Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). TB menginfeksi sekitar dua milyar penduduk dunia dan sekitar 10% di antaranya akan mengembangkan penyakit TB. Diperkirakan dua juta penderita TB tersebut meninggal setiap tahunnya (Yue et al., 2003; Corbett et al., 2003). Berdasarkan data dari WHO, pada tahun 2005 kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus TB baru dengan jumlah kasus sebanyak 34% dari seluruh kasus dan jumlah kematian sebanyak 1,6 juta (WHO, 2007). Di Indonesia, penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, serta merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok infeksi tunggal. Penyakit TB menular melalui udara. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan basil ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung basil dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan, baksil tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Untuk penderita HIV resiko tertular penyakit ini lebih besar karena daya tahan tubuh mereka yang rendah. Ketika Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) berhasil menginfeksi paruparu, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulst). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri M. tuberculosis akan berusaha dihambat perkembanganya melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri oleh sel paru-paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri M. tuberculosis berada dalam keadaan dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto Rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru, ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). II.2 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) termasuk ke dalam kelas Mycobacteria bersifat gram positif, tidak dapat membentuk spora dan non-motile. Bakteri ini berbentuk batang sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882 (http://en.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium tuberculosis), sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri obligat aerob yang pertumbuhannya dibantu oleh tekanan CO2 sebesar 5% - 10% tetapi dihambat oleh pH dibawah 6,5. Waktu pembelahannya berkisar 15-20 jam. Bakteri ini hanya tumbuh pada suhu 35-37 oC namun dapat tahan berbulan–bulan pada suhu fluktuatif dan sputum kering (http://www.microbiologybites.com). Mycobacterium tuberculosis memiliki genom yang berukuran 4.411.529 pb yang terdiri kira-kira 4.000 gen. Seratus gen diantaranya telah diprediksikan berfungsi dalam β-oksidasi asam lemak, sejumlah besar gen yang digunakan dalam metabolisme asam lemak diduga berhubungan dengan kemampuan sebagai patogen untuk tumbuh dalam jaringan atau host yang terinfeksi, dimana asam lemak merupakan sumber karbon utama. Gambar II.1 Peta genom M .tuberculosis H37Rv. Gambar di atas memperlihatkan genom M. tuberculosis H37Rv yang berukuran 4,411,529 bp dan berbentuk sirkular. Lebih dari 60% dinding sel M .tuberculosis terdiri atas lipid yang dibagi ke dalam tiga komponen utama, yaitu asam mikolat, cord factor, dan wax-D. Asam mikolat adalah asam lemak rantai panjang α-alkil β-hidroksi yang mengandung C60-C90 dengan atau tanpa lapisan lilin, dan merupakan komponen utama dinding sel mikobakteri, yaitu sebanyak 50% berat kering sel. Asam mikolat merupakan molekul hidrofobik kuat yang membentuk ‘cangkang’ lipid di sekeliling sel dan mempengaruhi permeabilitas sel. Asam mikolat diduga kuat menentukan virulensi M. tuberculosis. Komplek lipid-arabinogalaktan