STUDI ANISOTROPY OF MAGNETIC SUSCEPTIBILITY (AMS) BATUAN BEKU DAERAH SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES), GUNUNGPATI, KOTA SEMARANG SKRIPSI Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Prodi Fisika Oleh: Endang Maryati 4250405051 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2010 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tanggal 22 Februari 2010. Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping Dr. Khumaedi, M.Si. NIP. 196306101989011002 Dr. Supriyadi, M.Si. NIP. 196505181991021001 ii PENGESAHAN Skripsi yang berjudul Studi Anisotropy of Magnetic Susceptibility (AMS) Batuan Beku Daerah Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES), Gunungpati, Kota Semarang disusun oleh nama : Endang Maryati NIM : 4250405051 telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 25 Februari 2010. Panitia: Ketua Sekretaris Dr. Kasmadi Imam. S, M.S. NIP. 195111151979031001 Dr. Putut Marwoto, M.S. NIP. 196308211988031004 Ketua Penguji Dra. Upik Nurbaiti, M.Si. NIP. 196708141991022001 Anggota Penguji/ Pembimbing Utama Anggota Penguji/ Pembimbing Pendamping Dr. Khumaedi, M.Si NIP. 196306101989011002 Dr. Supriyadi, M.Si. NIP. 196505181991021001 iii PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil kerja saya sendiri, bukan jiplakan dan karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, 25 Maret 2010 Endang Maryati NIM. 4250405051 iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Al-Insyiroh:6) Sebuah gagasan baru, mula-mula dianggap konyol lalu dibuang karena dianggap tidak penting sampai akhirnya diakui semua orang (William James) PERSEMBAHAN Untuk Ayah dan Ibunda tercinta yang selalu mendoakan dan mendukungku Kakakku ”Margini” dan adikku ”Dewi” saudaraku tersayang atas support dan doanya Sayangku mas ”Rizal Budi Setiyarso” atas support, doa dan selalu ada untukku Temen-temanku tercinta dan seperjuangan (Wawan, Wulan, Lovi, Hasan, Imam, Adit, Vivi, Dwi, Fandi) Almamater v KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Studi Anisotropy of Magnetic Susceptibility (AMS) Batuan Beku Daerah Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES), Gunungpati, Kota Semarang, yang disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh studi Strata Satu (S1) untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh penghargaan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya terutama kepada: 1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.S., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 3. Dr. Putut Marwoto, M.S., Ketua Jurusan Fisika yang telah memberikan izin penelitian dan kerjasamanya. 4. Dr. Sugianto, M.Si., Dosen wali yang selalu memantau perkembangan skripsi dan memberikan arahannya. 5. Dr. Khumaedi, M.Si., Dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Supriyadi, M.Si., Dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan membantu dalam skripsi ini. 7. Dra. Upik Nurbaiti, M.Si., Dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberi arahan untuk skripsi ini. 8. Kepala UPT Laboratorium MIPA dan dosen pengelola Sub-Lab Fisika, Universitas Negeri Surakarta (UNS) yang telah memberi ijin dan kerjasamanya dalam penelitian untuk skripsi ini. vi 9. Keluargaku tercinta dan keluarga mas Rizal, yang tidak pernah berhenti mendukung dan mendoakanku untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman mahasiswa jurusan fisika angkatan’05 (Edy, Lia, Khanifah, Dina, Nina, Wulan, Dwi, Vyvi, Wawan, Adit, Hasan, Fandi, Lintar, Tri, Hendy, Nikmah, Panca, mbak Ratmi, mbak Must, Melly, Akrom, Aji, Fanis, Imam, Sulhan, Junaidi, Tanto, P-man) dan speicial untuk Lovvi atas kerjasama, semangat dan dukungannya. 11. Teman-teman kost Panjisukma 1 dan 2, atas perhatian dan doanya selama ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis menjadi catatan amal baik, serta mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Penulis vii ABSTRAK Maryati, Endang. 2010. Studi Anisotropy of Magnetic Susceptibility (AMS) Batuan Beku Daerah Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES), Gunungpati, Kota Semarang. Skripsi Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama : Dr. Khumaedi, M.Si., Pembimbing Pendamping : Dr. Supriyadi, M.Si. Kata Kunci: Pola Anisotropi dan Batuan Beku Di daerah sekitar kampus UNNES terdapat singkapan batuan beku yang tidak jelas statusnya di dalam peta geologi. Metode AMS dilakukan untuk menentukan status singkapan batuan beku tersebut apakah sill atau dike berdasarkan pola AMS. Daerah penelitian terletak pada 07003’061’’LS dan 110023’632’’BT. Pengambilan sampel dilakukan di dua titik yaitu titik A terdiri 25 spesimen dan titik B terdiri 11 spesimen. Selanjutnya tiap spesimen dilakukan pengukuran suseptibilitas magnetik menggunakan Bartington dengan 15 arah pengukuran. Analisis data menggunakan program Aniso20 dan didapatkan data AMS tiap spesimen batuan, selanjutnya digunakan program pendukung yaitu, Felow, Asta dan Lifac, kemudian dilakukan pengolahan. Berdasarkan hasil pengeplotan data untuk sampel batuan beku titik A diperoleh κ1=1.002, κ2=0.999, dan κ3=0.999, sedangkan besar faktor anisotropi L=1.003, F=1.001, dan T=-0.576. Besar suseptibilitas rerata (Km) adalah 6878.6x10-6 SI. Sumbu suseptibilitas utama κ1 berarah N650E/540, κ2 berarah N1720E/120 dan κ3 berarah N2700E/330. Pada plot stereonet sampel batuan beku titik B diperoleh besar κ1=1.018, κ2=0.998, dan κ3=0.984, sedangkan besar faktor anisotropi L=1.020, F=1.014 dan T=-0.168. Besar suseptibilitas rerata (Km) adalah 481.3x10-6 SI. Sumbu suseptibilitas utama κ1 berarah N170E/470, κ2 berarah N1910E/430 dan κ3 berarah N2840E/30. Pada batuan beku ini suseptibilitas maksimum yang ditunjukkan κ1 mempresentasikan arah aliran lava pada batuan beku diperkirakan condong 540 dan 470 ke utara dan batuan sedimen dengan kemiringan 180 dari utara ke selatan Posisi batuan beku mempunyai selisih kemiringan 360 dan 190. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor bentuk anisotropi suseptibilitas magnetik pada batuan beku ini didominasi oleh lineasi yang mungkin disebabkan oleh viskositas magma yang rendah dan menyebabkan laju aliran lava tinggi dan status batuan beku menerobos struktur batuan sedimen disekitarnya (dike). viii DAFTAR ISI Halaman JUDUL SKRIPSI ........................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii PENGESAHAN ........................................................................................ iii PERNYATAAN ........................................................................................ iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v KATA PENGANTAR ................................................................................. vi ABSTRAK .................................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. . 1 1.2 Rumusan masalah ........................................................................... . 2 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ . 2 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 2 1.5 Pembatasan Istilah .......................................................................... 3 BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 4 2.1 Anisotropi Pada Batuan .................................................................. 4 2.2 Metode AMS (Anisotropy of Magnetic Susceptibility) ................... 5 2.2.1 Tensor suseptibilitas magnetik ............................................... 7 2.2.2 Penentuan tensor suseptibilitas ............................................... 8 2.2.3 Suseptibilitas utama dan vektor arah utama ............................ 9 2.2.4 Suseptibilitas rerata .............................................................. 10 ix 2.2.5 Suseptibitas terarahkan ......................................................... 10 2.2.6 Faktor Anisotropi .................................................................. 10 2.3 Batuan Beku ................................................................................... 12 BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 14 3.1 Daerah Penelitian ........................................................................... 14 3.2 Alat Penelitian ............................................................................... 14 3.3 Pengambilan Data Geologi Lapangan .............................................. 15 3.4 Pengukuran Sampel ......................................................................... 16 3.5 Analisis Data .................................................................................. 18 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 22 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 22 4.1.1 Sampel Batuan Beku Pada Titik A ......................................... 22 4.1.2 Sampel Batuan Beku Pada Titik B ......................................... 24 4.1.3 Batuan Sedimen ..................................................................... 25 4.2 Pembahasan..................................................................................... 25 4.2.1 Sampel Batuan Beku Pada Titik A ......................................... 25 4.2.2 Sampel Batuan Beku Pada Titik B ......................................... 26 4.2.3 Batuan Sedimen .................................................................... 26 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 27 4.1 Simpulan ........................................................................................ 27 4.2 Saran .............................................................................................. 27 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28 LAMPIRAN ................................................................................................ 29 DAFTAR GAMBAR x Gambar Halaman 2.1. Penerobosan Magma pada Batuan Disekitarnya ..................................... 13 3.1. Alat dalam Pengambilan Sampel ............................................................ 15 3.2. Teknik Setpar Sampel ............................................................................ 16 3.3. Seperangkat Suseptibilitas Magnetik Meter ............................................ 17 3.4. Tanda Arah Spesimen ............................................................................ 17 3.5. Pengukuran AMS dengan 15 Arah ......................................................... 18 4.1. Plot Stereonet Equal Area Projection pada Lower Hemisphere Arah Sumbu Suseptibilitas Utama κ1, κ2, dan κ3 yang dilengkapi dengan Data AMS dan Arah Reratanya untuk Titik A1-A3 ................................ 23 4.2. Plot Stereonet Equal Area Projection pada Lower Hemisphere Arah Sumbu Suseptibilitas Utama κ1, κ2, dan κ3 yang dilengkapi dengan Data AMS dan Arah Reratanya untuk Titik B1-B3 ................................. 24 4.3. Arah Aliran Lava Sampel terhadap Perlapisan Batuan Sedimen ............. 27 DAFTAR LAMPIRAN xi Lampiran Halaman 1. Peta Daerah Penelitian ............................................................................ 30 2. Hasil Pengolahan Dengan Program Aniso20 pada Titik A1-A3 ............... 31 3. Hasil Pengolahan Dengan Program Aniso20 pada Titik B1-B3 ............... 40 4. Low-Fild Separation of Ferromagnetic Component pada Titik A1-A3 .... 45 5. Low-Fild Separation of Ferromagnetic Component pada Titik B1-B3 ..... 46 6. Listing of Magnetic Anisotropy Factors pada Titik A1-A3 ...................... 