengaruh industrialisasi telah memberikan perluasan pada sektor ekonomi dan jasa dimana masyarakat mulai beralih dari ciri-ciri masyarakat agraris menjadi masyarakat modern dengan beragam aktivitas yang ada. Sedangkan menurut Sztompka (2011) memahami transformasi fundamental dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern dapat dilihat pada tiga bentuk tatanan masyarakat yakni munculnya tatanan masyarakat urban, industrial dan kapitalis. Tatanan masyarakat urban ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dengan differensiasi sosial yang rendah sedangkan tatanan masyarakat industrial ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dan non- 40 pertanian, namun persentase pada kegiatan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kegiatan pertanian. Pada tatanan masyarakat tersebut differensiasi sosial lebih tinggi dibandingkan dengan tatanan masyarakat urban. Selanjutnya, pada tatanan masyarakat kapitalis ditandai dengan pola kegiatan ekonomi yang menekankan pada peran modal serta kepemilikan aset individu sehingga individu secara bebas dapat memiliki modal dan usaha ekonomi. Tabel 4. Perbandingan untuk menentukan Definisi Perubahan Masyarakat Agraris menuju Masyarakat Industri No Pengarang Definisi 1. Endang Sutrisna Dinamika masyarakat industri (2012) sangat berbeda dengan masyarakat agraris. Untuk memasuki sebuah masyarakat industri bukan saja perangkatperangkatnya yang diperlukan, tetapi lebih penting dari itu ialah perubahan kesadaran masyarakat dan perorangan. 2. Sztompka (2011) Transformasi fundamental dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern dapat dilihat pada tiga bentuk tatanan masyarakat yakni munculnya tatanan masyarakat urban, industrial dan kapitalis. Kata Kunci Variabel: Kesadaran perorangan (X1), kesadaran masyarakat (X2). Masyarakat industri (Y1). Variabel: Tatanan masyarakat urban ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dengan differensiasi sosial yang rendah (X1), tatanan masyarakat industrial ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dan nonpertanian, namun persentase pada kegiatan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kegiatan pertanian dengan differensiasi sosial lebih tinggi dibandingkan dengan tatanan masyarakat urban (X2), tatanan masyarakat kapitalis ditandai dengan pola kegiatan ekonomi yang menekankan pada peran modal serta kepemilikan aset individu sehingga individu secara bebas dapat memiliki modal dan usaha ekonomi (X3). Transformasi fundamental dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern (Y1). 41 X1: Kesadaran perorangan (Endang Sutrisna) X2: kesadaran masyarakat (Endang Sutrisna) X3: Tatanan masyarakat urban ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dengan differensiasi sosial yang rendah X4: Tatanan masyarakat industrial ditandai dengan pola kegiatan ekonomi pada bidang pertanian dan non-pertanian, namun persentase pada kegiatan non-pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kegiatan pertanian dengan differensiasi sosial lebih tinggi dibandingkan dengan tatanan masyarakat urban (Sztompka) Perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri X5: Tatanan masyarakat kapitalis ditandai dengan pola kegiatan ekonomi yang menekankan pada peran modal serta kepemilikan aset individu sehingga individu secara bebas dapat memiliki modal dan usaha ekonomi (Sztompka) Gambar 6. Kerangka Perubahan Masyarakat Agraris ke Masyarakat Industri Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi sosial-ekonomi masyarakat adalah keadaan struktur sosial-ekonomi masyarakat dalam suatu daerah. Lima parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi sosial-ekonomi masyarakat (Singarimbun dan Efendi 2008) yaitu: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Sarno dan Bondan Hary Setiawan (2013) menjelaskan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yaitu umur petani, kontribusi penghasilan lain, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan produksi. Pendapatan Badan Pusat Statistik (2010) mendefinisikan konsep pendapatan rumah tangga sebagai seluruh pendapatan