BAB I - Blog UB

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa
golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon.
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan;
dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit
di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon
tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan)
dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan
(hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif
akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian
dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil
pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh
yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian
modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran
dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau
menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman
pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui pengertian giberelin dan cytokinin

Untuk mengetahui efek giberelin dan cytokinin bagi pertumbuhan tanaman

Untuk mengetahui biosintesis giberelin dan cytokinin
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Giberelin
2.1.1 Pengertian Giberelin
Gibberellin adalah turunan dari asam gibberelat. Merupakan hormon tumbuhan
alami yang merangsang pembungaan, pemanjangan batang dan membuka benih yang
masih dorman. Ada sekitar 100 jenis gibberellin, namun Gibberellic acid (GA3)-lah
yang paling umum digunakan. Hormon ini merupakan hormon yang berfungsi sinergis
(bekerjasama) dengan hormon auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan
dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amilase.
Enzim tersebut berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm
(cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energi
pertumbuhan. Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan
tumbuh normal kembali.
2.1.2 Sejarah Ditemukannya Giberelin
Awal mulanya giberelin ditemukan oleh Eiichi Kurosawa, orang Jepang, pada
tahun 1926. Pada tahun itu Pagerang Diponegoro sedang giat-giatnya berperang
melawan penjajah londo. Kurosawa sebenarnya sedang meneliti tentang penyakit aneh
pada padi yang disebut ‘bakane’. Padi yang terserang penyakit ini tumbuh membesar
tidak normal. Batang dan daunnya membesar dan memanjang. Kurosawa berhasil
mengisolasi jamur penyebab penyakit ini yang dinamakan Giberrella fujikori. Ketika
jamur ini diinfeksikan ketanaman yang sehat, tanaman yang sehat memperlihatkan
gejala itu.
Kurang lebih satu dasawarsa kemudian penelitian ini dilanjutkan oleh
Yabutadan Hayashi tahun 1939. Kedua orang jepang ini melangkah lebih maju dan
berhasil mengisolasi kristal protein yang dihasilkan oleh Giberrella fujikori. Kristal ini
bisa menstimulasi pertumbuhan akar kecambah.
Setelah perang dunia kedua, pada tahun 1951 Stodola dan teman-temannya
melanjutkan penelitian ini dan menemukan ‘Giberelin A’ dan ‘Giberelin X’. Hasil
penelitian selanjutnya ditemukan varian dari giberelin, yaitu GA1, GA2, dan GA3.
Pada saat yang hampir bersamaan dilakukan penelitian juga di Laboratory of the
2
Imperial Chemical Industries di Inggris. Dari penelitian ini juga ditemukan GA3.
Selanjutnya nama Gibberellic acid disepakati oleh kelompok peneliti itu dan populer
hingga jaman sekarang.
Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 126 macam giberelin. Giberelin
diberi nama dengan GAn….., diurutkan berdasarkan urutan ditemukannya senyawa
giberlin tersebut. Giberelin yang ditemukan pertama kali adalah GA3.
2.1.3 Stuktur Giberelin
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C).
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid
disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan
sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.
Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat
dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang
mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus
hydroksil dapat dibedakan menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan
nomor 13.
2.1.4 Biosintesis Giberelin
Giberelin adalah senyawa organik yang sangat penting dalam proses
perkecambahan suatu biji karena bersifat pengontrol perkecambahan. Giberelin
dibutuhkan untuk pembebasan α-amilase yang menghasilkan hidrolisis tepung dan
perkecambahan. Adapun respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran
konsentrasi yang luas, bahkan kandungan giberelin yang tinggi tidak bersifat
racun. Penggunaan giberelin dapat mempengaruhi besarnya organ tanaman melalui
proses pembelahan dan pembesaran sel. Keutamaan sintesis goberelin pada tanaman
3
tingkat tinggi adalah meristematik daun, akar dan perkecambahan. Giberelin sebagai
zat pengatur tumbuh pada tanaman sangat perbengaruh sifat genetik, perkecambahan
dan aspek fisiologis lainnya. Selain itu giberelin mempunyai peranan dalam
mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
Giberelin aktif untuk merangsang perkembangan sel serta dapat meningkatkan
hasil tanaman. Perendaman giberelin selain menambah tinggi tanaman juga
menambah
luas
daun
yang
berarti
terdapat
peninggatan
aktivitas
fotosintesa. Biosintesis Giberelin Acid terutama berlangsung dalam tunas, daun dan
akar.
Salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas dari enzimenzim hidrolotik pada proses perkecambahan biji-biji serelia. Hal ini mula-mula
datang dari observasi perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada biji jelai selama
proses malting (perubahan partikel gula). Pada proses ini biji jelai itu menghisap air
dan bij imulai berkecambah. Pada proses perkecambahan ini pati di ubah menjadi
gula. Biji jelai yang mulai berkecambah ini dikenal sebagai malt yang dipakai untuk
menumbuhkan ragi yang kemudian merubah gula menjadi alkohol. Giberelin
menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel-sel auleron, lapisansel-sel
paling luar endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protase dan
enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam amino, zat-zat dapat
larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protase ditranspor ke embrio, dan zatzat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. Aktifnya enzim
α-amilase akan semakin meningkatkan perombakan karbohidrat menjadi gula
reduksi. Gula reduksi tersebut sebagian akan digunakan sebagai respirasi dan sebagian
lagi translokasi ketitik-titik tumbuh penyusunan senyawa baru. Proses respirasi
tersebut sangat penting karena respirasi akan menghasilkan energi yang selanjutnya
digunakan untuk proses-proses metabolisme benih.
2.1.5 Konversi Giberelin
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di
Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta
dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi
pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan
penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline
X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan GA3. Pada saat
yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries
4
di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama
Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu
sehingga popular sampai sekarang. Di dalam alam telah ditemukan lebih dari sepuluh
buah jenis gibberellin. Menurut Mac Millan dan Takashashi (1968), Kang (1970) dan
Weaver (1972), gibberellin ada yang diketemukan dalam jamur Gibberella Fujikuroi,
ada yang diketemukan pada tanaman tinggi dan ada juga yang diketemukan pada
keduanya. Jenis gibberellin yang diketemukan pada jamur yaitu ; GA1, GA2, GA3,
GA4, GA7, GA9, s.d GA16, GA24, GA25, GA36. Sedangkan jenis gibberellin yang
diketemukan pada tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA9, GA13, GA17, s.d
GA23, GA26, s.d GA35. Dan yang terakhir yaitu gibberellin yang diketemukan pada
jamur dan tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA4, GA7, GA9, dan GA13.
Gibberellin ; GA1 s.d GA5, GA7 s.d GA9, GA19, GA20, GA26, GA27, dan GA29
diketemukan pada Pharbitis nil, GA1, GA5, GA8, GA9, GA13, diketemukan pada
umbi tulip, kemudian GA3, GA4, GA7, diketemukan pada anggur, GA18, GA19,
GA20, diketemukan pada pucuk bambu, GA3, GA4, GA7, dijumpai pada biji apel,
selanjutnya GA21, dan GA22, dijumpai pada sword bean. Pada tanaman lain yaitu :
Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28), pada pucuk tanaman jeruk dan biji mentimun
diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang (GA7), kacang, jagung, barley wheat
diketemukan GA1. Adapun pada tanaman Phaseolus coclirecus diketemukan ; GA1,
GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20. Kemudian pada Rudbeckia bicolor
diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang terakhir yaitu pada Calonyction
aculeatum diketemukan : GA30, GA31, GA33, dan GA34. Hasil penelitian Meizger
dan Zeivaart (1980) menunjukan bahwa pada pucuk bayam (spinach) didapatkan
gibberellin ; GA53, GA44, GA19, GA17, GA20, dan GA29.
2.1.6 Metabolisme Dan Penghambat Gibberelline
Biosintesis gibberelline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi
berproses dari Mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di dalam proses biosintesis
telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa
contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman
antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil phenil- 4pipendine
karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman
mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses
perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphate ke Kaurene. Begitu pula growth
5
retardant CCC (2-chloroethyl) trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan
aktivitas yang sama dengan Amo- 1618.
2.1.7 Karakteristik Kimia Giberelin
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C).
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid
disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan
sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.
Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat
dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang
mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus
hydroksil dapat dibedakan menjadi gugus hidroksil yang berada di atom C nomor 3
dan nomor 13. Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang
memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’.
2.1.8 Transport Giberelin
Hormon yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan hormon auksin.
Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan embrio. Giberelin
akan merangsang pembentukan enzim amilase. Enzim tersebut berperan memecah
senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan makanan) menjadi
senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energi pertumbuhan. Apabila giberelin
diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal kembali.
Giberelin juga berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu merangsang
pembentukan serbuk sari (pollen), memperbesar ukuran buah, merangsang
pembentukan bunga, dan mengakhiri masa dormansi pada biji. Giberelin dengan
konsentrasi rendah tidak merangsang pembentukan akar, tetapi pada konsentrasi tinggi
akan merangsang pembentukan akar.
2.1.9 Efek Fisiologis Giberelin
Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis
giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang
dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini :
-
Merangsang batang dengan merangsang pembelahan sel dan perpanjangan.
6
-
Merangsang lari / berbunga dalam menanggapi hari panjang.
-
Breaks dormansi benih di beberapa tanaman yang memerlukan stratifikasi atau
cahaya untuk menginduksi perkecambahan.
-
Merangsang produksi enzim (a-amilase) di germinating butir serealia untuk
mobilisasi cadangan benih.
-
Menginduksi maleness di bunga dioecious (ekspresi seksual).
-
Dapat menyebabkan parthenocarpic (tanpa biji) pengembangan buah.
-
Dapatkah penundaan penuaan dalam daun dan buah jeruk.
-
Genetik Dwarsfism
Penjelasan singkat dari masing-masing fungsi fisiologis tersebut.

