Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas #6 © 2013 BENCHMARKING Definisi dan Azas Dalam Bahasa Indonesia, benchmarking dapat diartikan sebagai “Patok Duga”. Ada berbagai definisi mengenai benchmarking, antara lain: 1. Gregory H. Watson, mengartikan benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul. 2. David Kearns (CEO dari Xerox), mengartikan benchmarking sebagai suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara yang dilakukan sebuah perusahaan terhadap pesaing yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik. 3. IBM, mengartikan benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus untuk menganalisis tata cara terbaik di dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi dunia. 4. Teddy Pawitra, mengartikan benchmarking sebagai suatu proses belajar yang berlangsung secara sisitematis dan terus-menerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul. 5. Goetsch dan Davis, mengartikan benchmarking sebagai proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri. Sedangkan dalam beberapa literatur lain, disebutkan bahwa benchmarking merupakan pencarian metode-metode, proses dan praktik-praktik terbaik yang akan mengarahkan performa terbaik dari suatu perusahaan. Selain itu, juga ada yang mengartikan benchmarking merupakan riset industrial atau pengumpulan informasi yang memungkinkan seorang manajer membandingkan performa fungsi-fungsinya terhadap performa fungsi-fungsi yang sama di perusahaan lain. Dari berbagai definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa benchmarking merupakan suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terus- menerus atas produk atau jasa dan tatacara suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul, dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi kelas dunia. Dari definisi tersebut diketahui bahwa tujuan utama benchmarking adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan yang terbaik dikelasnya, dan kemudian mengadaptasi serta memperbaikinya untuk diterapkan pada perusahaan yang melaksanakan benchmarking tersebut, baik dibidang manufaktur. pemasaran atau distribusi, dan pelayanan. Benchmarking tidak sekedar mengumpulkan data, melainkan yang lebih penting adalah apa rahasia dibalik pencapaian kinerja yang terlihat dalam data yang diperoleh. Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan “Fisik” dan “Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan 1 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “Mental” adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Dari berbagai definisi diatas, menurut Pawitra (1994, p.12), beberapa azas dari benchmarking, yaitu: 1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. 2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa, menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada. 3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll 4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok, dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis. Benchmarking Sebagai Instrumen Perbaikan Dasar pemikiran perlunya benchmarking berasal dari dorongan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Karena kondisi bisnis yang kompetitif membuat pelanggan mengetahui dan meminta standar produk dan pelayanan yang lebih berbeda dan lebih baik. Keadaan ini menyebabkan perusahaan semakin sulit untuk memenuhi kepuasan pelanggan, namun memberikan dorongan kepada pimpinan perusahaan untuk berupaya menentukan strategi usahanya berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal serta misi perusahaan untuk dapat memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Sebagai suatu strategi, benchmarking diharapkan dapat mengidentifikasi kunci sukses untuk bidang yang diteliti, memberikan target kuantitatif untuk sasaran dan membantu perusahaan untuk membangun budaya yang memungkinkan terjadinya perubahan, adaptasi, dan penyempurnaan secara terus-menerus pada setiap aspek atau bidang yang menjadi kelemahan dan tertinggal dari perusahaan lain. Sehingga secara umum manfaat yang diperoleh dari patok duga dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu perubahan budaya, perbaikan kinerja dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (Tjiptono & Diana, 1996). Benchmarking dan Analisis Persaingan Analisis persaingan meliputi perbandingan antara produk-produk pesaing dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan benchmarking yaitu membandingkan bagaimana suatu produk direkayasa, diproduksi, didistribusikan dan didukung. 