1 BAB VII UMKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA A. Pengertian Usaha Mikro Membangun kemandirian UKM merupakan suatu bentuk upaya kita dalam mengembangkan perekonomian masyarakat khususnya bagi kesejahteraan di lingkungan sekitar. Salah satu upaya konstruktif dalam menyelaraskan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan adalah dengan memberikan kesempatan kepada setiap individu dalam masyarakat untuk mengoptimalkan segala kemampuan dan produktivitasnya dalam mengelola berbagai sumber daya yang ada. Upaya ini tidak akan terealisasikan jika tingkat pengangguran dan tenaga kerja yang memiliki skill yang rendah masih berada pada level yang tinggi. Instrumen kebijakan yang biasanya diadopsi untuk mengurangi tingkat pengangguran adalah ekspansi permintaan agregat dan kebijakan industrialisasi, baik dalam skala modal besar maupun skala menengah. Bagaimanapun juga, kebijakan ini akan menjadi lebih efektif bila perspektif yang digunakan adalah dalam konteks pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Aktivitas perekonomian hendaknya melibatkan partisipasi aktif dari kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah, yang notabene mereka adalah mayoritas di suatu negara. Tentu saja pengembangan UKM sebagai institusi yang mampu mengaktifkan partisipasi masyarakat harus mendapat perhatian kita semua. Khususnya negara berkembang, dimana mereka memiliki surplus jumlah tenaga kerja, kekurangan modal dan alat tukar perdagangan luar negeri, serta minimnya infrastuktur pendidikan dalam pengembangan teknologi. Dengan kondisi tersebut, maka pilihan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pilihan yang sangat tepat dalam rangka mereduksi pengangguran dan menyerap angkatan kerja yang ada dengan membuka lapangan pekerjaan baru. UKM juga telah menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan kontribusi sektor privat baik dalam pertumbuhan maupun pemerataan yang objektif di negara-negara berkembang. 2 Usaha Mikro Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM) Usaha Kecil adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan. Ciri-ciri usaha mikro : Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti; Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat; Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai; Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah; Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank; Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 3 Contoh usaha mikro : Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya; Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan,industri pandai besi pembuat alat-alat; Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll.; Peternakan ayam, itik dan perikanan; Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit (konveksi). Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain : Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang; Tidak sensitive terhadap suku bunga; Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter; Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri. I.4.2 Pengertian Usaha Kecil 4 Usaha Kecil Pengertian usaha kecil Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Ciri-ciri usaha kecil Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah; Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah; Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha; Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP; Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha; Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning. Contoh usaha kecil : Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja; 5 Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya; Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan; Peternakan ayam, itik dan perikanan; Koperasi berskala kecil. I.4.3 Pengertian Usaha Menengah Usaha Menengah Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Ciri-ciri usaha menengah : Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan; Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; 6 Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik. Contoh usaha menengah : Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu: Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah; Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor; Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar proponsi; Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam; Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 7 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar. 5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, dimasing-masing Propinsi atau Kabupaten/Kta. Kriteria Jenis Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Kriteria jumlah karyawan berdasarkan jumlah tenaga kerja atau jumlah karyawan merupakan suatu tolak ukur yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menilai usaha kecil atau besar, sebagai berikut : Usaha Mikro Jumlah <> Usaha Kecil 5-19 Orang Tenaga Kerja Usaha Usaha Menengah Besar 20-99 Orang Kurang Lebih orang Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah 100 8 UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas. Perkembangan UKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UKM, dan terbatasnya akses UKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan.. Bersamaan dengan masalah tersebut, UKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. Secara umum, perkembangan UKM diperkirakan masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, dan rendahnya kualitas suatu kelembagaan. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi ; 1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas- luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; 9 2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; 3. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan 4. Pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain : 1. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang; 2. Tidak sensitive terhadap suku bunga; 3. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter; 4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. I.4.4 Permasalahan Bagi Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) 10 Pada umunya permasalahan yang di hadapi Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ), antara lain meliputi : A. Faktor Internal Kurangnya Permodalan, Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. Lemahnya Jaringan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. B. Faktor Eksternal Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun 11 terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Implikasi Otonomi Daerah Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. Implikasi Perdagangan Bebas Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas.Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. 12 Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Upaya untuk Pengembangan UKM Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut : Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Perkembangan kinerja UKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini berkaitan dengan : Rendahnya kualitas sumberdaya manusia UKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan 13 Rendahnya kompetensi kewirausahaan UKM, sehingga peningkatan produktivitas UKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional. 2. Terbatasnya akses UKM kepada Sumberdaya Produktif UKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak. Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Pada tahun lalu, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UKM. Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UKM masih dipandang kurang menguntungkan. 3. Kurang Kondusifnya Iklim Usaha UKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: Ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; Proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan Lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKM, tenyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. 14 Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada UKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang UKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya UKM meningkat. Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UKM. BAB III POLA KONSUMSI MASYARAKAT PRODUKSI DAN KONSUMSI PRODUKSI-PRODUKSI PERTANIAN PRODUKSI PRODUK-PRODUK PERTANIAN 1. Fungsi Produksi Seperti telah dijelaskan dalam inodul satu1 yang dimakswi usaha tani adalah suatu tempat atau bagian dan permukaan &zrni di mana pertanian diselenggarakan ol.eh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, ataupun seorang manajer yang digaji. Dengan perkataan lain dapat dinyatakan bahwa usaha tani adalah himpunan dan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah, air, sinar tuatahari, bangunan-bangunAn yang didirikan di atas tanah tersebut, tenaga kerja, modal, dan manajemen usaha tani. Yang ditnaksud usaha tani di sini tidak hanya usaha bercocok tanam melainkan termasuk di dalannya usaha memelihara ternak. Usaha tani di Indonesia sangat berbeda dengan usaha tani di negara yang sudah maju. [)i Amerika Serikat misalnya, pada umumnya usaha pertanian dijalankan secara besar-besaran dan basil produksinya semua dijual di pasar. Pertanian semacam mi disebut pertanian komersial. Dalam mengelola pertanian komersial pninsip-prinsip ilmu ekonomi mikro dapat diterapkan dengan baik. Keadaan yang sangat berlawanan merupakan ciri dan usaha tani di lndonesia. lisaha tani di Indonesia pada umuinnya mengerjakan tanah yang sempit dan dikerjakan secara tradisional. Selain itu perbedaan yang sangat pentrng terdapat pada tujuan usaha tani, di Indonesia tuj uan pe tani ruernr ksi bar ang adalahuntukmencukuRi kebutuhansendiribersama keluarganya. Pertanian semacam mi biasa disebutpertanian subsisten. 15 Dalam menyenggarakan usaha tani setiap petani berusaha agar hasil panenannya banyak. Kalau hasil panenan berupa padi maka petani menginginkan agar panenan tersebut cukup untuk inemberi makan seluruh keluarganya sanipai dengan masa panen yang akan datang. Ia akan lebih senang apabila hasil panen cukup besar sehingga ada sisa padi yang dapat dijual ke pasar. 1-lasil penjualan padi tersebut digunakan untuk membeli pakaian, biaya pendidikan anak-anak, membeli alat-alat ruuiah tangga, atau mernbeii alat-alat pertanian. Dalam usaha tani yang rneinproduksi barang lain seperti kopi, lateks, jagung, kedelai, kacang, dan sebagainya, tujuan petani tidak jauh berbeda yaitu mereka berusaha memperbesar has ii prodiiksi supaya pendapatan meningkat dan selarijutnya kehidupan seinruh keluarganya menjadi lebih baik.. Apabi.La kita ainati secara cermat akan dapat kita lihat bahwa para petani juga mengadakan perhitungan-perhitungan ekonorni dan keuangan, walaupun mereka tidak meinbuat catatan secara tertulis. Misalnya saja petani inenghadapi dua pilihan yaitu rneosnam padi lokal yang sudah biasa ditanam atau menanam bibit unggul yang belum pernah mereka tanain, malca mereka rnelakukan perhitungan-perhitungan untung rugiriya, sebeluni mereka memutuskan bibit mana yang akan ditariain. Begitu juga dalam menggunakan pupuk, mereka mengadakan perhitungan, pupuk mana yang akan dipilih, pupuk kimia, pupuk kandang, atau pupuk hijau. Jacli dalam membat suatu keputusan, petani selalu rnembandingkan basil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen dan biaya yang harus dikeluarkannya. Has ii. yang akan diterima petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Setiap proses produksi mempunyai landasan tel<nis, yang dalam ilmu ekonorni teori disebut Fungsi Produksi. Fungsi produlcsi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hu&iigan antara basil produksi (output) d&igan faktor produksi (input). Fungsi produksi dapat ditulis dalain bentuk persamaan umum sebagai berikut: Y = t (X1, X2 ......... X,) di maria Y = basil produksi fisik X1, X2, ...... = iaktor-iaktor produksi Sebagai contob: dalarn proses produksi padi, otItputriya adalah tuk iernproduksi padi digunakan taktor-faktor produksi caga (kerja, bibit, pupuk, air dan obat-obat) Tinggi rendahnya prdrdtpenga yaknya faktor-iaktor produksi. yang digunakan serta kombinasi dan iaktor-faktor produksi terseb.it. Untuk dapat melibat dengan lebih jeias hubungan aritara suatu faktor produksi dgan basil produksi biasanya digunakan anggapan bahwa hanya satu faktor produksi yang berubah-ubah (variabel), sedang faktor produksi yang lain dianggap tetap. Apabila ditulis dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut: Y f (X1, 2’ 3 ••••••• / di maria X1 adalah taktor produksi yang berubah-ubah (variabel) X2, X3, ..... adalah faktor-faktor produksi yang tetap. Dan contoh di ata1, misalnya kita hanya ingin inelihat hubungan antara produksi padiJdengan jumlah pupuk yang digunakan, maka kita harus menggunakan anggãpan bahwa tanah, tenaga kerja, bibit, air dan obat-obatan yang digunakari tetap. i Dalam ilmu ekonomi digunakan arggapan dasar .mengenai sitat fungsi produksi, yaitu fungsi produksi dan semua proclusen dianggap turiduk pada suacu hukum yang disebut: The Law of Diminishing Returns. Hukum tersebut mengatakan bahwa apäbila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input yang lain tetap, maka tambahan 16 output yang diha8ilkan dari4setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mulamula naik, kemudian seterusnya menurun apabila input tersebat dicambab terus. FiTjoduksi dapat digambarkan dalam bentuk grafik, dengan meletakkan skala produksi pada sumbu tegak dan skala faktor produksi pada sumbu mendatar. Dalam bentuk grafik, fungsi produksi merupakan ve yang iueiengkung dart kin bawah ke kanan atas, setelah mencapai titik tertentu berubah arah sampai mencapai titik maksimum dan kemudian turun ke kanan bawah. Total Physical Product (TPP) adalah kurve yang menunjukkan tingkat produksi total (Q) padaberhagai tingkat penggunaan input variabel sedang input-input -yang lain diariggap tetap. Apabila di tulis dalain persainaan adalah sebagai berikut: TPP = f (x) atau Q = f (x) di maria TPP dan Q adalah produksi total X adalah input variabel. Tambahan output yag dihasilkan sebagai aki bat adanya tambahan satu unit input variabel sering disebut Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal dan input tersebut. Jadi kurve Marginal Physical Product ada lab kurve yang menunjukkan tambahan dan Total Physical Product yang disebabkan oieh t.ambahan penggunaan input variabel sebanyak satu unit. Dengan demikian MPI’ merupakan turunan pertama (iirst derivative) dart tungsi produksi. ApabiLa tungsi produksinya Q = f(x) maka Dalarn pernbicaraan sehari-hari kita sering mendengar atau mengatakan bahwa usaha tani yang baik adalah usaha taft yang produktif dan efisien, yang dirnaksud usaha tani yang produktif adalah usaha taft yang produktivitasnya tinggi. Pengertian 17 produktivitas tnt merupakan penggabungan antara konsep efisiensi usaha (fisik) dan kapasitas tanah. Kapasitas dan sebidang tanah tertentu rnenggambarkan ketnampuan tanah tersebut untuk menyerap tenaga kerja dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi tertentu. Sedang etisiensi fisik niengukur banyaknya hasti produksi (output) yang dapat diperoieh dart satu satuan input, yang.sering disebut Average Physical ProdAPP) atau produk rata-rata. Jadi kurve Ave ysical Product adalah kurve yang meniinjukkan hasH produksi rata-raca per unit input pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut. TPP Qf(x) xx kurve TPP, MPP dan APP mempunyai hubungan yang sangat erat yang dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar berikut: a. Pada penggunaan input X antara no]. sampai X1, TPP naik dan cekung dilihat dan atas, APP naik demikian pula MPP. MPP tertinggi terjadi pada titik A yang disebut juga titik belok; sebab pada saat itu garis singgung pacta TPP membentuk sudut yang terbesar deigan sumbu horiscxital. b. Pada penggunaan input X antara X1 dan X2, TPP naik dan cembung dilihat dan atas, MPP sudah mulai menurun sedang APP niasih naik terus ‘sampai penggunaan input X sebanyak X2. Pada saat itu APP t2rtingi sebab garis yang dihulxingkan antara titik origin dangsn titik pada TPP (B) membentuk sudut yang terbesar dengan sumbu mendatar. c Pada penggunaan input X antara X2 dan X3, TPP mas ih terus naik dan rnericapai titik tertinggi pada titik C yaitu pada penggunaan input X sebanyak X3. Pada saat itu kórve MPP memotong sumbu mendatar atau MPP = (3 sebab pada saat itu garis singgung TPP sejajar sumbu mendatar. Sedang APP menurun terus. d. Pada penggunaan input X sebanyak X3 atau lebih TPP menurun, MPP negatif dan APP juga menurun terus sampai mendekati no]. apabila penggiriaan input X dir.ambah terus. 4.1 • 1 • 2 Fungsi Produksi dan fungsi biaya 18 Di atas telah dijelaskan pengertian efisiensi produksi yaitu banyakya basil produksi fisik yang dapat diperoleh dan satu eatuan faktor produksi. KELau efisiensi fisik mi dinilai dengan uang maka akan diperoléliêfisiënsi ekonomi. Dalam perhiturigan efisiensi ekonoini kita harus membicarakan dahulu has ii dan biaya produksi. Pacia setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil produksi bruto yaitu luas panen dikalikan basil produksi per satuan luas. Apabiia dikalikan harga produk tersebut; basil perkalian tadi merupakan penerimaan bruto petani. Junilab mi tidak semua diterima oleh petani karena harus dikurangi dengan txtaya-biaya yang telah dikeluarkan oieh petani untuk membayar IPEDA, mern pupuk, bibit, biaya pengolahan tanah, upah menanain, upah rnembersihkan rurnput dan biaya panen yang biasanya berupa bagi hasil (daiam bentuk barang). Bagi. petani pyewa mereka juga harus menyewa tanah sedangkan bagi petani penyakap, mereka harus rnenyerahkan sebagian basil produksinya kepada pemilik tanah. Bagian yang harus diserahkan kepada pemilik tanah bervariasi sesuai dengan kebiasaan setempat yaitu +50% dan basil produksi. Penerimaan bruto setelah dikurangi biaya-biaya terselut diperoleh penerimaan bersih petani. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunai misalnya upah tenaga kerja termasuk tenaga ternak, pengeluaran untuk ruembeli pupuk, bibit (seandainya harus membeLi), pestisida, sewa tanah, dan lain-lain. Biaya yang lain-lain seperti upah panen, bagi has ii, mungkin pajak (i1?EDA) dibayarkan dalani bencuk barang (in natura). Besar keciLnya bjaya yang dibayarkari dalam berituk uarig tunai sangat mempengaruhi perkembangan usaha tani. Besar kecilnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani sangac inempengaruhi berhasil tidaknya pembangunan pertanian sebab penggunaan bibit unggul meuieriukan uang tunai yang jauh iebih banyak dan pada penggunaan bi.bit Lokal karena bibit unggul mi hanya akan tinggi hasilnya apabila dibeni pupuk buatan yang lebih banyak. Selain penggolongan di atas, biaya produksi dapat pula dibedakan menjadi dua goiongan yaitu hLaya tetap dan biaya variabel. Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi besar kecilnya produksi. Misalnya: sewa tanah. Sedang biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnyadipengaruhi oleh besar keciinya produksi. Misalnya: pengeluaran untuk bibit, pupuk, upah tenaga kerja. Baya total merupakan penjumlahan dan biaya tetap dan baya vaniabel. TC = TFC + IVC di mana: TC = adalah Total Cost (bjaya total) TF’C = adaiah Total Fixed Cost (aya retap) TVC = adaLah Total Variable Cost (biaya vaniabel) besarnya biaya produksi bervariasi tergantung pada banyaknya basil jiroduksi. atbungan antara hasil. produksi dengan biaya produksi serEg disebut tungsi biaya produksi total (Total Cost) dan apabila digainbar menjadi sebuah gratik yang disebut kurve biaya. Jadi pengertian kurve baya adalah kurve yang menutijukkan hubungan antara jumtah biaya produksi yang dikeluarkan produsen dan tingkat output. Cara inenggambamya, skala hlaya produksi diletakkan pada sumbu tegak sedarig output atau hasil produksi diletakkan pada sumbu mendatar, sehingga fungsi biaya dapat ditulis da.Lam persarnaan ulnum: TC = t (Q). 19 Kurve biaya tocal (Total Cost) dapat diperoleh apabila diketahui kurve Total Physical Product dan harga per unit input yang dipergunakan. t4isalnya seorang petani hienggunakan satu macam input variabel (X1) dan dua macam input tetap (X2 dan X3) dalam proses produksinya. F’ungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Q = t(X II x2, X3) I’iisalkan X2 yang dipergunakan sebanyak 10 unit dan X3 yang dipergunakan sebanyak 30 unit, iungsi produksinya adaiah: Q = f(X1 X1 = 10, X3 = 3(J) Selanjucnya apabila tungsi produksi tersebut digambar diperoleh kurve Total Physical Product (TIP) seperti dalani gambar berikut: Di muka sudah dijetaskan bahwa kurve biaya digatnbar dengan meletakkan skala biaya yang dikeluarkan perusahaan pada sumbu tegak dan skata output pada suTilbu menclatar. Apabila salib suinbi kurve TPP di atas kita batik yaitu sumbu vertikal yang menunjukkan skala output dijadikan sumbi mendatar. En pada suinbu vertikal kita letakkan skala nilai input X1 yang digunakan, bukan jumlah fisik X1, yaitu dengan mengalikan jumlah input X1 yang digunakan dengan harganya, akan diperoleh kurve sebagai berikut: 20 Kurve di alas adalah kurve ‘Iolzai Variable Cost (‘IVC) karena nienunjukkan pengeluaran perusahaan untuk rnput variabel pada berbagai tingkat output. Sedang Total Fixed Cost (TFC) dapat dicari dengan mengalikan jumlah input tetap yang digunakan dengan harga maSing-masing input. TFC = Xz.Px2 + X3.Px3 Apabila digambar kurve TF’C merupakan suatu garis sumbu mendatar. Dan kurve ‘total Cost dapat menjumlahkan TVC dan TFC secara vertikal. lurus yang sejajar aiperoleh dengan Selain biaya total sering juga dipertanyakan berapa .aya rata-rata suau produk pertanlan. Per Lanvaan semacam mi terutama harus dapat dLjawab oleb para perencana ekonomi yang bertugas untuk merumuskan kebijaksanaafl ekonoiTli, misalnyt (i1 lam inenentukan harga minimum yang harus dijamin untuk melindungi petani. Tetapi sayang biaya rata-rata yang berlaku untuk semua ciaerah sangat sukar disusun sebab biaya ratarata untuk suatu produk di daerah yang satu berbeda dengan di daerah lain. Bahkan dapat terjadi biaya rata-rata disuatu daerah yang sama berbeda jauh. Karena variasi yang besar maka laya produksi rat-.a-rata sukar dipergunakan sebagai dasar penentuan kebijaksanaan ekixionii yang benar dan cocok bagi seluruh daerah. Yang lebih penting bagi petani adalah biya marginal yaitu r.ambahan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menghasilkan tambahan satu unit output. Pengertian marginal selalu mengandung arti tambahan. Tainbahan biaya produksi tidak meliputi semua iaktor produksi tetapi hanya salah satu faktor produksi saja. Sebab hanya ada satu faktor produksi yang di ubah-ubah penggunaannya sedarig faktor produksi yang lain tetap. Dalam grafik yang sederhana berikut nanipak empat bush kurve yaitu kurve biaya marginal, kurve biaya rata-rata, kurve biya variabel ratarata dan kurve biaya tetap rata-rata. 21 4.1 .1.3 ingsi Produksi dan informasi pasar sebagai alat ekoncwni Dalarn suatu prtanian yang masih bersitat subsisten, setiap keluarga petani memenuhi semua keperluan dan da]am usaha taninya. Jadi tujuan utama mereka meiaksanakan usaha tani adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keiuarganya dan bukan urituk dijual. Dengan detinisi semacam itu tidak berartibáhwa petani subsisten cidak bertikir tentang biaya dan penerirnaan. Mereka juga bertikir tentang penerimaan dan usaha tani yaitu berupa sesuatu yang dapat dinikmatinya bersama keluarga. Sedangkan biaya yang dikeluarkan tidak dalarn bentuk pengeluaran uang, tetapi berupa sesuatu yang tidak dapat mereka nikmati seperti misalnya: apabila mereka bekerja di sawah berarti mereka kehi.Langan kesempatan untuk beristirahat atau untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan sebagainya. Di samping itu tidak ada barang-barang konsumsi. yang dibeli dan luar usaha tani tersebut. Jadi dalarn pertanian subsistem yang murni ditandai oleh tidak adanya aspek-aspek komersial dan penggunaan uang. Tanda-tanda yang menarik pada pertanian subsist€n yang murni adalah sarigat eratnya hubungan antara usah tani dan rumah tangga petani atau antara produksi dan konsumsi. Dalam analisis ekonomi pertanian pada umumnya digunakan teoriekonomi sebagai alat utama. Teori ekonomi pertanian pertania-tama dikembangkan berdasarkan pada pertanian yang sudah maju, di mana pertanian sebagai suatu perusahaan sama sekaH terpisah dengan kegiatan konsumsi rumah tangga. Sehingga sekarang timbul pertanyaan: Apakah teori-ceori tersebut dapat diterapkan pada pertanian yang subsisten di mana usaha tani sama sekali ticlak terpisah dengan kegiatan konsumsi rumah tangga. Dalam pertanian subsisten seandainya pemerintah metaksanakan kebijaksanaan harga dengan maksud untuk merangsang produksi seperti yang sudah biasa dilaksanakan di negara maju, tidak akan mendatangkan hasil seperti yang diharapkan sebab para petani tidak terangsang oleh tingkat harga yang menggiurkan. 22 Dengan semakin berkembangnya usaha tani dan rumah tangga petani, maka keperluan petani akan semakin beraneka ragam. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut harus dibeli dan luar usaha tani; dan untuk clapat wiembeli barang diperiukan uang yang hanya dapat diperoleh dengan jalan menjuat sebagian dan hasii produksinya. Sementara itu keperluan petani sernakin beraneka ragam sehingga tidak dapat dipenuhi dan usaha tani sendiri. Dengan demikian mereka periu menjuai sebagian dan hasil produksinya untuk rnembeii keperiuan keluarga yang tidak dapat diproduksi sendini dan akhirnya tirnbuiiah spesialisasi. Ada petani yang mengadakan spesiaiisasi datam menanam padi, ada yang menanam jagung, ada yang menanam tembakau, sayur-sayuran dan ada yang menanam bushbuahan. Petani-petani tersebut kemudian mengadakan tukar menukar barang-barang yang dihasiikan. Apabila spestdlisasi kemudian dijalarikan terlalu jauh, maka suacu daerah tertencu dapat menjadi sangat tergantung pada satu jenis produk pertanian tertentu. Misa.Lnya Kalimantan Selatan tergantung pada karet Kalimantan Timur tergantung pada kayu dan Sutawesi tergantung pada padi. Sehingga keadaan perekononiian di daerah tersebuc sangat tergantung pada tingkat harga produk-produk tersebut. Selain itu apabita terjadi gesuatu,sehiflga perdagrian antar derih tidak munpkin di.Laksanakan, akan terjadi bencana bagi daerah-daerah tersebuc. Maka dan itu timbui usaha-usaha yang berteritangan dengan spesialisasi yaicu diversitikasi produk atau penganekaraganian produk. 4.1 .1 .4 Fungsi Penaran Pasar Dalam bagian-bagian di muka Lelah diuraikan mengenai pertanian di Indonesia dan teori serta penerapan ekonomi produksi, maka daiam bagian berikut akan diuraikan dasardasar teori ekononit mengenai penawaran. Yaitu suatu bagian dan teori ekonomi yang sangat penting untuk menerangkan gejala-gejala harga, ti.ngkat harga dan tLuktuasi harga. Uraian tentang teoni-teori mi tidak akan diberikan secara mendalam, tetapi hanya mengambil.. bagian-bagian teori yang dianggap paling relevan dan mempunyai penerapan iangsung pada persoalanpersoalan ekonomi perteinian di Indonesia. Uraian-uraian teoretis yang lebih mendalam dapat dipelajani dalam modul ekonomi teori, baik yang sifatnya pengantar maupun lanjutan. Suatu teori pada dasarnya hanya merupakan model abstrak yang disederhariakan untuk menggambarkan keadaan perekonomian yang sangat kornpleks. Teoni mi diperlukan supaya kita dapat iebih mudah menerangkan gejala-gejala ekonomi yang mengandung bariyak sekali variabel. Teoni-teori yang baik harus didasarkan pada pengamatanpengamatan praktis dan harus selalu dicocokkan dengan keadaan yang nyata yang kita temukan sehari-hari. Salah satu gejala ekonorni yang sangat penting yang berhubungan dengan peri.Laku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. I)aiam modul pengantar ekonomi sudah diberikan detinisi harga yaitu tkuran nilai dan barangbarang dan jasa-jasa. Dalam masyarakat yang masih primitit yang belum inempergunakan uang sebagai alat tukar dan alat pengukur nilai, harga suatu barang dinyatakan dalam barang lain yang akan dipertukarkan. Perdagangan semacam mi disebut barter. Perdagangan semacam mi kadang-kadang masih dilakukan oleh ariggota masyarakat yang sudah agak maju. Misalnya pada musim paneri padi banyak pedagang rnenjajakan barang dagangannya di sawah maupun di rumahrumah petani yang sedang panen. barang-barang tersebut hanya botch dibe.Li dèngan padi dan tidak boteh dibeli denqayrang Ada beberapa sebab mengapa suiit.u harang mernpunyai harga yaitu: a. barang itu berguna dan 23 b. barang tersebut jurnlahnya terbatas Barang—barang yang berguna tetapi jumlahnya terbatas disebut barang ekononli. Sedang barang—barang Lain yang jurnlahnya tidak terbatas meskipun barang tersebut sangat. berguna bagi rnanusia seperti misalnya udara tidak mempunyai harga. Barang— barang tersebut disebut barang bebas. Dalani ilmu ekonomi suatu barang merupakan barang ekonorni apabija barang tersebut, mempunyai perrnintaan dan penawaran. Suatu barang mempunyai permintaan karena barang tersebut berguna sedang suatu barang mempunyai penawaran karena jumlahnya terbatas. Penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual/produsen ke pasar pada berbagai tingkat harga. Selain harga, jumlah barang yang ditawarkan produsen dipengaruhi oleh banyak sekali faktor ant.ara lain faktor—faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan, dan lain—lain. Karena faktor—faktor yang bersifat sosial sulit diteliti dan memerlukan lebih banyak waktu untuk menyelidikinya, maka biasanya Iebih dikenal faktor ikiirn, banyaknya pupuk yang digunakan, hama dan penyakit, teknik berproduksi sebagai faktor yang mempengaruhi banyaknya output. Maka mudah dipahami hahwa petani. hasil—hasil pertanian mempertimbangkan faktor—faktor ekonomi tersebut dalam membuat keputusan—keputusan. Cara yang sederhana untuk menaksir respons petani terhadap perubahan hara adalah dengan melihat naik turunnya hasil produksi sebagaimana yang dicatat oleh dinas pertanian. Hubungan antara harga dan ,jumlah barang yang ditawarkan dapat dinyatakan dalam suatu fungsi yang disebut füngsi penawaran yang dapat dirumuskan menjadi persamaan: Q = f(P) di mana Q adalah jumlah barang yang ditawarkan dan P adalah harga. Hubungan antara harga dan jumlah harang yang ditawarkan searah, seperti dinyatakan dalam hukum penawarnn. Li kum penawaran_jiengatakan bahwa apabila harga naik jurnlah barang .yang ditawarkan1 di pasar naik. Seh7aadalahiThrganaik member ikan keuntungan ekstra kepada para petani dan mereka cenderung untuk memproduksi lehth banyak. Kenaikan produksi dapat disebabkan oleh salah satu atau :edua faktor berikut yaitu: a. hagi daerah yang masih dapat diperluas tanah pertaniannya, peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memperluas lahan pertanian atau sering disebut ekstensifikasi pertaniari. b. bagi daerah yang tanahnya terbatas, petani dapat. produksinya dengan memperbear produksi per satuan luas tanahatau sering disebut intensifiVasf pertanian. Caranya 4engan memperbaiki teknik bercocok tanam, memperbanyak penggunaan pupuk, menggunakan bibit unggul, memperbaiki pengairan, memberantas hama dan masi.h banyak lagi cara yang dapat dilakukan ol.eh petani. Dalam kenyataan, hukum penawaran tidak selalu berlaku, tergantung pada jangka waktu yang kita maksudkan dan tergantung juga pada jenis barang yang diproduksilcan. Dalam jangka sangat pendek petani tidak inungkin meningkatkan produksinya sebab tidak ada waktu yang cukup untuk menambah faktor produksi. Selain itu ada hal yang penting untuk diingat yaitu proses produksi pertanian memerlukan waktu satu musim (beberapa bulan) sehingga suatu kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti oleh naiknya jumlah barang yang ditawarkan kalau memang waktu panen belum tiba. Dalam jangka pendek apabila terjadi kenaikan harga, petani mempunyai waktu yang cukup untuk menambah faktor produksi variabel sehingga produksi dapat 24 ditingkatkan. Dan dalam jangka panjang petani mempunyai waktu yang cukup banyak untuk menambah semua faktor produksi baik faktorproduksi variabel maupun faktor produksi tetap. Sehingga peningkatan produksi sebagai reaksi terhadap kenaikan harga cukup besar. Apabila digambar ketiga macam kurve penawaran tersebut yaitu kurve penawaran jangka sangat pendek, kurve penawaran jangka pendek dan kurve penawaran jangka panjang mempunyai kemiringan yang berbeda. Hal mi menunjukkan reaksi terhadap peningkatan harga tidak sama untuk jangka sangat pendek, jahgka pendek dan .jangka panjang. Misalkan ada kenaikan harga dan P1 sampai P2. Apabila kenaikan harga tersebut terjadi dalam jangka sangat pendek, petani tidak mampu menambah produksinya sehingga jumlah barang yang ditawarkan tetap. Kurve penawaran (supply) barang dalam jangka sangat pendek sejajar sumbu tegak. Apabila kenaikan harga dan P1 ke P2 terjadi dalam,jangka pendek petani dapat rneningkatkan produksinya dengan menambah faktor produksi yang variabel sehingga jumlah yang dit.awarkan naik dan OX2 menjadi OX3. Dan apabila kenaikan harga terjadi dalam jangka panjang petani dapat menaikkan produksinya dalam ,jumlah yang lebih banyak yaitu dengan nenarnbah faktor produksi tet.ap maupun variabel. Hal mi tampak pada perubahan jumlah barang yang ditawárkan dan OX4 ke OX5, di mana X4 X5 Lebih panjang dan pada X3 X4. KONSUMSI PRODUK-PRODUK PERTANIAN 1. Jumlah penduduk dan tingkat pendapatan sebagai basis untuk Konsumsi Dilihat dan kacamata seorang ahli ekonomi, kegiatan—kegiatan manusia dalam suatu masyarakat dapat diperas menjadi tiga macam kegiatan ekonomi yang pokok yaitu: kegiatan produksi, kegiatan konsumsi, dan kegiatan pertukaran. Dalam masyarakat yang masih primitif setiap keluarga menghasilkan sendiri makanan, pakaian serta barang—barang yang lain. Masyärakat semacam mi sering disebut masyarakat subsisten. Dalammasyarakat subsistenhanya ada dua kegiatan ekonomi yaitu kegiatan produksidan kegiatan konsumsi. Apa yang diproduksi, dikonsumsi sendiri. 