Benchmarking - Taufiqur Rachman

advertisement
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
#6
© 2013
BENCHMARKING
Definisi dan Azas
Dalam Bahasa Indonesia, benchmarking dapat diartikan sebagai “Patok Duga”. Ada
berbagai definisi mengenai benchmarking, antara lain:
1. Gregory H. Watson, mengartikan benchmarking sebagai pencarian secara
berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang
mengarah pada kinerja kompetitif unggul.
2. David Kearns (CEO dari Xerox), mengartikan benchmarking sebagai suatu proses
pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara yang dilakukan sebuah
perusahaan terhadap pesaing yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai
yang terbaik.
3. IBM, mengartikan benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus untuk
menganalisis tata cara terbaik di dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai
sasaran dan tujuan dengan prestasi dunia.
4. Teddy Pawitra, mengartikan benchmarking sebagai suatu proses belajar yang berlangsung
secara sisitematis dan terus-menerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul.
5. Goetsch dan Davis, mengartikan benchmarking sebagai proses pembanding dan
pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam
kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri.
Sedangkan dalam beberapa literatur lain, disebutkan bahwa benchmarking merupakan
pencarian metode-metode, proses dan praktik-praktik terbaik yang akan mengarahkan
performa terbaik dari suatu perusahaan.
Selain itu, juga ada yang mengartikan benchmarking merupakan riset industrial atau
pengumpulan informasi yang memungkinkan seorang manajer membandingkan performa
fungsi-fungsinya terhadap performa fungsi-fungsi yang sama di perusahaan lain.
Dari berbagai definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa benchmarking merupakan
suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terus- menerus atas produk atau
jasa dan tatacara suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau
pesaing yang paling unggul, dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan
dengan prestasi kelas dunia.
Dari definisi tersebut diketahui bahwa tujuan utama benchmarking adalah untuk
menemukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan yang terbaik dikelasnya, dan
kemudian mengadaptasi serta memperbaikinya untuk diterapkan pada perusahaan yang
melaksanakan benchmarking tersebut, baik dibidang manufaktur. pemasaran atau
distribusi, dan pelayanan. Benchmarking tidak sekedar mengumpulkan data, melainkan
yang lebih penting adalah apa rahasia dibalik pencapaian kinerja yang terlihat dalam data
yang diperoleh.
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan
“Fisik” dan “Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
1 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara
“Mental” adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah
dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.
Dari berbagai definisi diatas, menurut Pawitra (1994, p.12), beberapa azas dari
benchmarking, yaitu:
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu
perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya
secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya.
Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa, menjalar kearah proses,
fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud
perbandingan yang terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang tentang praktik dan
hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll
4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok, dan kemampuan untuk melaksanakan
apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.
Benchmarking Sebagai Instrumen Perbaikan
Dasar pemikiran perlunya benchmarking berasal dari dorongan untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Karena kondisi bisnis yang kompetitif membuat
pelanggan mengetahui dan meminta standar produk dan pelayanan yang lebih berbeda dan
lebih baik. Keadaan ini menyebabkan perusahaan semakin sulit untuk memenuhi kepuasan
pelanggan, namun memberikan dorongan kepada pimpinan perusahaan untuk berupaya
menentukan strategi usahanya berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal serta
misi perusahaan untuk dapat memberikan yang terbaik kepada pelanggannya.
Sebagai suatu strategi, benchmarking diharapkan dapat mengidentifikasi kunci
sukses untuk bidang yang diteliti, memberikan target kuantitatif untuk sasaran dan
membantu perusahaan untuk membangun budaya yang memungkinkan terjadinya
perubahan, adaptasi, dan penyempurnaan secara terus-menerus pada setiap aspek atau
bidang yang menjadi kelemahan dan tertinggal dari perusahaan lain. Sehingga secara umum
manfaat yang diperoleh dari patok duga dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar,
yaitu perubahan budaya, perbaikan kinerja dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia
(Tjiptono & Diana, 1996).
Benchmarking dan Analisis Persaingan
Analisis persaingan meliputi perbandingan antara produk-produk pesaing dengan
produk yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan benchmarking yaitu membandingkan
bagaimana suatu produk direkayasa, diproduksi, didistribusikan dan didukung.
2 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
Dalam tabel 6.1 berikut ini akan ditunjukkan perbedaan dari benchmarking dengan
analisis persaingan.
Tabel 6.1. Perbandingan Benchmarking dengan Analisis Persaingan
Benchmarking
Analisis Persaingan
Melihat pada proses
Melihat pada hasil
Memeriksa bagaimana sesuatu
Memeriksa apa yang telah terjadi dan
dikerjakan
Dapat membandingkan dengan industri
lainnya
Perbandingan di dalam industri
Penelitian membagi hasil untuk manfaat
bersama
Penelitian tanpa membagi hasil
Dapat tidak kompetitif
Selalu kompetitif
Membagi informasi
Rahasia
Kemitraan
Tersendiri
Kerjasama/Interdependen
Mandiri
Digunakan untuk mencapai tujuan
perbaikan
Digunakan untuk memeriksa persaingan
Tujuan berupa pengetahuan proses
Tujuan berupa pengetahuan tentang
industri
Fokus pada kebutuhan pelanggan
Fokus pada kebutuhan perusahaan
Benchmarking digunakan untuk menentukan proses yang akan diperbaki secara
berkesinambungan (incremental) dan perubahan yang dibutuhkan. Faktor-faktor yang
mendorong perusahaan melakukan benchmarking, antara lain:

