BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Tidak ada manusia yang sanggup untuk memenuhi kebutuhan secara individu. Suatu kondisi baik atau buruk yang dialami oleh seseorang mendorong orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan dapat mencakup kebutuhan sandang, papan, pangan dan kebutuhan untuk merasakan cinta serta kasih sayang dari orang lain. Munculnya kebutuhan pada manusia bertujuan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan hidup. Manusia dilahirkan di dunia untuk hidup berdampingan sebagai perempuan dan laki-laki. Mereka membutuhkan rasa saling menyayangi, mencintai dan mengasihi satu sama lain. Manusia memiliki ketertarikan kepada orang lain, baik secara fisik, emosi dan perasaan. Setiap hari mereka melakukan komunikasi dalam situasi dan kondisi apapun. Saat dewasa, laki-laki dan perempuan akan hidup berdampingan membangun sebuah keluarga yang harmonis. Namun, pada kenyataannya tidak semua laki-laki dan perempuan hidup secara berdampingan. Mereka memilih untuk membangun sebuah hubungan yang dianggap berbeda dari kebanyakan orang. Manusia menjalin hubungan berjenis kelamin sama, yaitu laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan atau homoseksual. Homoseksual merupakan ketertarikan seseorang dengan orang lain yang berjenis kelamin sama, baik secara seks maupun gender. Seks mengacu pada jenis kelamin, bersifat biologis dan menekankan pada kromosom serta alat reproduksi. Sedangkan gender mengacu pada penghayatan seseorang terhadap diri sendiri, keragaman ciri, peran dan identitas, dapat berubah, bersifat sosial serta berbeda dari waktu ke waktu. Mulia (2010: 14) mengemukakan, “Orientasi seksual sesama jenis kelamin; sesama laki-laki dinamakan gay; sesama perempuan disebut lesbian dan sesama waria dinamakan homoseksual”. 1 2 Pendapat tersebut bermakna bahwa manusia memiliki ketertarikan seksual, perasaan menyayangi dan mencintai ketika dengan pasangannya yang berjenis kelamin sama. Homoseksual tergolong sebagai suatu hubungan yang tidak lazim dalam masyarakat karena hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Indonesia masih menganggap homoseksual merupakan hal yang tabu dan sulit diterima oleh masyarakat, bahkan di beberapa tempat terdapat spanduk yang bertuliskan menentang kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Hubungan sesama jenis sudah dilegalkan di Amerika pada hari Jumat pagi tanggal 26 Juni 2015 dengan ditandai berkibarnya bendera lambang LGBT, yaitu Rainbow Flag sebagai bendera resmi kaum homoseksual. Warna dari bendera pelangi atau Rainbow Flag melambangkan keberagaman komunitas LGBT. Beberapa negara sebelum Amerika telah melegalkan hubungan sesama jenis, seperti Belanda pada tahun 1996, Belgia pada tahun 2003, Spanyol pada tahun 2005, Kanada pada tahun 2005, Afrika Selatan pada tahun 2006, Norwegia pada tahun 1993, Swedia pada tahun 2008, Portugal pada tahun 2009, Meksiko pada tahun 2009, Islandia pada tahun 2010, Argentina pada tahun 2010, Uruguay pada tahun 2010, Selandia Baru pada tahun 2013, Perancis pada tahun 2013, Denmark pada tahun 1989, Inggris dan Wales pada tahun 2013, Skotlandia pada tahun 2014, Brazil pada tahun 2013, Luksemburg pada tahun 2014, Finlandia pada tahun 2014 dan Irlandia pada tahun 2015 (Sindonews.com). Indonesia terdapat banyak sekali komunitas homoseksual, namun keberadaannya masih sangat tertutup dan dirahasiakan. Komunitas-komunitas tersebut antara lain Gaya Mahardhika, Gaya Nusantara, Arus Pelangi, PLU Satu Hati Yogya, Q-munity Yogya, Gaya Satria Purwokerto dan Talita Kum Surakarta. Komunitaskomunitas tersebut merupakan salah satu bukti berkembangnya kelompok homoseksual atau LGBT. Homoseksual yang menyukai sesama jenis perempuan disebut lesbian. Banyak perempuan lesbian beranggapan bahwa mereka menjadi seorang lesbian sejak lahir, sedangkan ada yang menganggap bahwa menjadi lesbian adalah pilihan hidupnya. Lesbianisme didefinisikan tidak hanya faktor alamiah, namun lebih kepada masalah 3 preferensi seksual berdasarkan pengalaman. Hal tersebut dapat terjadi setiap saat, ketika beranjak remaja, dewasa, saat menjadi orang tua atau di masa tua. Perempuan lesbian tidak mengenal kelas sosial. Mereka bisa dari kalangan atas, menengah, bawah, dialami oleh model, aktris, orang yang sudah bekerja atau remaja yang masih sekolah. Individu yang memiliki orientasi seksual sebagai seorang lesbian ingin diakui keberadaannya di masyarakat. Namun, pengakuan tersebut membutuhkan kesiapan dalam diri dan proses yang panjang. Hal ini dikarenakan masyarakat hidup dalam era heteronormatifitas dan gender biner, dimana hubungan yang disetujui oleh masyarakat adalah hubungan heteroseksual, yaitu ketertarikan dengan lawan