modul 6 kebijakan pengelolaan perikanan berkelanjutan

advertisement
BAB VI : MODUL 6
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN
BERKELANJUTAN
6.1 Pengaturan Perikanan Berkelanjutan
6.1.1 Batasan
Beberapa konsep terkait dengan pembangunan perikanan berkelanjutan
antara lain adalah sebagai berikut :
(a) Pembangunan berkelanjutan : menurut World Commission on Environment
and Development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mempersoalkan kamampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Walaupun ada ketidakjelasan pada definisi pembangunan
yang bisa
membangkitkan berbagai pertanyaan mengenai kemapanan hari ini dan esok:
apakah hari ini harus lebih buruk dari esok dan bagaimana kompensasi yang harus
diberikan bila kemapanan hari ini sangat baik. Telah disepakati bahwa tidak boleh
ada kebijakan yang mengakibatkan kemapanan menurun, bahwa apa yang dapat
dinikmati oleh anak cucu kita adalah seperti yang lita nikmati hari ini.
(b) Governance menurut Bank Dunia adalah tindakan, proses, atau kekuasaan
yang dilakukan pemerintah melalui pengadministrasian dan pengawasan penerapan
undang-undang, peraturan dan kebijakan publik pada sektor pembangunan (dalam
hal ini perikanaan).
(c) Managemen adalah tindakan, cara atau peraktik untuk mengelola, supervisi
atau kontrol terhadap sesuatu (dalam hal ini perikanan)
untuk memastikan
keberlanjutan produktifitas (perikanan) dan pencapaian tujuan lainnya.
(d) Penangkapan berlebih adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan
melalui suatu effort (jumlah perahu, alat tangkap,
tangkap ikan lebih rendah dibanding junlah effort
trip melaut)
dengan hasil
pada tingkat pemanfaatan
maksimum berkelanjutan (maximum sustainable yield, MSY).
120
(e) Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah suatu daerah di laut yang ditetapkan
untuk melestarikan dan melindungi sumberdaya laut, dimana diatur zone-zone
yang dapat dan tidak dapat dilakukan eksplotasi biota laut atau pelarangan kegiatan
yang mengancam keberlanjutan sumberdaya biota laut.
(f) Co-managemen adalah bentuk kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah
untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan. Skore peran menentukan
jenis/ tipe co-managemen konsultatif, kooperatif, atau informastif tergantung pada
besarnya peran dalam managemen sumberdaya perikanan mengacu pada Gambar
6.1 berikut.
Komunitas
Pemerintah
Kooperatif/ Partnership (peran sama kuat)
:
Gambar 6.1 Tipe Kolaborasi / Posisi Peran Pada Model Co-Managemen
6.1.2 Krisis, Penyebab dan dan Solusi Penangkapan Ikan Berlebih
(1) Krisis
Laporan FAO menyebutkan bahwa
batas pemanfaatan cadangan ikan
dunia telah dicapai, bahkan 25% wilayah laut telah berada pada kondisi
penangkapan ikan berlebih (Bank Dunia, 2004). Hasil pelacakan melalui diskusi
kelompok secara mendalam di pesisir Lekok, Selat Madura telah menunjukkan
penurunan produktifitas
perikanan, disamping
ukuran
ikan hasil tangkapan
semakin lebih kecil dari keadaan sebelumnya. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut,
maka kondisi perikanan di pesisir Selat Madura, khususunya cadangan ikan di
kawasan Pesisir Lekok bisa mengalami kepunahan, kesejahteraan nelayan semakin
menurun dan kemiskinan nelayan terancam.
Kondisi tersebut semakin diperparah karena tekanan penduduk yang
cenderung menambah alat tangkap baru, adanya ancaman pencemaran lingkungan
pesisir, kerusakan habitat di kawasan pesisir tempat tinggal/ kawasan pemijahan
121
ikan akibat polah tingkat manusia/ nelayan yang tetap ingin bebas mengeksploitasi
menangkap ikan secara bebas tanpa pengaturan.