Pembungaan
Peranan giberelin terhadap pembungaan telah dibuktikan oleh banyak penelitian.
Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Henny (1981), pemberian GA3 pada
tanaman
Spathiphyllummauna.
Ternyata
pemberian
GA3
meningkatkan
pembungaan setelah beberapa minggu perlakuan.

Genetik Dwarsfism
Genetik Dwarsfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya
mutasi genetik. Penyemprotan giberelin pada tanaman yang kerdil bisa mengubah
tanaman kerdil menjadi tinggi. Sel-sel pada tanaman kerdil mengalami
perpanjangan (elongation) karena pengaruh giberelin. Giberelin mendukung
perkembangan dinding sel menjadi memanjang. Penelitian lain juga menemukan
bahwa pemberian giberelin merangsang pembentukan enzim proteolitik yang akan
membebaskan tryptophan (senyawa asal auksin). Hal ini menjelaskan fenomena
peningkatan kandungan auksin karena pemberian giberelin.

Pematangan Buah
Proses pematangan ditandai dengan perubahan teksture, warna, rasa, dan aroma.
Pemberian giberelin dapat memperlambat pematangan buah. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa aplikasi giberelin pada buah tomat dapat memperlambat
pematangan buah. Pengaruh ini juga terlhiat pada buah pisang matang yang diberi
aplikasi giberelin.