dan lipoarabinomannan (LAM) adalah antigen permukaan sel M. tuberculosis yang akan berikatan dengan reseptor manosa pada sel makrofag (Brooks et al., 2004). M. tuberculosis resisten terhadap pengeringan dan bertahan di dahak yang kering pada periode waktu yang cukup panjang. Selain itu, M. tuberculosis tidak menghasilkan eksotoksin, endotoksin, atau enzim nekrotisasi jaringan lainnya. Namun selain asam mikolat, cord factor (trehalosa 6,6-dimikolat) juga terlibat dalam virulensi (menghambat migrasi sel-sel polimorfonuklear pada sistem imun) dan hipersensitivitas karena komponen ini banyak terdapat pada M. tuberculosis yang virulen. Cord factor bertanggung jawab atas pembentukan serpentine cord sehingga pertumbuhan M. tuberculosis membentuk ikatan dalam media cair (Brooks et al., 2004). II.3 Multidrug-resistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) Menurut WHO, MDR-TB didefinisikan sebagai M. tuberculosis yang resisten terhadap RIF dan INH (Yue et al., 2003 ). MDR-TB digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu resisten primer, bila populasi M .tuberculosis telah resisten OAT pada penderita yang sebelumnya belum pernah diobati sedangkan resistensi sekunder terjadi selama kemoterapi pada penderita TB yang sebelumnya diobati oleh OAT tersebut (Brooks, et al., 2004). Saat ini penyebaran MDR-TB telah menjadi perhatian utama karena bakteri ini sering menyebabkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Semakin bertambahnya jumlah penderita TB dan penggunaan OAT yang kurang terkontrol, maka semakin banyak jumlah isolat MDR-TB. Selain itu, MDR-TB mengembangkan sifat resistennya pada jenis OAT yang lain sehingga saat ini terdapat isolat M. tuberculosis yang dinamai XDR TB (extreme drug-resistant TB, resisten ganda ekstrim). Isolat XDR TB didefinisikan sebagai MDR-TB yang resisten kuinolon dan minimal satu dari tiga OAT lapis pertama golongan kedua dengan pemberian injeksi, yaitu kapreomisin, kanamisin, dan amikasin. II.4 Sifat resisten Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) tidak memiliki plasmid dan tidak dapat melakukan transfer DNA untuk menyebarkan sifat resisten. Adaptasi M. tuberculosis terhadap antibiotik disebabkan oleh mutasi kromosomal secara spontan, dilanjutkan dengan adanya proses seleksi M. tuberculosis yang resisten selama kemoterapi suboptimal (Werngren & Hoffner, 2003). Sifat resisten terhadap berbagai OAT adalah konsekuensi dari mutasi yang terakumulasi (Rie et al., 2001). Pada umumnya mutasi yang terjadi adalah mutasi titik dan delesi pada gen di kromosom. Sejak tahun 1950-an, M. tuberculosis galur Beijing telah menjadi predominan di dunia dengan prevalensi 50%-80%. Genotipe ini disebut sebagai keluarga Beijing karena intensitas tertinggi ditemukan di Beijing, Cina. Seiring dengan mobilitas penduduk dunia, maka galur Beijing juga ikut menyebar. Bakteri M. tuberculosis galur W merupakan kelompok galur Beijing yang sering menimbulkan masalah karena memiliki sifat resisten terhadap INH, etambutol, RIF, dan streptomisin (Soto et al., 2004). Resistensi terhadap rifampin disebabkan mutasi, setidaknya delapan asam amino di sub unit ß RNA polymerase (Talenti et al., 1993). Isoniazid berperan menghambat jalan oksigen dalam biosintesis asam mikolat dinding sel. Setidaknya terdapat empat gen yang terlibat dalam resistensi isoniazid yaitu gen katG yang mengkode protein katalase, gen inhA yang mengode enzim InhA sebagai target isoniazid, gen oxyR dan tetangganya gen