Negara Wajib Akui Aliran Kepercayaan Ruhut Ambarita | Selasa, 09 Juli 2013 - 15:25:01 WIB (dok/antara) Agama Parmalin merupakan salah satu aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Keberadaannya jelas, eksis, dan faktual. JAKARTA - Pemerintah dan DPR sepakat tidak mengakomodasi aliran kepercayaan pada kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Terkait hal itu, pemerintah dan DPR mengembalikan ketentuan itu pada UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Itu artinya, negara tidak mengakui adanya aliran kepercayaan di Indonesia. Namun, kesepakatan untuk tidak mengakomodasi adanya kolom aliran kepercayaan menuai protes. Protes itu disampaikan Yasona Y Laoly, anggota Komisi II DPR. "Dengan tidak diakomodasinya aliran kepercayaan maka secara yuridis formal mereka tidak diakui oleh negara," kata Yasona ketika dihubungi SH di Jakarta, Senin (8/7). Yasona mengatakan, keberadaan aliran kepercayaan di Indonesia nyata. Tidak hanya satu, melainkan ada ratusan aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, tidak benar jika negara menolak untuk mengakomodasi adanya kolom aliran kepercayaan di dalam KTP. "Keberadaan aliran kepercayaan jelas, eksis, dan faktual. Jumlah mereka sangat banyak di Indonesia. Tidak hanya banyak dari segi pengikut, tetapi juga jenisnya. Ini fakta, misalnya, ada kepercayaan Parmalim di Sumatera 1 Utara atau Kaharingan di Kalimantan," kata Yasona dari Fraksi PDI Perjuangan. Yasona mengatakan, tidak diakomodasinya kolom aliran kepercayaan dalam KTP akan menyebabkan data kependudukan di Indonesia tidak akurat. Padahal, ujar Yasona, mengakomodasi kolom kepercayaan justru akan membantu pemerintah mendata jumlah aliran kepercayaan beserta pengikutnya. "Kalau tidak dicantumkan, bagaimana mereka terdaftar (dalam data kependudukan)? Padahal bila dipertimbangkan, dari segi data, kita membutuhkan berapa jumlah penganutnya dan jenisnya. Hanya dengan adanya kolom itu maka bisa diketahui keberadaan mereka," ujar Yasona. Pendapat berbeda disampaikan Taufiq Hidayat, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar lainnya. Menurut dia, tidak akan ada persoalan yang timbul jika kolom aliran kepercayaan tidak diakomodasi dalam KTP. "Soal pencantuman itu hanya implementasi. Jika tidak dicantumkan, ya tidak apaapa juga," kata Taufiq. Ia mengatakan, pencantuman kolom aliran kepercayaan hanya persoalan implementasi yang kapan saja bisa dilakukan. Menurutnya, hal terpenting yang harus dilakukan adalah pengakuan negara terhadap keberadaan agama-agama, termasuk aliran kepercayaan. Selama ini, kata Taufiq, negara setengah hati mengakui keberadaan agamaagama lain selain Katolik, Kristen, Islam, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Akibatnya, lanjut dia, muncul situasi yang disharmoni di dalam masyarakat. "Dasar persoalannya itu dulu dijawab. Persoalan pencantuman kolom itu hanya muaranya saja," ujarnya. Seperti diketahui, protes serupa pernah disampaikan oleh banyak kalangan ketika DPR mengesahkan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk. Meski pernah menuai protes, pemerintah dan DPR tetap bersikeras untuk mengesahkan aturan yang baru tanpa adanya kolom aliran kepercayaan di KTP. Sumber : Sinar Harapan 2