BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator). Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui pengertian giberelin dan cytokinin Untuk mengetahui efek giberelin dan cytokinin bagi pertumbuhan tanaman Untuk mengetahui biosintesis giberelin dan cytokinin 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Giberelin 2.1.1 Pengertian Giberelin Gibberellin adalah turunan dari asam gibberelat. Merupakan hormon tumbuhan alami yang merangsang pembungaan, pemanjangan batang dan membuka benih yang masih dorman. Ada sekitar 100 jenis gibberellin, namun Gibberellic acid (GA3)-lah yang paling umum digunakan. Hormon ini merupakan hormon yang berfungsi sinergis (bekerjasama) dengan hormon auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amilase. Enzim tersebut berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energi pertumbuhan. Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal kembali. 2.1.2 Sejarah Ditemukannya Giberelin Awal mulanya giberelin ditemukan oleh Eiichi Kurosawa, orang Jepang, pada tahun 1926. Pada tahun itu Pagerang Diponegoro sedang giat-giatnya berperang melawan penjajah londo. Kurosawa sebenarnya sedang meneliti tentang penyakit aneh pada padi yang disebut ‘bakane’. Padi yang terserang penyakit ini tumbuh membesar tidak normal. Batang dan daunnya membesar dan memanjang. Kurosawa berhasil mengisolasi jamur penyebab penyakit ini yang dinamakan Giberrella fujikori. Ketika jamur ini diinfeksikan ketanaman yang sehat, tanaman yang sehat memperlihatkan gejala itu. Kurang lebih satu dasawarsa kemudian penelitian ini dilanjutkan oleh Yabutadan Hayashi tahun 1939. Kedua orang jepang ini melangkah lebih maju dan berhasil mengisolasi kristal protein yang dihasilkan oleh Giberrella fujikori. Kristal ini bisa menstimulasi pertumbuhan akar kecambah. Setelah perang dunia kedua, pada tahun 1951 Stodola dan teman-temannya melanjutkan penelitian ini dan menemukan ‘Giberelin A’ dan ‘Giberelin X’. Hasil penelitian selanjutnya ditemukan varian dari giberelin, yaitu GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang hampir bersamaan dilakukan penelitian juga di Laboratory of the 2 Imperial Chemical Industries di Inggris. Dari penelitian ini juga ditemukan GA3. Selanjutnya nama Gibberellic acid disepakati oleh kelompok peneliti itu dan populer hingga jaman sekarang. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 126 macam giberelin. Giberelin diberi nama dengan GAn….., diurutkan berdasarkan urutan ditemukannya senyawa giberlin tersebut. Giberelin yang ditemukan pertama kali adalah GA3. 2.1.3 Stuktur Giberelin Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif. Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13. 2.1.4 Biosintesis Giberelin Giberelin adalah senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat pengontrol perkecambahan. Giberelin dibutuhkan untuk pembebasan α-amilase yang menghasilkan hidrolisis tepung dan perkecambahan. Adapun respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran konsentrasi yang luas, bahkan kandungan giberelin yang tinggi tidak bersifat racun. Penggunaan giberelin dapat mempengaruhi besarnya organ tanaman melalui proses pembelahan dan pembesaran sel. Keutamaan sintesis goberelin pada tanaman 3 tingkat tinggi adalah meristematik daun, akar dan perkecambahan. Giberelin sebagai zat pengatur tumbuh pada tanaman sangat perbengaruh sifat genetik, perkecambahan dan aspek fisiologis lainnya. Selain itu giberelin mempunyai peranan dalam mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein. Giberelin aktif untuk merangsang perkembangan sel serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Perendaman giberelin selain menambah tinggi tanaman juga menambah luas daun yang berarti terdapat peninggatan aktivitas fotosintesa. Biosintesis Giberelin Acid terutama berlangsung dalam tunas, daun dan akar. Salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas dari enzimenzim hidrolotik pada proses perkecambahan biji-biji serelia. Hal ini mula-mula datang dari observasi perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada biji jelai selama proses malting (perubahan partikel gula). Pada proses ini biji jelai itu menghisap air dan bij imulai berkecambah. Pada proses perkecambahan ini pati di ubah menjadi gula. Biji jelai yang mulai berkecambah ini dikenal sebagai malt yang dipakai untuk menumbuhkan ragi yang kemudian merubah gula menjadi alkohol. Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel-sel auleron, lapisansel-sel paling luar endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam amino, zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protase ditranspor ke embrio, dan zatzat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. Aktifnya enzim α-amilase akan semakin meningkatkan perombakan karbohidrat menjadi gula reduksi. Gula reduksi tersebut sebagian akan digunakan sebagai respirasi dan sebagian lagi translokasi ketitik-titik tumbuh penyusunan senyawa baru. Proses respirasi tersebut sangat penting karena respirasi akan menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk proses-proses metabolisme benih. 