Laporan Studi Pustaka (KPM 403) PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN ADE FEBRYANTI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini di buat dengan sesungguhnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Bogor, 14 Desember 2015 Ade Febryanti NIM. I34120144 iii ABSTRAK ADE FEBRYANTI. Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan. Di bawah bimbingan RILUS A. KINSENG. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan berdampak terhadap diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Hasil dari penulisan studi pustaka ini mengungkapkan bahwa diferensiasi sosial dipicu oleh faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi masyarakat pedesaan. Pada penulisan ini di spesifikasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi diferensiasi sosial, diferensiasi sosial baik aspek vertikal (kekayaan, kedudukan, kekuasaan, tingkat pendidikan, prestise, dan usia) dan aspek horizontal (agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, dan politik) di masyarakat pedesaan. Kata kunci: Diferensiasi Sosial, Aspek Vertikal, Aspek Horizontal ABSTRACT ADE FEBRYANTI. Social Differentiation Process in Rural Society. Supervise by RILUS A. KINSENG. Many factors affecting the process of differentiation affairs in rural communities that effect on social differentiation whether vertically and horizontally. Methods used in writing the literature study this is the method analysis of secondary data relevant on the topic of the literature study.The result of writing the literature study it expresses differentiation social that triggered by driving faktor-faktor affecting rural communities. In writing this specifications on faktor-faktor affecting differentiation social, differentiation good vertical social aspects ( wealth, position, power, levels of education, prestige, and age ) and a horizontal ( religion, race, sex, work, genera, and political ) in rural communities. Keyword : Social Differentiation, Vertical Aspect, Horizontal Aspect iv PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN Oleh ADE FEBRYANTI I34120144 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Ade Febryanti Nomor Pokok : I34120144 Judul : Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, MSc. Ketua Departemen Tanggal Pengesahan: _______________ vi PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan” dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Perngembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Rilus A. Kinseng sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Sukris Wati dan Bapak Ruki Yanto, orang tua tercinta yang selalu berdoa dan senanatiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terimakasih kepada teman-teman, terutama penghuni Bateng 23, Hanifah Firda, Eka Puspita Sari dan Fenny Febri Krisdayanti yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan laporan ini. Semoga laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, 14 Desember 2015 Ade Febryanti NIM. I34120144 vii DAFTAR ISI ABSTRAK .......................................................................................................................iii PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN ....................... iv LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. v PRAKATA ....................................................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................viii PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2 Metode Penulisan .............................................................................................. 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................... 3 Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan ................................................. 21 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Diferensiasi Sosial ................. 24 Hasil Rangkuman dan Pembahasan .............................................................. 26 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ......................................... 26 Usulan Kerangka Analisis Baru ..................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28 RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 30 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Usulan Kerangka Analisis Baru............................................................26 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi masyarakat selalu mengalami perubahan. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan di masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Keadaan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama pada kehidupan sosial ekonomi yang mengalami perubahan dan peningkatan. Bentuk perubahan yang terjadi di masyarakat pedesaan adalah diferensiasi sosial. Konsep diferensiasi sosial lebih menekankan pada adanya sejumlah kedudukan dan peranan yang berbeda dalam masyarakat yang memberikan kemampuan mengakses sumber daya (kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dll) secara berbeda-beda Calhoun (1994) dalam Kolopaking (2003) Dapat saja kedudukan dalam masyarakat (secara sosial) tertentu mempunyai akses yang tinggi pada salah satu sumber daya tersebut sekaligus, misalnya bankir (pendapatannya tinggi, kekuasaan besar dan gengsinya tinggi), sedangkan status sosial yang mempunyai akses rendah pada hampir semua sumberdaya itu, misalnya petani tak bertanah atau tunakisma. Diferensiasi merujuk pada proses dimana seperangkat aktivitas sosial yang dibentuk oleh sebuah institusi sosial terbagi di antara institusi sosial yang berbeda-beda. Diferensiasi sosial juga menggambarkan terjadinya peningkatan spesialisasi bagian-bagian masyarakat yang diikuti terjadinya peningkatan heterogenitas di dalam masyarakat desa. Menurut Fauzi (1999:244) diferensiasi sosial adalah proses penggolongan di dalam masyarakat berdasarkan penguasaan terhadap alat-alat produksi dan modal, termasuk tanah. Diferensiasi sosial selalu menghasilkan korban pada golongan terbawah, yakni petani kecil, petani tak bertanah atau buruh tani dalam hal akses lahan dan akses modal yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani. Prinsip land reform, dalam UUPA dinyatakan pada pasal 17, tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh seorang petani, supaya dapat mencukupi secara layak bagi diri sendiri dan keluarganya, kemudian tercantum pula batas maksimum luas tanah yang dapat dimiliki oleh seseorang dengan hak milik, yang bermaksud untuk mencegah penguasaan tanah luas pada segelintir orang. UUPA 1960 menentang strategi kapitalisme, karena kapitalisme melahirkan kolonialisme yang menyebabkan “penghisapan atas manusia”. Nasib petani yang relatif belum berubah semenjak kolonialisme adalah sebagai objek eksploitasi, objek ekspresi, dan objek hegemoni. Cara produksi yang eksploitatif ini, pada tingkat masyarakat, membangun apa yang biasa disebut diferensiasi sosial. Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tingi daripada golongan lainya walaupun kenyatanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial. 2 Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat adalah sebagai berikut : (1) ketimpangan penguasaan lahan, (2) masuknya perusahaan tambang, (3) pertambahan penduduk, (4) berkembangnya sistem teknologi pertanian, dan (5) arus modernisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan terhadap bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal, kemudian menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan tujuan mengidentifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan dan melihat faktor-faktor yang memiliki peranan penting penyebab terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan serta bentuk diferensiasi sosial baik vertikal maupun horizontal dalam proses diferensiasi sosial. Oleh karena itu, penulisan studi pustaka ini mengangkat judul “Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Desa”. Tujuan Penulisan 1. 2. Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan antara lain sebagai berikut: Mengidentifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan Metode Penulisan Studi literatur merupakan metode yang dipilih untuk menyusun Laporan Studi Pustaka ini. Data sekunder diambil dari rujukan ilmiah seperti buku, jurnal-jurnal, prosiding seminar, buku rangkuman hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi, artikel dari kementerian Republik Indonesia, yang sesuai dengan topik penulisan Studi Pustaka. Data sekunder yang telah didapat disajikan dalam bentuk deskriptif dengan cara mengikhtisarkan dan menganalisis rujukan-rujukan ilmiah tersebut. Setelah pengikhtisaran dan analisis rujukan ilmiah, dilakukan penyusunan tulisan ilmiah sesuai dengan sistematika penulisan yang terdiri dari pendahuluan, ringkasan dan analisis, rangkuman dan pembahasan yang menjadi rujukan tinjauan pustaka, serta simpulan yang akan menghasilkan kerangka ilmiah dan rumusan masalah untuk penelitian. 