2 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Dalam tabel 6.1 berikut ini akan ditunjukkan perbedaan dari benchmarking dengan analisis persaingan. Tabel 6.1. Perbandingan Benchmarking dengan Analisis Persaingan Benchmarking Analisis Persaingan Melihat pada proses Melihat pada hasil Memeriksa bagaimana sesuatu Memeriksa apa yang telah terjadi dan dikerjakan Dapat membandingkan dengan industri lainnya Perbandingan di dalam industri Penelitian membagi hasil untuk manfaat bersama Penelitian tanpa membagi hasil Dapat tidak kompetitif Selalu kompetitif Membagi informasi Rahasia Kemitraan Tersendiri Kerjasama/Interdependen Mandiri Digunakan untuk mencapai tujuan perbaikan Digunakan untuk memeriksa persaingan Tujuan berupa pengetahuan proses Tujuan berupa pengetahuan tentang industri Fokus pada kebutuhan pelanggan Fokus pada kebutuhan perusahaan Benchmarking digunakan untuk menentukan proses yang akan diperbaki secara berkesinambungan (incremental) dan perubahan yang dibutuhkan. Faktor-faktor yang mendorong perusahaan melakukan benchmarking, antara lain: Komitmen terhadap TQM Fokus pada pelanggan Product-to-market time Waktu siklus produksi Laba Dengan melaksanakan benchmarking, maka perusahaan akan memperoleh beberapa manfaat yang akan menjadikan perusahaan makin kokoh dan optimal dalam kegiatannya, manfaat yang dimaksud dapat di lihat pada tabel 6.2 di bawah ini. 3 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Tabel 6.2. Pebandingan Perusahaan Dengan dan Tanpa Benchmarking Kriteria Tanpa Benchmarking Dengan Benchmarking Memenuhi persyaratan pelanggan Berdasarkan historis, Persepsi, Tingkat kecocokan rendah (low fit) Realita pasar, Penilaian objektif, Performa yang tinggi Menetapkan sasaran dan tujuan yang efektif Kekurangan fokus eksternal, Reaktif, Industri yang tertinggal Dapat dipercaya & tidak dapat diargumentasi, Proaktif, Industri yang memimpin Mengembangkan tolok ukur produktivitas yang benar Mengejar proyek yang disenangi, Kekuatan dan kelemahan tidak dipahami, Rute resistensi yang paling kecil Memecahkan masalah yang nyata, Memahami keluaran, Berdasarkan praktik industri yang terbaik Menjadi kompetitif Fokus secara internal, Perubahan secara evolusioner, Komitmen yang rendah Pemahaman yang nyata/kongkrit dari kompetisi, Ide baru dari praktik dan teknologi, Komitmen yang tinggi Praktik-praktik pendidikan yang terbaik Tidak ditemukan, Sedikit solusi, Rata-rata kemajuan PT, Aktivitas pengerjaan yang dadakan Pencarian yang proaktif untuk perubahan, Banyak pilihan, Terobosan praktik usaha, Performa terbaik Menurut Ross (1994, pp. 239-240), secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan menjadi: 1. Perubahan Budaya Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang realisitis berperan meyakinkan setiap orang dalam organisasi akan kredibilitas target. 2. Perbaikan Kinerja Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki. 3. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia Memberikan dasar bagi pelatihan. Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Keterlibatan karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan kemampuan dan keterampilan. 4 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Evolusi Konsep Benchmarking Menurut Watson dalam Widayanto (1994), konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya lima generasi, yaitu: 1. Reverse Engineering Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing. 2. Competitive Benchmarking Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga melakukan benchmarking terhadap proses yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah produk unggul. 3. Process Benchmarking Memiliki lingkup yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa beberap proses bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan benchmarking. 4. Strategic Benchmarking Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis. Membahas tentang hal-hal yang berkitan dengan arah strategis jangka panjang 5. Global Benchmarking Mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan bahwa cakupan geografisnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing global. Jenis-jenis Benchmarking Dalam pelaksanaannya/prakteknya, menurut Hiam dan Schewe (1992), dikenal empat jenis dasar dari benhmarking, yaitu: 1. Benchmarking Internal, pendekatan dilakukan dengan membandingkan operasi suatu bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, misal dibandingkan kinerja tiap divisi di perusahaan, dilakukan antara departemen/divisi/cabang dalam satu perusahaan atau antar perusahaan dalam satu group perusahaan. 