BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi berasal dari Bahasa Latin “communicare” yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan/pertukaran pikiran. Istilah communication bersumber dari communis, yang berarti sama, maksudnya kesamaan makna. Jadi komunikasi terjadi bila adanya kesamaan makna, dan sebaliknya bila tidak ada kesamaan makna, maka komunikasi itu tidak akan berlangsung. Lebih jauh lagi dijelaskan pengertian komunikasi sebagai pengalihan informasi dari 1 orang/kelompok kepada yang lain, dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Komunikasi interpersonal merupakan salah satu dari beberapa bentuk kegiatan komunikasi yang ada. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai komunikasi interpersonal adalah seperti berikut ini: Myers dan Myers (1992) menyatakan bahwa komunikasi dengan orang lain disebut dengan komunikasi interpersonal yang didefinisikan sebagai suatu hubungan interaksi antara individu dengan lingkungannya yang mencakup orang lain sebagai teman-teman, keluarga, anak-anak, rekan sekerja dan bahkan orang asing. Keunikan komunikasi interpersonal adalah suatu hubungan yang timbal balik atau selalu transaksi antara pemberi dan penerima pesan. Littlejhon (1999) memberikan definisi komunikasi antar pribadi (interpersonal comunication) adalah komunikasi antara individu – individu. Agus M. Hardjana ( 7 2003) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula. Menurut Devito, J.A. (1989) yang dikutip oleh Effendi O.U. (1993), komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Pentingnya komunikasi interpersonal di bidang kerja hasil penelitian Jones (dalam Sutarto, 2000) mengatakan bahwa ternyata alasan utama para pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya adalah mendapatkan apresiasi orang lain atas apa yang telah dikerjakannya, yang kedua adalah respek, kemudian alasan yang ketiga adalah uang. Apresiasi dan respek merupakan alasan yang lebih penting. Sedangkan Taylor, dkk. (1986) mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal terjadi ketika seseorang berkomunikasi secara langsung dengan orang lain dalam situasi one-to-one atau dalam kelompok-kelompok kecil. Berdasarkan beberapa uraian mengenai pengertian komunikasi interpersonal dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah suatu proses adanya timbal balik informasi antara pemberi dan penerima pesan yang mencerminkan suasana saling keterbukaan, adanya kehangatan serta adanya dukungan selama terjalinnya komunikasi. Umpan balik ini akan memberikan informasi kepada individu mengenai dirinya, orang lain dan dunia sekitar. 8 2.1.2. Aspek –aspek Komunikasi Interpersonal Secara sederhana dapat dikemukakan suatu asumsi bahwa proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila ada pengiriman menyampaikan informasi berupa lambang veral maupun non verbal kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice), maupun dengan medium. Berdasarkan asumsi ini maka dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi interperonal terdapat aspek – aspek komunikasi yang secara integratif saling berperan sesuai dengan karakteristikaspek itu sendiri.aspek – aspek tersebut yaitu ; Menurut Devito efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu: 1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, 9 bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. 55 2. Empati (empathy) Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. 3. Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. 10 4. Sikap positif (positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi 56 interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. 5. Kesetaraan (Equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak samasama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. 