HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kulyah Penilaian Dalam Proses Pembelajaran Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan (Dosen: Prof. Akhyar) Disusun Oleh: Lidia Widia S541208047 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN JALUR PARALEL UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 KATA PENGANTAR Rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas validitas intrumen dengan menggunakan iteman ini dapat diselesaikan. Penyusunan tugas validitas intrumen dengan menggunakan iteman ini disesuaikan berkaitan dengan Penilaian Dalam Proses Pembelajaran dari sumbersumber yang didapat, sehingga mudah dipahami. Dalam penyusunan teori variabel dan untuk menentukan indikator butir soal ini tidak lepas dari berbagai macam sumber mulai dari buku dan jurnal internasional untuk menyempurnakan isi tugas validitas intrumen dengan menggunakan iteman ini. Semoga tugas validitas intrumen dengan menggunakan iteman ini sangat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi teman-teman tenaga pendidik, baik pendidik bidang kesehatan atau yang lainnya khususnya pada Penilaian Dalam Proses Pembelajaran. Surakarta, Juni 2013 penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………...…………… i KATA PENGANTAR ……………………………...………… ii DAFTAR ISI ……………………………………...… iii BAB I A. PEMBAHASAN Tinjauan Pustaka.............................................................................. 4 1. Sikap.............................................................................................. 4 2. Remaja .......................................................................................... 12 3. Pacaran .......................................................................................... 20 4. Pengetahuan .................................................................................. 26 5. Kesehatan Reproduksi Wanita ...................................................... 32 6. Kanker Leher Rahim. .................................................................... 37 B. Instrument Penelitian. ....................................................................... 54 LAMPIRAN ...................................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65 BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Sikap Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), sikap sebagai kecenderungan merespons sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan suatu objek tertentu, dengan demikian dalam sikap sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Robbins (2008: 92), bahwa sikap (attitude) merupakan pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Menurut Riva’i (2003: 246) bahwa sikap adalah suatu kesiapan untuk menanggapi suatu kerangka yang utuh untuk menetapkan keyakinan atau pendapat yang khas serta sikap juga pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai objek, orang atau peristiwa, dengan demikian, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon rangsangan/objek tertentu atau dengan kata lain sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk merasa dan bertindak sebagai bentuk respon dari rangsangan atau objek tertentu yang ada di sekitarnya. Jadi sikap belum merupakan suatu tindakan/aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku. Menurut Luthans (2006: 236), pada dasarnya sikap ditandai dengan tiga cara yaitu : a. Sikap cenderung bertahan kecuali ada sesuatu yang dapat dilakukan untuk mengubahnya. b. Sikap dapat mencakup rangkaian dari yang sangat disukai sampai yang sangat tidak disukai. c. Sikap diarahkan pada beberapa objek dimana orang memiliki perasaan (kadang-kadang disebut pengaruh) dan kepercayaan. 1) Komponen Sikap Azwar (2005) menyatakan bahwa komponen sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu : a. Komponen Afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau sesuatu baik yang positif maupun negatif dan banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek tersebut. b. Komponen Kognitif (komponen perseptual) yaitu sikap yang mengandung pemikiran atau kepercayaan seseorang atau sesuatu objek dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. c. Komponen psikomotorik (komponen perilaku) yaitu sikap yang terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. Lebih lanjut Luthans (2006: 238) menyatakan bahwa dari tiga komponen sikap tersebut, hanya perilaku yang dapat diamati secara langsung, sedangkan dua komponen lainnya yaitu emosi dan informasi tidak dapat diamati akan tetapi hanya dapat diduga. Sikap terbentuk dari adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis yang ada di sekelilingnya. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media massa, institusi pendidikan maupun lembaga agama. Dengan perkataan lain, sikap merupakan perubahan yang meniru perilaku orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya (Azwar, 2005). 2) Fungsi Sikap Sikap memiliki fungsi sebagaimana disebutkan dalam Luthans (2006: 238) diantaranya adalah : a. Fungsi penyesuaian Sikap sering membantu orang menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan meminimalisir adanya ketidaksesuaian. b. Fungsi pertahanan ego Sikap membantu seseorang menyesuaikan diri dan sikap juga membantu mereka mempertahankan citra diri. c. Fungsi mengekspresikan nilai Sikap memberikan dasar pengekspresian nilai individu. d. Fungsi pengetahuan Sikap membantu menyediakan standar dan kerangka referensi yang memungkinkan orang untuk mengelola dan menjelaskan dunia di sekitarnya. Sikap biasanya memiliki dua arah kecenderungan yaitu positif dan negatif. Sikap yang positif mampu menggerakkan seseorang untuk mendukung suatu objek, situasi atau kondisi yang berlaku di sekitarnya, begitu juga sebaliknya apabila sikap cenderung negatif maka akan menggerakkan seseorang untuk menentang objek, situasi atau kondisi yang ada. Untuk itu harus dilakukan upaya untuk mengubah sikap yang negatif tersebut ke arah yang positif. Luthans (2006: 241) mengatakan bahwa untuk mengubah sikap negatif salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan informasi yang cukup kepada seseorang yang memiliki sikap negatif. 3) Skala Sikap Adapun berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian pendidikan antara lain adalah: a. Skala likert Skala Likert adalah skala yang dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena pendidikan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a. Sangat baik b. Baik 1) Sangat setuju a) Selalu 2) Setuju b) Sering c. Ragu-ragu 3) Ragu-ragu c) Ragu-ragu d. Tidak baik 4) Tidak setuju d) Kadang-kadang 5) Sangat e) Tidak pernah e. Sangat tidak baik tidak setuju Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. 1) Contoh bentuk checklist: Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapatanda, dengan member No kolom yang tersedia. Pertanyaan Jawaban SS 1 ST RG TS STS Sekolah ini akan menggunakan 2 teknologi informasi pelayanan administrasi dalam dan akademik ................................. C 2) Contoh bentuk pilihan ganda Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tangda silang pada nomor jawaban yang tersedia. Kurikulum baru 2013 akan segera diterapkan di lembaga pendidikan anda? a) Sangat tidak setuju b) Tidak setuju c) Ragu-ragu d) Setuju e) Sangat setuju b. Skala guttman Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak”; “positif-negatif” dan lainlain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada skala guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” dan “tidak setuju”. Pennelitian menggunakan skala guttman dilakukan bila ingin mmendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terrendah nol. Misal untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. 