BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kardiomiopati diabetik

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kardiomiopati diabetik adalah suatu proses primer kelainan struktur dan fungsional dari
miokardium jantung yang secara tidak secara langsung berhubungan dengan penyakit arteri
koroner, hipertensi atau penyakit jantung lainnya pada penderita diabetes.2, 5
2.2. Perubahan struktural dan fungsional yang terjadi pada kardiomiopati diabetik
2.2.1. Left Ventricular hypertrophy (LVH)
Peningkatan massa dari ventrikel kiri merupakan faktor independen untuk terjadinya gagal
jantung dan tidak berhubungan dengan tekanan darah arterial pasien DM tipe 2, hal ini sangat
berkontribusi dalam penurunan kemampuan dari miokardium.2 Studi Framingham
melaporkan adanya peningkatan yang signifikan terjadinya penebalan dinding ventrikel kiri
pasien dengan diabetes. Penelitian lain menyebutkan, peningkatan massa ventrikel kiri terjadi
hanya pada pasien dengan diabetes dan bukan pada pasien dengan kegagalan glukosa puasa
atau intoleransi glukosa. Perubahan miokardial pada diabetes bukan merupakan suatu
kelainan awal, namun merupakan konsekuensi dari diabetes yang berkepanjangan yang
berhubungan dengan hiperglisemia dan atau obesitas.
Obesitas akan melepaskan sitokin yang diproduksi oleh jaringan adiposa. Leptin
sangat berhubungan dengan hipertrofi jantung pada manusia dan secara langsung
menginduksi hipertrofi kardiomiosit secara in vitro. Begitu juga pada resitin, yang merupakan
adipokine yang dilepaskan oleh makrofag, akan menginduksi hipertrofi kardiomiosit secara
in vitro via IRS – 1 dan MAPK signaling pathway. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia
mempunyai korelasi dengan peningkatan massa ventrikel kiri yang didukung dengan
hipertrofi jantung dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya gagal jantung.2
2.2.2. Disfungsi Diastolik2,5
Disfungsi diastolik dikarakteristikkan sebagai kegagalan relaksasi dan pengisian pasif dari
ventrikel kiri.5 Dikatakan gagal jantung diastolik apabila disfungsi diastolik berhubungan
dengan peningatan end diastolic pressure, adanya tanda-tanda gagal jantung dan normal
fraksi ejeksi. 47% pasien DM tipe 2 dengan gula darah terkontrol, ditemukan adanya
disfungsi diastolik.
Disfungsi diastolik berhubungan dengan peningkatan massa dari ventrikel kiri. Pada
kardiomiopati diabetik dengan penurunan fraksi ejeksi, deposit dari kolagen miokardium dan
AGEs (advanced glycosylation end-product) merupakan proses patologi penyebab penurunan
elastisitas dari miokardium. LVH akan menyebabkan kekakuan pasif dan kegagalan relaksasi
dari miokardium. Keadaan dimana terjadi disfungsi diastolik merupakan hal paling pertama
yang dapat dideteksi pada kardiomiopati diabetik.
2.2.3. Disfungsi Sistolik 2,5
Abnormalitas pada fungsi diastolik terjadi karena respon kontraksi yang lama pada
subendokardium yang mengalami fibrosis, iskemia dan hipertrofi. Pada pasien diabetes,
gangguan fungsi sistolik berhubungan dengan peningkatan radikal yang menyebabkan
penabalan massa jantung, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi fraksi ejeksi dari
ventrikel kiri.
2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Kardiomiopati Diabetik.3
Perkembangan terjadinya kardiomiopati diabetik merupakan multifaktorial dan berhubungan
dengan gangguan metabolik, fibrosis miokardium, penyakit pada pembuluh darah kecil,
disfungsi autonomik dan resistensi insulin.
1. Gangguan metabolik 3,6
a. Perubahan metabolik pada diabetes secara langsung dipicu oleh hiperglisemia.
