Minggu, 4 Agustus 2013 SYAHADAT IMAN KATOLIK Tidak dapat disangkal bahwa kita, orang Kristen, mempunyai Syahadat Iman. Syahadat Iman itu selalu kita ucapkan dalam perayaan Ekaristi pada hari Minggu/hari Raya dan dalam doa Rosario. Apa yang tercantum dalam Syahadat Iman itu sebaiknya tidak hanya kita hafal, tetapi juga kita mengerti dengan baik. Credo atau “Aku Percaya” adalah syahadat iman yang memuat pokok-pokok iman kepercayaan orang Kristen. Syahadat iman ini tidak disabdakan langsung oleh Yesus Kristus kepada kedua belas rasul-Nya. Juga tidak kita temukan sebagai satu kesatuan di dalam Alkitab, walaupun semua fahamnya berakar dalam Alkitab. Syahadat iman ini dirumuskan oleh Gereja, lewat para pemimpinnya (abad I – V). Dalam abad II, sudah ada Syahadat Para Rasul, yang kita kenal dengan Syahadat Singkat. Syahadat Para Rasul ini sering kita ucapkan dalam perayaan Ekaristi pada hari Minggu/hari Raya dan dalam Rosario. Di samping itu kita kenal juga Syahadat Panjang. Syahadat ini resminya disebut Syahadat Niceani. Sejarah singkat terjadinya Syahadat Niceani ini sebagai berikut: Pada waktu wafat, Yesus tidak meninggalkan satu dokumen pun yang dapat dijadikan pegangan bagi para rasul. Tetapi, Yesus tidak membiarkan para rasul bingung. Ia mengutus Roh Kudus (kis 2:12-13). Roh Kudus inilah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepada para rasul dan mengingatkan mereka semua apa yang telah Yesus katakan kepada mereka (Yoh 14:26). Dengan daya kekuatan Roh Kudus inilah para rasul berani mewartakan Kristus, sehingga jumlah orang yang dibaptis semakin banyak (Kis 2:41.47;6:7). Tetapi, sesudah para rasul wafat, di antara orang-orang Kristen ada beberapa yang mempunyai pandangan sendiri-sendiri, yang berbeda, bahkan ada yang bertentangan, tentang Yesus Kristus dan Roh Kudus, sehingga diperlukan satu ajaran yang ortodoks dan resmi. Ajaran-ajaran sesat mulai muncul dan berkembang dengan pesat sesudah Kaisar Konstantinus membolehkan orang Kristen beribadat dengan bebas, tanpa ancaman masuk penjara dan dibunuh (Edict Milan, tahun 313). Ajaran sesat (bidaah) yang muncul pada awal abad IV adalah ajaran dari Arius, seorang imam Aleksandria yang lahir tahun 280. Ia mengajarkan Yesus bukanlah Allah sejati. Ia menyangkal keilahian Yesus. Untuk melawan ajaran sesat ini diadakanlah Konsili ekumenis yang pertama, yaitu Konsili Nicea, tahun 325. Konsili ini dihadiri oleh 318 orang bapa konsili, yaitu tokoh-tokoh Gereja dan pemerintahan yang diundang menghadiri sidang itu. Dalam konsili itu, Eusebius dari Kaesarea, seorang sejarawan, menganjurkan dipakainya syahadat iman dari gerejanya di Kaesarea. Syahadat Eusebius ini memang ortodoks, sesuai dengan ajaran Gereja yang benar. Tetapi, syahadat ini tidak secara eksplisit melawan bidaah Arianisme (ajaran Arius). Oleh karena itu, konsili memakai syahadat ini sebagai dasar pembicaraan saja, lalu mengusulkan rumusan perbaikan, dengan penambahan-penambahan pada Syahadat dari Kaesarea. Konsili menetapkan bahwa Yesus sungguhsungguh Allah, bertentangan dengan ajaran Arius yang mengajarkan seakan-akan Yesus bukan Allah. Keputusan konsili ini tampak dalam rumusannya tentang Yesus Kristus. Syahadat perbaikan ini disebut Syahadat dari Nicea. Syahadat ini belum final. Soal rumusan iman masih dibahas lagi dalam Konsili Konstantinopel, tahun 381. Konsili ini