I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi

advertisement
1 I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang
sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri
maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek
perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan
terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar
negara. Meningkatnya mobilitas arus modal, terutama yang mengalir ke negara–
negara berkembang, merupakan dampak langsung dari integrasi keuangan yang
semakin tinggi di negara berkembang. Hal tersebut tentu banyak dimanfaatkan
dan dijadikan kesempatan terutama untuk melakukan kegiatan pembangunan.
Setiap negara yang akan melakukan pembangunan memerlukan modal untuk
pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan atau modal dapat berasal dari dalam
negeri dan luar negeri. Secara umum, sumber dana pembangunan (modal) berasal
dari dalam negeri bersumber dari tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan
pajak. Sedangkan dana pembangunan yang berasal dari luar negeri dapat
dibedakan dari dua jenis, yaitu bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan sebagai salah satu
negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar untuk pembangunan tersebut
terjadi karena upaya untuk menyetarakan kedudukan dengan negara-negara lain
terutama negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Dana
dari dalam negeri (investasi dalam negeri) dirasakan tidak mencukupi untuk
2 melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana
yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Lumbanraja, 2006). Adanya aliran
modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat menggerakkan perkembangan
sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada akhirnya akan memacu
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Edwards (2000), terdapat tiga bentuk modal asing yang bergerak
dalam lalu lintas modal internasional, yaitu investasi langsung (foreign direct
investment), investasi portofolio (portofolio investment), dan aliran bentuk modal
lain (other types of flows). Investasi langsung merupakan bentuk investasi asing
(foreign direct investment) jangka panjang yang pada umumnya bergerak di sektor
riil. Investasi portofolio (portofolio investment) merupakan investasi yang bersifat
jangka pendek dan mempengaruhi pasar keuangan domestik dengan bentuk
transaksi berupa saham dan obligasi, sedangkan aliran modal bentuk lain meliputi
kredit perdagangan dan pinjaman pemerintah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan modal asing dimulai dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970.
Perubahan tersebut karena startegi dari UU PMA Nomor 1/1967 dalam menarik
modal asing masih dirasakan memberatkan investor asing karena memerlukan
modal awal yang besar dan birokrasi yang panjang. Dalam periode selanjutnya,
revisi terhadap UU PMA terus dilakukan hingga diperoleh UU PMA Nomor
25/2007 yang diharapkan dapat menciptakan iklim penanaman modal yang
kondusif di Indonesia. Strategi UU PMA ini dalam menarik investor asing yaitu
dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor baik investor
3 domestik maupun asing dan juga memungkinkan pemulangan modal tanpa adanya
suatu hambatan (Hilman, 2011).
Hady (2003) menguraikan bahwa arus modal yang masuk, terutama modal
swasta selama paruh pertama dasawarsa 1990-an, terjadi peningkatan luar biasa.
Pada akhir dasawarsa 1980-an, arus modal swasta bersih baru berkisar US$ 400
juta per tahun. Akan tetapi, arus masuk modal swasta melonjak hingga melampaui
US$ 5 miliar pada tahun 1993 dan melebihi US$ 10 miliar pada tahun 1995-1996.
Sementara itu, arus masuk modal pemerintah bersih mengalami penurunan akibat
pembayaran pokok pinjaman yang terus meningkat.
Selama periode 1986 – 2010, Indonesia mengalami keluar-masuknya aliran
modal asing khususnya aliran modal masuk swasta. Jumlah aliran modal masuk
asing ke Indonesia mengalami defisit yang meningkat akibat krisis moneter tahun
1997 dari defisit US$ 2,12 miliar pada tahun 1998 menjadi defisit US$ 6,46 miliar
pada tahun 2000. Berbeda dengan kasus krisis moneter tahun 1997, jumlah aliran
modal masuk asing tahun 2009 meningkat tinggi sebesar 150,13 persen pasca
krisis keuangan global 2008 dan terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2010
(Tabel 1.1). Peningkatan jumlah aliran modal masuk asing yang cukup besar
tersebut diduga dikarenakan stabilitas perekonomian Indonesia yang terus
membaik di mata dunia internasional dan lambannya pertumbuhan ekonomi
negara maju pasca krisis keuangan global sehingga Indonesia masih menjadi salah
satu negara yang menarik bagi pemilik modal asing untuk menanamkan
modalnya. Di tambah tingginya arus modal asing yang masuk disebabkan
4 kenaikan peringkat surat hutang Indonesia menjadi Investment Grade oleh
lembaga pemeringkat investasi Fitch dan Moody’s.1
Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$)
Sumber
Tahun
Capital Inflow di Indonesia
1995
7,843,000,000
1996
10,599,000,000
1997
1,867,000,000
1998
-2,118,800,000
1999
-3,657,970,963
2000
-6,461,085,479
2001 -3,221,194,295
2002 1,366,935,489
2003 1,654,367,283
2004 2,897,238,926
2005 9,460,842,729
2006 6,465,074,993
2007 7,819,410,000
2008 5,182,974,868
2009 12,964,477,810
2010
23,908,316,805
: World Development Indicator (2011)
Semakin pesatnya jumlah aliran modal asing ke negara berkembang
khususnya Indonesia merupakan dampak adanya penghapusan terhadap
pembatasan aliran modal serta berkembangnya teknologi informasi. Selain itu
besarnya aliran modal asing yang masuk ke suatu negara juga disebabkan oleh
faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor penarik
merupakan faktor-faktor yang diciptakan suatu negara (host country) agar dapat
1
Nikky Sirait, “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/berita‐positif‐the‐economist‐akan‐dorong‐capital‐
inflow‐makin‐deras, pada tanggal 19 April 2012 5 membangkitkan serta mondorong minat modal asing masuk ke negaranya. Faktorfaktor tersebut antara lain stabilitas dibidang sosial, politik dan ekonomi, iklim
usaha investasi yang menarik, dan ketersediaan prasarana dan sarana investasi.