47 7. Listing of Magnetic Anisotropy Factors pada Titik B1-B3 ....................... 48 xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi AMS adalah kajian tentang perbedaan nilai suseptibilitas magnetik pada suatu bahan berdasarkan arah pengukurannya dengan memanfaatkan sifat magnetik untuk mengungkap pola anisotropi batuan yang diteliti. Studi AMS pada dasarnya adalah menentukan arah-arah sumbu utama suseptibilitas magnetik (magnetic susceptibility), yaitu maksimum, menengah, dan minimum yang tegak lurus satu sama lain dari suatu contoh batuan terorientasi. Metode AMS telah banyak digunakan oleh beberapa peneliti diantaranya struktur aliran tubuh batuan mikrodiorit menerobos batuan sedimen (Eva, 2003), arah aliran lava purba batuan beku (Sandra, 2004). Hal ini membuktikan bahwa studi AMS layak digunakan untuk penelitian pada batuan beku. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang-Semarang oleh Thaden. et al (1996) singkapan batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES tidak jelas status singkapannya. Batuan beku ini dapat ditemukan di daerah belakang tempat PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa), yang terletak di sekitar jurang. Di tempat ini ditemukan tempat pemandian lama, gua, dan terdapat singkapan batuan beku disekitarnya. Singkapan batuan beku lainnya berdasarkan peta geologi terdapat di gunung Turun dan gunung Kendalisondo, serta beberapa tempat lainnya, seperti: G. Siwakul, G. Kalong, G. Malang, G. Gugon, G. Puntang, dan G. Pertapan. 1 2 Fakta tentang keberhasilan metode AMS dan belum pernah ada penelitian yang berhubungan dengan singkapan batuan beku di daerah sekitar UNNES, maka mendorong penulis untuk menerapkan studi ini guna mendapatkan sebaran pola AMS batuan beku. Berdasarkan latar belakang diatas tidak dijelaskan apakah status singkapan batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES merupakan Sill atau Dike. Dengan mempertimbangkan data geologi dan ketiadaan status mengenai singkapan batuan beku tersebut, penulis tertarik untuk mengungkap permasalahan ini dengan melakukan studi AMS. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan diungkap adalah apakah batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES berbentuk Sill atau Dike. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengungkap pola AMS batuan beku yang tersingkap di daerah sekitar kampus UNNES. 2. Menentukan status singkapan batuan beku, apakah berbentuk Sill atau Dike berdasarkan pola AMS yang diperoleh. 2 3 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status singkapan batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES dengan mengungkap pola AMS. 1.5 Pembatasan Istilah Untuk mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan dalam ruang lingkup permasalahan, beberapa istilah yang dibatasi, yaitu : 1. Studi AMS (Anisotropy Magnetic Susceptibility) adalah kajian tentang gejala yang menunjukkan perbedaan nilai suseptibilitas magnetik pada suatu bahan berdasarkan arah pengukuran suseptibilitasnya. 2. Lineasi magnetik adalah tingkat kelonjongan dari ellipsoid suseptibilitas. 3. Foliasi magnetik adalah tingkat kepipihan dari ellipsoid suseptibilitas. 4. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku. 3 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Anisotropi Pada Batuan Pada batuan sifat anisotropi suseptibilitas magnetik diakibatkan oleh adanya mineral-mineral yang bersifat ferromagnetik. Secara kuantitatif jumlah mineral ferromagnetik pada batuan sangat kecil (<0.1% dari massa total), namun sifat magnetiknya begitu menonjol sehingga mendominasi magnetisasi batuan. Adanya sifat magnetik pada batuan, maka dapat diukur nilai suseptibilitas magnetiknya. Batuan bersifat anisotropik jika sifat magnetiknya bergantung pada arah pengukuran, sedangkan batuan yang bersifat isotropik jika sifat magnetiknya hampir sama pada semua arah pengukuran. Sifat anisotropi magnetik pada batuan tidak saja bergantung pada derajat anisotropi dari masing-masing bulir mineral ferromagnetik, tetapi juga bergantung pada orientasi pada bulir-bulir tersebut. Misalnya batuan yang memiliki bulir-bulir yang sangat anisotropik tetapi tidak terorientasi dengan baik akan memiliki derajat anisotropi yang sama dengan batuan lain yang memiliki bulir-bulir yang tidak begitu anisotropik tetapi sangat terorientasi. Lebih jauh lagi, ukuran bulir mineral ferromagnetik juga dapat mempengaruhi anisotropi magnetik batuan. Pada batuan masalah anisotropi magnetik dapat menjadi lebih rumit jika masalah interaksi antara bulir-bulir mineral ferromagnetik juga diperhitungkan. Sebagai contoh untaian dari bulir-bulir mineral magnetik berbentuk bola yang saling terpisah tidak akan menghasilkan anisotropi magnetik. Namun jika jarak 4 5 antar bulir diperkecil (meskipun tidak harus saling menempel), bulir-bulir tersebut akan saling berinteraksi sehingga menghasilkan pengarahan magnetik (magnetic allignment) sebagai bentuk dari anisotropi magnetik. Hal-hal diatas harus diperhitungkan dalam penafsiran data anisotropi magnetik. Dalam banyak kasus aspek-aspek mineralogi (jenis mineral, fasa) dan granulometri (bentuk dan ukuran bulir) dari mineral-mineral ferromagnetik pada batuan harus diketahui dengan baik sebelum melakukan penafsiran terhadap data anisotropi magnetik. Selain dipengaruhi mineral -mineral ferromagnetik yang terkandung di dalamnya, anisotropi magnetik pada batuan juga sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan batuan tersebut (Satria Bijaksana 2004) . 