melawan ajaran sesat dari Macedonius, yang menyangkal keilahian Roh Kudus, sehingga rumusan iman tentang keilahian Roh Kudus mendapat perhatian khusus dalam sidang Konstantinopel. Konsili ini dihadiri oleh 150 orang bapa konsili. Syahadat Singkat atau Syahadat Para Rasul, yang terdiri dari 12 pasal, yaitu: Pasal 1: Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi. Pasal 2: Dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita. Pasal 3: Yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria. Pasal 4: Yang menderita dalam pemerintahan Ponsius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan. Pasal 5: Yang turun ketempat penatian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Pasal 6: Yang naik ke surge, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa. Pasal 7: Dari situ Ia akan mengadili orang hidup dan mati. Pasal 8: Aku percaya akan Roh Kudus. Pasal 9: Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus. Pasal 10: Pengampunan dosa. Pasal 11: Kebangkitan badan. Pasal 12: Kehidupan kekal. Amin. Kedua belas pasal iman inilah yang akan disampaikan dalam ketekese umat dalam minggu-minggu mendatang. Minggu, 11 Agustus 2013 AKU PERCAYA AKAN ALLAH BAPA Pada kesempatan ini katekese umat akan membahas soal-soal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada Allah Tritunggal. Banyak pertanyaan yang dapat timbul berhubungan dengan Allah Tritunggal. Sulit, memang, untuk mengerti dan memahami Allah Tritunggal. Oleh karena itu, banyak paham keliru yang bisa timbul dalam pikiran kita. Mungkin selama ini kita berpikir dan menganggap benar apa yang sebenarnya ditolak oleh Gereja. Misalnya: Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah 3 cara atau 3 nama bagi Allah yang satu dan sama. Atau Yesus Kristus lebih rendah keallahan-Nya dari Allah Bapa. Atau Yesus Kristus mempunyai kemanusiaan yang semu saja, dan lain sebagainya. Paham-paham yang salah ini sudah dibahas dan ditolak oleh Gereja dalam Konsili-konsili selama 7 abad pertama. Misalnya: tentang keallahan Yesus Kristus sudah diputuskan dalam Konsili Nicea, tahun 325. Dan tentang keallahan Roh Kudus sudah diselesaikan dalam Konsili Konstantinopel I, tahun 381. Yang paling banyak mendapat pemurnian paham adalah tentang Yesus Kristus. Empat Konsili berikutnya masih membahas tentang Yesus Kristus, yaitu Konsili Efesus, tahun 431, yang menolak ajaran bahwa Yesus Kristus memiliki 2 kepribadian; Konsili Kalcedon, tahun 451, yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus mempunyai 2 kodrat; Konsili Konstantinopel II, tahun 553, dan Konsili Konstantinopel III, tahun 680-681, yang tetap mempertahankan ajaran bahwa Yesus Kristus mempunyai 1 pribadi dengan 2 kodrat, seperti keputusan Konsili Kalcedon. AKU PERCAYA AKAN ALLAH, BAPA YANG MAHAKUASA, PENCIPTA LANGIT DAN BUMI 1. Mengapa diucapkan aku dan bukan saya percaya? Istilah Credo (bahasa Latin), diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan aku percaya atau saya percaya. Kata aku dan saya mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Tetapi kata saya adalah bentuk yang lebih hormat dari pada kata aku, sebab istilah saya berasal dari perkataan sahaya yang berarti hamba, abdi, budak. Umumnya kata saya diucapkan oleh seorang yang lebih rendah kedudukannya daripada lawan bicaranya. Misalnya, seorang hamba kepada tuannya. Sedangkan