Sulfonilurea sebagai terapi tambahan lini pertama

advertisement
Sulfonilurea sebagai terapi
tambahan lini pertama
Dr. dr. Rr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih, SpPD-KEMD
Diantara beberapa golongan antihiperglikemia oral (AHO), sulfonilurea (SU)
merupakan AHO terbanyak kedua yang digunakan dalam tata laksana diabetes
mellitus (DM) tipe 2. Beberapa faktor yang diperhatikan dalam memilih AHO
adalah efektivitas penurunan glukosa darah, efek ekstraglikemik, profil keamanan,
tolerabilitas, kemudahan penggunaan, dan biaya. Glimepirid, sulfonilurea generasi
ketiga, dapat digunakan baik sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan AHO
lain maupun insulin, serta memberikan luaran yang cukup aman dan efektif dalam
penatalaksanaan DM tipe 2.
Perjalanan DM tipe 2 diawali oleh resistensi insulin
yang terjadi beberapa dekade sebelum terjadi
manifestasi hiperglikemia. Resistensi insulin ditandai
dengan gangguan efek metabolik insulin di jaringan
perifer yaitu hati, otot dan jaringan lemak sehingga
terjadi gangguan penekanan produksi glukosa di hati,
gangguan penggunaan glukosa di otot dan gangguan
penyimpanan glukosa di jaringan lemak. Kondisi
resistensi insulin menyebabkan hiperinsulinemia
sehingga pankreas bekerja lebih berat untuk
memroduksi insulin. Seiring dengan meningkatnya
usia, hiperinsulinemia akan meningkat terutama bila
tidak dilakukan usaha untuk mengatasinya. Kondisi
tersebut menyebabkan kelelahan sel beta pankreas
sehingga produksi insulin terganggu. Kombinasi
antara resistensi insulin dan gangguan produksi
insulin menyebabkan gangguan toleransi glukosa
atau hiperglikemia. Hiperglikemia kronik juga bersifat
toksik terhadap fungsi sel beta pankreas (glukotoksik)
sehingga mempercepat penurunan fungsi sel beta
pankreas.2 Dalam penatalaksanaan DM tipe 2,
kombinasi pengobatan yang menurunkan resistensi
insulin dan meningkatkan sekresi insulin merupakan
kombinasi ideal.
Gambar 1. Patofisiologi & farmakoterapi DM tipe 2 (Defronzo RA, 2009)
2
MIMS News-1_Sanofi.indd 2
5/20/2016 4:01:11 PM
Selain resistensi insulin di hati, otot dan jaringan
adiposa, serta gangguan produksi insulin oleh
sel beta pankreas, terdapat beberapa jalur
patofisiologi lain yang berperan pada DM tipe 2
yaitu peningkatan glukagon oleh sel alfa pankreas,
penurunan efek hormon inkretin di saluran cerna,
peningkatan absorpsi glukosa di ginjal dan gangguan
neurotransmiter di otak (gambar 1). Adanya beberapa
jalur baru yang ditemukan pada patofisiologi DM
tipe 2 membuka kesempatan pengobatan baru bagi
penyandang DM tipe 2.
Tujuan utama penatalaksanaan DM tipe 2 adalah
menurunkan risiko komplikasi kronik dengan
mengatasi hiperglikemia dan penyakit komorbid
yang menyertai. Setiap 1% penurunan rerata HbA1c
menurunkan risiko kematian, infark miokardium,
dan komplikasi mikrovaskuler sebanyak 21%,
14%, dan 37%.3 Kendali glikemik yang mendekati
normal merupakan kunci utama untuk mencegah
awitan komplikasi jangka panjang. Namun pada
kenyataannya hanya 7-21% pasien yang berhasil
mencapai target HbA1c.4
Pilar penatalaksanaan DM meliputi pemberian
edukasi, pemberian terapi gizi medis yang sesuai,
peningkatan aktivitas fisik dan pemberian terapi
farmakologi baik berupa AHO dan injeksi (insulin,
GLP-1 agonis). Pemberian AHO masih menjadi pilihan
sebagian besar dokter dan penyandang DM apabila
modifikasi gaya hidup dengan pengaturan diet dan
aktivitas fisik masih belum dapat mencapai kendali
glikemik yang optimal. Saat ini telah tersedia berbagai
golongan AHO yang memiliki efek sinergis dalam
menurunkan glukosa darah (gambar 1). Masingmasing golongan AHO tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan sehingga dalam pemakaiannya
memerlukan pertimbangan diantaranya efek
penurunan glukosa darah, efek ekstraglikemik, profil
keamanan dan tolerabilitas, kemudahan penggunaan,
dan biaya.5
Meskipun saat ini telah tersedia berbagai macam
golongan AHO, pencapaian target HbA1c di negara
maju maupun berkembang masih belum memuaskan.