1) Contoh: Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala Sekolah di sini? a) Setuju b) Tidak setuju c. Semantic defferensial Skala pengukuran yang berbentuk Semantic defferensial dikembangkan olleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. 1) Contoh: Nilai gaya kepemimpinan Kepala Sekolah a) Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak bersahabat b) Tepat janji 5 4 3 2 1 Lupa janji c) Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi d) Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela e) Mempercayai 4 3 2 1 Mendominasi 5 Responden yang memberi penilaian dengan angka lima, berarti persepsi responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat positif, sedang bila memberi jawaban pada angka tiga, berarti netral, dan memberi jawaban pada angka satu, maka persepsi responden terhadap Kepala Sekolah sangat negatif. d. Rating scale Data skala yang diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan alternatif jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden memilih jawaban angka dua, tetapi angka dua oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka dua bagi orang lain yang juga memiliki jawaban angka dua. 1) Contoh: Seberapa baik ruang kelas di sekolah C? Berilah jawaban dengan angka: 4 Bila tata ruang itu sangat baik 3 Bila tata ruang itu cukup baik 2 Bila tata ruang itu kurang baik 1 Bila tata ruang itu sangat tidak baik Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. No. Pernyataan tentang tata ruang kelas Interval jawaban Item 1. Penataan meja murid sehingga komunikasi lancar dan guru 4 3 2 1 2. Pencahayaan alam tiap ruang 4 3. Kebersihan ruangan 3 3 2 3 2 1 1 2. Konsep Remaja 1) Pengertian remaja Remaja adalah Suatu tahap perkembangan antara masa anakanak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial (Desmita, 2008). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis (Widyastuti, 2009). 2) Batasan usia remaja WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia remaja (Sanderowitz & Paxman, 1985). Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang remaja adalah kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan dalam sensus penduduk 1980. 3) Pertumbuhan Fisik Remaja a. Perubahan dalam tinggi dan berat Tinggi rata-rata anak perempuan pada usia 12 tahun adalah sekitar 60 inci. Tetapi pada usia 18 tahun , tinggi rata-rata remaja perempuan hanya 64 inci Selain itu, percepatan pertumbuhan badan juga terjadi dalam penambahan berat badan, yaitu 10 kilogram bagi anak-anak perempuan. Meskipun berat badan juga mengalami peningkatan selama masa remaja, namun ia lebih mudah dipengaruhi oleh diet, latihan, dan gaya hidup umumnya (Desmita, 2008). b. Perubahan dalam proporsi tubuh Seiring dengan pertambahan tinggi dan berat badan, percepatan pertumbuhan selam masa remaja juga terjadi pada proporsi tubuh. Perubahan proporsi tubuh terlihat dari pertumbuhan tangan dan kaki, ciri wajah, seperti dahi yang semula sempit sekarang menjadi lebih luas, mulut lebar, dan bibir menjadi lebih penuh (Desmita, 2008). c. Perubahan pubertas 1) Perubahan ciri seks primer Perubahan ciri seks primer adalah perubahan menunjuk pada organ tubuh secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi (Desmita, 2008). 2) Perubahan ciri seks sekunder a. Pengertian perubahan ciri seks sekunder Perubahan ciri seks sekunder adalah perubahan menunjuk pada tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi (Desmita, 2008). 4) Perkembangan Remaja Menurut Ali (2008), perkembangan remaja, antara lain: a. Perkembangan intelek Pada masa ini remaja telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. b. Perkembangan kreativitas Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Perkembangan kreativitas remaja berada pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, sedang berada pada tahap amat potensial bagi perkembangan kreativitas. c. Perkembangan emosi Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian. Pada tahap praremaja, mudah tersinggung, cengeng, cepat merasa senang atau bahkan meledakledak; pada tahap remaja awal, kontrol terhadap diri bertambah sulit dan cepat marah, mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri sehingga cenderung menyendiri; pada remaja tengah, membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka sendiri; pada tahap remaja akhir, mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa, emosinya mulai stabil. d. Perkembangan bakat khusus Remaja memiliki bakat yang berbeda pada setiap individu. Bakat khusus yang dimiliki remaja antara lain, bakat untuk bekerja dalam angka-angka, logika bahasa, dalam bidang kreatif-produktif, seperti menciptakan sesuatu yang baru; bakat dalam bidang seni, seperti menciptakan musik; bakat dalam kinestetik atau psikomotorik, seperti oleh raga; bakat dalam bidang sosial, seperti koneksi, berkomunikasi, kepemimpinan. e. Perkembangan hubungan sosial Karakteristik hubungan sosial remaja yaitu berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan pergaulan, adanya upaya memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis, mulai tampak kecenderungan untuk memilih karier tertentu. f. Perkembangan kemandirian Perkembangan kemandirian pada remaja, menyebar pada tingkat sadar diri, tingkat saksama, tingkat individualistis, tingkat mandiri. Pada tingkat mandiri, remaja telah memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan, bersikap obyektif dan realistis, mampu mengintergrasikan nilai-nilai yang bertentangan, ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri, menghargai kemandirian orang lain, sadar akan adanya saling ketergantungan, mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh kayakinan dan keceriaan. g. Perkembangan bahasa Karakteristik perkembangan bahasa remaja telah mencapai tahap kompetensi lengkap. h. Perkembangan nilai, moral dan sikap Masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya, maka masa remaja menjadi suatu periode yang penting dalam pembentukan nilai. Remaja sudah merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang matang. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka. Hal ini dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban. Perubahan sikap yang mencolok sebagai karakter remaja adalah sikap menentang nilainilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya. 5) Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Remaja Menurut Widyastuti (2009), faktor yang mempengaruhi kesehatan remaja, antara lain: a. Masalah gizi 1) Anemia dan kurang gizi kronis; 2) Pertumbuhan yang terhambat pada remaja puteri. b. Masalah pendidikan 1) Buta huruf; 2) Pendidikan rendah. c. Masalah Lingkungan dan Pekerjaan 1) Lingkungan dan suasana yang kurang memperhatikan kesehatan remaja dan bekerja yang akan mengganggu kesehatan remaja; 2) Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan merusak kesehatan fisik, mental dan emosional remaja. d. Masalah Seks dan Seksualitas 1) Pengetahuan yang tidak lengkap tentang masalah seksualitas; 2) Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas; 3) Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA yang mengarah pada penularan HIV/ AIDS; 4) Penyalahgunaan seksual; 5) Kehamilan remaja; 6) Kehamilan pra nikah atau di luar ikatan pernikahan e. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja 1) Ketidakmatangan secara fisik dan mental; 2) Risiko komplikasi dan kematian ibu dan janin lebih besar; 3) Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri; 4) Risiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman 3. Konsep Perilaku 1. Pengertian Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). 