2.2. Metode AMS (Anisotropy of Magnetic Susceptibility) Studi AMS adalah kajian tentang perbedaan nilai suseptibilitas magnetik pada suatu bahan berdasarkan arah pengukurannya dengan memanfaatkan sifat magnetik untuk mengungkap pola anisotropi batuan yang diteliti. Besar anisotropi suseptibilitas magnetik suatu sampel batuan dinyatakan sebagai perbandingan antara suseptibilitas maksimum dengan suseptibilitas minimumnya. Penelitian pengukuran anisotropi magnetik pada batuan beku untuk mengungkap arah aliran lava purba di Daerah Istimewa Yogyakarta, menyimpulkan bahwa sumbu suseptibilitas maksimum merepresentasikan arah aliran lava purba (Sandra, 2004). Penelitian AMS oleh Eva (2003) pada batuan Mkrodiorit di Daerah perbukitan jiwo, Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten menyimpulkan bahwa bidang foliasi magnetik batuan mikrodiorit mempunyai kemiringan tegak mencerminkan bidang kontak samping yang menunjukkan 5 6 batuan mikrodiorit menerobos batuan sedimen. Hal ini menunjukkan metode AMS layak digunakan untuk mengungkap arah aliran lava pada batuan beku. Dengan adanya alat pengukur suseptibilitas magnetik meter dan pengambilan contoh batuan terorientasi serta analisis yang sistematis akan dapat diketahui arah sumbu suseptibilitas maksimum (κ1), sumbu suseptibilitas antara (κ2), dan sumbu suseptibilitas minimum (κ3). Dari plot ketiga sumbu suseptibilitas utama tersebut dalam stereonet akan terlihat pola anisotropi suseptibilitas magnetik dari batuan yang diambil. Jika suatu batuan dikenai medan magnetik (H), maka batuan tersebut akan memperoleh magnetisasi (M) sebanding dengan medan magnetik yang dialaminya. Parameter kesebandingan antara medan magnetik dan magnetisasi yang diperoleh tersebut didefenisikan sebagai suseptibilitas magnetik (κ), jadi magnetisasi (M) diberikan oleh persamaan di bawah ini (Ngkoimani et al, 2004). M=κH (1) dimana: M adalah momen dipol magnetik per satuan volume/magnetisasi (A/m) κ adalah kerentanan magnetik (Magnetic Susceptibility), tidak berdimensi H adalah intensitas medan magnetik (A/m) Dalam pengukuran, sesungguhnya yang terbaca adalah bukan besarnya magnetisasi (M) tetapi besarnya vektor polarisasi magnetik imbas (J), dimana J=µ0 κ Н. Dalam pengukuran kerentanan magnet suatu contoh batuan terorientasi akan diperoleh nilai-nilai κ1, κ2, κ3 (κ1>κ2>κ3), (Constable, 1990). Kajian dalam metode AMS meliputi: 6 7 2.2.1 Tensor Suseptibilitas Magnetik Dalam suatu zantara yang secara magnetik linear, intensitas medan magnetik (H) dengan komponen H1, H2, H3 dan vektor polarisasi magnetik imbas (J) dengan komponen J1, J2, J3 dapat dihubungkan dalam sistem koordinat kartesian. Hubungan linear komponen-komponen kedua vektor itu dapat dinyatakan dalam persamaan matrik berikut ini: ⎛ J1 ⎞ ⎛ κ11 ⎜ ⎟ ⎜ ⎜ J 2 ⎟ = μ0 ⎜ κ 21 ⎜J ⎟ ⎜κ ⎝ 3⎠ ⎝ 31 κ13 ⎞ ⎛ H1 ⎞ ⎟ ⎜ ⎟ κ 23 ⎟ · ⎜ H 2 ⎟ κ 33 ⎟⎠ ⎜⎝ H 3 ⎟⎠ κ 12 κ 22 κ 32 (2) Disini µ0 merupakan permeabilitas ruang hampa (4 π. 10-7 H/m) dan κij merupakan konstanta tidak berdimensi yang dapat ditafsirkan sebagai komponen-komponen tensor orde dua (tensor suseptibilitas) dan dinyatakan κ. Untuk bahan isotropik, κ adalah sebuah skalar biasa, tapi untuk bahan anisotropik magnetisasi (M) tidak selalu searah dengan medan magnetiknya (H), maka suseptibilitas magnetik (κ) harus dinyatakan sebagai sebuah tensor orde-2. Pada sistem koordinat κ1, κ2, dan κ3, pada persamaan (1) menjadi: M1 = κ 11 H1 + κ 12 H2 + κ 13 H3 M2 = κ 21 H1 + κ 22 H2 + κ 23 H3 (3) M3 = κ 31 H1 + κ 32 H2 + κ 33 H3 atau dalam notasi tensor: Mi = κ ij Hj 7 (4) 8 Jika pernyataan matrik vektor H, J dan tensor κ , maka dalam sistem koordinat yang telah ditentukan juga menggunakan simbol H, J dan tensor κ, maka persamaan (2) dapat dituliskan menjadi: J = µ0 κ Н (5) Jika tensor orde dua simetri, maka berlaku κ ij = κ ji , dimana ij=1, 2, 3 (6) Dengan demikian hanya akan terdapat enam komponen bebas, Penentuan nilai-nilai ke-enam elemen tensor ini dilakukan melalui pengukuran harga suseptibilitas magnetik pada enam atau lebih arah yang berbeda dengan sebuah pola tertentu. Tergantung dari jumlah pengukuran ke-enam elemen tensor kemudian ditentukan dengan menggunakan operasi matriks. 2.2.2 Penentuan Tensor Suseptibilitas Tensor suseptibilitas dapat ditentukan berdasarkan suseptibilitas yang terarahkan. Dengan mengingat tensor suseptibilitas yang memiliki enam komponen bebas, maka hanya diperlukan pengukuran enam suseptibilitas yang terarahkan dalam enam arah yang terpilih. Meskipun demikian pengukuran dilakukan dalam jumlah arah yang lebih banyak, sehingga ralat yang terjadi akan dapat dikurangi. Selanjutnya terdapat kemungkinan untuk memperoleh hasil yang tepat secara statistik dan memperkecil kesalahan pengukuran. Perhitungan yang menggunakan kuadrat terkecil. Hubungan hasil-hasil yang diperoleh untuk n arah dapat ditulis dalam bentuk : 8 9 χ D = Ii Ij κ κ atau χD = θ dan = κ B χD (7) (8) dimana: Ii, Ij = cosinus arah terhadap sumbu ke i dan sumbu ke j θ = matrik cosinus arah untuk masing-masing arah pengukuran suseptibilitas B = (θT θ)-1 θT κ = [ κ11 κ 22 κ 33 κ12 κ 23 κ 31 ] χD = [ χ D1 χ D 2 χ D 3 χ D 4 ... χ DN ] B merupakan matrik 6 x n dan matrik B tetap untuk sistem yang telah ditetapkan dan dengan mudah dapat dihitung. 2.2.3 Suseptibilitas utama dan vektor arah utama Jika nilai eigen dari matrik adalah κ adalah κ1, κ2, κ3 dan eigen vektor satuannya berturut-turut adalah p1, p2, p3, maka akan memenuhi persamaan: κ pi = κi pi (9) Angka κ1, κ2, κ3 disebut suseptibilitas utama, sedangkan vektor p1, p2, p3 disebut vektor arah utama. Biasanya dipilih nilai eigen sedemikian sehingga: κ1 ≥ κ2 ≥ κ3 (10) Besaran κ1, κ2, κ3 menyatakan suseptibilitas maksimum, antara, dan minimum. Suseptibilitas maksimum besarnya sama dengan nilai maksimum semua suseptibilitas terarahkan, begitu juga dengan yang minimum. Sedangkan vektor p1, p2, p3 selalu berasal dari sistem ortogonal. 