yang diterima oleh rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan berasal dari: 1. Balas jasa faktor produksi tenaga kerja, yaitu upah/gaji, keuntungan, bonus yang mencakup dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan. 42 2. Balas jasa kapital, yaitu bunga, bagi hasil dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga. 3. Pendapatan yang berasal dari pihak lain yaitu pendapatan diluar upah/gaji yang menyangkut dari : perkiraan sewa rumah milik sendiri; bunga deviden; bukan hasil usaha; pensiunan; kiriman dari famili/pihak lain secara rutin dan ikatan dinas. Nurmanaf (1985) menjelaskan bahwa pendapatan rumahtangga adalah aliran uang, barang, jasa dan kepuasan yang diperoleh dibawah penguasaan keluarga untuk digunakan dalam memuaskan kebutuhan dan kewajibannya. Pendapatan rumahtangga dapat berasal dari satu macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumahtangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau masing-masing anggota rumahtangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu sama lain. Gaya Hidup Gaya hidup merupakan gaya, tata cara, atau cara menggunakan barang, tempat, dan waktu, khas kelompok masyarakat tertentu yang sangat bergantung pada bentukbentuk kebudayaan, meski buka merupakan totalitas pengalaman sosial (Chaney 1996). Soekanto (1990) lebih jelasnya mendifinisikan gaya hidup sebagai serangkaian pola hidup dan perilaku masyarakat yang terealisasi melalui konsumsi, sikap hidup, dan pergaulan. Gaya hidup dapat menjadi indikator tentang bagaimana orang atau masyarakat mengkonsumsi pendapatan yang diperolehnya serta bagaimana sikap dan perilakunya dalam berhubungan dengan orang lain dalam situasi dan kondisi tertentu. Gaya hidup merupakan penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial merupakan penggolongan kelompok masyarakat dalam berbagai lapisan-lapisan tertentu. Menurut etimologi bahasa, stratifikasi berasal dari bahasa Yunani yakni stratum, yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin, mendifinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat dalam lapisan kelaskelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Soekanto 1990). Soekanto (1990) menyebutkan bahwa di antara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif banyak. Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan, yaitu: a) Ukuran kekayaan; b) Ukuran kekuasaan; c) ukuran kehormatan; dan d) ukuran ilmu pengetahuan. Stratifikasi sosial dikonstruksikan oleh differensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial. Differensiasi sosial mengasumsikan bahwa dalam masyarakat terdapat sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian berbeda-beda. Pembedaan kedudukan dan peranan tersebut dinilai dengan ganjaran (imbalan), gengsi, kehormatan, dan hak yang berbeda. Sedangkan pada ketidaksamaan sosial menekankan pada adanya sejumlah kedudukan dalam masyarakat yang memberikan kemmapuan mengakses sumberdaya (kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan lain-lain) secara berbeda-beda (Calhoun 1994). 43 Tabel 5. Perbandingan untuk menentukan Definisi Kondisi Sosial Ekonomi No Pengarang Definisi 1. Singarimbun dan Kondisi sosial-ekonomi Efendi (2008) masyarakat adalah keadaan struktur sosial-ekonomi masyarakat dalam suatu daerah., dan tingkat pendapatan. 2. Sarno dan Karakteristik sosial ekonomi yang Bondan Hary mempengaruhi tingkat pendapatan Setiawan (2013) petani melati gambir di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah yaitu umur petani, kontribusi penghasilan lain, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan produksi. X1: Usia (Singarimbun dan Efendi) X2: Jenis kelamin (Singarimbun dan Efendi) X3: Tingkat pendidikan (Singarimbun dan Efendi) X4: Pekerjaan (Singarimbun dan Efendi) X5: Umur petani (Sarno dan Bondan Hary Setiawan) X6: Kontribusi penghasilan lain (Sarno dan Bondan Hary Setiawan) X7: Jumlah tanggungan keluarga (Sarno dan Bondan Hary Setiawan) X8: Luas lahan (Sarno dan Bondan Hary Setiawan) X9: Produksi (Sarno dan Bondan Hary Setiawan) Kata Kunci Variabel: usia (X1), jenis kelamin (X2), tingkat pendidikan (X3), pekerjaan (X4). Kondisi Sosial Ekonomi (Y1). Variabel: umur petani (X1), kontribusi penghasilan lain (X2), jumlah tanggungan keluarga (X3), luas lahan (X4), produksi (X5). Karakteristik sosial ekonomi (Y1). Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Gambar 7. Kerangka Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 44 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Industri menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam perkembangan dan pembangunan wilayah. Secara umum, kegiatan industri mampu menjamin keberlangsungan proses pembangunan ekonomi wilayah sehingga kegiatan industri menjadi salah satu keharusan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Proses pembangunan ekonomi tersebut tentunya berkorelasi dengan perubahan sosial masyarakat yang meliputi aspek budaya, ekonomi, sosial, politik maupun ekologi. Masalah yang ditimbulkan akibat dari pengaruh adanya industrialisasi tentu dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme dimana menekankan peran modal dalam sistem ekonomi yang berkembang secara pesat tidak hanya di negara barat tapi di negara timur. Proses industrialisasi tidak hanya berlaku di kota-kota besar saja, tetapi juga berlaku untuk kota-kota kecil. Pengaruh dari keberadaan industrialisasi baik dikota-kota besar maupun kota-kota kecil telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi. Peralihan mata pencaharian masyarakat yang berubah dari petani menjadi buruh memiliki konsekuensi pada peningkatan jumlah penduduk yang mencari pekerjaan. Lahan sebagai aset utama bagi para petani kini telah berubah menjadi bangunanbangunan pabrik atau industri lainnya dengan pergerakan yang sangat cepat. Produksi pertanian yang kian tak menentu telah memaksa para petani untuk menjual tanah pertanian mereka guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih lanjut, industrialisasi tentu berkorelasi terhadap perubahan wilayah urban menjadi peri atau semi urban dimana saat ini wilayah pedesaan sudah hampir menjadi wilayah peri urban. Transformasi wilayah yang terjadi di suatu daerah tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertambahan penduduk dan mata pencaharian masyarakat dimana dapat menggambarkan keadaan umum perekonomian khususnya mengenai kegiatan penduduknya. Pembentukkan wilayah peri urban tersebut tentu mempengaruhi bagaimana perubahan struktur mata pencaharian masyarakat dan struktur sosial yang terjalin dalam masyarakat. Perubahan persentase penggunaan lahan akibat industrialisasi juga mempengaruhi bagaimana mata pencaharian dan struktur sosial dalam masyarakat antara penduduk asli dengan penduduk pendatang. Perubahan masyarakat pedesaan yang pada awalnya memiliki mata pencaharian pada sektor pertanian kini beralih menjadi sektor industri. Akibatnya, migrasi penduduk ke daerah perkotaan tidak dapat terelakkan sehingga populasi penduduk pedesaan menurun. Namun, migrasi juga dapat terjadi dari wilayah perkotaan yang sudah padat ke daerah pedesaan diprovinsi lain yang sedang mengalami industrialisasi baik disektor barang dan jasa. Hal tersebut juga mempengaruhi transformasi wilayah pedesaan menjadi wilayah peri urban. Dengan kata lain, semakin tingginya penduduk yang melakukan migrasi telah melahirkan jumlah proporsi penduduk pendatang hampir sama dengan penduduk asal. Sektor lahan pertanian yang semakin sedikit tidak mampu 45 menyerap tenaga kerja pada wilayah yang memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi sehingga berdampak pada timbulnya diversifikasi pekerjaan dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Dinamika masyarakat industri sangat berbeda dengan masyarakat agraris. Untuk memasuki sebuah masyarakat industri bukan saja perangkat-perangkatnya yang diperlukan, tetapi lebih penting dari itu ialah perubahan kesadaran masyarakat dan perorangan. Kesadaran perorangan tidak selalu sama kecepatannya dengan perubahan institusional, oleh karena itu sering dijumpai adanya ketertinggalan budaya yang dapat mempunyai akibat yang bermacam-macam. Pengaruh industrialisasi telah memberikan perluasan pada sektor ekonomi dan jasa dimana masyarakat mulai beralih dari ciri-ciri masyarakat agraris menjadi masyarakat modern dengan beragam aktivitas yang ada. Di sisi lain, terlihat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat wilayah peri urban sehingga berdampak kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalami industrialisasi sehingga dengan adanya transformasi wilayah peri urban akibat industrialisasi apakah mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat agraris yang kini berubah menjadi masyarakat industri. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi Maraknya pembangunan ruko-ruko akibat adanya industrialisasi telah menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian sehingga berdampak pada pergeseran mata pencaharian masyarakat. Industrialisasi juga merupakan salah satu penggerak ekonomi yang saat ini sudah memasuki wilayah pedesaan sehingga terjadi pembentukkan transformasi wilayah desa menjadi wilayah peri urban. Pengaruh industrialisasi berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, politik maupun ekologi wilayah setempat. Masyarakat yang menjadi aktor dalam industrialisasi tersebut adalah masyarakat agraris yang berubah menjadi masyarakat industri. Perubahan kondisi masyarakat terlihat pada perubahan aktivitas sosial masyarakat yang cenderung berubah ke arah konsumtif. Perilaku konsumtif kini menjadi budaya pada masyarakat wilayah peri urban sehingga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu berikut disajikan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian dari hasil penulisan studi pustaka ini; 1. Sejauhmana pengaruh industrialisasi terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan faktor apa saja yang mempengaruhi pengalihfungsian lahan tersebut? 2. Sejauhmana pengaruh industrialisasi terhadap transformasi wilayah peri urban dan faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya transformasi wilayah peri urban? 3. Sejauhmana pembentukkan wilayah peri urban mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat peri urban? Usulan Kerangka Pemikiran Baru Industrialisasi merupakan penggerak perekonomian yang diusung oleh beberapa wilayah di Indonesia. Saat ini, industrialisasi tidak hanya terjadi di kota-kota besar, namun juga terjadi dikota-kota kecil. Kehadiran industrialisasi juga terjadi pada wilayah pedesaaan dimana telah menyebabkan berubahnya struktur wilayah desa menjadi wilayah peri urban. Pengaruh dari keberadaan industrialisasi baik dikota-kota besar, 46 kota-kota kecil dan pedesaan telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi. Peralihan mata pencaharian masyarakat yang berubah dari petani menjadi buruh memiliki konsekuensi pada peningkatan jumlah penduduk yang mencari pekerjaan. Tingginya jumlah penduduk yang mencari pekerjaan tidak dapat ditampung oleh sektor pertanian dengan lahan yang sudah semakin sedikit. Industrialisasi telah mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Transformasi wilayah desa menjadi peri urban tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikaji berdasarkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertambahan penduduk dan mata pencaharian masyarakat dimana dapat menggambarkan keadaan umum perekonomian khususnya mengenai kegiatan penduduknya. Akibat dari transformasi wilayah peri urban tersebut berkorelasi terhadap perubahan relasi, interaksi dan struktur sosial masyarakat agraris yang kini berubah menjadi masyarakat industri. Terbentuknya struktur sosial masyarakat yang baru akibat industrialisasi telah merubah pola hidup masyarakat menjadi konsumtif. Perilaku konsumtif telah menjadi budaya yang saat ini sudah terjadi pada masyarakat peri urban dan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Variabel peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian dalam penelitian ini dianalisis melalui pendekatan kualitatif melalui penghasilan yang didapat oleh masyarakat, harga jual lahan yang tinggi serta lokasi lahan yang strategis. Variabel pembentukan transformasi wilayah peri urban dianalisis dengan pendekatan kuantitatif melalui jumlah, kepadatan