kata aku umumnya dipakai oleh orang yang sudah akrab hubungannya dengan lawan bicaranya, dan menunjukkan kedirian orangnya. Dengan kata lain, kata saya menunjukkan hubungan struktural-vertikal (jenjang atau tingkatan hubungan). Sedangkan kata aku tidak. Maka dalam syahadat iman, diucapkan aku dan bukan saya percaya, sebab syahadat iman itu tidak ditujukan kepada Tuhan (hubungan vertikal) tetapi kepada sesama manusia (hubungan horizontal). Di hadapan dan kepada orang lain, aku (=diriku sendiri) menyatakan rumusan imanku! 2. Mengapa diucapkan aku bukan kami? Kata aku adalah bentuk tunggal dari kata ganti orang pertama, sedangkan kata kami adalah bentuk jamaknya. Maka bila dipakai kata kami percaya, berarti rumusan iman itu diucapkan oleh sekelompok orang, atau bila diucapkan oleh seseorang, mengandaikan rumusan iman itu diterima dan diucapkan oleh orang-orang tertentu yang tergabung dalam satu kelompok tertentu. Memang benar bahwa syahadat iman itu diakui oleh sekelompok orang tertentu, yaitu orang Kristen. Namun, ada kalanya dengan berkelompok, orang lebih menjadi berani menghadapi sesuatu tantangan daripada sendirian. Kalau sendirian, orang ditantang menunjukkan keberaniannya. Keberanian yang sejati adalah keberanian yang timbul dari diri sendiri dan berani menghadapi tantangan sendirian. Maka kalau dalam syahadat iman, diucapkan aku bukan kami percaya, itu berarti aku sendiri berani menunjukkan atau menyatakan rumusan imanku di hadapan orang lain. Tanpa dukungan orang lainpun, aku berani menunjukkan dan menyatakan rumusan imanku. “Jika Tuhan di pihakku, apa yang kutakuti? Apa yang dapat dilakukan manusia terhadapku?” (mzm 118:6). 3. Mengapa diucapkan aku dan bukan kita percaya? Bila diucapkan kita percaya berarti lawan bicara termasuk orang yang setuju dengan apa yang diucapkan. Padahal, tidak semua lawan bicara adalah orang yang seiman. Ada banyak orang lain yang mempunyai kepercayaan yang lain. Ada banyak kepercayaan yang berbeda satu sama yang lain. Maka dengan mengucapkan aku dan bukan kita percaya, dengan jelas ditunjukkan manakah kepercayaanku itu, yang mungkin justru berbeda, bahkan bertentangan, dengan kepercayaan orang lain. Tetapi aku berani! Minggu, 18 Agustus 2013 4. Apa artinya percaya akan Allah? Percaya, berarti mengakui sebagai benar atau mendasarkan diri kepada. Percaya akan Allah berarti menerima Allah sebagai dasar dan tujuan hidup serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya. Ini berarti pula, harta kekayaan, pangkat dan kekuasaan bukanlah dasar dan tujuan pertama dan utama dari hidup di dunia ini. Semuanya itu relatif nilainya dan harus dipakai sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai sarana untuk hidup di dunia sehingga kehendak Allah terjadi di bumi seperti di surga (lih. Doa Bapa Kami; Mat 6:10). 5. Apa akibat dari percaya akan Allah? Orang yang percaya kepada Allah disebut juga orang yang beriman. Orang yang beriman tidak hanya mengakui sebagai benar apa yang diwahyukan Allah dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja, atau tahu akan rumusan-rumusan doa dan ajaran agama, tetapi juga mempunyai relasi (hubungan) pribadi dengan Allah, yaitu menyerahkan diri secara bebas dan sepenuhnya kepada Allah. Akibatnya adalah orang yang beriman itu pasti merasa aman, sebab tidak ada satu pun yang patut dan perlu ditakuti di dunia ini selain Allah. Takut akan Allah disebut juga takwa. Rasa aman ini memberikan keberanian untuk bertindak, memilih dan melaksanakan yang baik dan menolak yang jahat. Dengan demikian, orang beriman yang merasa aman dalam lingkungan Tuhan itu bisa berkata AMIN, “Ya demikianlah hendaknya”, sebab itulah kehendak Allah. Antara beriman, merasa aman dan berkata Amin, memang saling berhubungan. 