proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN
ADE FEBRYANTI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul
“Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan” benar-benar hasil karya
saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan
Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini di buat dengan sesungguhnya dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Bogor, 14 Desember 2015
Ade Febryanti
NIM. I34120144
iii
ABSTRAK
ADE FEBRYANTI. Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan. Di
bawah bimbingan RILUS A. KINSENG.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial di
masyarakat pedesaan berdampak terhadap diferensiasi sosial baik secara vertikal
maupun horizontal. Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini
adalah metode analisa terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi
pustaka. Hasil dari penulisan studi pustaka ini mengungkapkan bahwa diferensiasi
sosial dipicu oleh faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi masyarakat
pedesaan. Pada penulisan ini di spesifikasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi
diferensiasi sosial, diferensiasi sosial baik aspek vertikal (kekayaan, kedudukan,
kekuasaan, tingkat pendidikan, prestise, dan usia) dan aspek horizontal (agama,
ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, dan politik) di masyarakat pedesaan.
Kata kunci: Diferensiasi Sosial, Aspek Vertikal, Aspek Horizontal
ABSTRACT
ADE FEBRYANTI. Social Differentiation Process in Rural Society. Supervise
by RILUS A. KINSENG.
Many factors affecting the process of differentiation affairs in rural communities
that effect on social differentiation whether vertically and horizontally. Methods
used in writing the literature study this is the method analysis of secondary data
relevant on the topic of the literature study.The result of writing the literature
study it expresses differentiation social that triggered by driving faktor-faktor
affecting rural communities. In writing this specifications on faktor-faktor
affecting differentiation social, differentiation good vertical social aspects (
wealth, position, power, levels of education, prestige, and age ) and a horizontal (
religion, race, sex, work, genera, and political ) in rural communities.
Keyword : Social Differentiation, Vertical Aspect, Horizontal Aspect
iv
PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN
Oleh
ADE FEBRYANTI
I34120144
Laporan Studi Pustaka
sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Ade Febryanti
Nomor Pokok
: I34120144
Judul
: Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc.
Ketua Departemen
Tanggal Pengesahan: _______________
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Studi Pustaka berjudul “Proses Diferensiasi Sosial di Masyarakat
Pedesaan” dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi
syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains
Komunikasi dan Perngembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Rilus A. Kinseng
sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses
penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga
menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Sukris Wati dan Bapak Ruki
Yanto, orang tua tercinta yang selalu berdoa dan senanatiasa melimpahkan kasih
sayangnya untuk penulis. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terimakasih
kepada teman-teman, terutama penghuni Bateng 23, Hanifah Firda, Eka Puspita
Sari dan Fenny Febri Krisdayanti yang telah memberi semangat dan menemani
penulis dalam proses penulisan laporan ini.
Semoga laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, 14 Desember 2015
Ade Febryanti
NIM. I34120144
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................iii
PROSES DIFERENSIASI SOSIAL DI MASYARAKAT PEDESAAN ....................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. v
PRAKATA ....................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................viii
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
Metode Penulisan .............................................................................................. 2
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................... 3
Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan ................................................. 21
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Diferensiasi Sosial ................. 24
Hasil Rangkuman dan Pembahasan .............................................................. 26
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ......................................... 26
Usulan Kerangka Analisis Baru ..................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 30
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Usulan Kerangka Analisis Baru............................................................26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi masyarakat selalu mengalami perubahan. Berbagai faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan di masyarakat terutama masyarakat pedesaan.
Keadaan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama pada
kehidupan sosial ekonomi yang mengalami perubahan dan peningkatan. Bentuk
perubahan yang terjadi di masyarakat pedesaan adalah diferensiasi sosial. Konsep
diferensiasi sosial lebih menekankan pada adanya sejumlah kedudukan dan peranan
yang berbeda dalam masyarakat yang memberikan kemampuan mengakses sumber daya
(kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dll) secara berbeda-beda Calhoun (1994) dalam
Kolopaking (2003) Dapat saja kedudukan dalam masyarakat (secara sosial) tertentu
mempunyai akses yang tinggi pada salah satu sumber daya tersebut sekaligus, misalnya
bankir (pendapatannya tinggi, kekuasaan besar dan gengsinya tinggi), sedangkan status
sosial yang mempunyai akses rendah pada hampir semua sumberdaya itu, misalnya
petani tak bertanah atau tunakisma. Diferensiasi merujuk pada proses dimana
seperangkat aktivitas sosial yang dibentuk oleh sebuah institusi sosial terbagi di antara
institusi sosial yang berbeda-beda. Diferensiasi sosial juga menggambarkan terjadinya
peningkatan spesialisasi bagian-bagian masyarakat yang diikuti terjadinya peningkatan
heterogenitas di dalam masyarakat desa.
Menurut Fauzi (1999:244) diferensiasi sosial adalah proses penggolongan di dalam
masyarakat berdasarkan penguasaan terhadap alat-alat produksi dan modal, termasuk
tanah. Diferensiasi sosial selalu menghasilkan korban pada golongan terbawah, yakni
petani kecil, petani tak bertanah atau buruh tani dalam hal akses lahan dan akses modal
yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani. Prinsip land reform, dalam
UUPA dinyatakan pada pasal 17, tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki
oleh seorang petani, supaya dapat mencukupi secara layak bagi diri sendiri dan
keluarganya, kemudian tercantum pula batas maksimum luas tanah yang dapat dimiliki
oleh seseorang dengan hak milik, yang bermaksud untuk mencegah penguasaan tanah
luas pada segelintir orang. UUPA 1960 menentang strategi kapitalisme, karena
kapitalisme melahirkan kolonialisme yang menyebabkan “penghisapan atas manusia”.
Nasib petani yang relatif belum berubah semenjak kolonialisme adalah sebagai objek
eksploitasi, objek ekspresi, dan objek hegemoni. Cara produksi yang eksploitatif ini,
pada tingkat masyarakat, membangun apa yang biasa disebut diferensiasi sosial.
Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap
perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada
klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada
golongan dari pembagian tersebut yang lebih tingi daripada golongan lainya walaupun
kenyatanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih
tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan
horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama
disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat
berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.
2
Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada
perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas
yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau
perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat
adalah sebagai berikut : (1) ketimpangan penguasaan lahan, (2) masuknya perusahaan
tambang, (3) pertambahan penduduk, (4) berkembangnya sistem teknologi pertanian,
dan (5) arus modernisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat
pedesaan terhadap bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal,
kemudian menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan tujuan mengidentifikasi diferensiasi
sosial di masyarakat pedesaan dan melihat faktor-faktor yang memiliki peranan penting
penyebab terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan serta bentuk diferensiasi
sosial baik vertikal maupun horizontal dalam proses diferensiasi sosial. Oleh karena itu,
penulisan studi pustaka ini mengangkat judul “Proses Diferensiasi Sosial di
Masyarakat Desa”.
Tujuan Penulisan
1.
2.
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan antara lain sebagai berikut:
Mengidentifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses diferensiasi sosial
di masyarakat pedesaan
Metode Penulisan
Studi literatur merupakan metode yang dipilih untuk menyusun Laporan Studi
Pustaka ini. Data sekunder diambil dari rujukan ilmiah seperti buku, jurnal-jurnal,
prosiding seminar, buku rangkuman hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi, artikel
dari kementerian Republik Indonesia, yang sesuai dengan topik penulisan Studi
Pustaka. Data sekunder yang telah didapat disajikan dalam bentuk deskriptif dengan
cara mengikhtisarkan dan menganalisis rujukan-rujukan ilmiah tersebut. Setelah
pengikhtisaran dan analisis rujukan ilmiah, dilakukan penyusunan tulisan ilmiah sesuai
dengan sistematika penulisan yang terdiri dari pendahuluan, ringkasan dan analisis,
rangkuman dan pembahasan yang menjadi rujukan tinjauan pustaka, serta simpulan
yang akan menghasilkan kerangka ilmiah dan rumusan masalah untuk penelitian.
3
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1.
Judul
: Transformasi Sistem Produksi Pertanian dan
Struktur Agraria Serta Implikasinya terhadap
Diferensiasi Sosial Dalam Komunitas Petani
(Studi Kasus Pada Empat Komunitas Petani
Kako Di Provinsi Sulawesi Tengah Dan Nangroe
Aceh Darussalam)
Tahun
: 2008
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: U. Fadjar, M.T.F Sitorus, A.H. Dharmawan,
S.M.P Tjondronegoro
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: Jurnal Agro Ekonomi
Volume(Edisi): Hal
: 26 (2): 209-233
Alamat URL/doi
: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JA
E26-2e.pdf
Tanggal diunduh
: 19 September 2015 pukul 16.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian penulis dilakukan di dua komunikasi Provinsi Sulawesi Tengah dan
dua lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penelitian ini dilakukan
dengan diskusi kelompok, wawancara responden (30 responden per desa yang dipilih
secara proporsional), pengamatan lapangan dan studi dokumen.
