IMPLEMENTASI TANAMAN POTENSI INSEKTISIDA ALAMI

advertisement
IMPLEMENTASI TANAMAN POTENSI INSEKTISIDA ALAMI SEBAGAI ANTI
NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE
Rusdi*
*Dosen STIKES Muhammadiyah Samarinda
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya kematian, jika lambat penanganannya.Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue
adalah virus Dengue dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedesaegypi yang
terinfeksi. Dalam pemberantasannya masyarakat lebih menggunakan bahan kimia sintetik yang
malah memunculkan efek samping yakni menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari
lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Indonesia memiliki
kekayaan sumber daya alam hayati, khususnya flora atau tumbuhan yang memiliki potensi sebagai
insektisida alami yang aman dan ramah lingkungan sebagai alternatif solusi anti nyamuk demam
berdarah dengue.Adapun Adapun tanaman yang berpotensi sebagai insektisida alami anti nyamuk
demam berdarah dengue diantaranya adalah Adas (Foeniculum vulgare), Duku (Lansium
domesticum), Kemangi (Ocimum sanctum), Sukun (Artocarpus altilis), dan Mimba (Azadirachta
indica).
Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, Tanaman, Insektisida Alami, Aedes aegypti
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fevercan can cause the death, if it isn’t found solution. Dengue Hemorrhagic
Fever is caused by Dengue virus and infected to people from Aedes aegypti mosquito bites. Control
using chemical insecticide causes the resistant mosquitoes, to dirty environment, to poison peoples
and insects else. Indonesia has biodiversity, ecspecially flora or plant. Indonesia’s plants have
potential as natural insecticide. Using natural insecticide is important to use the safe alternative way
and also sustainable. The potential plants as natural insecticide for Dengue Hemorrhagic Fever
mosquitoes are Foeniculum vulgare, Lansium domesticum, Ocimum sanctum, Artocarpus altilis, and
Azadirachta indica.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Plant, Natural Insecticide, Aedes aegypti
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir ini,
perubahan iklim global menjadi isu penting.
Pada dasarnya, iklim bumi senantiasa
mengalami perubahan. Indonesia merupakan
salah satu negara yang rentan terhadap
ancaman dan dampak perubahan iklim. Letak
geografis
dan
kondisi
geologisnya
menjadikan Indonesia semakin rawan
terhadap berbagai bencana alam yang terkait
dengan iklim. Menurut laporan International
Panel Climate Change (IPCC) tahun 2001,
Indonesia diperkirakan akan menghadapi
berbagai ancaman dan dampak perubahan
iklim. Beberapa ancaman dan dampak
perubahan iklim yang sudah dan akan terjadi
di Indonesia diantaranya adalah kenaikan
permukaan air laut, meluasnya kekeringan
dan banjir, menurunnya produksi pertanian,
dan meningkatnya prevalensi berbagai
penyakit yang terkait iklim (Susandi, 2006).
Adapun penyakit yang paling rentan terhadap
perubahan iklim diantaranya adalah penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD).
Penyakit
DBD
pertama
kali
ditemukan pada tahun 1953 di kota Manila
yang merupakan ibukota negara Filipina,
selanjutnya menyebar ke berbagai negara.
DBD disebabkan oleh virus Dengue dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae.DBD
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus
Dengue penyebab Demam Dengue (DD),
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus,
famili
Flaviviridae,
dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1,
Den-2, Den-3, Den-4.
Di Indonesia DBD pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968,
dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Angka
Kematian (AK) : 41,3%). Dan sejak saat itu,
penyakit ini menyebar luas ke seluruh
Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Terhitung
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus
DBD di Asia Tenggara serta dalam data koran
Kompas (2011), jumlah kematian akibat DBD
di Indonesia sekitar 1.317 orang dari sekitar
150.000 kasus pada tahun 2010. DBD atau
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) hingga
saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan di Indonesia (Ni Luh dan Sanusi,
2004).
Berdasarkan data tahun 2014, sampai
pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi sebesar 71.668
orang, 641 diantaranya meninggal dunia.