9 10 2.2.4 Suseptibilitas Rerata Suseptibilitas rerata (Km) didefinisikan sebagai nilai rerata suseptibilitas terarahkan untuk semua arah. Dari sifat-sifat transformasi tensor suseptibilitas, nilai rerata suseptibilitas sama dengan rerata aritmatis dari tiga suseptibilitas terarahkan yang diukur dalam tiga arah sembarang yang tegak lurus. Persamaan suseptibilitas rerata yaitu: Κm = (κ1 + κ2 + κ3) / 3 (11) 2.2.5 Suseptibilitas Terarahkan Pada dasarnya setiap pengukuran memberikan suseptibilitas terarahkan untuk sumbu pick up coil, namun demikian pembacaan juga tergantung pada volume alat ukur dan untuk material magnet yang kuat mungkin juga dipengaruhi oleh efek demagnetisasi. Ada manfaat memasukkan besaran penggganti berupa suseptibilitas total terarahkan dimana perangkat pengukur dapat dikalibrasi. Jika diasumsikan suseptibilitas material yang diukur rendah, maka pengaruh demagnetisasi dapat dihilangkan. Ini berarti medan magnetik dalam spesimen tidak seberapa berbeda dengan medan luar yang akan terukur jika spesimen dipindahkan dari tempat semula. 2.2.6 Parameter Anisotropi Dalam penelitian ini parameter anisotropi bertujuan untuk melihat sejauh mana anisotropi suseptibilitas magnetik data penelitian yang diambil. Dalam literatur, besarnya anisotropi magnetik pada bahan tersebut lazim dinyatakan dengan derajat anisotropi (κ1/κ3) atau prosentase anisotropi [(κ1/κ3) − 1] × 100%. 10 11 Batuan dengan prosentase anisotropi di atas 3% dapat dinyatakan sebagai batuan yang anisotropik. Nilai prosentase anisotropi magnetik pada batuan biasanya berkisar antara 1 s/d 15%. Parameter anisotropi menurut Jelinek (1981) adalah sebagai berikut: Lineasi magnetik (L), L = (κ1)/ (κ2) (12) Foliasi magnetik (F), F = (κ2) / (κ3) (13) Parameter bentuk (T), T = (2η2 - η1 - η3) / (η1 - η3) (14) Dengan ηi = ln (κi) dan η=(η1+η2+η3)/3 Harga T berkisar dari -1 hingga +1 dengan kondisi sebagai berikut: a) T = -1, bentuk elips suseptibilitas lonjong rotasional yaitu jika hanya lineasi yang berkembang. b) -1 < T < 1, bentuk elips suseptibilitas lonjong (prolate) yaitu jika lineasi yang dominan. c) T = 0, bentuk elips suseptibilitas netral yaitu jika lineasi dan foliasi berkembang dengan derajat yang sama. d) 0 <T <1, bentuk elips suseptibilitas pepat (oblate) yaitu jika foliasi yang dominan. e) T = 1, bentuk elips suseptibilitas pepat rotational yaitu jika hanya foliasi yang berkembang. 11 12 2.3. Batuan Beku Dalam penelitian geologi, materi yang membentuk kulit bumi disebut batuan (misalnya: tanah, pasir, karang, batu dan kerikil). Semua batuan pada mulanya berasal dari magma, magma keluar di permukaan bumi antara lain melalui puncak gunung berapi baik di daratan dan di lautan. Magma yang sudah mencapai permukaan bumi akan membeku disebut batuan beku baik yang terbentuk di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk sebagai hasil dari kumpulan mineralmineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin. Apabila penyusupan magma hanya sebatas kulit bumi bagian dalam dinamakan intrusi magma. Sedangkan penyusupan magma sampai keluar ke permukaan bumi disebut ekstrusi magma. Gambar 2.1. Penerobosan Magma pada Batuan Disekitarnya 12 13 Pada struktur dan tekstur batuan beku terbentuk saat pembentukan kristal dari cairan magmatik dan lava yang dipengaruhi oleh proses kristalisasi magma dan selanjutnya juga dipengaruhi oleh proses perubahan-perubahan kimiawi dan fisis yang terjadi pada batuan. Struktur batuan beku umumnya menunjukkan kenampakan keras, massive, dan tidak berlapis. Batuan beku sangat jarang menunjukkan perlapisan, karena kristalnya tumbuh saling mengikat, kompak dan keras. Tubuh batuan beku dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, karena magma dapat menguak batuan disekitarnya atau menerobos melalui rekahan (Gb. 2.1). Bentuk-bentuk dari batuan beku dalam adalah: a. Batholit, merupakan tubuh batuan beku intrusif dalam yang sangat besar dengan bentuk yang tidak teratur. Sisa tubuh batuan beku ini biasanya akan terlihat sebagi suatu bukit atau gunung, jika batholit lebih kecil disebut Stock. b. Laccolith, merupakan tubuh batuan beku intrusif berbentuk lensa dengan bagian bawah datar, tetapi bagian atas cembung dan menyisip pada batuan sedimen yang sudah ada. c. Sill, merupakan tubuh batuan beku intrusif berbentuk pipih yang menyisip sejajar dengan perlapisan batuan sedimen yang diintrusinya. d. Dike, merupakan tubuh batuan beku intrusif kecil yang menerobos dan memotong batuan yang sudah ada. 13 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Daerah Penelitian Daerah kampus UNNES terletak pada 07003’061’’LS dan 110023’632’’BT, Gunungpati, Kota Semarang. Daerah ini berbatasan langsung Laut Jawa pada sebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan Kab. Kendal, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Demak, dan pada sebelah selatan berbatasan langsung dengan Ungaran. 3.2 Peralatan Alat yang digunakan untuk memperoleh data geologi lapangan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), Kompas, betel dan palu. Teknik pengambilan sampel pada dasarnya mengikuti standar sampling paleomagnetik yang lazim menurut Ngkoimani, et al (2004). Batuan diorientasi menggunakan GPS dan kompas, selanjutnya diambil sampel setangan menggunakan palu dan betel. Kompas ini digunakan untuk menentukan besar jurus (strike) dan besar kemiringan (dip). Pengukuran jurus dilakukan dengan menempelkan sisi kompas (arah E = timur) pada bidang horizontal. Jarum kompas akan berputar dan berhenti pada posisi tertentu, posisi ini menunjukkan besarnya jurus yang terbaca. 