Komunitas petani kakao telah mengalami transformasi sistem produksi
pertanian dari perladangan berpindah ke pertanian menetap dan proses tersebut telah
mempercepat transformasi struktur agraria. Namun demikian, masih kuatnya
hubungan sosial produksi yang berpijak pada ikatan moral tradisional (terutama
ikatan kekerabatan, pola pewarisan dan solidaritas lokal untuk menjaga kebutuhan
minimum warga se-komunitas) turut mempertahankan penerapan pola “penguasaan
sementara”, khususnya pola “bagi hasil”. Oleh sebab itu, meskipun mekanisme
penguasaan sumberdaya agraria yang memberi jalan pada proses polarisasi dan
stratifikasi berlangsung secara bersamaan tetapi struktur sosial komunitas petani
kakao muncul memiliki tipe “stratifikasi” yang disertai dengan luas pemilikan
sumberdaya agraria yang mulai timpang.
4
Pada sistem produksi pertanian baru yang lebih kapitalis (transisional) semakin
dominan, maka terjadi transformasi struktur agraria. Transformasi tersebut akan
bergerak dari penguasaan kolektif (collective ownership) menuju perorangan (private
ownership). Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak
setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada
pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami diferensiasi. Secara
spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria,
diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan merujuk pada gejala
terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk struktur sosial
yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang terpolarisasi.
Berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, hasil sensus
terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani kasus menunjukkan
bahwa struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini terdiferensiasi
dalam banyak lapisan. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris muncul
dalam komunitas petani kasus adalah:
1. Petani pemilik. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya
melalui mekanisme pemilikan tetap.
2. Petani pemilik+penggarap. Petani pada lapisan ini menguasau sumberdaya
agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapi juga melalui
pemilikan sementara.
3. Petani pemilik+penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini selain menguasi
sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikan sementara juga
menjadi buruh tani.
4. Petani pemilik+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria
melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untuk menambah penghasilan
keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang buruh tani.
5. Petani penggarap. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya hanya melalui
mekanisme pemilikan sementara.
6. Petani penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya
agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu, untuk menambah
penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang butuh
tani.
7. Buruh tani. Petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya
agraria, sehingga berada pada kategori tunakisma mutlak.
Struktur sosial komunitas petani menunjukkan bahwa bentuk struktur sosial
yang muncul merupakan struktur yang semakin terstratifikasi atau melipatnya
subkelas komunitas petani menjadi banyak lapisan. Hasil sensus di empat
komunitas petani kasus menunjukkan bahwa proporsi lapisan petani yang
memiliki status sebagai petani pemilik (tunggal+kombinasi) masih dominan.
Implikasi kebijakan dalam jangka pendek yaitu dengan pengaturan penguasaan
semberdaya agraria dan dalam jangka panjang yaitu dengan pembukaan lapangan
pekerjaan.
5
Analisis Pustaka
Transformasi sistem produksi pertanian dari perladangan berpindah ke
pertanian menetap yang mengusahakan tanaman komersial kakao telah mendorong
proses transformasi struktur agraria. Dalam hal ini basis penguasaan sumberdaya
agraria beralih dari pemilikan kolektif ke pemilikan perorangan berimplikasi terhadap
diferensiasi sosial komunitas petani kakao. Jurnal ini menganalisis transformasi
sistem produksi pertanian dan struktur agraria serta implikasinya terhadap
diferensiasi sosial dalam komunitas petani. Peneliti menuliskan kerangka pemikiran
dalam bentuk penjelasan bukan dalam bentuk gambar, sehingga tidak ada
hipotesisnya. Metode penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Cross
Tabs (SPSS) tanpa menggunakan kuesioner dalam metode survey.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah transformasi sistem produksi
pertanian dari perladangan berpindah ke pertanian menetap atau pemilikan kolektif
ke pemilikan perorangan yang berpengaruh terhadap diferensiasi sosial komunitas
petani.
2.
Judul
: Kajian Dampak Sosial Ekonomi dan Manajemen
Agraria di Wilayah Konsesi Pertambangan Batu
Bara
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Laporan Penelitian
Bentuk Pustaka
: Cetak
Nama Penulis
: Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA, Dr. Ir. Baba Barus,
M.Sc, Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, Ir. Melani
Abdulkadir-Sunito, M.Sc, Bayu Eka Yulian, SP
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: -
Volume(Edisi): Hal
: -
Alamat URL/doi
: -
Tanggal diunduh
: 12 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB
6
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tenggarong, Tenggarong Seberang, dan
Loa Kulu yang bertujuan untuk mengetahui dampak sosial, yaitu: perubahan
livelihood, gaya hidup, konflik horizontal dan vertikal, stratifikasi sosial, dan budaya
dalam kehidupan masyarakat lokal.
Keberadaan perusahaan pertambangan batu bara di sekitar desa dapat
memberikan dampak terhadap perikehidupan sosial-ekonomi-ekologi masyarakat
lokal, baik itu positif maupun negatif. Terlebih lagi karakteristik pertambangan batu
bara di Kutai Kartanegara didominasi oleh model open pit mining (pertambangan
terbuka). Model penambangan seperti itu akan merubah lanskap ekologi desa yang
menjadi wilayah kuasa pertambangan. Sehingga secara langsung maupun tidak
langsung, dapat memberikan dampak pada perubahan livelihood system (strategi
bertahan hidup atau mata pencaharian masyarakat). Pertambangan batu bara
memberikan dampak pada kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan ekologi-struktur
agraria masyarakat lokal. Karena masuknya kegiatan operasi pertambangan
membawa sistem budaya korporat seiring dengan masuknya sejumlah orang dari luar
sistem sosial masyarakat lokal. Disamping itu pula, pertambangan batu bara juga
membutuhkan lahan untuk melangsungkan kegiatan pertambangan (pit mining dan
sarana penunjang pertambangan seperti kantor, mess, stockfile, dan konvenyor).
Usaha tambang telah mendorong munculnya beragam jenis usaha atau mata
pencaharian yang baru. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan atau mata
pencaharian di bidang jasa dan perdagangan sangat terlihat di Kelurahan Loa Tebu
dan kemudian disusul Desa Embalut. Dengan kata lain, tambang telah menyebabkan
terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring
dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial juga mengalami
perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin
mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. Di era sekarang ini, para
petani maupun buruh lepas perusahaan berada pada strata paling bawah, sedangkan
para pedagang besar, pemborong, pengusaha batu bara, pengusaha jasa angkutan (bis
dan truk) menempati strata paling atas. Sementara itu, karyawan perusahaan,
pedagang, dan PNS menempati strata menengah. pendapatan masyarakat mengalami
peningkatan setelah kegiatan pertambangan berlangsung. Dampak langsung terhadap
perekonomian masyarakat menurut hasil pengamatan lapang, memang dengan
adanya aktivitas pertambangan ini, banyak memberikan kesempatan kerja dan
kesempatan bisnis bagi masyarakat desa/kelurahan.
Analisis Pustaka
Kegiatan pertambangan batu bara memberikan dampak pada kehidupan sosialbudaya, ekonomi dan ekologi-struktur agraria masyarakat lokal. Karena masuknya
kegiatan operasi pertambangan membawa sistem budaya korporat seiring dengan
masuknya sejumlah orang dari luar sistem sosial masyarakat lokal menyebabkan
terjadinya diferensiasi sosial. Jurnal ini menganalisis Kegiatan pertambangan batu
bara memberikan dampak pada kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan ekologistruktur agraria masyarakat lokal. Peneliti menganalisis menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
7
kuesioner, namun dalam penelitian tidak disebutkan jumlah responden yang akan
menjadi informan. Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah dampak yang
ditimbulkan kegiatan pertambangan terhadap kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan
ekologi-struktur agraria masyarakat lokal.
3.
Judul
Tahun
: Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan
Komunikasi
: 2014
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Ahmad Rudy Fardiyan
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: Jurnal Sosiologi
Volume (Edisi): Hal : Vol. 14, No. 1: 59-68
Alamat URL/doi
: http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=vi
ewarticle&article=258238
Tanggal diunduh
: 13 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini bertujuan untuk menekankan sifat holistik yaitu tidak
mengabaikan konteks sejarah, politik-ekonomi, serta sosial-budaya yang
melatarbelakangi fenomena yang diamati serta mengungkap sejumlah persoalan
terkait dengan perilaku konsumtif masyarakat. Pemahaman terhadap perilaku
konsumsi yang tinggi akan berdampak positif dalam meningkatkan perekonomian
secara makro, menjadi suatu keniscayaan yang kuat. Dengan mengganti perspektif
kita tentang perilaku konsumtif masyarakat kepada persoalan sosial dan komunikasi,
maka kita akan melihat dampak lain yang disebabkan oleh perilaku konsumtif
tersebut. Dampak yang lain tersebut berupa diferensiasi sosial yang timbul akibat
perilaku konsumsi.
Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus
ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Sehingga tidaklah mengherankan apabila
kita mendengar tentang para selebritas yang gemar hidup mewah, membelanjakan
apa saja yang mereka inginkan. Status mereka sebagai “selebritas” seolah-olah
menjustifikasi mereka untuk menjadi individu yang konsumtif.
8
Diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah
persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam
masyarakat yang ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek
(produk) konsumsi. Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan
sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang
ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi
untuk menciptakan atau meneguhkan status sosialnya. Eksistensi dan status sosial
seseorang tidak lagi ditentukan oleh keturunannya, atau oleh prestasi yang dibuatnya,
melainkan ditentukan oleh apa dan berapa banyak yang ia konsumsi. Kesetaraan dan
keadilan sosial diukur oleh kepemilikan atas produk konsumsi, suatu logika
materialistik.
Aktivitas konsumsi pada masyarakat konsumen sudah tidak menjadi aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan riil, melainkan aktivitas untuk menegaskan status sosial.
Hal ini terjadi karena adanya rekayasa nilai pada konoditas. Jika pada aktivitas
konsumsi dalam makna tradisional merupakan proses transfer nilaitukar dan nilaiguna dari objek komoditas, maka pada masyarakat konsumen yang terjadi adalah
transfer nilai-simbol dan nilai-tanda.
Analisis Pustaka
Perilaku konsumsi yang tinggi akan berdampak positif dalam meningkatkan
perekonomian secara makro, menjadi suatu keniscayaan yang kuat. Dampak lain
yang ditimbulkan adalah berupa diferensiasi sosial yang ditimbulkan akibat perilaku
konsumsi. Jurnal ini menganalisis dampak yang ditimbulkan akibat perilaku
konsumsi yang tinggi berupa diferensiasi sosial. Peneliti hanya menganalisis
menggunakan data sekunder berupa studi literatur penelitian sebelumnya sehingga
data uji yang dihasilkan tidak terukur pasti karena tidak melibatkan observasi atau
instrumen lain dalam melakukan penelitian. Penelitian ini tidak terdapat responden
yang diuji atau diamati. Peneliti tidak menjelaskan jurnal tersebut termasuk
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Peneliti juga tidak menjelaskan rumusan masalah
dan metode yang digunakan dalam penulisan jurnal tersebut.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perilaku konsumsi yang tinggi
dapat meningkat perekonomian makro sehingga berdampak terhadap diferensiasi
sosial di masyarakat berdasarkan status sosial serta kelas sosial. Peneliti menekankan
bahwa diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah
persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di masyarakat.
4.
Judul
: Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi
Bertahan Masyarakat Sekitar Industri (Studi
Kasus di Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo)
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
9
Nama Penulis
: Yeni Kurniawan
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: -
Volume(Edisi): Hal
: Vol 3, No 2 (2013)
Alamat URL/doi
: http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sosant/artic
le/view/2943
Tanggal diunduh
: 13 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Jetis yang terletak di Kecamatan
Sukaharjo, Kabupaten Sukaharjo dengan tujuan untuk mengetahui strategi bertahan
di masyarakat sekitar industri dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi.
Perkembangan jaman saat ini semakin pesat, teknologi yang digunakan semakin
maju, canggih dan modern. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di
pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal
ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi
studi kasus ganda terpancang. Teknik pengambilan cuplikan menggunakan teknik
purposive dengan snowball sampling. Uji validitas data dilakukan dengan teknik
triangulasi metode.
Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor
pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh
pabrik serta membuka usaha jasa. Keadaan ini mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan masyarakat terutama pada kehidupan sosial ekonomi mengalami
perubahan dan peningkatan. Berdirinya industri dapat membuka lapangan kerja bagi
masyarakat sekitarnya. Dahulu, masyarakat memiliki sifat solidaritas sosial yang
kuat. Namun, tanpa disadari keberadaan industri mengakibatkan solidaritas sosial
mulai melemah. Ciri-ciri masyarakat pedesaan mulai memudar. Masyarakat semakin
heterogen, individual, sibuk bekerja dan meninggalkan kegiatan sosial yang selama
ini diikutinya. Karena pembagian kerja yang tinggi.
Ranjabar 2006: 178-179) menyatakan bahwa, “pembangunan nasional adalah
suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan masyarakat, yaitu transformasi
dari budaya masyarakat agraris tradisional menuju budaya masyarakat industri
modern dan masyarakat informasi yang tetap berkepribadian Indonesia”.
Masyarakat Jetis termasuk masyarakat transisi. Maksudnya, wilayah ini
mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Masyarakat Jetis
mengalami perubahan dari masyarakat pedesaan (rural community) atau tradisional
menuju masyarakat perkotaan (urban community) atau modern. Keberadaan industri
di wilayah Jetis menjadikan masyarakat beralih profesi. Masyarakat yang tadinya
10
bekerja di sektor pertanian dan buruh bangunan beralih ke sektor non pertanian.
Strategi ini digunakan untuk mengadaptasikan diri terhadap perubahan sosial dan
ekonomi.
Analisis Pustaka
Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor
pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh
pabrik serta membuka usaha jasa. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun
di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi.
Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian. Jurnal ini
menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap peningkatan mata
pencaharian. Peneliti hanya menganalisis menggunakan metode kualitatif berupa data
primer dan data sekunder penelitian sebelumnya sehingga data yang dihasilkan tidak
melibatkan observasi atau instrumen lain dalam melakukan penelitian. Penelitian ini
tidak terdapat responden yang diuji atau diamati. Peneliti menggunakan metode
kualitatif tidak kuantitatif.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perubahan mata pencaharian
dari sektor pertanian ke sektor nin pertanian berpengaruh terhadap peningkatan
spesialisasi pekerjaan di masyarakat.
5.
Judul
: Kajian Struktur Sosial Masyarakat Nelayan di
Ekosistem Pesisir
Study of Social Structure of the Fisherman
Community in Coastal Ecosystem
Tahun
: 2010
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Edi Susilo
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: Jurnal Wacana
Volume(Edisi): Hal
: Vol. 13 No.2. April 2010
Alamat URL/doi
: http://karyailmiah.fp.ub.ac.id/fp/wpcontent/uploads/2012/11/176-320-1-PB-KSKKHY-Jurnal-Wacana-Vol13-No2-2010.pdf
Tanggal diunduh
: 20 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB
11
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di ekosistem pesisir Karanggongso yang bertujuan
untuk menganalisis perubahan sosial masyarakat dan dinamika kapasitas ruang dan
titik kritis struktur sosial dalam ekosistem pesisir. Perspektif evolusioner menjelaskan
perubahan masyarakat dari sederhana menjadi kompleks. Kajian evolusioner dalam
struktur sosial berusaha memahami perkembangan masyarakat, dan memadukan
pendekatan ekosistem diharapkan lebih kontekstual. Studi sebelumnya (Susilo et al,
1991, Susilo et al. 2003-2005) memberikan dasar pada tiga periodesasi perubahan.
maksimum ruang struktur sosial.
Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pendekatan
subyektifitas bersifat mikro sampai sangat makro. Pendekatan evolusioner
Spencerian, menyatakan masyarakat berevolusi melalui diferensisasi struktural dan
fungsional: (1) dari sederhana menuju kompleks, (2) dari tanpa bentuk ke keterkaitan
antarbagian, (3) dari keseragaman (homogenitas) ke spesialisasi (heterogenitas), dan
(4) dari ketidakstabilan ke stabil. Berbagai status yang memasuki struktur sosial di
Karanggongso menjadi semakin banyak, yaitu: (1) investor (perikanan dan wisata),
(2) pengujung wisata, (3) pengusaha warung makan, (4) nelayan andhon, (5) LPK,
(6) Pengelola SD dan TK. Struktur pada masa isolasi mengalami perubahan dengan
masuknya unsur-unsur baru dalam struktur. Perubahan struktur sosial tidak saja
ditandai oleh masuknya status pembentuk struktur, tetapi juga oleh adanya perubahan
sistem pemanfaatan sumberdaya, atau oleh sistem ekonomi masyarakat.
Visualisasi struktural secara sederhana telah memberikan jawaban, bahwa
bentuk semula dari suatu proses deferensisasi tidak akan kembali. Sedangkan
pandangan evolusi yang disampaikan Parsons (1966) menyatakan bahwa paerubahan
evolusi-oner sebagai sebuah peningkatan kapasitas adaptif (deferensiasi,
keseimbangan, mengembangkan substruktur baru) adalah sebuah adaptive upgrading
yang mengarah pada bagaimana struktur mampu mening-katkan kemampuan
integrasinya. Penyebab utama perubahan struktur adalah masuknya unsur-unsur pembentuk struktur dari luar (individu, sistem), atau karena meningkatnya akses masyarakat terhadap perubahan di lingkungan lokal, misalnya sektor pertanian di hutan,
pariwisata, atau pengolahan produk per-ikanan. Masyarakat Karanggongso mampu
mengikuti perubahan yang terjadi di Teluk Prigi, maupun akses pada peluang bekerja
di luar negeri.