Perkecambahan
Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam endosperm
terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan ‘aleuron’.
Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi untuk tumbuh.
7
Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim amilase yang akan merubah
pati menjadi gula sehingga dapat dimanfaatkan oleh embrio.

Stimulasi aktivitas kambium dan xylem
Beberapa penelitian membuktikan bahwa aplikasi giberelin mempengaruhi
aktivitas kambium dan xylem. Pemberian giberelin memicu terjadinya
differensiasi xylem pada pucuk tanaman. Kombinasi pemberian giberelin + auksin
menunjukkan pengaruh sinergistik pada xylem. Sedangkan pemberian auksin saja
tidak memberikan pengaruh pada xylem.

Dormansi
Dormansi dapat diistilahkan sebagaimana istirahat pada tanaman. Proses dormansi
merupakan proses yang komplek dan dipengaruhi banyak faktor. Penelitian yang
dilakukanoleh Warner menunjukkan bahwa aplikasi giberelin menstimulasi
sintesis ribonuklease, amulase, dan proteasi pada endosperm biji. Fase akhir
dormansi
adalah
fase
perkecambahan,
giberelin
berperan
dalam
fase
perkecambahan ini seperti yang telah dijelaskan di atas.
2.1.10 Peran Giberelin pada Perkecambahan
Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak
tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah
seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin.
Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara syarat
lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai
contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji
rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan
memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa
tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya
dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji.
2.1.11 Perbedaan hormon auksin dan giberelin
Hormon giberelin dan auksin secara alami biasanya terdapat pada sel jaringan
yang masih muda dan berada tepat dibelakang jaringan meristem (jaringan yang
senantiasa aktif membelah). Banyak yang menduga bahwa kedua hormon tersebut
berperan aktif dalam mempercepat pembelahan sel (ingat tumbuhan semakin tinggi
dan besar disebabkan karena terjadinya pembelahan sel yang terus menerus), tetapi
ternyata tidak. Fungsi auksin pertama-tama bukan menambah kegiatan pembelahan sel
8
jaringan meristem, melainkan berupa pengembangan sel-sel yang berada di belakang
sel meristem. Sel-sel tersebut menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air.
Fungsi auksin yaitu mengatur perbesaran sel, memacu perpanjangan sel di
belakang jaringan meristem, biasanya di pucuk, meningkatkan perkembangan sel
bunga dan buah, merangsang pembelahan sel kambium, dll.
Sedangkan fungsi giberelin tanaman mampu berbunga sebelum waktunya,
memacu buah yang tidak berbiji karena bunga bisa menjadi buah tanpa melewati
proses penyerbukan/perkawinan, merangsang perkecambahan, dll. Dan berikut ini
beberapa perbedaan antara giberelin dan auksin.
Ada dan Tidaknya
No
Pengaruh
Efek Hormon
Auksin
Giberelin
1
Membengkokkan Koleoptil (Avena)
Ya
Tidak
2
Memperlambat gugurnya daun
Ya
Tidak
3
Menggalakkan tumbuhnya akar samping
Ya
Tidak
4
Larutan yang tidak terlalu pekat menghambat
Ya
Tidak
pertumbuhan akar samping
5
Menghambat Pertumbuhan Tunas Ketiak
Ya
Tidak
6
Menggalakkan perkembangan jaringan kalus
Ya
Tidak
7
Membantu pertumbuhan jenis tanaman yang
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
kerdil
8
Memperrcepat perkecambahan,
memperpendek dormansi
9
Menggalakkan pembungaan tanaman dua
tahunan
10
Menggalakkan tumbuhan hari panjang yang
ditempatkan dalam kondisi hari pendek
11
Memudahkan terjadinya partenokarpi
(pembungaan tanpa perkawinan)
2.2 Cytokinin
2.2.1 Pengertian Cytokinin
Citokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk
merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan
9
ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas
pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk
tanaman
dewasa.
sitokinin
memiliki
struktur
menyerupai
adenin
yang
mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin.
2.2.2 Sejarah Cytokinin
Pada sekitar tahun 1931, Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu
senyawa tak dikenal yang memacu pembelahan sel yang menghasilkan cambium
gabus dan memulihkan luka pada umbi kentang yang terpotong. Senyawa tersebut
terdapat pada jaringan pembuluh berbagai jenis tumbuhan. Temuan ini tampaknya
merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang dikandung tumbuhan,
yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin yang memacu sitokinensis. Pada tahun
1940an Johannes van Overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa yang
belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Pada awal
tahun 1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang tertarik pada auksin yang
ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan, mendapati bahwa
sel potongan empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila sepotong
jaringan pembuluh diletakkan di atasnya; hal itu mempertegas hasil yang didapatkan
Haberlandt. Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali faktor kimia jaringan
pembuluh itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai
sistem uji biologi. Pada tahun 1954 Carlos Miller menemukan sitokinin berupa kinetin
namun sitokinin tersebut bukan pada tanaman. Pada tahun 1964, untuk pertama
kalinya zeatin dicirikan pada saat bersamaan oleh Lethamdan Carlos Millar yang
keduanya menggunakan endosperm cair jagung sebagai sumbernya. Sejak itu sitokinin
lain berhasil ditemukan
2.2.3 Biosintesis Cytokinin
Menurut Krishnamoorthy (1981), sitokinin terbentuk di tanaman secara bebas
atau sebagai komponen RNA duta khusus untuk asam amino, serin, dan tirosin. Zeatin
yang aslinya dari jagung dapat pula diisolasi dari eksudat akar bunga matahari, daun
begonia, dan filtrate kultur jamur Rhizopogon roseus. Tanaman juga mengandung
ribosida zeatin. Contohnya:

