TUGAS MATA KULIAH MASALAH KHUSUS AGRONOMI PROSPEK JARAK PAGAR SEBAGAI SUBTITUSI MINYAK TANAH (KAROSENE) MENDUKUNG PETANI TEMBAKAU DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT Dosen Pengampu : Dr. Ir. Taryono, M.Sc. OLEH : BAIQ TRI RATNA ERAWATI 07/259339/PPN/3195 AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2007 I. PENDAHULUAN Luas tanaman tembakau virginia di Indonesia dalam kurun waktu 1994 – 1998 rata-rata mencapai 37.559 ha dengan produksi 33.639 ton per tahun (Dirjenbun. 1999). Dari luasan tersebut diperkirakan 30.000 ha diolah menjadi krosok virginia fc (flue - cured) dan sisanya menjadi tembakau rajangan kering sinar matahari (suncured). Di NTB luas lahan yang ditanami tembakau 16.765,7 ha dengan produksi 28.603,72 ton (BPS. 2003). Areal tersebut terkonsentrasi di kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat, dengan produksi yang fluktuatif setiap tahun. Perkembangan areal tanam dan produksi tembakau virginia di NTB terus meningkat setiap tahunnnya. Untuk memproses tembakau menjadi krosok dibutuhkan bahan bakar minyak tanah atau bahan bakar cair lainnya yang dibakar dengan menggunakan kompor pada tungku oven dan udara panas dialirkan melalui pipa pindah panas yang dipasang dilantai oven. Jenis kompor yang banyak digunakan saat ini adalah kompor bros yang mempunyai prinsip pembakaran uap dengan pemanasan langsung. Pada saat panen tembakau sering terjadi kelangkaan minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga khususnya didaerah-daerah pertanaman tembakau. Hampir semua pasokan minyak tanah digunakan untuk bahan bakar omprongan tembakau. Dengan terus meningkatnya harga BBM dalam negeri, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap operasionalisasi omprongan yang akibatnya akan menurunkan mutu tembakau kering. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu caranya adalah mencari bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak tanah yang harganya murah. Salah satunya adalah dengan menggunakan tanaman Jarak Pagar. Minyak jarak (Jatropha oil) telah terbukti produktif untuk pengganti minyak SOLAR/Minyak Tanah, baik untuk Biosolar maupun Biofuel. Tanaman Jarak Pagar 1 ini sudah banyak dilakukan penelitiaan, uji coba dari seluruh bagian tanaman, dan sudah bisa di komersialkan dengan kuntungan yang menjanjikan ketimbang tanaman lainnya. Dari para penggiat baik oleh individu, lembaga, BUMN maupun Lembaga Swasta, misalnya PTPN XII, RNI, Fierna sendiri, IMA, ITB, UPN, ITS, PERTAMINA dan penggiat lainnya, sudah diperkenalkan sebagai energi alternatif biodiesel/biofuel. Biodiesel tersebut dihasilkan dari minyak yang diperoleh dari biji tanaman jarak yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Dan dalam berbagai penelitian tentang minyak yang dihasilkan oleh tanaman ini dalam pembahasan berikut, tampaknya dapat menjadi substitusi bahan bakar diesel, maupun untuk pengganti minyak gas (Fierna, 2006). Manfaat minyak jarak sebagai substitusi bahan bakar sebetulnya telah lama diketahui. Misalnya melalui review yang dipublikasikan oleh Gubitz dkk. (1999) pada jurnal Bioresource Technology edisi 67, disebutkan bahwa tahun 1997 grupnya di Austria, telah mempublikasikan hasil uji adaptasi minyak jarak pada mesin diesel standar. Di dalam review tersebut juga disebutkan bahwa jauh sebelum pengujian tersebut dilaksanakan, pada tahun 1982, peneliti dari