(2) Penyebab
Bank Dunia (2004) dan hasil pengamatan di lapang (Muhammad, dkk.,
2010) menyimpulkan kondisi tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, utamanya
adalah :
(a) Tata pengaturan perikanan oleh pemerintah (governance) di semua tingkatan
managemen perikanan skala internasional, regional, nasional dan lokal masih
lemah. Bahkan semisal UU Perikanan No. 31/2004 atau No. 45/2010
menetapkan nelayan kecil melakukan penangkapan ikan tanpa persyaratan ijin
penangkapan ikan, artinya open access, sehingga cadangan ikan di kawasan
pesisir menjadi teksplotasi secara berlebih.
(b) Butir (a) terkait juga dengan kebijakan subsidi BBM yang dengan mudah
mendorong nelayan melaut dan akan meningkatkan effort semua skala alat
tangkap sehingga effort tumbuh melebihi jumlah yang diijinkan, terlebih lagi
pemanfaatan ikan di kawasan pesisir oleh nelayan kecil tanpa ijin yang
dilindungi oleh UU Perikanan.
(c) Kemajuan teknologi mendorong ekspansi penangkapan ikan dan peningkatan
kapasitas serta jumlah effort pada semua tingkatan skala perikanan tangkap.
(d) Permintaan ikan yang semakin meningkat karena peningkatan jumlah
penduduk, bahan baku pakan ternak, alasan kesehatan dan peningkatan
pendapatan masyarakat di kota-kota.
(e) Kajian ilmiah terbaik untuk menunjang kebijakan pembangunan dan
pengelolaan perikanan belum memasukkan aspek lingkungan, dimana :
- Aspek natural, sosial dan managemen perikanan lepas dari pertimbangan
kebijakan.
- Pendekatan MSY belum mempertimbangkan resiko yang timbul karena
olah manusia dan perubahan lingkungan.
122
- Pendekatan tunggal (biologia saja) yang selama ini berkembang ternyata
tidak mencukupi, khususunya untuk pengelolaan perikanan multi-spesies
si perairan tropis.
(f). Perubahan iklim yang semakin mengancam kehidupan ikan. Kondisi perikanan
terkait dengan arus dan danpak yang timbul karena perubahan suhu global,
seperti kejadian El Nino. Emisi karbon yang semakin meningkat merupakan
ancaman bagi kehidupan biota perairan, khususunya ancaman terjadinya
“bleaching” terumbu karang tempat sebagian besar ikan tinggal atau terkait
kehidupannya.
(3) Solusi Kelembagaan Perikanan Berkelanjutan
Menurut Bank Dunia (2004) untuk memecahkan permasalahan tersebut
diatas diperlukan langkah
penguatan kelembagaan secara komprehensif untuk
pemenuhan syarat pokok dan syarat kecukupan sebagai berikut :
A. Penguatan Kelembagaan Perikanan Berkelanjutan
Menurut Bank Dunia (2004) diperlukan penguatan pengaturan (governance)
dan managemen perikanan berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan sebagai
berikut :
(a)
Sistem
Managemen
Perikanan,
khususnya
penguatan kelembagaan
Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dewan Kelautan dan Perikanan, LSM
Perikanan dan Kelautan, Organisasi Tingkat Propinsi dan Masyarakat Lokal..
(b) Sistem Monitoring, Control dan Surveilance (MCS) termasuk kelengkapan
kapal patroli dan peran FMS (Fisheries Monitoring System).
(c) Sistem Peradilan Perikanan baik secara otonom mau[un bagian dari Sistem
Peradilan Nasional.
(d) Penerapan Co-Managemen yang melibatkan masyarakat nelayan secara aktif.
