tugas fix loh

advertisement
HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN
DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN
KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM
Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kulyah
Penilaian Dalam Proses Pembelajaran
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
(Dosen: Prof. Akhyar)
Disusun Oleh:
Lidia Widia
S541208047
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA
PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN JALUR PARALEL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas validitas intrumen dengan
menggunakan iteman ini dapat diselesaikan.
Penyusunan tugas validitas intrumen dengan menggunakan iteman ini
disesuaikan berkaitan dengan Penilaian Dalam Proses Pembelajaran dari sumbersumber yang didapat, sehingga mudah dipahami.
Dalam penyusunan teori variabel dan untuk menentukan indikator butir
soal ini tidak lepas dari berbagai macam sumber mulai dari buku dan jurnal
internasional untuk menyempurnakan isi tugas validitas intrumen dengan
menggunakan iteman ini. Semoga tugas validitas intrumen dengan menggunakan
iteman ini sangat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi teman-teman tenaga
pendidik, baik pendidik bidang kesehatan atau yang lainnya khususnya pada
Penilaian Dalam Proses Pembelajaran.
Surakarta, Juni 2013
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
…………………………...……………
i
KATA PENGANTAR
……………………………...…………
ii
DAFTAR ISI
……………………………………...…
iii
BAB I
A.
PEMBAHASAN
Tinjauan Pustaka..............................................................................
4
1. Sikap..............................................................................................
4
2. Remaja .......................................................................................... 12
3. Pacaran .......................................................................................... 20
4. Pengetahuan .................................................................................. 26
5. Kesehatan Reproduksi Wanita ...................................................... 32
6. Kanker Leher Rahim. .................................................................... 37
B.
Instrument Penelitian. ....................................................................... 54
LAMPIRAN ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Sikap
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), sikap sebagai kecenderungan
merespons sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak
mendukung dengan memperhatikan suatu objek tertentu, dengan
demikian dalam sikap sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan
sebagainya).
Menurut Robbins (2008: 92), bahwa sikap (attitude) merupakan
pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa.
Menurut Riva’i (2003: 246) bahwa sikap adalah suatu kesiapan
untuk menanggapi suatu kerangka yang utuh untuk menetapkan
keyakinan atau pendapat yang khas serta sikap juga pernyataan
evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
mengenai objek, orang atau peristiwa, dengan demikian, sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
atau merespon rangsangan/objek tertentu atau dengan kata lain sikap
merupakan kecenderungan seseorang untuk merasa dan bertindak
sebagai bentuk respon dari rangsangan atau objek tertentu yang ada di
sekitarnya. Jadi sikap belum merupakan suatu tindakan/aktivitas, akan
tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku.
Menurut Luthans (2006: 236), pada dasarnya sikap ditandai dengan
tiga cara yaitu :
a. Sikap cenderung bertahan kecuali ada sesuatu yang dapat dilakukan
untuk mengubahnya.
b. Sikap dapat mencakup rangkaian dari yang sangat disukai sampai
yang sangat tidak disukai.
c. Sikap diarahkan pada beberapa objek dimana orang memiliki
perasaan (kadang-kadang disebut pengaruh) dan kepercayaan.
1) Komponen Sikap
Azwar (2005) menyatakan bahwa komponen sikap terdiri dari tiga
komponen yang saling menunjang yaitu :
a. Komponen Afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang
berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau
sesuatu baik yang positif maupun negatif dan banyak dipengaruhi oleh
apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek
tersebut.
b. Komponen
Kognitif
(komponen
perseptual) yaitu
sikap
yang
mengandung pemikiran atau kepercayaan seseorang atau sesuatu
objek dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan),
pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain.
c. Komponen psikomotorik (komponen perilaku) yaitu sikap yang
terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya yang berkaitan
dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek
sikap yang dihadapinya.
Lebih lanjut Luthans (2006: 238) menyatakan bahwa dari tiga
komponen sikap tersebut, hanya perilaku yang dapat diamati secara
langsung, sedangkan dua komponen lainnya yaitu emosi dan informasi
tidak dapat diamati akan tetapi hanya dapat diduga.
Sikap terbentuk dari adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis yang
ada di sekelilingnya. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media
massa, institusi pendidikan maupun lembaga agama. Dengan perkataan
lain, sikap merupakan perubahan yang meniru perilaku orang lain karena
orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya (Azwar, 2005).
2) Fungsi Sikap
Sikap memiliki fungsi sebagaimana disebutkan dalam Luthans (2006:
238) diantaranya adalah :
a. Fungsi penyesuaian
Sikap sering membantu orang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan meminimalisir adanya ketidaksesuaian.
b. Fungsi pertahanan ego
Sikap membantu seseorang menyesuaikan diri dan sikap juga
membantu mereka mempertahankan citra diri.
c. Fungsi mengekspresikan nilai
Sikap memberikan dasar pengekspresian nilai individu.
d. Fungsi pengetahuan
Sikap membantu menyediakan standar dan kerangka referensi yang
memungkinkan orang untuk mengelola dan menjelaskan dunia di
sekitarnya. Sikap biasanya memiliki dua arah kecenderungan yaitu
positif dan negatif. Sikap yang positif mampu menggerakkan seseorang
untuk mendukung suatu objek, situasi atau kondisi yang berlaku di
sekitarnya, begitu juga sebaliknya apabila sikap cenderung negatif
maka akan menggerakkan seseorang untuk menentang objek, situasi
atau kondisi yang ada. Untuk itu harus dilakukan upaya untuk
mengubah sikap yang negatif tersebut ke arah yang positif. Luthans
(2006: 241) mengatakan bahwa untuk mengubah sikap negatif salah
satu yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan informasi yang
cukup kepada seseorang yang memiliki sikap negatif.
3) Skala Sikap
Adapun berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian
pendidikan antara lain adalah:
a. Skala likert
Skala Likert adalah skala yang dipergunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai
suatu gejala atau fenomena pendidikan. Jawaban setiap item instrumen
yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:
a.
Sangat baik
b. Baik
1)
Sangat setuju
a) Selalu
2)
Setuju
b) Sering
c.
Ragu-ragu
3)
Ragu-ragu
c) Ragu-ragu
d. Tidak baik
4)
Tidak setuju
d) Kadang-kadang
5)
Sangat
e) Tidak pernah
e.
Sangat
tidak
baik
tidak
setuju
Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat
dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.
1) Contoh bentuk checklist:
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapatanda,
dengan member
No
kolom yang tersedia.
Pertanyaan
Jawaban
SS
1
ST
RG
TS
STS
Sekolah ini akan menggunakan
2
teknologi
informasi
pelayanan
administrasi
dalam
dan
akademik
.................................
C
2) Contoh bentuk pilihan ganda
Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai
dengan pendapat anda, dengan cara memberi tangda silang pada nomor
jawaban yang tersedia.
Kurikulum baru 2013 akan segera diterapkan di lembaga pendidikan
anda?
a) Sangat tidak setuju
b) Tidak setuju
c) Ragu-ragu
d) Setuju
e) Sangat setuju
b. Skala guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas,
yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak”; “positif-negatif” dan lainlain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi
(dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval,
dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada skala
guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” dan “tidak setuju”.
Pennelitian
menggunakan
skala
guttman
dilakukan
bila
ingin
mmendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang
ditanyakan.
Skala guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga
dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi
satu dan terrendah nol. Misal untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak
setuju diberi skor 0.