Jepang juga telah memperoleh hasil memuaskan dalam menguji performansi mesin dalam menggunakan minyak jarak di Thailand (Fierna, 2006). Penggunaan minyak nabati menjadi biodisel adalah melalui proses kimiawi. Biodisel pada prinsipnya lebih unggul dari BBM Solar. Di Jerman Biodisel sudah menjadi bahan bakar alternatif yang cukup digemari konsumen dan sudah tersedia + 1.6000 SPBU (tahun 2002) dan dikenal dengan B-20. Pola produksi biodisel di Amerika dan Eropa ada yang dilakukan secara home industri dan skala pabrik dan dikenal dengan nama teknisnya VOME (Vegetable Oil Methyl) dan dalam penggunaannya di campur dengan BBM solar dengan komposisi 20% Biodisel dan 2 80% Solar. Proses konversi ini adalah salah satu reaksi Kimiawi dengan mencampur minyak nabati/minyak jarak dengan alkohol dan soda api (NaOH) diaduk sambil direbus sehingga menghasilkan BIODISEL. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka subtitusi minyak gas /minyak disel dengan menggunakan minyak jarak sangat memungkinkan. Sehingga pengembangan tanaman jarak perlu dilakukan di Nusa Tenggara Barat. Target pengembangan jarak di NTB seluas 622.500 ha dengan produksi pada tahun 2005 sebanyak + 150 ton (Disbun NTB, 2006). II. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk dapat mensubtitusi minyak SOLAR/Minyak Tanah dengan minyak jarak /Biofuel diperlukan beberapa strategi agar apa yang diharapkan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Strategi yang dimaksud tersebut antara lain : 1. Pemilihan areal dan petani pengembang. Selama ini agak sulit mencari areal untuk penanaman tanaman jarak, termasuk petani yang mau menanam tanaman jarak secara efisien. Hal ini disebabkan karena petani belum tahu keunggulan dan manfaat tanaman jarak serta secara ekonomi bertanam jarak kurang ekonomis/menguntungkan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Untuk itu perlu dilakukan penanaman/pengembangan pada petani yang memang membutuhkan hasil dari komoditas tersebut, atau dengan kata lain petani tersebut dapat memanfaatkan langsung hasil dari tanaman tersebut untuk keperluannnya sendiri. Dengan demikian otomatis petani akan melakukan pemeliharaan dengan baik/secara efisien agar mendapatkan produktivitas hasil yang tinggi. 3 Untuk itu areal pengembangan jarak dan petani yang tepat dalam hal ini adalah petani tembakau, karena petani tembakau sangat membutuhkan biji jarak yang akan digunakan untuk mensubtitusi minyak tanah yang selama ini sangat berperan dalam menentukan kualitas tembakau terutama dalam proses pengeringannya. Hal ini didukung dengan telah dihasilkannya kompor yang berbahan bakar dari pasta biji jarak, yang kualitas panasnya sebanding dengan panas yang dihasilkan oleh kompor yang berbahan bakar minyak tanah. 2. Pengembangan/penanaman jenis jarak pagar NTB yang memiliki potensi produktivitas tinggi. Dari hasil survey dan penelitian yang dilakukan di NTB, diperoleh beberapa jenis jarak pagar yang memiliki potensi hasil yang tinggi. Jarak pagar inilah yang nantinya akan dikembangkan di tingkat petani untuk dapat mencapai target produksi yang diharapkan. 3. Sistem Penanaman (tumpang sari/integrasi) Sistem penanaman yang dapat diterapkan pada petani tembakau adalah penanaman tanaman jarak di pematang sawah atau sekeliling sawah, masih sebagai pagar tetapi kelebihannya akan dikelola secara efisien dengan alasan ; dekat dengan lahan karena merupakan lahan sawah, lahan sawah terus ditanamani secara kontinyu sepanjang tahun sehingga pemeliharaan dan pengawasan untuk tanaman pagar juga akan lebih baik, dengan menerapkan sistem budidaya tanaman yang tepat. 