Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah

advertisement
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). TB
menginfeksi sekitar dua
milyar penduduk dunia dan sekitar 10% di antaranya akan mengembangkan
penyakit TB. Diperkirakan dua juta penderita TB tersebut meninggal setiap
tahunnya (Yue et al., 2003; Corbett et al., 2003). Berdasarkan data dari WHO,
pada tahun 2005 kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat pertama dalam
jumlah kasus TB baru dengan jumlah kasus sebanyak 34% dari seluruh kasus dan
jumlah kematian sebanyak 1,6 juta (WHO, 2007). Di Indonesia, penyakit ini
menjadi penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan, serta merupakan nomor satu terbesar dalam
kelompok infeksi tunggal.
Penyakit TB menular melalui udara. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan basil ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung basil dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan, baksil tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Untuk penderita HIV resiko
tertular penyakit ini lebih besar karena daya tahan tubuh mereka yang rendah.
Ketika Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) berhasil menginfeksi paruparu, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulst). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri M. tuberculosis
akan berusaha dihambat perkembanganya melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri oleh sel paru-paru. Mekanisme pembentukan dinding itu
membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri M.
tuberculosis berada dalam keadaan dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant
inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto Rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk
sebuah ruang di dalam paru-paru, ruang inilah yang nantinya menjadi sumber
produksi sputum (dahak).
II.2 Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) termasuk ke dalam kelas
Mycobacteria bersifat gram positif, tidak dapat membentuk spora dan non-motile.
Bakteri ini berbentuk batang sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24
Maret 1882 (http://en.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium tuberculosis), sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Mycobacterium
tuberculosis
merupakan
bakteri
obligat
aerob
yang
pertumbuhannya dibantu oleh tekanan CO2 sebesar 5% - 10% tetapi dihambat
oleh pH dibawah 6,5. Waktu pembelahannya berkisar 15-20 jam. Bakteri ini
hanya tumbuh pada suhu 35-37 oC namun dapat tahan berbulan–bulan pada suhu
fluktuatif dan sputum kering (http://www.microbiologybites.com).
Mycobacterium tuberculosis memiliki genom yang berukuran 4.411.529 pb yang
terdiri kira-kira 4.000 gen. Seratus gen diantaranya telah diprediksikan berfungsi
dalam β-oksidasi asam lemak, sejumlah besar gen yang digunakan dalam
metabolisme asam lemak diduga berhubungan dengan kemampuan sebagai
patogen untuk tumbuh dalam jaringan atau host yang terinfeksi, dimana asam
lemak merupakan sumber karbon utama.
Gambar II.1 Peta genom M .tuberculosis H37Rv. Gambar di atas memperlihatkan
genom M. tuberculosis H37Rv yang berukuran 4,411,529 bp dan berbentuk
sirkular.
Lebih dari 60% dinding sel M .tuberculosis terdiri atas lipid yang dibagi ke dalam
tiga komponen utama, yaitu asam mikolat, cord factor, dan wax-D. Asam mikolat
adalah asam lemak rantai panjang α-alkil β-hidroksi yang mengandung C60-C90
dengan atau tanpa lapisan lilin, dan merupakan komponen utama dinding sel
mikobakteri, yaitu sebanyak 50% berat kering sel. Asam mikolat merupakan
molekul hidrofobik kuat yang membentuk ‘cangkang’ lipid di sekeliling sel dan
mempengaruhi permeabilitas sel. Asam mikolat diduga kuat menentukan virulensi
M. tuberculosis. Komplek lipid-arabinogalaktan dan lipoarabinomannan (LAM)
adalah antigen permukaan sel M. tuberculosis yang akan berikatan dengan
reseptor manosa pada sel makrofag (Brooks et al., 2004).
M. tuberculosis resisten terhadap pengeringan dan bertahan di dahak yang kering
pada periode waktu yang cukup panjang. Selain itu, M. tuberculosis tidak
menghasilkan eksotoksin, endotoksin, atau enzim nekrotisasi jaringan lainnya.
