identifikasi Begomovirus Indonesia Pada Tomat

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
Famili Geminiviridae
Geminivirus merupakan salah satu kelompok virus tanaman terbesar dan
penting yang meliputi virus-virus yang menginfeksi sejumlah spesies tanaman
baik monokotil atau dikotil. Geminivirus ini secara struktural mempunyai
morfologi berupa partikel virion isometrik kembar yang selalu berpasangan
(twinned-geminate) yang berukuran sekitar 18-30 nm dan secara genetik
mempunyai sebuah DNA genom yang terdiri dari satu atau dua molekul DNA
berutas tunggal (ssDNA) yang berbentuk sirkuler (Gutierrez 2000).
Taksonomi dari famili Geminiviridae terdiri dari empat genus yaitu
Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus dan Begomovirus (van Regenmortel et al.
1999) yang dibedakan berdasarkan organisasi genetik, tanaman inang dan vektor
yang menginfeksi (Gambar 2). Organisasi genetik dari masing-masing genus dari
famili Geminiviridae berbeda satu sama lain (Gambar 3).
(Ribeiro 2006)
Whitefly
Gambar 2 Taksonomi dari famili Geminiviridae: tipe spesies, organisasi genom,
tanaman inang dan vektor serangganya. BeYDN: Bean yellow dwarf
virus, TYDN: Tobacco yellow dwarf virus
9
Mastrevirus mempunyai sebuah genom monopartit, terdiri dari sebuah
DNA utas tunggal berbentuk sirkuler (circular ssDNA) dengan ukuran sekitar 2,6
– 2,8 kb. Kelompok virus ini biasanya menginfeksi tanaman monokotil dan
ditularkan oleh kutu daun (leafhoppers, Hemiptera dari famili Cicadellidae)
dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Genom dari genus ini
mengkodekan empat protein: dua pada utas v-sense (movement protein, MP dan
capsid protein, CP) dan dua pada utas c-sense (RepA dan Rep). Genus ini banyak
ditemukan di Afrika dan termasuk dalam genus ini adalah Maize streak virus
(MSV) dan Wheat dwarf virus (Agrios 1997; van Regenmortel et al. 1999;
Gutierrez 2000).
Curtovirus mempunyai sebuah genom monopartit dan ditularkan oleh kutu
daun (leafhopper) dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Virus ini
menginfeksi tanaman dikotil. Protein selubungnya lebih mirip dengan protein
selubung dari genus Mastrevirus, akan tetapi ssDNA tunggalnya diorganisasi
lebih mirip dengan DNA A bipartit dari genus Begomovirus. Di samping
menyandikan movement protein (MP) dan coat protein (CP), genom dari genus ini
juga menyandikan protein (V2) pada utas v-sense-nya sedangkan empat protein
dikodekan pada utas c-sense. Protein-protein tersebut adalah Rep, Rep yang
homolog pada genus mastrevirus, protein C2, REn (Replication enhancer protein)
dan protein C4. Virus yang termasuk dalam genus ini adalah beet curly top virus
(BCTV). Genus ini kebanyakan ditemukan di India, Amerika dan negara-negara
Mediterania (van Regenmortel et al. 1999).
Genus Topocuvirus sebenarnya hampir mirip dengan Curtovirus dan
hanya dibedakan dalam famili vektor yang menularkan. Virus dari genus ini
ditularkan oleh treehopper (Hemiptera: Micrutalis malleifera) dan bukan kutu
daun dan menginfeksi tanaman dikotil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
genus ini merupakan hasil rekombinasi dengan virus lain dari genus yang berbeda
(Briddon et al. 1996). Virus dari genus ini pertama kali ditemukan di Florida
(Stoner & Hogan 1950). Genom dari virus genus ini adalah berukuran sekitar
2861 nukleotida dan mengkodekan 6 protein yang mirip dengan Curtovirus
(Briddon et al. 1996). Hanya satu virus yang termasuk dalam genus ini yaitu
Tomato pseudo-curly top virus.