25 Semakin maju suatu masyarakat semakin banyak macam barang yang dibutuhkan dan banyak pula barang—barang yang dibutuhkan tetapi tidak mampu Di lain pihak semakin efisienproses produksi semakin banyak barang yang dihasilkan sehingga terdapat kelebihan barang yang dapat diproduksi sendiri. Maka timbullah kegiatan ke tiga yaitupertukaran. Mula—mula pertukaran antar keluarga, berkembang menjadi antar desa dan seterusnya sampai saat mi dikenal perdagangan antar negara. Setiap anggota masyarakat melakukan kegiatan ekonomi paling tidak kegiatan korisumsi. Seseorang melakukan kegiatan konsumsi disebabkan adanya dorongan yaitu yang disebutkan kebutuhan. Kebutuhan manusia timbul dan d3ongan untuk bertahan suptetap hidup. Kebutuhan mi biasa disebut kebutuhan biologis misalnya makari, rninum dan perumahan. Selain itu kebutuhan dapatThIthbulkrena tingkãt freràdaban dan kebudayaan masyarakat. Misalnya keinginan untuk memperoleh pendiciikan yang semakih tinggf keingi.nn untuk rnempunyai rumah yang baik dan sehagainya. Karena banyaknya macam barang yang dibutuhkan dan banyaknya jumlah barang, maka dapat dikatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas dalam arti apabila satu kebutuhan dipenuhi akan timbul kebuthan lain, dan apabila kebutuhan tersebut juga sudah dipenuhi akan timbul kebutuhan yang in..Jagi. Masalah pemenuhan kebutuhan manusia dan persoalan—persoalan penduduk sudah dibahas oleh Matithus dengan panjang lebar. Maithus mengatakan bahwa penduduk bertambah menurut denet ukur sedangkan produksi bahan makanan hanya berkembang menurut deret hitung. Jadi penduduk bentambah lebih cepat danipada pertambahan produksi bahan rnakanan. Persoalan tekanan pendud’il< di Indonesia JUJ sudah lana inenjadi objek penelitian para ahli. Pada tahun 1975 Indonesia adalah negara nomer 5 terbesar penduduknya dengan jumlah pend’ictuk 132 juta Jiwa. Dengan semakin banyaknya penduduk semakin banyak pdia kebutuhan akan barang.-barang konsumsi. VIal mi tidak dapaL diimbangi oleh kenaikan produksi terutama procluic—produk pertariian sebab produk pertanian memang tidak mudah untuk ditingkatkan karena proses produksinya memerlukari waktu yang cukup lama. Maka dan itu Indonesia terpaksa mengimpor bahan makanan utama yaitu beras. Pada tahun 1975 Indonesia mengimpor beras -‘-10% dan nilai impor total. Selain beras Indonesia juga mengimpor bulgur dan gandurn karena cadan:in heras di duni:- akan habis ap;ibil: semua diimpor Indonesia. Persoalan pencluduk di Indonesia sebenarnya lebih kotnple, tiuak hanya penduduk yang padat tetapi tingkat pertambahan penduduk tiap tahun yang tinggi dan penyebaran penduduk antar daerah ttdak seimbang. Sebagai akibat adanya pertunibuhan penduduk yang sangat cepat. maka komposisi penduduk menunjukkan bahwa penduduk berusia muda merupakan bagian yang sangat besar. Penduduk berusia muda mi pada umumnya merupakan pencluduk yang tidak produktif tetapi bersifat konsumtif. Yang termasuk di dalamnya adalah anak—anak, pelajar dan mahasiswa. Selain itu penduduk yang berusia muda tersebut apahil.a suiah niasuk usia kerja, mereka membutuhkan pekerjaan. Lapangan pekerjaan dapat mereka ciptakan sendiri atau yang lebih sering terjadi harus diciptakan oleh masyarakat termasuk pemerintah. Apabila penciptaan kesempatan kerja tidak sebanding dengan penduduk yang mencari pekerjaan akan dapat. menambah penganggur yang sudah ada. Pemecahan persoalan pengangguran dapat dikaitkan dengan pemecahan rnasalah penyebaran penuduk. Penduduk yang menganggur dapat dipindahkan ke daerah—daerah yang kurang padat penduduknya untuk tnernbantu pembangunan di daerah tersebut. Dengan cara mi ada beberapa masa.lah yang dapat dipecahkan yaitu masalah pengangguran, rnasalah penyebaran penduduk, dan masalah penyebaran pembangunan. 26 Dan pengalaman tampak bahwa program transmigrasi kuran’ herhasiJ dan beayanya cukup mahal. Maka dan itu disadari bahwa cara ersebut bukan lah satu—satunya cara yang baik untuk memecahkan masalah pcniu]uk di Indonesia. Cara lain dapat ditempuh dengan intensifikasi pertanian, industrialisasi, dan pembatasan jumlah penduduk. Dengan pembatasari jumlah penduduk berarti pula pembatasan perkernhangan konsumsi baringbarang terutama barang—barang kebutuhan pokok. Program lain yang pernah dilaksanakan di Indonesia adalah program padat karya. Program mi bertujuan untuk mempercepat jalannyi pembangunan, selain itu ada tujuan yang lebih utama yaitu untuk memeratakan lapangan pekerjaan. Dengan meinberi lapangan pekerjain berart.i secara tilak langsung memberi pendapatan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. Pendapatan mi nantinya akan digunakan untuk membeb barang—barang uriLuk mencukupi kebutuhan inereka. Sebab tanpa pendapatan berarti penduduk tersebut tidak dapat rnembefl harang—harang yang dibutuhkan. Padahal kita semua tahu bahwa ada kebutuhin yang rnutlak harus dipenuhi balk kita mempunyai pendapatan atau pun tidak berpenghasiJan yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup atau kebutuhan biologis. Maka dan it.u apabila mereka tidak (lapat mencari uang secara halal, cara yang tidak halal pun akan dilaksanakan untuk mempertahankan hidupnya. [lubungan antara tingkt I)endapJLan dan pengeluaran konsums 1 hiarn teori ekonomi dinyat.akan dalam fungsi konsums. Hubungan kedud variabel tersebut searah, arLinya apabila tinkat pendapatan naik, pengeluaran konsumsi juga naik. Sel.ain itu pengeluaran konsunisi selalu posit if yang berarti walaupun seseorang tidak mernpunyai pendapatan, inereka tetap mengadakan pengeluaran untuk konsumsi. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalarn hentuk persamaan yang sederhana sehgai berikut: C=a+by di mana: C adalah pengeluaran konsumsi Y adalah tingkat pendapatan a adalah pengeluaran konsumsi pada saat tingkat pendapatan sama dengan fbi b adalah Marginal Propensity to Consume disingkat MPG yaltu tam— bahan pengeluaran konsumsi sebagai akibat adanya tambahan pendapatan sebanyik 1t yang ditulis denigan rurnus: Fungsi konsumsi di atas apabila digainbar dalam bentuk grafik adalah seperti terlihat dalani gambar berikut. 27 Pada tingkat pendapatan sama dengan 0Y1, pengeluararj konsumsi sama. dengan ingkat pendapatan. Pada tingkat pendapatan lebih kecil dan 0Y1, pengeluaran konsumsi lebih tinggi. dan tingkat pendapatan; kekurangan uang tersebut ditutup dengan dissaving yaitu dengan mengambil tabungan atau Ineminjarn kepada pihak lain. Pada tingkat pendapatan lebih besar dan 0Y1, pengeluaran konsumsi lebih kecil dan tingkat pendapatan, maka sisa tersebut ditabung. 4.2.1.2 Konsep Permintaan Sepertisudahdijeiaskan dimuka, suatu barang mempunyai permintaan apabilabar.ang.ter3ebutberguna. Permintaan akan suatu barang dipengaruhi oleh banyák faktor, antara lain oleh harga barang yang bersangkutan, oleh harga barang lain yang ada hubungannya dengan barang tersebut, pendapatan konsumen, selera dan masih banyak lagi faktor yang mempengaruhinyatermasuk di dalamnya adalah faktor sosial budaya. Sebagai contoh permintaan akan beras dipengaruhi oleh harga beras, harga barang lain; seperti jagung, gandum, gaplek dan sebagainya, pendapatan konsumen, selera konsumen, dan adat kebiasaan bangsa setempat dalam hal makan. Teori permintaan sebagaimana teori—teoni yang lain, adalah merupakan suatu model sederhana dengan menggunakan anggapan—anggapan tertentu. Dalam hal permintaan kita hanya melihat hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang yang bersangkutan dengan menganggap bahwa pendapatan konsumen, harga barang lain, selera konsumen dan faktor—faktor yang lain tetap tidak ada perubahan. Asumsi— asumsi/anggapan—anggapan ini-lah yang disebut ceteris paribus. Huburigan antara harga dan jutnlah barang yang diminta dalam keadaan normal, berlawanan arah seperti yang dijelaskan dalam hukum permintaan, yang mengatakan bahwa apabila harga suatu barang naik, dengan anggapan ceteris paribus, màka jumlah barang yang dimirita konsumen turun. Dan sebaliknya apabila harga turun, dengari anggapan ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta konsumen akan naik. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam suatu persaman yang disebut fungsi permintaan seperti persarnaan berikut. P a— bQ Atau dapat dinyatakan sebagai kuantitas merupakan fungsi dan harga. 28 Q c — dP Fungsi perrnintaan dapat digambar dalam bentuk grafik dan disebut kurve permintaan. Cara menggambarnya dengan meletakkan skala harga pada sumbu tegak dan skala kuantitas pada sumbu mendatar. Kurve permintaan berbentuk garis yang miring dan kin atas ke kanan bawah. Hal mi dapat diterangkan secara teoretis dan juga dapat dirasakan secara logis dengan mencocokkan dengan keadaan yang nyata. Ada dua sebab mengapa kalau harga naik jumlah barang yang diminta turun sebaliknya kalau harga turun ,jumlah barang yang__dimintanaik. Penyebab pertama adalah perubahan harga mengakibatkan terjadinya penggantian (efek substitusi). Misalnya harga gula pasir naik maka para ibu rumah tangga mengganti sebagian gula pasir yang dikonsumsi dengan gula merah yang lebih murah harganya. Kalau harga beras naik, sebagian konsumsi beras diganti dengan Jagung atau gaplek sehingga jumlah beras yang dirninta turun. Penyebab kedua adalah perubahan harga yang tidak diikuti oleh perubahan pendapatan yang sebanding akan mengakibatkari perubahan pendapatàn nil yang selanjutnya akan mempengaruhi jumlah barang yang diminta. Misalnya harga suatu barang pada suatu saat naik, bila pendapatan konsumen tidak berubah maka berarti pendapatan nil konsumen turun, sehingga konsumen merasa lebih miskin dan selanjutnya mengurangi jumlah barang yang diminta. lnilah yang disebut efek pendapatan dan perubahan harga yang akan mempengaruhi jumlah barang yang dirninta. Efek pendapatan mi akan sangat kuat apabila barang yang bersangkutan memegang peranan penting dan mengambil bagiari yang besar dalam anggaran belanja keluarga. Untuk barañg inferior yaitu barang yang dianggap lebih rendah mutunya dibanding dengan barang lain, seperti misalnya gaplek rnerupakan bahan makanan yang lebih inferior dibanding dengan beras, mempunyai efek pendapatan yang berlawanan dengan efek pendapatan pada barang normal. Apabila harga gaplek turun, bila konsumen tetap, pendapatanriilnya naik, maka konsumen merasa menjadi lebih kaya dan mulai meriggantikan gaplek dengan beras. 4.2.1.3 Fungsi Permintaan ?asar 29 PermintaanPasar akan suatu barang adalah penjum1ahi emua kurve perrnintaan konsumen yang ada dalam pasar tersebut. Seandainya di paar hanya ada 2 orang konsumen maka kurve permintaan pasar dapat. diperoleh dengan rnelakukan penjumlahan secara horisont.al dan kurve—kurve perm i ntaan konsumen—korisumen tersebut untuk setiap tingkat harga. Salah satu karakteristik yang penting dalam fungsi perrnintaan ,jumlah barang yang diminta terhadap perubaha salah satu faktor yang mempengaruhinya. Ukuran derajat kepekaan mi disebul elastisitas. Ada beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan. a. Elastisitas Harga Untuk mengukur besar kecilnya perubahan jumlah barang yang diminta konsumen sebagai akibat perubahan harga. Suatu konsep yang sangat berguna dan banyak sekali dipakai dalam il.mu ekonomi. Kqnsep ini menyatakan perbandingan antara persentase perubahari jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga. 30 Dengan cara yang ke dua mi koefisien elastisitas yang dihitung dengan menggunakan anggapan harga turun dan P1 ke P2 tidak sama dengan perhitungan yang dilakukan dengan anggapan harga naik dan 2 ke P1 karena perbedaan tinglat harga dan jumlalL yang diminta yang digunakan dalam perhitungan. Untuk menghindarkan dan perbedaan tadi kita gunakan P1 dan P2 serta Q1 dan Q2, sehingga rumusannya berubah menjadi: b. Elastisitas Silang Dalam kenyataan, suatu barang yang dikonsumsi tidak berdiri sendiri tetapi mempunyai hubungan yang erat dengan barang lain dalam fungsinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Baik karena sifatnya yang dapat dipertukarkan maupun karena barang tersebut harus digunakan secara bersama—sama. Untuk mengukur kepekaan jumlah barang yang dirninta terhadap perubahan harga barang lain digunaan elastisitas silang (cross elasticity) yang mérupakan perbandingan antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta dibagi dengan persentase perubahan harga barang lain. Elastisitas silang yang positif menunjukkan bahwa barang X d Y acialah dua barang yang saling menggantikan. Sedang elastisitas si ng yang negatif rnenunjukkan bahwa barang X dan barang Y adalah ba ng komplementer. c. tListisitas Pendapatan Elastisitas pendapat.an mengukur kepekaan jumlah barang yang diminta terhadap peruhahan pendapatan yang dapat dihitung dengan membandi an antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta de an persentae perubahan pendapatan. 31 Untuk indonesia elastisitas pendapatan ditaksir melalui elasti. tas pengeluaran. Sebab lebih mudah mengumpulkan data pengeluaran dar ada mengumpuikan data pendapatan. BAB IV PASAR PRODUK-PRODUK PERTANIAN 1. Permintaan Produk-produk Pertanian Pemintaan konsumen didefinisikan sebagai berbagai kuantitas suatu. barang tertentu dimana seorang konsumen ingin dan mampu membelinya pada berbagai tingkat harga, ceteris paribus. hubungan permintaan tersebut hanya menunjukkan hubungan secara teoritis antara harga dan kuantitas yang dibelinya per unit waktu, ceteris paribus. Harga dan kuantitas berbanding terbalik, oleh karena itu kurve permintaan bers lope negatif. Hubungan terbalik ini kadang-kadang disebut hukum permintaan, dan hal ini bisa dijelaskan pada efek subsitusi dan pendapatan dan suatu perubahan harga. Efek substitusi timbul karena konsunen mengalihkan pembeliannya ke produk yang secara relatif lebih murah karena perubahan harga. Misalnya kalau harga daging sapi naik maka mungkin sekali konsumen mengganti daging sapi dengan dagin kambing yang harganya lebih nurah. Atau jika harga gula pasir naik, maka konsumen Mungkin akan mengganti gula pasir menjadi gula merah yang harganya lebih murah. Jadi dalam hal ini terjadi proses penggantian (substitusi). Efek pendapacan timbul karena suatu perubahan harga dan satu produk, ceteris paribus, merubah pendapatan rill konsumen. Suatu penurunan harga menaikkan daya beli dan sejumlah uang tertentu, dimikian sebaliknya. Misalnya pada harga Rp.100 per unit maka 300 unit produk membutuhkan uang sebesar Rp. 30.000,-. Suatu penurunan harga sebesar Rpl00, (menjadi Rp. 90/unit) berarti bahwa seorang konsumen bisa membeli 300 unit yang sama dengan uang sebesar Rp.27.000U0 berarti penghematan sebesar Rp3.00.. Efek substitusi dan suatu peruba.han harga untuk suatu produk tertentu selalu negtii. Dengan suatu kenaikan harga, ef ek substitusi menurunkan kuantitas yang dibeli, dnikian sebaliknya. Efek pendapatan dan suacu perubahan harga juga biasanya negatil. Suatu kenaikan harga menurunkan pendapatan nil, dan bahkan dengan suacu huixingan positif yang biasa antara kuantitas dan pendapacan yang benlaku, kuantitas dan harga akan bergerak dalam arab yang benlawanan. Deinikian pula sebaliknya jika terjadi penurunan harga. Ada beberapa produk yang inenpunyai hubungan yang cerbalik antara pendapatan dan kuantitas produk yang terjadi. tlam kasus-kasus mi, suatu penurunan pendapatan nil, sebagai akibat dan suatu kenaikan harga, akan berhuhungan dengan suatu kenaikan kuantitas yang dibeli. Karena itu, efek pendapatan dan suatu perubahan harga akan menggeser kuantitas pada arab yang sama dengan perubahan harga tersebut. Jika ef ek pendapacan mi lebih besar dan efek substitusi, maka kuantitas yang diminta akan naik dengan suatu kenaikan harga, deinikian sebaliknya. mi adalab kasus yang jarang dan Gift en’s Paradox atau hubungan intaan beriope ppsitif. Permincaan pasar adalah suatu penyamarataan konsep perniintaan koasimen. Hal mi didefinisikan sebagai pilihan berbagai kuarititas dan suatu produk dimana semua 32 konsuiTen cli dalam suatu pasar certencu ingin dan manu menbeli pada berbagi tingkat harga, cetenis panibus. Suatu hubungan permirztaan pasar bisa dianggap sebagai suatu penjumlahan permintaan individual. Suatu perubahan harga menyebabkan perubahan jumlah yank dibeli konsumen sama halnya dengan perubahan kuantitas yang dibeli setiap orang. Kita akan memperhatikan hubungan-Fubuogan permintaan pasar. HutAlnganhutungan mi bisa berarti permintaan dalam suatu kota, desa, atau negara, atau daerah pasar lainnya. I-lubungan permintaan digambarkan dalain Gambar 4.1. Kuantitas adalah i igs i harga, tetapi hárga secara konvensional diIetakkan pada sumbu vertikal dan kuantitas pada sumbu horisontal dan diagram fungsi permintaan (dan penawaran). b. Perubahan perinintaan Adalah penting untuk membedakan antara suatu perubahan kuantitas yang diminta dari suatu perubahan permintaan (antara pergeseran sepanjang suatu kurve permintaan dan pergeseran kurve permintaan). Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat permintaan bisa dikelompokkan roenjadi 4 kelompok yakni: 1) jumlah penduduk dan distribusinya menurut unsur, daerah geografis, jenis kelamin dan lain-lain; 2) pendapatan konsumen dan distribusinya; 3) harga dan ketersediaan produk-produk lain dan jasa; 4) selera dan preferensi konsumen. Faktor-faktor tersebut di atas kadang-kadang disebut faktor-faktor penentu permintaan. Seperti ditekankan sebelumnya, faktor-faktor ini, dianggap tetap untuk suatu tingkat yang tertentu dan suatu fungsi penmintaan, tetapi dengan perjalanan waktu, perubahan permintaan adalah suatu aspek penting dan penubahan harga. Suatu pergeseran permintaan yang sederhana ditunjukkan pada Gambar 4.2. Suatu kenaikan permintaan berarti bahwa kurve permintaan bergerak ke kanan. 1<.onsumen akan menibeli Lebib banyak lagi produk tertentu pada tingkat harga yang sama, atau nereka akan weTIbeii kuarititas yang sama pada tingkat harga yang iebih tiriggi. Suatu penurunan perrnitaan (bergeser ke kin) niempunyai pengaruh yang bertawanan. 33 lJntuk hampir senna produk-produk pertanian, penctapatan dn permintaan berhuhungan secara pos itit, karena itu suatu kenaikan pendapatan nienggeser permintaan ke kanan. Tetapi untuk beberapa produk adaiah sebaiiknya. Produ OdUE terse[xzt disebut barang interior lxikan karena kurang bergizi, tetapi hanya karena konsuiien niembeli lebib sedikit j ika pendapatannya naik. Misalnya ga1ek. c. Permintaan Spekulasi Mungkin Anda bert ikir bahwa konsep permintaan hanya dalam artian perniincaan konsunien untuk pemakaian saat sekarang saja. Permintaan spekuiasi merupakan suatu macam permintaan yang dikaitkan dengan penggunaan dan harga yang diharapkan pada masa yang akan datang. Karena sejumlah produk pertanian dihasilkan secara musiman tetapi dikonsixrisi sepanjang tahun, maka konsep permintaan spekulasi secara khusus mendapat perhatian para ekonoi pertanian. Suatu fungsi permincaan bisa di interpretasikan sebagai permintaan untuk penggunaan sekarang dan untuk tujuan-tujuan spekulasi. Pengasinnsian perrnintaan spekulas i tergaixing dalam t ungs i permintaan, faktor-f aktor tambahan bisa menambah/mernperbesar pergeseran permintaan (bahkan merubah harga-harga). Misainya, prospek yang baik suatu produk pertanian pada tahun yang akan datang, akan uieningkatkan permintaan spekulasi untuk cadangan-cadangan sekarang. Prospek produk, pembatasan ekspor/impor terhadap produk tersebat, nusim kering, adalah beberapa contoh I aktor yang bisa merthah permintaan spekulasi. Singkatnya, suatu tungsi permintaan bisa bergeser dengan adanya perubahan permincaan spekuiasi. Spekutasi yang tidak tepat dalant mengantisipasi. kejadian-kejadian pada nasa yang akan datang bisa meningkatkan variabiiitas harga, tecapi spekulasi yang mengantisipast mesa depari dengan cepat menunmkan variabi Litas harga. d. Permintaan Turunan (derived demand) Konsumen akhir adalah orang yang menentukan bentuk dan posisi fungsi permintaan. Analisisnya adalah bahwa hubungan permintaan konsumen batasanya mengenai permintaan dasar (primary demand). Dalam analisis empiris, data harga eceran 34 dan kuantitas biasanya digunakan untuk menentukan hubungan permintaan dasar (primary demand). Istilah permincaan turunan (derived demand) digunakan untuk munjukkan skedul pemintaan akan input yang digunakan untuk memproduksi produk-produk akhir. Jagung misalnya, adalah suatu input penting untuk industri peternakan, sementara kedele digunakan untuk membuat kecap. Analisis , permintaan akan jagung dan kedele diturunkan dari permintaan akari produk-produk akhir. Suatu kurve permintaari turunan bisa berubah juga karena kurve permintaan dasar (primary demand) bergeser atau karena perubahan margin pemasaran. Secara empiris, hubungan-hubungan permintaan turunan bisa diestimasi, juga secara tidak langsung dengan pengurangan margin yang tepat dan skedut peraiintaan dasar, atau secara langsung dengan penggunaan data harga dan kuantitas dimana. diterapkan pada tahap (stage) yang tepat dari pemasaran. misalnya harga-harga dan kuantitas pedagang besar bisa digunakan untuk memperkirakan permintaan turunan pada suatu tingkat menengah, semencara itu data harga-hargá dan kuantitas perusahaan pertanian bisa digunakan untuk mengestimasi kurve permintaan yang dihadapi produsen. 4.1.1.2 Elastisitas Pennintaan Dalam seksi mi kita membahas elastisitas harga, elascisitas harga silang, eiastisitas pendapatan dan ileksibilitas harga. Konsep-konsep tersebut di atas akan ditinjau dart sisi penmmntaan. a. Elastisicas liarga Elastisitas harga adaiah perbandingan ancara persencase perubahan junlah produk yang diminca dengan persentase perubahan harga. Hesr atau kecilnya elastisitas pada suatu persentase harga tertentu, tergantiing kepada besar kecilnya persentase peruhahan jumlah hara yang dLmlnta. Semakin besar e berarti permintaan maktn elastts, demikian sebaliknya tidak atau kurang elastis hila e kecfl. Jika e > 1, maka permintaan elastis, dan permintaan tidak elastis (in elastis) ilka e <1. ICoefisien elastisitas sering dttultskan negattf. Hal tnt menuniukkan hahwa j ika harga naik, maka jurniab produk yang dirninta turun, demiktan pula sebaliknya jika hargaturun maka jumlah produk yang dirninta naik. Perukuran koefisien elastisitas hisa dilakukan dergan 2 cara. 1) Etacctsttas tkik (point elasticity) yattu menggunakan elastisitas pada satu titik pada kurve permintaan. 2) Elasttsitas busur (arc elasticity) yattu elastisitas antara 2 ttttk pMa kurve perrntntaan. 35 Pada ganbar di atas; ditunjukkan. hahwa t it 1k A merupakan perstnggungan antara suatii garis derari kurve permintaan (0), maka elasttsttas harga atas permlntaan pada titik A adalah: Dimana Q arial.ah jumlab produk yang diininta, dan P adalah harga. Cara perhirungan koeftsien elastisitas dengan cara elastisitas 1is’ir (arc last1citv) paling sering dtpakat. Dart Gambar 4.3 ktta hisa menhtriing koefisten elastisitas antara 2 tltik yaitu B dan C pada kurve perni1.rtaan dengan rumus: Koefisien elastisitas sama dengan satu (unitary elasticity) merzmlukkan bahwa setiap perubahan harga membawa perubahan propors tonal dalam jumlab produk yang diminta. Bagi penjual, kurve permintaan seperti tnt memberikan penerintaan yang kOnstan apakah hargarwa tinggi atau rendab. Di dalam teori ada koefisien elastisitas sama dengan nol dan tak berhingga (c-). Koefisien elastisitas sama dengan nol menunjukkan bahwa kurve permintaannya inerupakan garis vertikal yang berarti bahwa berapapun harga produk, jumlah yang diminta tidak akari terpengaruh. Sebaliknva path koef is ten elastisitas tak berhing,ga, perubahan harga produk mempunyai dua akibat yattu juinlah yang diminta tak beriiingga atau sania dengan nol, dan.kurve permintaannya berbentuk garts horisontal. 36 Has ii. penelit tan C Peter Tinnier di Indonesia menurijukkan hahwa elasttsitas harga atas perniintaan tepung gandum adalah sebesar -1,4, yang berarti bahwa setiap kenaikan harga tepung gandum’ sebesar 107 diikuti oleh penirunan konsumsi (lutul.ah gandum yang diminta) sebesar 14% atau sebaliknya penurunan harga tepung ganduin sebesar 10% akan diikuti oleh kenaikan konsuinsi gandum sebesar 14%. b. Elastisitag Silang (cross elasticity) atas permtntaan Elastisitas silang atas permintaan adalah perbandingan antara persentase perubahan junilab yang diniinta atas produk X dengan persentase perubahan harga produk Y (yang berhuIungan). Di dalam arti ekononii, selain besar kectlnya koefisien elastisitas silang maka tandanya (positif atau negatif) adalab lebth pent ing, karena tandanva tersebut menunjukkan sifat hubungan antara kedua produk tersehut. Tanda yang positif herarti produk X dan Y adalab substitutif, sedankan hiLa tandanva negatif maka produk X dan Y adalah koniplementer. Semakin besar koeftsien elastisftas ku maka semakin erat iIxingan kedua produk yang bersangkutan. Sebagat contob, dan has it penelittan C. Peter Ttnimer diteniukan hahwa koefisien elastisitas silang antara beras dan tepung gandurn dl Indonesia sebesar + 1,2 herarti kenaikan hara heras 10% akan dilkuti oleh kenaikan gandum yang diminta sehesar 12%. Jadi tepung gandum merupakan hahan makanan penggant i (subs titut) heras yar cukup balk. c. Elastisitas pendapatan atas permiritaan F.lastisitas pendapatan atas permlrtaan adatah perbandiran antara persentase peruhahan jumlah produk yang diminta Iengan persentase perubahan pendapatan. Di Indones La, kita sudah niempunyai taksirantaksiran koefisien elasttsitas pendapatan yang lehlh balk ketimbang koef is ten elastis itas harga dan s hang atas perminta.an. Elatis itas peridapatan hisa dirumuskan sebagai herikut: Elactisitas pendaratan atas permintaan tandanva hampir selalu positif. Konsunien yang pendapatannya naik, maka dava helinva naik dan La akan membeti barang-barang konsumsi lehib hanyak. Konsep elastisitas atas permintaan mi sangat penting di dalain ekonon karena mampu menerargkan perhedaan perilaku ekor’omt dan berbagai gotongan pendapatan masyarakat dalam pembetian produkproduk. IJntuk permintaan hahan makanan tenitanla beras di Indonesia, elastjsftasriya rendah. Menurut Mubyarto, eLastisltasriya sebesar 0,65,jadi makin tinggi pendapatannya maka semakin rendab elastlsltasnya. Indonesia, sepertt kebanyakan negara-negara sedang berkembang tainnva, koefisien elastisitas pendapatan atas permiritaan untuk heherapa hahan makanan dltaksir dengan elastisitas pengeluaran (expenditure elasticity). Yang dirnaksud dengan elastisitas pengeluaran tnt adatab perbandingan ant ara persentase perubahan lurnlah produk yang climinta dengan persentase perubahan pengeluaran korisumen. 37 d. Koeftsten flekstbilitas harga Narga dianggap sebagai faktor perwebab perubahan dan umlth produk yang diminta bertihah naik atau turun tergantung pada peruhahan harM jika kita menghttrng eLastisitas harga. Jadi harga merupakari variabel independen sedangkari jumlab produk yang diminta merupakan ,variahel dependen. Penetapan tingkat harga tertentu akan menentukan junilab produk yang dapat diserap atau akan ditampung pasar. Tetapt di samping penerapan pengetahuan tetang elastisitas harga untuk menentukan jumlah produk yang dapat diserap pasar, maka kita dapat pula menerapkan teort tnt dart segi Lain yaitu melihat pengaruh petubahan jumlah produk yang ditawarkan di pasar dengar. harga yang terladi. Iriilah yang dtse1ut fleksi.bilitas harga dimana harga menjadi variabel dependeri yang tergantung pada jumlah produk sebagai variabel. independen. Fleksihilttas harga tnt disebut juga elastisitas jumlah yang merupakan kebalikan dart elastisitas harga. Fleksihilitas harga tnt dirumuskan sebagai berikut: Hubungan antara elastisitas harga dan fl.eksihilitas harga dapat dituliskan sebagai berikut: Elastisita.s harga 0 0,5 1 2,0 Flekaibilitas harga c- 2,0 1 0,5 Tinggi rendahrwa flekstbilitas harga mi sangat petting hagi petani karena hasil-hasil pertanian yang hers if at muslman dapat mengakihatkan .fluktiiast harga yang hesar. Suatu hasH penel.itian terhadap petani temhakau di daerah Besuki (1972) nerunjukkan hahwa peruhahan produksi diikuti oleh peruhahan harga dengan persentase yang lehih hesar. Kenyataan demikian sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dan tingkat hidup petani temhakau di daerah tersebut yang pada umumnya tetap miskin walaupin menghasilkan komoditi ekspor yang penting. Rawang merab dan cahe merupakan contoh lain dart hash pertanian yang mernpunyai fleksibilitasharga yang tinggi. 4.1 .1 .3 Hal-hal yang berkaitan dergan penawaran di dalam pertanian Di hawah tnt kita akan menthahas jSengertian heberapa konsep yang berkaitan dengan penawaran di dalam pertanian. a. Kurve penawaran dan elastisitas penawaran farga keimbangan terjadi pada perpotongan antara kurve permintaan dan penawaran. Kurve permintaan heserta sifat-shfatnya telah kita hahas di muka, sekarang ktta akan membicarakan kurve dan elastisitas penawaran. Elastisitas harga atas penawaran sama dengan nol jika kurve penawaran merupakan garis vertikal (harga tidak rnempengaruhi jumlah yang ditawarkan), sedangkan jika kurve penawarannya merupakan garis horisorital maka etastisitas harga atas penawaran adalah tak herhtngga (). 4.9 Perbedaan pent trig antara kurve permintaan dan pIwaran dalam menakstr koef is ten elastisitas adalah: pertama, pentingnya faktor waktu di dalarn penawaran, dan yang kedua adalah bahwa peraruh harga terhadap umlah yang ditawarkan hiasanva tak dapat dibalikkan (irreversible). 38 DI. sini faktor waktu dalam penawaran angat pentingkarena produkproduk pertaraan hers if at musiman, vaitu tulanan at*t F$e4atn atau tahunan sehingga suatu kenaikan harga di pasar tidakE , at. segera dilkuti dengan naiknya penawaran kalau panen helürn tiba. flal tnt menunjukkan hahwa elastis itas harga atas penawaran adalah inelastis dalam jangka pendek. Di sarnping itu pergaruh harga tidak dapat dibalikkan karena kenaikan harga setelah beberapa waktu terteritu inendorong kenaikari lumlah yang ditawarkan, maka pemrunan harga tidak akan mengembalikan jumlah yang ditawarkan ke ttngkat semula. b. Penawaran dan peranan lembaga pemasaran Persoalan lain yang sangat perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan penawaran adalah peranan lembaga pemasaran (pedagang). Harga yang terladi di pasar merupakan perpotongan antara kurve permintaan dan penawaran. Tetapi di dalam kenyataan terdapat harga pada tingkat petani /produsen (producers price) dan harga pada tingkat eceran (retail price) dl samping harga pedagang. Pembentukan harga yang rnurni terladi pada tingkat harga perdagangan besar, (whole sale price) karena hanya pada tingkat tnt terdapat persaingan yang agak sempurna. Harga konsumen dan harga t ingkat pet ant hiasanya tinggal inemperhttungkan dart harga perdagangan besar yaitu dengan menambah dan mengurangi margin pemasaran. Tintuk menielaskan proses pembentukan harga di atas, kita ambil antoh dan bukuriva Prof esor Mabyarto (Pengantar Ekonomi Pertanian, 1979). Dan gambar di atas bisa dilihat perbedaan besarra elastisitas harga pada kedua tirigkat pasar yaitu elastisitas harga lehih rendah (dan 4.10 fleksibtlitas harRa Iehih tinggi) path tirkjt produsen hila dthandingkan dengan ttngkat eceran. Jika jumiah produk yang dihawa ke pacar turun dart 40 meniadi 30 maka haa pada kedtia pasar r.alk RplO,00. Nannn demikian kenaikan RplO,00 pada tlngkat harga eceran berarti. dart Rp40,00 ke Rp50,00 at-au 25, sedarigkan pada tingkat produsen berarti dart Rp20,00 ke Rp30,00 at-au 507. Berarti elastisitac barga pada t tngkat eceran adalah: 39 Yang herarti elastisftas harga pada ttngkat produsen hanva sekttsx separuh dart elastisitas harga pada tingkat konsumen. Tni mernniukkan 1hwa petani (produseri) herada dalam kedudukan yang lernab bila dihandingkar. dertgan pedagang dan konsumer’. c. Elastisitas harga atas penawaran Riirrus elact is it-as harga atas penawaran adalah sebagai herikur’ Makin besar koefisien elastisitas tnt nkin el.astis kurve penawaran, artinya peruhahan harga yang relatif kecil mengakthatkan peruhahan lumlah yang ditawarkan retatif besar. Elastisitas harga atas penawaran uga mngandung efek suhst ibis i dart efek pendapatan. F.fek substitusl da].am penawaran misainva jika terjadi peruninan harga beras maka petani akan menggant i tanaman pad! nya dengan kedele yang relatif tehih rnengiinttingkan, begitu pula sebalikrtya. Sementara itu efek pendapatan dart suatu penibahan harga prod’ik pertaniar. dapat bersiFat posfttf atari negatif. Kalau rnisalnva suatu kenaikan harga beras yang menyebabkan naikrtya pendapatan pet-ant mendorortg petani untuk rnenggiinakan pupuk lehih banvak untuk tanarnan padt berikutriva, maka efek pendapranr!va ada[ah po.cttif. SebaHkrwa efek pendapatan dapat bersifat oeg iF j ika pet-an! jiistru mengitrangi kegiatannya, karena dengari pendapatan vng sama kini dapat diperoleh dengan jumlah produk yang Lehih sed 1k it. TM data9 teori ekonorni, jika efek pendapatan dapat mengkompenstr nHai posiriF dan efek substitusi maka terjadilah kurve pçrawaran yng herhalik (backward bending suppLy curve) dimana kenaikan hat-ga pro’ltik perttnian justni menuninkan jumlah yang dirawarkan. 