14 15 (a) (b) Gambar 3.1. Alat dalam Pengambilan Sampel a) Kompas Geologi Brunton b) Pengambilan Sampel dengan Palu dan Betel. Pengukuran dip dilakukan dengan menempelkan kompas Brunton secara tegak dengan sisi W (barat) atau E (timur) pada bidang tegak lurus. Klinometer diatur sehingga gelembung udara pada nivo terletak di tengah. Nilai yang terbaca merupakan kemiringan bidang tersebut. Palu geologi dan betel digunakan untuk mengambil sampel batuan beku yang tersingkap di daerah sekitar kampus UNNES seperti pada gambar 3.1.b. 3.3 Pengambilan Data Geologi Lapangan Langkah ini bertujuan untuk mengambil data geologi batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES yang diambil di dua titik. Di lapangan dilakukan pengambilan sampel batuan beku dan pengukuran orientasi batuan sedimen di daerah penelitian. Pengambilan data strike dan dip batuan sedimen digunakan untuk menunjang data AMS dan mengetahui status singkapan batuan beku dengan struktur batuan sedimen disekitarnya. Pengambilan data di lapangan ini ditujukan untuk melihat jenis dan kondisi batuan pada daerah penelitian agar peneliti tidak mengalami kesulitan dan salah dalam menganalisis data. 15 16 Gambar 3.2. Teknik Setpar Sampel (a) Silinder Core (b) Hasil Pemotongan Silinder Core Menjadi Beberapa Spesimen Sampel setangan diposisikan sesuai dengan posisi in-situ dan selanjutnya diambil sampel berbentuk silinder core menggunakan alat pemboran statis (home made) dan mata bor di laboratorium workshop Fisika, yang membentuk sampel berupa silinder core. Selanjutnya sampel dipotong menjadi beberapa spesimen dengan menggunakan alat pemotong keramik dengan ukuran standar yaitu diameter 2.54 cm dan panjang 2.2 atau 2.3 cm (Gb. 3.2). 3.4 Pengukuran Sampel Sebelum pengukuran AMS, sampel diberi tanda arah spesimen seperti pada gambar 3.3. Pengukuran sampel dilakukan dengan 15 arah pengukuran menyesuaikan dengan program pengolahan data yaitu Aniso20 seperti pada gambar 3.4. 16 17 Gambar 3.3. Tanda Arah Spesimen a. Tanda Spesimen Silinder untuk Pengukuran Anisotropi, b. Posisi Spesimen Silinder dalam Kapsul Silinder untuk Posisi Pengukuran 6 sampai 10, c. Posisi Spesimen Silinder dalam Kapsul Silinder untuk Posisi Pengukuran 11 sampai 15. Gambar 3.4. Pengukuran AMS dengan 15 Arah Pengukuran suseptibilitas magnetik sampel batuan dilakukan di Laboratorium MIPA Sub-Lab Fisika Universitas Negeri Surakarta dengan menggunakan instrumen Bartington Magnetic Suseptibilitas Meter model MS2S. 17 18 Seperangkat Bartington Magnetic Suseptibilitas Meter terdiri dari sensor MS2B terhubung dengan MS2 meter yang bekerja berdasarkan perubahan induktansi coil akibat adanya sampel batuan (gambar 3.5). Pengoperasian dan hasil pengukuran dilakukan pada komputer dan merubah arah setiap posisi sampel batuan. Gambar 3.5. Seperangkat Suseptibilitas Magnetik Meter (a) Bartington Magnetic Suseptibilitas Meter model MS2 (b) Sensor MS2B. (a) MS2 Meter. 3.5 Analisis Data Seluruh data AMS batuan beku di daerah sekitar kampus UNNES dari suseptibilitas magnetik meter dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan program Aniso20. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan program-program pendukung yaitu program Felow, Asta, dan Lifac. Pengolahan data suseptibilitas dilakukan berdasarkan asumsi untuk bahan isotropik (κ) mempunyai besar yang sama ke segala arah dan momen imbas (M) mempunyai arah yang sama dengan medan imbas (H). Pada medium anisotropik, suseptibilitas 18 19 dikarakteristikkan dengan enem komponen tensor κ 12, κ 23, κ 31, ataupun melalui tiga suseptibilitas utama, κ 11 , κ 22, κ 33 . Berdasarkan aturan geometri, hubungan M = κ H dinyatakan dalam bentuk elipsoid dengan sumbu utama sejajar dengan κ1, κ2, dan κ3. Perhitungan AMS dilakukan setelah data hasil pengukuran dari Suseptibilitas Magnetik Meter Bartington. Bagian pertama, memuat semua data masukan seperti suseptibilitas total holder (HOL dalam 10-6), volume nominal spesimen yang terukur dalam Suseptibilitas Magnetik Meter Bartington (10 cm3 ), volume sebenarnya spesimen yang terukur (dalam cm3), faktor rentang (RFC) dan sudut orientasi spesimen (THE, PSI). Berikutnya besar 15 suseptibilitas arah (data measurement) dan besar ralat residual. Ralat residual menyatakan perbedaan antara tiap-tiap besar suseptibilitas arah yang terukur dan suseptibilitas arah yang didapatkan dari tensor suseptibilitas hasil kecocokan kuadrat kecil (least square fit). Bagian kedua memuat data karakter struktural dan orientasi mesoscopic fabric, elemen yang terukur di lapangan pada contoh batuan sebelum diambil dari singkapan. Untuk foliasi dan lineasi dinyatakan dengan T1, T2 dan azimuth dari dip dan dip dari foliasi mesoscopic dinyatakan dengam F1, F2 sedangkan tren dan tunjangan lineasi mesoscopic dinyatakan dengan L1, L2. Bagian ketiga menampilkan hasil uji statistik dari data. Statistik F13, F12, F23, menjelaskan apakah spesimen secara magnetik isotropik atau anisotropik berdasarkan statistik (F), atau jika spesimen anisotropik, apakah berupa oblate 19 20 atau prolate. Sudut kepercayaan (E12, E23, E13) menjelaskan keakuratan dalam penentuan arah suseptibilitas utama. Bagian keempat memuat besar suseptibilitas rerata (yang ditentukan sebagai rerata aritmatika dari suseptibilitas utama), faktor norming (nilai mutlak suseptibilitas rerata) dan ralatnya. Bagian kelima memuat nilai 3 parameter anisotropi selain Lineasi, Foliasi, dan faktor bentuk menurut Jelinek (1981) adalah sebagai berikut: κ1 κ 3 Derajat anisotropi (P), P= Koreksi derajat anisotropi (P’), P’ = exp {sqr[2 (η1 – η) + (η2 – η) + (η3 – η))]} Faktor q (q), q = (κ1 − κ 2 ) /[(κ1 + κ 2 ) / 2 − κ 3 ] dengan η1 = ln(κ1 ) , η 2 = ln(κ 2 ) , η3 = ln (κ 3 ) , η = (η1 + η 2 + η3 ) / 3 pada penelitian ini hanya digunakan tiga faktor anisotropi yaitu lineasi, foliasi, dan