Namun selain asam mikolat, cord factor (trehalosa 6,6-dimikolat) juga terlibat
dalam virulensi (menghambat migrasi sel-sel polimorfonuklear pada sistem imun)
dan hipersensitivitas karena komponen ini banyak terdapat pada M. tuberculosis
yang virulen. Cord factor bertanggung jawab atas pembentukan serpentine cord
sehingga pertumbuhan M. tuberculosis membentuk ikatan dalam media cair
(Brooks et al., 2004).
II.3 Multidrug-resistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB)
Menurut WHO, MDR-TB didefinisikan sebagai M. tuberculosis yang resisten
terhadap RIF dan INH (Yue et al., 2003 ). MDR-TB digolongkan ke dalam dua
kategori, yaitu resisten primer, bila populasi M .tuberculosis telah resisten OAT
pada penderita yang sebelumnya belum pernah diobati sedangkan resistensi
sekunder terjadi selama kemoterapi pada penderita TB yang sebelumnya diobati
oleh OAT tersebut (Brooks, et al., 2004).
Saat ini penyebaran MDR-TB telah menjadi perhatian utama karena bakteri ini
sering menyebabkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Semakin
bertambahnya jumlah penderita TB dan penggunaan OAT yang kurang terkontrol,
maka semakin banyak jumlah isolat MDR-TB. Selain itu, MDR-TB
mengembangkan sifat resistennya pada jenis OAT yang lain sehingga saat ini
terdapat isolat M. tuberculosis yang dinamai XDR TB (extreme drug-resistant
TB, resisten ganda ekstrim). Isolat XDR TB didefinisikan sebagai MDR-TB yang
resisten kuinolon dan minimal satu dari tiga OAT lapis pertama golongan kedua
dengan pemberian injeksi, yaitu kapreomisin, kanamisin, dan amikasin.
II.4 Sifat resisten Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) tidak memiliki plasmid dan tidak
dapat melakukan transfer DNA untuk menyebarkan sifat resisten. Adaptasi M.
tuberculosis terhadap antibiotik disebabkan oleh mutasi kromosomal secara
spontan, dilanjutkan dengan adanya proses seleksi M. tuberculosis yang resisten
selama kemoterapi suboptimal (Werngren & Hoffner, 2003). Sifat resisten
terhadap berbagai OAT adalah konsekuensi dari mutasi yang terakumulasi (Rie et
al., 2001). Pada umumnya mutasi yang terjadi adalah mutasi titik dan delesi pada
gen di kromosom.
Sejak tahun 1950-an, M. tuberculosis galur Beijing telah menjadi predominan di
dunia dengan prevalensi 50%-80%. Genotipe ini disebut sebagai keluarga Beijing
karena intensitas tertinggi ditemukan di Beijing, Cina. Seiring dengan mobilitas
penduduk dunia, maka galur Beijing juga ikut menyebar. Bakteri M. tuberculosis
galur W merupakan kelompok galur Beijing yang sering menimbulkan masalah
karena memiliki sifat resisten terhadap INH, etambutol, RIF, dan streptomisin
(Soto et al., 2004).
Resistensi terhadap rifampin disebabkan mutasi, setidaknya delapan asam amino
di sub unit ß RNA polymerase (Talenti et al., 1993). Isoniazid berperan
menghambat jalan oksigen dalam biosintesis asam mikolat dinding sel.
Setidaknya terdapat empat gen yang terlibat dalam resistensi isoniazid yaitu gen
katG yang mengkode protein katalase, gen inhA yang mengode enzim InhA
sebagai target isoniazid, gen oxyR dan tetangganya gen ahpC. Resistensi terhadap
streptomisin berhubungan dengan mutasi dalam gen rrs yang mengkode 16S
rRNA dan gen rspL yang mengkode protein ribosom S12. Sedangkan resistensi
terhadap etambutol berhubungan dengan bergantinya protein EmbB, protein yang
terlibat dalam sintesis dinding sel komponen arabinogalaktan.