2.1.5 Konversi Giberelin Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries 4 di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga popular sampai sekarang. Di dalam alam telah ditemukan lebih dari sepuluh buah jenis gibberellin. Menurut Mac Millan dan Takashashi (1968), Kang (1970) dan Weaver (1972), gibberellin ada yang diketemukan dalam jamur Gibberella Fujikuroi, ada yang diketemukan pada tanaman tinggi dan ada juga yang diketemukan pada keduanya. Jenis gibberellin yang diketemukan pada jamur yaitu ; GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9, s.d GA16, GA24, GA25, GA36. Sedangkan jenis gibberellin yang diketemukan pada tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA9, GA13, GA17, s.d GA23, GA26, s.d GA35. Dan yang terakhir yaitu gibberellin yang diketemukan pada jamur dan tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA4, GA7, GA9, dan GA13. Gibberellin ; GA1 s.d GA5, GA7 s.d GA9, GA19, GA20, GA26, GA27, dan GA29 diketemukan pada Pharbitis nil, GA1, GA5, GA8, GA9, GA13, diketemukan pada umbi tulip, kemudian GA3, GA4, GA7, diketemukan pada anggur, GA18, GA19, GA20, diketemukan pada pucuk bambu, GA3, GA4, GA7, dijumpai pada biji apel, selanjutnya GA21, dan GA22, dijumpai pada sword bean. Pada tanaman lain yaitu : Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28), pada pucuk tanaman jeruk dan biji mentimun diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang (GA7), kacang, jagung, barley wheat diketemukan GA1. Adapun pada tanaman Phaseolus coclirecus diketemukan ; GA1, GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20. Kemudian pada Rudbeckia bicolor diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang terakhir yaitu pada Calonyction aculeatum diketemukan : GA30, GA31, GA33, dan GA34. Hasil penelitian Meizger dan Zeivaart (1980) menunjukan bahwa pada pucuk bayam (spinach) didapatkan gibberellin ; GA53, GA44, GA19, GA17, GA20, dan GA29. 2.1.6 Metabolisme Dan Penghambat Gibberelline Biosintesis gibberelline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil phenil- 4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphate ke Kaurene. Begitu pula growth 5 retardant CCC (2-chloroethyl) trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo- 1618. 2.1.7 Karakteristik Kimia Giberelin Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif. Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan menjadi gugus hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13. Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’. 2.1.8 Transport Giberelin Hormon yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan hormon auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amilase. Enzim tersebut berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energi pertumbuhan. Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal kembali. Giberelin juga berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu merangsang pembentukan serbuk sari (pollen), memperbesar ukuran buah, merangsang pembentukan bunga, dan mengakhiri masa dormansi pada biji. Giberelin dengan konsentrasi rendah tidak merangsang pembentukan akar, tetapi pada konsentrasi tinggi akan merangsang pembentukan akar. 2.1.9 Efek Fisiologis Giberelin Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini : - Merangsang batang dengan merangsang pembelahan sel dan perpanjangan. 6 - Merangsang lari / berbunga dalam menanggapi hari panjang. - Breaks dormansi benih di beberapa tanaman yang memerlukan stratifikasi atau cahaya untuk menginduksi perkecambahan. - Merangsang produksi enzim (a-amilase) di germinating butir serealia untuk mobilisasi cadangan benih. - Menginduksi maleness di bunga dioecious (ekspresi seksual). - Dapat menyebabkan parthenocarpic (tanpa biji) pengembangan buah. - Dapatkah penundaan penuaan dalam daun dan buah jeruk. - Genetik Dwarsfism Penjelasan singkat dari masing-masing fungsi fisiologis tersebut. Pembungaan Peranan giberelin terhadap pembungaan telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Henny (1981), pemberian GA3 pada tanaman Spathiphyllummauna. Ternyata pemberian GA3 meningkatkan pembungaan setelah beberapa minggu perlakuan. Genetik Dwarsfism Genetik Dwarsfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi genetik. Penyemprotan giberelin pada tanaman yang kerdil bisa mengubah tanaman kerdil menjadi tinggi. Sel-sel pada tanaman kerdil mengalami perpanjangan (elongation) karena pengaruh giberelin. Giberelin mendukung perkembangan dinding sel menjadi memanjang. Penelitian lain juga menemukan bahwa pemberian giberelin merangsang pembentukan enzim proteolitik yang akan membebaskan tryptophan (senyawa asal auksin). Hal ini menjelaskan fenomena peningkatan kandungan auksin karena pemberian giberelin. Pematangan Buah Proses pematangan ditandai dengan perubahan teksture, warna, rasa, dan aroma. Pemberian giberelin dapat memperlambat pematangan buah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi giberelin pada buah tomat dapat memperlambat pematangan buah. Pengaruh ini juga terlhiat pada buah pisang matang yang diberi aplikasi giberelin. Perkecambahan Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam endosperm terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan ‘aleuron’. Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi untuk tumbuh. 7 Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim amilase yang akan merubah pati menjadi gula sehingga dapat dimanfaatkan oleh embrio. Stimulasi aktivitas kambium dan xylem Beberapa penelitian membuktikan bahwa aplikasi giberelin mempengaruhi aktivitas kambium dan xylem. Pemberian giberelin memicu terjadinya differensiasi xylem pada pucuk tanaman. Kombinasi pemberian giberelin + auksin menunjukkan pengaruh sinergistik pada xylem. Sedangkan pemberian auksin saja tidak memberikan pengaruh pada xylem. Dormansi Dormansi dapat diistilahkan sebagaimana istirahat pada tanaman. Proses dormansi merupakan proses yang komplek dan dipengaruhi banyak faktor. Penelitian yang dilakukanoleh Warner menunjukkan bahwa aplikasi giberelin menstimulasi sintesis ribonuklease, amulase, dan proteasi pada endosperm biji. Fase akhir dormansi adalah fase perkecambahan, giberelin berperan dalam fase perkecambahan ini seperti yang telah dijelaskan di atas. 2.1.10 Peran Giberelin pada Perkecambahan Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara syarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji. 2.1.11 Perbedaan hormon auksin dan giberelin Hormon giberelin dan auksin secara alami biasanya terdapat pada sel jaringan yang masih muda dan berada tepat dibelakang jaringan meristem (jaringan yang senantiasa aktif membelah). Banyak yang menduga bahwa kedua hormon tersebut berperan aktif dalam mempercepat pembelahan sel (ingat tumbuhan semakin tinggi dan besar disebabkan karena terjadinya pembelahan sel yang terus menerus), tetapi ternyata tidak. Fungsi auksin pertama-tama bukan menambah kegiatan pembelahan sel 8 jaringan meristem, melainkan berupa pengembangan sel-sel yang berada di belakang sel meristem. Sel-sel tersebut menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air. Fungsi auksin yaitu mengatur perbesaran sel, memacu perpanjangan sel di belakang jaringan meristem, biasanya di pucuk, meningkatkan perkembangan sel bunga dan buah, merangsang pembelahan sel kambium, dll. Sedangkan fungsi giberelin tanaman mampu berbunga sebelum waktunya, memacu buah yang tidak berbiji karena bunga bisa menjadi buah tanpa melewati proses penyerbukan/perkawinan, merangsang perkecambahan, dll. Dan berikut ini beberapa perbedaan antara giberelin dan auksin. Ada dan Tidaknya No Pengaruh Efek Hormon Auksin Giberelin 1 Membengkokkan Koleoptil (Avena) Ya Tidak 2 Memperlambat gugurnya daun Ya Tidak 3 Menggalakkan tumbuhnya akar samping Ya Tidak 4 Larutan yang tidak terlalu pekat menghambat Ya Tidak pertumbuhan akar samping 5 Menghambat Pertumbuhan Tunas Ketiak Ya Tidak 6 Menggalakkan perkembangan jaringan kalus Ya Tidak 7 Membantu pertumbuhan jenis tanaman yang Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya kerdil 8 Memperrcepat perkecambahan, memperpendek dormansi 9 Menggalakkan pembungaan tanaman dua tahunan 10 Menggalakkan tumbuhan hari panjang yang ditempatkan dalam kondisi hari pendek 11 Memudahkan terjadinya partenokarpi (pembungaan tanpa perkawinan) 2.2 Cytokinin 2.2.1 Pengertian Cytokinin Citokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan 9 ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. sitokinin memiliki struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin. 2.2.2 Sejarah Cytokinin Pada sekitar tahun 1931, Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu senyawa tak dikenal yang memacu pembelahan sel yang menghasilkan cambium gabus dan memulihkan luka pada umbi kentang yang terpotong. Senyawa tersebut terdapat pada jaringan pembuluh berbagai jenis tumbuhan. Temuan ini tampaknya merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang dikandung tumbuhan, yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin yang memacu sitokinensis. Pada tahun 1940an Johannes van Overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Pada awal tahun 1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang tertarik pada auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan, mendapati bahwa sel potongan empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila sepotong jaringan pembuluh diletakkan di atasnya; hal itu mempertegas hasil yang didapatkan Haberlandt. Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali faktor kimia jaringan pembuluh itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai sistem uji biologi. Pada tahun 1954 Carlos Miller menemukan sitokinin berupa kinetin namun sitokinin tersebut bukan pada tanaman. Pada tahun 1964, untuk pertama kalinya zeatin dicirikan pada saat bersamaan oleh Lethamdan Carlos Millar yang keduanya menggunakan endosperm cair jagung sebagai sumbernya. Sejak itu sitokinin lain berhasil ditemukan 2.2.3 Biosintesis Cytokinin Menurut Krishnamoorthy (1981), sitokinin terbentuk di tanaman secara bebas atau sebagai komponen RNA duta khusus untuk asam amino, serin, dan tirosin. Zeatin yang aslinya dari jagung dapat pula diisolasi dari eksudat akar bunga matahari, daun begonia, dan filtrate kultur jamur Rhizopogon roseus. Tanaman juga mengandung ribosida zeatin. Contohnya: Ribofuranosyl zeatin pada endosperm kelapa Dihydrozeatin pada biji lupin kuning 10 Analog zeatin yang kehilangan 1 gugus OH (N6-isoprentenyl adenine/IPA) pada tRNA ragi, buncis, dan jagung Methylbutenylamino dari pathogen Corybacterium fascians Agrobacterium tumefascians Rhizobium japonicum tRNA E. Coli Pada tumbuhan tingkat tinggi pembentukan sitokinin sangat banyak. Umumnya pada embrio endosperm dari perkembangan biji, meristem apeks, nodul akar, dan di beberapa daerah yang menunjukkan keberadaan sitokinin. Keberadaannya berkurang pada jaringan nenmeristematis yang sudah tua. Contoh keberadan sitokinin pada beberapa spesies tanaman: Spesies tanaman Bagian tanaman Apel Buah Gingko biloba Gametofit betina buncis Biji Bunga matahari Eksudet akar Tembakau Jaringan kambium dan tumor Tomat Sari buah Jaringan tumbuhan yang mengandung enzim isopentenil AMP à diubah menjadi isopentenil adenosine 5 fosfat (isopentenyl AMP) à dihidrolisi oleh enzim fosfatase menjadi isopentenil adenosine à melepaskan gugus ribose menjadi isopentenil adenine (sitokinin) à mengelami oksidadi menjadi zeatin (sitokinin) à mengalami reduksi NADPH menjadi dihidrozeatin (sitokinin). 2.2.4 Transport Sitokinin Secara sederhana sitokinin diangkut melalui xylem ke bagian pucuk tanaman. Namun demikian, floem merupakan jalan transport sitokinin yang lebih efektif dibandingkan dengan xylem yang dipengaruhi oleh proses transpirasi. (Balqis, 2002:12). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Jameson dkk, 1987 dalam Salisbury and Ross, 1992) bahwa, pengangkutan berbagai jenis sitokinin pasti terjadi di dalam xylem. Namun, tabung tapis juga mengandung sitokinin. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewasa dipetik 11 dari tumbuhan spesies tertentu dan dijaga kelembabannya, sitokinin bergerak ke pangkal tangkai daun dan tertimbun di situ. Pergerakan ini mungkin terjadi melalui floem, bukan melalui xylem, karena transpirasi sangat mendukung aliran xylem dari tangkai ke helai daun. Penimbunan sitokinin di tangkai menunjukkan bahwa helai daun dewasa dapat memasok sitokinin ke daun muda lainnya melalui floem, asalkan daun tersebut mampu mensintetis sitokinin atau menerimanya. Selain itu, menurut Krishna moorthy (1981), tidak seperti auksin dan giberelin, sitokinin ditranslokasikan sangat buruk pada jaringan hidup dari tanaman, hal ini dapat ditunjukkan dengan memberikan benzyl adenine 14C pada daun kacang. Bekas tetesan pemberian sitokinin pada daun ini tidak terlihat berpindah, namun tetap bertahan di tempat semula. Namun sitokinin terbawa secara pasif sepanjang jalur transpirasi xylem menuju bagian aerial dari tubuh tumbuhan. Akibatnya jajaran xylem pada beberapa tumbuhan menunjukkan konsentrasi tinggi untuk hormon ini. Namun pada segmen akar, petiole dan hipokotil telah menunjukkan bahwa pemberian kinetin bergerak pada floem dengan arah basipetal (ke kutub) perpindahan ini tergantung pada keberadaan auksin. Yang kedua jumlah yang dipindahkan sangat kecil yang tidak tampak mempengaruhi fisilogis secara signifikan. 2.2.5 Macam-macam Cytokinin a. Sitokinin Alami Sitokinin telah ditemukan pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi, sebagaimana yang ditemukan pada jamur, fungi, bakteri, dan juga pada RNA berbagai prokariot dan eukariot. Saat ini lebih dari 200 sitokinin alami dan sitokinin sintetik telah dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin lebih tinggi pada daerah meristrematik dan dearah-daerah yang memiliki potensial pertumbuhan terus menerus seperti akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji. Contoh sitokinin alami adalah: 1. Zeatin (pada jagung) Zeatin adalah hormon tanaman yang berasal dari adenin purin. Ini adalah anggota dari keluarga tanaman hormon pertumbuhan yang dikenal sebagai sitokinin. Zeatin pertama kali ditemukan pada biji jagung yang belum matang dari genus Zea. Ini mendorong pertumbuhan tunas lateral dan merangsang pembelahan sel untuk menghasilkan tanaman bushier jika disemprotkan pada meristem. 