DAMPAK PENGGUNAAN TEKNOLOGI PERTANIAN TERHADAP SISTEM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TANI DESA MAREDA KALADA KECAMATAN WEWEWA TIMUR KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi Oleh : Ferdinand Edy Sudy 352010014 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 KATA PENGANTAR Dalam perjalanan saya menempu pendidikan S1 ada begitu banyak pelajaran yang dapat saya petik sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan diri baik dari segi sikap maupun perilaku. Saya dapat belajar dari pengalaman saya sendiri, dari teman-teman dan dosen-dosen yang selama ini mengajarkan saya. Dan tidak hanya itu, saya juga dapat belajar dalam lingkungan sekitar. Dalam proses saya selama menempu pendidikan S1 terkadang mudah terkadang susah, terkadang manis terkadang pahit itu semua menimbulkan pelajaran yang tidak mudah dilupakan. Proses yang selama ini saya lalui dalam menempu pendidikan S1 dapat dipetik hikmahnya. Apa bila terjadi kesalahan dan kegagalan pada masa yang akan datang kita berupaya untuk mengoreksi dan memperbaiki diri. Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan karunianya, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dapat selesai juga atas andil dari banyak pihak, dan melalui ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.Dr. Ir. Sri Suwartiningsih, M,Si selaku pembimbing, atas kesediaan membimbing, memberikan koreksi dan saran, yang membangun bagi saya hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2.Kedua orang tua terkasih, bapak Samuel Bora Sudy dan mama Elisabet L. Kulla, yang telah berjuang untuk kami anak-anaknya, khususnya terhadap saya. Terima kasih untuk segala pengorbanan dan perjuangan kalian yang telah membesarkan dan mendidik saya. Dengan mengingat perjuangan dan pengorbanan itu saya termotivasi untuk lebih setia dan bersungguh-sungguh dalam proses belajar, merekalah kekayaan kami yang tidak ternilai harganya. Terima kasih untuk setiap doa dan kasih sayang yang telah diberikan. 3.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), khususnya Program Studi Sosiologi, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu dan pengetahuan. Terima kasih kepada seluruh staf dosen atas bekal ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya selama menjadi mahasiswa. Juga kepada staf pegawai di fakultas atas dukungan kelancaran administratif sehingga penulis dapat sampai pada tahap akhir sebagai mahasiswa. 4.Pemerintah Desa Mareda Kalada, atas kesempatan, kesediaan yang diberikan kepada saya untuk meneliti, memperoleh data, terima kasih untuk dukungannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. 5.Sahabat dan saudara di Keluarga Besar PERWASUS, Keluarga besar PEKAWETI, Lembaga Kemahasiswaan FISIPOL, saudara-saudari Resimen Mahasiswa (Menwa) UKSW, terima kasih untuk kasih sayang, pembelajaran dan pengetahuan yang saya dapat di luar ruang kelas, bersama sahabat dan saudara sekalian, terima kasih juga untuk doa dan dukungannya. Akhirnya, segala pujian dan hormat hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, karena dialah yang layak menerima semua itu. “sebab segala sesuatu adalah dari dia, dan oleh dia, dan kepada dia: bagi dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma. 11:36) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………....……........................... I LEMBAR PENGESAHAN ………………………..………………….............. II PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................................. III PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ...................................................... KATA PENGANTAR ………………………..…………….............................. IV V DAFTAR ISI ……………………………………………………....................... VIII DAFTAR BAGAN ............................. …………………..……………………... IX DAFTAR TABEL ……………………………………………………............... X MOTTO …………………………………………………………………........... XI SARIPATI ….......……………....……………………………………................ XII ABSTRACT ........................................................................................................ XIII BAB I BAB II PENDAHULUAN ………………………………………….......... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………....... 1 1.2. Rumusan Masalah ……………………………………......... 5 1.3. Tujuan Penelitian................……………………………….. 5 1.4. Manfaaat Penelitian ....…………………………………...... 5 1.5. Batasan Konsep Penelitian ...…………………………........ 6 LANDASAN TEORITIS …………………………..…………… 7 2.1. Pengertian pertanian ......................................…………....... 7 2.2. Pengertian Teknologi Pertanian …...……………………… 8 2.3. Dampak perkembangan Teknologi Terhadap kehidupan Sosial Masyarakat ................................................................ 9 2.4. Sistem Sosial Budaya.....…..............................................… 11 2.5. Dapak Teknologi Pada Kebudayaan .................................... 15 2.6. Teknologi Dan Kebudayaan Manusia ................................. 17 2.7. Kerangka Pikir Penelitian ………………….............……… 19 2.8. Penelitian Terdahulu ............................................................. 20 BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………...... 24 3.1. Pendekatan Penelitian .....………………………………....... 24 3.2. Jenis Penelitian …………………………………………...... 25 3.3. Unit Analisis Dan Unit Pengamatan .........…………………. 25 3.4. Jenis Data dan Sumber Data ...................………................... 25 3.4.1. Data Sekunder …………………………………....... 25 3.4.2. Data Primer ……………………............................... 26 3.5. Lokasi Penelitian ……………………….................................. 26 3.6. Teknik Pengumpulan Data …………........................………... 26 3.6.1. Wawancara ………………..........………………..... 26 3.6.2. Dokumentasi ............................................................. 27 3.6.3 Ovservasi..... ............................…………………… 27 3.7. BAB IV BAB V Teknik Pengolaan Data …………......………………………... 27 GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO ………………........ 28 4.1. Letak dan Batas Desa Mareda Kalada …………...................... 28 4.2. Penduduk Dan Mata Pencarian Penduduk ............................... 4.3. Fasilitas Pendidikan .................................................................. 31 4.4. Fasilitas Kesehatan ................................................................... 4.5. Teknologi Pertanian .................................................................. 32 4.6. Struktur Pemerintahan Desa ..................................................... 29 31 33 PEMBAHASAN ............................................................................ 34 5.1 Teknologi Pertanian Di Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur ............................................................ 34 Awal Masuk dan Penggunaan Teknologi Pertanian di Desa 5.2. Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur ................. 5.3. 35 Penggunaan Teknologi Pertanian di Desa Mareda Kalada 36 Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur ................................................ 5.4. Sistem Sosial Budaya Masyarakat Tani di Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur........................................ 5.5. 39 Deskripsi Perubahan Teknologi Pertanian Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur ....................................... 5.6. 44 Dampak Teknologi Pertanian Terhadap Sistem Sosial Budaya Petani Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur 5.7. 47 Luas, dalam dan cepatnya perubahan sistem sosial budaya masyarakat tani desa Mareda Kalada akibat dari penggunaan teknologi moderen .................................................................... BAB VI 53 PENUTUP ....................................................................................... 55 6.1. Kesimpulan ............................................................................... 55 6.2 Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….....……………… LAMPIRAN........................................................................................................... 57 58 DAFTAR BAGAN Bagan Halaman 2.7. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 19 4.6. Struktur Pemerintahan Desa Mareda Kalada........................................ 33 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1. Tataguna Lahan di Desa Mareda Kalada.............................................. 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur ..................................... 30 4.3. Fasilitas Pendidikan ............................................................................. 31 4.4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.............................................................. 31 4.5. Industri Pengelolahan Dibidang Pertanian ........................................... 32 5.1. Perubahan Pada Teknologi Pertanian di Desa Mareda Kalada ............ 44 5.2. Uraian 5.3. Proses Produksi Pertanian Sebelum Dan 29 Sesuda Menggunakan Teknologi Pertanian ..................................................... 45 Jenis Padi Dahulu (Lokal) dan Padi Sekarang ..................................... 49 MOTTO Motto Dalam Menempu Pendidikan Menempu dengan keyakinan Menjalankan dengan keiklasan Menyelesaikan dengan penuh kebanggaan Motto Dalam Pergaulan Jalan terbaik mencari kawan adalah Kita harus berlaku sebagai kawan dan menerima kawan apa adanya SARIPATI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan perubahan teknologi moderen tradisional ke teknologi dan dalam bidang pertanian menyebabkan terjadinya perubahan sistem sosial budaya, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi moderen dapat berakibat baik dapat pula buruk. Tujuan penelitian ini secara umum yakni ingin mengetahui perubahan komponen teknologi pertanian dan perubahan sistem sosial budaya, bahwa teknologi pertanian moderen yang digunakan oleh petani di desa Mareda Kalada memperlihatkan betapa besarnya perubahan yang timbulkan didalam sistem sosial, tata nilai kebudayaan dan nilai kepercayaan masyarakat tani itu sendiri mulai memudar. Keadaan pertanian di desa Mareda Kalada menujukan bahwa sistem kekeluargaan antara petani dan rasa solidaritas antara petani menurun, hal ini juga menunjukan terjadinya pertukaran relasi yang dulunya petani dengan petani saling bahu membahu sekarang sejak penggunaan teknologi pertanian moderen berubah menjadi petani dengan pengusaha (teknologi). Hal tersebut menimbulkan keterngantungan petani terhadap teknologi moderen dan membuat petani menjadi petani yang tidak bisa mandiri akibat dari penggunaan teknologi tersebut. Sedangkan sistem pertanian di Indonesia adalah sistem pertanian yang berbudaya tidak semata-mata hanya mengelola lahan persawahan tetapi juga menunjukan identitas sebagai petani yang berbudaya dan mandiri. Kata kunci: Petanian tradisional, Petanian moderen, Teknologi Pertanian, Dampak, Perubahan Sistem sosial Budaya. ABSTRACT The background of this research is there are some changes from traditional technologies to modern technologies in the agricultural field that affects the socio-cultural system. The impact of the changes could be good and bad as well. In general the purpose of this research is to find out the changes of the agricultural technology components and the changes in socio-cultural system, that modern agricultural technology used by the farmers at Mareda Kalada village shows a big change in their social system, cultural value, and beliefs among farmers that start fading. The agricultural situation in Mareda Kalada village shows that their kinship system among farmers and their solidarity among the farmers decrease. This also shows that there are an exchange relationship that once farmers and other farmers work all together, but nowadays when they start using modern agricultural technologies, the relationship shifts into the farmers and businessmen (technologies supplier). It creates the farmers’ dependency to modern agricultural technologies and makes the farmers become dependent farmers. Whereas, the agricultural system in Indonesia is a civilized system, not merely managing the rice field but also shows the identity as civilized and independent farmers. Key words: traditional agriculture, modern agriculture, agricultural technologies, effect, changes of socio-cultural system. 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tanaman dan hewan. Semua itu merupakan hal yang penting. Secara garis besar, pengertian pertanian dapat diringkas menjadi proses produksi, petani atau pengusaha, tanah tempat usaha, usaha pertanian (farm business). Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil peranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpul dan pemburu, pertanian primitif, pertanian tradisional sampai dengan pertanian modern.Dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mempercepat habisnya pangan yang ada di alam sekitar mereka. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka (petani) berpindahpindah tempat. Selanjutnya perpindahan tersebut tidak lagi dapat memecahkan masalah karena jumlah manusia sudah tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan secara alami. Akhirnya, mereka (petani) mulai berpikir untuk mengetahui mengapa masalah itu timbulserta berusaha memecahkannya walaupun dengan cara atau tindakan yang menurut ukuran sekarang sangat sederhana.(Soetriono, 2006:1-3). Pembangunan pertanian pada dasarnya adalah suatu proses perubahan pada berbagai aspek dibidang pertanian perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada mekanisme dan teknologi namun juga berdampak pada sistem sosial budaya. Dalam bidang pertanian, perubahan perubahan sosial budaya petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin, seperti pemakaian traktor tangan mesin rontok dan lain sebagainya. penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan sistem sosial budaya masyarakat. Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan pengelolaan usaha tani dari tradisionalke pertanian yang lebih maju dengan penggunaan teknologi-teknologi baru. Modernisasi dapatdiartikan sebagai transformasi yaitu perubahan. Dalam arti yang lebih luas transformasi tidakhanya mencakup perubahan yang terjadi pada bentuk luar, namun pada hakekatnya meliputibentuk dasar, fungsi, struktur, atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat (Pranadji, 2000). Modernisasi dapat diartikan sebagai bentuk, ciri, struktur dan kemampuan sistemkegiatan agribisnis dalam menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, danmenyehatkan perekonomian masyarakatpelakunya. Pranadji (2000)mengatakan bahwa transformasi atau usahapertanian dapat disejajarkan dengan transformasi pedesaan. Dipandang dari aspek sosio budaya,transformasi pertanian identik dengan prosesmodernisasi dan pembangunan masyarakatpertanian di pedesaan. Sayagyo (1985: 10)mengartikan modernisasi suatu masyarakatadalah suatu proses transformasi, yaitu suatuperubahan masyarakat dalam segala aspekaspeknya. Salah satu perubahan yang terjadi dibidang pertanian yakni penggunaan teknologi petanian. Schumacher (1987) berpendapat bahwa keberhasilan teknologi pertanianyang akan diintroduksi pada suatu daerah sangat tergantung dari sumber daya manusia, sumber daya alam serta keadaan sosial ekonomi, sementarapendekatan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan teknis yaitu suatu pendekatan yang berkaitan dengan kondisi geografis, sarana dan prasarana untuk mendukung teknologi dimaksud cukup tersedia dan masyarakat mampu menggunakan teknologi tersebut 2. Pendekatan sosial yaitu cara pendekatan sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat setempat, dan introduksi teknologi ini tidak menimbulkan keresahan, ataupun pertentangan sosial masyarakat 3. Pendekatan ekonomi yaitu suatu pendekatan dimana teknologi baru tersebut secara finansial terjangkau dan secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pengguna teknologi tersebut 4. Pendekatan lingkungan yaitu teknologi tersebut ramah lingkungan dan tidak mencemarkan lingkungan 5. Pendekatan politik yaitu suatu pendekatan yang mendapat dukungan dari pemerintah atau political will dari pemerintah secara jelas Jacob (2002) mengungkapkan bahwa teknologi pertanian adalah teknologi yang dihasilkan dari penggalian masyarakatsetempat dan dikembangkan, kemudian diintroduksi sertadirekomendasikan oleh lembaga penelitian. Sedangkan Nurpilihan (2008) berpendapat bahwa teknologi pertanian adalah suatupengembangan teknologi yang 2 telah ada dan dikuasai oleh masyarakatsetempat, ramah lingkungan dan sangat spesifik untuk mengolah komoditiunggulan daerah sasaran dan memberikan nilai tambah tinggi yang tinggi. Balai Pengkajian KerjaRepublik Indonesia Teknologi (2004) Pertanian telah dan Departemen mendefinisikan Tenaga pengertian dari teknologipertanian adalah sebagai teknologi yang dibutuhkan olehmasyarakat, didasarkan atas kesesuaikan wilayah dan merupakanpengembangan dari memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi serta mempunyai nilai tambah tinggi. Meskipun teknologi pertanian telah teruji keunggulannyadan aplikasinya dengan mudah dapat dilakukan oleh masyarakat setempattetapi menurut Nurpilihan (2007), ada beberapa faktor penghambat yangmenjadikan teknologi ini sulit diadopsi oleh masyarakat sasaran. Faktor-faktorpenghambat tersebut adalah: 1. Kesiapan sumber daya manusia belum optimal atau belum siap untuk menerima teknologi dimaksud. Ketidak siapan ini adalah disebabkan karena tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang merupakan pelaku teknologi masih rendah. 2. Keadaan sosial budaya petani yang amat sulit menerima informasi baru, selalu mempertahankan budaya turun menurun dari leluhurnya yang telah mendarah daging. 3. Aksesibilitas informasi dan sarana prasarana yang sulit dijangkau menyebabkan teknologi pertanian sukar berkembang 4. Sukarnya merubah kelembagaan yang sudah mengakar dalam kegiatan pertanian, merupakan penghambat dari pengembangan teknologi pertanian Mengkaji pengertian-pengertian teknologi pertanian di atas maka dapat disimpulkan bahwa teknologi pertanian adalah: 1. Teknologi atau pengembangan teknologi yang sudah berakar pada masyarakat setempat 2. Teknologi yang dikembangkan sangat tergantung dari komoditas unggulan setempat dengan tujuan kualitas produk dapat ditingkatkan 3. Teknologi dimaksud harus sesuai dengan kondisi lingkungan terutama kondisi sumber daya manusia, keadaan geografis setempat dan lainnya 4. Teknologi yang diintroduksi dapat diterima oleh masyarakat setempat dan tidak menimbulkan pertentangan. 3 5. Teknologi harus nyata dan konkrit serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Nurpilihan (2002), berpendapat bahwa teknologi adalah karya, cipta dan karsa manusia untuk menghasilkan produk dan jasa dengan nilai tambah yang tinggi. Rahardi (2008), menyimpulkan bahwa teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan demi kepentingan dan kesejahteraan. Teknologi tidak terlepas dari sumber daya manusia dan sumber daya alam demi membangun kemandirian suatu bangsa dan inihanya bisa dicapai kalau masyarakatnya menguasai teknologi. Habibie (1994), tranformasi teknologi di suatu negara akan selayaknya mengalami empat tahap alih teknologi yaitu: (1) tahap adaptasi teknologi, (2) tahap integrasi teknologi, (3) tahap pengembangan teknologi dan (4) tahap penelitian dasar. Dalam pengembangan teknologi perlu diperhatikan tiga hal yaitu: (1) mutu produk, (2) biaya murah dan (3) tepat waktu. Siswo (2005),berpendapat bahwa keberhasilan teknologi dapat diukur dari empat faktor yaitu: 1. Teknologi harus menghasilkan nilai lebih, mempunyai kemampuan yang semakin bervariasi untuk memenuhi keperluan yang makin beragam, hemat dalam menggunakan sumber daya termasuk energi. 2. Teknologi harus menghasilkan produktivitas ekonomi atau keuntungan finansial. Salah satu cara untuk menghitung produktivitas teknologi adalah menghitung rasio output rupiah. Teknologi yang tidak menghasilkan keuntungan atau nilai produktivitasnya kurang dari satu, disebut nonperforming atau tidak berkinerja, biasanya teknologi ini perkembangannya tidak berkelanjutan (sustainable). 3. Teknologi harus dapat diterima oleh masyarakat pengguna, hal ini dibutuhkan agar bermanfaat bagi pengguna, disukai, mudah digunakan dapat diperoleh dengan mudah dan tidak bertentangan dengan kebiasaan pengguna, secara sosial, teknis dan ekonomis dapat diterima. 4. Teknologi harus serasi dengan lingkungan agar keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat penggunanya serta berkesinambungan. Dari beberapa pengertian-pengertian teknologi yang dikemukakan oleh beberapa para pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa bila kita berbicara teknologi khususnya 4 teknologi pertanian maka kata kunci yang termakna di dalamnya adalah: kegiatan sumber daya manusia, alat mesin dan jasa dibidang pertanian. nilai tambah yang tinggi. Sedangkan bila akan mentransformasikan teknologi terutama pada negara-negara yang sedang berkembang maka empat tahap transformasi teknologi yang dianjurkan oleh Habiebie (1994) perlu mendapat perhatian. Menyimak persyaratan-persyaratan dalam penerapan teknologi terlebih khususnya teknologi pertanian makadapat disimpulkan bahwa teknologi pertanian ini sangatmungkin diterapkan pada daerah tertentu yang mempunyai komoditiunggulan daerah, agar nilai tambah dapat tercapai. 1.2. Rumusan masalah Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya masyarakat tani di desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur? 1.3.Tujuan penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui perubahan komponen teknologi pertanian dan sistem sosial budaya masyarakat tani di Desa Maredakalada. Secara lebih spesifik, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendiskripsikan teknologi pertanian yang digunakan petani di desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur? 2. Menjelaskan dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya petani di desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur? 1.4. Manfaat penelitian Penelitian diharapkan akan menghasilkan gambaran yang jelas mengenai penggunaan teknologi pertanian yang terjadi sebelum dan sesudah penerapan di Wewewa Timur khususnya pada masyarakat tani di daerah desa Mareda Kalada, serta pengaruhnya terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Gambaran ini juga diharapkan untuk memberi masukan pada instansi terkait dan organisasi 5 masyarakat setempat untuk merancang pengembangan pertanian tanaman pangan khususnya usahatani padi pada masa mendatang. 1.5. Batasan konsep penelitian 1. Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik negatif maupun positif. (Surayin 2001). 2. Teknologi pertanian adalah suatu alat untuk mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dalam hal menyediakan kebutuhan dasar dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi. (Akmadi 2004) 3. Sistem sosial budaya merupakan suatukeseluruhan dari unsur-unsur tata nilai,tata sosial, dan tata laku manusia yang salingberkaitan dan masing unsur bekerjasecara mandiri serta bersama-sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuanhidup manusia dalam masyarakat. Ranjabar.(2006) 4. Kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat-istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.(Tylor2009) 6 Bab II Kajian Teoritis 2.1. Pengertian Petani A.T. Mosher (1985) juga membagi pertanian dalam dua golongan, yaitu pertanian primitif dan pertanian modern. Pertanian primitif diartikan sebagai petani yang bekerja mengikuti metode-metode yang berasal dari orang-orang tua dan tidak menerima pemberitahuan (inovasi). Mereka yang mengharapkan bantuan alam untuk mengelolah pertaniannya. Sedangkan pertanian modern diartikan sebagai yang menguasai pertumbuhan tanaman dan aktif mencari metode-metode baru serta dapat menerima pembaruan (inovasi) dalam bidang pertanian. Petani macam inilah yang dapat berkembang dalam rangka menunjang ekonomi baik dibidang pertanian maupun dibidang-bidang lainnya. Berdasarkan pendapat Wolf (1983:8) yang menyatakan bahwa: “petani adalah sebagian penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam proses cocok tanam dan secara otonom menetapkan keputusan atas cocok tanam tersebut” Nampaknya defenisi yang dikemukakan Wolf menitik beratkan pada kegiatan seseorang secara nyata bercocok tanam, dengan demikian mencakup penggarapan dan penerimaan bagi hasil maupun pemilik, penggarap, selama mereka berada pada posisi membuat keputusan yangrelevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka, namun tidak termasuk nelayan dan buruh tani yang tidak bertanah. Petani merupakan semua orang yang berdiam di pedesaan yang mengelola usaha pertanian yang membedakan dengan masyarakat lainnya adalah factor pemilikan tanah atau lahan yang dimilikinya (Soekamto, 1983:25). Selanjutnya Wolf (1983:27) membedakan petani yaitu (1) petani pemilik adalah petani memiliki lahan dan memberikan kepada orang lain untuk diolah, (2) petani penggarap yaitu petani yang menggarap atau mengerjakan lahan orang lain. Jadi antara petani pemilik dan penggarap terjadi kesepakatan atau interaksi yang membentuk suatu hubungan social. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka petani adalah semua orang yang berdiam dipedesaan yang mengelola usaha pertanian serta membedakan dengan masyarakat lainnya adalah factor pemilikan tanah atau lahan yang dimilikinya 7 selain konteks petani sebagai peasant ada juga petani sebagai pengusaha tani (farmer). 2.2. Pengertian Teknologi Pertanian Teknologi diartikan sebagai ilmu terapan dari rekayasa yang diwujudkan dalam bentuk karya cipta manusia yang didasarkan pada prinsip ilmu pengetahuan. Menurut Prayitno dalam Ilyas (2001), teknologi adalah seluruh perangkat ide, metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan menurut Mardikanto (1993), teknologi adalah suatu perilaku produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu dalam rangka mendorong terjadinya perubahan individu dan atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Soeharjo dan Patong (1984) dalam Wasono (2008) menguraikan makna teknologi dalam tiga wujud yaitu cara lebih baik, pemakai peralatan baru dan penambahan input pada usahatani. Lebih lanjut dikatakan bahwa teknologi hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut : (1) teknologi baru hendaknya lebih unggul dari sebelumnya, (2) mudah digunakan, dan (3) tidak memberikan resiko yang besar jika diterapkan. Mosher (1985), teknologi merupakan salah satu syarat mutlak pembangunan pertanian. Sedangkan untuk mengintroduksi suatu teknologi baru pada suatu usahatani menurut Fadholi (1991), ada empat faktor yang perlu diperhatikan yaitu (1) secara teknis dapat dilaksanakan, (2) secara ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial dapat diterima dan (4) sesuai dengan peraturan pemerintah. Suatu teknologi atau ide baru akan diterima oleh petani jika (a) memberi keuntungan ekonomi bila teknologi tersebut diterapkan (profitability), (b) teknologi tersebut sesuai dengan lingkungan budaya setempat (cultural compatibility), (c) kesesuai dengan lingkungan fisik (physical compatibility), (d) teknologi tersebut memiliki kemudahan jika diterapkan, (e) penghematan tenaga kerja dan waktu dan (f) tidak memerlukan biaya yang besar jika teknologi tersebut diterapkan (Mardikanto,1993). 8 2.3. Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat 1. Kehidupan sosial masyarakat pertanian sebelum dipergunakannya sistem pertanian modern (tradisional). Pekerjaan petanian dilakukan oleh wanita, baik penanaman, pemeliharaan maupun pemanenan. Panen selalu dikerjakan oleh wanita dengan menggunakan pisau kecil yang disebut (ani-ani) untuk memotong tangkai-tangkai padi itu satu demi satu. Oleh karena itu cara panen semacam itu sangat banyak membutuhkan tenaga tambahan, yang diperoleh dengan menyewanya dengan upah berupa bagian dari padi yang dipotong. Sementara menunggu penanaman padi tiga sampai empat bulan, petani penanam palawija. Cara untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan mengolah lahan pertanian dilakukan secara gotong royong. Tenaga kerja diberi upah secara adat ataupun berupa uang. Sistem upah buruh tani di Jawa disebut sistem (bawon).“pembagian upah menuai padi yang berdasarkan banyak sedikitnya padi yang dipotong” Sistem pembayaran buruh tani secara adat bisa mempunyai akibat baik, karena buruh tani berusaha bekerja segiat-giatnya untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya, sehingga upahnya pun dapat bertambah banyak. Upah berupa uang adalah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim juga di seluruh Indonesia. Walaupun cara ini merupakan suatu sistem yang relatif baru di Indonesia. Para petani sering memiliki bantuan tenaga buruh yang tetap, yang memberikan bantuan dalam pertanian pada waktu-waktu sibuk, dan yang juga membantu dalam rumah tangga di waktu senggang. Tujuh puluh hingga sembilan puluh tahun yang lalu pemotong padi beramai-ramai datang untuk membantu menuai padi yang menurut adat boleh membawa pulang sebagian padi yang telah dipotong. Sistem ini disebut sistem (bawon)“pembagian upah menuai padi yang berdasarkan banyak sedikitnya padi yang dipotong”. Hubungan kekerabatan menjadi sangat erat di kalangan tetanggga yang memunculkan hubungan patronklien. Secara sangat radikal, sekitar empat puluh tahun yang lalu di Jawa timbul sistem pengerahan tenaga panen yang baru dengan cepat menghapus adat sistem bawon dengan sistem tebasan. Seorang pemilik usaha tani menjual sebagian besar padinya yang sudah menguning kepada pedagang dari luar desa untuk mengusahakan pemotongan padinya. Penebas membawa buruh potong padi jauh lebih sedikit orang, sekitar empat-lima orang saja. Mereka membabat sawah secara efisien dengan menggunakan sabit (Koentjaraningrat, 1984:105-107). 