Angka tersebut sedikit lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya (2013)
dengan jumlah penderita sebanyak 112.511
orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak
871. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)
berada pada peringkat ketiga dengan
presentase sebesar 92,73% per 100.000
penduduk setelah dua Provinsi yaitu Bali
168,48 per 100.000 penduduk, dan DKI
Jakarta 96,18 per 100.000 penduduk
(Kemenkes RI, 2014).
Dengan semakin meluasnya kasus
DBD di Indonesia, maka banyak cara selama
ini yang dilakukan untuk memberantas
keberadaan nyamuk, khususnya nyamuk
Aedes. Salah satunya dengan menggunakan
insektisida kimia sintetik, namun penggunaan
insektisida kimia sintetik dapat menyebabkan
resistensi serangga, dan dapat mencemari
lingkungan dan meracuni manusia serta
serangga lain yang bukan sasaran.
Penggunaan zat kimia sebagai insektisida
untuk mengendalikan serangga pertama kali
dilakukan pada tahun 1942. Zat kimia yang
digunakan seperti : DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloroethane),
metal
karbamat,
organophospor serta zat kimia lain sehingga
mengakibatkan
menurunnya
populasi
serangga pengganggu secara drastis (Azwar,
1995).
Sebagai pengganti insektisida kimia
sintetik, maka dilakukan upaya dengan
menggunakan insektisida nabati yang bersifat
ramah lingkungan.Insektisida ini berasal dari
tumbuhan
sehingga
memiliki
tingkat
keamanan yang lebih tinggi, yaitu karena
sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga
tidak menimbulkan bahaya residu yang berat
dan lebih selektif, serta tidak merugikan
makhluk hidup dan lingkungan yang bukan
sasaran.Secara umum, insektisida nabati
(hayati) diartikan sebagai suatu pestisida yang
bahan
dasarnya
berasal
dari
tumbuhan.Insektisida nabati relatif mudah
dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan
terbatas.Oleh karena terbuat dari bahan
alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat
mudah terurai (biodegradable) di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan dan
relatif aman bagi manusia dan ternak
peliharaan karena residunya mudah hilang.
Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari”
(hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan
membunuh serangga pada waktu itu dan
setelah serangga terbunuh, maka residunya
akan cepat menghilang di alam.
Indonesia adalah negara kepulauan
yang memiliki hutan tropis terbesar kedua di
dunia yang kaya dengan keanekaragamaan
hayati dan dikenal sebagai salah satu dari 7
negara “megabiodeversity” kedua setelah
Brazilia. Tumbuhan tingkat tinggi yang
terdapat di hutan tropika Indonesia adalah
lebih dari 12% (30.000) dari yang terdapat di
muka bumi (250.000) (Ersam, 2004).Di
antara ribuan tanaman yang tumbuh di
Indonesia, terdapat berbagai tanaman yang
unik dan memiliki fungsi ganda.Tidak hanya
dapat digunakan sebagai hiasan, bumbu
masak, ataupun tanaman pengisi halaman,
aneka kekayaan flora Indonesia ini ternyata
juga merupakan sumber bahan insektisida
yang mampu menjadi penghalau dan
penghambat berkembangnya vektor penular
DBD atau dapat dikatakan sebagai aneka
tanaman anti nyamuk (Irawati, 2010).
METODE
Metode dalam penulisan jurnal ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan
cara pengumpulan data melalui pendekatan
kajian pustaka, mengkorelasikan berbagai
macam aspek-aspek yang terkait di dalamnya,
yang meliputi kajian tentang demam berdarah
dengue, tanaman potensi insektisida alami,
dengan didukung data-data hasil penelitian.
TANAMAN POTENSI INSEKTISIDA
ALAMI SEBAGAI ANTI NYAMUK
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Indonesia
yang
memiliki
keanekaragaman dari jenis tanaman memiliki
berbagai macam potensi dalam relung
ekologi.Salah satu potensi dari tanaman
Indonesia adalah sebagai sumber bahan
insektisida yang dapat menjadi anti nyamuk
Demam Berdarah Dengue (DBD). Adapun
tanaman yang dimaksud diantaranya adalah :
1. Tanaman Adas
Tanaman Adas dengan nama ilmiah
Foeniculum
vulgare,
pada
dasarnya
merupakan jenis tanaman biennial atau
perennial berumur pendek yang dapat tumbuh
sepanjang tahun hingga tingginya mencapai 2
meter. Tanaman ini memiliki daun berukuran
kecil dan Bunga berwarna kuning emas.