12 Zeatin dan turunannya ditemukan untuk menjadi bahan aktif utama dalam santan, yang telah lama dikenal untuk secara aktif mendorong pertumbuhan tanaman. Zeatin telah dilaporkan memiliki beberapa in vitro antipenuaan efek pada fibroblast kulit manusia. b. Sitokinin Sintesis Ada beberapa macam sytokinin yang telah diketahui, diantaranya kinetin, Benziladenin (BA), Thidiazuron (TDZ), dan Benzyl Adenine atau Benzil Amino Purin (BAP). Sitokinin ditemukan hampir di semua jaringan meristem. 1. Kinetin Kinetin adalah jenis sitokinin, kelas hormon tanaman yang mempromosikan pembelahan sel. Kinetin awalnya diisolasi oleh Miller dan Skoog dkk sebagai senyawa dari DNA sperma herring diautoklaf yang memiliki pembelahan sel-mempromosikan aktivitas.. Ia diberi nama kinetin karena kemampuannya untuk menginduksi pembelahan sel, asalkan auksin hadir dalam medium. Kisah penemuan kinetin adalah contoh menarik dari liku-liku penemuan ilmiah. Kinetin sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman untuk menginduksi pembentukan kalus (dalam hubungannya dengan auksin) dan untuk menumbuhkan jaringan tunas dari kalus (dengan konsentrasi auksin rendah). Untuk waktu yang lama, diyakini bahwa kinetin adalah artefak yang dihasilkan dari residu deoxyadenosine dalam DNA, yang menurunkan pada berdiri untuk waktu yang lama atau ketika dipanaskan selama prosedur isolasi. Oleh karena itu, ia berpikir bahwa kinetin tidak terjadi secara alami, namun, sejak tahun 1996, telah ditunjukkan oleh beberapa peneliti bahwa kinetin ada secara alami di DNA sel-sel dari hampir semua organisme diuji sejauh ini, termasuk tanaman manusia dan berbagai. Mekanisme produksi kinetin dalam DNA dianggap melalui produksi furfural - produk kerusakan oksidatif gula 13 deoksiribosa dalam DNA - dan pendinginan sebesar basis adenin yang mengubahnya menjadi N6-furfuryladenine, kinetin. Sejak tahun 1994, kinetin telah diuji secara menyeluruh untuk efek kuat anti-penuaan pada sel kulit manusia dan sistem lain Saat ini, kinetin adalah salah satu komponen yang banyak digunakan dalam kosmetik perawatan kulit banyak dan cosmeceuticals,. Seperti produk Valeant kinerase Ada beberapa laporan yang diterbitkan pada efek biologis lainnya dari kinetin pada manusia, misalnya sebagai dampaknya. anti-platelet agregasi faktor mengurangi pembentukan trombosis. Selain itu, telah terbukti mampu mengoreksi RNA mis-splicing dalam penyakit dysautonomia keluarga, di mana ekson 20 dari IKBKAP dilewati bukan termasuk dalam penyakit, yang mengarah ke tingkat yang cukup dari produk protein IKBKAP sebagai akibat dari frame-shiftinduced omong kosong-dimediasi pembusukan. 2. Thidiazuron (TDZ) Thidiazuron digunakan sendiri atau bersama dengan regulator pertumbuhan tanaman lain untuk meningkatkan pembentukan tunas dalam kultur jaringan tanaman. Protokol kultur jaringan tanaman sebagian besar panggilan untuk TDZ sangat sedikit, di kisaran 0.5 mg ke 0.001 mg. Terkecuali dalam beberapa kasus TDZ lebih atau kurang digunakan dalam formula kultur jaringan tanaman. 3. 6-ZPT (benzil adenin atau BAP) Merupakan sitokinin sintetik generasi pertama yang memunculkan pertumbuhan tanaman dan tanggapan pembangunan, menetapkan bunga dan kekayaan buah merangsang dengan merangsang pembelahan sel. Ini adalah inhibitor kinase pernafasan pada tanaman, dan meningkatkan pasca-panen kehidupan sayuran hijau. Pengaruh sitokinin sebagai 6-benzylaminopurine (BAP) dalam kombinasi dengan metode lain pada retensi warna pascapanen hijau di kepala brokoli dan asparagus, menunjukkan hasil positif untuk retensi 14 kualitas. Pengobatan dengan ppm 10 dan 15 BAP dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan segar-potong kuntum brokoli dan kubis selama penyimpanan pada 6 ± 1 ° C pada tingkat komersial [1, 2].6-ZPT pertama kali disintesis dan diuji di laboratorium tanaman. 2.2.6 Efek Fisiologis Citokinin a. Pengaturan pembelahan sel dan diferensiasi sel Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin; sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap.Ketika satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin, maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokininsecara mandiri tidak mempunyai efek.Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat membelah. b. Pengaturan Dominansi Apikal Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilari. Berdasarkan atas pandangan ini, auksin yang ditransportasikan ke bawah tajuk dari tunas terminal, secara langsung menghambat pertumbuhan tunas aksilari. Hal ini menyebabkan tajuk tersebut menjadi memanjang dengan mengorbankan percabangan lateral. Sitokinin yang 15 masuk dari akar ke dalam sistem tajuk tumbuhan, akan melawan kerja auksin, dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Jadi rasio auksin dan sitokinin merupakan faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas aksilar. Banyak penelitian yang konsisten dengan hipotesis penghambatanlangsung ini. Apabila tunas terminal yang merupakan sumber auksin utama dihilangkan, maka penghambatan tunas aksilar juga akan hilang dan