9 2. Kehidupan sosial masyarakat pertanian setelah dipergunakannya sistem pertanian modern Kira-kira sekitar empat puluh tahun yang lalu seorang petani meminta tolong kepada isteri tetangga atau kenalannya untuk menumbuk padinya. Mereka akan menerima sebagian dari padi yang mereka tumbuk sebagai kompensasi atas bantuannya. Kemudian masyarakat desa di Indonesia mengenal mesin huller, yaitu mesin kecil penggiling padi yang dapat dibeli oleh petani-petani kaya. Mereka tidak memakai mesin itu untuk dirinya sendiri, sering juga menyewakannya kepada petani lain. Dengan menggunakan mesin huller itu padi dapat digiling secara efisien tetapi sebaliknya wanita penumbuk padi akan kehilangan mata pencaharian tambahannya. Proses pergeseran cara pengerahan tenaga tani dari gotong royong menjadi sistem sewa menyebabkan tenaga buruh tani menjadi sangat murah. Petani-petani di Jawa masa kini biasanya memang banyak mempunyai sumber-sumber mata pencaharian lain di luar pertanian. Kecuali berdagang atau berjualan di desa, mereka juga berdagang atau berjualan di kota-kota yang dekat maupun yang jauh dari desa tempat tinggal mereka. Di samping itu mereka sering bekerja sebagai buruh musiman pada waktu-waktu mereka tidak sibuk dalam sektor pertanian atau bilaman pekerjaan dapat diserahkan kepada isteri atau buruh tani. Untuk menjadi buruh musiman mereka pergi ke kota-kota yang letaknya seringkali cukup jauh dari desa mereka, dan bekerja sebagai kuli atau buruh kasar di berbagai macam proyek pembangunan yang akhir-akhir ini ada di hampir semua kota di Jawa. Kecuali itu kita juga mengetahui bahwa banyak petani pergi ke kota-kota secara musiman untuk bekerja sebagai tukang becak, dan yang tidak dapat dilupakan tetapi tidak cukup mendapat perhatian dari Geertz, ialah bahwa rumah tangga petani di Jawa juga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari berbagai macam kegiatan usaha yang dilakukan para isteri dan angota wanita dalam rumah tangga, serta dari aktivitas-aktivitas anaknya. Seorang petani yang tidak memiliki tanah mungkin juga memiliki sebuah warung yang diusahakan oleh isterinya, sedangkan ia sendiri pada awal musim bercocok tanam sibuk bekerja sebagai buruh tani pada petani-petani lain yang biasanya berasal dari desa lain. Sering juga petani yang tidak memiliki tanah itu menjadi buruh pekerja jalan atau pekerja bangunan dalam suatu jangka waktu yang pendek, yaitu misalnya selama tiga bulan, berdasarkan suatu kontrak. 10 Mungkin juga ia pergi ke kota untuk bekerja sebagai tukang becak. Jadi walaupun ia masih cukup aktif dalam sektor pertanian, seorang petani yang tidak memiliki tanah itu tidak menyebut dirinya seorang petani. Ia juga tidak mau atau jarang menyebut dirinya buruh pekerja jalan atau buruh bangunan, tetapi lebih sering menamakan dirinya pemilik warung, walaupun penghasilannya dari sektor ini tidak banyak. Menjadi tukang warung dirasakannya lebih menaikkan gengsinya daripada menjadi buruh tani, pekerja jalan, buruh pabrik, ataupun tukang becak.(Koentjaraningrat, 1984:107-110). 2.4.Sistem sosial Budaya Nasikun (2010), Talcott Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Sebagai komponen utama pemikiran Parsons adalah tentang adanya proses diferensiasi, yaitu asumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat menurut akan berdampak terhadap pertumbuhan kemampuan yang lebih baik bagi masyarakat itu sendiri, khususnya untuk menanggulangi permasalahan hidupnya.penjelasan persoalan struktural fungsional, Parsons mengedepankan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Satu fungsi adalah merupakan kumpulan kegiatan yang ditunjukkan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Untuk bisa bertahan, Parsons mengajukan empat fungsi yang harus dimiliki oleh setiap sistem, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Adaptasi (adaptation) supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. 2. Pencapain tujuan (goal attainment) sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu. 3. Integrasi (integration) masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal. 11 4. Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada Setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui baik motivasi individu-individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi-motivasi itu. Keempat fungsi tersebut dikenal dengan sebutan AGIL yaitu Adaptasi (A/adaptation), pencapaian tujuan (G/goal attainment), integrasi (I/integration), dan latensi atau pemeliharaan pola (L/latency).Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme perilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi yaitu dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau goal attainment difungsikan oleh sistem kepribadian dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukan oleh sistem sosial, dan laten difungsikan sistem kultural. Sistem kultural bekerja dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi aktor untuk bertindak. Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang paling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang ada dibawahnya. Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme struktural dengan menjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut : 1. Sistem mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. 2. Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. 3. Sistem bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur. 4. Sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya. 5. Sistem akan memelihara batas-batas dengan lingkungannya. 6. Alokasi dan integrasi merupakan dua hal penting yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan system. 7. Sistem cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagianbagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang 12 berbeda dan mengendalikan kecendrungan untuk merubah system dari dalam. Nasikun (2010) Soerjono (2010) Bentuk-bentuk perubahan sosial Menurut Prof. Dr. Soerjono dapat terjadi dengan beberapa cara, seperti: 1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat. 1) Perubahan secara disebut evolusi, pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana atau suatu kehendak tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan konsdisi-kondisi baru yang timbul karena pertumbuhan masyarakat. 2) Perubahan secara cepat disebut revolusi, dalam revolusi perubahan yang terjadi direncanakan lebih dahulu maupun tanpa rencana. 2. Perubahan yang pengaruhnya kecil, dan perubahan yang pengaruhnya besar. 1) Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan pada unsur struktur sosial yang tidak bisa membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti dalam masyarakat. 2) Perubahan yang pengaruhnya besar seperti proses industrialisasi pada masyarakat agraris. 3. Perubahan yang di kehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki. 1) Perubahan yang dikehendaki adalah bila seseorang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin. 2) Perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung dari jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat yang tidak diingini. (Bottomore 1972:308-309) berusaha untuk menyusun suatu kerangka tentang perubahan sosial, yang mencangkup empat permasalahan pokok, sebagai berikut: 1. Dari manakah perubahan sosial itu berasal? Pertama-tama dapat dibedakan antara perubahan endogen dengan perubahan eksogen, yakni dimana yang pertama berasal dari dalam masyarakat tersebut dan yang kedua berasala dari luar. Aspek lain dari masalah ini adalah tentang penyataan, dimanakah perubahan dimulai pada suatu masyarakat tertentu, artinya lembaga-lembaga manakah 13 yang pertama kali mengalami perubahan. Paling sedikit dua problem berkaitan dengan hal itu, yakni mengenai faktor-faktor didalam perubahan dan kelompok sosial manakah yang menjadi pelopor perubahan. Bukti sejarah akan mengklarifikasikan proses-proses perubahan sesuai dengan bidangbidang kehidupan seperti, misalnya, ekonomi, politik, agama, sosial, hukum dan seterusnya. Kecuali dari itu maka dapat pula diadakan studi-studi terhadap sampai sejauh manakah proses difusi perubahan sosial terjadi pada bidangbidang lain dalam masyarakat yang bersangkutan. 2. Kondisi-kondisi awal apakah, yang menyebabkan terejadinya perubahanperubahan yang luas? Kondisi-kondisi awal mungkin mempengaruhi proses perubahan sosial dan memberikan ciri-ciri tertentu yang khas sifat nya. Kiranya sebab-sebab terjadinya kerajaan-kerajaan kuno, sistem feodal atau masyarakat kapitalis moderen tak dapat digeneralisasikan secara umum. Dewasa ini proses industrialisasi di afrika india dan lain-lain masyarakat, tentunya berbeda satu dengan yang lain. Kecuali dari itu, maka besarnya masyarakat maupun derajat kompleksitasnya merupakan faktor-faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Analisa sosiologis terhadap industrialisasi sebagai suatu proses perubahan akan lebih mudah, apa bila terdapat tipologi masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dan masyarakat-masyarakat yang kurang berkembang. 3. Bagaimanakah kecepatan dari proses perubahan sosial? Suatu proses perubahan sosial mungkin akan berlangsung cepat dalam jangka waktu tertentu, tetapi menjadi lambat pada jangka waktu lainya. Kecepatan perubahan dapat pula ditafsirkan sebagai akselerasi atau deseleasi. Ogburn dan Ginsberg, misalnya mengemukakan bahwa kecepatan perubahan teknologi pada masyarakat-masyarakat industrial, sangat meningkat, hal mana ternyata dari banyaknya jumlah hak paten yang dikeluarkan. Suatu perbedaan yang perlu dipertimbangkan adalah perbedaan antara perubahan graduil dengan perubahan revolusioner (sebagai suatu bentuk perubahan yang cepat) didalam bidang-bidang teknologi dan ekonomi tidak terlalu sulit untuk mengidentifikasikan terejadinya perubahan-perubahan revolusioner beserta sebab-sebab dan akibat-akibatnya. Childe, misalnya, menggambarkan ekonomi produksi bahan makanan sebagai revolusi neolitis. Heilbroner telah 14 menggambarkan dokumentasi dan menganalisa tahap-tahap revolusi industri moderen. 4. Sampai seberapa jauhkah proses perubahan sosial bersifat kebetulan,atau disengaja atau dikehendaki? Sudah tentu dapat dikatakan bahwa perubahanperubahan sosial dapat disegaja dan dikehendaki, oleh karna bersumber pada perilaku dari para pribadi yang didasarkan pada kehendak-kehendak tertentu. Akan tetapi tidaklah mustahil bahwa perilaku tersebut menghasilkan akibatakibat yang tidak dikehendaki, sehingga malahan mengakibatkan terjadinya konflik. Oleh karena itu maka ada kecenderungan untuk terlebih dahulu menentukan tujuan perubahan, sehingga akibat-akibat yang tidak dikehendaki dapatlah dicegah sebanyak mungkin dan sedini mungkin sudah tentu ada halhal yang tak dapat diperhitungkan terlebih dahulu, namun hal itu dapat dicegah dengan menyusun program-program dengan proyeksi jauh kemuka. (Bottomore 1972:308-309) . 2.5. Dampak Teknologi Pada Kebudayaan Jika kita merumuskan kebudayaan secara luas yakni apa saja yang dilakukan dan dipikirkan oleh manusia termasuk segala peralatan yang digunakannya, maka teknologi adalah anak kandung kebudayaan, di samping perangkat budaya yang lain, seperti ilmu, seni, filsafat, sistem nilai, keterampilan, perdagangan, arsitektur, dan sebagainya. Jika kita menusuri sejarah teknologi maka kita dapat melihat betapa teknologiyang dilahirkan sebagai anak kandung suatu kebudayaan itu, mempunyai dampak yang besar terhadap kebudayaan itu sendiri, dan dampak ini tidak selalu baik, malahan sering berakibat buruk bagi masyarakat dan manusia. Biasanya kesadaran satu teknologi yang dilahirkan itu mempunyai dampak buruk baru timbul, setelah akibat buruk itu terjadi. Hinggah masa singkat yang lampau, segala pengembangan teknologi baru disambut dengan penuh sukacita, karena disangka akan membawa kemajuan dan perbaikan hidup manusia. Teknologi moderen cenderung mempercepat tempo kehidupan: pekerjaan serba lebih cepat, komunikasi secepat kilatan cahaya momentum perdagangan dan keuangan didukung oleh kecepatan teknologi telkom. Siapa lambat akan ketinggalan, dan akan kalah dalam persaingan. (mangunwijaya 1985: 1-6) 15 Kita melihat betapa kebudayaan seakan ketinggalan dipacu oleh kemajuan teknologi yang begitu cepat. Ini saja umat manusia telah hidup sejak lama dibawah bayagang ancaman kebinasaan oleh bom nuklir. Seakan kemajuan-kemajuan teknologi mederen itu mempunyai kemauannya sendiri, dan mendorong orang menderita akibat-akibat yang tidak dikehendakinta. Seakan manusia lepas pengawasan atas teknologi yang dikembangkannya sendiri. Manusia seakan terhoyong-hoyong melangkah disepanjang jalan yang dibuka oleh teknologi yang dikembangkannya sendiri, tetapi jalan yang belum dikenalnya dengan baik segala liku-liku dan bahayanya. Manusia seakan tak memiliki perlengkapan kebudayaan yang diperlikan untuk menghindarkan teknologi yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif, dan juga seakan tak berdaya menghindarkan akibat-akibat sampingan teknologi yang tidak disadari sebelumnya. Kemajuan sains dan teknologi berlangsung amat cepat. Perubahan sosial yang ditunjukannya juga amat besar, dan karena temponya yang tinggi, orang tidak diberi waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan seperti mengubah sikap-sikap mental dan hidup, hubungan manusiawi dan masyarakat, struktur politik, ekonomi, dan sosial, dan juga hubungan antar bangsa. Mungkin ini persoalan adalah kenyataan bawah kemajuan teknologi telah tidak dibarengi dengan kemajuan kebudayaan kita. Tidak mampunya kita secara kreatif menata kembali hubungan dan struktur sosial, politik dan ekonomi kita tidak mampunya kita mengembangkan dan memperkuat nilai-nilai moral kita, dan bertambah kuatnya kedudukan nilai-nilai buruk, seperti mementingkan kepentingan sendiri atau kelompok sendiri, mental yang buruk kemunafikan menyebabkan dampak teknologi bertambah buruk bagi kebudayaan kita, dan ketimpangan-ketimpangan sosial, ekonomi, politik, dan hukum berlangsung terus. Ketimpangan-ketimpangan itu tidak dapat diselimuti dengan semboyan maupun keterangan yang muluk-muluk. (mangunwijaya 1985: 6-8) 16 2.6. Teknologi Dan Kebudayaan Manusia Manusia binatang teknologi, dan perubahan teknologi faktor fundamental dalam evolusi manusia. Inilah cara lain yang sederhana untuk mengatakan bawah manusia ialah binatang kebudayaan. Binatang-binatang lainpun punya teknologi(berang-berang mendirikan bandungan dan burung membangun saran), dan mereka kadankala memiliki pula bentuk kebudayaan yang bersifat elementar, mewarisi pengetahuan yang diperoleh dari generasi kegenerasi. Tetapi bagi manusialah perkakas dan kebudayaan merupakan faktor-faktor sentral dalam keberadaannya. Cuman manusialah yang terlibat secara kultural dalam arti dia secara sadar mampu mengubah lingkungan alam maupun dandanan biologisnya sendiri secara radikal. Meski dikatakan bawah perubahan teknologi merupakan faktor sentral yang dikandung keberadaan manusia namun tidaklah berarti pula bahwa teknologi dapat dikatakan bertabiat mandiri yakni pengubah tak terikat dalam peradaban manusia. Teknologi diciptakan dan digunakan manusia karena itu menurut mereka, seperti dikatakan Jacques Ellul kita menjadi masyarakat teknologi yang dirumuskan oleh fakta-fakta bahwa teknologi telah menjadi tujuan di dalam dirinya sendiri, subyek yang tak punya kontrol lagi diluar dirinya. Bagi kita, teknologi dan pengetahuan ilmiah kita memiliki untuk menghapuskan kemiskinan yang parah, mencegah pencemaran lingkungan kita, dan membuat dunia umumnya menjadi tempat yang jauh lebih baik untuk kehidupan ini. Gagasan yang menyatakan bahwa kebudayaan manusia tergantung pada dasar-dasar teknologinya memanglah seolah-olah menakjubkan atau kelihatan ofensif sifatnya.tetapi renungan dibawah ini nyata-nyata tak terbantah bangunan batu-batuan seperti di gereja-agung chartres mustahil diwujudkan tanpa kecakapan tukang batu, kemegahan karya bach tak akan pernah bisa didengarkan tanpa adanya para pembuat instrumen-instrumen musik.seluruh masyarakat manusiawi-tata ekonomi dan polotik maupun budaya nalar mereka-tergantung pada dasar-dasar teknologi mereka. Perubahan gagasan dapat membawah perubahan teknologi. Begitu pulalah sebaliknya perubahan teknologi dapat menyebabkan kita mengubah gagasan 17 kita. Tetapi teknologi mungkin sesuatu yang masih ada di pinggir. Kita masih belum dapat melakukan segala sesuatu yang dapat kita pahami kendati kita sangat yakin bahwa apapun yang kita bayangkan akan mampu diwujudkan dalam jangka waktu yang tak begitu lama lagi. Walaupun ruang lingkup akibat dari kekuatan yang dibawa teknologi pada manusia merupakan hal baru, namun fakta bawa teknologi mempunyai seperangkat pembatas bagi kegiatan manusia dan mengandung tolak ukur besar bagi keberadaannya bukan gejala masa kini atau hal baru. Dari mulamula sekali adanya manusia, manusia telah tergantung pada teknologi, dalam kenyataannya memang dapat dikatakan bahwa teknologilah yang telah membuat manusia menjadi manusiawi.