Bijinya berbentuk oval, berkulit, dengan
panjang 5-10 mm, dengan aroma yang kuat
serta berwarna biru kehijauan saat mudah dan
hijau kecoklatan saat sudah masak (Kaur dan
Arora, 2009). Tanaman adas dapat tumbuh
pada daerah dengan ketinggian 10-2500 m di
atas permukaan laut dan memerlukan cuaca
sejuk
dan
cerah
untuk
menunjang
pertumbuhannya dengan curah hujan sekitar
2500 mm/tahun (Balai Penelitian Tanaman
Rumpun dan Obat, 1972 dalam Puspitawati,
2010).
Adapun taksonomi tanaman Adas
yakni Kingdom : Plantae, Divisi :
Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Ordo
: Apiales, Famili : Apiaceae, Genus :
Foeniculum,
Spesies
:
Foeniculum
vulgare(Dalimartha, 1999).
Analisis kandungan kimia tanaman
adas menunjukkan kandungan minyak sebesar
6,3%, protein 9,5%, lemak 10%, mineral
13,4%, serat 18,5% dan karbohidrat 42,3%.
Mineral dan vitamin yang terkandung dalam
buah adas terdiri dari kalsium, fosfor, besi,
sodium, potassium, tiamin, riboflavin, niasin
dan vitamin C. Kandungan minyak pada
tanaman adas bervariasi pada setiap bagian
tanaman dengan konsentrasi tertinggi sekitar
2 -7% ditemukan pada biji adas. Minyak atsiri
adas terdiri dari banyak zat kimia dengan
kandungan utama adalah anethole (40-70%),
fenchone (1-2%), dan estragole (2-9%)
(Bernath et al., 1996; Cosge et al., 2008,
dalam Puspitawati, 2010).
Menurut hasil analisis yang dilakukan
di Laboratorium Entomologi, Balai Penelitian
Obat dan Aromatik (Balittro), menunjukkan
minyak atsiri adas bersifat sebagai penolak
(repellent) terhadap nyamuk demam berdarah
Aedes aegypti. Adapun tanaman adas yang
diuji sebelumnya diolah menjadi lotion yang
terdiri dari lima konsentrasi minyak adas,
yaitu 0% (lotion base); 1,25%; 2,5%; 5,0%;
dan 10%. Formula lotion dengan bahan aktif
minyak atsiri adas pada konsentrasi 1,25%
dan 2,5% hanya mampu menolak nyamuk
deman berdarah di atas 50% (sebesar 60
hingga 67%) pada jam pertama pengujian,
setelah itu daya proteksinya terus menurun.
Sedangkan lotion dengan konsentrasi minyak
adas 5% dan 10% mampu bertahan hingga
dua jam dengan menunjukkan daya proteksi
di atas 50% (Kardinan dan Dhalimi, 2010).
Dari data tersebut menunjukkan tanaman adas
berpotensi sebagai insektisida alami anti
nyamuk demam berdarah.
2. Tanaman Duku
Tanaman Duku dengan nama ilmiah
Lansium domesticum. Duku termasuk
tanaman tahunan (parennial crop) yang masa
hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan
ratusan tahun.Tanamannya berbentuk pohon,
rindang, berukuran sedang.Pohon duku
berbatang kuat dan besar, dengan penampang
30-40 cm, dapat mencapai tinggi 15-20
meter.Batang bercabang, kulit batang tipis
berwarna coklat kehijauan atau keabuan dan
agak sukar dilepas dari kayunya. Batang
menghasilkan cairan seperti susu, sepanjang
kulit batang terdapat celah-celah dangkal
yang memanjang. Mahkota tanaman terbuka,
teratur dan atau tidak teratur, berbentuk
bulat.Daun tanaman duku berselang-seling
bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun.Panjang
rakhis 30-50 cm, dengan pangkal yang
membesar.Helaian daun bertangkai berbentuk
elips, bulat panjang atau lonjong.Pangkal
daun sempit, agak meruncing dan agak miring
(tidak simetris).Warna helaian daun sisi atas
hijau tua dan mengkilat sedangkan sisi bawah
daun tidak mengkilat berwarna hijau
muda.Kedua permukaan daun licin. Panjang
helaian daun 12-15 cm dan lebar daun 7-12,5
cm. Panjang tangkai daun 0,8-1,2 cm dan
membesar pada pangkalnya.