Di negara berkembang termasuk Indonesia, Studi
International Diabetes Management Practices (IDMP)
menunjukkan rerata pencapaian HbA1c 8,27% dan
hanya 37,4% penyandang diabetes yang berhasil
mencapai target HbA1c < 7%. Studi IDMP merupakan
studi dengan populasi pasien DM terbesar di negaranegara berkembang yang dilakukan untuk menilai
tata laksana terapeutik DM di 27 negara Asia, Amerika
Latin, Timur Tengah, dan Afrika.6 Sementara itu
Studi DiabCare Asia 2008 juga melaporkan sejumlah
besar pasien DM di Indonesia tidak mencapai target
HbA1c. Diantara AHO, biguanid dan SU merupakan
AHO yang terbanyak dipakai di Indonesia.7 Baik
biguanid maupun SU merupakan AHO yang sudah
lama digunakan, mudah didapat di Indonesia, harga
terjangkau, memiliki efek penurunan HbA1c cukup
MIMS News-1_Sanofi.indd 3
bermakna (1-2%) sehingga masih banyak digunakan
dan efektif dalam penurunan glukosa darah.
Antihiperglikemia oral
Beberapa golongan AHO yang ada di Indonesia
saat ini adalah insulin secretagogue (sulfonilurea,
glinid), insulin sensitizer (biguanid, tiazolidindion),
penghambat absorpsi glukosa di saluran cerna
(acarbose), penghambat dipeptidyl peptidase IV/DPPIV (sitagliptin, linagliptin, saxagliptin, vildagliptin),
dan penghambat sodium glucose co-transporter 2/
SGLT-2 (dapagliflozin). Sesuai dengan Konsensus
Perkeni 2015, bila modifikasi gaya hidup tidak dapat
mencapai kendali glikemik yang optimal, diperlukan
terapi farmakologis untuk mencapai target HbA1c
<7%. Pemilihan AHO hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan/kepentingan penyandang DM yang
bersifat individual, dengan mempertimbangkan
keamanan, efikasi, kepatuhan pasien, ketersediaan
obat, dan harga.8
Sulfonilurea merupakan pemacu sekresi insulin
(insulin secretagogue) yang memiliki struktur yang
sama yaitu cincin benzena dan sulfonilurea. SU
generasi pertama memiliki substitusi hidrofilik polar
yang relatif kecil, sedangkan SU generasi kedua
memiliki substitusi lipofilik non polar yang besar
sehingga lebih mudah berpenetrasi ke membran sel
dan menghasilkan potensi yang lebih baik.9
SU generasi pertama diantaranya adalah
klorpropamid kerja panjang, tolbutamid, tolazamid,
dan asetoheksamid. SU generasi kedua terdiri
dari gliburid (glibenklamid), glipzid, glikuidon, dan
glimepirid. Glimepirid merupakan SU generasi
kedua terbaru dan kadang dikelompokkan sebagai
generasi ketiga karena memiliki ujung rantai senyawa
yang lebih besar dibandingkan SU generasi kedua.