Sedangkan faktor pendorong berasal dari negara asal modal (home country)
seperti kebijaksanaan perekonomian, perkembangan ekonomi dan moneter, serta
perubahan/pergeseran orientasi pembangunan di negara asal modal itu.
Rezim nilai tukar pada bulan Agustus 1997 oleh Bank Indonesia diubah dari
sistem mengambang terkendali (managed-floating exchange rates system)
menjadi sistem mengambang bebas (free-floating exchange rates system)
(Perwitasari, 2008). Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$)
ditentukan melalui mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan penarikan modal
asing secara besar-besaran keluar dari Indonesia akibat kondisi internal Indonesia
yang buruk saat itu sehingga terjadinya aliran modal keluar (capital outflow).
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 2909 / US$
tahun 1997 menjadi Rp. 10260 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada
tahun 1999.
Implikasi dari diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas
tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Hal itu ditempuh sebagai
reaksi pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan
nilai tukar rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing
menarik dananya secara besar-besaran dari Indonesia. Menurut Edwards (2000)
pada sistem nilai tukar mengambang bebas, capital inflow secara besar-besaran
akan mendorong apresiasi nilai tukar nominal dan juga nilai tukar riil. Begitu pun
6 menurut Calvo, Liedermant dan Reinhart (1993) yang menyatakan bahwa aliran
modal berkontribusi atas akumulasi cadangan devisa dan apresiasi nilai tukar.
Analisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah diperlukan
karena nilai tukar mencerminkan perekonomian suatu negara. Fluktuasi nilai tukar
yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan ekonomi baik dari sektor riil
maupun sektor moneter. Suatu manajemen nilai tukar yang baik diperlukan agar
pergerakan nilai tukar menjadi stabil sehingga fluktuasinya dapat diprediksi dan
perekonomian dapat tetap berjalan dengan baik. Berdasarkan pemikiran tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai pergerakan nilai tukar rupiah yang
dilihat dari adanya perubahan pada capital inflow di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Keterbukaan sistem ekonomi dunia dan semakin terintegrasi telah
mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal
tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan
domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran
terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar
mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap mata uang domestik
mengalami peningkatan karena adanya aliran modal asing yang masuk berupa
pembelian aset-aset perusahaan dan pembelian aset finansial, maka hal tersebut
dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing
mengalami apresiasi.
Semakin banyaknya capital inflow yang masuk khususnya modal masuk
swasta diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
7 pergerakan nilai tukar rupiah. Arus modal asing yang masuk mengalami banyak
perubahan nilai dan arahnya sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi.
Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1.
Perkembangan Capital Inflow
25
20
Juta US $
15
10
5
‐5
‐10
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0
Tahun
capital inflow
Sumber
: World Development Indicators (diolah), 2011
Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010
Selama periode 1986 hingga 2010, Indonesia mengalami keluar masuknya aliran modal asing. Perkembangan capital inflow cenderung bergerak
dalam keadaan stabil dari tahun 1986 dan mulai meningkat pada tahun 1990,
dapat dilihat pada Gambar 1.1. di mana trend-nya naik pada periode 1990 hingga
1996 akibat kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dengan menaikkan suku
bunga. Akan tetapi trend-nya terhenti dan mulai turun drastis pada pertengahan
1997 dimana capital inflow sempat mencapai nilai yang cukup tinggi yaitu US$
10,59 miliar kemudian turun menjadi US$ 1,86 miliar atau mengalami penurunan
sebesar 82,43%. Hal tersebut dikarenakan menurunnya minat investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia karena terkait resiko yang tinggi untuk
berinvestasi akibat krisis ekonomi yang terjadi saat itu. Tahun-tahun setelah krisis
8 ekonomi, pergerakan capital inflow berada pada tingkat yang defisit dengan
pergerakan dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang tidak stabil.