Adapun taksonomi tanaman duku
yakni Kingdom : Plantae, Divisi :
Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Ordo
: Sapindales, Famili : Meliaceae, Genus :
Lansium,
Spesies
:
Lansium
domesticum(Sunarti, 1987 dalam Mayanti,
2009).
Komposisi atau kandungan kimia dari
zat yang dikandung duku diantaranya adalah
triterpen yang sering disebut dengan asam
langsat (Nishizawa dkk, 1989 dalam Sampan,
2013), selain itu juga duku mengandung
flavonoid dan saponin (Mirnawaty dkk,
2012).
Menurut hasil analisis mengatakan
bahwa senyawa aktif pada duku baik yang
berupa triterpen, flavonoid dan saponin
memiliki kemampuan untuk membunuh
nyamuk Aedes aegypti.Adapun bagian dari
tanaman duku yang digunakan adalah pada
bagian kulit buah duku.Kulit buah duku yang
diujikan kepada nyamuk Aedes aegypti
sebelumnya diekstrak terlebih dahulu,
kemudian diujikan dengan tiga konsentrasi
yakni 0%, 25%, 30% dan 35%. Pada
konsentrasi 0% tidak ada nyamuk yang mati,
pada konsentrasi 25% jumlah nyamuk yang
mati sebesar 68%, selanjutnya pada
konsentrasi 30% jumlah nyamuk yang mati
sebesar 90,4%, sedangkan pada konsentrasi
35% jumlah nyamuk yang mati sebesar 100%.
Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan ratarata kematian nyamuk Aedes aegypi seiring
peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah
duku yaitu semakin tinggi konsentrasi maka
semakin tinggi pula rata-rata kematian
nyamuk Aedes aegypti (Sampan, 2013).
3. Tanaman Kemangi
Tanaman Kemangi dengan nama
ilmiah
Ocimum
sanctum.
Kemangi
merupakan tanaman yang banyak tumbuh
didaerah tropis ini merupakan herba tegak
atau semak, tajuk membulat, bercabang
banyak, sangat harun dengan tinggi 0,3-1,5 m.
Batang pokoknya tidak jelas, berwarnah hijau
sering keunguan dan berambut atau tidak.
Daun tunggal, berhadapan, dan tersusun dari
bawah ke atas. Panjang tungkai daun 0,25-3
cm dengan setiap helaian daun berbentuk
bulat telur sampai elips, memanjang dan
ujung runcing atau tumpul. Pangkal daun
pasak sampai membulat, dikedua permukaan
berambut halus, tepi daun bergerigi lemah,
bergelombang atau rata.Bunga kemangi
tersusun pada tangkai bunga berbentuk
menegak.Bunganya
jenis
hemaprodit,
berwarna putih dan berbau sedikit wangi.
Bunga majemuk berkarang dan diketiak daun
ujung terdapat daun pelindung berbentuk elips
atau ular telur dengan panjang 0,5-1 cm.
Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar
berambut kelenjer, berwarna ungu atau hijau,
dan ikut menyusun buah, mahkota bunga
berwarnah putih dengan benang sari tersisip
didasar mahkota dan kepala putik bercabang
dua namun tidak sama. Buah berbentuk kotak,
berwarna coklat tua, tegak, dan tertekan
dengan
ujung
membentuk
kait
melingkar.Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji
berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan
waktu diambil segera membengkak, tipa buah
terdiri dari empat biji.Akar tunggang dan
berwarnah putih kotor (Maryati dkk, 2007).
Adapun taksonomi tanaman kemangi
yakni Kingdom : Plantae, Divisi :
Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo :
Tubiflorea, Famili : Lamiaceae, Genus :
Ocimum, Spesies : Ocimum sanctum(Maryati
dkk, 2007).