Pergerakan ikatan reseptor glimepirid berbeda
dengan glibenklamid. Ikatan glimepirid pada reseptor
sel beta terjadi lebih cepat, dengan disosiasi yang
lebih cepat juga.10
SU generasi kedua memiliki efikasi antihiperglikemia
yang serupa dengan generasi pertama, tetapi
generasi kedua memiliki potensi antihiperglikemia
yang lebih besar dan profil keamanan yang lebih
baik (risiko hipoglikemia lebih kecil). Glimepirid
merupakan SU generasi kedua yang paling poten
karena pada dosis terendah menghasilkan penurunan
glukosa darah yang paling besar. Berbeda dengan SU
lainnya, glimepirid juga memperbaiki respons insulin
fase pertama sehingga glimepirid memperbaiki
hiperglikemia post prandial awal maupun akhir.viii
Diantara berbagai AHO, glimepirid memiliki efek
antihiperglikemia yang paling poten, dengan dosis
harian maksimal 8 mg/hari menyebabkan reduksi
HbA1c sampai 15-40%.11 Glimepirid bekerja di kanal
kalsium yang tergantung ATPase (kanal KATP) pada sel
3
5/20/2016 4:01:11 PM
Keunikan glimepirid
Efek ekstra pankreas glimepirid serupa dengan SU
lainnya, yaitu memperkuat respons jaringan perifer
terhadap insulin. Dibandingkan dengan glibenklamid,
glimepirid 2 kali lebih poten dalam menstimulasi
lipogenesis dan glikogenesis. Studi pada otot
skelet yang dibiakkan menunjukkan efek sensitisasi
glimepiridvii yang ditandai penurunan bermakna
model penilaian homeostasis resistensi insulin
(homeostasis assessment model of insulin resistance/
HOMA-IR), peningkatan laju klirens metabolik
glukosa (metabolic clearance rate of glucose/MCR-g),
dan penurunan HbA1c namun tidak disertai dengan
perubahan fungsi ekstra pankreas maupun kadar
C-peptida dalam urin yang dikumpulkan selama
24 jam (CPR urin). Temuan tersebut menunjukkan
glimepirid memperbaiki resistensi insulin.12
Adiponektin plasma (mg/mL)
HOMA-IR
Plasma Adiponectin (mg/mL)
Baseline
8 Minggu
Glimepirid
Kontrol
Meningkatkan Adiponektin
Baseline 4 mggu
8 mggu
12 mggu
Menurunkan resistensi insulin
Gambar 2. Efek ekstra pankreas glimepirid (Tsunekawa dkk, 2003)
4
MIMS News-1_Sanofi.indd 4
Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid tidak
menghambat manfaat efek kardioprotektif prekondisi
iskemik. Awitan iskemik menyebabkan pembukaan
kanal KATP, yang merupakan mekanisme perlindungan
miokardium. Hal ini dikenal sebagai prekondisi
iskemik, suatu fenomena adaptif yang terjadi sebagai
respons terhadap suatu kejadian iskemik, yang
menunda terjadinya infark selama episode iskemik
dan membantu membatasi kerusakan jaringan. Studi
tersamar ganda terkontrol plasebo yang dilakukan
oleh Klepzig dkk menunjukkan bahwa glimepirid
mempertahankan prekondisi miokardium, sehingga
glimepirid lebih aman digunakan pada pasien-pasien
yang berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular.13
Perubahan persentase
rerata pergeseran ST
beta pankreas untuk menstimulasi pelepasan insulin.
Sulfonilurea ini terikat pada protein 65-kD sel beta,
dan mampu memperbaiki sekresi insulin fase pertama
maupun kedua. Aktivitas penurun glukosa dan kadar
insulin maksimal dicapai dalam waktu 2-3 jam setelah
asupan glimepirid, dan efek ini dapat bertahan sampai
24 jam. Suatu studi klinis menunjukkan konsentrasi
puncak 2 jam setelah pemberian glimepirid dosis 1,
4, dan 8 mg menyebabkan penurunan nilai tengah
glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose/FPG
sebanyak 43, 70,5, dan 74 mg/dL.vii
P = 0-01
P = ns
P = 0-049
Glibenclamide
Placebo
100
50
0
Glimepiride
Treatment group
Gambar 3. Reduksi depresi segmen ST setelah oklusi balon
repetitif yang menunjukkan efek prekondisi iskemik yang serupa
antara glimepirid dan plasebo (Klepzig dkk, 1999)
Efek samping hipoglikemia & kenaikan berat badan
Terkait dengan efek penurunan glukosa darahnya
yang kuat dan efek stimulasi sekresi insulin, terapi SU
memiliki risiko hipoglikemia dan kenaikan berat badan.