6. Apa yang aku percayai dalam syahadat iman itu? Dalam syahadat iman, yang aku percayai ialah Allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus: “Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa …, dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal …aku percaya akan Roh Kudus”. Allah itu satu kodrat, tetapi tiga diri. Allah yang esa tetapi tiga diri adalah suatu misteri, tak dapat dijelaskan secara sempurna oleh akal manusia. Allah Tritunggal itu misteri. Justru dalam misteri inilah Allah sungguh menjadi Allah. Jika manusia dapat menangkap dan menjelaskan dengan sempurna pribadi Allah, maka Allah bukanlah Allah lagi. Sebab dengan demikian berarti manusia dapat mengatasi kemahasempurnaan Allah sendiri. 7. Apa yang dapat kita ambil dari kepercayaan akan Allah Tritunggal? Memang sulit sekali untuk mengerti Allah Tritunggal. Namun, kita sadar bahwa pikiran Allah bukan pikiran manusia, dan pikiran manusia bukan pikiran Allah, sebab perbedaan pikiran Allah dengan manusia adalah setinggi langit dan bumi (Yes 55:9). Walaupun demikian, kita tahu bahwa telah terjadi persekutuan dan hubungan cinta yang sempurna di dalam Allah sendiri, sebab tiga diri Allah menjadi satu. Inilah makna yang dapat kita simak dari misteri Allah Tritunggal bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya, Ia adalah Cinta (bdk.1Yoh 4:8.16). Tritunggal tidak menyatakan jumlah Allah, tetapi menyatakan kemuliaan dan keagungan Allah, dalam relasi-Nya yang sempurnya yaitu cinta kasih. Minggu, 25 Agustus 2013. 8. Apakah Alkitab menjelaskan Allah Tritunggal itu, Allah yang esa? Alkitab dan ajaran Gereja tidak pernah menyatakan bahwa Allah itu tiga; bahwa Bapa + Putra + Roh Kudus = Allah. Jika orang berpegang pada penjumlahan tersebut tentulah kesimpulannya Allah itu tiga. Tetapi, tidak demikian halnya! Alkitab dan ajaran Gereja selalu menyatakan bahwa Allah itu esa (Ul 6:4;Mrk 12:32;bdk.syahadat panjang:”Aku percaya akan satu Allah”). Yesus sendiri mengajarkan bahwa Allah itu esa (Mrk 12:29). Jadi Alkitab dan ajaran Gereja tetaplah mengajarkan monoteisme kepada kita. 9. Bagaimana dapat dimengerti asas Tritunggal itu? Asas Tritunggal itu tidak bertentangan dengan akal budi (irasional), tetapi asas itu melampaui akal budi (a-rasional). Memang sulit, bahkan tidak mungkin, untuk mengerti sesuatu yang di luar atau melampaui akal budi manusia. Oleh karena itu, tak sekedarnya saja asas itu diterangkan secara metafor/kiasan. Ada orang yang berkata bahwa Tritunggal itu, dapat kita badingkan dengan satu Matahari yang sekaligus memuat tiga hal yaitu (1) benda yang bulat, (2) yang memberi terang di bumi, (3) yang memberi panas di bumi. Benda yang bulat sebagai Bapa, terang sebagai Putra dan panas sebagai Roh Kudus. Demikianlah Tritunggal diterangkan sebagai kesatuan rangkap tiga. Dan ada banyak kesatuan rangkap tiga, yaitu: tubuh, jiwa dan roh (1Tes 5:23). Alam semesta pun terdiri atas kesatuan rangkap tiga, yaitu: ruang, waktu dan unsur. Ruang pun terdiri atas kesatuan rangkap tiga, yaitu: panjang, lebar dan tinggi. Waktu pun terdiri atas kesatuan rangkap tiga, yaitu: waktu lampau, sekarang dan yang akan datang. Demikian pula dengan unsur yang terdiri atas: panas, gerak dan tenaga. Tetapi, harus diakui, bahwa metafor/kiasan ini tidak mencakupi untuk menjelaskan Allah Tritunggal. Sebaiknya kita kembali kepada Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci, diceritakan bahwa umat beriman mengalami karya keselamatan, baik dari Bapa, Putra maupun Roh Kudus. Ketiga-Nya mempunyai fungsi dan peranan sendiri-sendiri (yang berbeda-beda) di dalam karya keselamatan. Tetapi ketiga-Nya mempunyai kesamaan, yaitu keilahian-Nya. Di dalam kesamaan dan perbedaan itu terdapat relasi yang sempurna di antara ketiga-Nya. Relasi inilah yang dirumuskan dengan kata Yunani hypostasis, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin persona, yang akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan istilah pribadi. Jadi istilah tiga pribadi dalam rumusan satu Allah tiga pribadi tidak pernah dimaksudkan sebagai tiga orang, sebagaimana yang sering dimengerti oleh sementara orang. Demikianlah: Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah satu adanya (Yunani: ousia) tetapi tiga relasi-Nya (Yunani: hypostasis). 10. Dari mana kita ketahui bahwa Allah itu Allah Tritunggal? Allah itu Allah Tritunggal, karena demikianlah diwahyukan Allah dalam Kitab Suci kepada kita: a. Segera sesudah Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis, Roh Allah turun atas Yesus dan terdengarlah suara dari surga (=Allah Bapa): “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan” (Mrk 1:10-11). b. Sesudah Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berkata;”Aku akan minta kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain” (Yoh 14:16). Dan Penolong itu adalah Roh Kudus (Yoh 14:26). c. Sesudah kebangkitan-Nya, Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya;”Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat 28:19). d. Sebelum menjadi martir pertama, Stefanus yang penuh Roh Kudus, menatap ke langit, lalu ia melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah (Kis 7:55). e. Rasul Paulus memberi salam kepada jemaahnya dalam Allah Tritunggal;”Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2Kor 13:13). 11. Sehubungan dengan ajaran Allah Tritunggal, manakah ajaran-ajaran yang harus kita tolak? Beberapa ajaran yang dinyatakan bidaah (ajaran sesat): a. TRITEISME: Yaitu paham yang mengajarkan bahwa orang Kristen percaya kepada tiga Allah: Bapa, Putra dan Roh Kudus. b. MODALISME: Yaitu paham yang mengajarkan bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus itu hanyalah tiga nama/cara berbicara tentang satu Allah yang sama dalam situasi/fungsi yang berbeda. Kalau Ia itu Pencipta, maka disebut Bapa; kalau Penebus disebut Putra dan kalau Ia berkarya di dunia dan di dalam hati manusia disebut Roh Kudus. c. SUB-ORDINATIANISME: Paham yang mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah yang penuh, sedangkan Putra dan Roh Kudus adalah Allah yang tidak penuh (lebih rendah tingkatannya). d. ARIANISME: Paham yang diajarkan oleh Arius (abad III) bahwa Yesus itu bukan sungguh Allah dan bukan sungguh manusia, tetapi Yesus itu adalah setengah Allah dan setengah