II.4.1 Resistensi M. tuberculosis terhadap isoniazid (INH)
Isonicotinic acid hydrazide (INH) adalah obat anti tuberkulosis (OAT) lini
pertama yang dipakai baik dalam pengobatan ataupun pencegahan TB. Struktur
isoniazid (INH) mengandung cincin piridin dan gugus hidrazid, isoniazid
berukuran kecil, larut dalam air, dan tidak terionisasi pada pH 6 dan 9 (KrugerThiemer, 1956). INH dapat memasuki basil tuberkel melalui difusi pasif (Zhang et
al., 2005).
Gambar II.2 Struktur isoniazid. Gambar diatas memperlihatkan bahwa struktur
isoniazid terdiri dari cincin piridin dan gugus hidrazid (Timmins and Deretic,
2006).
Sifat resisten INH disebabkan oleh mutasi beberapa gen yaitu katG, inhA, kasA,
ahpC. Mutasi yang paling sering terjadi adalah mutasi serin menjadi treonin pada
kodon 315 (S315T) pada gen katG. Adanya mutasi S315T menyebabkan INH
tidak dapat terikat pada sisi oksidasi protein KatG, hal ini diduga sebagai
penyebab resistensi (Yue et al., 2003). Mutasi katG315 menghasilkan 70%
penurunan aktivitas katalase peroksidase (Wei et al., 2003). Protein KatG
dibutuhkan untuk melindungi sel M. tuberculosis dari radikal bebas oksigen di
dalam sel makrofag (Pym et al., 2002).
II.4.2 Resistensi M. tuberculosis terhadap rifampin (RIF)
Rifampin adalah derivat semisintetik dari antibiotik rifamisin yang dihasilkan oleh
Streptomyces mediterranei. RIF membunuh mikobakteri secara perlahan dan
mensterilkan dahak penderita dari bakteri penyebab TB (Gillespie, 2002).
Pemakaian RIF harus berkombinasi dengan OAT lainnya. Resistensi terhadap RIF
disebabkan oleh pemberian RIF yang terus menerus sebagai obat tunggal (Brooks
et al., 2004).
Gambar II.3 Struktur Rifampin. Gambar diatas memperlihatkan struktur rifampin
yang merupakan derivat sintetik dari rifampisisn (Campbell et al., 2001)
Dalam M. tuberculosis, mono resistansi terhadap RIF jarang terjadi karena 90%
isolat klinis tidak hanya resisten terhadap RIF tetapi resisten juga terhadap INH.
Adanya resisten terhadap RIF merupakan petunjuk adanya MDR-TB, karena sifat
strain ini resisten terhadap RIF. Resistensi terhadap RIF mengacu pada mutasi sub
unit ß RNA polymerase yang dikode oleh gen rpoB, jenis mutasi meliputi delesi,
insersi dan mutasi titik (Gillespie, 2002). Mutasi terjadi pada daerah sepanjang 81
pb dalam rifampin resistance determining region (RRDR) yang mengkode sisi
aktif enzim RNA polymerase. RIF terikat pada celah protein RNA polimerase
sehingga mencegah pembentukan ikatan fosfodiester pada basa kedua mRNA,
sehingga dapat dikatakan fungsi RIF adalah penghambatan total sintesis ikatan
fosfodiester kedua pada transkripsi nukleosida trifosfat (Campell et al., 2001).
II.5 Aktivasi INH pada M. tuberculosis
INH adalah prodrug yang diaktivasi oleh enzim katalase peroksidase (KatG) M.
tuberculosis (Zhang et al., 1992). Enzim ini mengubah INH menjadi bentuk
teroksidasi dan radikal organik toksik yang menyerang beberapa target pada sel
mikobakteri (Rozwarski et al., 1998). Target utama dari radikal ini adalah asam
mikolat pembentuk dinding sel, selain itu target lainnya adalah DNA, karbohidrat,
lemak dan metabolisme DNA. Beberapa laporan mengatakan bahwa NADHprotein InhA (enoyl acyl carrier protein [ACP] reductase) dan protein KasA
(ketoacyl acyl carrier protein reductase) terlibat dalam biosintesis asam mikolat
dan merupakan dua target enzim intraseluler bagi INH teraktivasi (Marrakchi et
al., 2000, Mdluli et al., 1998).