Analisis Pustaka
Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor
pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh
pabrik serta membuka usaha jasa. Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun
di pedesaan. Wilayah pedesaan yang strategis dipilih untuk memudahkan distribusi.
Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi mata pencaharian. Jurnal ini
menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap peningkatan mata
pencaharian. Peneliti hanya menganalisis menggunakan metode kualitatif berupa data
primer dan data sekunder penelitian sebelumnya sehingga data yang dihasilkan tidak
berdasarkan tidak melibatkan observasi atau instrumen lain dalam melakukan
penelitian. Penelitian ini tidak terdapat responden yang diuji atau diamati. Peneliti
tidak menjelaskan jurnal tersebut termasuk penelitian kuantitatif dan kualitatif.
12
Peneliti juga tidak menjelaskan rumusan masalah, tujuan, serta metode yang
digunakan dalam penulisan jurnal tersebut.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah perubahan mata pencaharian
dari sektor pertanian ke sektor nin pertanian berpengaruh terhadap peningkatan
spesialisasi pekerjaan di masyarakat.
6.
Judul
: Dinamika Tenur Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya
Pada Sub Das Minraleng Hulu Kabupaten Maros
Tahun
: 2007
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Muh. Dassir
Nama Editor
: -
Judul Buku
: -
Kota dan Nama
Penerbit
: -
Nama Jurnal
: Jurnal Hutan dan Masyarakat
Volume(Edisi): Hal
: 2(1): 151-167
Alamat URL/doi
http://journal.unhas.ac.id/index.php/hm/article/vi
: ew/34
Tanggal diunduh
: 06 November 2015 pukul 16.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di daerah studi adalah Hulu Sub DAS Minraleng
Kabupaten Maros, meliputi Kecamatan Cenrana, Kecamatan Camba, dan Kecamatan
Mallawa dengan tujuan untuk perumusan kebijakan program sistem penguasaan
lahan yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan perbaikan kualitas atau
ekologi lahan wanatani. Penelitian ini merupakan penelitian “ex post fakto” yang
bersifat sampling survei. Penentuan desa sampel dengan menggunakan metode
cluster sampling.
Perubahan sistem penguasaan tanah menyebabkan perubahan sistem produksi
pertanian Amaluddin (1987). Sebelum tahun 1960, ada tiga jenis hak penguasaan
tanah komunal, yaitu hak bengkok, hak banda desa, hak narawita; serta satu yang
bersifat individual yaitu hak yasan. Hak narawita secara de facto sudah menjadi
milik individual, sehingga penjualan tanah berkembang, peluang tunakisma untuk
menggarap me-ngecil, dan mobilitas penguasaan cenderung terpolarisasi. Bersamaan
dengan itu, sistem produksi yang semula dilandasi nilai-nilai tradisonal digantikan
oleh sistem produksi komersial.
13
Timbulnya permasalahan ketimpangan penguasaan lahan tersebut menurut
Hayami dan Kikuchi (1987), salah satu penyebabnya dikarenakan perbandingan
antara tanah-tenaga kerja telah turun begitu cepat disebabkan oleh angka
pertambahan penduduk yang demikian cepat. Lebih lanjut menurut Hayami dan
Kikuchi (1987), perubahan sistem penguasaan tanah sangat terkait dengan
perkembangan teknologi pertanian, struktur perekonomian desa, dan pada akhirnya
terkait pula dengan struktur sosial masyarakat pedesaan.
Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan
berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil atau
kapitalis di Desa Timpuseng , berimplikasi pada perubahan tenurial ke arah
individual yang sebelumnya individu-komunal pada saat masih menggunakan tenaga
ternak sapi kombinasi tenaga manusia.
Analisis Pustaka
Dinamika tenurial yang terjadi pada Sub DAS Minraleng Hulu berpengaruh
terhadap perumusan kebijakan program sistem penguasaan lahan yang dapat
meningkatkan pendapatan petani dan perbaikan kualitas atau ekologi lahan wanatani.
Jurnal ini menganalisis pangaruh perubahan masyarakat transisi terhadap
peningkatan mata pencaharian. Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan
penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian bercorak komersil dan
kapitalis di Desa Timpuseng. Peneliti menganalisis menggunakan metode cluster
sampling sehingga tidak ada data survey dengan menggunakan kuesioner melainkan
berupa data wawancara mendalam. Peneliti tidak menjelaskan jumlah responden
karena seluruh petani menjadi informan dalam penelitian.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah dinamika tenurial yang terjadi
pada Sub DAS Minraleng Hulu berpengaruh terhadap perumusan kebijakan program
sistem penguasaan lahan yang menyebabkan terjadinya diferensiasi pemilikan lahan.
7.
Judul
:
Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau
di Lereng Gunung Sumbing : Studi kasus di
Desa Wonotirto dan Desa Campursari,
Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung
Tahun
:
2010
Jenis Pustaka
:
Jurnal
Bentuk Pustaka
:
Elektronik
Nama Penulis
:
Widiyanto, Arya Hadi Dharmawan, dan Nuraini
W. Prasodjo
Nama Editor
:
-
Judul Buku
:
-
Kota dan Nama
Penerbit
:
-
14
Nama Jurnal
:
Jurnal Sodality
Volume(Edisi): Hal
:
Vol. 04, No. 01 : 91-114
Alamat URL/doi
:
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/ar
ticle/viewArticle/5851
Tanggal diunduh
:
27 Oktober 2015 pukul 17.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan
Bulu, Kabupaten Temanggung yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana strategi
nafkah yang diterapkan dapat membangun sistem nafkah berkelanjutan (sustainable
livelihood). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan informasi yang bersifat subyektif
dan historis.
Secara historis tembakau sudah memperoleh perhatian yang besar sebagai komoditi
komersial sejak pemerintah Hindia Belanda. Temanggung juga dikenal sebagai wilayah
di jawa yang terkenal sebagai penghasil tembakau sejak tahun 1746. Tembakau
merupakan tanaman bebasyang diusahakan dan diperdagangkan tanpa campur tangan
aparat desa, sehingga petani berhubungan langsung dengan pasar. Keterkaitan langsung
dengan pasar membuat pedesaan telah mencapai tingkat komersialisasi.
Strategi nafkah rumahtangga petani dibangun dari adaptasi berbagai risiko yang
dihadapi dengan mengkombinasikan berbagai aset (alami, finansial, fisik, sumberdaya
manusia, dan sosial). Pada petani berlahan luas dengan kepemilikan modal alami yang
lebih besar akan berbeda dengan pola nafkah petani dengan lahan sempit. Petani
berbasis tegal dan petani di lahan sawah memiliki persamaan strategi diantaranya
adalah strategi solidaritas vertikal dan manipulasi komoditas. Beberapa sistem nafkah
dibangun atas dasar moral kolektif, yaitu: strategi solidaritas vertikal, strategi solidaritas
horizontal, strategi berhutang, dan strategi patronase.
Tindakan ekonomi dalam menyusun nafkah rumahtangga petani dibentuk atas
dasar etika dan moral. Pada kasus komunitas petani tembakau, etika sosial-kolektif
masih tampak beberapa aktifitas ekonomi. Namun, demikian arus komersialisasi telah
membentuk etika material-individu. Hayami dan Kikuchi (1982) juga membuktikan
kelembagaan (pranata) telah mencegah polarisasi akibat pengaruh arus modernisasi.
Modernisasi ternyata tidak menyebabkan pengkutuban kelas melainkan diferensiasi.
Analisis Pustaka
Transformasi strategi nafkah rumahtangga petani tembakau sosial-koletif ke
individual-materialism memberikan pengaruh terhadap berkembangnya kapitalisme di
komunitas pertanian tembakau. Peneliti menganalisis menggunakan metode kualitatif
tanpa metode kuantitatif sehingga data yang diperoleh bersifat tidak obyektif. Peneliti
tidak menjelaskan jumlah responden yang menjadi informan dalam penelitian.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah pengaruh modernisasi serta arus
komersialisasi memberikan pengaruh terhadap strategi rumahtangga petani terutama
petani berlahan sempit.
15
8.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi): Hal
Alamat URL/doi
Tanggal diunduh
: Analisis Dampak Sosial (ANDASOS) untuk
Ukuran Kinerja Pemerintahan
: 2012
: Jurnal
: Elektronik
: Retor A.W. Kaligis
: : : : Jurnal Insani
: No. 12 : 67-74
: http://stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2430JURNAL%20INSANI%20STISIP%20Widuri%
20Juni%202012-Retor.pdf
: 06 November 2015 pukul 17.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara sistematis dampak sosial yang
mungkin terjadi sebagai akibat pembangunan atau proyek, baik bersifat retrospektif
maupun prospektif. Untuk itu, Andasos perlu memiliki payung hukum agar kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan rakyat menjadi
lebih terukur, komprehensif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Robert Chambers menyatakan, inti masalah kemiskinan terletak pada apa yang
disebut deprivation trap. Deprivation trap itu terdiri dari lima ketidakberuntungan
yang melilit kehidupan keluarga miskin, yaitu (1) kemiskinan itu sendiri, (2)
kelemahan fisik, (3) keterasingan, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan.