Ribofuranosyl zeatin pada endosperm kelapa

Dihydrozeatin pada biji lupin kuning
10

Analog zeatin yang kehilangan 1 gugus OH (N6-isoprentenyl adenine/IPA) pada
tRNA ragi, buncis, dan jagung

Methylbutenylamino dari pathogen Corybacterium fascians

Agrobacterium tumefascians

Rhizobium japonicum

tRNA E. Coli
Pada tumbuhan tingkat tinggi pembentukan sitokinin sangat banyak. Umumnya
pada embrio endosperm dari perkembangan biji, meristem apeks, nodul akar, dan di
beberapa daerah yang menunjukkan keberadaan sitokinin. Keberadaannya berkurang
pada jaringan nenmeristematis yang sudah tua. Contoh keberadan sitokinin pada
beberapa spesies tanaman:
Spesies tanaman
Bagian tanaman
Apel
Buah
Gingko biloba
Gametofit betina
buncis
Biji
Bunga matahari
Eksudet akar
Tembakau
Jaringan kambium dan tumor
Tomat
Sari buah
Jaringan tumbuhan yang mengandung enzim isopentenil AMP à diubah menjadi
isopentenil adenosine 5 fosfat (isopentenyl AMP) à dihidrolisi oleh enzim fosfatase
menjadi isopentenil adenosine à melepaskan gugus ribose menjadi isopentenil adenine
(sitokinin) à mengelami oksidadi menjadi zeatin (sitokinin) à mengalami reduksi
NADPH menjadi dihidrozeatin (sitokinin).
2.2.4 Transport Sitokinin
Secara sederhana sitokinin diangkut melalui xylem ke bagian pucuk tanaman.
Namun demikian, floem merupakan jalan transport sitokinin yang lebih efektif
dibandingkan dengan xylem yang dipengaruhi oleh proses transpirasi. (Balqis,
2002:12). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Jameson dkk, 1987 dalam Salisbury and
Ross, 1992) bahwa, pengangkutan berbagai jenis sitokinin pasti terjadi di dalam
xylem. Namun, tabung tapis juga mengandung sitokinin. Hal ini dapat dibuktikan
dengan menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewasa dipetik
11
dari tumbuhan spesies tertentu dan dijaga kelembabannya, sitokinin bergerak ke
pangkal tangkai daun dan tertimbun di situ. Pergerakan ini mungkin terjadi melalui
floem, bukan melalui xylem, karena transpirasi sangat mendukung aliran xylem dari
tangkai ke helai daun. Penimbunan sitokinin di tangkai menunjukkan bahwa helai
daun dewasa dapat memasok sitokinin ke daun muda lainnya melalui floem, asalkan
daun tersebut mampu mensintetis sitokinin atau menerimanya.
Selain itu, menurut Krishna moorthy (1981), tidak seperti auksin dan giberelin,
sitokinin ditranslokasikan sangat buruk pada jaringan hidup dari tanaman, hal ini dapat
ditunjukkan dengan memberikan benzyl adenine 14C pada daun kacang. Bekas tetesan
pemberian sitokinin pada daun ini tidak terlihat berpindah, namun tetap bertahan di
tempat semula. Namun sitokinin terbawa secara pasif sepanjang jalur transpirasi
xylem menuju bagian aerial dari tubuh tumbuhan. Akibatnya jajaran xylem pada
beberapa tumbuhan menunjukkan konsentrasi tinggi untuk hormon ini. Namun pada
segmen akar, petiole dan hipokotil telah menunjukkan bahwa pemberian kinetin
bergerak pada floem dengan arah basipetal (ke kutub) perpindahan ini tergantung pada
keberadaan auksin. Yang kedua jumlah yang dipindahkan sangat kecil yang tidak
tampak mempengaruhi fisilogis secara signifikan.
2.2.5 Macam-macam Cytokinin
a. Sitokinin Alami
Sitokinin telah ditemukan pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi,
sebagaimana yang ditemukan pada jamur, fungi, bakteri, dan juga pada RNA
berbagai prokariot dan eukariot. Saat ini lebih dari 200 sitokinin alami dan
sitokinin sintetik telah dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin lebih tinggi pada
daerah meristrematik dan dearah-daerah yang memiliki potensial pertumbuhan
terus menerus seperti akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji. Contoh
sitokinin alami adalah:
1. Zeatin (pada jagung)
Zeatin adalah hormon tanaman yang berasal dari adenin purin. Ini
adalah anggota dari keluarga tanaman hormon pertumbuhan yang dikenal
sebagai sitokinin. Zeatin pertama kali ditemukan pada biji jagung yang belum
matang dari genus Zea. Ini mendorong pertumbuhan tunas lateral dan
merangsang pembelahan sel untuk menghasilkan tanaman bushier jika
disemprotkan pada meristem.
12
Zeatin dan turunannya ditemukan untuk menjadi bahan aktif utama
dalam santan, yang telah lama dikenal untuk secara aktif mendorong
pertumbuhan tanaman. Zeatin telah dilaporkan memiliki beberapa in vitro antipenuaan efek pada fibroblast kulit manusia.
b. Sitokinin Sintesis
Ada beberapa macam sytokinin yang telah diketahui, diantaranya kinetin,
Benziladenin (BA), Thidiazuron (TDZ), dan Benzyl Adenine atau Benzil Amino
Purin (BAP). Sitokinin ditemukan hampir di semua jaringan meristem.
1. Kinetin
Kinetin
adalah
jenis
sitokinin,
kelas
hormon
tanaman
yang
mempromosikan pembelahan sel. Kinetin awalnya diisolasi oleh Miller dan
Skoog dkk sebagai senyawa dari DNA sperma herring diautoklaf yang
memiliki pembelahan sel-mempromosikan aktivitas.. Ia diberi nama kinetin
karena kemampuannya untuk menginduksi pembelahan sel, asalkan auksin
hadir dalam medium. Kisah penemuan kinetin adalah contoh menarik dari
liku-liku penemuan ilmiah. Kinetin sering digunakan dalam kultur jaringan
tanaman untuk menginduksi pembentukan kalus (dalam hubungannya dengan
auksin) dan untuk menumbuhkan jaringan tunas dari kalus (dengan konsentrasi
auksin rendah).
Untuk waktu yang lama, diyakini bahwa kinetin adalah artefak yang
dihasilkan dari residu deoxyadenosine dalam DNA, yang menurunkan pada