Komitmen terhadap TQM

Fokus pada pelanggan

Product-to-market time

Waktu siklus produksi

Laba
Dengan melaksanakan benchmarking, maka perusahaan akan memperoleh beberapa
manfaat yang akan menjadikan perusahaan makin kokoh dan optimal dalam kegiatannya,
manfaat yang dimaksud dapat di lihat pada tabel 6.2 di bawah ini.
3 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
Tabel 6.2. Pebandingan Perusahaan Dengan dan Tanpa Benchmarking
Kriteria
Tanpa Benchmarking
Dengan Benchmarking
Memenuhi persyaratan
pelanggan
Berdasarkan historis,
Persepsi, Tingkat
kecocokan rendah (low fit)
Realita pasar, Penilaian
objektif, Performa yang
tinggi
Menetapkan sasaran dan
tujuan yang efektif
Kekurangan fokus
eksternal, Reaktif, Industri
yang tertinggal
Dapat dipercaya & tidak
dapat diargumentasi,
Proaktif, Industri yang
memimpin
Mengembangkan tolok
ukur produktivitas yang
benar
Mengejar proyek yang
disenangi, Kekuatan dan
kelemahan tidak dipahami,
Rute resistensi yang paling
kecil
Memecahkan masalah yang
nyata, Memahami keluaran,
Berdasarkan praktik
industri yang terbaik
Menjadi kompetitif
Fokus secara internal,
Perubahan secara
evolusioner, Komitmen
yang rendah
Pemahaman yang
nyata/kongkrit dari
kompetisi, Ide baru dari
praktik dan teknologi,
Komitmen yang tinggi
Praktik-praktik
pendidikan yang terbaik
Tidak ditemukan, Sedikit
solusi, Rata-rata kemajuan
PT, Aktivitas pengerjaan
yang dadakan
Pencarian yang proaktif
untuk perubahan, Banyak
pilihan, Terobosan praktik
usaha, Performa terbaik
Menurut Ross (1994, pp. 239-240), secara umum manfaat yang diperoleh dari
benchmarking dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perubahan Budaya
Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang realisitis
berperan meyakinkan setiap orang dalam organisasi akan kredibilitas target.
2. Perbaikan Kinerja
Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk
memilih proses yang akan diperbaiki.
3. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia

Memberikan dasar bagi pelatihan.

Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan dengan apa yang
dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain.