Tumbuhan kemangi mengandung
minyak atsiri seperti eugenol, sineol, methyl
chavicol, protein, kalsium, fosfor, belerang,
vitamin A dan vitamin C. Minyak
atsiri mengandung campuran dari bahan
hayati termasuk didalamnya aldehide,
alkohol, ester, keton, dan terpen. Biji kemangi
mengandung zat kimia yaitu saponin,
flavonoid,
dan
polifenol.Daunnya
mengandung minyat atsiri (methylcavicol),
saponin, flavonoid, dan tannin (Maryati dkk,
2007).
Menurut hasil analisis yang dilakukan
di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas
Bengkulu, menunjukkan minyak atsiri
kemangi bersifat sebagai penolak (repellent)
terhadap nyamuk demam berdarah Aedes
aegypti.Adapun bagian dari tanaman kemangi
yang digunakan adalah pada bagian
daunnya.Daun
kemangi
yang
diuji
sebelumnya diolah menjadi lotion.Lotion dari
minyak atsiri daun kemangi mempunyai daya
repellen terhadap nyamuk Aedes aegypti.
Konsentrasi efektif minyak atsiri dari daun
kemangi untuk bahan aktif lotion anti nyamuk
sebesar 2425,71 ppm (Manaf dkk, 2012).
Menurut Feryanto (2008) dalam Manaf dkk
(2012) menyatakan minyak atsiri daun
kemnagi
mengandung
linalool
dan
geraniol.Senyawa-senyawa
tersebut
merupakan senyawa minyak atsiri yang
tersusun atas senyawa terpenoid.Adapun
senyawa geraniol merupakan bahan aktif yang
tidak disukai dan dihindari oleh serangga,
dalam hal ini salah satunya berupa serangga
dari jenis nyamuk Aedes aegypti.
4. Tanaman Sukun
Tanaman sukun dengan nama ilmiah
Artocarpus altilis, merupakan tanaman hutan
yang tingginya mencapai 20 meter, kayunya
linak dan kulit kayu berserat kasar. Ciri-ciri
fisik tanaman sukun antara lain: semua bagian
tanaman bergetah encer, daunnya lebar,
menjari dan berbulu kasar, batangnya besar,
agak lunak, dan bergetah banyak, cabangnya
banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas.
Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga
jantan dan bunga betina terpisah), tetapi
berumah satu.Bunganya keluar dari ketiak
daun pada ujung cabang dan ranting.Bunga
jantan terbentuk tongkat panjang yang disebut
ontel.Bunga betina berbentuk bulat bertangkai
pendek
(babal)
seperti
pada
nangka.Kedudukan daun mendatar, melebar
dan menghadap ke atas bunganya yang
berumah satu.Pada saat muda bunga berwarna
hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur
bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga
jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari,
letaknya bunga jantan atau betina berada di
atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat
sampai sedikit agak lonjong.Buah muda
berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua
serta berwarna hijau kekuningan.Beratnya
dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah
berwarna putih cenderung krem dan rasana
agak manis serta memiliki aroma yang
spesifik,
tidak
berbiji
sehingga
perbanyakannya dengan cara stek dan
sambung. Kulit buah menonjol rata sehingga
tampak tidak jelas yang merupakan bekas
putik dari bunga sinkarpik.
Adapun taksonomi tanaman sukun
yakni Kingdom : Plantae, Divisi :
Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo :
Urticales, Famili : Moraceae, Genus :
Artocarpus, Spesies : Artocarpus altilis
(Pitojo, 1992).
Tanaman sukun secara umum
mengandung beberapa senyawa kimia seperti
saponin,
polifenol,
asam
hidrosianat,
asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol.Tanaman
sukun juga mengandung quercetin, champorol
dan
artoindonesianin.Dimana
artoindonesianin dan quercetin adalah
kelompok senyawa dari flavonoid. Daun
sukun memiliki kandungan kimia antara lain
saponin, polifenol, tanin, asam hidrosianat,
asetilkolin, riboflavin sedangkan kulit
batangnya mengandung flavonoida. Daun
sukun yang telah kuning mengandung fenol,
kuersetin dan kamferol (Sidsesha et al.,
2011).