Gambar II.4 Aktivasi isoniazid menjadi radikal asil isonikotinat. Gambar diatas
memperlihatkan tahapan aktivasi isoniazid yang dirubah menjadi radikal
isonikotinat hidrazil, kemudian menjadi radikal asil isonikotinat oleh enzim KatG
(Pierattelli et al., 2004).
INH yang telah diaktivasi ke dalam bentuk radikal asil isonikotinat oleh katalase
akan berikatan kovalen dengan NADH dan membentuk senyawa asil-NADH
isonikotinat di tempat terikatnya protein InhA dan menimbulkan efek toksik bagi
M tuberculosis. Protein InhA bekerja pada pemanjangan rantai lipid dan
mengkatalisis tahap sintesis asam mikolat. Mn2+ yang terlibat dalam reaksi ini
tidak mempengaruhi peningkatan produksi enoil-ACP reduktase (Salyers dan
Whitt, 2002).
Gambar II.5 Pembentukan senyawa asil-NADH isonikotinat. Gambar tersebut
menjelaskan pembentukan senyawa asil-NADH isonikotinat melalui ikatan
kovalen antara gugus hidrazil dan NADH yang terjadi pada enzim InhA (Graham
et al., 2006).
Aktivasi INH pada M. tuberculosis memerlukan enzim KatG, enzim ini
mengkatalisis oksidasi INH saat tidak ada peroksida, oksidasi INH membutuhkan
agen pereduksi contohnya hidrazin, produk dekomposisinya terlihat dalam larutan
INH (Magliozzo et al., 1996), dan INH diaktivasi hanya pada kondisi aerob
(Magliozzo et al., 1996). Bentuk enzim yang tereduksi mengandung ferro-heme
bereaksi dengan O2 untuk menghasilkan bentuk aktif enzim-oksiferro, namun
reaksi secara in vivo belum diketahui.
Piratelli et al., pada tahun 2004 telah memperkirakan mekansme pengaktifan INH
pada enzim KatG. Interaksi antara residu-residu pada sisi aktif yang dapat
menstabilkan jalur aktifasi INH hingga menghasilkan radikal asil. Senyawa I yang
didapat setelah bereaksi dengan peroksida direduksi oleh INH dengan mentransfer
satu elektron ke heme, bersamaan dengan lepasnya proton dari hidrazid dan
diterima oleh His108. Reaksi selanjutnya adalah ikatan C-N pada hidrazida
terpecah menghasilkan diazene. Reaksi intermediet diazene dapat distabilkan
dalam sisi aktif enzim dengan interaksi Trp107, Asp137. Pengubahan diazene
menjadi hidrazin dan amonia melibatkan deprotonasi his108 dan Asp137.
Gambar II.6 Kompleks INH-KatG M. tuberculosis. Heme berwarna abu-abu,
rantai utama protein dan gugus samping berwarna merah muda, Asp137 berada
dekat INH. Atom karbon INH berwarna hijau (Pirattelli et al., 2004).
Langkah 1
Langkah 2
Gambar II.7 Interaksi-interaksi yang mungkin dalam pengaktifan INH. Residureisdu enzim KatG M. tuberculosis yang terlibat dalam produksi
radikalisonikotinat. Heme porphyrin ditunjukkan dalam bentuk jajaran genjang
(Pirratteli et al., 2004).
II.5 Enzim katalase peroksidase (KatG) M. tuberculosis
Enzim katalase peroksidase adalah enzim bifungsional dan sangat bergantung
pada hemes sebagai ligan. Enzim ini mempunyai aktifitas katalitik yang lebih
besar daripada enzim katalase yang monofungsional dan aktifitas peroksida yang
melebar. Peran enzim KatG adalah melindungi bakteri dari molekul racun
termasuk hidroperoksida dan aktif pada lingkungan aerob (Bertrand et al., 2004).
Enzim KatG biasanya homodimer atau tetramer dengan masing-masing subunit
berukuran 80 kDa. Setiap rantai polipeptida tunggal berukuran 40 kDa (Bertrand
et al., 2004). Enzim KatG terdiri dari tiga domain: Domain N terminal yang terdiri
dari 54 residu asam amino, domain pengikatan heme dimulai dari residu 55
hingga 423, dan domain C terminal yang dimulai dari residu 424 hingga 740.
