BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Stratigrafi Pegunungan Selatan secara umum tersusun oleh batuan yang
pengendapannya dikontrol oleh gaya berat (gravity depositional processes) sejak
Kala Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Akhir. Ketebalan batuan penyusun
stratigrafi Pegunungan Selatan kurang lebih 4000 meter dan hampir seluruhnya
memiliki kemiringan ke arah selatan. Urutan pengendapan batuan dimulai dari
Formasi Wungkal-Gamping yang menumpang secara tidak selaras di atas batuan
metamorf Pre Tersier, hingga Formasi Kepek (Toha et al, 1994).
Objek penelitian adalah Formasi Oyo. Menurut Bothe (1929) Formasi Oyo
tersusun oleh batupasir tufan, tuf vitreous, napal tufan, batulempung, breksi
batugamping, dan batugamping konglomerat. Formasi Oyo diendapkan pada Kala
Miosen Tengah. Bagian atas Formasi Oyo menjari dengan Formasi Wonosari.
Penyusun Formasi Wonosari adalah batugamping platy dan napal, kemudian menjadi
batugamping reefal ke arah selatan.
Menurut Toha et al (1994), batugamping tufan pasiran Formasi Oyo
mengandung biota penyusun terumbu dan fragmen batugamping koral. Bila dikaitkan
dengan kehadiran batugamping reefal pada umur yang sama dari Formasi Wonosari
di selatannya, disimpulkan bahwa kemungkinan material karbonat Formasi Oyo
berasal dari selatan dan sumber material silisiklastik/vulkanik Formasi Oyo berasal
dari arah utara.
Beberapa penelitian geologi telah dilakukan di Formasi Oyo, seperti
biostratigrafi foraminifera plangtonik-bentonik (Hidayat, 2003) dan analisis
lingkungan pengendapan Formasi Oyo (Rubiarto, 2003). Di sisi lain, penelitian
tentang stratigrafi dan sedimentasi batuan campuran karbonat-silisiklastik penyusun
Formasi Oyo di daerah penelitian belum pernah dilakukan. Batuan campuran
memiliki karakteristik gabungan dari karbonat serta silisiklastik. Penelitian yang telah
1
B ab I P enda hul ua n |2
banyak dilakukan biasanya hanya menganalisis batuan karbonat dengan klasifikasi
Dunham (1962) dan Embry-Klovan (1971), atau batuan silisiklastik dengan
klasifikasi Pettijohn (1975).
Permasalahan terkait dengan batuan campuran karbonat-silisiklastik telah sering
menjadi pembahasan para ahli, misalnya Ham dan Pray (1962), serta Friedman dan
Sanders (1978). Pembahasan tersebut juga menghasilkan beberapa klasifikasi, namun
masih dirasa sulit untuk mendeskripsi batuan campuran secara lengkap dan
sistematis. Pada tahun 1975, Pettijohn menghasilkan penamaan baru bagi batuan
campuran karbonat-silisiklastik, contohnya calcarenaceous sandstone. Kekurangan
penamaan batuan dari Pettijohn yaitu hanya bisa digunakan untuk material penyusun
yang berukuran pasir saja, belum memperhitungkan keberadaan material mud. Pada
tahun 1982, William, Turner, dan Gilbert juga telah membuat suatu penamaan batuan
campuran. Klasifikasi yang mereka gunakan untuk memberi nama batuan dinilai
memiliki kekurangan karena membagi material silisiklastik berdasarkan teksturnya,
sementara material karbonat hanya dikelompokkan menjadi satu tekstur. Pada tahun
1980, muncul klasifikasi batuan campuran yang dibuat oleh Zuffa. Zuffa membuat
klasifikasi berdasarkan tipe butir utama (intrabasinal atau extrabasinal) tanpa melihat
variasi tekstur batuan. Zuffa (1980) cenderung menginterpretasi asal usul butir batuan
sebelum mengklasifikasikannya.
Pada tahun 1984, Mount telah mempublikasikan kemungkinan mekanisme
pencampuran material karbonat dan silisiklastik di lingkungan rimmed platform.
Mount juga mencoba membuat klasifikasi awal mengenai batuan campuran karbonatsilisiklastik pada tahun 1985. Klasifikasi ini diharapkan sesuai dengan kondisi batuan
campuran yang terdiri dari klastika karbonat dan material sedimen silisiklastik.
