penggunaan bahasa jawa dalam perayaan

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM PERAYAAN EKARISTI
DI STASI SANTO FRANSISKUS XAVERIUS KEMRANGGEN,
PAROKI SANTO YOHANES RASUL KUTOARJO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Anastasia Ranasita Windi Hartoyo
NIM: 121124060
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
kedua orang tua (Bernadus Hartoyo dan Anastasia Budi Winarti) dan keluarga
umat Stasi Fransiskus Xaverius Kemranggen
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.
Dan aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan
buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku
diberikan-Nya kepadamu”
(Yohanes 15:16)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaiamana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Januari 2017
Penulis
Anastasia Ranasita Windi Hartoyo
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
: Anastasia Ranasita Windi Hartoyo
Nomor Mahasiswa
: 121124060
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan wewenang kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulisan yang berjudul
“PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM PERAYAAN EKARISTI DI
STASI SANTO FRANSISKUS XAVERIUS
KEMRANGGEN, PAROKI
SANTO YOHANES RASUL KUTOARJO” beserta perangkat yang diperlukan
(bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk
media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu minta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 26 Januari 2017
Yang menyatakan,
(Anastasia Ranasita Windi Hartoyo)
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM PERAYAAN
EKARISTI
DI
STASI
SANTO
FRANSISKUS
XAVERIUS
KEMRANGGEN, PAROKI SANTO YOHANES RASUL KUTOARJO
dipilih berdasarkan rasa keingintahuan penulis akan tanggapan umat mengenai
penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi. Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen, Paroki Kutoarjo salah satu Gereja yang sampai saat ini masih
mempertahankan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
Penulis ingin menguraikan inkulturasi yang digunakan sebagai sarana
penghayatan iman umat dalam Gereja. Penulisan skripsi ini bertolak dari
Sacrosanctum Concilium (SC) no. 36 yang menyatakan bahwa penggunaan
bahasa setempat akan lebih bermanfaat bagi umat. Gereja menyatakan
keterbukaan dirinya akan dunia luar dengan inkulturasi sebagai pemanfaatan
budaya setempat untuk mempermudah menyampaikan kabar gembira dari Tuhan.
Persoalan pokok dalam penulisan skripsi ini ialah tanggapan umat
mengenai penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi di zaman sekarang,
terutama yang dihadapi oleh kaum muda. Kaum muda di zaman sekarang ini
cenderung kurang memperhatikan budaya sendiri, mereka lebih mudah mengikuti
perkembangan zaman. Diperlukan kesadaran kaum muda untuk tetap berpegang
pada kebudayaan supaya tidak hilang tergerus oleh perkembangan zaman. Untuk
mengkaji permasalahan tersebut maka diperlukan data yang akurat untuk dapat
memperoleh gagasan-gagasan sebagai upaya untuk dapat membantu
meningkatkan penghayatan kaum muda dalam Perayaan Ekaristi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh kaum muda di Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen untuk dapat menyadarkan kaum muda agar
dapat mempelajari Bahasa Jawa sehingga mereka mampu untuk menghayati
Perayaan Ekaristi ialah dengan katekese dengan model Shared Christian Praxis.
Katekese yang digunakan ialah untuk membantu kaum muda dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan dalan mengikuti Perayaan Ekaristi Bahasa Jawa berdasarkan
pengalaman yang mereka alami. Katekese ini berdasarkan pengalaman hidup dan
melibatkan umat secara aktif selama proses berkatekese.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The title of this undergraduate thesis is USING JAVANESE LANGUAGE IN
EUCHARIST CELEBRATION IN ST. FRANCIS XAVIER DISTRICT
KEMRANGGEN, ST. JOHN PARISH, KUTOARJO was selected to satisfy the
writer’s curiosity of people’s response about the use of Javanese in the celebration of the
Eucharist. St. Francis Xavier District Kemranggen is one of the Church until today which
still maintains the Javanese in the celebration of the Eucharist.
The writer would like to explain the inculturation used as a means of appreciation
of the faith of the Church. This was based on Sacrosanctum Concilium (SC) no. 36 which
states that the use of local languages will be more beneficial to the people. The Church
expresses her openness to the outside world as the inculturation of the local cultural use to
facilitate to convey the good news of God.
A key issue in this undergraduate thesis is the notion of people's use of Javanese
in the celebration of the Eucharist today, particularly that of young people. Young people
these days tend to pay less attention to their own culture, and they are easier to keep
abreast of the times. Needed awareness of young people need to be aware of sticking on
their own culture so that it does not disappear the times. To solve the problems it is
necessary to gain accurate data in order to obtain ideas in an effort to help increassing the
appreciation of young people of the Eucharist.
One way that can be done by young people in the St. Francis Xavier District
Kemranggen is to learn Javanese so that they are able to live in the celebration of the
Eucharist by means of catechesis with Christian Shared Praxis model. Catechesis used is
to help young people facing difficulties following the celebration of the Eucharist in
Javanese based on their experiences. This catechesis is based on experiences and involves
the people activity in the process of catechesis.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasih dan penyertaanNya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGGUNAAN BAHASA JAWA
DALAM PERAYAAN EKARISTI DI STASI SANTO FRANSISKUS
XAVERIUS KEMRANGGEN, PAROKI SANTO YOHANES RASUL
KUTOARJO. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui pandangan
umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen. Bahasa Jawa yang merupakan bahasa seharihari menjadi sarana untuk mempermudah umat dalam berkomunikasi lebih
mendalam kepada Allah ditengah arus kebudayaan lain pada zaman sekarang ini.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Dr. B.A. Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan memberikan masukanmasukan, sehingga penulis dapat termotivasi dalam penulisan skripsi ini.
2.
YH. Bintang Nusantara SFK, M.Hum selaku dosen penguji kedua yang telah
memberikan waktu dan senantiasa membimbing dengan penuh kesabaran
serta memberi masukan demi penyelesaian penulisan skripsi ini.
3.
Drs. L. Bambang Hendarto Y. M.Hum selaku dosen penguji ketiga yang telah
menguji dan memberi masukan demi penyelesaian penulisan skripsi ini.
4.
Segenap Staf Dosen Prodi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.
Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi Pendidikan Agama Katolik,
serta seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini.
6.
Rm. Y Lasono Wibowo MSC dan Rm. Al Y Sukirdi MSC selaku romo
Paroki St. Yohanes Rasul Kutoarjo yang telah memberikan izin dan dukungan
untuk mengadakan wawancara kepada umat di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen.
7.
Kedua orangtua (Bernadus Hartoyo dan Anastasia Budi Winarti) dan keluarga
yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8.
Agustinus Dwi Riyanto sahabat terkasih yang telah memberikan perhatian
dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
9.
Kepada seluruh umat Stasi St. Fransiskus Xaverius yang telah meluangkan
waktu dan bersedia menjadi responden penelitian sehingga penulis dapat
memperoleh data untuk dijadikan sumber penelitian.
10. Teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberikan dukungan dan
masukan dalam penulisan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini
dengan tulus memberikan bantuan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
dari apara pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Yogyakarta, 26 Januari 2017
Penulis
Anastasia Ranasita Windi Hartoyo
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................................
ii
PENGESAHAN..............................................................................................
iii
PERSEMBAHAN...........................................................................................
iv
MOTTO..........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................
vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI.....................................................
vii
ABSTRAK......................................................................................................
viii
ABSTRACT......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR....................................................................................
xi
DAFTAR ISI...................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
xviii
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................
4
B. Rumusan Masalah...............................................................................
4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................
4
D. Manfaat Penulisan...............................................................................
5
E. Metode Penulisan................................................................................
5
F. Sistematika Penulisan.........................................................................
5
BAB II. PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM PERAYAAN
EKARISTI.......................................................................................
7
A. Liturgi dalam Konsili Vatikan II.........................................................
7
1. Konsili Vatikan II membuka Pandangan Baru.............................
7
2. Pembaharuan Liturgi.....................................................................
8
3. Maksud Pembaharuan Liturgi.......................................................
12
B. Inkulturasi dalam Gereja Katolik........................................................
14
1. Inkulturasi Gereja..........................................................................
14
2. Inkulturasi Liturgi.........................................................................
16
C. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi Gereja Katolik....................
17
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Bahasa Liturgi...............................................................................
17
2. Bahasa Jawa sebagai Bahasa Liturgi............................................
18
a. Bahasa Jawa............................................................................
18
b. Asal Mula Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi...............
20
D. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk membantu
Penghayatan Iman Umat.....................................................................
21
1. Perayaan Ekaristi Menurut Konsili Vatikan II..............................
21
a. Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja........
22
b. Ekaristi sebagai Perayaan Gereja............................................
23
c. Ekaristi sebagai Pusat Liturgi.................................................
24
d. Ekaristi sebagai Kurban..........................................................
24
e. Ekaristi sebagai Perjamuan.....................................................
25
f. Ekaristi sebagai Sakramen......................................................
26
2. Memaknai dan Menghayati Perayaan Ekaristi melalui Bahasa
Jawa...............................................................................................
26
a. Ritus Pembuka........................................................................
27
b. Liturgi Sabda...........................................................................
27
c. Liturgi Ekaristi........................................................................
29
d. Ritus Penutup..........................................................................
32
3. Partisipasi Umat dalam Ekaristi Bahasa Jawa..............................
35
E. Tantangan Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi pada
Masa Sekarang....................................................................................
37
1. Menghayati Ekaristi dalam Hidup Sehari-hari.............................
37
2. Tantangan Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi....
40
BAB III. PENELITIAN TENTANG PENGGUNAAN BAHASA JAWA
DALAM PERAYAAN EKARISTI DI STASI ST.
FRANSISKUS XAVERIUS KEMRANGGEN.............................
42
A. Gambaran
Umum
Umat
Stasi
St.
Fransiskus
Xaverius
Kemranggen........................................................................................
43
1. Sejarah Singkat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen........
43
2. Letak
Geografis
Stasi
St.
Fransiskus
Xaverius
Kemranggen..................................................................................
44
3. Jumlah Umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen............
45
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Pelaksanaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen..................................................................................
45
5. Tantangan yang dihadapi oleh Umat di Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen..................................................................
47
B. Penelitian Mengenai Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki
Kutoarjo..............................................................................................
48
1. Latar Belakang Fokus Penelitian..................................................
48
a. Keadaan Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.............
48
b. Penelitian yang Relevan..........................................................
49
2. Rumusan Masalah.......................................................................
51
3. Tujuan Penelitian..........................................................................
51
4. Metode Penelitian.........................................................................
51
5. Responden Penelitian....................................................................
52
6. Teknik Pengumpulan Data............................................................
53
7. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................
53
8. Variabel Penelitian........................................................................
54
9. Kisi-kisi Penelitian........................................................................
54
C. Pembahasan Hasil Penelitian tenang Pengunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen…...
57
1. Hasil Penelitian ............................................................................
57
a. Hasil Penelitian Wawancara...................................................
57
b. Hasil Penelitian (Focused Group Discussion) FGD...............
66
2. Pembahasan Penelitian..................................................................
74
a. Pandangan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
tentang Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi...
74
b. Penggunaan Bahasa Jawa dan Penghayatan Perayaan
Ekaristi Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen...............
80
c. Usulan atau Harapan Umat terhadap Penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen............................................................
84
D. Kesimpulan Penelitian........................................................................
86
BAB IV. KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN
AKAN PERAYAAN EKARISTI BAGI KAUM MUDA DI
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
STASI
SANTO
FRANSISKUS
XAVERIUS
KEMRANGGEN............................................................................
91
A. Berbagai Upaya untuk Meningkatkan Penghayatan akan
Perayaan..............................................................................................
92
1. Pentingnya Penjadwalan Misa......................................................
92
2. Perayaan Ekaristi untuk Kaum Muda...........................................
93
3. Katekese bagi Kaum Muda dengan Model SCP...........................
94
B. Katekese bagi Kaum Muda sebagi salah satu Upaya Meningkatkan
Penghayatan akan Perayaan Ekaristi..................................................
95
1. Pengertian Katekese......................................................................
95
2. Tujuan Katekese............................................................................
97
3. Model Katekese............................................................................
99
a. Tiga komponen utama dalam SCP..........................................
100
b. Langkah-langkah Model SCP.................................................
102
C. Usulan Program Katekese dengan Model SCP...................................
105
1. Latar Belakang Pemilihan Program..............................................
105
2. Tema dan Tujuan Program............................................................
107
3. Petunjuk Pelaksanaan Program.....................................................
109
4. Penjabaran Program......................................................................
111
D. Contoh Satuan Program Katekese Model SCP...................................
114
BAB V. PENUTUP........................................................................................
129
A. Kesimpulan.........................................................................................
129
B. Saran...................................................................................................
133
Lampiran
Lampiran 1. Surat ijin penelitian……………………………………………
(1)
Lampiran 2. Hasil wawancara……………………………………………….
(2)
Lampiran 3. Teks Lagu SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)…………….
(29)
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat.
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik
Departemen
Agama
Republik
Indonesia
dalam
rangka
PELITA
IV).
Ende:Arnoldus. 1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Gereja
CT
:Catechesi Tradendae, Anjuran Apostoik Paus Paulus II
kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman
tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral dalam Konsili
Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember
1965
LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis dalam Konsili
Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964
PO
: Presbyterium Ordinis, Dekrit dalam Konsili Vatikan II
tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam, 7 Desember
1965
SC
: Sacrosanctum Concilium, Konstitusi dalam Konsili
Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963
C. Singkatan Lain
AYD
: Asian Youth Day
EKM
: Ekaristi Kaum muda
FX
: Fransiscus Xaverius
FGD
: Focused Group Discussion
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mgr
MSC
: Monsinyur
: Missionari Sacratissimi Cordies Jesu (Misionaris Hati
Kudus Yesus)
OMK
: Orang Muda Katolik
PIOM
: Pembinaan Iman Orang Muda
PKKI
: Pertemuan Kateketik Keuskupan se Indonesia
PUMR
: Pedoman Umum Misale Romawi
PWI
: Panitia Waligereja Indonesia
St.
: Santa/Santo
SJ
: Societas Jesu (Serikat Yesus)
Pr
: Presbiter (Imam Diosesan)
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada Bab I ini, penulis akan menjelaskan latar belakang penulisan,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Konsili Vatikan II yang diselenggarakan pada tahun 1962 dan berakhir
tahun 1965, Paus Yohanes XXIII sebagai pemarkasa diadakannya suatu
konsili, namun beliau wafat sebelum konsili tersebut selesai, kemudian di
lanjutkan oleh Paus Paulus VI. Paus Yohanes XXIII mempunyai gagasangagasan baru mengenai konsili yang akan diadakan, jika pada Konsili Vatikan
I diselenggarakan guna memecahkan masalah sengketa doktrin dan yurisdiksi
di dalam Gereja, Konsili kedua ini bersifat pastoral (Beding, 1997:21). Konsili
ini membawa Gereja ke dalam dunia modern dan masalah yang dihadapi. Paus
Yohanes XXIII juga meyakini bahwa Konsili Vatikan II ini menjadi peluang
bagi Gereja untuk memahami dan menghadapi dunia yang baru ini dengan
terang Injil Yesus Kristus, menyadari tugas perutusan ditengah dunia serta
kebudayaan semakin disekularisasikan.
Konsili Vatikan II menghasilkan 16 dokumen yang terdiri dari 4
konstitusi, 9 dekrit dan 3 pernyataan yang mencakup berbagai topik yang luas
mengenai ekumene, liturgi, pendidikan imam, misi dan kerasulan awam serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
kebebasan dalam beragama. Pada akhirnya konsili yang dipimpin oleh Paus
Paulus VI sebagai pengganti Paus Yohanes XXIII menyadari apa yang
menjadi harapan dari Paus Yohanes XXIII yaitu suatu arggiornamento yaitu
suatu pembaharuan Gereja dari segi internal (Beding, 1997:21-22).
Sacrosanctum Concilium (SC) Salah satu konstitusi yang dihasilkan
oleh Konsili Vatikan II yang berbicara mengenai pembaharuan liturgi dengan
tujuan supaya umat senantiasa dapat memahami dan memperoleh berkah dari
apa yang umat rayakan secara bersama-sama, pemaharuan yang dimaksud
ialah unsur-unsur yang disesuaikan dengan keadaan umat. Seperti apa yang
menjadi keyakinan Paus Yohanes XXIII bahwa kebudayaan semakin
disekurarisasikan, tidak luput apabila bermula dari Gereja Lokal, yaitu gereja
yang tumbuh dan berakar di tengah-tengah rakyat
(Madya Utama,Ig.
2010:26). Di Indonesia perlahan menjadi Gereja Lokal yang mandiri dengan
lahirnya biarawan biarawati pribumi, salah satunya yaitu Soegijapranata SJ,
beliau merupakan uskup pribumi yang pertama (Beding, 1997:24). Berbicara
Gereja Lokal maka tidak lepas dari inkulturasi di mana Gereja Lokal yaitu
Gereja yang sungguh-sungguh bertumbuh dari kebudayaan setempat,
menghargai nilai-nilai dan tradisi setempat serta bahasa yang diinkulturasikan
ke dalam tata cara Katolik.
Syarat inkultursi yang benar yaitu menyadari dan mengakui adanya
interaksi timbal balik antar agama dan kebudayaan (Kirchberger, 1995:92).
Salah satu inkulturasi yang diterima dalam Gereja Indonesia ialah penggunaan
bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi yang dirasa lebih mempermudah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dimengerti oleh umat setempat serta sanara pengungkapan iman umat kepada
Allah. Demi terjalinnya suatu komunikasi dua arah antara manusia dengan
Tuhan maka harus memperhatikan bahasa, walaupun Tuhan maha mengetahui
apapun bahasa yang digunakan oleh manusia. Inkulturasi bahasa inilah yang
terjadi di Stasi Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Kutoarjo, Keuskupan
Purwokerto yang mengunakan Bahasa jawa dalam setiap Perayaan Ekaristi
maupun ibadat-ibadat lainnya. Melihat kenyataan yang terjadi bahwa
kebudayaan setempat khususnya bahasa yang semakin luntur dengan
kebudayaan baru, maka menimbulkan masalah tersendiri di dalam Perayaan
Ekaristi. Orang tua dirasa masih mahir dalam berbahasa Jawa dan dengan
mudah mengerti dan dapat membantu menghayati dalam Perayaan Ekaristi
tanpa terkendala bahasa, karena bahasa jawalah yang sejak dulu menjadi
bahasa mereka. Namun untuk anak-anak jaman sekarang ataupun umat
pendatang, mereka cenderung tidak mengerti arti bahasa jawa yang digunakan
dalam Perayaan Ekaristi sehingga tidak sungguh-sungguh memahaminya.
Konsili Vatikan tentang Liturgi yang merangkul budaya setempat telah
diterapkan oleh Gereja Indonesia. Berbagai inkulturasi dengan budaya
setempat telah masuk kedalam Gereja, seperti halnya penggunaan Bahasa
Jawa dalam perayaan Ekaristi khususnya di daerah Jawa sebagai sarana untuk
mempermudah pengungkapan iman umat. Namun, dengan melihat perubahanperubahan manusia dimasa modern ini, kebudayaaan setempat seringkali
tersingkirkan dan berganti dengan budaya baru. Dengan demikian apakah
kebudayaan setempat sungguh-sungguh masih dapat membantu umat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menghayati imannya di tengah arus budaya modern yang semakin menggerus
kebudayaan setempat.
Untuk dapat mengetahui tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam perayaan Ekaristi di Paroki Kutoarjo khususnya di Stasi
Kemranggen. Penulis mengemukakan gagasan-gagasan sesuai dengan
kenyataan yang dialami oleh umat setempat, sehingga penulis mengambil
judul:
PENGGUNAAN
EKARISTI
DI
STASI
BAHASA
SANTO
JAWA
DALAM
FRANSISKUS
PERAYAAN
KEMRANGGEN,
PAROKI KUTOARJO
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
mengenai Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
2. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu penghayatan umat
dalam mengikuti Perayaan Ekaristi?
3. Apakah yang menjadi harapan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen terhadap penggunaan Bahasa Jawa?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pendapat umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
mengenai Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
2. Mengetahui peran Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi terhadap umat
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
3. Mengetahui harapan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui pandangan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen mengenai Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
2. Dapat mengetahui penghayatan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen dalam mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan
Bahasa Jawa, sehingga Perayaan Ekaristi sungguh dirayakan oleh seluruh
umat yang hadir.
3. Mengetahui yang menjadi harapan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ialah dengan metode
pendekatan
deskriptif
analisis
menganalisis data yang ada,
yaitu
memaparkan,
menguraikan
dan
untuk melengkapi data digunakan metode
penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui pengalaman dan wawancara untuk
dapat membantu memperoleh data dari lapangan.
F. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan penulisan ini dibagi menjadi lima bab. Perincian ialah
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB I: Pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II: Bagian ini memaparkan unsur-unsur peranan penggunaan bahasa
dalam Perayaan Ekaristi meliputi dua hal pokok yaitu: liturgi dalam
Konsili Vatikan II, inkuturasi dalam Gereja Katolik, Penggunaan
Bahasa Jawa dalam Liturgi Gereja Katolik, Penggunaan Bahasa Jawa
dalam liturgi Gereja Katolik dan Penghayatan Ekaristi, Penggunaan
Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk Membantu Penghayatan
Iman umat dan tantangan penggunaan Bahasa Jawa dalam masa
sekarang.
BAB III: Bab ini berisi Penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi di Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen yang meliputi: gambaran umum
umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen, penggunaan bahasa
Jawa dalam Ekaristi dan penelitian serta pembahasannya.
BAB IV: Bab ini memaparkan mengenai usulan program untuk meningkatkan
penghayatan umat dalam mengikuti Ekaristi.
BAB V: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM PERAYAAN EKARISTI
Pada Bab II menguraikan penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi yang
meliputi dua hal pokok yaitu: penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi dan
penghayatan Sakramen Ekaristi. Berawal dengan penelitian yang sudah ada
sebelumnya. Selanjutnya pembahasan tentang penggunaan Bahasa Jawa meliputi:
liturgi dalam Konsili Vatikan II, inkulturasi dalam Gereja Katolik. Pembahasan
tentang penghayatan Sakramen Ekaristi meliputi: Penggunaan Bahasa Jawa dalam
Liturgi Gereja Katolik, Penggunaan Bahasa Jawa dalam liturgi Gereja Katolik dan
Penghayatan Ekaristi, Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk
Membantu Penghayatan Iman umat dan tantangan penggunaan Bahasa Jawa
dalam masa sekarang. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai penggunaan
Bahasa Jawa dalam Ekaristi dan penghayatannya.
A. Liturgi dalam Konsili Vatikan II
1.
Konsili Vatikan II membuka Pandangan Baru
Konsili Vatikan II yang diprakarsai oleh Paus Yohanes XXIII telah
membuat gebrakan baru dalam sejarah Gereja. Beliau menyerahkan seluruh
agenda konsili kepada para uskup. Dengan harapan yang berkali-kali
diserukan oleh Paus Yohanes XXIII yaitu suatu pembaharuan untuk
menghadapai dan membaca tanda-tanda jaman, serta upaya menyatukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kembali Gereja-Gereja Protestan. Gereja ingin melahirkan kesetiakawanan
kepada kaum miskin dan menjadi Gereja kaum miskin.
Gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri malainkan terbuka untuk
setiap orang. Konsili yang diselenggarakan tidak hanya memecahkan doktrindoktrin dalam Gereja. Paus Yohanes XXIII berpandangnya membawa Gereja
kepada dunia luar dan masalah-masalahnya. Para peserta konsili membuka
konsili
dengan
membahas
mengenai
pembaharuan
liturgi.
Upaya
pembaharuan liturgi pada saat itu sudah mulai ditangani, sehingga mengawali
konsili dengan pembaharuan liturgi menjadi keuntungan yaitu karena
merupakan pembaharuan gerejawi yang serentak dirasakan oleh seluruh umat
Katolik sedunia.
2.
Pembaharuan Liturgi
Sacrosanctum Concilium sebagai salah satu dokumen yang dihasilkan
dalam Konsili Vatikan II pada bagian tiga secara lebih rinci membahas
pembaharuan liturgi dengan tujuan supaya umat dapat memahami dan
memperoleh berkah melimpah dari apa yang mereka rayakan. Dalam liturgi
terdapat unsur-unsur yang tidak dapat diubah karena berasal dari Allah dan
ada pula unsur-unsur yang lebih baik disesuaikan dengan keadaan umat.
Dengan memperbaharui naskah-naakah dalam upacara perayaan menjadi
lebih sederhana dan jelas bagi umat, sehingga dapat diikuti secara penuh dan
aktif dengan cara khas umat (SC 21). Namun hak dan wewenang dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pembaharuan liturgi ialah Tahta Apostolik dengan menurut kaidah-kaidah
(SC 22).
Pembaharuan dalam Sacrosanctum Concilium antara lain dengan
membacakan Kitab Suci dengan jelas, dan mazmur dinyanyikan. Melalui
pembacaan Kitab Suci maka umat dapat menghaturkan permohonan, doa dan
mahda-mahda liturgi (SC 24). Peninjauan buku-buku liturgi (SC 25). Liturgi
sebagai suatu perayaan bersama sebagai sakramen kesatuan, hendaknya umat
ikut serta secara aktif (SC 26). Petugas misa harus sungguh-sungguh
menghayati sepenuh hati apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab demi
kelancaran Perayaan Liturgi (SC 29). Keaktifan umat dengan aklamasi,
jawaban-jawaban, pendarasan mazmur. Saat hening dan khidmat (SC 30).