(e) Pengaturan Hak Pemanfaatan Cadangan Ikan secara
efektif.
bijak, efisien dan
123
B. Penguatan Pelaksanaan Managemen Perikanan Berkelanjutan
Untuk keberhasilan managemen perikanan berkelanjutan diperlukan
beberapa strategi dan alat/ teknik syarat kecukupan untuk penerapan managemen
perikanan berkelanjutan sebagai berikut :
(a)
Penggunaan Kawasan Konservasi Laut dengan tekanan pada penghentian
penangkapan ikan untuk memeberikan kesempatan pertambahan besar induk
ikan, biodiversitas dan perlindungan ikan-ikan yang mudah punah.
(b) Perubahan pola penangkapan ikan dengan tekanan tidak boleh menangkap
ikan belum sempat bertelur melalui pengaturan selektifitas alat tangkap ikan,
dan alat tangkap tidak ramah lingkungan serta memerikan kesempatan ikan
memijah. Perubahan pola penangkapan termasuk pengaturan musim dan
wialayah tertutup untuk melakukan penangkapan ikan
sementara atau
permanen..
(c) Program restocking dan penguatan cadangan ikan di alam dengan melakukan
penebaran bibit di alam dan memproduksi bibit biota target restocking secara
massal.
(d) Program reduksi/ penguarangan .kapasitas/ ukuran alat tangkap, baik dalam
jumlah maupun produktifitasnya sampai pada tingkat Tangkapan Total Yang
Boleh Ditangakap (TAC).
(e) Program Budidaya Laut, khususunya melibatkan perempuan nelayan untuk
kegiatan budidaya biota laut di pantai.
(f) Kendali keamanan pangan dan sertifikasi produk perikanan untuk memberikan
jaminan pangan ikani yang memenuhi persyaratan kesehatan.
(g) Promosi perluasan Alternatif Mata Pencaharian Nelayan (AMP) yang
memberikan jaminan dan harapan pekerjaan untuk memperbaikan pendapatan
rumahtangga nelayan melalui mata pencaharian tambahan di luar penangkapan
ikan. Promosi ini diimbangi dengan motivasi rumahtangga nelayan
agar
meninggalkan usaha melaut.
6.2 Pembentukan Kawasan Konservasi SDA/ Laut
Lebih dari sepuluh tahun terakhir strtaegi dan teknik/ alat menegemn sumberdaya
perikanan ditempuh dengan pendekatan “musim tertutup/ closed season,. Saat ini gagasan
124
managemen perikanan ditempuh dengan pendekatan “penutupan seluruh waktu untuk area
tertentu” melalui pendekatan Kawasan Lindung Laut (fishery reserves, fish sanctuary atau
kawasan dilarang menangkap ikan (no take area) atau Kawasan Lindung Laut (Marine
Protected Areas, MPAs).
Pendekatan ini dinilai sebagai “kata kunci”
tindakan
managemen perikanan berkelanjutan melalui Kawasan Konservasi Laut (Wold Bank/
Bank Dunia, 2004).
Selanjutnya ditegaskan bahwa Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sangat
cocok untuk perikanan multi-species dan multi alat tangkap di kawasan tropis, dimana
metode konvensional (pendekatan biologi) melalu8i managemen per jenis ikan sangat
sukar penerapannya, khususunya berkaitan dengan penegakan peraturan di kawasan
perikanan multi species dan multi pendaratan ikan tersebut seperti yang kita saksikan di
perikanan Indonesia.
Menurut Gell dan Roberts (WWF, 2002) pendekatan KKL akan meningkatkan
ukuran ikan untuk memijah dan berreproduksi, sehingga menghasilkan benih ikan kecil
yang lebih banyak. Selanjutnya, ikan-ikan yang berkembang biak di kawasan KKL akan
mengekspor anak-anaknya dan ikan-ikan dewasa melimpah ke kawasan daerah
penangkapan di kawasan sekitarnya. Dengan demikian, adanya KKL akan memberikan
jaminan pemanfaatan perikanan berkelanjutan.