10
Gambar 3 Organisasi genom masing-masing genus dari famili Geminiviridae dan
serangga vektor utamanya. MSV=Maize streak virus, BCTV=Beet
curly top virus, TPCTV=Tomato pseudo-curly top virus,
TGMV=Tomato golden mosaic virus, TYLCV=Tomato yellow leaf
curl virus
11
Genus Begomovirus meliputi virus-virus yang menginfeksi tanaman
dikotil. Genus ini terdiri dari virus-virus dengan genom bipartit yang mempunyai
gen-gen yang terletak pada dua molekul DNA utas tunggal sirkuler yang berbeda
(DNA A dan DNA B dengan ukuran masing-masig 2,6-2,8 kb)) atau monopartit
dengan semua gen-nya terletak pada satu DNA utas tunggal sirkuler (2,8 kb).
Begomovirus ini ditularkan oleh serangga kutu kebul (whiteflies) dari genus
Bemisia dengan sifat penularan persisten, sirkulatif dan non-propagatif.
Komponen DNA A dan DNA B mengandung gen-gen yang menyandikan protein
pada utas sense virus (v-sense) dan utas sense komplementer (c-sense).
Komponen DNA A mengandung satu gen (AV1) pada v-sense dan 3 gen (AC1,
AC2, dan AC3) pada c-sense. Pada komponen DNA B mempunyai satu gen
(BV1) pada v-sense dan satu gen (BC1) pada c-sense. Produk protein dari gen
BV1 ditempatkan pada inti sel dan berfungsi mengikat DNA, sehingga genom
virus yang baru dibentuk dapat dipindahkan ke sitoplasma. Produk protein BC1
ditempatkan pada dinding sel dan membran seluler, dan berfungsi untuk
meningkatkan kerja eksklusif dari plasmodesmata dalam pergerakan virus dari sel
ke sel. Kedua movement protein ini berhubungan dalam penentuan kisaran inang
virus, namum hanya gen BC1 yang berperan dalam menentukan keparahan gejala
dan patogenisitas pada Begomovirus. Contoh virus yang termasuk kelompok ini
adalah Bean golden mosaic virus (BGMV) dan Tomato yellow leaf curl virus
(TYLCV) (van Regenmortel et al. 1999).
Karakteristik molekuler dari Begomovirus
Genom dari Begomovirus dapat berupa monopartite (Mediterania,
Amerika Tengah dan Utara, serta sebagian negara di Asia) atau bipartit (Thailand)
(Fauquet et al. 2003; Fauquet & Stanley 2003). Genom bipartit Begomovirus
terdiri dari 2 komponen ssDNA (DNA A dan DNA B) dengan ukuran hampir
sama. Urutan nukleotida DNA A dan DNA B adalah cukup berbeda, kecuali
untuk “common region” pendek berukuran sekitar 200 nukleotida yang sangat
mirip. Daerah tersebut meliputi sebuah struktur stem-loop yang mengandung
nanonukleotida TAATATTAC, yang merupakan sekuen konservatif pada genom
12
dari keempat genus geminivirus dan meliputi sekuen origin untuk replikasi rolling
circle (Horrison & Robinson 2002; Zhou et al. 2003). Genom Begomovirus
mengkodekan 6 open reading frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara
parsial (V1,V2, C1, C2, C3, dan C4) dan transkripsi gen-gen dari Begomovirus
terjadi dalam 2 arah pada kedua komponen transkripsi dari genom yang
dipisahkan oleh daerah intergenik (Rybicki et al. 2000).
Protein-protein yang disandikan oleh genus Begomovirus adalah:
-
Protein selubung (capsid protein, CP), ORF V1; yang digunakan untuk
menyelubungi genom dan juga sangat penting untuk penyebaran virus
(Briddon et al. 1989). CP dan pre-CP (V2) juga penting untuk pergerakan
lokal atau sistemik yaitu untuk pergerakan keluar masuk genom virus dari
inti sel inang (Gafni & Epel 2002). Komponen AV1 juga berperan dalam
melindungi ssDNA virus dan penularan oleh serangga vektor. Protein ini
juga penting untuk perpindahan virus ketika masuk ke dalam sistem
pencernaan serangga kutu kebul untuk melindungi partikel virus dari
degradasi (Morin et al. 2000).