4.11 Pada tinunrwa elastis itas harga atas penawaran produk-prodnk pertanian Iehih rendah daripada elastisitas harga atas penawarar. produk-produk industri. Hal ml disehahkan oieh stniktur pertanian lebih tear (rigid) daripada struktur inhistri. Menaikkan dan merjrurkan produk pert anian adal.ah 1ekiih sukar daüpada proc\uk irstr yang sennanva dibuk di pabrik dan tidak tergantung langsung pada faktor-faktor alam. d. Elastisiras silang dan penawarari Flastisitas silang dan penawaran adalah perbandingan. antara persentase peruhahan um1ah produk X yang ditawarkan dengar. persetae perubahan harga produk Y, yang hisa dirunuskan sehagai berikut: Jika elastisitac mi posi.tif maka barang X dan harang Y menipakan barang yang dthasilkan hersama (loint product). Misalnva heras dan dedak yang dihactikan bersama dalam penggtlingan padi. edargkan ika elastisitas silang ml negatif mernnlukkan haa kenaikan harga harang Y mengakibatkan pernrunan lumThh barang X yang ditawarkan, rnnka barang X dan Y adalah barang yang bersaing. Misalnya padi dan cengkeh. Besar keciinva koefisin elastisitas mergukur ttngkat keeratan )ubungan kedna prodiik pertanian itu. Jtka hanva satu jenis ran,arnan yang dapat di tanam pada tanah pertanian, rnaka e1atisitas stIangnva adalah nol. 4.1 .1 .4 Penentuan harga IiLtm seksi mi i’[ta akan niembahas proses penentilan Harga prodiikprodiik pertanian secara garis hesar. IJrtiik pemahaman yang ichih rnendaiam tetang proses penent:uan harga mi telah Anda dapatkan di daarn kuIiah Pengantar Fkonomi dan Teori Ekonomi. 1akro I. a, Persaingan seipurna 40 Seheltini kita memhahas masaah penenruan arga, kita rnemhntiihkw herapa pergetahuan totar.g pasar di ira harga di? ntukan din perilaku ndivtdua di dalam paar terselnt. Vita hisa menerar4’kan sifat dan eara hekerja beberapa paar, sep’rti mia1rwa, pasar hiiih— biahan di Ben ngharo (Yogyakarra). Nannm lernlktan, kita tidak akin rnenpiknr I itu. <ita akan mengahsrraksikan pergtahnar din per’aan kir;i retan, cam hckerjanva p’,:m-.pisnr lie r vi rat —5\R at yang muki ip di ma ‘a i, parf.v iirtijk men eli €‘ p1 . ii i1ah pnn” -i’:*’’i dil;irT) ‘uitii r’r 1, ) persaingar. sempurna yang akan kita hahac lehih dulu. Konsep pacar persaingan semirna adalah suatu kon.sep yang kakia thu teutunya halTpir saa pasar tidak memernhi svarat-syarat yang tepat yang dihutuhkan konsep mi. Tetapi ktta menggiiriakannva, karem proses penentuan harga hisa hampir serrua hisa dielaskan dengan pasar huatan’ semacam itu. Kenndian kita hisa mengurangi beberapa syarat yang dU-utuhkan oleh konsep suatu pacar persaingan sempurna. Sifat dart stiatu pacar persaingan semima hisa diletaskan dengan tiga keadaan berikut: 1. lumlah prodiasen banyak dan volume produksi set lap produsen hanva ruerupakan bagian yang kecil dan volume transakst total di daThm pasar. 2. produk yang dihasilkan adalah hogen sehingga hash produksi satu prodwen menapakan pengganti yang seriparna bagi haci 1 produkst produsen lain. 3. set tap produsen hisa mendapatkan informasi pasar (harga yang berlaku) dengan semirna. Ker iga s if at utama dart pas ar persat ngari s empu ma tnt meptinvai iiaplikasi hahia: (a) setiap produsen (secara individual) tidak bisa mempengaruhi harga pacar yang herlaku; harga ditentukara pasar untuknya. (b) kurve pamintaan yang dihadapi oteh seorang produsen adatah gari s lurus horisontal, yang berarti hahwa dia bisa menual produk berapapun pada t tngkat harga yang herlaku tanpa mengakibatkan perutunan harga lual, (c) macam keputusari. yang hams diambil oleh seorang produsen (untuk mencapai kepuasan makstrrnm atan postsi ke.cetmhangannva) adalah berapa volume produk yang hams Ia lual, sedang harga lualnya sudah ditetentukan oleh pasar. b. Penentuan harga di pasar perdagangan besar Jika skedul permintaan dan penawaran untuk suatu produk tertentu, sepertl dalam flambar 4.5, penentuan harga secara teoret is nudah diselesaikan, nanun prose.c yang aktual terladi di pacar nnngkin ruwet dan agak suift ditentukan. Dalam (‘,amhar 4.5 kurve permintaan turunan (derive demand curve), DD, memotong kurve penawaran tururBr. (derived supply curve), DS, pada t ingkat harga (perdagangan hesar) Rp400 ,00. Harga tnt kita sebut harga keseimbangan. Tnt satu-satunya harga yang stahl 1, menin lukkan t idak ada t endens I untuk bergerak. Pada t tngkat harga Rp400,00 umlah yang diminta sama dengan lumlab yang dItiarkan. Pada harga sama dengan Rp400,00 para pembeli di pasar akan mengambil 10 kilogram heras dan penual akan menawarkan 10 kilogram heras. 1-larga 4.13 41 [patkah kit a menunukkan hahwa dengari harga Rp350,00 dan ktmnt ttas 10kg harga tersebut stabil, dan pasar dalam keseimbar,gan?. Kits pikir kita bisa. Pada harga Rp450,00 misalnya, tidak stabil. Pada tingkat harga Rp450,00 j’im1ah yang ditawarkan melehihi jumlah yang diminta: 10,5 kg yang ditawarkan dan 8,5 kg yang dimir,ta. Di dalam suatu pasar behas, dirnana marusia dimotivasi oleh profit (maksimtsasi pendapatan) dan I nf orrnas I yang berkenaan dengan s Ituas I pas ar cukup memadal dan terdistribusi cecara meluas, harga Rp450,CX) tidak hisa hertahan. Para pembeli tidak akan ineinbell, merunggu harga turun. Para penjual akan dipaksa untuk menirunkan harga yang ditawarkan, agar produknya laku. Dus, harga akan meni lii harga kes el mbangan Rpl 00,00. Pada t ingkat harga Rp200,00 uga tidak stahi1. Permintaan rnelehlht penawaran pada tingkat harga tersebut. Dalam keadaan seperti ml pars penjual akan menghent ikan pen jital.ah dan para pernbeli than menaikkan harga dalam upayanya untuk menperoieh penawaran. Karena itu, harga akan meniju ke harga keseimbarigan, Rp400 ,00. T<ekuatan-kekuatan persairgan secara ten’s menenis hekerja dalarn suatu pasar bebas untuk menggerakkan )-iarga yang aktual merulu k.e harga keseimhangan. Terrpat harga Rp400 ,00 ditenrukan oleb kekuatan-kekuatan penawaran dan permi ntaan. Dan penentuan ti ngkat harga tersebut terjadi dl pasar perdagangan hesar dan beras, dimana kekuatan-kekuatan permlntaan konsurnen dan penawaran produsen me rupakan ungkapanungkapan tent entu dalam keputusan-keputusan para pedagang di pasar. Harga di pasar eceran sekarang menjadi Pp400,00 dttamhah margin pemasaran yang kita perklraan menjadi sebesar Rp75,00. Dus harga beras untuk konsumep! adalali Rp475,00 per kg dan pada harga mi, senna konsumn membeli 10 kg. Untuk rnendapatkan hangs yang diterima oleh produsen pads tingkat usaha tani kita menirangkan Rp30,00 dan hangs kesetinbangan 4.14 perdagangan besar yaitu Rp400,00 sdingga harga menladi Rp37O,00. Harga-harga terselut, pada tingkat produsen dan konsumen, akan tetap sarrpai harga perdagangan besar berubah lagi, penibahan-perubahan karena pada tirigkat harga produsen Rp370,00 dan harga konsumen Rp475,00 para produsen dan kcsumen menibuat keputusan dirnana menyebabkan jumlah yang diminta dan lumlab yang dttawarkan pada perdagangan hesar beruhah, sehingga merubah harga kesetrnbangan pula. Kekuatan-kekuatan yang menguhab keseimbangan dirrulat pada tingkat produsen dan konsumen, tetapt ketika s is 42 tern pemasaran carrpur tangan, proses penentuan harga terjadi pada tingkat perdagangan hesar, dan peruhahan-perubahan harga yang ada akan berlangsung secara alamiab metu’ju ke kxsumen dan kembali ke produsen. c. Persaingan tak sespurna Peithicaraan rnengenai proses perlentuan harga yang telah kita bahas yattu di dalam proses persaingan sempurna. Tetapi syarat-syarat yang ketat (asurnsinya) di dalam persaingan seripurna sering tidak sesuai dengan kenvataan bisnis yang terladi. - Di dalam kenyatas.n, selalu ada ketidak serrpurnaan pengetahuan, informasi, dan lain-lain pada hampir serrua pasar di mana hal-hal tersebat menyebahkan pasar men jadi tidak serrpurna. Tetapi suatu hal yang sangat mendasar adalah mengenai umlah pen lual dan pembeli di dalam pacar. Jtka lumlah pembeli dan penlual di dalam pasar hanya sedikit, maka suatu ci.ndakan dart salab seorang pembeli atan penjual akan berakihat pada harga. Dalarn hal tnt, seorang pedagang tidak bisa lehih lame menganggap hahia suatu tindakan pernhelian dan pen jualan olehriva tidak akar’. berpengaruh terhadap harga pasar; sebaliknya, dia harus rnempertimbangkari pengaruh ttndakannya terhadap harga dan tindakanttndakan balasan yang niingkin di lakukan oleh saingannya. Keadaankeadaan sepertt tnt tidak terjadt pada pasar persaingan sempirna. Persatngan tak sernpurna atau persaingan nonopolistik terletak antara persatngan sempurna dan monopoli. Di dalam persaingan tidak seurna juga terjadi sedikit persaingan, dan juga pasar tidak dikuasat sepenihrwa oleh seorang pembelt atau penjual. Dalam proses penentuan harga, pada pasar persaingan tidak sernurna tentu saja berheda dengan proses di dalam pasar persaingan serrpurna atai pasar perdagangan besar. Dalam pasar ml, jika ada se uniah kecil pedagang (produsen) di dalarn pasar, maka kita bisa melihat bahwa harga pasar akan ditentukan oleh pedagang yang terbesar (price leader) dan pedagang yang lain hanya mendapat bagian pasar yang sesuai dengan “kekuatan”nya dan volume yang dttawarkan seiua produsen terse1-it. 4.15 DI. da1arn pasar produk pertanian, kadang-kadar ada “cairpur tangar.” pemerintah di dalam proses penentuan harga produk pertaniar’. penting. Carrpur tangan irii berupa “hantuan harga” (support prices) sebtngga mengakibatkan harga yang terladi tidak sama dengan harga keseirnhangar!. Tindakan mi dilakukan pemerintah hiasanya untuk rnenaga stahl litac harga produk pertanian yang s ifatnva nuirnan i.tu. Sehagal contoh penetapan harga dasar (floor price) gabah atau harga tertinggi (ceiling price) untuk produk-produk Iainriya. 1 4.2 Kegiatan Belajar 2 PERANAN HA1 PASAR 4.2.1 liraian dan Contoh Kita telah beranggapan bahwa harga memainkan peran penting di dalam pengaturan fungsi-fungsi suatu perusahaan (usaha tani). Pengaturan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, tetapi ada 5 fungsi yang secara spesifik ditunjukkan oleh sistem harga. Kelima tungsi harga tersebut adalah untuk ; 1) penetapan standar-standar nilai ; 2) pengaturan produksi ; 3) pendistribusian produksi ; 4) pendistribusian produk-produk dalam jangka pendek ; 5) pengaturan pemeliharaan dan pertumbuhan perekonomian. 43 Dalam proses memaksimumkan kepuasannya, konsumen akan mengeluarkan uangnya dalam jumlah yang diinginkannya untuk dibelanjakan di pasar. Hal ini menunjukkan bahwa ‘harga’ ditentukan oleh nilai-nilai relatif (atau standar-standar nilai yang ditetapkan) dan produk-produk tertencu. Pilihan-pilihan ini diperhitungkan oleh produsen yang berusaha untuk mernaksimumkan keuntungan (atau penerimaan) dan sumberdayasumberdaya yang dikuasainya. Berdasarkan pada keinginan-keinginan konsumen yang nampak, produsen mengatur (mengalokasikan) sumberdaya-sumberdaya tersebut dengan cara yang sama jika mereka rnemproduksi produk-.produk yang memaksimumk.an keuntungan. Dengan kata lain, standar-standar nilai seperti yang ditetapkan oleh sistem harga memiberikan informasi yang diperlukan untuk keputusan-keputusan manajerial yang dibuat produsen. Setelah sumberdaya dialokasikan dan proses produksi diselesaikan, produk harus didistribusikan kepada para konsurnen produk tersebut. Karena permintaan membutuhkan daya beli seperci halnya keinginan akan produk-produk tersebut, keputusan-keputusan seperti siapa yang mendapatkan apa yang telah dibuat, berdasarkan pada siapa yang mempu untuk membeli pada tingkat harga yang ditentukan. Hal ini berarti bahwa tingkat pendapatan konsumen akan menentukan berapa banyak produk yang mereka beli. Pada tingkat harga yang sangat tinggi, hanya ada sejuinlah kecil orang dengan tingkat pendapatan yang tinggi yang akan meinbeli produkproduk tersebut. Meskipun demikian, jika produksi suatu produk tneningkat, harga akan turun dan konsumsi akan produk tersebut rneningkat pula. Jika harga-harga turun sarnpai tingkat yang bisa dicapai oleh konsuinen yang berpendapatan rendah, maka lebih banyak lagiorang yang ikut mengkonsumsi produk-procluk tersebut, dan hampir semua orang bisa nieningkackan cingkat konsumsi yang rnereka kehendaki. Jadi jelas tampak di sini adanya tungsi pendistribusian produk. Juga pada tingkat harga yang sangat tinggi, hanya sejumlah kecil dan orang tersebut yang memperoleh tingkat kepuasan yang tinggi dan mengkonsumsi produk yang dibeli tersebut. Jika harga turun rnaka jumlah orang di pasar akán bertambah banyak. Pendistribusian procluk dalam jangka pendek seperti yang ditunjukkan oleh sistem harga yang sederhana berarti bahwa penggunaan produk tersebut digunakan melampaui suatu periode waktu. angsi.. harga mi secara khüsus penting dalarn kasus produk-produk percanian, karena produksi dan sebagian besar produk—produk rnini bersitat musiinan. Perbedaanharga pada musim panen dan harga yang berlaku di pasar setelah musim panen berlalu, rnengakibatkan penghasiian bagi para pemilik fasilitas penyimpanan (gudang misalnya) dan orang—orang yang berspekulasi akan terjadi perubahan-.perubahan harga pada masa yang akan datang. Sehingga para produsen tersebut akan menghentikan penjualan di pasar dengan harapan akan ada kenaikan harga pada masa yang akan datang. Fungsi yang kelima yang ditunjukkan harga adalah bahwa pengaturan pemeliharaan dan pertumbuhan ekonomi. Jika harga tidak terlalu tinggi untuk menutupi penggantian biaya peralatan modal, maka produk-produk yang dihasilkan oleh peralatan kapital tersebut 44 secara perlahan akan hilang. Jika biaya hampir tidak bisa ditutup, maka tidak akan ada dana untuk investasi untuk ekspansi. Dan hal-hal yang telah dikeniukakan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa peranant harga adalah pertama, harga adalah kekuatan yang mengatur perekonomian kita, dan kedua adalah bahwa harga rnengatur dengan penyampaian keinginan-keinginan kDnsumen ke produsen. Mekanisme pengaturan dn pengendalian ada lab cadangan dan harga-harga. Jika cadangan bertambah, harga akan turun, dus menyampaikan pesan kepada produsen bahwa mereka berlebihan rnenghasilkan suatu produk. Harga yang turun i:nempunyai efek ganda, tidak hanya menutup aliran suberdaya ke proses produksi., tetapi juga membuka pintu untuk meningkatkan konsumsi. Jika konsumsi meningkat dan produksi dikurangi, cadangan akan inenurun. Akibatnya harga naik dan aliran suinberdaya ke dalain proses produksi meningkat. Tetapi harga yang lebih tinggi menipei:kecil konsumsi dan cadanan menjadi bertainbah dan harga akan tlirun akhinnya. Proses mi berulang sampai titik yang dicapai dimaria harga tnenyebabkan aliran produksi menjadi sama dengan aliran ksnsuxnsi. Pada titik mi, harga adalah stabmi dan cadangan di pelihara pada tingkat yang stabil. mi adalah titik kestabilan di inana lçeseimbangan ekonomi tercapai. 4.20 Bagaimana proses menuju pembentukan harga keseimbangan di dalam pertanian bisa juga dijelaskan dengan analisis Cobweb Theorem. Di da].am pertanian, harga beberapa produk pertanian dan peternakan menunjukkan tluktuasi tertentu dart musim ke mu.sim. Lihat Gambar 46. Seandainya pada musim 1 jumiah panen dan yang ditawarkan ke pasar adalah Q1. Karena hasil panen tnt dianggap tidak bisa disimpan terlaiu lama, maka juinlah tersebut harus terjual habis pada musim tersebut. Dengan kurve permintaan D, maka harga yang terjadi dipasar pada musim 1 adalah P1. Selanjutnya atas harga yang beriaku mi produsen merencanakan produksinya untuk rnusim 2 (harga P1 dianggap oleh produsen akan tetap beriaku pada musim 2). Atas dasar kurve penawaran S, pada harga setinggi P1 ,jumiah produksi yang ingin ditawarkan ada]ah Oieh sebab itu produsen merencanakan untuk rnengbasiikan output sebesar Q2. Anggap bahwa setiap output yang direncanakan seialu bisa dicapai dengan tepat. Maka dalam musim 2 .akan tersedia output sebesar Q2 dan jumiah mi akan ditawarkan di harga pasar yang terjadi.daiam musim 2 ada.Lah P2 (yai tu perpotongan antara kurve permintaan D dan garis vertikal dan Q2. Dengan harga P2 keimxlian produsen merencanakan produksinya untuk musim 3, dan tnt berarti merencanakan output sebanyak Q3. Daläm musim 3 output sebesar Q3 dipanen dan semuanya dijual ke pasar. mi akan menimbuikan harga P3 (perpotongan antara kurve 45 permintaan D dan dijadikan dasar bagi rencana produksi musim 4 yang menghasilkan Q4 dan harga setinggi P4) dalam musim mi. Tingkac harga P4 kernudian dijadikan dasar rencana produksi musim ke 5, detnikian seterusnya. Sementara itu untuk beberapa produk pertanian diadakan “program harga batas” (price support programs). Program harga batas tnt menciptakan beberapa masaiah yang berkaitan. Karena harga ditetapkan di atas tingkat keseimbangan normaL, produsen mempunyai suatu insentif untuk memproduksi iebih dan yrig hisa dijual pada tingkat harga batas. Agen yang bertanggungjawab untuk mengelola setiap program harga batas, dihadapkan dengan masalah ap yang harus dtlakukan dengan adanya /. 21 surplus. Secara mendasar 4 alternatif tersedia: 1) Produk tersebut bisa dijual pada pasar cerbuka dan perbedaan aricara harga pasar dengan harga batas bisa dibayar dalam bentuk subsidi langsung. Subsidi yang diperlukan ditunjukkan oleh tanda kurung besar A dalam Gambar 4.7 Z) Produksi atau penjualan produk tersebut bisa dibatasi pada tingkat dimana harga pasar dan harga batas bertepatan (titik B pada Gambar 4.7) 3) Surplus bisa dibeli dan juga disimpan, di lernpar ke pasar ekspor atau dihancurkan (surplus ditunjukkan oleh tanda kurung besar C dalam Ganibar 4.7) 4) harga batas bisa dibayar pada volume produksi tersebut yang akan ‘membersihkan’ pasar pada harga-harga pasar, sisa produk dimungkinkan untuk dijual pada setiap nilai yang memungkinkan). Lawan, dan harga batas aclalah jika untuk beberapa alasan mensyarakat memutuskan. bahwa harga untuk beberapa produk lebih tinggi dan yang bisa diterima oleh masyarakat. Masalah-maaalah yang tenjadi karena tindakan seperti itu digambarkan dalarn Ganibar 4.8 Pada tingkat harga yang dilakukan konsumen mau ruembeli produk lebib dan yang mereka inginkan pada tingkac harga keseimbangan. Tetapi kuantitas yang akan diproduksi dan dijual produsen lebih kecil•clari pada yang biasa mereka tawarkan. Akibatnya, ada kekurangan produk (ditunjukkan oieh tanda kurung besar A dalarn Gambaar 4.8). Karena itu, jika harga-.harga ditetapkan pada tingkat di bawah harga keseimbangan, sistem harga tidak dapat menunjukkan untuk mendistnibusikan produk ke pada konsumen. Bahkan lebih buruk lagi, konsurnen akan membayar suatu harga di atas tingkat keseimbangan dalani Gambar 4.8) untuk kuantitas yang tersedia. Dus, ada suatu insentif yang sangat besar (tanda kurung besar B dalam Gainbar 4.8) untuk para pedagang dan kDnsunlen untuk menghindari harga yang diberlakukan melalui kegiatan pasar gelap. 4.22 46 ‘ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga, khususnya di dalam pertanian kita akan membahas beberapa kenyataan dan masalah di bawah ini. a) Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi harga produk-produk pertanian Kekuatankekuatan yang mempengaruhi harga produk-produk pertanian bisa dikelompokkan ke dalam 4 kategori pokok. Pertama, keadaan-keadaan penawaran yang mempengaruhi harga produk pertanian termasuk keputusan-keputusan produksi, cuaca, penyakit, luas tanah yang dipanen, dan impor produk-produk pertanian. Kedua, keadaan-keadaan permintaan termasuk pendapatan, selera dan preferensi, penduduk dan ekspor produk-produk pertanian. Ketiga, sektor pemasaran juga mempengaruhi harga-harga produk pertanian lewat kegiatan-kegaitan penambahan nilai tambah, perilaku biaya, dan strategi-strategi pernasaran yang terakhir, pemerintah bisa mempengaruhi harga-harga produk pertanian melalui harga batas, pengedalian penawaran, kebijaksanaan perdagangan atau kebijaksanaan-.kebijaksanaan yang mem pengaruhi pemintaan domestik akan produk pertanian. Kadang-kadang ada perdebatan tentang apakah harga produk-produk pertanian ditentukan pada tingkat usaha tani (produsen), dalam sistem pemasaran, atau oleh konsumen pada tingkat eceran. Kenyatannya, hanya ditentukan secara bersama-sarna oleh permintaan 47 konsumen, penawaran produsen (usaha tani), dan sistem pernasaran produk-produk tersebut. Dan tidak ada satupun dan ketiga hal. tersebut yang lebih penting daripada lainnya dalam penentuan harga produk-produk tersebut. b) Fluktuasi harga pertanian Ada berbagai keadaan yang mempengaruhi ketidak stabilan harga pertanian. Dan sisi penawaran, variasi dan keputusan-keputusan produsen akan output, cuaca, penyakit, dan kejadian-kejadian yang tak bisa diduga yang mempengaruhi antara lain : luas tanah yang diolah, yields, output dan harga. Beberapa faktor penawaran bisa dikendalikan oleh petani dan beberapa tidak, tetapi bahkan usaha-usaha petani untuk menyesuaikan penawaran dengan permintaan bisa gagal oleh kejadian-kejadian. yang tak bisa diduga. Dia bisa tanggap terhadap harapan-harapan akan harga dengan menambah luas tanah yang ditanami, tetapi yields akan menjadi lebih rendah dan rata-rata. Dalam banyak kasus, respons petani terhadap perubahan-perubahan harga akan mengurangi fluktuasi harga, hanya jika harga-harga yang tinggi mendorong kenaikan penawaran, dimana akhirnya menurunkan harga. Faktor-faktor permintaan juga mempengaruhi variasi-variasi harga dalam pertanian. pendapatan konsumen, tingkat pengerjaan (employment), dan keadaan dunia bisnis mempengaruhi permintaan akan produk pertanian dan harganya. Seperti pergeseran penawaran, dalam jangka pendek kurve permintaan akan menggeser suatu kurve penawaran yang secara relatit elastis, membuat penyesuaian harga yang terjadi. Sikius bisnis mempengaruhi harga-harga pertanian termasuk pergeseranpergeseran secara periodik dalam penawaran dan permintaan fungsi agregat dan produkproduk pertanian. Sikius harga pertanian akan produk-produk pertarnian. Variasi-variasi harga ini berdasarkan pada penawaran, variasi-variasi tersebut mencerminkan keputusankeputusan output produsen. Jika penawaran naik, harga turun, dan jika penawaran turun, harga naik. Siklus harga pertanian disebabkan oleh kecenderungan para petani untuk mendasarkan perencanaan produksi yang akan datang pada harga sekarang dan keuntungan, tidak pada harga yang akan datang. Sebagai contoh misalnya, produksi ayam potong secara relatif rendah dan harga kopi tinggi. Orang-orang dalam bisnis ayam potong melihat pada penerimaan yang sangat menggembirakan pada tahun yang lalu dan memutuskan untuk memperluas usahanya. Bahkan yang sebeluminya meninggalkan bisnis memutuskan untuk berusaha lagi. Tetapi untuk memperluas produksi ayam potong herarti 48 hahwa, kita harus tnulai memelihara dari kecil, memberi makan, dan sebagainya, hingga kita bisa menjualnya ke pasar. Semuanya itu membutuhkan waktu paling tidak 3 bulan. Tetapi sepanjang waktu tersebut penawaran yang meningkat, saingan kita akan menurunkan harga. Produsen akan melihat keadaan tersebut dan memutuskan untuk mngurangi penawaran ayam potongnya. Siklus akan kembali lagi dengan sendirinya, produksi akan turun dan harga akan naik. d) Variasi harga musiman Variasi-variasi harga musiman adalah akibat dan pertnintaan musi man, pro(iuks i, dan po Ja-j o La pemasaran. ftirunnya harga ayam kaikun mer ‘pakan suatu contoh kits i k dart variasi harga yang dipengaruhi oleh per iiitaan inusimnan. Kenaikan musiinan harga— harga produk pertanian dan panen ke panen melukikan perubahan harga yang dipengartihi oleh permawaran musiman. 4.2] Harga eceran pnd ik pertariian mengikuti suatu pola musiinan dengan deviasi yang relatif kecil. dan tahun—ke tahun. Kecenditig mi terutama sekali dicerininkan oleh harga produk pertana pe Waktu musim panen (misalnya durian) dan inusiw tidak panen. Perubahan..perubahan di daLam kegiatan-kegiatan produksi musiman, pola—pola peilritaan, kapàsitas penyimpanan, atau biaya penyimpanan akan diharapkan untuk rnerubah variasi harga musiman dan produkproduk pertanian. Misa.Lnya penyimpanan produk-produk dan teknologiteknotogi dalam peinrosesan bisa merubah pola-pola harga musiman dan produk-produk pertanian yang sangat gainpang rusak. 49 50 ARTI DAN DEFINISI PEMASARAN 4.1 .1 . 1 Arti pemasaran Pemasaran inempünyai arti yang berbeda bagi setiap orang. Bagi konsumen misalnya seorang ibu rumah tangga , pemasaran bisa berarti belanja untuk rnakanan. Para petani terutama sekali rnelakukan transaksi dengan para peinbeli lokal, dan bisa mengkaitkan pemasaran dengan peinuatan hasil. pertaniannya ke atas mobil dan diangkut ke pasar. Sebaliknya, pedagang perantara seperti pengecer, pedagang besar, dan pengusaha pengolahan (processor) bisa memandang pemasaran sebagai suatu proses untuk mendapatkan keuntunçan dan persaingan yang ada dalam pasar, peningkatan penjualan dan keuritungan, dan pemuasan konsumen. Set iap kelompok di atas merupakan konsep yang terpecah-pecah dan suatu proses marketing secara keseluruhan. Tetapi seperti yang dipakai para ekonom, istilah pemasaran adalah lebih luas dan melibatkan semua kegiatan yang ada di dalam proses penyampaian produk dan produsen yang pertaina sekali ke konsumen akhir. Istilah pemasaran (distribusi) sering juga disebut dengan istilah tataniaga karena niaga berarti dagang sehingga tataniaga (pemasaran) berarti segala sesuatu yang menyangkut aturan main dalam hal perdagangan produk-produk. Di negara kit a, masalah pemasaran produkproduk pertanian merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran produk-produk. Dengan kata lain, efisiensi di bidang pemasaran mi masih rendah, sehingga masih sangat perlu i.ntuk diperbaiki. Bagaimanakah ukuran dan sistem pemasaran dan suatu produkagr bikatakn baikdan efisien? Sistem pemasan dianggap efisien bila memenuhi dua syarat: 1) mampu menyamaikan hasil produk petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, 2) mampu mengadakan pembagian yang adil dan keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihák yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran produk tersebut. Pengertian iil di sini adalah pemberian balas Jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai sumbangannya masing-masing. I)us, dengan rnelihat kedua ukuran mi tampak jelas bahwa kemungkinan peningkatan efisiënsi pemasaran di negara kita masih besar. Biaya 51 pemasaran di negara kita termasuk tinggi dan pembagian hasil pendapatan dan, harga produk masih kurang adil. Jika misalnya hanya syarat pertama yang dipenuhi tetapi pembeli dan penjual hasilpertanian hanya ada satu perusahaan atau satu orang saja (monopsoni dan monopoli) maka perusahaan itu mungkin bisa rnenekan harga pembelian dan petani sehingga petani hanya menenima harga yang relatif rendah. Dalam kasus mi jelas bahwa biaya pemasaran rendah tetapi pembagian pendapatan tidak adil. Jika di negara kita biaya pernasaran relatif lebih cinggi dibandingkan dengan keadaan di negara-negara lain untuk produk yang sama, sehingga menyebabkan penekanan harga pada tingkat petani produsen. Hal tersebut disebabkan oleh, misalnya transportasi yang belum lancar, kelemahan modal petani, industri pengolahan yang belum maju, dan sebagainya. mi berarti bahwa ada peluang bagi perbaikan 5.2 pemasaran pada banyak fihak terrnasuk pemerintah yang rnungkin harus menyediakan anggaran yang besar untuk perbaikan prasarana, pengaturan standar barang-barang komunikasi, telepon, teleks, telegram, dan sebagainya. Bukan hanya di dalam hal-hal teknis saja peranan pemerintah diperlukan dalatnpenembangan pemasaran, tetapi juga di dalam soal-soal jaminan hukum dan pengawasannya, dalam rnengusahakan kescabilan nilai uang dan lain-lain, demikian menurut AT Mosher. Karena itu pemasaran pertanian tidak hanya mencakup barangbarang yang dihasilkan oieh petani tetapi juga sarana-sarana produksi (saprodi) yang diperlukan oleh petani seperti: pupuk, pestisida, dan juga alat-alat pertanian. Khusus untuk pupuk dan pestisida mi banyak dipergunakan istilah distribusi, karena pupuk yang di impor atau di odiiksi oleh suatu pabrik pada tempat tertentu harus didistribusikan Ice pelosokpei5sok desa yang tersebar. Perdagangan distribusi mi dilawankan dengan perdagangan pengumpulan yang menunjuk pada kegiatan mengumpulkan basil-basil yang juinlahnya sedikit dan petani produsen yang tersebar. 4.1 .1 .2 Fungsi pnasaran Setiap barang ekonomi mernpunyai kegunaan atau rnantaat bagi ruanusia. Manusia memerlukan suatu barang tertentu pada tempat, waktu, bentuk dan harga tertentu. Jika antara penjual dan pembeli tidak ada kecocokan dalarn salah satu syarac tersebut di atas, rnak transaksi jual. beli cidak akan terjadi. Disinilah terletak fungsi dan peratian pemasaran yaitu mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat,. waktu, bentuk, dan harga yang Salah satu fun si yang harus dijalankan oleh sistem pemasaran adalah pengangkutan. Berbagai produk pertanian harus diangkut, sering kali ratusan ataii bahkan ribuan kilometer jarak dan usaha taft dimana produk pertanian itu dihasilkan ke kota-kota dimana produkproduk tersebut di konsumsi, atau ke pelabuhan-pelabuhan untuk diekspor. Misalnya hasH produksi rambutan, harganya sangat murah pada tempat di mana rainbutan cersebut di hasilkan dalam jurnlah yang beriimpah-limpah , padahal di kota perrnintaan akan rarnbutan itu cukup besar. Karena itu rambutan di angkut ke kota untuk di pasarkan. Pemasaran yang berfungsi untuk membawa rambutan tersebut dan tempat prsi (desa) ke tètnpat konsumsi (kota) bisa dikatakan teLah berlungsi menaikkan kegunaan tempat (place utility) bagi rambutan tersebut. Fungsi lainnya adalah penyiinpanan (storage). Basil produk pertanian di petik pada musim panen, akan tetapi konsumen perlu maniakainya sepanjang tahun. J1 dalam suatu perekonornian pertanian yang bersifa-t subsisten, petani menyimpan sendiri produk 5.3 pertaniannya. Sedangkan di daLam sistem perekonomiari yang sodah maju, proses penyimpanan mi dapat dikerjakan secara lebih efisien oleh lembaga- lem baga pemasaran 52 dengan mfleinpekerj akan pegawai .-pegawai yang terlatih secara teknis dan dengan rnenggunakan peralacan dan fasilitas yang diatur dengan baik untuk mel.indungi produkproduk itu dan gangguan tikus dan serangga, serta lain-lain sebab yang menimbulkan kerusakan dan kebusukan. Sebagai contoh, proses penyimpanan padi yang berjumlah banyak dan saat panen (pada waktu harga rendah) sampai saat paceklik. Walaupun penyimpanan mi mungkin hanya beberapa bulan saja, tergantung pada macam barangnya, tetapi proses mi telah rneningkackan kegunaan waktu (time utility) dan pernasaran. Produk pertanian yang gampang rusak tidak dapat disinipan lania canpa pengolahan (processing). Karena itu, pabrik-pabrik uncuk pengolahan surplus musiman dan produk pertanian yang garnpang rusak sangat penting seperti: proses pengeringan, pengalengan buahbuahan, sayur-sayuran dan daging dan lain-lain. Namun demikian, pengolahan produk-produk pertanian tidak terbatas hanya pada hasil pertanian yang gampang rusak saja. Kebanyakan hasil pertanian tidak dimakan dalam bentuk seperti ketika dipanen. Padi harus dijadikan beras, gandum digiling menjadi tepung, atau kelapa sawit diolah dulu untuk jadi mmnyak goreng, dan lain-lain. 1eknologi makanan yang modern rnemungkinkan pernbuatan produk-produk baru yang pasarannya bisa dikembangkan seperti tepung bayi, minuman-minuman, manisan dalam kaleng, dan banyak lagi yang lain. Dengan perkacaan lain, industrm pengolahan (processing) mi berfungsi mengo!ah dan rnengubah produk-produk pertanian sedemikian rupa sehingga bentuk dan mutunya sesuai dengan keinginan konsumen yang berarti meningkatkan bentik (form utility). Standar mutu mi dapat dibagi dalarn beberapa golongan dengan harga yang berbedabeda. Makin maju pertanian (dan perekonomian) inakin banyak macam ragani mutu barang.