2. Jenis Respon Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). (Menurut (Notoadmodjo) (2003) untuk respon dibedakan menjadi dua : a. (Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang ditimbulkan relatif tetap . b. (Operant response (atau( instrument (reflexive, adalah respon yang timbul dan berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan 3. Bentuk Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua , yaitu: a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain Dalam hal ini perilaku masih terselubung atau covert behavior. b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi serta lingkungan. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dari Notoatmojo : a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. b. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. 4. Konsep Pacaran 1. Pengertian Pacaran Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain akan tetapi menurut Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis) dan menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman. Berdasarkan berbagai macam pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah. 2. Karakteristik Pacaran Pacaran merupakan fenomena yang relatif baru, sistem ini baru muncul setelah perang dunia pertama terjadi. Hubungan pria dan wanita sebelum munculnya pacaran dilakukan secara formal, dimana pria datang mengunjungi pihak wanita dan keluarganya (dalam DeGenova & Rice, 2005) akan tetapi menurut DeGenova & Rice (2005), proses pacaran mulai muncul sejak pernikahan mulai menjadi keputusan secara individual dibandingkan keluarga dan sejak adanya rasa cinta dan saling ketertarikan satu sama lain antara pria dan wanita mulai menjadi dasar utama seseorang untuk menikah. Pacaran saat ini telah banyak berubah dibandingkan dengan pacaran pada masa lalu. Hal ini disebabkan telah berkurangnya tekanan dan orientasi untuk menikah pada pasangan yang berpacaran saat ini dibandingkan sebagaimana budaya pacaran pada masa lalu (dalam DeGenova & Rice, 2005). Menurut Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa pada saat seorang individu menjalin hubungan pacaran, mereka akan menunjukkan beberapa tingkah laku seperti memikirkan sang kekasih, menginginkan untuk sebanyak mungkin menghabiskan waktu dengan kekasih dan sering menjadi tidak realistis terhadap penilaian mengenai kekasih kita. Menurut Bowman & Spanier (1978), pacaran terkadang memunculkan banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini disebabkan karena dalam pacaran baik pria maupun wanita berusaha untuk selalu menampilkan perilaku yang terbaik di hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan mempengaruhi standar penilaian seseorang terhadap pasangannya setelah menikah. 3. Komponen Pacaran Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain: a. Saling Percaya (Trust each other) Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya. b. Komunikasi (Communicate your self) Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain. c. Keintiman (Keep the romance alive) Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata- kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email. d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment) Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang. 4. Model Pacaran Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran: a. Casual Dating Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda. Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu waktu. b. Regular Dating Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap. Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan pasangannya dan mengurangi atau menghentikan hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari yang lain). c. Steady Dating Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly. Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata sebagai bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya. Mahasiswa pria bisa memberikan pasangannya berupa pin persaudaraan, kalung, dll sebagai wujud keseriusan mereka dalam hubungan tersebut. d. Engagement (Tunangan) Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk menikah. 5. Standar Reiss Scale Pada tahun 1960, Ira Reiss mengidentifikasi empat standar untuk perilaku seksual pranikah (pacaran), dalam bukunya yang berjudul Premarital Sexual Standars In America (Clayton, 1975; 241), yaitu: a. Pantang (Abstinence)- berdasarkan standar ini, premarital sexual intercourse akan dianggap sebagai perbuatan yang salah, baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Hubungan seks hanya dapat diterima setelah menikah. Abstinence tersebut, yaitu : 1) Petting tanpa kasih sayang (petting diterima bahkan ketika kasih sayang diabaikan) 2) Petting dengan kasih sayang (petting diterima hanya dalam hubungan yang stabil, kasih sayang) 3) Mencium tanpa kasih sayang (hanya ciuman yang diterima, tetapi tidak ada kasih sayang adalah dikehendaki) 4) Mencium dengan kasih sayang (hanya ciuman yang diterima, dan hanya dalam hubungan kasih sayang) b. Standar ganda (Double Standards) – berdasarkan standar ini, lakilaki dianggap memiliki hak yang lebih besar dibandingkan perempuan untuk melakukan premarital sexual intercourse. Double standar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Orthodox: laki-laki dimaklumi bila melakukan premarital sexual intercourse, sementara bila perempuan yang melakukannya, maka perempuan tersebut akan terkena hukuman atau kutukan. 2) Transitional: laki-laki dimaklumi bila melakukan hubungan seksual dengan siapa saja, sementara perempuan hanya boleh melakukannya dengan tunangan atau laki-laki yang dicintai. c. Permisif dengan kasih sayang (Permissiveness with affection) – standar ini memperbolehkan siapapun utnuk melakukan premarital sexual intercourse, asalkan kedua individu tersebut sedang menjalin hubungan cinta yang stabil. Standar ini juga dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Love, cinta dan pertunangan adalah prasyarat sebelum melakukan premarital sexual intercourse. 2) Strong Affection, tidak dibutuhkan cinta ataupun pertunangan karena rasa sayang yang kuat sudah dianggap cukup sebagai prasyarat sebelum melakukan premarital sexual intercourse. d. Permisif tanpa kasih sayang (Permissiveness without affection)standar ini memperbolehkan siapapun untuk melakukan premarital sexual intercourse tanpa mempertimbangkan rasa sayang atau cinta di dalamnya (hanya ketertarikan fisik semata). Standar ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Orgiastic, yaitu kesenangan adalah sesuatu yang sangat penting dan pencegahan terhadap terjadinya penyakit kelamin ataupun kehamilan bukanlah suatu tekanan. 2) Sophisticated, menganggap pencegahan terhadap terjadinya penyakit kelamin ataupun kehamilan saat melakukan premarital sexual intercourse adalah sesuatu yang penting. Berdasarkan pembagian standar premarital seksual (perilaku berpacaran) menurut reiss yang dimodifikasi sesuai kepentingan penelitian, maka sikap berpacaran yang posisit apabila abstinence dan sikap negatif apabila permissive with affection, permissive without affection dan double standar. 5. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui. Definisi lain mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Friedman, 2005; Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan dibedakan beberapa jenis, secara garis besar tingkatan orang tentang pemahaman dari ilmu dapat dibedakan menjadi enam kelompok besar, yaitu sebagai berikut: Tahu (know), tahu dapat diartikan sebagai mengingat sutu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. Memahami (comprehension), memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang yang dijelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut dengan benar. Aplikasi (application), aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya (Siswomihardjo, 2003). Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. Sintesis (syntesis), sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang bagus. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kiteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2002; Wawan dan Dewi. 2010). Cara memperoleh pengetahuan, dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: Cara tradisional atau non ilmiah. Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukanya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis, cara-cara memperoleh pengetahuanya, ialah : Cara coba salah (trial and error), Cara coba salah atau trial and error adalah dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Cara kekuasaan atau otoritas, cara kekuasaan atau otoritas merupakan sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pimpinan. Pimpinan masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu (Siswomihardjo, 2003). Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan pikiranya, baik melalui induksi (kesimpulan dari khusus ke umum) dan deduksi (kesimpulan dari umum ke khusus). Cara modern atau cara ilmiah artinya dengan cara bersifat sistematis, logis dan ilmiah. Untuk memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. (Notoatmodjo, 2007). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan, berbagai macam factor yang mempengaruhi pengetahuan dijelaskan sebagai berikut : Faktor eksternal (Lingkungan, Suasana lingkungan mempengaruhi sikap dan aksi individu dalam aktivitas belajarnya, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkunganya. Bimbingan dalam belajar, Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru dan orang lain cenderung membuat si pelajar tergantung hal yang penting, yaitu yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain (Friedman, 2005; Notoatmodjo, 2007). Kondisi-kondisi insentif, insentif dapat dibagi menjadi dua macam yaitu insentif intrinsik dan insentif ekstrinsik. Situasi yang menimbulkan insentif intrinsik misalnya, pengenalan tentang hasil atau kemajuan balajar, persaingan sehat dan kondisi kooperasi. Sedangkan insentif ekstrinsik missalnya, ancaman yang membuat takut. Dari kedua diatas yang lebih memajukan belajar individu adalah insentif yang intrinsik. Insentif ini akan menentukan tingkat motivasi belajar individu di masa-masa mendatang (Soemanto, 2006). Faktor internal kematangan yang mempengaruhi pengetahuan ialah kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan di dalam struktur. kematangam memberikan kondisi dimana fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem saraf dan fungsi otak menjadi berkembang. Dengan ini akan membutuhkan kapasitas mental seseorang dan mempengaruhi hal belajar seorang itu. Berbagai macam faktor internal kematangan yang mempengaruhi pengetahuan adalah : Usia, pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tau usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya itu kemudian perbedaan jenis kelamin, hingga pada saat ini belum ada petunjukyang menguatkan tentang adanya perbedaan tentang skill, sikap, minat, temperamen, bakat dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan dari jenis kelamin (Siswomihardjo, 2003; Friedman, 2005). Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan (Housel et al., 2001). Dua sikap tradisional Mengenai jalannya perkembangan hidup : Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental (Ningky dan Munir, 2001; Setiarso dan Bambang, 2005). Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khusunya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya. Selain itu pengalaman sebelumnya juga salah satu faktor internal kematangan yang mempengaruhi pengetahuan. Pengalaman sebelumnya merupakan lingkungan mempengarruhi perkembangan individu, lingkungan banyak memberikan pengalaman kepada individu. Pengalaman yang diperoleh individu hal belajar yang bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya (Soemanto, 2006; Pendit dan Putu, 2001). Kapasitas mental, dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat. Akibat dari hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa intelegensi yang menyebabkan masing-masing individupun bervariasi. Kondisi kesehatan jasmani, orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakitpenyakit tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajardengan efektif. Cacat fisik juga menggangu hal belajar. Kondisi kesehatan rohani, gangguan serta cacat mental pada seseorang sangat mengganggu orang yang bersangkutan. Orang tidak akan dapat belajar dengan baik apabila sakit ingatan, sedih, frustasi, atau putus asa (Ningky dan Munir, 2001; Setiarso dan Bambang, 2005). Motivasi dalam pengetahuan, motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motivasi dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar, karena motivasi menggerakan organisme, mengarahkan tindakan, serta tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu. Kategori pengetahuan dibedakan beberapa macam disebutkan sebagai berikut : untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu : Tingkat pengetahuan baik, bila skor atau nilai 76 – 100%, Tingkat pengetahuan cukup, bila skor atau nilai 56 – 75% , Tingkat pengetahuan kurang, bila skor atau nilai < 56% (Pendit dan Putu, 2001; Nursalam, 2008). 6. Kesehatan Reproduksi Wanita Kesehatan reproduksi wanita adalah segala hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada wanita. Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 dan Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health), penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making), kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women) dan keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security) (Romauli, 2009). Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh. Bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Widyastuti, 2009). Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Winkjosastro dan Hanifa, 2005). Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita adalah bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita (Baradero dan Mary. 2006; Widyastuti, 2009). Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain adalah : Gender merupakan peran masingmasing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda. Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita berikutnya adalah kemiskinan, kemiskinan antara lain mengakibatkan makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi, persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak dan tidak mendapatkan pelayanan yang baik (Glasier et al., 2005; Winkjosastro dan Hanifa, 2005). Selain gender dan kemiskinan, indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita adalah pendidikan yang rendah, kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga (Heffner, 2006). Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari uang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat (Pinem dan Sahora, 2009). Kawin muda merupakan indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita, di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua ingin segera mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahun. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan (Sibagariang dan Eva, 2010). Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita berikutnya adalah kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanakkanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu tiga kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental. Wanita juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang berbeda dengan pria (Ida Bagus Gde dan Manuaba, 2004; Pinem dan Sahora, 2009). Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita yang terakhir adalah beban kerja yang berat, wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja tiga jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja, tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan (Winkjosastro dan Hanifa, 2005; Sibagariang dan Eva, 2010). Di India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum waktunya pada musim panen karena wanita terus-terusan bekerja keras. Di bidang pertanian baik pria maupun wanita dapat terserang efek dari zat kimia (peptisida), tetapi akan lebih berbahaya jika wanita dalam keadaan hamil, karena akan berpengaruh terhadap janin dalam kandungannya. Resiko-resiko yang harus dialami bila wanita bekerja di industri misalnya panas yang berlebihan, berisik, dan cahaya yang menyilaukan, bahan kimia, atau radiasi. Peran jender yang menganggap status wanita yang rendah berakumulasi dengan indikator lain seperti kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban kerja yang berat mengakibatkan wanita juga kekurangan waktu, informasi, untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya (Pinem dan Sahora, 2009; Manuaba, 2009). 7. Kanker Leher Rahim Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Kanker leher rahim (Cervical Cancer) adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama/vagina. Kanker leher rahim merupakan tumor ganas yang timbul dibatasi antara epitel yang melapisi eksoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks. Kesimpulan kanker leher rahim adalah tumor ganas yang timbul pada daerah serviks uterus yang terjadi pada wanita (Sarwono, 1999; Sukardja, 2000; Riono, 2007). Gambar 1.1 Anatomi Kanker Leher Rahim Kanker leher rahim stadium dini seringkali tidak menimbulkan gangguan apapun dan sering belum menimbulkan perubahan yang nyata dari mulut rahim. Namun demikian perlu diperhatikan apabila adanya gejala sebagai berikut : Stadium awal : pada stadium awal kanker leher rahim belum menunjukkan gejala atau cenderung tidak terdeteksi. Stadium I : pada stadium I praktis tidak ada keluhan yang dirasakan, salah satu tanda yang signifikan adalah keluar darah saat berhubungan seksual. Stadium II : pada stadium II gejala yang cenderung timbul dapat berupa : Keputihan yang tidak khas, berlebihan, berbau busuk dan tidak kunjung sembuh, perdarahan spontan, rasa nyeri atau tidak nyaman saat bersenggama. Stadium III : nyeri pada rongga panggul akibat bendungan kanker, nyeri saat berkemih, bengkak pada kaki karena adanya penekanan pembuluh darah balik dan tekanan pada pernafasan, nyeri pada pinggang bagian bawah. Stadium IV : batuk darah, sakit kuning, kencing dan berak darah (Rabe, 2002; Hartanto, 2005; Berek, 2007). Gambar 1.2 Stadium Kanker Leher Rahim Sebab langsung dari kanker leher rahim belum diketahui. Data bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya ialah jarang ditemukan pada perawan (virgin), insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin dari pada yang tidak kawin terutama koitus pertama dialami pada usia amat muda yaitu < 16 tahun. Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan ekonomi rendah (hygiene sexual yang jelek) (Aziz, 2007; Berek, 2007). Aktivitas seksual yang sering berganti pasangan, jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18 dan akhirnya kebiasaan merokok. Diduga pula bahwa ada suatu infektif (Winkjosastro, 1999; Sjamsuddin, 2001). Penyebab paling utama kanker serviks adalah virus anggota famili Papovirida yaitu HPV (Human Papiloma Virus) yang mempunyai diameter 55µm dan virus ini ditularkan secara seksual. HPV mengandung DNA dengan panjang sekitar 8000 pasang basa. ada tiga golongan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker serviks, yaitu : : HPV risiko rendah, yaitu HPV tipe enam dan 11, 46 yang jarang ditemukan pada carsinoma invasive. HPV risiko sedang, yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58. HPV risiko tinggi, yaitu HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe dua dan tiga yang menyebabkan kanker (Fauzi, 2002). Perlu ditekankan bahwa penanganan / therapy hanya boleh dilakukan atas dasar bukti hitopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap Smear, perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks (Winkjosastro, 1999; Sjamsuddin, 2001; DepKes RI, 2011). Patologi kanker leher rahim ialah Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut Squam Columnar Junction (SCJ). Histologik antara epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan Pap Smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari ayre atau cytobrush sikat khusus (Crowin dan Elizabeth, 2000). Pada awal perkembangannya kanker leher rahim tidak memberi tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai portio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh : Eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis, Endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus, Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniser vagina untuk menjadi ulkus yang luas, Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosi) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi (Manuaba, 2003; Erik, 2005; Edianto, 2008; Manuaba). Masuknya mutagen, porsio yang prosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan Nis-I, II, III, KIS (Karsinoma In Situ) untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rerata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara berkesinambungan yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan atau tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenu karsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma (Wiknjosastro, 1999; Diananda, 2007; Datta dan Misha, 2009). Faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim : Karakteristik ibu (Umur : Penderita kanker leher rahim banyak ditemukan pada umur 45-50 tahun yang merupakan masa menopause yaitu masa berhentinya menstruasi, sehingga organ reproduksi pada umur 45-50 tahun mengalami penurunan fungsi. Jarang di temukan pada umur < 20 tahun, wanita yang terdeteksi kanker leher rahim pada usia muda akan lebih mudah rentan terhadap penyesuaian (Llewellyn, 2002; Khasbiyah, 2004). Semakin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran, sebenarnya proses kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi pada seluruh organ tubuh. Semua bagian tubuh mengalami kemunduran, sehingga pada usia lanjut lebih lama kemugkinan jatuh sakit, misalnya terkena sakit/mudah mengalami infeksi). Usia menikah pertama kali (menikah pada usia di bawah 17 tahun diketahui dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada organ kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12-17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali (Andrijono, 2007; Rasjidi, 2007; Fasiah, 2010). Perlu diketahui, ketika sel sedang membelah secara aktif (metaplasi), idealnya tidak terjadi kontak atau rangsangan apapun dari luar, termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan. Adanya benda asing, termasuk alat kelamin lelaki dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah yang abnormal. Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan infeksi dalam rahim. Sel abnormal dalam mulut rahim itu dapat mengakibatkan kanker mulut rahim. Mereka khawatir menghadapi masalah keluarga yang berkaitan dengan fungsi reproduksi, dan mereka khawatir akan kekambuhan. Sedangkan bagi wanita usia lanjut mereka khawatir mengenai apakah mempunyai sumber keuangan untuk membayar biaya perawatan dan pengobatan) (Rayburn, 2001; Erik, 2005). Paritas (kanker leher rahim sering didapatkan pada wanita yang jumlah paritasnya banyak, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat. Bagi ibu yang mempunyai banyak anak dapat mempengaruhi kesehatan ibu. Ibu yang melahirkan lebih dari lima anak resiko tejadi kanker leher rahim sangat tinggi karena ibu yang melahirkan melalui jalan lahir lebih dari lima kali kemungkinan besar sebagai pintu masuk bagi kuman penyakit. Masuknya kuman penyakit dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain terjadinya kanker leher rahim, jika jumlah anak yang dilahirkan pervaginam banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim yang dapat berkembang menjadi keganasan (Manuaba, 1999; Khasbiyah. 2004; Triaseka, 2007). Sikap dan aksi individu dalam aktivitas, sebab individu yang beraktifitas adalah interaksi dengan lingkunganya berpengaruh terhadap keputusan dan kemauan ibu yang menderita kanker leher rahim untuk senantiasa selalu memeriksakan penyakitnya. Sebaliknya bila ibu mempunyai pengetahuan yang rendah, tingkat kesadaran akan memeriksakan diri sehingga hal ini akan dapat memperparah keadaan penderita yang mengalami penyakit kanker leher rahim (Mamik dan Wibowo, 2000; Nuriawati, 2005). Pekerjaan ibu atau suatu aktivitas yang dilakukan ibu dapat juga sebagai penyebab kanker leher rahim. Pada wanita malam resiko tinggi dia terkena kanker leher rahim sangat besar yang disebabkan karena mitra seksual pada ibu tersebut berganti, mitra seksual yang banyak merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kanker leher rahim (Herman, 2003; Khasbiyah, 2004; Andrijono, 2005). Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia. Faktor risiko tersebut adalah : Perilaku seksual (berdasarkan studi epidemiologi kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seksual dan usia saat melakukan hubungan seksual yang pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seksual sebanyak enam atau lebih, atau bila hubungan seksual pertama di bawah umur 15 tahun) (Berek, 2007; Datta dan Mish, 2009). Hygiene seksual yang jelek (hygiene sex yang jelek terutama pada daerah kemaluan juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan sel abnormal pada mulut rahim. Hindari terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik karena cuci vagina dapat menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi ini akan merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menjadi kanker) (Muchlis, 2000; Aziz dan Farid, 2002; Khasbiyah, 2004). Kontrasepsi (kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral / pil yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral / pil ini mengandung estrogen dan progesteron, salah satu dari hormon tersebut yaitu estrogen dapat menyebabkan efek yang kurang menguntungkan salah satunya yaitu terjadinya karsinoma/keganasan pada alat reproduksi wanita yaitu pada serviks). Merokok (tembakau mengandung bahan karsinogen yang merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks (Rasjidi, 2009; Lestadi dan Julisar, 2009). Nikotin dalam rokok tersebut masuk dalam lendir yang menutup leher rahim, sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher rahim terhadap perubahan abnormal) (Karen, 2003; Riono, 2007). Selain perilaku sexual, hygiene seksual yang jelek, kontrasepsi dan merokok, Nutrisi sangat mempengaruhi faktor risiko kanker leher rahim. Banyak sayur dan buah mengandung bahan antioksidant dan berkhasiat mencegah kanker misal advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat (Soekerjo, 2000; Triaseka, 2007). Beberapa penelitian membuktikan ternyata defisiensi terhadap asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta carotine/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, C dan beta carotine mempunyai khasiat sebagai antioksidant yang kuat. Oksidant dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk dari radikal bebas akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, biji-bijian dan kacangkacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayuran dan buah. Kekurangan vitamin merupakan faktor risiko terjadinya perubahan sel abnormal pada mulut rahim. Beta karoten, vitamin C, dan asam folat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa di serviks. Jika kekurangan, maka sel mukosa pada mulut rahim dapat berubah sifat dan memicu kanker (Ramli, et al, 2000; Ningky, 2001). Penyebaran pada umumnya secara limphoen melalui pembuluh getah bening menuju tiga arah, yaitu : Ke arah fornises dan dinding vagina, ke arah korpus uterus, ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut. Menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar illiaka luar dan kelenjar illiaka dalam (hipogastrika) (Rayburn, 2001; Rasjidi I, 2007). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja, tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi < satu mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat > satu mm dari membrana basalis, atau < satu mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin tidak menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinik belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB occult) (Rabe, 2002; Edianto, 2008). Sesudah tumor invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju formases vagina korpus uterus, rektum dan kandung kemih yang pada tingkat akhir (terminal stage) dalam menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar illiat, obtutor, hipogastrika, prasakral, pra aorta (Pendit dan Putu Laxman, 2001). Secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subtelavia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang dan otak. Biasanya penderita sudah terlebih dahulu disebabkan oleh perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di empat ureter masuk ke dalam kandung kemih (Hacker dan Moore, 2001; Nuriawati. 2005). Berikut adalah Stadium Kanker Leher Rahim Secara Klinik : Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim No. Stadium Keterangan Sel kanker masih diselaput lendir serviks (karsinoma in-situ) 1. 0 2. IB Kanker masih terbatas didalam jaringan serviks dan belum menyebar ke badan rahim Karsinoma yang didiagnosa baru hanya secara mikroskop dan belum menunjukkan kelainan atau keluhan klinik Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan dalam < 3 mm, serta ukuran besar tumor < 7 mm Kanker sudah menyebar lebih dalam > 3 mm-5 mm dengan leher : 7 mm Ukuran kanker sudah 7 dari IA2 IB1 Ukuran tumor : 4 cm IB2 Ukuran tumor > 4 cm I IA IA1 IA2 3. 4. IIA Kanker sudah menyebab keluar jaringan serviks tetapi belum mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar ke vagina tetapi masih terbatas pada 1/3 atas vagina Tumor jelas belum menyebar kesekitar uterus IIB Tumor jelas sudah menyebar kesekitar uterus III Kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan sudah mengenai jaringan vagina lebih dari 1/3 bawah. Bisa juga penderita sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan anseni (hidroneprosis) dan mengalami gangguan fungsi ginjal II 5. IIIA Kanker sudah menginvasi dinding panggul IIIB Kanker menyerang dinding panggul disertai gangguan fungsi ginjal dan / atau hidronephrosis Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik sudah terlihat tanda invasi kanker ke selaput lendir kandung kencing dan / atau rektum Sel kanker menyebar pada alat/organ yang dekat dengan serviks Kanker sudah menyebar pada alat/organ yang jauh dari serviks IV IV A IVB (Sumber : Yatim, 2005) Gambaran klinik dan diagnosis kanker leher rahim adalah keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang terjadi segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks 75%-80% (Sarwono, 1999; Noor, 2003). Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik untuk lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksifitif. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak menjalani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause), biasanya mengidap penyakit kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat bergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibola, memaksa mereka untuk datang ke dokter (Soekerjo, 2000; Rasjidi, 2009). Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang, rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF : Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total (Harahap, 1997; Hidayati, 2001; Triaseka. 2007). Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endoserviks yang positif tidak boleh dianggap pasti. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologik dari jaringan yang diperoleh dengan melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan histologik memuaskan, biopsi harus terarah (targeted biopsy). Seyogyanya dengan bimbingan kolposkopi bila sarana memungkinkan, secara sederhana ternyata yang memadai, dapat dikerjakan dengan sebelumnya memulas portio dengan larutan lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium) dengan jaringan portio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap iodium). Kemudian jaringan direndam dengan larutan formalin 10% untuk dikirim ke laboratorium anatomi (Crowin dan Elizabeth, 2000; Aziz dan Farid, 2002). Perlu disadari mengerjakan biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian nekrotik. Pada tingkat klinik 0, Ia, Ib, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (ECC : End Cervical Curretage) atau konikasi serviks (Mamik dan Wibowo. 2000; Cunningham, 2006). Deteksi dini kanker leher rahim adalah upaya yang dilakukan untuk memeriksa keadaan leher rahim sedini mungkin sehingga keadaan leher rahim dapat diketahui lebih awal dan apabila terdapat kelainan dapat diatasi sesegera mungkin. Kanker serviks (leher rahim) pendeteksian dilakukan dengan Pap Smear dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) (Muchlis, 2000; Fauzi, 2002; Edianto, 2008). Pap Smear (Tes Pap Smear adalah upaya pengambilan cairan dari vagina untuk meneliti apakah terlihat kelainan sel di sekitar leher rahim. Teknis pengambilan sapuan bisa digambarkan sebagai berikut : dengan menggunakan spatula atau sejenis sikat halus, lendir leher rahim diambil oleh dokter atau bidan untuk dioleskan dan difikisasi (dilekatkan) pada kaca benda. Kemudian dengan menggunakan mikroskop, seorang ahli sitologi akan menguji sel rahim itu) (Nuranna L, 1992; Lestadi dan Julisar, 2009; Datta dan Mish. 2009). Gambar 1.3 Pemeriksaan Pap Smears Persiapan sebelum melakukan tes Pap Smear : Laporkan jika anda menggunakan pil KB atau preparat hormon wanita. Sebaiknya tidak melakukan hubungan suami istri 48 jam sebelum pengambilan lendir leher rahim.Perhatikan adanya kelainan, terutama pada sekitar vagina, seperti gatal, keputihan.Waktu yang paling baik bagi pengambilan lendir adalah dua minggu setelah haid selesai (agar bersih dari bercak darah). Jangan menggunakan pembasuh antiseptik disekitar vagina selama 72 jam sebelum pengambilan (Suwiyoga, 2006. Riono, 2007; Diananda, 2007). Prosedur pemeriksaan (Usahakan otot vagina rileks, sehingga saat pengambilan lendir dapat terambil cukup dan tepat untuk pemeriksaan) : Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihat kemudian dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel selanjutnya Spatel dioleskan keobyek glas, kemudian diperiksa dengan mikroskop.Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan dengan citobrush, lalu dimasukkan ke dalam cairan fiksasi, dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan miroskop. Hasilnya jika negatif : tidak ditemukan sel yang berbahaya, dan jika displasia : ditemukan sel yang menunjukkan perubahan sifat yang dapat mengarah keganasan, untuk itu perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi. Bila hasilnya positif : ditemukan sel ganas, harus dilakukan biopsi untuk memastikan diagnosa (Sjamsudin, 2000; Rabe, 2002; Edianto, 2008.). IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), IVA merupakan metode deteksi atau pemindahan lesi (luka) prakanker sederhana dengan menyemprotkan asam asetat 5% ke permukaan leher rahim. Teknik ini sederhana dan murah dari 90% spesifitasnya sekitar 40%. Metode ini hanya diperlukan waktu sekitar 2 menit dan lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Persiapan sebelum melakukan tes IVA, yaitu : a) Menanyakan pasien jenis alat kontrasepsi yang dipakai. b) Sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama 48 jam sebelum pemeriksaan. c) Memeriksa adanya kelainan terutama sekitar vagina. d) Jangan menggunakan pembasuh antiseptic disekitar vagina. e) Waktu yang paling baik adalah dua minggu setelah haid (bersih dari bercak darah). Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, yaitu : pertama buka vagina dengan menggunakan spekulum agar serviks terlihat kemudian permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, selanjutnya erhatikan permukaan serviks (Harahap dan Ruslan, 1997; Fauzi, 2002; Erik, 2005). Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Hasil tes IVA yang terlihat adalah perubahan warna dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Hal itu, bisa dimatikan atau dihilangkan dan dibekukan. Sehingga penyakit kanker yang disebabkan itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh lain (Noor, 2003; Rasjidi, 2007). Metode pengobatan kanker leher rahim adalah sebagai berikut :Stadium I : dilakukan operasi konisasi/pembedahan kanker seringkali diangkat dengan bantuan pisau bedah atau melalui LEEP (Loop Clectrosurgical Excision Procedure). Bila penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Stadium II : dilakukan terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul (Llewellyn, 2002; Andrijono, 2005; Diananda. 2007). Ada dua macam radioterapi : (Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di Rumah Sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak lima hari/minggu selama lima sampai dengan enam minggu. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat didalam sebuah kapsul yang dimasukkan langsung ke dalam serviks). Stadium III : dilakukan kemoterapi dengan memberikan obat melalui intravena ataupun melalui mulut untuk membunuh sel kanker. Stadium IV : dilakukan terapi biologis dengan menggunakan zat seperti interferm, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi (Wim, 2004; Rustam. 2005; Lestadi dan Julisar, 2009). B. Instrumen Penelitian 1. Variabel (X1) Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner. Tabel 2.4 Blue Print Kuesioner Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran sebagai berikut : No. 1. Variabel Sikap Remaja tentang Perilaku Berpacaran Indikator Abstinence Standar Ganda 3. Permissive wiht affection 4. Permissive without affection Total Soal 1. 