Penggunaan bahasa pribumi yang dirasa lebih bermanfaat bagi umat dalam
menghayati apa yang mereka rayakan bersama-sama (SC 36)
Kata liturgi berasal dari kata Yunani leitorgia yang berarti pelayanan
kepada masyarakat. Artinya bahwa Allah mengikutsertakan manusai dalam
misteri Paskah melalui pewartaan dan tanda sakramental. Dengan demikian,
seseorang yang telah diselamatkan mampu mengucapkan syukur kepada
Allah. Dokumen SC menegaskan kembali bahwa liturgi bukan hanya sebagai
kegiatan manusia melaikan suatu karya Allah “melalui liturgilah, terutama
dalam kurban Ilahi Ekaristi, terlaksana karya penebusan”. Segala karya
penyelamatan Allah tertuang bagi manusia dan manusia memberi jawaban
melalui ucapan syukur dan membagikan kepada sesama. Liturgi ialah suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
perayaan bersama dimana karya penyelamatan Allah dikenangkan, dengan
ibadat maka karya Allah terlaksana (Rukiyanto, 2012: 145-150).
Paus Fransiskus dalam homilinya, mengenang 50 tahun setelah
Konsili Vatikan II menegaskan maksud dari pembaharuan liturgi, melalui
liturgi diharapkan setiap umat beriman sungguh mendengarkan suara Tuhan
yang senantiasa menuntun kearah kebenaran dan kesempurnaan dalam
beriman Kristen. Pembaharuan liturgi bermaksud untuk mengaitkan liturgi
dengan kehidupan sehari-hari, liturgi dengan Sabda Tuhan. Sehingga apa
yang telah didengarkan, dihayati dan diperoleh dalam liturgi senantiasa
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Liturgi menjadi lebih sederhana dan
melibatkan umat untuk turut serta merayakan liturgi.
Dalam Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II
tentang Liturgi Suci, artikel 50 dijelaskan mengenai pembaharuan liturgi
dengan lebih sederhana dan mudah ditangkap oleh umat.
Tata perayaan Ekaristi hendaknya ditinjau kembali sedemikian rupa
sehingga lebih jelaslah makna setiap bagiannya serta hubungannya
satu dengan yang lain. Dengan demikian, umat beriman akan lebih
mudah ikut serta dengan khidmat dan aktif.maka dari itu hendaknya
upacara-upaara disederhanakan, dengan tetap mempertahankan hal-hal
yang pokok. Hendaknya dihilangkan saja semua pengulangan dan
tambahan yang kurang berguna, yang muncul dalam perjalanan
sejarah. Sementara beberapa hal, yang telah memudar karena dikikis
waktu hendaknya dihidupkan lagi selaras dengan kaidah-kaidah
semasa para Bapa Gereja, bila itu tampaknya memang berguna atau
perlu.
SC 50 membahas lebih luas terlebih mengenai keperluan pengguanaan
bahasa setempat dalam Perayaan Ekaristi. Pola menyederhanakan ini pula
bertolak dari Gereja Romawi yang lebih praktis dan mudah dipahami oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
umat, sehingga umat diharapkan akan lebih berperan aktif dalam setiap ritus
perayaan. Demi terwujudnya peran serta oleh seluruh umat yang mengikuti
perayaan Ekaristi maka dibutuhkan kesederhanaan sehingga mudah
dimengerti dan diserap oleh umat. Pembaharuan liturgi ini bertolak dari
tuntutan kebutuhan umat dalam merayakan Perayaan Ekaristi sehingga umat
dapat mengikuti secara sadar, utuh dan penuh untuk dapat menghidupi
seluruh hidup dengan menjadi umat yang ekaristis.
Demi terwujudnya SC 50 maka hal-hal praktis dalam pembaharuan
dengan kesederhanaan supaya mudah dimengerti, diawali dengan keberadaan
tempat untuk Liturgi Sabda ialah mimbar, sedangkan altar digunakan untuk
Liturgi Ekaristi. Kursi pemimpin tempat imam untuk memimpin ritus
pembuka ataupun penutup. Sabda Allah dibacakan dengan menghadap arah
umat, serta dalam penerimaan komuni disertai kata-kata “Tubuh Kristus” dan
umat menjawab dengan “Amin”. Untuk lebih mengidupi peran serta umat,
disediakanlah bahan-bahan perarakan (Cunha, 2012:111-115).
Dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) no. 387 dikatakan
bahwa sejumlah penyesuaian liturgi menjadi wewenang Uskup diosesan atau
Konferensi Uskup. Uskup yang berwewenang haruslah menjadi penggerak,
pengatur dan pengawas kehidupan liturgi di wilayah keuskupannya. Dengan
berdasar pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Hingga pada akhirnya
seluruh penyesuaian terhadap liturgi ke dalam budaya maupun bahasa
setempat dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum dalam SC 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
3.
Maksud Pembaharuan Liturgi
Pembaharuan liturgi dalam Konsili Vatikan II mengubah wajah baru
dalam hal liturgi. Pada mulanya seorang imam yang merayakan Misa,
sedangkan umat-awam hanya duduk diam sambil berdoa secara pribadi.
Seluruh Perayaan Ekaristi dibisikkan oleh pastor dalam Bahasa Latin. Posisi
duduk Pastor yang membelakangi umat, rumusan selalu sama dan sudah
baku, sehingga imam senantiasa sudah hafal namun ada pula yang masih
menggunakan buku misa. Misa berlangsung sangat singkat tidak lebih dari 20
menit karena imam membacakan rumusan dengan terburu-buru (Madya
Utama, 2015:11).
Adapun yang menjadi maksud pembaharuan liturgi bukan hanya
pembaruan demi pembaharuan melainkan seperti yang dicita-citakan dalam
SC 1 antara lain memperkembangkan hidup Kristen bagi umat beriman,
menyesuaikan tata hidup dalam dunia sekarang, mengusahakan demi
tercapainya kesatuan umat yang percaya kepada Kristus serta memperteguh
iman akan Yesus Kristus. Seluruh pembaharuan liturgi pada akhirnya
mengarah kepada penghayatan iman umat. Namun perlu disadari pula
pembaharuan liturgi bukan hanya mengenai bentuk-bentuk dan naskah liturgi
yang diubah melinkan demi keikutsertaan umat secara aktif dalam perayaan
liturgi sehingga umat dapat menghidupi kehidupan kristiani dan menemukan
sumber serta puncak dalam Perayaan Liturgi (Stolk, 1979:7-9).
Dalam homili mengenang 50 tahun Konsili Vatikan II dalam Misa
mengunakan Bahasa Italia di Paroki Segala Orang Kudus, Roma, Paus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Fransiskus menegaskan kembali pembaharuan liturgi yang tercantum dalam
SC 14, pembaharuan liturgi bukan hanya memahami doktrin Gereja ataupun
suatu ritus yang harus dipenuhi, melainkan lebih dipahami sebagai sumber
kehidupan dalam perjalanan iman seluruh manusia. Liturgi merupakan suatu
perayaan kehidupan, merefleksikan kembali apa yang diimani dalam
kehidupan sehari-hari kehadapan Allah. Gereja mengundang umatnya supaya
apa yang mereka rayakan dan alami dalam kehidupan sehari-hari dapat
seimbang (Madya Utama, 2015:25-26).
Dalam hal ini liturgi menunjukan bagaimana mewujudkan dalam
hidup sehari-hari apa yang telah diterima dalam iman dan apa yang telah
dirayakan. Merayakan sakramen-sakramen terutama dalam Sakramen Ekaristi
yang diubah sedemikian dari sebelum Konsili Vatikan II. Umat tidak lagi
hanya menghadiri Perayaan Ekaristi yang diyarakan oleh imam melainkan
turut terta merayakannya Misa secara bersama-sama. Perubahan Bahasa Latin
ke bahasa setempat menyatakan cara Gereja memaknai persekutuan jemaat.
Menyambut hasil dari Konsili Vatikan II, setiap keuskupan di
Indonesia dengan penuh semangat melaksanakan sosialisasi khususnya
dokumen Sacrosanctum Concilium. Mgr. Van Bekkum, Uskup Ruteng pada
saat itu memberikan warna dan sebagai penasihat dalam pelaksaaan
pembaharuan liturgi. Gereja Indonesia disebut sebagai salah satu yang paling
awal dalam menerbitkan dan mensosialisasikan dekrit-dekrit pembaharuan
liturgi. Pengesahan SC pada tanggal 4 Desember 1963, pada Pekan Suci 1964
Pusat kateketik Indonesia sudah memberikan kebebasan dalam penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
bahasa lokal dalam liturgi. Di Jawa sudah diterbitkan buku-buku Misa dalam
menggunakan Bahasa Jawa. Hal ini menjadi bukti bahwa Gereja Indonesia
tergolong cepat dalam mempraktekan dan mensosialisakan pembaharuan
liturgi (Martasudjita. 2014:61).
B. Inkulturasi Dalam Gereja Katolik
1.
Inkulturasi Gereja
“Inkulturasi gereja adalah suatu usaha untuk mengikutsertakan
manusia dalam karya penciptaan baru dan penyelamatan yang dikerjakan oleh
Allah”. Allah senantiasa hadir, berkarya, dihayati dan diungkapkan oleh umat
melalui perbuatan dan perkataan. Dengan demikian sesuatu kebiasan baik
dalam peristiwa kehidupan sehari-hari ditafsirkan dengan iman yang
ditunjang dengan adat-istiradat yang ada dalam suatu masyarakat. Hal ini
dilakukan demi pengungkapan iman melalui kekayaan adat setempat,
sehingga umat dapat dengan bebas mengungkapkan iman dan ikut serta
dalam karya penyelamaan Allah (Sekretariat PWI Liturgi, 1980: 281)
Dalam seminar inkulturasi yang diadakan di Yogyakarta yang
digerakkan dan diatur oleh Fakultas Misiologi di Gregoriana Roma,
dirumuskan pengertian inkulturasi sebagai berikut:
Inkulturasi adalah suatu proses dimana persekutuan gereja
menghidupi iman dan pengalaman kristennya dalam konteks
kebudayaan tertentu, sehingga penghayatan ini tidak hanya dapat
diungkapkan lewat elemen-elemen kebudayaan setempat, melainkan
menjadi satu kekuatan yang menjiwai, membentuk dan secara
mendalam membaharui kebudayaan itu, sehingga terciptalah pola-pola
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
baru persekutuan dan komunikasi dalam kebudayaan dan di luar
kebudayaan itu sendiri (Muda, 1992:34).
Pengertian tersebut dikatakan bahwa inkulturasi merupakan relasi
dinamis antara keselamatan Kristen dengan berbagai kebudayaan. Di
dalamnya terdapat proses dua arah yaitu percampuran antar warta kristen dan
kekhasan kristiani dengan kebudayaan. Penerimaan dalam kebudayaan
terhadap warta khas kristen, sebagai sikap keterbukaan diantaranya.
“Inkulturasi tidak hanya terbatas pada cara pengungkapan iman,
melainkan harus lebih mendalam yakni pada satu perayaan/selebrasi iman”
(Muda, 1992:87). Seperti yang dihasilkan Konsili Vatikan II dalam SC yaitu
usaha inkulturasi liturgi dengan kebudayaan setempat. Hal ini menjadi
penekanan kembali penyesuaian inkulturasi dengan berbagai bangsa dan
kebudayaan di seluruh dunia. Gereja sangat mendukung penyesuaian liturgi,
karena dengan demikian Gereja ikut serta dalam mengambil bagian dalam
kebudayaan asal supaya tidak terjadinya kekeliruan dalam liturgi.
Dengan demikian, mulailah dilaksanakannya pembaharuan liturgi
dengan merevisi kitab-kitab liturgi yang memberikan tempat perbedaan
sesuai dengan berbagai kebudayaan bangsa dan daerah. Hal ini menunjukan
pula keterbukaan dalam Gereja dengan menerima dan masuk ke dalam
kebudayaan setempat guna mempermudah setiap umat dalam menghayati
iman dalam Perayaan Ekaristi. Konstitusi Liturgi dalam pembaharuannya
tidak menggunakan kata inkulturasi melainkan dengan kata penyesuaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Melalui pengesahan dokumen Sacrosanctum Concilium, Gereja secara
resmi menyatakan diri bahwa Gereja tidak terikat hanya pada satu
kebudayaan saja, misalnya kebudayaan Romawi/Latin saja yang dipakai
dalam seluruh Tata Perayaan Liturgi sebelumnya. Begitu banyak perubahan
yang terjadi dalam Liturgi, maka hal ini semakin memanfaatkan harta
kekayaan budaya setempat sebagai cara pengungkapan iman (Muda, 1992:8793).
2.
Inkulturasi Liturgi
Kemungkinan penyesuaian adaptasi Tata Perayaan Ekaristi dilakukan
oleh dua cara yaitu: akomodasi, penyesuaian ini berkaitan dengan unsurunsur perayaan tanpa mengubah struktur perayaan. Dalam hal ini yang dapat
disesuaikan ialah penggunaan bahasa, pilihan bacaan, doa-doa presidensial,
juga sikap tubuh yang disesuaikan dengan situasi dalam Perayaan Ekaristi.
Kedua ialah: adaptasi, penyesuaian ini berkaitan dengan unsur-unsur budaya.
Istilah adaptasi dikenal dengan kata inkulturasi sebagai penyesuaian budaya
secara umum. Wewenang adaptasi ialah Konferensi Waligereja karena
menyangkut hal-hal yang bersifat permanen. Misalnya gerak-gerik dan sikap
badan, nyanyian pembuka dan rumusan teks. Rumusan teks dapat dimengerti
sebagai usaha menerjemahkan ungkapan kata dari Bahasa Latin kedalam
Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Dayak dan sebagainya. Namun yang
menjadi persoalan ialah apakah pengungkapan bahasa tersebut sesuai dengan
bahasa setempat. Dalam hal ini yang menjadi perhatian ialah unsur kultural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
secara teologis dan unsur kultural dalam masa sekarang ini (Cunha,
2012:119-122).
Kemungkinan inkulturasi liturgi yang diperbolehkan oleh Gereja
Indonesia antara lain musik misalnya dengan mengunakan gamelan dalam
budaya jawa, penggunaan bahasa jawa, musik rebana. Gedung Gereja
diinkuturasikan dengan ciri budaya setempat misalnya dengan mengusung
arsitek lokal, misalnya terdapat tokoh dalam wayang serta ornamen dalam
budaya Jawa. Lambang dalam Tabernakel dengan lambang gunungan
wayang, serta ritus dalam Perayaan Ekaristi, misalnya dengan menggunakan
bahasa setempat, misa syukur. Ruang penyesuaian yang terjadi dalam Gereja
antara lain bahasa, musik dan kesenian lainnya, hal ini seperti yang terdapat
dalam SC 36, sebagai berikut:
Akan tetapi, dalam Misa. Dalam pelayanan sakramen-sakramen, dan
dalam bagian-bagian liturgi lainnya, tidak jarang mengunakan bahasa
pribumi dapat sangat bermanfaat bagi umat. Maka seyogyanyalah hal
ini diberi kelonggaran yang lebih luas, terutama dalam bacaan-bacaan
dan ajakan-ajakan, dalam berbagai doa dan nyanyian
Di daerah-daerah tertentu terdapat berbagai macam kesenian yang
dimiliki yang berfungsi penting dalam kelangsungan beragama dan
bermasyarakat. Begitu juga dengan bahasa yang sangat berperan sebagai alat
berkomunikasi dengan sesama, hendaknya juga sarana sebagai komunikasi
dengan Tuhan dengan bahasanya sendiri (Mariyanto, 1997:274-275).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
C. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi Gereja Katolik
1.
Bahasa Liturgi
Dalam Sacrosantum Concilium, Konstitusi tentang Liturgi Suci art.
36, dikatakan bahwa Bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam ritus-ritus
lain. Namun dalam Misa, dalam pelayanan Sakramen-sakramen, maupun
bagian liturgi lainnya, bahasa pribumi lebih bermanfaat dan lebih dikenal oleh
umat. Oleh sebab itu maka diberi kelonggaran yang lebih luas. Pengunaan
bahasa inilah hendaknya mendapatkan persetujuan ataupun pengesahan dari
Tahta Apostolik. Penyesuaian bahasa dengan Gereja setempat dimaksudkan
supaya pesan Injil sungguh nyata diterima oleh umat.
Bahasa setempat membuat liturgi lebih mudah diikuti dan dimengerti,
mulai dari doa-doa, bacaan dan nyanyian dalam liturgi bisa langsung diserap
dan dihayati
oleh umat setempat.
Dengan bahasa setempat juga
memungkinkan umat untuk menyusun doa spontan dengan lebih mendalam
dan ekpresif sesuai dengan apa yang diinginkan. Bahasa setempatpun
membuat umat lebih berperan aktif, misalnya untuk menjadi lektor. Karena
mengunakan bahasa setempat, bahasa yang digunakan sehari-hari maka lebih
mudah dari pada menggunakan bahasa yang asing. Begitu juga dengan
nyanyian yang telah tersedia dengan bahasa setempat dengan teks yang telah
tersedia dan telah disahkan, misalnya dengan Kidung Adi untuk Bahasa Jawa,
yang berisi doa-doa, tata Perayaan Ekaristi serta nyanyian (Mariyanto,
1997:278-279).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.
Bahasa Jawa sebagai Bahasa Liturgi
a.
Bahasa Jawa
Magnis Suseno dalam buku Etnologi Jawa mendefinisikan mengenai
suku bangsa Jawa yaitu sebagai berikut: Suku Jawa adalah penduduk asli
pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu,
mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk
berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa. Asal usul suku Jawa
berkaitan juga dengan bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Jawa. Ada dua
jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Jawa, yaitu: bahasa Jawa
Ngoko yaitu bahasa Jawa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab,
dengan usia yang sepadan ataupun kepada orang yang status sosialnya lebih
rendah. Bahasa Jawa Krama digunakan kepada orang yang belum akrab,
orang muda kepada orang yang lebih tua ataupun kepada orang yang status
sosialnya lebih tinggi (Endraswara, 2015:169).
Sifat, karakter, pendidikan dan wawasan seseorang terlihat dari tutur
kata dan pilihan dalam berbahasa. Begitu juga dalam perayaan liturgi, bahasa
menjadi sangat penting yang menjadikan simbol liturgi. Sebelum Konsili
Vatikan II, Bahasa Latin merupakan bahasa resmi yang menyatukan seluruh
umat Katolik di dunia. Namun seiring dengan kebutuhan dan keterlibatan
umat dalam liturgi, dalam SC 36 memperkenankan pengunaan bahasa
pribumi yang dirasa lebih bermanfaat bagi seluruh umat. Begitu juga bagi
masyarakat Jawa maka akan lebih bermanfaat apabila perayaan Ekaristi
dengan menggunakan Bahasa Jawa. Seringkali beberapa umat yang kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berminat dengan liturgi yang menggunakan Bahasa Jawa walaupun mereka
orang jawa.
Namun masih banyak pula yang masih mempertahankan penggunaan
Bahasa Jawa dalam liturgi. Bahasa yang memang menjadi bahasa sehari-hari
yang tentu saja akan lebih mudah umat dalam menghayati Ekaristi.
Penggunaan Bahasa Jawa dalam liturgi menyangkut segala aspek mulai dari
nyanyian, doa, maupun khotbahnya. Tata Perayaan Ekaristi Bahasa Jawa
yang digunakan yaitu Bahasa Jawa Krama Inggil, sedangkan dalam khotbah
biasanya menggunakan bahasa yang santai yang biasa digunakan oleh umat.
b. Asal Mula Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi
Bahasa sebagai sarana komunikasi bagi manusia mendapatkan
perhatian yang tinggi di dalam masyarakat pada umumnya. Begitu juga dalam
Gereja yang senantiasa memperhatikan kebutuhan umatnya. Seperti halnya
penggunaan bahasa dalam Ekaristi di daerah Jawa yang sampai saat ini masih
dipertahankan. Hal ini bermula dari para misionaris sebagai pembawa Agama
Katolik yang menyadari bahwa keberhasilan misinya di daerah Jawa
tergantung dari penguasaan bahasanya. Romo Van Lith, SJ salah satu
misionaris dari Belanda yang datang ke Indonesia pada bulan Oktober 1896,
jauh sebelum konsili Vatikan II diadakan.
Beliau ditugaskan sebagai misionaris di Jawa Tengah, yang sejak
kedatangannya di semarang Beliau berusaha keras untuk belajar Bahasa Jawa
serta adat istiadatnya sebagai salah satu kunci penting dalam menjalankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
misi perutusannya. Beliau mengecam bahwa kemacetan dalam menjalankan
misi di Jawa kerena keterbatasan tentang bahasa dan perilaku orang Jawa.
Dalam misinya di Muntilan Romo Van Lith menampilkan figur Gereja yang
menyatu dan hidup berdampingan dengan umat walaupun di sisi lain ada pula
yang menganggapnya terlalu keras kepala.
Beliau juga menerjemahkan buku pelajaran agama dan doa-doa
kedalam Bahasa Jawa bukan hanya menerjemahkan dari Bahasa Belanda dan
Latin saja melainkan lebih mendalam lagi mengenai makna dan perasaan
yang mau diungkapkannya. Hal ini memerlukan waktu yang lama karena
beliau harus berkontak langsung dengan masyarakat sampai kraton
Yogyakarta (Hendarto, 1990: 114-118).
D. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk Membantu
Penghayatan Iman umat
1.
Perayaan Ekaristi menurut Konsili Vatikan II
Istilah Ekaristi yang dihasilkan dalam Konsili Vatikan II terdapat
dalam dokumen Sacrosanctum Concilium, Lumen Gentium, Presbyterorum
Ordinis. Konsili Vatikan II tidak secara sistematis menyampaikan tema
Ekaristi. SC 47 secara singkat merumuskan mengenai Ekaristi, sebagai
berikut:
Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita
mengadakan Kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan
demikian, Ia mengabdikan Kurban Salib untuk selamanya, dan
mempercayakan kepada Gereja, Mempelai-Nya yang terkasih,
kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu
Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dipenuhi jaminan
kemuliaan akan datang.
Berdasarkan artikel dari SC dapat diperoleh beberapa kesimpulan
pokok dari Ekaristi yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II.
a.
Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja
Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup Gereja, Sacrosanctum
Concilium menyebutkan Ekaristi sebagai ”sumber dan puncak” seluruh
kegiatan Gereja, walaupun liturgi tidak mencakup seluruh kegiatan Gereja.
Liturgi sebagai puncak seluruh kegiatan Gereja dan sebagai sumber dayakekuatan (SC 10). Liturgi mendorong umat beriman supaya setelah mereka
dipuaskan dengan sakramen-sakramen dipersatukan dalam persekutuan,
mereka mampu mengamalkan apa yang mereka peroleh kedalam hidup
sehari-hari. Liturgi Ekaristi sebagai sumber yang mengalirkan rahmat kepada
umatnya. Kerena hidup ialah suatu ibadah maka istilah Perayaan Ekaristi
sebagai sumber dan puncak hidup Gereja menunjuk perhatian Konsili
Vatikan II yang menghubungkan Ekaristi dengan seluruh spiritualitas hidup
Gereja.
Dalam Lumen Gentium (LG), Konstitusi Konsili Vatikan II tentang
Gereja, art. 11 menyatakan beberapa hal mengenai Ekaristi sebagai sumber
dan puncak hidup Gereja.
Dengan ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh
hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri
sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah; demikianlah semua
menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis, baik dalam
persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian sesudah
memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci,
mereka secara konkrit menampilkan kesatuan umat Allah yang oleh
sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan
secara mengangumkan.
Dari artikel diatas terdapat tidak poin pokok mengenai makna Ekaristi
sebagai sumber dan puncak hidup Gereja. Pertama, melalui Perayaan Ekaristi
umat beriman mempersembahkan Kristus dan diri sendiri sebagai Gereja
kepada Allah. Kedua, dalam Ekaristi diharapkan umat beriman berpartisipasi
menurut cara dan perannya masing-masing. Ketiga, dalam Perayaan Ekaristi
umat beriman memperoleh kekuatan untuk mewujudkan kesatuan umat
melalui perutusan (Martasudjita, 2012:16).
b. Ekaristi sebagai Perayaan Gereja
”Melalui liturgi, terutama dalam kuban Ilahi Ekaristi terlaksanalah
karya penebusan kita” (SC 2). Ekaristi sebagai karya penebusan (SC 47).
Melalui Ekaristi maka Gereja memperoleh misteri penyelamatan Allah dalam
nama Kristus. Ekaristi pula yang menjadi anugerah kebersamaan dan
kesatuan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Merayakan Ekaristi
Gereja senantiasa mengungkapkan dirinya sebagai karya keselamatan Allah.
Liturgi Ekaristi membantu umat beriman dalam menghayati misteri Kristus,
maka dari liturgi Ekaristi maka terbentunya suatu Gereja. LG 26 menegaskan
bagaimana Gereja lahir dari Ekaristi “Di setiap himpunan di sekitar altar,
dengan pelayanan suci Uskup, tampillah lambang cinta kasih dan kesatuan
Tubuh Mistik ini, syarat mutlak untuk keselamatan. Dan jemaat-jemaat itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah
Kristus dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus,
katolik dan apostolik”. Dengan demikian Gereja lahir dari Ekaristi. SC 26
menyebutkan bahwa Ekaristi bukan suatu perayaan perorangan melainkan
perayaan bersama yang dirayakan oleh seluruh Gereja (Martasudjita,
2009:298-300).
c.