2. Benchmarking Kompetitif, pendekatan dilakukan dengan mengadakan perbandingan dengan berbagai pesaing, misalnya membandingkan karakteristik produk dari produk yang sama yang diliasilkan pesaing dalam pasar yang sama. 3. Benchmarking Fungsional, pendekatan dengan diadakan perbandingan fungsi atau proses dari perusahaan lain yang berada di berbagai industry, atau dengan kata lain dilakukan perbandngan dengan perusahaan/industri yang lebih luas/pemimpin industri untuk fungsi-fungsi yang sama. 4. Benchmarking Generik, pendekatan dengan diadakan perbandingan pada proses bisnis fundamental yang cenderung sama di setiap industry, atau dengan kata lain 5 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 perbandingan fungsi-fungsi usaha atau proses yang sama dengan mengabaikan jenis industri. Sedangkan cara yang biasa digunakan dalam melakukan benchmarking ada empat cara, yaitu: 1. Riset in-house Dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan sendiri maupun informasi yang ada di masyarakat. 2. Riset pihak ketiga Ditempuh dengan jalan menggunakan jasa pihak ketiga dalam pencarian data dan informasi yang sulit didapat. 3. Pertukaran langsung Pertukaran informasi secara langsung melalui kuesioner, survei melalui telepon dan sebagainya dengan perusahaan yang dijadikan mitra dalam benchmarking . 4. Kunjungan langsung Dilaksanakan dengan melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking untuk saling tukar informasi. Proses dan Tahap-Tahap Dalam Benchmarking Menurut Karlof dan Ostblom (1993), proses benchmarking terdiri lima tahap meliputi: 1. Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking. 2. Identifikasi mitra benchmarking. 3. Pengumpulan informasi. 4. Analisis. 5. Implementasi. Meskipun prosesnya sederhana, benchmarking bukan hanya mempelajari unsurunsur persaingan yang tepat, yang bisa saja diperoleh dari konsultan atau sumber lain, tetapi hal yang lebih penting adalah perusahaan akan terbiasa dengan outward looking (melihat kondisi luar) dengan memfokuskan diri pada pasar dan persaingan. Kelima tahap diatas diperinci oleh Goetsch dan Davis (1994) menjadi 14 langkah berikut: 1. Komitmen manajemen. Mandat dan komitmen dari pihak manajemen puncak sangat penting, karena benchmarking akan melakukan perbaikan atau perubahan yang tidak mudah serta membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar. 2. Basis pada proses perusahaan itu sendiri. Sebelum perbaikan dilakukan, proses dan aspek-aspek yang telah ada harus dipahami karena inilah yang akan dibandingkan. 6 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 3. Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses perusahaan. Dalam benchmarking setiap pihak membutuhkan informasi tentang proses untuk diperbandingkan. 4. Pemilihan proses yang akan di-benchmarking. Yang dapat dijadikan obyek benchmarking adalah setiap perilaku dan kinerja perusahaan (antara lain: barang, jasa, proses, operasi, staf, biaya, modal atau sistem pendukung, dsb) yang dipilih yang benar-benar menjadi kelemahan atau diinginkan diubah, selainnya dimasukan sebagai program perbaikan berkesinambungan. 5. Pembentukan tim benchmarking. Sebaiknya tim terdiri dari unsur pihak yang memahami perbedaan proses yang dimiliki perusahaan dengan mitra benchmarking, pihak manajemen, dan pihak yang mampu melaksanakan penelitian. 6. Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya. Mitra benchmarking tidak hanya berasal dalam satu industri, tetapi bias berasal dari industri yang berlainan, yang terbaik di kelasnya dan bersedia menjadi mitra benchmarking. 7. Pemilihan calon mitra benchmarking yang terbaik dikelasnya. Tim benchmarking harus menentukan mitra yang paling tepat untuk dipilih dengan mempertimbangkan faktor lokasi calon mitra dan merupakan pesaing atau bukan. 8. Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking. Jika mitra sudah ditentukan, perusahaan akan menghubungi untuk mencari kesepakatan mengenai aktivitas benchmarking. 9. Pengumpulan data. Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, tim melakukan pengamatan, pengumpulan data, dan dokumentasi yang berkaitan dengan proses (kunci sukses) mitra benchmarking, antara lain melalui wawancara langsung, survei telpon atau surat, dsb. 10. Analisis data dan penentuan gap. Tim melakukan analisis dan perbandingan data, dengan demikian akan bias diidentifikasi gap atau kesenjangan yang ada. 11. Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada atau bahkan mengunggulinya. Untuk mengimplementasikan proses baru diperlukan perencanaan, pelatihan, dan memperhatikan bahwa tujuan benchmarking bukan sekedar meniru melainkan mengunguli kinerja proses benchmarking tersebut. 12. Implementasi perubahan. Dengan diterapkan prosedur baru, pada awal perubahan belum sesuai dengan benchmarking, untuk itu perlu waktu untuk bisa menjadi kebiasaan. 13. Pemantauan. Kinerja perusahaan akan meningkat dengan perbaikan yang berkesinambungan serta dilakukan kegiatan pemantauan. 14. Memperbaharui benchmarking. 7 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Mitra benchmarking yang menjadi terbaik di kelasnya akan selalu mengembangkan diri dan memperbaiki prosesnya, oleh karena itu perusahaan harus pula memperbaharui benchmarking secara berkesinambungan. Adapun prasyarat untuk melalukan benchmarking, antara lain: 1. Kemauan dan komitmen. 