faktor bentuk. Bagian terakhir menampilkan data orientasi arah suseptibilitas utama dan nilai dari tensor suseptibilitas ternormalkan. Data orientasi diberikan dalam bentuk deklinasi dan inklinasi. Deklinasi merupakan sudut putar dari barat ke timur dengan acuan sudut 00 dipakai arah utara (D , 00 hingga 3600) dan inklinasi merupakan sudut antara kemiringan bidang dengan bidang horizontal (I, 00 hingga 900) pada proyeksi lower hemisphere, untuk suseptibilitas maksimum, antara, dan minimum (dari kiri ke kanan). Sistem koordinat yang digunakan yaitu sistem koordinat dimana spesimen diukur (sistem koordinat geografik, sistem koordinat paleografik, dan sistem koordinat tektonik). Data yang tercetak sebagai hasil pengukuran, dapat diplotkan 20 21 dengan menggunakan program yang tersedia. Beberapa program yang dapat digunakan dalam pengolahan data antara lain: a. Program Felow Program ini menghitung AMS dari AMS kompleks yang terdiri baik dari komponen ferromagnetik dan komponen paramagnetik. Dengan program FELLOW dapat diplotkan komponen AMS terhadap suseptibilitas rerata-nya. b. Program Asta Program ini dapat digunakan untuk mendapatkan plot dalam proyeksi stereonot setengah bola bawah yang sama luas (equal area, lower hemisphere projection) dan nilai suseptibilitas utama. c. Program Lifac Program ini berisi set parameter AMS dari file standar atau dari file lain yang memiliki format file standar AMS. Dengan menggunakan program ini perhitungan statistik sederhana juga dapat dilakukan, rerata aritmatik, dan standar deviasi yang dihitung parameter AMS spesimen satu per satu. Parameter yang sama juga dihitung dari tensor rerata untuk file. Hasilnya selalu ditampilkan di layar tetapi dapat juga dicetak dalam format. 21 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini digunakan data pengukuran suseptibilitas magnetik batuan beku terorientasi yang diambil di belakang daerah kampus UNNES. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program Aniso20, maka hasil yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut: 4.1 Hasil Penelitian Dalam penelitian menggunakan suseptibilitas magnetik meter Bartington, yang dilakukan di Laboratorium MIPA Sub-Lab Fisika di Universitas Negeri Surakarta. Penelitian dilakukan dengan batuan beku terorientasi 15 arah pengukuran, masing-masing arah pengukuran dilakukan tiga kali pengukuran untuk memperoleh hasil yang baik. Berikut ini hasil penelitian dua sampel batuan beku dan pengukuran orientasi batuan sedimen yang telah dilakukan: 4.1.1 Batuan Beku Pada Titik A Satu sampel batuan beku terorientasi titik A diambil 3 sampel silinder batuan beku yang dipotong menghasilkan 25 spesimen silinder core. Masingmasing sampel diberi kode A1 sebanyak 9 spesimen (a11, a12, a13, dst), kode A2 sebanyak 8 spesimen (a21, a22, a23, dst), dan kode A3 sebanyak 8 spesimen (a31, a32, a33, dst). 22 23 Gb. 4.1. Plot Stereonet Equal Area Projection pada Lower Hemisphere Arah Sumbu Suseptibilitas Utama κ1, κ2, dan κ3 yang dilengkapi dengan Data AMS dan Arah Reratanya untuk Titik A1-A3. Dari plot stereonet gambar 4.1 menunjukkan arah sumbu suseptibilitas maksimum (κ1) ditandai dengan kotak hitam, suseptibilitan antara (κ2) dengan segitiga hitam, dan suseptibilitas minimum (κ3) dengan bulatan hitam. Dari plot stereonet diperoleh κ1=1.002, κ2=0.999, dan κ3=0.999. Arah rerata sumbu suseptibilitas utama mempunyai tanda sama dengan arah sumbu suseptibilitas maksimum, tetapi ukurannya lebih besar demikian pula dengan κ2 dan κ3. Besar faktor anisotropi L=1.003, F=1.001, dan T=-0.576, sedangkan besar suseptibilitas rerata (Km) adalah 6878.6x10-6 SI. Arah sumbu suseptibilitas utama yaitu κ1 berarah N650E/540 (deklinasi/inklinasi; selanjutnya arah sumbu suseptibilits utama selalu memakai konvensi tersebut), κ2 berarah N1720E/120 dan κ3 berarah N2700E/330, (lampiran 4). 23 24 4.1.2 Sampel Batuan Beku Pada Titik B Satu sampel batuan beku terorientasi pada titik B diambil 3 sampel silinder batuan beku yang dipotong menghasilkan 11 spesimen silinder core. Masingmasing sampel diberi kode B1 terdiri dari 4 spesimen (b11, b12, b13, b14), kode B2 terdiri dari 4 spesimen (b21, b22, b23, b24),, dan B3 terdiri dari 3 spesimen (b31, b32, b33). Gb. 4.2. Plot Stereonet Equal Area Projection pada Lower Hemisphere Arah Sumbu Suseptibilitas Utama κ1, κ2, dan κ3 yang dilengkapi dengan Data AMS dan Arah Reratanya untuk Titik B1-B3. Dari plot stereonet gambar 4.2 menunjukkan arah sumbu suseptibilitas maksimum (κ1) ditandai dengan kotak hitam, suseptibilitan antara (κ2) dengan segitiga hitam, dan suseptibilitas minimum (κ3) dengan bulatan hitam. Dari plot stereonet diperoleh besar κ1=1.018, κ2=0.998, dan κ3=0.984. Arah rerata sumbu suseptibilitas utama mempunyai tanda sama dengan arah sumbu suseptibilitas maksimum, tetapi ukurannya lebih besar demikian pula dengan κ2 dan κ3. Besar faktor anisotropi L=1.020, F=1.014 dan T=-0.168, sedangkan besar suseptibilitas rerata (Km) adalah 481.3x10-6 SI. Arah sumbu suseptibilitas utama yaitu κ1 24 25 berarah N170E/470 (deklinasi/inklinasi; selanjutnya arah sumbu suseptibilits utama selalu memakai konvensi tersebut), κ2 berarah N1910E/430 dan κ3 berarah N2840E/30, (lampiran 5). 4.1.3 Batuan Sedimen Batuan sedimen tersingkap di dekat sungai yang berjarak ±15 meter dari tempat pengambilan sampel batuan beku. Pengambilan data geologi batuan sedimen untuk menunjang data AMS batuan beku. Status singkapan batuan beku dapat diketahui dengan melihat arah aliran lava terhadap kemiringan batuan sedimen disekitarnya. Pada singkapan batuan sedimen dilakukan pengukuran orientasi dengan kompas geologi. Besarnya arah jurus dan kemiringan (dip) adalah N3350E/180. 