ahpC. Resistensi terhadap streptomisin berhubungan dengan mutasi dalam gen rrs yang mengkode 16S rRNA dan gen rspL yang mengkode protein ribosom S12. Sedangkan resistensi terhadap etambutol berhubungan dengan bergantinya protein EmbB, protein yang terlibat dalam sintesis dinding sel komponen arabinogalaktan. II.4.1 Resistensi M. tuberculosis terhadap isoniazid (INH) Isonicotinic acid hydrazide (INH) adalah obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama yang dipakai baik dalam pengobatan ataupun pencegahan TB. Struktur isoniazid (INH) mengandung cincin piridin dan gugus hidrazid, isoniazid berukuran kecil, larut dalam air, dan tidak terionisasi pada pH 6 dan 9 (KrugerThiemer, 1956). INH dapat memasuki basil tuberkel melalui difusi pasif (Zhang et al., 2005). Gambar II.2 Struktur isoniazid. Gambar diatas memperlihatkan bahwa struktur isoniazid terdiri dari cincin piridin dan gugus hidrazid (Timmins and Deretic, 2006). Sifat resisten INH disebabkan oleh mutasi beberapa gen yaitu katG, inhA, kasA, ahpC. Mutasi yang paling sering terjadi adalah mutasi serin menjadi treonin pada kodon 315 (S315T) pada gen katG. Adanya mutasi S315T menyebabkan INH tidak dapat terikat pada sisi oksidasi protein KatG, hal ini diduga sebagai penyebab resistensi (Yue et al., 2003). Mutasi katG315 menghasilkan 70% penurunan aktivitas katalase peroksidase (Wei et al., 2003). Protein KatG dibutuhkan untuk melindungi sel M. tuberculosis dari radikal bebas oksigen di dalam sel makrofag (Pym et al., 2002). II.4.2 Resistensi M. tuberculosis terhadap rifampin (RIF) Rifampin adalah derivat semisintetik dari antibiotik rifamisin yang dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. RIF membunuh mikobakteri secara perlahan dan mensterilkan dahak penderita dari bakteri penyebab TB (Gillespie, 2002). Pemakaian RIF harus berkombinasi dengan OAT lainnya. Resistensi terhadap RIF disebabkan oleh pemberian RIF yang terus menerus sebagai obat tunggal (Brooks et al., 2004). Gambar II.3 Struktur Rifampin. Gambar diatas memperlihatkan struktur rifampin yang merupakan derivat sintetik dari rifampisisn (Campbell et al., 2001) Dalam M. tuberculosis, mono resistansi terhadap RIF jarang terjadi karena 90% isolat klinis tidak hanya resisten terhadap RIF tetapi resisten juga terhadap INH. Adanya resisten terhadap RIF merupakan petunjuk adanya MDR-TB, karena sifat strain ini resisten terhadap RIF. Resistensi terhadap RIF mengacu pada mutasi sub unit ß RNA polymerase yang dikode oleh gen rpoB, jenis mutasi meliputi delesi, insersi dan mutasi titik (Gillespie, 2002). Mutasi terjadi pada daerah sepanjang 81 pb dalam rifampin resistance determining region (RRDR) yang mengkode sisi aktif enzim RNA polymerase. RIF terikat pada celah protein RNA polimerase sehingga mencegah pembentukan ikatan fosfodiester pada basa kedua mRNA, sehingga dapat dikatakan fungsi RIF adalah penghambatan total sintesis ikatan fosfodiester kedua pada transkripsi nukleosida trifosfat (Campell et al., 2001). II.5 Aktivasi INH pada M. tuberculosis INH adalah prodrug yang diaktivasi oleh enzim katalase peroksidase (KatG) M. tuberculosis (Zhang et al., 1992). Enzim ini mengubah INH menjadi bentuk teroksidasi dan radikal organik toksik yang menyerang beberapa target pada sel mikobakteri (Rozwarski et al., 1998). Target utama dari radikal ini adalah asam mikolat pembentuk dinding sel, selain itu target lainnya adalah DNA, karbohidrat, lemak dan metabolisme DNA. Beberapa laporan