Dalam komponen kepedudukan menunjukkan bahwa jumlah Penduduk, dengan
asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin banyak diferensiasi kerja yang
ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan, semakin kecil intensitas dampak sosial
yang diperkirakan, karena proyek dapat menggunakan tenaga kerja setempat. Hingga
saat ini pemerintah belum mampu mengatasi paradoks antara pembangunan ekonomi
dan pembangunan sosial. Pembangunan sosial mengedepankan hak terhadap
pembangunan dan hak asasi lainnya, serta hak dan tanggungjawab sosial untuk
kemajuan bagi semua. Artinya, semua orang memiliki hak untuk mendapatkan hidup
yang layak, dari terpenuhinya kebutuhan dasar sampai kesempatan untuk
mengembangkan potensi dirinya. Berkaitan dengan pembangunan sosial, secara
legalitas, Andasos perlu memiliki payung hukum tersendiri baik melalui UndangUndang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Daerah,
untuk mengukur kinerja pemerintahan pusat dan daerah, serta proyek pembangunan.
16
Analisis Pustaka
Dalam komponen kependudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk,
dengan asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin semakin banyak
diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan. Peneliti tidak
menjelaskan rumusan masalah dan metode penelitian. Peneliti hanya menjelaskan
secara deskriptif tanpa menggunakan metode secara kuantitatif.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah analisis dampak sosial untuk
ukuran kinerja pemerintah yang memberikan pengaruh terhadap ekonomi, sosialbudaya, dan kependudukan di masyarakat.
9.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Mobilitas Sosial Petani Di Sentra Industri Kecil
Kasus Di Surakarta
2012
Jurnal
Elektronik
Ravik Karsidi
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi): Hal
Alamat URL/doi
:
:
:
-
:
:
:
-
Tanggal diunduh
:
1-9
http://ravik.staff.uns.ac.id/2008/04/22/mobilitassosial-petani-di-sentra-industri-kecil/
08 November 2015 pukul 19.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di Surakarta. Pekerjaan industri kecil sering dipandang
lebih "halus" dan tidak kasar dibandingkan sebagai pekerjaan bertani. Dari kajian
teoritis, mobilitas sosial petani ke pengrajin tidak lepas dari kategorisasi masyarakat
petani dan karakteristik mentalitasnya, baik yang masih primitif, peasant maupun
farmer ( Marzali, 1995; Foster, 1967; dan Wolf,1966) masyarakat industri yang
menggambarkan masyarakat modern perkotaan dengan segala ciri-cirinya.
Klasifikasi pengrajin industri kecil di pedesaan tempat studi ini, dapat
digolongkan menjadi: (1) buruh pengrajin, (2) pengrajin , dan (3) pengrajin
pengusaha. Pertama: Buruh pengrajin adalah tenaga kerja yang dibayar oleh pemilik
pekerjaan ( dalam hal ini oleh pengrajin), baik sebagai buruh harian atau buruh
mingguan. Kedua: Pengrajin adalah mereka yang berusaha dalam industri kecil, baik
sebagai pekerja sendiri maupun pengrajin yang dibantu oleh buruh. Ketiga: Pengrajin
pengusaha (pedagang pengumpul) adalah pengrajin besar yang sudah berpengalaman
dengan kecukupan modal tertentu bagi usahanya.
Pendidikan "magang" menjadi kunci untuk memulai dalam proses alih pekerjaan
17
ini. Pada umumnya proses magang dimulai dengan seseorang mengikut kepada
pengrajin dengan gaji ala kadarnya. Proses mengikut ini disebut sebagai "kenek," dan
lama waktunya tidak dapat ditentukan kecuali tergantung pada kemampuan dan
ketrampilan "kenek" tersebut. Proses magang yang menghantarkan petani ke
pekerjaan baru sebagai pengrajin industri kecil, menghasilkan kualitas pengrajin yang
bermacam-macam tingkatannya, tergantung pada motivasi masing-masing pemagang
dan kesempatan yang diberikan oleh pendahulunya.
Dari uraian diatas, transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri dapat
dikatakan tidak linier, dalam arti sewaktu yang bersangkutan telah mulai bekerja di
bidang industri kecil juga masih ada yang terus bekerja sebagai petani atau buruh
tani.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa terjadinya transformasi pekerjaan dari petani ke
pengrajin industri kecil dalam suatu desa yang semula merupakan desa pertanian,
telah mengarah pada terbentuknya kondisi yang tidak saja terjadinya diferensiasi
sosial tetapi juga terjadinya stratifikasi sosial. Semula pekerjaan yang dikenal oleh
anggota masyarakat hanyalah petani dan/atau buruh tani, pegawai dan penganggur.
Kini, kemudian muncul adanya kelompok sosial lain yaitu pengrajin dengan berbagai
jenis dan lapisan, terdiri dari: buruh pengrajin, pengrajin dan pengrajin pengusaha.
Itulah diferensiasi sosial yang terjadi. Diferensiasi sosial yang demikian ini muncul
karena adanya perbedaan kekayaan atau pemilikan barang, harga diri, dan pekerjaan,
yang kemudian mempertajam stratifikasi sosial. Manakah diantara petani dan
pengrajin yang lebih tinggi kelas sosialnya, menjadi proses yang terus bergulir di
masyarakat ini. Dengan banyaknya orang petani/buruh tani yang pindah pekerjaan
sebagai pengrajin/buruh pengrajin di desa-desa sentra industri kecil, kemudian
masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang lebih majemuk. Terjadinya
transformasi pekerjaan petani ke pengrajin, telah memperjelas munculnya stratifikasi
sosial ( setidaknya dalam kelas pekerja industri kecil itu), yaitu: adanya kelas buruh,
kelas pengrajin dan kelas pedagang pengumpul/pengusaha. Ketiga pelapisan tersebut
sekaligus membedakan status sosial diantara mereka. Keberhasilan magang industri
di kalangan petani telah merubah deferensiasi sosial dan stratifikasi sosial pedesaan
yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok sosial pengrajin dengan berbagai jenis
dan lapisan. Dalam perkembangannya kelas sosial petani yang dianggap tinggi
tergeser oleh pengrajin.
18
Analisis Pustaka
Pendidikan "magang" menjadi kunci untuk memulai dalam proses alih pekerjaan
ini. Keberhasilan magang industri di kalangan petani telah merubah deferensiasi
sosial dan stratifikasi sosial pedesaan yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok
sosial pengrajin dengan berbagai jenis dan lapisan. Terjadinya transformasi pekerjaan
petani ke pengrajin, telah memperjelas munculnya stratifikasi sosial ( setidaknya
dalam kelas pekerja industri kecil itu), yaitu: adanya kelas buruh, kelas pengrajin dan
kelas pedagang pengumpul atau pengusaha. Ketiga pelapisan tersebut sekaligus
membedakan status sosial diantara mereka. Peneliti tidak menuliskan metode dalam
penulisan penelitian secara kualitatif atau kuantitatif. Peneliti tidak menjelaskan
rumusan masalah, metode, dan tujuan penelitian dalam jurnal tersebut.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah keberhasilan magang di
industri telah merubah deferensiasi sosial dan stratifikasi sosial pedesaan yaitu
dengan munculnya kelompok-kelompok sosial pengrajin dengan berbagai jenis dan
lapisan.
10.
Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi): Hal
Alamat URL/doi
Tanggal diunduh
: Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan
Lokal
Masyarakat
Akibat
Masuknya
Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Semuntai
Kecamatan Long
Ikis Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan
Timur
: 2009
: Jurnal
: Elektronik
: Eko Harri Yulianto
: : : : : Vo. 1. No.7 : 39-46
: https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/
2012/03/jurnal-vol-7-no-1-eko.pdf
: 07 November 2015 pukul 19.00 WIB
Ringkasan Pustaka:
Penelitian ini dilakukan di Desa Semuntai, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten
Paser, Provinsi Kalimantan Timur yang bertujuan untuk mengkaji secara mendalam
pengaruh perkembangan industri perkebunan kelapa sawit terhadap sistem struktur
sosial yang mencakup stratifikasi sosial dan kepemimpinan lokal. Sektor perkebunan
merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam struktur
perekonomian Kabupaten Paser, baik dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja.
19
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif (kualitative approach).
Responden dan informan dipilih secara sengaja atas pertimbangan keterwakilan
aspek permasalahan. Perkembangan perkebunan kelapa sawit memang selalu
menghadapi berbagai persoalan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Adapun dari sekian banyak aspek kehidupan sosial masyarakat Paser yang diduga
telah mengalami perubahan yang sekaligus menjadi fokus dalam riset ini adalah
perubahan struktur social dan kepemimpinan lokal yang digambarkan dengan
terjadinya perubahan dalam sistem lapisan masyarakat.