11 Apabila aspek-aspek komunikasi interpersonal tersebut digambarkan dalam suatu bagan atau model, maka akan menunjukan sebuah model komunikasi interpersonal . model komunikasi ini dimaksudkan untuk mengambarkan secara sederhana mengenai proses komunikasi interpersonal supaya lebih mudah dipahami. 2.1.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Pengertian komunikasi interpersonal tersebut tidak terlepas dari adanya faktorfaktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal antara individu. Suranto (2011) mengemukakan 12 faktor-faktor yang memepengaruhi komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut : a) Toleransi Toleransi menghendaki adanya kemauan dari masing masing pihak untuk menghargai dan menghormati perasaan pihak lain. Toleransi menjadi faktor komunikasi interpersonal, karena disebabakan dengan dikembangkannya sikap toleran atau tenggang rasa, maka seandainya imbul perbedaan kepentingan kedua belah pihak dapat saling menghargai, sehingga perebedaan kepentingan itu tidak berkembang sebagai kendala kebersamaan. b) Kesempatan-kesempatan yang seimbang Artinya rasa memperoleh keadilan dari interaksi akan menentukan kadar hubungan interpersonal. Ketika seseorang merasa memperoleh kesempatan yang seimbang, peluang yang adil, maka akan mendorong orang tersebut mempertahankan kebersamaan. 12 c) Sikap menghargai orang lain Sikap ini menghendaki adanya pemahaman bahwa setiap orang memilki martabat. Sikap yang baik untuk mendukung kadar hubungan interpersonal adalah sikap menghargai martabat orang lain, oleh karaena itu seseorang tidak boleh melecehkan orang lain,maka dilakukan dengan cara-cara yang santun contohnya: Pengakuan langsung , apabila merasa sepaham dengan orang lain “saya tahu anda berkata benar” Pernyataan perasaan positif”itu gagasan yang sangat bagus” Respon yang menjelaskan,”saya dapat menjelaskan masalah ini” Respon menghibur,”saya tahu bagaimana perasaan anda” d) Sikap mendukung, bukan sikap bertahan Sikap mendukung (sportif) bearti memberikan persetjuan terhadap orang lain. Sedangkan sikapbertahan, apalagi slah satu pihak lain, maka ada kemungkinan karakteristikhubungan menjadi renggang. e) Sikap terbuka Sikap terbuka adalah sikap untuk membuka diri,mengatakan tentang keadaan dirinya secara terbuka dan apa adanya. Keterbukaan dalam komunikasi akan menghilangkan kesalah pahaman dan kecurangan. keadaan seperti inilah yang akan menciptakan hubungan interpersonal yang baik. f) Pemilik bersama atas informasi Kualitas hubungan intersonal juga dipengaruhi oleh pemilikan bersama atas informasi. Pemilikan bersama atas informasi dapat dilihat dari aspek”keluasan” 13 dan“ke dalaman”menunjukan keintiman apa yang dikomunikasi,bahkan menyangkut persoalan pribadi. g) Kepercayaan Kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain dalam satu hubungan. Kepercayaan berkaitan berkaitan dengan keteramalan (prediksi), artinya ketika kita dapat meramalkan bahwa seseorang tidak akan menghianati dan dapat bekerja sama dengan baik,maka kepercayaan kita pada orang tersebut lebih besar. h) Keakraban Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang, kedekatan, dan kehangatan. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingat keakraban yang diperlukan. Hubungan dua orang sahabat sudah akrab,diwarnai oleh kesepakatan batas-batas keakraban itu. Misalnya diantara dua orang itu sepakat untuk salain bertukar sepeda motor. Selain itu,suasanaakarab juga ditunjukkan dengan kesepakatan memanggil satu sama lain. Ketika berkenalan seseorang memanggil kaka dan sebaliknya pihak teman memanggil adik namun kalau sudah akrab mereka hanya memanggil adik. i) Kesejajaran Kesejajaran,atau posisi yang sama bagi kedua belah pihak. Keadaan yang menunjukkan kesejajaran ini, menunjukkan kesejajaran ini, terlihat pada makna dua pepatah “duduk sama redah berdiri sama tinggi” . “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” .tidak ada satu pihak yang mendominasi terhadap