4. Pengembangan alat skala pabrik dan home industri 4.1. Skala pabrik 4 Perusahaan-perusahaan rokok besar yang ada di Kabupaten Lombok Timur seperti ; perusahaan rokok djarum, Sampoerna, Sadana dan lain-lain, bersedia untuk mengembangkan alat atau mesin yang berbahan baku biji jarak untuk menghasilkan biodisel yang akan digunakan sebagai bahan bakar untuk proses pengeringan tembakau. Hubungan kemitraan yang baik (harmonis) selama ini antara pengusaha rokok besar di Kabupaten Lombok timur dengan petani tembakau binaannya, memberi peluang besar dan sangat memungkinkan untuk pengembangan pabrik pengolahan biji jarak menjadi bakar nabati yang dapat digunakan untuk mensubsidi bahan bakar minyak yang selama ini menjadi permasalahan bagi petani dan pengusaha tembakau dalam proses pengeringan tembakau. Peluang pengembangan meliputi : 1) Areal tersedia (dari petani binaan) 2) Petani tersedia (untuk 1 perusahaan tembakau sekitar 2000 orang binaan) 3) Teknologi tersedia 4) Kemitraan berjalan baik 5) Dana cukup tersedia (mitra) Hambatan : 1. Benih berkualitas masih relatif kurang 2. Koordinasi antara instansi terkait masih kurang 4.2. Skala home industri, dengan pengembangan kompor yang berbahan baku jarak. 5 Dengan dihasilkannya kompor yang berbahan baku biji jarak di NTB, tepatnya pertama kali kompor ini dibuat adalah di Sukaraja Barat – Kecamatan Ampenan Kodya Mataram NTB, membuka peluang bagi para petani tembakau untuk memperoleh alternatif bahan bakar nabati yang dapat mensubtitusi minyak tanah, yang selama ini selalu menjadi masalah utama bagi petani tembakau di NTB. Dengan adanya kompor ini maka petani dapat menanam tanaman jarak pada areal pertaniannnya, sehingga petani dapat menghasilkan sendiri biji jarak dan dapat menggunakannya langsung sebagai bahan bakar pada kompor yang didisain berbahan baku biji jarak tersebut. Prototipe alat/kompor pasta biji jarak : a. Kompor yang dihasilkan menggunakan bahan bakar dari biji jarak. b. Bahan bakar yang digunakan berbentuk adonan/pasta yang terbuat dari biji jarak yang dihaluskan dan dicampur dengan cairan tertentu yang dapat dinyalakan oleh kompor tersebut. c. Kompor tidak menggunakan sumbu dan tidak menggunakan pompa untuk memberi tekanan (pressure) pada bahan bakar. d. Komponen utama kompor menggunakan matrial seperti ; besi plat dan besi beton ukuran kecil. e. Bahan bahar yang digunakan adalah pasta biji jarak. f. Harga jual kompor Rp. 120.000/unit. g. Kompor ini bersaing dengan kompor minyak tanah, LPG, briket dan kayu bakar. Mekanisme Kerja : 6 a. Bahan bakar/adonan biji jarak ditempatkan pada ruang bahan bakar yang memiliki alas, dan diatasnya ada penyekat/pembatas yang memiliki lubang-lubang. b. Jika bidang/ruang bahan bakar didorong ke atas melalui screw yang ada dibawah bidang, maka bahan bakar (adonan biji jarak) akan tergenjet dan keluar melalui lubang-lubang sehingga membentuk tonjolan–tonjolan seperti sumbu yang kemudian disulut untuk menghasilkan nyala api. c. Nyala api biru dan meninggalkan sisa arang pembakaran. d. Kompor dapat membakar 1 kg bahan bakar pasta biji jarak selama 4-5 jam (setara dengan rata-rata kompor sumbu minyak