mengatakan bahwa NADHprotein InhA (enoyl acyl carrier protein [ACP] reductase) dan protein KasA (ketoacyl acyl carrier protein reductase) terlibat dalam biosintesis asam mikolat dan merupakan dua target enzim intraseluler bagi INH teraktivasi (Marrakchi et al., 2000, Mdluli et al., 1998). Gambar II.4 Aktivasi isoniazid menjadi radikal asil isonikotinat. Gambar diatas memperlihatkan tahapan aktivasi isoniazid yang dirubah menjadi radikal isonikotinat hidrazil, kemudian menjadi radikal asil isonikotinat oleh enzim KatG (Pierattelli et al., 2004). INH yang telah diaktivasi ke dalam bentuk radikal asil isonikotinat oleh katalase akan berikatan kovalen dengan NADH dan membentuk senyawa asil-NADH isonikotinat di tempat terikatnya protein InhA dan menimbulkan efek toksik bagi M tuberculosis. Protein InhA bekerja pada pemanjangan rantai lipid dan mengkatalisis tahap sintesis asam mikolat. Mn2+ yang terlibat dalam reaksi ini tidak mempengaruhi peningkatan produksi enoil-ACP reduktase (Salyers dan Whitt, 2002). Gambar II.5 Pembentukan senyawa asil-NADH isonikotinat. Gambar tersebut menjelaskan pembentukan senyawa asil-NADH isonikotinat melalui ikatan kovalen antara gugus hidrazil dan NADH yang terjadi pada enzim InhA (Graham et al., 2006). Aktivasi INH pada M. tuberculosis memerlukan enzim KatG, enzim ini mengkatalisis oksidasi INH saat tidak ada peroksida, oksidasi INH membutuhkan agen pereduksi contohnya hidrazin, produk dekomposisinya terlihat dalam larutan INH (Magliozzo et al., 1996), dan INH diaktivasi hanya pada kondisi aerob (Magliozzo et al., 1996). Bentuk enzim yang tereduksi mengandung ferro-heme bereaksi dengan O2 untuk menghasilkan bentuk aktif enzim-oksiferro, namun reaksi secara in vivo belum diketahui. Piratelli et al., pada tahun 2004 telah memperkirakan mekansme pengaktifan INH pada enzim KatG. Interaksi antara residu-residu pada sisi aktif yang dapat menstabilkan jalur aktifasi INH hingga menghasilkan radikal asil. Senyawa I yang didapat setelah bereaksi dengan peroksida direduksi oleh INH dengan mentransfer satu elektron ke heme, bersamaan dengan lepasnya proton dari hidrazid dan diterima oleh His108. Reaksi selanjutnya adalah ikatan C-N pada hidrazida terpecah menghasilkan diazene. Reaksi intermediet diazene dapat distabilkan dalam sisi aktif enzim dengan interaksi Trp107, Asp137. Pengubahan diazene menjadi hidrazin dan amonia melibatkan deprotonasi his108 dan Asp137. Gambar II.6 Kompleks INH-KatG M. tuberculosis. Heme berwarna abu-abu, rantai utama protein dan gugus samping berwarna merah muda, Asp137 berada dekat INH. Atom karbon INH berwarna hijau (Pirattelli et al., 2004). Langkah 1 Langkah 2 Gambar II.7 Interaksi-interaksi yang mungkin dalam pengaktifan INH. Residureisdu enzim KatG M. tuberculosis yang terlibat dalam produksi radikalisonikotinat. Heme porphyrin ditunjukkan dalam bentuk jajaran genjang (Pirratteli et al., 2004). II.5 Enzim katalase peroksidase (KatG) M. tuberculosis Enzim katalase peroksidase adalah enzim bifungsional dan sangat bergantung pada hemes sebagai ligan. Enzim ini mempunyai aktifitas katalitik yang lebih besar daripada enzim katalase yang monofungsional dan aktifitas peroksida yang melebar. Peran enzim KatG adalah melindungi bakteri dari molekul racun termasuk hidroperoksida dan aktif pada lingkungan aerob (Bertrand et al., 2004). Enzim KatG biasanya homodimer atau tetramer dengan masing-masing subunit berukuran 80 kDa. Setiap rantai polipeptida tunggal berukuran 40 kDa (Bertrand et al., 2004). Enzim KatG terdiri dari tiga domain: Domain N terminal yang terdiri dari 54 residu asam amino, domain pengikatan heme dimulai dari residu 55 hingga 423, dan domain C terminal yang dimulai dari residu 424 hingga 740. Peta densitas elektron tiap monomer, residu 24-740 rantai polipeptida, 703 molekul air berhubungan dengan homodimer. Gambar II.8 Monomer enzim KatG. Domain N terminal ditunjukkan oleh warna merah muda, dan domain C termnal ditunjukkan oleh warna merah tua. Heme ditunjukkan oleh warna abu-abu. Residu N terminal 24-30 diberi garis bawah hijau dan residu 278-312 diberi garis bawah merah (Bertrand et al., 2004) Analisis sekuen menunjukkan domain N terminal mengandung motif pengikatan heme, sedangkan domain C terminal tidak mempunyai fitur ini. Disamping mempunyai aktifitas katalitik yang kuat, sekuen enzim KatG tidak mempunyai kesamaan dengan katalase. Bagaimanapun, kedua domain enzim KatG menunjukkan kesamaan yang tinggi sekuen dengan cytochrome c peroxidase (CcP) dan ascorbate peroxidase (APX). Enzim KatG termasuk kedalam kelas I peroksidase dari superfamili tumbuh-tumbuhan, jamur dan bakteri (Bertrand et al., 2004). Observasi homodimer pada struktur kristal enzim KatG M. tuberculosis dengan menggunakan filtrasi gel dan studi penyebaran x-ray sudut kecil memperlihatkan bahwa enzim tersebut dimer dalam larutan. Berdasarkan struktur kristal enzim KatG diperkirakan interaksi inter-domain antara domain N dan C terminal merupakan dua monomer yang membentuk homodimer fungsional. Kurangnya kerapatan elektron pada 23 residu pertama diartikan bahwa terdapat fleksibilitas konformasi pada domain N terminal. Selain itu residu N terminal berbentuk kait ”hook” disekeliling domain tersebut yang mungkin berfungsi menstabilkan formasi dimer. Gambar II.9 Struktur enzim KatG M. tuberculosis. Struktur keseluruhan homodimer, subunit 1 berwarna merah muda (domain N terminal berwarna merah muda terang, dan domain C terminal berwarna merah tua), subunit 2 berwarna biru (domain N terminal berwarna biru terang, dan domain C tereminal berwarna biru gelap). Grup heme berwarna abu-abu (A). Skema representatif homodimer (B) (Bertrand et al., 2004) Gambar II.10 Interaksi hidrofobik pada enzim KatG. Residu N-ujung tiap sub unit monomer dari kait ’hook’saling terikat melalui interaksi hidrofobik termasuk residu Tyr28 dan Tyr197 dan residu Trp38 dan Trp204. elips yang berwarna hitam menunjukkan arah simetri axis folding-2 (Bertrand et al., 2004) Kestabilan enzim KatG dimediasi oleh adanya tumpukan interaksi antara Tyr28 dan Tyr97 serta Trp38 dan Trp204 dari monomer yang berhadapan (Bertrand et al., 2004). Sisi aktif enzim KatG M.tuberculosis berada didaerah heme, pola ini sama dengan hmCp dan bpCP serta menyerupai enzim peroksidase kelas I. Kerapatan heme protoporphyrin IX yang ditempeli sisi aktif enzim KatG sepenuhnya belum dimodifikasi. Pada kasus enzim KatG M. tuberculosis, jumlah heme bertambah dari 0,5 heme/dimer menjadi 2 heme/dimer oleh inkubasi sel E.coli yang mengandung overproduksi enzim dengan suspensi hemin sesaat sebelum sonikasi. Disekeliling heme pada enzim KatG terdapat elemen struktur yang tipikal dengan enzim KatG kelas I keluarga peroksidase. Pemetaan enam residu kunci sisi aktif lestari yaitu Arg104, Trp107, dan His108 pada kantung distal dan His270, Trp321, dan Asp381 pada kantung proksimal. Empat molekul air dapat juga diidentifikasi diatas heme didalam kantung distal struktur kristal