Konsep
tentang KKL dan dampaknya terhadap
cadangan ikan di daerah
penangkapan di sekitar KKL (Kawasan Prmanfaatan) berkelanjutan ditunjukkan pada
Gambar 6.2 (Ward, Heinemann dan Evans, 2001). Mengacu pada Gambar 6.2, alur proses
penguatan managemen cadangan ikan berlangsung mengikuti tahapan sebagai berikut :
125
Immediate
Short-term
Cessation of all
fishing activity
Medium-term
Biodiversity increase Ekological
fuction enhanced Communities
stabilize Habitat complexity
increase Tourism boosted
Education and research
16
opportunities provided
1
Fishing
damage
stopped 12
Settlement and
recruitment 15
enhanced
Habitat condition
13
improves
Fishing mortality
eliminated
2
Long-term
Spawning habitat
condition improves
14
„Natural‟ age/size
structure reestablished
Mean age and 5
size increase
Individuals live
longer
3
Biomas and spawning
biomas increase
7
Mortality rates are
lower
17
Fishing selection
reduced
18
Reduced loss of
genetic information
4
Number and density
increase
19
Population Stucture
6
Spawning activity and
efficiency increase
9
Reproductive
output increase
10
Sanctuary
spillover
8
Larval export
11
Stability
enhancement
Fishing Grounds
Gambar 6.2 Konsep KKL dan dampaknya terhadap managemen cadangan
ikan (Ward, Heinemann dan Evans, 2001).
20
126
Keterangan Gambar 6.2 :
Tahap 1 : Penangkapan ikan di KKL dihentikan.
Tahap 2 : Mortalitas tangkapan menurun.
Tahap 3 : Hidup ikan lebih lama.
Tahap 4 : Tingkat kematian ikan meurun lebih rendah
Tahap 5 : .Rata-rata umur dan ukuran ikan di KKL meningkat.
Tahap 6 : Jumlah dan kepadatan populasi ikan di KKL meningkat.
Tahap 7 : Biomasa dan biomasa cadangan pemijakan ikan meningkat.
Tahap 8 : Terjadi limpangan anak-anak ikan ke daerah pemanfaatan ikan.
Tahap 9 : Aktifitas pemijahan dan efisiensi meningkat.
Tahap 10 : Keluaran kegiatan reproduksi meni9ngkat.
Tahap 11 : Ekspor larva dari KKL ke daerah pemanfaatan meningkat.
Tahap 12 :Pengrusakan habitat di KKL berhenti.
Tahap 13 :Terjadi perbaikan kondisi habitat.
Tahap 14 :Terjadi perbaikan kondisi habitat untuk memijah.
Tahap 15 :Terkadi penguatan tambahan individu baru (recruitment).
Tahap 16 :Biodiversiti meningkat. Ekosistem
lebih baik. Terjadi perbaikan
kompleksitas ekosistem. dll.
Tahap 17 : Stuktur unur dan ukuran ikan stabil.
Tahap 18 : Seleksi ikan karena penangkapan tidak terjadi.
Tahap 19 :Penurunan informasi genetis dikurangi.
Tahap 20 :Terjadi penguatan stabilitas struktur, jumlah dan umur ikan di KKL.
Beberapa pertanyaan dan jawaban bukti lapang kegunaan adanya KKL
bari berbagai informasi diantaran ya adalah sebagai berikut :
Pertanyaan 1 :
Bagaimana
pendekatan KKL ini dibandingkan dengan pendekatan
konvensional (biologi ikan) yang sudah ada ?.
(1) Berdasarkan bukti lapang pendekatan konvensional (atas dasar biologi ikan)
ternyata tidak mencukupi.
127
(2) Pendekatan KKL merupakan pendekatan ekosistem (lingkungan) yang
terkait dengan biologi ikan target, disamping aspek biologi tersebut.
(3) Pendekatan KKL disamping lebih mudah dan sederhana, juga lebih
memberikan jaminan bagi keberlanjutan perikanan (WWF, 2002).