Pasca krisis global 2008-2009, aliran modal masuk (capital inflows)
negara berkembang (emerging markets/EM) seperti Indonesia meningkat sangat
besar. Peningkatan aliran modal masuk didorong baik oleh ekses likuiditas global
dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan
ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi
apresiasi nilai tukar. Derasnya aliran modal masuk asing didorong juga oleh
langkah lanjutan pelonggaran Bank Sentral AS (the Fed) dan Bank Sentral Jepang
(BOJ) yang menambah likuiditas global.2
Perubahan pada capital inflow ikut memiliki andil dalam mempengaruhi
pergerakan nilai tukar rupiah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2. dimana
terjadinya pergerakan indeks nilai tukar dan capital inflow masa sebelum dan
setelah krisis.
300
250
200
150
100
50
‐50
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0
‐100
exchange rate indeks
Sumber
capital inflow indeks
: World Development Indicators (diolah), 2011
Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow di
Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100)
2
Anggito Abimanyu, “Fenomena Modal Masuk Asing”. Kompas online , diakses 15 Februari 2012 9 Gambar 1.2. menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah dan capital
inflow sebelum krisis cenderung stabil. Pada masa sebelum krisis moneter,
Indonesia belum menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dimana
pergerakan nilai tukar rupiah masih di intervensi oleh pemerintah. Kemudian saat
krisis moneter 1997, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terdepresiasi akibat adanya
arus modal yang keluar, dimana keluarnya arus modal menyebabkan permintaan
terhadap valas semakin tinggi sehingga menyebabkan rupiah mengalami
depresiasi.
Seiring dengan penurunan nilai modal asing akibat krisis di Indonesia, nilai
tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 4650 / US$ tahun
1997 menjadi Rp. 8025 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun
1999. Pada tahun-tahun selanjutnya, nilai tukar masih terus berfluktuasi.
Penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah ini berdasarkan penyebabnya digolongkan
menjadi faktor fundamental ekonomi dan faktor non fundamental ekonomi. Dari
fundamental ekonomi dapat berupa capital flows, inflasi, GDP, suku bunga, trade
opennes dan lainnya, sedangkan dari non fundamental ekonomi disebabkan oleh
situasi politik keamanan yang tidak kondusif yang berdampak pada resiko dalam
menanamkan modal.
Berkaitan dengan aliran modal asing yang masuk cukup deras, maka akan
mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia dari aspek eksternal berupa
gejolak nilai tukar rupiah setiap saat. Hal ini tercermin ketika terjadi capital
reserve secara mendadak dalam jumlah besar pada periode krisis akibat
menurunnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia (Wijaya,
10 2007). Claessens, Dooley, dan Warner (1995) menyatakan bahwa volalitas aliran
modal dapat menimbulkan volalitas nilai tukar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apakah capital inflow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai
tukar rupiah?
2. Bagaimana pengaruh shock variabel capital inflow terhadap perubahan nilai
tukar rupiah?
3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi yang lain (inflasi, GDP, suku
bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah?
4. Bagaimanakah saran kebijakan yang berkenaan dengan pengelolaan capital
inflow terhadap nilai tukar rupiah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.
2. Menganalisis pengaruh shock/guncangan capital inflow terhadap perubahan
nilai tukar rupiah.
3. Menganalisis pengaruh variabel lain dalam model (inflasi, GDP, suku bunga,
dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah.
4. Menganalisis implikasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan capital
inflow terhadap nilai tukar rupiah.
11 1.4.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka manfaat yang dapat
diberikan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai pengaruh
capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan ekonomi
terutama ekonomi pembangunan sehingga dapat memperkaya penelitian
sejenis yang telah ada dan juga bahan perbangdingan untuk penelitian
selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki ruang lingkup penelitian dalam batasan pergerakan
nilai tukar rupiah terhadap dollar yang dipengaruhi oleh capital inflow serta
beberapa variabel makroekonomi dalam model seperti GDP, inflasi, suku bunga,
dan trade openness. Data capital inflow yang digunakan merupakan data aliran
modal masuk asing yang diproksi dari penanaman modal langsung (FDI) dan
investasi portofolio di Indonesia. Periode penelitian yang digunakan adalah dari
tahun 1986 hingga tahun 2010.
1.6. Keterbatasan Penelitian
Meskipun hipotesis yang diajukan penelitian ini telah teruji secara
signifikan, namun sebagai dasar pengambilan keputusan bagi para akademisi
maupun para praktisi, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih mengandung
beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa
12 penelitian ini membahas pengaruh capital inflow serta variabel makroekonomi
seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Padahal faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah masih cukup banyak, seperti: perubahan
teknologi, jumlah uang yang beredar, net ekspor, dll. Keterbatasan lain dari
penelitian ini adalah variabel inflasi seharusnya tidak perlu digunakan lagi dalam
model ini karena variabel suku bunga yang digunakan sudah dalam bentuk data
riil sehingga akan menyebabkan terjadi dua kali perhitungan. Akan tetapi karena
setelah variabel inflasi tidak dimasukkan hasil olahan data menjadi kurang baik.
Untuk itu, tetap digunakan variabel inflasi dalam model ini agar hasil estimasi
yang diperoleh lebih baik. Selain itu periode pengamatan yang digunakan oleh
penulis hanya 25 tahun. Sehingga estimasi parameter akan lebih baik apabila
tahun observasinya lebih banyak.
Download