IMPLEMENTASI TANAMAN POTENSI INSEKTISIDA ALAMI SEBAGAI ANTI NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE Rusdi* *Dosen STIKES Muhammadiyah Samarinda ABSTRAK Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kematian, jika lambat penanganannya.Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus Dengue dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedesaegypi yang terinfeksi. Dalam pemberantasannya masyarakat lebih menggunakan bahan kimia sintetik yang malah memunculkan efek samping yakni menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam hayati, khususnya flora atau tumbuhan yang memiliki potensi sebagai insektisida alami yang aman dan ramah lingkungan sebagai alternatif solusi anti nyamuk demam berdarah dengue.Adapun Adapun tanaman yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk demam berdarah dengue diantaranya adalah Adas (Foeniculum vulgare), Duku (Lansium domesticum), Kemangi (Ocimum sanctum), Sukun (Artocarpus altilis), dan Mimba (Azadirachta indica). Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, Tanaman, Insektisida Alami, Aedes aegypti ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fevercan can cause the death, if it isn’t found solution. Dengue Hemorrhagic Fever is caused by Dengue virus and infected to people from Aedes aegypti mosquito bites. Control using chemical insecticide causes the resistant mosquitoes, to dirty environment, to poison peoples and insects else. Indonesia has biodiversity, ecspecially flora or plant. Indonesia’s plants have potential as natural insecticide. Using natural insecticide is important to use the safe alternative way and also sustainable. The potential plants as natural insecticide for Dengue Hemorrhagic Fever mosquitoes are Foeniculum vulgare, Lansium domesticum, Ocimum sanctum, Artocarpus altilis, and Azadirachta indica. Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Plant, Natural Insecticide, Aedes aegypti PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim global menjadi isu penting. Pada dasarnya, iklim bumi senantiasa mengalami perubahan. Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap ancaman dan dampak perubahan iklim. Letak geografis dan kondisi geologisnya menjadikan Indonesia semakin rawan terhadap berbagai bencana alam yang terkait dengan iklim. Menurut laporan International Panel Climate Change (IPCC) tahun 2001, Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai ancaman dan dampak perubahan iklim. Beberapa ancaman dan dampak perubahan iklim yang sudah dan akan terjadi di Indonesia diantaranya adalah kenaikan permukaan air laut, meluasnya kekeringan dan banjir, menurunnya produksi pertanian, dan meningkatnya prevalensi berbagai penyakit yang terkait iklim (Susandi, 2006). Adapun penyakit yang paling rentan terhadap perubahan iklim diantaranya adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1953 di kota Manila yang merupakan ibukota negara Filipina, selanjutnya menyebar ke berbagai negara. DBD disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Di Indonesia DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3%). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di Asia Tenggara serta dalam data koran Kompas (2011), jumlah kematian akibat DBD di Indonesia sekitar 1.317 orang dari sekitar 150.000 kasus pada tahun 2010. DBD atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia (Ni Luh dan Sanusi, 2004). Berdasarkan data tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi sebesar 71.668 orang, 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (2013) dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berada pada peringkat ketiga dengan presentase sebesar 92,73% per 100.000 penduduk setelah dua Provinsi yaitu Bali 168,48 per 100.000 penduduk, dan DKI Jakarta 96,18 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2014). Dengan semakin meluasnya kasus DBD di Indonesia, maka banyak cara selama ini yang dilakukan untuk memberantas keberadaan nyamuk, khususnya nyamuk Aedes. Salah satunya dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, namun penggunaan insektisida kimia sintetik dapat menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Penggunaan zat kimia sebagai insektisida untuk mengendalikan serangga pertama kali dilakukan pada tahun 1942. Zat kimia yang digunakan seperti : DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), metal karbamat, organophospor serta zat kimia lain sehingga mengakibatkan menurunnya populasi serangga pengganggu secara drastis (Azwar, 1995). Sebagai pengganti insektisida kimia sintetik, maka dilakukan upaya dengan menggunakan insektisida nabati yang bersifat ramah lingkungan.Insektisida ini berasal dari tumbuhan sehingga memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi, yaitu karena sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan lebih selektif, serta tidak merugikan makhluk hidup dan lingkungan yang bukan sasaran.Secara umum, insektisida nabati (hayati) diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas.Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangga terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia yang kaya dengan keanekaragamaan hayati dan dikenal sebagai salah satu dari 7 negara “megabiodeversity” kedua setelah Brazilia. Tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropika Indonesia adalah lebih dari 12% (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000) (Ersam, 2004).Di antara ribuan tanaman yang tumbuh di Indonesia, terdapat berbagai tanaman yang unik dan memiliki fungsi ganda.Tidak hanya dapat digunakan sebagai hiasan, bumbu masak, ataupun tanaman pengisi halaman, aneka kekayaan flora Indonesia ini ternyata juga merupakan sumber bahan insektisida yang mampu menjadi penghalau dan penghambat berkembangnya vektor penular DBD atau dapat dikatakan sebagai aneka tanaman anti nyamuk (Irawati, 2010). METODE Metode dalam penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara pengumpulan data melalui pendekatan kajian pustaka, mengkorelasikan berbagai macam aspek-aspek yang terkait di dalamnya, yang meliputi kajian tentang demam berdarah dengue, tanaman potensi insektisida alami, dengan didukung data-data hasil penelitian. TANAMAN POTENSI INSEKTISIDA ALAMI SEBAGAI ANTI NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Indonesia yang memiliki keanekaragaman dari jenis tanaman memiliki berbagai macam potensi dalam relung ekologi.Salah satu potensi dari tanaman Indonesia adalah sebagai sumber bahan insektisida yang dapat menjadi anti nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD). Adapun tanaman yang dimaksud diantaranya adalah : 1. Tanaman Adas Tanaman Adas dengan nama ilmiah Foeniculum vulgare, pada dasarnya merupakan jenis tanaman biennial atau perennial berumur pendek yang dapat tumbuh sepanjang tahun hingga tingginya mencapai 2 meter. Tanaman ini memiliki daun berukuran kecil dan Bunga berwarna kuning emas. Bijinya berbentuk oval, berkulit, dengan panjang 5-10 mm, dengan aroma yang kuat serta berwarna biru kehijauan saat mudah dan hijau kecoklatan saat sudah masak (Kaur dan Arora, 2009). Tanaman adas dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 10-2500 m di atas permukaan laut dan memerlukan cuaca sejuk dan cerah untuk menunjang pertumbuhannya dengan curah hujan sekitar 2500 mm/tahun (Balai Penelitian Tanaman Rumpun dan Obat, 1972 dalam Puspitawati, 2010). Adapun taksonomi tanaman Adas yakni Kingdom : Plantae, Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Apiales, Famili : Apiaceae, Genus : Foeniculum, Spesies : Foeniculum vulgare(Dalimartha, 1999). Analisis kandungan kimia tanaman adas menunjukkan kandungan minyak sebesar 6,3%, protein 9,5%, lemak 10%, mineral 13,4%, serat 18,5% dan karbohidrat 42,3%. Mineral dan vitamin yang terkandung dalam buah adas terdiri dari kalsium, fosfor, besi, sodium, potassium, tiamin, riboflavin, niasin dan vitamin C. Kandungan minyak pada tanaman adas bervariasi pada setiap bagian tanaman dengan konsentrasi tertinggi sekitar 2 -7% ditemukan pada biji adas. Minyak atsiri adas terdiri dari banyak zat kimia dengan kandungan utama adalah anethole (40-70%), fenchone (1-2%), dan estragole (2-9%) (Bernath et al., 1996; Cosge et al., 2008, dalam Puspitawati, 2010). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Entomologi, Balai Penelitian Obat dan Aromatik (Balittro), menunjukkan minyak atsiri adas bersifat sebagai penolak (repellent) terhadap nyamuk demam berdarah Aedes aegypti. Adapun tanaman adas yang diuji sebelumnya diolah menjadi lotion yang terdiri dari lima konsentrasi minyak adas, yaitu 0% (lotion base); 1,25%; 2,5%; 5,0%; dan 10%. Formula lotion dengan bahan aktif minyak atsiri adas pada konsentrasi 1,25% dan 2,5% hanya mampu menolak nyamuk deman berdarah di atas 50% (sebesar 60 hingga 67%) pada jam pertama pengujian, setelah itu daya proteksinya terus menurun. Sedangkan lotion dengan konsentrasi minyak adas 5% dan 10% mampu bertahan hingga dua jam dengan menunjukkan daya proteksi di atas 50% (Kardinan dan Dhalimi, 2010). Dari data tersebut menunjukkan tanaman adas berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk demam berdarah. 