(mangunwijaya 1985: 10-14) 18 2.7. Kerangka Pikir Penelitian Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali kita menemui perubahanperubahan dalam segala segi kehidupan, termasuk perubahan pada masyarakat itu sendiri, karena pada dasarnya tidak ada masyarakat yang statis. Selalu ada perubahan-perubahan dalam masyarakat secara dinamis. Entah perubahan tersebut membangun dalam artian berdampak positif kedepannya bagi masyarakat atau sebaliknya malah membawa dampak buruk bagi masyarakat. Perubahan tersebut yang diangkat dalam skripsi ini yakni: adanya inovasi teknologi pertanian dan pergaruhnya terhadap sistem sosial budaya masyarakat tani desa maredakalada. Setiap penelitian pasti diperlukan adanya kerangka berpikir sebagai pijakan atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari penelitian, hal ini diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Skema kerangka pikir penelitian Pertanian Sistem Sosial Budaya Petani Teknologi Pertanian Setelah Masuknya Teknologi Pertanian Sistem Sosial Budaya Petani Sebelum masuknya Teknologi Pertanian 19 2.8. Penelitian perdahulu Penelitian tentang Dampak Penggunaan Teknologi Pertanian Terhadap Sistem Sosial Budaya Masyarakat Tani Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya ini terinspirasi dari beberapa penelitian terdahulu. Akan tetapi dari berbagai penelitian tersebut tidak ada yang memfokuskan pada dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya seperti yang penulis fokuskan dalam penelitian ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya yakni : 1. Nurhayati. 2010. Pengaruh Teknologi Mesin Terhadap Perubahan Penggunaan Kosa Kata Dibidang Pertanian. Sebuah Kajian Atas Masyarakat Petani Dikabupaten Blora. (Skripsi) Universita Diponegoro. Hasil dari penelitian ini yakni: Modernisasi membawah kemajuan pada cara pengelolaan sawa dan hasilnya, dari yang rumit menjadi mudah dari yang kompleks menjadi sederhana disisi lain modernisasi juga memberi dampak pada kehidupan bahasa suatu masyarakat cotohnya istilah derep diganti dengan ngedosdan nyosoh, tapen diganti oleh satu kosa kata yaitu nyelep. Penggunaan kosa kata baru yang merupakan kosa kata pinjaman tersebut menggeser kosa kata lama yang merupakan kosa kata asli jawa. Apa bila suatu saat nanti semua aspek dalam bidang pertanian sudah menggunakan tenaga mesin, hampir semua kosa kata dibidang pertanian merupakan kosa kata pinjaman. Sebagai akibatnya masyarakat tidak lagi mengenal kosa kata asli bahasa jawa yang sekaligus mencerminkan budaya asli bahasa jawa. 2. Dyah Ita Mardiyaningsih 2010: Perubahan Sosial Di Desa Pertanian Jawa:Analisis Terhadap Sistem PenghidupanMasyarakat Tani. (Skripsi) PancasarjanaInstitut Pertanian Bogor Hasil dari penelitian ini yakni: 1) Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa modernisasi pertanian telah menyebabkan perubahan sosial di pedesaan baik pada sistem budidaya pertanian, struktur sosial agraria, pilihan strategi nafkah rumahtangga, sistem jaminan keamanan sosial dan sistem kelembagaan nafkah lokal. 20 2) Kasepuhan Sinar Resmi dengan sistem kelembagaan adat yang sangat kuat dan Abah sebagai figur pemimpin komunitas merupakan yang dipatuhi anggota komunitas mampu menghambat masuknya modernisasi pertanian dan pedesaan dalam komunitas ini. 3) Modernisasi pertanian yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 1970-an dengan program BIMAS ditolak oleh komunitas ini karena tidak sesuai dengan aturan adat yang hanya membolehkan bertanam padi satu tahun sekali. Dengan penolakan tersebut sampai saat ini anggota komunitas terjamin ketersediaan pangan dan tidak terpengaruh dengan perubahan ekonomi nasional maupun global. Kelembagaan nafkah masih bertahun selaras dengan pelestarian sumberdaya alam. 3. Wulandari 2013Kondisi Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Di Kelurahan Mangalli Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.(skripsi). Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil dari penelitian ini yakni: 1) Hubungan antara petani pemilik dengan petani penggarap berlangsung dengan baik. Pada prinsipnya didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan social adalah keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan sebagai salah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam melaksakan suatu pekerjaan. Pola hubungan kerja yang terjadi diantara mereka terlihat dalam bentuk usaha sesuai dengan peran masingmasing. Pola hubungan kerja yang terjadi melahirkan dua aspek yang saling menguntungkan diantara mereka, yaitu aspek sosial dan aspek ekonomi. 2) Hubungan kerja antar petani pemilik dan penggarap terlihat dalam bentuk usaha. Petani penggarap senantiasa bekerja dengan penuh perhatian dalam melaksanakan pekerjaannya guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Pemilik sebagai pemilik sawah mengaharapkan hasil dari sawahnya yang dikerjakan oleh petani penggarap. Jadi dalam hal ini ada hubungan saling ketergantungan yang menguntungkan kedua belah pihak. 3) Pendapatan dari hasil sawah yang bervariasi. Hal ini di pengaruhi oleh luas lahan yang digarap serta hasil kerjaan yang lain. Pendapatan dari hasil pengolahan sawah sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Dilihat dari jumlah hasil panen yang begitu minim dan 21 harga penjualan padi yang begitu rendah, serta perlengkapan untuk menggarap sawah yang sangat besar biayanya. Ini membuat para petani kewalahan dalam mengelola sawah dan membuat mereka terjebak dalam kemiskinan. 4) Kebijakan pemerintah belum bisa mengatasi masalah kemiskinan khususnya bagi para petani sawah disebabkan karena kurangnya perhatian serta bantuan pemerintah dalam peningkatan produksi hasil panen. Pemerintah belum maksimal dalam menjalankan programnya, dilihat dari bentuk bantuan dalam pengadaan traktor dan benih padi. Pemerintah juga kurang memperhatikan petani akibatnya pemerintah tidak memahami apaapa saja yang menjadi penghambat petani dalam mengelolah sawahnya, seperti keterbatasannya pupuk organik di toko-toko terdekat dan pengairan irigasi yang hanya dibendung oleh petani sawah dengan daun sagu yang dianyam. 4. Thobias Serah 2014. Pengaruh Karakteristik Inovasi Sistem Sosial Dan Saluran Komunikasi Terhadap Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Pasca Sarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta Hasil dari penelitian ini yakni: 1) Karakteristik inovasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap adopsi traktor tangan. Semakin mudah mendapatkan traktor tangan, semakin mudah digunakan, semakin menguntungkan traktor tangan, maka semakin cepat petani dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi traktor tangan. 2) Sistem sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap adopsi inovasi traktor tangan, sebuah inovasi baru akan semakin mudah diadopsi jika sesuai dengan batasan ataupun kepercayaan yang dianut oleh adopter. 3) Saluran komunikasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap adopsi traktor tangan. Semakin sering petani menacari informasi ke pada orang yang mengerti tentang traktor tangan selain petani, semakin terbuka petani dalam kelompok maupun dalam sistem, maka semakin cepat pulah petani mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi traktor tangan. 22 Penjelasan perbedaan dengan penelitian ini yakni: Penelitian ini lebih mendiskripsikan tentang penggunaan teknologi pertanian serta menggambarkan dampak dari penggunaannya terhadap sistem sosial budaya masyarakat tani di desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya. 23 Bab III Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini tentang dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap perubahan sistem sosial budaya masyarakat desa MaredaKalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2010;1-3), metode penelitian kulitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena atau realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, dinamis, kompleks, dan yang penuh makna, pada kondisi alamiah tertentu, yang analisis datanya bersifat induktif, memanfaatkan berbagai metode alamiah, dan akhirnya menggambarkan atau menjelaskannya dalam bentuk kata–kata dan bahasa. Dengan demikian penelitian ini akan mengkaji tentang dampak- dampak apa saja yang ada dalam penggunaan teknologi pertanian dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah, yang pada akhirnya mampu menjelaskan perubahanperubahan apa saja yang ditimbulkan 3.1. Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian menunjuk pada paradigma atau pola pandang yang dianut dalam mendekati masalah penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan ex-postfacto. Menurut Gay (dalam Sevilla, Consueo G. dkk. 1993: 124), ex-postfacto berarti setelah kejadian. Secara sederhana penelitian ex-postfacto adalah menyelidiki permasalahan dengan mempelajari atau meninjau kembali variabel-variabel yang terkait dengan kejadian. Kerlinger (dalam Sevilla, Consueo G. dkk. 1993:124) mendefinisikan ex-postfacto sebagai pencarian data empirik yang menempatkan peneliti tidak dapat mengontrol langsung variabel-variabel penelitian karena peristiwanya telah terjadi atau karena variabel tersebut menurut sifatnya tidak dapat dimanipulasi. Pendekatan expostfacto ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya masyarakat desa MaredaKalada. 24 3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian menunjuk pada cara dan batasan pengambilan serta pengolahan data yang digunakan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian, yakni penelitian deskriptif (descriptive research). Bogdan dan Taylor (1975), sebagaimana dikutip Kutut Suwondo, mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan angka tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Di sini yang ditekankan adalah keutuhan dan kemurnian data, serta tidak ada usaha untuk memverifikasi atau membuktikan teori tertentu. 3.3.Unit analisa dan Unit pengamatan Sebelum pengumpulan data dilakukan maka terlebih dahulu perlu ditetapkan unit analisa dan unit pengamatan. Satuan Analisis (unit of analisys) ialah aras agregasi dari data yang dikumpulkan untuk dianalisis dalam rangka menjawab persoalan penelitian. Sedangkan satuan pengamatan (unit of observation) ialah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis. Sesuatu yang dapat dijadikan sumber itu dapat orang, tempat atau organisasi (Ihalauw 2004 : 178). Oleh sebab itu yang menjadi unit analisa adalah dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap sistem sosial budaya pertanian, sedangkan yang menjadi unit pengamatan dari penelitian ini adalah sistem sosial budaya pertanian masyarakat petani desa Mareda Kalada yang sudah menggunakan teknologi pertanian. 3.4.Jenis Data dan sumber data Untuk mencapai tujuan penelitian dalam penulisan ini dibutuhkan data yang sesuai dengan pokok permasalahan. Oleh karena itu sumber data dalam penelitian adalah: Data Sekunder Data yang diperoleh melalui studi pustaka dan dokumentasi-dokumentasi lainnya. Data sekunder juga merupakan data penelitian secara tidak langsung atau melalui media perantara atau data tertulis, data yang sudah diolah misalnya jurnal dan artikel-artikel, dan lain sebagainya. Data sekunder yang 25 digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku referensi tentang penggunaan teknologi buku-buku atau jurnal pernelitian tentang sistem sosial budaya petani yang menjelaskan tentang dampak-dampak dari penggunaan teknologi pertanian Data Primer Data diperoleh secara langsung dari sumber imformasi melalui wawancara. Dalam hal ini data dikumpulkan melalui beberapa informan kunci yakni para petani yang menggunakan teknologi pertanian dan aparat desa setempat yang penulis anggap mampu menjawab persoalan penelitian yang telah disusun. 3.5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian seperti yang telah dijelaskan yaitu Desa MaredaKalada Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan penelitian bahwa di Kecamatan Wewewa Timur, Desa MaredaKalada merupakan desa yang menggunakan teknologi pertanian. 3.6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara praktis yang ditempuh peneliti dalam mencari dan mengumpulkan data penelitian dalam bentuk pikiran, katakata, tindakan, peristiwa, tulisan-tulisan, gambar, dan lain-lain, sesuai dengan masalah atau fokus penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menempuh jalur wawancara, dokumentasi dan observasi. 3.6.1.Wawancara Menurut Fontana dan Frey (dalam Denzin dan Lincoln, 2009:504), wawancara terstruktur mengacu pada situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap responden, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Secara umum peneliti akan memberi sedikit ruang untuk memunculkan pertanyaanpertanyaan terbuka yang tidak menuntut keteraturan. Dalam hal ini, agar dapat mengumpulkan data atau informasi tentang rumusan penelitian terkait tentang penggunaan teknologi pertanian, maka peneliti perlu melakukan wawancara dengan masyarakat tani yang menggunakan teknologi pertanian di desa 26 MaredaKalada yang peneliti anggap dapat memberikan informasi, untuk menjawab persoalan penelitian yang telah disusun. 3.6.2.Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa catatan/tulisan, gambar/foto, dan lain-lain. Menurut Sugiyono (2010:82), dalam penelitian kualitatif, dokumen biasanya merupakan pelengkap dalam pengumpulan data, selain wawancara dan observasi (pengamatan). Dalam melakukan dokumentasi peneliti turun langsung di tempat penelitian untuk mengambil gambar/foto seperti di sawah dan di penggilingan. 3.6.3.Observasi Selain dua tekhnik pengumpalan data diatas peneliti juga melakukan observasi yakni teknik pengumpulan data yang dilakukan tampa mengajukan berbagai pertanyan, melainkan mengamati secara langsung pada objek yang diteliti. Observasi dilakukan di desa Mareda Kalada, dimaksud untuk melihat dan mengamati secara langsung bagaimana penggunaan teknologi pertanian oleh masyarakat tani. 3.7. Teknik Pengolahan Data Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Ada tiga tahapan yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi (Sugiyono, 2010;91). Dalam penelitian ini, ketiga tahapan tersebut akan berlangsung secara simultan. 27 Bab IV Gambaran Umum Desa Mareda kalada 4.1. Letak dan Batas Desa Mareda Kalada Secara administratif, desa Mareda Kalada merupakan desa yang berada di wilayah Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya. Luas desa Mareda Kalada adalah 520ha yang terdiri dari empat dusun, yaitu: Kota, Omba Etala, Kotera dan Maliti Dari. Adapun batas wilayah Desa tersebut adalah: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kalimbu Dara Mane, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya; Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pada Eweta, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya; Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Eka Pata, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya; dan Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tema Tana, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya (Monografi Desa Mareda Kalada, 2014). Jarak tempuh dari desa Mareda Kalada ke pusat pemerintahan kecamatan adalah 4 km, sedangkan jarak tempuh ke pusat pemerintahan kabupaten adalah 22 km. Desa Mareda Kalada terletak pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut, serta bertopografi perbukitan. Dengan kondisi alam yang berbukit-bukit mengakibatkan pengairan menjadi masalah pokok dalam pertanian. Sistem irigasi yang tidak memadai mengakibatkan masyarakat hanya berharap pada datangnya musim penghujan guna pengairan. Berdasarkan data yang dihimpun dari kantor desa, musim hujan guna “membasahi” desa Mareda Kalada terjadi 6 bulan dalam setahun atau 356mm/tahun dengan suhu rata-rata 26 derajat celcius (Monografi Mareda Kalada, 2014). Pemanfatan lahan atau tataguna lahan di desa Mareda Kalada sebagian besar diperuntungkan bagi lahan pertanian atau tanah sawah, yakni sebesar 454 ha dan tanah kering yang diperuntungkan bagi ladang atau permukiman adalah 50 ha. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada tabel berikut ini: 28 Tabel 4.1 Tataguna Lahan di Desa Mareda Kalada No Penggunaan Lahan Jumlah/ ha 1 Tanah Sawah: Sawah Irigasi 454 Sawah Tadah Hujan 5 2 Tanah Kering: Tegal/Ladang 40 Permukiman dan Fasilitas Umum 21 Total 520 Sumber:Data sekunderMonografi, Mareda Kalada 2012 4.2. % 100 Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk Penduduk merupakan potensi bagi suatu daerah. Dalam ilmu ekonomi manusia disebut sebagi salah satu faktor produksi (sumber daya manusia). Oleh karenanya, tinggi rendahnya hasil dari suatu produksi juga ditentukan oleh beberapa faktor yaitu manusia, selain alam dan modal. Hal yang sama juga berlaku pada pembangunan daerah. Namun demikian manusia mempunyai peranan yang penting oleh karena tanpa manusia faktor lainnya tidak akan bermanfaat, faktor tersebut hanya bisah bermanfaat jika diolah oleh manusia (Soekadijo -: 49-56). Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah penduduk desa Mareda Kalada pada tahun 2014 adalah sebanyak 3.131 jiwa.penduduk berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 1.621 jiwa dan yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 1.484 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga (KK) 580 KK. Selain itu, jumlah penduduk desa Mareda Kalada berdasarkan tingkat umur, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 29 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur Tingkat Umur Jumlah 0–1 330 2–5 401 6 – 10 135 11 – 15 662 16 – 21 494 22 – 59 914 60 tahun ke atas 192 Jumlah 3.131 Sumber:Data sekunderMonografi Mareda Kalada,2014. Berdasarkan tabel di atas, apabila diasumsikan usia angkatan kerja adalah antara 16 – 59 tahun, maka jumlah angkatan kerja di desa Mareda Kalada pada tahun 2014 adalah sebanyak 1.408 orang tenaga kerja. Pertanyaannya adalah dengan jumlah tenaga produktif yang begitu banyak, cukupkah lapangan pekerjaan yang tersedia bagi mereka? Jika lapangan kerja tidak tersedia, maka jelas akan terlihat banyaknya pengangguran. Pertanyaan ini akan diuraikan lebih lanjut dalam kaitannya dengan mata pencaharian penduduk. Mata pencarian utama masyarakat Desa Mareda Kalada adalah sebagai petani dan buruh tani sedangakan sebagian kecil adalah peternak, dan wiraswasta. Di luar kegiatan pekerjaan mereka, untuk mengisi waktu-waktu yang luang, masyarakat desa Mareda Kalada juga mengerjakan kerajinan tangan yaitu menganyam tikar yang berguna untuk duduk lesehan. Material yang digunakan adalah daun pohon lontar. Jenis kerajinan tersebut di atas umumnya dibuat oleh wanita. Sedangkan laki-laki memanfaatkan waktu luang untuk beristirahat dan menunggu waktu sore untuk kembali bekerja di sawah. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktifitas keseharian masyarakat di desa Mareda Kalada secara umum menggantungkan hidup pada pertanian, sehingga hampir tidak kelihatan aktivitas lain selain aktivitas bertani, walaupun ada beberapa yang menggeluti pekerjaan lain seperti pedagang, tukang, beternak, 30 dan lain-lain. Pada bagian di atas telah utarakan bahwa jumlah tenaga kerja produktif di desa Glawan adalah sebanyak 1.408 orang. 4.3. Fasilitas pendidikan Adapun fasilitas yang terdapat di desa Mareda Kalada terdiri dari TK, SD dan SMP. Ditinjau dari fasilitas pendidikan yang relative ada di desa Mareda Kalada dan cukup mudah dijangkau oleh masyarakat, namun disisi lain beberapa gedung sekolah memerlukan perbaikan karena telah mengalami kerusakan. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas pendidikan di desa Mareda Kalada adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Fasilitas pendidikan di desa Mareda Kalada No Fasilitas Jumlah 1 Fasilitas pendidikan TK 1 Unit 2 Fasilitas pendidikan SD 2 Unit 3 Fasilitas pendidikan SLTP Negri 1 Unit Sumber: data primer Mareda Kalada,2014 4.4. Fasilitas kesehatan Ketersediaan fasilitas kesehatan sangat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan masyarakat, baik layanan medis maupun pelayanan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan yang ada di desa Mareda Kalada adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Fasilitas pelayanana kesehatan No Fasilitas Jumlah 1 Puskesmas 1 Unit 2 Posyandu 1 Unit Sumber: data primer Mareda Kalada,2014. Keberadaan fasilitas kesehatan ini sangat di perlukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat. Seiring dengan perkembangan waktu tingkat kesadaran terus meningkat dan memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. 31 4.5. Teknologi pertanian Adapun teknologi pertanian yang ada di desa Mareda Kalada terdiri dari Traktor, Mesin Rontok dan Mesin Giling. Ditinjauh dari teknologi pertanian yang ada di desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa timur masih kurang cukup untuk memenuhi penggunaan teknologi pertanian di desa Mareda Kalada. Untuk lebih jelas mengenai teknologi pertanian di desa Mareda Kalada adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Industri pengelolahan dibidang pertanian No Jenis Teknologi Jumlah 1 Traktor 10 buah 2 Mesin Rontok 6 buah 3 Mesin Giling 2 buah Sumber : Data primer, Mareda Kalada 2014 Ketersediaan teknologi pertanian di desa Mareda Kalada pada saat ini masih kurang cukup mengingat masyarakat tani yang membutukan teknologi pertanian lebih banyak dibandingkan dengan teknologi yang tersedia. Masyarakat tani desa Mareda Kalada berharap kepada aparat desa maupun dari dinas pertanian agar bisa membantu dalam menfasilitas teknologi pertanian tersebut, karena mengingat kondisi ekonomi pertani yang kebanyakan dari mereka tidak mampu membeli maupun menyewah teknologi pertanian. 32 4.6. Stuktur Pemerintahan Desa Gambar 4.1 Sruktur Pemerintahan Desa Mareda Kalada BPD DESA KEPALA DESA MAREDA KALADA DAUD KAMURI UMBU PATI SEKRETARIS DESA ANDREAS B.NGARA KASI UMUM BENDAHARA LEDE DAMA MARTEN NGINDI ATE PELAKSANA TEKNIS LAPANGAN KAUR KEPALA DUSUN / KEPALA LINGKUNGAN KAUR PEMBANGUN AN KADUS UMUM KAUR PEMERINTAH AN SOLEMAN TANGGU DETA ZAKARIAS UMBU DAKE DANIEL DANGGA BANI KALLI KOTA NGAGO 33 KADUS OMBA ETALA KADUS KOTERA KADUS MALITIN DARI C.NGONGO TENA DAUD NGO. DAGA YOHANIS SAIRO BELLI Bab V Pembahasan 5.1. Teknologi Pertanian Di Desa MaredaKalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur Teknologi pertanian telah membawa perubahan sistem sosial budaya dalam kehidupan masyarakat tani di desa Mareda Kalada. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut dilakukan dengan mengubah sistem pertanian tradisional, yang kemudian menggunakan teknologi modern.Peralihan sistem pertanian tersebut telah mempengaruhi sistem sosial budaya petani dalam pengolahan lahan pertanian yang bersifat tradisional maupun tradisi yang selama ini dilakukan oleh petani. “Dalam wawancara dengan bapak Marten Malo Lende sebagai toko masyarakat bagaimana penggunaan teknologi pertanian di desa Maredakalada ia mengatakan bawah masyarakat petani di desa ini dalam penggunaan teknologi pertanian sangat dibutuhkan karena dapat membatu memudakan pekerjaan kami, oleh sebab itu ia mengatakan bawah dengan kondisi yang sekarang ini, masyarakat petani maredakalada sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah setempat dalam pengadaan teknologi pertanian untuk membatu kami” Wawancara dengan Marten Malo Lende diatas terlihat bahwa masyarakat tani Mareda Kalada sangat tergantung dengan teknologi pertani. Kemudahan dalam melakukan pekerjaan pertanian membuat pola pikir mereka berubah, hal ini menyebabkan penggunaan teknologi pertanian yang tradisional berubah menjadi teknologi yang lebih moderen. “lanjutan dari wawancara dengan Marten Malo Lende, apakah dalam pengelolaan pertanian harus menggunakan teknologi pertanian yang moderen? Pak Marten mengatakan tidak karena dahulu sebelum menggunakan teknologi pertanian yang moderen seperti sekarang ini nenek dan juga bapak kami dulu masih menggunakan cara yang tradisional. Cara yang seperti apa? Waktu kami belum menggunakan teknologi pertanian yang sekarang ini kami masih menggunakan cara kami sendiri contohnya seperti mengelola tanah kami masih menggunakan kerbau bahkan bagi petani yang tidak punya kerbau masih menggunakan pacul dan juga pada saat memisakan biji padi dari batang padi kami masih menggunakan kaki” Wawancara tersebut bisa dikatakan bahwa masyarakat tani di desa Mareda Kalada Kecamatan wewewa timur hampir semua sudah tidak lagi menggunakan cara tradisional yang selama ini dipakai untuk mengelola lahan pertanian, mereka 34 lebih menggunakan teknologi pertanian moderen yang lebih memudakan dan tidak membutukan tenaga yang banyak. 5.2. Awal Masuk Dan Penggunaan Teknologi Pertanian Di Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur Para petani di desa Mareda Kalada pada awalnya hanya menggunakan alat tradisional dalam mengelola lahan pertaniannya termasuk dalam memanen hasil pertaniannya.Namun dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, maka perlahan-lahan teknologi yang dipakai petani pun semakin modern. “Wawancara dengan Daud Ngogo Daga sejak kapan penggunaan teknologi pertanian di desa Mareda Kalada? Ia menjawab kami sebagai menggunakann dari tahun 1990 tapi pemerintah memperkenalkan tahun 1981 waktu itu kami tidak menggunakannya karena kami masih belum tau cara menggunakannya, tahun 1990 itu pertama kali kami menggunakan mesin traktor terus sekitar tahun 1997 kami menggunakan mesin rontokdan sampai hari ini” Pengenalan teknologi pertanian sudah berlangsung sejak tahun 1981 namun penggunaannya oleh petani baru mendapat tanggapan pada tahun 1985, walaupun demikian di desa MaredaKalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya, baru menggunakan teknologi pertanian pada tahun 1990 penggunaannya tidak menyeluruh karena sebagian petani secara ekonomi tidak mampu membeli ataupun menyewa teknologi pertanian tersebut terlebih khusus teknologi traktor, karena pada tahun 1990 teknologi pertanian yang pertama kali masuk di desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur adalah teknologi traktor, dan pada tahun 1997 mesin rontok mulai diperkenalkan kepada masyarakat tentang manfaat dan kegunaannya namun hanya beberapa petani yang menggunakan teknologi tersebut karena bagi sebagian petani inovasi teknologi baru akan mengganggu sistem norma maupun kebiasaan-kebiasaan yang sudah mereka anut secara turun temurun, sehingga perlu ada bukti atau jaminan yang meyakinkan bahwa teknologi pertanian tersebut tidak merusak sistem norma serta kebiasaan tatakelola lahan pertanian. Penyebab keterlambatan pengunaan teknologi pertanian didesa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur tersebut, seperti yang sudah dijelaskan diatas yakni faktor ekonomi, faktor kebiasaan atau kebudayaan, norma dan juga jumlah ketersediaan teknologi pertanian yang masih terbatas hal ini disebabkan oleh karena desa Mareda Kalada Kecamata Wewewa Timur merupakan bagian dari 35 wilayah yang minim infrastruktur, sehingga akses untuk menerima informasi maupun untuk mendapatkan teknologi baru masih sangat sulit dan juga disisi lain para petani masih mengadalkan pola pertanian tradisional yakni menggunakan tenaga hewan dalam pengelolaan lahan pertanian, mengunakan pisau, ani-ani dan sabit untuk memanen, menggunakan kaki untuk memisakan biji padi dari batang padi. Penyebab lain para petani tidak semua menggunakan teknologi pertanian karena seringkali teknologi yang direkomendasikan tidak menjawab masalah yang dihadapi para petani, teknologi yang diterapkan sulit diterapkan oleh petani dan mungkin tidak lebih baik dengan teknologi lokal yang sudah ada, inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi petani yang kurang dengan kondisi sosial, ekonomi, norma budaya pranata sosial dan kebiasaan masyarakat setempat. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat dari tahun ketahun hinggah sampai saat ini pola berpikir masyarakat Sumba Barat Daya terlebih khusus masyarakat MaredaKalada, Kecamata Wewewa Timur tentang pengelolahan lahan sedikit demi sedikit berubah dikarenakan penggunaan teknologi yang dapat memudakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dalam sehari tetapi dengan menggunakan teknologi pertanian dapat dikerjakan hanya dalam beberapa jam saja, dan tanpa disadari oleh masyarakat MaredaKalada (petani) kebiasaan-kebiasaan, nilai kebudayaan yang ditanamkan oleh nenek moyang mereka sudah tidak bisa dipetahankan lagi solidaritas antara petani yang dulunya sangat kuat sekarang dengan berubahnya cara pengelolaan lahan pertanian membuat solidaritas mereka semakin lama semakin renggang dan terkadang sering kali terjadi konflik di antara mereka sendiri. 