Karbonat dan silisiklastik tidak bisa disatukan dalam klasifikasi tunggal sebab
klastika karbonat muncul secara intrabasinal maupun extrabasinal, respon keduanya
terhadap transportasi pengendapan berbeda, dan efek diagenesisnya pun berbeda.
Mount (1985) menekankan bahwa tujuan dari klasifikasi adalah menempatkan suatu
B ab I P enda hul ua n |3
batuan ke dalam kelompoknya secara tepat dan obyektif tanpa menginterpretasi asal
usul batuan, sehingga yang ditonjolkan adalah deskriptif batuan.
Oleh karena alasan di atas, maka peneliti bermaksud membahas mengenai
stratigrafi dan sedimentasi Formasi Oyo dengan penekanan pada batuan campuran
karbonat-silisiklastik menggunakan klasifikasi Mount (1985) di Desa Bunder,
Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DIY.
I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian adalah untuk mengetahui stratigrafi dan sedimentasi
batuan penyusun Formasi Oyo secara detail, melalui analisis suksesi vertikal dan
horizontal batuan di jalur penelitian.
Tujuan dari penelitian adalah :
a. untuk mengetahui batuan penyusun Formasi Oyo dan sumber materialnya,
b. untuk menentukan proses sedimentasi batuan campuran karbonat-silisiklastik
Formasi Oyo,
c. untuk mengetahui lingkungan pengendapan dan umur batuan campuran
karbonat-silisiklastik Formasi Oyo.
I.3. Manfaat Penelitian
I.3.1. Keilmuan
Penelitian ini merupakan hasil pengumpulan data, analisis, dan interpretasi
sedimentasi dan stratigrafi batuan campuran karbonat-silisiklastik Formasi Oyo.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang keilmuan geologi, khususnya
sedimentologi dan stratigrafi.
I.3.2. Kepraktisan
Hasil penelitian dapat menjadi referensi tambahan untuk meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian geologi, khususnya bidang
sedimentologi dan stratigrafi batuan campuran karbonat-silisiklastik melalui analisis
suksesi vertikal dan horizontal batuan.
B ab I P enda hul ua n |4
I.4. Batasan Masalah
Penelitian kali ini lebih menekankan pada masalah sedimentasi batuan
campuran karbonat-silisiklastik pada Formasi Oyo, berdasarkan data lapangan berupa
pengukuran stratigrafi dan analisis laboratorium data sedimentologi, petrografi, serta
paleontologi.
Pengambilan data lapangan dilakukan oleh dua peneliti, kemudian data tersebut
digunakan bersama. Analisis laboratorium data sedimentologi dan petrografi pun
dilakukan bersama, dengan cara membagi sampel. Analisis laboratorium data
paleontologi hanya dilakukan oleh satu peneliti (Melati Rahardheany).
I.5. Lokasi Penelitian
Daerah penelitian berlokasi di Sungai Oyo, Desa Bunder, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (gambar 1.1).
Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian
Daerah penelitian berjarak sekitar 35 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta.
Termasuk ke dalam Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Wonosari dengan Nomer
Lembar Peta 1408-311. Secara astronomis, lokasi pengambilan data dimulai dari
B ab I P enda hul ua n |5
koordinat 7o53’53”, 110o32’47” dan berakhir di koordinat 7o53’39”, 110o32’40”.
Daerah ini dipilih karena memiliki susunan litologi berupa batuan campuran
karbonat-silisiklastik yang terkait dengan topik penelitian. Ketebalan total dari batuan
campuran jalur penelitian adalah 22 m dengan pelamparan relatif utara-selatan dan
panjang lintasan mencapai 150 m.
I.6. Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian geologi telah dilakukan di daerah Pegunungan Selatan.
Pada tahun 1929, Bothe melakukan penelitian dan menghasilkan geologi Perbukitan
Jiwo dan Pegunungan Selatan. Stratigrafi penyusun Perbukitan Jiwo dan Pegunungan
Selatan tersusun atas batuan Pre Tersier seperti filit, sekis, gneiss, dan batugamping
kristalin. Di atas batuan Pre Tersier, secara tidak selaras diendapkan batuan berumur
Eosen seperti batugamping, napal, batupasir, dan konglomerat atau dikenal dengan
Formasi Wungkal-Gamping. Di atas batuan berumur Eosen, diendapkan batuan
berumur Miosen Awal-Tengah secara tidak selaras. Batuan berumur Miosen AwalTengah terdiri dari konglomerat, batupasir, shale, aglomerat, dan tuf atau dikenal
dengan Formasi Kebo-Butak hingga Formasi Sambipitu. Di atas batuan berumur
Miosen Awal-Tengah, diendapkan batugamping berlapis dan napal secara tidak
selaras. Batugamping tersebut kemudian dikenal dengan Formasi Oyo dan Wonosari.
