Modul ke: Human Relations Memahami Konsep Dasar Komunikasi dalam Human Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Amin Shabana Human Relation sebagai Kegiatan Komunikasi Human relations perlu dilaksanakan untuk meniadakan gangguan sebagai akibat salah komunikasi dan salah interprestasi, lebih-lebih untuk menghilangkan frustasi terutama frustasi agresif. Komunikasi Antarpersona Persuasif Manusiawi Human relations dalam arti sempit atau dalam manajemen, adalah komuniksai persuasif secara tatap muka untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat yang produktif dengan perasaan bahagia pada kedua belah pihak, baik manajer maupun karyawan dan atau orang lain yang ada hubungannya dengan orang lain. Komunikasi yang berlangsung dalam kegiatan human relations adalah komunikasi antar pesona. Karena komunikasi bentuk ini sifatnya dialogis, maka prosesnya berlangsung secara timbal balik. Wilbur Schramm dalam karyanya “Communication Research in the United States” menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan frame of reference yakni panduan pengalaman dan pengertian. Frame of refernce ini meliputi nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pendidikan, dan lain sebagainya yang pernah dialami seseorang. Menurut Schramm, bidang pengalaman merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. • Homophily dan Heterophily Homophily adalah derajat pasangan komunikator komunikan yang sama dalam ciri-ciri tertentu, seperti kepercayaan, pendidikan atau status sosial. Heterpphily adalah derajat pasangan komunikator komunikan yang tidak sama dalam ciri-ciri tertentu. Emphaty adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Ini berarti bahwa apabila komunikator mengetahui bagaimana perasaan komunikan dan bisa merasakan apa yang dirasakan komunikan tersebut. Menurut Devito empati berarti seperasaan dengan seseorang, berempati dengan orang lain adalah merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Komunikasi persuasif akan terjadi apabila komunikasi efektif. Komunikasi antarpesona efektif apabila perangsang yang diprakarsai dan dimaksudkan oleh komunikator amat cocok dengan perangsang yang dirasakan dan ditanggapi oleh komunikan. Dalam komunikasi persuasif efeknya harus merupakan dampak dalam bentuk perubahan sikap. Opini dan tindakan atau tingkah laku yang timbul dari kesadaran komunikan, sebab komunikasi persuasif lain dengan komunikasi informatif dan beda pula dengan komunikasi koersif. Komunikasi informatif adalah proses penyampaian pesan oleh sesseorang kepada orang lain untuk memberitahukan sesuatu. Di sini komunikator tidak mengharapkan efek apa-apa dari komunikan. Komunikasi persuasif adalah proses penyampain pesan oleh seseorang kepada orang lain agar berubah sikapnya, opininya dan tingkah lakunya dengan kesadaran diri. Antara komunikasi koersif dengan komunikasi persuasif terdapat kesamaan, yakni berusaha agar seseorang berubah sikapnya, opininya dan tingkah lakunya, sehingga ia melakukan tindakan atau kegiatan tertentu. Bedanya ialah pada komunikasi koersif si komunikan melakukan tindakan atau kegiatannya itu secara terpaksa. Konseling sebagai Teknik Human Relation Konseling merupakan kegiatan yang banyak dilakukan dalam human relations. Ditinjau dari segi komunikasi konseling adalah komunikasi antar pesona. Yang bertindak sebagai konselor adalah manajer atau pimpinan kelompok karya, sedangkan konselinya adalah karyawan yang menghadapi suatu masalah atau yang menderita frustasi. Tujuan konseling ialah membantu para karyawan memecahkan masalahnya sendiri, memecahkan masalah yang bersangkutan dengan karyawan atau mengusahakan adanya suatu yang menimbulkan keberanian untuk memecahkan masalah yang mungkina ada. Konselor