5.3. Pengunaan Teknologi Pertanian Di Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur Menurut Akmadi (dalam Bafdal, 2012) mengatakan, teknologi merupakan suatu alat untuk mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dalam hal menyediakan kebutuhan dasar dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi. 36 Menurut Nurpilihan (dalam Bafdal, 2012), teknologi meupakan karya, cipta dan karsa manusia untuk menghasilkan produk dan jasa dengan nilai tambah yang tinggi. Penggunaan teknologi pertanian di desa MaredaKalada ada berbagai macam jenis teknologi pertanian yang digunakan yakni: 1. Teknologi pertanian untuk pengelolaan tanah jenis traktor tangan. Salah satu alat pengolah tanah yang umum digunakan yaitu traktor tangan (Power Tiller). Traktor tangan (Power tiller) merupakan mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan pekerjaan pertanian lain dengan alat pengolah tanahnya digandengkan di bagian belakang mesin. Traktor tangan sangat serba guna karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer), dan sebagainya (Hardjosentono 1996). Selain itu adapula alat-alat pengolah tanah seperti bajak singkal (moldboard plow), bajak piring (disk plow), bajak pisau berputar (rotary plow), bajak chisel (chisel plow), bajak subsoil (subsoil plow), dan bajak raksasa (giant plow) (Daywin2008). “Dalam wawancara dengan bapak Yohanis Sairo Bili, apa yang membuat bapa berpikir menggunakan teknologi pertanian traktor padahal kalau menggunakan cara yang biasa bapa lakukan lebih hemat biaya, bapak Yohanis Sairo Billi menjawab kami menggunakan traktor karena lebih gampang dalam melakukan pekerjaan dan lebih cepat dan kami juga tidak harus mengerjakannya sendiri cukup dengan menyewa orang, memang biayanya lebih mahal tapi tidak apa-apa” “Lebih lanjut lagi wawancara dengan bapak Yohanis Sairo Billi, dalam penggunaan teknologi pertanian ada tidak permasalahan atau hambatan yang sering di alami? Bapak Yohanis Sairo Billi menjawab kalau masalah yang menjadi persoalan selama ini itu kurangnya teknologi pertanian traktor menyebabkan harga sewa traktor menjadi tinggi, di desa ini traktor ada sekitar berapa? Bapak Yohanis Sairo Billi menjawab ada sepuluh, klau disewakan satu traktor sekitar berapa, biasanya kalau kami pakai harga sewa tidak tetap karena tergantung kebutuhan yang ada kalau banyak yang sewa harga bisa 700.000 sampai 1000.000 kalau sedikit harga sewanya sekitar 500.000 sampai 600.000 per 1 hektar” menurut Mardikanto (1993), teknologi adalah suatu perilaku produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu dalam rangka mendorong terjadinya perubahan individu dan atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Suatu teknologi atau ide 37 baru akan diterima oleh petani jika (a) memberi keuntungan ekonomi bila teknologi tersebut diterapkan (profitability), (b) teknologi tersebut sesuai dengan lingkungan budaya setempat (cultural compatibility), (c) kesesuai dengan lingkungan fisik (physical compatibility), (d) teknologi tersebut memiliki kemudahan jika diterapkan, (e) penghematan tenaga kerja dan waktu dan (f) tidak memerlukan biaya yang besar jika teknologi tersebut diterapkan (Mardikanto,1993). 2. Teknologi pertanian pasca panen Alat dan mesin pertanian pasca panen merupakan alat-alat yang dipakai setelah pemanenan.Beberapa contoh dari mesin pasca panen yaitu mesin perontok gabah dan mesin pengupas gabah, (Hardjosentono1996). 1) Mesin Perontok padi Alat perontok sederhana yang digunakan berupa kayu atau bambu pemukul, tongkat perontok, sisir perontok, dan pedal perontok (thresher). Sedangkan sekarang sudah ada mesin yang bisa digerakkan dengan motor dan biasanya dilengkapi dengan alat penghembus kotoran-kotoran (Hardjosentono 1996). 2) Mesin Pengupas padi Padi yang bisa dikupas dengan baik memiliki kadar air 14-14.5 %. Pada kadar ini padi akan mudah digiling dan dikupas dari kulitnya. Ada beberapa model dan tipe mesin pengupas padi.Besarnya kapasitas penggunaannya sangat berfariasi, ada yang kecil, sedang, dan besar.Mesin ini disebut Huller atau Husker (Hardjosentono1996). “Hasil wawancara dengan bapak Marten Malo Lende mengenai mesin rontok dan mesin giling padi yakni: dalam penggunaan mesin rontok padi dan mesin giling padi hambatan dan permasalahan nya apa? Bapak Marten menjawab masalahnya juga sama dengan mesin traktor tadi sama-sama kami kekurangan mesin rontok dan juga mesin giling padi, harga sewanya kalau mesin rontok 1 karung seratus 10.000 sampai 15.000 menurut Bapak Yohanis Sairo Billi didesa ini ada sekitar 6 buah mesin rontok dan mesin giling padi ada 2 buah” Dari penggunaan teknologi pertanian yang moderen tersebut banyak kendala yang dihadapi oleh masyarakat tani Mareda Kalada yakni: dari segi pengadaan teknologi pertanian, penggunaannya, harga sewa yang tinggi hal tersebut membuat masyarakat tani berharap pada pemeritah desa agar bisa 38 membantu mereka untuk menanggulangi persoalan-persoalan yang mereka hadapi saat ini. 5.4. Sistem Sosial Budaya Masyarakat Tani Di Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Sebelum Masuknya Teknologi Petanian Sebelum menggunakan teknologi pertannian, sistem pertanian dimasyarakat Desa Maredakalada Kecamatan Wewewa Timur dikenal dengan sistem pertanian tradisional karena kebudayaan yang masih sangat kental dan juga dalam pengelolaan lahan pertanian masih menggunakan alat-alat tradisional. “Wawancara dengan bapak Matius alat-alat tradisional apa saja yang digunakan? Bapak Matius menjawab alat-alat yang digunakan itu: Pacul, Bajak, Sabit dan Ani-ani, manamo dengan menggunakan kaki, lesung dan alu” Sedikit penjelasan mengenai alat-alat tradisional yang digunakan sebelum menggunakan teknologi pertanian yang moderen seperti yang sudah di informasikan oleh bapak Matius sebagai berikut : 1. Pacul adalah satu jenis alat pertanian tradisional yang digunakan oleh masyarakat tani di desa Mareda Kalada dalam proses pengolahan tanah pada lahan pertanian. Pacul digunakan untuk menggali ataupun untuk meratakan tanah. Pacul masih digunakan oleh masyarakat tani hingga saatini untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang ringan di sawah. 2. Bajak adalah alat yang biasa digunakan petani untuk mengolah tanah mereka sebelum di tanami padi, dengan cara membalik tanahnya. Hal ini di maksudkan agar kesuburan tanah sawah tetap terjaga walaupun sudah di tanami tanaman beberapa kali. Bentuk bajak sendiri biasanya berupa kayu berbentuk segitiga dengan disambungkan ke hewan-hewan untuk menarik bajak tersebut. Hewan yang dipakai untuk membajak biasanya yaitu hewanhewan yang jinak tapi kuat. Seperti halnya kerbau. 3. Sabit dan ani-ani adalah alat yang biasa digunakan untuk memanen padi. Sabit termasuk teknologi baru untuk memanen padi. Tidak seperti teknologi sebelumnya dimana petani menggunakan ani-ani yang harus membutuhkan waktu yang lama untuk memanen padi, dengan sabit petani bisa memanen padi mereka dengan mudahnya dan dalam waktu yang cepat. 39 4. Manamo (bahasa daerah masyarakat wewewa timur) adalah cara yang digunakan oleh para petani desa Mareda Kalada kecamatan wewewa timur untuk memisahkan biji padi dari batang padi dengan cara diinjak menggunakan kaki. 5. Lesung dan alu adalah alat tradisional yang digunakan oleh masyrakat desa Mareda Kalada pada umumnya, fungsi dari lesung dan alu sendiri untuk memisakan biji padi dari kulit padi. Padi yang ditumbuk dengan alu dan lesung ini akan menghasilkan beras dan kulit. Beras yang dihasilkan tersebut dinamakan oleh masyarakat tani didesa Mareda Kalada beras tumbuk. betuk beras tumbuk tidak putih bersih, melainkan agak kecoklatan. Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem pertanian tradisional salah satu contohnya adalah sistem ladang berpindah. Sistem ladang berpindah telah tidak sejalan lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk. Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan kenyataan bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak. Pada daerahdaerah yang lahan pertaniannya sempit dan penanaman hanya tergantung pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk rata-rata akan menjadi sangat rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk, para petani dan keluarganya akan mengalami bahaya kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan yang demikian, kekuatan motivasi utama dalam kehidupan para petani ini barangkali bukanlah meningkatkan penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya. Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi, bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam hasil produksi pertanian. Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersbut, perlu diupayakan 40 peningkatan produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional (Pracaya, 2007). Jika di lihat dari segi ekonomi dalam pertanian tradisional masyarakat desa Mareda Kalada yang mana pertaniaan tradisional hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya sekarang, misalnya pada saat masyarakat menanam padi, hasil padi yang telah di produksi akan diolah menjadi beras kemudian di konsumsi oleh keluarganya, sehingga terus berjalan kelangsungan hidupnya. Pada sistem pertanian dalam penggunaan alat-alat tradisional terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi. Pertanian menggunakan alat-alat tradisional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain: 1. Dalam penggunaan teknologi yang belum berkembang. Dalam hal ini petani pada pertanian tradisional menggunakan alat atau teknologi yang masih rendah atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat memperlambat hasil yang di produksi dan akan membuang waktu dalam proses bercocok tanam. Misalnya pada sistem tradisional masyarakat untuk membajak sawah masih menggunakan kerbau hal ini masih kurang efisiensi dalam pemanfaatan waktu dan tenaga.Akan tetapi dari sektor ekonominya lebih rendah dan minim pengularan untuk mengelolah lahan untuk menghasilkan produk. 2. Tenaga kerja yang masih banyak di gunakan Untuk pertanian tradisional biasanya digunakan lebih banyak dalam menggelolah lahan pertanian untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan masih minimnya teknologi yang ada sehingga pelaksanaan menggunakan SDM (sumber daya manusia) yang ada. Sebagai contoh dalam hal panen padi yang mana digunakan tenaga kerja manusia,kemudian contoh lain proses perontokan helai padi yang masih menggunakan tenaga manusia untuk melakukan walaupun saat ini mulai ada teknologi yang membantu merontokan helai padi. Hal ini mencerminkan bahwa pertanian tradisional masih tergantung dengan Sumber Tenaga Manusia yang ada,akan tetapi dari sektor ekonominya lebih murah. 3. Modal yang dipakai masih sedikit Dalam hal ini modal dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit karena kebutuhan yang dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih 41 .Biasanya juga hanya butuh modal untuk pembayaran tenaga kerja dan lainlain yang rata-rata minim. 4. Hasil produksi yang masih kurang terjangkau Dalam pertanian tradisional sering hasil yang di produksi hanya sebatas untuk di konsumsi keluarga maupun masyarakat golongan.Hal ini dikarenakan masih minimnya cara budidaya tanaman sehingga produk yang dihasilkan masih rendah. Sedangkan dari segi sosial dalam penggunaan alat-alat pertanian yang tradisional keluarga dengan keluarga, petani dengan pertani terjadi hubungan yang erat antar sesama dikarenakan dalam proses pertanian tradisional menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong royong, apalagi dengan sistem tradisional yang menyebabkan antar petani saling membutuhkan dan membantu untuk menghasilkan produktivitas pertanian yang telah di olah. 1. Sistem Kepercayaan dan Agama Pada pertanian tradisional, pada umumnya petani masih percaya dengan adanya Dewi Sri. Diantara para petani sehabis menanam padi salalu diadakan penghormatan pada Dewi Sri. Penghormatan ini dilakukan dalam bentuk sesaji. Proses penghormatan dengan sesaji ini hanya memberi sesaji pada ujung-ujung sawah. Sesaji dapat berupa tanaman palawija, bunga, atau jenang (Depdikbud, 1989). Pada umumnya masyarakat Wewewa Timur adalah masyarakat yang memiliki kepercayaan sendiri yakni kepercayaan mereka terhadap nenek moyang atau leluhur, kepercayaan atau agama ini disebut Marapu. Pemujaan terhadap marapu dilakukan dengan berbagaicara,mulai yang sederhana hingga pemujaan rumit yang membutuhkan persiapan matang. Ritual-ritual sederhana umumnya dilakukan dengan mempersembahkan sesaji berupa buah sirih dan pinang. Ada pula yang disertai sekerat emas atau perak serta telur atau anak ayam. Anak ayam ini biasanya disembelih lalu usus dan hatinya diperiksa untuk mengetahui kehendak marapu. Pemujaan jenis ini paling sering dilakukan oleh masyarakat Wewewa Timur karena tidak membutuhkan banyak persediaan, biasanya berkaitan dengan aktivitas seperti saat akan mengolah lahan, mernyebar bibit, menuai panen dan lain sebagainya. 2. Pengaruh Keluarga 42 Pada petani tersebut tradisional, dikarenakan berbagai pengaruh keluarga macam usaha sangat besar. Hal tani dilakukan dengan keluarga sehingga berbagai pekerjaan dibagi antara keluarga. Petani melakukan praktek kegiatan pertanian secara turun temurun, sehingga ilmu yang didapat berasal dari orang tua atau leluhurnya (Soetriono, 2006). Dahulu sebelum teknologi pertanian mempermudah segala proses pertanian yang seperti sekarang ini, keluarga adalah salah satu pendukung yang sangat penting bagi masyarakat petani Mareda Kalada untuk membantu proses pertanian seperti mengelolah tanah, menanam padi maupun memanen itu semua dilakukan bersama-sama keluarga, baik itu keluarga yang dekat maupun keluarga yang jauh akan diundang untuk membantu. Selain dukungan dari keluarga juga dukungan dari sesama petani yang saling gotong royong saling membantu satu sama lain dapat mempermudah pekerjaan mereka terutama pada saat memanen, solidaritas mereka sesama petani sangat kuat dan ketergantungan mereka semakin tinggi sehingga pada saat memanen tidak perlu memikirkan biaya untuk menyewa teknologi pertanian karena pekerjaan tersebut dapat dibantu oleh keluarga maupun sesama petani. 