tanaman menjadi menyemak. Aplikasi auksin pada permukaan potongan kecambah yang terpenggal, akanmenekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan yang terlalu banyak memproduksisitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga bertendensi untuk lebih menyemak dibanding yang normal. c. Efek Anti Penuaan Sitokinin, dapat menahan penuaan beberapa organ tumbuhan, dengan menghambat pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein, dan dengan memobilisasi nutrien dari jaringan di sekitarnya. Apabila daun yang dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan ke dalam larutan sitokinin, maka daun itu akan tetap hijau lebih lama daripada biasanya. Sitokinin juga memperlambat deteorisasi daun pada tumbuhan utuh. Karena efek anti penuaan ini, para floris melakukan penyemprotan sitokinin untuk menjaga supaya bunga potong tetap segar. 2.2.7 Peranan Cytokinin Peranan sitokinin antara lain: Bersama dengan auksin dan giberelin merangsang pembelahan sel-sel tanaman Merangsang morfogenesis (inisiasi / pembentukan tunas) pada kultur jaringan. Merangsang pertumbuhan pertumbuhan kuncup lateral. Merangsang perluasan daun yang dihasilkan dari pembesaran sel atau merangsang pemanjangan titik tumbuh daun dan merangsang pembentukan akar cabang Meningkatkan membuka stomata pada beberapa spesies. Mendukung konversi etioplasts ke kloroplas melalui stimulasi sintesis klorofil. Menghambat proses penuaan (senescence) daun Mematahkan dormansi biji 16 2.2.8 Mutasi gen crown tumor Tumorigenesis dari Crown gall merupakan proses yang terdiri dari beberapa tahap termasuk penempelan Agrobacterium pada sel tanaman, proses dan transfer TDNA ke sel tanaman diikuti oleh penggabungan dan pengekspresian gen-gen T-DNA di dalam genom tanaman. Penempelan Agrobacterium pada Sel Tanaman Tahap pertama dalam induksi tumor adalah pengikatan Agrobacterium pada sel tanaman. Peristiwa awal ini dimediasi oleh gen-gen yang terletak pada kromosom bakteri. Strain yang membawa mutasi-mutasi sejumlah loci (chvA, chvB, att dan pscA atau exoC) kurang baik dalam penempelan sel tanaman, sehingga dikatakan avirulen atau sangat lemah sifat racunnya (8, 21, 53, 77, 83). Gen-gen kromosom, chvA, chvB, dan exoC, diperlukan dalam sintesis dan penyaluran β-1,2- glucancyclic yang terlibat dalam pengikatan sel tanaman. Protein chvB terlibat dalam biosintesis glucan (67), sementara chvA diperlukan untuk memindahkan glucan dari sitoplasma ke periplasma dan ruang ekstraseluler. ChvA memiliki kesamaan dengan golongan ATPase yang terikat pada membran (membranebound ATPase) yang terlibat dalam transpor aktif (22). Walaupun produk-produk dari chvA dan chvB terlibat dalam biosintesis dan transpor β-1,2-glucan, namun masih belum jelas apakah glucan terlibat dalam penempelan Agrobacterium atau mempengaruhi sifat-sifat lain dari permukaan sel yang terlibat secara langsung. Induksi Gen-vir Aktivasi transkripsi gen-gen vir merupakan hasil langsung dari penerimaan A. tumefaciens terhadap sinyal molekul yang diproduksi oleh sel tanaman yang luka, yang mana memicu sistem regulasi vir. Dua penginduksi potensial, acetosyringone dan hydroxy-acetosyringone, diisolasi dari sel akar tembakau oleh Stachel et al (72). Beberapa monosakarida juga memegang peranan penting pada induksi gen-gen vir (9). pH medium memiliki pengaruh yang kuat pada induksi vir; induksi akan optimal dalam rentang pH 5.0-5.4 dan tidak akan terjadi induksi pada pH 6.3 atau diatasnya (74). Regulasi gen vir juga dimediasi oleh gen-gen yang terletak pada kromosom Agrobacterium. Gen virulen kromosomal yang dinamai chvD, chvE, ros, miaA, chvG, dan chvI telah dilaporkan terlibat dalam virulensi dengan cara mempengaruhi ekspresi gen-gen vir pada Ti-plasmid (85, 86, 89,36,28, 18, 10,51). Proses dan Transfer T-DNA 17 Proses dan transfer dari T-DNA dimediasi oleh produk-produk yang dikode oleh gen-gen pada wilayah vir (vir-region). Setelah induksi vir gen, produksi transfer tingkat lanjut dimulai dengan pembentukan T-strand, yaitu duplikat dari single stranded (ss) T-DNA (74). Banyak produk gen bertanggung-jawab dalam proses ini. Produk dari loci virC dan VirD terlibat dalam pembentukan dan pemrosesan T-strand. VirD1 dan VirD2 bersama-sama mengenali susunan pembatas 25 bp dan memproduksi sebuah belahan endonukleotik ss pada strand bagian bawah dari masing-masing pembatas (25, 27). Sayatan ini digunakan sebagai tempat inisiasi dan terminasi dalam memproduksi T-stand. Setelah penyayatan, VirD2 tetap terhubung kuat dengan ujung 5’ dari T-strand (35). Pengikatan VirD2 pada ujung 5’ memberi karakter polar pada T-strand yang menjamin bahwa pada langkah berikutnya, ujung 5’ merupakan leading end. Produksi T-strand diperkirakan merupakan hasil dari perpindahan strand bagian bawah dari T-DNA di antara sayatan tersebut. Studi terbaru mengungkapkan bahwa langkah awal produksi T-strand secara evolusioner terkait dengan