-
Protein yang berhubungan dengan replikasi (replication-associated
protein, Rep), ORF C1; merupakan protein yang hanya terlibat dalam
proses replikasi virus (Desbiez et al. 1995).
-
Protein untuk aktivasi transkripsi (transcriptional activator protein), ORF
C2; protein yang terlibat dalam pengaktifan transkripsi dari promoter
protein selubung. Protein ini ditemukan terlokalisasi pada inti dan
berperan dalam patogenisitas virus (van Wezel et al. 2001).
-
Protein untuk meningkatkan replikasi (replication enhancer protein), ORF
C3; protein ini berinteraksi dengan protein C1 dan meningkatkan
akumulasi DNA virus (HanleyBowdoin et al. 2000)
-
Protein C4 merupakan protein yang penting untuk penentu gejala dan
terlibat dalam inisiasi pembelahan sel (Krake et al. 1998). Protein C4
mungkin berinteraksi dengan ORF RepC1 dan mematahkan mekanisme
pertahanan tanaman (van Wezel et al. 2002).
-
Produk protein yang disandikan oleh pre-CP (V2/MP) dan ORF C4 diduga
terlibat dalam pergerakan DNA virus dari sel ke sel (Rojas et al. 2001).
13
DNA A dari spesies bipartit mempunyai susunan yang hampir sama
dengan genom dari Begomovirus monopartit. Untuk Begomovirus bipartit Dunia
Baru, komponen DNA A tidak mempunyai gen AV2. Komponen DNA B
menyandikan BV1 dan BC1, protein-protein yang penting untuk pergerakan virus
dari sel ke sel dan untuk infeksi sistemik (Sanderfoot et al. 1996), dan dapat
mempengaruhi kisaran inang (Ingham et al. 1995). Meskipun tidak secara
langsung terlibat dalam interaksi dengan vektor kutu kebul, sekuen DNA B
mempengaruhi efisiensi akuisisi virus oleh serangga dengan menentukan lokasi
Begomovirus pada jaringan tanaman (Liu et al. 1997).
Infeksi Begomovirus ini telah terjadi pada beberapa tanaman penting
seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabai dan ubikayu pada daerah tropis
dan sub-tropis serta beberapa rumput (Roye et al. 1997; Ambrozevicius et al.
2002). Di beberapa negara di Timur Tengah, Eropa Barat Daya, Afrika Tropis,
Asia Timur dan Tenggara dan Australia, Begomovirus yang menyerang tanaman
tomat adalah Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) atau Tomato leaf curl virus
(ToLCV) (Zeidan et al. 1998). Sedikitnya 17 Begomovirus telah dilaporkan
menginfeksi tomat di daerah Amerika dan Karibia, seperti misalnya Texas pepper
virus, TYLCV, ToMoV, TGMV, Tomato yellow mosaic virus dan lain-lain.
Begomovirus ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci,
ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Idris et al.
2001; Brown & Czosnek 2002). Periode makan akuisisi dan inokulasi
minimumnya telah banyak dilaporkan untuk banyak Begomovirus dan pada
umumnya masing-masing adalah 10-60 menit dan 10-30 menit (Idris & Brown
1998; Brown & Czosnek 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih
dari 20 jam. Virus dapat bertahan di dalam vektor selama lebih dari 20 hari namun
tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus tersebut dapat dibawa oleh serangga
pada tahapan larva atau dewasa namun tidak diturunkan ke keturunannya.
Keragaman genetik dari Begomovirus
Begomovirus saat ini telah mendapat perhatian yang cukup serius.
Beberapa alasan yang mendasari hal ini adalah antara lain bahwa Begomovirus
telah menyebabkan penyakit yang berdampak pada aspek sosial dan ekonomi
14
(Harrison & Robinson 1999; Morales & Anderson 2001); pemanfaatannya sebagai
vektor dan induser pembungkaman gen (Atkinson et al. 1998; Kjemtrup et al.