enzim katG M. tuberculosis. Wat7, wat235, and wat427 kedudukanya posisinya sama dalam observasi molekul air pada struktur kristal bpCp dan hmCp. Enzim KatG M. tuberculosis mengandung juga tambahan molekul air yaitu wat352 dan berikatan hidrogen Wat427. Hasil observasi memperlihatkan tidak ada molekul air yang ditemukan berligasi dengan besi heme dan heme hanya memiliki lima keadaan koordinasi (Bertrand et al., 2004). . Gambar II.11 Lingkungan heme enzim KatG M. tuberculosis. Pada sisi distal, residu Arg104, Trp107 dan His108 ditunjukkan berhadapan dengan empat molekul air (merah). Di sisi proksimal ditunjukkan His270, trp321, dan Asp381. Ikatan hydrogen ditunjukkan dengan garis putus-putus(A). Simulasi gabungan penempelan Fo_Fc menghilangkan peta kerapatan electron disekeliling 2σ (berwarna biru laut). Atom karbon protein berwarna merah muda, atom oksigen berwarna merah, nitrogen berwarna biru, sulfur berwarna oranye, karbon heme berwarna abu-abu, oksigen berwarna merah keunguan(B) (Bertrand et al., 2004) II.6 Mutasi protein KatG M.tuberculosis Resistansi terhadap INH berasal dari delesi atau mutasi titik pada gen katG yang mengkode enzim katalase peroksidase (KatG) M. tuberculosis, meskipun pada beberapa kasus resistansi dapat hadir pada gen yang mengkode enzim InhA dan KasA, enzim tersebut dibutuhkan untuk memproduksi asam mikolat, dimana asam mikolat ini dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Dengan menggunakan struktur kristal enzim KatG, pengaruh dari mutasi titik yang bertempat di sisi pengikatan INH pada kantung distal dapat dilihat pada gambar 12. Mutasi Ser315 merupakan mutasi yang paling sering terjadi pada kasus resistensi. Ser315 dilaporkan mengalami mutasi menjadi asparagin, isoleusin, arginin, dan glisin meskipun mutasi yang paling banyak terjadi adalah treonin. Berdasarkan sisi pengikatan INH pada struktur KatG, mutasi 315Thr diprediksikan mengubah sisi pengikatan untuk kerapatan hidrazinil INH dan atau mempengaruhi transfer elektron ke heme. Lokasi Ser315 terletak di batas luar kantung pengikatan INH dibagian bawah saluran substrat. Mutasi menjadi treonin pada kompleks enzim KatG dan INH dapat menurunkan afinitas enzim terhadap obat dengan cara menaikkan halangan sterik pada posisi ini dan menghalangi akses pengikatan substrat pada sisi pengikatan substrat. Hasil observasi menyatakan mutan S315T mengurangi afinitas untuk berikatan dengan INH tetapi enzim masih mampu mengoksidasi INH dengan jumlah yang eqivalen seperti pada enzim KatG wild type. Selain itu, mutasi yang lainya kecuali glisin dapat menaikkan halangan sterik dan membatasi akses sisi pengikatan substrat. Besarnya perubahan konformasi dapat mengurangi afinitas dan secara potensial mengubah orientasi INH di sisi aktif enzim. Gambar II.12 Posisi mutasi dekat dengan sisi pengikatan INH pada enzim KatG M. tuberculosis. Residu yang ditemukan mengalami mutasi pada isolat diberi warna hijau. Residu Arg104, Trp107, Asp137, Tyr229, Met255, His270, Trp321, dan Asp381 diwarnai pink, untuk menunjukkan sisi aktif KatG. INH diwarnai hijau dan heme abu-abu (Bertrand et al., 2004) Gambar II.13 Sisi pengikatan substrat untuk INH pada M. tuberculosis. Kerapatan elektron Fo-Fc pada wilayah pengikatan INH. Residu disekeliling ditandai dengan label (A). Dua sisi pengikatan INH berwarna hijau (2). Atom karbon enzim berwarna merah muda, oksigen berwarna merah, nitrogen berwarna biru, karbon heme berwarna abu-abu (B) (Bertrand et al., 2004)