dan pertambahan penduduk, mata pencaharian penduduk. Selain itu, data pendukung digunakan untuk mengetahui proporsi lahan pertanian dan non pertanian sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui kontribusi pendapatan pada sektor pertanian dan non pertanian. Adapun variabel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh industrialisasi terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat peri urban diantaranya tingkat pendapatan (usia, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, kontribusi penghasilan lain), tingkat pendidikan, pekerjaan, serta stratifikasi sosial yang terbentuk dengan menganalisis differensiasi dan ketidaksamaan sosial. Untuk lebih memperjelas pemahaman, maka kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 8. 47 Kondisi Sebelum Adanya Industrialisasi Industrialisasi Pedesaan Kondisi Sesudah Adanya Industrialisasi Peralihfungsian lahan pertanian ke non pertanian - Penghasilan - Harga jual lahan yang tinggi - Lokasi lahan yang strategis Perubahan masyarakat agraris menuju masyarakat industri Terbentuknya transformasi wilayah peri urban - Jumlah penduduk - Kepadatan penduduk - Pertambahan penduudk - Mata pencaharian penduduk - Proporsi lahan pertanian dan non pertanian - Kontribusi pendapatan pada sektor pertanian dan non pertanian Gaya Hidup Keterangan: : Fokus penelitian Kondisi sosial ekonomi masyarakat peri urban - Tingkat pendapatan (usia, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, kontribusi penghasilan lain) - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Stratifikasi sosial yang dikonstruksikan oleh differensiasi dan ketidaksamaan sosial Gambar 8. Kerangka Pemikiran 48 DAFTAR PUSTAKA Aprilia FS, Sri Rahayu. 2014. Kajian dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari di Keluarahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Jurnal Teknik PWK 3, 3 (1). [Internet]. [diunduh 3 Oktober 2014]. Tersedia pada http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/4411/pdf_14 Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 29 juta orang. [Internet]. [Diunduh tanggal 26 September 2014]. Dapat diunduh dari http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&no tab=2 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Konsep pendapatan rumah tangga. Jakarta [ID]: BPS Calhoun, C. et al. 1994. Sociology an introduction. McGraw Hill, Inc Ferdyansyah D, Eko B. Santoso. 2013. Pola spasial kegiatan industri unggulan di Provinsi Jawa Timur (Studi kasus subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki). Jurnal Teknik Pomits, 2 (1). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/2466/794 Hardati P. 2011. Transformasi wilayah peri urban kasus di Kabupaten Semarang. Jurnal Geografi, 8 (2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG/article/view/1661 Ismanto K, Huda HM, dan Maulida C. 2012. Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri. Jurnal Penelitian, 9 (1). [Internet]. [diunduh 26 September 2014]. Tersedia pada http://e-journal.stainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/viewFile/129/103 Karmila. 2014. Stratifikasi sosial petani padi di Desa Pematang Sikek Kecamatan Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir. Jurnal Jom FISIP, 1 (2). [Internet]. [diunduh 30 Oktober 2014]. Tersedia pada http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/3193/3093 Kasimis C, Apostolos G. Papadopoulos, Costas Pappas. Gaining from rural migrants: Migrant employment strategies and socioeconomic implications for rural labour markets. Journal Compilation Sociologia Ruralis, 50 (3). [Internet]. [diunduh 20 November 2014]. Tersedia pada https://www.deepdyve.com/lp/wiley/gaining-from-rural-migrants-migrantemployment-strategies-and-iC1IO5zAJz Kristiono SA. 1998. Industrialisasi dan pergeseran mata pencaharian di pedesaan (Kasus Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 80 hal. 49 Mirajiani. 2003. Dampak industrialisasi dan perubahan sosial terhadap munculnya agresivitas masyarakat: Suatu analisis sosiologi. [thesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 170 hal. Nurmanaf AR. 1985. Pola kesempatan kerja dan sumber pendapatan rumahtangga di pedesaan Jawa Barat. Bogor [ID]: Pusat Penelitian Agro Ekonomi Pewista I, Rika Harini. 