SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara PERANCANGAN DAN PENGUJIAN SISTEM PENGERING IKAN MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PANAS BUMI IE-SUUM KABUPATEN ACEH BESAR Ahmad Syuhada1a), Ratna Sary1b), Rasta Purba2c) 1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jl. Syech Abdul Rauf No.7 Darussalam Banda Aceh 23111, Indonesia 2) PT. Pupuk Iskandar Muda, Jl. Medan - Banda Aceh, Krueng Geukueh, Aceh Utara Phone: (62-645) 56222; Fax: (62-645) 56095 a e-mail: [email protected] ; be-mail: [email protected] c e-mail: [email protected] Abstrak Dalam usaha meningkatkan nilai tambah ikan hasil produksi masyarakat Kecamatan Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar. Telah dilakukan perancangan dan pengujian sistem pengering ikan dengan memanfaatkan sumber energi panas bumi yang terdapat di Desa Ie-Suum Kecamatan Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar. Potensi energi panas bumi tersebut berupa munculan air panas bersuhu 86 dan 86,4o C. Dari hasil perancangan disimpulkan system pengering tipe rak bertingkat. Sistem pengering dirancang terdiri dari alat penukar kalor, ruang pengering, dan blower untuk penghembus udara. Air pans dari sumber panas bumi dialirkan dalam alat penukar kalor untuk meningkatkan temperature udara luar dan kemudian dihembuskan ke dalam ruang pengering. Dari hasil perancangan diperoleh, untuk mengeringkan ikan 200 kg dalam waktu 24 jam, dengan ukuran dimensi ruang pengering: panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m, temperatur air panas masuk alat penukar 80oC, dan temperatur udara masuk ruang pengering dipertahankan pada 60oC diperoleh waktu rata-rata untuk mengeringkan ikan sampai kadar air 10% adalah 18-20 jam. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan dan pengujian sistem pengering menggunakan 3 tingkat rak tempat peletakan ikan. Dari hasil pengujian diperoleh temperature rata-rata air panas keluar alat penukar kalor berkisar pada 76-78oC, Temperatur udara dalam ruang pengering berada pada kisaran 57-62oC. Dengan berat awal ikan 20 kg, setelah mengalmai proses pengeringan 18 jam, berat ikan rata-rata menjadi 12 kg Kata kunci: Perancangan, Pengujian, Pengering ikan, Energi panas bumi, Alat penukar kalor. 1. PENDAHULUAN Saat musim panen raya, hasil tangkapan nelayan berlebih dan harga ikanpun turun drastis bahkan banyak ikan tidak terjual sehingga terjadi pembusukan ikan jika tidak diawetkan sementara. Ini merupakan permasalahan yang harus dihadapi para nelayan karena banyak hasil tangkapan yang tidak termamfatkan. Kurangnya pengetahuan dan teknologi untuk sistem pengawetan ikan membuat nelayan tidak mampu memanfaatkan hasil panen raya untuk meningkatkan perekonomiannya. Mengingat hal tersebut, maka dicoba diaplikasikan teknologi pengeringan untuk mengawetkan ikan. Teknologi pengeringan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan ikan. Proses pembusukan sangat tergantung pada kadar air, mengurangi kadar air dalam tubuh ikan dapat menghambat aktivitas pembusukan yang disebabkan oleh enzim dan mikrobia. Ikan dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Untuk mengurangi kadar air pada ikan diperlukan suatu sistim pengering untuk menguapkan kadar air dari tubuh ikan. Desa Krueng Raya merupakan daerah pesisir dimana tempat berproduksinya ikan, daerah ini juga merupakan daerah yang relatif dekat dengan Desa Ie Su’um dimana di desa tersebut terdapat sumber energi panas bumi yang berupa munculan air panas bertemperatur 86 dan 86,4oC. Energi panas bumi merupakan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memanfaatkannya. Selain itu energi panas bumi juga tidak rentan