Bab I Pendahuluan Lumpur Sidoarjo (LUSI) merupakan lumpur yang mengandung zat atau bahan bumi (earth material) dan berasal dari aktivitas vulkanik yang berasal dari dalam perut bumi yang berada di daerah Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut Willumsen dan Schiller (1994), tingkat pengendapan sedimen di kawasan ini lebih dari seribu meter dalam satu juta tahun. Tingginya laju pengendapan sedimen mengakibatkan terjadinya ”over pressure shale”. Kondisi ini berpotensi untuk terbentuknya gunung lumpur. Gunung lumpur banyak terdapat di kawasan yang memiliki tingkat sedimentasi tinggi dengan kandungan material butiran halus, sehingga terjadi pertambahan tekanan pori (Kopf, 2002). Biasanya gunung lumpur mengeluarkan air, sedimen halus, serpihan batuan, bahkan hydrocarbon dan gas seperti methane dan karbon dioksida (Manga dan Brodsky, 2006). Keberadaan materi-materi ini mengindikasikan adanya kandungan mineral magnetik dalam lumpur Sidoarjo. Menurut Bijaksana (2002), meskipun secara kuantitatif cukup kecil yaitu sekitar 0.1 % dari massa total batuan atau endapan, mineral – mineral magnetik alamiah selalu ada pada batuan, tanah dan endapan. Keberadaan mineral magnetik dalam sedimen dan batuan sedimen umumnya sangat beragam diantaranya oksida besi dan sulfida besi (seperti magnetite dan pyrrhotite). Rahman (2008), menunjukan bahwa mineral magnetik lumpur Sidoarjo adalah oksida besi magnetite (Fe3O4). Selain oksida besi, mineral- mineral sulfida besi juga diduga ada pada lumpur ini seperti greigite dan pyrrhotite, namun mineral-mineral ini memiliki kestabilan yang kurang baik sehingga sulit diidentifikasi. Sifat magnetik greigite dapat berubah karena mineral ini gampang teroksidasi, dan berubah menjadi magnetite (Oldfield, et al., 1992). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa greigite dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama bahkan sampai 50 tahun, khususnya pada saat sampel kering (Reynolds et al., 1994). 1 Saat ini, kasus lumpur Sidoarjo sudah menjadi suatu fenomena dan pusat perhatian bagi para saintis. Beberapa metode telah diterapkan untuk menentukan umur maupun asal dari lumpur tersebut. Metode-metode itu diantaranya analisis kimia dan metode geologi seperti deskripsi paleontology (fosil), geokimia batuan, data lapangan serta analisis air. Penerapan metode-metode ini dipergunakan untuk keperluan dalam pemahaman sejarah geologi yang berkaitan dengan asal dari lumpur tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi mineral magnetik. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan morphology mineral magnetik secara detail, meliputi ukuran, bentuk dan permukaan bulir serta komposisi. Selain itu, karakteristik ini dapat dipakai untuk mendukung analisa magnetik dan menentukan proses pembentukannya serta asal lumpur tersebut. Identifikasi mineral magnetik dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan moda BSE (Backscattering Elektron) dan Energy Dispersive X-ray (EDX). Menurut Maher dan Thompson (1999), identifikasi mineral magnetik dapat juga dilakukan dengan analisa visual seperti; SEM, TEM maupun analisa XRD. Keuntungan metode SEM yang dilengkapi dengan moda BSE adalah dalam pengamatan visual mineral-mineral oksida besi memiliki kontras yang lebih baik dari mineral-mineral lain. Selain itu teknik preparasi sampel cendrung lebih mudah. Diharapkan dengan metode ini morphology, bentuk dan distribusi ukuran bulir mineral magnetik serta kandungan sulfida besi yang terdapat pada lumpur dapat diidentifikasi. 2