tanah). Keunggulan kompor minyak jarak : a. Kompor ini berpotensi menggantikan (mensubtitusi) minyak tanah dimana pemakaian 1,3 kg pasta biji jarak (7.100 kcal/kg) setara dengan minyak tanah (9.000 kcal/liter). b. Pasta biji jarak lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan dibandingkan dengan minyak tanah dan atau briket batu bara. c. Secara ekonomi lebih efisien karena dapat menghemat biaya sebesar Rp. 250, per liter kerosene (minyak tanah). Dengan rincian : 1 liter kerosene ≈ 1,5 kg pasta biji jarak. Jika 1 liter karosene Rp. 2.500,sedangkan pasta biji jarak per 1 kg seharga Rp. 1.500,- maka terjadi penghematan/efisiensi biaya sebesar Rp. 250,- per liter kerosene. d. Pasta biji jarak dapat dibuat sendiri dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama yaitu 6-8 bulan dengan pengemasan yang bagus. 7 ANALISA KESESUAIAN DAN KELAYAKAN MODEL PENGEMBANGAN JARAK PAGAR PADA LAHAN PENANAMAN TEMBAKAU DALAM USAHA MENSUBTITUSI MINYAK TANAH 1. Tanaman jarak akan dikembangkan dilahan milik petani dengan sistem penanaman yaitu sistem border/tanaman pinggir atau tumpang sari dengan tanaman tembakau (sebagai tanaman utama) dan dapat juga ditanam pada lahanlahan pekarang atau lahan lainnya yang belum termanfaatkan sebelumnya. Jika tanaman jarak ditanam pada bagian pinggir lahan dan ditambah satu baris lagi dibagian tengah-tengah lahan, maka populasi tanaman jarak dengan sistem penanaman tersebut per hektarnya sekitar 250 tanaman dengan jarak tanam 2 m. Produksi per pohon rata-rata sekitar 2 kg, sehingga untuk 250 pohon produksinya rata-rata mencapai 500 kg. Berikut ditampilkan layout penanaman jarak pada lahan tembakau. Layout posisi tanaman jarak pada lahan penanaman tembakau. Keterangan : = tanaman tembakau = tanaman Jarak pagar 2. Kebutuhan minyak tanah untuk satu omprongan tembakau Alat pengering tembakau yang sering disebut dengan Omprongan (oleh masyarakat Lombok Timur) memiliki ukuran oven yang berbeda-beda, untuk 8 ukuran oven 4 m x 5 m dengan tinggi 8 m, dapat menampung 2,5 - 4,0 ton tembakau basah. Untuk proses pengeringan tembakau sebanyak 2,5 ton daun bawah (basah) dapat menghasilkan 2,5 kw daun kering, dengan membutuhkan minyak tanah sebanyak 300 liter selama 5 hari, dimana harga minyak tanah pada musim pengovenan tembakau di Lombok Timur sebesar Rp. 3.700/liter (wawancara dengan petani). Sehingga biaya minyak tanah yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan 2,5 kw tembakau kering adalah sebesar Rp. 1.110.000,-. Tentunya, biaya ini cukup tinggi bagi petani, terutama karena selalu naiknya harga minyak tanah pada saat musim pengovenan tembakau. 3. Analisa kelayakan pengembangan minyak/pasta biji jarak Dalam satu hektar (dengan sistem’pola penanaman jarak diatas) terdapat 250 pohon tanaman jarak, dengan prediksi rata-rata per pohon sebanyak 2 kg (Sudarto, 2007), maka produksi total sebanyak 500 kg. Dengan 500 kg biji jarak jika dikonversikan menjadi pasta biji jarak menjadi 333 kg. Dimana pasta biji jarak ini sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar terutama untuk jenis kompor yang berbahan baku pasta jarak. Dengan 333 kg pasta biji jarak sudah lebih dari cukup untuk mensubsidi minyak tanah sebanyak 300 liter, yang digunakan untuk pengeringan tembakau sebanyak 2,5 ton basah menjadi 2,5 kw kering (Data primer). Secara ekonomi pasta biji jarak lebih efisien karena dapat