Pada suatu studi klinik acak melibatkan 5000 subjek
yang membandingkan efek samping hipoglikemia dan
kenaikan berat badan dari glimepirid dan golongan
SU lainnya menunjukkan kejadian hipoglikemia dan
kenaikan berat badan akibat glimeripid lebih rendah
dibandingkan SU lainnya.ix
Perbedaan lain dari glimeripid dengan SU lainnya
adalah glimeripid menstimulasi sekresi insulin lebih
rendah namun menghasilkan kendali metabolik
yang setara dengan SU lainnya. Dibandingkan
dengan glibenklamid, glimepirid secara bermakna
menurunkan kejadian hipoglikemi berat (5,6/1000
orang/tahun vs. 0,86/1000 orang/tahun).xiii Salah
satu faktor yang berperan pada luaran tersebut
adalah afinitas ikatan glimepirid pada sel beta lebih
rendah, laju pergantian yang lebih tinggi, dengan
laju disosiasi yang 9 kali lebih cepat, dibandingkan
glibenklamid. Glimepirid menstimulasi sekresi insulin
dalam jumlah lebih kecil digandingkan glibenklamid,
baik pada saat puasa dan setelah makan. Kemampuan
menekan produksi insulin endogen diantara waktu
makan dan selama aktivitas ini jelas berbeda dengan
glibenklamid, dan hal ini tampaknya mengurangi
risiko hipoglikemia.
Studi prospektif 1,5 tahun yang dilakukan untuk
menilai efikasi dan keamanan glimepirid dosis 0,5>4 mg, 1x/hari, menunjukkan penurunan HbA1c
dan penurunan BB yang bermakna dan stabil [rerata
penurunan BB setelah 4 bulan, 1 tahun, dan 1,5 tahun
berturut-turut 1,9 kg (P<0,0001), 2,9 kg (P<0,05), dan
3,0 kg (P<0,005)].xiv Suatu analisis prospektif 4 tahun
membandingkan frekuensi hipoglikemia berat antara
glimeripid dan glibenklamid menunjukkan meskipun
glimeripid lebih banyak diresepkan, tetapi obat ini
lebih sedikit menyebabkan episode hipoglikemia (6
vs 38 episode). Glimepirid menyebabkan penurunan
C-peptida dan kadar insulin yang bermakna secara
statitstik dibandingkan glibenklamid. Meskipun
demikian, risiko hipoglikemia akibat pemakaian
glimepirid meningkat pada pemakaian kombinasi
5/20/2016 4:01:11 PM
9
Rerata perubahan HbA1c (%)
Rerata perubahan HbA1c (%)
10
8
7
6
5
0
4
8
12
16
20
Bulan pengobatan
Bulan pengobatan
12
4
0.0
-1.0
p<0.0001
-2.0
p<0.0001
-3.0
p<0.0001
-4.0
-5.0
90
Bulan pengobatan
85
0
80
75
70
65
0
4
8
12
Bulan pengobatan
16
20
Rerata perubahan barat
badan (kg)
Rerata perubahan barat
badan (kg)
18
4
12
18
p<0.005
p<0.005
-5
-10
p<0.0001
-15
-20
-25
Gambar 4. Glimepirid menghasilkan reduksi HbA1c sampai 1,5% dan penurunan BB sampai sekitar 3 kg.dalam waktu 1,5 tahun
(Weitgasser dkk, 2003)
dengan antihiperglikemia lainnya, usia lanjut, serta
pasien dengan komorbid ginjal, hati, dan/atau
jantung.ix Oleh karena itu, penggunaan glimepirid
perlu dipertimbangkan pada populasi khusus dengan
risiko hipoglikemia.
Profil kendali metabolik glimepirid yang ekivalen
dengan SU lainnya, tidak mempengaruhi BB pasien.