Jantung diabetes distimulasi oleh glikolisis dan oksidasi glukosa. Patogenesis utama
berhubungan dengan kerusakan miosit jantung. Pada jantung diabetik, transportasi
glukosa ke dalam miokardium mengalami penurunan, dikarenakan penurunan dari
tansporter glukosa (GLUTs) 1 dan 4, sehingga mengakibatkan oksigenasi ke dalam
miokardium berkurang, berakibat pada penurunan ATP pada otot jantung, dan jantung
mengalami gangguan kontraktilitas. Gangguan kontraktilitas dapat menyebabkan
peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kiri, penurunan cardiac output dan
cardiac power. Gangguan metabolisme glukosa pada kardiomiopati biasanya
disebabkan oleh faktor genetik.
b. Gangguan metabolisme FFA.
Peningkatan FFA akan menyebabkan resistensi insulin perifer dan memicu terjadinya
kematian sel. Peningkatan FFA disebabkan oleh peningkatan jaringan adiposa yang
lipolisis. FFA akan menginduksi penghambatan dari oksidasi glukosa, sehingga
apabila kadar FFA tinggi di sirkulasi maupun di selular, maka akan terjadi gangguan
oksigenasi pada jantung selama FFA bermetabolisme karena bersifat toksik dan pada
akhirnya akan merusak fungsi dari mikardium dan mengakibatkan perubahan
morfologi jantung yang berat.
c. Abnormalitas regulasi kalsium
Stres oksidatif yang disebabkan oleh molekul toksik akan berperan pada remodeling
subselular dan gangguan regulasi kalsium pada kardiomiopati diabetik. Gangguan
fungsi regulasi dan kontaktilitas protein, retikulum endoplasmik Ca2+ -ATPase dan
Na+-Ca2+ merupakan faktor penting terjadinya abnormalitas karbohidrat pada
miokardium dan metabolisme lipid pada diabetes. Hal ini diakibatkan terjadinya
akumulasi molekul toksik seperti rantai panjang dari acylcarnitines, radikal bebas dan
abnormalitas membran lipid yang pada akhirnya akan merusak sensitivitas kalsium
dalam regulasi protein dan merusak sistem actomyosin. Kerusakan sensitivitas
kalsium akan menyebabkan kerusakan rantai miosin jantung (V1-V3), penurunanan
retikulum endoplasmik Ca2+ ATPase dan penurunan retikulum endoplasmik kalsium
(SERCA2a) yang memompa protein sehingga menyebabkan gangguan fungsi
ventrikel kiri.
d. Korelasi antara gangguan metabolik dengan disfungsi ventrikel kiri.
Perubahan gangguan miokardial sangat berhubungan dengan level glukosa darah yang
pada akhirnya menyebabkan gangguan metabolik itu sendiri pada stadium awal.
Dilaporkan bahwa gangguan metabolisme ini akan mengakibatkan gangguan
pengisian ventrikel kiri (terutama pada diabetik lama dan glukosa darah tidak
terkontrol) pada diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 2, terdapat hubungan antara
glukosa darah dengan level IGF-1 dimana kekurangan IGF-1 akan menyebabkan
miokardial apoptosis yang tidak terkontrol dan menyabebakan gangguan fungsi
miokardium. Gangguan fungsi miokardium akan menyebabkan gangguan pengisian
ventrikel kiri, gangguan relaksasi jantung kiri, gangguan tekanan sistolik ventrikel
kiri, gangguan volume end-diastolik dan penebalan dinding jantung, penurunan fraksi
ejeksi dan gangguan diastolik jantung.
2. Fibrosis miokardium
Fibrosis miokardium dan hipertrofi mioasit merupakan mekanisme utama yang
menjelaskan mekanisme perubahan jantung pada kardiomiopati diabetik. Defek pada
transportasi kalsium selular, defek pada kontraktilitas protein jantung dan peningkatan
formasi kolagen menghasilkan perubahan anatomi dan fungsional pada miokardium.
a. Kematian sel miosit.