Pertanyaan 2 :
Bagaimana dengan pilihan jenis ikan dan lokasi KKL ?
(1) Berdasarkan bukti lapang agar dipilih jenis ikan target utamanya ikan
demersal migrasi pendek, seprti kepiting/rajungan,
simping (kerang-
kerangan), mentimun laut dan lain-lain ikan karang.
(2) Sebaiknya KKL dipilih pada lokasi pemijahan ikan target, bisa di kawasan
terumbu karang atau di luar terunbu karang seperti kawasan padang lamun,
mangrove, pesisir dan lain –lainnya.
(3) Bukti peningkatan kepadatan ikan di KKL berkisar 1,5 – 3 tahun.
Pertanyaan 3 :
Bagaimanan dengan luasan kawasan lindung tersebut ?.
Hasil uji lapang diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Luasan minimal KKL yang ada di St. Lucia adalah 2,6 Ha.
(2) Luasan optimal antara 15 – 25% kawasan perikanan penangkapan.
(3) Keuntungan maksimal dengan luasan 25 – 40%.
(4) Untuk Indo0nesia dianjuukan 10% dari panjang pantai (Pet dan Mouse,
2001).
(5) Petugas pengelola KKL yang berdedikasi sangat perlu un tuk keberhasilan
KKL.
(6) Keterlibatan komunitas dalam pengelolaan dan pengawasan menentukan
keberhasilan KKL (Bank Dunia, 2004)
(7) Kawasan KKL yang lebih luas lebih baik dari banyak kawasan KKL tapi
sempit.
(8) Network antar KKL penting. (WWF,2002).
128
Pertanyaan 4
Bagaimana dengan tugas pemerintah tingkat nasional, propinsi dan kabupaten
untuk menjamin keberhasilan KKL ?
Menurut Bank Dunia (2004), dari hasil dan temuan lapang diperoleh gambaran
untuk memenuhi syarat pokok managemen perikanan berkelanjutan sebagai
berikut, yaitu :
(1) Pemerintah harus memiliki perencanaan dan kebijakan untuk mendukung
keberhasilan KKL.
(2) Bertanggung jawab terhadap validitas data dan ststistik perikanan..
(3) Memiliki
hasil penilaian JTB
(TAC)
(Jumlah Tangkapan
Yang
Diperbolehkan).
(4) Melakuakn program riset yang relevan untuk dasar evaluasi KKL.
(5) Pemerintah mengummkan dan mensosialisasikan secara terbuka kawasan
KKL yang telah ditetapkan.
(6) Pemerintah
menetapkan dan
menyebarluaskan
prosedur
standar
operasional pengelolaan KKL, tentang siapa melakukan apa, apa yang
boleh dan tidak noleh dilakukan oleh nelayan atau petugas KKL.
(7) MCS (monitoring, kontrol dan surveilance) dan penegakan
aturan
dilakukan secara teratur dan disip.lin.
6.3 Argumen Kebijakan Penguatan Alternatif Mata Pencaharian (AMP)
Dalam teori Ekonomi Perikanan dan kelautan , pada tingkat keseimbangan “open
access-, bebas eksploitasi SDA” unit penangkapan milik perorangan (rumahtangga
nelayan) hanya cukup menutup biaya-biayanya. Biaya itu meliputi upah untuk ABK. Upah
nelayan didasarkan sistem bagi hasil, sehingga besarnya tidak diketahui dengan jelas.
Seringkali biaya ini dianggap sama dengan upah yang mungkin diterima (upah
opportunitas)
nelayan dalam
kegiatan curahan kerja terbaik lainnya. Apabila
eumahtangga nelayan tidak mempunyai alternatif lain, sebagaimana yang sering terjadi,
maka biaya atau upah opportunitas adalah nol (perhatikan pada Gambar 6.3).