3. Lembaga Pertanian Pada pertanian tradisional, lembaga pertanian jarang ditemukan. Hal tersebut berimplikasi pada keputusan mengenai hal pertanian masih dilakukan secara perorangan. Meskipun begitu, anggota masyarakat selalu hidup bergotong royong, oleh karena itu, para petani enggan berbuat hal yang merusak kebersamaan mereka. Petani selalu memerlukan pesertujuan masyarakat di mana ia hidup. Kepercayaan masyarakat terhadap nilai dan tradisi diketahui dan dihormati (Soetriono, 2006). Kondisi petani Wewewa Timur terlebih khususnya desa Mareda Kalada saat sekarang ini sangat memperhatinkan ketergantungan mereka terhadap teknologi pertanian sangat besar sehingga masyarakat perlu disadarkan dari segi pandang mereka terhadap proses pengelolaan pertanian bahwa cara mengelolah pertanian atau sawah mereka tidak harus menggunakan teknologi tetapi dengan cara yang lama waupun membutuhkan tenaga yang banyak, akan tetapi masyarakat atau petani dapat mempertahankan nilai-nilai kepercayaan dan kebudayaan mereka dari pada 43 menyewa teknologi pertanian dengan biaya yang tinggi, bagi kelas atas mungkin tidak terpengaruh dari segi ekonomi tetapi bagi petani kelas bawah akan berpengaruh terhadap ekonomi mereka karena kebanyak dari masyarakat petani desa Mareda Kalada harus menyewa teknologi pertanian dengan cara mengutang yang artinya setelah panen baru dilunasi terkadang hasil panen dibagi sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan. 5.5. Deskripsi Perubahan Teknologi Pertanian desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur. Telah terjadi perubahan mendasar pada berbagai kegiatan budidaya pertanian di desa Mareda Kalada terutama yang menyangkut berbagai upacara adat. Berbagai bentuk upacara seperti sebelum tanam, ketika padi sudah mulai berisi, ketika padi akan dipotong. Hal ini terkait dengan semakin sempitnya waktu masyarakat tani dan perhatian terhadap upacara tersebut yang semakin menurun. Beberapa kegiatan teknologi pertanian lainnya, baik pra panen dan pasca panen juga telah mengalami perubahan seperti ditunjukkan pada Tabel. Jika diamati, perubahan teknologi pertanian yang terjadi di desa Mareda Kalada saat ini keadaannya tidak jauh berbeda dengan daerah pertanian lain, tetapi dari wawancara mendalam diketahui bahwa perubahan tersebut lebih lambat dibanding dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian padi bukan merupakan satu-satunya tumpuan bagi keluarga di desa Mareda Kalada, meskipun padi merupakan lambang kemakmuran bagi masyarakat, yang ditandai dengan banyaknya padi yang dimiliki. Tabel 5.1 Perubahan Pada Teknologi Pertanian di Desa Mareda Kalada No 1 Kegiatan Pengolahan Dahulu Sekarang Dengan pacul, bajak dengan traktor Tanah 2 Benih Varitas dalam Varitas dangkal 3 Penanaman Tidak teratur tandur jajar 4 Umur padi 5 sampai 6 bulan 3 bulan 44 5 Pemeliharaan/ Tidak intensif Intensif Menggunakan ani-ani Menggunakan sabit dan pemupukan 6 Pemanenan dirontok 7 Pengangkutan 8 Pengeringan 9 Penyimpanan, Diikat, kemudian dipikul masuk karung dan diangkut Dengan tangkai Curah Dengan tangkai dan Curah dan digiling pengelolaan Ditumbuk Sumber : data primer 2014 Tabel 5.2 Uraian Proses produksi pertanian sebelum dan sesudah menggunakan teknologi pertanian. No 1 2 Kegiatan Proses pengelolaan tanah Ketika mau Sebelum menggunakan Setelah menggunakan teknologi pertanian teknologi pertanian Menggunakan bajak dengan Menggunakan traktor tenagah kerbau dan sapi. tangan. menanam Melaksanakan proses adat Kebiasaan padi membaca istiadat seperti membaca hati hati ayam tidak lagi ayam untuk mengetahui dilakukan karena apakah besok adalah hari pemikiran petani yang yang baik untuk menanam menentukan atau tidak. hasil panen baik bukan lagi hari yang baik ataupun doa-doa dibacakan yang tetapi ditentukan dengan cara perawatannya yang baik. 3 Perawatan pertanian Perawatan padi dengan Perawatannya tidak mengunakan pupuk lagi menggunakan 45 kandang. pupuk kadang diganti dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti ((arivon, Chix, Pinalti, Gibgro, Booster). 4 Ketika mau memanen Melaksanakan proses adat Tidak padi istiadat dengan lagi membaca melaksanakan upacara hati ayam untuk mengetahui adat. hasil panen dan mengucap syukur kepada nenek moyang. Sumber : data primer 2014 Berdasarkan hasil uraian diatas menujukan bahwa nilai kepercayaan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat tani desa Mareda Kalada sudah lagi tidak dipercaya karena pola pikir masyarakat sudah dipengarui oleh teknologi pertanian semakin berkembang di masyarakat. Menurut Talcott Parsons perubahan sosial pada masyarakat akan berdampak pada pertumbuhan kemampuan yang lebih baik bagi masyarakat itu sendiri, khususnya untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Ada empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan yakni:. 1. Adaptasi (adaptation) supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. 2. Pencapain tujuan (goal attainment) sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu. 3. Integrasi (integration) masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal. 4. Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada 46 komponen- setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui baik motivasi individu-individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi-motivasi itu 5.6. Dampak Teknologi Pertanian Terhadap Sistem Sosial Budaya Petani Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam proses pertumbuhan masyarakat MaredaKalada mengalami perubahan, baik sistem sosial maupun sistem budaya dalam proses produksi pertanian. Akibat dari perkembangan teknologi pertanian, telah membawa perubahan pada masyarakat MaredaKalada yang tradisional menuju masyarakat yang moderen. Demikian halnya dengan cara produksi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan konsumen tentang produksi. Cara produksi yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan mempertahankan hidup, masih dikategorikan produksi yang belum mempunyai nilai tukar. Produksi masih berada pada tataran menanam dan memanen untuk dikonsumsi oleh keluarga, dan keadaan yang demikian tidak berpengaruh pada aspek sistem sosial budaya masyarakat. Ernest Mandel menjelaskan bahwa selama produktivitas kerja tetap pada tingkatan dimana seseorang hanya dapat menghasilkan kebutuhan untuk hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial didalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak mungkin. Di bawah kondisi tersebut, (Mandel, 2006 : 118) semua orang adalah produsen dan mereka semua berada pada tingkatan ekonomi yang sama. Sejalan dengan kemajuan teknologi, pertanian konvensional telah merubah wajah pertanian tradisional. Pada tahun 1960-1970, petani telah diperkenalkan dengan Panca Usaha Tani. Secara umum, dengan adanya Panca Usaha Tani, pengolahan sawah dan lahan pertanian terlihat lebih sistematis dan menggunakan teknologi bermesin (Depdikbud, 1989). Intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi pertanian dengan penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida, penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi 47 sumberdaya alam yang tak terbaharui dalamjumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah berkembang sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk masyarakat tani di desa Mareda Kalada dan dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau” (Peter Tandisau dan Herniwatiigasi, 2009). Pada tataran sistem pertanian modern, persoalan yang paling umum dan sering terjadi dimanapun adalah aspek produksi dan aspek pemasaran. Faktor produksi terkait erat dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani sangat tinggi dan terus meningkat. Peningkatan biaya produksi diakibatkan oleh semakin berkurangnya unsur hara dan kesuburan tanah yang harus diatasi dengan pemupukan. Menurut Rahardjo bahwa tanah yang kurang subur serta pemilikan tanah yang timpang (mayoritas adalah petani-petani penggarap-bukan-pemilik tanah) cenderung tidak akan menciptakan perubahan orientasi dalam kegiatan pertanian. Namun ada faktor determinan lainnya lagi yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap perubahan orientasi produk petani, yakni peruhan kebudayaan yang dibawakan oleh faktor teknologi (Rahardjo, 2004). Bagi sebagian kecil petani yang mempunyai modal (petani kaya), penggunaan teknologi pertanian tidak terlalu memberatkan. Akan tetapi bagi kebanyakan petani miskin, penggunaan teknologi pertanian untuk persiapan penanaman memerlukan modal yang cukup besar, serta beresiko mengalami kerugian dan juga bisamengalami gagal panen. Selain itu juga proses pemupukan, tanaman membutuhkan obat-obatan pembasmi hama, yang tentunya akan berpengaruh pada biaya dalam produksi. Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil. Dalam(Surayin 2001).Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik negatif maupun positif. 48 Jadi dampak dari teknologi pertanian itu sendiri ialah pengaruh atau akibat introduksi dan penggunaan alat teknologi pertanian untuk melaksanakan operasi pertanian yang dapat berakibat positif maupun negative di dalam masyarakat tani di desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur. Beberapa dampak dari teknologi pertanian yang ditinjau dari beberapa segi antara lain : 1. Penurunan lapangan kerja dan peningkatan pengangguran Dalam sistem pertanian moderen digunakan teknologi dan bahan-bahan yang berkualitas tinggi. Dengan digunakannya teknologi pertanian, kegiatankegiatan yang biasa dilakukan oleh petani digantikan oleh mesin yang berteknologi tinggi. Namun disisi lain merupakan beban bagi petani buruh karena pendapatan buruh tani dan produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian semakin sulit. Sehingga para petani lambat laun mulai banyak yang kehilangan pekerjaan. Banyaknya petani yang tidak bekerja dapat meningkatkan angka pengangguran. Lapangan pekerjaan untuk petanipun berkurang karena semua kegiatan bertani dapat dilakukan oleh mesin.Petani-petani yang pekerjaannya telah digantikan oleh teknologi pertanian menjadi pengangguran dan tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 2. Hilangnya kearifan tradisional dan budaya tanaman lokal Berikut ini jenis padi lokal dan benih yang direkomendasikan dari dinas pertanian: Tabel 5.3 Jenis padi dahulu (Lokal) dan Padi sekarang No Jenis Padi dahulu (lokal) Jenis Padi sekarang 1 Padi Bingtang Padi Ciliwung 2 Padi Pelita Padi Ciherang 3 Padi P B 5 Sumber : Data primer 2014 Masyarakat Wewewa Timur khususnya masyarakat Mareda Kalada umumnya bertani dengan memperhatikan keadaan sosial disekitarnya. Apabila menggunakan sistem pertanian moderen, tidak ada lagi kearifan tradisional dan kebanyakan tanaman yang ditanaman adalah tanaman yang sedang naik daun atau tanaman yang dibutuhkan sangat banyak dan berdaya jual tinggi. 49 Sehingga padi-padi lokal tidak dapat bersaing karena sedikit sekali petani yang menanamnya. 3. Ketergantungan petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia Karena dibutuhkan modal yang sangat besar, para petani membutuhkan bantuan dari pemerintah dalam hal modal dan informasi-informasi terbaru tentang pertanian.Petani juga mengalami ketergantungan dengan perusahaan/industri agrokimia, karena kebanyakan mereka menggunakan bahan-bahan kimia. Dalam hal ini bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain : TSP, Urea dan KSL, tiga jenis pupuk ini biasa digunakan oleh petani di desa Mareda Kalada untuk menyuburkan tanaman, seperti yang dijelaskan sendiri oleh petani bawah ketiga macam pupuk ini mempunyai fungsi masing-masing yakni:TSP untuk pupuk dasar, pupuk Urea untuk menyuburkan daun-daun padi sedangkan pupuk KSL untuk menyuburkan buah padi. Selain pupuk untuk menyuburkan tanaman padi petani juga menggunakan pupuk kimia lainnya untuk mencegah penyakit seperti pupuk Arivon, Chix, Pinalti, Gibgro, Booster. 4. Rasa kekeluargaan dan kekompakan antar petani berkurang Pertanian moderen lebih menggunakan mesin daripada tenaga manusia atau petani. Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya rasa kekeluargaan dan kekompakan antar petani. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena petani bisa-bisa bersaing secara tidak sehat. Dengan teknologi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis dikembangkan dan dibangun dari pertanian tradisional melalui proses modernisasi. Pada prinsipnya, modernisasi menuntut terjadinya perubahan dan pembaharuan sistim nilai dan budaya. Modernisasi berarti melakukan reformasi terhadap norma dan budaya yang tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman, kurang produktif, kurang efisien dan tidak memiliki daya saing. Perubahan tersebut perlu waktu, harus terjadi dalam lingkup integral dan tidak hanya mencakup aspek-aspek teknis, ekonomis, politis melainkan juga aspek penghidupan sosiol budaya. Pengembangan teknologi pertanian pasca panen yang mampu memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan sistem dan usaha tani. Dimana pengembangan tersebut bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat bagi 50 berlangsungnya pengembangan teknologi pertanian, sebagai wahana perubahan budaya pertanian tradisional ke budaya pertanian industrial atau modern. Adanya modernisasi teknologi pertanian di satu sisi mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas (nilai teori), orientasi ekonomi dan nilai kekuasaan teknologi,sementara pada sisi lain modernisasi mengakibatkan lunturnya nilainilai kepercayaan (nilai agama), nilai gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami komersialisasi. Modernisasi dapat juga menaikan semua nilai budaya yang di uraikan di atas. Kenyataan memperlihatkan bahwa nilai yang sangat dominan mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas (nilai teori), orientasi financial (nilai ekonomi) sebagai dampak kebijaksanaan pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pesatnya penerapan ilmu dan teknologi pertanian. Sehingga pergeseran nilai dan peransosial budaya terjadi, karena modernisasi menururt Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan. Modernisasi lebih banyak diwarnai oleh gejala perubahan tekhnologi dan berkembangnya ekonomi pasar. Sedangkan pembangunan lebih menitik beratkan pada adanya perubahan struktur masyarakat. Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan diterapkanya teknologi biologis dan biokimia, telah bergeser dan bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang bersifat rasional. Wawasan dan cara berfikir mereka menjadi lebih terbuka bahwa meningkatnya hasil panen tidak semata-mata ditentukan oleh dilaksanakanya ritual-ritual yang selama ini biasa dilakukan di sawah/ladang,tetapi ditentukan oleh penanaman bibit unggul, cara pengolahan, penggunaan pupuk, pemberantasan hama sampai kepada penanganan pasca panen. Hal ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama (kepercayaan) makin luntur dan memudar. Selain itu sebelum masuknya teknologi pertanian di desa Mareda Kalada, para petani menggelola sawahnya dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi. Sekarang lahan pertanian sudah dikelolah dengan bantuan mesin (menyewa traktor milik pemodal). Demikian juga dalam pelaksanaan panen yang dulunya banyak melibatkan para tetangga memangterlihat tidak efesien dengan adanya tresser (mesin perontok padi) penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang. Penggunaan teknologi pertanian ini disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain pola hubungan antar masyarakat petani, jelas merenggan. 