Kematian sel miosit disebabkan apoptosis atau nekrosis atau keduanya. Apoptosis
dapat dievaluasi melalui DNA rantai ganda dengan single base atau lebih,
sedangkan nekrosis dapat dievaluasi melalui deteksi kerusakan DNA dengan
“blunt end fragment”. Nekrosis dari miosit lebih dapat dicegah pada pasien
dengan hipertensi dibandingkan diabetes sendiri, namun apoptosis tidak
dipengaruhi dengan hipertensi.
Apoptosis tidak menyebabkan formasi skar atau akumulasi kolagen yang
signifikan, dengan fragmentasi inti dan sel yang digantikan oleh “surrounding
cells”. Sedangkan, nekrosis dari miosit menghasilkan perluasan dari kompartemen
ekstraselular antar miosit dan peningkatan deposit dari kolagen secara difus yang
akhirnya digantikan oleh fibrosis dari nekrosis miosit dan proliferasi jaringan ikat
sel.
b. Proses fibrosis miokardium
Akumulasi kolagen pada miokardium pasien diabetes merupakan bagian dari
gangguan degradasi kolagen yang dihasilkan dari glikosilasi residu lisin pada
kolagen. Hiperglikemia menyebabkan produktivitas dari oksigen reaktif dan
nitrogen, yang menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan abnormalitas
ekspresi gen, dan transduksi signal sehingga mengganggu jalur pemprogaman
kematian sel miosit atau apoptosis. Proses ini juga berhubungan dengan glikosilasi
dari p53 dimana berpengaruh pada sintesis angiotensin II. Penghambatan dari
glikosilasi p53 menghambat sintesis dari angiotensin II. Pada jantung diabetik,
terjadi peningkatan stimulasi angiotensin II dan angiotensin II reseptor sehingga
terjadi juga peningkatan sistem RAA. RAA sendiri meningkatkan kerusakan
oksidatif dan mengaktifkan apoptosis dan nekrosis sel jantung. Selain itu,
angiotensin II juga berpengaruh pada sekresi kolagen dan fibroblas jantung
sehingga akan meningkatkan terbentuknya fibrosis dari jantung. Efek lokal
angiotensin II dimodulasi oleh fungsi dari IGF-1 yang merupakan faktor kunci
dari pertumbuhan dan fungsi jantung. Angiotensin II dan apoptosis dapat ditekan
dengan IGF-1, namun IGF-1 akan berkurang kadarnya pada diabetes.
Efek dari angiotensin II juga mempengaruhi produksi dari TGF-β1 oleh
fibroblas jantung. TGF-β1 bekerja sebagai pengatur dari morfogenesis,
perkembangan, regulasi pertumbuhan, diferensiasi selular, ekspresi gen, dan
remodeling jaringan dari sebuah organ. Gangguan metabolik (hiperglikemia,
hiperinsulinemia dan resistensi insulin) akan menginduksi TGF-β1. TGF-β1 akan
meningkatkan formasi dari jaringan fibrotik dan meningkatkan regulasi dari
kolagen selama perbaikan jaringan dengan berikatan pada reseptor TGF-β1 tipe II.
c. Efek dari fibrosis miokardium
Fibrosis miokardium akan menyebabkan hipertrofi dari sel miosit jantung. Suatu
studi mengatakan bahwa dengan ekokardiografi didapatkan terjadi penurunan
fungsi diastolik yang signifikan (transmitral flow velocities and slopes) dan
disfungsi sistolik (LV fractional shortening, cardiac output) akibat dari
miokardium fibrosis. Hal ini dapat terjadi dalam 2-10 bulan.
Jantung
akan
mengalami
perpanjangan
waktu
relaksasi
isovolumetrik,
peningkatan volume end-diastolik ventrikel kiri dan peningkatan kekakuan
dinding jantung sehingga lama-kelamaman akan menyebabkan pembesaran
jantung. Gangguan fungsi sistolik bergantung pada keparahan kerusakan miosit.