-barang untuk memenuhi selera konsumen yang berbeda-beda. Perkembangan fasilitas-fasilitas pengangkutan, penyirnpanan (storage), dan pengolahan (processing) memper!uas pasaran produkproduk pertanian. Tanpa fasiLitas-tasilitas mi, pasaran yang ada hanya untuk produk-produk, pertanian. Tanpa fasilitas-fasilitas mi, pasaran. yang ada hanya untuk produk-produk yang dpat di konsumsi segera sete1ah produk-produk tersebut di panen dan terbatas pada daerah yang dekat pada tempat dimana produk-pnoduk tersebut dihasilkan. Dengan adanya tasilitas-tasilitas tersebut di atas, maka para petani akan mempunyai saluran-saluran untuk produksiriya yang lebih besar dan untuk produk-produk yang mungkmn sesuai dengan usaha tani rnereka, akan tetapi tidak rnenguntungkan- karena pasarannya terlalu kec ii. 5.4 Jadi jelaslah di sini bahwa pengangkutan, penyimpanan, djj pengoi.ahan merupakan tiga tungsi utama perriasaran. Pengembangan iehih lanjut dan ketiga fungsi pemasaran mi akan memajukan dan memperluas pasaran basil-hasH usaha tani. l3ahkan Mosher rnemasukkan pemasaran mi ke dalam syarat mutlak peinbangunan pertanian. Tanpa adanya pemasaran procuk-produk pertaniarl, maka percanian akan bersifat statis dan usaha tani hanya ditujukan untuk inernenuhi kebutuhan petani saja. Fungsi pembiayaan (financing) merupakan tungsi lainnya yang perlu juga bagi sistem pemasarari. Di sini hanya perlu ditegaskan bahwa pembiayaan pemasaran mi sangat perlu karena adanya perbeciaan waktu (kadang-kadang sangat lama) antara pembefian (dan pernbayaran harga) oleh konsurnen dan kebutuhan uang dan produsen setelab komoditi tertentu selesai diproduksikan. Sesuai dengan perkembangan dan kompleksnya sistem pemasaran maka sxiah sepantasnya jika ada perusahaan khusus yang nienjalankannya. Di sini diper.Lukan manajernen perusahaan pemasaran yang betul-betul haik. Sebagai perusahaan, pemasaran sama pentingnya dengan produksi oieh petani. Tanpa bantuan sistem pemasaran, petani akan rugi karena 53 procluk-produknya tidak dapat dijual. [ngan demikian kurang tepatlab pendapat bahwa para pedagang perantara produk-produk pertanian itu hanya memperpanjang mata rantai produk-produk saja. Para pedagang tersebut adaiah bagian yang mutlak dalani keseluruhan mata rantai perekonomian. Ia merupakan kegiatan yang produktif dan memerlukan keahlian dan kecrampilan tertentu. 4.2 Kegiatan Belajar EAIW(1’ERISTIK P1Xi1K PERTMIIAN 4.2.1 Uraiari dan Contoh 4.2.1.1 Bahan Mentah(bahan baku) Sebagian besar output pertanian merupakan bahan mentah yang masih akan cligunakan untuk pengolahan lebih lanjut. Proses pengolahan mi bisa terbatas, seperti perubahan dan ternak nienjadi daging, dan padi inenjadi beras, dan pohon jati menjadi papan jati, dan lainlain. Tetapi juga bisa menjadi sangat kompleks, seperti perubahan dan ganduni sampai inenjadi kue-kue, dan kacang hijau menjadi rninuman sari kacang hijau, dan pohon ,jati ruenjadi peralatan ineubelair, dan sebagainya. Tanpa meinperdulikan masaiah kompleksitasnya, bagaimanapun prociuk pertanian yang dijual petani, dengan segera akan kehilangan identitasnya sebagai produk pertanian dan menjadi produk yang lebih ‘sederhana’. 4.2.1 .2 Banyak meniakai tempat (bulky) Produk-produk pertanian lebih banyak menggunakan/memalcai tempat (bulky) jika dibandingkan dengan produk-produk lain. Sifat yang deniikian mempunyai pengaruh fungsi-tungsi pernasaran yang berhubungan dengan masalah pemeliharaan fisik. Produk.produk yang memakai tempat yang banyak, jika dihubungkan dengari nhlainya, maka hampir secara otornatis menaikkan biaya pengangkutan dan penyimpanan. Sebuah truk yang mengangkut obat-obatan akan sangat lebih berharga dan pada sebuah truk yang mengangkut padi. Art inya buah-buahan, sayur-.sayuran, jagung, dagirzg, semuanya bersifat membutuhkan teinpac yang banyak (bulky). Cmi mi niempunyai pengaruh terhadap fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk pasar produk—produk pertanian. Sifat rnemakai tempat yang banyak (bulky) mi, ditambah dengan keaneka ragaman produksi, rnenyebabkan kebutuhan akan kapasitas penyimpanan yang lebih besar. 4.2.1 .3 Gampang Rusak (perishable) Derajat gampang rusak (perishability) dan produk-produk pertanian juga bisa dibandingkan dengan produk-produk lain. Sernua produk pertanian akhirnya akan rusak (busuk). Beberapa produk pertanian seperti tomat atau bayam, hanus dikonsurnsi segera setelah dipetik; 4 jika tidak maka produk-produk tersebut akan busuk dan layu (tidak segar 5.8 lagi) dan akan berkurang nilainya. Produk-produk seperti daging sapi atau kambing akan cepat rusak jika penyirnpanannya tidak baik. Sernentara itu, gandum pada sisi lain, bisa disitnpan untuk jangka waktu yang relatif lebih larna tanpa banyak mengalami kerusakan. 1alaupun hainpir sernua produk pertanian bisa disirnpan, tetapi selalu lebih cepat rusak dibanding produk-produk industri. Produk-produk yang gampang rusak (perishable) rnernbutuhkan perne liharaan (penanganan) yang cepat dan rnernbutuhkan s is tern pengataii. 4.2.1.4 Variasi kualita.s Kualitas proctuk-produk pertanian bervariasi dan tahun ke tahun dan dan musirn ke musirn. Pada beberapa tahun tertentu rnungkin kualitas produk sangat tinggi. Sementara 54 pada saat yang lain, keadaan-keadaan yang tidak rnenguntungkan mengakibatkan produkproduk pertanian berkua’ itas rendah. Variasi kualitas produksi seperti itu mempersulit proses penerapan standar kualitas produk yang seragam dan tahun ke cahun. Jika apel Malang berkualitas yang seragarn tingginya, standar kualitas apel yang tinggi bisa ditetapkan dengan ketat. Tetapi jika kualitasnya rendah, standar grading bisa sedikit diperlunak untuk rnernungkinkan apel tersebit dipasarkan sebagai kual.itas tertinggi. Meskipun produk-produk pertanian bervariasi dalarn kualitas, tetapi produk pertanian secara umum bisa ciikatakan hornogen. mi berarti bahwa secara keseluruhan, para pernbeli tidak mernpunyai alasan yang kuat tntuk lebih memilih produk seorang petani daripada yang lain. Oleh karena itu setiap petani menerirna harga yang sarna untuk kualitas produk yang sama iula. 4.3 Kegiatan Belajar 3 BIAYA PIASARAN 4.3.1 Liraian dan Contoh Siapapun yang menja.Lankan fungsi-fungsi pemasaran atau bagaimanapun bentuk lembaga pemasaran, selalu memerlukan biaya. Pengangkutan memerlukan biaya, demikian pula penyimpanan dan pengolahan. Waktu dan usaha yang digunakan untuk rnenganalisa penawaran dan permintaan, mengadakan hubungan dagang, memilih barang dagangan, membeli dan menjualnya serta pengaturan distribusinya; kesenrna kegiatan di atas membutuhkan biaya yang banyak. Akit selanjutnya adalah harus ada modal yang ditanamkan (investasi) pada procluk-produk pertanian yang diperdagangkan dalam sistem pemasaran tersebut. Padahal perdagangan itu mengandung banyak risiko-risiko rugi karena produk rusak atau karena perubahan harga. Oleh karena itu penanaman modal (investasi) mestinya tnenghasilkan suatu keuntungan, seperti halnya dengan bunga yang harus dibayar untuk uang yang dipinjamkan kepada petani untuk membeli sarana produksi (saprodi) seperti pupuk, bibit, pestisida, dan lainlain. Semakin berkembang pertanian dan semakin kompleksnya sistem pemasaran akan menyebabkan biaya pemasaran makin besar. Konsumen yang rnakin tinggi tingkat pendapatannya menginginkan produk-produk [. pertanian yang makin banyak macam ragamnya dan mi berarti proses pengolahan yang makin kompleks dan jasa-jasa sistem pemasaran yang rnakin banyak. Engan demikian maka nilai produk pertanian yang sainpai pada konsumen sixiah rnemperoleh nilai tambah yang relatif makin besar dan persentase nilai rupiah yang diterima petani produsen menjadi makin kecil. Sebagai ccwitoh adalah permintaan akan beras. Konsumén di kota yang pendapatannya makin tinggi mulai membeli beras yang kualitasnya Lebih baik yang persentase pecahnya macin sedikit atau menginginkan beras yang dikemas dengan plastik yang baik dan lain-lain. Jumlah (kuantias) beras yang diminta mungkin tetap tetapi dengan kualitas yang lebih baik. Jadi apa yang dirnaksud dengan biaya pemasaran (marketing margin) dalam ekonomipertanian bukanlah biaya yang kita kenal sehari-hari yang dianggap selalu harus dan bisa ditekan. Rita tidak bisa membandingkan efisiensi peruasaran untuk beberapa produk—produk hanya dengan inembandingkan besarnya persentase biaya pemasaran mi. Suacu produk bisa memiliki sistem pemasaran yang sangat efisien tetapi persentase biaya pemasarannya tinggi. Makanan dalam kaleng misalnya, biaya pemasarannya jauh lebih tinggi daripada 5.12 55 biaya pemasaran untuk padi atau daging. Produk yang gampang rusak (perishable) atau yang memakai teTnpatang besar (bulky) untuk — menangkut dan menylmpannya juga akan memakan biaya pemasaran yang relatif tinggi dibariingkan dengan produk yang tahan lama atau yang stiupel (ringkas) . Juga faktor risiko memegang peranan yang sangat penting. Kalaurisiko rusak atau penurunan kualitas produk besar, — Biaya pemasaran bervariasi cukup besar tidak ha untuk berbagai produk tetapi bahkan tuk produk yang sama untuk daerazi yang berbeda. Variasi yang kadang kala sangat besar itu menuri,jukkan bahwa biaya pernasaran itu dipengaruhi oleh banyak if t inT iitiksayur r5ur misainyamemang mungi dis oleiantai’à la in kondisi j alan yang kurangIk g tu pua dengan prasarana perhubungan lainnya. —Terpencar-pencarnya tempat-tempat produksi yang jauh serta jalan yang buruk berarti akan memperpanjang waktu pengangkutan dan memperbesar risiko kerusakan. Tidak hanya itu saja, kadang-kadang tingginya biaya pemasaran juga disebabkan oleh banyaknya pungutanpungutan baLk yang bersifat restni (retribusi) maupun yang tidak resmi disepan,jang jalan antara produsen dan konsumen. Untuk produkproduk yang diekspor biaya pemasaran mi dihitung dan harga fob (free on board) atau dan harga jual para eksportir. Kita tidak bisa begitu saja niembandingkan biaya pemasaran untuk mengukur efisiensi karena adanya faktor-faktor tersebut di atas. Perbandingan untuk inengukur efisiensi pemasaran tidak mixlah karena fungsi-fungsi pemasaran seperti pengerinan dan pengolahan yang dikerjakan oleh pebgolah-pengolah khusus, tetapi ada pula yang dikerjakan oleh petani. Hal mi tampak penting sekali pada produk ekspor seperti karet, dimana pengoiahan sampai tahun-tahun terakhir mi masih banyak dilakukan di luar negeri (di Singapura misalnya) yang berarti bahwa karet yang diekspor rnasih dalam keadaan belum diolah atau dalam grade yang rendah (unsmoked sheets misainya). Oleh karena itu proses baru pengolahan crumb rubber berarti inemperbesar penerimaan biaya pemasaran di dalam negeri. Dalam istilah pendapatan nasional berarti nilai tambah (value added) dan perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemasaran menjadi lebih besar bila pekerjaan pengolahan mi iebih banyak dilakukan di dalam negeri. Pengetahuan (iniormasi) tentang biaya pemasaran mi penting sekali, tidak saja bagi pedagang dan petani, tetapi juga bagi pemerintah. Satu contoh yang baik sekali actalah dalarn hal petnasaran beras. Dalam ruenentukan kebmj aksanaan harga beras minimum dan maksimuin, pemerintah menganggap bahwa biaya pemasaran adalah kira-kira 31 persen yang merupakan perbedaan antara harga beras minimum yang 5.13 dijamin dengan harga beras eceran pemerintah. Hasil penelitian Ace Partadiredja di Jawa Tengah (1I70) memperlihatkan bahw petani pda umumnya menerima harga jual path keringnya tidak sebesar Rpl 3,20 per kg (atau Rp26,40 per kg untuk kering giling) tetapi lebih menclekati Rp20,00 per kg path kering atau Rp40,00 per kg beras bila konversi beras padi dianggap 50 persen. Suatu biaya pemasaran yang ternyata lebih kecil dart asuinsi mi mernpunyai irnplikasi penting bagi kebijaksanaan harga pupuk yang disubsidi pemerintah. Suatti contoh basil penelitian lain mengenai pemasaran ternak hidup felah dilaporkan oleh Mubyarto (1974). Dan hasil penelitián tersebuc ditemukan bahwa nampaknya ada hubungan langsung ancara harga yang diterima petani peternak dan biaya ekspor. Makin tinggi blaya yang harus dibayar o.Leh eksportir makin rendah harga yang cfiterima petani. Dengan kata lain biaya tanibahan yang dibebankan pada eksportir rupanya diteruskan sepanjang mata rantai pemasaran sampai pada petani peternak. 56 Mungkin ha! tersebut menunjukkan bahwa segala biaya yang harus dibayar oleh eksportir (baik yang resmi maupun yang tidak resmi) mempengaruhi penerimaan bersih dan petani. Jika hal tersebut benar maka rnungkin benar untuk mengatakan bahwa sebenarnyalah penerimaan eksportir lebih stabil dan pada penerimaan petani. Bila eksportir mengatakan bahwa perdagangan ternak mengandung risiko besar maka bagi peternak risikonya akan lebih besar lagi. Akhirnya dalam hal biaya pemasaran mi harus disebutkan perpajakan atas produk-produk yang diekspor. Karet yang secara tradisional rnerupakan komoditi ekspor yang sangat penting di Indonesia banyak dibebani pajak (yang merupakan pendapatan negara) dan berarti mengurangi penerirnaan petani, oleh karena itu bisa juga dimasukkan ke dalam biaya pemasaran. 1. Grading dan Staixlardisasi Grading adalah klaikasi produk-produk percanian ke dalam beberapa golongan tertentu yang berbeda-beda, niasing-masing dengan näTiiãitiket tertentu. Perbedaan mi bisa ditentukan oleh perbédñ bentuk dan besar barang, rasa, tingkat kematangan, dan sebagainya. Kemajuan sistem grading berhubungan erat dengan luasnya pasar. Dalain pasar bersifat lokal dimana produsen dan konsunien dapat bertemu secara pribadi, inaka grading belum tentu menonjol peranannya. Tetapi jika proses jual beli menjadi berkembang dimana produsen clan konsumen terpisah jauh antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, maka grading mulai diperlukan. Hal mi diperlukan karena sudah timbul pedagang perantara yang mernbawa pesan keinginan konsumen atas mutu produk-produk, dan mi dinyatakan dalam grade-grade tertentu dengan harga yang berbeda-beda. Keuntungan grading yang baik, adil, dan teliti atas produk-produk pertanian memberi manfaat bagi konsumen inaupun produsen. Konsumen untung karena mendapat produk yang paling sesuai dengan keingmnan dan tingkat pendapatannya. Sedangkan produsen juga mendapat jaminan rnemperoleh harga yang sesüai dengan kualitas produk yang dihasilkannya. Jadi dengan sistem grading yang baik, maka konsumen dan produsen akan terhinclar dart praktek—praktek yang kurang baik. Tetapi perlu pula diketahui bahwa dengan adanya grading berarti ada penambahan biaya produksi (pemasaran) karena produk-produk tersebut harus dikelompok-kelornpokkan dan dibuat sdemikian rupa. Sedangkan standardisasi adaláh penentuan mutu produk Inenurut ukuran, atau patokan tertentu. Penentuan standar sedapat mungkin dibuat sesuai dengan ukuran-ukuran yang umum dipakai dalanh praktek pernasaran baik nasional maupun intemasional. Hasil-hasil produksi harus dikelompokkan menurut kualitaskualitas tertentu oleh produsen, konsumen, pasar atau organisasiorganisasi pemasaran. Begitu pula, beberapa produsen harus mengganti/mengubah grade dart waktu ke waktu, disesuaikan dengan 5.17 perubahan permintaan pasar dan harga-harga dan masing-masing grade. (intuk suatu grade tertentu, rnungkin disuatu pasar termasuk grade No.1, teCapi di lain pasar grade No.2. Konsunien bisa juga kehilangan kepercayaan pada grade-grade tertentu. ‘-‘ Ada dua niasalah utarna dalam mengeinbangkan standardisasi: 1) pengembangan metode-metode baru untuk pengukuran kualitas produk secara lebih obyektit. 2) pengembangan berat/timbangan dasar yang obyektif pada harga pasar. 57 Grading untuk berbagai produk pertanian dalam berbagai segi dalam sistem pemasaran biasanya dilakukan oleh produsen. Seringkali dilakukan di bawah pangawasan pemerintah. Pada peristiwa itu, pemerintah berwenang untuk mengesahkan grade dan produk-produk terse but Kadarg kala grade yang berlaku dan rnetode-metode pengawasan yang dijalankan tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen atau tidak bisa menjangkau apa maunya konsumen. Hal mi bisa disebabkan oleh: a) uinurnnya grade diciptakan secara spesifik untuk digunakan oleh pedagang besar, dan tentunya untuk kemampuan agar bisa dikapaikan untuk jarak yang jauh. b) terlalu kompleks untuk digunakan konsumen biasa, dan c) grade tidak ditunjukkan kepada konsiinen akhir. 4.4.1 .2 Informasi psar Informasi pasar merupakan suatu istilah yang sangat luas yang digunakan untuk meriunjukkan seinua fakta dan interpretasinya yang berkaitan nilai pasar produk-produk pada saat sekarang dan prospeknya di rnasa datang. Fakta-fakta dan interpretasi-interpretasi •tersebut meliputi: 1) jumlah produk, karakteristik produk, lokasi, dan perubahan penawaran aktual maupun potensial suatu procluk, pengapalan, penerirnaan, dan cadangan; 2) hal-hal yang berhubungan dengan permintaan dan konsumsi konsunien dan dengan permintaan dan pembelian pedagang pada setiap tahap peTnasaran; 3) harga-harga pada setiap tahap pemasaran; 4) ‘naia’ pasar, perasaan pedagang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pasar seperti cuaca yang buruk; 5) analisis dan prakiraan dalam artian trend, pergerakan tahunan variasi musinian , dan fluktuasi jangka pendek dantidak teratur. 5.18 I Walaupun tidak ada garis pembagi yang tepat, ada 2 kategori uimxn dan informas i pasar: 1) informasi yang berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga pada inasa yang akan datang dan trend jangka panjang nilai pasar, biasanya disebut intormasi harapan (outlook information); 2) intormasi yang berkenaan dengan situasi harga sekarang dan penawaran pasar jangka pendek disebut berita pasar (market news). Kedua jenis inforniasi mi sangat penting dalam pemasaran karena bisa diterapkan untuk kepentingan manajemen usaha tani. Kebutuhan petani akan informasi sebenarnya dimulai sebelum dia inembeli atau menyewa tanah pertanian serta merencanakan bentuk usaha tani dan produk yang dihasilkannya. Suatu tindakan yang sangat bodoh, misalnya, untuk membeli atau menanam kubis tanpa mempertimbangkan secara seksama keadaan-keadaan yang berhubungan dengan permintaan pada masa yang akan datang serta penawaran dan harga kubis, meskipun demikian banyak petani yang rnelakukan itu tanpa meniperhatikan apapun kecuali harga sekarang dan keuntungankeunturcgan yang diharapkan. Para petani seharusnya memperhatikan, sebelum perencanaan luas lahan yang akan ditanaminya atau ternak yang akan diproduksinya, situasi pasar yang mungkin terjadi dan akan dihadapi pada saat produkproduknya siap untuk di pasarkan. Pada saat produkproduknya siap untuk dipasarkan, petani harus inemutuskan kapan, dimana dan untuk siapa produk-produknya akan dijuaL Manfaat informasi pasar mi bagi petani secara keseluruhan antara lain membantu agenagen pemasaran dalani pemanfaatan secara penuh permintaan konsurnen dalam pasar-pasar 58 individual untuk produk tersebut. Tanpa informasi pasar, sejuiniah permintaan potensial tidak bisa terisi karena kurangnya pengetahuan akan adanya produk tersebut, sementara permintaan.-permintaan ditempat iain secara relatif ada kelebihan penawaran. Selain itu, informasi pasar juga dapat mengurangi biaya pemasaran (mdrketing margin). Pengeksploitasian terhadap para pernbeli dan para penjual yang tidak sadar akan keadaankeadaan pasar bisa dikurangi. Penurunan risiko mengurangi biaya-biaya pemasaran. Persaingan yang tidak sempurna yang timbul karena berbagai keadaan di dalam diferensiasi produk dan pemasarannya, diterensiasi jasa, berkurang. Misainya, seorang pedagang besar bisa meyakinkan perusahaan angkutan (ekspedisi) bahwa ia menawarkan suatu pekerjaan pengangkutan dan menjaga volume produknya walaupun secara aktuai mendapatkan penerimaan yang .Lebih sedikit daripada para pesaingnya. Tetapi jika perusahaan angkutan bisa memhandingkan penerimaannya dengan aporan 5.19 laporaLl dan pasar, perusahaan segera akan mengetahui bahwa jasa pedagang besar tersebut ticiaklah terlalu inenguntungkan, seperti yang ciikatakan oieh pedagang tersebut. Pada umümnya, biaya operasi agen—agen pemasaran akan naik cukup berarti dan persaingan yang mempengaruhi biaya pemasaran akan berkurang jika informasi pasar tidak tersedja. 4.4.1 .3 Pengangkutan (transportasi) Pengangkutan nierupakan faktor yang sangat penting di dalam pemasaran pertanian, terutaina sekali untuk produk yang gampang rusak (perishable). Pertama sekali dan paling penting, para petani harus mampu menjangkau pasar mereka. Sebagian besar usaha tani tersebar luas di desa dan pedalaman, oleb karena itu dibütuhkan jaringan pengangkutan yang bercabang luas baik untuk rnernbawa peralatan produksi maupun untuk mernasarkan produk-produk pertanian mereka ke konsumen di perkotaan. Pengangkutan mi haruslah diusahakan sernurah mungkin. Bagi petani, harga suatu input seperci upuk adalah harga pupuk tersebut ditanibah ongkos angkut ke usaha taninya. Sementara itu penerirnaannya dan penjualan padi atau produk-produk lainnya adalah harga pasar dikurangi dengan ongkos angkut produk-produk tersebut dan usaha taninya ke pasar. Jika biaya pengangkutan telalu tinggi Iliaka harga pupuk itu akan terlalu mahal bagi petani, dilain pihak pendapatannya dan penjualan padi atau produk lainnya tenlalu sedikit. Tetapi bila ongkos pengangkutn bisa ditekan, maka harga pupuk di usaha taninya menjadi rendah dan pendapatannya akan lebih cinggi. Dan uraian ongkos di atas, jelaslah fungsi pengangkutan di dalam pemasaran. Pengangkutan yang murah akan menyebabkan biaya produksi yang rendah pula, dan penerimaan petani clan has ii penjualan produk-produknya meningkat. Jika biaya pengangkutan tinggi, maka harga jual akan naik dan hal mi bisa saja .niempengaruhi juinlah permintaan akan produk tersebut oleh konsumen. 4.4.1 .4 Struktur pnasaran prdduk pertanian Dalani seksi mi kita rnelihat beberapa contoh struktur dan saluran pemasaran beberapa produk pertanian. Di sini kita akan menganalisa struktur pernasaran produk pertanian yang dikonsumsi di dalam negeri saja seperti padi, dan produk pertanian yang diekspor seperti kopi. 5.20 Padi Struktur pemasaran padi/beras dan segala persoalan ekonominya telah disusun oleh Leon A. Mears dalain bukunya yang berjudul “Rice Marketing in the Republic of Indonesia” path tahun 1961. Di bawah mi akan digambarkan secara ringkas dan garis besarnya saja permasalahan tersebut. 59 Ada sekitar 30 persen produksi beras dalam negeri dijual oleh petani produsen dan sisanya untuk keperluan petani sendiri. Bagian yang inasuk pasar mi sekitar 80% cii perdagangkan oleh usaha-usaha pemasaran swasta dan sisanya oleh Badan Iirusan Logistik (Bulog), lembaga pemasaran peinerintah yang mernpunyai cabang-cabang Depot Logistik (IXlog) sampai ke tingkat kabupaten. Pada salüran swasta petani menjual padi/gabah kepada para tengkulak atau pedagang kecil yang ada di desa-desa atau khusus datang dan kota. Para pedagang kecil itu kemudian menggilingkan padi/gabahnya pada pabrik penggilingan padi kecil-kecil di desa setempat atau menjualnya langsung pada penggilingan padi besar. Jika padi/gabah digilingkan sendiri maka beras hasilnya di bawanya ke kota untuk dijual kepada para pedagang beras besar dan kemudian para pedagang besar mi menjualnya kepada pedagang pengecer. Para pedagang beras besar biasanya memiliki penggilingan sendiri. Betas yang diperdagangkan me!alui saluran pemerintah (Buiog) maka pada tingkat terbawah (desa, kecamatan, atau kabupaten) sebenarnya masih juga melalui pedagangpedagang swasta. Bulog hanya mengaclakan 5.21 kontraic pembelian minimum 5 ton dengan pedagang beras kecU atau penggilinganpenggilingan path di ibukota kabupaten atau propinsi. Setelah beras di setor pada gudang Bu!og/I)log maka beras itu di sirnpan sebagai stok pemerintah untuk keperluan anggota-anggota AI3Rt, pegawai negeri, dan perusahaan perusahaan negara dan sebagian lagi sebagai cadangan penyangga (buffer stock) nasional. baik untuk keper].uan injeksi maupun untuk keperluan lainnya. Dalam injeksi mi Bulog menggunakan pedagang besar tertentu untuk rnenjual beras dengan harga yang celah ditentukan oleh Bulog dan pedagang besar mi menggunakan para pengecernya yang tersebar di se lurufr bag ian kDta. 60 Dan gambar di atas, secara garis besar bisa dilihat pasar beras saluran ssta melalui tiga tingkat pasar utama yaitu: I Pasar pengumpu.L lokal II Pasar penguinpuL regional/pasar transito III Pasar penjualan/distribusi terakhir Pada saluran pemerintah juga pasar pengumpul lokal dan regional digunakan, tetapi setelah itu dikenal lernbaga Dolog sebagai lembaga pemasaran transito yang besar dengan cabangcabangiya sampai di kota-. køta kabupaten. Dari Dolog beras dikirim melalui pasar terakhir yang dapat berupa: 5.22 1) Kantor-kantor pereritah termasuk anggota ABIU; - 2) Pedagang besar dan [cecil untuk beras injekst; dan 3) Pengiriman antar daerah yaitu dan. daerah surplus Ice daerah defisit. Pada kantor lXlog yang terakhir beras didistribusikan melalui salab satu dan dua kemungkinan di atas yaitu melalui kantor-kantor pemerintah atau melal.ui pedagang besar dan pedagang pengecer. Kopi Kopi dihasi].kan oleh usaha tani rakyat (smallho.Lder) dan perkebunan besar (estate). Pada mulanya kopi hanya di tanam oleh perkeburian saja, tetapi karena cara buctidayanya yang sederhana dan karena pasaran yang baik maka kopi rakyat sudah cukup dominan. Daerahdaerah kopi yang terpenting adalah Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Timur, Bali. dan Aceh. Sebagian besar hasii kopi kita di ekspor. Negara pengekspor kopi mi dibagi menjadi dua yaitu negara-negara kuota yaitu negara-negara yang menjadi anggota International Coffee Organization (ICO) dan negara-negara bukan anggota (non kuota) 61 Sunber: Moelyono Partosoedarso & Amris Makmur, “Tata Produksi dan Niaga Kopi di Indonesia”, SAE 1968, dalam Mubyarto, “Pengantar Ekonomi Pertanian” LP3ES, Jakarta, 1979. A. Petani produsen pengolah kopi beras kualitas asalan B. Tengkulak desa merupakan tengkulak penguinpul yang mendatangi desa-desa merupakan tangan kanan dan pedagang lokal C yang inenyediakan modal dan alat pengangkutan bagi B. C. Pedagang lokal (di kecamatan) disebut cengkan, pengumpul Icopi dan tengkulaktengkulak dan petani-.petani yang menjual langsung. D. Peciagang has ii bumi (di ibukota Teluk betung) kedodukannya sama dengari C tapi lebih besar. E. Eksportir membeli kopi dan 1), C dan kadang-kadang juga dart B dan A. Eksportir mi menyortir untuk kualitas ekspor. F. Pedagang luar negeri. Saluran pemasaran kopi mi padaumumnya sama pada semua daerah yaitu dart petani kopi clijual pada pedagàng pengumpul (tengkulak) yang datang ke desa-desa. Pedagang pengumpu]. mi kemodian menjua]nya kepacta pedagang lokal yang seterusnya mengirimkannya ke pada eksportir di kota-kota pelabuhan. Ekspörtir yang menerima kopi dan pedagang lokal dapat clibagi dua yaitu eksportir pródusen dan eksportir biasa. Eksportir produsen memiliki mesin pengolahan dan berspesialisasi dalam kopi, sedangkan eksportir biasa adalah eksportir basil-hasH pertanian pada uinumnya yang di samping basilbasil lain juga mengekspor kopt. Eksportir yang terakhir mi tidak memiliki fasilitasfasilitas pengolahan. 62 BAB VII PROSES SOSIALISAI Dalam uraian-uraian terdahulu kita telah mendengar orang sebagai mahluk sosial, kebudayaan sebagai orang-orang itu dalam aksi dan masyarakat sebagai tempat atau lingkungan hidup daripada orang-orang tersebut. Jelaslah bahwa ketiga-tiganya tak dapat dipisahkan, dan kita perlu menyebutkannya dalam satu nafas. Tanpa orang tak akan ada masyarakat dan tak pula ada kebudayaan ; tanpa kebudayaan kita tidak dapat membayangkan bagaimana suatu masyarakat bisa berlangsung terus hidupnya; dan tanpa masyarakat atau tanpa membentuk masyarakat, secara hidup bersendiri-sendiri lama-lama orang akan musnah dari muka bumi ini. Sekarang marilah kita tinjau ketiga unsur itu dalam proses saling bentuk membentuknya, dan dalam saling pengaruh-mempengaruhinya. 4.1. Proses Sosialisasi Manusia bukanlah manusia bila dia itu tidak merupakan mahluk sosial. Keadaannya akan lain sekali dari pada kita sekarang, mungkin seperti bayi dipelihara kawanan serigala, atau mungkin seperti “Tarzan” yang bergentayangan diatas pohon. Tetapi para leluhur kita, sejak zaman purbakala, telah menciptakan unsur-unsur kebudayaan, kebudayaan tadi terus diperkaya dari satu generasi ke lain generasi, sehingga pada waktu ini kita telah banyak sekali mewarisi unsur-unsur kebudayaan itu, yang secara keseluruhannya kita sebut “kebudayaan kita”. Warisan yang berharga itu tidak kita sia-siakan, akan tetapi kita pelihara, perkaya dan kita akan teruskan kepada generasi yang akan datang. Proses meneruskan atau melangsungkan kebudayaan kepada generasi yang lebih muda itu merupakan hal yang penting sekali dalam kehidupan kita, karena pertama ; kita akan meninggalkan dunia yang fana ini, maka perlulah tenaga-tenaga kita ini diganti oleh tenaga yang muda untuk melangsungkan kehidupan masyarakat ; kedua tenaga-tenaga yang muda itu diberikan pelajaran dahulu supaya dapat hidup bermasyarakat dan memikul tugas kemasyarakatan. Orang-orang yang baru dilahirkan ke dunia ini (yang kita sebut bayi) tiada otomatis dapat hidup bermasyarakat dalam taraf seperti yang telah kita capai sekarang. Sebabnya bukan karena bayi itu merupakan mahluk yang lemah, akan tetapi yang terpenting, untuk dapat hidup bermasyarakat dalam taraf sekarang, bayi itu harus dipersiapkan dahulu, dan proses untuk mempersiapkan bayi supaya dapat hidup dalam masyarakat disebut “proses 63 sosialisasi”. Dengan lain perkataan proses sosialisasi itu adalah mempersiapkan bayi menjadi mahluk sosial. Dari pihak kita si pengajar, proses itu berupa proses menterapkan kebudayaan, sedangkan dari pihak si bayi, proses itu berupa proses belajar atau menirukan, sedangkan dari pihak si bayi, proses itu berupa proses belajar atau meniru. Proses sosialisasi berlangsung bertahun-tahun dan melalui berbagai tahapan. Dapat pula kita katakan bahwa proses sosialisasi tidak berehnti-hentinya selama orang hidup. Dari satu tahapan hidup ke tahapan hidup yang lainnya orang selalu disosialisasikan agar supaya orang itu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat dalam tahapantahapan hidup yang bersangkutan. Untuk jelasnya marilah kita ikuti proses sosialisasi sejak seorang bayi lahir. Setiap bayi sejak diciptakan dalam kandungan ibu, telah memiliki kapasitas biologis untuk menjadi mahluk sosial, dimana salah satu sifat dari kapasitas itu merupakan kemampuan yang tinggi sekali untuk belajar dan meniru. Dikatakan bahwa selama dalam kandungan itu, bayi telah menerima perangsang-perangsang dari luar dan memberikan reaksi terhadapnya. Masa belajar yang benar-benar dimulai sejak bayi itu dilahirkan. Melalui panca indranya bayi menerima perangsang-perangsang dan membentuk gambaran dari dunia luar dalam dirinya secara berangsur-angsur. Obyek yang pertama yang dia kenal adalah tetek atau dot, kemudian ibu atau peranan ibu, dan menyusul obyek-obyek yang lainnya. Bayi merasa bila ia ingin makan dan bila popoknya basah ia memberikan tanda dengan menangis, ialah kepandapinnya yang pertama untuk menyatakan hasratnya atau keinginanya . Ibupun datanglah, dan dengan perasaan kasih sayang ibu memberi makan atau mengganti popok. Demikianlah terjadi berkali-kali sehingga bayipun mengenal peranan ibu, yang melimpahkan kasih sayang memberi perawatan dan mengabulkan keinginannya. Dalam tahapan hidup yang pertama ini, fungsi sosialisasi dilakukan oleh keluarga , ialah ibu, ayah, nenek, kakak dan lain-lain. Semuanya terhadap bayi melakukan “peranan ibu”. Setelah berumur satu setengah tahun, bayi telah dapat berjalan, dapat mengucapkan beberapa patah kata seperti ibu, bapak, kakak dan sebagainya, dan ia mulai nakal. Ibu mulai pusing-pusing, dan mulai memarahinya. Bayi mulai belajar disiplin, ia boleh itu tetapi tidak boleh ini, itu baik ini jijik, bahkan dimasyarakat kita mulai “ ditakut-takuti”. Pengalaman bayi bertambah banyak. Dia sudah mengetahui siapa ibunya, siapa ayahnya, yang mana kakak, nenek, dan lain-lain. Dan dalam umur 2 atau 3 tahun bayi telah dapat 64 membeda-bedakan peranan-peranan yang lain, misalnya ibu mengurus rumah, sedangkan ayah pergi ke sawah. Ayah lebih galak dari pada ibu, dan ibu lebih sayang kepadanya. Dalam fase ini dan selanjutnya bayi mengalami dua peranan yang penting, ialah peranan ibu yang berfungsi kasih sayang atau “exprensive”, dan peranan ayah yang berfungsi penegak disiplin atau “instrumental”, sedangkan si bayi sendiri dia belajar norma-norma bagaimana ia harus bertingkah laku sebagai seorang anak yang baik, dan ia telah juga diberi pelajaran tentang nilai-nilai masyarakat ; hormat kepada orang tua, kepada tamu dan lain-lain. Dalam umur tiga, empat sampai lima tahun adalah fase bermain dalam permainan itu meniru berbagai berbagai peranan, misalnya meniru ibu masak didapur, meniru ayah dengan menjinjing tas seakan-akan mau pergi ke kantor, meniru kakak menghafalkan buku, menggambar dan lain-lain. Juga di samping menirukan peranan-peranan itu bayi (sekarang telah menjadi anak) pun telah belajar tentang norma-norma permainan dan macam-macam permainan menurut jenis kelamin. Perempuan bermain boneka dan dagang-dagangan, sedangkan anak laki-laki bermain sepak bola atau layang-layang. Mempelajari norma-norma permainan merupakan gemblengan pertama bagi si bayi untuk hidup teratur di dalam masyarakat. Karena sekarang bayi atau anak itu telah mempunyai lingkungan hidup lain, ialah teman-teman sebaya. Bila dulu, dalam lingkungan orang tua, anak selalu mendapat perhatian istimewa itu tidak begitu saja, secara cuma-cuma, tetapi harus dicapai dengan susah payah. Di alam mencapainya itu anak harus tunduk kepada norma-norma harus menunjukan prestasi supaya disenangi oleh kawankawannya. Umur lima atau enam tahun akan mulai menginjak masa sekolah. Ditambah lagi pengalaman. Kini ia mengetahui peranan guru di samping peranan-peranan yang sudah diketahuinya. Pengalaman hidup bermain dengan teman-teman sebayapun makin banyak. Macam-macam permainan dan macam-macam norma makin banyak yang dikenal dan dipelajarinya. Juga sifat “conformity” atau disiplin pada peraturan-peraturan, makin tebal. Jadi tegasnya dalam proses sosialisasi itu yang kita lihat adalah bahwa persiapan untuk hidup di dalam masyarakat itu ialah dengan cara mempelajari bermacam-macam peranan, meniru untuk sesuai dengan peranan yang digariskan serta tunduk kepada normanorma permainannya. Memang begitulah hidup kita sehari-hari didalam masyarakat. Kita memainkan bermacam-macam peranan, mengetahui norma-normanya dan tunduk kepada norma-norma tadi. 65 Apakah yang terjadi di dalam diri si bayi atau anak yang disosialisasikan itu ? Tentu jawabannya ialah menjadi mahluk sosisal. Akan tetapi pernyataan ini saja itu tidaklah cukup. Didalam setiap mahluk sosial di situ terdapat suatu pribadi atau ‘”self”. Bila kita katakan bahwa untuk setiap mahluk sosial masyarakat itu merupakan lingkungan luar, maka pribadi atau “self” itu merupakan lingkungan dalam. Seseorang yang tidak mempunyai self atau lingkungan dalam tentu tidak bisa mengatakan sampai di mana batasnya lingkungan luar itu. Atau trgasnya begini : Di dalam diri kita ada self. Kita mengatakan itu kursi, itu meja, itu kawan, itu guru dan itu semuanya bukanlah aku. Kita mengetahui diri kita, karen akita mempunyai self. Seseorang, bila ada yang tidak mempunyai self tentu tidak bisa membedakan antara dirinya dengan kursi yang dia duduki. Di dalam proses sosialisasi itu tumbuh pribadi, aku atau self itu. Pertumbuhan itu terjadi bersama-sama dengan dipelajarinya atau diketahuinya peranan-peranan, jadi di satu pihak peranan-peranan itu dipelajari dan dilain pihak peranan itu menimbulkan self. Self merupakan pencerminan daripada peranan –peranan yang dipelajari atau ditanggapi oleh seseorang. Orang bisan melihat selfnya itu. Umpamanya bila dia itu seorang guru, dia melihat bagaimana selfnya itu melakukan peranannya sebagai guru; baik atau buruk, tepat atau tidak. Selain itu orang bisa berdiskusi dengan selfnya itu, seakan-akan itu orang lain. Pembenukan pribadi itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama faktor genetis, selanjutnya faktor-faktor lingkungan; lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat di luar keluarga. Masa kanak-kanak merupakan masa yang penting dalam menumbuhkan pribadi. Ada anak-anak yang jiwanya tertekan, ada yang terlalu dimanjakan, semuanya itu berpengaruh kepadanya sewaktu ia dewasa. Anak-anak yang jiwanya tertekan mudah putus asa, gelap penglihatan, pesimis dan sukar memberikan respons terhadap puji-pujian yang diberikan kepadanya. Anak yang terlalu dimanjakan tidak bisa mengekang diri, sombong, takabur. Dan karena pada masa kanak-kanak itu keluargalah yang paling penting menjalankan fungsi sosialisasi, maka lingkungan keluargalah yang memberikan cap pada pribadi seseorang. 