1998); dan kontribusinya sebagai model untuk mempelajari mekanisme
pergerakan makromolekul secara intraseluler dan interseluler (Rojas et al. 1998;
Gutierrez 1999; Lazarowitz 1999).
Di samping itu, perhatian yang serius terhadap kelompok virus ini
dikarenakan oleh munculnya strain-starin Begomovirus baru melalui rekombinasi
dan pseudo-rekombinasi di antara strain dan/atau spesies pada berbagai tanaman,
peran dari komponen DNA-β seperti satelit virus dan penemuan adanya integrasi
sekuen Begomovirus ke dalam genom tanaman seperti pada spesies Nicotiana
(Navas-Castillo et al. 2000; Saunders et al. 2000; Harper et al. 2002; Ribeiro et al.
2002). Penemuan-penemuan ini mengindikasikan bahwa rekombinasi telah
berkontribusi terhadap keragaman genetik dari Begomovirus dan terhadap
munculnya varian-varian dan spesies virus baru. Adanya infeksi yang bersamaan
(mixed infection) dari dua atau lebih Begomovirus pada satu tanaman juga
merupakan aspek yang penting dalam memunculkan keragaman genetik dari
Begomovirus. Hal ini disebabkan karena infeksi yang bersamaan memberikan prekondisi untuk terjadi rekombinasi yang dapat memunculkan strain virus baru yang
lebih ganas atau spesies Begomovirus yang baru (Sanz et al. 2000; Ribeiro et al.
2003).
Beberapa peneliti telah mempelajari adanya keragaman genetik dari
Begomovirus, diantaranya adalah keragaman genetik Begomovirus yang
menginfeksi kedelai, kacang-kacangan dan rumput-rumputan (Rodriguez-Pardina
et al. 2006), keragaman genetik pada infeksi campuran dari Begomovirus yang
menginfeksi tomat, cabai dan ketimun (Ala-Poikela et al. 2005; Ambrozevicious
et al. 2002), dan pada ubikayu (Bull et al. 2006).
Teknik deteksi dan identifikasi Begomovirus
Beberapa teknik telah digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan
akumulasinya pada jaringan tanaman Begomovirus. Metode serologi atau
immunoasai seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) telah menjadi
cara yang rutin digunakan untuk deteksi dan diagnosis Begomovirus. ELISA
15
menggunakan antiserum yang disiapkan untuk mendeteksi virus tertentu.
Antiserum dengan bantuan bufer alkalin digunakan pada plate plastik mikrotiter
untuk menguji sap tanaman yang terinfeksi virus. Di antara jenis teknik ELISA
adalah double antibody sandwich-ELISA (DAS-ELISA) dan triple antibody
sandwich-ELISA
(TAS-ELISA).
Nono-Womdim
&
Atibalentja
(1993)
menggunakan DAS-ELISA untuk mengidentifikasi PVMV pada cabai (Capsicum
annuum). TAS-ELISA menggunakan monoklonal antibodi untuk mendeteksi
virus, seperti Begomovirus pada tomat (Credi et al. 1989; Pico et al. 1999).
Teknik ELISA ini relatif lebih murah khususnya apabila antiserum dapat
diproduksi secara lokal dan juga cukup memadai untuk diagnosa virus. Namun
demikian, metode deteksi serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya
adalah rendahnya titer dari antigen, adanya reaksi silang antibodi dengan antigen
heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan
tahap perkembangan (Harrison 1991; Pico et al. 1999).
Teknik PCR adalah sebuah teknik molekuler yang sangat sensitif dan
spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen tanaman (Rojas et al. 1993), dan
teknik tersebut dapat digunakan untuk mempelajari dengan akurat komposisi
populasi patogen dan keragaman genetik virus (Gilbertson et al. 1991; Robertson
et al. 1991). Kespesifikan dari teknik PCR didasarkan pada penggunaan primerprimer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah yang diapit pada
sekuen DNA yang diamplifikasi. Karena PCR mengamplifikasi asam nukleotida,
teknik ini sangat bermanfaat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh metode deteksi serologi, seperti rendahnya jumlah antigen, reaksi silang dari
antibodi dengan antigen-entigen heterolog dan regulasi produksi antigen yang
dipengaruhi oleh tahap perkembangan atau lingkungan. Selain itu, dengan teknik
PCR, jumlah sampel DNA yang sedikit dari sampel tanaman yang segar, atau
disimpan dilemari es serta kering dapat digunakan untuk analisis PCR.