1) Contoh:
Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala Sekolah di
sini?
a) Setuju
b) Tidak setuju
c. Semantic defferensial
Skala
pengukuran
yang
berbentuk Semantic
defferensial
dikembangkan olleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur
sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya”
terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak
di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data
interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau
karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
1) Contoh: Nilai gaya kepemimpinan Kepala Sekolah
a) Bersahabat
5
4
3
2
1 Tidak bersahabat
b) Tepat janji
5
4
3
2
1 Lupa janji
c) Bersaudara
5
4
3
2
1 Memusuhi
d) Memberi pujian 5
4
3
2
1 Mencela
e) Mempercayai
4
3
2
1 Mendominasi
5
Responden yang memberi penilaian dengan angka lima, berarti
persepsi responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat positif, sedang
bila memberi jawaban pada angka tiga, berarti netral, dan memberi
jawaban pada angka satu, maka persepsi responden terhadap Kepala
Sekolah sangat negatif.
d. Rating scale
Data skala yang diperoleh melalui tiga macam skala yang
dikemukakan di atas adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda
dengan rating scale, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka)
yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Seperti halnya
skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih salah satu
jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Rating scale lebih fleksibel,
tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan untuk
mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala
untuk mengukur status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan
lain-lain. Dalam rating scale, yang paling penting adalah kemampuan
menterjemahkan alternatif jawaban yang dipilih responden. Misalnya
responden memilih jawaban angka dua, tetapi angka dua oleh orang
tertentu belum tentu sama dengan angka dua bagi orang lain yang juga
memiliki jawaban angka dua.
1) Contoh:
Seberapa baik ruang kelas di sekolah C?
Berilah jawaban dengan angka:
4
Bila tata ruang itu sangat baik
3
Bila tata ruang itu cukup baik
2
Bila tata ruang itu kurang baik
1
Bila tata ruang itu sangat tidak baik
Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
No.
Pernyataan tentang tata ruang kelas
Interval jawaban
Item
1.
Penataan
meja
murid
sehingga komunikasi lancar
dan
guru 4
3
2
1
2.
Pencahayaan alam tiap ruang
4
3.
Kebersihan ruangan
3
3
2
3
2
1
1
2. Konsep Remaja
1) Pengertian remaja
Remaja adalah Suatu tahap perkembangan antara masa anakanak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik
umum serta perkembangan kognitif dan sosial (Desmita, 2008).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik, emosi dan psikis (Widyastuti, 2009).
2) Batasan usia remaja
WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Perserikatan bangsa-bangsa
(PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia remaja
(Sanderowitz & Paxman, 1985).
Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB
tentang remaja adalah kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan dalam
sensus penduduk 1980.
3) Pertumbuhan Fisik Remaja
a. Perubahan dalam tinggi dan berat
Tinggi rata-rata anak perempuan pada usia 12 tahun adalah
sekitar 60 inci. Tetapi pada usia 18 tahun , tinggi rata-rata remaja
perempuan hanya 64 inci Selain itu, percepatan pertumbuhan badan
juga terjadi dalam penambahan berat badan, yaitu 10 kilogram bagi
anak-anak perempuan. Meskipun berat badan juga mengalami
peningkatan selama masa remaja, namun ia lebih mudah dipengaruhi
oleh diet, latihan, dan gaya hidup umumnya (Desmita, 2008).
b. Perubahan dalam proporsi tubuh
Seiring dengan pertambahan tinggi dan berat badan,
percepatan pertumbuhan selam masa remaja juga terjadi pada
proporsi tubuh. Perubahan proporsi tubuh terlihat dari pertumbuhan
tangan dan kaki, ciri wajah, seperti dahi yang semula sempit
sekarang menjadi lebih luas, mulut lebar, dan bibir menjadi lebih
penuh (Desmita, 2008).
c. Perubahan pubertas
1) Perubahan ciri seks primer
Perubahan ciri seks primer adalah perubahan menunjuk
pada organ tubuh secara langsung berhubungan dengan proses
reproduksi (Desmita, 2008).
2) Perubahan ciri seks sekunder
a. Pengertian perubahan ciri seks sekunder
Perubahan ciri seks sekunder adalah perubahan
menunjuk pada tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung
berhubungan dengan proses reproduksi (Desmita, 2008).
4) Perkembangan Remaja
Menurut Ali (2008), perkembangan remaja, antara lain:
a.
Perkembangan intelek
Pada masa ini remaja telah mampu mewujudkan suatu
keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil berpikir
logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang
sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
b.
Perkembangan kreativitas
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan
perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya
merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Perkembangan
kreativitas remaja berada pada posisi seiring dengan tahapan
operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, sedang
berada pada tahap amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
c.
Perkembangan emosi
Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi
yang
berkobar-kobar,
sedangkan
pengendalian
diri
belum
sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman,
tidak tenang dan khawatir kesepian. Pada tahap praremaja, mudah
tersinggung, cengeng, cepat merasa senang atau bahkan meledakledak; pada tahap remaja awal, kontrol terhadap diri bertambah
sulit dan cepat marah, mengalami kesukaran dalam menyesuaikan
diri sehingga cenderung menyendiri; pada remaja tengah,
membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar,
baik dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka sendiri;
pada tahap remaja akhir, mulai mampu menunjukkan pemikiran,
sikap, perilaku yang semakin dewasa, emosinya mulai stabil.
d.
Perkembangan bakat khusus
Remaja memiliki bakat yang berbeda pada setiap individu.
Bakat khusus yang dimiliki remaja antara lain, bakat untuk bekerja
dalam angka-angka, logika bahasa, dalam bidang kreatif-produktif,
seperti menciptakan sesuatu yang baru; bakat dalam bidang seni,
seperti
menciptakan
musik;
bakat
dalam
kinestetik
atau
psikomotorik, seperti oleh raga; bakat dalam bidang sosial, seperti
koneksi, berkomunikasi, kepemimpinan.
e.
Perkembangan hubungan sosial
Karakteristik hubungan sosial remaja yaitu berkembangnya
kesadaran akan kesunyian dan dorongan pergaulan, adanya upaya
memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya ketertarikan pada lawan
jenis, mulai tampak kecenderungan untuk memilih karier tertentu.
f.
Perkembangan kemandirian
Perkembangan kemandirian pada remaja, menyebar pada
tingkat sadar diri, tingkat saksama, tingkat individualistis, tingkat
mandiri. Pada tingkat mandiri, remaja telah memiliki pandangan
hidup sebagai suatu keseluruhan, bersikap obyektif dan realistis,
mampu mengintergrasikan nilai-nilai yang bertentangan, ada
keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri, menghargai
kemandirian orang lain, sadar akan adanya saling ketergantungan,
mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh kayakinan
dan keceriaan.
g.
Perkembangan bahasa
Karakteristik perkembangan bahasa remaja telah mencapai
tahap kompetensi lengkap.
h.
Perkembangan nilai, moral dan sikap
Masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan
berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk
menemukan jati dirinya, maka masa remaja menjadi suatu periode
yang penting dalam pembentukan nilai. Remaja sudah merasakan
pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang
sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk dalam
mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri
menuju kepribadian yang matang.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral
remaja yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu
memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis, maka
pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat pada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber
moral yang menjadi dasar hidup mereka. Hal ini dicirikan dengan
mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban. Perubahan sikap yang
mencolok sebagai karakter remaja adalah sikap menentang nilainilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya.
5) Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Remaja
Menurut Widyastuti (2009), faktor yang mempengaruhi kesehatan
remaja, antara lain:
a. Masalah gizi
1) Anemia dan kurang gizi kronis;
2) Pertumbuhan yang terhambat pada remaja puteri.
b. Masalah pendidikan
1) Buta huruf;
2) Pendidikan rendah.
c. Masalah Lingkungan dan Pekerjaan
1) Lingkungan dan suasana yang kurang memperhatikan kesehatan
remaja dan bekerja yang akan mengganggu kesehatan remaja;
2) Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan
merusak kesehatan fisik, mental dan emosional remaja.
d. Masalah Seks dan Seksualitas
1) Pengetahuan yang tidak lengkap tentang masalah seksualitas;
2) Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang
berkaitan dengan seksualitas;
3) Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA yang mengarah pada
penularan HIV/ AIDS;
4) Penyalahgunaan seksual;
5) Kehamilan remaja;
6) Kehamilan pra nikah atau di luar ikatan pernikahan
e. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
1) Ketidakmatangan secara fisik dan mental;
2) Risiko komplikasi dan kematian ibu dan janin lebih besar;
3) Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri;
4) Risiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman
3. Konsep Perilaku
1. Pengertian
Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses
dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks
sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau
tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.
Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu
peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas
bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang
belum menikah dan berlainan jenis).
2. Jenis Respon
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa
perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus) dan tanggapan (respon). (Menurut (Notoadmodjo) (2003)
untuk respon dibedakan menjadi dua :
a. (Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang
ditimbulkan relatif tetap .
b. (Operant response (atau( instrument (reflexive, adalah respon yang
timbul dan berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini
bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan
3. Bentuk Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua , yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain
Dalam hal ini perilaku masih terselubung atau covert behavior.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi serta
lingkungan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dari
Notoatmojo :
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan
sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
4. Konsep Pacaran
1. Pengertian Pacaran
Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan
suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian
aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain akan tetapi
menurut Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah
proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam
konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau
tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.
Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu
peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas
bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang
belum menikah dan berlainan jenis) dan menurut Reiss (dalam Duvall
& Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang
diwarnai keintiman.
Berdasarkan
berbagai
macam
pernyataan
di
atas,
dapat
disimpulkan bahwa pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang
diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan
diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum
menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian
antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
2. Karakteristik Pacaran
Pacaran merupakan fenomena yang relatif baru, sistem ini baru
muncul setelah perang dunia pertama terjadi. Hubungan pria dan wanita
sebelum munculnya pacaran dilakukan secara formal, dimana pria
datang mengunjungi pihak wanita dan keluarganya (dalam DeGenova
& Rice, 2005) akan tetapi menurut DeGenova & Rice (2005), proses
pacaran mulai muncul sejak pernikahan mulai menjadi keputusan secara
individual dibandingkan keluarga dan sejak adanya rasa cinta dan saling
ketertarikan satu sama lain antara pria dan wanita mulai menjadi dasar
utama seseorang untuk menikah.
Pacaran saat ini telah banyak berubah dibandingkan dengan
pacaran pada masa lalu. Hal ini disebabkan telah berkurangnya tekanan
dan orientasi untuk menikah pada pasangan yang berpacaran saat ini
dibandingkan sebagaimana budaya pacaran pada masa lalu (dalam
DeGenova & Rice, 2005).
Menurut Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa
pada saat seorang individu menjalin hubungan pacaran, mereka akan
menunjukkan beberapa tingkah laku seperti memikirkan sang kekasih,
menginginkan untuk sebanyak mungkin menghabiskan waktu dengan
kekasih dan sering menjadi tidak realistis terhadap penilaian mengenai
kekasih kita. Menurut Bowman & Spanier (1978), pacaran terkadang
memunculkan banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri
pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini disebabkan karena dalam
pacaran baik pria maupun wanita berusaha untuk selalu menampilkan
perilaku yang terbaik di hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan
mempengaruhi standar penilaian seseorang terhadap pasangannya
setelah menikah.
3. Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam
menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut
dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan
hubungan pacaran yang dijalani.
Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
a. Saling Percaya (Trust each other)
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah
suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan
ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang
sedang dilakukan oleh pasangannya.
b. Komunikasi (Communicate your self)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan
yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996)
menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang
bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
c. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan
(Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas
pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan
rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari
keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki
keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-
kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau
email.
d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih
merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan
sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya
berakhir. Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan
hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih
terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
4. Model Pacaran
Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran:
a. Casual Dating
Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada
orang muda. Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan
beberapa orang dalam satu waktu.
b. Regular Dating
Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam
memilih sebagai pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar
hubungan itu akan menetap. Pasangan pada tahap ini seringkali pergi
bersama dengan pasangannya dan mengurangi atau menghentikan
hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap perkembangan
hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan berharap
bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering
dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan
pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif
(terpisah dari yang lain).
c. Steady Dating
Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating
regularly. Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa
simbol
nyata
sebagai
bentuk
komitmen
mereka
terhadap
pasangannya. Mahasiswa pria bisa memberikan pasangannya berupa
pin persaudaraan, kalung, dll sebagai wujud keseriusan mereka
dalam hubungan tersebut.
d. Engagement (Tunangan)
Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana
untuk menikah.
5. Standar Reiss Scale
Pada tahun 1960, Ira Reiss mengidentifikasi empat standar
untuk perilaku seksual pranikah (pacaran), dalam bukunya yang
berjudul Premarital Sexual Standars In America (Clayton, 1975;
241), yaitu:
a. Pantang (Abstinence)- berdasarkan standar ini, premarital sexual
intercourse akan dianggap sebagai perbuatan yang salah, baik
dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Hubungan seks hanya
dapat diterima setelah menikah. Abstinence tersebut, yaitu :
1) Petting tanpa kasih sayang (petting diterima bahkan ketika kasih
sayang diabaikan)
2) Petting dengan kasih sayang (petting diterima hanya dalam
hubungan yang stabil, kasih sayang)
3) Mencium tanpa kasih sayang (hanya ciuman yang diterima,
tetapi tidak ada kasih sayang adalah dikehendaki)
4) Mencium dengan kasih sayang (hanya ciuman yang diterima,
dan hanya dalam hubungan kasih sayang)
b. Standar ganda (Double Standards) – berdasarkan standar ini, lakilaki dianggap memiliki hak yang lebih besar dibandingkan
perempuan untuk melakukan premarital sexual intercourse. Double
standar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Orthodox: laki-laki dimaklumi bila melakukan premarital sexual
intercourse, sementara bila perempuan yang melakukannya, maka
perempuan tersebut akan terkena hukuman atau kutukan.
2) Transitional: laki-laki dimaklumi bila melakukan hubungan
seksual dengan siapa saja, sementara perempuan hanya boleh
melakukannya dengan tunangan atau laki-laki yang dicintai.
c. Permisif dengan kasih sayang (Permissiveness with affection) –
standar ini memperbolehkan siapapun utnuk melakukan premarital
sexual intercourse, asalkan kedua individu tersebut sedang menjalin
hubungan cinta yang stabil. Standar ini juga dibagi menjadi dua,
yaitu:
1) Love, cinta dan pertunangan adalah prasyarat sebelum melakukan
premarital sexual intercourse.
2) Strong Affection, tidak dibutuhkan cinta ataupun pertunangan
karena rasa sayang yang kuat sudah dianggap cukup sebagai
prasyarat sebelum melakukan premarital sexual intercourse.
d. Permisif tanpa kasih sayang (Permissiveness without affection)standar ini memperbolehkan siapapun untuk melakukan premarital
sexual intercourse tanpa mempertimbangkan rasa sayang atau cinta
di dalamnya (hanya ketertarikan fisik semata). Standar ini terbagi
menjadi dua, yaitu:
1) Orgiastic, yaitu kesenangan adalah sesuatu yang sangat penting
dan pencegahan terhadap terjadinya penyakit kelamin ataupun
kehamilan bukanlah suatu tekanan.
2) Sophisticated, menganggap pencegahan terhadap terjadinya
penyakit kelamin ataupun kehamilan saat melakukan premarital
sexual intercourse adalah sesuatu yang penting.
Berdasarkan pembagian standar premarital seksual (perilaku
berpacaran) menurut reiss yang dimodifikasi sesuai kepentingan
penelitian, maka sikap berpacaran yang posisit apabila abstinence dan
sikap negatif apabila permissive with affection, permissive without
affection dan double standar.
5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat
langgeng. Ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal,
maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui. Definisi
lain mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu (Friedman, 2005; Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pengetahuan dibedakan beberapa jenis, secara garis
besar tingkatan orang tentang pemahaman dari ilmu dapat dibedakan
menjadi enam kelompok besar, yaitu sebagai berikut: Tahu (know),
tahu dapat diartikan sebagai mengingat sutu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja yang digunakan menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan,
dan
menyatakan.
Memahami
(comprehension),
memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang yang
dijelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan
materi
tersebut
dengan
benar.
Aplikasi
(application), aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
atau sebenarnya (Siswomihardjo, 2003). Analisis (analysis), analisis
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. Sintesis
(syntesis), sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang bagus. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kiteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2002; Wawan dan Dewi.
2010).