Menurut hasil analisis yang dilakukan
di Laboratorium Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, menunjukkan saponin,
flavonoid, dan tannin pada sukun mempunyai
daya
toksisitas
terhadap
nyamuk
Aedes.Adapun bagian dari tanaman sukun
yang digunakan adalah daunnya.Daun sukun
yang diuji sebelumnya diolah menjadi serbuk,
kemudian dibentuk 6 kelompok konsentrasi
berat yakni 0 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg
dan 500 gr. Masing-masing konsentrasi berat
dari serbuk daun sukun diterapkan sebagai
mat elektrik. Pada konsentrasi berat 300 mg
terdapat kematian nyamuk Aedes 50% lebih,
ini artinya bahwa daun tanaman sukun dapat
dimanfaatkan sebagai mat elektrik yang dapat
membunuh nyamuk Aedes (Sitorus, 2013).
5. Tanaman Mimba
Tanaman mimba memiliki tinggi 8-15
m
dan
termasuk
pohon
berbunga
banci.Batangnya impodial, dengan kulit
mengandung gum dan terasa pahit.Daunnya
menyirip gasal berpasangan. Anak daun
memiliki helaian berbentuk memanjang
dengan panjang 3-10 cm dan lebar 0,5-3,5
cm. Pangkalnya runcing asimetris, di bagian
ujung runcing sampai mendekati runcing, tepi
daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit,
warnanya hijau muda. Bunga memiliki
susunan malai, terletak di ketiak daun paling
ujung, panjang 5-30 cm, gundul atau
berambut halus pada pangkal tangkai
karangan, tangkai bunga 1-2 mm. Kelopak
kekuningan bersilia panjang 5-7 mm. Benang
sarinya membentuk tabung benang sari,
sebelah luar gundul atau berambut pendek
halus, sebelah dalam berambut rapat.
Putiknya memiliki panjang rata-rata 3 mm.
Tanaman ini biasanya berbunga pada bulan
maret-desember (Schmutterer, 1995).
Adapun taksonomi tanaman mimba
yakni Kingdom : Plantae, Divisi :
Spermatophyta, Kelas : Dicotyledonea, Ordo :
Tutales, Famili : Meliaceae, Genus :
Azadirachta,
Spesies
:
Azadirachta
indica(Schmutterer, 1995).
Biji mimba mengandung sekitar 10%
minyak
terutama
gliserida.Minyaknya
berwarna kekuningan dan beraroma seperti
bawang putih serta memiliki rasa pahit.
Minyaknya mengandung sekitar 2% zat-zat
yang menyebabkan rasa pahit seperti
azadirachtin,
azadiradione,
azadirone,
gedunin, nimbidin, nimbin, ninmbolide,
nimbinin, nimbidol, margolene, mahmoodin,
salanin, meldenin, vepinin, dan lainnya.
Azadirachtin adalah komponen insektisida
yang paling aktif dengan hasil sekitar 5 g dari
2 kg biji.Sedangkan bagian batang pohon
mengandung
zat
beta-sitosterol.Daun
mengandung quercetin, asam galat, catechin,
karoten, dan asam askorbat (Sukrasno, 2001).
Menurut hasil analisis yang dilakukan
di Laboratorium Teknologi Farmasetika
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
menunjukkan
senyawa
kimia
azadirachtin yang termasuk dalam senyawa
golongan triterpenoid memiliki potensi
sebagai repellent (penolak) nyamuk Aedes
aegypti. Ekstrak n-heksana biji mimba
diformulasikan ke dalam sedian topikal
(losion) dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%,
dan 1,5%. Dari ketiga variasi konsentrasi
minyak mimba memiliki efektifitas sebagai
repellent dengan daya proteksi terbesar pada
konsentrasi 1,5% yaitu 88,67% (Yuniarsih,
2010). Hal ini menununjukkan bahwa
tanaman mimba memiliki potensi sebagai
insektisida alami anti nyamuk DBD.
KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan penyakit yang termasuk
tertinggi di Indonesia, yang bila lambat
penangganannya tidak menutup kemungkinan
penderitanya akan mengalami kematian. DBD
disebabkan oleh virus Dengue, ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue.
Banyak cara yang dapat dilakukan
dalam mencegah terjadinya penyakit DBD,
salah satunya adalah dengan pemanfaatan
kekayaan alam hayati berupa tanaman yang
berpotensi
sebagai
insektisida
alami.