SDA Perikanan yang dipersoalkan dalam pengertian pemanfaatan sumberdaya
secara maksimum berkelanjutan adalah diusahakan pada tingkat fishing effort E2
129
(tingkat MSY), sementara keseimbangan “open access” adalah pada E3.
kebijakan yang diperlukan tentu saja
diharapkan
Alternatif
dapat memberi peningkatan hasil
tangkapan secara berkelanjutan dan pendapatan yang lebih tinggi bagi nelayan.
Untuk mengurangi kemiskinan nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
secara maksimum berkelanjutan, mengacu
beberapa skenario kebijakan
pendapat Smith (1987),
akan dibahas
pembangunan SDA perikanan (juga SDA lainnya) dan
peningkatan pendapatan nelayan / petani/ masyarakat miskin dalam kerangka pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan sebagai berikut :
1. Perbaikan mutu kapal dan alat penangkapan/ teknologi.produksi
2. Subsidi BBM/ Biaya operasional
3. Perbaikan pemasaran, koperasi dan teknologi pascapanen.
4. Pengembangan sumber Alternatif Pendapatan (Mata Pencaharian) (AMP).
Y
Produksi
atau Nilai Y2 .........................! MSY
Biaya (TC)
Y1 ............ME !
!
Y3 ....................!.. ...!.........................!.. (Keuntungan nol)
!
!
!
!
!
!
Penerimaan (TR)
!
!
!
O
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
E1 E2
!
E3
E
Fishing effort
/Jumlah Nelayan
Gambar 6.3. Model Ekonomi Perikanan Open Access Statis
Asusumsi yang digunakan (Gambar 6.3) adalah :
1. Unit penangkapan dalam perikanan ini diasumsikan mempunyai biaya operasi
yang seragam dan tanpa biaya tetap.
2. Perubahan dalam produksi ikan tidak berpengaruh terhadap harga-harga.
3. Unit penangkapan bebas untuk masuk dan keluar (open access) dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan.
130
Tiga skenario pertama masing-masing kebijakan dimaksudkan untuk mencapai
salah satu atau lebih sasaran sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas nelayan/ petani/ masyarakat miskin.
2. Meningkatkan harga ikan yang diterima nelayan/ masyarakat.
3. Menekan biaya yang harus ditanggung nelayan/ masyarakat.
Sedangkan pengembangan Alternatif Mata Pencaharian (pendapatan tambahan)
berusaha meningkatkan biaya penangkapan melalui peningkatan upah opportunitas bagi
pekerjaan menangkap ikan di laut.
1. Kebijakan Perbaikan Teknologi Produksi SDA
Akibat perubahan teknologi armada pernangkapan kita anggap dapat menghemat
tenaga kerja atau peningkatan produktivitas pada tingkat tertentu dan dianggap bahwa
keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C) (Gambar
6.4). Untuk memberikan gambaran secara lebih sederhana, jumlah nelayan disajikan dan
dianggap sebagai proksi dari fishing effort (E). Semakin besar jumlah fishing effort ,
jumlah nelayan dianggap semakin besar.
Pengenalan teknologi baru pertama-tama akan meningkatkan tingkat pemanfaatan
sumberdaya, yang berarti fishing effort dan jumlah nelayan ikut meningkat, sehingga
jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan nelayan pengguna teknologi baru
akan meningkat. Namun, para produsen kecil akan tergeser keluar dari industri perikanan,
dari A ke B. Dalam jangka pendek, pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai
(titik D). Oleh karena itu teknologi baru yang menghemat tenaga kerja nelayan, disamping
berakibat jumlah nelayan pada keseimbangan yang baru akan berkurang,
pada
keseimbangan baru tercapai, pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol
ke titik D.
131
Y
Penerimaan dan hasil tangkapan baru
Produksi
atau Nilai
MSY
Biaya (TC)
E ................................... ................!.....C
F .............................................
.!. Penerimaan awal (TR)
!
!
!
!
O
!