Menurut Blau dalam Turner (1998) mengelompokkan basis parameter
pembedaan struktur menjadi dua, yaitu gradual dan nominal, parameter gradual
membagi komunitas ke dalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang
menciptakan perbedaan kelas seperti kekuasaan, keturunan/kasta, tingkat pendidikan,
kekayaan, prestise dan usia. Pengelompokan ini bersifat vertical (stratifikasi) yang
akan melahirkan berbagai “lapisan”. Parameter berikutnya yaitu parameter nominal,
parameter ini membagi komunitas menjadi sub-sub bagian atas dasar batas yang
cukup jelas seperti agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, politik dan
sebagainya. Pengelompokan parameter ini bersifat horizontal (diferensiasi sosial) dan
akan melahirkan berbagai “golongan”. Weber dalam Johnson (1986)
menggambarkan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk
dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi
power
(kekuasaan),
previllege
(hak
istimewa/khusus)
dan
prestise
(kehormatan/wibawa). Mengacu konsep Weber tentang stratifikasi, pada periode praindustri stratifikasi saat itu yang paling menonjol adalah lebih di dasarkan kepada
basis power. Keluarga kesultanan menduduki tingkatan strata paling atas karena
memiliki kekuasaan terhadap pemerintahan pada saat itu, sedangkan yang menduduki
strata tengah yaitu bangsawan arab dan bugis. Bangsawan arab memiliki strata
setingkat dari pada bangsawan bugis karena Sultan Paser berasal dari bangsawan
Arab yang menikah dengan raja Paser pertama yaitu puteri betung dan bangsawan
bugis merupakan golongan komunitas pelarian dari kerajaan Gowa yang
mengasingkan diri dan bersedia patuh pada kesultanan Pase.
Dalam suatu komunitas masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang
berbeda peran sosialnya. Sebagian kecil akan terbentuk sebagai kelompok yang
memimpin dan sebagian besar akan terbentuk pula seseorang yang terpimpin.
Perbedaan horizontal ini menekankan pada aspek jenis kedudukan satu terhadap yang
lainnya, mewujudkan gejala diferensiasi sosial. Perbedaan vertikal yang menekankan
pada aspek tinggi rendahnya kedudukan sehingga tercipta adanya ranking
(hierarkhis) akan mewujudkan gejala stratifikasi sosial atau pelapisan sosial
(Koentjaraningrat, 1996).
Setelah berkembang industri perkebunan kelapa sawit di Semuntai, mulai
bermunculan individu-individu lain yang juga memiliki pengaruh di mata
masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk adalah yang memiliki
kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya.
Berkembangnya industri menyebabkan terbentuknya strata masyarakat baru. Strata
masyarakat tradisional orang paser berbasiskan pada power, setelah berkembangnya
industri perkebunan kelapa sawit di semuntai strata lebih di dasarkan atas previllage.
Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan berkurangnya
pengaruh dan peranan pemimpin desa baik formal maupun non formal dalam
20
masyarakat sebagai bentuk pergeseran peran kepemimpinan lokal di Desa Semuntai.
Analisis Pustaka
Berkembangnya industri kelapa sawit di Desa Semuntai memberikan pengaruh
di mata masyarakat yang dibedakan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya serta
berkurangnya peran pemimpin desa baik formal maupun non formal sebagai bentuk
pergeseran peran kepemimpinan. Peneliti menganalisis menggunakan metode
kualitatid dengan mempelajari fenomena yang ada di masyarakat sehingga penelitian
tidak secara objektif. Peneliti tidak menjelaskan jumlah responden yang akan
menjadi informan dalam penelitian.
Variabel yang ditemukan dalam jurnal ini adalah berkembangnya industri
perkebunan kelapa sawit menyebabkan terbentuknya strata masyarakat baru.
Perbedaan horizontal mewujudkan gejala diferensiasi sosial. Sedangkan perbedaan
vertikal menyebabkan pelapisan sosial.
21
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Diferensiasi Sosial di Masyarakat Pedesaan
Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada
perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas
yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau
perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Keadaan ini juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat terutama
kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan dan peningkatan. Suatu transformasi
dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian
orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada pembentukan struktur sosial
komunitas kemudian mengalami diferensiasi.
Diferensiasi sosial atau struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah berkaitan
dengan banyaknya pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat
tanpa menempatkannya dalam jenjang hierarkis. Maka dapat pula disimpulkan bahwa
struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah gambaran dari heterogenitas sosial
masyarakatnya. Sehubungan dengan konsep diferensiasi sosial ini, secara teoritik
dirumuskan bahwa semakin maju atau modern suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat
diferensiasinya. Sebaliknya semakin bersahaja masyarakatnya, semakin rendah pula
tingkat diferensiasinya. Masyarakat desa adalah masyarakat yang realtif bersahaja
dibanding dengan masyarakat kota pada umumnya. Secara umum, memahami
diferensiasi sosial masyarakat desa di Indonesia, hendaknya memahami pluralitas
masyarakat Indonesia dalam berbagai dimensi dan aspeknya. Juga perlu dipahami aspek
kesejarahan yang menjadi titik tolak untuk memahami keaslian strutktur sosial
masyarakat desa kita secara umum. Secara umum perlu dibedakan antara desa yang
ikatan sosial masyarakatnya lebih dipegaruhi oleh genealogis (darah) yang umumnya
terdapat di luar Jawa1.
Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap
perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada
klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada
golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainya walaupun
kenyataanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih
tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan
horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama
disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat
berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial. Dalam
suatu komunitas masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang berbeda
peran sosialnya. Sebagian kecil akan terbentuk sebagai kelompok yang memimpin dan
sebagian besar akan terbentuk pula seseorang yang terpimpin. Perbedaan horizontal ini
menekankan pada aspek jenis kedudukan satu terhadap yang lainnya, mewujudkan
gejala diferensiasi sosial. Perbedaan vertikal yang menekankan pada aspek tinggi
rendahnya kedudukan sehingga tercipta adanya ranking (hierarkhis) akan mewujudkan
gejala stratifikasi sosial atau pelapisan sosial (Koentjaraningrat, 1996).
Berdasarkan hasil ringkasan pada aspek horizontal dijelaskan terjadinya perubahan
masyarakat tradisional menjadi masyarakat perkotaan yang dipengaruhi oleh
1
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yoyakarta [ID]. 119-124
22
berkembangnya teknologi dan arus modernisasi menyebabkan diferensiasi mata
pencaharian berdasarkan penggolongan pekerjaan.
Fakta yang terjadi di masyarakat Jetis mengalami perubahan dari masyarakat
pedesaan (rural community) atau tradisional menuju masyarakat perkotaan (urban
community) atau modern. Keberadaan industri di wilayah Jetis menjadikan masyarakat
beralih profesi. Masyarakat yang tadinya bekerja di sektor pertanian dan buruh
bangunan beralih ke sektor non pertanian. Strategi ini digunakan untuk
mengadaptasikan diri terhadap perubahan sosial dan ekonomi. Masyarakat mengalami
transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh
tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa.
Banyak industri yang berdiri baik di kota maupun di pedesaan. Wilayah pedesaan yang
strategis dipilih untuk memudahkan distribusi. Hal ini mengakibatkan terjadinya
transformasi mata pencaharian
Sedangkan hasil ringkasan jurnal diatas pada aspek vertikal dipengaruhi oleh
berbagai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial di masyarakat
pedesaan adalah sebagai berikut:
(1) Penggolongan berdasarkan kepemilikan harta menyebabkan semakin tingginya
diferensiasi sosial, stratifikasi sosial juga mengalami perubahan karena adanya
perbedaaan strata bawah dan strata paling atas yang semakin mencolok;
Menurut hasil penelitian (Kinseng A R et all 2013) masuknya perusahaan tambang
telah menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi
penelitian ini. Seiring dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial
juga mengalami perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling
atas semakin mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik.
(2) Perbedaan status sosial dan kelas sosial antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam
proses konsumsi sumberdaya;
Diferensiasi sosial akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah
persoalan terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam
masyarakat yang ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek
(produk) konsumsi. Perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan
sekaligus ditentukan oleh status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang
ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk
menciptakan atau meneguhkan status sosialnya. Eksistensi dan status sosial seseorang
tidak lagi ditentukan oleh keturunannya, atau oleh prestasi yang dibuatnya, melainkan
ditentukan oleh apa dan berapa banyak yang ia konsumsi. Kesetaraan dan keadilan
sosial diukur oleh kepemilikan atas produk konsumsi, suatu logika materialistik
(3) Transformasi pekerjaan dari pertanian ke non pertanian (pengrajin) menyebabkan
bukan hanya diferensiasi sosial tetapi juga stratifikasi sosial;
Dalam perkembangannya kelas sosial petani yang dianggap tinggi tergeser oleh
pengrajin. Weber dalam Johnson (1986) dalam Yulianto E.H (2009) menggambarkan
stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem
sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi power (kekuasaan),
previllege (hak istimewa atau khusus) dan prestise (kehormatan atau wibawa).Mengacu
konsep Weber tentang stratifikasi, pada periode pra-industri stratifikasi saat itu yang
paling menonjol adalah lebih di dasarkan kepada basis power.