Beberapa studi menyatakan bahwa glimepirid tidak
berdampak negatif terhadap berat badan pasien DM
tipe 2. Bahkan beberapa studi kohort observasional
menemukan penurunan berat badan pada pemberian
glimepirid. Sebuah studi melaporkan penurunan
badan sekitar 3 kg selama 1-5 tahun pemakaian
glimepirid, sementara studi lainnya melaporkan
penurunan sampai 2,2 kg dalam waktu 8 minggu.ix
Suatu studi kohort observasional secara retrospektif
mempelajari efek glimepirid dan glibenklamid
terhadap BB pasien DM tipe 2 selama periode 12
bulan. Kelompok glimepirid menunjukkan rerata
penurunan BB dan indeks masa tubuh (IMT) yang
lebih besar dibandingkan kelompok glibenklamid
[(−2.01±4.01 kg/−0.7±1.4 kg/m2) vs. (−0.58±3.7
kg/−0.2±1.3 kg/m2); P<0.001. Studi tersebut
menyimpulkan bahwa terapi inisial DM tipe 2 dengan
glimepirid menghasilkan kendali glikemik yang
ekivalen dengan glibenklamid, dengan penurunan BB
dan IMT lebih besar bermakna.ix
Mekanisme pasti efek netral glimepirid terhadap BB
belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga berkaitan
dengan stimulasi sekresi insulin glimepirid yang lebih
rendah dibandingkan SU lainnya. Selain itu glimepirid
juga memiliki berbagai efek penurun glukosa ekstra
pankreas, diantaranya penurunan produksi glukosa
endogen dan perbaikan ambilan glukosa perifer.ix
Efikasi klinis glimepirid
Studi pada 300 pasien yang secara acak mendapatkan
plasebo atau salah satu dari 3 dosis glimepirid (1, 4,
8 mg) telah dilakukan selama periode 14 minggu
untuk menilai efikasi glimepirid sebagai monoterapi.
Dibandingkan dengan plasebo, ketiga dosis glimepirid
secara bermakna menurunkan glukosa darah puasa,
glukosa darah post-prandial, dan HbA1c. Ketiga dosis
glimepirid menurunkan kadar HbA1c sampai 1,2%,
1,8%, dan 1,9%.vii
Penambahan glimepirid terhadap terapi metformin
telah dipelajari pada suatu studi yang melibatkan
370 pasien yang terbagi menjadi kelompok
metformin, kelompok glimepirid, dan kelompok
metformin+glimepirid. Studi menunjukkan bahwa
kombinasi glimepirid dan metformin lebih efektif
dalam mengendalikan glukosa darah dibandingkan
dengan pemakaian kedua obat sebagai monoterapi.
Terapi kombinasi juga secara bermakna lebih efektif
dalam menurunkan HbA1c.vii
Sebuah studi di Korea menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan metformin yang dititrasi,
kombinasi dosis tetap glimepirid/metformin lebih
efektif dalam mengendalikan glukosa darah, dan
dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien DM tipe
2 yang tidak dapat terkendali dengan baik dengan
monoterapi metformin dosis rendah. Kombinasi
5
MIMS News-1_Sanofi.indd 5
5/20/2016 4:01:11 PM
glimepirid/metformin juga menunjukkan kendali
glikemik yang superior dibandingkan dengan
metformin atau glimepirid saja.xv
Untuk menilai efikasi dan keamanan penambahan
glimepirid terhadap insulin, dilakukan studi pada 56
pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi insulin.
Pasien secara acak terbagi menjadi kelompok A
(ditambahkan glimepirid) dan kelompok B (dosis
insulin dinaikkan). Pada akhir studi ditemukan bahwa
pada kelompok A dosis insulin secara bermakna
berkurang, dan rerata HbA1c, glukosa puasa, dan
glukosa 2 jam pp lebih baik dibandingkan kelompok
B. Dengan demikian disimpulkan bahwa penambahan
glimepirid terhadap terapi insulin yang sedang dijalani
pasien menyebabkan perbaikan kendali glikemik
yang lebih baik, disertai dengan penurunan dosis
insulin harian dan peningkatan kadar adiponektin
high-molecular weight (HMW) serum yang secara
langsung berkontribusi terhadap perbaikan kendali
glikemik. Adiponektin HMW merupakan hormon aktif
yang memiliki peran penting dalam meningkatkan
sensitivitas insulin dan menunjukkan efek protektif
melawan diabetes.xvi
Ringkasan
• Sulfonilurea merupakan salah satu AHO yang paling
banyak digunakan di Indonesia karena cukup efektif
menstimulasi sekresi insulin sehingga menurunkan
hiperglikemia, mudah didapatkan dan harganya
terjangkau.
• Glimepirid merupakan SU generasi ketiga yang
memiliki risiko hipoglikemia dan kenaikan BB lebih
rendah dibandingkan SU generasi lama.
