PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan Mas (Cyprinus carpio carpio) atau ikan Koi (Cyprinus carpio koi) pada saat ini berkembang sangat pesat, karena ikan Mas merupelet ikan konsumsi yang cukup diminati masyarakat Indonesia dan ikan Koi merupelet ikan yang banyak diminati para pencinta ikan hias. Ikan Mas merupelet komoditas terbesar budidaya ikan air tawar dengan rata-rata produksi 72.000 ton per tahun. Produksi terbesar dihasilkan daerah Jawa Barat. Pada beberapa tahun belakangan, budidaya ikan Mas ataupun ikan Koi mengalami permasalahan berupa wabah penyakit KHV yang disebabkan oleh virus Koi herpesvirus. Dimana wabah penyakit KHV ini sudah menyebar keberbagai wilayah Indonesia, dari pulau Jawa sampai pulau Sumatera sejak tahun 2002. Penyakit tersebut pertama kali menyerang ikan Koi di Blitar (Jawa Timur) dan kemudian menyerang ikan Mas di jawa Barat. Setelah itu, penyakit KHV tersebut meluas sampai ke Sumatera mulai dari Lubuklinggau (Sumsel), Danau Maninjau (Sumbar), dan Danau Toba (Sumut). Produksi ikan Mas menurun sejak terjadinya kematian masal pada ikan Mas karena wabah penyakit KHV pada bulan Maret 2002 (DKP, 2004). Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit KHV ini sangat besar dan meresahkan pembudidaya ikan Mas. Secara kumulatif, kerugian akibat penyakit ini mencapai angka 150 Miliyar rupiah (DKP, 2004). Kepekaan ikan Mas (Cyprinus carpio carpio) dan ikan Koi (Cyprinus carpio koi) terhadap lingkungan dan ancaman kesehatan sangatlah rentan. Penyakit KHV yang disebabkan oleh virus herpes, family Herpesviridae merupelet ancaman yang sangat fatal bagi kesehatan ikan Mas (Cyprinus carpio carpio) dan ikan Koi (Cyprinus carpio koi), yang mana penyakit tipe virus ini sangat mematikan bagi ikan dan jumlah ikan yang bisa selamat sangat sedikit. Ikan yang selamat atau dapat bertahan hidup dari serangan KHV akan bersifat sebagai carrier dan sangat membahayakan jenis ikan yang sama diperairan lain (Hedrick et al. 2000). 1 Gejala klinis umum pada ikan sakit, paling sering teramati luka pada insang, sisik, ginjal, limfa, jantung dan sistem gastrointestinal. Secara visual pada bagian eksternal tubuh, dapat teramati adanya warna sisik yang gelap dan nekrosis insang yang akut dan hemoragik pada dasar sirip punggung, sisip dada, dan sirip anus, sedangkan secara histologi dapat teramati adanya perubahan pada insang berupa kehilangan lamella (Anonim, 2007). Ikan yang terserang penyakit KHV akan menunjukkan gejala nafsu makan menurun, kondisi melemah, gerakan melamban, sering di permukaan air untuk mendapatkan oksigen, insang memucat, memar atau melepuh pada permukaan tubuh, dan sirip geripis. Gejala klinis ini sesuai dengan yang diungkapkan (Mudjiutami et al. 2007a), karena sulit bernapas maka mulut ikan sering terlihat di permukaan air untuk mendapatkan oksigen. Selain itu ikan lebih suka berenang ke arah sumber air. Penyakit KHV menyerang sel-sel epitel dari ikan, terutama pada insang dan kulit. Insang akan mengalami kerusakan, yaitu diawali dengan memucatnya warna insang dan selanjutnya terjadi kerusakan pada lembar insang, jika serangan bertambah parah, insang akan mengalami perdarahan. Ciri lainnya terjadi infeksi sekunder dapat berupa memar atau melepuh ataupun borok pada permukaan kulit dan tubuh akan memproduksi lendir berlebihan disertai rontoknya sisik. Jika kondisi semakin akut terjadi pendarahan di bagian perut dan pangkal sirip. Jika penyakit KHV ini telah menyerang organ dalam seperti hati dan limpa maka akan mengalami perubahan warna atau nekrosis, dan ginjal akan membengkak (Mudjiutami et al. 2007b). Gejala diatas muncul karena sifat dari virus Koi herpesvirus yang tinggal di dalam inti sel dan biasanya menimbulkan bercak merah serta kerusakan insang. Selain itu karena penyakit KHV bersifat immunosupresif atau membuat pertahanan tubuh menurun, maka infeksi sekunder berupa luka atau bercak putih dipermukaan tubuh dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Aeromonas hydrophila ataupun Flexibacter columnaris. Usaha bersama sedang dilakukan untuk mengantisipasi masalah penyakit tersebut kedepannya dengan memperbaiki sistem impor, ekspor, dan pengiriman ikan hidup ke- atau dari Indonesia. Setiap impor ikan dan produk perikanan diwajibkan melalui prosedur IRA (Import Risk Analysis) dan karantina, termasuk didalam sertifikat yang menyatakan status kesehatan ikan. Sesuai dengan 2 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 28 tahun 2003 yang melarang pengiriman ikan Mas dan Koi keluar pulau jawa, serta penghentian impor ikan Mas dan Koi dari luar, dan juga Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 40 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pulau Jawa dan Bali merupelet daerah terjangkit dan semua aktifitas pengiriman ikan Mas dan ikan Koi hanya diperbolehkan bila berasal dari negara bebas penyakit KHV dan dilengkapi dengan sertifikat status kesehatan ikan (Rukyani dan Sunarto, 2003 dalam Mulyana 2006). Pendeteksian penyakit KHV dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Menurut DKP (2004), deteksi penyakit KHV dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan uji laboratoris. Dimulai dari isolasi virus, dilanjutkan dengan identifikasi histopatologis, mikroskop elektron, dan PCR. Namun metode yang umum dilakukan dibeberapa laboratorium adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik lain yang digunakan adalah uji tantang, uji ini dilakukan dengan mencampurkan ikan terinfeksi dengan ikan sehat dalam kurun waktu tertentu. Teknik rapid test atau uji serum dilakukan untuk menguji langsung antibodi terhadap virus Koi herpesvirus. Kemajuan teknologi dalam dunia kedokteran hewan memberikan konstribusi pada cara pengobatan yang dilakukan. Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh virus dapat dilakukan dengan cara pemberian imunisasi aktif maupun pasif. Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan immunoglobulin-Y (Ig-Y) spesifik asal kuning telur ayam untuk penanggulangan penyakit pada ikan (pelet) yang mengandung immunoglobulin spesifik. Imunoglobulin-Y (Ig-Y) adalah antibodi yang dihasilkan oleh unggas yang diproduksi dari serum dan telur yang memiliki fungsi biologis yang sama dengan immunoglobulin-G (Warr et al. 1995 dalam Ramlah 2008). Tujuan Menentukan dosis efektif imunisasi pasif Ig-Y anti KHV pada ikan Mas, juga menekan kerugian petani ikan Mas terhadap serangan penyakit KHV. 3 Manfaat Harapan dari penelitian ini adalah ditemukannya metode dan aplikasi yang efektif terhadap pengendalian penyakit KHV. Menekan angka kematian ikan Mas, sehingga dapat mengurangi resiko kerugian bagi para petani ikan Mas. 4