(4) Berkembangnya industri perkebunan; dan
Hasil ringkasan jurnal diatas menjelaskan bahwa setelah berkembang industri
perkebunan kelapa sawit di Semuntai, mulai bermunculan individu-individu lain yang
juga memiliki pengaruh di mata masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk
adalah yang memiliki kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang
23
dimilikinya. Berkembangnya industri menyebabkan terbentuknya strata masyarakat
baru. Strata masyarakat tradisional orang paser berbasiskan pada power, setelah
berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit di semuntai strata lebih di dasarkan
atas previllage.
(5) Ketimpangan penguasan lahan.
Timbulnya permasalahan ketimpangan penguasaan lahan tersebut menurut Hayami
dan Kikuchi (1987), salah satu penyebabnya dikarenakan perbandingan antara tanahtenaga kerja telah turun begitu cepat disebabkan oleh angka pertambahan penduduk
yang demikian cepat. Lebih lanjut menurut Hayami dan Kikuchi (1987), perubahan
sistem penguasaan tanah sangat terkait dengan perkembangan teknologi pertanian,
struktur perekonomian desa, dan pada akhirnya terkait pula dengan struktur sosial
masyarakat pedesaan. Diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan
berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil.
Transformasi yang bergerak dari penguasaan kolektif (collective ownership) menuju
perorangan (private ownership). Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya
agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan
memberi jalan pada pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami
diferensiasi. Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan
sumberdaya agraria, diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan
merujuk pada gejala terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk
struktur sosial yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang
terpolarisasi.
Berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, hasil sensus
terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani kasus menunjukkan
bahwa struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini terdiferensiasi dalam
banyak lapisan. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris muncul dalam
komunitas petani kasus adalah:
1. Petani pemilik. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui
mekanisme pemilikan tetap.
2. Petani pemilik+penggarap. Petani pada lapisan ini menguasau sumberdaya
agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapi juga melalui
pemilikan sementara.
3. Petani pemilik+penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini selain menguasi
sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikan sementara juga
menjadi buruh tani.
4. Petani pemilik+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria
melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untuk menambah penghasilan
keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang buruh tani.
5. Petani penggarap. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya hanya melalui
mekanisme pemilikan sementara.
6. Petani penggarap+buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria
melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu, untuk menambah
penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang butuh tani.
7. Buruh tani. Petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya
agraria, sehingga berada pada kategori tunakisma mutlak.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa diferensiasi sosial
dibagi dalam dua aspek yaitu aspek horizontal dan aspek vertikal. Pada aspek horizontal
terdiri dari: agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, dan politik. Terdapat
24
diferensiasi mata pencaharian secara aspek horizontal yaitu penggolongan pekerjaan
yang disebabkan oleh arus modernisasi dan berkembangnya sistem teknologi di
masyarakat pedesaan. Sedangkan pada aspek vertikal terdiri dari: kekuasaan, keturunan,
tingkat pendidikan, kekayaan, prestise, dan usia. Terdapat beberapa penemuan dalam
hasil ringkasan pada aspek vertikal diferensiasi sosial yakni: penggolongan kepemilikan
harta milik, perbedaan proses konsumsi sumberdaya, transformasi pekerjaan dari
pertanian ke non pertanian berakibat pada perbedaan kelas sosial, berkembangnya
industri perkebunan, dan ketimpangan penguasaan lahan. Aspek diferensiasi sosial baik
vertikal maupun horizontal disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
terjadinya proses diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Diferensiasi Sosial
Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya
agraria, diferensiasi sosial komunitas petani yang berlangsung akan merujuk pada
gejala terjadinya penambahan kelas petani. Diferensiasi akan membentuk struktur sosial
yang semakin terstratifikasi atau struktur sosial komunitas petani yang terpolarisasi.
Transformasi perubahan produksi pertanian tersebut menyebabkan struktur sosial di
masyarakat pedesaan terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Memahami diferensiasi
sosial ini berbicara mengenai masyarakat desa dengan tingkat diferensiasi yang tidak
tinggi atau tidak kompleks. Berdasarkan hal demikian penting untuk memahami
pluralitas subyek menurut Smith dan Zopf dalam Rahardjo pada semua kelompok.
Artinya, pengelompokkan mensyaratkan adanya pluralitas dalam elemen-elemen
pembentuknya. Dalam hal ini dapat dirumuskan bahwa pluralitas subyek menjadi salah
satu faktor determinan terhadap tingkat diferensiasi atau heterogenitas masyarakat.
semakin tinggi pluralitasnya, semakin tinggi pula diferensiasi atau heterogenitas sosial
masyarakat itu. Dapat disimpulkan bahwa pluralitas masyarakat disebabkan karena
proses pertambahan penduduk yang selalu mengalami peningkatan di masyarakat
pedesaan.
Selain itu, perusahaan tambang telah mendorong munculnya beragam jenis usaha
atau mata pencaharian yang baru. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan atau mata
pencaharian di bidang jasa dan perdagangan sangat terlihat di Kelurahan Loa Tebu dan
kemudian disusul Desa Embalut. Dengan kata lain, tambang telah menyebabkan
terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring
dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifiksi sosial juga mengalami
perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin
mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. Di era sekarang ini, para
petani maupun buruh lepas perusahaan berada pada strata paling bawah, sedangkan para
pedagang besar, pemborong, pengusaha batu bara, pengusaha jasa angkutan (bis dan
truk) menempati strata paling atas.
Diferensiasi merujuk pada proses dimana seperangkat aktivitas sosial yang dibentuk
oleh sebuah institusi sosial yang terbagi di antara institusi sosial yang berbeda-beda.
Diferensiasi juga menggambarkan terjadinya peningkatan spesialisasi bagian-bagian
masyarakat yang diikuti terjadinya peningkatan heterogenitas di dalam masyarakat desa.
Berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, diferensiasi sosial
masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) yang berlangsung akan menunjuk pada gejala
terjadinya penambahan kelas-kelas petani.
Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian
sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta
25
membuka usaha jasa. Keberadaan industri menjadikan masyarakat beralih profesi.
Diketahui bahwa terjadinya transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri
kecil dalam suatu desa yang semula merupakan desa pertanian, telah mengarah pada
terbentuknya kondisi yang tidak saja terjadinya diferensiasi sosial tetapi juga terjadinya
stratifikasi sosial. Ranjabar 2006: 178-179 dalam Kurniawan Y menyatakan bahwa,
“pembangunan nasional adalah suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan
masyarakat, yaitu transformasi dari budaya masyarakat agraris tradisional menuju
budaya masyarakat industri modern dan masyarakat informasi yang tetap
berkepribadian Indonesia”. Masyarakat Jetis termasuk masyarakat transisi. Maksudnya,
wilayah ini mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
Masyarakat Jetis mengalami perubahan dari masyarakat pedesaan (rural community)
atau tradisional menuju masyarakat perkotaan (urban community) atau modern.
Keberadaan industri di wilayah Jetis menjadikan masyarakat beralih profesi
Menurut kamus sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau pengolongan terhadap
perbedan-perbedan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Sama menunjuk pada
klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar, sejajar. Asumsinya tidak ada
golongan dari pembagian tersebut yang lebih tingi daripada golongan lainya walaupun
kenyatanya terdapat kelompok masyarakat tertentu yang mengangap golonganya lebih
tingi daripada yang lain. Dalam masyarakat beragam (plural society), pengelompokan
horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis, suku bangsa, klan dan agama
disebut dengan istilah kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan masyarakat
berdasarkan perbedan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.
Perubahan sistem penguasaan tanah menyebabkan perubahan sistem produksi
pertanian Amaluddin (1987) dalam Dassir M (2007). Diferensiasi pemilikan lahan
akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian
persawahan bercorak komersil atau kapitalis. Hayami dan Kikuchi (1982) dalam
Widiyanto et all (2010) juga membuktikan kelembagaan (pranata) telah mencegah
polarisasi akibat pengaruh arus modernisasi. Menurut (Fardiyan 2014) diferensiasi
sosial terjadi akibat dari perilaku konsumsi yang dimaksud disini adalah persoalan
terkait stratifikasi sosial (hirarki tingkat status, kelas sosial) di dalam masyarakat yang
ditentukan oleh kepemilikan atau penggunaan atas objek-objek (produk) konsumsi.
perilaku konsumsi yang dilakukan orang-orang menentukan sekaligus ditentukan oleh
status, kelas sosial mereka. Diferensiasi sosial yang ditimbulkan oleh perilaku
konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk menciptakan atau
meneguhkan status sosialnya.