sistem bakteri yang memproduksi ssDNA, seperti salah satunya selama proses konjugasi (60). Dua protein lainya, VirC1 dan VirC2 kemungkinan berinteraksi dengan VirD1 dan VirD2 selama penyayatan berlangsung. Lokus virC, yang mengkode dua produk yaitu VirC1 (23 kDa) dan VirC2 (26 kDa), digunakan untuk meningkatkan proses penyayatan batas dari T-DNA (81, 82, 89). T-strand harus bergerak melalui membran dan ruang seluler sebelum sampai pada inti sel tanaman dan tetap menjaga integritasnya selama proses ini. Oleh karena itu, adalah sebuah hipotesis bahwa T-strand seolah-olah bergerak seperti sebuah kompleks protein-ssDNA. VirE2 merupakan sebuah protein yang memiliki ikatan asam nukleat ss yang dapat diinduksi (inducible ss nucleic acidbinding protein), yang dikode oleh lokus virE yang terikat tanpa kespesifikan susunan. Sejumlah besar VirE2 (60 kDa) berada dalam sel dan terikat kuat serta saling bekerja sama, yang berarti bahwa sebuah T-strand akan terlapisi secara keseluruhan. Satu molekul VirE2 diperkirakan melapisi sekitar 30 nukleotida, oleh karena itu 20 kb T-strand akan membutuhkan 600 molekul VirE2 (52). Akibatnya, degradasi T-strand oleh nukleasi akan dicegah dengan ikatan VirE2 dan bahkan, ikatan in vitro virE2 membuat ssDNA resisten terhadap degradasi nuckleolitik. T-strand bersama-sama VirD2 dan virE2 membentuk T-kompleks. Kemudian, T-komplek harus keluar dari sel bakteri, melewati membran dalam dan luar dan juga dinding sel bakteri. Perpindahan T-kompleks dari Agrobacterium 18 merupakan salah satu tahapan pada proses transfer yang kurang dikenal. Studi terdahulu mengungkapkan bahwa virB dibutuhkan untuk tumorigenesis tetapi tidak untuk pembentukan T-strand atau T-kompleks (73). Penyusunan virB menunjukan bahwa produk gennya kemungkinan terlibat dalam proses transfer (90). Ada 11 Open Reading Frames (OPR) virB untuk protein dengan perkiraan berat molekuler berikut ini; VirB1 (26 kDa); VirB2 (12 kDa); VirB4 (87 kDa); VirB5 (23 kDa); VirB6 (32 kDa); VirB7 (6 kDa); VirB8 (26 kDa); VirB9 (32 kDa); VirB10 ( 42 kDa); VirB11 (38 kDa) (47,71). Kesebelas OPR dari lokus VirB ini mengkode protein yang menunjukan perkiraan fitur-fitur (features) yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah alat ekspor yang terasosiasi pada membran, termasuk hidrophobisitas, wilayah jangkauan membran (membran-spanning domain), dan/atau susunan sinyal N-terminal yang menargetkan protein untuk keluar dari sitoplasma. Studi lokalisasi subseluler mengkonfirmasi asosiasi membran dari tujuh protein VirB (79, 3, 80). Namun, keseluruhan dari tujuh protein ini disalurkan di antara membran dalam dan luar, dalam proporsi yang bervariasi tergantung pada metode fraksinasinya. Dengan membandingkan susunannya, virB menunjukan hubunganyang evolusionerdengan kumpulan gen bakteri lain yang produk-produknya membentuk asosiasi membran kompleks yang terlibat dalam fimbriae, sekresiprotein, atau pengambilanDNA (DNA uptake) (42). Wilayah Tra2 dari RP4 juga mengkode 11 protein yang terlibat dalam tahapan transfer DNA konjugasi, yang mungkin membentuk pilus atau prekursor pilus. Enam dari protein Tra2 sangat mirip dengan protein VirB, terutama fiturfitur yang menunjukan lokalisasi membran (48). Walaupun sebuah saluran ekspor spesifik diperkiraan merupakan produkproduk VirB, namun belum diketahui sedikit pun tentang detail penyusunan (assembly), struktur, atau fungsi dari produk-produk tersebut. Hubungan antara produk-produk VirB dan ekspor T-kompleks masih belum terpecahkan. Dalam transfer DNA yang bersifat konjugatif, pilus berperan menghubungkan sel resipien. Namun, apakah produk-produk VirB ini berperan dalam pengenalan permukaan sel tanaman masih belum diketahui. 19 Integrasi T-strand ke Genom Tanaman Integrasi T-strand ke dalam sebuah kromosom inang merupakan tahapan akhir dalam proses transfer T-DNA. Integrasi T-strand membutuhkan pengambilan inti (nuclear uptake). Protein yang berukuran lebih besar dari kira-kira 40 kDa membutuhkan NLS (nuclear localization signal) yang memediasi pengambilan inti (34). T-kompleks memiliki 3 komponen yang dapat menyumbang secara potensial sinyal untuk pengimporan inti(91). T-strand sendiri sepertinya tidak memiliki sinyal untuk mengimpor inti, karena beberapa DNA yang berada di antara susunan pembatas (border sequensces) akan ditransfer. Pemindahan inti dari T-kompleks sepertinya dimediasi oleh protein asosiasinya, VirD2 dan VirE2. Analisis susunan VirD2 mengungkapkan bahwa 85% N-terminal terlindungi dalam strain Agrobacterium; C-terminal hanya 25% terlindungi, tetapi persamaan yang sangat nyata terdapat pada 30 asam amino terakhir (90). Dalam wilayah ini, ditemukan susunan yang homolog dengan NLS tipe bipartite (34). lokalisasi Fungsi inti dari susunan ini dikonfirmasi dengan penyatuan wilayah pengkodean (coding region) dengan gen reporterβ glukoridase (GUD) dan mengekspresikan sementara konstruk ini dalam protoplasma tembakau (34). Lokalisasi inti dari protein fusi diduga berasal dari akumulasi produk GUS biru pada inti sel. Ketika NLS yang diduga dihapus dari untaian penuh VirD2 dan digabungkan dengan GUS, maka produk GUS hanya ada dalam sitoplasma. Akumulasi inti dari ekspresi sementara VirD2 juga telah ditunjukkan dengan imunolokalisasi(78). 