jenis. Gender biner merupakan konsep yang mengatur hak dan kewajiban seseorang berdasarkan seks biologisnya. Konstruksi gender untuk laki-laki diidentikkan dengan sifat maskulinitas dan konstruksi gender untuk perempuan diidentikkan dengan sifat femininitas. Era heteronormatifitas dan gender biner tersebut mengakibatkan individu yang memiliki orientasi seksual sebagai seorang lesbian merasa tertutup dan enggan untuk membuka diri. Orientasi seksual lesbian merupakan penyimpangan seksual karena seseorang mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara yang tidak wajar. Apabila hal tersebut dipandang dalam sisi agama dan sosial, merupakan kondisi yang tidak lazim karena bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan dalam agama juga melarang orientasi seksual tersebut. Sedangkan bila dipandang dalam segi kesehatan, orang yang memiliki orientasi seksual sebagai seorang lesbian dan melakukan hubungan dengan pasangan jenisnya dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit AIDS. Pendapat salah satu peneliti menyatakan bahwa: Oetomo (dalam Susilandari, 2009) menjelaskan, lesbianisme adalah sekelompok sosial yang terpinggirkan dalam masyarakat karena tidak bisa menerima orientasi homoseksual. Orientasi seksual mereka dianggap menyimpang dalam hal aspek psikologis, aspek sosial, budaya dan agama. Mereka tidak hanya dianggap sebagai menyimpang, tetapi juga sebagai individu sakit. Bagi orang normal, mereka dianggap terlalu aneh dan harus dihindari. Tetapi, untuk kaum homoseksual, mereka menyebut setara dengan 4 masyarakat heteroseksual. Kelompok homoseksual pada umumnya merasa bahwa mereka bukan kelompok orang yang “sakit” (Nurkholis, 2013: 176). Di Surakarta, ada sebuah organisasi Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT). Organisasi tersebut bernama Talita Kum Surakarta. Talita Kum merupakan organisasi studi seksualitas perempuan, termasuk di dalamnya Lesbian, Biseksual, Transgender dan FTM (Female to Male). Organisasi Talita Kum Surakarta diresmikan pada tanggal 8 Maret 2009. Organisasi tersebut berkecimpung dalam pemenuhan hak-hak LBT sebagai fokus utama. Kegiatan yang dilakukan pada organisasi Talita Kum Surakarta, seperti seminar yang membahas isu gender, seksualitas dan LGBT. Selain itu, organisasi ini juga mengadakan kegiatan olahraga dan kegiatan lain untuk mengakrabkan para anggota. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengambil judul permasalahan mengenai Studi Kasus Tentang Orientasi Seksual Lesbian (Penelitian Kasus Terhadap Tiga Orang Lesbian di Organisasi Talita Kum Surakarta). Peneliti mencoba untuk mendeskripsikan lebih dalam tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang memiliki orientasi seksual sebagai seorang lesbian, dampak yang dirasakan dari pilihan orientasi seksual tersebut dan alternatif bantuan yang dapat diberikan terhadap seseorang yang memiliki orientasi seksual sebagai seorang lesbian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta? 3. Bagaimana dampak yang dirasakan dari pilihan orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta? 5 C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta. 2. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta. 3. Menemukan dampak yang dirasakan dari pilihan orientasi seksual pada individu lesbian di organisasi Talita Kum Surakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini dapat memberikan wawasan dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara teoritis berkaitan dengan orientasi seksual homoseksual yang terjadi dalam masyarakat, khususnya lesbian. b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang studi yang sesuai dengan penelitian, yaitu Bimbingan dan Konseling. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menunjukkan kepada informan mengenai dampak yang ditimbulkan dari seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian dan menjalin hubungan dengan pasangan lesbian tersebut. b. Peneliti dapat lebih mempelajari dan mendalami langkah-langkah dalam mengadakan studi kasus berkaitan dengan orientasi seksual pada individu homoseksual, khususnya lesbian. 6 c. Menambah wawasan bagi konselor dalam menentukan langkah-langkah yang tepat berkaitan dengan layanan Bimbingan dan Konseling bagi individu homoseksual, khususnya lesbian serta dapat memberikan layanan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan pengetahuan seksual sejak dini untuk siswa di sekolah. d. Memberikan pemahaman dan menambah pengetahuan bagi peserta didik mengenai faktor-faktor dan dampak yang ditimbulkan akibat menyukai serta memiliki hubungan sesama jenis. e. Orang tua lebih memperhatikan lingkungan dan pergaulan anaknya sesuai dengan norma-norma yang berlaku.