Insektisida alami sangat berpotensi sebagai
anti nyamuk, khususnya nyamuk Aedes yang
dapat menyebabkan terjadinya penyakit
demam berdarah, selain itu juga keunggulan
dari insektisida alami lebih aman bagi
kesehatan dan ramah lingkungan.Adapun
tanaman yang berpotensi sebagai insektisida
alami anti nyamuk demam berdarah dengue
diantaranya adalah Adas (Foeniculum
vulgare), Duku (Lansium domesticum),
Kemangi
(Ocimum
sanctum),
Sukun
(Artocarpus altilis), dan Mimba (Azadirachta
indica).
SARAN
Mengingat Indonesia merupakan
negara yang memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi khususnya flora, maka perlu
adanya penelitian berkelanjutan dalam
mengindentifikasi berbagai macam flora
(tumbuhan) yang ada di Indonesia yang
berpotensi sebagai insektisida alami anti
nyamuk.Hal ini dalam rangka menjadi solusi
terhadap masalah demam berdarah akibat
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes kepada manusia.Selain itu juga
perlu adanya dukungan pemerintah baik
secara moril maupun materil dalam
menunjang
kegiatan
riset
dalam
mengidentifikasi berbagai jenis flora yang
berpotensi sebagai insektisida alami anti
nyamuk, sehingga didapatkan hasil yang
optimal
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.Masyarakat
pun
dalam hal ini perlu dipahamkan dengan
keanekaragamaan hayati flora Indonesia yang
berpotensi sebagai insektisida alami anti
nyamuk, sehingga dalam penerapannya
mudah dilaksanakan dalam kontek efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Balai
Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik.2006. Mengatasi Demam
Berdarah dengan Tanaman Obat.Warta
Penelitian
Dan
Pengembangan
Pertanian Vol. 28 No. 6. Bogor. P: 6.
Dalimartha, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan
Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta: Trubus
Agriwidya.
Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2010.
Pengaruh Perubahan Iklim Sektor
Kesehatan.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan.
Ersam, Taslim. Keunggulan Biodiversitas
Hutan Tropika Indonesia dalam
Merekayasa Model Molekul Alami.
Seminar Nasional Kimia VI: 1-16.
2004.
Handayani, Pratiwi. 2012. Hubungan antara
Faktor Iklim dan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
DKI Jakarta Tahun 2008-2011. Skripsi,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat,
Universitas Indonesia Jakarta.
Hawalid, H. 2006. Studi Karakteristik
Kualitas
Buah
Duku
(Lansium
dosmesticum) Varietas Palembang dan
Rasuan. Jurnal Tropica, Universitas
Sriwijaya 9(1): 18-23.
Irawati, Septiria. 2010. Memanfaatkan
kekayaan Flora di Daerah Tropik
sebagai Alternatif Solusi untuk
Menurunkan Angka Kasus DBD di
Indonesia.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia,
Jakarta, Jurnal UI Untuk Bangsa Seri
Kesehatan, Sains, dan Teknologi, Vol.
1: 39-49.
Jirakanjanakit, N., Dujardin, J.P. 2005.
Discrimination of Aedes aegypti
(Diptera: Culicidae) Laboratorium
Lines based on Wing Geometry. The
Southeast Asian Journal of Tropical
Medicine and Public Health. 36
(4):858-861.
Kardinan, Agus. 2003. Mimba (Azzadirachata
indica A.Juss) Tanaman Multimanfaat.
Perkembangan
Teknologi
TROL
VOL.XV, No.1.
Kardinan, Agus. 2003. Mimba Budidaya dan
Pemanfaatan. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Kardian, Agus. 2005. Tanaman Pengusir dan
Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Kardian, A., Dhalimi, A. 2010. Potensi Adas
(Foeniculum vulgare) sebagai Bahan
Aktif Lotion Anti Nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti). Bul Littro.
Vol. 21 No. 1: 61-68
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela
Epidemiologi : Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2014). Waspada DBD di
musism
Pancaroba.http://www.depkes.go.id/art
icle/view/15010200002/waspada-dbddi-musimpancaroba.html#sthash.zAdJ2mqE.dpuf
diakses 26 Februari 2016.
Kemenkes RI. (2015). Demam Berdarah
Biasanya Mulai Meningkat di
Januari.
http://www.depkes.go.id/article/view/1
5011700003/demam-berdarahbiasanya-mulai-meningkat-dijanuari.html#sthash.JmAitqX0.dpuf
diakses pada 26 februari 2016.