Modernisasi ternyata tidak menyebabkan pengkutuban kelas melainkan diferensiasi.
Transformasi pekerjaan dari petani ke pengrajin industri kecil dalam suatu desa yang
semula merupakan desa pertanian, telah mengarah pada terbentuknya kondisi yang tidak
saja terjadinya diferensiasi sosial tetapi juga terjadinya stratifikasi sosial. Diferensiasi
sosial yang demikian ini muncul karena adanya perbedaan kekayaan atau pemilikan
barang, harga diri, dan pekerjaan, yang kemudian mempertajam stratifikasi sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial berdasarkan hasil ringkasan jurnal
diatas adalah sebagai berikut: masuknya perusahaan tambang, pertambahan penduduk,
berkembangnya sistem teknologi pertanian, dan arus modernisasi.
26
Hasil Rangkuman dan Pembahasan
Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada
perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas
yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau
perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial berdasarkan hasil
ringkasan jurnal diatas adalah sebagai berikut: (1) masuknya perusahaan tambang, (2)
pertambahan penduduk , (3) berkembangnya sistem teknologi pertanian, dan (4) arus
modernisasi. Faktor-faktor diatas yang mempengaruhi diferensiasi sosial yang
menjadikan terjadinya penggolongan diferensiasi baik secara vertikal maupun
horizontal.
Diferensiasi sosial terjadi secara aspek vertikal dan aspek horizontal. Perbedaaan
kelas secara horizontal menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial meliputi: agama, ras,
jenis kelamin, pekerjaan, marga, politik dan sebagainya. Sedangkan secara vertikal
menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial meliputi: kekuasaan, keturunan, tingkat
pendidikan, kekayaan, prestise dan usia. Pengelompokkan secara vertikal melahirkan
berbagai “lapisan” sosial di masyarakat pedesaan.
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan hasil review jurnal yang telah saya rangkum dan analisis,
ditemukan beberapa hal menarik dan tambahan yang akan penulis perdalam dalam
penelitian. Penulisan studi pustaka ini akan berlanjut kepada penelitian baru yang lebih
fokus mengkaji identifikasi diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan dan faktor-faktor
pendorong terjadinya proses diferensiasi sosial serta hubungannya dengan diferensiasi
sosial dilihat dari aspek horizontal dan aspek vertikal. Berikut adalah perumusan
pertanyaan penelitian dari hasil studi pustaka ini adalah:
1. Bagaimana diferensiasi sosial yang terjadi di masyarakat pedesaan?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi
sosial di masyarakat pedesaan?
Usulan Kerangka Analisis Baru
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya proses diferensiasi sosial. Pada usulan
kerangka analisis baru ini difokuskan pada identifikasi diferensiasi sosial di masyarakat
pedesaan dan faktor faktor yang mendorong terjadinya proses diferensiasi sosial
dianalisis
secara
aspek
horizontal
dan
aspek
vertikal.
27
Gambar 1 Usulan Kerangka Analisis Baru
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya proses diferensiasi sosial,
seperti:
Diferensiasi Sosial
1. Arus modernisasi
2. Pertambahan Penduduk
3. Masuknya perusahaan
4. Berkembangnya teknologi
: Saling Mempengaruhi
Aspek Horizontal
-Agama
-Ras
-Jenis Kelamin
-Pekerjaan
-Marga
-Politik
Aspek Vertikal
-Kekuasaan
-Keturunan
-Tingkat Pendidikan
-Kekayaan
-Prestise
-Usia
-Penguasaan lahan
28
DAFTAR PUSTAKA
Darwis V. 2008. Keragaan Penguasaan Lahan sebagai Faktor Utama Penentu
Pendapatan Petani. [Jurnal]. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Dassir M. 2007. Dinamika Tenur dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Sub
Das Minraleng Hulu Kabupaten Maros. [Jurnal]. Maros [ID]. Hutan dan
Masyarakat, 2(1): 151-167. [Diakses pada 06 November 2015 pukul 16.00
WIB].
Tersedia
pada
alamat:
http://journal.unhas.ac.id/index.php/hm/article/view/34
Fadjar U et all. 2008. Transformasi Sistem Produksi Pertanian dan Struktur Agraria
serta Implikasinya terhadap Diferensiasi Sosial dalam Komunitas Petani.
[Jurnal]. Agro Ekonomi, Volume 26 No 2, Oktober 2008 : 209-233. [Diakses
pada 19 September 2015 pukul 16.00 WIB]. Tersedia pada alamat:
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE26-2e.pdf
Fardiyan A R. 2014. Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan Komunikasi.
[Jurnal]. Sosiologi, Vol. 14, No. 1: 59-68. [Diakses pada 13 Oktober 2015 pukul
15.00
WIB].
Tersedia
pada
alamat:
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=258238
Fauzi N. 1999. Petani dan Penguasa. Yogyakarta [ID]. Insist, KPA dan Pustaka Belajar.
Husken F. 1998. Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman Sejarah Diferensiasi Sosial
Jawa 1830-1980. Jakarta [ID]. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kaligis R. 2012. Analisis Dampak Sosial (ANDASOS) untuk Ukuran Kinerja
Pemerintahan. [Jurnal]. Insani, No. 12 : 67-74.
Karsidi R. 2012. Mobilitas Sosial Petani di Sentra Industri Kecil. [Jurnal]. Surakarta
[ID]. Universitas Sebelas Maret. [Diakses pada 08 November 2015 pukul 19.00
WIB]. Tersedia pada alamat: http://ravik.staff.uns.ac.id/2008/04/22/mobilitassosial-petani-di-sentra-industri-kecil/
Kinseng R et all. 2013. Kajian Dampak Sosial Ekonomi dan Manajemen Agraria di
Wilayah Konsesi Pertambangan Batu Bara. [Laporan Penelitian]. Sulawesi [ID].
Program kajian Agraria-PSP3, LPPM Institut Pertanian Bogor.
Kolopaking L, Dharmawan A et all . 2003. Sosiologi Umum. Bogor [ID]. Jurusan
Sosial Ekonomi, FAPERTA, IPB.
Kurniawan Y. 2013. Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Bertahan Masyarakat
Sekitar Industri. [Jurnal]. Sukoharjo [ID]. Vol 3, No 2 (2013).
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta [ID]. Gadjah
Mada University Press.
Sihaloho M, Purwandari H, Supriyadi A. 2009. Reforma Agraria di Bidang Pertanian:
Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan
Komunitas Pekebun di Lebak, Banten. Sodality. 3(1). 1 – 16.
Susilo E. 2010. Kajian Struktur Sosial Masyarakat Nelayan di Ekosistem Pesisir.
[Jurnal]. Karanggingso [ID]. Wacana, Vol. 13 No.2. April 2010. [Diakses pada
20 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB]. Tersedia pada alamat:
http://karyailmiah.fp.ub.ac.id/fp/wp-content/uploads/2012/11/176-320-1-PBKSK-KHY-Jurnal-Wacana-Vol13-No2-2010.pdf
29
Widodo S. Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir.
[Jurnal]. Depok [ID]. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Juli 2011: 1020.
Widiyanto et all. 2010. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng
Gunung Sumbing. [Jurnal]. Bogor [ID]. Sodality, Vol. 04, No. 01 : 91-114.
[Diakses pada 27 Oktober 2015 pukul 17.00 WIB]. Tersedia pada alamat:
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewArticle/5851
Yulianto E H. 2009. Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan Lokal Masyarakat
Akibat Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit. [Jurnal]. Kalimantan Timur [ID].
Vo. 1. No.7. 2010 : 39-46. [Diakses pada 07 November 2015 pukul 19.00 WIB].
Tersedia
pada
alamat:
https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-7-no-1eko.pdf
30
RIWAYAT HIDUP
Ade Febryanti dilahirkan di Bengkulu Utara pada tanggal 22 Februari 1994, dari
pasangan Ruki Yanto dan Sukris Wati. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah
TK PKK Sukamakmur (1999-2000), SDN 08 Putri Hijau (2000-2006), SMPIT
Baitussallam Kadungora (2006-2009), dan SMAIT Assyifa Boarding School (20092012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, melalui jalur Seleksi Uji Talenta Masuk IPB (UTM).
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi,
Anggota Departemen PSDM BEM TPB 49 (2012-2013), Anggota Public Relation BEM
FEMA IPB (2013-2014), Anggota Event Organizer Training dan Outbond ATOM
INDONESIA (2014-sekarang), dan Anggota FLP Bogor (2015-sekarang). Selain itu
penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan di dalam kampus, yaitu Ketua
PDD acara Gravitasi (2013), Anggota Logstran acara BEM TPB CUP (2013), Sekertaris
acara SILIKA (2013), SG acara MPKMB 50 (2013), Sekertaris acara Fema Go Public
(2014), dan Anggota Humas acara LES 8 (Leadership Enterpreneur School) (2014).
Download