!
B
A Fishing Effort
/Jumlah Nelayan
Gambar 6.4. Pengaruh Perbaikan Teknologi pada Panen dan Pendapatan Nelayan
2. Kebijakan Subsidi Harga BBM/ Biaya Operasional
Akibat subsidi harga BBM, kita anggap dapat menghemat biaya bahan bakar atau
biaya rancang bangun kapal yang lebih murah, tetapi dengan kapasitas penangkapan ikan
yang sama. Dan dianggap bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan
menyamai biaya (titik C) (Gambar 6.5).
Y
Produksi
atau Nilai
MSY
Biaya awal (TC)
E ...............................................................!C
F . .......................................................!..........D!...
Biaya baru
!
!
Penerimaan (TR)
!
!
!
!
!
O
B Fishing Effort
/Jumlah Nelayan
Gambar 6.5 . Pengaruh Pengurangan Biaya pada Panen dan Pendapatan
Nelayan/ Masyarakat Miskin
!
A
Pengenaan subsidi harga BBM pertama-tama akan meningkatkan
tingkat
pemanfaatan sumberdaya sehingga jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan
nelayan pengguna dan penerima subsidi harga BBM akan meningkat. Namun, menurut
model ini, para produsen atau nelayan kecil akan bertambah dari A ke B , sehingga
132
eksploitasi sumberdaya perikanan akan semakin meningkat dan pada periode tertentu
keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu subsidi harga BBM
yang menghemat biaya, disamping berakibat jumlah nelayan dan armada penangkapan
ikan pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin meningkat sehingga
tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan ketika keseimbangan baru
tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun
mencapai nol kembali.
Namun, menurut model ini, para produsen atau nelayan kecil akan bertambah
dari A ke B , sehingga eksploitasi sumberdaya perikanan akan semakin meningkat dan
pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu
subsidi harga BBM yang menghemat biaya, disamping berakibat jumlah nelayan dan
armada penangkapan ikan pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin
meningkat sehingga tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan
ketika keseimbangan baru tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan
yang bertahan akan turun mencapai nol kembali.
3. Kebijakan Perbaikan Pemasaran / Koperasi untuk Memperbaiki Harga Ikan
Akibat
perbaikan organisasi pemasaran melalui koperasi kita anggap dapat
meningkatkan harga ikan, karena kemampuan tawar nelayan akan semakin kuat atau
perbaikan teknologi pascapanen akan meningkatkan permintaan ikan (Gambar 9.13).
Gambar 6.6 menggunakan anggapan bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah
penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan harga ikan
pertama-tama akan
meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya karena jumlah penerimaan melebih biayabiaya.
Pendapatan nelayan penerima harga ikan lebih tinggi akan meningkat. Namun,
menurut model ini, hasil penangkapan lestari tidak berubah. Sekalipun jumlah nelayan
yang dapat ditampung meningkat dari A ke B, namun produktivitas nelayan akan semakin
menurun, karena
hasil penangkapan lestari tidak berubah, dan pada periode tertentu
keseimbangan baru a tercapai (titik D).
Oleh karena itu
penguatan koperasi
yang dapat meningkatkan harga ikan,
disamping berakibat jumlah nelayan yang dapat ditampung pada keseimbangan “open
133
access” yang baru akan semakin meningkat, tapi karena hasil tangkapan lestari tidak
meningkat, maka dalam jangka pendek produktivitas nelayan menurun, dan ketika
keseimbangan baru tercapai, maka tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun
mencapai nol kembali.
Y
Penerimaan baru
Nilai
Penerimaan awal (TR)
Produksi
Biaya (TC)
F.....................................................................!...D
E ..................................................... !...!C
! !
! !
! !
! !
! !