hanya memberikan nasehat. Jadi konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya. Dalam kegiatan human relations ada dua jenis konseling yang dapat dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan kelompok karya. Kedua jenis tersebut ialah konseling yang langsung terarah dan konseling yang tak langsung terarah. • Konseling Terarah (Directive Counseling) Konseling jenis ini sering dinamakan juga the counselor-centered appoarch, yakni konseling pendekatannya terpusatkan kepada konselor. Untuk mengetahui diagnose yang tepat konselor harus memahami fakta yang berhubungan dengan masalahnya itu. Jika konseli mengemukakan kesulitannya kepada konselor, maka konselor harus merasa pasti, bahwa itulah masalah yang dihadapi konseli. Konselor harus mengerti benar mengenai data yang diperolehnya sehingga ia dapat melakukan interprestasi. Konseling Tak Terarah (Non-Directive Counseling) Konseling jenis ini disebut juga the counselee-centered appoarch (pendekatan yang terpusatkan kepada konseli). Jenis ini dapat digunakan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang psikologi. lanjutan Pada konseling jenis ini, aktivitas utama terletak pada pihak konseli, sedangkan aktivitas konselor hanya berusaha agar konseli merasa mudah untuk memimpin dirinya sendiri. Norma R.F. Maier dalam bukunya “Principles of Human Relations” menyatakan, bahwa tujuan non-directive conseling adalah memperoleh keringanan dari penderitaan, melokalisir dan memecahkan masalah, dan membetulkan cara pemecahan masalah. Dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Memperoleh Keringanan dari Penderitaan Penderitaan di sini ialah frustasi. Seseorang menderita frustasi, jika ia berada dalam situasi masalah, yakni ia berada dalam keadaan terpaksa harus menghadapi masalah. Untuk membetulkan kondisi frustasi ini, konselor harus berusaha mengalihkan kembali ke kondisi yang mengandung niat untuk memecahkan masalah. 2. Melokalisasikan dan Memecahkan Masalah Pemecahan masalah hanya dapat dilakukan apabila kesulitan atau gangguan dapat dilokalisasikan. Seorang konselor, dalam memberikan bantuan kepada orang yang menderita frustasi, harus mendorong orang itu untuk menyelidiki perasaanya terhadap berbagai orang, hal dan peristiwa, sehingga dapat melokalisasikan masalahnya. 3. Memperbaiki Cara Pemecahan Masalah Beberapa hal sebagai petunjuk bagi seorang pemimpin kelompok karya yang bertindak sebagai konselor untuk memecahkan masalah pekerjaan dan masalah pribadi para karyawan. Dalam pelaksanaannya, konselor perlu memperhatikan beberapa hal di antaranya: a. Dengarkan dengan sabar dan dengan menunjukkan minat yang menimbulkan keberanian pada konseli. b. Jangan melakukan interupsi. c. Jangan membantah atau berdebat. d. Koreklah apa yang konseli ingin katakan. Usahakanlah agar konseli mempunyai keberanian. Situasi Kelompok Para karyawan yang hidup dalam situasi kelompok berbda dengan orang-orang yang hidup dalam situasi kebersamaan. Pentingnya peranan seorang pemimpin kelompok untuk selalu menjaga nama baik kelompknya dan menjaga suasana kelompoknya senantiasa hangat dan penuh pengertian di antara semua anggota-anggotanya. Situasi yang seperti itu akan menimbulkan pengaruh yang positif terhadap anggotanya. Pengaruh positif terhadap para karyawan akan menyebabkan para karyawan bekerja giat. Dan ini akan berpengaruh pula kepada tujuan yang dicapai oleh organisasi. Mengapa Orang Memasuki Kelompok? Pada umumnya orang memasuki sebuak kelompok, karena percaya bahwa dengan bersama-sama dengan orang lain maka kebutuhannya akan bisa terpenuhi dibandingkan kalau usaha sendiri. Pada kenyataannya ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu kelompok diantaranya; kebutuhan pokok dan kebutuhan