berdiri untuk waktu yang lama atau ketika dipanaskan selama prosedur isolasi.
Oleh karena itu, ia berpikir bahwa kinetin tidak terjadi secara alami, namun,
sejak tahun 1996, telah ditunjukkan oleh beberapa peneliti bahwa kinetin ada
secara alami di DNA sel-sel dari hampir semua organisme diuji sejauh ini,
termasuk tanaman manusia dan berbagai. Mekanisme produksi kinetin dalam
DNA dianggap melalui produksi furfural - produk kerusakan oksidatif gula
13
deoksiribosa dalam DNA - dan pendinginan sebesar basis adenin yang
mengubahnya menjadi N6-furfuryladenine, kinetin.
Sejak tahun 1994, kinetin telah diuji secara menyeluruh untuk efek kuat
anti-penuaan pada sel kulit manusia dan sistem lain Saat ini, kinetin adalah
salah satu komponen yang banyak digunakan dalam kosmetik perawatan kulit
banyak dan cosmeceuticals,. Seperti produk Valeant kinerase Ada beberapa
laporan yang diterbitkan pada efek biologis lainnya dari kinetin pada manusia,
misalnya sebagai dampaknya. anti-platelet agregasi faktor mengurangi
pembentukan trombosis. Selain itu, telah terbukti mampu mengoreksi RNA
mis-splicing dalam penyakit dysautonomia keluarga, di mana ekson 20 dari
IKBKAP dilewati bukan termasuk dalam penyakit, yang mengarah ke tingkat
yang cukup dari produk protein IKBKAP sebagai akibat dari frame-shiftinduced omong kosong-dimediasi pembusukan.
2. Thidiazuron (TDZ)
Thidiazuron digunakan sendiri atau bersama dengan regulator
pertumbuhan tanaman lain untuk meningkatkan pembentukan tunas dalam
kultur jaringan tanaman. Protokol kultur jaringan tanaman sebagian besar
panggilan untuk TDZ sangat sedikit, di kisaran 0.5 mg ke 0.001 mg.
Terkecuali dalam beberapa kasus TDZ lebih atau kurang digunakan dalam
formula kultur jaringan tanaman.
3. 6-ZPT (benzil adenin atau BAP)
Merupakan sitokinin sintetik generasi pertama yang memunculkan
pertumbuhan tanaman dan tanggapan pembangunan, menetapkan bunga dan
kekayaan buah merangsang dengan merangsang pembelahan sel. Ini adalah
inhibitor kinase pernafasan pada tanaman, dan meningkatkan pasca-panen
kehidupan sayuran hijau. Pengaruh sitokinin sebagai 6-benzylaminopurine
(BAP) dalam kombinasi dengan metode lain pada retensi warna pascapanen
hijau di kepala brokoli dan asparagus, menunjukkan hasil positif untuk retensi
14
kualitas. Pengobatan dengan ppm 10 dan 15 BAP dapat digunakan untuk
memperpanjang umur simpan segar-potong kuntum brokoli dan kubis selama
penyimpanan pada 6 ± 1 ° C pada tingkat komersial [1, 2].6-ZPT pertama kali
disintesis dan diuji di laboratorium tanaman.
2.2.6 Efek Fisiologis Citokinin
a. Pengaturan pembelahan sel dan diferensiasi sel
Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya
pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan
sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di
dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin; sitokinin menstimulasi
pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap
pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang
bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap.Ketika
satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin,
maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokininsecara
mandiri tidak mempunyai efek.Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan
bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat membelah.
b. Pengaturan Dominansi Apikal
Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi
apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan
tunas aksilar. Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal
pada dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung,
menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam
mengatur pertumbuhan tunas aksilari. Berdasarkan atas pandangan ini, auksin
yang ditransportasikan ke bawah tajuk dari tunas terminal, secara langsung
menghambat pertumbuhan tunas aksilari. Hal ini menyebabkan tajuk tersebut
menjadi memanjang dengan mengorbankan percabangan lateral. Sitokinin yang
15
masuk dari akar ke dalam sistem tajuk tumbuhan, akan melawan kerja auksin,
dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Jadi rasio auksin dan
sitokinin merupakan faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas aksilar.
Banyak penelitian yang konsisten dengan hipotesis penghambatanlangsung ini.
Apabila tunas terminal yang merupakan sumber auksin utama dihilangkan, maka
penghambatan tunas aksilar juga akan hilang dan tanaman menjadi menyemak.
Aplikasi auksin pada permukaan potongan kecambah yang terpenggal,
akanmenekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan yang terlalu banyak
memproduksisitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga bertendensi
untuk lebih menyemak dibanding yang normal.
c. Efek Anti Penuaan
Sitokinin, dapat menahan penuaan beberapa organ tumbuhan, dengan
menghambat pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein,
dan dengan memobilisasi nutrien dari jaringan di sekitarnya. Apabila daun yang
dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan ke dalam larutan sitokinin, maka daun itu
akan tetap hijau lebih lama daripada biasanya. Sitokinin juga memperlambat
deteorisasi daun pada tumbuhan utuh. Karena efek anti penuaan ini, para floris
melakukan penyemprotan sitokinin untuk menjaga supaya bunga potong tetap
segar.
2.2.7 Peranan Cytokinin
Peranan sitokinin antara lain:

Bersama dengan auksin dan giberelin merangsang pembelahan sel-sel tanaman

Merangsang morfogenesis (inisiasi / pembentukan tunas) pada kultur jaringan.

Merangsang pertumbuhan pertumbuhan kuncup lateral.

Merangsang perluasan daun yang dihasilkan dari pembesaran sel atau merangsang
pemanjangan titik tumbuh daun dan merangsang pembentukan akar cabang

Meningkatkan membuka stomata pada beberapa spesies.

Mendukung konversi etioplasts ke kloroplas melalui stimulasi sintesis klorofil.

Menghambat proses penuaan (senescence) daun

Mematahkan dormansi biji
16
2.2.8 Mutasi gen crown tumor
Tumorigenesis dari Crown gall merupakan proses yang terdiri dari beberapa
tahap termasuk penempelan Agrobacterium pada sel tanaman, proses dan transfer TDNA ke sel tanaman diikuti oleh penggabungan dan pengekspresian gen-gen T-DNA
di dalam genom tanaman.

Penempelan Agrobacterium pada Sel Tanaman
Tahap pertama dalam induksi tumor adalah pengikatan Agrobacterium pada sel
tanaman. Peristiwa awal ini dimediasi oleh gen-gen yang terletak pada kromosom
bakteri. Strain yang membawa mutasi-mutasi sejumlah loci (chvA, chvB, att dan
pscA atau exoC) kurang baik dalam penempelan sel tanaman, sehingga dikatakan
avirulen atau sangat lemah sifat racunnya (8, 21, 53, 77, 83). Gen-gen kromosom,
chvA, chvB, dan exoC, diperlukan dalam sintesis dan penyaluran
β-1,2-
glucancyclic yang terlibat dalam pengikatan sel tanaman. Protein chvB terlibat
dalam biosintesis glucan (67), sementara chvA diperlukan untuk memindahkan
glucan dari sitoplasma ke periplasma dan ruang ekstraseluler. ChvA memiliki
kesamaan dengan golongan ATPase yang terikat pada membran (membranebound ATPase) yang terlibat dalam transpor aktif (22). Walaupun produk-produk
dari chvA dan chvB terlibat dalam biosintesis dan transpor β-1,2-glucan, namun
masih belum jelas apakah glucan terlibat dalam penempelan Agrobacterium atau
mempengaruhi sifat-sifat lain dari permukaan sel yang terlibat secara langsung.

Induksi Gen-vir
Aktivasi transkripsi gen-gen vir merupakan hasil langsung dari penerimaan A.
tumefaciens terhadap sinyal molekul yang diproduksi oleh sel tanaman yang luka,
yang
mana
memicu
sistem
regulasi
vir.
Dua
penginduksi
potensial,
acetosyringone dan hydroxy-acetosyringone, diisolasi dari sel akar tembakau oleh
Stachel et al (72). Beberapa monosakarida juga memegang peranan penting pada
induksi gen-gen vir (9). pH medium memiliki pengaruh yang kuat pada induksi
vir; induksi akan optimal dalam rentang pH 5.0-5.4 dan tidak akan terjadi induksi
pada pH 6.3 atau diatasnya (74). Regulasi gen vir juga dimediasi oleh gen-gen
yang terletak pada kromosom Agrobacterium. Gen virulen kromosomal yang
dinamai chvD, chvE, ros, miaA, chvG, dan chvI telah dilaporkan terlibat dalam
virulensi dengan cara mempengaruhi ekspresi gen-gen vir pada Ti-plasmid (85,
86, 89,36,28, 18, 10,51).