O
A B
Fishing Effort
/ Jumlah nelayan
Gambar 6.6 . Pengaruh Kenaikan Harga Ikan pada Panen dan Pendapatan
Nelayan/ Mastarakat Miskin
4. Kebijakan Tambahan Pendapatan Alternatif
Akibat bertambahnya pembiayaan kita anggap dapat meningkatkan
hasil
tangkapan dan pendapatan nelayan. Dengan naiknya kurva jumlah pembiayaan yang
mungkin disebabkan adanya sumber pendapatan dengan tingkat penghasilan yang lebih
tinggi di pedesaan pantai, maka nelayan akan meningggalkan industri penangkapan ikan,
karena memperoleh kesempatan kerja di pedesaan pantai. Jumlah pendapatan naik, dan
jumlah nelayan berkurang (Gambar 6.7).
Gambar 6.7 menunjukkan bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah
penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan biaya pertama-tama akan menggeser
nelayan
meninggalkan
kegiatan
eksploitasi penangkapan ikan
dari dan
akan
menurunkan tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya karena jumlah armada penangkapan
dan nelayan berkurang dari A ke B.
Nelayan yang tetap
melakukan penangkapan ikan akan bekerja lebih efisien,
sehingga pendapatannya akan meningkat. Menurut model ini, hasil penangkapan lestari
134
akan bergeser dari C ke D, yaitu menuju tingkat maksimum (MSY). Jumlah nelayan yang
dapat ditampung menurun dari A ke B. Akibatnya,
produktivitas nelayan yang tetap
melakukan usaha penangkapan ikan akan semakin meningkat, karena hasil penangkapan
lestari bergeser kearah tingkat pemanfaatan MSY., keseimbangan baru akan tercapai pada
periode jangka panjang.
Y
Jumlah biaya baru
Produksi
atau Nilai
MSY
Biaya awal (TC)
F ........................................!...D
E ........................................!...........!..C
!
!
!
!
!
!
Penerimaan (TR)
!
!
O
Gambar 6.7
!
!
B
A Fishing Effort
/Jumlah Nelayan
Pengaruh Sumber Pendapatan Baru (AMP) pada Panen dan
Pendapatan Nelayan/ Masyarakat Miskin
Oleh karena itu peningkatan alternatif pekerjaan bagi nelayan dapat meningkatkan
pendapatan nelayan yang meninggalkan kegiatan penangkapan ikan maupun yang masih
tetap bertahan dalam kegiatan penangkapan ikan tersebut. Jumlah nelayan yang dapat
ditampung pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin menurun dari A ke
B, dengan tingkat pendapatan yang meningkat, disamping pemanfatan sumberdaya
bergeser dari C ke D, yaitu kearah MSY. Adapun nelayan yang mendapatkan alternatif
pendapatan baru juga akan mendapatkan kenaikan pendapatannya. Dalam jangka panjang,
keseimbangan baru tercapai, dimana tingkat pendapatan nelayan yang bertahan pada
tahapan berikutnya juga akan turun kembali.
Dari berbagai skenario kebijakan tersebut menurut Smith (1987) pilihan kebijakan
pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan pada tingkat MSY
untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
135
1. Kebijakan jangka pendek, yaitu : perbaikan teknologi, subsidi faktor produksi
atau peningkatan harga ikan.
2. Kebijakan jangka panjang, yaitu : meningkatkan sumber pendapatan alternatif
(AMP) bagi
rumahtangga nelayan,/ masyarakat miskin sehingga tekanan
penangkapan ikan/ eksploitasi SDA dikurangi dengan cara mengurangi jumlah
nelayan/ masyarakat miskin
atau armada penangkapan ikan.
Kebijakan ini
dikenal
kontradiksi
sektor
dengan
kebijakan
pada
salah
satu
untuk
mengembangkan sektor lain. Kebijakan ini secara makro dikenal dengan istilah
Kebijakan
Transformasi Ekonomi, misalnya dari pertanian ke
industri.
Pengembangan eksport tenaga kerja (TKW) juga memberi gambaran serupa
dengan strategi AMP tersebut.
Download