menghemat biaya sebesar Rp. 1.450,- per liter kerosene (minyak tanah). Dengan rincian : 1 liter kerosene ≈ 1,5 kg pasta biji jarak. Dimana 1 liter karosene Rp. 3.700,(khususnya untuk Wilayah Lombok Timur pada musim pengovenan tembakau), sedangkan pasta biji jarak per 1 kg seharga Rp. 1.500,- maka terjadi 9 penghematan/ biaya sebesar Rp. 1.450,- per liter kerosene. Sehingga biaya yang dapat diefisienkan dengan menggunakan pasta biji jarak adalah sebesar Rp. 435.000,- per satu kali omprongan/proses pengeringan (dengan rincian Rp 1.450,x 300 liter minyak tanah = Rp. 435.000,-). Nilai ini cukup tinggi karena dapat menghemat biaya pengeringan sebesar 39%. Sehingga Dengan demikian maka pengembangan jarak pagar pada lokasi petani tembakau layak dikembangkan dan memiliki peluang besar dalam mensubsidi minyak tanah. Gambar 1 : Penampilan beberapa alat yang berhubungan dengan jarak atau minyak jarak. Mesin Pengepres Biji Jarak Pagar BB MEKTAN Kompor jarak pagar sederhana di NTB Mesin pengepre biji jarak pagat dari BB Mektan Kompor jarak pagar moderen III. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 10 1. Pada tahap awal pengembangan, areal penanaman dan petani, perlu dipertimbangkan agar sistem pertanian tersebut dapat berlangsung secara kontinyitas dan berkelanjutan. 2. Ketersediaan benih berkualitas terjamin 3. Produksi dan produktivitas biji jarak perlu ditingkatan. 4. Perlu adanya sinergisme pada seluruh instansi terkait sehingga pengembangan jarak dan proses untuk menghasilkan bieuful dapat tercapai. 5. Perlu didisain pabrik yang mampu menghasilkan bahan bakar nabati pengganti minyak tanah, yang lebih efisien. 6. Produksi kompor masih terbatas sehingga perlu diperbanyak dengan skala pabrikan. 7. Perlu adanya penyempurnaan disain/modivikasi alat menunju ke arah yang lebih baik sehingga efektifitas dari alat tersebut dapat ditingkatkan. 8. Skala pembuatan pasta perlu diperbanyak untuk dapat mengimbangai produksi kompor dari pasta biji jarak tersebut. 9. Jarak pagar khusunya pasta biji jarak memiliki potensi besar untuk mensubsidi minyak tanah. 10. Secara ekonomi pasta biji jarak layak dikembangkan karena dapat mengefisiensikan minyak tanah sebesar 39%. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2003. Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tengara Barat. 11 Dinas Perkebunan, 2006. Laporan Pengembangan Tanaman Jarak di NTB. Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat. Dinas perindustrian dan perdagangan, 2006. Prospek Pengembangan Biodisel Skala Home Industry. Dinas perindustrian dan perdagangan Nusa Tenggara Barat. Dirjenbun. 1999. Laporan Tahuan Komoditas Tembakau di Indonesia. Effendi Syarif (2004). Melawan ketergantungan pada minyak bumi. Fierna Biodisel, 2007. Fierna Biodisel ” Siap bermitra untuk Bekerjasama Oprasional Biodisel/Biofuel dari tanaman jarak. www.fierna.com. Herming, Reinhard (1984). Production Of Jatropha Oil & its Utilization as a Substitute for Diesel Oil. Informan Kunci, 2007. Wawancara dengan Petani Tembakau Lombok Timur. Studi Kasus. BPTP NTB. Pusat analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. 2006. Laporan Akhir Proses Pengembangan Sumber Energi alternatif (Biofuel).Badan Litbang Pertanian. Sudarto, 2007. Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian. Balai Pengkajian teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat 12