pihak 14 lain. Kesejajaran adalah perekat terpeliharanya hubungan interpersonal yang harmonis, karena dalam kesejajaran itu akan dijunjung tinggi keadilan. j) Kontrol atau Pengawasan Kontrol atau Pengawasan.agar hubungan interpersonal terjaga dengan baik, maka perlu pengawasan berupa kepedulian. Biasanya kedua belah pihak bersepakat tentang bentuk-bentuk kontrol. Contoh, dokumen sms pada telepon seluler secara normatif merupakan dokumen pribadi, sehingga seseorang tidak etis membaca sms yang ada di telepon seluler temannya. Namun apabila sudah terjadi kesepakatan menjadi tidak bermasalah. Justru menjadi cara untuk saling mengontrol. Pola pengontrolan juga perlu kesepakatan. k) Respon Respon yaitu ketepatan dalam memberikan tanggapan. Hukum alam mengatakan kalau ada aksi maka akan ada reaksi. Hukum dalam berkomunikasi, menyepakati kalau ada pertanyaan maka perlu ada jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan kejelasan. Ketika mendapatkan sms atau pesan perlu di balas. Respon ini bukan untuk pesan-pesan verbal saja, melainkan dengan respon non verbal juga. l) Suasana Emosional Suasana emosional adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung ditunjukkan dengan ekspresi yang relevan. Misalnya ketika seseorang mengucapkan selamat atas keberhasilan sahabatnya secara verbal, maka juga harus didukung oleh ekspresi nonverbal, seperti, senyum bahagia atau tepukan bahu penuh kebanggaan. Sebaliknya ketika seorang sahabat sedang 15 mengalami penderitaan, maka suasana emosinal yang diperlukan adalah ucapan motivasi, serta artikulasi pesan verbal artikulasi pesan verbal yang menegaskan adanya perasaan turut bersedih, serta kesedihan untuk mencari solusi. Sebagai mahluk sosial,setiap orang merasa perlu berhubungan dengan orang lain. Sehingga Dari ke 12 faktor tersebut, masing-masing dapat memberikan pengaruh terhadap kadar hubungan interpesonal secara positif, artinya semkin baik kualitas faktor-faktor tersebut maka akan semakin baik pula kadar hubungan interpersonal. 2.2. Kepercayaan Diri 2.2.1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berfungsi untuk mendorong individu dalam meraih kesuksesan yang terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam interaksinya, individu mendapat umpan balik yang dapat berupa reward dan punishment. Dan kemudian Lauster (1978) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan – tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Kepercayaan diri atau self confidence oleh Bandura (1997) didefinisikan sebagai suatu keyakinan individu untuk mampu berperilaku sesuai yang diharapkan. Waterman (1988) mengemukakan bahwa individu yang mempunyai rasa kepercayaan diri adalah individu yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab. 16 Percayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya. Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan percaya diri (Lie, 2003). Berdasar beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian individu yang berfungsi mendorong individu dalam meraih kesuksesan melalui hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, bekerja secara efektif serta dapat melaksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab. 2.2.2. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Rasa Kepercayaan Diri Guilford (1959) mengemukakan ciri-ciri orang yang mempunyai rasa percaya diri adalah: a. Merasa yakin terhadap apa yang individu lakukan b. Merasa dapat diterima oleh kelompoknya c. Percaya pada diri sendiri serta memiliki ketenangan sikap (tidak merasa gugup bila melakukan sesuatu) Sejalan dengan pendapat Guilford, Lauster (1978) mengatakan ciri-ciri individu yang memiliki rasa kepercayaan diri diantaranya adalah tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleransi, tidak begitu memerlukan dukungan orang lain, memiliki 17 rasa optimisme dan gembira. Sementara itu Taylor, dkk (1986) mengatakan bahwa orang yang percaya diri memiliki sikap yang positif pada diri sendiri. Suryanto (2000) mengatakan bahwa remaja atau orang dewasa yang memiliki rasa percaya diri yang kuat biasanya populer dalam lingkungan keluarga maupun pergaulannya. Individu tersebut sering diminta menjadi pimpinan kelompok yang bersikap mawas diri. Proyeksi ambisinya ke arah keberhasilan, sehingga masa depannya akan penuh keberhasilan. Rasa percaya diri dapat berpengaruh pada hasil prestasi belajar, penerimaan oleh lingkungan, penampilan dan budi pekerti. Sebaliknya pada anak yang gagal, rasa percaya dirinya rendah, individu kurang populer dalam pergaulan, lebih senang mengucilkan diri atau jadi pembuat keributan. Individu tersebut mengalami kesulitan untuk berperan dalam lingkungan, bahkan mungkin seolah-olah dikucilkan di lingkungannya. Individu dengan kepercayaan diri yang rendah tersebut sering bersikap menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Prestasi akademiknya menurun dan akhirnya menjadi individu yang mudah mengalami frustasi, agresif, murung dan bingung. Aziz 1988 (dalam Kumara, 1988) mengemukakan ciri-ciri orang yang kurang percaya diri diantaranya adalah: merasa tidak aman, ada rasa takut, tidak bebas, raguragu, di hadapan orang lain lidah seperti terkunci, murung, pemalu dan kurang berani, pengecut, cenderung menyalahkan suasana luar sebagai penyebab masalah yang dihadapi. Individu yang memiliki rasa percaya diri akan percaya pada kemampuan yang dimiliki, sanggup bekerja sendiri, bersikap optimis dan dinamis Sukardi (dalam Eliyawati, 1989). 18 Brennecke dan Amick (1988)menyatakan bahwa orang yang percaya diri tidak memerlukan orang lain sebagai standar karena dapat menentukan standar sendiri dan selalu mampu mengembangkan motivasinya karena merasa cukup aman dan tenang serta mempunyai ukuran sendiri mengenai kegagalan dan kesuksesannya. Sejalan dengan pendapat Brennecke 1988 (dalam Kumara, 1988) bahwa orang yang percaya diri mengemukakan bahwa orang yang percaya diri memiliki ciri-ciri mampu bekerja secara efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas dengan baik dan secara relatif bertanggung jawab serta merencanakan masa depan. Berdasarkan beberapa ciri individu yang memiliki rasa kepercayaan diri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki rasa kepercayaan diri adalah individu yang tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, tidak begitu memerlukan individu lain, memiliki sense of efficacy pada tugas (dalam arti mampu untuk bekerja secara efektif yang didukung dengan memiliki kemampuan diri) serta biasanya populer dalam lingkungan keluarga atau pergaulannya. 2.2.3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri Berikut aspek – aspek kepercayaan diri menurut para ahli : Anthony (Irawati, 2002) mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri meliputi: a. Bertanggung jawab berarti mau menerima dan menanggung resiko dari perbuatannya. b. Rasa aman berarti tidak memiliki ketakutan dan kecemasan yang menghambat kepercayaan dirinya. 19 c. Harga diri berarti mampu menyadari segala kekurangan dan kelebihan sehingga tidak memiliki perasaan rendah diri. d. Mandiri berarti hidup tidak tergantung pada orang lain dan selalu dapat mengembangkan atau mengerjakan sesuatu tanpa menunggu bantuan orang lain. e. Optimis berarti menyadari kemampuan yang dimiliki dan berusaha untuk memperoleh yang terbaik dalam kehidupannya. f. Tidak mudah putus asa berarti memiliki mental yang kuat untuk dapat menghadapi hal-hal yang terburuk dan berani mencoba lagi setelah mengalami kegagalan. Kemudian menurut Lauster (1997) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan – tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya.orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah : Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. 