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Judul : Transformasi Sistem Produksi Pertanian dan Struktur Agraria Serta Implikasinya terhadap Diferensiasi Sosial Dalam Komunitas Petani (Studi Kasus Pada Empat Komunitas Petani Kako Di Provinsi Sulawesi Tengah Dan Nangroe Aceh Darussalam) Tahun : 2008 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : U. Fadjar, M.T.F Sitorus, A.H. Dharmawan, S.M.P Tjondronegoro Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : Jurnal Agro Ekonomi Volume(Edisi): Hal : 26 (2): 209-233 Alamat URL/doi : http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JA E26-2e.pdf Tanggal diunduh : 19 September 2015 pukul 16.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian penulis dilakukan di dua komunikasi Provinsi Sulawesi Tengah dan dua lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penelitian ini dilakukan dengan diskusi kelompok, wawancara responden (30 responden per desa yang dipilih secara proporsional), pengamatan lapangan dan studi dokumen. Komunitas petani kakao telah mengalami transformasi sistem produksi pertanian dari perladangan berpindah ke pertanian menetap dan proses tersebut telah mempercepat transformasi struktur agraria. Namun demikian, masih kuatnya hubungan sosial produksi yang berpijak pada ikatan moral tradisional (terutama ikatan kekerabatan, pola pewarisan dan solidaritas lokal untuk menjaga kebutuhan minimum warga se-komunitas) turut mempertahankan penerapan pola “penguasaan sementara”, khususnya pola “bagi hasil”. Oleh sebab itu, meskipun mekanisme penguasaan sumberdaya agraria yang memberi jalan pada proses polarisasi dan stratifikasi berlangsung secara bersamaan tetapi struktur sosial komunitas petani kakao muncul memiliki tipe “stratifikasi” yang disertai dengan luas pemilikan sumberdaya agraria yang mulai timpang. 4 Pada sistem produksi pertanian baru yang lebih kapitalis (transisional) semakin dominan, maka terjadi transformasi struktur agraria. Transformasi tersebut akan bergerak dari penguasaan kolektif (collective ownership) menuju perorangan (private ownership). Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami diferensiasi. Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan merujuk pada gejala terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk struktur sosial yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang terpolarisasi. Berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, hasil sensus terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani kasus menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris muncul dalam komunitas petani kasus adalah: 1. Petani pemilik. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui mekanisme pemilikan tetap. 2. Petani pemilik+penggarap. Petani pada lapisan ini menguasau sumberdaya agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara. 3. Petani pemilik+penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini selain menguasi sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikan sementara juga menjadi buruh tani. 4. Petani pemilik+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang buruh tani. 5. Petani penggarap. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya hanya melalui mekanisme pemilikan sementara. 6. Petani penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang butuh tani. 7. Buruh tani. Petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya agraria, sehingga berada pada kategori tunakisma mutlak. Struktur sosial komunitas petani menunjukkan bahwa bentuk struktur sosial yang muncul merupakan struktur yang semakin terstratifikasi atau melipatnya subkelas komunitas petani menjadi banyak lapisan. Hasil sensus di empat komunitas petani kasus menunjukkan bahwa proporsi lapisan petani yang memiliki status sebagai petani pemilik (tunggal+kombinasi) masih dominan. Implikasi kebijakan dalam jangka pendek yaitu dengan pengaturan penguasaan semberdaya agraria dan dalam jangka panjang yaitu dengan pembukaan lapangan pekerjaan. 5 Analisis Pustaka Transformasi sistem produksi pertanian dari perladangan berpindah ke pertanian menetap yang mengusahakan tanaman komersial kakao telah mendorong proses transformasi struktur agraria. Dalam hal ini basis penguasaan sumberdaya agraria beralih dari pemilikan kolektif ke pemilikan perorangan berimplikasi terhadap diferensiasi sosial komunitas petani kakao. Jurnal ini menganalisis transformasi sistem produksi pertanian dan struktur agraria serta implikasinya terhadap diferensiasi sosial dalam komunitas petani. Peneliti menuliskan kerangka pemikiran dalam bentuk penjelasan bukan dalam bentuk gambar, sehingga tidak ada hipotesisnya. Metode penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Cross Tabs (SPSS) tanpa menggunakan kuesioner dalam metode survey. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah transformasi sistem produksi pertanian dari perladangan berpindah ke pertanian menetap atau pemilikan kolektif ke pemilikan perorangan yang berpengaruh terhadap diferensiasi sosial komunitas petani. 2. Judul : Kajian Dampak Sosial Ekonomi dan Manajemen Agraria di Wilayah Konsesi Pertambangan Batu Bara Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Laporan Penelitian Bentuk Pustaka : Cetak Nama Penulis : Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA, Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc, Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, Ir. Melani Abdulkadir-Sunito, M.Sc, Bayu Eka Yulian, SP Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : - Volume(Edisi): Hal : - Alamat URL/doi : - Tanggal diunduh : 12 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB 6 Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tenggarong, Tenggarong Seberang, dan Loa Kulu yang bertujuan untuk mengetahui dampak sosial, yaitu: perubahan livelihood, gaya hidup, konflik horizontal dan vertikal, stratifikasi sosial, dan budaya dalam kehidupan masyarakat lokal. Keberadaan perusahaan pertambangan batu bara di sekitar desa dapat memberikan dampak terhadap perikehidupan sosial-ekonomi-ekologi masyarakat lokal, baik itu positif maupun negatif. Terlebih lagi karakteristik pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara didominasi oleh model open pit mining (pertambangan terbuka). Model penambangan seperti itu akan merubah lanskap ekologi desa yang menjadi wilayah kuasa pertambangan. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung, dapat memberikan dampak pada perubahan livelihood system (strategi bertahan hidup atau mata pencaharian masyarakat). Pertambangan batu bara memberikan dampak pada kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan ekologi-struktur agraria masyarakat lokal. Karena masuknya kegiatan operasi pertambangan membawa sistem budaya korporat seiring dengan masuknya sejumlah orang dari luar sistem sosial masyarakat lokal. Disamping itu pula, pertambangan batu bara juga membutuhkan lahan untuk melangsungkan kegiatan pertambangan (pit mining dan sarana penunjang pertambangan seperti kantor, mess, stockfile, dan konvenyor). Usaha tambang telah mendorong munculnya beragam jenis usaha atau mata pencaharian yang baru. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan atau mata pencaharian di bidang jasa dan perdagangan sangat terlihat di Kelurahan Loa Tebu dan kemudian disusul Desa Embalut. Dengan kata lain, tambang telah menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial juga mengalami perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. Di era sekarang ini, para petani maupun buruh lepas perusahaan berada pada strata paling bawah, sedangkan para pedagang besar, pemborong, pengusaha batu bara, pengusaha jasa angkutan (bis dan truk) menempati strata paling atas. Sementara itu, karyawan perusahaan, pedagang, dan PNS menempati strata menengah. pendapatan masyarakat mengalami peningkatan setelah kegiatan pertambangan berlangsung. Dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat menurut hasil pengamatan lapang, memang dengan adanya aktivitas pertambangan ini, banyak memberikan kesempatan kerja dan kesempatan bisnis bagi masyarakat desa/kelurahan. Analisis Pustaka Kegiatan pertambangan batu bara memberikan dampak pada kehidupan sosialbudaya, ekonomi dan ekologi-struktur agraria masyarakat lokal. Karena masuknya kegiatan operasi pertambangan membawa sistem budaya korporat seiring dengan masuknya sejumlah orang dari luar sistem sosial masyarakat lokal menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial. Jurnal ini menganalisis Kegiatan pertambangan batu bara memberikan dampak pada kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan ekologistruktur agraria masyarakat lokal. Peneliti menganalisis menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan 7 kuesioner, namun dalam penelitian tidak disebutkan jumlah responden yang akan menjadi informan. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah dampak yang ditimbulkan kegiatan pertambangan terhadap kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan ekologi-struktur agraria masyarakat lokal. 3. Judul Tahun : Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan Komunikasi : 2014 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Ahmad Rudy Fardiyan Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : Jurnal Sosiologi Volume (Edisi): Hal : Vol. 14, No. 1: 59-68 Alamat URL/doi : http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=vi ewarticle&article=258238 Tanggal diunduh : 13 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini bertujuan untuk menekankan sifat holistik yaitu tidak mengabaikan konteks sejarah, politik-ekonomi, serta sosial-budaya yang melatarbelakangi fenomena yang diamati serta mengungkap sejumlah persoalan terkait dengan perilaku konsumtif masyarakat. Pemahaman terhadap perilaku konsumsi yang tinggi akan berdampak positif dalam meningkatkan perekonomian secara makro, menjadi suatu keniscayaan yang kuat. Dengan mengganti perspektif kita tentang perilaku konsumtif masyarakat kepada persoalan sosial dan komunikasi, maka kita akan melihat dampak lain yang disebabkan oleh perilaku konsumtif tersebut. Dampak yang lain tersebut berupa diferensiasi sosial yang timbul akibat perilaku konsumsi. Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kita mendengar tentang para selebritas yang gemar hidup mewah, membelanjakan apa saja yang mereka inginkan. Status mereka sebagai “selebritas” seolah-olah menjustifikasi mereka untuk menjadi individu yang konsumtif. 8 Diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam masyarakat yang ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek (produk) konsumsi. Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk menciptakan atau meneguhkan status sosialnya. Eksistensi dan status sosial seseorang tidak lagi ditentukan oleh keturunannya, atau oleh prestasi yang dibuatnya, melainkan ditentukan oleh apa dan berapa banyak yang ia konsumsi. Kesetaraan dan keadilan sosial diukur oleh kepemilikan atas produk konsumsi, suatu logika materialistik. Aktivitas konsumsi pada masyarakat konsumen sudah tidak menjadi aktivitas untuk memenuhi kebutuhan riil, melainkan aktivitas untuk menegaskan status sosial. Hal ini terjadi karena adanya rekayasa nilai pada konoditas. Jika pada aktivitas konsumsi dalam makna tradisional merupakan proses transfer nilaitukar dan nilaiguna dari objek komoditas, maka pada masyarakat konsumen yang terjadi adalah transfer nilai-simbol dan nilai-tanda. Analisis Pustaka Perilaku konsumsi yang tinggi akan berdampak positif dalam meningkatkan perekonomian secara makro, menjadi suatu keniscayaan yang kuat. Dampak lain yang ditimbulkan adalah berupa diferensiasi sosial yang ditimbulkan akibat perilaku konsumsi. Jurnal ini menganalisis dampak yang ditimbulkan akibat perilaku konsumsi yang tinggi berupa diferensiasi sosial. Peneliti hanya menganalisis menggunakan data sekunder berupa studi literatur penelitian sebelumnya sehingga data uji yang dihasilkan tidak terukur pasti karena tidak melibatkan observasi atau instrumen lain dalam melakukan penelitian. Penelitian ini tidak terdapat responden yang diuji atau diamati. Peneliti tidak menjelaskan jurnal tersebut termasuk penelitian kuantitatif dan kualitatif. Peneliti juga tidak menjelaskan rumusan masalah dan metode yang digunakan dalam penulisan jurnal tersebut. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perilaku konsumsi yang tinggi dapat meningkat perekonomian makro sehingga berdampak terhadap diferensiasi sosial di masyarakat berdasarkan status sosial serta kelas sosial. Peneliti menekankan bahwa diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di masyarakat. 4. Judul : Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Bertahan Masyarakat Sekitar Industri (Studi Kasus di Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik 9 Nama Penulis : Yeni Kurniawan Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : - Volume(Edisi): Hal : Vol 3, No 2 (2013) Alamat URL/doi : http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sosant/artic le/view/2943 Tanggal diunduh : 13 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Jetis yang terletak di Kecamatan Sukaharjo, Kabupaten Sukaharjo dengan tujuan untuk mengetahui strategi bertahan di masyarakat sekitar industri dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Perkembangan jaman saat ini semakin pesat, teknologi yang digunakan semakin maju, canggih dan modern. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi studi kasus ganda terpancang. Teknik pengambilan cuplikan menggunakan teknik purposive dengan snowball sampling. Uji validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi metode. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa. Keadaan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama pada kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan dan peningkatan. Berdirinya industri dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Dahulu, masyarakat memiliki sifat solidaritas sosial yang kuat. Namun, tanpa disadari keberadaan industri mengakibatkan solidaritas sosial mulai melemah. Ciri-ciri masyarakat pedesaan mulai memudar. Masyarakat semakin heterogen, individual, sibuk bekerja dan meninggalkan kegiatan sosial yang selama ini diikutinya. Karena pembagian kerja yang tinggi. Ranjabar 2006: 178-179) menyatakan bahwa, “pembangunan nasional adalah suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan masyarakat, yaitu transformasi dari budaya masyarakat agraris tradisional menuju budaya masyarakat industri modern dan masyarakat informasi yang tetap berkepribadian Indonesia”. Masyarakat Jetis termasuk masyarakat transisi. Maksudnya, wilayah ini mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Masyarakat Jetis mengalami perubahan dari masyarakat pedesaan (rural community) atau tradisional menuju masyarakat perkotaan (urban community) atau modern. Keberadaan industri di wilayah Jetis menjadikan masyarakat beralih profesi. Masyarakat yang tadinya 10 bekerja di sektor pertanian dan buruh bangunan beralih ke sektor non pertanian. Strategi ini digunakan untuk mengadaptasikan diri terhadap perubahan sosial dan ekonomi. Analisis Pustaka Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian. Jurnal ini menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap peningkatan mata pencaharian. Peneliti hanya menganalisis menggunakan metode kualitatif berupa data primer dan data sekunder penelitian sebelumnya sehingga data yang dihasilkan tidak melibatkan observasi atau instrumen lain dalam melakukan penelitian. Penelitian ini tidak terdapat responden yang diuji atau diamati. Peneliti menggunakan metode kualitatif tidak kuantitatif. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor nin pertanian berpengaruh terhadap peningkatan spesialisasi pekerjaan di masyarakat. 5. Judul : Kajian Struktur Sosial Masyarakat Nelayan di Ekosistem Pesisir Study of Social Structure of the Fisherman Community in Coastal Ecosystem Tahun : 2010 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Edi Susilo Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : Jurnal Wacana Volume(Edisi): Hal : Vol. 13 No.2. April 2010 Alamat URL/doi : http://karyailmiah.fp.ub.ac.id/fp/wpcontent/uploads/2012/11/176-320-1-PB-KSKKHY-Jurnal-Wacana-Vol13-No2-2010.pdf Tanggal diunduh : 20 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB 11 Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di ekosistem pesisir Karanggongso yang bertujuan untuk menganalisis perubahan sosial masyarakat dan dinamika kapasitas ruang dan titik kritis struktur sosial dalam ekosistem pesisir. Perspektif evolusioner menjelaskan perubahan masyarakat dari sederhana menjadi kompleks. Kajian evolusioner dalam struktur sosial berusaha memahami perkembangan masyarakat, dan memadukan pendekatan ekosistem diharapkan lebih kontekstual. Studi sebelumnya (Susilo et al, 1991, Susilo et al. 2003-2005) memberikan dasar pada tiga periodesasi perubahan. maksimum ruang struktur sosial. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pendekatan subyektifitas bersifat mikro sampai sangat makro. Pendekatan evolusioner Spencerian, menyatakan masyarakat berevolusi melalui diferensisasi struktural dan fungsional: (1) dari sederhana menuju kompleks, (2) dari tanpa bentuk ke keterkaitan antarbagian, (3) dari keseragaman (homogenitas) ke spesialisasi (heterogenitas), dan (4) dari ketidakstabilan ke stabil. Berbagai status yang memasuki struktur sosial di Karanggongso menjadi semakin banyak, yaitu: (1) investor (perikanan dan wisata), (2) pengujung wisata, (3) pengusaha warung makan, (4) nelayan andhon, (5) LPK, (6) Pengelola SD dan TK. Struktur pada masa isolasi mengalami perubahan dengan masuknya unsur-unsur baru dalam struktur. Perubahan struktur sosial tidak saja ditandai oleh masuknya status pembentuk struktur, tetapi juga oleh adanya perubahan sistem pemanfaatan sumberdaya, atau oleh sistem ekonomi masyarakat. Visualisasi struktural secara sederhana telah memberikan jawaban, bahwa bentuk semula dari suatu proses deferensisasi tidak akan kembali. Sedangkan pandangan evolusi yang disampaikan Parsons (1966) menyatakan bahwa paerubahan evolusi-oner sebagai sebuah peningkatan kapasitas adaptif (deferensiasi, keseimbangan, mengembangkan substruktur baru) adalah sebuah adaptive upgrading yang mengarah pada bagaimana struktur mampu mening-katkan kemampuan integrasinya. Penyebab utama perubahan struktur adalah masuknya unsur-unsur pembentuk struktur dari luar (individu, sistem), atau karena meningkatnya akses masyarakat terhadap perubahan di lingkungan lokal, misalnya sektor pertanian di hutan, pariwisata, atau pengolahan produk per-ikanan. Masyarakat Karanggongso mampu mengikuti perubahan yang terjadi di Teluk Prigi, maupun akses pada peluang bekerja di luar negeri. Analisis Pustaka Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian. Jurnal ini menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap peningkatan mata pencaharian. Peneliti hanya menganalisis menggunakan metode kualitatif berupa data primer dan data sekunder penelitian sebelumnya sehingga data yang dihasilkan tidak berdasarkan tidak melibatkan observasi atau instrumen lain dalam melakukan penelitian. Penelitian ini tidak terdapat responden yang diuji atau diamati. Peneliti tidak menjelaskan jurnal tersebut termasuk penelitian kuantitatif dan kualitatif. 12 Peneliti juga tidak menjelaskan rumusan masalah, tujuan, serta metode yang digunakan dalam penulisan jurnal tersebut. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor nin pertanian berpengaruh terhadap peningkatan spesialisasi pekerjaan di masyarakat. 6. Judul : Dinamika Tenur Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Sub Das Minraleng Hulu Kabupaten Maros Tahun : 2007 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Muh. Dassir Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - Nama Jurnal : Jurnal Hutan dan Masyarakat Volume(Edisi): Hal : 2(1): 151-167 Alamat URL/doi http://journal.unhas.ac.id/index.php/hm/article/vi : ew/34 Tanggal diunduh : 06 November 2015 pukul 16.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di daerah studi adalah Hulu Sub DAS Minraleng Kabupaten Maros, meliputi Kecamatan Cenrana, Kecamatan Camba, dan Kecamatan Mallawa dengan tujuan untuk perumusan kebijakan program sistem penguasaan lahan yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan perbaikan kualitas atau ekologi lahan wanatani. Penelitian ini merupakan penelitian “ex post fakto” yang bersifat sampling survei. Penentuan desa sampel dengan menggunakan metode cluster sampling. Perubahan sistem penguasaan tanah menyebabkan perubahan sistem produksi pertanian Amaluddin (1987). Sebelum tahun 1960, ada tiga jenis hak penguasaan tanah komunal, yaitu hak bengkok, hak banda desa, hak narawita; serta satu yang bersifat individual yaitu hak yasan. Hak narawita secara de facto sudah menjadi milik individual, sehingga penjualan tanah berkembang, peluang tunakisma untuk menggarap me-ngecil, dan mobilitas penguasaan cenderung terpolarisasi. Bersamaan dengan itu, sistem produksi yang semula dilandasi nilai-nilai tradisonal digantikan oleh sistem produksi komersial. 13 Timbulnya permasalahan ketimpangan penguasaan lahan tersebut menurut Hayami dan Kikuchi (1987), salah satu penyebabnya dikarenakan perbandingan antara tanah-tenaga kerja telah turun begitu cepat disebabkan oleh angka pertambahan penduduk yang demikian cepat. Lebih lanjut menurut Hayami dan Kikuchi (1987), perubahan sistem penguasaan tanah sangat terkait dengan perkembangan teknologi pertanian, struktur perekonomian desa, dan pada akhirnya terkait pula dengan struktur sosial masyarakat pedesaan. Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil atau kapitalis di Desa Timpuseng , berimplikasi pada perubahan tenurial ke arah individual yang sebelumnya individu-komunal pada saat masih menggunakan tenaga ternak sapi kombinasi tenaga manusia. Analisis Pustaka Dinamika tenurial yang terjadi pada Sub DAS Minraleng Hulu berpengaruh terhadap perumusan kebijakan program sistem penguasaan lahan yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan perbaikan kualitas atau ekologi lahan wanatani. Jurnal ini menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap peningkatan mata pencaharian. Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian bercorak komersil dan kapitalis di Desa Timpuseng. Peneliti menganalisis menggunakan metode cluster sampling sehingga tidak ada data survey dengan menggunakan kuesioner melainkan berupa data wawancara mendalam. Peneliti tidak menjelaskan jumlah responden karena seluruh petani menjadi informan dalam penelitian. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah dinamika tenurial yang terjadi pada Sub DAS Minraleng Hulu berpengaruh terhadap perumusan kebijakan program sistem penguasaan lahan yang menyebabkan terjadinya diferensiasi pemilikan lahan. 7. Judul : Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing : Studi kasus di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung Tahun : 2010 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Widiyanto, Arya Hadi Dharmawan, dan Nuraini W. Prasodjo Nama Editor : - Judul Buku : - Kota dan Nama Penerbit : - 14 Nama Jurnal : Jurnal Sodality Volume(Edisi): Hal : Vol. 04, No. 01 : 91-114 Alamat URL/doi : http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/ar ticle/viewArticle/5851 Tanggal diunduh : 27 Oktober 2015 pukul 17.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana strategi nafkah yang diterapkan dapat membangun sistem nafkah berkelanjutan (sustainable livelihood). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan informasi yang bersifat subyektif dan historis. Secara historis tembakau sudah memperoleh perhatian yang besar sebagai komoditi komersial sejak pemerintah Hindia Belanda. Temanggung juga dikenal sebagai wilayah di jawa yang terkenal sebagai penghasil tembakau sejak tahun 1746. Tembakau merupakan tanaman bebasyang diusahakan dan diperdagangkan tanpa campur tangan aparat desa, sehingga petani berhubungan langsung dengan pasar. Keterkaitan langsung dengan pasar membuat pedesaan telah mencapai tingkat komersialisasi. Strategi nafkah rumahtangga petani dibangun dari adaptasi berbagai risiko yang dihadapi dengan mengkombinasikan berbagai aset (alami, finansial, fisik, sumberdaya manusia, dan sosial). Pada petani berlahan luas dengan kepemilikan modal alami yang lebih besar akan berbeda dengan pola nafkah petani dengan lahan sempit. Petani berbasis tegal dan petani di lahan sawah memiliki persamaan strategi diantaranya adalah strategi solidaritas vertikal dan manipulasi komoditas. Beberapa sistem nafkah dibangun atas dasar moral kolektif, yaitu: strategi solidaritas vertikal, strategi solidaritas horizontal, strategi berhutang, dan strategi patronase. Tindakan ekonomi dalam menyusun nafkah rumahtangga petani dibentuk atas dasar etika dan moral. Pada kasus komunitas petani tembakau, etika sosial-kolektif masih tampak beberapa aktifitas ekonomi. Namun, demikian arus komersialisasi telah membentuk etika material-individu. Hayami dan Kikuchi (1982) juga membuktikan kelembagaan (pranata) telah mencegah polarisasi akibat pengaruh arus modernisasi. Modernisasi ternyata tidak menyebabkan pengkutuban kelas melainkan diferensiasi. Analisis Pustaka Transformasi strategi nafkah rumahtangga petani tembakau sosial-koletif ke individual-materialism memberikan pengaruh terhadap berkembangnya kapitalisme di komunitas pertanian tembakau. Peneliti menganalisis menggunakan metode kualitatif tanpa metode kuantitatif sehingga data yang diperoleh bersifat tidak obyektif. Peneliti tidak menjelaskan jumlah responden yang menjadi informan dalam penelitian. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah pengaruh modernisasi serta arus komersialisasi memberikan pengaruh terhadap strategi rumahtangga petani terutama petani berlahan sempit. 15 8. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi): Hal Alamat URL/doi Tanggal diunduh : Analisis Dampak Sosial (ANDASOS) untuk Ukuran Kinerja Pemerintahan : 2012 : Jurnal : Elektronik : Retor A.W. Kaligis : : : : Jurnal Insani : No. 12 : 67-74 : http://stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2430JURNAL%20INSANI%20STISIP%20Widuri% 20Juni%202012-Retor.pdf : 06 November 2015 pukul 17.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara sistematis dampak sosial yang mungkin terjadi sebagai akibat pembangunan atau proyek, baik bersifat retrospektif maupun prospektif. Untuk itu, Andasos perlu memiliki payung hukum agar kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan rakyat menjadi lebih terukur, komprehensif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Robert Chambers menyatakan, inti masalah kemiskinan terletak pada apa yang disebut deprivation trap. Deprivation trap itu terdiri dari lima ketidakberuntungan yang melilit kehidupan keluarga miskin, yaitu (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keterasingan, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan. Dalam komponen kepedudukan menunjukkan bahwa jumlah Penduduk, dengan asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin banyak diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan, semakin kecil intensitas dampak sosial yang diperkirakan, karena proyek dapat menggunakan tenaga kerja setempat. Hingga saat ini pemerintah belum mampu mengatasi paradoks antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Pembangunan sosial mengedepankan hak terhadap pembangunan dan hak asasi lainnya, serta hak dan tanggungjawab sosial untuk kemajuan bagi semua. Artinya, semua orang memiliki hak untuk mendapatkan hidup yang layak, dari terpenuhinya kebutuhan dasar sampai kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya. Berkaitan dengan pembangunan sosial, secara legalitas, Andasos perlu memiliki payung hukum tersendiri baik melalui UndangUndang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Daerah, untuk mengukur kinerja pemerintahan pusat dan daerah, serta proyek pembangunan. 16 Analisis Pustaka Dalam komponen kependudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk, dengan asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin semakin banyak diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan. Peneliti tidak menjelaskan rumusan masalah dan metode penelitian. Peneliti hanya menjelaskan secara deskriptif tanpa menggunakan metode secara kuantitatif. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah analisis dampak sosial untuk ukuran kinerja pemerintah yang memberikan pengaruh terhadap ekonomi, sosialbudaya, dan kependudukan di masyarakat. 9. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Mobilitas Sosial Petani Di Sentra Industri Kecil Kasus Di Surakarta 2012 Jurnal Elektronik Ravik Karsidi Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi): Hal Alamat URL/doi : : : - : : : - Tanggal diunduh : 1-9 http://ravik.staff.uns.ac.id/2008/04/22/mobilitassosial-petani-di-sentra-industri-kecil/ 08 November 2015 pukul 19.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di Surakarta. Pekerjaan industri kecil sering dipandang lebih "halus" dan tidak kasar dibandingkan sebagai pekerjaan bertani. Dari kajian teoritis, mobilitas sosial petani ke pengrajin tidak lepas dari kategorisasi masyarakat petani dan karakteristik mentalitasnya, baik yang masih primitif, peasant maupun farmer ( Marzali, 1995; Foster, 1967; dan Wolf,1966) masyarakat industri yang menggambarkan masyarakat modern perkotaan dengan segala ciri-cirinya. Klasifikasi pengrajin industri kecil di pedesaan tempat studi ini, dapat digolongkan menjadi: (1) buruh pengrajin, (2) pengrajin , dan (3) pengrajin pengusaha. Pertama: Buruh pengrajin adalah tenaga kerja yang dibayar oleh pemilik pekerjaan ( dalam hal ini oleh pengrajin), baik sebagai buruh harian atau buruh mingguan. Kedua: Pengrajin adalah mereka yang berusaha dalam industri kecil, baik sebagai pekerja sendiri maupun pengrajin yang dibantu oleh buruh. Ketiga: Pengrajin pengusaha (pedagang pengumpul) adalah pengrajin besar yang sudah berpengalaman dengan kecukupan modal tertentu bagi usahanya. Pendidikan "magang" menjadi kunci untuk memulai dalam proses alih pekerjaan 17 ini. Pada umumnya proses magang dimulai dengan seseorang mengikut kepada pengrajin dengan gaji ala kadarnya. Proses mengikut ini disebut sebagai "kenek," dan lama waktunya tidak dapat ditentukan kecuali tergantung pada kemampuan dan ketrampilan "kenek" tersebut. Proses magang yang menghantarkan petani ke pekerjaan baru sebagai pengrajin industri kecil, menghasilkan kualitas pengrajin yang bermacam-macam tingkatannya, tergantung pada motivasi masing-masing pemagang dan kesempatan yang diberikan oleh pendahulunya. Dari uraian diatas, transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri dapat dikatakan tidak linier, dalam arti sewaktu yang bersangkutan telah mulai bekerja di bidang industri kecil juga masih ada yang terus bekerja sebagai petani atau buruh tani. Dari uraian di atas, diketahui bahwa terjadinya transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri kecil dalam suatu desa yang semula merupakan desa pertanian, telah mengarah pada terbentuknya kondisi yang tidak saja terjadinya diferensiasi sosial tetapi juga terjadinya stratifikasi sosial. Semula pekerjaan yang dikenal oleh anggota masyarakat hanyalah petani dan/atau buruh tani, pegawai dan penganggur. Kini, kemudian muncul adanya kelompok sosial lain yaitu pengrajin dengan berbagai jenis dan lapisan, terdiri dari: buruh pengrajin, pengrajin dan pengrajin pengusaha. Itulah diferensiasi sosial yang terjadi. Diferensiasi sosial yang demikian ini muncul karena adanya perbedaan kekayaan atau pemilikan barang, harga diri, dan pekerjaan, yang kemudian mempertajam stratifikasi sosial. Manakah diantara petani dan pengrajin yang lebih tinggi kelas sosialnya, menjadi proses yang terus bergulir di masyarakat ini. Dengan banyaknya orang petani/buruh tani yang pindah pekerjaan sebagai pengrajin/buruh pengrajin di desa-desa sentra industri kecil, kemudian masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang lebih majemuk. Terjadinya transformasi pekerjaan petani ke pengrajin, telah memperjelas munculnya stratifikasi sosial ( setidaknya dalam kelas pekerja industri kecil itu), yaitu: adanya kelas buruh, kelas pengrajin dan kelas pedagang pengumpul/pengusaha. Ketiga pelapisan tersebut sekaligus membedakan status sosial diantara mereka. Keberhasilan magang industri di kalangan petani telah merubah deferensiasi sosial dan stratifikasi sosial pedesaan yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok sosial pengrajin dengan berbagai jenis dan lapisan. Dalam perkembangannya kelas sosial petani yang dianggap tinggi tergeser oleh pengrajin. 18 Analisis Pustaka Pendidikan "magang" menjadi kunci untuk memulai dalam proses alih pekerjaan ini. Keberhasilan magang industri di kalangan petani telah merubah deferensiasi sosial dan stratifikasi sosial pedesaan yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok sosial pengrajin dengan berbagai jenis dan lapisan. Terjadinya transformasi pekerjaan petani ke pengrajin, telah memperjelas munculnya stratifikasi sosial ( setidaknya dalam kelas pekerja industri kecil itu), yaitu: adanya kelas buruh, kelas pengrajin dan kelas pedagang pengumpul atau pengusaha. Ketiga pelapisan tersebut sekaligus membedakan status sosial diantara mereka. Peneliti tidak menuliskan metode dalam penulisan penelitian secara kualitatif atau kuantitatif. Peneliti tidak menjelaskan rumusan masalah, metode, dan tujuan penelitian dalam jurnal tersebut. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah keberhasilan magang di industri telah merubah deferensiasi sosial dan stratifikasi sosial pedesaan yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok sosial pengrajin dengan berbagai jenis dan lapisan. 10. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): Hal Alamat URL/doi Tanggal diunduh : Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan Lokal Masyarakat Akibat Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur : 2009 : Jurnal : Elektronik : Eko Harri Yulianto : : : : : Vo. 1. No.7 : 39-46 : https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/ 2012/03/jurnal-vol-7-no-1-eko.pdf : 07 November 2015 pukul 19.00 WIB Ringkasan Pustaka: Penelitian ini dilakukan di Desa Semuntai, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur yang bertujuan untuk mengkaji secara mendalam pengaruh perkembangan industri perkebunan kelapa sawit terhadap sistem struktur sosial yang mencakup stratifikasi sosial dan kepemimpinan lokal. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Paser, baik dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. 19 Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif (kualitative approach). Responden dan informan dipilih secara sengaja atas pertimbangan keterwakilan aspek permasalahan. Perkembangan perkebunan kelapa sawit memang selalu menghadapi berbagai persoalan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Adapun dari sekian banyak aspek kehidupan sosial masyarakat Paser yang diduga telah mengalami perubahan yang sekaligus menjadi fokus dalam riset ini adalah perubahan struktur social dan kepemimpinan lokal yang digambarkan dengan terjadinya perubahan dalam sistem lapisan masyarakat. Menurut Blau dalam Turner (1998) mengelompokkan basis parameter pembedaan struktur menjadi dua, yaitu gradual dan nominal, parameter gradual membagi komunitas ke dalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang menciptakan perbedaan kelas seperti kekuasaan, keturunan/kasta, tingkat pendidikan, kekayaan, prestise dan usia. Pengelompokan ini bersifat vertical (stratifikasi) yang akan melahirkan berbagai “lapisan”. Parameter berikutnya yaitu parameter nominal, parameter ini membagi komunitas menjadi sub-sub bagian atas dasar batas yang cukup jelas seperti agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, politik dan sebagainya. Pengelompokan parameter ini bersifat horizontal (diferensiasi sosial) dan akan melahirkan berbagai “golongan”. Weber dalam Johnson (1986) menggambarkan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi power (kekuasaan), previllege (hak istimewa/khusus) dan prestise (kehormatan/wibawa). Mengacu konsep Weber tentang stratifikasi, pada periode praindustri stratifikasi saat itu yang paling menonjol adalah lebih di dasarkan kepada basis power. Keluarga kesultanan menduduki tingkatan strata paling atas karena memiliki kekuasaan terhadap pemerintahan pada saat itu, sedangkan yang menduduki strata tengah yaitu bangsawan arab dan bugis. Bangsawan arab memiliki strata setingkat dari pada bangsawan bugis karena Sultan Paser berasal dari bangsawan Arab yang menikah dengan raja Paser pertama yaitu puteri betung dan bangsawan bugis merupakan golongan komunitas pelarian dari kerajaan Gowa yang mengasingkan diri dan bersedia patuh pada kesultanan Pase. Dalam suatu komunitas masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang berbeda peran sosialnya. Sebagian kecil akan terbentuk sebagai kelompok yang memimpin dan sebagian besar akan terbentuk pula seseorang yang terpimpin. Perbedaan horizontal ini menekankan pada aspek jenis kedudukan satu terhadap yang lainnya, mewujudkan gejala diferensiasi sosial. Perbedaan vertikal yang menekankan pada aspek tinggi rendahnya kedudukan sehingga tercipta adanya ranking (hierarkhis) akan mewujudkan gejala stratifikasi sosial atau pelapisan sosial (Koentjaraningrat, 1996). Setelah berkembang industri perkebunan kelapa sawit di Semuntai, mulai bermunculan individu-individu lain yang juga memiliki pengaruh di mata masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk adalah yang memiliki kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya. Berkembangnya industri menyebabkan terbentuknya strata masyarakat baru. Strata masyarakat tradisional orang paser berbasiskan pada power, setelah berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit di semuntai strata lebih di dasarkan atas previllage. Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan berkurangnya pengaruh dan peranan pemimpin desa baik formal maupun non formal dalam 20 masyarakat sebagai bentuk pergeseran peran kepemimpinan lokal di Desa Semuntai. Analisis Pustaka Berkembangnya industri kelapa sawit di Desa Semuntai memberikan pengaruh di mata masyarakat yang dibedakan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya serta berkurangnya peran pemimpin desa baik formal maupun non formal sebagai bentuk pergeseran peran kepemimpinan. Peneliti menganalisis menggunakan metode kualitatid dengan mempelajari fenomena yang ada di masyarakat sehingga penelitian tidak secara objektif. Peneliti tidak menjelaskan jumlah responden yang akan menjadi informan dalam penelitian. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit menyebabkan terbentuknya strata masyarakat baru. Perbedaan horizontal mewujudkan gejala diferensiasi sosial. Sedangkan perbedaan vertikal menyebabkan pelapisan sosial. 21 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat terutama kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan dan peningkatan. Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami diferensiasi. Diferensiasi sosial atau struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah berkaitan dengan banyaknya pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat tanpa menempatkannya dalam jenjang hierarkis. Maka dapat pula disimpulkan bahwa struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah gambaran dari heterogenitas sosial masyarakatnya. Sehubungan dengan konsep diferensiasi sosial ini, secara teoritik dirumuskan bahwa semakin maju atau modern suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat diferensiasinya. Sebaliknya semakin bersahaja masyarakatnya, semakin rendah pula tingkat diferensiasinya. Masyarakat desa adalah masyarakat yang realtif bersahaja dibanding dengan masyarakat kota pada umumnya. Secara umum, memahami diferensiasi sosial masyarakat desa di Indonesia, hendaknya memahami pluralitas masyarakat Indonesia dalam berbagai dimensi dan aspeknya. Juga perlu dipahami aspek kesejarahan yang menjadi titik tolak untuk memahami keaslian strutktur sosial masyarakat desa kita secara umum. Secara umum perlu dibedakan antara desa yang ikatan sosial masyarakatnya lebih dipegaruhi oleh genealogis (darah) yang umumnya terdapat di luar Jawa1. Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainya walaupun kenyataanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial. Dalam suatu komunitas masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang berbeda peran sosialnya. Sebagian kecil akan terbentuk sebagai kelompok yang memimpin dan sebagian besar akan terbentuk pula seseorang yang terpimpin. Perbedaan horizontal ini menekankan pada aspek jenis kedudukan satu terhadap yang lainnya, mewujudkan gejala diferensiasi sosial. Perbedaan vertikal yang menekankan pada aspek tinggi rendahnya kedudukan sehingga tercipta adanya ranking (hierarkhis) akan mewujudkan gejala stratifikasi sosial atau pelapisan sosial (Koentjaraningrat, 1996). Berdasarkan hasil ringkasan pada aspek horizontal dijelaskan terjadinya perubahan masyarakat tradisional menjadi masyarakat perkotaan yang dipengaruhi oleh 1 Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yoyakarta [ID]. 119-124 22 berkembangnya teknologi dan arus modernisasi menyebabkan diferensiasi mata pencaharian berdasarkan penggolongan pekerjaan. Fakta yang terjadi di masyarakat Jetis mengalami perubahan dari masyarakat pedesaan (rural community) atau tradisional menuju masyarakat perkotaan (urban community) atau modern. Keberadaan industri di wilayah Jetis menjadikan masyarakat beralih profesi. Masyarakat yang tadinya bekerja di sektor pertanian dan buruh bangunan beralih ke sektor non pertanian. Strategi ini digunakan untuk mengadaptasikan diri terhadap perubahan sosial dan ekonomi. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian Sedangkan hasil ringkasan jurnal diatas pada aspek vertikal dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut: (1) Penggolongan berdasarkan kepemilikan harta menyebabkan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifikasi sosial juga mengalami perubahan karena adanya perbedaaan strata bawah dan strata paling atas yang semakin mencolok; Menurut hasil penelitian (Kinseng A R et all 2013) masuknya perusahaan tambang telah menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial juga mengalami perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. (2) Perbedaan status sosial dan kelas sosial antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam proses konsumsi sumberdaya; Diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam masyarakat yang ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek (produk) konsumsi. Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk menciptakan atau meneguhkan status sosialnya. Eksistensi dan status sosial seseorang tidak lagi ditentukan oleh keturunannya, atau oleh prestasi yang dibuatnya, melainkan ditentukan oleh apa dan berapa banyak yang ia konsumsi. Kesetaraan dan keadilan sosial diukur oleh kepemilikan atas produk konsumsi, suatu logika materialistik (3) Transformasi pekerjaan dari pertanian ke non pertanian (pengrajin) menyebabkan bukan hanya diferensiasi sosial tetapi juga stratifikasi sosial; Dalam perkembangannya kelas sosial petani yang dianggap tinggi tergeser oleh pengrajin. Weber dalam Johnson (1986) dalam Yulianto E.H (2009) menggambarkan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi power (kekuasaan), previllege (hak istimewa atau khusus) dan prestise (kehormatan atau wibawa).Mengacu konsep Weber tentang stratifikasi, pada periode pra-industri stratifikasi saat itu yang paling menonjol adalah lebih di dasarkan kepada basis power. (4) Berkembangnya industri perkebunan; dan Hasil ringkasan jurnal diatas menjelaskan bahwa setelah berkembang industri perkebunan kelapa sawit di Semuntai, mulai bermunculan individu-individu lain yang juga memiliki pengaruh di mata masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk adalah yang memiliki kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang 23 dimilikinya. Berkembangnya industri menyebabkan terbentuknya strata masyarakat baru. Strata masyarakat tradisional orang paser berbasiskan pada power, setelah berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit di semuntai strata lebih di dasarkan atas previllage. (5) Ketimpangan penguasan lahan. Timbulnya permasalahan ketimpangan penguasaan lahan tersebut menurut Hayami dan Kikuchi (1987), salah satu penyebabnya dikarenakan perbandingan antara tanahtenaga kerja telah turun begitu cepat disebabkan oleh angka pertambahan penduduk yang demikian cepat. Lebih lanjut menurut Hayami dan Kikuchi (1987), perubahan sistem penguasaan tanah sangat terkait dengan perkembangan teknologi pertanian, struktur perekonomian desa, dan pada akhirnya terkait pula dengan struktur sosial masyarakat pedesaan. Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil. Transformasi yang bergerak dari penguasaan kolektif (collective ownership) menuju perorangan (private ownership). Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami diferensiasi. Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan merujuk pada gejala terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk struktur sosial yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang terpolarisasi. Berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, hasil sensus terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani kasus menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris muncul dalam komunitas petani kasus adalah: 1. Petani pemilik. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui mekanisme pemilikan tetap. 2. Petani pemilik+penggarap. Petani pada lapisan ini menguasau sumberdaya agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara. 3. Petani pemilik+penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini selain menguasi sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikan sementara juga menjadi buruh tani. 4. Petani pemilik+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang buruh tani. 5. Petani penggarap. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya hanya melalui mekanisme pemilikan sementara. 6. Petani penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang butuh tani. 7. Buruh tani. Petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya agraria, sehingga berada pada kategori tunakisma mutlak. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa diferensiasi sosial dibagi dalam dua aspek yaitu aspek horizontal dan aspek vertikal. Pada aspek horizontal terdiri dari: agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, dan politik. Terdapat 24 diferensiasi mata pencaharian secara aspek horizontal yaitu penggolongan pekerjaan yang disebabkan oleh arus modernisasi dan berkembangnya sistem teknologi di masyarakat pedesaan. Sedangkan pada aspek vertikal terdiri dari: kekuasaan, keturunan, tingkat pendidikan, kekayaan, prestise, dan usia. Terdapat beberapa penemuan dalam hasil ringkasan pada aspek vertikal diferensiasi sosial yakni: penggolongan kepemilikan harta milik, perbedaan proses konsumsi sumberdaya, transformasi pekerjaan dari pertanian ke non pertanian berakibat pada perbedaan kelas sosial, berkembangnya industri perkebunan, dan ketimpangan penguasaan lahan. Aspek diferensiasi sosial baik vertikal maupun horizontal disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Diferensiasi Sosial Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan merujuk pada gejala terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk struktur sosial yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang terpolarisasi. Transformasi perubahan produksi pertanian tersebut menyebabkan struktur sosial di masyarakat pedesaan terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Memahami diferensiasi sosial ini berbicara mengenai masyarakat desa dengan tingkat diferensiasi yang tidak tinggi atau tidak kompleks. Berdasarkan hal demikian penting untuk memahami pluralitas subyek menurut Smith dan Zopf dalam Rahardjo pada semua kelompok. Artinya, pengelompokkan mensyaratkan adanya pluralitas dalam elemen-elemen pembentuknya. Dalam hal ini dapat dirumuskan bahwa pluralitas subyek menjadi salah satu faktor determinan terhadap tingkat diferensiasi atau heterogenitas masyarakat. semakin tinggi pluralitasnya, semakin tinggi pula diferensiasi atau heterogenitas sosial masyarakat itu. Dapat disimpulkan bahwa pluralitas masyarakat disebabkan karena proses pertambahan penduduk yang selalu mengalami peningkatan di masyarakat pedesaan. Selain itu, perusahaan tambang telah mendorong munculnya beragam jenis usaha atau mata pencaharian yang baru. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan atau mata pencaharian di bidang jasa dan perdagangan sangat terlihat di Kelurahan Loa Tebu dan kemudian disusul Desa Embalut. Dengan kata lain, tambang telah menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial juga mengalami perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. Di era sekarang ini, para petani maupun buruh lepas perusahaan berada pada strata paling bawah, sedangkan para pedagang besar, pemborong, pengusaha batu bara, pengusaha jasa angkutan (bis dan truk) menempati strata paling atas. Diferensiasi merujuk pada proses dimana seperangkat aktivitas sosial yang dibentuk oleh sebuah institusi sosial yang terbagi di antara institusi sosial yang berbeda-beda. Diferensiasi juga menggambarkan terjadinya peningkatan spesialisasi bagian-bagian masyarakat yang diikuti terjadinya peningkatan heterogenitas di dalam masyarakat desa. Berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, diferensiasi sosial masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) yang berlangsung akan menunjuk pada gejala terjadinya penambahan kelas-kelas petani. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta 25 membuka usaha jasa. Keberadaan industri menjadikan masyarakat beralih profesi. Diketahui bahwa terjadinya transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri kecil dalam suatu desa yang semula merupakan desa pertanian, telah mengarah pada terbentuknya kondisi yang tidak saja terjadinya diferensiasi sosial tetapi juga terjadinya stratifikasi sosial. Ranjabar 2006: 178-179 dalam Kurniawan Y menyatakan bahwa, “pembangunan nasional adalah suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan masyarakat, yaitu transformasi dari budaya masyarakat agraris tradisional menuju budaya masyarakat industri modern dan masyarakat informasi yang tetap berkepribadian Indonesia”. Masyarakat Jetis termasuk masyarakat transisi. Maksudnya, wilayah ini mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Masyarakat Jetis mengalami perubahan dari masyarakat pedesaan (rural community) atau tradisional menuju masyarakat perkotaan (urban community) atau modern. Keberadaan industri di wilayah Jetis menjadikan masyarakat beralih profesi Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tingi daripada golongan lainya walaupun kenyatanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial. Perubahan sistem penguasaan tanah menyebabkan perubahan sistem produksi pertanian Amaluddin (1987) dalam Dassir M (2007). Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil atau kapitalis. Hayami dan Kikuchi (1982) dalam Widiyanto et all (2010) juga membuktikan kelembagaan (pranata) telah mencegah polarisasi akibat pengaruh arus modernisasi. Menurut (Fardiyan 2014) diferensiasi sosial terjadi akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam masyarakat yang ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek (produk) konsumsi. perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk menciptakan atau meneguhkan status sosialnya. Modernisasi ternyata tidak menyebabkan pengkutuban kelas melainkan diferensiasi. Transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri kecil dalam suatu desa yang semula merupakan desa pertanian, telah mengarah pada terbentuknya kondisi yang tidak saja terjadinya diferensiasi sosial tetapi juga terjadinya stratifikasi sosial. Diferensiasi sosial yang demikian ini muncul karena adanya perbedaan kekayaan atau pemilikan barang, harga diri, dan pekerjaan, yang kemudian mempertajam stratifikasi sosial. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial berdasarkan hasil ringkasan jurnal diatas adalah sebagai berikut: masuknya perusahaan tambang, pertambahan penduduk, berkembangnya sistem teknologi pertanian, dan arus modernisasi. 26 Hasil Rangkuman dan Pembahasan Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial berdasarkan hasil ringkasan jurnal diatas adalah sebagai berikut: (1) masuknya perusahaan tambang, (2) pertambahan penduduk , (3) berkembangnya sistem teknologi pertanian, dan (4) arus modernisasi. Faktor-faktor diatas yang mempengaruhi diferensiasi sosial yang menjadikan terjadinya penggolongan diferensiasi baik secara vertikal maupun horizontal. Diferensiasi sosial terjadi secara aspek vertikal dan aspek horizontal. Perbedaaan kelas secara horizontal menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial meliputi: agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, politik dan sebagainya. Sedangkan secara vertikal menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial meliputi: kekuasaan, keturunan, tingkat pendidikan, kekayaan, prestise dan usia. Pengelompokkan secara vertikal melahirkan berbagai “lapisan” sosial di masyarakat pedesaan. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan hasil review jurnal yang telah saya rangkum dan analisis, ditemukan beberapa hal menarik dan tambahan yang akan penulis perdalam dalam penelitian. Penulisan studi pustaka ini akan berlanjut kepada penelitian baru yang lebih fokus mengkaji identifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan dan faktor-faktor pendorong terjadinya proses diferensiasi sosial serta hubungannya dengan diferensiasi sosial dilihat dari aspek horizontal dan aspek vertikal. Berikut adalah perumusan pertanyaan penelitian dari hasil studi pustaka ini adalah: 1. Bagaimana diferensiasi sosial yang terjadi di masyarakat pedesaan? 2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan? Usulan Kerangka Analisis Baru Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial. Pada usulan kerangka analisis baru ini difokuskan pada identifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan dan faktor faktor yang mendorong terjadinya proses diferensiasi sosial dianalisis secara aspek horizontal dan aspek vertikal. 27 Gambar 1 Usulan Kerangka Analisis Baru Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial, seperti: Diferensiasi Sosial 1. Arus modernisasi 2. Pertambahan Penduduk 3. Masuknya perusahaan 4. Berkembangnya teknologi : Saling Mempengaruhi Aspek Horizontal -Agama -Ras -Jenis Kelamin -Pekerjaan -Marga -Politik Aspek Vertikal -Kekuasaan -Keturunan -Tingkat Pendidikan -Kekayaan -Prestise -Usia -Penguasaan lahan 28 DAFTAR PUSTAKA Darwis V. 2008. Keragaan Penguasaan Lahan sebagai Faktor Utama Penentu Pendapatan Petani. [Jurnal]. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Dassir M. 2007. Dinamika Tenur dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Sub Das Minraleng Hulu Kabupaten Maros. [Jurnal]. Maros [ID]. Hutan dan Masyarakat, 2(1): 151-167. [Diakses pada 06 November 2015 pukul 16.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://journal.unhas.ac.id/index.php/hm/article/view/34 Fadjar U et all. 2008. Transformasi Sistem Produksi Pertanian dan Struktur Agraria serta Implikasinya terhadap Diferensiasi Sosial dalam Komunitas Petani. [Jurnal]. Agro Ekonomi, Volume 26 No 2, Oktober 2008 : 209-233. [Diakses pada 19 September 2015 pukul 16.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE26-2e.pdf Fardiyan A R. 2014. Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan Komunikasi. [Jurnal]. Sosiologi, Vol. 14, No. 1: 59-68. [Diakses pada 13 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=258238 Fauzi N. 1999. Petani dan Penguasa. Yogyakarta [ID]. Insist, KPA dan Pustaka Belajar. Husken F. 1998. Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman Sejarah Diferensiasi Sosial Jawa 1830-1980. Jakarta [ID]. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Kaligis R. 2012. Analisis Dampak Sosial (ANDASOS) untuk Ukuran Kinerja Pemerintahan. [Jurnal]. Insani, No. 12 : 67-74. Karsidi R. 2012. Mobilitas Sosial Petani di Sentra Industri Kecil. [Jurnal]. Surakarta [ID]. Universitas Sebelas Maret. [Diakses pada 08 November 2015 pukul 19.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://ravik.staff.uns.ac.id/2008/04/22/mobilitassosial-petani-di-sentra-industri-kecil/ Kinseng R et all. 2013. Kajian Dampak Sosial Ekonomi dan Manajemen Agraria di Wilayah Konsesi Pertambangan Batu Bara. [Laporan Penelitian]. Sulawesi [ID]. Program kajian Agraria-PSP3, LPPM Institut Pertanian Bogor. Kolopaking L, Dharmawan A et all . 2003. Sosiologi Umum. Bogor [ID]. Jurusan Sosial Ekonomi, FAPERTA, IPB. Kurniawan Y. 2013. Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Bertahan Masyarakat Sekitar Industri. [Jurnal]. Sukoharjo [ID]. Vol 3, No 2 (2013). Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta [ID]. Gadjah Mada University Press. Sihaloho M, Purwandari H, Supriyadi A. 2009. Reforma Agraria di Bidang Pertanian: Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Pekebun di Lebak, Banten. Sodality. 3(1). 1 – 16. Susilo E. 2010. Kajian Struktur Sosial Masyarakat Nelayan di Ekosistem Pesisir. [Jurnal]. Karanggingso [ID]. Wacana, Vol. 13 No.2. April 2010. [Diakses pada 20 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://karyailmiah.fp.ub.ac.id/fp/wp-content/uploads/2012/11/176-320-1-PBKSK-KHY-Jurnal-Wacana-Vol13-No2-2010.pdf 29 Widodo S. Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. [Jurnal]. Depok [ID]. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Juli 2011: 1020. Widiyanto et all. 2010. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing. [Jurnal]. Bogor [ID]. Sodality, Vol. 04, No. 01 : 91-114. [Diakses pada 27 Oktober 2015 pukul 17.00 WIB]. Tersedia pada alamat: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewArticle/5851 Yulianto E H. 2009. Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan Lokal Masyarakat Akibat Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit. [Jurnal]. Kalimantan Timur [ID]. Vo. 1. No.7. 2010 : 39-46. [Diakses pada 07 November 2015 pukul 19.00 WIB]. Tersedia pada alamat: https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-7-no-1eko.pdf 30 RIWAYAT HIDUP Ade Febryanti dilahirkan di Bengkulu Utara pada tanggal 22 Februari 1994, dari pasangan Ruki Yanto dan Sukris Wati. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah TK PKK Sukamakmur (1999-2000), SDN 08 Putri Hijau (2000-2006), SMPIT Baitussallam Kadungora (2006-2009), dan SMAIT Assyifa Boarding School (20092012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, melalui jalur Seleksi Uji Talenta Masuk IPB (UTM). Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi, Anggota Departemen PSDM BEM TPB 49 (2012-2013), Anggota Public Relation BEM FEMA IPB (2013-2014), Anggota Event Organizer Training dan Outbond ATOM INDONESIA (2014-sekarang), dan Anggota FLP Bogor (2015-sekarang). Selain itu penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan di dalam kampus, yaitu Ketua PDD acara Gravitasi (2013), Anggota Logstran acara BEM TPB CUP (2013), Sekertaris acara SILIKA (2013), SG acara MPKMB 50 (2013), Sekertaris acara Fema Go Public (2014), dan Anggota Humas acara LES 8 (Leadership Enterpreneur School) (2014).