Keterlibatan karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan
mengalami peningkatan kemampuan dan keterampilan.
4 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
Evolusi Konsep Benchmarking
Menurut Watson dalam Widayanto (1994), konsep benchmarking sebenarnya telah
mengalami setidaknya lima generasi, yaitu:
1. Reverse Engineering
Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan kinerja
terhadap produk sejenis dari pesaing.
2. Competitive Benchmarking
Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga melakukan
benchmarking terhadap proses yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah
produk unggul.
3. Process Benchmarking
Memiliki lingkup yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa beberap proses bisnis
perusahaan terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan yang akan
melakukan benchmarking.
4. Strategic Benchmarking
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif, implementasi
strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi
yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi
bisnis. Membahas tentang hal-hal yang berkitan dengan arah strategis jangka panjang
5. Global Benchmarking
Mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan bahwa cakupan
geografisnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun
pesaing global.
Jenis-jenis Benchmarking
Dalam pelaksanaannya/prakteknya, menurut Hiam dan Schewe (1992), dikenal empat
jenis dasar dari benhmarking, yaitu:
1. Benchmarking Internal, pendekatan dilakukan dengan membandingkan operasi suatu
bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, misal dibandingkan
kinerja tiap divisi di perusahaan, dilakukan antara departemen/divisi/cabang dalam satu
perusahaan atau antar perusahaan dalam satu group perusahaan.
2. Benchmarking Kompetitif, pendekatan dilakukan dengan mengadakan perbandingan
dengan berbagai pesaing, misalnya membandingkan karakteristik produk dari
produk yang sama yang diliasilkan pesaing dalam pasar yang sama.
3. Benchmarking Fungsional, pendekatan dengan diadakan perbandingan fungsi atau proses
dari perusahaan lain yang berada di berbagai industry, atau dengan kata lain dilakukan
perbandngan dengan perusahaan/industri yang lebih luas/pemimpin industri untuk
fungsi-fungsi yang sama.
4. Benchmarking Generik, pendekatan dengan diadakan perbandingan pada proses bisnis
fundamental yang cenderung sama di setiap industry, atau dengan kata lain
5 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
perbandingan fungsi-fungsi usaha atau proses yang sama dengan mengabaikan jenis
industri.
Sedangkan cara yang biasa digunakan dalam melakukan benchmarking ada empat
cara, yaitu:
1. Riset in-house
Dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan
sendiri maupun informasi yang ada di masyarakat.
2. Riset pihak ketiga
Ditempuh dengan jalan menggunakan jasa pihak ketiga dalam pencarian data dan
informasi yang sulit didapat.
3. Pertukaran langsung
Pertukaran informasi secara langsung melalui kuesioner, survei melalui telepon dan
sebagainya dengan perusahaan yang dijadikan mitra dalam benchmarking .
4. Kunjungan langsung
Dilaksanakan dengan melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking untuk saling
tukar informasi.
Proses dan Tahap-Tahap Dalam Benchmarking
Menurut Karlof dan Ostblom (1993), proses benchmarking terdiri lima tahap
meliputi:
1. Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking.
2. Identifikasi mitra benchmarking.
3. Pengumpulan informasi.
4. Analisis.
5. Implementasi.
Meskipun prosesnya sederhana, benchmarking bukan hanya mempelajari unsurunsur persaingan yang tepat, yang bisa saja diperoleh dari konsultan atau sumber lain, tetapi
hal yang lebih penting adalah perusahaan akan terbiasa dengan outward looking (melihat
kondisi luar) dengan memfokuskan diri pada pasar dan persaingan.
Kelima tahap diatas diperinci oleh Goetsch dan Davis (1994) menjadi 14 langkah
berikut:
1. Komitmen manajemen.
