AL-QUR’AN DAN DEWESTERNISASI WORD VIEW Oleh Abu Abduzzhoohir. Al-Qur’an dan Assunnah adalah pedoman hidup umat Islam yang tidak dapat dipisahkan. Umat islam seharusnya memahami hal tersebut dengan baik. Namun, masih banyak yang tidak tahu tujuan diturunkannya al-Qur’an dan diutusnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Ketidaktahuan itu menimbulkan banyak permasalah hidup dalam tubuh kaum muslimin. Di dalam al-Qur’an disebutkan, “Sebagai pelajaran, Kaum ‘Ad, telah dihancurkan oleh Allah SWT karena berlaku takabbur dan merasa paling berkuasa dan paling kuat. Mereka merasa tidak ada lagi yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami?”(QS Fusshhilat:15). Jadi, berdasarkan pada ayat di atas menjelaskan tentang kehancuran yang disebabkan oleh kesombongan pada kaum tertentu. Peradaban Islam yang dibangun pada fase awal Islam perlahan runtuh disebabkan oleh kelemahan kaum muslimin itu sendiri. Dalam hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, beliau menyebutkan, “Umat Islam akan diperebutkan oleh umat-umat manusia dari setiap penjuru dunia, sebagaimana orang-orang yang sedang makan memperebutkan hidangan di atas wadah besar” (Hadits Shahih, asSyaamilah). Fakta menunjukkan tentang kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Di bidang militer, umat kalah dihadapan kaum kafir, penjajahan terhadap tanah kaum muslimin, kedaulatan kaum muslimin banyak yang dirampas, serta pembunuhan massal terhadap kaum muslimin. Di bidang ekonomi, umat kalah dihadapan ekonomi riba yang diusung oleh kaum kafir, sebagian besar umat islam mengalami kemiskinan, dan kasus kelaparan di beberapa daerah atau negeri muslim sehingga terkadang memaksa umat Islam membatalkan Aqidahnya. Bidang social, tampak adanya kesenjangan antar masyarakat, ukhuwah dan pola interaksi yang tidak baik, saling menjatuhkan, membunuh sesama. Bidang politik, pejabat muslim tidak berdaya dengan etika politik yang tidak sehat. Terkadang menyeret pejabat muslim terlibat korupsi. Di bidang budaya, hedonism, materialism, dan premanisme mencekoki pikiran sebagian besar generasi muslim sekarang. Mereka menjadi korban dari buruknya kondisi sosial. Di bidang pendidikan, Pendidikan akidah dan akhlak kurang dan hanya berorientasi mendapat nilai yang baik tanpa melihat aspek sikap dan akhlak anak didik, serta kurangnya tauladan semakin menambah parah situasi tersebut. Realitas tersebut harusnya menjadi pelajaran dan motivasi umat untuk memperbaiki diri. Umat islam membutuhkan kerja keras dan tentunya kesabaran dalam menghadapi permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut haruslah diselesaikan dengan mengembalikan pada permasalahan utama kaum muslimin, permasalahan tersebut adalah hilangnya identitas dan jauhnya kaum muslimin dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Umat Islam harus kembali memusatkan perhatiannya, mempelajari, mentadabburi Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, sehingga permasalahan di bidang pendidikan menjadi permasalahan utama dalam memperbaiki kondisi umat. Mengembalikan dasar ilmu kepada sumbernya (Al Qur’an dan AsSunnah), tidak cenderung kepada teori-teori yang tidak punya ujung, dan cenderung berlaku sementara. Sebagai contoh tentang konsep pendidikan karakter. Definisi karakter dalam pendidikan karakter tersebut, harus memiliki definisi dan arah yang baik. Karakter tidak dipahami dan diartikan seenaknya saja dan hanya merujuk pada satu pemahaman manusia saja, tidak berubah-ubah akibat pola pikir manusia. Karakter itu mestinya mencerminkan kepatuhan pada satu titik acuan yaitu Sang Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan tujuan awal manusia di permukaan bumi ini sebagai hambah dan khalifat (QS. Adzzariat: 59), Harus diketahui, pemahaman tentang karakter (akhlak) itu bisa saja berbeda dengan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Bangsa Indonesia misalkan, memiliki pemahaman tentang karakter yang terintegrasi dalam nilai-nilai leluhur yang berlaku universal ( Agama Islam), berbeda dengan bangsa barat yang cenderung memahami karakter tersebut terpisah dari nilai agama yang bisa saja berubah-ubah sesuai keadaan manusia, dan pemahaman manusia. Hal tersebut dipahami bahwa ilmu yang menurut sudut pandang barat bebas dari nilai adalah salah satu sudut pandang yang salah, karena ketika barat menyatakan bahwa ilmu itu bebas dari nilai, justru menjadi bukti bahwa ilmu tidak lepas dari nilai. Justru, pemahaman barat sebenarnya ingin menyatakan bahwa ilmu itu bebas dari nilai agama. Tentunya, hal tersebut berbeda dengan pandangan bangsa Indonesia yang secara jelas dalam sila Pancasila, dimana kontribusi umat Islam sangat besar dalam perumusannya. Sila pertama, ketuhanan yang Maha Esa (Tauhid); Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan masih banyak kontribusi umat Islam dalam dunia pendidikan demi membangun bangsa ini. Sumber: Jurnal Islamiah (INSIST) Bisa dibaca di: islamiwindow.blogspot.com