4.2. Individu dan Kebudayaan Di dalam proses sosialisasi bahwa kepada individu itu diterapkan kebudayaan. Maka bila individu itu dilahirkan dalam masyarakat Indonesia, kepadanya akan diterapkan kebudayaan Indonesia, dan dia akan menjadi orang Indonesia (dalam pengertian kulturil). 66 Bila dia dilahirkan dalam masyarakat Cina, diterapkan kebudayaan Cina, orang tersebut akan menjadi orang Cina. Kebudayaan besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan kepribadian seseorang yang hidup di dalamnya atau katakan bahwa kepribadian itu dicetak oleh kebudayaan, dan setiap pribadi yang dicetak itu akan memiliki baik overt maupun covert culturenya. Yang dihasilkan oleh kebudayaan itu adalah kepribadian “umum” atau “model personality”. Maksudnya adalah bahwa kebudayaan Indonesia menghasilkan kepribadian umumnya orang Indonesia itum, sedangkan bagaimana kita ketahui dari proses sosialisasi, kepribadian masing-masing orang itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan keluarga. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan Indonesia tidak bisa menghasilkan satu kepribadian Indonesia, akan tetapi macam-macam variasi kepribadian Indonesia. Sebagaiamana telah diterangkan dalam proses sosialisasi, mempelajari kebudayaan itu berlangsung bertahun-tahun dan intensif sekali. Segala sesuatu yang dipelajari masa kanak-kanak menjadi meresap sampai dewasa. Peranan-peranan, norma-norma dan nilainilai yang dipelajari diresapkan dan”internalized” kedalam kalbu seseorang, dan menjadi sebagian daripada kepribadiannya itu. Karena hal inilah terjadinya “conformity”, dan penjujungan tinggi terhadap nilai yang telah diresapkannya itu. Orang mau berkorban untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah menjadi sebagian daripada kepribadiannya itu. Di dalam perhubungan kita dengan orang-orang asing atau keturunan asing, khususnya orang-orang Cina, sering kita dengar perkataan “assimilasi”. Arti singkatnya ialah menyesuaikan diri dengan suat kebudayaan yang asing baik segi overtnya maupun covertnya. Yang penting dalam proses assimilasi itu adalah penerimaan psikologis bahwa kebudayaan yang asing itu telah menjadi kebudayaannya dan bahwasannya orang yang bersangkutan telah menyatakan diri sebagai pendukung/penegak kebudayaan tadi. Jadi dalam proses bassimilasi itu yang terpenting adalah segi psikologisnya, sedangkan segi praktek melakukan kebudayaan itu adalah nomor dua. Sebegitu jauh kita hanya membahas pengaruh kebudayaan terhadap individu. Adapun kebalikannya adam yaitu pengaruh individu terhadap kebudayaan. Di dalam fatsal “kebudayaan” kita menunjukan bahwa individu-individu itu mempunyai sifat-sifat khas, sedangkan dalam kepribadian, kita melihat adanya variasi kepribadian. Ditinjau dari sudut ini, kebudayaan itu tidak merata dipraktekan oleh pendukung-pendukungnya. 67 Bila suatu sifat khas seseorang ditiru oleh orang-orang lain dan menjadi “umum” maka bertambahlah unsur kebudayaan masyarakat itu. Ini merupakan pengaruh individu terhadap kebudayaan. Cara lain adalah dengan penemuan-penemuan baru, atau dengan model-model baru. Suatu penemuan, dilapangan apa saja, selalu didapatkan oleh seseorang individu. Dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun, banyaklah penemuan-penemuan yang diciptakan. Bila penemuan – penemuan itu tersebar dan dilakukan atau ditiru oleh umum, maka betambahlah kebudayaan masyarakat. Demikianlah pengaruh-pengaruh individu terhadap kebudayaan. 4.3. Individu dan Masyarakat Masyarakat dibentuk atau terdiri dari individu-individu. Individu – individu tersebut terjalin dalam jala-jala hubungan interaksi satu sama lain. Tentu jalinan hubungan itu tidak sama intensifnya. Masyarakat, sebagaimana telah disebut dalam halaman yang sudahsudah, juga “hidup” dan harus mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam keadaan baik, masyarakat bejalan atau berfungsi sebagaimana suatu angan biologis atau satu mesin. Akan tetapi jalannya masyarakat tidak serapih dan seteratur seperti anagn biologis atau mesin. Di dalamnya terdapat kepincangan-kepincangan, namun demikian masyarakat tetap berjalan atau berfungsi. Hidup suatu masyarakat lebih panjang daripada hidup individu –individu yang membentuknya atau mendukungnya itu. Karena itu, untuk kelangsungan hidupnya anggota-anggota masyarakat perlu diganti dengan kelahiran-kelahiran baru atau dengan imigrasi, dimana anggota-anggota baru itu perlu mengalami proses sosialisasi terlebih dahulu agar supaya mereka bisa menghadapkan dirinya dengan keadaan yang baru itu. Hal ini semua telah kita ketahui yaitu dengan proses sosialisasi dari bayi sampai dewasa dan untuk para imigrasi mereka mengalami proses assimilasi. Jalannya atau befungsinya masyarakat itu hanya bisa berjalan baik bila para individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut mentaati segala peraturan-peraturan yang disajikan oleh masyarakat. Di dalam setiap kalbu para individu itu harus sudah disajikan kesadaran, keinginan dan rasa perlu untuk mentaati peraturan-peraturan dan menjunjung tinggi nilai-nilai masyarakat sedangkan dilain fihak peraturan-peraturan masyarakat itu harus jelas; tidak bertentangan satu sama lain, pun juga nilai atau standar-standar yang harus dijunjung tinggi itu harus konsisten. Di dalam keadaan ini individu-individu dan masyarakat saling “bekerja sama” dan mengakibatkan keserasian hidup bermasyarakat. 68 Dengan demikian individu-individu mendapat pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedangkan masyarakat berjalan atau befungsi dengan rapi dan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Masyarakat dapat pula berantakan, dengan lain perkataan dalam kondisi tertentu masyarakat bisa kacau, atau tidak berfungsi dengan baik. Dalam keadaan revolusi misalnya, kita berhadapan dengan serba ketidakaturan. Apa yang terjadi adalah lapuknya norma-norma dan nilai-nilai lama, sedangkan norma-norma dan nilai-nilai baru belum menjelma dalam kalbunya masyarakat, karena soal pertumbuhan norma-norma dan nilainilai itu mkemerlukan waktu yang lama. Di dalam hal demikian sukarlah bagi orang-orang untuk menunjukkan ketaatan kepada peraturan-peraturan yang disajikan oleh masyarakat. Baiklah kita tinggalkan dahulu masyarakat yang sedang berantakan dan marilah kembali kepada tinjauan masyarakat dalam keadaan berfungsi baik. Seperti telah dikatakan, individu-individu sudah dipersiapkan untuk hidup dalam masyarakat. Mereka mengetahui peranan-perananya, cakap menjalankan peranan tersebut, mengindahkan norma-norma, mengetahui mana yang diperbolehkan, tegasnya mereka adalah orang-orang yang sopan, tahu tempatnya dan menghargai sesama orang. Mereka telah meresapkan jalan-jalannya itu sampai kebatin-batinnya tatkala mereka hidup dalam lingkungan sekolah, lingkungan batin-batinnyatatkala mereka hidup dalam lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan dan lain-lain. Segala tindak tanduk mereka dilakukan berdasarkan dan direstui masyarakat. Di samping itu masyarakat menjadikan “wadah-wadah” sebagai alat atau tempat mengatur untuk memuaskan berbagai kebutuhan individu-individu yaitu yang disebut lembaga-lembaga sosial. Demikianlah rapinya peralatan masyarakat itu. Hal ini semua tidak menjamin bahwa penyimpangan-penyimpangan akan menjadi lenyap sama sekali. Meskipun pada dasarnya orang-orang itu telah disosialisasikan, telah meresapkan segala norma dan tata nilai masyarakat, tetapi karena manusia itu adalah manusia (bukan “malaikat”), penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan-ketentuan itu tidak dapat selalu dicegah. Karena itu masyarakatpun mempunyai alat-alat “social control” yang berupa hukuman ringan dan hukuman-hukuman berat. Hukuman ringan berupa “gosip” dan “cela-celaan” yang dijalankan oleh semua anggota masyarakat, sedangkan hukuman-hukuman berat berupa keputusan-keputusan yang dijalankan oleh hakim. Benih-benih penyimpangan tertanam dalam setiap individu dan juga terdapat dalam tubuh masyarakat sendiri. Setiap orang mempunyai hasrat dan sudah menjadi sifat manusia bahwa hasrat ini melebihi dari pada apa yang dapat dicapai oleh manusia. Di samping itu 69 masyarakat tidak pernah dapat menghasilkan cukup bahanp-bahan pemuas kebutuhan anggota-anggotanya, baik material maupun rohaniah. Benih penyimpangan yang terdapat didalam tubuh masyarakat antara lain berupa tekanan-tekanan yang diberikan oleh masyarakat kepada para anggotanya. Umpamanya masyarakat yang menekankan supaya para anggotanya memperoleh sukses dalam kehidupan di satu pihak, dilain pihak masyarakat tidak memberikan cukup jalan-jalan legal supaya sukses itu tercapai oleh semua anggota-anggotanya. Hal ini menyebabkan bahwa anggota-anggota masyarakat yang tidak memperoleh kesempatan untuk menjalankan jalan yang legal itu, berusaha mencapainya secara illegal (gelap-gelapan). Sekarang perlu dipertanyakan adalah pengaruh individu terhadap masyarakat? Pengaruhnya memang ada meskipun mungkin tidak besar. Dari uraian terdahulu kita telah melihat bahwa penemu-penemu dan ahli-ahli mode merupakan pelopor-pelopordalam perubahan masyarakat. Seperti juga halnya dalam kebudayaan, perubahan masyarakatpun dimulai oleh individu atau beberapa individu. Di dalam hal ini kita teringat kepada orangorang yang dikatakan memiliki “kepribadian besar”. Mereka adalah sumber-sumber perubahan masyarakat atau benten untuk mengekang perkembangan masyarakat. Akan tetapi meskipun demikian besar kepribadiannya itu, apakah ini sampai kepada batinnya masyarakat? Mungkin benar, tetapi mungkin juga tidak benar. Ingat saja bahwa masyarakat itu lebih besar dari pada individu. Masyarakat juga hidup, se-proses yang maha dasyat, begitu dasyat sehingga tidak dapat dibelokkan atau dihentikan oleh individu manapun. Dalam hal ini individu, atau individu – individu yang berkepribadian besar itu, paling banyak hanya bisa mempercepat atau memperlambat jalannya prose itu. Ada baiknya kita pelajari perjalanan sejarah dari masyarakat berbagai bangsa di dunia ini, beserta orang-orang atau individu-individu yang berkepribadian besar itu. Dengan demikian kita akan memperoleh gambaran tentang proses dan perubahan sosial dari masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. 70 5. MASYARAKAT DESA SEBAGAI SATU KESATUAN Masyarakat desa yang mempunyai persamaan arti dengan Rural Community ialah masyarakat yang hidup atau berada di desa, yang karena kekhususannya merupakan obyek dari Sosiologi Pedesaan. Demikianlah intisari pembahasan terdahulu sepanjang berkenaan dengannya, yang dengan sendirinya masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam usaha kita memahami secara lebih mendalam tentang segala aspek yang berkenaan dengan masyarakat desa, Pertama-tama patut dicamkan dulu bahwa masyarakat desa dan desanya merupakan suatu lingkungan hidup yang sebenarnya sulit untuk diadakan pemisahan. Dengan lain perkataan masyarakat desa ini merupakan suatu kesatuan. Sejarah bentuk pertumbuhan atau lahirnya masyarakat desa, adalah suatu segi yang patut diketahui terlebih dahulu oleh siapapun yang bermaksud mempelajari masyarakat desa. Dalam kaitan ini para ahli telah berusaha dan mencoba membedakannya menurut prinsip-prinsip yang mengikat warga atau anggota masyarakat desa sehingga mewujudkan suatu persekutuan sosial yang bulat. KOENTJARANINGRAT dalam usahanya menelusuri masyarakat desa, mengajukan suatu penggolongan dari sekian banyak bentuk masyarakat desa di Indonesia dengan menonjolkan aspek hubungan yang mengikat dan mendasari pertumbuhannya. Diketengahkan olehnya empat macam prinsip hubungan yang mendasari kelahiran dan pertumbuhan masyarakat desa, sebagai berikut : 1) Prinsip hubungan kekerabatan (persekutuan hukum geneologis) ; 2) Prinsip hubungan tinggal dekat (persekutuan hukum teritorial) ; 3) Prinsip tujuan khusus seperti kebutuhan yang ditentukan oleh faktor-faktor ekologis ; 4) Prinsip hubungan yang bukan berasal dari dalam masyarakat desa sendiri melainkan datang dari “atas” seperti aturan, undang-undang yang dibuat pemerintah kerajaan-kerajaan pribumi, atau oleh pemerintah penjajahan yang pernah berkuasa di berbagai tempat di Indonesia. Senada dengan pemaparan mengenai prinsip-prinsip hubungan dalam warga masyarakat desa tersebut diatas, SOETARJO KARTOHADI-KOESOEMO menyebutkan adanya tiga prinsip hubungan yang diberi istilah “jenis ikatan” yaitu masing-masing : 71 1) Ikatan desa atas dasar kepentingan hidup melahirkan bentuk yang dinamakan “geneologis” yaitu masyarakat hukum yang terjadi dari orang-orang yang berasal dari turunan orangsejodo 9orang berlaki-istri). 2) Ikatan desa atas dasar kepentingan hidup batun (kepercayaan, religi) yang melahirkan bentuk “territorial” berasal dari istilah asing territoir, artinya daerah wilayah, wengkon. 3) Ikatan desa yang merupakan campuran dari dua ikatan tersebut terdahulu, yang membentuk desa-desa yang disusun atas dua macam faktor yaitu keturunan dan territorial (daerah). Dari kedua gugus pendapat tadi dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa lahirnya bentuk desa di Indonesia pada azasnya ditentukan oleh tiga hal pokok. Pertama karena adanya hubungan/ikatan daerah atau keturunan (geneologis). Kedua karena adanya hubungan /ikatan tempat tinggal (territorial), dan yang Ketiga disebabkan oleh adanya beberapa faktor campuran. Atas dasar tersebut tadi, nampaklah kepada kita bahwa hubungan seseorang warga desa denagn lainnya dipengaruhi oleh sifat naluriahnya sebagai mahluk sosial sekaligus juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ikatan geneologis maupun tempat tinggal atau trritorial. Demikianlah kejadiannya sehingga pada akhirnya pertumbuhan masyarakat desa di Indonesia ini dipengaruhi pula oleh hubungan timbal balik atara masyarakat desa dan desanya hingga mewujudkan corak dan sifat-sifatnya yang khas. Corak dan sifat-sifat masyarakat desa di Indonesia dalam perkembangannya hingga dewasa ini bukan saja disebabkan oleh kekhususannya berdasarkan sejarah pertumbuhannya tetapi juga karena adanya pengaruh hukum dinamika. Dari sekian banyak aspek yang melekat pada masyarakat desa yang mencerminkan corak dan sifatnya, yang terutama patut kita pahami ialah : 1) Basis ekonomi sebagai salah satu unsur strukturnya yaitu pertanian: 2) Aktivitas terutama mata pencaharian warga atau masyarakatnya dan 3) Kebudayaan termasuk adat istiadat dan kepercayannya atau dengan kata singkat kita sebut saja tradisinya ; Pertanian adalah merupakan basis ekonomi desa atau masyarakat desa yang terpenting. Hal ini dapat kita pahami lebih-lebih di Indonesia yang merupakan negara agraris. Penjelasan lain dapat kita ungkapkan dari latar belakang jadinya suatu desa yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam , terutama tanah. Ada tiga alasan utama 72 yang melatarbelakangi pertumbuhan suatu masyarakat desa seperti dikemukakan terdahulu yaitu : 1) Untuk melangsungkan kehidupan dari anggota-anggotanya, yang mencari makan, pakaian dan perumahan ; 2) Mempertahankan hidupnya terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam maupun luar lingkungan hidupnya ; dan 3) Mencapai serta menciptakan kemajuan dalam hidupnya. Atas dorongan tersebut, mulailah sekumpulan manusia membuka dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada disekitarnya yaitu hutan. Sebagai suatu kesatuan hukum, masyarakat desa mulai mengatur dan menanam tanah-tanah yang telah dibuka tadi, mula-mula dengan tanaman-tanaman yang mudah menghasilkan bahan makanan. Makin erat hubungan mereka dengan tanah yang dibuka dan diolahnya, makin erat pula pengakuan mereka tanag yang dikelolanya sehingga akhirnya melahirkan hak pemilikan tanah perorangan. Demikian seterusnya sehingga makin banyak pula orang yang mengelola tanah bagi kepentingan dan kelangsungan hidupnya. Makin banyak orang yang menggabungkan diri dengan kelompok orang-orang sebelumnya sehibgga terwujudkan suatu masyarakat, potensi sumber daya alam yang dikelolapun pada akhirnya tidak terbatas pada hutan dan sumber daya alam tanah saja. Potensi perairan mulai pula mereka mulai pula mereka kuasai bagi kepentingan dan kelangsungan hidupnya. Demikianlah ekosistem pertanian mulai terwujudkan secara lebih nyata, baik itu pertanian yang dikembangkan pada basis ekosistem teristik yang bertumpu pada tanah, maupun ekosistem akuatik berupa laut, danau dan rawa. Usaha pertanian hakekatnya merupakan kegiatan campur tangan manusia untuk mengatur dan mempercepat proses pertumbuh-tumbuhan dan hewan, agar hasilnya dapat lebih bermanfaat bagi manusia. Dengan lain perkataan, usaha pertanian merupakan kegiatan manusia untuk mendayagunakan sumber daya alam fisik (yaitu lahan, tanah, perairan dan iar) dan sumber daya hayati (flora dan fauna). Dalam hubungan ini sumber daya alam beserta lingkungannya merupakan kesatuan sistem ekologik atau lebih dikenal dengan sebutan ekosistem. Pendaya gunaan sesuatu sumber daya alam oleh manusia seperti halnya hutan dibuka oleh manusia seperti digambarkan terdahulu, dengan sedirinya menimbulkan perubahanperubahan dalam ekosistem sehingga mempengaruhi pula sumber daya alam lainnya 73 beserta lingkungannya, yang akibatnya diharapkan manusia akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Atas dasar inilah maka tiap-tiap masyarakat desa akan menunjukan corak dan sifat-sifatnya yang berbeda satu sama lain, betapapun kesemuanya oleh ekosistem yang sam ayaitu pertanian. Masyarakat desa di Indonesia yang pada umumnya bercorak pertanian sebagai basis ekonomi utamanya, dari satu ke lain tempat sedikit banyak telah menunjukkan perbedaan dalam usaha mengembangkan usaha pertaniannya. Pada basis ekosistem teristik, masyarakat desa ada yang berhasil mengembangkan pertanian sawah, sepanjang sumber daya alam berupa air memungkinkan. Masih erat kaitannya dengan dengan dukungan air ini, ada pula yang berhasil mengembangkan perikanan atau tegasnya budidaya perikanan. Masih berkisar sekitas pengembangan pertanian sebagai hasil usaha masyarakat desa memenfaatkan ekosistem teristik, sepanjang air kurang memungkinkan untuk dijadikan sawah mereka mencoba mewujudkan nya menjadi pertanian tegalan yang terutama ditanami oleh tanaman-tanaman setahun. Wujud lainnya yaitu kebun (tanaman tahunan lebih dominan diusahakan), perkebunan, kehutanan dan peternakan. Masyarakat desa yang basis ekosistem utamanya berupa ekosistem akuatik, dalam upayanya melangsungkan kehidupan mereka telah berhasil mengembangkan pertanian sebagai berikut : 1) Di desa-desa yang dominan potensi lautnya atau katakanlah berada di pinggir pantai, mereka mengembangkan usaha perikanan, baik penangkapan maupun budi daya perikanan berupa tambak. 2) Masyarakat desa yang memiliki potensi danau, mengembangkan perikanan (penangkapan dan budidaya) dan peternakan itik. 3) Masyarakat desa yang memiliki potensi rawa, mencoba mengembangkan usaha pertanian sawah, perikanan (penagkapan) peternakan itik, perkebunan (terutama ditanami sagu) dan kehutanan. Demikianlah gambaran singkat mengenai usaha pertanian yang biasa dikembangkan masyarakat desa sebagai basis ekonomi utamanya. Atas dasar itulah kita dapat membedakan corak dan sifat masyarakat desa yang ada di Indonesia ini. Atas dasar itu pula kita lebih sering mendengar sebutan petani sebagai pengganti kata warga desa atau anggota masyarakat desa. Mata pencaharian utama anggota masyarakat desa ialah berusaha tani, demikianlah kesimpulan tersebut diatas. Oleh sebab itulah mari kita lanjtkan pembicaraan ini dengan 74 menyoroti kegiatan usahatani pada khususnya, mata pencaharian lain pada umumnya dari anggota masyarakat desa. Apakah usaha tani itu ? Usaha tani secara singkat dapat diartikan sebagai bentuk dan tempat dimana usaha pertanian dilakukan. Sebagai tambahan penjelasan patut dipahami bahwa usaha tani ini merupakan salah satu unsur pertanian, yang bertalian erat dengan dua unsur pertanian lainnya yaitu proses produksi dan petaninya sendiri. Usaha tani yang dikembangkan anggota masyarakat desa dari satu ke lain tempat coraknya akan berbeda, karena dibentuk berdasarkan atas kombinasi dari berbagai faktor yang dimiliki masyarakat desanya masing-masing. Faktor-faktor yang dimaksud lazim dikenal sebagai faktor produksi, terdiri dari alam, tenaga, modal dan keterampilan atau skill. Atas dasar kombinasi faktor-faktor produksi tadi, bila kita menengok ke masa lalu, kita akan menemukan istilah pertanian ladang (shifting cultivation) yang berpindah-pindah sebagai suatu bentuk usaha tani yang dikembangkan oleh anggota masyarakat desa, atau tepatnya anggota persekutuan hukum. Hal ini mudah dipahami mengingat dua hal pokok berikut ini, yaitu : 1) Penduduk yang tergabung dalam pengertian persekutuan hukum jumlahnya masih sedikit. Dalam pada itu sumber daya alam tanah potensinya masih banyak dan belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. 2) Keterampilan atau skill petani masih belum berkembang. Dengan lain perkataan teknologi yang dikembangkan petanipada saat itu belum semaju seperti sekarang ini. Sejalan dengan perkembangan penduduk dan teknologi yang dikembangkannya, pertanian ladang ini dewasa ini sudah semakin langka pemunculannya, dan kemudian bergeser ke pertanian menetap (setteld agriculture). Cara pertanian menetap inilah yang dewasa ini kita kenal sebagai bentuk usaha tani. Kembali kepada pengertian usaha tani sebagai bentuk dan tempat proses produksi pertanian berlangsung, dewasa ini kita dapat mengenalinya di masyarakat desa dengan mencoba mebagi-baginya menjadi beberapa cabang usaha tani sebagai berikut : 1) Cabang usahatani tanaman. Dalam percaturan sehari-hari, penamaan atau sebutan cabang usaha tani ini sering ditemukan dengan menonjolkan dua aspek baik secara sendiri-sendiri 75 maupun secara terpadu. Aspek yang dimaksud berkisar sekitar penamaan jenis tanamannya dan tempat pengusahaan tanaman itu sendiri. Sepanjang berkaitan dengan penonjolan aspek jenis tanamannya, kita biasa mengenal sebutan usahatani padi sebagai pengganti sebutan cabang usathatani padi, usahatani jagung, usahatani palawija, usahatani sayuran dan sebagainya. Sebutan inilah biasanya yang lazim muncul dalam percakapan sehari-hari diantara sesama anggota masyarakat desa. Lebih lanjut, bertalian dengan tempat pengusahaan jenis-jenis tanaman tadi, kita bisa pula mendengar sebutansebutan : usahatani sawah dan usahatani lahan kering atau darat. Kedalam sebutan usahatani tersebut terakhir itu, termasuk diantaranya usahatani pekarangan, melengkapi deretan nama-nama usahatani tegalan, usahatani kebun campuran dan perkebunan, sebagaimana telah dibahas pada uraian terdahulu tentang pertanian. 2) Cabang usahatani ternak. Dalam peraturan sehari-hari diantara sesama anggota masyarakat desa, cabang usahatani ternak ini lebih populer dengan sebutan usaha ternak atau usaha pemeliharaan ternak. Kadang-kadang biasa pula dikenal dengan istilah atau sebutan peternakan. Selanjutnya bila nama jenis ternak turut dilibatkan dalam sebutan cabang usahatani ternak ini, anggota masyarakat desa lebih sering dan terbiasa menyebutkannya dengan diawali kata memelihara. Bila bergerak dalam cabang usahatani ternak kerbau misalnya lebih terbiasa disebut dengan sebutan singkat “memelihara kerbau”. Demikian seterusnya dengan sebutan cabang usahatani ternak lainnya seperti sapi, kuda, kambing, domba dan sebagainya. 3) Cabang usahatani ikan. Penamaan atau sebutan ini dikalangan anggota masyarakat desa biasanya hanya dihubungkan dengan pengusahaan/budidaya ikan di kolam dan tambak saja. Untuk itu harus dibedakan dengan istilah penangkapan ikan yang melekat pada sebuatn nelayan. 76 Setelah kita memahami istilah atau sebutan usahatani tadi sebagai mata pencaharian utama anggota masyarakat desa, baiklah kita teruskan uraian ini dengan memahami secara sepintas bagaimana hal itu berlangsung di pedesaan. Dalam uraian berikut ini sekaligus pula bahasan tentang mata pencaharian petani di luar pertanian serta bahasan tentang tradisi masyarakat desa dapat dipenuhi. Berangkat dari aspek hubungan petani dengan lahan usahataninya, yang penting untuk diketahui gambarannya di pedesaan ialah hal-hal berikut ini : 1) Lahan pertanian sebagai salah satu unsur pokok usahatani, peranannya sangat menentukan kelangsungan hidup petani sebagai anggota masyarakat desa. Terkait erat dengan pemanfaatan potensinya yang terbatas pada lapisan tanah bagian atas, maka yang terpenting dari padanya adalah segi luas dari lahan yang dimanfaatkan. Atas dasar inilah maka unsur luas lahan usaha tani selalu menjadi pusat perhatian utama petani. Lebih jauh lagi unsur luas lahan usahatani ini pada gilirannya telah menyebabkan adanya sebutan petanilapisan atas, lapisan menengah dan lapisan bawah yang berkolerasi dengan luas lahan usaha tani yang dimanfaatkanya. 2) Masih berkisar sekitar pelapisan petani, diketahui dewasa ini lewat beberapa penelitian skala perbandingan yang melambangkan jumlahnya masing-masing lapisan. Petani lapisan bawah jumlahnya meliputi dua pertiga bagian, dengan sifat-sifatnya yang berbeda jauh dari petani lapisan menengah dan terutama lapisan atas. Adanya sebutan petani tradisional , sulit menerima unsur-unsur pembaharuan, kurang terampil, kurang berorientasi ke masa depan, pendidikannya rendah, dan lain-lain sebutan yang nadanya negatif, adalah merupakan lambang dari terbelakangnya petani lapisan bawah. Dalam pada itu adanya sebutan yang bernada pujian seperti petani maju, petani teladan, petani yang telah berorientasi ke pemasaran hasil, tidaklah serta ingin dapat diletakan kepada golongan petani lainnya yang jumlahnya mencapai satu pertiga bagian dari seluruh populasi petani. 3) Terkait erat dengan relatif sempitnya rata-rata luas garapan petani, melekat pula kepadanya sebutan-sebutan yang melambangkan adanya penyakit tanah yang berpengaruh kurang baik terhadap produktivitas pertanian. Salah satu sebutan yang sering kita dengar ialah fragmentasi tanah “pertanian”. Pengertiannya menunjukan kepada terpencar-pencarnya lahan pertanian menjadi beberapa 77 persil dalam keadaan sempit-sempit. Dalam hal ini berlakunya sistem waris tanah yang lebih memperhatikan segi keadilan dari pada menciptakan peluang bagi penyaluran hasrat bertani secara sungguh-sungguh, adalah menjadi salah satu penyebab terjadinya fragmentasi tanah. 4) Bermula dari adanya hubungan yang semakin erat antara anggota masyarakat dengan sumber daya tanah tempatnya bermakin baik selaku orang-perorang maupun dalam kebersamaannya, adanya hak pemilikan atas tanah sudah sejak dahulu dikenal orang. Dalam hubungan ini sering kita dengar adanya sebutan hak ulayat dan hak milik atas tanah sudah sejak dahulun dikenal orang. Hak ulayat adalah hak tertinggi atas tanah yang dipegang oleh persekutuan hukum atau masyarakat, yang memungkinkan dimanfaatkannya potensi tanah yang berada ditempat dan sekitar permukimannya. Hak milik atas tanah secara perorangan, ialah hak yang melekat pada orang perorangan untuk memiliki tanah dalam kegiatannya untuk memenuhi kebutuha hidup. Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk, dalam pada itu tanah pertanian terutama potensinya tetap terbatas, maka hak atas tanah sebagai suatu ketentuan dan kepastian bagi orang perorangan mulai berkembang pula. Dewasa ini kita kenal adanya praktek-praktek penguasaan tanah yang dikenal dengan sistem bagi hasil, sewa dan gadai. Dari kehadiran sistem tadi lahir pulalah sebutan status penguasaan tanah yang sering diidentikan dengan status petani, yaitu penyakap (bagihasil) dan penyewa. Sistem bagi hasil tadi dalam pelaksanaanya sering dijumpai di beberapa desa dengan sebutan maro atau nengah yang menunjuk kepada adanya pembagian hasil yang sama, yaitu setengah bagian bagi pemilik tanah dan setengahnya lagi bagi petani yang memngusahakan tanah. Sebutan lain adalah mertelu artinya satu bagian (1/3) untuk penggarap dan dua bagian (2/3) untuk pemilik tanah. Ada pula sebutan “merapat”, dengan pembangian hasil ¼ bagian untuk penggarap dan ¾ bagian untuk pemilik tanah. Hasil yang disebutkan menjadi bagian pemilik tanah diatas, sebagai imbalan atas pelepasan haknya untuk menggarap tanah miliknya, diberikan dalam bentuk natura berupa hasil panen sesaat setelah panen. Lain halnya dengan sistem sewa imbalan bagi pemilik tanah diberikan oleh penyewa dalam bentuk 78 uang, untuk masa satu tahun ayang akan datang atau lebih masa proses produksi pertanian disepakati akan berlangsung. Lebih lanjut, dalam hal adanya penduduk yang mau berusahatani tetapi tidak memperoleh kesempatan untuk menguasai tanah, baik secara bagi hasil, gadai, sewa apalagi milik mereka kemudian menerjunkan dirinya menjual tenaga dalam bidang pertanian. Kejadian inilah yang melahirkan adanya sebutan buruh tani di pedesaan. 