Ekaristi sebagai Pusat Liturgi
Ekaristi sebagai pusat seluruh liturgi memiliki kedudukan khusus
dalam beberapa tempat. Karya penebusan terlaksana dalam liturgi terutama
dalam kurban Ekaristi (SC 2). Dalam liturgi terutama bagian Ekaristi umat
beriman memperoleh rahmat dari Allah (SC 10). Kesatuan umat sebagai
Gereja menuntut adanya keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan liturgi
terutama dalam bagian Ekaristi (SC 41). Ekaristi sebagai pusat liturgi
menunjukan pemahaman SC yang melihat dari dua sudut pandang antara lain
Ekaristi sebagai perwujudan tertinggi dan memandang liturgi lain dari sudut
Ekaristi. Selain memberikan Ekaristi sebagai pusat liturgi juga memberikan
kedudukan tertinggi pada perayaan Sabda dimana Kitab Suci menjadi pusat,
perayaan sakramen lain, dan ibadat harian (Martasudjita, 2009:301).
d. Ekaristi sebagai Kurban
Sacrosanctum Concilium menyebutkan Ekaristi sebagai kurban (SC
2,7,47). Kurban disini berhubungan dengan tradisi Trente. “Kristus hadir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dalam kurban Misa, baik dalam pribadi pelayan” (SC 7). Bapa Konsili
mengutip kata kurban dalam Trente. SC menghubungkan kurban Ekaristi
dengan perjamuan malam terakhir yang dilakukan oleh Yesus dan juga
kurban salib. Pada perjamuan malam terakhir Yesus sudah mengorbankan
Tubuh dan Darah-Nya. Namun hal ini tidak juga berarti bahwa perjamuan
malam terakhir ialah perjamuan Ekaristi. Perayaan Ekaristi yang pertama
baru terlaksana sesudah Yesus Kristus wafat dan bangkit. Kata kurban
Ekaristi yang diadakan oleh Yesus pada perjamuan malam terakhir
menunjukkan pada penyerahan diri Yesus kepada Bapa bagi keselamatan
dunia. Peristiwa salib Kristus itulah yang dirasakan dan dihadirkan di setiap
Perayaan Ekaristi. Maka kesatuan kurban Ekaristi dan kurban salib Kristus.
Dalam hal ini maka Ekaristi juga sebagai perayaan kenangan dimana
perjamuan malam terakhir dikenang dan diabadikan dalam Perayan Ekaristi
(Martasudjita, 2009: 293-295).
e.
Ekaristi sebagai Perjamuan
SC 47 menyebutkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah. Istilah
perjamuan Paskah menunjukan perjamuan Ekaristi yang berasal dari
perjamuan malam terakhir yang diadakan oleh Yesus Kristus, yang disebut
perjamuan Paksah (Yahudi). Perayaan Paskah ini dimengerti secara
keseluruhan Perayaan Ekaristi, artinya Ekaristi sebagai perayaan kenangan.
Istilah Paskah mendapat penolakan oleh beberapa Bapa Konsili Vatikan II
karena bagi orang beriman istilah Paskah berarti kebangkitan Tuhan, tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang dimaksudkan ialah kurban salib. Namun menurut maknanya, perjamuan
Paskah disebut sebagai keseluruhan karya penyelamatan Allah yang wafat
dan kebangkitan-Nya sebagai puncaknya (Martasudjita, 2009:297-298).
f.
Ekaristi sebagai Sakramen
Kristus “mempercayakan Gereja, mempelai-Nya: sakramen cinta
kasih, lambang kesatuan ikatan cinta kasih” (SC 47). Konsili Vatikan II tidak
memisahkan sakramen dan kurban dalam Ekaristi dengan menyatakan bahwa
Ekaristi menghadirkan kurban salib Kristus disebut juga sebagai sakramen.
Hal ini menjadi suatu pembaharuan, karena sesudah Trente hingga praVatikan II, makna kurban dan sakramen dari Ekaristi dipisahkan. Sejak abad
pertengahan, gagasan sakramen dipersempit. Istilah sakramen menunjukkan
kehadiran Kristus dalam Sakramen Mahakudus atau hosti yang sudah
diberkati. Dalam SC menampilkan pembaharuan akan pendangan mengenai
Ekaristi, baik dari isi maupun caranya. Dengan demikian Ekaristi disebut
sebagai sakramen cinta kasih, lambang kasatuan dengan Allah dan dengan
sesama anggota Gereja (Martasudjita, 2009:297).
2.
Memaknai dan Menghayati Perayaan Ekaristi melalui Bahasa Jawa
a) Ritus Pembuka
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi meliputi seluruh
bagian. Di dalam ritus pembuka mulai dari nyanyian pembuka, tanda salib,
seruan tobat hingga doa pembuka menggunakan Bahasa Jawa. Perayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Ekaristi Bahasa Jawa dalam ritus pembuka terdapat dialog antara imam dan
umat “Tuhan sertamu, dan sertamu juga” berubah menjadi “Gusti
manunggala, kalian kula sadaya” dimana umat merasa lebih meresapi. Karl
Edmund Prier, SJ dalam buku Indonesianisasi, mengungkapkan bahwa pada
tahun 1960-an teks Latin diganti dengan Bahasa Jawa supaya liturgi lebih
mendekati rakyat (Boelaars,2005:426). Ritus pembuka sebagai penghantar
kepada Perayaan Ekaristi juga sebagai menghantar umat untuk masuk
kedalam suatu perjamuan. Seruan tobat yang didaraskan, umat cenderung
menutup mata dan sungguh mengucapkan“kawula ngakeni” dengan lantang
dan juga cepat sehingga beberapa umat yang masih membaca bisa tertinggal
begitu juga dalam mendasarkan “kawula pitados”.
Dalam pembukaan atau biasa disebut sebagai ritus pembuka Perayaan
Ekaristi terdiri dari beberapa bagian. Hal ini bertujuan supaya dapat
mempersatukan umat yang berhimpun untuk dapat mendengarkan sabda
Allah dengan khidmat dan merayakan Ekaristi dengan sungguh-sungguh.
Mengawalinya dengan membuat dan merenungkan tanda salib yang
dilakukan besama-sama. Dalam ritus pembuka ini pula mengajak umat untuk
menyadari panggilan Allah dalam satu kesatuan bersama suluruh umat tanpa
membedakan satu dengan yang lainnya (Suharyo, 2011:15-24).
Umat yang datang merupakan tanggapan dengan penuh iman akan
undangan dari Allah sebagai tuan rumah dalam Perayaan Ekaristi yang
ditujukan kepada semua orang tanpa memandang latar belakangnya.
Kehadiran rahmat Allah maka akan menghasilkan persaudaraan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kekeluargaan karena menanggapi panggilan dari Allah. Namun dengan
terbentuknya suatu ikatan persaudaraan dan kekeluargaan maka akan mudah
membuat umat menyingkirkan mereka yang tidak termasuk kedalamnya.
Melalui Imam yang memimpin Ekaristi selalu dituntut untuk menghayati dan
dapat mengembangkan semangat persaudaraan di tengah masyarakat.
Sebagai manusia yang datang dan menanggapi undangan dari Allah,
maka diharapkan pula bahwa manusia menyadari kelemahannya atas segala
dosa-dosanya. Dengan membawa segenap dosa, manusia datang dan berani
untuk mengakuinya karena percaya seperti kisah domba yang hilang, Allah
akan selalu
menanti kedatangan umatnya. Pengakuan atas keberdosaan
manusia menyadari bahwa manusia makhluk ciptaan Allah dan mencari
kerahiman Allah.
b) Liturgi Sabda
Pada tahun 1629 seorang pedagang Belanda Cornelis Ruly
menerjemahkan Injil Matius dan dicetak dalam bahasa Belanda-Melayu. Hal
ini menjadi contoh pertama untuk mencetak dan menerjemahkan Alkitab
bukan dengan Bahasa Eropa demi tujuan misioner. Kemudian pada abad-abad
selanjutnya dicetak dalam berbagai bahasa di nusantara termasuk di Jawa,
hal ini dilakukan supaya dapat dengan mudah dimengerti oleh umat setempat.
Dalam hal ini digunakan terjemahan dari Protestan. Pada tahun 1974, bekerja
sama dengan pihak Protestan sebagai corak ekumene berhasil menerjemahkan
Kitab Suci lengkap dalam Bahasa Indonesia, dengan masih menerjemahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kedalam bahasa daerah, karena bagi Gereja setempat terjemahan-terjemahan
kedalam bahasa setempat sangatlah diperlukan. Hal ini karena Bahasa
Indonesia tidak selalu digunakan dalam daerah-daerah tertenu walaupun pada
kenyataannya sistem pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia. Maka
pengungkapan Sabda Allah kedalam bahasa setempat menjadi unsur utama
dalam inkulturasi (Boelaars,2005:394).
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi Sabda dirasa sungguh
membantu umat untuk mendengarkan, menghayati dan meresapi Sabda Allah.
Umat yang telah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan seharihari akan lebih mudah untuk memahami isi dari Sabda Allah yang dibacakan
dan homili yang disampaikan. Homili yang disampaikan oleh imam
menggunakan Bahasa Jawa membantu umat dalam memahami makna Sabda
Allah. Beberapa istilah yang tidak biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari
yang terdapat dalam Injil dapat dipertegas melalui homili yang dibawakan
oleh imam, sehingga apa yang telah didengarkan dapat dengan mudah di
pahami
dan
diresapi
sehingga
umat
dapat
menanggapinya
dalam
permohoman umum. Permohonan umum diselaraskan dengan situasi yang
sedang terjadi didalam lingkungan maupun lingkup yang lebih luas.
Umat yang berhimpun dalam Perayaan Ekaristi akan mendapat
makanan rohani dengan menyadari bahwa “manusia hidup tidak dari roti saja,
tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Maka dalam liturgi
sabda umat mendengarkan pengajaran Allah yang masih terus dapat
didengarkan melalui sabdaNya. Iman akan terus dihidupi dalam setiap umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang mendengarkan sabdanya seperti yang disabdakan oleh St. Paulus “jadi,
iman timbul melalui pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm
10:17). Tanggapan terhadap sabda yang diwartakan ialah iman, karena hanya
dengan imanlah manusia dapat menyadari kehadiran serta karya Kristus
dalam sakramen (Suharyo, 2011:33-53).
Melalui Liturgi Sabda pula umat disadarkan akan kegunaan dari Kitab
Suci yang bukan hanya berisi tulisan-tulisan untuk dibaca saja melainkan
undangan untuk ditanggapi dengan sepenuh hati dengan iman yang tangguh.
Dengan sabda yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi diharapkan dapat
meneguhkan ikatan kasih antara Kristus dengan Gereja yang merupakan
semua umat yang percaya kepadaNya. Adanya homili setelah pembacaan
Sabda Allah sebagai kesaksian dari sang pembawa homili akan cinta kasih
yang di terima dari Kristus yang diwartakan. Bacaan-bacaan yang dipilih
dalam Perayaan Ekaristi disusun berdasarkan lingkaran tahun liturgi yaitu A,
B dan C. Jadi dapat dikatakan bahwa umat yang secara terus menerus
mengikuti perayaan Ekaristi dalam 3 tahun maka sudah mendengarkan
seluruh isi Kitab Suci. Hal pengulangan ini bukanlah membosankan
melainkan sesuatu yang indah. Kisah-kisah tidak hanya perlu dimengerti
namun dikenang kembali, dengan kenangan itu pula umat dengan lagi dan
lagi diundang untuk merasakan kembali kasih Allah dan menanggapi
karyaNya.
Seluruh umat yang dengan mengenangkan kembali karya Allah akan
disatukan oleh Roh kudus dengan para pendahulu dalam iman. Umat juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
disatukan dengan umat yang merayaan Ekaristi diseluruh dunia. Dengan
demikian iman yang ditimbulkan oleh Sabda Allah ialah iman seluruh umat,
maka bersama-sama akan mengalami kegembiraan, peneguhan dan
penghiburan dari kenangan bersama. Karena kuasa Sabda Allah maka tidak
boleh ada orang kritiani yang mengalami kesendirian dalam hidupnya.
Setelah Allah telah berbicara dan memberi pengajaran kepada
umatnya maka seluruh umat dengan penuh kepercayaan menanggapi dengan
mendaraskan Syahadat. Secara bersama-sama mengucapkan iman akan Yesus
Kristus yang merangkum sejarah karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Setelah mengucapkan Syahadat maka
dilanjutkan mengarahkan diri
dihadapan Allah dengan menghaturkan doa-doa permohonan yang ditujukan
untuk semua kalangan baik itu dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.
c)
Liturgi Ekaristi
Bahasa Jawa dalam Ekaristi telah membantu umat dalam memahami
Perayaan Ekaristi dan membantu umat dalam mendalami Sabda Allah yang
telah dibacakan dalam Liturgi Sabda. Liturgi Sabda telah mengenyangkan
umat dengan Sabda Yesus Kristus sebagai sabda kehidupan abadi dan kekal.
Selanjutnya Perayaan Ekaristi dilanjutkan mulai dari doa persiapan
persembahan, Doa Syukur Agung sebagai puncak dari Perayaan Ekaristi dan
diakhiri dengan doa sesudah komuni. Liturgi Ekaristi dijelaskan dalam satu
gagasan yaitu hidup dalam pengharapan (Suharyo, 2011:59).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Tahun 1973 Konggres Liturgi II diputuskan bahwa supaya ada bagian
yang khas dalam PWI Liturgi, dalam hal musik (Boelaars,2005:427). Liturgi
Ekaristi menjadi pusat perayaan dimana umat mengikutinya dengan khidmat.
Oleh karena itu lagu-lagu yang dibawakan dalam Perayaan Ekaristi umumnya
lagu dengan aliran keroncong, selendro dan pelog, dimana aliran lagu tersebut
yang melekat dengan masyarakat Jawa. Lagu Rama Kawula slendro menjadi
lagu yang dinantikan oleh umat dimana umat dengan menutup mata dan
menengadahkan tangan memuji dan memuliakan Allah.
Adapun inti dari harapan manusia ialah kepenuhan makna seluruh
alam ciptaan dalam Kerajaan Allah. Dimana Allah telah memulai pekerjaan
dalam penciptaan alam raya ini dengan sungguh amat baik selanjutnya
diharapkan manusia yang akan melanjutkannya dengan baik pula. Dalam
harapan umat tidak hanya dijanjikan oleh janji kosong melainkan suatu yang
nyata dan sedang terjadi, walaupun tidak semua yang diharapkan akan
terlaksana dan nyata namun hal ini menjadikan manusia semakin menghayati
dan memberikan kesaksian tentang keutamaan harapan (Suharyo, 2011:5987).
Di dalam doa persiapan persembahan manusia menyatakan harapan
akan daya ilahi yang menyempurnakan ciptaan dan kerja manusia. Roti dan
anggur yang dipersiapkan sebagai hasil dari bumi dengan usaha manusia.
Menerima dengan penuh rasa syukur buah karya penyelamatan Allah maka
manusia terdorong untuk membagikan anugerah penyelamatan kepada
sesama. Dengan kuasa Roh Kudus dan kuasa ilahi kemudian roti dan anggur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diubah menjadi roti kehidupan dan minuman rohani dimana Yesus sendiri
yang menjadi korban keselamatan bagi manusia. Dengan demikian roti dan
anggur semakin menyadarkan manusia akan kekayaan alam dan pentingnya
memelihara alam raya. Selain dengan menggunakan roti dan anggur, masih
ada pencampuran air ke dalam anggur dengan maksud bahwa manusia boleh
mengambil keilahian Kristus.
Doa Syukur Agung sebagai puncak dari seluruh perjamuan,
didalamnya terdapat suatu kenangan akan malam perjamuan terakhir Yesus
dengan para muridnya. Yang dikenangkan ialah sengsara dan kematian
Kristus, yang cenderung menyakitkan, namun melalui Ekaristi manusia diajak
untuk
berani
menghadapi
dengan
tabah
kenangan-kenangan
yang
menyakitkan. Karena dengan kenangan yang menyakitkan manusia
diharapkan bisa melihat Allah dalam kegelapan dan mendatangkan
perdamaian. Membuat manusia lebih berani dalam menghadapi kegelapan
masa lampau yang berlandaskan pada karya keselamatan akan Yesus Kristus
yang bangkit dari wafatNya. Melalui tindakan Yesus dalam perjamuan malam
terakhir, membantu siapa saja untuk hidup dalam harapan, terutama mereka
yang hidupnya tertekan oleh kenangan-kenangan yang menyakitkan ataupun
menjadi korban penghianatan.
Dalam Ekaristi kata Roh Kudus diucapkan dua kali dengan maksud
bahwa Gereja menyadarkan diri pada karya Roh Kudus yang mencurahkan
berbagai anugerah kepada setuluh umat bukan hanya umat setempat saja.
Kerana Roh adalah satu masa semua umat dipersatukan dalam suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
persekutuan. Kemudian bagian yang tidak kalah pentingnya ialah penerimaan
Tubuh dan Darah Kristus yang dilambangkan dengan roti dan anggur dalam
komuni yang juga sebagai suatu persekutuan dengan Allah.
Yesus menyebut Allah sebagai Bapa seluruh umat, sebagai Bapa tentu
saja akan selalu mendampingi dan memberi kebutuhan kepada anak-anakNya. Oleh karena itu dalam doa Bapa Kami seluruh umat memuji, bersyukur
dan memohon kepada Allah Bapa. Kemudian dilanjutkan dengan salam
damai sebagai ungkapan kepercayaan seluruh umat akan cinta kasih dari
Bapa yang mengikat seluruh umat.
d) Ritus Penutup
Setelah doa sesudah komuni, itu berarti bahwa Liturgi Ekaristi telah
selesai dirayakan bersama-sama. Ditutup dengan ritus penutup yang
merupakan berkat dan perutusan, seperti halnya Yesus yang mengutus para
murid untuk memberikan kesaksian kepada setiap orang begitu juga dengan
umat yang telah selesai mengikuti Perayaan Ekaristi. Ekaristi dengan Bahasa
Jawa dianggap sungguh menyentuh umat setempat dalam aklamasi dan umat
yang menjawab salam dari Allah seperti yang terdapat dalam ritus penutup,
sebelum berkat imam menyampaikan salam “Gusti manunggala” dan umat
menjawab
“kalian
kula
sedaya”
ungkapan
salam
menyentuh
dan
memfosukkan umat untuk mengarah dan menjawab salam yang berasal dari
Allah, dengan Bahasa Jawa maka umat merasa lebih dekat dengan Allah
karena bahasa yang digunakan ialah bahasa umat. dari Bahasa Latin diganti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dengan
Bahasa
Jawa
supaya
liturgi
lebih
mendekati
rakyat
(Boelaars,2005:426).
Dengan menerima berkat, umat Allah yang berhimpun dianugerahi
kesatuan hidup dengan persekutuan dengan Allah. Apa yang telah diperoleh
dan dialami selama mengikuti Perayaan Ekaristi juga senantiasa dibagikan
kepada sesama. Dengan perutusan membawa umat untuk secara terus
menerus meneruskan, meneguhkan dan membagikan kasaksian tentang apa
yang telah dialaminya. Perayaan Ekaristi telah selesai namun anugerah
kehadiran Yesus terus berlangsung yang menjadi kekuatan dalam menjalani
beratnya kehidupan sehari-hari (Suharyo, 2011:97-101).
Dengan demikian Gereja merupakan sang penerima dan pengemban
kabar Gembira, walaupun dalam lingkup kecil namun gereja harus senantiasa
membagikan tugas pewartaan kepada semua orang. Karena tidak ada satupun
yang dapat menghambat penyebaran Sabda Allah. Seperti yang telah
diketahui bahwa sejak awal hidup Gereja, murid Kristus telah mengalami
penindasan namun mereka tetap menyebarkan pewartaan. Dalam Kis 4:29
dikatakan bahwa para murid tidak meminta supaya mereka tidak dianiaya
melainkan meminta keberanian untuk tetap menyebarkan kabar gembira
keselamatan.
Dengan demikian melalui perutusan akan mendorong setiap manusia
untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas Gereja. Berhimpun dalam
persekutuan, memberikan harapan baru, memperbaharui iman dan yang tidak
kalah penting ialah memurnikan kasih dan melanjutkan kesaksian, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang telah dilakukan oleh Para Rasul, walaupun ditindas namun semangat
pewartaannya tidak akan pudar.
3.
Partisipasi umat dalam Ekaristi Bahasa Jawa
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi membuat umat setempat
untuk lebih aktif dalam Ekaristi, dengan penggunaan bahasa sendiri
dipandang akan jauh lebih memudahkan umat dalam mengikuti dan
menghayati Perayaan Ekaristi. Umat diharapkan akan lebih aktif menggambil
bagian dalam liturgi. Segi partisipatif umat menunjuk kepada suatu Ekaristi
yang berarti sebuah perayaan bersama. Berikut dijabarkan mengenai peran
serta umat dalam Perayaan Ekaristi:
Umat diharapkan mengikuti Perayaan Ekaristi secara aktif dan sadar.
Mulai dari persiapan, pelaksanaan dan sampai akhirnya penerapan kedalam
hidup bermasyarakat. Partisipasi dimaksudkan pada keikutsertaan umat dari
awal Perayaan sampai pada akhir karena Ekaristi merupakan satu kesatuan
Perayaan Liturgi yang tidak bisa dipisahkan.
Partisipasi umat dilaksanakan dalam tingkatan, tugas serta keaktifan
umat, yang senantiasa menjalankan tugas dengan sepenuh hati menurut
kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan. Masing-masing tugas yang diembannya
perlulah suatu koordinasi dan pengetahuan serta keterampilan masing-masing
umat menurut tugas masing-masing umat. Selain imam sebagai pemimpin
Ekaristi, dibutuhkan partisipasi yang menjadi tugas umat dalam pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
liturgi antara lain, lektor, pemazmur, paduan suara, pelayan komuni, pemusik,
koster, misdinar, kolektan (Martasudjita, 2009:108).
E. Tantangan Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi Pada
Masa Sekarang
1.
Menghayati Ekaristi dalam Hidup Sehari-hari
Unsur utama dalam ritus penutup ialah berkat dan perutusan, berkat
membawa manusia kedalam persekutuan dengan Allah tritunggal, perutusan
mengajak umat untuk mewartakan apa yang telah diterima dalam merayakan
Ekaristi dan dapat hidup dalam perutusan. pewartaan tersebut bukan hanya
pewartaan kedalam akan tetapi menuntut pewartaan keluar yaitu didalam
kehidupan sehari-hari. Penghayatan Ekaristi ataupun sakramen-sakramen
yang lain berarti suatu pengalaman iman. Dalam menghayati Sakramen
Ekaristi tidak hanya menyambut dan menghormati komuni suci melainkan
ikut serta dan mengambil bagian dalam perayaan.
Ekaristi merupakan pertemuan pribadi dalam iman dengan Kristus,
dalam iman tersebut seseorang dipersatukan dengan Kristus dan dengan
sesama. Rasul Paulus menuliskan “Bukankah piala ucapan syukur, yang
diatasnya kita ucapkan syukur, berarti persekutuan dengan darah Kristus?
Bukahkan roti yang kita pecah-pecahkan berarti persekutuan dengan tubuh
Kristus?” (1Kor 10:16). Ekaristi berarti persekutuan dengan Kristus yang
merupakan pula persekutuan iman, persekutuan antar jemaat sebab secara
bersama-sama menghayati iman Gereja. Ekaristi sebagai pusat dan puncak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
semua sakramen merupakan suatu perayaan bersama, dimana yang menjadi
pusatnya bukanlah roti dan anggur melainkan Kristus yang karena iman hadir
dalam seluruh umat (KWI,1996:412).
Mewujudkan Ekaristi dalam kehidupan sehari-hari bertolak pada
paham dan penghayatan akan Allah yang mengasihi dan berbelas kasih
kepada seluruh umat manusia bukan Allah yang menghukum mereka yang
berbuat dosa. Menghayati kegiatan sehari-hari dengan berpangkal pada kasih
Allah, menaburkan suka cita kepada sesama, peduli kepada yang
berkekurangan berarti bahwa misteri Ekaristi sungguh terwujud dan
diwartakan kepada setiap umat yang melakukan tindakan kasih tersebut.
Misteri Allah yang terletak pada perayaan dan penghadiran kasih Allah
kepada seluruh umat. Dengan menyadari dan menghayatinya dalam setiap
keputusan, perkataan dan perbuatan, maka apa yang sudah di rayakan dalam
Ekaristi terwujud dalam kehidupan sehari-hari (Martasudjita, 2016:128).
Menghayati Ekaristi bukan hanya menyangkut perwujudan hidup
yang
ekaristis
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Melainkan
bagaimana
menerapkan hidup yang berkualitas dalam pewartaan iman kepada sesama.
Pewartaan sukacita Injil berawal dari ketertarikan kepada Sabda Allah
sebagai penerang seluruh hidup umat beriman, maka pewartaan bertolak dari
pengalaman perjumpaan dan dikasihi oleh Sang pemberi Terang. Perjumpaan
dengan Tuhan Yesus akan terwujud melalui misteri Ekaristi dalam Perayaan
Ekaristi. Perjumpaan dengan Yesus berarti pula pengalaman dikasihi oleh
Yesus. Apabila hal ini sungguh disadari maka akan muncul perasaan ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mewujudkan dan membagikan kasih Allah kepada sesama. Yesus Kristus
sebagai juru selamat manusia, maka seluruh kegiatan, aktifitas serta perilaku
umat manusia senantiasa dipusatkan pada usaha memperkenalkan Kristus
kepada sesama.
Tuhan hadir dan menyapa umatNya dengan berbagai bentuk dalam
setiap waktu dan dengan iman seseorang dalam merasakan dan merasa bahwa
Tuhan senantiasa tinggal bersama dengan umatNya. Melalui iman
memungkinkan bahwa Ekaristi menyatukan seluruh umat dengan Tuhan dan
dengan sesama. Gereja merupakan suatu persekutuan umat yang tergantung
dari kondisi anggota-anggotanya, Gereja haruslah dapat hidup sebagaimana
mestinya sebuah persekutuan umat Allah bukan hanya hidup sebagai
tampaknya saja tanpa adanya suatu persekutuan. Untuk mewujudkan hidup
Gereja yang ekaristi seperti yang dicita-citakan oleh Gereja ialah dengan
menjadi orang beriman yang rendah diri. Kerendahan hati akan kasih Yesus
Kristus yang begitu besar yang akan membuat iman semakin bermakna dan
berdaya, terutama dalam Ekaristi dimana Yesus Kristus membagikan diriNya
kepada seluruh umat. Dengan demikian seperti ketaatan Yesus kepada Bapa
begitu juga umatNya yang senantiasa taat seperti Kristus. Ketaatan kepada
seseorang merupakan suatu kasih sayang yang murni, seperti Allah Bapa
yang membiarkan PuteraNya menderita dengan begitu beratnya untuk
menunjukan bukti ketaatNya kepadaNya (Hadisumarta, 2013:87-94).