Cara memperoleh pengetahuan, dari berbagai macam cara yang
telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: Cara tradisional atau
non ilmiah. Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukanya metode
ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis, cara-cara
memperoleh pengetahuanya, ialah : Cara coba salah (trial and error),
Cara coba salah atau trial and error adalah dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Cara kekuasaan atau
otoritas, cara kekuasaan atau otoritas merupakan sumber pengetahuan
tersebut dapat berupa pimpinan. Pimpinan masyarakat baik formal
maupun
informal,
ahli
agama,
pemegang
pemerintahan
dan
sebagainya. Berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan
cara
mengulang
kembali
pengalaman
yang
diperoleh
dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu
(Siswomihardjo, 2003).
Dalam
memperoleh
kebenaran
pengetahuan
manusia
menggunakan jalan pikiranya, baik melalui induksi (kesimpulan dari
khusus ke umum) dan deduksi (kesimpulan dari umum ke khusus).
Cara modern atau cara ilmiah artinya dengan cara bersifat sistematis,
logis dan ilmiah. Untuk memperoleh kesimpulan dilakukan dengan
cara observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta
sehubungan dengan objek yang diamati. (Notoatmodjo, 2007).
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan, berbagai macam
factor yang mempengaruhi pengetahuan dijelaskan sebagai berikut :
Faktor eksternal (Lingkungan, Suasana lingkungan mempengaruhi
sikap dan aksi individu dalam aktivitas belajarnya, sebab individu yang
belajar adalah interaksi dengan lingkunganya. Bimbingan dalam
belajar, Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru dan orang
lain cenderung membuat si pelajar tergantung hal yang penting, yaitu
yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain (Friedman, 2005;
Notoatmodjo, 2007). Kondisi-kondisi insentif, insentif dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu insentif intrinsik dan insentif ekstrinsik.
Situasi yang menimbulkan insentif intrinsik misalnya, pengenalan
tentang hasil atau kemajuan balajar, persaingan sehat dan kondisi
kooperasi. Sedangkan insentif ekstrinsik missalnya, ancaman yang
membuat takut. Dari kedua diatas yang lebih memajukan belajar
individu adalah insentif yang intrinsik. Insentif ini akan menentukan
tingkat motivasi belajar individu di masa-masa mendatang (Soemanto,
2006).
Faktor internal kematangan yang mempengaruhi pengetahuan
ialah kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan di dalam
struktur. kematangam memberikan kondisi dimana fungsi-fungsi
fisiologis termasuk sistem saraf dan fungsi otak menjadi berkembang.
Dengan ini akan membutuhkan kapasitas mental seseorang dan
mempengaruhi hal belajar seorang itu. Berbagai macam faktor internal
kematangan yang mempengaruhi pengetahuan adalah : Usia,
pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tau usia individu, semakin
meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya itu
kemudian perbedaan jenis kelamin, hingga pada saat ini belum ada
petunjukyang menguatkan tentang adanya perbedaan tentang skill,
sikap, minat, temperamen, bakat dan pola-pola tingkah laku sebagai
akibat dari perbedaan dari jenis kelamin (Siswomihardjo, 2003;
Friedman, 2005). Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada
usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak
produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua
semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
sehingga menambah pengetahuan (Housel et al., 2001).
Dua sikap tradisional Mengenai jalannya perkembangan hidup :
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada
orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik
maupun mental (Ningky dan Munir, 2001; Setiarso dan Bambang,
2005). Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan
bertambahnya usia, khusunya pada beberapa kemampuan yang lain
seperti misalnya. Selain itu pengalaman sebelumnya juga salah satu
faktor
internal
kematangan
yang mempengaruhi
pengetahuan.
Pengalaman sebelumnya merupakan lingkungan mempengarruhi
perkembangan individu, lingkungan banyak memberikan pengalaman
kepada individu. Pengalaman yang diperoleh individu hal belajar yang
bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya (Soemanto, 2006;
Pendit dan Putu, 2001).
Kapasitas mental, dalam tahap perkembangan tertentu, individu
mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari
pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf
dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur dengan
tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat. Akibat dari hereditas dan
lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa
intelegensi yang menyebabkan masing-masing individupun bervariasi.
Kondisi kesehatan jasmani, orang yang belajar membutuhkan kondisi
badan yang yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakitpenyakit tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajardengan
efektif. Cacat fisik juga menggangu hal belajar. Kondisi kesehatan
rohani, gangguan serta cacat mental pada seseorang sangat
mengganggu orang yang bersangkutan. Orang tidak akan dapat belajar
dengan baik apabila sakit ingatan, sedih, frustasi, atau putus asa
(Ningky dan Munir, 2001; Setiarso dan Bambang, 2005).
Motivasi dalam pengetahuan, motivasi yang berhubungan
dengan kebutuhan, motivasi dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan
dan
hasil
belajar,
karena
motivasi
menggerakan
organisme,
mengarahkan tindakan, serta tujuan belajar yang dirasa paling berguna
bagi kehidupan individu. Kategori pengetahuan dibedakan beberapa
macam disebutkan sebagai berikut : untuk mengetahui secara kualitas
tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi
tiga tingkat, yaitu : Tingkat pengetahuan baik, bila skor atau nilai 76 –
100%, Tingkat pengetahuan cukup, bila skor atau nilai 56 – 75% ,
Tingkat pengetahuan kurang, bila skor atau nilai < 56% (Pendit dan
Putu, 2001; Nursalam, 2008).
6. Kesehatan Reproduksi Wanita
Kesehatan
reproduksi
wanita adalah segala hal
yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada wanita. Berdasarkan
Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 dan
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994
sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut menyimpulkan
bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu
kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health),
penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision
making), kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and
women) dan keamanan reproduksi dan seksual (sexual and
reproductive security) (Romauli, 2009).
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan
fisik, mental dan sosial yang utuh. Bukan hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system
reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana manusia
dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan
fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Widyastuti,
2009).
Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi
International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan
reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem
reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat
yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki
oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas
penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental
serta sosial kultural (Winkjosastro dan Hanifa, 2005).
Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita adalah
bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi
juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan
secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun,
kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang
yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung
memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita (Baradero dan Mary.
2006; Widyastuti, 2009).
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita
di Indonesia antara lain adalah : Gender merupakan peran masingmasing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya
yang
berbeda-beda.
Jender
sebagai
suatu
kontruksi
sosial
mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda
dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga
berbeda-beda. Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita
berikutnya adalah kemiskinan, kemiskinan antara lain mengakibatkan
makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi, persediaan
air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak
dan tidak mendapatkan pelayanan yang baik (Glasier et al., 2005;
Winkjosastro dan Hanifa, 2005).
Selain gender dan kemiskinan, indikator permasalahan
kesehatan reproduksi wanita adalah pendidikan yang rendah,
kemiskinan
mempengaruhi
kesempatan
untuk
mendapatkan
pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi
tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga (Heffner, 2006). Dalam
hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga
jender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini
mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya
mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan
dan
pencegahannya.
Minimal
dengan
mempunyai
pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari uang, merawat diri
sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan
masyarakat (Pinem dan Sahora, 2009).
Kawin muda merupakan indikator permasalahan kesehatan
reproduksi wanita, di negara berkembang termasuk Indonesia kawin
muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18
tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum
menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor
kemiskinan, orang tua ingin segera mengawinkan anaknya agar lepas
tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada
suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi
pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali
lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahun. Dampak lain,
mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami
baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan (Sibagariang dan
Eva, 2010).
Indikator
permasalahan
kesehatan
reproduksi
wanita
berikutnya adalah kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk menurut
WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta
wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanakkanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan
bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan
terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia
mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari
pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan
adalah zat besi yaitu tiga kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di
samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari
pria,
kekurangan
zat
ini
akan
menyebabkan
gondok
yang
membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental. Wanita
juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakit
menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang
berbeda dengan pria (Ida Bagus Gde dan Manuaba, 2004; Pinem dan
Sahora, 2009).
Indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita yang
terakhir adalah beban kerja yang berat, wanita bekerja jauh lebih lama
dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh
dunia rata-rata wanita bekerja tiga jam lebih lama. Akibatnya wanita
mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan
kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya
dipengaruhi oleh waktu kerja, tetapi juga jenis pekerjaan yang berat,
kotor dan monoton bahkan membahayakan (Winkjosastro dan Hanifa,
2005; Sibagariang dan Eva, 2010).
Di India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum
waktunya pada musim panen karena wanita terus-terusan bekerja
keras. Di bidang pertanian baik pria maupun wanita dapat terserang
efek dari zat kimia (peptisida), tetapi akan lebih berbahaya jika wanita
dalam keadaan hamil, karena akan berpengaruh terhadap janin dalam
kandungannya. Resiko-resiko yang harus dialami bila wanita bekerja
di industri misalnya panas yang berlebihan, berisik, dan cahaya yang
menyilaukan, bahan kimia, atau radiasi. Peran jender yang
menganggap status wanita yang rendah berakumulasi dengan
indikator lain seperti kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban
kerja yang berat mengakibatkan wanita juga kekurangan waktu,
informasi, untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya (Pinem dan
Sahora, 2009; Manuaba, 2009).
7. Kanker Leher Rahim
Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang
mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Kanker leher rahim
(Cervical Cancer) adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus,
suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang
senggama/vagina. Kanker leher rahim merupakan tumor ganas yang
timbul dibatasi antara epitel yang melapisi eksoserviks (portio) dan
endoserviks kanalis serviks. Kesimpulan kanker leher rahim adalah
tumor ganas yang timbul pada daerah serviks uterus yang terjadi pada
wanita (Sarwono, 1999; Sukardja, 2000; Riono, 2007).
Gambar 1.1 Anatomi Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim stadium dini seringkali tidak menimbulkan
gangguan apapun dan sering belum menimbulkan perubahan yang
nyata dari mulut rahim. Namun demikian perlu diperhatikan apabila
adanya gejala sebagai berikut : Stadium awal : pada stadium awal
kanker leher rahim belum menunjukkan gejala atau cenderung tidak
terdeteksi. Stadium I : pada stadium I praktis tidak ada keluhan yang
dirasakan, salah satu tanda yang signifikan adalah keluar darah saat
berhubungan seksual. Stadium II : pada stadium II gejala yang
cenderung timbul dapat berupa : Keputihan yang tidak khas,
berlebihan, berbau busuk dan tidak kunjung sembuh, perdarahan
spontan, rasa nyeri atau tidak nyaman saat bersenggama. Stadium III :
nyeri pada rongga panggul akibat bendungan kanker, nyeri saat
berkemih, bengkak pada kaki karena adanya penekanan pembuluh
darah balik dan tekanan pada pernafasan, nyeri pada pinggang bagian
bawah. Stadium IV : batuk darah, sakit kuning, kencing dan berak
darah (Rabe, 2002; Hartanto, 2005; Berek, 2007).
Gambar 1.2 Stadium Kanker Leher Rahim
Sebab langsung dari kanker leher rahim belum diketahui. Data
bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah
faktor ekstrinsik, diantaranya ialah jarang ditemukan pada perawan
(virgin), insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin dari pada yang
tidak kawin terutama koitus pertama dialami pada usia amat muda
yaitu < 16 tahun. Insidensi meningkat dengan tingginya paritas,
apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan
ekonomi rendah (hygiene sexual yang jelek) (Aziz, 2007; Berek,
2007). Aktivitas seksual yang sering berganti pasangan, jarang
dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering
ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human
Papilloma Virus) tipe 16 atau 18 dan akhirnya kebiasaan merokok.
Diduga pula bahwa ada suatu infektif (Winkjosastro, 1999;
Sjamsuddin, 2001).
Penyebab paling utama kanker serviks adalah virus anggota
famili Papovirida yaitu HPV (Human Papiloma Virus) yang
mempunyai diameter 55µm dan virus ini ditularkan secara seksual.
HPV mengandung DNA dengan panjang sekitar 8000 pasang basa.
ada tiga golongan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker
serviks, yaitu : : HPV risiko rendah, yaitu HPV tipe enam dan 11, 46
yang jarang ditemukan pada carsinoma invasive. HPV risiko sedang,
yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58. HPV risiko tinggi, yaitu
HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan
pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe dua dan tiga yang
menyebabkan kanker (Fauzi, 2002). Perlu ditekankan bahwa
penanganan / therapy hanya boleh dilakukan atas dasar bukti
hitopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap Smear, perlu
tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks (Winkjosastro, 1999;
Sjamsuddin, 2001; DepKes RI, 2011).
Patologi kanker leher rahim ialah Karsinoma serviks timbul di
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks
kanalis serviks yang disebut Squam Columnar Junction (SCJ).
Histologik antara epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari
endoserviks kanalis serviks. Pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan Pap Smear
yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus
dikerjakan dengan skraper dari ayre atau cytobrush sikat khusus
(Crowin dan Elizabeth, 2000).
Pada awal perkembangannya kanker leher rahim tidak
memberi tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum,
tampak sebagai portio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang
fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh : Eksofitik mulai dari
SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis, Endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke
dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi
menjadi ulkus, Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak
struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniser vagina
untuk menjadi ulkus yang luas, Serviks yang normal, secara alami
mengalami proses metaplasi (erosi) akibat saling desak mendesaknya
kedua jenis epitel yang melapisi (Manuaba, 2003; Erik, 2005; Edianto,
2008; Manuaba). Masuknya mutagen, porsio yang prosif (metaplasia
skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik)
melalui
tingkatan
Nis-I,
II,
III,
KIS
(Karsinoma In Situ) untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali
menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus. Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan
tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun
(rerata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara
berkesinambungan yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan atau tanpa diobati itu dikenal dengan
unitarian concept. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa
epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenu karsinoma,
clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang
adalah sarkoma (Wiknjosastro, 1999; Diananda, 2007; Datta dan
Misha, 2009).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim :
Karakteristik ibu (Umur : Penderita kanker leher rahim banyak
ditemukan pada umur 45-50 tahun yang merupakan masa menopause
yaitu masa berhentinya menstruasi, sehingga organ reproduksi pada
umur 45-50 tahun mengalami penurunan fungsi. Jarang di temukan
pada umur < 20 tahun, wanita yang terdeteksi kanker leher rahim pada
usia muda akan lebih mudah rentan terhadap penyesuaian (Llewellyn,
2002; Khasbiyah, 2004). Semakin tua umur seseorang akan
mengalami proses kemunduran, sebenarnya proses kemunduran itu
tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi pada seluruh organ tubuh.
Semua bagian tubuh mengalami kemunduran, sehingga pada usia
lanjut lebih lama kemugkinan jatuh sakit, misalnya terkena
sakit/mudah mengalami infeksi). Usia menikah pertama kali (menikah
pada usia di bawah 17 tahun diketahui dapat merangsang tumbuhnya
sel kanker pada organ kandungan perempuan, karena pada rentang
usia 12-17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali
(Andrijono, 2007; Rasjidi, 2007; Fasiah, 2010).
Perlu diketahui, ketika sel sedang membelah secara aktif
(metaplasi), idealnya tidak terjadi kontak atau rangsangan apapun dari
luar, termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan.
Adanya benda asing, termasuk alat kelamin lelaki dan sel sperma,
akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah yang abnormal.
Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan infeksi dalam
rahim. Sel abnormal dalam mulut rahim itu dapat mengakibatkan
kanker mulut rahim. Mereka khawatir menghadapi masalah keluarga
yang berkaitan dengan fungsi reproduksi, dan mereka khawatir akan
kekambuhan. Sedangkan bagi wanita usia lanjut mereka khawatir
mengenai apakah mempunyai sumber keuangan untuk membayar
biaya perawatan dan pengobatan) (Rayburn, 2001; Erik, 2005).