Metode PCR telah digunakan untuk mendeteksi dan menentukan
variabilitas genetik virus tanaman, termasuk diantaranya luteovirus (Robertson et
al. 1991), potyvirus (Langeveld et al. 1991), geminivirus yang ditularkan hama
wereng yang menginfeksi tanaman monokotil (Rybicki & Hughes 1990) dan
geminivirus yang ditularkan oleh kutu kebul (Gilbetson et al. 1991; Navot et al.
16
1992; Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005).
Rampersad & Umaharan (2003) bahkan telah mengembangkan suatu
teknik untuk mendeteksi Begomovirus menggunakan PCR. Ada tiga teknik PCR
yang digunakan yaitu PCR standar, PCR penempelan langsung (direct-binding
PCR) dan immunocapture PCR. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
teknik immunocapture PCR yaitu teknik PCR yang menggunakan interaksi
antibodi-antigen untuk mengikat virus kemudian digunakan sebagai cetakan untuk
analisis PCR merupakan teknik yang paling efektif untuk mendeteksi
Begomovirus.
Teknik deteksi secara molekuler yang lain adalah teknik hibridisasi asam
nukleat. Teknik juga merupakan teknik yang sensitif untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi Begomovirus pada tanaman yang terinfeksi (Pico et al. 1999;
Rodriguez et al. 2003). Hibridisasi asam nukleat menggunakan sebuah membran
nilon untuk memblot sap virus dan sebuah pelacak (probe). Teknik ini dapat
digunakan untuk mendeteksi virus dalam jumlah sampel yang cukup banyak
dalam waktu yang sama, namun biasanya teknik ini mempunyai banyak tahapan
yang harus dilakukan dan hanya dapat dilakukan di laboratorium yang
mempunyai fasilitas untuk itu.
Pemuliaan konvensional untuk ketahanan terhadap Begomovirus
Kebanyakan kultivar-kultivar tomat komersial rentan terhadap infeksi
Begomovirus (TYLCV). Hal ini yang mendorong para pemulia untuk
mengembangkan tanaman tahan dengan memanfaatkan sumber gen ketahanan
dari spesies liar (Pilowsky & Cohen 2000). Sampai saat ini hanya satu gen
ketahanan mayor terhadap TYCLV yang telah diidentifikasi yaitu gen ty-1 (Zamir
et al. 1994) pada kromosom 6 dari Lycopersicon chilense. Dua gen ketahanan
yang lain telah dipetakan pada kromosom 3 dan 7 (Zamir et al. 1994) dari spesies
yang sama. Gen ketahahan terhadap TYLCV yang lain berasal dari L.
pimpinellifolium telah dipetakan menggunakan marka berbasis PCR RAPD pada
kromosom 6 namun berbeda lokus dengan ty-1 (Chague et al. 1997). Selain itu,
gen ketahanan terhadap ToLCV Taiwan dipetakan pada kromosom 8 dan 11 dari
L. hirsutum (Hanson et al. 2000). Peneliti yang lain juga mengembangkan
17
tanaman tahan terhadap TYCLV menggunakan spesies liar yang berbeda seperti
L. peruvianum (Lapidot et al. 1997; Vidavsky & Czosnek 1998), L. chilense
(Scott et al. 1996), L. pimpinellifolium (Vidavsky et al. 1998), dan L. hirsutum
(Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson et al. 2000).
Kultivar tomat
komersial
yang tahan TYLCV
hasil pemuliaan
konvensional adalah TY20 yang membawa gen ketahanan dari L. peruvianum,
yang menunjukkan penundaan perkembangan gejala dan akumulasi virus
(Pilowsky & Cohen 1990; Rom et al. 1993). Pada kebanyakan kasus, sumber
ketahanan TYLCV dikendalikan oleh banyak gen (Pico et al. 1996; Pico et al.