20 Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan Berdasar uraian mengenai aspek-aspek kepercayaan diri tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kepercayaan diri yang dimiliki individu adalah adanya memiliki perasaan aman, yakin pada kemampuan diri sendiri, tidak mementingkan diri sendiri dan toleran, bertanggung jawab, mandiri serta memiliki rasa optimis dalam dirinya. 2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Buss (dalam Kumara, 1988) berpendapat bahwa pembentukan percaya diri berkaitan dengan pengenalan seseorang terhadap kondisi fisiknya. Waterman (dalam Kumara, 1988) menyatakan bahwa faktor lingkungan turut berperan dalam membentuk percaya diri. Sebuah artikel di surat kabar Pikiran Rakyat oleh Evie Lirpandhari (16-8-1998) menyatakan faktor penyebab timbulnya rendah diri yang mengakibatkan rasa tidak percaya diri, misalnya: 1. Perlakuan keluarga yang keras, yang lebih banyak mencela daripada memuji. 2. Kurangnya pergaulan, sejak kecil tidak pernah bergaul dengan orang lain. Misalnya karena lingkungan rumah terpencil. 21 3. Sejak kecil sudah salah memilih teman (salah pergaulan) lebih banyak bergaul dengan teman yang tidak sebaya, sehingga menyerap nilai-nilai sosial yang tidak sesuai dengan usia. 4. Selalu mempunyai rasa ingin menyaingi (mengungguli) orang lain (iri-dengki), terutama dari segi materi dan penampilan, padahal kemampuan dirinya tidak memungkinkan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi (David O. Sears, dkk, edisi ke-2). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi percaya diri bersumber dari dalam dan dari luar individu. Faktor-faktor dalam diri adalah: a. Jenis kelamin Instone, dkk. (1983) menyatakan bahwa perempuan tingkat percaya dirinya lebih rendah daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena perempuan lebih cenderung memakai perasaan tidak berdaya daripada laki-laki dan perempuan kurang memiliki usaha untuk mempengaruhi lingkungan sekitar. b. Harga diri Semakin kuat tingkat harga diri, semakin kita berani mengambil arah tertentu yang kita putuskan sendiri, semakin pula kita dapat bertoleransi dengan perbedaan yang ada pada pihak lain. 22 c. Kondisi fisik (Jawa Pos, 31-1-2001) mengemukakan yang membuat remaja kurang percaya diri, ternyata kebanyakan mengatakan karena merasa punya kekurangan dalam hal tampilan fisiknya. Entah itu kurang tinggi (vertically challenged), atau horizontally traubled (terlalu gemuk). Dari penyebab tidak percaya diri karena kekurangan fisiknya sekitar 33,9 % (dari responden 420 siswa SMA, SMK dan perguruan tinggi). d. Pengalaman hidup. Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian. Faktor dari luar individu adalah: a. Lingkungan Kurang pergaulan membuat diri kurang pandai menyesuaikan diri dalam pergaulan. Tidak percaya diri disebabkan lingkungan sekitar 23,5% dari 420 siswa responden SMA, SMK dan perguruan tinggi b. Persahabatan Semakin luas lingkup persahabatan individu makin kaya kehidupan sosialnya. Hasil polling deteksi (Jawa Pos, 31-01-2001) menunjukkan kalau sebagian besar responden memilih untuk mengungkapkan rasa tidak percaya diri ke orang lain (67 %). Karena merasa bahwa teman dekat lebih memahami dan dapat memberikan bantuan (solusi). 23 c. Pendidikan Semakin tinggi tingkat keahlian pendidikan/pengetahuan semakin tinggi tingkat kepercayaan diri dan penghargaan individu terhadap orang lain (David O. Sears, dkk. edisi 2, 1988). 