Kematian sel miosit akan mengganggu kekuatan dari miokardium untuk
berkontraktil, sehingga menurunkan fungsi pompa jantung dan fraksi ejeksi.
Derajat gangguan fungsi diastolik dapat dikategorikan sebagai : 1) Stage 1 dimana
terjadi gangguan relaksasi mikardium. Stadium ini dikarakteristikkan dengan
terjadinya gangguan metabolik. 2) Stage 2 dimana terjadi gangguan fungsi
diastolik, dan stadium ini dikarakteristikkan saat terjadi fibrosis sedang da
peningkatan tekanan atrium kiri, dan 3) Stage 3 dimana terjadi gangguan fungsi
diastolik berat. Pada stadium ini sudah terjadi fibrosis luas dan peningkatan
signifikan dari tekana atrium kiri.
3. Gangguan pembuluh darah kecil
a. Abnormalitas struktur pada pembuluh darah kecil
Perubahan morfologi pada pembuluh darah kecil berkaitan dengan mikroangiopati
terutama pada arteriol, kapiler dan venul oleh hialin dari arteriosklerosis.
Perubahan ini biasanya berupa penebalan arteriol, mikroanurisma kapiler, dan
penurunan densitas kapiler yang merupakan akibat dari fibrosis arterial dan
proliferasi subendotelial fokal dan fibrosis.
Patogenesis terjadinya hal ini belum masih terus dikembangkan, suatu teori
menyebutkan bahwa substrat metabolik seperti adenosin berperan dalam regulasi
mikrovaskular untuk menjaga aliran darah konstan dan menjaga kebutuhan
metabolik. Peningkatan aliran darah koroner menginduksi agen inotropik untuk
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial yang menurun secara spontan pada
diabetes.
Penurunan aliran darah koroner merupakan penyebab iskemia miokardium,
terutama karena terjadinya stenosis koroner. Hal ini diakibatkan karena kelainan
struktur dan fungsional dari pembuluh darah kecil selama peningkatan kebutuhan
miokardium atau dari spasme mikrovaskular karena perubahan distribusi kalsium
hingga pada akhirnya akan menyebabkan hipertrofi dan nekrosis dari miokardium.
Penurunan aliran darah mioakardium dapat terjadi pada diabetes tanpa hipertensi,
bahkan dengan konsentrasi glukosa darah dan HbA1c rata-rata.
b. Disfungsi endotel
Disfungsi endotel menjelaskan sebagian penyebab terjadinya penurunan aliran
darah koroner pada pasien diabetes. Mekanisme terjadinya disfungsi endotel
masih kontroversial. Diketahui bahwa waktu paruh dari oksidasi nitrit menurun
saat terjadi stres oksidatif, dan aktivitas oksidasi nitrit dipengaruhi oleh hasil akhir
dari glikosilasi. Di lain hal, sintesis dari prostanoid vasokontriktor oleh endotel
meningkat oleh karena itu vasokontriksi pembuluh darah akan terjadi pada pasien
diabetes. Protein kinase C akan teraktivasi dan akan meningkat pada
hiperglikemia dan juga berperan dalam kerusakan endotel pada diabetes. Protein
kinase C berhubungan dengan abnormalitas retina dan hemodialisis renal dan akan
mengakibatkan over ekspresi dari β-isoform yang berperan dalam hipertrofi dan
kegagalan jantung. Oleh sebab itu, kardiomiopati diabetik dapat terjadi
dikarenakan gangguan pada sel vaskuler.
4. Neuropati autonomik jantung / cardiac autonomic neuropathy (CAN)
CAN dapat dilihat dari metode konvensional seperti frekuensi nadi sebagai respon
untuk manuver valsava, berdiri, atau bernapas dalam, juga tekanan darah saat berdiri
atau saat sedang berlatih dan gambaran QT yang baik. Frekuensi nadi merupakan
inikator yang baik terjadinya CAN pada pasien diabetik tanpa penyakit jantung.