terhadap perubahan cuaca, sehingga sangat baik diaplikasikan oleh masyarakat nelayan untuk mengeringkan ikan. Keuntungan pengeringan ikan menggunakan alat 68 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara pengering berenergi panas bumi antara lain: dapat memproduksi ikan kering dengan kapasitas yang relatif banyak, waktu pengeringan yang relatif singkat, dan menghasilkan produk yang lebih higenis. Untuk memamfaatkan energi panas bumi yang terkandung pada air alam tersebut, dirancanglah satu unit alat penukar kalor pada sistem pengering ikan dengan memanfaatkan energi panas bumi. Penelitian ini yaitu merancang dan menguji alat penukar kalor untuk sistem pengering ikan dengan memanfaatkan energi panas bumi. Teknologi yang digunakan adalah konveksi paksa untuk memanaskan udara pengeringan dan konveksi natural yang pada ruang pengeringan ikan. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Analisa Perancangan Fluida yang paling dekat dengan magma, biasanya mengandung H2O, CO2, SO2, H2S dan HCl. Variasi konsentrasi masing-masing kandungan itu tergantung pada perbedaan magmatic volatile (unsur-unsur gas yang terlarut di dalam magma) dan tingkat degassing magma (keluarnya gas dari magma). Dikarenakan kandungan gas yang dimiliki fluida termasuk dalam katagori gas beracun, maka dalam perancangan alat pengering ini tidak memanfaatkan uap panas yang teruap dari air panas secara langsung untuk media pengeringan, karena dikhawatirkan bahan pengering yang berupa produk makanan akan terkontaminasi dengan gas-gas beracun. Mengingat hal ini, maka dirancanglah suatu alat penukar kalor sebagai media pemisah antara air panas dengan udara pengeringan. Adapun prinsip kerja alat pengering energi panas bumi yang direncanakan diperlihatkan dalam Gambar 1 yang menjelaskan prinsip kerja alat pengering energi panas bumi, dimana air panas dialirkan ke alat penukar kalor sedangkan udara dari atmosfer terkonveksi secara alamiah dan masuk ke ruang pengering. Didalam ruang pengering udara panas hasil konveksi tersebut menguapkan kadar air dari bahan pengering dan keluar melalui cerobong. Dilihat dari fungsinya sebagai pemanas maka material yang digunakan harus mempunyai konduktivitas termal yang relatif tinggi sehingga nilai hantar panasnya juga tinggi. Berdasarkan hal tersebut dan ketersediaan material dipasaran serta harga ekonomisnya, maka dirancanglah alat penukar kalor dengan menggunakan material baja karbon. Gambar 1. Siklus pengering energi panas bumi 69 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Gambar 2. Alat uji yang direncanakan Keterangan gambar: T1 = titik pengukuran temperatur pada rak 1, T2 = titik pengukuran temperatur pada rak 2, Tatm = titik pengukuran temperatur lingkungan, Tch,i = titik pengukuran temperatur masuk cerobong, Tch,o = titik pengukuran temperatur keluar cerobong, Th,I = titik pengukuran temperatur air panas masuk alat penukar kalor dan Th,o = titik pengukuran temperatur air panas keluar alat penukar kalor Ruang pengering dirancang dengan menggunakan material aluminium untuk kerangkanya, sedangkan dindingnya terbuat dari material triplek. Pemilihan kedua material tersebut masing-masing berdasarkan pada kekuatan dan sifat konduktivitas termal yang dimilikinya relatif rendah sehingga layak untuk bahan insulasi panas ruangan pengering. Berikut merupakan alat yang di uji dan peralatan pengukur yang dipakai saat pengujian berlangsung: 1. Alat pengering ini mempunyai tiga bagian utama yaitu alat penukar kalor ruang pengering dan cerobong, ketiga bagian tersebut ditunjukan dalam Gambar 2. 2. Beberapa instrumen pengukur yang digunakan dalam pengujian unjuk kerja alat pengering yaitu termometer digital (APPA - 51), gelas pengukur dan stop watch. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perancangan Alat Penukar Kalor Hasil perancangan alat penukar kalor diperlihatkan dalam Gambar 3, skala gambar adalah 1 : 5 dengan satuan milimeter. 70 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Gambar 3. Hasil perancangan alat penukar kalor 3.2. Data Hasil Pengujian Tanpa Beban Pengeringan Gambar 4 memperlihatkan grafik hasil pengujian alat penukar kalor pada sistem pengering dengan kondisi tanpa beban pengeringan. Perbedaan temperatur air panas masuk dan keluar alat penukar kalor relatif kecil dikarenakan proses perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor tersebut adalah konveksi natural/ konveksi alamiah. Konveksi natural ini menghasilkan temperatur udara keluar alat penukar kalor relatif tinggi dibandingkan dengan konveksi paksa, hal ini dikarenakan pergerakan udara pada konveksi natural relatif jauh lebih lambat dibandingkan dengan konveksi paksa. Gambar 4. Grafik hasil pengujian tanpa beban pengeringan dimana: Thi = temperatur air panas masuk alat penukar kalor, Tho = temperatur air panas keluar alat penukar kalor, Tatm = temperatur atmosfer, T1= temperatur pada rak I T2 = temperatur pada rak II. 71 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Gambar 4 juga memperlihatkan temperatur udara keluar alat penukar kalor pada rak I dan rak II mengalami kenaikan yang relatif cepat hingga mencapai temperatur pengeringan yang direncanakan hanya dalam waktu 5 menit dan tidak banyak mengalami perubahan hingga akhir pengujian. Selain itu perubahan temperatur udara atmosfer tidak banyak mempengaruhi kondisi temperatur pada ruang pengering, dikarenakan dinding alat pengering terisolasi dengan baik oleh bahan dengan konduktivitas termal yang rendah. 3.3. Data Hasil Pengujian dengan Beban Pengeringan 3.3.1. Temperatur air panas Temperatur air panas masuk dan keluar alat penukar kalor diperlihatkan dalam Gambar 5. Seperti dijelaskan sebelumnya, perbedaan temperatur keduanya relatif kecil, hal ini dikarenakan proses perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi natural. Selain itu, dengan beban ataupun tanpa beban pengering tidak berpengaruh banyak terhadap temperatur air panas. Gambar 5. Sejarah temperatur air panas masuk dan keluar alat pengering 3.3.2. Temperatur lingkungan Temperatur lingkungan sangat berpengaruh terhadap perubahan cuaca, hal ini seperti diperlihatkan dalam Gambar 6, dimana terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur dikarenakan cuaca mendung dan gerimis pada saat pengujian alat. Gambar 6. Temperatur lingkungan 3.3.3. Temperatur udara pengering Temperatur udara pengering sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam tubuh ikan, hal ini dapat kita lihat dengan membandingkan temperatur pada saat mempunyai beban pengeringan dengan tanpa beban pengeringan seperti diperlihatkan dalam Gambar 4 dan Gambar 7. 72 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Gambar 7. Temperatur udara pengering 3.3.4. Temperatur cerobong alat pengering Perbedaan temperatur pada sisi masuk dan keluar cerobong alat pengering seperti diperlihatkan Gambar 8 sangat diharapkan agar terjadinya perbedaan tekanan antara masuk dan keluar cerobong sehingga dengan adanya perbedaan tekanan tersebut dapat menghisap udara di ruang pengering. Hisapan udara tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses terbawanya uap air dari ikan keudara sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Gambar 8. Temperatur cerobong alat pengering 3.3.5. Perubahan massa bahan pengering Gambar 9 memperlihatkan grafik hubungan laju pengeringan