Mandat dan komitmen dari pihak manajemen puncak sangat penting, karena
benchmarking akan melakukan perbaikan atau perubahan yang tidak mudah serta
membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar.
2. Basis pada proses perusahaan itu sendiri.
Sebelum perbaikan dilakukan, proses dan aspek-aspek yang telah ada harus dipahami
karena inilah yang akan dibandingkan.
6 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
3. Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses perusahaan.
Dalam benchmarking setiap pihak membutuhkan informasi tentang proses untuk
diperbandingkan.
4. Pemilihan proses yang akan di-benchmarking.
Yang dapat dijadikan obyek benchmarking adalah setiap perilaku dan kinerja
perusahaan (antara lain: barang, jasa, proses, operasi, staf, biaya, modal atau
sistem pendukung, dsb) yang dipilih yang benar-benar menjadi kelemahan atau
diinginkan diubah, selainnya dimasukan sebagai program perbaikan berkesinambungan.
5. Pembentukan tim benchmarking.
Sebaiknya tim terdiri dari unsur pihak yang memahami perbedaan proses yang
dimiliki perusahaan dengan mitra benchmarking, pihak manajemen, dan pihak yang
mampu melaksanakan penelitian.
6. Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya.
Mitra benchmarking tidak hanya berasal dalam satu industri, tetapi bias berasal dari industri
yang berlainan, yang terbaik di kelasnya dan bersedia menjadi mitra benchmarking.
7. Pemilihan calon mitra benchmarking yang terbaik dikelasnya.
Tim benchmarking harus menentukan mitra yang paling tepat untuk dipilih dengan
mempertimbangkan faktor lokasi calon mitra dan merupakan pesaing atau bukan.
8. Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking.
Jika mitra sudah ditentukan, perusahaan akan menghubungi untuk mencari
kesepakatan mengenai aktivitas benchmarking.
9. Pengumpulan data.
Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, tim melakukan pengamatan, pengumpulan
data, dan dokumentasi yang berkaitan dengan proses (kunci sukses) mitra
benchmarking, antara lain melalui wawancara langsung, survei telpon atau surat, dsb.
10. Analisis data dan penentuan gap.
Tim melakukan analisis dan perbandingan data, dengan demikian akan bias
diidentifikasi gap atau kesenjangan yang ada.
11. Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada atau bahkan
mengunggulinya.
Untuk mengimplementasikan proses baru diperlukan perencanaan, pelatihan, dan
memperhatikan bahwa tujuan benchmarking bukan sekedar meniru melainkan
mengunguli kinerja proses benchmarking tersebut.
12. Implementasi perubahan.
Dengan diterapkan prosedur baru, pada awal perubahan belum sesuai dengan
benchmarking, untuk itu perlu waktu untuk bisa menjadi kebiasaan.
13. Pemantauan.
Kinerja perusahaan akan meningkat dengan perbaikan yang berkesinambungan serta
dilakukan kegiatan pemantauan.
14. Memperbaharui benchmarking.
7 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
Mitra benchmarking yang menjadi terbaik di kelasnya akan selalu mengembangkan diri
dan memperbaiki prosesnya, oleh karena itu perusahaan harus pula memperbaharui
benchmarking secara berkesinambungan.
Adapun prasyarat untuk melalukan benchmarking, antara lain:
1. Kemauan dan komitmen.
2. Keterkaitan tujuan strategik.
3. Tujuan untuk menjadi terbaik, bukan hanya untuk perbaikan.
4. Keterbukaan terhadap ide-ide.
5. Pemahaman terhadap proses, produk dan jasa yang ada.
6. Proses terdokumentasi, karena:
a. Semua orang yang berhubungan dengan suatu proses harus memiliki pemahaman
yang sama terhadap proses yang bersangkutan.
b. Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran peningkatan
kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking.
c. Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu organisasi.
7. Ketrampilan analisis proses.
8. Ketrampilan riset, komunikasi, dan pembentukan tim.
International Benchmarking Clearinghouse memberikan kode etik yang harus diikuti
dalam kegiatan benchmarking antara lain:

Prinsip Legalitas.
Diharuskan masing-masing peserta benchmarking untuk menghindari tindakan yang
dapat menjadi penghambat kegiatan benchmarking, maupun kegiatan paska operasi
termasuk kegiatan perdagangan.

Prinsip Pertukaran.
Perlu dilakukan diskusi antar perusahaan dan mitra benchmarking untuk menghindari
salah pengertian dan pemberian informasi yang sebanding.

Prinsip Kerahasiaan.
Setiap informasi yang diperoleh perusahaan dan benchmarking harus dijaga
kerahasiaannya dan tidak dibenarkan memberikan informasi kepada pihak lain tanpa
persetujuan dengan mitra benchmarking.

Prinsip Penggunaan.
Informasi beberapa aspek yang diperoleh dan mitra benchmarking digunakan sebagai
bahan perbaikan proses atau aspek-aspek dalam perusahaan.

Prinsip Kontak Pihak Pertama.
Kontak untuk minta bantuan kepada mitra benchmarking dilakukan melalui
pimpinan/manajer utama yang berwenang untuk mengambil keputusan, dan kemudian
menghubungi bagian yang akan di-benchmarking.
8 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas

© 2013
Prinsip Kontak Pihak Ketiga.
Kepada pihak ketiga tidak dibenarkan memberikan informasi mengenai siapa peserta
benchmarking.
Beberapa hambatan-hambatan yang sering terjadi terhadap kesuksesan penerapan
benchmarking, antara lain:
1. Fokus internal.
Organisasi terlalu berfokus internal (kepada diri sendiri) dan mengabaikan kenyatan
bahwa proses yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efisiensi yang jauh lebih
tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit.
2. Tujuan benchmarking terlalu luas.
Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifik dan berorientasi pada bagaimana
(proses), bukan pada apa (hasil)
3. Penjadwalan yang tidak realistis.
Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses keterlibatan yang
membutuhkan waktu. Sedangkan penjadwalan yang terlampau lama juga tidak baik,
karena mungkin ada yang salah dalam pelaksanaannnya.
4. Komposisi tim yang kurang tepat.
Perlu pelibatan terhadap orang-orang yang berhubungan dan menjalankan proses
organisasi sehari-hari dalam pelaksanaan benchmarking.
5. Bersedia menerima “ok-in-class (yang terbaik dalam kelasnya)”.
Seringkali organisasi memilih mitra yang bukan terbaik dalam kelasnya. Hal ini
dikarenakan:
 Yang terbaik di kelasnya tidak berminat untuk berpartisipasi.
 Riset mengidentifikasi mitra yang keliru.
 Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya memilih mitra yang lokasinya
dekat.
6. Penekanan yang tidak tepat.
Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan dan jumlah data. Padahal aspek yang paling
penting adalah proses itu sendiri.
7. Kekurangpekaan terhadap mitra.
Mitra benchmarking memberikan akses untuk mengamati prosesnya dan juga
menyediakan waktu dan personil kuncinya untuk membantu proses benchmarking
kepada organisasi sehingga mereka harus dihormati dan dihargai
8. Dukungan manajemen puncak yang terbatas.
Dukungan total dari manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai benchmarking,
membantu tahap persiapan dan menjamin tercapainya manfaat yang dijanjikan.
9 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas
© 2013
Referensi
Ashok Rao and Lawrence P. Carr, Total Quality Management: A Cross-functional Perspective,
John Wiley & Sons, 1996
Jenny Waller and Derek Allen, The T.Q.M. Toolkit: A Guide to Practical Techniques for Total
Quality Management, Kogan Page, 1995
Soewarso Hardjosoedarmo, Total quality management, Andi, 2004
Suryadi Prawirosentono, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21: Kiat
Membangun Bisnis Kompetitif, Bumi Aksara, 2007
Nursya'bani Purnama, Manajemen Kualitas: Perspektif Global , Fakultas Ekonomi UII, 2006
Bernardine Wirjana, Mencapai Manajemen Berkualitas, Andi, 2007
Sri Untari, Patok Duga Sebagai Instrumen Perbaikan Kinerja Perusahaan, Gema Stikubank,
Desember 1996
T. Yuri M Zagloel dan Rahmat Nurcahyo, Totql Quality Management , 2012
http://www.ekasulistiyana.web.id
http://sriwinarni-sriwinarni86sriwinarni.blogspot.com
10 / 10
6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)
Download