CAN berhubungan dengan aliran darah miokardium, dengan adanya persisten inervasi
simpatis yang akhirnya menurunkan aktivitas vasodilator. Respon kontraktilitas juga
akan berkurang dengan terjadinya CAN dan pada akhirnya akan menurunkan juga
fraksi ejeksi. Perfusi miokardial juga akan rendah pada pasien dengan CAN.
Penurunan perfusi miokardial akan mempengaruhi pengaturan tekanan darah saat
vasodilatasi sehingga didapatkan abnormalitas fungsi jantung saat istirahat atau
selama latihan.
5. Resistensi insulin
Resistensi insulin berhubungan dengan hipertensi, CAD dan diabetes. TNF-α
merupakan komponen penentu terjadinya resistensi insulin pada diabetes. Perubahan
modulasi sistem saraf simpatik, gangguan fungsi parasimpatik atau kegagalan
autonomik jantung juga akan meningkatkan resistensi insulin.
Resistensi insulin berhubungan dengan gangguan early-diastolic ventrikel kiri pada
hipertensi, yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah, overweight dan
hipertrofi ventrikel kiri. Walaupun resistensi insulin pada miokardium tidak terdapat
pada DM tipe 2 dengan penyakit jantung iskemik, namun studi lain menyebutkan
bahwa sensitivitas insulin akan menurun pada DM tipe 2 dengan gula darah terkontrol
dan berhubungan dengan disfungsi miosit jantung. Oleh karena itu, resistensi insulin
akan juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolik.
Namun, walaupun resistensi insulin dapat terjadi dan mempengaruhi perubahan pada
jantung diabetik, tapi hal ini bukanlah suatu determinan yang secara langsung
berhubungan dengan kardiomiopati diabetes.
2.4. Stadium kardiomiopati diabetik 3
Kardiomiopati diabetik terjadi dengan dua komponen mayor, yaitu pertama adalah dalam
waktu awal akan terjadi adaptasi fisiologis terhadap perubahan metabolik dan apabila sudah
terjadi kerusakan, miokardium hanya mempunyai kemampuan repair yang terbatas. Oleh
karena itu, terapi diabetes di awal onset akan menunda progresivitas kerusakan permanen
jantung. Walaubagaimanapun, banyak faktor seperti pengobatan, karakteristik metabolik,
profil lipid, dan perbedaan individual akan mempengaruhi progresivitas kerusakan jantung
pada diabetes, dan tidak setiap orang disebabkan oleh faktor yang sama dan mengalami
derajat yang sama sebagai manifestasi klinis dari kardiomiopati diabetik.
2.4.1. Early stage
Kardiomiopati diabetik pada saat ini sangat berhubungan dengan hiperglikemia dan
perubahan metabolik yang terjadi karena kurangnya GLUT4, peningkatan FFAs,
defisiensi karnitin, perubahan hemostasis kalsium dan resistensi insulin. Perubahan
pada struktur miokardium (seperti dimensi ventrikel kiri, penebalan dinding, dan
massa) belum secara signifikan terjadi, dan hanya terjadi perubahan struktural pada
miosit. Namun gangguan fungsi diastolik sudah dapat terjadi pada stadium ini.
2.4.2. Middle stage
Perubahan selular eperti defek transportasi kalsium dan metabolisme asam lemak
akan meningkatkan apoptosis dan nekrosis miosit. Peningkatan angiotensin II, TGFβ1 akan menyebabkan kerusakan miosit, dan menyebabkan fibrosis miokardium dan
hal ini akan menyebabkan aliran mitral yang abnormal yang pada akhirnya
menurunkan fraksi ejeksi jantung. Pada stadium ini sudah terjadi hipertrofi selular
dan fibrosis miokardial. Pasien pada stadium ini akan terjadi perubahan minor pada
struktur mikardium, perubahan signifikan pada gangguan fungsi diastolik dan sistolik,
yang dapat dideteksi dengan ekokardiografi. Lesi vaskular miokardium tidak terjadi
perubahan yang signifikan.