1999). Setelah hampir 20 tahun, program pemuliaan secara konvensional hanya
menghasilkan sedikit kultivar tomat komersial yang ada di pasaran.
Rekayasa genetik untuk ketahanan terhadap Begomovirus
Rekayasa genetik untuk mendapatkan sifat ketahanan terhadap virus
biasanya menggunakan pendekatan konsep ketahanan yang berasal dari patogen
(pathogen-derived resistance, PDR) yang dikembangkan oleh Sanford & Johnson
(1985). Konsep strategi PDR ini didasarkan pada transformasi tanaman inang
yang rentan dengan gen yang berasal dari patogen itu sendiri. Ekspresi produk gen
tertentu dari patogen pada tanaman dapat mengganggu infeksi dari virus-virus
yang menginfeksi (Sanford & Johnson 1985). Keberhasilan pemanfaatan PDR
telah dilaporkan pada Begomovirus. Meskipun demikian, pada umumnya, sifat
ketahanan dengan level yang tinggi terhadap virus-virus DNA lebih sulit untuk
direkayasa.
Ketahanan terhadap TYLCV telah dihasilkan dengan menggunakan 5
strategi, yaitu i) ketahanan berdasarkan protein selubung (CP) (Kunik et al. 1994;
Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999), ii) ketahanan berdasarkan protein
movement (MP) (Malyshenko et al. 1993; Hou et al. 2000), iii) defektif
interferring DNA virus (Stanley et al. 1990), iv) gen-gen dengan orientasi
antisense (Day et al. 1991; Bendahmane & Gronenborn 1997) dan gen replikase
(rep, C1, AC1) yang terpotong (truncated) (Noris et al. 1996) dan hasil mutasi
(Yang et al. 2004). Pendekatan berdasarkan CP dan MP melibatkan ekspresi dari
protein selubung dan movement dari virus untuk mencegah proliferasi virus.
18
Sedangkan strategi yang lain, meskipun berbeda dalam konstruk gen yang
digunakan, semua bertujuan untuk menghalangi replikasi dari virus dengan mengnonaktifkan gen Rep. Yang et al. (2004) telah berhasil merekayasa tomat tahan
TYLCV menggunakan konstruk transgen Rep dan C4 yang menunjukkan tidak
adanya DNA virus dan gejala yang dapat diamati pada tanaman tomat
transforman.
Dari hasil penelitian, dari pendekatan PDR yang dilakukan (terutama
untuk non-begomovirus), ketahanan tanaman transgenik yang diperoleh
disebabkan oleh ekspresi sekuen transgen virus pada tahap transkripsi dan bukan
pada tahap translasi (Chellappan et al. 2004; Vanitharani et al. 2004). Mekanisme
yang mendasari kasus ini adalah adanya pembungkaman RNA (RNA silencing)
atau
interferensi
RNA
(RNA
interference,
RNAi),
sebuah
mekanisme
penghancuran sekuen spesifik pada tanaman yang menggambarkan mekanisme
pertahanan antivirus secara alami (Voinnet 2001; Vanitharani et al. 2003;
Chellappan et al. 2004). Karena Begomovirus mempunyai genom DNA maka
prospek
penggunaan
pendekatan
berdasarkan
RNAi
masih
terbatas.
Pembungkaman RNA berdasarkan transgen pada gen Rep dan C4 belum begitu
berhasil. Studi ini menunjukkan bahwa jika virus mencapai level threshold dari
ekspresi replikasi pada sel-sel yang terinfeksi awal, maka penyebaran virus tidak
dapat lagi dihalangi (Noris et al. 2004).
Sekuen Begomovirus yang tidak menyandikan protein (IR) juga telah
diteliti untuk menghasilkan ketahanan terhadap virus. Pooggin & Hohn (2003)
menjelaskan bahwa ekspresi baik sense dan antisense sekuen promoter dari Vigna
mungo yellow mosaic virus (VMYMV) pada IR menghasilkan ketahanan pada
tanaman terinfeksi VMYMV.
19
Download