sampingan. Masalah dan Pemecahannya Kehidupan manusia merupakan rentetan pemecahan masalah. Setiap masalah yang timbul segera diatasi. Setiap masalah tidak sama kadarnya karena itu periode pemecahannya tidak sama. Ada yang dapat dipecahkan seketika, ada yang memerlukan waktu yang lama. Seseorang akan selalu berusaha memecahkan masalahnya sendiri. Ini bisa menimbulkan dua kemungkinan kesesuaian yang menyenangkan yang berarti masalahnya terpecahkan atau malah menimbulkan masalah baru. Frustasi Frustasi adalah rasa kecewa disebabkan kegagalan dalam memecahkan masalah, kegagalan dalam menghilangkan rintangan yang menghambat terlaksanya suatu keinginan. . Frustasi Frustasi adalah rasa kecewa disebabkan kegagalan dalam memecahkan masalah, kegagalan dalam menghilangkan rintangan yang menghambat terlaksanya suatu keinginan. Orang yang menderita frustasi bisa macam-macam tingkah lakunya. Ia bisa merasa tidak berdaya, sedih, putus asa. Akan tetapi yang lebih parah ialah jika frustasinya itu adalah frustasi yang disertai agresi, sehingga bertingkah laku agresif. Apa yang harus dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan kelompok jika menghadapi orang yang bertingkah laku seperti itu? Dalam hal inilah human relations harus dilaksanakan. Tugas human relations adalah menggiatkan seluruh karyawan ke arah sasaran bersama dengan hati yang sama senang. Tingkah Laku Pemecahan Masalah Tingkah laku pemecahan masalah berarti lebih menggiatkan lagi usahanya dalam mencapai sasarannya. Orang yang menderita frustasi tidak berhasil memecahkan masalahnya maka dikembalikan kepada suasana pemecahan masalah dalam mencapai tujuannya. Faktor yang menumbuhkan rasa percaya: 1) Menerima: kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Menerima berarti tidak menilai pribadi orang berdasarkan prilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya prilakunya menurut presepsi kita, kita tetap berkomnukasi dengan dia sebagai personal, bukan sebagai objek. 2) Empati: memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. 3) Kejujuran: menyebabkan prilaku kita dapat diduga (predictable). Ini akan mendorong orang lain untuk percaya pada kita. Motif dan Motivasi Motif adalah kondisi seseorang yang mendorong untuk mencari suatu kepuasan atau mencapai suatu tujuan. Atau dapat juga dikatakan motif adalah daya gerak yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Sedangkan motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Jadi motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak atau menggerakan seseoarng atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau suatu tujuan. Apa yang Mendasari Motif? Suatu motif timbul berdasarkan kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia ada dua jenis; kebutuhan primer atau kebutuhan psikologis yang pokok dan kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang bersifat sosial psikologis. Kebutuhan primer atau motif primer di antaranya adalah kebutuhan akan makanan, air untuk minum, udara untuk nafas, dll. Sedangkan kebutuhan sekunder kurang begitu pasti dibandingkan dengan kebutuhan primer oleh karena merupakan kebutuhan bagi pikiran dan rohaninya. Kedua kebutuhan ini berkembang sejalan dengan usia yang semakin bertambah. Kebutuhan sekunder lebih bervariasi daripada kebutuhan sekunder. Kebutuhan motif sekunder berpengaruh pada tingkah laku seseorang. Fungsi human relations dalam manajemen ialah memotivasi para karyawan, membangkitkan motif mereka menggungah daya gerak mereka untuk bekerja lebih giat. Eksperimen Motivasi Seorang ahli ilmu jiwa R.S. Woodworth telah mengadakan beberapa eksperimen mengenai motivasi ini, yang hasilnya disarankan untuk dopraktekkan dalam kelompok kekaryaan. Salah satu di antaranya ialah