2.4.3. Late stage
Pada stadium ini sudah terjadi perubahan mikrovaskular. Struktur mikrovaskular
miokardium dan fungsinya akan berubah diikuti kekakuan pembuluh darahm,
sehingga kardiomiopati pada stadium ini akan berhubungan dengan hipertensi dan
penyakit jantung iskemik pada diabetes.
2.5. Tatalaksana Kardiomiopati Diabetik
Mekanisme kardiomiopati yang berupa gangguan metabolik, fibrosis mioakardium, gangguan
mikrovaskular, dan resistensi insulin berhubungan dengan terapi yang akan diberikan sebagai
bentuk
prevalensi
atau
penundaan
terjadinya
kardiomiopati
diabetik
lanjut
dan
komplikasinya. Hal ini memerlukan kontrol glukosa darah, penggunaan calcium blocker,
ACE-inhibitor, juga termasuk didalamnya latihan fisik, terapi pengurangan lipid, dan juga
antioksidan dan obat yang meningkatkan sensitivitas insulin.
Pemberian insulin merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan pada diabetes,
namun, studi kohort melaporkan bahwa pada populasi diabetes dengan gagal jantung, angka
kematian pada pasien yang diterapi dengan insulin lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak diterapi dengan insulin (obat-obatan lain).5 namun bukan berarti tidak boleh digunakan,
begitu pula dengan obat agen penurun gula darah lainnya seperti metformin dan
thiazolidinedion (TZDs). Kedua obat itu tidak direkomendasikan untuk pasien dengan
diabetes yang terdapat gagal jantung sedang – berat. Penurunan bersihan metformin pada
pasien dengan gagal jantung dan dengan insufisiensi renal dapat meningkatkan terjadinya
asidosis laktat yang berbahaya. TZDs sendiri berhubungan dengan peningkatan berat badan,
dan beberapa pasien (2-5%) akan berkembang mengalami retensi cairan dan edema pedis.7
Pengambat kalsium dapat mencegah disfungsi dari jantung dimana akan menghambat
kalsium berdeposit di dalam intraselular dan menghambat kerusakan miokardium pada
diabetes. Pangambat kalsium juga dapat meningkatkan kontraksi dan relaksasi, menurunkan
tekanan ventrikel kiri, dan meningkatkan tekanan diastolik dengan cara meningkatkan
aktivitas ATPase miofibril, ATPase miosin, distribusi isoenzim dari miosin dan peningkatan
pompa retikulum endoplasma Ca2+. Peningkatan sensitivitas insulin dan penurunan resiko
fibrosis jantung dapat juga diberikan oleh efek dari penghambat kalsium.
Pemberian ACE-inhibitor dapat digunakan untuk peningkatan perfusi kapiler dan
epikardium, dan dapat mencegah peningkatan tekanan perfusi koroner dan tekanan enddiastolic pada diabetes. Pemberian ACE-inhibitor juga dapat meningkatkan aktivitas insulin
ke dalam sel. Selain itu, ACE-inhibitor berfungsi menekan laju sekresi angiotensin-II yang
berperan dalam pembentukan fibrosis miokardium dan perubahan fungsional dan struktural
pada mikrovaskularisasi diabetes. Penekanan laju angiotensin II dapat juga diberikan melalui
pemakaian angiotensin receptor blocker (ARB) dan aldosteron. 3
Latihan fisik merupakan salah satu terapi yang dapat digunakan mengingat dengan hal
ini dapat meningkatkan keseimbangan hemostasis glukosa dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin dan oksidasi glukosa pada otot jantung. Peningkatan ini berhubungan
dengan peningkatan dari GLUT-4 yang merupakan transporter glukosa ke dalam miokordial.
Latihan fisik juga dapat meningkatkan cardiac output dan membantu peningkatan dari
kontraktilitas otot jantung. Namun tetap diperhatikan bahwa prognosis keberhasilan dari
terapi mempertimbangkan derajat keparahand dari diabetes dan gagal jantung yang sudah
terjadi itu sendiri.3
Download