Ekaristi merupakan roti dan anggur yang telah diubah menjadi tubuh
dan darah Kristus yang sungguh-sungguh hadir dan mengorbankan diriNya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
bagi keselamatan umat manusia dengan dibagikannya kepada seruruh umat.
Kristus telah membagikan diriNya untuk keselamatan manusia, oleh sebab itu
manusia yang telah menerima Tubuh dan Darah Kristus juga diharapkan
dapat membagikan diri kepada sesamanya tanpa kenal batas. Dalam
kehidupan sekarang ini Ekaristi terjadi dalam hidup manusia apabila manusia
rela berbagi diri dengan orang lain tanpa pamrih maupun perbedaan, terutama
kepada mereka yang membutuhkan. “Lakukanlah ini untuk mengenangkan
Daku” perintah Yesus yang selalau di ucapkan kembali oleh imam setiap kali
dalam perayaan Ekaristi bukan hanya untuk mengenangkan akan peristiwa
masa lampau. Hal ini dilakukan imam untuk menghadirkan Yesus di tengahtengah mereka supaya semua orang yang mengikuti Ekaristi mau berbagi
kepada orang lain (Hadisumarta, 2013:100).
2.
Tantangan Pengguanaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi
Inkulturasi sebagai upaya gereja untuk mengikutsertakan manusia
dalam mengungkapkan iman melalui kekayaan adat istiadat setempat
memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapai dalam dunia sekarang ini.
tantangan tersebut antara lain:
a. Kurang pengertian ataupun penghargaan terhadap adat istiadat, simbol
simbol keagamaan tradisional kurang dipahami oleh sebagian umat,
terutama kaum muda yang besikap acuh tak acuh terhadap budayanya
sendiri di modern ini, kaum muda lebih mudah menangkap nilai baru dari
luar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
b. Kurangnya partisipasi umat dalam liturgi, serta kurangnya kesadaran akan
penyadaran liturgi kepada umat. Umat beranggapan bahwa liturgi
hanyalah sebagai rutinitas sebagai seorang Katolik yang hanya cukup
dengan hadir dan merayakan Ekaristi.
c. Berhadapan
berpendidikan,
dengan
umat
sehingga
heterogen
memicu
dari
terjadinya
kalangan
tua-muda,
perbedaan
pendapat.
Berhubungan dengan inkulturasi ke dalam adat istiadat setempat maka
pihak
tua muda yang saling bertentangan. Di pihak kaum dewasa
inkulturasi ke dalam budaya setempat dapat membantu pengayatan iman,
namun bagi kaum muda untuk saat ini kurang menyentuh hati mereka.
d. Dengan perkembangan zaman saat ini menimbulkan krisis identitas oleh
umat akan adat istiadatnya sendiri. Budaya baru yang terus bermunculan
dengan mudahnya dari berbagai sudut semakin menggantikan kebudayaan
asli karena tergantikan dengan budaya baru yang lebih kekinian.
e. Perlunya pelayan umat menghayati liturgi secara mendalam, sehingga
dapat memimpin dengan benar dan dapat dipahami oleh setuluh umat.
Sebagai pelayan umat, baik prodiakon maupaun kepala stasi, lingkungan
serta wilayah pengalaman hidup sehari-hari menjadi contoh seluruh
umatnya. Penghayatan akan liturgipun menjadi panutan umatnya, maka
sudah seharusnya memiliki contoh yang baik untuk bisa membagikan
kepada setiap umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
PENELITIAN TENTANG PENGGUNAAN BAHASA JAWA
DALAM PERAYAAN EKARISTI DI STASI SANTO
FRANSISKUS XAVERIUS KEMRANGGEN
Bab III menguraikan penelitian
mengenai pengunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen. Bab ini
dibagi menjadi tiga pokok bagian yaitu: gambaran umum umat Stasi Fransiskus
Xaverius Kemranggen, penggunaan bahasa Jawa dalam Ekaristi dan penelitian
serta pembahasannya. Gambaran umum umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen meliputi: sejarah singkat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen,
letak geofrafis, jumlah umat dan tantangan yang dihadapi oleh umat.
Pengunaan bahasa Jawa dalam Ekaristi meliputi: pelaksanaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen. Sedangkan penelitian tentang
pengaruh penggunaan bahasa Jawa terhadap penghayatan umat dalam Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen terdiri atas: latarbelakang penelitian,
rumusan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, responden, tehnik
pengumpulan data, tempat dan waktu, variabel penelitian dan kisi-kisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
A. Gambaran Umum Umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
1.
Sejarah singkat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
Pada tahun 1970 untuk pertama kalinya daerah ini kenal dengan
Agama Katolik ketika seorang guru Sekolah Dasar yang mempersunting putri
dari Bapak Lurah/Kepala Desa Kemranggen. Namun kerena pasangan
tersebut tidak menetap di Desa Kemranggen maka Agama Katolik masih
kurang berkembang. Awal tahun 1975 barulah mulai diadakan kelompok
Misa di salah satu keluarga, walaupun pada saat itu umat yang hadir ialah
pendatang dari Purworejo dan Kutoarjo. Pada tahun itu pula dilakukan
pembaptisan pertama oleh Romo Yitno, sejak saat itu mulai diadakan
kunjungan-kunjungan oleh Romo Yitno dan Romo Sayadi. Di tahun 1983
salah satu keluarga yang kembali kekampung halamannya setelah merantau di
Purbalingga. Dari sinilah Agama Katolik mulai berkembang.
Kehidupan sebagai seorang Katolik mulai banyak berpengaruh nyata
dalam masyarakat setempat pada masa itu. Hal ini sangat berpengaruh pada
pertambahan jumlah umat yang ingin menjadi Katolik. Pada saat diadakan
Misa disalah satu kediaman umat di kecamatan Bruno, umat dari
Kemranggen datang untuk mengikutinya. Pada saat itu pula salah satu umat
dari Kemranggen meminta untuk sering dikunjungi dan mendapat pelajaran
agama Katolik. Antusiasme yang tinggi dari umat mendapat respon dari
Gereja, untuk itu Romo Diakon Riyanto mengadakan kunjungan pertama
untuk bertemu simpatisan yang ingin menjadi Katolik. Pada perayaan Natal
pada tahun 1983 dilakukan misa Natal disalah satu kediaman umat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dihadiri oleh simpatisan dan mulai saat itu pula mulai diadakan kunjungan
tetap oleh Romo. Pada awal terbentuknya perkumpulan sembahyangan
tercatat ada 9 orang yang mengikutinya dan kemudian bertambah menjadi 30
orang, yang terdiri dari orang tua, remaja dan anak-anak Sekolah Dasar.
Pada Januari 1985 diadakan perkawinan secara Katolik pertama yang
dihadiri oleh katekumen dan simpatisan yang mulai bertambah banyak dari
daerah Kesodan desa Pamriyan. Banyaknya katekumen di daerah Kesodan
mereka membentuk kelompok sembahyangan sendiri dan meminta pelajaran
agama dari umat di Kemranggen. Perkembangan yang menggembirakan
tersebuat tidak selamanya berjalan dengan mulus, banyak hambatan dan
ejekan dari orang yang tidak suka dengan penyebaran agama Katolik di
daerah Kemranggen. Hal ini dijadikan kekuatan iman untuk menjadi seorang
Katolik (Budi Haryanto,V. 2010:27-18).
2.
Letak Geografis Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
Stasi St. Fransiskus Xaverius terletak di Desa Kemranggen,
Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo. Umat Stasi Kemranggen berasal
dari tiga desa, yaitu Desa Pamriyan, Desa Karang Gedang dan dari Desa
Kemranggen, dari ketiga desa tersebut dibagi menjadi 2 wilayah. Stasi
Kemranggen berada di bagian paling utara dari Kabupaten Purworejo masuk
dalam Paroki Yohanes Rasul Kutoarjo yang jarak dari Paroki berkisar 46 km.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3.
Jumlah Umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
Berdasarkan data Umat tahun 2015 Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen memiliki jumlah 65 umat dari 22KK yang terdiri dari 7 balita,
43 orang tua, 11 remaja, dan 4 anak-anak yang sudah komuni pertama.
Pekerjaan utama umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen ialah
sebagai petani.
4.
Pelaksanaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
Sakramen Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
dilaksanakan dua kali dalam satu bulan, yaitu pada minggu kedua dan
keempat. Pada minggu pertama, ketiga dan kelima dilaksanakan ibadat yang
dipimpin oleh salah satu prodiakon Stasi. Agama Katolik masuk ke daerah
Kemranggen dan sekitarnya pada tahun 1975. Berdasarkan wawancara
dengan Bapak Bernadus Hartoyo sejak semula Romo dan guru agama yang
datang ke Kemranggen menggunakan Bahasa Jawa dalam memperkenalkan
agama Katolik termasuk dalam Perayaan Ekaristi yang selalu mengunakan
Bahasa Jawa. Sampai saat ini Perayaan Ekaristi masih menggunakan bahasa
Jawa. Pada tahun 2003-2007 ketika ada Pastor paroki yang berasal dari
Menado yaitu Romo Jovinus Rahail, MSC atau lebih akrab disapa dengan
Romo Nus. Ketika Romo Nus berkarya di Paroki Kutoarjo umat Stasi
Kemranggen diperkenalkan dengan Perayaan Ekaristi yang menggunakan
Bahasa Indonesia, supaya umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
tidak hanya dapat mengikuti Ekaristi dengan Bahasa Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Namun setelah Romo Nus pindah dari Paroki Kutoarjo, umat Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen tidak pernah misa mengunakan Bahasa
Indonesia. Beberapa umat mengaku kesulitan dalam melantunkan doa,
syahadat, nyanyian dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Namun disisi
lain para orang tua mengajarkan anak-anaknya doa-doa dengan Bahasa
Indonesia dengan alasan mudah dihafal dalam jaman sekarang, begitu pula
pada saat menerima pelajaran agama di sekolah. Hal ini menjadi rancu karena
dalam mengikuti Ekaristi semua mengunakan Bahasa Jawa.
Ketergantungan dengan Bahasa Jawa membuat umat kurang terbiasa
apabila teks misa pada hari raya Natal dan Paskah apabila tidak menggunakan
Bahasa Jawa, kemudian salah satu umat menerjemahkan kedalam Bahasa
Jawa. Kendala lain yang dihadapi oleh umat yaitu jika ada pastor paroki yang
tidak bisa Bahasa Jawa. Pengucapan kata dalam Bahasa Jawa tentu tidak
sama dengan tulisan, akan berarti beda jika salah dalam membacanya. Hal ini
yang sering dilakukan oleh romo yang tidak mengerti Bahasa Jawa.
5.
Tantangan yang dihadapi oleh umat di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen
Agama Katolik merupakan agama yang sangat minoritas dan berada
di tengah-tengah umat beragama Muslim yang menjadi mayoritas. Beberapa
tantanganpun harus dihadapi oleh umat di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen. Tantangan yang dihadapi oleh umat dijadikan sebagai batu uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
bagi kemurnian niat dan sekaligus kekuatan iman untuk menjadi orang
Katolik, walaupun tidak semua umat dapat menghadapinya.
Kenyataan yang harus dihadapi oleh umat ialah mengenai jarak rumah
umat dengan Gereja dan antar umat yang berjauhan. Umat yang berada di
Desa Pamriyan harus menempuh jarak 4 km untuk ke Gereja dengan berjalan
kaki dan dari Desa Karang Gedang menempuh jarak 2 km. Umat sendiri
menyadari bahwa jarak menjadi salah satu tantangan terbesar untuk bisa
berkumpul dan mengadakan doa-doa di luar misa hari minggu yang biasanya
dilaksanakan pada malam hari yang dirasa kurang efektif bagi umat yang
rumahnya jauh. Jarak dan waktu tempuh menjadi kendala yang paling utama,
umat harus menempuh dua jam perjalanan pada siang hari karena misa
dimulai dari jam dua siang. Misa di Stasi Kemranggen mendapat jadwal dua
kali dalam satu bulan yaitu pada minggu kedua dan keempat, pada minggu
biasa diadakan ibadat yang dipimpin oleh salah satu prodiakon dari Stasi
Kemranggen. Umat yang rumahnya jauh dan menempuh perjalanan yang
panjang harus datang lebih awal untuk istirahat.
Kurangnya kesadaran umat untuk mengikuti Misa setiap hari minggu
juga menjadi pemicu lunturnya iman umat sehingga mudah untuk
meninggalkan Gereja. Pihak orang tua yang kurang menyadari untuk
melibatkan anak dalam Ekaristi sehingga perkembangan iman anak juga tidak
diperhatikan. Hal ini menyebabkan beberapa kaum muda yang meninggalkan
iman Katolik karena memperoleh pasangan yang berbeda agama. Selain itu
beberapa pasangan yang menikah beda agama kurang memperhatikan iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
anak, dengan tidak membaptiskan anak. Anak-anak dari pasangan beda
agama juga tidak dibaptis.
Hidup ditengah-tengah umat beragama lain, bahkan tidak jarang
beberapa tahun belakangan ini diketahui ada beberapa keluarga yang
memutuskan
untuk
meninggalkan
Gereja.
Umat
yang memutuskan
meninggalkan Gereja beralasan karena lebih menguntungkan dan lebih
banyak teman apabila mengikuti mayoritas. Anak-anak dirasa akan lebih
mudah mencari jodoh yang seiman karena dari pihak mayoritas.
B. Penelitian Mengenai Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi
di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Kutoarjo
1.
Latar Belakang Fokus Penelitian
a.
Keadaan Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam berkomunikasi
dengan sesama, begitu juga sarana komunikasi dengan Sang Pencipta. Bahasa
yang digunakan ialah bahasa sendiri, yang dapat mewakili apa saja yang
hendak disampaikan kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari umat di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen menggunakan Bahasa Jawa.
Dengan demikian, Perayaan Ekaristi sebagai sakramen kesatuan dengan Allah
dengan menggunakan Bahasa Jawa dirasa akan lebih sesuai dengan umat
setempat. Penggunaan Bahasa Jawa di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen mencakup seluruh kegiatan liturgis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis menyatakan bahwa
tidak semua umat mengerti dengan Bahasa Jawa yang digunakan dalam
Perayaan Ekaisti. Hal ini terjadi pada kalangan anak-anak dan kaum muda.
Umat orang dewasa pada umumnya hafal rumusan doa-doa dan nyanyian
dengan Bahasa Jawa, namun untuk anak-anak akan lebih mudah menghafal
rumusan doa dengan mengunakan Bahasa Indonesia seturut yang diajarkan
oleh guru disekolah. Dengan demikian, Kaum muda dan anak-anak
cenderung tidak mengerti arti bahasa yang digunakan. Keterbatasan akan
memahami arti bahasa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi menjadikan
umat yang kurang mengerti tidak akan sampai kepada menghayati Perayaan
Ekaristi. Berdasarkan kenyataan tersebut penulis hendak meneliti penggunaan
Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang akurat dan mengetahui faktor pendukung dan
penghambat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa
Jawa. Dengan demikian penulis akan mengerti keadaan yang sebenarnya.
b. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan inkulturasi dalam
Perayaan Ekaristi dilakukan oleh Yuni Suciningsih mahasiswa Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul: “Inkuturasi
Musik Gamelan Jawa Pada Musik Liturgi dalam Ekaristi di Gereja Hati
Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta”. Gereja secara terbuka menerima
inkulturasi sebagai sarana pengungkapan iman berdasarkan adat istiadat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
setempat. Salah satu inkulturasi yang diterapkan dalam Gereja Hati Kudus
Yesus Pugeran Yogyakarta ialah dengan inkulturasi musik gamelan Jawa
dalam mengiringi Perayaan Ekaristi. Penerapan dan pelaksanaan musik
gamelan Jawa pada Ekaristi di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran
mengarah pada Konsili Vatikan II. Dengan fokus permasalahan dalam
penelitian ialah sejarah inkulturasi gamelan Jawa, penerapan pada
pelaksanaan Perayaan Ekaristi dan tanggapan umat tentang penggunaan
gamelan Jawa.
Eksistensi gamelan Jawa sampai sekarang masih tetap teguh
dilaksanakan dengan tanggapan umat yang beragam, mulai dari anak-anak,
kaum muda dan orang dewaasa. Dari masing-masing kelompok usia,
mempunyai prosentasi tingkat kesenangan dalam mengikuti
Perayaan
Ekaristi. 58,3% anak-anak merasa senang, 16,67% anak muda merasa senang
dan 66,67% orang muda yang merasa senang. Namun secara keseluruhan
penggunaan musik gamelan Jawa dalam Ekaristi membantu umat dalam
menghayati Perayaan Ekaristi yaitu sebesar 83,33%. Dengan demikian
inkulturasi musik gamelan Jawa dalam musik liturgi tidak merusak
kekudusan dalam Misa maupun merusak nilai gamelan Jawa melainkan
dianggapap sebagai pendukung atau penunjang umat dalam menghayati
Perayaan Ekaristi, sehingga umat sungguh-sungguh dapat mengungkapkan
iman melalui budaya setepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
2.
Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan
rumusan permasalahan sebagai berikut:
a.
Bagaimana tanggapan umat mengenai penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
b.
Sejauh mana penggunaan Bahasa Jawa membantu umat dalam menghayati
Perayaan Ekaristi Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
c.
Apa yang menjadi usulan/harapan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi?
3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan rumusan masalah, ialah
sebagai berikut:
a.
Mengetahui tanggapan umat mengenai penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
b.
Mengetahui sejauh mana penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu umat
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
c.
Mengetahui usulan atau harapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
4.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan dari metode
penelitian kualitatif yang bersifat Ex- post Facto yang dilaksanakan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
pengumpulan data di lapangan. “Metodologi kualitatif didefinisikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”
(Moleong, 2007:6).
5.
Responden
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sample adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiono,
2014:117-118). Dari pengertian tersebut maka sampel merupakan bagian dari
populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik
sampling yaitu purposive sampling. Ialah teknik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu. Dalam pertimbangan yakni bahwa orang orang yang dianggap sudah tahu untuk melengkapi data (Sugiono, 2014:
300).
Responden yang akan diteliti yaitu 1 romo paroki, 6 pengurus stasi, 7
kaum muda dan 5 umat. Dengan jumlah seluruh umat Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen ialah 65 dengan 7 balita yang tidak termasuk kedalam
responden yang akan diteliti. Orang tua berjumlah 43 orang, remaja yang
berjumlah 10 orang, dan anak-anak yang sudah mendapat komuni pertama
berjumlah 4 orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
6.
Teknik Pengumpulan Data
“Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara” (Sugiono, 2014: 193). Berdasarkan tehnik
pengumpulan data, penulis menggunakan wawancara dan Focused Group
Discussion (FGD). Wawancara yang digunakan ialah wawancara terstruktur.
Adalah wawancara yang diandaikan bahwa peneliti telah mengetahui
informasi apa yang akan diperoleh, oleh karena itu peneiti menyiapkan
intrumen
berupa
pertanyaan-pertanyaan
tertulis
yang
alternatif
jawabannyapun telah disiapkan4 (Sugiono, 2014:197). Wawancara akan
dilakukan kepada romo paroki, pengurus stasi dan beberapa umat.
Focused Group Discussion adalah ”proses pengumpulan data atau
informasi data yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang
sangat spesifik melalui diskusi kelompok” (Irwanto, 2006:3). Pelaksanaan
FGD jumlah peserta merupakan faktor penting karena tidak boleh sedikit dan
tidak boleh terlalu banyak, jumlah ideal ialah 7-11 orang. Fasilitator tidak
selalu bertanya, tugasnya ialah untuk mengemukakan suatu persoalan sebagai
bahan diskusi. FGD yang akan dilaksanakan kepada kaum remaja dengan
jumlah yang telah ditentukan yaitu 7-11 orang.
7.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen,
Paroki Kutoarjo. Penulis memilih Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
menjadi tempat penelitian karena merupakan Stasi dengan letak terjauh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Paroki dan masih menggukan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016.
8.
Variabel Penelitian
Menurut Sugiono (2014:60) secara teoritis, variabel ialah sebagai
atribut seseorang atau obyek, yang masing-masing mempunyai variasi antar
obyek dengan obyek lain atau antara orang dengan orang lain. Penelitian ini
penulis merumuskan tiga variabel yang akan diteliti, ialah sebagai berikut:
a. Tanggapan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen terhadap
penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
b. Penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu umat dalam menghayati
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
c. Usulan atau harapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
9.
Kisi-kisi Penelitian
No
1
Aspek
Tanggapan
a. Praktek
penggunaan 3
umat
Bahasa
terhadap
Perayaan Ekaristi
penggunaan
Bahasa Jawa
Jumlah
soal
Indikator
Jawa
Nomor
1,2,3
dalam
b. Tanggapan umat tentang 2
penggunaan Bahasa Jawa
4,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
dalam
dalam Perayaan Ekaristi
Perayaan
Ekaristi
2
Penggunaan
Bahasa Jawa
membantu
umat
3
dalam
a. Peranan
b. Penggunaan Bahasa Jawa 3
membantu
umat
Ekaristi
Ekaristi
atau
a. Harapan
Bahasa
terhadap
Ekaristi
Bahasa Jawa
dalam
Perayaan
Ekaristi
Pertanyaan wawancara
penghayatan
dalam
harapan umat
penggunaan
Jawa 2
6,7
dalam Ekaristi
Perayaan
Usulan
Bahasa
8,9,10,
11
merayakan
umat
terhadap 1
Jawa
dalam
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
1.
Sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen? Mengapa
2.
Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
3.
Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
4.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
5.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
6.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran umat
dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
7.
Apakah
pengggunaan
Bahasa
Jawa
mendorong
partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana bentuk
partisipasinya?
8.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada saat
pembacaan Kitab Suci dan homili?
9.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
C. Hasil dan Pembahasan Penelitian tentang Pengunaan Bahasa Jawa
dalam Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
1.
Hasil Penelitian
Penulis akan menjabarkan hasil dari penelitian tentang Penggunaan
Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi di Stasi Fransiskus Xaverius
Kemranggen. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada umat dan
menggunakan metode
Focused Group Discussion (FGD) kepada kaum
muda. Penelitian tersebut dilaksanakan sejak Hari Sabtu, 15 sampai dengan
23 Oktober 2016.
a.
Hasil Penelitian Wawancara
Pada bagian ini penulis akan melaporkan hasil penelitan melalui
wawancara dengan pastor paroki, pengurus stasi dan umat di Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen. Responden dalam penelitian ini ialah 1
romo paroki yang sudah cukup lama bertugas di Paroki Kutoarjo, 5 pengurus
stasi, 6 umat [Lampiran 3: (5)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel.1
Pandangan umat tentang penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
No
Pertanyaan
1.
Menurut Bapak/ibu sejak Penggunaan
kapan
Jawaban
Bahasa
jawa dalam
digunakan dalam Perayaan dimulai
Ekaristi
di
Fransiskus
Stasi
Responden
Bahasa
Perayaan
sejak
Jawa R3, R4, R8
Ekaristi
masuknya
St. agama Katolik, simpatisan
Xaverius menerima pelajaran dengan
Kemranggen?
menggunakan Bahasa Jawa.
Sejak menikah (tahun 1988) R2, R5, R6,
ataupun
memilih
dengan R7,R9, R10
kehendak hati menjadi orang
Katolik (tahun 1990), mulai
mengikuti Perayaan Ekaristi
di Stasi Kemranggen sudah
menggunakan Bahasa Jawa.
Sejak kecil (1979 dan 1980) R11, R12
dalam
Perayaan
Ekaristi
sudah menggunakan Bahasa
Jawa.
2
Apakah
yang
menjadi Stasi yang berada di desa dan R1
alasan awal mula Bahasa jaraknya paling jauh serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Jawa
digunakan
Perayaan Ekaristi?
dalam masih
memegang
teguh
budaya Jawa terutama Bahasa
Jawa,
sehingga
misionaris
para
menggunakan
Bahasa Jawa yang dirasa
akan jauh lebih mengena hati
umat dan mempermudahkan
umat dalam mengahayai iman
Katolik
Alasan penggunaan Bahasa R2, R3, R5,
Jawa dalam Perayaan Ekaristi R8, R9, R10
karena
bahasa
sehari-hari
yang
digunakan
umat,
sehingga lebih mempermudah
umat dalam menanggapi iman
Katolik.
Penggunaan
Bahasa
Jawa R4, R6, R7,
dalam Perayaan Ekaristi turut R11, R12
serta
dalam
melestarikan
budaya Jawa, supaya tidak
kehilangan identitas sebagai
orang Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
3
Apakah
Bahasa
senantiasa
Jawa Bahasa Jawa tidak selalu R2, R3, R4,
digunakan digunakan dalam Perayaan R5, R6, R7,
dalam Perayaan Ekaristi di Ekaristi, ketika ada seorang R8,
Stasi
St.
Fransiskus Romo dari Manado pernah R10,
Xaverius Kemranggen?
mengunakan
R9,
R11,
Bahasa R12
Indonesia untuk melatih umat
supaya
tidak
hanya
bisa
menggunakan Bahasa Jawa
saja.
4.
Bagaimana
tanggapan Tanggapan
umat
terhadap R1, R2, R3,
umat terhadap penggunaan penggunaan
Bahasa
Jawa R4, R5, R6,
Bahasa
merasa
lebih R7, R8
Jawa
dalam ialah
Perayaan Ekaristi?
umat
khidmat apabila mengikuti
Perayaan Ekaristi dan dapat
mengikuti dengan baik.