Kemenkes RI. (2016). Wilayah KLB DBD ada
di
11
Provinsi.http://www.depkes.go.id/articl
e/view/16030700001/wilayah-klb-dbdada-di-11-provinsi.html diakses 26
februari 2016.
Manaf,
S.,
Hemiyetti,
Gustiyo,
E.
2012.Efektifitas Minyak Atsiri Daun
Kemangi sebagai Bahan Aktif
Losion
Anti
Nyamuk
Aedes
aegypti.FMIPA Jurusan Biologi
Universitas Bengkulu.Jurnal Ilmiah
Konservasi Hayati Vol. 08 No. 02:
27-32.
Maryati, Sorayya, F.R., Triastuti, R. Uji
Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri
Daun
Kemangi
terhadap
Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia
coli.
Universitas
Muhammadiyah Surakarta Fakultas
Farmasi; Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi, Vol. 8, No. 1, 2007: 3038.
Mayanti, Tri. 2009. Kandungan Kimia dan
Bioaktivitas
Tanaman
Duku.
Disertasi,
Program
Doktor
Universitas Padjadjaran.
Ni Luh, P.M.W., Sanusi, M. 2004. Uji
Toksisitas Jamur Metarhizum anispliae
terhadap larva Aedes aegypti.Media
Litbang Kesehatan. 14 (3):25-30.
Nor, S., Ma’roef, G. 2006.Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Pengendalian
Vektor Nyamuk DBD.Makalah Seminar
Kesehatan.Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan dan Balai Pelatihan
Kesehatan
Propinsi
Kalimantan
Selatan, Banjarbaru, hal 9.
Pitojo, S. 1992. Budi Daya Sukun.
Yogyakarta: Kanisius.
Pranitasary,
Novi.
2011.
Klasifikasi
Tumbuhan Berbiji : Duku.
http://novibiologi.blogsop.com/2011/06/dukulansium-domesticum-corr.html diakses
30 Mei 2016
Puspitawati, S.A. 2010. Perbandingan Efek
Antfungi Minyak Atsiri Biji Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) dengan
Flukonazol terhadap Pertumbuhan
Candida albicans secara In vitro.
Skripsi,
Fakultas
Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sampan, F.E.S. 2013.Uji Efektifitas Ekstrak
Kulit Buah Duku (Lansium domesticum
Corr.) sebagai Anti Nyamuk Elektik
terhadap Daya Bunuh Nyamuk Aedes
aegypti.Skripsi, Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan
dan
Keolahragaan,
Universitas Negeri Gorontalo.
Schmutterer, H. 1995. The Neem Tree
Azadirachta indica A. Juss and other
meliaceous plants : sources of uniques
natural products fori integrated pest
management, medicine, industry, and
other purpose. VCH, New York; Basel;
Weinham; Cambridge; Tokyo.Hal.1-10,
Sidsesha, J.M., Nataraju, A., Bannikuppe,
S.V. 2011.Phytochemical Screening and
Evaluation of In Vitro Angiotensinconverting Enzyme Inhibitory Activity
of Artocarpus altilis Leaf.Natural
Product Research: Formerly Natural
Product Letters, 25:20, 1931-1940.
Sitorus, M.F. 2013. Pemanfaatan Daun
Tanaman Sukun (Artocarpus altilis)
sebagai Anti Nyamuk Mat Elektrik
dalam Membunuh Nyamuk Aedes spp.
Skripsi,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera
Utara.
Sukrasno, 2001.Mimba Azadirachta indica A.
Juss
Tanaman
Mutiguna
yang
terabaikan.PAU Ilmu Hayati.Institut
Teknologi Bandung.
Susandi, A. 2006. Perubahan Iklim Wilayah
DKI Jakarta: Studi Masa Lalu untuk
Proyeksi Mendatang. The 31st Annual
Scientific Meeting (PIT) HAGI.
Semarang: HAGI.
Yuniarsih, E. 2010.Uji Efektifitas Losion
Repelan Minyak Mimba (Azadirachta
indica A. Juss) terhadap Nyamuk Aedes
aegypti. Skripsi, Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Download