2013. Faktor dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di Kabupaten Bantul. Kasus daerah perkotaan, pinggiran dan pedesaan tahun 2001-2010. Jurnal Bumi Indonesia, 2 (2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/168/165 Sarno, Bondan Hary Setiawan. 2013. Analisis karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Jurnal Pembangunan Pedesaan, 13 (2). [Internet]. [diunduh 29 Oktober 2014]. Tersedia pada http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Pembangunan/article/viewFile/ 193/192 Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3S Siska. 2013. Dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kertanegara. eJournal Administrasi Negara, 1 (2) 473-493. [Internet]. [diunduh 21 September 2014]. Tersedia pada http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp content/uploads/2013/06/Microsoft%20Word%20-%20ejurnal%20siska%20%2806-01-13-05-11-08%29.pdf Soekanto S. 1990. Sosiologi suatu pengantar edisi baru 4 cetakan 34. Jakarta [ID]: Rajawali Pers. 518 hal Suhadi. 2012. Kajian sosial ekonomi pekerja tambang sirtu di Desa Krompeng Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. Journal of Educational Social Studies, 1 (2). [Internet]. [diunduh 30 Oktober 2014]. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/view/735/744 Sundar K, T. Srinivasan. 2009. Rural industrialisation: Challenges and proposition. J Soc Sci, 20 (1) 23-29. [Internet]. [diunduh 20 November 2014]. Tersedia pada http://www.krepublishers.com/02-Journals/JSS/JSS-20-0-000-09-Web/JSS20-1-000-09-Abst-PDF/JSS-20-01-023-09-826-Sundar-K/JSS-20-01-023-09826-Sundar-K-Tt.pdf Sutrisna E. 2008. Dampak industrialisasi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat. Jurnal Industri dan Perkotaan, 12 (22). [Internet]. [diunduh 3 Oktober 2014]. Tersedia pada http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/article/view/575/568 Syapsan, Syafril Basri, Elida Ilyas. 2010. Perubahan sosial masyarakat pasca pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Koto Panjang Provinsi 50 RIAU. Jurnal Ekonomi, 18 (2). [Internet]. [diunduh 20 September 2014]. Tersedia pada http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/viewFile/756/749 Sztompka P. 2011. Sosiologi perubahan sosial. Jakarta [ID]: Prenada media group Tambunan TTH. 2001. Perekonomian Indonesia teori dan temuan empiris. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia Ulfa NS. 2012. Konsumsi sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial (Dalam bingkai pemikiran Jean Baudrillard). Topik Utama, 40 (1). [Internet]. [diunduh 30 Oktober 2014]. Tersedia pada http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/view/3203/2876 51 RIWAYAT HIDUP Khairun Nisa Mutma’inah dilahirkan di Bengkulu pada 26 April 1993. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Khairuman SK dan Ibu Siti Syarifah. Penulis menempuh pendidkan formal sejak TK Ar-Rifqi (1998-1999), kemudian SD N 2 Laladon, Kabupaten Bogor (1999-2005), SMP Al-Ghazaly (2005-2008), hingga tahun (2008-2011) penulis melanjutkan pendidkan di MA N 1 Kota Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Semasa perkuliahan penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari IPB. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi, yaitu sebagai anggota Departemen Kajian Strategis dan Advokasi Mahasiswa BEM Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2013 dan dilanjutkan menjadi Kepala Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Manusia BEM Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2014. Selanjutnya penulis juga menjadi pengurus Paguyuban Bidik Misi sebagai Koordinator Putri dari Fakultas Ekologi Manusia angkatan 48. Tidak hanya di organisasi, penulis juga aktif dipelbagai kepantiaan dan pelatihan kemampuan softskill dalam berbagai kegiatan. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai asisten dosen MK. Sosiologi Umum tahun ajaran (2013-2014 dan 2014-2015).