Beberapa istilah yang kurang R9,
R10,
dipahami namun karena dari R11, R12
awal menggunakan Bahasa
Jawa
dan
maka
sudah
terbiasa dan senantiasa dapat
mengikuti.
5.
Bagaimana
tanggapan Tanggapan
masing-masing R1, R2, R3,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
bapak/ibu
terhadap pribadi terhadap penggunaan R4, R5, R6,
penggunaan Bahasa Jawa bahasa
dalam Perayaan Ekaristi?
Jawa
yakni
lebih R7, R8, R11
membantu dalam menghayati,
lebih
khusuk,
dapat
memahami dan lebih mantab
dalam mengikuti Perayaan
Ekaristi.
Penggunaan
dalam
Bahasa
Perayaan
Jawa R2, R5, R9
Ekaristi
dirasa akan jauh lebih pantas
dan lebih sopan digunakan
sebagai sarana komunikasi
dengan Tuhan
Perayaan
Ekaristi
dengan R10, R12
Bahasa
Indonesia
lebih
mudah
dimengerti,
karena
zaman
sekarang
Bahasa
Indonesia umum digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Tabel. 2
Pengunaan Bahasa Jawa dan Penghayatan umat akan Perayaan Ekaristi
No
6
Pertanyaan
Apakah
Jawaban
penggunaan Penggunaan
Bahasa Jawa berpengaruh Perayaan
Responden
bahasa
dalam R2, R3, R4,
Ekaristi
tidak R5, R6, R7,
terhadap kehadiran umat berpengaruh dan bahasa tidak R8,
dalam Perayaan Ekaristi? menjadi
Mengapa?
kendala
bagi R10,
kehadiran umat.
R9,
R11,
R12, R13
Penggunaan bahasa Jawa tidak R11, R12
menjadi
kendala
melainkan
cuaca yang berpengaruh dalam
kehadiran
bahwa
umat,
jarak
mengingat
rumah
umat
dengan Gereja yang cukup
jauh.
7
Apakah
pengggunaan Penggunaan
Bahasa Jawa mendorong mendorong
partisipasi
Bahasa
Jawa R2, R3, R4,
umat
untuk R5, R6, R7,
Bapak/ibu senantiasa aktif dalam dalam R8,
dalam mengikuti Perayaan menjadi lektor, mazmur, doa R10,
Ekaristi?
Bagaimana umat, serta menjawab dialog R12
bentuk partisipasinya?
dalam Misa maupun lagu serta
R9,
R11,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
mazmur yang dinyanyikan.
8.
Apakah
penggunaan Kitab Suci yang didengarkan R1, R2, R3,
R4, R5, R6,
Bahasa Jawa membantu dapat diterima dan mudah R11
Bapak/ibu
pada
saat dipahami.
Homili
yang
pembacaan Kitab Suci dan disampaikan dapat membantu
homili?
untuk lebih memahami.
Bacaan Kitab Suci dengan R10, R12
Bahasa Jawa dapat dimengerti
tetapi lebih mudah apabila
menggunakan
Indonesia.
Bahasa
Cenderung
mendengarkan Bacaan Kitab
Suci pada hari minggu saja,
maka haruslah sunguh-sungguh
dihayati
Bahasa Jawa dapat dipahami, R7, R8, R9
kendalanya apabila romonya
tidak
pandai
Bahasa
Jawa
maka penyampaiannya kurang
tepat.
9.
Apakah
penggunaan Perayaan Ekaristi jauh lebih R1, R2, R3,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Bahasa
Jawa
membantu
dalam
dapat khidmat dan khusuk dengan R4, R5, R6,
Bapak/ibu mengunakan
Bahasa
Jawa R7, R8, R9,
menghayati yang dirasa sangat menyentuh R11
Perayaan Ekaristi dalam hati umat dalam mengikuti
Liturgi Ekaristi?
Perayaan Ekaristi.
Dapat mengikuti karena sudah
terbiasa,
namun
R10, R12
Bahasa
Indonesia dirasa akan lebih
mudah dimengerti.
10.
Apakah
Bahasa
membantu
penggunaan Dalam doa bersama maupaun R2,R3, R4,
Jawa
dapat doa
pribadi
Bapak/ibu menggunakan
senantiasa R5, R6, R7,
Bahasa
Jawa R8, R9, R11
dalam mendaraskan doa karena lebih akrab digunakan
pribadi dan doa bersama?
dan lebih mudah diucapkan
Walaupun
terbiasa R10, R12
menggunakan
Bahasa
Jawa
dalam
Perayaan
Ekaristi
namun,
dalam doa pribadi
mengunakan Bahasa Indonesia.
11.
Apakah
Bahasa
penggunaan Umat Katolik dapat hidup dan R1
Jawa
dapat menyesuaikan
dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
membantu
Bapak/ibu masyarakat,
dan
untuk memaknai Ekaristi menanamkan
dalam hidup sehari-hari?
senantiasa
rasa
saling
menghargai dan menghormati
satu sama lain.
Umat
senantiasa
berusaha R2, R3, R4,
R5, R7, R8,
menjadi orang Katolik yang R9, R11,
R12
sejati
ditengah-tengah
masyarakat tanpa membedabedakan,
namun
sebagai
manusia banyak pula godaan
dan kekurangannya.
Nilai-nilai
Kristiani
dapat
diterapkan dalam masyarakat, R6, R10
namun sebagai kaum minoritas
tidak
dengan
menerapkannya.
mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 3
Usulan dan harapan umat terhapat Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi
No
12.
Pertanyaan
Apa
usulan
terhadap
Bahasa
Jawaban
Bapak/ibu Usulan
kedepannya
penggunaan Jawa
Jawa
harus
dalam digunakan
Perayaan Ekaristi di Stasi lebih
St. Fransiskus Xaverius dengan
Kemranggen? Mengapa?
dengan
bahasa R1, R2, R5,
senantiasa R6, R7, R8,
mengingat
merasa
umat R9,
R10,
menghayati, R11, R12
tidak
kemungkinan
kembali
Responden
menutup
dilaksanakan
Perayaan
Bahasa
Ekaristi
Indonesia,
namun hal ini membutuhkan
waktu karena tidak semua umat
setuju
dengan
penggunaan
Bahasa Indonesia.
Tidak meninggalkan Bahasa R3, R4, R8
Jawa sebagai identitas orang
Jawa.
b. Hasil Penelitian (Focused Group Discussion) FDG
Pada bagian ini, penulis akan melaporkan hasil penelitan melalui
metode Focused Group Discussion (FGD) kepada kaum muda di Stasi St.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Fransiskus Xaverius Kemranggen. Responden dalam penelitian ini ialah 7
kaum muda yang memperoleh data melalui metode FGD [Lampiran 3: (5)].
Tabel. 4
Pandangan umat tentang penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
No
1
Pertanyaan
Menurut
Jawaban
saudara
kapan
sejak Sejak
Bahasa
kecil
Responden
(1999-2006) R13,
R14,
jawa Ekaristi sudah menggunakan R15,
R16,
digunakan dalam Perayaan Bahasa Jawa.
R17,
Ekaristi
R19
di
Fransiskus
Stasi
St.
R18,
Xaverius
Kemranggen?
2.
Apakah
yang
menjadi Alasan penggunaan Bahasa R13,
R14,
alasan awal mula Bahasa Jawa yaitu karena bahasa R15,
R16,
Jawa
R18,
digunakan
dalam sehari-hari yang digunakan, R17,
Perayaan Ekaristi?
sebagai sarana untuk lebih R19
mempermudah umat dalam
menanggapi Sabda Tuhan.
3.
Apakah
Bahasa
senantiasa
Jawa Di Stasi Kemranggen Pernah R13,
Bahasa R15,
R16,
dalam Perayaan Ekaristi di Indonesia ketika ada seorang R17,
R18,
Stasi
St.
digunakan menggunakan
R14,
Fransiskus Romo dari Manado supaya R19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Xaverius Kemranggen?
umat tidak hanya terbiasa
mengguanakan Bahasa Jawa.
4.
Bagaimana
tanggapan Umat lebih merasa khidmat R13,
R14,
umat terhadap penggunaan apabila mengikuti Perayaan R15,
R16,
Bahasa
R18,
Jawa
dalam Ekaristi
Perayaan Ekaristi?
dengan R17,
menggunakan Bahasa Jawa R19
dan dapat mengikuti dengan
baik.
5
Bagaimana
dengan R13,
R14,
terhadap Bahasa Jawa sulit dimengerti, R15,
R16,
penggunaan Bahasa Jawa karena zaman lebih akrab R17,
R18,
saudara
tanggapan Perayaan
dalam Perayaan Ekaristi?
Ekaristi
menggunakan
Bahasa R19
Indonesia.
Tabel. 5
Pengunaan Bahasa Jawa dan Penghayatan umat tentang Perayaa Ekaristi
No
Pertanyaan
Jawaban
6.
Apakah penggunaan
Penggunaan Bahasa dalam R14,
Bahasa Jawa berpengaruh
Perayaan
terhadap kehadiran umat
berpengaruh
dalam Perayaan Ekaristi?
kehadiran umat.
Mengapa?
Responden
Ekaristi
R16,
tidak R18
terhadap
Hal yang menjadi kendala
R13,
R15,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
ialah rasa malas karena
R17, R19
mementingkan acara pribadi
ataupun apabila ada acara
dalam sekolah menjadi
alasan untuk tidak hadir
dalam Perayaan Ekaristi
7.
Apakah
pengggunaan Penggunaan Bahasa Jawa R13,
Bahasa Jawa mendorong kurang
R14,
mendorong R15,
R16,
partisipasi saudara dalam parisipasi dalam tugas di R17,
R18,
mengikuti
Ekaristi?
Perayaan Gereja karena tidak percaya R19
Bagaimana diri dan takut salah, namun
bentuk partisipasinya?
dalam lagu-lagu dan Dialog
antar romo dengan umat
dapat mudah diikuti.
8.
Apakah
penggunaan Bahasa Kitab Suci tentu R13,
Bahasa Jawa membantu sangat
saudara
pada
saat bahasa
berbeda
yang
dengan R15,
apa
yang
R16,
biasa R17, R18
pembacaan Kitab Suci dan digunakan. Sulit dimengerti
homili?
R14,
hendak
disampaikan melalui Sabda
Tuhan, namun homili dari
romo menggunakan bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
yang
biasa
digunakan
sehingga dapat diterima dan
sangat
membantu
dalam
memahami Sabda Tuhan.
9.
Apakah
penggunaan penggunaan
Bahasa
Jawa
Jawa R13,
R14,
dapat yang sejak awal digunakan R15,
R16,
membantu saudara dalam maka
menghayati
Ekaristi
10.
senantiasa
Perayaan mengerti
dalam
bahasa
walau
dapat R17,
kadang- R19
Liturgi kadang ada beberapa istilah
Ekaristi?
yang kurang dipahami.
Apakah
penggunaan Sebagai kaum muda yang R13,
Bahasa
Jawa
dapat lebih akrab dengan Bahasa R15,
membantu saudara dalam Indonesia,
mendaraskan doa pribadi kecil
dan doa bersama?
R18,
walaupun
selalu
dari R17,
mengikuti R19
Perayaan Ekaristi dengan
Bahasa Jawa, namun untuk
doa pribadi menggunakan
Bahasa Indonesia. pada saat
doa bersama dengan umat
lain
tentu
mengikuti
saja
harus
dengan
menggunakan Bahasa Jawa.
R14,
R16,
R18,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Dalam
doa
pribadi R13,
mengunakan
Indonesia.
R15,
Bahasa R17, R19
Bagi
anak
sekolah, pada saat menerima
pelajaran di sekolah yang
selalu mengunakan Bahasa
Indonesia.
11.
Apakah
yang R13,
R14,
terutama R15,
R16,
membantu saudara untuk sekolah di sekolah negeri R17,
R18,
Bahasa
penggunaan Bagi
Jawa
dapat masih
kaum
muda
sekolah
memaknai Ekaristi dalam yang sebagian muslim dirasa R19
hidup sehari-hari?
sulit untuk menerapkannya
walaupun
senantiasa
berpegang teguh pada iman
yang diyakini sejak lahir.
Tidak jarang pula timbul
rasa takut dan kurangnya
rasa percaya diri karena
tidak punya banyak teman
yang seiman.
Bagi
yang
sekolah
di R15, R10
sekolah swasta Katolik hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
ini
akan
sangat
mudah
dilaksanakan
karena
mayoritas muridnya Katolik.
Selain
apa
diterima
dalam
yang
teah
dan
dirayakan
Perayaan
Ekaristi,
situasi sekolah juga sangat
mendukung
untuk
menanamkan
nilai-nilai
kristiani
ditengah
masyarakat
Sebagian
yang
lainnya R14,
R16,
menanamkan nilai kritiasni R17,
R18,
tidaklah mudah mengingat R19
sekeliling dan juga teman
sebaya
yang
hampir
seluruhnya muslim, dalam
hal
mencari
jodoh
menjadi kendala.
juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Tabel. 6
Usulan atau Harapan Umat terhadap Bahasa Jawa dalam Perayaa Ekaristi
No
12.
Pertanyaan
Apa
terhadap
Bahasa
usulan
Jawaban
saudara Dijadwalkan
Responden
kembali R14,
R15,
penggunaan Perayaan Ekaristi dengan R16,
R18,
Jawa
dalam menggunakan
Bahasa R19
Perayaan Ekaristi di Stasi Indonesia
untuk
St. Fransiskus Xaverius memberikan
Kemranggen? Mengapa?
kepada
kesempatan
kaum
ikut
berpartisipasi.
Perayaan
Ekaristi R13,
menggunakan
Bahasa R17
Indonesia
dirasa
sangat
penting untuk dilatih sejak
dini
mengingat
banyak
remaja yang keluar dari
daerah
dan
mengikuti
Perayaan Ekaristi dengan
menggunakan Bahasa Jawa.
R10,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
2.
Pembahasan Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang telah
dilakukan di stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen. Tujuan dari
penelitian yang lakukan ialah mengetahui pandangan umat mengenai
penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen, mengetahui sejauh mana penggunaan Bahasa Jawa
dapat membantu umat dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen, Mengetahui usulan atau harapan umat terhadap
penggunaan Bahasa Jawa di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
a.
Pandangan umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen tentang
penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
Berdasarkan tabel 1 umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
memandang penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi dimulai sejak
adanya Agama Katolik masuk dalam wilayah Kemranggen. Kemudian pada
tabel 4, kaum muda menyebutkan bahwa dari sejak awal mengikuti Perayaan
Ekaristi sudah menggunakan Bahasa Jawa. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa para misionaris dari Paroki Kutoarjo telah mengikuti perkembangan
ajaran Gereja, sepuluh tahun kemudian setelah Konsili Vatikan II barulah
Agama Katolik mulai masuk ke dalam wilayah Kemranggen pada tahun
1980. Hal ini ditegaskan oleh jawaban dari responden 4 yang menyataka:
Pada awal mula ada seorang pastor yang datang kewilayah
Kemranggen, beliau senantiasa menggunakan Bahasa Jawa, mulai dari
mengenalkan doa-doa sampai kepada tataperayaan Ekaristi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
menggunakan bahasa Jawa. Hal ini sesuai dengan keadaan umat,
walaupun awalnya Misa dilakukan keliling dari rumah kerumah yang
lain dan masih sangat jarang dilaksanakan. (R4)
Kemudian dipertegas dengan responden 8 sebagai orang Katolik
generasi pertama, mengemukakan bahwa Bahasa Jawa digunakan sejak
masuknya Agama Katolik ke wilayah Kemranggen pada waktu itu. Seorang
pastor membawa dan mengajarkan agama Katolik dengan menggunakan
Bahasa Jawa termasuk dalam Tata Perayaan Ekaristi. Responden 1, 2, 5, 6, 7,
9, dan 10 menyampaikan bahwa menjadi orang Katolik sejak menikah pada
tahun 1988 dan pilihan pribadi pada tahun 1990, mulai mengikuti Perayaan
Ekaristi sudah menggunakan Bahasa Jawa. Responden 11, 12, dan FGD
sebagai orang katolik sejak lahir dan mengingat saat mulai mengikuti
Perayaan Ekaristi kira-kira pada saat berusia 7 tahun sudah menggunakan
Bahasa Jawa.
Menurut responden yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa
digunakan dalam Perayaan Ekaristi ialah, responden 1 mengungkapkan
bahwa:
Stasi Kemranggen merupakan stasi didesa yang telaknya paling jauh
dari Paroki dan masih memegang teguh budaya Jawa khususnya
Bahasa Jawa, sehingga Bahasa Jawa digunakan dalam menyampaikan
dan sebagai sarana pengungkapan iman umat, hal ini diniai sangat
cocok dengan keadaan dan situasi yang dialami oleh para misioner
pada waktu itu. R1
Pernyataan dari responden 1 ditegaskan kembali oleh sebagian
responden yaitu responden 2, 3, 5, 8, 9, 10 dan FGD yang menyatakan bahwa
Bahasa Jawa bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari umat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
sehingga mempermudahkan umat dalam menanggapai Sabda Tuhan serta
melihat umat yang dihadapi sebagian besar ialah orang tua. Alasan
penggunaan Bahasa Jawa diperkuat lagi dengan jawaban dari responden 4, 6,
7, 11, dan 12 yaitu urut serta dalam melestarikan budaya Jawa, supaya tidak
kehilangan
identitas
sebagai
orang
jawa.
Dengan
demikian
maka
tercapainyalah apa yang terdapat dalam SC 36 dimana dikatakan bahwa
“bahasa pribumi akan jauh bermanfaat bagi umat setempat”.
Pernyataan bahwa Bahasa Jawa menjadi bahasa sehari-hari dipertegas
dengan jawaban umat mengenai Bahasa Jawa yang senantiasa digunakan
dalam setiap Perayaan Ekaristi. Responden 3 menjawab bahwa:
Bahasa Jawa selalu digunakan dalam setiap Perayaan Ekariti di Stasi
Kemranggen, namun pada saat ada seorang Romo yang dari Manado,
Stasi Kemranggen mendapat jadwal Perayaan Ekaristi dengan
menggunakan Bahasa Jawa, pada saat itulah umat diperkenalkan
dengan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar umat
juga bisa mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia pada
saat mengikuti Ekaristi di Paroki. Namun setelah romo pindah,
Perayaan Ekariti kembali lagi dengan menggunakan Bahasa Jawa.
(R3)
Semua responden menjawab sama bahwa Bahasa Jawa senantiasa
digunakan dalam setiap Perayaan Ekaristi, namun pada saat ada seorang
Romo dari Manado yang kurang paham dengan Bahasa Jawa mulai
memperkenalkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam Misa dengan tujuan
supaya umat dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa
Indonesia saat mengikuti Misa di Paroki pada setiap Hari Raya pada saat itu.
Namun setelah Romo tersebut pindah tugas, Stasi Kemranggen kembali
menggunakan Bahasa Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Menurut responden bagaimana tanggapan umat tentang penggunaan
Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi. Responden 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan
FGD mengungkapkan bahwa umat merasa lebih khidmat dan dapat mengikuti
dengan baik Perayaan Ekaristi. Sedangkan resonden 9, 10, 11 dan 12
mengungkapkan karena terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi yang menjadikan umat dapat memahami dibandingkan dengan
Perayaan Ekarisi dengan Bahasa Indonesia yang dirasa kurang menyentuh
hati umat karena tidak terbiasa. Hal ini berdasarkan dengan “asal usul suku
Jawa yang juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yaitu Bahasa Jawa”
(Endraswara, 2015:169).
Pernyataan tanggapan masing-masing umat terhadap Perayaan
Ekaristi Bahasa Jawa dipertegas lagi dengan jawaban mengenai tanggapan
umat pribadi terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
Responden 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 11 menyatakan bahwa dengan Bahasa
Jawa dapat lebih membantu dalam menghayati, lebih khusuk serta lebih
mantab mengikuti Perayaan Ekaristi. Diperkuat dengan pernyataan responden
2 yang menyatakan bahwa:
Akan jauh lebih menyentuh hati apabila mengikuti Perayaan Ekaristi
dengan menggunakan Bahasa Jawa, bahkan pada saat melihat
Perayaan Ekaristi pada hari besar melalui siaran televisi apabila ada
yang menggunakan Bahasa Jawa, maka hatipun lebih tersentuh dan
lebih mantab walaupun itu hanya melihat melalui televisi. (R2)
Pertanyaan dari responden 2 dilengkapi kembali dengan responden 5,
dan 9 yang mengungkapkan bahawa Bahasa Jawa yang digunakan dirasa jauh
lebih sopan dengan tingkatan dalam Bahasa Jawa dalam menyampaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
kepada setiap golongan yang berbeda. Secara resmi ada dua jenis Bahasa
Jawa yang diguanakan oleh masyarakat suku Jawa, yaitu Bahasa Jawa Ngoko
dan Bahasa Jawa Krama, dalam Perayaan Ekaristi digunakan Bahasa Jawa
Krama yang digunakan kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi
(Endraswara, 2015:169). Namun lain halnya dengan responden 10, 12, dan
FGD yang berbeda dalam menanggapi Bahasa Jawa yang digunakan, mereka
cenderung lebih memilih dan mudah memahami dengan pengguanaan Bahasa
Indonesia. Mereka beranggapan bahwa untuk sekarang ini Bahasa Indonesia
umum digunakan dan lebih akrab didengar khususnya dalam kalangan anak
muda dan anak-anak pada waktu disekolah maupun dalam lingkungan. Dalam
lingkungan sekolah guru bahasa mengajarkan agar para muridnya terampil
menggunakan bahasa Indonesia, karena dengan terampil berbahasa maka
murid maka dapat diharapkan akan bisa berkomunikasi dengan ornag lain
dengan baik dan lancar (Taringan, 2009).
Bertolak dari tanggapan umat terhadap penggunaa Bahasa Jawa,
kemudian apakah penggunaan bahasa berpengaruh terhadap kehadiran umat
dalam mengikuti Perayaan Ekaristi. “Bahasa bukanlah menjadi kendala
kehadiran umat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi, pada umumnya cuaca
yang menjadi kendala utama” (R11). Berdasarkan keaktifan “umat yang
beriman yang secara sadar dan aktif dalam seluruh Perayaan Ekaristi, sejak
persiapan, saat pelaksanaan” (Martasudjita, 2009:108). Pernyataan responden
11 dipertegas dengan penyataan seluruh responden yang menyatakan bahwa
bahasa tidak berpengaruh terhadap kehadiran umat, karena untuk saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
setiap Perayaan Ekaristi selalu menggunakan Bahasa Jawa maka mau tidak
mau umat senantiasa mengikuti bahwa mereka yang lebih memilih bahasa
Indonesiapun aktif mengikuti Perayaan Ekaristi. Responden 11 dan FGD
menambahkan jawaban yang menyatakan cuaca menjadi penguruh utama
dalam kehadiran umat karena jarak rumah umat dengan Gereja yang cukup
jauh. Sedangkan yang dihasilkan FGD oleh para remaja menyatakan kadang
kala lebih mementingkan acara pribadi ataupun bersama teman-teman lain
yang menjadi kendala untuk tidak hadir dalam Perayaan Ekaristi.
Menurut responden apakah penggunaan Bahasa Jawa yang sebagian
umat menjawab bahwa Bahasa Jawa ialah Bahasa yang digunakan setiap hari
dan karena terbiasa, apakah hal tersebut mendorong partisipasi umat dalam
mengikuti Perayaan Ekaristi serta bagaimanakah bentuk partisipasinya.
Semua responden menjawab dapat mengikuti aktif dalam lagu, menanggapi
mazmur, doa maupun dialog dengan romo. Hal ini berkaitan dengan
“partisipati umat beriman dalam liturgi berdasarkan tugas dan tanggungjawab
di dalam Perayaan Ekaristi. Selain petugas tertasbih, diantara umat beriman
juga dipilih petugas liturgi dan ambil bagian dalam pelayan liturgi, seperti
mazmur, lektor, pemandu lagu, koster” (Martasudjita, 2009:109). Partisipasi
umat tersebut juga mencerminkan pembaharuan dalam Konsili Vatikan II
bahwa
Perayaan Ekaristi bukan hanya urusan pastor dan koster saja
(Mariyanto, 1997: 227). Namun hasil dari FGD menyatakan bahwa kadang
kala ketinggalan dengan doa yang didaraskan karena sebagian umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
cenderung lebih fasih dan cepat dalam mengucapkannya. Adapun bentuk
partisipasinya ialah sebagai berikut. Responden 2 menjawab bahwa ”
Dengan bahasa yang digunakan akan turut mendorong partisipasi
dalam Perayaan Ekaristi terutama dalam mazmur walaupun masih
terus belajar namun tetap berusaha untuk tampil sejauh bisa
dilaksanakan, terkadang meminta bantuan kepada saudara yang bukan
Katolik yang bisa membaca not balok, hal ini tidak membuat malu
justru memotivasi untuk lebih berusaha lagi. (R2)
Pernyataan dari responden 2 mendapat dukungan dari responden 9
yang juga kadang kala menggantikan menjadi mazmur. Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen memang belum lama mengggunakan mazmur yang
dinyanyikan, namun beberapa tahun belakangan mendapat dukungan dari
paroki untuk menyanyikan mazmur. Partisipasi yang paling banyak yaitu
lektor serta doa umat yang dijawab oleh responden 3, 5, 6, 9, 11 dan 12.
Sedangkan responden 10 dan FGD mengemukakan bahwa merasa kurang
yakin apabila ingin bertugas karena sudah ada petugasnya, namun apabila
Misa dengan Bahasa Indonesia tidak menutup kemungkinan untuk dapat
bertugas sebagai lektor. Responden 4 dan 8 keran sudah sepuh maka merasa
sudah tidak sanggup lagi untuk ikut berpartisipasi mengingat banyak yang
lebih muda untuk dapat bertugas.
b. Penggunaan Bahasa Jawa dan Penghayatan Perayaan Ekaristi di Stasi
St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
Berdasarkan tabel 2 tentang penggunaan Bahasa Jawa dan
penghayatan Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dapat ditemukan bahwa penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu umat
dalam mengerti dan menghayati pada saat pembacaan Kitab Suci dan homili.