5) Dalam aktivitasnya sehari-hari, selain melakukan kegiatan usaha tani dan berburuh tani, anggota masyarakat desa dalam batas-batas tertentu telah mampu pula melaksanakan kegiatan usaha di luar pertanian. Dalam hubungan ini sering dijumpai adanya kegiatan-kegiatan berikut ini di pedesaan, yaitu : a. Berburuh diluar kegiatan usaha tani, seperti halnya menjadi kuli angkutan barang. Selaras dengan sifat pekerjaan yang dijalaninya yang pada umumnya merupakan pekerjaan yang memerlukan tenaga fisik, macam pekerjaan ini terbatas hanya dapat dijangkau oleh mereka yang fisiknya kuat. b. Berdagang, baik dalam skala minim maupun skala menengah sampai besar. Dalam skala mini akan melahirkan adanya warung kecil-kecilan yang kadang-kadang sifatnya hanya musiman saja. Dalam skala yang lebih dari mini pemunculannya bisa beraneka ragam, dari sejak berdagang hasil pertanian sampai kepada berdagang barang-barang kebutuhan seharihari. Dalam hal berdagang hasil pertanian, kita sering mendengar adanya sebutan tengkulak sebagai pedagang perantara. c. Industri kecil berupa kegiatan mencetak bata, genting dan lainnya. Termasuk ke dalamnya adalah kerajinan tangan atau kerajinan rumah tangga, yang mengolah bahan-bahan yang terdapat di desa. d. Pertukangan, seperti halnya tukang kayu, tukang cukur dan lainnya yang memerlukan adanya ketrampilan khusus. Masih banyak lagi macam kegiatan usaha yang biasa dilakukan anggota masyarakat desa, tergantung dari perkembangan masyarakatnya sendiri. Makin dikatakan maju suatu masyarakat desa semakin terbuka peluang bagi mereka untuk menjangkau kesempatan ekonomi berupa kegiatan usaha di luar bidang pertanian. Di atas semuanya itu sebagai penutup uraian, satu hal patut diketahui bahwa kegiatan usaha di luar pertanian tadi 79 dalam kenyataannya baru dapat di jangkau oleh sebagian kecil anggota masyarakat desa, tersebar pada semua lapisan sosial di pedesaan. KATA-KATA INTI Gemeinschaft = pertalian yang bersifat kekeluargaan Gesellschaft = pertalian yang bersifat pemrih dan rasional Culture = Kebudayaan Civilization = peradaban Religi = Kepercayaan Enkulturasi = proses yang melambangkan belajarnya angkatan muda Tentang kebudayaan dari angkatan sebelumnya Overt culture = kebudayaan yang tampak Covert culture = kebudayaan yang tidak tampak Ethno sentrism = Pemain kebangsaan yang berlebih-lebihan akan dirinya. Stereotype = pola pikir yang tipa dipakai Usage = cara Folk ways = kebiasaan Mores = tata kelakuan Customs = adat istiadat Model personality = kepribadian yang sifatnya khas Assimilasi = menyesuaikan diri dan suatu kebudayaan yang asing Geneologis = ikatan daerah atau keturunan Teritorial = tempat tinggal Ekologis = suatu kesatuan sistem yang ditimbulkan oelh sumber daya Alam serta lingkungannya Ekosistem teristik = ekosistem yang bertumpu pada tanah Ekosistem akuatik = ekosistem yang bertumpu pada laut danau dan rawa Flora = sumber daya nabati Fauna = sumber daya hewani 80 Shifting cultivation = pertanian ladang yang berpindah-pindah Fragmentasi tanah pertanian = terpencar-pencarnya badan menjadi beberapa persil dalam keadaan sempit sempit. BAB VIII MOBILISASI KUKM KE DALAM kOPERASI Orang-orang dalam masyarakat, disamping mempunyai kesamaan-kesamaan, juga mempunyai ketidaksamaan-ketidaksamaan satu sama lain. Ada orang yang dapat memelihara hidup diri dan tanggungannya dan ada yang tidak mampu melakukannya tanpa bantuan orang lain secara ekonomi. Atas dasar ketidaksamaan-ketidaksamaan ini, dikenal adanya konsep atau pengertian tentang kemiskian (poverty) sejak abad pertengahan. Menurut Rubinow, usaha-usaha komperhensip yang paling awal dalam memperkirakan keberadaan kemiskinan, dilakukan di Inggris, ini dimulai sejak negeri ini masih melandaskan ekonominya di sektor pertanian sampai memasuki dan selesainya revolusi industri yang menimbulkan masalah – masalah yang gawat mengenai kemiskinan. Pada masa itu dikenal nama Arthur Young yang perhatiannya tertarik kepada kemiskinan desa serta Sir Prederick Eden dan Charles Booth pada tahun 1880. Menurut Hobsbaw, konsep kemiskinan mengandung tiga arti, yaitu : (a) kemiskinan sosial (social poverty), (b) pauperisma (pauperism) dan (c) kemiskinan moral(moral poverty). Kemiskinan sosial mengandung arti tidak hanya ketidaksamaan yang bersifat ekonomi misalnya dalam hal pemilikan kekayaan materil, pendapatan dan sebagainya, tetapi juga yang bersifat sosial misalnya dalam hal adanya perasaan rendah diri (inferiority), ketergantungan dan sebagainya. Kesemuanya ini menyangkut kenyataan hidup dan menggambarkan keberadaan suatu lapisan sosial yang relatif dibatasi oleh halhal yang disebutkan di atas dengan lapisan-lapisan lain yang ada di atasnya, dalam masyarakat. Sedang pauperisma, mengandung arti orang-orang yang termasuk kategori 81 tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara dirinya sendiri sampai pada tingkat pemenuhan kebutuhan minimal tanpa bantuan dari luar atau orang lain. Mengenai kemiskinan moral, bertalian dengan soal nilai – nilai sosial yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Pada pokoknya, ketiga pengertian di atas berkaitan. Satu sama lain dan hanya berbeda tingkatannya secara gradual, misalnya anatra kemiskinan sosial dengan pauperisma. Juga hanya berbeda dari segi-seginya yang mendapat penekanan, misalnya antara kemiskinan sosial dengan kemiskinan moral, ataupun antara pauperisma dengan kemiskinan moral. Dalam pada itu, pembicaraan kita lebih lanjut dalam tulisan ini, akan banyak dipertalikan dengan pengertian yang disebutkan di atas dan di sana sini akan ditunjuk pula pengertian-pengertian yang lainnya sepanjang keperluan. Secara mendasar, kemiskinan adalah suatu istilah yang negatif yang mengandung arti kerkurangan atau ketiadaan kekayaan materil. Ketidaan atau kekurangan yang demikian ini, jarang bersifat mutlak. Karena itu maka istilah ini, biasanya digunakan untuk menggambarkan situasi ketidakcukupan yang terjadi atau dialami secara berkali-berkali dalam jangka waktu lama, baik mengenai ketidakcukupan dalam hal pemilikan kekayaan, maupun dalam hal pendapatan yang diperoleh atau diterima. Menurut J.H.Hollander, istilah ini biasanya digunakan untuk mengambarkan tiga kondisi yang berbeda, yaitu (a) ketidaksamaan ekonomi (economic inequality), (b) ketergantungan ekonomi (economic dependency), dan (c) ketidakcukupan ekonomi (economic insufficiency). Pada hematnya, hanyalah yang disebutkan terakhir ini yang membentuk permasalahan yang nyata, tetapi juga membatasi lingkungan masalah-masalah yang diciptakan oleh ketidaksamaan-ketidaksamaan dalam organisasi ekonomi modern. Tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologik, psikologik dan sosial seperti yang dikemukakan oleh Hobsbawm di atas, dapat dinyatakan disini bahwa aspek essensil dari kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materil. Seberapa besarnya pendapatan yang diterima seseorang yang dapat dikualifisikan sebagai orang miskin, jarang diperoleh jawaban yang memuaskan tanpa suatu kesepakatan atas tujuan-tujuan obyektif, dan di atas kejelasan perbedaan antara keinginan-keinginan dan kebutuhan manusia. Mungkin tidak terlalu sukar diperoleh kesepakatan jika yang dianggap sebagai tujuan fundamental dan universal manusia, adalah pemeliharaan hidup atau kehidupan termasuk kesehatan diri dan anak-anak yang menjadi tanggungan. Dalam hubungan ini 82 dapat saja dipertanyakan tentang letak kepuasan dan kebahagiaan, yang banyak bertalian dengan soal sistem nilai tertinggi dari masyarakat yang bersangkutan. Berapa besarnya pendapatan seseorang sehingga ia dapat dikualifikasikan sebagai orang miskin, nampaknya bervariasi antar masyarakat atau tempat dan waktu. Karena itu seringkali kemiskinan dipertalikan dengan perubahan-perubahan sosial yang banyak mempengaruhi kualifikasi atau kategorisasi itu, dan juga dengan perbandingan standar hidup antar tenpat atau masyarakat. Perkembangan konsep tentang kemiskinan, banyak bertalian dengan dinamika masyarakat, dan banyak berhubungan dengan penilaian kenyataan hidup yang sedang dialami. Berdasar atas kenyataan hidup yang sedang dialami atau tingkat hidup, khususnya komponen tingkat pendapatan. J. Rubinow1) mengemukakan suatu klasifikasi yang terdiri dari lima tingkatan. Berturut-turut dari bawah ke atas masing-masing adalah : (a) keadaan serba tak berkecukupan (insufficiency), (b) hidup secara minimal (minimum subsistence), (c) hidup sehat dan tertib, wajar dan berkepantasan atau layak (health and decency), (d) hidup menyenangkan (comfort), dan (e) hidup mewah (luxury). Jika tingkatan-tingkatan ini dapat dibangun dan dimantapkan secara definitif , maka tempat dimana letak kemiskinan dapat ditunjukan di dalamnya. Akan tetapi Rubinow sendiri menyadarinya bahwa garis-garis batas tingkatan-tingkatn ini sukar ditetapkan secara pasti, karena istilah yang digunakan untuk menyusun perbedaan-perbedaan antar tingkatan dapat berkontaminasi (merancu) satu sama lain, misalnya saja sesuatu yang mewah tentunya menyenangkan dan sesuatu yang menyenangkan lalu menjadi perlu dan sebagainya. Charles Booth2) menggunakan klasifikasi yang terdiri ats empat kategori atau tingkatan, yaitu : (a) orang-orang yang sangat miskin, (the very poor) mereka ini adalah lapisan terendah di kalangan orang-orang miskin dimana mereka memperoleh pendapatan dari sumber yang bersifat kausal atau kebetulan saja, (b) orang-orang miskin (the poor) mereka ini berpendapatan secara minimal saja, (c) orang-orang yang hidup senang (the comfortable), dan (d) orang-orang yang baik untuk berbuat (the well to do). Di samping klasifikasinya ini, juga Booth menetapkan shilling sebagai kehidupan minimal per minggu. Dalam mengukur keberadaan kemiskinan di negeri Industri sekarang, biasanya didasarkan atas data mengenai pembahagian kekayaan dan secara khusus mengenai pendapatan. Dalam perhitungan biasanya dipertimbangkan faktor-faktor moneter yang berfluktuasi, misalnya faktor inflasi dan sebagainya. 83 Sebagai contoh misalnya di U.S.A. Diperkirakan pendapatan tahunan normal yang dibutuhkan untuk memelihara suatu standar kesehatan dan kelayakan suatu keluarga yang terdiri dari lima orang, telah meloncat dari $ 600 pada permulaan abad ke duapuluh, ke hampir $ 2.000 pada akhir tiga dasawarsa. Kurang lebih demikian pula halnya di Inggris. Perbedaan ini tidak seluruhnya terletak dalam faktor-faktor yang bertalian dengan moneter, tetapi secara luas menyangkut soal perubahan-perubahan standar. Dalam pada itu dapat diperkirakan bahwa seluruh keluarga yang jatuh atau berada di bawah standar adalah dalam kelompok atau dikualifikasikan sebagai keluarga miskin. Mungkin tidak terlalu sukar untuk disepakati jika secara kualitatif dinyatakan bahwa kemiskinan berada pada tingkatan pertama dan kedua dar1i klasifikasi Rubinow dan Booth, yaitu : (a) keadaan serba tak berkecukupan menurut Rubinow atau orang-orang yang sangat miskin menurut Booth dan (b) orang-orang yang hidup secara minimal menurut Rubinow atau orang-orang miskin menurut Booth. Jika di U.S.A. garis kemiskinan berada pada tingkat pendapatan $ 600 per keluarga per tahun (permulaan abad keduapuluh) atau $ 2.000 per keluarga per tahun (akhir tiga dasawarsa abad keduapuluh) dan di Inggris ditetapkan oleh Booth 21 shilling per keluarga per minggu, maka di Indonesia ditetapkan oleh Sayogyo sebesar 240 kg ekuivalen beras per orang per tahun. Mereka yang berada pada dan di bawah garis kemiskinan inilah yang dapat dikualifikasikan atau dinyatakan sebagai orang-orang miskin, atau masuk kategori pertama (a) dan dua (b) dari klasifikasi Rubinow dan Booth. Dilihat dari atas, kemiskinan berada pada lapisan paling bawah atau terendah dalam susunan masyarakat sebagaimana diakui sejak abad pertengahan yang dikenal dengan istilah “arme l cute” (orang-orang miskin). Orang-orang miskin biasanya dibedakan secara tajam dengan orang-orang kaya, bahkan seringkali dipertentangkan satu sama lain, dan ada kalnya dianggap bahwa antara keduanya terdapat hubungan kausal yang kurang lebih sesuai dengan peribahasa Jerman bahwa : “Kemiskinan adalah sapi dari orang-orang kaya dan kemiskinan adalah kaki dan tangan dari kekayaan”. Biasanya kekuatan, kekuasaan dan keistimewaan bersama dengan orang-orang kaya, atau berada pada kekayaan. Sebaliknya, kemiskinan mengandung arti kelemahan dan posisi yang lebih rendah dalam hierkhi sosial disertai dengan inferoritas kedirian. Dalam periode industri suatu masyarakat, biasanya perbedaan-perbedaan ini menjadi lebih luas dan lebih tajam. 84 Dalam masyarakat pra-industri, kemiskinan yang berfluktuasi dalam masa dan tempat, secara universal biasanya diatasi oleh persekutuan-persekutuan hidup lokal primer melalui bantuan dan pengaturan suplai bahan makanan dan bahan-bahan kebutuhan dasar lainya untuk hidup. Hal ini merupakan nenek moyang dari Kebijaksanaan kesejahteraan modern, seperti halnya dengan kebijaksanaan terhadap kemiskinan yang dimulai di Eropah pada abad keempat belas. Bantuan material secara langsung kepada orang-orang miskin sebagai suatu cara untuk mengatasi atau mengurangi kemiskinan sementara itu dipandang sebagai suatu perbuatan mulia dan suci yang hal mana ditunjang oleh nilai-nilai sosial yang menempatkan ketidaklobaan sebagai suatu sifat yang baik. Akan tetapi setelah kemiskinan sedemikian rupa meluas terutama sesudah revolusi industri di Eropah, maka disamping kebijaksanaan yang konvensial diatas, juga dibutuhkan bahkan lebih utama, reorganisasi sosial yang juga seringkali digambarkan sebagai restorasi dari masyarakat tradisional yang kehilangan norma-norma sosial dan stabilisasi ekonomi, melalui program-program pembangunan dan perencanaan sosial nasional pada umumnya. Kemiskinan dan ketidaksamaan (inequality) telah menjadi pusat perhatian dalam studi-studi pembangunan, sesudah perang Dunia ke II. Pada dewasa ini terdapat kesadaran umum yang relatif lebih berimbang dikalangan para ahli ilmu-ilmu sosial bahwa pembangunan adalah suatu proses yang sangat kompleks dari perubahan-perubahan sosial yang membutuhkan analisa dari pelbagai ahli. Kurang lebih sama halnya dengan di negeri-negeri sedng berkembang lainnya di Asia, di Indonesiapun, terdapat kemiskinan yang cukup luas, dan kiranyaberakar jauh kemasa lampau, pada masa penjajahan menurut Gertz (1976) . Diperkirakan oleh Bank Dunia 3) bahwa kemiskinan mutlak dalam tahun 1975 di Indonesia 72 juta, sementara pada dua negeri tetangganya, Philipina dan Malaysia, masing-masing hanya 17 dan 5 juta saja. Berdasarkan indikator-indikator konvensional, pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengalami kemajuan yang nyata dalam periode sesudah Perang Dunia ke II, khususnya dibawah “Orde Baru”. Hal ini terutama dapat ditandai dengan tingkat pertumbuhan out put secara total dan secara sekotral, misalnya di sektor-sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, tabungan, investasi, ekspor, penerimaan negara dan perkembangan anggaran biaya yang secara umum telah melampui perkiraan-perkiraan sebelumnya. Produksi bahan makanan untuk memenugi kebutuhan penduduk yang pesat melampui : pengeluran untuk pemakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan 85 sebagainya yang kesemuanya mencatat pertambahan yang cepat. Demikian pula halnya dengan perbelanjaan untuk infra struktur, transportasi, komunikasi dan fasilitas-fasilitas untuk pelayanan umum lainnya, semuanya telah mentransformasikan kemungkinan yang pada mana dapat dipandang sebagai suatu langkah yang menakjubkan dan menggembirakan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ekonomi Indonesia benarbenar sedang dalam keadaan berkembang dengan penampilan daya tumbuh pada pertambahan NGP yang memadai, paling sedikit 6%1) dalam dasawarsa terakhir. Meskipun demikian, kemisikinan yang perakarannya cukup dalam pada struktur sosial yang lebih diperdalam lagi oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, yang membawa proses involusi, menimbulkan kerisauan. Modernisasi yang dilakukan sepanjang kegiatan pembangunan selama ini, banyak kesulitan oleh hal ini, kalau tak dapat dikatakan bahwa banyak kegiatan pembangunan dan modernisasi yang dikalahkan atau dihapuskan oleh berbagai aspek kemiskinan. Karena sebagian terbesar atau dua pertiga dari jumlah seluruh penduduk Indonesia bermukim di sebagaian kecil atau seperempat belas dari seluruh wilayah Indonesia, yaitu terutama di pulau Jawa 2) dan juga diketahui bahwa sebagian terbesar bahwa sebagian terbesar penduduk Indonesia yaitu kurang lebih 80% bermukim di daerah pedesaan, maka sebagaimana ditunjukan oleh Hainswrth 1) dan Sayogo 2), dapat dikatakan disini bahwa kemiskinan yang ada di Indonesia, memusat di Pulau Jawa dan terutama di daerah pedesaan 3). Proyeksi penduduk Indonesia ke tahun 2000 dengan asumsi bahwa tingkat kesuburan dapat diturunkan samapai 25 % di negeri ini akan mempunyai penduduk sejumlah kurang lebih 250 juta4). Dengan asumsi pula bahwa pertumbuhan penduduk berimbang antara di Jawa dan di luar Pulau Jawa, diperkiraan bahwa pada tahun 2000 nanti, di Pulau Jawa akan bermukim penduduk sejumlah kurang lebih 140 juta. Ini berarti bahwa kepadatan permukiman penduduk di Jawa pada waktu nanti, adalah kurang lebih 1.105 orang/km2. akibatnya Pulau Jawa akan merupakan sebuah pulau kota, dilihat dari segi kepadatan penduduknya. Akan tetapi secara sosio ekonomik, mungkin pada waktu itu masih juga merupakan daerah pertanian dan pedesaan. Meskipun kesuburan tanah Pulau Jawa cukup tinggi seperti yang dikenal sekarang, dan usaha tani yang akan dijalankan nanti lebih intensif lagi dari yang ada sekarang, dengan kepadatan penduduk yang sebesar di atas, terdapat kemisinan yang terkandung didalamnya yang bakal melanda, jika sekarang tidak ada jalan keluar yang 86 efektif dalam rangka pembangunan. Persoalan sekarang, ialah bahwa dengan kemiskinan yang nyata ada dan luas sekarang sebagai suatu kondisi dan situasi yang mengitari dan bagaimana kita dapat menghindarkan bayangan atau gambaran masalah tersebut di atas. Sudah barang tentu bahwa hal ini, secara umum dapat dijawab bahwa tidak lain dari pada memesatkan dan menggairahkan kegiatan-kegiatan pembangunan. Akan tetapi semakin dipikirkan pembangunan, semakin terkaitlah kemiskinan sebagai sesuatu yang sangat menyukarkan, dan juga sementara itu nampak bahwa kenaikan GNP sebesar 6 sampai dengan 8 % rata-rata pertahun 1) tidak mampu mengurangi atau menahan perkembangan kemiskinan. Dalam pada itu suatu pertanyaan yang muncul lebih lanjut, ialah apakah sesungguhnya yang menyebabkan adanya kemiskinan dan bagaimana cara mengurangi atau menghilangkan. Secara sederhana dapat dijawab bahwa hal ini pada hakekatnya disebabkan oleh “ketidakmerataan” pembagian kesempatan sosial ekonomi dan ketidakmerataan kemampuan menggunakan kesempatan sosial ekonomi yang ada yang untuk sebagaian benarnya berakar didalam struktur sosial. Mengenai faktor demografis yang memperdalam dan memperluas perakaran kemiskinan, di samping pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, juga adalah ketidakmerataan persebaran penduduk. Baik kecepatan pertumbuhan penduduk, maupun ketidakmerataan persebarannya, keduanya bukanlah faktor demografis yang berdiri sendiri, melainkan berafiliasi dengan faktor-faktor sosial ekonomis lainnya. Ketidakmerataan pembagian kesempatan sosial ekonomi, antara lain dapat berwujud ketidakmerataan pembagian lapangan dan kesempatan kerja, pembagian pendapatan dan sebagainya, dalam rangka pembangunan yang sedang digalakan sekarang sedang dijawab dengan jalur-jalur pemertaan. Demikian pula halnya dengan ketidakmerataan persebaran penduduk, sejak lama hingga sekarang sedang dijawab dengan program program transmigrasi dari daerah padat penduduk khususnya pulau Jawa ke daerah atau pulau-pulau lain diluar Jawa. Sedang mengenai masalah pertumbuhan penduduk yang sangat padat, disatu pihak sedang dijawab dengan program-program peningkatan produksi pangan dan sebagainya, dan dilain pihak dengan program-program Keluarga Berencana. Pada pokoknya, program-program diatas ditekankan pada peningkatan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dengan sendirinya tertuju untuk memerangi atau menghapuskan kemiskinan. Seandainya penduduk pedesaan Jawa mempunyai watak 87 (kalau tak dapat dikatakan kebudayaan) perantauan sama halnya dengan rekan-rekannya sesama penduduk desa di pulau-pulau lain di luar Jawa (termasuk Madura, Bali dan Lombok), di daerah-daerah pedesaan seberang, misalnya orang-orang Minagkabau, Batak, Banjar, Bugis, Makassar, dan sebagainya 1), pelaksanaan pemerataan persebaran penduduk melalui transmigrasi dan apapun namanya, akan tidak terlalu menyukarkan dan besar kemungkinannya bahwa dengan tingkat kemiskinan yang ada di pedesaan Jawa sekarang, mereka akan melakukan transmigrasi spontan ataupun perantauan seperti yang dilakukannya sekarang. Karena itu tidak mustahil bahwa tindakan kebijaksanaan transmigrasi yang pada hakekatnya berupa tindakan preventif (pencegahan) dari kemiskinan yang parah, akan lebih bersifat kuratip. Mengenai program Keluarga Berencana, juga tidak mustahil pelaksanaannya lebih banyak merupakan akibat dari kemiskinan yang parah, dari pada bersifat pencegahan atau suatu yang dilaksanakan sebagai syarat atau kebutuhan untuk menghindarkan kemiskinan. Sedang pemerataan kesempatan ekonomi, lapangan dan kesempatan kerja, kemampuan penggunaan kesempatan yang ada, yang bertalian dengan masalah-masalah kemiskinan dan kemungkinan – kemungkinan pemecahannya, banyak bertalian dengan struktur masyarakat pedesaan yang hal mana akan dicoba membahasnya pada bagian berikut ini. 88 BAB II STRUKTUR MASYARAKAT DESA Seperti telah disebutkan diatas, sebahagian terbesar penduduk Indonesia bermukim di daerah pedesaan. Mereka itu adalah warga masyarakat desa dan pada umumnya mempunyai mata pencaharian di sektor agraris, terutama sebagai petani. Karena sifat agraris, maka struktur masyarakat khususnya pelapisan sosialnya, banyak bertalian dengan pemilikan dan pemanfaatan atau penguasaan tanah. Dalam garis besarnya, distribusi tanah pertanian (dalam arti luas) di Jawa menurut Sensus Pertanian 1973, terdiri atas : (a) pertanian rakyat, (b) perkebunan besar, dan (c) hutan negara. Berturut-turut, masing-masing seluas : 5,5, 0,65 dan 3 juta hektar dengan perincian lebih lanjut seperti terlihat pada tabel berikut. Tanah Pertanian (arti luas) di Jawa Dalam desa 5,5 juta ha. Luas Tanah Luas Perkebunan Hutan Negara 3 Juta ha. Lapisan Lapisan Lapisan Perk. Perk. I II III Neg lain 18/10 1.750 ¼ ha 7/10 ha Usaha Lain- 1,7 juta lain 1,3 ha juta ha 480 17.000 ? 529 100 (?) ? ha Jumlah 5,2 juta 2,1 juta 2,5 juta 244 Satuan Produksi ha ha ha Usaha Sumber : Sayogyo, Lapisan Masyarakat yang paling lemah di pedesaan Jawa, Prisma, No. 3 1979, Th VII, hal 10. Sistem pemilikan tanah di jawa nampaknya bervariasi 1). Akan tetapi dalam garis besarnya pada pertanian rakyat dikenal adanya dua sistem atau pola pemilikan, yaitu secara komunal dan individual. Dari waktu ke waktu sistem ini mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan dan sistem yang disebutkan terakhir ini mengalami perkembangan, lebih dari pada yang disebutkan pertama, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan pemilikan atau penguasaan tanah, petani di Jawa dapat dibagi atas tiga kategori. Berturut-turut dari bawah ke atas, adalah mereka yang memiliki atau menguasai tanah : (a) kurang dari 0,5 ha, (b) antara 0,5 sampai dengan 1 ha, dan (c) lebih 89 dari 1 ha. Hal ini kurang lebih sejalan dengan apa yang ditunjukan oleh Sayogyo pada tabel di atas, sebagai lapisan I, II, III. Mereka yang dikategorikan sebagai lapisan bawah, lapisan tengah dan lapisan atas pada tahun 1905, berturut-turut berjumlah masing-masing : 31, 41 dan 28 % dengan ratarata luas masing-masing : 0,27, 0,63 dan 2,2 ha 1). Kurang lebih 70 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1975 yang lalu, ditemukan oleh Sayogyo 2) bahwa jumlah ini masing-masing telah berubah, berturut – turut menjadi : 59, 24 dan 17% dengan rata – rata luas menjadi : 0,25, 0,7 dan 1,8 ha seperti terlihat pada tabel berikut. Perubahan Struktur Pemilikan Tanah Usahatani, pada Pertanian Rakyat di Jawa antara tahun 1905 sampai dengan 1973. 1905 1973 Jumlah petani Rata-rata Lapisan (rumah luas tangga usaha petani) (ha) Jumlah petani Rata-rata luas tanah (rumah tangga tanah tani petani) usaha tani(ha) Bawah (<0,5 ha) 31 0,27 59 0,25 41 0,63 24 0,7 28 2,2 17 1,8 Tengah (<0,5 s/d 1 ha) Atas (>1ha/1 ha ke atas) Baik lapisan atas, maupun lapisan tengah telah mengalami perkurangan jumlahnya, masing-masing sebesar : 11 dan 17%, tetapi lapisan bawah mengalami pertambahan sebesar 28%. Sedang rata-rata luas tanah usahatanu pun mengalami perkurangan, baik lapisan atas sebesar 0,4 ha maupun lapisan bawah sebesar 0,02 ha, sementara lapisan tengah bertambah sebesar 0,07 ha. Nampaknya, lapisan tengah bergerak naik ke arah lapisan atas dan untuk mana dapat disederhanakan mellaui penggabungan lapisan ini ke dalam lapisan atas (24 + 17%), sehingga lapisan atas berjumlah 41% dengan rata-rata luas 1,16 ha.1) 90 Dengan penyederhanaan di atas, sisa terdapat dua lapisan saja, yaitu : (a) lapisan bawah dengan rata-rata luas tanah usahatani yang dimiliki atau dikuasai, kurang dari 0,5 ha dan (b) lapisan atas dengan rata-rata luas 0,5 ha ke atas. Melalui penyederhanaan di atas, dapat dilihat bahwa dari lapisan tengah, sebagian (24%) terhisap ke lapisan atas dan sisanya (17%) ke lapisan bawah. Namun, dapat dicatat bahwa pada kedua lapisan, baik lapisan bawah maupun lapisan atas mengalami kemerosotan luas tanah usahatani yang dimiliki atau dikuasai yang berarti menyempit atau mengguremnya tanah usahatani para petani, sebagaimana ditunjukkan oleh perbandingan angka rata-rata luas tanah 1973 dengan 1905 di atas. Jika keadaan tahun 1973 dibandingkan dengan 1905, terdapat perbedaan (selisih) persentase petani yang ada pada kedua lapisan, yaitu sebesar 28%, Lapisan bawah, terutama mereka yang tidak memperoleh kesempatan ekonomi atau lapangan dan kesempatan kerja di luar sektor usahatani. Petani lapisan atas atau petani luas dengan rata-rata areal tanah usahatani 0,5 ha ke atas, dapat dikategorikan sebagai petani yang dapat memperoleh pendapatan yang relatif cukup dari sumber usahataninya dan relatif mampu cukup dari sumber usahataninya dan relatif mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sekeluarga sehari-hari. Sedang petani lapisan bawah atau petani sempit dengan rata-rata luas areal tanah usahatani kurang dari 0,5 ha, dapat dikategorikan sebagai petani yang memperoleh pendapatan dari sumber usahataninya yang relatif tidak cukup dan dari pendapatan itu relatif tidak mampu memenuhi kebutuhannya sekeluarga sehari-hari, sehingga mereka ini sangat membutuhkan pekerjaan lain sebagai sumber yang dapat menambah atau mencakupkan pendapatannya. Dalam pada itu, petani lapisan atas atau petani luas, selanjutnya disebut petani cukup (berkecukupan) atau petani mampu, dan petani lapisan bawah atau petani sempit, selanjutnya disebut petani kurang (berkekurangan) atau petani tak mampu. Dapat diduga bahwa dikalangan petani cukup, kebanyakannya, mungkin bahwa dengan pendapatan dari sumber usahatani dan sumber-sumber lainnya, tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga sehari-hari, tetapi juga dapat melakukan investasi baik disektor uasahatani, maupun disektor lainnya. Sementara itu, dikalangan petani kurang, kebanyakannya jangankan berinvestasi, untuk memenuhi kebutuhannya sekeluarga sehari-hari saja, serba berkekurangan. Mereka ini dapat dikategorikan sebagai petani miskin. 91 Selain dari petani miskin, juga terdapat adanya orang-orang (warga masyarakat) desa yang sama sekali tidak mempunyai tanah. Berdasarkan Sensus Pertanian 1963 1), jumlah mereka itu tercatat sebesar 13% dari sejumlah 11,5 juta rumah tangga penduduk pedesaan Jawa ketika itu dan diduga keras bahwa jumlah ini semakin membesar dan semakin nyata dari waktu ke waktu. Mereka ini bekerja sebagai buruh tani dan ataupun buruh neleyan khususnya di daerah-daerah pedesaan dan di kota-kota. Pekerjaan sebagai buruh tani dan atau buruh nelayan, tidak terbatas pada hanya mereka yang tidak bertanah, tetapi meluas kepada petani miskin dan petani lapisan bawah, terutama bagi mereka yang usahataninya sangat sempit atau sangat gurem. Pertanyaan yang timbul sekarang, ialah tidakkah pengkategorian lapisan-lapisan di atas semata-mata hanya berwujud statistis yang bersifat artifisial saja, dan tidak menggambarkan lapisan-lapisan dalam arti sosiologik? Jawaban atas pertanyaan ini, selanjutnya akan tergambar pada uraian-uraian mendatang, khususnya gambaran mengenai pertautan status-status dan peranan-peranan antara lapisan atas dengan lapisan bawah dan sebaliknya, terutama antara petani cukup yang melakukan investasi di dalam dan di luar sektor usahatani, dengan petani miskin dan buruh tani dan atau buruh nelayan ataupun buruh di sektor industri dan sektor-sektor lainnya. Telah disebutkan diatas bahwa areal tanah usahatani, mengalami kemerosotan yang menjadikan guremnya usahatani. Kegureman usahatani dapat ditolong dengan pengelolan yang lebih insentif dari sebelumnya dengan penerimaan dan penggunaan teknologi baru dari waktu ke waktu. Akan tetapi teknologi baru yang selama ini dimasukkan ke dalam masyarakat desa di berbagai sektor, khususnya di sektor usahatani melalui program Bimas dan Linmas, sebagai suatu kesempatan ekonomi yang disajikan kepada para petani, ternyata hanya mampu dimanfaatkan oleh petani lapisan atas atau petani cukup, seperti telah ditemukan oleh Suwardi1). Antara petani cukup dengan petani miskin dan buruh tani dan sebagainya mempunyai hubungan yang erat satu sama lain dalam kelompok-kelompok sosial. Kelompok-kelompok sosial ini bersifat primer – fungsional sdan sejak lama telah ada dalam masyarakat di berbagai pekerjaan atau mata pencaharian di daerah dan masyarakat pedesaan. Baik di sektor pertanian dan perikanan, maupun di sektor industri rumah tangga, kerajinan tangan dan lain-lain sebagainya. Terutama di masa lampau, kelompok ini mempunyai fungsi pendidikan keterampilan bagi petani, penyediaan atau pembukaan lapangan dan kesempatan kerja, 92 pencernaan ide-ide baru, baik yang timbul dari dalam, terutama yang datang dari luar desa dan seolah-olah sebagai asuransi yang dapat diharapkan memberikan bantuan kepada para warganya jika diperlukan. Pimpinan kelompok ini adalah petani lapisan atas atau petani cukup, kalau tak dapat disebut petani alat dan para pengikutnya adalah petani lapisan bawah atau petani miskin dan atau buruh atau orang-orang miskin yang ada di desa. Hubungan antara petani cukup dengan petani miskin dalam kelompok ini, tidak hanya bersegi satu, tetapi bersegi banyak. Tidak hanya merupakan hubungan antara mereka yang memiliki modal dan alatalat produksi di satu pihak dengan mereka yang hanya memiliki tenaga kerja dan sedikit ketermpilan di lain pihak. Tidak hanya bersifat hubungan antara majikan dengan buruh, tetapi juga, bahkan mungkin terutama adalah hubungan antara pemimpin dengan pengikut atau lebih dari itu, antara bapak dengan anak buah. Ini berarti bahwa sekian banyak status dan peranan-peranan antara kduanya yang bertaut satu sama lain, dan tentunya masih banyak lagi yang belum disebutkan atau belum diperinci. Kesemuanya ini, merupakan jalinan ikatan yang kuat erat antara satu dengan yang alinnya di dalam kelompok. Petani lapisan atas atau petani cukup sebagai pemimpin atau bapak, sedikit banyaknya mempunyai rasa tanggung jawab atas para pengikut atau anak buahnya. Paling sedikit ia merasa bertanggung jawab moral agar para pengikut atau anak buabnya dapat bekerja dan hidup. Dalam pada itu tersangkutlah pula statusnya sebagai wiraswasta desa baik secara sadar maupun tidak. Betapapun kecil kadarnya, sebagai pemimpin atau bapak, ia turut serta merasakan kemiskinan yang dialami oleh para pengikut atau anak buanya dan dalam hal ini tidaklah mustahil bahwa ia menafsirkannya sebagai kemiskinan yang dialami oleh kelompok dimana ia sebagai pemimpinnya. Demikianlah interpretasi ini diwujudkan dalam tingkah laku atau interaksi antar warga kelompok khususnya antara pemimpin atau bapak dengan pengikut atau anak buahnya yang menggambarkan terbaginya kemiskinan itu diantara mereka (shared poverty1), khususnya antara pemimpin atau bapak dengan pengikut atau anak buahnya, walaupun pembagian itu tentunya tidak merata dimana porsinya, lebih besar kepada pengikut atau anak buah. Di bawah tekanan pertumbuhan penduduk yang pesat dan persebarannya yang tidak merata seraya penggunaan teknologi baru di berbagai sektor hanya menguntungkan petani lapisan atas atau petani cukup saja, dapat memperluas dan memperdalam kemiskinan dan ketidaksamaan-ketidaksamaan do dalam masyarakat desa. Pertanyaan 93 sekarang, ialah bagaimana jalan keluarnya, atau bagaimana cara melawan, mengurangi atau memperkecilnya jika tak dapat menghilangkannya sama sekali. 