51 Dahulu, nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika ada tetangga yang melaksanakan syukuran atau ritual-ritual. Ketika petani mau menanam padi sawah ataupun pada saat panen, pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi, makan siang atau makan kecil dan suka rela dari keluarga. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka petani yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panen sudah harus memperhitungkan upah. Adanya desakan ekonomi yang kuat, memang terlalu sulit dan berat untuk mempertahankan model gotong royong seperti diatas. Pola pikir praktis dengan hanya memberi uang tanpa mau terlibat gotong royong jelas merupakan pertanda erosi nilai dan munculnya nilai baru yakni indivualisme pada masyarakat perdesaan, Munculnya nilai individualisme ini terjadi karena semakin terbatasnya kepemilikan tanah yang banyak dikuasai oleh tuan tanah lokal atau masuknya petani dari luar desa. Benih-benih individualisme di atas banyak dicontohkan oleh orang–orang kampung yang relatif terpelajar. Diantara mereka sekarang banyak membuat pagar tembok sekeliling rumahnya padahal dulu perbuatan ini dianggap angkuh dan dinilai tidak memiliki rasa kebersamaan. Jadi rasa kebersamaan yang dulu ada di kampung, sekarang tidak terlihat lagi, kalau di kota barangkali hal ini dapat dimengerti. Fenomena di atas menjadi indikasi bahwa nilai gotong – royong,nilai solidaritas sosial di masyarakat tani desa Mareda Kalada telah menurun, sedangkan nilai kekuasaan teknologi semakin meningkat dan menguat. Penguatan nilai kuasa ini dapat dilihat dari kondisi riil bahwa para petani di desa telah menggunakan kuasanya dalam mengelola sawahnya, memanen padi, menyewa traktor dan dalam berbagai kegiatan lainnya, yang sebelumnya mungkin karena ikatan-ikatan tradisional harus mereka kerjakan dengan mengikutsertakan petani tetangga atau petani sedesanya. Keadaan ini menjadi pertanda yang jelas bahwa masuknya teknologi pertanian memang menguntungkan sekaligus juga menumbuhkan benih–benih individualisme pada masyarakat petani yang sebelumnya hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. 52 5.7.Luas, Dalam Dan Cepatnya Perubahan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Tani Desa Mareda Kalada Akibat Dari Penggunaan Teknologi Pertanian Yang Moderen. Dapak teknologi terhadap kebudayaan dapat baik dan dapat pula buruk. Teknologi pertanian moderen yang digunakan oleh masyarakat tani desa Mareda Kalada minimbulkan dan memperlihatkan betapa besarnya perubahan-perubahan yang timbul dalam sistem sosial dan tata nilai kebudayaan masyarakat tani itu sendiri. Keadaan pertanian di desa Mareda Kalada yang tidak lagi memungkinkan sistem kekeluargaan, solidaritas antara petani saling bahu membahu seperti dalam sistem masyarakat yang tradisional, telah terjadi perubahan yang besar. Di desa tersebut masyarakat petani tidak lagi membangun relasi antara petani dengan petani akan tetapi petani lebih banyak membangun relasi dengan penggusaha yang menguwasai teknologi pertanian, contoh kecilnya petani tidak lagi membutukan tenaga petani lain untuk membantu, ia lebih membutukan teknologi pertanian dalam mengelolah hasil dari pertanian tersebut. Hal ini menyebabkan kemesraan hubungan antara petani dengan petani menjadi berkurang masing-masing mengurusi dirinya sendiri.Selain itu dari wawancara mendala denga bapak Marten Malo Lende kebutuhan akan menyewah teknologi pertanian yang moderen, kebanyak para petani sudah terikat kontrak dengan pengusaha di bidang pertanian. Para pengusaha tidak membebani petani untuk membayar harga sewa teknologi, mereka telah menetapkan harga jual dari hasil panen, dan sudah menjadi kewajiban bagi petani untuk menjual hasil pertanian mereka kepada pengusaha tersebut, kompensasi yang terjadi adalah harga beli hasil panen tersebut dengan harga yang lebih murah. Walaupun penggunaan teknologi pertanian di desa Mareda Kalada sejak tahu 1990 akan tetapi perubahan sistem sosial budaya dari tahun ketahun hinggah 53 pada saat ini masih lambat dikarenakan dari segi kebudayaan masyarakat sendiri waktu itu belum siap betul untuk menerima atau menggunakan alat tersebut dengan rutin. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi masyarakat petani di desa Mareda Kalada dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adakalanya adat dan kebiasaan begitu kuatnya sehingga sulit untuk diubah. Hal ini merupakan bentuk halangan terhadap perkembangan dan perubahan kebudayaan. Misalnya, memotong padi dengan mesin dapat mempercepat proses pemanenan, namun karena adat dan kebiasaan masyarakat masih banyak yang menggunakan sabit atau ani-ani, maka mesin pemotong padi tidak akan digunakan hal ini lah yang menjadi salah satu faktor yang memperlambat terjadinya proses perubahan sistem sosial di masyarakat tersebut, selain itu faktor lambatnya perubahan tersebut yakni: dukungan dari pemerintah yang masih kurang, faktor ekonomi petani, faktor infrastruktur dan nilai kepercayaan bagi masyarakat petani. 54 Bab VI PENUTUP 6.1. Kesimupulan Dalam Bab ini diuraikan akhir dari serangkaian penulisan, dengan demikian muatan pokok bab ini adalah kesimpulan dan saran. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang: Dampak Penggunaan Teknologi Pertanian Terhadap Sistem Sosial Budaya Masyarakat Tani Desa Mareda Kalada Kecamatan Wewewa Timur Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur, Berbagai pengaruh dari perkembangan teknologi pertanian di desa Mareda Kalada baik dampak positif maupun negatif. Dampak positif diantaranya memberikan berbagai kemudahan, mempermudah meluasnya berbagai informasi, dan bertambahnya pengetahuan dan wawasan. Sedangkan dampak negatifnya diantaranya mempengaruhi pola berpikir dan hilangnya budaya Tradisional. Oleh sebab itu Kesimpulan yang dapat ditarik yakni: 1. Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat tani desa Mareda Kalada akibat dari adopsi teknologi pertanian mencangkup tatakelola produksi lahan pertanian yakni: cara mengelola tanah, cara menanam, cara pemeliharaan dan pemupukan, cara memanen, cara mengangkut, cara mengeringkan padi, cara penyimpanan dan pengelolaan semuanya terinovasi sehingga menyebabkan kebiasaan-kebiasaan lama seperti membajak sawah dengan menggunakan tenaga hewan (kerbau dan sapi), memelihara tanaman padi dengan pupuk kandang, memanen padi dengan menggunakan ani-ani, memisakan biji padi dari tangkai padi dengan menggunakan kaki, memisahkan kulit biji padi dengan ditumbuk, semua kebiasaan yang sudah turun-temuran dianut oleh masyarakat tani desa Mareda Kalada menjadi hilang dan menyebabkan ketergantungan masyarakat tani terhadap teknologi pertanian. 2. Adanya modernisasi teknologi pertanian disatu sisi mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas, orientasi ekonomi dan nilai kekuasaan teknologi,sementara pada sisi lain modernisasi mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai agama), nilai gotong royong (solidaritas) dan 55 nilai seni mengalami komersialisasi. Kenyataan memperlihatkan bahwa nilai yang sangat dominan mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas (nilai teori), orientasi financial (nilai ekonomi) sebagai dampak kebijaksanaan pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pesatnya penerapan ilmu dan teknologi pertanian. 3. Dahulu, nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika ada tetangga yang melaksanakan syukuran atau ritual-ritual. Ketika petani mau menanam padi sawah ataupun pada saat panen, pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi, makan siang atau makan kecil dan suka rela dari keluarga. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka petani yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaannya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panen sudah harus memperhitungkan upah. 4. Eksistensi nilai agama (kepercayaan Marapu) tersebut, setelah hadir dan diterapkanya teknologi pertanian, telah bergeser dan bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang bersifat rasional. Wawasan dan cara berfikir mereka menjadi lebih terbuka bahwa meningkatnya hasil panen tidak semata-mata ditentukan oleh dilaksanakanya ritual-ritual yang selama ini biasa dilakukan di sawah/ladang,tetapi ditentukan oleh penanaman bibit unggul, cara pengolahan, penggunaan pupuk, pemberantasan hama sampai kepada penanganan pasca panen, sehinggah ritual-ritual yang dilakukan pada saat mau menanam ataupun memanen sudah dilupakan dan tidak lagi dilakukan padahal ritual yang dilakukan selama ini juga menandakan jati diri masyarakat petani terlebih khususnya desa MaredaKalada.Hal ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama (kepercayaan) makin luntur dan memudar. 56 6.2.Saran Memberdayakan petani bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan karena apa yang pemerintah pikirkan belum tentu demikian adanya yang dihadapi oleh petani. Petani sebagai individu memiliki motivasi dan sasaran yang berbedabeda dalam bidang pertanian. Ada nilai, sikap dan persepsi yang melekat dalam diri mereka sehingga pemerintah tidak boleh memaksakan program yang mereka (pemerintah) anggap baik. Petani bebas menentukan apa yang menjadi hal esensial yang mereka pikirkan dalam pertanian. Posisi pemerintah hanyalah fasilitator dalam pembangunan pertanian. Fungsi pemerintah adalah mempermudah petani bukan penentu tujuan. Salah satu bentuk dari pemberian kebebasan kepada petani adalah lewat penyuluhan yang partisipasif. Petani dijadikan sebagai aktor utama dalam pembangunan pertanian. Mereka menemukan masalah dan mencari penyelesaian yang tepat yang sesuai dengan nilai, sikap dan persepsi yang mereka anut (budaya). Pemerintah bertugas memberikan saran dan metode yang telah diuji secara ilimiah untuk dimanfaatkan petani. Sementara fase penyesuaian dilaksanakan oleh petani sendiri dengan pendampingan penyuluh. Dengan cara yang demikian diharapkan terwujud petani yang berkualitas dan sejatera serta terwujudnya tujuan pembangunan pertanian. Selain itu perkembangan peran dan posisi kaum perempuan sejak dulu hingga saat ini telah menempatkan perempuan sebagai mitra yang sejajar dengan kaum pria. Perempuan memiliki peran penting dalam bidang pertanian dan Perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan kaum pria. Oleh karena itu harus diikut sertakan dalam pengambilan keputusan. Dukungan dan partisipasi semua pihak yang terkait sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan. Selain mengurus rumah tangga, perempuan dapat membantu suami dalam mencari nafkah dan mengurus lahan pertanian. 57 Daftar pustaka Buku Koentjaraningrat. 1984. Masalah-masalah Pembangunan: Bunga Rampai Antropologi Terapan. Jakarta. LP3ES Menno, S., Mustamin Alwi. Antropologi Perkotaan. 1992. Jakarta: Rajawali Press. Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. Soetriono., Anik Suwandari., Rijanto. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Bayumedia. A.J. Atmaja, I Ketut., Sudarja, I Nyoman., Theresia, Indrawati., dkk. 2007. Pertanian. Surabaya: SIC. Yuliati, Yayuk. & Mangku Poernomo. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama. Redaksi Agromedia. 2007. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Petunjuk Pemupukan. Jakarta: Agromedia Pustaka. Bottomore, TB., Elit dan Masyarakat, Jakarta: Akabr Tandjung institute, 2006 Tjondronegoro, Soediono M. P. 1999. Keping-keping Sosiologi dari Pedesaan. Tanpa kota terbit: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soetriono. 2006. Daya Saing Pertanian Dalam Tinjauan Analisis. Bayumedia Publishing. Malang. Sugiyono, Prof,. Dr. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya. Mosher, A.T., 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta:Yasaguna Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta Nasikun 2010 . Sistem sosial budaya indonesia. Jakarta: Rajawali Pers,. Ilyas. Y, 2001. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Penerbit Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI, Depok 58 DR. Soerjono Soekanto, S.II., M.A. Teori sosiologi tentang perubahan sosial. Jakarta Jl. Pramuka Raya 4, tel 884814 – 883842 Koentjaraningrat. 1984.Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta Sevilla, Consueo G., dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia. Suwondo, Kutut. 2008. Makna Penelitian Kualitatif. Salatiga: Diktat Perkuliahan Magister Study Pembangunan UKSW enzin, Norman K., Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. Soekanto Soerjono. 2010. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta :PT Rajagrafindo Persada. Surayin.Kamus umum bahasa Indonesia Cet. I. Bandung : Yrama Widya, 2001 Dr. Soerjono Soekanto. S.H, M.A Teori sosiologi tentang perubahan. Thn 1983, jln pramuka raya 4 jakarta. Harry Pearson Smith – Lambert Henry Wilkes, mesin dan peralatan usaha tani. Thn 1990. by Gadjah mada universitas yogyakarta Akmadi Abbas. 2004. Spesifikasi Alat Teknologi Tepat Guna. Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia. Balai Besar Pengembangan TeknologiTepat Guna. Edward Burnett Tylor.Budaya primitif. Universitas Indiana 2 mei 2009, penerbit Harper, 1958. Pranadji, T. 2000. Desentralisasi dan Pemberdayaan Sosio Budaya Setempat untuk Pencepatan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Bandung, 28 Februari - 30 April 2000. Jacob, Nulik. Dkk. 2002. Teknologi Unggulan Spesifik Lokasi Hasil Pengkajian Pertanian. BPTP Nusa Tenggara Timur Schumer, E.F. 1987. Kecil Itu Indah. LP3ES.Yayasan Obor. Jakarta. 59 Rahardjo. 2004.Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. UniversitasGadjah Mada Press. Jogjakarta. Nurpilihan,B. dkk. 2008.Standard Kompetensi Lulusan S1 Teknologi Pertanian. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2004. Penggunaan TABELA Untuk Penanaman Padi Sawah di Kendari. Nurpilihan,B. 2001.Teknologi Pengelolaan Hemat Air Sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Sumber Daya Air Di Lahan Pertanian. Senat Universitas Padjadjaran 2001. Nurpilihan, B. 2002. Reposisi Teknologi Pertanian Memacu Agroindustri Berbasis Komoditi Unggulan. Pascasarjana Universitas Andalas dan Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia. Rahardi,R. 2008.Teknologi Dan Masyarakat, Pemikiran-Pemikiran Seorang Teknolog. Penerbit CV Lubuk Agung Bandung. Habibie, B.J. 1995. Kampanye Teknologi. Kantor Menteri Riset dan Teknologi. Jakarta Ranjabar,Jacobus.2006.Sistem Sosial Budaya ( Suatu Pengantar ).Bogor:GhaliaIndonesia. Bafdal, N. 2012.Pengantar Teknologi Industri Pertanian. Bandung: Unpad Press. Hardjosentono, et al. 1996.Mesin-Mesin Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara Daywin, F. J., et al.2008. Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Yogyakarta: Creata LPPM Depdikbud, 1990. Sistem pendidikan Nasional, (UU RI. No 2 Tahun 1989),Semarang, Media Wiyata. Schoorl, J.W. (1991).Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan NegaraNegaraSedang Berkembang, Jakarta: Gramedia. Mangunwijaya Y.B. (1983) Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor Indonesia. 60