2. No. item 1-3 4-6 Jumlah 3 3 7-9 3 10-12 3 12 2. Variabel (X2) Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner. Tabel 2.5 Blue Print Kuesioner Pengetahuan Kesehatan Reproduksi sebagai berikut : No Variabel Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Indikator 1.pengertian kanker leher rahim 2. aspek yang mempengaruhi kejadian kanker leher rahim 3.tanda-tanda terjadinya penyakit kanker leher rahim 4.seberapa penting pemeriksaan dini kepada tenaga kesehatan terkait dengan kejadian kanker No. Item 1-4 Jumlah 4 5-7 3 8-10 3 11-14 4 leher rahim 5.manfaat pemeriksaan pap smear 6.faktor yang mempengaruhi cepat berkembangnya penyakit kanker leher rahim dari kepada stadium berikutnya. Total Soal 15-17 3 18-20 3 20 3. Variabel (Y) Kejadian Kanker Leher Rahim dalam penelitian ini menggunakan adalah ditentukan atau didiagnosa dengan pemeriksaan sistopatologi setelah biopsi. Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis serta skala datanya adalah nominal. Kriterianya adalah ibu yang tidak menderita kanker leher rahim diberi kode 1 dan ibu yang menderita kanker leher rahim diberi kode 2. LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : LIDIA WIDIA. SST NIM : S541208047 Adalah mahasiswa Program Studi Magister Kedokteran Keluarga (MKK) Universitas Sebelas Maret Surakarta yang akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran dan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Kanker Leher Rahim“. Dengan ini saya mengharapkan kesediaan anda sekalian untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi kuesioner. Setiap pertanyaan yang ada dalam kuesioner memiliki satu jawaban dan jawaban yang anda berikan tidak ada yang salah sepanjang mencerminkan keadaan anda yang sebenarnya bukanlah apa yang anda pikirkan. Jawaban yang anda berikan dijamin kerahasiannya dan hanya dipergunakan sebagai penelitian. Demikian permohonan ini saya sampaikan. Atas perhatian dan partisipasi anda dalam membantu kelancaran penelitian ini saya ucapkan terima kasih. Surakarta, Juni 2013 Peneliti ( Lidia Widia. SST ) Lampiran 2 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :………………………………………………………… Umur /tanggal lahir :………………………………………………………… Pekerjaan : ...................................................................................... Alamat :………………………………………………………… …………………………………………………………. Menyatakan bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian yang akan dilakukan oleh Lidia Widia.SST, mahasisiwi dari Program Studi Magister Kedokteran Keluarga (MKK) Universitas Sebelas Maret Surakarta. Demikian pernyataan ini saya tanda tangani untuk dapat dipergunakan seperlunya dan apabila dikemudian hari terdapat perubahan/keberatan saya, maka saya dapat mengajukan kembali hal keberatan tersebut. Surakarta, Juni 2013 Responden (…………………………..............) Lampiran 3 HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM Nama Alamat Umur : : : No. Responden: Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan memberikan tanda (X) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda, menyangkut beberapa sikap anda terhadap perilaku berpacaran. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan memberikan tanda (X) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda, menyangkut beberapa sikap anda terhadap perilaku berpacaran. 1. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah. a. Setuju b. Tidak setuju 2. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika dia jatuh cinta. a. Setuju b. Tidak setuju 3. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat terhadap pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju 4. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju 5. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah. a. Setuju b. Tidak setuju 6. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika dia jatuh cinta. a. Setuju b. Tidak setuju 7. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk laki-laki sebelum menikah, ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat terhadap pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju 8. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk laki-laki sebelum menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju 9. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah. a. Setuju b. Tidak setuju 10. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki, sebelum menikah ketika dia jatuh cinta. a. Setuju b. Tidak setuju 11. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat bagi pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju 12. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi pasangannya. a. Setuju b. Tidak setuju Lampiran 4 HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM Nama Alamat Umur : : : No. Responden: Apakah anda pernah memperoleh informasi tentang kanker leher rahim? Ya Tidak Petunjuk pengisian kuesioner Pada kolom pernyataan telah disediakan dua alterntif jawaban yang anda pilih, yaitu : B : Benar, apabila menuut anda pernyataan tersebut benar S : Salah, apabila menurut anda pernyataan tersebut salah. Berika tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan jawaban anda. No PERNYATAAN 1. Kanker serviks sama dengan tumor ganas pada leher rahim. 2. Kanker serviks adalah kanker yang paling banyak menyerang wanita B S 3. Gejala awal pada ibu yang menderita kanker leher rahim adalah keluarnya darah pada waktu senggama. 4. Keputihan merupakan salah satu tanda dari kanker serviks 5. Wanita yang ibunya menderita kanker leher rahim pasti wanita tersebut juga akan menderita kanker leher rahim. 6. Wanita yang melakukan hubungan suami istri dengan banyak pria (berganti-ganti pasangan) akan beresiko mendapat kanker leher rahim 7. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim adalah hubungan suami istri pada usia muda, banyak anak dan kebersihan alat kelamin. 8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang lama akan beresiko mendapat kanker serviks 9. Perjalanan kanker leher rahim dari normal sampai proses invasif memerlukan waktu 10-20 tahun 10. Perkembangan kanker serviks dari displasia berat sampai menjadi karsinoma in situ (KIS) memerlukan waktu yang sangat panjang yaitu lebih dari 1 tahun 11. Kanker leher rahim tidak dapat menjalar ke alat untuk buang air kecil karena tempatnya agak jauh. 61 No PERNYATAAN 12. Kanker leher rahim yang sudah parah tidak dapat melakukan hubungan suami istri karena sudah menjalar ke vagina 13. Memakan makanan yang berwarna hijau misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan dapat mencegah terjadinya kanker 14. Tidak menikah pada usia muda dapat menghindari faktor resiko kanker serviks. 15. Suami di khitan dapat mencegah kanker leher rahim 16. Pap smear adalah suatu alat tes yang dapat mendeteksi kanker leher rahim 17. Pemeriksaan pap smear berguna untuk menemukan sel-sel abnormal kanker. 18. Pap smear dapat dilakukan setiap saat sesuai kesempatan dan kemauan ibu-ibu 19. Pap smear sebaiknya dilakukan oleh ibu-ibu yang berumur 25 tahun keatas yang sudah kawin atau yang telah melakukan hubungan seksual 20. Pap smear dapat dilakukan di Puskesmas B S 62 Lampiran 5 HASIL ANALISIS DATA INSTRUMEN UNTUK VARIABEL SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DENGAN HASIL UJI ITEMAN Jumlah butir soal yang valid adalah 7 soal dari jumlah 12 butir soal Jumlah butir soal yang tidak valid adalah 5 soal yaitu soal no 1, 5, 9, 11 dan 12 Reabilitas insrument sebesar -5.299 ini berarti instrument tersebut tidak layak digunakan karena batas minimal kelayakan 0,6. 63 Lampiran 6 HASIL ANALISIS DATA INSTRUMEN UNTUK VARIABEL PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN HASIL UJI ITEMAN Jumlah butir soal yang valid adalah 14 soal dari jumlah 20 butir soal Jumlah butir soal yang tidak valid adalah 6 soal yaitu soal no 6, 7, 13, 14, 17 dan 18 Reabilitas insrument sebesar -0.287 ini berarti instrument tersebut tidak layak digunakan karena batas minimal kelayakan 0,6. 64