Peta densitas elektron tiap monomer, residu 24-740 rantai polipeptida, 703
molekul air berhubungan dengan homodimer.
Gambar II.8 Monomer enzim KatG. Domain N terminal ditunjukkan oleh warna
merah muda, dan domain C termnal ditunjukkan oleh warna merah tua. Heme
ditunjukkan oleh warna abu-abu. Residu N terminal 24-30 diberi garis bawah
hijau dan residu 278-312 diberi garis bawah merah (Bertrand et al., 2004)
Analisis sekuen menunjukkan domain N terminal mengandung motif pengikatan
heme, sedangkan domain C terminal tidak mempunyai fitur ini. Disamping
mempunyai aktifitas katalitik yang kuat, sekuen enzim KatG tidak mempunyai
kesamaan
dengan katalase. Bagaimanapun, kedua domain enzim KatG
menunjukkan kesamaan yang tinggi sekuen dengan cytochrome c peroxidase
(CcP) dan ascorbate peroxidase (APX). Enzim KatG termasuk kedalam kelas I
peroksidase dari superfamili tumbuh-tumbuhan, jamur dan bakteri (Bertrand et
al., 2004).
Observasi homodimer pada struktur kristal enzim KatG M. tuberculosis dengan
menggunakan filtrasi gel dan studi penyebaran x-ray sudut kecil memperlihatkan
bahwa enzim tersebut dimer dalam larutan. Berdasarkan struktur kristal enzim
KatG diperkirakan interaksi inter-domain antara domain N dan C terminal
merupakan dua monomer yang membentuk homodimer fungsional. Kurangnya
kerapatan elektron pada 23 residu pertama diartikan bahwa terdapat fleksibilitas
konformasi pada domain N terminal. Selain itu residu N terminal berbentuk kait
”hook” disekeliling domain tersebut yang mungkin berfungsi menstabilkan
formasi dimer.
Gambar II.9 Struktur enzim KatG M. tuberculosis. Struktur keseluruhan
homodimer, subunit 1 berwarna merah muda (domain N terminal berwarna merah
muda terang, dan domain C terminal berwarna merah tua), subunit 2 berwarna
biru (domain N terminal berwarna biru terang, dan domain C tereminal berwarna
biru gelap). Grup heme berwarna abu-abu (A). Skema representatif homodimer
(B) (Bertrand et al., 2004)
Gambar II.10 Interaksi hidrofobik pada enzim KatG. Residu N-ujung tiap sub unit
monomer dari kait ’hook’saling terikat melalui interaksi hidrofobik termasuk
residu Tyr28 dan Tyr197 dan residu Trp38 dan Trp204. elips yang berwarna hitam
menunjukkan arah simetri axis folding-2 (Bertrand et al., 2004)
Kestabilan enzim KatG dimediasi oleh adanya tumpukan interaksi antara Tyr28
dan Tyr97 serta Trp38 dan Trp204 dari monomer yang berhadapan (Bertrand et
al., 2004). Sisi aktif enzim KatG M.tuberculosis berada didaerah heme, pola ini
sama dengan hmCp dan bpCP serta menyerupai enzim peroksidase kelas I.
Kerapatan heme protoporphyrin IX yang ditempeli sisi aktif enzim KatG
sepenuhnya belum dimodifikasi. Pada kasus enzim KatG M. tuberculosis, jumlah
heme bertambah dari 0,5 heme/dimer menjadi 2 heme/dimer oleh inkubasi sel
E.coli yang mengandung overproduksi enzim dengan suspensi hemin sesaat
sebelum sonikasi.
Disekeliling heme pada enzim KatG terdapat elemen struktur yang tipikal dengan
enzim KatG kelas I keluarga peroksidase. Pemetaan enam residu kunci sisi aktif
lestari yaitu Arg104, Trp107, dan His108 pada kantung distal dan His270,
Trp321, dan Asp381 pada kantung proksimal. Empat molekul air dapat juga
diidentifikasi diatas heme didalam kantung distal struktur kristal enzim katG M.
tuberculosis. Wat7, wat235, and wat427 kedudukanya posisinya sama dalam
observasi molekul air pada struktur kristal bpCp dan hmCp. Enzim KatG M.
tuberculosis mengandung juga tambahan molekul air yaitu wat352 dan berikatan
hidrogen Wat427. Hasil observasi memperlihatkan tidak ada molekul air yang
ditemukan berligasi dengan besi heme dan heme hanya memiliki lima keadaan
koordinasi (Bertrand et al., 2004).