Hal ini berkaitan dengan apa yang telah disampaikan oleh Ernes Mariyanto
dalam bukunya “Gereja Katolik Pasca Konsili II” “bahasa setempat yang
akan lebih muda diikuti dan dimengerti”. Namun berbeda dengan tabel 5,
kaum muda apa yang dikemukanan oleh kaum remaja, mereka cenderung
lebih memilih Bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi.
Sebagai orang Jawa tulen saya merasa bahwa Kitab Suci dengan
Bahasa Jawa akan sanat mudah dipahami, berbeda dengan bacaan
Kitab Suci dengan Bahasa Indonesia, walaupun sekarang ini bahasa
Indonesia lumrah digunakan dalam setiapkalangan namun apabila
mendengarkan ataupun membaca Kitab Suci dengan bahasa Jawa
akan sangat menyentu hati. (R 3)
Pernyataan dari responden 3 mendapat dukungan dari sebagian besar
responden yakni responden 1, 2, 4, 5, 6 dan 11 yang senantiasa menyatakan
bahwa bacaan dan homili dengan menggunakan Bahasa Jawa dapat dengan
mudah diterima dan dipahami karena sudah terbiasa, walaupun kadangkala
ada beberapa istilah yang kurang dipahami dalam namun dengan homili yang
disampaikan romo dapat memperjelas maksud yang ingin disampaikan dalam
Kitab Suci. Responden 7, 8, dan 9 memperkuat lagi dengan pernyataan bahwa
Bahasa Jawa bukanlah menjadi kendala karena sejak dulu akrab didengarkan,
namun apabila romonya kurang paham Bahasa Jawa maka penyampaianya
kurang tepat dan terkesan menjadi lucu sehingga mengurangi konsentrasi.
Berbeda dengan renponden yang lain, responden 10, 12, dan FGD
berpendapat bahwa mengerti namun lebih mudah dipahami apabila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
menggunakan Bahasa Indonesia. Umat tersebut menyatakan bahwa
mendengarkan Kitab Suci cenderung hanya pada saat di Gereja pada setiap
hari minggu sehingga haruslah sungguh-sungguh dihayati dengan baik.
Pengaruh Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi dipertegas lagi
melalui jawaban mengenai apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu umat
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi. Sebagian besar
responden dari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11 menyatakan bahwa Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi sangat membantu dalam menghayati dan lebih
menyentuh hati umat pada saat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan demikian
maka tercapailah apa yang dikemukakan dalam SC 36 yang menyatakan
bahwa dalam Misa maupun dalam bagian-bagian liturgi, bahasa pribumi akan
jauh lebih bermanfaat dan sudah sewajarnya apabila mendapat keleluasaan.
Hal ini ditekankan kembali oleh responden 11 menyatakan bahwa “setiap
mengikuti Perayaan Ekaristi selalu menggunakan Bahasa Jawa sehingga
sudah akrab apabila berdoa kepada Tuhan dalam doa pribadi selalu
menggunakan Bahasa Jawa”. Responden 12, dan FGD kembali menyatakan
dan tetap berpegang bahwa mereka lebih memilih Bahasa Indonesia
walaupun sudah terbiasa dengan Bahasa Jawa.
Menurut responden apakah penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi berpengaruh dalam mendaraskan doa pribadi maupun doa bersama.
Dalam bukunya Ernes Mariyanto kembali mengungkapkan bahwa “Doa-doa
dan bacaan yang didengar langsung dapat ditangkap maksudnya. Bahasa
setempat juga memungkinkan jemaat untuk menyusun doa sendiri dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memanjatkannya dengan lebih ekspresif”. Berkaitan dengan hal tersebut
responden 2 menjawab bahwa kebiasaan dengan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi juga berpengaruh pada saat mendaraskan doa pribadi dan
doa bersama, kecuali dalam doa Malaikat Tuhan yang lebih mudah dihafal
dan merasa lebih singkat dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Reponden
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11 juga menyatakan hal yang demikian, karena
keterbiasaan menggunakan Bahasa Jawa dalam Misa menjadikan lebih
mudah mengucapkan doa pribadi muapun doa bersama dengan Bahasa Jawa.
Lain halnya dengan responden 10,12 dan FGD yang masih pada jawaban
bahwa menggunakan Bahasa Indonesia dirasa lebih mudah diucapkan karena
akrab mendengarkan Bahasa Indonesia.
Menurut hasil wawancara dengan umat, apakah Perayaan Ekaristi
dengan Bahasa Jawa dalam membantu umat untuk memaknai Ekaristi dalam
kehidupan sehari-hari. Kesadaran secara bebas dan aktif dalam mengikuti
Perayaan Ekaristi diharapkan akan sampai kepada pengalaman misteri iman
dalam kehidupan sehari-hari (Martasudjita, 2009:108).
Umat Katolik di Stasi Kemranggen mendapatkan tempat di kalangan
masyarakat setempat dengan turut terlibat menjadi dalam perangkat
desa maupun pemerintahan, hal ini membuktikan bahwa umat Katolik
dapat senantiasa menyesuaikan diri dalam masyarakat yang
memunculkan rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain
antar umat beragama. (R1)
Pernyataan dari responden 1 mendapat dukungan dari responden 10
yang merupakan sekretaris desa yang hampir 90% warganya ialah Muslim.
Namun dalam bertugas senantiasa mengutamakan nilai-nilai Kristiani yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
sudah lama dianutnya. Kemudian responden 3 menambahkan lagi bahwa
dalam lingkungan kerjanya hanya seorang diri yang beragama Katolik, tidak
ada yang merasa keberatan bahkan dalam lingkungan menjadi ketua RT, hal
ini tentu saja suatu penghargaan sebagai kaum minoritas. Responden 2, 4, 5,
7, 8, 9, 11, dan 12 senantiasa berusaha untuk dapat menerapkan nilai-nilai
Kristiani kedalam hidup bermasyarakat tanpa membeda-bedakan satu dengan
yang lain, namun sebagai manusia yang lemah dan banyak kekurangan maka
hal itu tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan. Ditambah dengan jawaban dari
respoden 6 yang menyatakan bahwa umat Katolik di Stasi Kemranggen
merupakan umat yang sangat minoritas sehingga tidak dengan mudah dapat
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil dari FGD yang
diungkapkan oleh kaum muda juga menyatakan bahwa menerapkan nilai
Kristiani tidak mudah dengan berhadapan dengan kaum yang mayoritas
terutama dalam lingkungan sekolah bagi yang sekolah di sekolah Negeri,
namun lain halnya bagi yang sekolah di sekolah Katolik yang selalu diajarkan
untuk hidup berdasarkan nilai-nilai Kristiani setiap saat dan lingkungan
sekolahpun dapat mendukung.
c.
Usulan atau Harapan Umat terhadap Penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen.
Berdasarkan tabel 3 harapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverus Kemranggen,
penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi sangat membantu umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dalam segi penghayatan. Dengan demikian umat tetap berharap supaya
Bahasa Jawa akan tetap digunakan. Namun tidak menutup kemungkinan
dengan penggunaan bahasa Indonesia. Hal tersebut juga diperoleh dari tabel 6
yang menyebutkan bahwa kaum muda juga mengharapkan adanya selingan,
tidak hanya menggunakan Bahasa Jawa saja namun tidak meninggalkannya.
Sebagai orang tua tentu saja mengerti kebutuhan yang dirasakan oleh
anak-anak dan remaja yang pada umumnya keluar dari daerah
Kemranggen. Berdasarkan pengalaman mereka, tentu saja tidak atau
pernah sesekali mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia
sehingga pada saat mengikuti Perayaan Ekaristi Bahasa Indonesia
sedikit kesulitan padahal mereka akan jauh lebih mengerti apabila
menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga akan lebih baik jika
kembali dijadwalkan Ekaristi Bahasa Indonesia, namun hal itu butuh
proses, karena sebagian besar umat sudah terbiasa dan lebih
membantu
menghayati, sehingga tidak semua umat setuju
menggunakan Bahasa Indonesia. (R 6)
Pernyataan dari R6 tersebut mendapat dukungan dari hampir semua
responden yang menyatakan bahwa tetap mempertahankan Bahasa Jawa
karena memang dirasa sangat membantu dalam segi penghayatan. Responden
1, 2, 3, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan FGD menghendaki Bahasa Jawa harus tetap
dipakai dalam Perayaan Ekaristi, namun ada kalanya juga adanya Perayaan
Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Indonesia walaupun tidak harus setiap
bulan. Demi terbuka dengan bahasa lain dan supaya umat juga senantiasa
dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia pada saat
mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja manapun, namun tidak serta merta
meninggalkan Bahasa Jawa yang sudah ditetapkan di stasi Kemranggen. Hal
ini juga memerlukan waktu yang tepat supaya umat juga siap menggunakan
Bahasa Indonesia karena tidak semua umat akan setuju.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Dari kaum muda sangat mengharapkan adanya Perayaan Ekaristi
dengan menggunakan Bahasa Indonesia. walaupun tidak rutin namun
tetap memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk bisa lebih
menghayati dengan menggunakan Bahasa Indonesia serta dapat ikut
berperan didalamnya seperti misalnya menjadi lektor. (FGD)
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh salah satu peserta FGD yang
sebagian besar dari mereka sangat menghendaki adanya Perayaan Ekaristi
dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Sedangkan responden 3, 4, dan 8
tidak menyebutkan bahwa adanya selingan dengan Bahasa Indonesia namun
lebih menyatakan supaya tidak meninggalkan Bahasa Jawa dan tetap
menggunakan Bahasa Jawa, supaya tidak kehilangan identitas sebagai orang
Jawa.
D.
Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan,
penulis
menyimpulkan bahwa penggunaan Bahasa Jawa membantu umat dalam
menghayati Perayaan Ekaristi. Hal ini dapat diperoleh dari jawaban
responden yang menyatakan bahwa penggunaan Bahasa Jawa membantu
umat dalam menanggapai Sabda Tuhan serta memperdalam iman Kristiani.
Stasi St. Fransiskus Xaverius menggunakan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi sejak masuknya Agama Katolik ke dalam wilayah Kemranggen dan
mulai diadakan kelompok Misa sejak tahun 1980. Para misionaris datang
mewartakan Kerajaan Allah dengan menggunakan Bahasa Jawa sesuai
dengan ajaran Konsili Vatikan II yang dilaksanakan sepuluh tahun sebelum
Agama Katolik masuk dalam wilayah Kemranggen. Hal ini dinilai sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
sesuai dengan keadaan dan kondisi umat setempat yang senantiasa
menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa
dianggap lebih sopan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, namun
hal ini berbeda dengan apa yang dirasakan oleh kaum muda. Melihat tujuan
awal penggunaan bahasa daerah supaya membantu umat ternyata tidak
sepenuhnya terlaksana dan dirasakan oleh kaum muda.
Sampai saat ini Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Kemranggen
selalu menggunakan Bahasa Jawa, hal tersebut menjadikan umat sulit untuk
mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Indonesia,
walaupun pernah diperkenal Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia pada
saat ada seorang romo dari Manado. Romo tersebut selain kurang pandai
Bahasa Jawa, juga bertujuan supaya pada saat umat Stasi St. Fransiskus
Xaverius mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari besar di Paroki ataupun pada
saat mengikuti dengan menggunakan Bahasa Indonesia, umat senantiasa aktif
dalam mengikuti dan dapat memahaminya. Namun, setelah romo tersebut
pindah tugas, umat Stasi Kemranggen tidak lagi menggunakan Bahasa
Indonesia dalam Perayaan Ekaristi.
Penggunaan Bahasa Jawa tidak hanya dalam Perayaan Ekaristi
melainkan dalam mendaraskan doa pribadi maupun doa bersama oleh umat.
Bahasa Jawa yang digunakan tidak berpenggaruh terhadap kehadiran umat
dalam mengikuti Perayaan Ekaristi, bagi umat yang lebih memilih Bahasa
Indonesia pun akan tetap mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari minggu.
Kendala yang paling utama ialah cuaca, mengingat jarak rumah umat dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Gereja yang cukup jauh. Kaum muda mengungkapkan kendalanya ialah
karena lebih mengutamakan acara pribadi maupun acara sekolah. Meskipun
kaum muda lebih memilih dengan menggunakan Bahasa Indonesia namun
mereka senantiasa datang dan tidak menjadikan bahasa sebagai alasan untuk
tidak hadir. Sebagai orang Jawa maka penggunaan Bahasa Jawa dirasa sangat
efektif sebagai sarana berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Hal ini
dibuktikan dengan masih eksisnya Bahasa Jawa dihati umat Stasi St.
Fransikus Xaverius Kemranggen. Bahasa Jawa yang mampu menggerakkan
hati umat untuk berusaha ikut ambil bagian dalam Perayaan Ekaristi, selain
aktif dalam mengikuti langkah demi langkah juga dalam tugas seperti
mazmur, doa umat, serta lektor. Bagi kaum muda hal ini tidak bisa
sepenuhnya dirasakan, mereka lebih akrab mendengarkan dan menggunakan
bahasa Indonesia sehingga akan jauh lebih mengerti dan menghayatinya.
Umat menyadari bahwa Bacaan Kitab Suci umumnya hanya
didengarkan pada saat hari minggu saja membuat umat menyadari pentingnya
untuk sungguh-sungguh dapat menangkap maksud dari Bacaan yang
disampaikan. Homili yang disampaikan oleh romo dapat membantu umat
dalam memahami dan dapat membantu penerapan dalam kehidupan di
masyarakat. Melalui bahasa yang merupakan bahasa umat, namun umat juga
menyampaikan adanya beberapa kalimat Kitab Suci yang kurang dipahami.
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi menjadikan umat lebih
akrab pula dalam mendaraskan doa pribadi maupun dalam doa bersama.
Umat Stasi St. Fransiskus Xaverius menyadari keberadaan sebagai minoritas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
di kalangan masyarakat setempat. Hal ini tidak membatasi umat dalam ikut
serta dalam kegiatan maupun terlibat dalam kepengurusan dalam Desa. Umat
Katolik cukup mendapat tempat di masyarakat setempat. Terbukti dengan
adanya umat Katolik yang menjadi ketua RT, RW ataupun perangkat desa.
Pada saat hari besar dirayakan Natal maupun Paskah, umat Katolik senantiasa
mengundang perangkat desa untuk menyampaikan sambutan serta ramah
tama bersama umat setelah Perayaan Ekaristi selesai. Pagelaran seperti kuda
lumping, wayang, serta keroncong juga pernah ditampilkan untuk
memeriahkan perayaan, tidak jarang pula umat dari agama lain yang meminta
untuk menampilkan kebudayaan lain. Hal ini mendapat tanggapan positif dan
baik untuk terus dilestarikan untuk semakin menumbuhkan rasa menghormati
dan menghargai antar umat beragama.
Sebagai orang Jawa yang turut serta dalam melestarikan budaya Jawa
melalui Bahasa Jawa yang akan senantiasa luntur digerus zaman apabila tidak
digunakan. Identitas orang jawa salah satunya dengan bahasa Jawa yang
digunakan sehingga sejak dini Bahasa Jawa sudah seharusnya diajarkan
kepada anak cucu sebagai generasi penerus. Walaupun dari awal sudah
menggunakan Bahasa Jawa, pada kenyataannya hal ini tidak membantu kaum
muda dalam menghayati Perayaan Ekaristi, mereka cenderung memilih
Bahasa Indonesia. Oleh sebab itu tidak menutup kemungkinan terhadap
penggunaan Bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi. Dengan demikian
sebagian umat terutama kaum muda mengharapkan supaya Stasi St.
Fransiskus Xaverius diadakan kembali jadwal Perayaan Ekaristi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Bahasa Indonesia, dengan tidak meninggalkan Bahasa Jawa, namun hal ini
diperlukan adanya kesepakatan dengan seluruh umat untuk kembali
menjadwalkan Bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi sebagai selingan
dengan Bahasa Jawa, karena tidak semua umat setuju dengan hal itu. Melihat
kenyataan bahwa Bahasa jawa sangat membantu umat dalam menghayati
Perayaan Ekaristi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN AKAN PERAYAAN
EKARISTI BAGI KAUM MUDA DI STASI SANTO FRANSISKUS
XAVERIUS KEMRANGGEN, PAROKI KUTOARJO
Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengetahui bahwa penggunaan
Bahasa Jawa ditanggapai berbeda antara orang dewasa dengan kaum muda.
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi dapat membantu penghayatan
umat orang dewasa di Stasi St. Frasiskus Xaverius. Kemranggen. Usaha Gereja
untuk membantu penghayatan umat dengan menggunakan bahasa setempat
ternyata tidak dirasakan oleh kaum muda. Kaum muda cenderung hanya
mengikuti dan tingkat penghayatannya kurang mendalam. Mereka tidak memiliki
pilihan lain dan menganggap Perayaan Ekaristi hanya rutinitas yang harus
dipenuhi sebagai seorang Katolik yang mau tidak mau harus senantiasa mengikuti
Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Jawa. Hal ini diperoleh dari hasil FGD yang
telah dilaksanakan kepada kaum muda.
Dalam bab IV ini akan diuraikan usulan program katekese bagi kaum
muda di Stasi St. Farnsiskus Xaverius Kemranggen. Usulan program ini sebagai
usaha untuk meningkatkan penghayatan iman kaum muda dalam Perayaan
Ekaristi. Susunan dalam bab ini terdiri dari empat bagian yaitu: Berbagai upaya
untuk meningkatkan penghayatan akan Perayaan Ekaristi, katekese kaum muda
sebagai salah satu upaya meningkatkan penghayatan akan Perayaan Ekaristi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
usulan program katekese dengan model SCP, Contoh Satuan Program Katekese
Model SCP.
A. Berbagai Upaya untuk Meningkatkan Penghayatan akan Perayaan
Ekaristi
1.
Pentingnya Penjadwalan Misa
Sebagai upaya meningkatkan penghayatan umat akan Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Jawa di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemrangen,
ialah pentingnya memperhatikan penjadwalan misa.
Jawa
dalam
Perayaan
Ekaristi
senantiasa
Penggunaan Bahasa
membantu
umat
dalam
menghayatinya. Hal ini sesuai dengan rumusan dari SC 36 yang menyebutkan
bahwa di dalam Misa maupun bagian liturgi lainnya, bahasa setempat dirasa
lebih bermanfaat bagi umat. Namun, kaum muda tidak sunggung-sungguh
menghayati Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Jawa.
Berdasarkan hasil
penelitian, kaum mudah lebih memahami Perayaan Ekaristi dengan
menggunakan Bahasa Indonesia yang dirasa sesuai dengan situasi yang
mereka alami.
Berdasarkan pengalaman tidak semua pastor yang bertugas di Paroki
Kutoarjo berasal dan tahu bahasa Jawa serta dapat memimpin misa dengan
bahasa Bahasa Jawa. Maka alangkah lebih baik apabila penjadwalan Misa
menyesuaikan dengan pastor yang bertugas supaya umat dapat mengikuti dan
menghayati Perayaan Ekaristi dengan baik tanpa ada kendala bahasa dari
pastor. Dengan demikian maka pentingnya penjadwalan misa berhubungan
dengan penggunaan bahasa yang digunakan, baik bahasa Jawa maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Bahasa Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada kaum muda serta memberi pelayanan sehingga mereka merasa tersapa
dan mendapat perhatian dan dapat menghayati Perayaan Ekaristi dengan
mendalam. Penjadwalan misa juga dimaksudkan supaya seluruh umat, baik
orang tua maupun kaum muda senantiasa menghayati Perayaan Ekaristi serta
dapat turut berperan aktif didalamnya.
2.
Perayaan Ekaristi untuk Kaum Muda
Sebagai upaya untuk meningkatkan penghayatan kaum muda akan
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen, ialah dengan
diadakannya Perayaan Ekaristi untuk kaum muda. Ekaristi Kaum Muda
(EKM) merupakan hal baru bagi kaum muda di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen, dengan memberikan nuansa baru diharapkan dapat membantu
meningkatkan penghayatan kaum muda dalam Perayaan Ekaristi. Dari
penelitian diperoleh data bahwa kaum muda merasa tidak sesuai dengan
bahasa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi, mereka beranggapan bahwa
bahasa tersebut tidak cocok dengan kondisi saat ini. Perayaan Ekaristi
merupakan suatu perayaan, di dalamnya terdapat orang-orang dengan penuh
syukur, begitu juga dengan kaum muda. Kaum muda dengan penuh syukur
merayakan dengan terlibat didalamnya. Pemilihan tema Misa seharusnya
ditentukan bersama serta masing-masing petugas begitu juga dengan pastor
yang memimpin, serta keterlibatan kaum muda sangat dibutuhkan. Dengan
demikian EKM menjadi ajang sebagai suatu pemberdayaan kaum muda untuk
terlibat berperan dalam Perayaan Ekaristi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
EKM bertujuan untuk memberikan kemungkinan kaum muda untuk
merayakan iman serta membantu kaum muda dalam menghayati Perayaan
Ekaristi dengan menggunakan gaya kaum muda. Mulai dari pakaian, ekspresi,
lagu, serta pastor yang memimpin supaya disesuaikan dengan kondisi kaum
muda. EKM memberikan tempat kepada mereka untuk dapat merayakan dan
sungguh menghayati Perayaan Ekaristi dengan nuansa yang sesuai dengan
mereka. Dengan suasana yang disesuaikan dengan kaum muda, diharapkan
supaya dapat membantu dalam penghayatan Perayaan Ekaristi. Inilah ruang
bagi kaum muda untuk dapat mengekspresikan secara bebas kehendak hati
dalam mengungkapkan iman mereka seturut dengan apa yang mereka alami
dan zamannya
(http://gerejakaummuda.wordpress.com/2010/11/25/ekm-
ekaristi-kaum-muda).
3.
Katekese bagi Kaum Muda dengan Model SCP
Sebagai upaya meningkatkan penghayatan kaum muda di Stasi St,
Fransiskus Xaverius Kemranggen, ialah dengan katekese bagi kaum muda.
Bertolak dari penelitian yang telah dilakukan, penghayatan kaum muda
terhadap Perayaan Ekaristi masih kurang mendalam. Salah satu kendalanya
ialah penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi, kaum muda merasa
bahwa bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan keadaan dan situasi
sekarang ini. Guna membantu kaum muda dalam meningkatkan penghayatan
akan Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa ialah dengan
katekese bagi kaum muda. Katekese yang dipilih ialah model SCP, yaitu
menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
dimaksudkan mendorong peserta untuk menemukan pengalaman hidupnya
dengan Tradisi Kristiani demi terwujudnya keterlibatan baru.
Katekese dengan model SCP menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan penghayatan akan Perayaan Ekaristi bagi kaum muda. Melalui
katekese, kaum muda dapat saling mensharingkan apa yang menjadi
kerinduan yang dirasakan selama ini terutama dalam hal penghayatan Ekaristi
Bahasa Jawa. Sehingga apa yang mereka rayakan bersama tidak hanya
berhenti pada mengerti maksudnya saja melainkan dapat sungguh-sunggguh
memahami dan menghayati Perayaan Ekaristi serta dapat terlibat di
dalamnya. Dengan demikian kaum muda turut serta dalam proses pewartaan
kepada sesama dan upaya Gereja yang terdapat dalam SC mengenai tujuan
digunakannya bahasa setempat dapat sungguh terlaksana dan mampu
menggerakkan kaum muda untuk dapat terlibat aktif dalam Perayaan Ekaristi.
B. Katekese bagi Kaum Muda Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan
Penghayatan Akan Perayaan Ekaristi
1.
Pengertian Katekese
Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae (CT) art. 18
mendefinisikan arti dari katekese sebagai berikut “... katekese ialah
pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman,
yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya
diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para
pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen”. Dengan ini katekese ialah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
suatu pembinaan iman yang mencakup penyampaian ajaran Kristen yang
diberikan secara sistematis dan organis dengan tujuan supaya dapat
memenuhi kehidupan Kristen. Melalui katekese, Gereja berusaha untuk
membantu umat beriman supaya lebih memahami dan menghayati hidup
Kristen dengan harapan dapat diwujudkannyatakan dalam kehidupan seharihari. Terdapat tiga pokok yang disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II
dalam CT ialah: pembinaan iman kepada anak-anak dan orang dewasa,
penyampaian ajaran Kristen, dengan harapan mengantarkan pendengar
katekese supaya hidup secara Kristen sungguh dapat dipenuhi.
PPKI II (Lalu, 2007: 12) mendefinisikan ketekese yang lebih akrab
dengan katekese umat sebagai suatu komunikasi iman atau tukar pengalaman
iman. Masing-masing peserta katekese membawa kesaksian sebagai orang
kristiani yang kemudian saling bertukar dan saling meneguhkan dan
memperkaya satu sama lain. Pengalaman dikasihi oleh Yesus Kristus yang
secara bebas dan kehendak hati untuk mengimani Yesus Kristus. Dengan
kesaksian akan sabda Allah yang telah tersampaikan dan kemudian
ditanggapai oleh umat itu sendiri. Dalam hal ini yang bekatekse ialah umat
yang senantiasa berkumpul atas nama Yesus Kristus.
Katekese ialah salah satu bentuk perwujudan Gereja, yang bermaksud
menerangi existensi manusia, sebagai tindakan penyelamatan Allah,
dengan memberikan kesaksian tentang rahasia Kristus dalam bentuk
permakluman sabda, yang bertujuan mengunggah dan memupuk iman
serta menolong manusia untuk menghayati imannya dalam situasi
hidup sehari-hari yang konkrit (Soetawan, 1974:5).