persaingan. Eksperimen kedua ialah dengan cara bersaing sendiri. Eksperimen berikutnya ialah dengan cara membuat jarak. Eksperimen ini sebenarnya dilakukan di luar situasi kerja, tetapi dapat dipraktekkan dalam pekerjaan. Eksperimen tersebut telah menggunakan perangsang-perangsang. Dan perangsang itu telah menimbulkan motif serta menggerakan motif itu untuk mencapai tujuan. Untuk meningkatkan suatu hasil karya, perlu sekali diadakan tujuan yang tegas dan jelas. Tanpa tujuan yang tegas dan jelas, tanpa tujuan yang difinitif kemungkinan besar para karyawan tidak bekerja giat sebagaimana diharapkan. Tujuan itu harus yang memegang dapat dicapai. Tujuan yang dapat dicapai dengan segera akan menimbulkan usaha yang lebih giat. Social Judgement Theory Asumsi-asumsi pokok dalam social judgement theory (Teori pertimbangan sosial) adalah: 1. Latitude of acceptance (rentang atau wilayah Penerimaan) Proses pertimbangan di atas menurut Sherif & Hovland (1961) berlaku baik untuk pertimbangan fisik (misalnya; berat) maupun pengukuran sikap. Walaupun demikian ada 2 perbedaan antara pertimbangan terhadap situasi fisik yang bersifat obyektif dengan sikap. Dalam sikap, individu sudah membawa klasifikasinya sendiri dalam menilai suatu obyek dan ini mempengaruhi penerimaan atau penolakan individu terhadap obyek tersebut. Kedua, pertimbangan sosial (sikap) berbedabeda dari satu individu ke individu yang lain, padahal dalam pertimbangan fisik tidak terdapat variasi yang terlalu besar. Perbedaan-perbedaan atau variasi antara individu ini mendorong timbulnya konsep-konsep tentang garis-garis lintang (latitude), Garis lintang penerimaan (latitude of acceptance) adalah rangkaian posisi sikap diterima atau ditolerir oleh individu. Garis lintang penolakan (latitude of rejection) adalah rangkaian posisi sikap yang tidak dapat diterima oleh individu. 2. Latitute of rejection (rentang Penolakan) Jika seseorang individu melibatkan dirinya sendiri dalam situasi yang dinilainya sendiri, maka ia akan menjadikan dirinya sendiri sebagai patokan. Hanya hal-hal yang dekat dengan posisinya mau diterimanya. Makin terlibat individu itu, maka ambang penerimaannya makin tinggi dan makin sedikit hal-hal yang mau diterimanya. Asimilasi jadi makin kurang. Sebaliknya, ambang penolakan makin rendah, sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bisa diterimanya. Hal ini makin terasa jika individu diperbolehkan menggunakan patokanpatokannya sendiri seberapa banyak pun dia anggap perlu. 3. Latitute of noncommitment (rentang keterlibatan) Komunikasi, menurut Sherif & Hovland, bisa mendekatkan sikap individu dengan sikap-sikap orang lain, tetapi bisa juga malah makin menjauhkannya. Hal ini tergantung dari posisi awal individu tersebut terhadap posisi individu-individu lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan, komunikasi akan lebih memperjelas persamaan-persamaan antara mereka dan dekatnya posisi mereka sehinga terjadilah pendekatan-pendekatan. Tetapi sebaliknya, jika posisi awal sudah saling berjauhan, maka komunikasi malah akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjauh. Dengan perkataan lain, jika seseorang terlibat dalam situasi isu, maka posisinya sendiri akan dijadikannya patokan. Terhadap sikap-sikap yang tidak jauh dari posisinya sendiri ia akan menilai ; cukup beralasan, dapat dimengerti dan sebagainya. Dan suatu komunikasi dapat menggeser posisinya mendekati posisi-posisi lain tersebut. Sebaliknya, posisi-posisi yang jauh akan dinilai tidak beralasan, kurang wajar dan sebagainya, sehingga jika dalam hal ini tetap dilakukan komunikasi, maka akan terjadi efek bumerang dari komunikasi itu, yaitu posisiposisi dari sikap-sikap itu malah akan makin menjauh. Terima Kasih Amin Shabana