2. Keterkaitan tujuan strategik. 3. Tujuan untuk menjadi terbaik, bukan hanya untuk perbaikan. 4. Keterbukaan terhadap ide-ide. 5. Pemahaman terhadap proses, produk dan jasa yang ada. 6. Proses terdokumentasi, karena: a. Semua orang yang berhubungan dengan suatu proses harus memiliki pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan. b. Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking. c. Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu organisasi. 7. Ketrampilan analisis proses. 8. Ketrampilan riset, komunikasi, dan pembentukan tim. International Benchmarking Clearinghouse memberikan kode etik yang harus diikuti dalam kegiatan benchmarking antara lain: Prinsip Legalitas. Diharuskan masing-masing peserta benchmarking untuk menghindari tindakan yang dapat menjadi penghambat kegiatan benchmarking, maupun kegiatan paska operasi termasuk kegiatan perdagangan. Prinsip Pertukaran. Perlu dilakukan diskusi antar perusahaan dan mitra benchmarking untuk menghindari salah pengertian dan pemberian informasi yang sebanding. Prinsip Kerahasiaan. Setiap informasi yang diperoleh perusahaan dan benchmarking harus dijaga kerahasiaannya dan tidak dibenarkan memberikan informasi kepada pihak lain tanpa persetujuan dengan mitra benchmarking. Prinsip Penggunaan. Informasi beberapa aspek yang diperoleh dan mitra benchmarking digunakan sebagai bahan perbaikan proses atau aspek-aspek dalam perusahaan. Prinsip Kontak Pihak Pertama. Kontak untuk minta bantuan kepada mitra benchmarking dilakukan melalui pimpinan/manajer utama yang berwenang untuk mengambil keputusan, dan kemudian menghubungi bagian yang akan di-benchmarking. 8 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Prinsip Kontak Pihak Ketiga. Kepada pihak ketiga tidak dibenarkan memberikan informasi mengenai siapa peserta benchmarking. Beberapa hambatan-hambatan yang sering terjadi terhadap kesuksesan penerapan benchmarking, antara lain: 1. Fokus internal. Organisasi terlalu berfokus internal (kepada diri sendiri) dan mengabaikan kenyatan bahwa proses yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efisiensi yang jauh lebih tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit. 2. Tujuan benchmarking terlalu luas. Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifik dan berorientasi pada bagaimana (proses), bukan pada apa (hasil) 3. Penjadwalan yang tidak realistis. Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan penjadwalan yang terlampau lama juga tidak baik, karena mungkin ada yang salah dalam pelaksanaannnya. 4. Komposisi tim yang kurang tepat. Perlu pelibatan terhadap orang-orang yang berhubungan dan menjalankan proses organisasi sehari-hari dalam pelaksanaan benchmarking. 5. Bersedia menerima “ok-in-class (yang terbaik dalam kelasnya)”. Seringkali organisasi memilih mitra yang bukan terbaik dalam kelasnya. Hal ini dikarenakan: Yang terbaik di kelasnya tidak berminat untuk berpartisipasi. Riset mengidentifikasi mitra yang keliru. Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya memilih mitra yang lokasinya dekat. 6. Penekanan yang tidak tepat. Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan dan jumlah data. Padahal aspek yang paling penting adalah proses itu sendiri. 7. Kekurangpekaan terhadap mitra. Mitra benchmarking memberikan akses untuk mengamati prosesnya dan juga menyediakan waktu dan personil kuncinya untuk membantu proses benchmarking kepada organisasi sehingga mereka harus dihormati dan dihargai 8. Dukungan manajemen puncak yang terbatas. Dukungan total dari manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai benchmarking, membantu tahap persiapan dan menjamin tercapainya manfaat yang dijanjikan. 9 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id) Materi #6 EMA503 – Manajemen Kualitas © 2013 Referensi Ashok Rao and Lawrence P. Carr, Total Quality Management: A Cross-functional Perspective, John Wiley & Sons, 1996 Jenny Waller and Derek Allen, The T.Q.M. Toolkit: A Guide to Practical Techniques for Total Quality Management, Kogan Page, 1995 Soewarso Hardjosoedarmo, Total quality management, Andi, 2004 Suryadi Prawirosentono, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21: Kiat Membangun Bisnis Kompetitif, Bumi Aksara, 2007 Nursya'bani Purnama, Manajemen Kualitas: Perspektif Global , Fakultas Ekonomi UII, 2006 Bernardine Wirjana, Mencapai Manajemen Berkualitas, Andi, 2007 Sri Untari, Patok Duga Sebagai Instrumen Perbaikan Kinerja Perusahaan, Gema Stikubank, Desember 1996 T. Yuri M Zagloel dan Rahmat Nurcahyo, Totql Quality Management , 2012 http://www.ekasulistiyana.web.id http://sriwinarni-sriwinarni86sriwinarni.blogspot.com 10 / 10 6623 – Taufiqur Rachman (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id)