manusia. e. ADOPSIANISME: Paham yang mengajarkan bahwa Yesus itu bukanlah Allah; Yesus hanyalah manusia biasa yang diangkat Allah menjadi Nabi, Kristus dan Tuhan. f. DOKETISME: Paham yang mengajarkan bahwa Yesus itu sungguh Allah, tetapi Ia tidak sungguh-sungguh manusia, Ia hanya manusia semu. g. MONOFISISTISME: Paham yang diajarkan oleh Eutykes bahwa Yesus mempunyai satu kodrat (physis) saja, yaitu kodrat Allah. Yeus tidak mempunyai kodrat manusia. Ajaran yang benar adalah Yesus mempunyai satu pribadi dua kodrat, yaitu kodrat Allah dan kodrat manusia, sehingga Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia. h. NESTORIANISME: Yaitu paham yang diajarkan oleh Nestorius (abad IV) bahwa Yesus tidak hanya mempunyai dua kodrat, tetapi juga dua pribadi yaitu pribadi Allah dan pribadi manusia. Yang benar adalah, Yesus mempunyai satu pribadi, satu orang-Nya. i. PNEUMATOMACHI: Paham yang mengajarkan bahwa Roh Kudus itu bukan Allah. Minggu, 1 September 2013. 12. Mengapa kita menyebut Allah itu Bapa? Kita menyebut Allah itu Bapa karena Yesus sendiri menyebut Allah itu Bapa (Mat 5:48; Mrk 14:36; Luk 23:46; Yoh 5:18). Yesus sendiri mengajarkan kita untuk berdoa kepada Bapa yang ada di surga (Mat 6:9). Hanya dalam iman kepada Yesus Kristus, kita berani menyebut Allah sebagai Bapa. Itulah sebabnya, dalam Misa Kudus, sebelum kita mengucapkan doa Bapa Kami, Imam berkata;”Atas petunjuk Penyelamat kita (Yesus Kristus) dan menurut ajaran ilahi (dari Yesus Kristus) maka beranilah kita berdoa: “Bapa kami yang ada di surga …” 13. Tidakkah sebutan Bapa itu merendahkan martabat Allah? Sebutan Bapa sama sekali tidak merendahkan Allah. Dari sebutan Bapa, tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik bahwa Allah itu berjenis kelamin laki-laki; atau mempunyai hubungan darah dengan Yesus, seperti hubungan darah antara ayah dan anak. Sebutan Bapa tidak dapat diartikan secara harafiah! Dalam hidup sehari-hari, ada orang tertentu yang kita panggil Bapa, padahal bukan orangtua kita. Kita sebut dia bapa sebagai tanda hormat kita kepadanya, misalnya: Bapa Presiden. Atau menyatakan hubungan erat antara kita dengannya, misalnya: bapa guru, bapa angkat. Demikian pula dengan Allah. Sebutan Bapa bagi Allah menyatakan hubungan kemesraan dan kedekatan Allah dengan manusia, bahwa Allah mencintai manusia. Begitu besar cinta-Nya, sampai rela menyerahkan Anak-Nya yang tunggal (Yoh 3:16). Dengan sebutan Bapa itu tersirat pula martabat Allah yang tinggi, bahwa Allah itu perkasa dan kuat kuasa. Dan dengan menyebut Allah dengan Bapa yang ada di surga semakin jelaslah trasendensi Allah, semakin jelaslah keagungan Allah bahwa Ia berada di surga dan mengatasi segala ciptaan-Nya. Namun, walaupun Ia agung, Ia dekat pula dengan manusia. BAPA: Inilah keistimewaan sebutan bagi Allah dari orang-orang Kristen. Allah itu sekaligus transenden dan imanen, agung sekaligus dekat dan memperhatikan manusia. 14. Apa konsekuensinya kalau kita menyebut Allah sebagai “Bapa”? Kita menyebut Allah sebagai Bapa hanya karena iman akan Yesus Kristus. Kalau Yesus sendiri adalah Anak Allah, maka semua orang yang dibaptis atas nama-Nya, adalah juga anak-anak Allah (bdk.Yoh 1:12; 1Yoh 3:1;Gal 3:26). Dengan demikian, semua orang Kristen adalah saudara dalam Yesus Kristus. Tetapi karena Allah itu adalah Allah bagi semua orang, maka kita tidak hanya bersaudara dengan sesama orang Kristen, tetapi juga bersaudara dengan orang-orang yang ada di dunia ini, kapan dan di mana pun ia berada. Inilah konsekuensinya bila kita menyebut Allah sebagai Bapa, bahwa semua orang adalah anak yang dikasihi oleh Bapa. Kalau begitu hidup dalam permusuhan, pengucilan, pembunuhan, bukanlah cara hidup sebagai anak Allah. Minggu, 8 September 2013. 