• Glimepirid aman untuk pasien dengan penyakit
kardiovaskular karena dapat mempertahankan prekondisi iskemik.
• Glimepirid dapat digunakan sebagai monoterapi
maupun kombinasi dengan antihiperglikemia lainnya, termasuk insulin.
• Kombinasi tetap metformin/glimepirid meningkatkan kepatuhan pasien dan efikasi pencapaian
kendali glikemik.
Daftar Pustaka
i
x
Kabadi UM. Cost-effective management of hyperglycemia
in patients with type 2 diabetes using oral agents.Managed
Care;2004:48-59.
DeFronzo RA. From the triumvirate to the opminous octet: a
new paradigm for the treatment of type 2 diabetes mellitus.
Diabetes. 2009;58:773-95
ii
Stratton IM, Adler AI, Neil HA, Matthews DR, et al. Association
of glycaemia with macrovascular and microvascular
complications of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective
observational study. BMJ. 2000;321:405-12.
xi
Barnett AH. Treating to goal: challenges of current
management. Eur J Endocrinol. 2004;151:T3-7; discussion
T29-30.
xii
iii
iv
Abrahamson MJ. Should sulfonylureas remain an acceptable
first-line add-on to metformin therapy in patients with type 2
diabetes? Yes, they continue to serve us well! Diabetes Care
2015;38:166-9.DOI: 10.2337/dc14-1945.
v
vi
Klepzig H, Kober G, Matter C, Luus H, Schneider H, Boedeker
KH, Kiowski W, Amann FW, Gruber D, Harris S, Burger W.
Sulfonylureas and ischaemic preconditioning: A doubleblind, placebo-controlled evaluation of glimepiride and
glibenclamide. European Heart Journal. 1999;20:439-46.
xiii
Soewondo P, Subekti I. Glycemic control in switching insulinbased regimen among type 2 diabetic patients. J Indon Med
Assoc. 2011;61:429-34.
xiv
Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji
DW, Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study: outcomes
on control and complications of type 2 diabetic patients in
Indonesia. Med J Indones 2010; 19:235-44. DOI: http://dx.doi.
org/10.13181/mji.v19i4.412.
xv
vii
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
PB Perkeni; 2015. Hal.27-47.
viii
ix
Tsunekawa T, Hayashi T, Suzuki Y, Matsui-Hirai H, et al. Plasma
adiponectin plays an important role in improving insulin
resistance with glimepiride in elderly type 2 diabetic subjects.
Diabetes Care. 2003;26:285–289.
Korytkowski MT. Sulfonylurea treatment of type 2 diabetes
mellitus:focus on glimepiride. pharmacotherapy 2004;24:60620
Basit A, Riaz M, Fawwaz A. Glimepiride: evidence-based
facts, trends, and observations. Vascular Health and Risk
Management 2012;8:463–72.
Holstein A, Plaschke A, Egberts EH. Lower incidence of severe
hypoglycaemia in patients with type 2 diabetes treated with
glimepiride versus glibenclamide. Diabetes Metab Res Rev.
2001;16:467-73
Weitgasser R, Lechleitner M, Luger A, Klingler A. Effects of
glimepiride on HbA(1c) and body weight in type 2 diabetes:
results of a 1.5-year follow-up study. Diabetes Res Clin Pract.
2003 Jul;61:13-9.
Kim H, Kim D, Cha B, Park TS, Kim K, Kim D, Chung CH, Park
J, Jang HC, Choi D. Efficacy of glimepiride/metformin fixeddose combination vs metformin uptitration in type 2 diabetic
patients inadequately controlled on low-dose metformin
monotherapy: A randomized, open label, parallel group,
multicenter study in Korea. J Diabetes Invest 2014;5:701-8.
DOI: 10.1111/jdi.12201.
xvi
Li CJ, Zhang JY, Yu DM, Zhang QM. Adding glimepiride to current
insulin therapy increases high-molecular weight adiponectin
levels to improve glycemic control in poorly controlled type 2
diabetes. Diabetology & Metabolic Syndrome 2014, 6:41-7.
6
MIMS News-1_Sanofi.indd 6
5/20/2016 4:01:11 PM
Download