Katekese ialah salah satu bentuk perwujudan Gereja, ialah umat Allah
yang melalui bimbingan Roh Kudus yang menghadapkan kepada kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
konkrit kepada keselamatan Allah. Bentuk perwujudan Gereja antar lain
perayaan liturgi, permakluman sabda dan usaha-usaha sosial dan keutamaankeutamaan yang lain.
2.
Tujuan Katekese
Berdasarkan dari definisi katekese dapat dikatakan bahwa katekese
bertujuan untuk membantu umat Kristiani lebih memaknai ajaran Kristus
sehingga dapat semakin beriman kepada Yesus Kristus. Paus Yohanes Paulus
II dalam CT art. 25 memaparkan tujuan katekese sebagai berikut:
Pada intinya katekese sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman
maupun bagi kesaksian umat Kristen ditengah masyarakat: tujuannya
ialah mendampingi umat Kristen untuk meraih kesatuan iman serta
pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan
tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Katekese
bertujuan juga menyiapkan mereka untuk membela diri terhadap
siapapun, yang meminta pertanggungjawaban mereka atas harapan
yang ada pada mereka.
Dengan ini tujuan katekese ialah supaya semakin mendewasankan
iman umat beriman supaya kepenuhan hidup Kristen sungguh dirasakan dan
tersampaikan dalam kehidupan. Umat senantiasa dapat beriman yang penuh
sehingga tidak mudah tergoyahkan dengan hal-hal yang mungkin akan
menghampiri. Suasana yang terjadi hendaknya saling terbuka dan saling
menghargai serta saling mendengar antar peserta. Berkatekese tidak hanya
cukup dilaksanakan sekali atau dua kali melainkan upaya untuk mempertebal
iman yang dilakukan terus menerus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Dalam PKKI II yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juni s.d 5 Juli
1980 di Klendar Jakarta Yosep Lalu merumuskan tujuan katekese sebagai
berikut:
1) Supaya dalam terang injil kita semakin meresapi arti pengalamanpengalaman kita sehari-hari
2) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari
3) Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap,
mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita
4) Pula kita masing bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin
tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja
semesta
5) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam
hidup kita di tengah masyarakat
Berdasarkan rumusan dari tujuan katekese yang telah dicantumkan
diatas, maka tujuan katekese yang akan dilakukan kepada kaum muda di Stasi
St. Fransiskus Xaverius Kemrangge, ialah untuk membantu kaum muda
dalam meningatkan penghayatan akan Perayaa Ekaristi dengan menggunakan
Bahasa Jawa. Melalui katekese peserta diharapkan mempunyai kedasaran
untuk mampu mempelajari bahasa Jawa supaya dengan sungguh-sungguh
dapat membantu meningkatkan penghayatan umat dalam Perayaan Ekaristi.
Sehingga tujuan yang katekese untuk mendewasakan iman dan memebri
kesaksian ditengah masyarakat sungguh dapat terwujud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
3.
Model Katekese
Dalam PKKI III menyebutkan beberapa unsur dalam ketekese antara
lain: proses penyadaran pengalaman hidup, hal ini menjadi pokok dalam
suatu katekese karena proses katekese berpangkal dari kenyataan hidup yang
dialami oleh umat. Proses penyadaran pengalaman hidup dengan terang Kitab
Suci dan Tradisi Gereja, dimana umat memadukan pengalamnnya dengan
pengalaman iman dalam Kitab Suci, dengan artian bahwa umat melihat
campur tangan Tuhan dalam setiap pengalamannya. Yang terakhir ialah
proses penyadaran akan keterlibatan untuk pembaharuan masyarakat atau
keterlibatan baru, setelah umat menyadari pangilana sebagai murid maka
mereka pun siap untuk menjalankan perutusan. Katekese dibagi menjadi tiga
model yaitu model pengalaman hidup, model blibis, dan model campuran
(Sumarno DS, 2005:11). Model-model tersebut merupakan alternatif yang
digunakan dalam berkatekese seturut dengan perkembangan zaman. Dalam
menyusun program yang akan dilaksanakan bagi umat di Stasi Kemranggen
menggunakan model Shered Christian Praxis (SCP). Model ini bermula dari
model pengalaman hidup umat yang kemudian direfleksikan secara kritis
dengan pengalaman iman dan visi misi kristiani supaya muncul sikap
kesadaran baru. Katekese model SCP mengutamakan peserta sebagai subyek
yang senantiasa akan membagikan pengalaman hidupnya untuk saling
menguatkan yang kemudian diteguhkan melalui kitab suci atau Tradisi
Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
a.
Tiga komponen utama dalam Shered Christian Praxis (SCP).
1) Praxis
Praxis dalam Shared Shristian Praxis diartikan sebagai suatu tindakan
yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai tindakan meliputi seluruh
keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh
manusia dengan tujuan tertentu, yaitu suatu perubahan hidup yang meliputi
kesatuan praktek dan teori, antara refleksi kritis dan histori yang mengarah
kepada keterlibatan baru. Praxis merupakan suatu praktek yang didukung
oleh refleksi teoritis dan sekaligus refleksi teoritis yang didukung oleh
praktek. Yang merupakan ungkapan pribadi meliputi fisik, emosional,
intelektual, spiritualitas dari hidup kita. Menyangkut 3 unsur pembentuk yang
saling berkaitan yaitu: aktivitas, refleksi dan kreativitas (Sumarno DS,
2005:15).
2) Christian
Corak kehidupan Kristiani terdapat dalam Tradisi Gereja, yaitu: Kitab
Suci tertulis, ajaran Gereja resmi, tafsir, ajaran para teolog, praktek suci,
ibadat, sakramen, simbol, ritus, peringatan, lukisan atau hiasan yang menjadi
ekspresi iman akan pengalamannya kepada Allah, peristiwa historis
khususnya kehadiran Allah dalam peristiwa hidup, mati dan kebangkitan
Kristus. Tradisi dalam Gereja Katolik merupakan pengalaman iman dalam
bentuk apapun dan telah dibakukan oleh Gereja dalam menanggapi
pewahyuan Allah didunia. Tidak semua tradisi dapat di sebut Tradisi, bahkan
Tradisi tidak dapat diciptakan begitu saja oleh seseorang. Setiap orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
memiliki pengalaman dan sejarah masing-masing serta memiliki tradisinya
sendiri. Dalam hal ini setiap orang mencipakan tradisinya sendiri sebagai
orang beriman. Pengalamn kontrit yang dialami oleh setiap orang inilah yang
dimaksud dengan tradisi (dengan huruf t kecil).
3) Shared
Sharing mengungkapkan berbagai rasa, pengalaman, pengetahuan
serta saling mendengarkan pengalaman orang lain, shared bukan berarti
peserta terus menerus harus berbicara. Dalam dialog ini meliputi untuk
penting (to tell) membicarakan yang tidak sama dengan berbicara yang
didasari oleh sikap keterbukaan dan kejujuran serta kerendahan hati untuk
mengungkapkan
pengalaman
nyata
yang
terjadi.
Dan
(to
listen)
mendengarkan dengan hati dan rasa tentang apa yang dikomunikasikan oleh
orang lain. Ketentuan sharing dalam berkatekese model SCP ialah rasa cinta
kasih kepada dunia dan manusia yang menjadi dasar dalam berkomunikasi,
sikap kerendahan hati dan mau menerima dan menghargai pribadi yang lain,
suasana saling berharap akan kekuatan dan dukungan dengan peserta yang
lain, bijaksana atas apa yang akan disharingkan. Sehingga dalam sharing
diharapkan terjadinya dialog antar peserta dengan Tuhan bukan hanya anatar
peserta yang lain.
b. Langkah-langkah Model Shered Christian Praxis (SCP).
1) Langkah 0 (Awal) : Pemusatan Aktivitas
Langkah awal ini dimaksudkan agar mendorong peserta untuk
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
selanjutnya diangkat menjadi tema pertemuan. Dengan demikian tema yang
diangkat sungguh-sungguh mencerminkan kehidupan umat sendiri. Langkah
awal ini tidak selalu dan bahkan jarang digunakan karena sebagian besar
pemandu katekese umat sudah mempersiapkan tema yang akan digunakan
dalam berkatekese. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa kaum
muda kurang menghayati Perayaan Ekaristi bahasa Jawa. Maka, tema sudah
ditentukan sesuai dengan keprihatinan tersebut, supaya kaum muda dapat
meningkatkan penghayatan akn Perayaan Ekaristi bahasa Jawa.
2) Langkah 1 (Pertama) : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta
Dalam langkah awal telah dibahas tentang bagaimana membuat tema
yang mencerminkan hidup umat sendiri sehingga mereka mampu tersapa
dengan tema yang diambil. Pada langkah pertama ini pendamping bisa
membagikan teks cerita yang sesuai dengan tema ataupun video yang mampu
mengantar
umat,
sehingga
umat
dapat
lebih
terlibat
aktif
untuk
mensharingkan pengalamannya. Dalam langkah ini pendamping tidak boleh
menanggapi sebagai suatu laporan tetapi dengan sabar, ramah dan hormat
untuk mendengarkan sharing dari umat sekalian tentang pengalaman hidup
yang mereka alami. Dalam langkah ini peserta mengungkapkan pengalaman
kenyataan hidup yang dialami sesuai dengan tema yang dibahas. Sesuai
dengan tema yang telah dipilih, peserta diharapkan dapat mengungkapkan
pengalaman selama mengikuti Perayaan Ekaristi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
3) Langkah II (Kedua) : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta.
Dalam Langkah pertama telah mendengar sharing dari umat mengenai
pengalaman hidup yang mereka alami. Pada Langkah kedua ini tidak terlepas
dari langkah pertama dimana para peserta diajak untuk lebih mendalami
pengalaman yang mereka alami dengan panduan pertanyaan yang mampu
membawa umat untuk lebih mendalami pengalaman tersebut. Supaya lebih
memperdalam pada saat refleksi dan mengantar peserta untuk sampai kepada
kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya. Dalam langkah ini
peserta diajak untuk dapat mensharingkan dan saling menguatkan satu sama
lain dengan bantuan pertanyaan untuk menggali pengalaman, namun tidak
memaksa
peserta
untuk
berbicara.
Setelah
peserta
mengungkapkan
pengalaman konkrit mengenai keterlibatan dalam Perayaan Ekaristi kemudian
peserta diajak untuk mendalami dan merefleksikan pengalamannya tersebut.
4) Langkah III (Ketiga) : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
Dalam langkah ini bertujuan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai
Tradisi dan visi kristiani supaya lebih terjangkau dan lebih mengena kepada
kehidupan peserta yang memiliki latarbelakang yang berbeda. Dalam setiap
pengalaman yang kita alami Tuhan selalu ada bersama kita. Oleh karena itu,
pada langkah ketiga ini peserta diajak untuk mampu memaknai dan
merefleksikan pengalaman yang dialami dengan terang Injil maupun Tradisi
Gereja sehingga peserta mampu menemukan makna hidup sejati. Pemandu
kateseke sebagai fasilitator memberikan tafsiran Kitab Suci untuk lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
menguatkan apa yang telah dibahas dalam katekese, sehingga iman umat
semakin diteguhkan. Pengalaman peserta yang sudah direfleksikan kemudian
dihubungan dengan Tradisi Gereja. Hal ini dimaksudkan supaya peserta
diteguhkan,
sehingga
mulai
muncul
kesadaran
sehingga
mampu
menggunakan unsur budaya setempat dapat digunakan untuk membantu
menghayati Perayaan Ekaristi.
5) Langkah IV (Keempat) : Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi
peserta konkrit.
Mengajak peserta untuk menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup
yang hendak di garisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik di hilangkan dan
nilai-nilai baru yang hendak di perkembangkan. Dalam langkah keempat
peserta mendialogkan apa yang telah diperoleh selama berkatekese dari
langkah pertama hingga langkah ketiga, dan fasilitator mengundang umat
untuk melangkah kepada kehidupan yang lebih baik dengan semangat dan
iman yang baru. Langkah keempat ini peserta mereflesikan kembali sambil
merenungkan selama proses yang telah berlangsung dan diarahkan untuk
menemukan sikap baru berkaitan dengan tema yang telah didalami, sehingga
peserta semakin mampu untuk belajar untuk mempelajari dan tidak begitu
saja kehilangan Bahasa Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
6) Langkah V (Kelima) : Mengusahakan suatu aksi konkrit
Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praksis yang dipahami
sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah dan nantinya mereka
mampu untuk membuat aksi baik dalam bentuk kelompok/komunitas maupun
secara individu sehingga mereka mampu menjawab kebutuan masyarakat
disekitar dan terlibat didalamnya. Bertolak dari keprihatinan yang dialami oleh
kaum muda sebagai peserta, dan setelah menemukan niat baru secara pribadi,
kemudian peserta secara bersama-sama mengusahakan aksi yang akan
dilakukan guna meningkatkan penghayatan akan Perayaan Ekaristi dengan
menggunakan Bahasa Jawa.
C. Usulan Program Katekese dengan Model SCP
1.
Latar Belakang Pemilihan Program
Setelah melakukan penelitian di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen, Paroki Santo Yohanes Rasul Kutoarjo, dari hasil wawancara
kepada kaum muda dan orang tua, penulis menemukan fakta bahwa orang
dewasa senantiasa merasa terbantu dengan penggunaan bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi. Tanggapan yang berbeda dirasakan oleh kaum muda yang
mengerti bahasa Jawa tetapi tidak sungguh-sungguh menyentuh hati mereka.
Kaum muda berpandangan bahwa Perayaaan Ekaristi merupakan formalitas
sebagai orang Katolik dan mereka tidak merasa terbantu dengan penggunaan
bahasa Jawa. Dengan demikian, maka semangat SC yang menyatakan bahwa
bahasa pribumi akan lebih bermanfaat kurang dirasaka oleh kaum muda. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
ini tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman sangat berpengaruh
terhadap gaya hidup kaum muda tidak terkecuali dalam hal bahasa. Walaupun
pada kenyataannya Bahasa Jawa digunakan dalam komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari oleh umat di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen. Perayaan Ekaristi yang dilaksanakan di Gereja Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen menggunakan Bahasa Jawa, maka tidak
ada pilihan lain bagi umat untuk tidak mengikuti Ekaristi maupun ibadat.
Kaum muda yang datang cenderung hanya mengikuti saja tanpa mengetahui
dan memahami setiap ritus yang ada.
Melihat kenyataan tersebut, penulis mengusulkan katekese dengan
model Shared Christian Praxis (SCP). Katekese SCP dipilih untuk membantu
kaum muda dalam memahami dan menghayati Perayaan Ekaristi secara
mendalam, dengan mengenal unsur-unsur dalam Liturgi Ekaristi. Katekese
SCP dimaksudkan supaya kaum muda dapat berdialog mengsharingkan dan
mengungkapkan apa yang dirasakan sehubungan dengan penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi, karena unsur utama dalam katekese SCP ini
ialah sharing pengalaman yang direfleksikan dengan pengalaman iman dan
visi kristiani. Katekese ini pula mengajak kaum muda untuk senantiasa dapat
dengan sungguh-sungguh menghayati apa yang mereka rayakan sehingga
iman mereka selalu berkembang, apapun bahasa yang digunakan dalam
Perayaan Ekaristi. Dengan demikian akan muncul keterlibatan kaum muda
dalam partisipasi aktif dalam Perayaan Ekaristi, seperti lektor maupun doa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
umat. Pesan Kitab Suci yang diterima dapat tersampaikan dengan baik
melalui bahasa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi.
2.
Tema dan Tujuan Program
Tema yang dipilih bertujuan untuk membantu kaum muda dalam
menghayati Ekaristi dengan Bahasa Jawa supaya sunggguh-sungguh
menyentuh hati kaum muda serta menyadarkan mereka akan pentingnya
menghayati bukan sekedar mengerti dan mengikuti, sehingga iman akan
Yesus Kristus semakin mampu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tema yang dianggat dalam usulan program ini ialah “Menjadi pribadi
yang ekaristis dengan tidak tercabut dari akar budaya Jawa” Penulis memilih
tema tersebut berdasarkan kenyataan yang dialami oleh kaum muda yang
merasa belum sepenuhnya terbantu dalam menghayati Perayaan Ekaristi
dengan menggunakan Bahasa Jawa. Oleh karena itu tema tersebut merujuk
kepada cara untuk dapat menghayati Perayaan Ekaristi yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dari tema tersebut ialah Memahami makna serta simbol dalam
Perayaan Ekaristi, sehingga kaum muda sungguh menghayati dan menjadi
pribadi yang ekaristis dengan berakar dari budaya Jawa. Dengan demikian
mengayati Perayaan Ekaristi tidak berhenti pada pemahaman saja.
Tema Umum
: Menjadi pribadi yang ekaristis dengan tidak tercabut dari
akar budaya Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Tujuan
: Memahami makna serta simbol dalam Perayaan Ekaristi,
Umum
sehingga kaum muda sungguh menghayati dan menjadi
pribadi yang ekaristis dengan berakar dari budaya Jawa
Tema I
: Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan
Tujuan I
: Kaum muda menyadari makna Perayaan Ekaristi sebagai
sumber dan puncak keselamatan, sehingga kaum muda
memiliki kesadaran untuk berbagi demi mewujudkan
keselamatan dalam kehidupan.
Tema II
: Ekaristi sebagai satu kesatuan yang utuh
Tujuan II
: Menyadari bahwa Perayaan Ekaristi merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
Tema III
: Berekaristi dengan bahasaku
Tujuan III
: Menyadarkan kaum muda akan makna berinkulturasi
dalam
Perayaan
Ekaristi
sebagai
sarana
untuk
mengungkapkan iman sehingga kaum muda semakin
disadarkan terlibat aktif dalam kehidupan menggereja.
Tema IV
: Keterlibatan dalam Perayaan Ekaristi
Tujuan IV
: Menyadarai pentingnya keterlibatan sehingga dapat
memunculkan kesadaran baru untuk dapat terlibat dalam
Perayaan Ekaristi
Tema V
: Mewujudkan pribadi yang ekaristi dalam hidup pribadi
dan bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tujuan V
: Dengan menghayati Perayaan Ekaristi secara sungguhsungguh, mampu menggerakkan dan meyentuh hati kaum
muda sehingga dapat diterapkan dalam diri sendiri
maupun sesama
3.
Petunjuk pelaksanaan Program
Sasaran program ini ialah kaum muda Stasi St. Fransiskus Xaverius.
Mengingat kaum muda masih kurang terbantu dengan Perayaan Ekaristi
Bahasa Jawa, maka, bersama-sama dengan orang tua supaya saling adanya
perhatian sehingga akan saling membantu. Sebagai orang Jawa sudah
seharusnya menjaga warisan budaya Jawa dan menjadi penerus yang tidak
meninggalkan identitasnya. Bahasa Jawa sudah semestinya dilestarikan
supaya tidak mudah tergerus oleh perkembangan zaman. Katekese
dilaksanakan setiap malam minggu ke 2 dan 4 selama dua bulan. Hal ini juga
dimaksudkan dalam rangka pembaharuan hidup yang bertepatan pula dengan
AYD (Asian Youth Day). AYD yang ketujuh ditahun 2017 mengambil tema
“Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Multicultural Asia” sebagai Gereja
yang hadir ditengah-tengah masyarakat yang memiliki keanekaragaman
budaya agama maupun masyarakat multikultur. Berpangkal dari hal tersebut
para Uskup Asia merumuskan keprihatinan utama ialah berevangelisasi bagi
Gereja Asia, yang artinya berpusat pada pembangaunan Gereja dengan
berdialog
dengan keberagaman budaya yang berakhir pada usaha
menghadirkan Kerajaan Allah (http://asianyouthday.org/). Dengan demikian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tema katekese yang diambil berhubungan dengan tema AYD bagi kaum muda
untuk senantiasa berakar dari budaya setempat. Melalui budaya kaum muda
diharapkan dapat semakin terlibat dalam kehidupan menggereja sekaligus
turut serta dalam melestarikan budaya.
Berikut ini penulis akan memaparkan salah satu contoh persiapan
katekese dengan model SCP. Katekese akan dilaksanakan lima kali
pertemuan dengan judul yang berbeda namun tetap mengacu kepada tema
yang terlah ditentukan, dengan tujuan supaya kaum muda dapat lebih
menyadari pentingnya untuk menghayati Perayaan Ekaristi sehingga iman
mereka senantiasa diperkuat dan dapat diterapkan dalam lingkungan sekitar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
4. Penjabaran Program
Tema Umum
:
Menjadi pribadi yang ekaristis dengan tidak tercabut dari akar budaya Jawa.
Tujuan Umum
:
Memahami makna serta simbol dalam Perayaan Ekaristi, sehingga kaum muda sungguh-sungguh
menghayati dan sungguh-sungguh menjadi pribadi yang ekaristis dengan berakar dari budaya Jawa.
No Tema
Tujuan Pertemuan
Judul Pertemuan
1
Kaum
muda
menyadari
makna
Perayaan
Ekaristi
sebagai sumber dan
puncak keselamatan,
sehingga
kaum
muda
memiliki
kesadaran
untuk
berbagi
demi
mewujudkan
keselamatan.
Menyadari
bahwa
Perayaan
Ekaristi
2
Menyadari
makna serta
simbol-simbol
Ekaristi,
sehingga kaum
muda semakin
menjadi pribadi
yang ekaristis
dengan berakar
dari budaya
Jawa
Uraian Materi
Metode
Sarana
Ekaristi sebagai
Pengertian
sumber dan
Sakramen
puncak kehidupan Ekaristi
Sumber
kehidupan
Sharing
Informasi
Refleksi
kritis
Diskusi
Tanya
jawab
Kidung
Adi
Laptop
Kitab
Suci
LCD
Ekaristi sebagai
satu kesatuan
Sharing
Informasi
Kidung
Adi
Bagian-bagian
Ekaristi
Sumber
Bahan
Rm 12:1-8
Yak 1:2627
Yoh 4:1-25
1 kor 12:1231
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
merupakan
satu yang utuh
kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan
3
4
Menyadarkan kaum
muda akan makna
berinkulturasi dalam
Perayaan Ekaristi
sebagai sarana untuk
mengungkapkan
iman sehingga kaum
muda semakin
disadarkan terlibat
aktif dalam
kehidupan
menggereja.
Menyadari
pentingnya
keterlibatan
sehingga dapat
Refleksi
kritis
Diskusi
Tanya
jawab
Kitab
Suci
Laptop
LCD
1 Kor 12:111
Berekaristi
dengan bahasaku
Pengertian
budaya
Unsur-unsur
budaya
Inkulturasi
Sharing
Informasi
Refleksi
kritis
Diskusi
Tanya
jawab
Kidung
Adi
Kitab
Suci
Laptop
LCD
Ibr 11:1-40
Kis 2:5-12
Keterlibatan
dalam Perayaan
Ekaristi
Macam-macam
keterlibatan
Kesadaran untuk
terlibat
Sharing
Informasi
Refleksi
kritis
Kidung
Adi
Kitab
Suci
Luk 10:3842
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
5
memunculkan
kesadaran baru
untuk dapat terlibat
dalam Perayaan
Ekaristi
Dengan menghayati
Perayaan Ekaristi
secara sungguhsungguh, mampu
menggerakkan dan
meyentuh hati kaum
muda sehingga dapat
diterapkan dalam
diri sendiri maupun
sesama
Mewujudkan
pribadi yang
ekaristi dalam
hidup pribadi dan
bersama
Pribadi ekaristis
Macam-macam
contoh
perwujudan
Diskusi
Tanya
jawab
Laptop
LCD
Sharing
Informasi
Refleksi
kritis
Diskusi
Tanya
jawab
Kidung
Adi
Kitab
Suci
Laptop
LCD
1 Yoh 4:721
Kis 4:30-37
Kis 2:40-47
Luk 9:5762
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
D. Contoh Satuan Program Katekese Model SHARED CHRISTIAN
PRAXIS
Identitas pelaksanaan SCP
1.
Tema
2.
Tujuan
: Berekaristi dengan bahasaku
:Menyadarkan kaum muda akan makna berinkulturasi
dalam
Perayaan
Ekaristi
sebagai
sarana
untuk
mengungkapkan iman sehingga kaum muda semakin
disadarkan terlibat aktif dalam kehidupan menggereja.
3.
Peserta
: Kaum muda Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
4.
Waktu
: 60 menit
5.
Model
: SCP
6.
Metode
:
- Sharing
- Refleksi kritis
- Diskusi
- Informasi
- Tanya jawab
7.
Sarana :
- Teks pertanyaan pendalaman
- Cuplikan video Misa Bahasa Jawa
- Teks Kitab Suci
- Laptop
- LCD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
- Lilin dan Salib
- Kidung Adi
8.
Sumber Bahan:
- Kitab Suci Kisah Para Rasul 2:5-12
- Bergant, Dianne & Karris, Robert. (2002), Tafsir Injil Alkitab
Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius.
Pemikiran Dasar
Sebagai manusia yang memiliki latar belakang budaya dan adat
istiadat sudah seharusnya ikut serta dalam melestarikannya supaya tidak
luntur begitu saja. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada nenek
moyang yang telah mewariskannya kepada kita. Namun berbudaya saja tidak
cukup tanpa percaya kepada Sang pencipta budaya tersebut. Beragama
tidaklah menjadi alasan untuk menghilangkan unsur budaya. Setiap umat
akan hidup dalam budayanya masing-masing, walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa kebudayaan luar dengan mudah masuk dengan semakin
berkembangnya zaman. Namun bagaimana kita dapat kritis terhadap setiap
budaya baru yang muncul bersama dengan perembangan zaman. Bagaimana
kita bisa bertahan dengan kebudayaan yang telah kita miliki, untuk senantiasa
dijaga sekaligus sebagai sarana pengungkapan iman. Melalui budaya masingmasing agama dapat masuk dan kian berkembang didalamnya. Maka tidak
heran apabila terdapat banyak unsur-unsur budaya yang masuk kedalam
agama, misalnya dari sisi bagunan, alat musik, serta bahasa. Seperti halnya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Jawa khususnya di Paroki Kutoarjo, Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen yang masih memegang teguh penggunaan bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi serta penggunaan gamelan pada hari-hari tertentu, seperti
hari raya Natal paumun Paskah. Namun pada kenyataannya hal ini kurang
menjadi perhatian khusus terhadap kaum muda di Stasi St. Fransiskus
Xaverius Kemranggen. Mereka beranggapan bahwa menggunakan Bahasa
Jawa tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini, sehingga
mereka cenderung hanya mengikuti tanpa sungguh-sungguh menghayatinya.