Proses dan Transfer T-DNA
17
Proses dan transfer dari T-DNA dimediasi oleh produk-produk yang dikode
oleh gen-gen pada wilayah vir (vir-region). Setelah induksi vir gen, produksi
transfer tingkat lanjut dimulai dengan pembentukan T-strand, yaitu duplikat dari
single stranded (ss) T-DNA (74). Banyak produk gen bertanggung-jawab dalam
proses ini. Produk dari loci virC dan VirD terlibat dalam pembentukan dan
pemrosesan T-strand. VirD1 dan VirD2 bersama-sama mengenali susunan
pembatas 25 bp dan memproduksi sebuah belahan endonukleotik ss pada strand
bagian bawah dari masing-masing pembatas (25, 27). Sayatan ini digunakan
sebagai tempat inisiasi dan terminasi dalam memproduksi T-stand. Setelah
penyayatan, VirD2 tetap terhubung kuat dengan ujung 5’ dari T-strand (35).
Pengikatan VirD2 pada ujung 5’ memberi karakter polar pada T-strand yang
menjamin bahwa pada langkah berikutnya, ujung 5’ merupakan leading end.
Produksi T-strand diperkirakan merupakan hasil dari perpindahan strand bagian
bawah dari T-DNA di antara sayatan tersebut. Studi terbaru mengungkapkan
bahwa langkah awal produksi T-strand secara evolusioner terkait dengan sistem
bakteri yang memproduksi ssDNA, seperti salah satunya selama proses konjugasi
(60). Dua protein lainya, VirC1 dan VirC2 kemungkinan berinteraksi dengan
VirD1 dan VirD2 selama penyayatan berlangsung. Lokus virC, yang mengkode
dua produk yaitu VirC1 (23 kDa) dan VirC2 (26 kDa), digunakan untuk
meningkatkan proses penyayatan batas dari T-DNA (81, 82, 89).
T-strand harus bergerak melalui membran dan ruang seluler sebelum sampai
pada inti sel tanaman dan tetap menjaga integritasnya selama proses ini. Oleh
karena itu, adalah sebuah hipotesis bahwa T-strand seolah-olah bergerak seperti
sebuah kompleks protein-ssDNA. VirE2 merupakan sebuah protein yang
memiliki ikatan asam nukleat ss yang dapat diinduksi (inducible ss nucleic acidbinding protein), yang dikode oleh lokus virE yang terikat tanpa kespesifikan
susunan. Sejumlah besar VirE2 (60 kDa) berada dalam sel dan terikat kuat serta
saling bekerja sama, yang berarti bahwa sebuah T-strand akan terlapisi secara
keseluruhan. Satu molekul VirE2 diperkirakan melapisi sekitar 30 nukleotida,
oleh karena itu 20 kb T-strand akan membutuhkan 600 molekul VirE2 (52).
Akibatnya, degradasi T-strand oleh nukleasi akan dicegah dengan ikatan VirE2
dan bahkan, ikatan in vitro virE2 membuat ssDNA resisten terhadap degradasi
nuckleolitik. T-strand bersama-sama VirD2 dan virE2 membentuk T-kompleks.
Kemudian, T-komplek harus keluar dari sel bakteri, melewati membran dalam dan
luar dan juga dinding sel bakteri. Perpindahan T-kompleks dari Agrobacterium
18
merupakan salah satu tahapan pada proses transfer yang kurang dikenal. Studi
terdahulu mengungkapkan bahwa virB dibutuhkan untuk tumorigenesis tetapi
tidak untuk pembentukan T-strand atau T-kompleks (73). Penyusunan virB
menunjukan bahwa produk gennya kemungkinan terlibat dalam proses transfer
(90). Ada 11 Open Reading Frames (OPR) virB untuk protein dengan perkiraan
berat molekuler berikut ini; VirB1 (26 kDa); VirB2 (12 kDa); VirB4 (87 kDa);
VirB5 (23 kDa); VirB6 (32 kDa); VirB7 (6 kDa); VirB8 (26 kDa); VirB9 (32
kDa); VirB10 ( 42 kDa); VirB11 (38 kDa) (47,71). Kesebelas OPR dari lokus
VirB ini mengkode protein yang menunjukan perkiraan fitur-fitur (features) yang
dibutuhkan untuk membentuk sebuah alat ekspor yang terasosiasi pada membran,
termasuk hidrophobisitas, wilayah jangkauan membran (membran-spanning
domain), dan/atau susunan sinyal N-terminal yang menargetkan protein untuk
keluar dari sitoplasma. Studi lokalisasi subseluler mengkonfirmasi asosiasi
membran dari tujuh protein VirB (79, 3, 80). Namun, keseluruhan dari tujuh
protein ini disalurkan di antara membran dalam dan luar, dalam proporsi yang
bervariasi tergantung pada metode fraksinasinya. Dengan membandingkan
susunannya, virB menunjukan hubunganyang evolusionerdengan kumpulan gen
bakteri lain yang produk-produknya membentuk asosiasi membran kompleks
yang terlibat dalam fimbriae, sekresiprotein, atau pengambilanDNA (DNA uptake)
(42). Wilayah Tra2 dari RP4 juga mengkode 11 protein yang terlibat dalam
tahapan transfer DNA konjugasi, yang mungkin membentuk pilus atau prekursor
pilus. Enam dari protein Tra2 sangat mirip dengan protein VirB, terutama fiturfitur yang menunjukan lokalisasi membran (48).
Walaupun sebuah saluran ekspor spesifik diperkiraan merupakan produkproduk VirB, namun belum diketahui sedikit pun tentang detail penyusunan
(assembly), struktur, atau fungsi dari produk-produk tersebut. Hubungan antara
produk-produk VirB dan ekspor T-kompleks masih belum terpecahkan. Dalam
transfer DNA yang bersifat konjugatif, pilus berperan menghubungkan sel
resipien. Namun, apakah produk-produk VirB ini berperan dalam pengenalan
permukaan sel tanaman masih belum diketahui.
19