2. Tanaman Duku Tanaman Duku dengan nama ilmiah Lansium domesticum. Duku termasuk tanaman tahunan (parennial crop) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun.Tanamannya berbentuk pohon, rindang, berukuran sedang.Pohon duku berbatang kuat dan besar, dengan penampang 30-40 cm, dapat mencapai tinggi 15-20 meter.Batang bercabang, kulit batang tipis berwarna coklat kehijauan atau keabuan dan agak sukar dilepas dari kayunya. Batang menghasilkan cairan seperti susu, sepanjang kulit batang terdapat celah-celah dangkal yang memanjang. Mahkota tanaman terbuka, teratur dan atau tidak teratur, berbentuk bulat.Daun tanaman duku berselang-seling bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun.Panjang rakhis 30-50 cm, dengan pangkal yang membesar.Helaian daun bertangkai berbentuk elips, bulat panjang atau lonjong.Pangkal daun sempit, agak meruncing dan agak miring (tidak simetris).Warna helaian daun sisi atas hijau tua dan mengkilat sedangkan sisi bawah daun tidak mengkilat berwarna hijau muda.Kedua permukaan daun licin. Panjang helaian daun 12-15 cm dan lebar daun 7-12,5 cm. Panjang tangkai daun 0,8-1,2 cm dan membesar pada pangkalnya. Adapun taksonomi tanaman duku yakni Kingdom : Plantae, Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Sapindales, Famili : Meliaceae, Genus : Lansium, Spesies : Lansium domesticum(Sunarti, 1987 dalam Mayanti, 2009). Komposisi atau kandungan kimia dari zat yang dikandung duku diantaranya adalah triterpen yang sering disebut dengan asam langsat (Nishizawa dkk, 1989 dalam Sampan, 2013), selain itu juga duku mengandung flavonoid dan saponin (Mirnawaty dkk, 2012). Menurut hasil analisis mengatakan bahwa senyawa aktif pada duku baik yang berupa triterpen, flavonoid dan saponin memiliki kemampuan untuk membunuh nyamuk Aedes aegypti.Adapun bagian dari tanaman duku yang digunakan adalah pada bagian kulit buah duku.Kulit buah duku yang diujikan kepada nyamuk Aedes aegypti sebelumnya diekstrak terlebih dahulu, kemudian diujikan dengan tiga konsentrasi yakni 0%, 25%, 30% dan 35%. Pada konsentrasi 0% tidak ada nyamuk yang mati, pada konsentrasi 25% jumlah nyamuk yang mati sebesar 68%, selanjutnya pada konsentrasi 30% jumlah nyamuk yang mati sebesar 90,4%, sedangkan pada konsentrasi 35% jumlah nyamuk yang mati sebesar 100%. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan ratarata kematian nyamuk Aedes aegypi seiring peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah duku yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti (Sampan, 2013). 3. Tanaman Kemangi Tanaman Kemangi dengan nama ilmiah Ocimum sanctum. Kemangi merupakan tanaman yang banyak tumbuh didaerah tropis ini merupakan herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harun dengan tinggi 0,3-1,5 m. Batang pokoknya tidak jelas, berwarnah hijau sering keunguan dan berambut atau tidak. Daun tunggal, berhadapan, dan tersusun dari bawah ke atas. Panjang tungkai daun 0,25-3 cm dengan setiap helaian daun berbentuk bulat telur sampai elips, memanjang dan ujung runcing atau tumpul. Pangkal daun pasak sampai membulat, dikedua permukaan berambut halus, tepi daun bergerigi lemah, bergelombang atau rata.Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk menegak.Bunganya jenis hemaprodit, berwarna putih dan berbau sedikit wangi. Bunga majemuk berkarang dan diketiak daun ujung terdapat daun pelindung berbentuk elips atau ular telur dengan panjang 0,5-1 cm. Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar berambut kelenjer, berwarna ungu atau hijau, dan ikut menyusun buah, mahkota bunga berwarnah putih dengan benang sari tersisip didasar mahkota dan kepala putik bercabang dua namun tidak sama. Buah berbentuk kotak, berwarna coklat tua, tegak, dan tertekan dengan ujung membentuk kait melingkar.Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan waktu diambil segera membengkak, tipa buah terdiri dari empat biji.Akar tunggang dan berwarnah putih kotor (Maryati dkk, 2007). Adapun taksonomi tanaman kemangi yakni Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo : Tubiflorea, Famili : Lamiaceae, Genus : Ocimum, Spesies : Ocimum sanctum(Maryati dkk, 2007). Tumbuhan kemangi mengandung minyak atsiri seperti eugenol, sineol, methyl chavicol, protein, kalsium, fosfor, belerang, vitamin A dan vitamin C. Minyak atsiri mengandung campuran dari bahan hayati termasuk didalamnya aldehide, alkohol, ester, keton, dan terpen. Biji kemangi mengandung zat kimia yaitu saponin, flavonoid, dan polifenol.Daunnya mengandung minyat atsiri (methylcavicol), saponin, flavonoid, dan tannin (Maryati dkk, 2007). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Bengkulu, menunjukkan minyak atsiri kemangi bersifat sebagai penolak (repellent) terhadap nyamuk demam berdarah Aedes aegypti.Adapun bagian dari tanaman kemangi yang digunakan adalah pada bagian daunnya.Daun kemangi yang diuji sebelumnya diolah menjadi lotion.Lotion dari minyak atsiri daun kemangi mempunyai daya repellen terhadap nyamuk Aedes aegypti. Konsentrasi efektif minyak atsiri dari daun kemangi untuk bahan aktif lotion anti nyamuk sebesar 2425,71 ppm (Manaf dkk, 2012). Menurut Feryanto (2008) dalam Manaf dkk (2012) menyatakan minyak atsiri daun kemnagi mengandung linalool dan geraniol.Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa minyak atsiri yang tersusun atas senyawa terpenoid.Adapun senyawa geraniol merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan dihindari oleh serangga, dalam hal ini salah satunya berupa serangga dari jenis nyamuk Aedes aegypti. 4. Tanaman Sukun Tanaman sukun dengan nama ilmiah Artocarpus altilis, merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 meter, kayunya linak dan kulit kayu berserat kasar. Ciri-ciri fisik tanaman sukun antara lain: semua bagian tanaman bergetah encer, daunnya lebar, menjari dan berbulu kasar, batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak, cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga jantan dan bunga betina terpisah), tetapi berumah satu.Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting.Bunga jantan terbentuk tongkat panjang yang disebut ontel.Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka.Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap ke atas bunganya yang berumah satu.Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong.Buah muda berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan.Beratnya dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasana agak manis serta memiliki aroma yang spesifik, tidak berbiji sehingga perbanyakannya dengan cara stek dan sambung. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik. Adapun taksonomi tanaman sukun yakni Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo : Urticales, Famili : Moraceae, Genus : Artocarpus, Spesies : Artocarpus altilis (Pitojo, 1992). Tanaman sukun secara umum mengandung beberapa senyawa kimia seperti saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol.Tanaman sukun juga mengandung quercetin, champorol dan artoindonesianin.Dimana artoindonesianin dan quercetin adalah kelompok senyawa dari flavonoid. Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin, polifenol, tanin, asam hidrosianat, asetilkolin, riboflavin sedangkan kulit batangnya mengandung flavonoida. Daun sukun yang telah kuning mengandung fenol, kuersetin dan kamferol (Sidsesha et al., 2011). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, menunjukkan saponin, flavonoid, dan tannin pada sukun mempunyai daya toksisitas terhadap nyamuk Aedes.Adapun bagian dari tanaman sukun yang digunakan adalah daunnya.Daun sukun yang diuji sebelumnya diolah menjadi serbuk, kemudian dibentuk 6 kelompok konsentrasi berat yakni 0 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg dan 500 gr. Masing-masing konsentrasi berat dari serbuk daun sukun diterapkan sebagai mat elektrik. Pada konsentrasi berat 300 mg terdapat kematian nyamuk Aedes 50% lebih, ini artinya bahwa daun tanaman sukun dapat dimanfaatkan sebagai mat elektrik yang dapat membunuh nyamuk Aedes (Sitorus, 2013). 5. Tanaman Mimba Tanaman mimba memiliki tinggi 8-15 m dan termasuk pohon berbunga banci.Batangnya impodial, dengan kulit mengandung gum dan terasa pahit.Daunnya menyirip gasal berpasangan. Anak daun memiliki helaian berbentuk memanjang dengan panjang 3-10 cm dan lebar 0,5-3,5 cm. Pangkalnya runcing asimetris, di bagian ujung runcing sampai mendekati runcing, tepi daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit, warnanya hijau muda. Bunga memiliki susunan malai, terletak di ketiak daun paling ujung, panjang 5-30 cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai karangan, tangkai bunga 1-2 mm. Kelopak kekuningan bersilia panjang 5-7 mm. Benang sarinya membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau berambut pendek halus, sebelah dalam berambut rapat. Putiknya memiliki panjang rata-rata 3 mm. Tanaman ini biasanya berbunga pada bulan maret-desember (Schmutterer, 1995). Adapun taksonomi tanaman mimba yakni Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo : Tutales, Famili : Meliaceae, Genus : Azadirachta, Spesies : Azadirachta indica(Schmutterer, 1995). Biji mimba mengandung sekitar 10% minyak terutama gliserida.Minyaknya berwarna kekuningan dan beraroma seperti bawang putih serta memiliki rasa pahit. Minyaknya mengandung sekitar 2% zat-zat yang menyebabkan rasa pahit seperti azadirachtin, azadiradione, azadirone, gedunin, nimbidin, nimbin, ninmbolide, nimbinin, nimbidol, margolene, mahmoodin, salanin, meldenin, vepinin, dan lainnya. Azadirachtin adalah komponen insektisida yang paling aktif dengan hasil sekitar 5 g dari 2 kg biji.Sedangkan bagian batang pohon mengandung zat beta-sitosterol.Daun mengandung quercetin, asam galat, catechin, karoten, dan asam askorbat (Sukrasno, 2001). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasetika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan senyawa kimia azadirachtin yang termasuk dalam senyawa golongan triterpenoid memiliki potensi sebagai repellent (penolak) nyamuk Aedes aegypti. Ekstrak n-heksana biji mimba diformulasikan ke dalam sedian topikal (losion) dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5%. Dari ketiga variasi konsentrasi minyak mimba memiliki efektifitas sebagai repellent dengan daya proteksi terbesar pada konsentrasi 1,5% yaitu 88,67% (Yuniarsih, 2010). Hal ini menununjukkan bahwa tanaman mimba memiliki potensi sebagai insektisida alami anti nyamuk DBD. KESIMPULAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang termasuk tertinggi di Indonesia, yang bila lambat penangganannya tidak menutup kemungkinan penderitanya akan mengalami kematian. DBD disebabkan oleh virus Dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya penyakit DBD, salah satunya adalah dengan pemanfaatan kekayaan alam hayati berupa tanaman yang berpotensi sebagai insektisida alami. Insektisida alami sangat berpotensi sebagai anti nyamuk, khususnya nyamuk Aedes yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit demam berdarah, selain itu juga keunggulan dari insektisida alami lebih aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.Adapun tanaman yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk demam berdarah dengue diantaranya adalah Adas (Foeniculum vulgare), Duku (Lansium domesticum), Kemangi (Ocimum sanctum), Sukun (Artocarpus altilis), dan Mimba (Azadirachta indica). SARAN Mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi khususnya flora, maka perlu adanya penelitian berkelanjutan dalam mengindentifikasi berbagai macam flora (tumbuhan) yang ada di Indonesia yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk.Hal ini dalam rangka menjadi solusi terhadap masalah demam berdarah akibat virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes kepada manusia.Selain itu juga perlu adanya dukungan pemerintah baik secara moril maupun materil dalam menunjang kegiatan riset dalam mengidentifikasi berbagai jenis flora yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk, sehingga didapatkan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.Masyarakat pun dalam hal ini perlu dipahamkan dengan keanekaragamaan hayati flora Indonesia yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk, sehingga dalam penerapannya mudah dilaksanakan dalam kontek efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.2006. Mengatasi Demam Berdarah dengan Tanaman Obat.Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 No. 6. Bogor. P: 6. Dalimartha, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta: Trubus Agriwidya. Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2010. Pengaruh Perubahan Iklim Sektor Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Ersam, Taslim. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam Merekayasa Model Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia VI: 1-16. 2004. Handayani, Pratiwi. 2012. Hubungan antara Faktor Iklim dan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2008-2011. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Jakarta. Hawalid, H. 2006. Studi Karakteristik Kualitas Buah Duku (Lansium dosmesticum) Varietas Palembang dan Rasuan. Jurnal Tropica, Universitas Sriwijaya 9(1): 18-23. Irawati, Septiria. 