20 2.2.9 Pengaruh cytokinin pada pembesaran kotiledon Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap memunculkan kotiledonnya ke atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna kuning dan kecil. Jika kotiledon itu dikenal cahaya, pertumbuhannya meningkat pesat, walaupun energi cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk melangsungkan fotosintesis. Inilah efek fotomorfogenetik yang antara lain dikendalikan oleh fitokrom dan barang kali juga oleh sitokinin. Jika kotiledon dipisahkan dan dipelihara dengan diberi sitokinin, laju pertumbuhannya meningkat dua atau tiga kali lipat dibandingkan dengan kotiledon pembanding yang tak mendapat tambahan hormon, baik dalam gelap maupun dalam terang. Pertumbuhan ini seluruhnya akibat pengambilan air yang mengembangkan sel, sebab botol kering jarinan tidak bertambah. Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih dari selusin species tumbuhan yang sudah dikenal, termasuk lobak, biji gula, selada. Sebagian besar species tersebut mengandung lemak sebagai cadangan makanan utama dalam kotiledon. Kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan menjadi mampu melakukan fotosintesis. Tidak terlihat adanya respons pada spesies yang kotiledonnya tetap dibawah tanah kacang – kacangan namun tidak menyerupai daun. Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon dan giberlin juga hanya memberikan efek kecil bila kotiledon dibiakkan dalam keadaan gelap jadi respons ini dapat digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin. Apakah sitokinin memacu pertumbuhan kotiledon hanya dengan cara meningkatkan besaran sel yang sudah ada sebelumnya atau apakah hormone 21 tersebut memacu pembelahan sel dari pembesaran sel anak yang dihasilkan? Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel. Terutama yang terakhir ini tapi, ingat bahwa sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri sebab sitokiniesis hanya merupakan proses pembelahan saja. Oleh karena itu, keseluruhan pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin maupun pemelaran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak. Karena kotiledon yang pertumbuhannya dipacu oleh sitokinin akhirnya tumbuh menjadi organ fotosaintetik, dapat dipertanyakan apakah daun sejati juga membutuhkan sitokinin untuk pertumbuhannya. Efek pemacuan yang jelas pada daun-daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa species terlihat setelah sitokinin diberikan berulang-ulang namun biasanya efeknya kecil dan mungkin timbul secraa tak langsung melalui pengambilan metabolit dari organ lain. Jika sejumlah cakram diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus dan diupayakan tetap lembab, maka sitokinin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu pertumbuhan sel. Ini pun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang datang dari organ lain, misalnya sitokinin dari akar memacu pertumbuhan daun. Bukti selanjutnya bahwa sitokinin dari akar memacu pertumbuhan daun berasal dari percobaan pada kacang-kacangan dan beras belanda musim dingin yang sebagian atau seluruh akarnya dibuang. Pertumbuhan daun dari kedua species tumbuhan tanpa akar tersebut segera melambat tapi bila sitokinin ditambahkan pada daun, pertumbuhannya banyak dipulihkan. 22 BAB III PENUTUP 5.1 Kesimpulan Giberelin merupakan hormon yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan hormon auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amilase. Citokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. 23 DAFTAR PUSTAKA Anonymousa.2011.http://artikelterbaru.com/pendidikan/fungsi-hormon-dan-vitamin-untuktumbuhan-20111107.html Anonymousb.2011.http://mybioma.wordpress.com/category/fisiologi-produksi-tumbuhan/ Anonymousc.2011.http://www.scribd.com/doc/44646508/sitokinin Anonymousd.2011.http://budisma.web.id/kelas-xii-biologi/efek-hormon--fisiologis-sitokinin/ Anonymouse.2011.http://yoxx.blogspot.com/2008/05/sedikit-tentang-zatpengaturtumbuh.html Anonymousf.2011.http://fentykienormajelita-pertanian.blogspot.com Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.San Francisco. Gaba VP. 2005. Plant Growth Regulators in Plant Tissue Culture and Developmant. Di dalam Trigiano RN, Gray JD, editor. Plant Development and Biotechnology.CRC.Press. New York. P. 87-99 Hendaryono, daisy & Arie Wijayani.1994. Teknik Kultur Jaringan.Yogyakarta : Kanisius. Salisbury.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung Taiz, L., E Zeiger. 2002. Plant Physiology. Third Edition.SinauerAssociates, Inc., Publishers. Sunderland, Massachusetts. 24