Paritas (kanker leher rahim sering didapatkan pada wanita yang
jumlah paritasnya banyak, apalagi bila jarak persalinan terlampau
dekat. Bagi ibu yang mempunyai banyak anak dapat mempengaruhi
kesehatan ibu. Ibu yang melahirkan lebih dari lima anak resiko tejadi
kanker leher rahim sangat tinggi karena ibu yang melahirkan melalui
jalan lahir lebih dari lima kali kemungkinan besar sebagai pintu masuk
bagi kuman penyakit. Masuknya kuman penyakit dapat menimbulkan
berbagai komplikasi antara lain terjadinya kanker leher rahim, jika
jumlah anak yang dilahirkan pervaginam banyak dapat menyebabkan
terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim yang
dapat berkembang menjadi keganasan (Manuaba, 1999; Khasbiyah.
2004; Triaseka, 2007).
Sikap dan aksi individu dalam aktivitas, sebab individu yang
beraktifitas adalah interaksi dengan lingkunganya berpengaruh
terhadap keputusan dan kemauan ibu yang menderita kanker leher
rahim untuk senantiasa selalu memeriksakan penyakitnya. Sebaliknya
bila ibu mempunyai pengetahuan yang rendah, tingkat kesadaran akan
memeriksakan diri sehingga hal ini akan dapat memperparah keadaan
penderita yang mengalami penyakit kanker leher rahim (Mamik dan
Wibowo, 2000; Nuriawati, 2005). Pekerjaan ibu atau suatu aktivitas
yang dilakukan ibu dapat juga sebagai penyebab kanker leher rahim.
Pada wanita malam resiko tinggi dia terkena kanker leher rahim
sangat besar yang disebabkan karena mitra seksual pada ibu tersebut
berganti, mitra seksual yang banyak merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kanker leher rahim (Herman, 2003; Khasbiyah,
2004; Andrijono, 2005).
Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan
perkembangan dari displasia. Faktor risiko tersebut adalah : Perilaku
seksual (berdasarkan studi epidemiologi kanker serviks skuamosa
berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra
seksual dan usia saat melakukan hubungan seksual yang pertama.
Risiko meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seksual sebanyak enam
atau lebih, atau bila hubungan seksual pertama di bawah umur 15
tahun) (Berek, 2007; Datta dan Mish, 2009). Hygiene seksual yang
jelek (hygiene sex yang jelek terutama pada daerah kemaluan juga
dapat mempengaruhi terjadinya perubahan sel abnormal pada mulut
rahim. Hindari terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik karena
cuci vagina dapat menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi ini akan
merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menjadi
kanker) (Muchlis, 2000; Aziz dan Farid, 2002; Khasbiyah, 2004).
Kontrasepsi (kondom dan diafragma dapat memberikan
perlindungan. Kontrasepsi oral
/ pil yang dipakai dalam jangka
panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko 1,5-2,5
kali. Kontrasepsi oral / pil ini mengandung estrogen dan progesteron,
salah satu dari hormon tersebut yaitu estrogen dapat menyebabkan
efek yang kurang menguntungkan salah satunya yaitu terjadinya
karsinoma/keganasan pada alat reproduksi wanita yaitu pada serviks).
Merokok (tembakau mengandung bahan karsinogen yang merusak
sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi HPV pada serviks (Rasjidi, 2009; Lestadi dan Julisar,
2009). Nikotin dalam rokok tersebut masuk dalam lendir yang
menutup leher rahim, sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher
rahim terhadap perubahan abnormal) (Karen, 2003; Riono, 2007).
Selain perilaku sexual, hygiene seksual yang jelek, kontrasepsi
dan merokok, Nutrisi sangat mempengaruhi faktor risiko kanker leher
rahim. Banyak sayur dan buah mengandung bahan antioksidant dan
berkhasiat mencegah kanker misal advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam dan tomat (Soekerjo, 2000; Triaseka, 2007).
Beberapa penelitian membuktikan ternyata defisiensi terhadap asam
folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta carotine/retinol
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, C
dan beta carotine mempunyai khasiat sebagai antioksidant yang kuat.
Oksidant dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk dari
radikal bebas akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, biji-bijian dan kacangkacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayuran dan buah.
Kekurangan vitamin merupakan faktor risiko terjadinya perubahan sel
abnormal pada mulut rahim. Beta karoten, vitamin C, dan asam folat
ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa di serviks. Jika
kekurangan, maka sel mukosa pada mulut rahim dapat berubah sifat
dan memicu kanker (Ramli, et al, 2000; Ningky, 2001).
Penyebaran pada umumnya secara limphoen melalui pembuluh
getah bening menuju tiga arah, yaitu : Ke arah fornises dan dinding
vagina, ke arah korpus uterus, ke arah parametrium dan dalam
tingkatan yang lanjut. Menginfiltrasi septum rektovaginal dan
kandung kemih. Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium
kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar illiaka luar dan
kelenjar illiaka dalam (hipogastrika) (Rayburn, 2001; Rasjidi I, 2007).
Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak
lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul
saja, tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana
basalis dengan kedalaman invasi < satu mm dan sel tumor belum
terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah
terdapat > satu mm dari membrana basalis, atau < satu mm tetapi
sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin tidak menginfiltrasi stroma
serviks, akan tetapi secara klinik belum tampak sebagai karsinoma.
Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB
occult) (Rabe, 2002; Edianto, 2008).
Sesudah tumor invasif, penyebaran secara limfogen menuju
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju formases vagina korpus uterus, rektum dan kandung kemih
yang pada tingkat akhir (terminal stage) dalam menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium
akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar illiat, obtutor, hipogastrika, prasakral, pra aorta (Pendit dan
Putu Laxman, 2001). Secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subtelavia di kiri mencapai paru, hati,
ginjal, tulang dan otak. Biasanya penderita sudah terlebih dahulu
disebabkan oleh perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun
akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di empat ureter masuk ke
dalam kandung kemih (Hacker dan Moore, 2001; Nuriawati. 2005).
Berikut adalah Stadium Kanker Leher Rahim Secara Klinik :
Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim
No. Stadium
Keterangan
Sel kanker masih diselaput lendir serviks (karsinoma in-situ)
1.
0
2.
IB
Kanker masih terbatas didalam jaringan serviks dan belum
menyebar ke badan rahim
Karsinoma yang didiagnosa baru hanya secara mikroskop dan
belum menunjukkan kelainan atau keluhan klinik
Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan dalam
< 3 mm, serta ukuran besar tumor < 7 mm
Kanker sudah menyebar lebih dalam > 3 mm-5 mm dengan
leher : 7 mm
Ukuran kanker sudah 7 dari IA2
IB1
Ukuran tumor : 4 cm
IB2
Ukuran tumor > 4 cm
I
IA
IA1
IA2
3.
4.
IIA
Kanker sudah menyebab keluar jaringan serviks tetapi belum
mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar
ke vagina tetapi masih terbatas pada 1/3 atas vagina
Tumor jelas belum menyebar kesekitar uterus
IIB
Tumor jelas sudah menyebar kesekitar uterus
III
Kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan sudah
mengenai jaringan vagina lebih dari 1/3 bawah. Bisa juga
penderita sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan
anseni (hidroneprosis) dan mengalami gangguan fungsi ginjal
II
5.
IIIA
Kanker sudah menginvasi dinding panggul
IIIB
Kanker menyerang dinding panggul disertai gangguan fungsi
ginjal dan / atau hidronephrosis
Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara
klinik sudah terlihat tanda invasi kanker ke selaput lendir
kandung kencing dan / atau rektum
Sel kanker menyebar pada alat/organ yang dekat dengan
serviks
Kanker sudah menyebar pada alat/organ yang jauh dari serviks
IV
IV A
IVB
(Sumber : Yatim, 2005)
Gambaran klinik dan diagnosis kanker leher rahim adalah
keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang
keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan tumor
menjadi ulseratif. Perdarahan yang terjadi segera sehabis senggama
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma
serviks 75%-80% (Sarwono, 1999; Noor, 2003).
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah
makin lama akan lebih sering terjadi, di luar senggama (perdarahan
spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik
untuk lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat
eksifitif. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak menjalani suami
secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause),
biasanya mengidap penyakit kanker serviks sering terlambat datang
meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat
bergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibola, memaksa
mereka untuk datang ke dokter (Soekerjo, 2000; Rasjidi, 2009).
Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu
dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau
busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia
akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang
berulang, rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf,
memerlukan
pembiusan
umum
untuk
dapat
melakukan
pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina
yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain
yang dapat timbul ialah gejala yang disebabkan oleh metastasis
jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal
akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF :
Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum
memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total
(Harahap, 1997; Hidayati, 2001; Triaseka. 2007).
Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan
endoserviks yang positif tidak boleh dianggap pasti. Diagnosis
harus dipastikan dengan pemeriksaan histologik dari jaringan yang
diperoleh dengan melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan
histologik memuaskan, biopsi harus terarah (targeted biopsy).
Seyogyanya
dengan
bimbingan
kolposkopi
bila
sarana
memungkinkan, secara sederhana ternyata yang memadai, dapat
dikerjakan dengan sebelumnya memulas portio dengan larutan
lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas
jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium)
dengan jaringan portio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak
menyerap iodium). Kemudian jaringan direndam dengan larutan
formalin 10% untuk dikirim ke laboratorium anatomi (Crowin dan
Elizabeth, 2000; Aziz dan Farid, 2002). Perlu disadari mengerjakan
biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian nekrotik. Pada
tingkat klinik 0, Ia, Ib, penentuan tingkat keganasan secara klinis
didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk
konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut
seperti kuretase endoserviks (ECC : End Cervical Curretage) atau
konikasi serviks (Mamik dan Wibowo. 2000; Cunningham, 2006).
Deteksi dini kanker leher rahim adalah upaya yang
dilakukan untuk memeriksa keadaan leher rahim sedini mungkin
sehingga keadaan leher rahim dapat diketahui lebih awal dan
apabila terdapat kelainan dapat diatasi sesegera mungkin. Kanker
serviks (leher rahim) pendeteksian dilakukan dengan Pap Smear
dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) (Muchlis, 2000; Fauzi,
2002; Edianto, 2008). Pap Smear (Tes Pap Smear adalah upaya
pengambilan cairan dari vagina untuk meneliti apakah terlihat
kelainan sel di sekitar leher rahim. Teknis pengambilan sapuan bisa
digambarkan sebagai berikut : dengan menggunakan spatula atau
sejenis sikat halus, lendir leher rahim diambil oleh dokter atau
bidan untuk dioleskan dan difikisasi (dilekatkan) pada kaca benda.
Kemudian dengan menggunakan mikroskop, seorang ahli sitologi
akan menguji sel rahim itu) (Nuranna L, 1992; Lestadi dan Julisar,
2009; Datta dan Mish. 2009).
Gambar 1.3 Pemeriksaan Pap Smears
Persiapan sebelum melakukan tes Pap Smear : Laporkan
jika anda menggunakan pil KB atau preparat hormon wanita.
Sebaiknya tidak melakukan hubungan suami istri 48 jam sebelum
pengambilan lendir leher rahim.Perhatikan adanya kelainan,
terutama pada sekitar vagina, seperti gatal, keputihan.Waktu yang
paling baik bagi pengambilan lendir adalah dua minggu setelah
haid selesai (agar bersih dari bercak darah). Jangan menggunakan
pembasuh antiseptik disekitar vagina selama 72 jam sebelum
pengambilan (Suwiyoga, 2006. Riono, 2007; Diananda, 2007).
Prosedur pemeriksaan (Usahakan otot vagina rileks,
sehingga saat pengambilan lendir dapat terambil cukup dan tepat
untuk pemeriksaan) : Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut
rahim kelihat kemudian dilakukan usapan pada mulut rahim
dengan spatel selanjutnya Spatel dioleskan keobyek glas, kemudian
diperiksa dengan mikroskop.Metode berbasis cairan : usapan pada
mulut rahim dilakukan dengan citobrush, lalu dimasukkan ke
dalam cairan fiksasi, dibawa ke laboratorium untuk diperiksa
dengan miroskop. Hasilnya jika negatif : tidak ditemukan sel yang
berbahaya, dan jika displasia : ditemukan sel yang menunjukkan
perubahan sifat yang dapat mengarah keganasan, untuk itu perlu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi. Bila hasilnya positif :
ditemukan sel ganas, harus dilakukan biopsi untuk memastikan
diagnosa (Sjamsudin, 2000; Rabe, 2002; Edianto, 2008.).
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), IVA merupakan metode
deteksi atau pemindahan lesi (luka) prakanker sederhana dengan
menyemprotkan asam asetat 5% ke permukaan leher rahim.
Teknik ini sederhana dan murah dari 90% spesifitasnya sekitar
40%. Metode ini hanya diperlukan waktu sekitar 2 menit dan lesi
prakanker bisa dideteksi sejak dini. Persiapan sebelum melakukan
tes IVA, yaitu :
a) Menanyakan pasien jenis alat kontrasepsi yang dipakai.
b) Sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama 48 jam
sebelum pemeriksaan.
c) Memeriksa adanya kelainan terutama sekitar vagina.
d) Jangan menggunakan pembasuh antiseptic disekitar vagina.
e) Waktu yang paling baik adalah dua minggu setelah haid
(bersih dari bercak darah).
Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, yaitu : pertama
buka vagina dengan menggunakan spekulum agar serviks terlihat
kemudian permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam
asetat, selanjutnya erhatikan permukaan serviks (Harahap dan
Ruslan, 1997; Fauzi, 2002; Erik, 2005). Penanganan kanker serviks
dilakukan
sesuai
stadium
penyakit
dan
gambaran
histopatologimnya. Hasil tes IVA yang terlihat adalah perubahan
warna dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Hal itu, bisa
dimatikan atau dihilangkan dan dibekukan. Sehingga penyakit
kanker yang disebabkan itu tidak jadi berkembang dan merusak
organ tubuh lain (Noor, 2003; Rasjidi, 2007).
Metode pengobatan kanker leher rahim adalah sebagai
berikut :Stadium I : dilakukan operasi konisasi/pembedahan kanker
seringkali diangkat dengan bantuan pisau bedah atau melalui LEEP
(Loop Clectrosurgical Excision Procedure). Bila penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.
Stadium
II
:
dilakukan
terapi
penyinaran
(radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul (Llewellyn, 2002; Andrijono, 2005;
Diananda. 2007).
Ada dua macam radioterapi : (Radiasi eksternal : sinar
berasal dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di
Rumah Sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak lima
hari/minggu selama lima sampai dengan enam minggu. Radiasi
internal : zat radioaktif terdapat didalam sebuah kapsul yang
dimasukkan langsung ke dalam serviks). Stadium III : dilakukan
kemoterapi dengan memberikan obat melalui intravena ataupun
melalui mulut untuk membunuh sel kanker. Stadium IV : dilakukan
terapi biologis dengan menggunakan zat seperti interferm, yang
bisa dikombinasikan dengan kemoterapi (Wim, 2004; Rustam.
2005; Lestadi dan Julisar, 2009).
B.
Instrumen Penelitian
1. Variabel (X1) Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran dalam
penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Tabel 2.4 Blue Print Kuesioner Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran
sebagai berikut :
No.
1.
Variabel
Sikap Remaja tentang
Perilaku Berpacaran
Indikator
Abstinence
Standar
Ganda
3. Permissive
wiht
affection
4. Permissive
without
affection
Total Soal
1.
2.
No. item
1-3
4-6
Jumlah
3
3
7-9
3
10-12
3
12
2. Variabel (X2) Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dalam penelitian ini
menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Tabel 2.5 Blue Print Kuesioner Pengetahuan Kesehatan Reproduksi sebagai
berikut :
No
Variabel
Pengetahuan
tentang
Kesehatan
Reproduksi
Indikator
1.pengertian kanker leher
rahim
2. aspek yang
mempengaruhi kejadian
kanker leher rahim
3.tanda-tanda terjadinya
penyakit kanker leher
rahim
4.seberapa penting
pemeriksaan dini
kepada tenaga
kesehatan terkait
dengan kejadian kanker
No. Item
1-4
Jumlah
4
5-7
3
8-10
3
11-14
4
leher rahim
5.manfaat pemeriksaan
pap smear
6.faktor yang
mempengaruhi cepat
berkembangnya
penyakit kanker leher
rahim dari kepada
stadium berikutnya.