2010. Memanfaatkan kekayaan Flora di Daerah Tropik sebagai Alternatif Solusi untuk Menurunkan Angka Kasus DBD di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta, Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi, Vol. 1: 39-49. Jirakanjanakit, N., Dujardin, J.P. 2005. Discrimination of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Laboratorium Lines based on Wing Geometry. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 36 (4):858-861. Kardinan, Agus. 2003. Mimba (Azzadirachata indica A.Juss) Tanaman Multimanfaat. Perkembangan Teknologi TROL VOL.XV, No.1. Kardinan, Agus. 2003. Mimba Budidaya dan Pemanfaatan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Kardian, Agus. 2005. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kardian, A., Dhalimi, A. 2010. Potensi Adas (Foeniculum vulgare) sebagai Bahan Aktif Lotion Anti Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti). Bul Littro. Vol. 21 No. 1: 61-68 Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi : Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2014). Waspada DBD di musism Pancaroba.http://www.depkes.go.id/art icle/view/15010200002/waspada-dbddi-musimpancaroba.html#sthash.zAdJ2mqE.dpuf diakses 26 Februari 2016. Kemenkes RI. (2015). Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di Januari. http://www.depkes.go.id/article/view/1 5011700003/demam-berdarahbiasanya-mulai-meningkat-dijanuari.html#sthash.JmAitqX0.dpuf diakses pada 26 februari 2016. Kemenkes RI. (2016). Wilayah KLB DBD ada di 11 Provinsi.http://www.depkes.go.id/articl e/view/16030700001/wilayah-klb-dbdada-di-11-provinsi.html diakses 26 februari 2016. Manaf, S., Hemiyetti, Gustiyo, E. 2012.Efektifitas Minyak Atsiri Daun Kemangi sebagai Bahan Aktif Losion Anti Nyamuk Aedes aegypti.FMIPA Jurusan Biologi Universitas Bengkulu.Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati Vol. 08 No. 02: 27-32. Maryati, Sorayya, F.R., Triastuti, R. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemangi terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Farmasi; Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 8, No. 1, 2007: 3038. Mayanti, Tri. 2009. Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Tanaman Duku. Disertasi, Program Doktor Universitas Padjadjaran. Ni Luh, P.M.W., Sanusi, M. 2004. Uji Toksisitas Jamur Metarhizum anispliae terhadap larva Aedes aegypti.Media Litbang Kesehatan. 14 (3):25-30. Nor, S., Ma’roef, G. 2006.Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendalian Vektor Nyamuk DBD.Makalah Seminar Kesehatan.Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan dan Balai Pelatihan Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, hal 9. Pitojo, S. 1992. Budi Daya Sukun. Yogyakarta: Kanisius. Pranitasary, Novi. 2011. Klasifikasi Tumbuhan Berbiji : Duku. http://novibiologi.blogsop.com/2011/06/dukulansium-domesticum-corr.html diakses 30 Mei 2016 Puspitawati, S.A. 2010. Perbandingan Efek Antfungi Minyak Atsiri Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan Flukonazol terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sampan, F.E.S. 2013.Uji Efektifitas Ekstrak Kulit Buah Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai Anti Nyamuk Elektik terhadap Daya Bunuh Nyamuk Aedes aegypti.Skripsi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Schmutterer, H. 1995. The Neem Tree Azadirachta indica A. Juss and other meliaceous plants : sources of uniques natural products fori integrated pest management, medicine, industry, and other purpose. VCH, New York; Basel; Weinham; Cambridge; Tokyo.Hal.1-10, Sidsesha, J.M., Nataraju, A., Bannikuppe, S.V. 2011.Phytochemical Screening and Evaluation of In Vitro Angiotensinconverting Enzyme Inhibitory Activity of Artocarpus altilis Leaf.Natural Product Research: Formerly Natural Product Letters, 25:20, 1931-1940. Sitorus, M.F. 2013. Pemanfaatan Daun Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) sebagai Anti Nyamuk Mat Elektrik dalam Membunuh Nyamuk Aedes spp. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Sukrasno, 2001.Mimba Azadirachta indica A. Juss Tanaman Mutiguna yang terabaikan.PAU Ilmu Hayati.Institut Teknologi Bandung. Susandi, A. 2006. Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu untuk Proyeksi Mendatang. The 31st Annual Scientific Meeting (PIT) HAGI. Semarang: HAGI. Yuniarsih, E. 2010.Uji Efektifitas Losion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi, Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.