Integrasi T-strand ke Genom Tanaman
Integrasi T-strand ke dalam sebuah kromosom inang merupakan tahapan akhir
dalam proses transfer T-DNA. Integrasi T-strand membutuhkan pengambilan inti
(nuclear uptake). Protein yang berukuran lebih besar dari kira-kira 40 kDa
membutuhkan NLS (nuclear localization signal) yang memediasi pengambilan
inti (34). T-kompleks memiliki 3 komponen yang dapat menyumbang secara
potensial sinyal untuk pengimporan inti(91). T-strand sendiri sepertinya tidak
memiliki sinyal untuk mengimpor inti, karena beberapa DNA yang berada di
antara susunan pembatas (border sequensces) akan ditransfer. Pemindahan inti
dari T-kompleks sepertinya dimediasi oleh protein asosiasinya, VirD2 dan VirE2.
Analisis susunan VirD2 mengungkapkan bahwa 85% N-terminal terlindungi
dalam strain Agrobacterium; C-terminal hanya 25% terlindungi, tetapi persamaan
yang sangat nyata terdapat pada 30 asam amino terakhir (90). Dalam wilayah ini,
ditemukan susunan yang homolog dengan NLS tipe bipartite (34).
lokalisasi
Fungsi
inti dari susunan ini dikonfirmasi dengan penyatuan wilayah
pengkodean (coding region) dengan gen reporterβ glukoridase (GUD) dan
mengekspresikan sementara konstruk ini dalam protoplasma tembakau (34).
Lokalisasi inti dari protein fusi diduga berasal dari akumulasi produk GUS biru
pada inti sel. Ketika NLS yang diduga dihapus dari untaian penuh VirD2 dan
digabungkan dengan GUS, maka produk GUS hanya ada dalam sitoplasma.
Akumulasi inti dari ekspresi sementara VirD2 juga telah ditunjukkan dengan
imunolokalisasi(78).
20
2.2.9 Pengaruh cytokinin pada pembesaran kotiledon
Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap
memunculkan kotiledonnya ke atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna
kuning dan kecil. Jika kotiledon itu dikenal cahaya, pertumbuhannya meningkat
pesat, walaupun energi cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk
melangsungkan fotosintesis. Inilah efek fotomorfogenetik yang antara lain
dikendalikan oleh fitokrom dan barang kali juga oleh sitokinin. Jika kotiledon
dipisahkan dan dipelihara dengan diberi sitokinin, laju pertumbuhannya
meningkat dua atau tiga kali lipat dibandingkan dengan kotiledon pembanding
yang tak mendapat tambahan hormon, baik dalam gelap maupun dalam terang.
Pertumbuhan ini seluruhnya akibat pengambilan air yang mengembangkan sel,
sebab botol kering jarinan tidak bertambah. Pemacuan pertumbuhan ini terjadi
pada lebih dari selusin species tumbuhan yang sudah dikenal, termasuk lobak,
biji gula, selada. Sebagian besar species tersebut mengandung lemak sebagai
cadangan makanan utama dalam kotiledon. Kotiledon biasanya muncul diatas
tanah dan menjadi mampu melakukan fotosintesis. Tidak terlihat adanya respons
pada spesies yang kotiledonnya tetap dibawah tanah kacang – kacangan namun
tidak menyerupai daun. Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon dan
giberlin juga hanya memberikan efek kecil bila kotiledon dibiakkan dalam
keadaan gelap jadi respons ini dapat digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin.
Apakah
sitokinin
memacu
pertumbuhan
kotiledon
hanya
dengan
cara
meningkatkan besaran sel yang sudah ada sebelumnya atau apakah hormone
21
tersebut memacu pembelahan sel dari pembesaran sel anak yang dihasilkan?
Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik
sitokinesis maupun pembesaran sel. Terutama yang terakhir ini tapi, ingat bahwa
sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri sebab sitokiniesis
hanya merupakan proses pembelahan saja. Oleh karena itu, keseluruhan
pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel dan pertumbuhan yang terpacu oleh
sitokinin maupun pemelaran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih
banyak. Karena kotiledon yang pertumbuhannya dipacu oleh sitokinin akhirnya
tumbuh menjadi organ fotosaintetik, dapat dipertanyakan apakah daun sejati juga
membutuhkan sitokinin untuk pertumbuhannya. Efek pemacuan yang jelas pada
daun-daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa species terlihat setelah sitokinin
diberikan berulang-ulang namun biasanya efeknya kecil dan mungkin timbul
secraa tak langsung melalui pengambilan metabolit dari organ lain. Jika sejumlah
cakram diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus dan diupayakan tetap
lembab, maka sitokinin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu
pertumbuhan sel. Ini pun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang datang dari
organ lain, misalnya sitokinin dari akar memacu pertumbuhan daun. Bukti
selanjutnya bahwa sitokinin dari akar memacu pertumbuhan daun berasal dari
percobaan pada kacang-kacangan dan beras belanda musim dingin yang sebagian
atau seluruh akarnya dibuang. Pertumbuhan daun dari kedua species tumbuhan
tanpa akar tersebut segera melambat tapi bila sitokinin ditambahkan pada daun,
pertumbuhannya banyak dipulihkan.
22
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Giberelin merupakan hormon yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan hormon
auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan embrio.
Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amilase.
Citokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang
pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi
melalui pembuluh xylem.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa.2011.http://artikelterbaru.com/pendidikan/fungsi-hormon-dan-vitamin-untuktumbuhan-20111107.html
Anonymousb.2011.http://mybioma.wordpress.com/category/fisiologi-produksi-tumbuhan/
Anonymousc.2011.http://www.scribd.com/doc/44646508/sitokinin
Anonymousd.2011.http://budisma.web.id/kelas-xii-biologi/efek-hormon--fisiologis-sitokinin/
Anonymouse.2011.http://yoxx.blogspot.com/2008/05/sedikit-tentang-zatpengaturtumbuh.html
Anonymousf.2011.http://fentykienormajelita-pertanian.blogspot.com
Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.San
Francisco.
Gaba VP. 2005. Plant Growth Regulators in Plant Tissue Culture and Developmant. Di
dalam
Trigiano
RN,
Gray
JD,
editor.
Plant
Development
and
Biotechnology.CRC.Press. New York. P. 87-99
Hendaryono, daisy & Arie Wijayani.1994. Teknik Kultur Jaringan.Yogyakarta : Kanisius.
Salisbury.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung
Taiz, L., E Zeiger. 2002. Plant Physiology. Third Edition.SinauerAssociates, Inc., Publishers.
Sunderland, Massachusetts.
24
Download