15. Dalam syahadat iman, diucapkan “aku percaya akan Allah, Bapa yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi”. Apakah hanya ini gelar Allah yang diakui? Ada banyak gelar lain yang diberikan bagi Allah. Selain sebagai Bapa, Yang Mahakuasa dan Pencipta, Kitab Suci menyebutkan Allah itu antara lain: Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Hidup, Yang Setia; Allah itu Maha Kuat, Mahamulia, Mahatinggi, Mahabesar, Allah itu adalah Raja, Hakim, Juru Selamat, dan lain sebagainya. 16. Kalau ada banyak gelar yang diberikan kepada Allah, mengapa hanya tiga gelar saja yang diucapkan? Hanya disebutkan gelar Allah sebagai Bapa, Yang Mahakuasa dan Pencipta, sebab ketiga gelar itu senada, yaitu menyatakan kekuasaan Allah. a. Gelar “Bapa”: Masyarakat Yahudi menganut paham patrilinial (garis keturunan menurut ayah). Dalam masyarakat yang menganut patrilinial, peranan Bapa menjadi penting, bapa memegang kekuasaan baik yang menyangkut rumah tangga, keturunan, maupun harta warisan. Maka gelar Bapa bagi Allah menunjukkan kekuasaan Allah. b. Gelar “Yang Mahakuasa”: Dalam gelar ini dengan sangat eksplisit disebutkan kekuasaan Allah melebihi segala kekuasaan apa saja yang ada di bumi, sebab Ia mahakuasa. Kekuasaan Allah itu menyangkut segala bangsa, tempat dan zaman. c. Gelar “Pencipta”: Seorang yang menciptakan karya seni, misalnya arca, ia berkuasa atas arca itu. Ia berhak untuk memilikinya sendiri, atau menghadiahkan kepada sahabatnya atau menjualnya dengan harga murah atau dengan harga yanmg sangat mahal. Demikian pula dengan Allah. Allah Pencipta berkuasa atas segala ciptaan-Nya, segala yang ada di langit dan bumi. Segala yang ada berasal dan bergantung dari pada-Nya. 17. Apakah Allah itu mencipta satu kali saja, pada waktu awal dunia? Allah tidak mencipta hanya satu kali saja, lalu duduk termenung (Deus Otiosus). Allah terusmenerus mencipta. Allah tidak terikat dengan ruang dan waktu. Allah itu abadi, karena itu setiap saat Allah tetap berkarya dan memelihara ciptaan-Nya. Inilah yang disebut dengan Peyelenggaraan Ilahi. Yesus sendiri berkata:”Bapa-Ku bekerja sampai sekarang …” (Yoh 5:17). 18. Benarkah Allah itu menciptakan bumi dalam enam hari? Dalam Kitab Suci (Kej 1:1-2:4a) diceritakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari, dan pada hari ketujuh Allah beristirahat. Walaupun cerita itu terdapat dalam Kitab Suci, bukanlah maksud pengarang Kitab Suci untuk menceritakan suatu kejadian historis pada awal penciptaan. Kitab Suci bukanlah buku sejarah, atau ilmu bumi atau biologi. Kitab Suci adalah buku iman. Adapun maksud dari kisah penciptaan dalam Kitab Suci itu adalah: a. Tuhanlah yang menciptakan dunia serta isinya. b. Segala yang diciptakan Tuhan baik adanya (maka yang jahat tidak berasal dari Allah, tetapi dari kebebasan manusia yang disalahgunakan). c. Manusia diciptakan Allah menurut citra-Nya. d. Manusia tidak harus terus-menerus bekerja, perlu ada waktu untuk istirahat dan berdoa.