terhadap perubahan massa ikan teri. Pada dua jam awal pengeringan mengalami penurunan massa ikan yang relatif cepat dibandingkan dengan beberapa jam berikutnya, hal ini dikarenakan kadar air ikan teri masih tinggi dan belum mengalami pengerasan permukaan ikan sehingga uap air dari dalam dan permukaan mudah terbawa oleh udara pengeringan. Gambar 9. Hubungan laju pengeringan terhadap perubahan massa ikan 73 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara 3.4. Analisa Data Pengujian Hasil analisa data pengujian alat penukar kalor pada sistem pengering ikan energi panas bumi diperlihatkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Analisa data hasil pengujian alat penukar kalor pada sistem pengering Parameter yang dianalisa Kebutuhan energi pengeringan 12186 kJ Kapasitas aliran air panas 20 liter/menit Kecepatan udara pengering 0,05 m/s Temperatur outlet air panas 86,5Ԩ Temperatur outlet udara 60Ԩ Efektifitas alat penukar kalor 51% Efisiensi alat pengering 30% 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain: • Peralatan penukar panas ini bekerja sangat efektif karena dengan temperatur air pemanas sekitar 85oC dapat memanaskan udara pengering mencapai 60oC. • Dengan temperatur udara pengering 55oC-60oC sudah cukup bagus untuk pengeringan ikan • Distribusi temperatur pada rak I dan rak II terjadi perbedaan temperatur yang relatif besar yang diakibatkan oleh jarak antar rak yang besar, sehingga mengakibatkan ketidak seragaman laju pengeringan. • Dalam interval waktu lima jam pengeringan, ikan berhasil dikeringkan dari massa awal 1 kg untuk masing-masing rak menjadi 0.25 kg pada rak I dan 0.30 kg pada rak II. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Hasan, A. , 2008, Penelitian Pemanfaatan Langsung Sumber Energi Panas Bumi untuk Pengeringan Kakao, BPPT, Jakarta 2. Incopera, F. P. & DeWitt, D. P. , 2002, Fundamental of Heat And Mass Transfer, 5th edition, John Wiley & Sons, USA 3. Naewbanij Maitri & Thepent Viboon, 1989, Batch and Continuous Drying, termuat di : http://www.fao.org/docrep/x5036e/x5036E0x.htm, diakses 18 Juni 2012. 4. Sumotarto, U. , 2007, Design of A Geothermal Energy Dryer for Beans and Grains Drying in Kamojang Geothermal Field, BPPT, Jakarta 5. Suparno, S. , 2009, Energi Panas Bumi, Departemen Fisika-FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta Penelitian SDPF, HEDS-DIKTI-JICA, 29 juni-1 Juli 1993. 6. Syuhada, A., 2000 Heat (Mass) Transfer Characteristics in Rectangular Serpentine Channels with a Sharp Turn, Nagoya University. 7. Syuhada, A., 2001, Sistem dan Peralatan Pengering Kayu dengan Menggunakan Bahan Bakar Ampas Serbuk Kayu, Lab. Teknik Konversi Energi, Teknik Mesin Unsyiah. 8. Syuhada, A. Karakteristik Perpindahan Panas (massa) pada Saluran Persegi Empat BerbelokanTajam 1800, Prosiding Seminar Nasional ChESA, 2003, hal. 99-105 9. Syuhada, A. Pengering Ikan Tongkol kukus Dengan Menggunakan Energi Panas Hasil Pembakaran. Proceeding Seminar Energi & Manajemen 2003 (E &M-2003) hal 64-67 10. Syuhada ,A., Pengering Ikan dengan Bahan Bakar Sebagai Sumber Pengering, Kantor Kementrian RISTEK & Sentra Inotek Buket Politeknik Negeri Lhokseumawe( 2004), (CD-ROM) 74 SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara 11. Syuhada, A. & Ratna S. Kaji Karakteristik Distribusi Temperatur dan Perpindahan Panas pada Peralatan Pengeringan Bertingkat, Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) V, 21 – 23 Nopember 2006 (CD Room) 12. Syuhada, A. Teknologi Pengering Ikan /Kemamah untuk Korban Tsunami Di Aceh, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Antar Universitas Sains dan Teknologi, Banda Aceh 10-12 Maret 2008, hal 373-37 75