4.2 Pembahasan Pembahasan yang dilakukan terhadap data AMS untuk batuan beku terorientasi ditekankan pada dua elemen yang berperan yaitu lineasi dan foliasi. 4.2.1 Batuan Beku Pada Titik A Berdasarkan plot stereonet gambar 4.1 didapatkan bahwa faktor anisotropi T sebesar -0.576 mencirikan bentuk elipsoid suseptibilitas lonjong (prolate), yang terjadi jika lineasi lebih dominan. Faktor bentuk anisotropi suseptibilitas magnetik pada titik A1-A3 didominasi oleh lineasi yang mungkin disebabkan oleh viskositas magma yang rendah dan menyebabkan laju aliran lava tinggi. Arah sumbu suseptibilitas maksimum pada plot stereonet berada pada Timur laut-Barat daya. Pada plot ini memperlihatkan terdapatnya arah lineasi magnetik yang ditunjukkan oleh 25 26 suseptibilitas maksimum (κ1) yang berarah N650E/540. Sumbu suseptibilitas maksimum mempresentasikan arah struktur aliran lava pada batuan beku diperkirakan condong 540 ke utara. 4.2.2 Sampel Batuan Beku Pada Titik B Berdasarkan plot stereonet gambar 4.2 didapatkan bahwa faktor anisotropi T sebesar -0.168 mencirikan bentuk elipsoid suseptibilitas lonjong (prolate), yang terjadi jika lineasi lebih dominan. Faktor bentuk anisotropi suseptibilitas magnetik pada titik B1-B3 didominasi oleh lineasi yang mungkin disebabkan oleh viskositas magma yang rendah dan menyebabkan laju aliran lava tinggi. Arah sumbu suseptibilitas maksimum pada plot stereonet berada pada Timur laut-Barat daya. Pada plot ini memperlihatkan terdapatnya arah lineasi magnetik yang ditunjukkan oleh suseptibilitas maksimum (κ1) yang berarah N170E/470. Sumbu suseptibilitas maksimum mempresentasikan arah struktur aliran lava pada batuan beku diperkirakan condong 470 ke utara. 4.2.3 Batuan Sedimen Kemiringan batuan sedimen menunjukkan bahwa batuan sedimen mengalami intrusi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa batuan beku mempunyai arah struktur aliran lava diperkirakan condong 540 dan 470 ke utara dan batuan sedimen mempunyai kemiringan bidang 180 ke utara. Posisi batuan beku mempunyai selisih kemiringan 360 dan 190, hal ini menjelaskan batuan beku menerobos batuan sedimen di sekitarnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan Eva (2003) yang menunjukkan bahwa batuan mikrodiorit menerobos batuan sedimen. 26 27 U Gambar. 4.3. Arah Aliran Lava Sampel terhadap Perlapisan Batuan Sedimen. 27 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data AMS batuan beku yang diambil di daerah belakang kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES), Gunungpati, Kota Semarang, maka dapat disimpulkan: 1. Dari pola AMS yang diungkap menunjukkan faktor bentuk anisotropi suseptibilitas magnetik batuan beku rata-rata didominasi oleh lineasi, hal ini mungkin disebabkan oleh viskositas magma yang rendah dan menyebabkan laju aliran lava tinggi. 2. Posisi batuan beku mempunyai selisih kemiringan 360 dan 190 menerobos batuan sedimen disekitarnya (dike), hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Eva (2003). 5.2. Saran 1. Dalam 15 arah pengukuran sampel, sebaiknya tiap arah dilakukan minimal 3 kali untuk meminimalkan standard eror dalam pengolahan data. 2. Data geologi lapangan batuan sedimen di daerah sekitar penelitian harus diambil untuk menunjang data AMS batuan beku yang diperoleh, lebih baik lagi bila dilakukan pengukuran AMS untuk batuan sedimen. 28 DAFTAR PUSTAKA Bijaksana, S. 2004. Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisotropi Magnetik pada Batuan. Jurnal Geofisika. Departemen Fisika. Institut Teknologi Bandung. Constable, C dan Tauxe, Lisa. 1990. The Bootstrap for Magnetic Suscepbility Tensors, Journal of Geophysical Research. Vol. 95, No. B6, pp: 83838395. Jelinek, V. 1981. Characterization of magnetic fabric of rock, Tectonophysics. 79, pp: T63-T67. Kasmadi, H. et al. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Negeri Semarang (UNNES). Ngkoimani, L.O., Bijaksana, S., Liong, The Houw. 2004. Pengukuran Anisotropy Magnetic Susceptibility (AMS) dan Anhysteretic of Anisotropy Susceptibility (AAS) sebagai Metode Estimasi Ukuran Bulir Magnetik Studi Kasus: Batuan Beku dari Formasi Andesite Tua, Yogyakarta. Jurnal Geofisika. Jurusan Fisika. Institut Teknologi Bandung. Ngkoimani, L.O. 2005. Analisa Pola Anisotropi Magnetic Susceptibility (AMS) Batuan Beku Dari Daerah Ngruyun, Ponorogo-Jawa Timur. Jurnal Aplikasi Fisika. Jurusan Fisika. Universitas Huluhelo. Oktania, E. 2003. Studi AMS (Anisotropy Of Magnetic Susceptibility) Pada Batuan Sedimen Formasi Gamping Wungkal Zona Intrusi Daerah Perbukitan Jiwo Kecamatan Bayat Klaten Jawa Tengah. Skripsi S1 Jurusan Fisika FMIPA UNNES. Sandra. 2004. Pengukuran Anisotropi Magnetik Pada Batuan Beku Dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis S2 Jurusan Fisika. Institut Teknologi Bandung. Tauxe, L. 2002. Rock and Paleomagnetism. Scripps Institution of Oceanography. Lecture 14: Paleomagnetic tensors. SIO 247. Tarling, D. H. dan Hrouda, F. 1993. The Magnetic Anisotropy of Rock. Chapman & Hall. Thanden, R.E. et al. 1996. Peta Geologi Lembar Magelang-Semarang. Skala 1:100.000. 29 30 31 Lampiran 1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Thanden et al 1996) LOKASI 31 32 Lampiran 2 Hasil Pengolahan Dengan Program Aniso20 pada titik A1-A3 32 33 33 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 39 40 40 Lampiran 3 41 Hasil Pengolahan Dengan Program Aniso20 pada titik B1-B3 41 42 42 43 43 44 Lampiran 4 Low-field separation of ferromagnetic component pada titik A1-A3 44 45 Lampiran 5 Low-field separation of ferromagnetic component pada titik B1-B3 45 Lampiran 6 46 Listing of Magnetic Anisotropy Factors pada titik A1-A3 46 47 Lampiran 7 Listing of Magnetic Anisotropy Factors pada titik B1-B3 47