Gambar 1.2. Profil geologi Perbukitan Jiwo dan tebing Baturagung, kotak merah menunjukkan
perkiraan lokasi daerah penelitian (Bothe, 1929 dengan modifikasi)
B ab I P enda hul ua n |6
Bothe (1929) menyusun stratigrafi Pegunungan Selatan melalui pendekatan
terhadap tebing Baturagung dan stratigrafi Perbukitan Jiwo. Gambar 1.2
menunjukkan profil geologi melalui Perbukitan Jiwo dan tebing Baturagung. Dalam
profil geologi yang dibuat oleh Bothe terlihat bahwa Formasi Wonosari menumpang
secara tidak selaras di atas endapan vulkaniklastik hasil deformasi Formasi Semilir
sampai Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo berada di antaranya.
Toha et al pada tahun 1994, menghasilkan geologi daerah Pegunungan Selatan
yang berisi fisiografi, stratigrafi, serta struktur geologi Pegunungan Selatan.
Pengendapan batuan penyusun Pegunungan Selatan dikontrol oleh gaya berat dengan
arah kemiringan relatif selatan. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa diperkirakan
terjadi pengangkatan di daerah Pegunungan Selatan pada Oligosen Akhir.
Penelitian setempat yang lebih merujuk pada daerah penelitian telah beberapa
kali dilakukan. Beberapa penelitian tersebut bila dikelompokkan menurut lokasi dan
topik penelitiannya, adalah :
a. Jalur Sungai Widoro, Oyo, dan Grinsing, Formasi Oyo. Penelitian dilakukan
oleh Hidayat (2005) dan Rubiarto (2005). Hidayat mengambil topik
biostratigrafi foraminifera plangtonik dan penentuan lingkungan pengendapan
dari foraminifera bentik kecil. Rubiarto menggunakan data stratigrafi terukur
dan analisis lithofasies untuk mengetahui lingkungan pengendapan Formasi
Oyo.
b. Jalur Sungai Ngalang telah dijadikan lokasi penelitian oleh Bondoraharjo
(2005) dengan topik biostratigrafi foraminifera plangtonik dan paleobatimetri
foraminifera bentonik kecil Formasi Oyo. Di lokasi ini juga dilakukan
penelitian oleh Raharjo (2008) yang menggunakan analisis lithofasies batuan
karbonat untuk menentukan lingkungan pengendapan Formasi Oyo. Studi
nannofosil gampingan dilakukan oleh Susilo (2002).
c. Jalur sungai Widoro, Ngalang, dan Kedungkeris telah diteliti oleh Finsensus
(2003) dengan topik stratigrafi dan sedimentasi zona transisi Formasi
Sambipitu dan Oyo.
B ab I P enda hul ua n |7
d. Jalur Sungai Widoro menjadi lokasi penelitian Kusuma (2009) dengan topik
yang hampir sama dengan Finsensus yaitu stratigrafi dan sedimentasi zona
transisi Formasi Sambipitu dan Oyo.
Dari beberapa penelitian setempat tersebut, dapat diketahui bahwa Formasi Oyo
merupakan endapat turbidit yang berumur antara Miosen Akhir bagian atas hingga
Miosen Tengah bagian bawah (Hidayat, 2005). Bagian bawah Formasi Oyo terbentuk
pada lingkungan open sea shelf-toe of slope carbonate dan bagian atasnya terbentuk
pada lingkungan toe of slope carbonate (Rubiarto, 2005). Di antara Formasi
Sambipitu dan Oyo terdapat zona transisi yang ditandai dengan batuan campuran
karbonat-silisiklastik. Mekanisme pencampuran material silisiklastik dan karbonat
terjadi akibat sedimentasi ulang oleh sistem aliran arus turbid dengan selaan aliran
debris dan traksi, pada sistem kipas laut (Kusuma, 2009).
Daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Oyo yang tersusun atas batuan
campuran karbonat-silisiklastik. Batuan campuran ini diendapkan di lingkungan slope
dan basinal suatu carbonate platform dengan kemungkinan material karbonatnya
berasal dari arah selatan dan material silisiklastik berasal dari arah utara. Untuk
mengetahui karakter dari Formasi Oyo, bab selanjutnya akan membahas mengenai
geologi regional dan geologi daerah penelitian.
Download