.
Gambar II.11 Lingkungan heme enzim KatG M. tuberculosis. Pada sisi distal,
residu Arg104, Trp107 dan His108 ditunjukkan berhadapan dengan empat
molekul air (merah). Di sisi proksimal ditunjukkan His270, trp321, dan Asp381.
Ikatan hydrogen ditunjukkan dengan garis putus-putus(A). Simulasi gabungan
penempelan Fo_Fc menghilangkan peta kerapatan electron disekeliling 2σ
(berwarna biru laut). Atom karbon protein berwarna merah muda, atom oksigen
berwarna merah, nitrogen berwarna biru, sulfur berwarna oranye, karbon heme
berwarna abu-abu, oksigen berwarna merah keunguan(B) (Bertrand et al., 2004)
II.6 Mutasi protein KatG M.tuberculosis
Resistansi terhadap INH berasal dari delesi atau mutasi titik pada gen katG yang
mengkode enzim katalase peroksidase (KatG) M. tuberculosis, meskipun pada
beberapa kasus resistansi dapat hadir pada gen yang mengkode enzim InhA dan
KasA, enzim tersebut dibutuhkan untuk memproduksi asam mikolat, dimana asam
mikolat ini dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Dengan menggunakan
struktur kristal enzim KatG, pengaruh dari mutasi titik yang bertempat di sisi
pengikatan INH pada kantung distal dapat dilihat pada gambar 12.
Mutasi Ser315 merupakan mutasi yang paling sering terjadi pada kasus resistensi.
Ser315 dilaporkan mengalami mutasi menjadi asparagin, isoleusin, arginin, dan
glisin meskipun mutasi yang paling banyak terjadi adalah treonin. Berdasarkan
sisi pengikatan INH pada struktur KatG, mutasi 315Thr diprediksikan mengubah
sisi pengikatan untuk kerapatan hidrazinil INH dan atau mempengaruhi transfer
elektron ke heme. Lokasi Ser315 terletak di batas luar kantung pengikatan INH
dibagian bawah saluran substrat. Mutasi menjadi treonin pada kompleks enzim
KatG dan INH dapat menurunkan afinitas enzim terhadap obat dengan cara
menaikkan halangan sterik pada posisi ini dan menghalangi akses pengikatan
substrat pada sisi pengikatan substrat.
Hasil observasi menyatakan mutan S315T mengurangi afinitas untuk berikatan
dengan INH tetapi enzim masih mampu mengoksidasi INH dengan jumlah yang
eqivalen seperti pada enzim KatG wild type. Selain itu, mutasi yang lainya kecuali
glisin dapat menaikkan halangan sterik dan membatasi akses sisi pengikatan
substrat. Besarnya perubahan konformasi dapat mengurangi afinitas dan secara
potensial mengubah orientasi INH di sisi aktif enzim.
Gambar II.12 Posisi mutasi dekat dengan sisi pengikatan INH pada enzim KatG
M. tuberculosis. Residu yang ditemukan mengalami mutasi pada isolat diberi
warna hijau. Residu Arg104, Trp107, Asp137, Tyr229, Met255, His270, Trp321,
dan Asp381 diwarnai pink, untuk menunjukkan sisi aktif KatG. INH diwarnai
hijau dan heme abu-abu (Bertrand et al., 2004)
Gambar II.13 Sisi pengikatan substrat untuk INH pada M. tuberculosis. Kerapatan
elektron Fo-Fc pada wilayah pengikatan INH. Residu disekeliling ditandai dengan
label (A). Dua sisi pengikatan INH berwarna hijau (2). Atom karbon enzim
berwarna merah muda, oksigen berwarna merah, nitrogen berwarna biru, karbon
heme berwarna abu-abu (B) (Bertrand et al., 2004)
Download