Total Soal
15-17
3
18-20
3
20
3. Variabel (Y) Kejadian Kanker Leher Rahim dalam penelitian ini
menggunakan adalah ditentukan atau didiagnosa dengan pemeriksaan
sistopatologi setelah biopsi. Alat ukur yang digunakan adalah rekam
medis serta skala datanya adalah nominal. Kriterianya adalah ibu yang
tidak menderita kanker leher rahim diberi kode 1 dan ibu yang menderita
kanker leher rahim diberi kode 2.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : LIDIA WIDIA. SST
NIM
: S541208047
Adalah mahasiswa Program Studi Magister Kedokteran Keluarga (MKK)
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang akan melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Sikap Remaja Tentang Perilaku Berpacaran dan Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Kanker Leher Rahim“.
Dengan ini saya mengharapkan kesediaan
anda sekalian untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi kuesioner. Setiap pertanyaan
yang ada dalam kuesioner memiliki satu jawaban dan jawaban yang anda berikan
tidak ada yang salah sepanjang mencerminkan keadaan anda yang sebenarnya
bukanlah apa yang anda pikirkan. Jawaban yang anda berikan dijamin
kerahasiannya dan hanya dipergunakan sebagai penelitian.
Demikian permohonan ini saya sampaikan. Atas perhatian dan partisipasi
anda dalam membantu kelancaran penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
Surakarta, Juni 2013
Peneliti
( Lidia Widia. SST )
Lampiran 2
Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN
DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN
KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:…………………………………………………………
Umur /tanggal lahir
:…………………………………………………………
Pekerjaan
: ......................................................................................
Alamat
:…………………………………………………………
………………………………………………………….
Menyatakan bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian
yang akan dilakukan oleh Lidia Widia.SST, mahasisiwi dari Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga (MKK) Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Demikian pernyataan ini saya tanda tangani untuk dapat dipergunakan
seperlunya dan apabila dikemudian hari terdapat perubahan/keberatan saya, maka
saya dapat mengajukan kembali hal keberatan tersebut.
Surakarta, Juni 2013
Responden
(…………………………..............)
Lampiran 3
HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN
DAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN
KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM
Nama
Alamat
Umur
:
:
:
No. Responden:
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan memberikan tanda (X)
pada jawaban yang sesuai dengan diri anda, menyangkut beberapa sikap anda
terhadap perilaku berpacaran.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan memberikan tanda (X)
pada jawaban yang sesuai dengan diri anda, menyangkut beberapa sikap anda
terhadap perilaku berpacaran.
1. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum
menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah.
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum
menikah, ketika dia jatuh cinta.
a. Setuju
b. Tidak setuju
3. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum
menikah,
ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat terhadap
pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak setuju
4. Saya percaya bahwa ciuman dapat diterima untuk laki-laki sebelum
menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak setuju
5. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke
kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk
laki-laki sebelum menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah.
a. Setuju
b. Tidak setuju
6. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke
kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk
laki-laki sebelum menikah, ketika dia jatuh cinta.
a. Setuju
b. Tidak setuju
7. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke
kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk
laki-laki sebelum menikah, ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat
terhadap pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak setuju
8. Saya percaya bahwa petting (menempelkan kemaluan laki-laki ke
kemaluan wanita dengan kondisi masih memakai pakaian) diterima untuk
laki-laki sebelum menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi
pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak setuju
9. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, ketika ia bertunangan dan akan menikah.
a. Setuju
b. Tidak setuju
10. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki, sebelum menikah ketika dia jatuh cinta.
a. Setuju
b. Tidak setuju
11. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, ketika ia merasakan kasih sayang yang kuat bagi
pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak setuju
12. Saya percaya bahwa hubungan seksual penuh dapat diterima untuk lakilaki sebelum menikah, walaupun ia tidak merasa sangat menyayangi
pasangannya.
a. Setuju
b. Tidak
setuju
Lampiran 4
HUBUNGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU BERPACARAN DAN
PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN
KANKER LEHER RAHIM
Nama
Alamat
Umur
:
:
:
No. Responden:
Apakah anda pernah memperoleh informasi tentang kanker leher rahim?
Ya
Tidak
Petunjuk pengisian kuesioner
 Pada kolom pernyataan telah disediakan dua alterntif jawaban yang anda pilih, yaitu :
B : Benar, apabila menuut anda pernyataan tersebut benar
S : Salah, apabila menurut anda pernyataan tersebut salah.
Berika tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan jawaban anda.

No
PERNYATAAN
1.
Kanker serviks sama dengan tumor ganas pada leher rahim.
2.
Kanker serviks adalah kanker yang paling banyak menyerang wanita
B
S
3.
Gejala awal pada ibu yang menderita kanker leher rahim adalah
keluarnya darah pada waktu senggama.
4. Keputihan merupakan salah satu tanda dari kanker serviks
5. Wanita yang ibunya menderita kanker leher rahim pasti wanita
tersebut juga akan menderita kanker leher rahim.
6. Wanita yang melakukan hubungan suami istri dengan banyak pria
(berganti-ganti pasangan) akan beresiko mendapat kanker leher rahim
7. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim
adalah hubungan suami istri pada usia muda, banyak anak dan
kebersihan alat kelamin.
8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang lama akan
beresiko mendapat kanker serviks
9. Perjalanan kanker leher rahim dari normal sampai proses invasif
memerlukan waktu 10-20 tahun
10. Perkembangan kanker serviks dari displasia berat sampai menjadi
karsinoma in situ (KIS) memerlukan waktu yang sangat panjang yaitu
lebih dari 1 tahun
11. Kanker leher rahim tidak dapat menjalar ke alat untuk buang air kecil
karena tempatnya agak jauh.
61
No
PERNYATAAN
12. Kanker leher rahim yang sudah parah tidak dapat melakukan
hubungan suami istri karena sudah menjalar ke vagina
13. Memakan makanan yang berwarna hijau misalnya sayur-sayuran dan
buah-buahan dapat mencegah terjadinya kanker
14. Tidak menikah pada usia muda dapat menghindari faktor resiko
kanker serviks.
15. Suami di khitan dapat mencegah kanker leher rahim
16. Pap smear adalah suatu alat tes yang dapat mendeteksi kanker leher
rahim
17. Pemeriksaan pap smear berguna untuk menemukan sel-sel abnormal
kanker.
18. Pap smear dapat dilakukan setiap saat sesuai kesempatan dan
kemauan ibu-ibu
19. Pap smear sebaiknya dilakukan oleh ibu-ibu yang berumur 25 tahun
keatas yang sudah kawin atau yang telah melakukan hubungan
seksual
20. Pap smear dapat dilakukan di Puskesmas
B
S
62
Lampiran 5
HASIL ANALISIS DATA INSTRUMEN UNTUK VARIABEL SIKAP REMAJA
TENTANG PERILAKU BERPACARAN DENGAN HASIL UJI ITEMAN
 Jumlah butir soal yang valid adalah 7 soal dari jumlah 12 butir soal
 Jumlah butir soal yang tidak valid adalah 5 soal yaitu soal no 1, 5, 9, 11 dan 12
 Reabilitas insrument sebesar -5.299 ini berarti instrument tersebut tidak layak digunakan
karena batas minimal kelayakan 0,6.
63
Lampiran 6
HASIL ANALISIS DATA INSTRUMEN UNTUK VARIABEL PENGETAHUAN
KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN HASIL UJI ITEMAN
 Jumlah butir soal yang valid adalah 14 soal dari jumlah 20 butir soal
 Jumlah butir soal yang tidak valid adalah 6 soal yaitu soal no 6, 7, 13, 14, 17 dan 18
 Reabilitas insrument sebesar -0.287 ini berarti instrument tersebut tidak layak digunakan
karena batas minimal kelayakan 0,6.
64
Download