94 BAB III KEMISKINAN DAN KEMAUAN MEMBANGUN Pembangunan, kurang lebih adalah suatu proses perubahan yang kompleks dari suatu keadaan hidup pada suatu waktu, keadaan hidup selanjutnya di waktu lain yang relatif lebih baik atau lebih tinggi tingkatannya dari pada sebelumnya menurut sistem nilai tertinggi dari amsyarakat yang bersangkutan sebagai ukuran atau pedoman tertinggi. Bagi Indonesia menurut Pancasila sebagai sistem nilai nasional tertinggi. Dengan istilah keadaan hidup pada suatu waktu, dimaksudkan adalah kenyataan hidup yang sedang dialami oleh suatu masayaraakt, mulai dari satuan sosialnya terkecil misalnya kelompok keluarga rumah tangga sampai dengan yang terbesar yaitu bangsa. Sedang keadaan hidup selanjutnya di waktu lain, dimaksudkan adalah kenyataan hidup yang diinginkan oleh satuan sosial, masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Kenyataan hidup pada suatu waktu selanjutnya dapat kita sebutkan Tingkatan Hidup (TH) dan kenyataan hidup yang diinginkan di lain waktu selanjutnya kita sebutkan Standar Hidup (SH). Pada pokoknya, kegiatan pembangunan adalah kegiatan-kegiatan untuk menaikan TH ke arah SH. Biasanya, pada waktu TH bergerak mendekati SH, SH pun bergerak ke arah yang lebih tinggi. Demikianlah sehingga sejarah pembangunan suatu masyarakat, kurang lebih adalah sejarah perkejaran TH ke SH sepanjang waktu, bagi masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Keadaan hidup, baik TH maupun SH, terdiri dari komponen-komponen yang mendukungnya dalam suatu kesatuan atau keseluruhan secara bulat. Komponen-komponen ini merupakan bagian atau segi-segi dari kehidupan. Anatar lain, misalnya keadaan atau tingkatan pendidikan, pendapatan, kesehatan, keamanan, musyawarah danm sebagainya1). Dalam kenyatana hidup yang sedang dialami atau TH suatu masyarakat atau satuan sosial, besar kecilnya terkandung suatu kompleks kemungkinan untuk berubah dan berkembang ke arah yang lebih baik atau lebih tinggi tingkatannya. Kompleks kemungkinan inilah yang kurang lebih dimaksudkan orang dengan istilah potensi. Salah satu bagian dari potensi, adalah aspirasi. Aspirasi, kurang lebih sama artinya dengan apa yang disebut : kemauan untuk maju atau n’ Ach (need for Achievement) oleh Mc Clelland2) yang berarti kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Pengertian ini, dicoba menamakannya disini dengan “kemauan membangun”. 95 Pada hakekatnya, potensi yang terkandung dalam TH yang menggerakannya ke arah mendekati SH, terutama kemauan membangun sebagai bagian utama dari potensi. Akan tetapi hanyalah TH tertentu yang dapat mengandung dan melahirkan kemauan membangun atau tekad untuk membangun. Pada TH yang sangat rendah tak dapat melahirkanya. Ada kemungkinan bahwa tingkat tertentu ini bervariasi antar ruang dan waktu dan antar satuan sosial ataupun masyarakat. Rasanya, kita belum mempunyai penelitian mengenai hal ini. Akan tetapi dapat diduga bahwa TH yang berada di sekitar atau di bawah garis kemiskinan1), akan demikian halnya yaitu tak mampu melahirkan kemauan membangun atau kemauan untuk berubah. Tidak mustahil bahwa pada waktu Boeke (1910)2 ) melakukan penelitian di daerah pedesaan Indonesia, Thmasyarakat desa Indonesia pada masa itu demikian rendahnya sehingga tidak memperlihatkan kepada Booke tentang adanya kemauan membangun atau kemauan untuk berubah. Demikianlah sehingga Booke mengkualifikasikan secara deterministik bahwa masyarakat Indonesia statis, khususnya masyarakat desa. Akan tetapi kemudian sesudah perang Dunia ke II terutama setelah Indonesia merebut kembali kemerdekaannya, apa yang ditemukan hingga sekarang, ternyata jauh dari gambaran itu. Berdasarkan penemuan Suwardi, Sayogyo1) dengan jelasmenunjukan bahwa : “Jika menurut gambaran Booke garis batas antara dunia ekonomi Barat dan desa tradisional terletak antara “kota” (atau “perkebunan besar”) dan “desa” boleh dikatakan bahwa garis batas itu sudah beralih ke tengah-tengah masyarakat desa : petani lapisan atas telah tercakup unsur “kota”. Pertanyaan sekarang ialah apakah TH masyarakat desa sekarang ini cukup melahirkan kemauan membangun? Bagaimanapun, hasil-hasil pembanguan selama ini, terutama sesudah Orde Baru, telah meningkatkan TH masyarakat desa, terutama lapisan atas. Karena itu untuk masyarakat desa lapisan atas adalah suatu yang tak dapat disangsikan ada dan besarnya. Akan tetapi bagi lapisan bawah atau petani kiskin termasuk buruh tani dan sebagainya, terutama mereka yang mempunyai TH khususnya tingkat pendapatan yang berada di sekitar atau di bawah garis kemiskinan, masih merupakan persoalan. Dalam uraian berlalu, telah kita gambarkan bagaimana kemiskinan terbagi dalam kelompok yang diwujudkan oleh pertautan status-status dan peranan-peranan di dalamnya. Kurang lebih demikian pula halnya dengan pembagian pendapatan yang juga sejalan dengan pembagian status dan peranan. Tetapi juga, petani lapisan bawah sebagai pengikut 96 ketularan kemauan membangun dari petani lapisan atas sebagai pemimpin atau bapaknya. Penularan ini, hanya efektif dalam ikatan kelompok. Karena itu maka kelompok-kelompok ini merupakan kekuatan sosial yang nyata ada di daerah dan masyarakat pedesaan. Pertanyaan sekarang, ialah apakah kemauan membangunan yang ada atau yang ditularkan kepada petani lapisan bawah atau petani miskin termasuk buruih tani dan sebagainya sebagai pengikut atau anak buah ini, cukup besar? Hal ini memang dapat dipertanyakan jika diingat bahwa orang-orang miskin, biasanya mempunyai rasa inferioritas dan rasa ketergantungan yang besar baik secara sosial ekonomik maupun sosial psikhologik sebagaimana telah disinggung pada awal tulisan ini. Lebih dari itu, juga seringkali mempunyai rasa percaya diri yang rendah. Besar kecilnya kemauan membangun bagi petani lapisan bawah atau petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya bergantung kepada besar kecilnya bagian hasil khususnya bagian pendapatan yang diperolehnya dalam skala kelompok dan skala masyarakat desa pada umumnya. Dapat terjadi bahwa semakin besarnya bagian hasil yang diperolehnya, semakin besar pula kemauan membangun baginya. Karena itu maka kebijaksanaan pembangunan yang sedang berjalan sekarang dengan penekanannya pada pemerataan pembagian hasil-hasil pembangunan, akan banyak menolong. Pemasukan teknologi baru selama ini ke dalam masyarakat desa khususnya di sektor pertanian, lebih banyak memberikan keuntungan ekonomi kepada petani lapisan atas atau petani cukup dan semakin menempatkannya pada posisi yang kuat, sementara petani lapisan bawah atau petani miskin terutama buruh tani, ketinggalan jauh di belakang bahkan terhimpit dengan menyempitnya lapangan dan kesempatan kerja dengan pendapatan yang tetap kecil ataupun semakin kecil dan semain menempatkannya pada posisi yang lemah atau paling lemah, dan melemahnya ikatan antara bapak dengan anak buah sebagaimana kurang lebih digambarkan oleh sayogyo Sesungguhnya, keadaan yang demikian ini dapat memperbesar arus transmigrasi dari Jawa ke daerah lain di luar Pulau jawa. Akan tetapi hal ini agaknya tidaklah demikian. Dalam hal ini dapat diperkirakan bahwa ikatan kelompok, ikatan antara pemimpin atau bapak dengan para pengikut atau anak buahnya relatif masih kuat erat. Dalam skala masyarakat desa, ini berarti bahwa hubungan atau ikatan antara petani lapisan atas atau petani cukup dengan petani lapisan bawah atau petani kiskin termasuk buruh tani dan sebagainya juga masih kuat. 97 98 BAB IV MOBILISASI PEMBANGUNAN Seperti telah disebutkan dalam uraian sebelum ini, pembangunan adalah proses perubahan yang kompleks ke arah yang lebih baik atau peningkatan secara terus–menerus. Apa atau siapa yang berubah, siapa yang merubah atau melakukan perubahan dan untuk siapa perubahan–perubahan itu, semuanya berfokus kepada subyek pembangunan. Dalam skala msyarakat desa, subyek pembangunan tidak lain dari masyarakat desa itu sendiri. Sedang masyarakat desa, tidak lain adalah manusia atau orang-orang desa dalam status dan peranan masing-masing. Dalam pola umum Pembangunan Jangka Panjang Republik Indonesia, antara lain disebutkan bahwa : Pembanguann nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan sebagainya, atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa keadilan dan sebagainya, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanyabahwa pembangunan itu harus merata diseluruh Tanah Air ; bahwa bukan hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat dan harus benarbenar dirasakan oleh seluruh Rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup, yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan kita. Sesuai dengan apa yang dikemukakan di atas, khususnya yang disebutkan terkahir, bahwa pembanguan bukan hanya untuk sesuatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat dan harus benar–benar dirasakan oleh seluruh Rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup, pada pokoknya mengandung arti “mobilisasi”. Dalam lingkungan desa, seluruh warga masyarakat memobilisasikan atau menggerakan diri dalam pembangunan. Tiap orang mengambil bagian atau berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang berarti bahwa tiap orang melakukan atau memainka perananperanannya masing-masing, dan memperoleh bagian hasil dari padanya. Semakin banyak 99 peranan dan semakin tinggi nilai peranan yang dilakukan atau dimainkan, semakin besarlah bagian hasil yang diperoleh. Peranan–peranan dari seseorang diusahakan dan diperoleh dalam kelompok yang bertaut atau berjaring dengan peranan-peranan orang lain dalam kelompok yang bersangkutanyang diarahkan kepada perubahan-perubahan. Dalam pada itu, orang-orang desa hanya dapat memobilisasikan diri dalam kelompok-kelompok dan mobilisasi ini akan lebih intensif dalam kelompok-kelompok yang berskala kecil dala arti bahwa jumlah dan komposisi warganya masih lebih memungkingkan terjadinya interaksi dan komunikasi langsung, satu sama lain. Dalam kelompok-kelompok kecil, biasanya orang-orang desa relatif lebih mudah berpartisipasi dan akan lebih efektif, dengan koordinasi. Baik partisipasi dalam bentuk daya (tenaga kerja) dan dana (semampunya), maupun dalam ideide atau pikiran dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam kelompok-kelompok kecil, orang-orang desa lebih mampu mengemukakan pikiran dan pendapatnya dalam rangka pencernaan ide-ide dan pelaksanaan pembangunan. Dari uraian di atas, nampak betapa dibutuhkannya kelompok-kelompok khususnya kelompok-kelompok kecil dalam rangka mobilisasi pembangunan. Dalam pada itu, tibalah kita pada pertanyaan bahwa apakah kita menggunakan saja kelompokkelompok yang sudah ada dan nyata tersedia dalam masyarakat, yaitu kelompok-kelompok yang para warganya terdiri dari petani lapisan atas atau petani cukup sebagai bapak atau pemimpinnya dengan petani lapisan bawah atau para petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya sebagai anak buah atau pengikutnya, ataukah kita membutuhkan adanya kelompok–kelompok baru, yang mungkin dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan ke arah atau ke dalam suatu struktur yang dikehendaki dalam hubungannya dengan tujuantujuan pembangunan. Keinginan untuk dibentuk atau terbentuknya kelompok-kelompok baru dengan struktur baru yang lebih sesuai dengan yang dikehendaki, mungkin untuk sebagian besarnya beralaskan bahwa kelompok-kelompok yang ada di daerah dan masyarakat pedesaan sekarang ini seperti yang telah diuraikan diatas, strukturnya kurang atau tidak memungkinkan pemerataan kegiataan pembangunan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dan strukturnya itu sudah tidak dapat diperbaiki lagi sesuai dengan yang dikehendaki, atau pun jika itu dapat, akan berlangsung dalam jangka waktu lama, sedang kebutuhan akan kelompok dengan struktur tertentu yang dikehendaki, sudah mendesak. 100 Di lain pihak, keinginan untuk menggunakan kelompok-kelompok yang ada sekarang sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, untuk sebagian besarnya beralaskan bahwa kelompok-kelompok yang ada sekarang merupakan potensi sosial yang tersedia yang dapat berkembang ke arah yang lebih baik khususnya strukturnya dapat berubah dan berkembang ke arah yang lebih sesuai dengan keinginan dan tujuan-tujuan pembangunan, yang hal mana banyak bergantung pada pembinaan dan pengarahkan kita kepada tujuantujuan itu. Untuk membentuk kelompok-kelompok baru, yang benar-benar berwujud sebagai kelompok, juga membutuhkan waktu lama. Bahkan pemberian beban yang biasanya relatif berat kepada kelompok baru yang kelompok mana sesungguhnya baru dalam proses mewujudkan diri menjadi suatu yang benar-benar merupaka kelompok, seringkali dapat melambatkan proses itu sendiri, sehingga kurang dapat memobilisasikan diri. Kelompok–kelompok yang ada dengan strukturnya sekarang, dimana petani lapisan atas atau petani cukup sebagai bapak atau pemimpin berada pada posisi yang kuat sementara petani lapisan bawah atau petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya berada pada posisi yang lemah, terutama jika dilihat secara terpisah, tak dapat disangkal kemungkinannya untuk lebih menampakan negleksi (pengabaian) ataupun eksploitasi (pemerasan) dari pada mobilisasi, jika tidak dengan bimbinga dan pengarahan yang cermat dan efektif kearah tujuan-tujuan pembanguan, khususnya kepada pemerataan kegiatan dan pembagian hasil pembanguan. Pembentukan kelompok-kelompok baru, untuk sebagian akan berwujud pemisahan petani lapisan bawah atau petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya dari petani lapisan atas atau petani cukup yang hal ini berarti pemisahan anak buah atau pengikut dari bapak atau pemimpinnya. Selanjutnya, hal ini banyak sedikitnya berarti penjebolan (secara tidak langsung) kelompok-kelompok yang ada. Dalam pada itu sejauh ikatan-ikatan atau pertautan dan penjaringan peranan antara pemimpin atau bapak dengan para pengikut atau anak buah sudah sedemikian lemahnya sehingga si pemimpin atau si bapak telah memandang atau menilainya para pengikut atau anak buahnya tidak lebih dari suatu beban yang memberatkan saja baginya, maka pemisahan ini mungkin akan berarti sebagai suatu rasionalisasi dan hal ini mungkin akan berlangsung dengan mudah. Akan tetapi bila tidak demikian, maka kelompok-kelompok akan beraksi untuk mempertahankan eksistensinya yang hal mana akan menyerap energi yang tidak sedikit. 101 Petani lapisan bawah atau petani miskin bersama dengan buruh tani dalam suatu kelompok yang baru dimana kepemimpinan ataupun kebapakan dalam kelompok baru ini sementara dalam proses mewujudkan yang menelan waktu yang tidak singkat, aspirasi atau kemauannya untuk membangun akan menjadi pertanyaan sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian-uraian sebelum ini. Tidak mustahil bahwa aspirasi atau kemauan membangun akan merendah atau mengecil yang hal mana bertalian dengan rasa percaya diri yang lebih merendah setelah terpisah dari pemimpin atau bapaknya secara artifisial, dan hal ini akan nampak seolah-olah sebagai suatu kelesuan. Akan tetapi jika hal ini dapat dilalui dan berjalan terus, tidak mustahil bahwa pada gilirannya, kelompok-kelompok baru yang dibentuk akan benar-benar merupakan suatu kelompok dengan kepemimpinan yang mungkin dinamik dengan kemauan membangun yang besar dan dengan demikian mobilisasi pembangunan dapat terjadi. Namun, dapat diperkirakan bahwa prosesnya akan menelan waktu yang tidak singkat. Mana diantara dua kemungkinan untuk mobilisasi pembanguan yang telah dikemukakan di atas yang : a. Dapat lebih cepat dan lebih mudah dimanfaatkan, b. Lebih efesien dan lebih efektif, c. Lebih kecil resiko–resiko, d. Lebih pragmatis ataupun lebih ideal dan lain-lain seginya, secara pasti belum dapat ditentukan disini. Hal ini kiranya banyak bertalian dengan kearah mana mobilisasi petani lapisan bawah atau petani miskin dan buruh tani itu dilakukan dalam rangka pembangunan. Akan tetapi mengenai hal ini akan dikemukakan nanti pada bagian akhir bab ini. Sebelum memasuki uraian yang dijanjikan ini dan sebagai uraian terakhir pada bab ini, di bawah ini dikemukakan sebuah gagasan dari seyogya sebagai berikut : Pembentukan Badan Usaha Buruh Tani (BUBT) Pembentukan BUBT dimulai den2gan pelaksanaan Land Reform tetapi justru Land Reform ini dikenakan kepada mereka yang paling gurem usahanya, yaitu petani yang mempunyai tanah kurang dari luasan minimal tertentu untuk berusaha tani yang layak. Tanah-tanah mereka itu dibeli oleh pemerintah dan kemudian dititipkan sebagai tanah negara yang selanjutnya diurus oleh BUBT di desa. Uang harga tanah termksud sebagian 2 Sayogyo, Kata Pengantar dalam dalam Penduduk dan Kemisikinan; Masri Singarrimbun dan D.H. Penny, Bharatara. Karya Aksara, Jakarta, 1976, halaman 17-21. 102 dijadikan modal BUBT, baik modal untuk usaha bersama maupun modal yang dipinjamkan pada anggota, untuk usaha perorangan. Modal dari Badan Usaha ini selain berasal dari harga tanah tersebut di atas, juga diperoleh dari kredit tambahan modal sebagai suatu badan usaha dan sebagainya. Land Reform pada tarap gurem ini tak dapat dimulai, tanpa meneruskan bahkan memperbaiki atau menyempurnakan Land Reform tahun 1960 yang memasang luas maksimum tanah milik. Perbaikan dan penyempurnakannya antara lain adalah semua ganti rugi yang telah dijanjikan kepada pemilik tanah, diselesaikan, batas – batas maksimum tanah milik mungkin perlu ditinjau kembali, tanah bengkok dan tanah-tanah desa perlu ditinjau kembali fungsinya dan jika dipertahankan, dalam hal luasnya perlu ada batas maksimum. Badan Usaha termaksud ini diadakan pada tiap desa dan sebaiknya tiap desa hanya satu badan usaha. Akan tetapi jika keadaan tak memungkin, dapat saja bermula dengan lebih dari satu yang seterusnya diarahkan untuk digabungkan menjadi satu. Pemimpinnya, adalah tokoh yang mereka pilih sendiri yang diberi tempat sebagai anggota baru pamong desa selama fase pertama atau fase peralihan. Pelaksana program pembinaan badan usaha ini, sebaiknya adalah Departemen Dalam Negeri (c.q. Agraris dan PMD) dengan dukungan Departemen Nakerstranskop. Dalam tahap Badan Usaha, bimbingan diberikan oleh PMD yang sudah diserahi urusan pembinaan dalam hal subsidi desa. Setelah mana peralihan 3 tahun dan tahun Badan Usaha tersebut dilalui dengan baik, atau Kooperasi Buruh Tani (KBT) dimasuki, dimana peranan pembinaan bidang koperasi akan makin nyata. (Departemen makertranskop). Dalam fase itu, ketua KBT itu tak termasuk (lagi) pamong desa, melainkan lebih tepat duduk dalam Badan Musyawarah Desa. Dalam hal-hal “bantuan teknik” (bidang pertanian dan kredit) unsur-unsur aparat pemerintah yang sekarang mendukung Program Bimas dan membina BUUD dan KUD juga dapat diberi tugas membantu pertumbuhan usaha Badan Usaha (maupun koperasi) Buruh Tani itu, ditambah untuk “Industri Kecil”, “transport” dan lain-lain. Alasan bagi Sayogyo dalam mengemukakan gagasan yang kurang lebih seperti yang digambarkan di atas, pada pokoknya adalah bahwa dari pada membiarkan petani miskin dan buruh tani ini berusaha secara sendiri–sendiri di atas tanah usaha kecil, tanpa masa depan yang layak, lebih baik mempersatukan mereka dalam satuan-satuan badan usaha di tiap desa di bawah tokoh pilihan mereka sendiri. Dari mereka terombang ambing 103 dalam nasib dengan ikatan para pemimpin lokal mereka yang serba cukup di desa ataupun di kota, lebih baik mereka itu secara sadar memilih kebijaksanaan sendiri untuk memperbaiki keadaan hidupnya. Apa yang digagaskan oleh Sayogyo yang kurang lebih telah digambarkan di atas, merupakan wadah bagi petani lapisan bawah dan petani miskin dan buruh tani, untuk dimobilisasikan atau memobilisasikan diri dalam rangka pembangunan. Wadah ini (BUBT), rupanya lebih dekat pada bentuk yang kami kemukakan kedua di atas yaitu suatu kelompok yang baru, dengan struktur yang dikehendaki. Sekarang, tibalah kita pada persoalan tentang kearah mana petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya, sebaik dan semungkinnya dimobilisasikan atau memobilisasikan diri dalam rangka pembangunan. Ini berarti bahwa sektor-sektor mana mereka itu dapat meluaskan peranan-peranannya atau memainkan peranan-peranan baru. Hal ini, sangatlah erat pertaliannya dengan perluasan lapangan dan kesempatan kerja yang telah ada dan penciptaan atau pembukaan lapangan dan kesempatan kerja yang baru. Berbicara tentang perluasan lapangan dan kesempatan kerja yang telah ada serta pembukaan lapangan dan kesempatan kerja baru, kita sadari sepenuhnya bahwa pekerjaan ini adalah suatu yang tidak mudah dilaksanakan. Namun, tidaklah berarti bahwa seluruhnya adalah tugas atau pekerjaan pemerintah. Karena itu teringatlah kita akan wiraswasta yang kita punyai sekarang, baik yang ada di kota-kota, maupun yang ada di daerah dan masyarakat pedesaan. Terutama pada tahap-tahap awal dan dalam bentuk tertentu, sangat diperlukan keterampilan pemerintah khususnya dalam hal penciptaan mekanisme, situasi dan kondisi yang mendukung perkembangan ke arah itu, tetapi pada hematnya yang merupakan subyek memainkan peranan-peranan utama adalah wiraswasta. Pertanyaan yang imbul sekarang, ialah siapa-siapakah yang merupakan wiraswasta kita dewasa ini, khususnya yang berada di desa-desa ? Tidak syak lagi, adalah mereka yang ditemukan oleh Suwardi sebagai orang-orang yang dapat dikualifikasikan sebagai orang-orang modern ; mempunyai motivasi dan simpati yang tinggi, fatalisme yang kurang, jaringan hubungan yang lebih luas termasuk hubungannya dengan unsurunsur atas desa, usahatani yang lebih luas dan menerima banyak teknologi pertanian baru dengan memperhatikan segi pemasaran, hidup hemat dan lebih besar investasinya dalam usaha mencari nafkah, adalah petani lapisan atas atau petani cukup yang telah tercakup masuk ke dalam unsur kota sebagaimana telah kita sebutkan, tetapi juga adalah pemimpinpemimpin atau bapak-bapak dari petani lapisan bawah atau petani miskin termasuk buruh 104 tani dan sebagainya, dalam kelompok-kelompok sosial, yang telah digambarkan dalam uraian-uraian lalu. Paling kurang, sebagian dari mereka itu yang mempunyai sifat-sifat yang disebutkan di atas, yang sifat-sifat mana kurang lebih menggambarkan sifat-sifat yang biasanya dimiliki oleeh wiraswasta. Dalam wadah kelompok-kelompok ini petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya di bawah pemimpin-pemimpin atau bapak-bapaknya dibimbing dan diarahkan kepada perluasan lapangan dan kesempatan kerja yang telah ada dan pembukaan lapangan dan kesempatan kerja baru. Dalam hal ini mungkin sekali akan banyak nampak bahwa bimbingan dan pengarahan yang diberikan, tidak langsung kepada petani miskin dan buruh tani, tetapi kepada petani lapisan atas atau petani cukup. Akan tetapi bimbingan dan pengarahan itu diberikan kepada mereka itu, dalam kedudukannya sebagai wiraswasta, tetapi juga sebagai pemimpin kelompok, sebagai bapak dari para petani miskin dan buruh tani yang menjadi pengikut atau anak buahnya, agar lapangan dan kesempatan kerja terbuka luas bagi kelompok yang menguntungkan bagi kelompok yang hal mana berarti menguntungkan bagi para pengikut dan pemimpin dalam kelompok. Dengan kata lain, berarti bahwa bimbingan dan pengarahan ditujukan untuk mengembangkan usaha-usaha mereka, tetapi didalamnya secara langsung petani miskin dan buruh tani disangkutkan. Tentu saja harus disertai dengan kecermatan atau kewaspadaan akan ranjau-ranjau eksplotatip dalam perkembangannya. Ke arah mana usaha-usaha mereka itu dapat dikembangkan yang sekaligus berarti ke arah mana petani miskin termasuk buruh tani dan sebagainya akan dimobilisasikan dalam rangka pembangunan, dapat dikemukakan bahwa adalah mungkin di sektor industri, terutama industri-industri kecil di daerah-daerah pedesaan. Mungkin bermula dengan pengembangan industri rumah tangga dan kerajinan tangan terutama yang erat hubungannya dengan pertanian (agro industry). Baik pengolahan hasil-hasil pertanian dan kebutuhan sehari-hari, maupun pembuatan alat-alat sederhana untuk produksi pertanian dalam arti luas. Bagi daerah-daerah pedesaan pantai khususnya masyarakat desa nelayan, mungkin dapat dilakukan pengembangan perikanan laut kita dengan menperluas daerah penangkapan ke perairan-peralran lepas pantai. Dalam gagasan tentang pembentukan BUBT yang dikemukakan oleb Sayogyo, di dalamnya tercakup pula tentang ke arah mana petani miskin dan buruh tani dimobilisasikan diri dalam rangkan pembangunan. Dalam gagasan itu dikemukakan bahwa disamping usaha tani (secara komunal ?), juga berfungsi sebagai pemborong pekerjaan dimana para 105 anggotanya tampil ke depan dalam hal proyek-proyek padat karya maupun pasaran tenaga kerja umum di desa, dan diberikan latihan keterampilan untuk perbaikan kualitas tenaga kerja mereka guna memudahkan memperoleh pekerjaan dengan upah yang lebih baik. Selain dari itu, juga BUBT dapat berfungsi mempersiapkan anggota-anggotanya untuk menjadi transmigran. Menurut Sayogyo, selama daya serap dibidang nafkah sekunder dan tersier terbatas (mungkin yang dimaksudkan disini adalah termasuk industri-penulis), bagi golongan tersebut (yang dimaksudkan disini mungkin adalah golongan petani miskin termasuk buruh tani dan golongan lemah lainnya-penulis) yang punya otot-otot lengan dan kaki yang kuat, dan juga punya daya pikir yang dapat diharapkan masih ada beberapa fungsi dukungan pada kelestarian pertanian di Jawa yang dapat dipercayakan kepada mereka. Dalam pada itu Sayogyo memberikan gagasan lebih lanjut sebagai berikut :. Pertama, penghijauan secara tuntas tanah yang rusak, baik di desa atau di wilayah hutan, disertai usaha membangun teras-teras pengendali erosi. Setelah kemunduran sejak pecah perang Pasifik, bukan main beratnya tugas ini : jika tak berhasil dalam 10 tahun, akan sulit dapat tertolong. Soal ini bukan terutama besarnya biaya (kini sudah tersedia sampai mendekati 40 milyar setahun untuk reboisasi/ penghijauan), melainkan soal organisasi : untuk menjamin bahwa bibit pohon nyata tumbuh tak terganggu, hanya ada satu jalan yaitu memberikan kepercayaan kepada golongan petani gurem dalam kelompok mereka yang juga dapat mengeyam hasil bertanam itu. Dengan melepaskan “sistem tumpangsari” di tanah hutan kepada kelompok-kelompok buruh tani itu diberikan wewenang untuk mengelola (petunjuk teknis tetap disediakan) dan hak memungut hasil, sebagai bagian dari rencana pekerjaan kelompok (bukan perorangan) yang sudah disetujui bersama (KUD dan sebagainya). Kecuali bagian hutan yang berisi pohon jati (tetap pada negara) lain jenis hutan produksi dapat dialihtangankan kepada kelompok-kelompok buruh tani yang dilatih cara mengelola hutan produksi dan juga lestari. Sebagai hasil sampingan barulah terjamin persediaan air di pegunungan, baik untuk air minum maupun untuk irigasi. Akhirnya pada manfaatnya biaya perbaikan bangunan irigasi besar yang sudah ratusan milyar rupiah : ada cukup air yang dapat dibagi-bagikan. Pada awal Repelita II diperhitungkan bahwa penghijauan dan usaha lain mengatasi erosi di pegunungan (termasuk menggali parit drainase) akan dapat menyerap sampai hampir 1.000 orang-hari per hektare, tapi dalam kenyataan dengan memilih cara 106 kontruktor yang mengerahkan buruh padat karya tak sampai 1.000 orang-hari per hektare yang terserap, dan sebagian besar bibit setelah ditanam dicabut orang pula. Peluang kerja untuk pengelolaan bersama dalam kelompok kecil buruh tani adalah urusan irigasi tersier/kwarter, sampai pembagian rapi air itu ke tiap petak sawah petani. Jika menggali saluran tersier baru termasuk pekerjaan itu, kelompok itu pula memberikan jasa-jasanya. Para petani yang dilayani member imbalan jasa kepada meraka (lewat kelompok) dan jika ada dana bantuan dari pemerintah, kepada mereka pula disalurkan. PPPA yang mempersatukan petani untuk mengatur air, begitu pula Dana Tirta dengan fungsi berupa (masing-masing baru dalam tahap percobaan/perintisan) dapat dipandang sebagai kelompok alternatif. Jika petani lapisan atas (seluas 1,2 ha rata-rata) toh sudah terbiasa memakai buruh tani untuk sebagian besar pekerjaan di sawah, (istilah “usahatani keluarga”-family farm, sudah salah kaprah untuk golongan itu), mungkin sekali peklerjaan mengatur air irigasipun bisa saha mereka borongkan kepada kelompok buruh tani yang melakukan fungsi itu. Peluang ketiga adalah pemanfaatan hasil penghasilan/reboisasi yang memilih proyek yang dapat menghasilkan (antara lain pohon Albazia yang setelah 5 tahun menghasilkan kayu bangunan, sebelum itu kayu penjaringan untuk kayu bakar, rumputan untuk ternak, dan sebagainya). Industri kecil dan kerajinan desa sebagian penting akan berupa industri perumahan murah. Dalam pengembangan kemampuan ini (mencakup keterampilan pertukangan) kelompok buruh tani pun dapat berjasa. Jelas untuk sebagian besar penduduk desa jasa-jsas dalam pemugaran dan pendirian rumah akan memilih cara kerjasama yang paling sesuai, jauh daru sistem real estate atau perumnas. Dalam rangka ini, penting mendudukan wewenang soal hak tanah, yaitu hak atas pekarangan untuk perumahan sendiri. Pada siapapun wewenang itu dilimpahkan, dengan berkelompok buruh tani dan lain golongan paling lemah akan melakukan kontrol sosial. Apa yang dikemukakan oleh Sayogyo di atas ini sebagai gagasan kedua (lanjutan0 mungkin (agaknya) merupakan fungsi bagi BUBT. Namun, BUBT sebagai gagasan beliau yang pertama tidak pernah disebut-sebutnya lagi, dalam gagasannya yang kedua ini, kecuali beliau menyebut-nyebut kelompok. Dengan demikian, jika dihubungkan antara gagasan beliau yang pertama dengan yang kedua, maka mungkin BUBT inilah yang dimaksudkan sebagai kelompok, dan isi dari gagasan kedua merupakan fungsi kelompok. 107 BAB V PENUTUP Mobilisasi petani miskin terutama buruh tani dan golongan lemah lainnya khususnya di daerah pedesaan Jawa, ke arah pelestarian pertanian di Jawa yang digagaskan oleh Sayogyo, merupakan suatu gagasan yang besar kemungkinannya dapat segera menolong para petani miskin dan buruh tani serta golongan lemah lainnya dan dalam jangka panjang menolong kita semua. Dalam hubungan ini, secara optimistik, gagasan ini tidak hanya bermanfaat untuk Pulau Jawa, tetapi juga di luar Pulau Jawa terutama jika dihubungkan dengan pelestarian tanah pertanian ataupun lingkungan alam pada umumnya. Dalam pada itu, perlu dipelajari kemungkinan perwujudannya atau realisasinya, jika gagasan ini memperoleh tempat dalam pemikiran untuk pembangunan khususnya dalam memerangi atau menghilangkan kemiskinan. Hanya saja perlu dikemukakan di sini bahwa kelompok-kelompok sosial yang telah ada dan nyata hidup dalam masyarakat pedesaan, perlu dipertimbangkan untuk dipelajari kemungkinan penggunaan atau pemanfaatannya sebagai salah suatu wadah. Ada kemungkinan bahwa sebagian dari pekerjaan yang mungkin dilakukan oleh petani miskin dan buruh tani serta golongan lemah lainnya dalam memobilisasinya di sektor pelestarian tersebut, dapat dilakukan dalam wadah kelompok-kelompok sosial yang telah ada, disamping yang lainnya dengan wadah BUBT, Koperasi dan sebagainya. Dalam pada itu sekaligus akan terlihat wadah mana yang lebih baik. Mempelajari kelompok-kelompok sosial yang ada dan nyata hidup di daerah an masyarakat pedesaan sekarang, dari berbagai seginya, khususnya dari segi-segi hubungan antara pemimpin dengan pengikutnya, bukan saja dapat memberikan keteranganketerangan yang bermanfaat untuk maksud ini, tetapi juga dapat memberikan bahan-bahan untuk dapat mengambil suatu sikap obyektif terhadap kelompok-kelompok sosial termaksud. Dalam pada itu ada kemungkinan bahwa tidaklah setiap kali kita menghendaki berjalannya suatu atau beberapa fungsi, lalu segera kita membentuk organisasi atau pun lembaga baru, sementara fungsi-fungsi itu mungkin saja dapat dilakukan oleh organisasiorganisasi ataupun lembaga-lembaga yang telah ada. 108 BAB IX MEMBANGU JIWA KEWIRSUSAHAAN 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak awal sebagian orang masih kurang sesuai dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karenamemang penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival kemandirian seharusnya lebih ditonjolkan. Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atauidupnya. Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semuasahanya. Sedangkan kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuanntuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18). Beberapa definisi tentang kewirausahaan berdasarkan para ahli menurut Soesarsono Wijandi (2002) diantaranya adalah sebagai berikut: Richard Cantillon (1775) Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment).Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Jean Baptista Say (1816) Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya. Frank Knight (1921) 109 Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang wirausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan. Joseph Schumpeter (1934) Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya. Penrose (1963) Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan. Harvey Leibenstein (1968, 1979) Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan dikatakan sebagai suatu proses mengerjakan sesuatu (kreatif), sesuatu yang berbeda (inovatif), dan berani mengambil resiko (risk-taking). Seorang wirausahawan (entrerpreneurship) yang kreatif berhubungan dengan kemampuan dan keuletan untuk mengembangkan ide-ide baru dengan mengg abungkan sumber-sumber daya yang dimiliki, dimana mereka selalu mengobservasi situasi dan problem-problem sebelumnya yang tidak atau kurang diperhatikan. Selain itu mereka cenderung memiliki banyak alternatif terhadap situasi tertentu dan mendayagunakan kekuatan-kekuatan emosional mental di awah sadar yang dimiliki untuk menciptakan sesuatu atau produk yang baru atau cara baru dan sebagainya. Inovatif merupakan aplikasi dari ide-ide kreatif tadi dengan harus berani menanggung resiko dari apa yang dilakukan untuk mendapatkan kesempatan dalam meningkatkan usaha dan keuntungan dengan memanfaatkan peluang/potensi sumber daya yang ada. 110 Biasanya kewirausahaan adalah sebagai suatu proses dari pengembangan perusahaan yang tidak berkaitan dengan usaha yang sudah ada dan biasanya dilakukan secara individu atau bersama tetapi bukan sebagai penemu dari hasil suatu produk. Menurut Suryana (2003: 13), ada 6 hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut yaitu : 1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis. 2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different). 