2.2.5. Usaha-usaha guna membangun Kepercayaan Diri Dari artikel Evie Lirpandhani (Pikiran Rakyat, 16-8-1998) yang harus dilakukan para remaja untuk meraih prestasi dengan percaya diri adalah: a). Usahakan selalu bersyukur akan karunia Tuhan pada diri kita. Karunia fisik, psikis, materi akan lebih baik, bila kita sering-sering menengok kaum yang tidak beruntung, misalnya cacat fisik, gila, miskin dan lain-lain. b). Belajar menyukai apa yang ada pada diri sendiri. Amati penampilan dirimu dalam setiap kesempatan, dan temukan penampilanmu yang terbaik, yang dapat membuatmu merasa percaya diri. c). Tumbuhkan terus sikap menyenangi penampilan diri sendiri. Kita akan menghargai diri sendiri dan berpikir positif tentang penampilan sendiri. d). Bersihkan hati dari sikap iri, dengki dan cemburu pada orang lain. Setiap manusia punya faktor positif dan kebaikan yang khas masing-masing, jangan sibuk mencari-cari kelemahan orang lain karena itu akan menghalangi kita menemukan kelebihan diri sendiri. Para ahli memberikan teknik-teknik membangkitkan rasa percaya diri yaitu : a). Berani menerima tanggung jawab Gerald Kushel, Ed. D., direktur The Institute of Effective, pernah mengadakan penelitian terhadap sejumlah manajer. Dari penelitian tersebut, Kushel 24 menyimpulkan bahwa ia menemukan sifat terpenting yang dimiliki oleh hampir semua manajer yang memiliki kinerja tinggi. Jadi rasa tanggung jawab mendorong mereka untuk tampil sempurna tanpa peduli pada hambatan apapun yang menghadang. b). Kembangkan nilai positif. Jalan menuju kepercayaan diri akan semakin cepat manakala kita mengembangkan nilai-nilai positif pada diri sendiri. Menurut Psikolog Robert Anthony, salah satu cara mengembangkan nilai-nilai positif adalah dengan menghilangkan ungkapan-ungkapan yang mematikan dan menggantinya dengan ungkapan-ungkapan kreatif. c). Bacalah potensi diri Karena sangat banyak potensi yang dimiliki tanpa disadari, sehingga tidak berhasil digali. d). Berani mengambil resiko Sebab daripada menyerah pada rasa takut alangkah lebih baik belajar mengambil resiko yang masuk akal, cari dukungan sebanyak mungkin. Orang yang gagal adalah orang yang tak pernah mencoba. e). Tolaklah saran negatif Sebagian dari orang yang ada di sekitar individu mungkin berpikiran negatif yang akan melunturkan rasa percaya dirinya. f). Ikuti saran positif Rasa percaya diri merupakan sifat “menular” artinya jika individu dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki cara pandang positif, bersemangat optimis, dan 25 sebagainya, maka individu memiliki kecenderungan untuk meniru sifat tersebut, carilah lingkungan yang bisa memotivasi untuk sukses. g). Jadikan keresahan sebagai kawan Daripada menyia-nyiakan energi untuk kecemasan yang sia-sia, lebih baik menghadapi tantangan itu secara tegas dan efektif. Selanjutnya kepercayaan diri akan bertambah dengan memperkokoh ibadah dan doa, karena doa dan ibadah dapat mengundang pertolongan Tuhan dengan keyakinan pertolongan dari Tuhan akan meningkatkan percaya diri. 2.3. Kajian yang relevan Hasil penelitian Siska, Sudardjo, dan Esti (UGM), pada mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi (UKRIM) menghasilkan koefisien korelasi sebesar r = -0,725 dengan P < 0,01 yang berarti ada hubungan yang negatif signifikan antara kepercayaan diri dengan komunikasi interpersonal. Berarti semakin rendah kepercayaan diri, maka semakin tinggi komunikasi interpersonalnya, dan juga sebaliknya. .Hasil penelitian lain yang relevan adalah dengan hasil penelitian Hermadi Fajar arifin dengan judul penelitian pengaruh kepercayaan diridengan komunikasi interpersonal yaitu dengan koefisien regresi 0.572 , dengan p< 0.05 (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Jawa Pos tahun 2001 tentang percaya diri, menunjukkan bahwa setengah dari responden yang berjumlah 420 siswa SMA / SMK dan Perguruan Tinggi mengaku pernah mengalami rasa rendah diri disebabkan kekurangan dalam hal tampilan fisiknya yaitu sekitar 33,9 % karena perbedaan cara berfikir, 24,3 % dan yang ketiga karena faktor lingkungan 23,5 %. 26 2.4.Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah Berdasarkan beberapa penemuan di atas maka peneliti mengajukan hipotesis ada hubungan yang siginifikan antara kepercayaan diri dengan komunikasi interpersonal pada siswa SMA Negeri Kertek I X1 Wonosobo. 27