3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan. 4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth). 5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih. 6. Kewirausahaan mengkombinasikan adalah usaha sumber-sumber menciptakan melaui nilai cara-cara tambah baru dan dengan jalan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Berdasarkan keenam konsep diatas, secara ringkas kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko. 2.1.2 Kemampuan Manajerial Kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk mengatur, mengkoordinasi dan menggerakkan para bawahan (pekerja) kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi (usaha) (Supardi; Mubasysyir Hasanbasri dan Retna Siwi Padmawati, 2009). Selanjutnya menurut Siagian, (1997) mendefinisikan bahwa kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk mengelola usaha seperti perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengawasan dan penilaian. 111 Dalam kegiatan usaha, kemampuan manajerial tersebut merupakan kemampuan manajer dalam mengambil suatu keputusan bisnis (Tedy Herlambang, 2002). Dijelaskan pula bahwa kemampuan manajerial tersebut merupakan penerapan ilmu manajemen, seperti cara merencanakan usaha, cara mengorganisasikan usaha, cara mengarahkan pekerja, cara melakukan pengawasan yang semuanya untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Dengan demikian kemampuan manajerial seorang pengusaha merupakan aplikasi dari analisis ekonomi dalam membuat keputusan bisnis agar sumber daya perusahaan yang terbatas dialokasikan pada penggunaannya yang lebih baik. Salah satu jiwa kewirausahaan yang harus dimiliki seorang wirausaha adalah kemampuan untuk memanajerial usaha yang sedang digelutinya, seorang wirausaha harus memiliki kemampuan perencanaan usaha, mengorganisasikan usaha, visualisasikan usaha, mengelola usaha dan sumber daya manusia, mengontrol usaha, maupun kemampuan mengintergrasikan operasi perusahaanya yang kesemuanya itu adalah merupakan kemampuan managerial yang wajib dimiliki dari seorang wirausaha, tanpa itu semua maka bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi kegagalan usaha yang diperoleh (Suryana, 2001). Beberapa kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha atau wirausahawan dalam mencapai suatu tujuan melakukan empat fungsi utama manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (Tedy Herlambang, 2002). Perencanaan Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan penetapan tujuan organisasi, serta penentuan cara terbaik untuk pencapaiannya. Menurut Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo (2007), dalam kegiatan manajerial untuk mencapai tujuan, fungsi perencanaan dilakukan terlebih dahulu daripada yang lainnya. Perencanaan yang baik, didalamnya mengandung tujuan kegiatan yang ingin dicapai, strategi pelaksanaan, prosedur yang akan dilaksanakan, aturan yang digunakan, dan program yang merupakan gabungan dari kebijakan prosedur, aturan dan pemberian tugas yang disertai suatu anggaran (Suryana :2001). Atas dasar hal tersebut, maka perencanaan seorang wirausahawan makanan khas Kuningan meliputi tujuan dalam berwirausaha, strategi dalam berusaha makanan khas yang disukai konsumen, prosedur yang digunakan agar makanan khas diterima konsumen, 112 aturan-aturan dari segi pelaksanaan kegiatan, besarnya anggaran yang digunakan dan cara memperoleh modal. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen yang berfokus pada pengalokasian, penyusunan dan sistematisasi sumberdaya organisasi sehingga rencana organisasi bisa tercapai. Dalam fungsi ini manajer memutuskan siapa yang akan mengerjakan, bagaimana pekerjaan itu dipecah-pecah ke dalam pekerjaan yang lebih khusus, bagaimana hubungan antar pekerjaan dan pekerja serta bagaimana pekerjaan dikelompokkan ke dalam unit-unit sehingga tercipta struktur organisasi (Tedy Herlambang, 2002). Selanjutnya menurut Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo (2007), setiap organisasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu : personalia, fungsi dan factorfaktor fisik, yang kesemuanya ini merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi komponen tersebut tercermin adanya tugas-tugas yang harus dilakukan, orang yang melaksanakan tugas, dan adanya peralatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas tersebut. Pengorganisasian suatu instansi atau lembaga yang besar tentunya tidak akan sama dengan pengorganisasian suatu usaha yang bersifat industri rumah tangga. Berdasarkan pendapat ahli tersebut di atas, maka pengorganisasian pada kegiatan industri rumah tangga makanan khas mencakup pengorganisasian dalam pelaksanaan kegiatan usaha rumah tangga, seperti : tugas yang harus dilakukan dalam berwirausaha dimulai dari orang yang memproduksi, orang yang melaksanakan pemasaran, orang yang bertugas dalam administrasi, orang yang berwenang mengambil keputusan, dan aliran pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban tersebut merupakan pelaporan dari orang yang bertanggung jawab melakukan kegiatan kepada orang yang berwenang mengambil keputusan. Pengarahan Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang meliputi kegiatan yang mempengaruhi, membujuk atau memerintah agar anggota organisasi bergerak ke arah tujuan organisasi. Menurut Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo (2007), pengarahan merupakan aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. 113 Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan harus berpegang pada beberapa prinsip, yaitu : prinsip mengarah tujuan, prinsip keharmonisan dengan tujuan dan prinsip kesatuan komando. Tujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan akan semakin besar sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan. Kegiatan pengarahan harus berprinsip pada keharmonisan dengan tujuan, artinya bahwa orang-orang yang bekerja dapat memenuhi kebutuhannya yang mungkin tidak akan sama dengan tujuan perusahaan, namun tujuan mereka harus harmonis dengan tujuan perusahaan. Semuanya sangat dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu. Kebutuhan yang terpenuhi bilamana mereka bekerja dengan baik, dan pada saat itulah mereka menyumbangkan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini seorang manajer dapat memberikan pengarahan dalam bekerja yang dihubungkan dengan reward and panishmen atau ganjaran/hadiah bagi orang yang mampu bekerja dengan baik untuk menghasilkan keuntungan yang lebih banyak dan hukuman.bagi orang yang melanggar atau bekerja kurang baik. Prinsip satu kesatuan komando dalam pengarahan ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan tanggung jawab para bawahan. Bila mana bawahan hanya memiliki satu jalur di dalam melaporkan segala kegiatannya, dan hanya ditujukan pada satu pimpinan saja, maka pertentangan di dalam pemberian instruksi dapat dikurangi, serta makin besar rasa tanggung jawab mereka untuk memperoleh hasil maksimal. Dalam kegiatan wirausaha industri rumah tangga, biasanya memiliki satu pimpinan yaitu pemilik usaha, namun peran istri dari pengusaha kadang-kadang juga berpengaruh terhadap jalur pelaporan. Pengawasan Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan dan kinerja organisasi sesuai dengan aktivitas dan kinerja yang diharapkan agar tujuan organisasi tercapai. Melalui pengawasan dapat diketahui tentang hasil yang telah dicapai. Cara melakukan pengawasan menurut Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo (2007) yaitu memciptakan standar, membandingkan segala sesuatu yang telah dijalankan dengan standar atau rencana, melakulan perbaikan bila terjadi penyimpangan. Pengawasan dari kegiatan berwirausaha makanan khas kuningan yang dilakukan seseorang atau pemilik usaha dapat dilakukan dengan mengawasi kualitas dan kuantitas produk, kuantitas dan kualitas bahan produksi, pengawasan terhadap prosedur kerja untuk mencapai tujuan, 114 pengawasan terhadap harga dipasaran, dan apabila terjadi penyimpangan yang berakibat terhadap pencapaian tujuan maka dilakukan perbaikan-perbaikan. Selain keempat kemampuan manajerial, seorang manajer yang competen juga harus memiliki perilaku, sikap dan kemampuan tertentu sehingga mereka lebih berhasil dibandingkan dengan manajer yang tidak kompeten. Ini berarti manajer yang kompeten adalah manajer yang mengerjakan sesuatu dengan efisien dan efektif (Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo, 2007). Efektif merupakan kemampuan manajer untuk memilih tujuan yang sesuai dan membuat tujuan itu tercapai, sedangkan efisien adalah kemampuan manajer untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebaik mungkin. Kompetensi seorang manajer memiliki ciri-ciri mengenali tujuan dan kendala, memahami pasar, memahami insentif, memahami arti laba, memahami nilai waktu dan uang serta menggunakan analisis marjinal. Dalam menentukan tujuan suatu usaha, maka seorang manajer harus meletakkan dasar tujuan yang jelas, seperti ingin memperoleh laba yang tinggi, ingin memperoleh perputaran usaha yang lebih banyak (volume produksi) atau ingin membantu menyediakan tempat bekerja bagi masyarakat. Dalam hal ini tentunya ada kendala yang menghambat atau mempersulit seorang manajer dalam mencapai tujuan. Seorang manajer yang ingin memaksimalkan laba harus memutuskan: berapa banyak produk yang harus diproduksi, harga optimal bagi produk yang dihasilkan, berapa input yang digunakan, bagaimana cara memperoleh input. Kompetensi dalam memahami pasar juga harus dimiliki seorang manajer, karena setiap transaksi akan melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Sebagai produsen dan atau seorang penjual, maka harus memahami persaingan pembeli dan penjual, persaingan pembeli dan pembeli, dan persaingan penjual dan penjual. Ketiga persaingan ini secara bersama-sama menentukan hasil akhir dari proses transaksi yang terjadi di pasar (Buchari Alma, 2000). 2.1.3 Sikap Mental Kewirausahaan Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dari waktu ke waktu, hari demi hari, minggu demi minggu selalu mencari peluang untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi lah semua peluang dapat diperolehnya. Wirausaha adalah orang 115 yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Pada hakekatnya semua orang adalah wirausaha dalam arti mampu berdiri sendiri dalam menjalankan usahanya dan pekerjaannya guna mencapai tujuan pribadinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan negaranya, akan tetapi banyak diantara kita yang tidak berkarya dan berkarsa untuk mencapai prestasi yang lebih baik untuk masa depannya, dan ia menjadi ketergantungan pada orang lain, kelompok lain dan bahkan bangsa dan Negara lainnya. Istilah kewirausahaan, kata dasarnya berasal dari terjemahan entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan between taker atau go between. Pada abad pertengahan istilah entrepreneur digunakan untuk menggambarkan seseorang aktor yang memimpin proyek produksi, Manusia yang bermental kewirausahaan mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuan dan keburuhan hidupnya. Sikap mental kewirausahaan menurut Agus Eko Sujianto (2005) ciri utama dari seseorang yang memiliki mental kewirausahaan yaitu percaya diri, berani mengambil resiko, berorientasi pada hasil, inovatif, dan kepemimpinan. Percaya diri tersebut merupakan keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya (Wasti Sumanto, 2000). Dijelaskan pula bahwa keyakinan yang kuat tersebut dapat ditumbuhkan dalam jiwa kita dengan syarat : a) Mengenal diri sendiri sebagai makluk memiliki kelemahan, namun memperoleh anugerah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mengatasi kelemahannya. b) Harus percaya pada diri sendiri bahwa kita memiliki potensi tersendiri yang tidak kurang kuatnya dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. c) Harus mengetahui secara jelas terhadap tujuan atau kebutuhan kita. Manusia yang bersikap mental wiraswasta memiliki kejujuran dan tanggung jawab. Salah satu kunci sukses dari seseorang dalam berusaha adnya kepercayaan orang lain terhadap dirinya, sehingga agar dipercayai oleh orang lain harus bertindak jujur dan tanggung jawab terhadap apa yang dikerjakannya. Cara untuk menumbuhkan sikap kejujuran dapat dilakukan dengan mendidik dirinya sendiri, melatih disiplin, berorientasi pada tujuan. Seseorang yang berwirausaha juga perlu didasari oleh sikap inovatif terhadap teknologi, hal ini sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan dapat memiliki kelebihan dari produk orang lain yang mengusahakan produk sejenis. Dengan perbedaan produk (cita rasa, kemasan, desain dan sebagainya) akan dapat menarik perhatian konsumen. Selanjutnya menurut Kasmir (2007: 28), ciri-ciri wirausaha yang berhasil adalah sebagai berikut : a) Memiliki visi dan tujuan 116 yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak ke mana langkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah yang harus dilakukan oleh pengusaha tersebut b) Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana pengusaha tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu memulai dan mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan. c) Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar prestasi yang lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang diberikan, serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap waktu segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu dievaluasi dan harus lebih baik dibanding sebelumnya. d) Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun waktu. e) Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana ada peluang di situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit untuk mengatur waktu kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya. Ide-ide baru selalu mendorongnya untuk bekerja kerjas merealisasikannya. Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. f ) Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang. Tanggungjawab seorang pengusaha tidak hanya pada segi material, tetapi juga moral kepada berbagai pihak.g) Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang merupakan kewajiban untuk segera ditepati dana direalisasikan.h) Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak.i) Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada : para pelanggan, pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas. Dari analisis pengalaman di lapangan, ciri-ciri wirausaha yang pokok untuk dapat berhasil dapat dirangkum dalam tiga sikap mental, yaitu :a) Jujur, dalam arti berani untuk mengemukakan kondisi sebenarnya dariusaha yang dijalankan, dan mau melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan kemampuannya. Hal ini diperlukan karena dengan sikap tersebut cenderung akan membuat pembeli mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada pengusaha sehingga mau dengan rela untuk menjadi pelanggan dalam jangka waktu panjang ke depan b) Mempunyai tujuan jangka panjang, dalam arti mempunyai gambaran yang jelas mengenai perkembangan akhir dari usaha yang dilaksanakan. Hal ini untuk dapat memberikan motivasi yang besar kepada pelaku wirausaha untuk dapat melakukan kerja walaupun pada saat yang bersamaan hasil yang diharapkan masih juga belum dapat 117 diperoleh. c) Selalu taat berdoa, yang merupakan penyerahan diri kepada Tuhan untuk meminta apa yang diinginkan dan menerima apapun hasil yang diperoleh. Dalam bahasa lain, dapat dikemukakan bahwa ”manusia yang berusaha, tetapi Tuhan-lah yang menentukan !” dengan demikian berdoa merupakan salah satu terapi bagi pemeliharaan usaha untuk mencapai cita-cita. 2.1.4 Tahap-tahap Kewirausahaan Keberhasilan berwirausaha tidak akan datang begitu saja, tetapi melalui beberapa tahapan. Menurut Soesarsono Wijandi (2002), secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha : 1) Tahap memulai, tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan franchising. Juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri / manufaktur / produksi atau jasa. 2) Tahap melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap "jalan", tahap ini seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek : pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi. 3) Mempertahankan usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi. 4) Mengembangkan usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami perkembangan atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil. Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996) dalam (Suryana, 2001 : 34), proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembangan menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang. 118 Oleh karena itu, inovasi berkembangan menjadi kewirausahaan melalui proses yang dipengrauhi lingkungan, organisasi dan keluarga. Selanjutnya (Buchari Alma, 2007: 12) menjelaskan bahwa proses kewirausahaan mencakup tahap-tahap berikut: proses inovasi, proses pemicu, proses pelaksanaan, proses pertumbuhan. Dijelaskan pula bahwa aspekaspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan wirausaha adalah : 1) Mencari peluang usaha baru: lama usaha dilakukan, dan jenis usaha yang pernah dilakukan; 2) Pembiayaan: pendanaan – jumlah dan sumber-sumber dana 3) SDM: tenaga kerja yang dipergunakan 4) Kepemilikan: peran-peran dalam pelaksanaan usaha 5) Organisasi: pembagian kerja diantara tenaga kerja yang dimiliki 6) Kepemimpinan: kejujuran, agama, tujuan jangka panjang, proses manajerial, 7) Pemasaran: lokasi dan tempat usaha Dari segi karakteristik perilaku, Wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan (2) kemampuan menanggapi peluang. Berdasarkan hal tersebut maka kewirausahaan adalah tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif. Sejalan dengan pendapat di atas, Salim Siagian (1999) sikap mental wirausaha yaitu selalu berusaha mencari dan melayani langganan lebih banyak dan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.” BAB X STRATEGI PENGEMBENGAN USAH MIKRO, KECIL DAN MENENGAH 1. Harus ada perubahan gaya hidup dari ketergantungan terhadap produk impor menjadi kebiasaan mengkonsumsi produk domestik. Ini akan mendorong konsumsi produk dalam negeri yang akan menstimulasi berkembangnya industri dalam negeri. 2. Harus ada perubahan sikap dan kebijakan dari pemerintah didalam memandang UKM, bahwa UKM ini harus mendapat dukungan penuh. 119 3. Industri UKM ini harus mendapat dukungan dalam mendapatkan input produksi yang lebih baik, teknologi yang tepat guna, teknik pemasaran yang efektif, dan pelayanan lain yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan bersaing dengan industri besar, baik persaingan harga maupun kualitas. 4. UKM ini harus mampu meningkatkan skill dan kemampuannya. Tentu saja pemerintah harus menyediakan fasilitas training yang memadai dan institusi pendidikan yang berkualitas. 5. Industri UKM ini harus diberi akses yang luas terhadap keuangan, dimana hal ini seringkali menjadi sumber masalah yang menghambat perkembangannya. 6. Pemerintah harus mampu mengeliminasi berbagai hambatan yang akan merintangi perkembangan dan ekspansi industri UKM. Pencapaian tujuan untuk substitusi impor dan promosi ekspor tidak akan dapat direalisasikan melalui pengembangan UKM jika industri ini tidak dibantu untuk mampu mengembangkan efisiensi teknologi yang memungkinkan mereka untuk bersaing secara efektif. Karena itu adalah langkah yang tepat jika dikembangkannya teknologi tepat guna yang berbasis sumberdaya lokal. Hal ini sangat menguntungkan karena membutuhkan modal yang minimal, cocok diterapkan di negara-negara berkembang yang masih memiliki kelemahan dalam institusi pendidikannya, dan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap teknologi impor. Industri UKM ini pun harus didorong untuk dapat berkembang di daerah pedesaan dan kota-kota kecil. Hal ini akan mengurangi perbedaan dan ketimpangan pendapatan secara regional, mereduksi konsentrasi penduduk di daerah kota-kota besar semata, meningkatkan pendapatan dan standar hidup, serta akan lebih memeratakan pendapatan dan kesejahteraan. Sasaran Kebijakan Pemberdayaan UKM UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. UKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan UKM pada tahun 2009 adalah: Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional; 120 Meningkatnya proporsi usaha kecil formal; Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi. Arah Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UKM Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, pemberdayaan UKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut: Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro Iebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender, terutama untuk: 1. Memperluas akses kepada sumber permodalan, khususnya perbankan; 2. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perizinan; 3. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor, dan penciptaan lapangan kerja, terutama dengan : 1. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi; 2. Mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif; 121 3. Mengembangkan UKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM; 4. Mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah. Mengembangkan UKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi, serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. Strategi Pemberdayaan UKM Pemberdayaan UKM bersifat lintas sektoral, sehingga perspektif pembangunan UKM perlu dimiliki oleh setiap anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan jajaran birokrasi di bawahnya. Kesulitan pembangunan UKM di indonesia adalah rendahnya perspektif pembangunan UKM yang dimiliki oleh jajaran birokrasi dan dunia usaha di Indonesia, serta adanya persepsi bahwa pembangunan UKM merupakan urusan Kementerian Koperasi dan UKM. Pemberdayaan UKM pada masa mendatang diharapkan tumbuh dari prakarsa masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara mandiri dalam tatanan sistem ekonomi kerakyatan. Peran pemerintah akan difokuskan pada fungsi regulasi dan fasilitasi untuk menciptakan struktur pasar dan persaingan yang sehat sebagai lapangan bermain bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta mengoreksi ketidaksempurnaan mekanisme pasar dengan menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, serta memberikan dukungan perkuatan bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah. 122 Dengan mengacu pada sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan UKM sebagaimana uraian di atas, maka diperlukan strategi pada tatanan makro, meso, dan mikro melalui implementasi program-program pemberdayaan UKM berikut ini: 1. Penciptaan Iklim Usaha Bagi UKM Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha, serta meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perizinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UKM. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: a. Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Menengah dan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan beserta ketentuan pelaksanaannya, dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perizinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifik daerah; b. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha; c. Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan; d. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi kebijakan dan program; e. Pengembangan pelayanan perizinan usaha yang mudah, murah, dan cepat, termasuk melalui perizinan satu atap bagi UKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi / mediasi yang berkelanjutan bagi UKM; f. Penilaian dampak regulasi / kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan / regulasi; 123 g. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan h. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya. 2. Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UKM Program ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan memperluas akses UKM kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung / penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar, dan bermutu untuk meningkatkan akses UKM terhadap pasar dan sumberdaya produktif, seperti sumberdaya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UKM. Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: a. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UKM terhadap sumberdaya produktif, termasuk sumberdaya alami; b. Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi, dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha, serta peningkatan kapasitas pelayanannya; c. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP), antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perizinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar-LKM dan antara LKM dan bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder; d. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UKM dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya; 124 e. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah, dan BUMN; f. Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UKM; g. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi, dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan; h. Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UKM; dan i. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi. 3. Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UKM, sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang dan produktivitas meningkat; wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang. Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: a. Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar; b. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi, termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, terutama UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis / agroindustri, dan yang memanfaatkan sumberdaya lokal; 125 c. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang disertai upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM; d. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan; e. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas penelitian dan pengembangan pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta, dan masyarakat; f. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar-UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar; g. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar-UKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan h. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat koperatif. 4. Pemberdayaan Usaha Skala Mikro Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup: a. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal; 126 b. Penyediaan skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan; c. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan institusional; d. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM); e. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta bimbingan teknis manajemen usaha; f. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha; g. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya, dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha; h. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan perajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan i. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan, terutama di daerah tertinggal dan kantongkantong kemiskinan. 2.2.3 Sasaran UKM 1. Sasaran pemberdayaan UKM dalam tahun sekarang; 2. Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah; 3. Berkembangnya usaha koperasi dan UKM di bidang agribisnis di perdesaan; 4. Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 127 5. Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan; 6. Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang ditetapkan oleh Kabinet Indonesia Bersatu, maka pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat: 1. Pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan investasi 2. Penyerapan tenaga kerja oleh ukm 3. Produktivitas pembentukan pdb usaha mikro dan kecil 4. Stabilitas ekonomi makro 5. Kehidupan yang aman, damai, adil, demokratis, dan sejahtera 2.3 Pengaruh Usaha Kecil dan Menengah dengan Perekonomian Masyarakat Setempat Kebijakan pemberdayaan UKM dalam tahun lalu secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Dalam kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan. Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro / informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan 128 usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pemberdayaan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu, UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. UKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluasluasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan. Usaha mikro, kecil, dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode tahun lalu, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 664.740 orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 126.451 orang. Pada sisi lain, usaha besar justru mengurangi jumlah pekerja sebanyak 27.593 orang selama periode tersebut. Hal ini 129 merupakan bukti bahwa UKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian Indonesia. 2.4 Contoh UKM Semakin meningkatnya perkembangan zaman yang menuntut pemenuhan kebutuhan menjadikan kami termotivasi untuk membuat suatu usaha. Kami membuat suatu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berupa makanan khas desa kami sendiri yaitu Keripik Gemblong. Desa Citangtu merupakan daerah yang memiliki wilayah perkebunan yang luas serta dapat menghasilkan penjualan singkongnya yang sangat tinggi. Sehingga kami berinisiatif untuk mengolah singkong ini menjadi sebuah makanan yang berbeda dari hanya sekedar singkong. Pembuatan usaha pengolahan singkong ini tercipta dari adanya ide dan peluang yang baik sebagai suatu usaha yang sangat menguntungkan. Pada tahun 1999, pabrik pengolahan singkong ini kami dirikan berdua atas dasar ingin merubah perekonomian keluarga dikarenakan Bapak Sabda sedang tidak mempunyai pekerjaan. Dan akhirnya dengan seiringnya waktu karya olahan makanan kami ini banyak di gemari oleh masyarakat baik golangan ekonomi rendah sampai pada golongan ekonomi tinggi khususnya di Kota kuningan, malahan hingga keluar Kota Kuningan. Kegiatan memproduksi olahan makanan Kripik Gemblong ini alhamdulillah masih bertahan sampai sekarang ini. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : Alat yang digunakan : 1. Tungku 2. Kayu Bakar 3. Kuali 4. Mesin Penggiling 5. Cetakan Kripik Bahan yang digunakan : 1. Singkong asli khas Citangtu 2. Minyak Goreng 3. Bawang Putih ( dihaluskan) 4. Bawang Daun ( dicincang) 5. Oncom ( dihaluskan) 6. Cabe Merah ( dihaluskan) 7. Gula Putih dan Garam 130 8. Penyedap Rasa 9. Air Cara A ( Rasa Original ) : Bawang putih ( dihaluskan ), bawang daun ( dicincang ), garam, penyedap rasa, dan air. Semuanya di aduk hingga rata. Cara B ( Rasa Pedas ) : Cabe merah ( dihaluskan ), bawang putih ( dihaluskan ), bawang daun ( dicincang ), garam, penyedap rasa, dan air. Semuanya di aduk hingga rata. Cara C ( Rasa Oncom ) : Oncom ( dihaluskan ), bawang putih ( dihaluskan ), bawang daun ( dicincang ), garam, penyedap rasa, dan air. Semuanya di aduk hingga rata. Proses Produksi : 1. Di Kupas dan cucilah Singkong sampai bersih, 2. Giling Singkong yang sudah bersih itu dengan menggunakan mesin sampai halus, 3. a) Aduk Tepung Singkong dengan Cara A jika ingin membuat kripik singkong yang Rasa Original sampe merata. b) Aduk Tepung Singkong dengan Cara B jika ingin membuat kripik singkong yang Rasa Pedas sampe merata. c) Aduk Tepung Singkong dengan Cara C jika ingin membuat kripik singkong yang Rasa Oncom sampe merata. 4. Cetak adonan Kripik Singkong tersebut dengan bentuk bulat. 5. Kemudian goreng dengan menggunakan minyak yang sudah panas sampai berubah warna menjadi kecoklatan lalu angkat dan tiriskan. 6. Selanjutnya Kripik Singkong (Gemblong) siap kemas. Berikut adalah dokumentasi kegiatan wawancara di pabrik Kripik Gemblong Citangtu 131