Padahal hal ini menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya Jawa.
Perikop dalam Kisah Para Rasul 2:5-12 menguraikan peristiwa jemaat
yang berkumpul dalam suasana doa, banyak peziarah Yahudi yang datang ke
Yerusalem. Kemudian setelah semua dipenuhi oleh Roh Kudus, mereka
mulai berbicara menggunakan bahasa-bahasa yang diberikan oleh Roh Kudus
kepada mereka. “mereka masing-masing mendegar rasul-rasul itu berkatakata dengan bahasa mereka sendiri”(2:6b). Bahasa Roh yang diberikan
sebagai pewartaan kebenaran akan Allah. Hal ini mengandung unsur misioner
bahwa sudah seharusnya apabila seorang misioner mengerti akan berbagai
bahasa. Kita dihantar untuk semakin beriman melalui budaya yang telah
menjadi warisan kita dari nenek moyang yang digunakan sebagai sarana
pengungkapan iman. Dengan demikian berbudaya dan beriman sangat erat
kaitannya dan saling adanya keterbukaan satu sama lain. Melalui bahasa yang
telah kita gunakan sehari-hari maka sudah sewajarnya hal tersebut semkin
membantu kita dalam menghayati dengan sungguh-sungguh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Kita diharapkan untuk semakin mampu menanggapi dan memahami
ajaran Yesus Kristus sebagai murid yang sejati. Sehingga apa yang telah kita
terima tidak hanya untuk diri kita pribadi melainkan untuk kita wartakan dan
sampaikan kepada ornag lain, dengan demikian haruslah untuk menyadari
dengan sungguh-sungguh supaya apa yang kita bagikan kepada sesama
tidaklah omongan tanpa arti. Sebagai generasi penerus yang menerima
warisan dari nenek moyang, patutlah untuk terus dan turut serta dalam
melektarikan budaya Jawa, supaya tidak mudah luntur dan tidak akan punah
oleh zaman. Menjadi murid Yesus maka berani untuk memberi kesaksian
kepada sesama, memberikan keteladanan dan ikut aktif dalam masyarakat
dengan tetepa berpegang teguh kapada-Nya.
PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
1.
Pembukaan
a.
Pengantar
Teman teman yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita berkumpul di
tempat ini karena kasih dan kesetiaan Allah kepada kita. Kita berkumpul
bersama sebagai satu keluarga, sebagai seorang Jawa serta pilihan Allah
untuk menjadi murid-murid-Nya, dengan satu tujuan bersama.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa semua umat diseluruh dunia
hidup dengan berbagai budaya masing-masing, bahkan di Indonesia
sendiri mempunyai berbagai macam budaya dalam setiap daerahnya. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
ini tentu saja budaya sangat memegang peran penting dalam proses
pewartaan Injil supaya sampai dan tepat sasaran. Unsur-unsur budaya yang
ada menjadi sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang
hendak disampaikan kepada umat. dengan hal tersebut maka, umat akan
merasa terbantu dalam menerima apa yang disampaikan. Di wilayah Jawa
tentu saja Bahsa Jawa senantiasa digunakan dalam masyarakatnya begitu
pula di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemraggen yang senantiasa
menggunakan Bahsa Jawa dalam Perayaan Ekaristi. Hal ini dianggap akan
lebih membantu dalam proses menghayati serta mempertebal iman
kepercayaan kepada Yesus Kristus. Karena asal mengerti saja tidak cukup,
harus disertai dengan menghayati secara sungguh-sungguh. Hal ini juga
sebagai sarana pelestarian budaya supaya tidak luntur begitu saja.
Untuk itu sebagai satu keluarga dalam budaya yang sama ialah
budaya Jawa, marilah kita bersyukur atas semuanya dan marlah pulakita
memohon rahmat Tuhan supaya senantiasa menyertai kita dalam
pertemuan kali ini.
b.
Lagu Pembuka: Memujia Pangeran KA 156
c.
Doa Pembuka
Bapa yang penuh kasih, kami bersyukur dan berterimakasih atas kasih
serta penyertaan-Mu yang telah Engkau berikan kepada kami semua
ditempat ini. Tidak lupa kami mengucap terimakasih, karena
kesempatan ini kami Engkau kumpulkan dalam ikatan persaudaraan
anak-anak-Mu. Saat ini kami akan bersama-sama menggali dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
merefleksikan sejauh mana kita menyadari pentingnya menghayati
Perayaan Ekaristi melalui budaya Jawa yang kami miliki. Kami
percaya atas penyelenggaraan-Mu bagi kami, sehingga kami mampu
untuk turut serta dalam melestarikan budaya kami ini. Untu itu, pada
kesempatan ini kamu mohon berkat-Mu bagi kami semua dengan
melalui budaya yang kamu miliki mampu untuk semakin beriman dan
percaya kepada-Mu sebagai murid yang sejati. Nama-Mu kami puji
kini dan sepanjang masa. Amin.
2.
Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup peserta
a.
Pendamping mengajak peserta untuk bersama-sama melihat cuplikan
video Misa bahasa Jawa
b.
Pendamping meminta salah satu peserta untuk mengungkapkan apa
yang tertera dalam cuplikan video Misa Bahasa Jawa
c.
Pengungkapan pengalaman: peserta diajak untuk mendalami gambar
tersebut dengan beberapa pertanyaa:
1)
Unsur budaya seperti apa yang digunakan dalam cuplikan video
Misa Bahasa Jawa?
2)
Ceritakanlah pengalaman teman-teman sehubugan dengan mengikuti
Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa jawa di Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen?
d.
Suatu contoh arahan rangkuman
Melalui video terdapat beberapa unsur Budaya Jawa yang digunakan
dalam Misa yang telah kita saksikan bersama-sama, mulai dari busana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
yang dikenakan oleh romo. Iringan musik gamelanpun digunakan untuk
menambah suasana Jawa menjadi lebih kelihatan, tidak ketinggalan pula
dengan penggunaan bahasa Jawa. Unsur-unsur budaya yang digunakan
dimaksudkan untuk membantu menghayati Perayaan Ekaristi memalui
budaya sendiri supaya lebih mudah masuk dalam ke dalam hati umat.
Namun ada kalanya sebagai kaum muda merasakan bahwa unsurunsur dalam badaya Jawa sudah tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang
ini yang sudah semakin modern, sehingga dalam mengikuti Perayaan
Ekaristi cenderung hanya mengikuti saja tanpa sungguh-sungguh
menghayatinya. Sebagai seoarng Jawa sudah pasti mengerti bahasa Jawa
karena bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
namun mengerti tanpa menghayati maka tidak berarti apa-apa. Karena
merasa tidak sesuai itulah yang menjadikan kita enggan untuk menghayati
dengan baik dan cenderung hanya mendengarkan saja.
3.
Langkah II:Mendalami Pengalaman hidup Peserta
a.
Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita
diatas dengan dibantu pertanyaan berikut:
1)
Bagaimana teman-teman mengatasi kesulitan yang kalian alami?
b.
Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping
memberikan arahan rangkuman singkat, misalnya:
Sebagai manusia yang hidup bersama dengan orang lain, baik
dengan keluarga, teman, sahabat bahkan orang yang baru dikenalnya, kita
senantiasa hidup bersama dengan mereka dan tidak ingin ada masalah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
mereka yang selalu menemani hari-hari kita. Namun dalam setiap
perjalanan hidup kita tidak akan selalu mulus dan lurus tanpa menemukan
hambatan serta rintangan didalamnya. Sering kali kita menemukan
kenyataan dimana ada dalam suatu keluarga, persahabatan, masyarakat
yang tidak setia pada komintmen awal mereka dan berujung penghianatan
terhadap sesuatu yang baru. Begitu juga dalam suatu kebudayaan,
seringkali warisan leluhur begitu saja dilupakan karena sudah digantikan
dengan budaya baru yang datang bersama dengan perkembangan zaman.
Begitulah yang sering diamali oleh kaum muda pada zaman sekarang ini.
Sehingga budaya jawa baik itu bahasa maupun musiknya sudah tidak
digemari lagi dilakanganya zaman sekarang. Namun untuk berani
mencoba menyadari bahwa itu semua bagian dari kehidupan sebagai orang
Jawa yang harus dilestarikan, maka kita berusaha untuk menghargai dan
ikut melestarikannya. Kesulitan yang dialami mungkin nuansa Jawa yang
dirasa tidak sesuai lagi, terutama dalam hal bahasa. Namun hal ini dapat
diatas dengan misalnya melihat lambang-lambang yang ada serta bertanya
kepada yang lebih tahu supaya kita sungguh-sungguh mau untuk
menghayatinya.
4.
Langkah III: Menggali Pengalaman iman Kristiani
a.
Salah satu peserta dimohon bantuannya untuk membaca perikop
langsung dari Kitab Suci, Kisah Para Rasul 2:5-12. (Lampiran)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
b.
Peserta diberi waktu beberapa menit untuk hening sambil secara
pribadi merenungkan dan menanggapi bacaan Kitab Suci dengan
bantuan beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1)
Ayat manakah yang menunjukan adanya penyesuaian bahasa?
2)
Apakah makna yang ingin diungkapkan dari penyesuaian bahasa
tersebut?
3)
Apa yang hendak disampaikan/ditanamkan melalui perikop tersebut?
Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari
perikop sehubungan dengan jawaban atas 3(tiga) pertanyaan b diatas.
c.
Pendamping memberikan tafsir dari Kisah Para Rasul 2:5-12 dan
menghubungkan dengan taggapan peserta dalam hubungan dengan
tema dan tujuan, misalnyasebagai berikut:
Teman-teman yang terkasih, pada perikop 2:5-12, Paulus ingin
menyampaikan pada hari pentakosta yang digambarkan dalam perikop
sebelumnya, banyak peziarah-peziarah Yahudi yang datang ke Yerusalem
untuk merayakan Petakosta. Dalam ayat 6b dikatankan “mereka masingmasing mendegar rasul-rasul itu berkata-kata dengan bahasa mereka
sendiri”. Melalui ayat tersebut ingin menggambarkan karunia kenabian
dengan segi mosioner. Betapa akan membantu bila para misioner dapat
kemampuan untuk mewartakan Sabda Allah dalam banyak bahasa. Para
rasul nerbicara menggunakan bahasa yang dimengerti oleh semua orang,
yaitu yang berasal dari Pertia, Media, Mezoponamia, Yudea, Kapodokia,
Pontus dan Asia serta orang Kreta dan orang Arab (2:9). Paulus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Menggabarkan bahwa para Rasul memberoleh karunia dari Allah untuk
berbicara dengan bahasa masing-masing dari mereka. Hal ini dilakukannya
supaya
para
Rasul
bisa
menyambaikan
kebaikan-kebaikan
yang
diwartakan oleh Allah (2:11).
Pada Kisah Para Rasul ini, dikisahkan bahwa, Allah memberikan
karunia kepada rasul-rasul untuk mewartakan kebaikan-kebaikan ataupun
perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukan oleh Allah. Melalui
bahasa yang yang dapat dimengerti oleh semua orang sehingg apa yang
hendak disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dan membuat orang
percaya. Begitu juga dalam masyarakat dalam menyampaikan kabar
gembira tentu saja para misioner menyempaikan melalui bahasa yang
sesuai dengan bahasa setempat supaya dapat diterima dengan baik. Orangorang akan menjadi percaya apabila mengerti maksud apa yang hendak
disampaikan, dengan demikian maka muncul rasa untuk menghayati apa
yang telah diterimanya. Bahasa yang digunakan ialah suatu cara untuk
menyampaikan ajaran dan perbuatan Allah. Melalui para rasul Allah
bertindak supaya jemaatnya dapat mengerti dan turut serta melakukan
berbuatan sesaui dengan kehendaknya. Dengan demikian, pewartaan
dengan bahasa setempat dapat menjadikan semakin percaya kepada Allah,
sebagai orang Jawa ialah dengan bahasa Jawa. Umat setempat menyakini
bahwa Perayaan Ekaristi Bahasa Jawa mampu menyentuh kedalaman hati
umat sehingga dapatdihayati dengan baik. hal ini akan sangat membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
umat dalam menghayati yang merupakan sumber dan puncak kehidupan,
sehingga iman mereka semakin berkembang.
5.
Langkah IV: Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta
konkrit
a.
Pengantar
Teman-teman yang terkasih dalam pembicaraan tadi kita sudah
menemukan sikap-sikap yang ditujukan oleh Yesus melalui Paulus dalam
Kitab Suci kepada kita, banyak hal yang mampu menyadarkan kita, baik
itu dari gambar, sharing pengalaman masing-masing maupun dari Kitab
Suci. Kita diajak untuk merenungkan dan memeriksa diri kita masingmasing sejauh mana kita percaya kepada kasih Allah kepada kita.
Pewartaan akan keselamatan Allah diwartakan melalui budaya yang telah
melekat dan menjadi milik kita sejak lahir. Kepercayaan yang ada dalam
diri kita masing-masing bukanlah diperoleh secara instant begitu saja
melainkan melalui setiap proses kehidupan yang kita alami. Sebagai kaum
muda seringkali kurang percaya diri untuk mengekspresikan iman serta
mewartakan menggunakan bahasa sendiri. Namun yang terpenting ialah
bagaimana sikap kita terhadap iman yang kita miliki untuk terus dapat
dihidupi sehingga akan muncul rasa ingin menyampaikan kebaikan Tuhan
yeng telah kita terima kepada sesama kita. Marilah kita bersama-sama
untuk berani menjadi murid yang sejati dengan berani memperbaharui
iman kepercayaan kita dengan sungguh-sungguh menghayati Perayaan
Ekaristi dan menyebarkan kebaikan dan kasih Allah kepada sesama kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
b.
Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin memahami bahwa
Allah senantiasa berkarya dalam budaya yang kita miliki maka kita
mencoba membangun sikap hidup di sekitar kita. Melalui pertanyaapertanyaan berikut:
1)
Sikap mana yang hendak kita perjuangkan agar semakin mampu
memahami peran budaya Jawa sebagai sarana mempertebal iman
kepercayaan kita kepada Tuhan dalam keterlibatan yang diwujudkan
melalui keterlibatan dalam mengikuti Perayaan Ekaristi?
2)
Saat hening diiringi dengan musik instrumen Jawa untuk mengiringi
renungan secara pribadi dengan panduan pertanyaan reflesksi diatas.
Kemudian peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil
renungannya. Kemudian sebagai bahan renungan dalam langkah ini
pendamping memberikan arahan rangkuman singkat sesuai dengan
hasil-hasil renungan pribadi mereka, sebagai berikut:
Menjadi murid Yesus yang sejati, kita percaya bahwa penyertaan-
Nya tidak pernah hilang. Melalui budaya yang telah kita miliki menjadikan
sarana untuk memudahkan kita dalam memperdalam ikatan dengan Yesus.
Dengan demikian sebagai generasi penerus yang harus kita lakukan ialah
melestarikan dan menjaga budaya kita di Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen, maka kita akan merasa lebih dekat dengan sang pencipta dan
iman kepercayaan kita akan senantiasa bertambah.
6.
Langkah V: mengusahakan suatu aksi konkrit
a.
Pengantar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Teman-teman yang terkasih dalam Kristus pada awal pertemuan kita
telah melihat cuplikan video Misa Bahasa Jawa. Sebagai seorang Jawa
maka unsur-unsur dalan budaya Jawa sudah tidak asing lagi bagi kita,
tergantung kita pernah menggunakannya atau tidak atau malah
melupakannya.
Setelah kita bersama-sama menggali pengalaman hidup bersama
sebagai orang Jawa yang menjadi murid Yesus yang sejati dan turut serta
dalam melestarikan budaya Jawa, ternyata kita semakin diperkaya dan
diteguhkan. Dalam proses didalamnya ternyata kita sebagai kaum muda
merasa kesulitan dalam menghayati Perayaan Ekaristi yang merupakan
sumber dan puncak kehidupan seturuh umat, kita menyadari bahwa
mengerti saja tidak cukup tanpa menghayatinya. Kesulitan yang kita alami
karena masih mengurung diri dan merasa takut akan kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi. Dalam Kitab Suci Allah bersabda melalui Paulus
yang mengatakan bahwa para rasul yang datang dalam suasana perayaan
berbicara menggunakan bahasa jemaat masing-masing padahal para rasul
orang Galilea, namun kuasa Allah yang mengaruniakan kepada mereka
bahasa yang dapat dimengerti oleh para jemaat supaya mereka mengerti
apa yang diwartakan tentang perbuatan-perbuatan Allah. Kita semua telah
menerima pewartaan dengan menggunakan bahasa sendiri supaya kita
mengerti dan memahami apa yang diwartakan kepada kita. Untuk itu
marilah kita memikirkan niatdan tindakan apa yang dapat kita buat untuk
dapat semakin beriman melalui kebudayaan yang kita miliki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
b.
Peserta
diajak
untuk
memikirkan
niat-niat
sebagai
bentuk
keterlibatan baru untuk semakin beriman melalui budaya Jawa,
dengan dibantu dengan pertanyaan sebagai berikut:
1)
Niat-niat apa yang dapat kita buat agar dapat semakin beriman dan
sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan melalui budaya Jawa di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
2)
Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan niatniat tersebut?
c.
Niat-niat dapat diungkapkan dalam kelompok untuk saling
meneguhkan satu sama lain.
d.
Pendamping
mengajak
peserta
untuk
membicarakan
dan
mendiskusikan secara bersama-sama guna menentukan niat konkrit
bersama
yang
akan
segera
diwujudkan,
agar
semakin
memperbaharui sikap bersama sebagai murid Yesus yang sejati
dengan semakin menghayati Perayaan Ekaristi secara sungguhsungguh melalui budaya sendiri yaitu bahasa Jawa di zaman
sekarang. Hingga akhirnya kita semua dapat membagikan kasih
karunia Allah kepada sesama kita supaya mereka juga akan
mengalami kasih yang telah kita dapatkan.
Penutup
a.
Setelah merumuskan niat pribadi dan bersama, pendamping
meletakkan salib dan lilin ditengah peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
b.
Pendamping mengajak peserta untuk hening mengungkapkan doa
umat yag diawali oleh pendamping dengan menghubungkan sesuai
dengan situasi hidup peserta. Setelah itu doa disusul secara spontan
oleh peserta lain. Akhir doa peserta secara bersama-sama mendoakan
doa “Rama Kawula” dan doa penutup dari pendamping.
c.
Doa penutup
Tuhan Yesus Kristus, kami mengucap syukur atas kehadiran serta
penyertaanMu ditengah-tengah kami. Engkau mengajarkan kamu
untuk membangun sikap kepercayaan dalam menghadapi segala
kesulitan-kesulitan hidup kami. Bapa kami memiliki berbagai
kekayaan budaya yang mendukung dalam pewartaan Sabda-Mu
terutama dalam hidup menggereja. Ya Bapa semoga dengan
pertemuan yang telah kami laksanakan ini memampukan kami
melihat kelemahan dalam diri kami masing-masing sehingga kami
mampu memperbaiki dan menggerakan hati kami untuk sungguhsungguh beriman kepadaMu dan memiliki kesadaran untuk mampu
mempelajari Bahasa Jawa sebagai upaya meningkatkan penghayatan
akan Perayaan Ekaristi turut serta dalam melestarikan budaya Jawa.
Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin
d.
Lagu penutup: Tan Ana Kang Luwih Endah KA 213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Pada bagian penutup penulisan skripsi ini, penulis akan mengemukakan
kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Kutoarjo.
Bagian kesimpulan ini, penulis akan merangkum bab I sampai bab IV. Sedangkan
pada bagian saran, penulis akan mengemukakan saran-saran berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh sebagai masukan untuk Pastor Paroki, pengurus Stasi
serta umat Stasi St. Fransisiku Xaverius Kemranggen.
A. Kesimpulan
Agama dan kebudayaan merupakan suatu yang saling berkaitan satu
dengan yang lain, kedua aspek tersebut saling berpengaruh dalam masyarakat.
Dengan kekayaan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat, Gereja selalu
terbuka akan hal tersebut sebagai pengungkapan iman melalui kebudayaan
yang ada. Gereja mulai mengangkat budaya setempat, Sacrosanctum
Concilium mengawali Konsili sebagai perubahan secara menyeluruh dan
serentak dalam liturgi. Dengan demikian Perayaan Liturgi yang sebelum
Konsili Vatikan II hanya dirayakan oleh Imam dengan berbisik-bisik, setelah
Konsili Vatikan II seluruh umat dalam secara bersama-sama merayakan
Ekaristi dengan bahasa setempat pula. Inkulturasi yang dilakukan oleh Gereja
antara lain yaitu pengunaan bahasa dalam liturgi serta penggunaan alat musik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
misalnya gamelan. Mengingat bahwa bahasa memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia sebagai sarana berkomunikasi.
Dalam suku Jawa tentu saja bahasa Jawa merupakan bahasa yang
digunakan di sebagian besar masyarakat Jawa, dengan demikian bahasa Jawa
dalam liturgi dirasa lebih memberikan makna dalam menghayati Sakramen
Ekaristi, walaupun tidak semua orang masih memegang teguh bahasa Jawa
dan memilih mengunakan Bahasa Indonesia. SC 36
menegaskan bahwa
bahasa pribumi dalam liturgi dirasa lebih bermanfaat dan dekat dengan umat
sehingga dapat mempermudah umat dalam menangkap dan meresapi. Bahasa
sangat berperan penting sebagai alat berkomunikasi dengan sesama,
hendaknya juga sarana sebagai komunikasi dengan Tuhan dengan bahasanya
sendiri (Mariyanto, 1997:275). Sehingga umat yang mengikuti Perayaan
Ekaristi tidak hanya sekedar hadir, mendengarkan, menghormati dan
menyambut komuni saja melainkan ikut terlibat dalam perayaan.
Sacrosanctum
Concilium
mengemukakan
beberapa
pandangan
mengenai Ekaristi, antara lain: Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan
Gereja, Ekaristi sebagai perayaan Gereja,. Ekaristi sebagai pusat liturgi,
Ekaristi sebagai kurban, Ekaristi sebagai perjamuan dan Ekaristi sebagai
sakramen. Beberapa pandangan tersebut yang diharapkan mampu menyentuh
hati umat serta dapat sunggung terwujud melalui Perayaan Ekaristi yang
dirayakan. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi dimaksudkan
pula untuk dapat membantu umat dalam menghayati nilai-nilai kristiani yang
kemudian dapat diterapkan daam kehidupan sehari-hari. Tingkat keaktifan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
umat dalam kehidupan menggerja yang turut serta dalam tugas dan peran
dalam liturgi diharapkan semakin meningkat dan memunculkan kesadaran
terhadap masing-masing umat. Dengan demikian, sungguh terwujud pribadi
yang ekaristis yang dapat sepenuhnya menerapkan nilai-nilai kristiani tanpa
merendahkan orang lain serta dapat menerapkan apa yang telah dirayakan
secara bersama-sama dalam Perayaan Ekaristi.
Setelah melakukan penelitian, peneliti memperoleh fakta bahwa
penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu umat dalam menghayati Perayaan
Ekaristi.
Usaha
Gereja
untuk
terbuka
kepada
kebudayaan
guna
mempermudah umat dalam menghayati Perayaan Ekaristi dapat diterima
dengan baik dan sesuai dengan harapan. Hal tersebut dibuktikan dengan
jawaban umat yang menyatakan bahwa penggunaan bahasa Jawa membantu
umat dalam menanggapai Sabda Tuhan serta memperdalam iman kristiani.
Namun tanggapan lain dialami oleh kaum muda, mereka berpandangan
bahwa budaya Jawa yaitu Bahasa Jawa yang digunakan dalam Perayaan
Ekaristi sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang. Bagi mereka, bahasa
Indonesia lebih akrab dan lebih muda dipahami melihat perkembangan zaman
pada sekarang ini. Oleh karena itu kaum muda cenderung hanya mengikuti
saja tanpa menghayati dengan sungguh-sungguh.
Bertolak dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis
mengusulkan suatu program katekese dengan model SCP sebagai salah satu
cara untuk membantu kaum muda dalam menghayati Perayaan Ekaristi
melalui budaya. Katekese SCP mengandung unsur sharing pengalaman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
direfleksikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani. Katekese yang
dipilih ialah model SCP dimana dalam katekese terdapat beberapa unsur
yaitu: sharing pengalaman, refleksi kritis akan sharing pengalaman hidup
yang kemudian diteguhkan melalui Tradisi Kristiani sehingga muncul
kesadaran dan sikap baru, sehingga kaum muda mampu untuk mempelajari
Bahasa Jawa sebagai upaya untuk mengingkatkan penghayatan akan
Perayaan Ekaristi.
B. Saran
Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan
dalam setiap bab, pada akhirnya penulis mengungkapkan saran-saran kepada
Romo Paroki, pengurus stasi serta umat Stasi St. Fransiskus Xaverius
Kemranggen.
1. Kepada Romo Paroki St. Yohanes Rasul Kutoarjo dan pengurus Stasi St.
Fransiskus Xaverius Kemranggen
a. Romo Paroki supaya lebih memotivasi umat terutama kaum remaja dalam
kehidupan menggereja. Dengan demikian umat merasa tersapa dan
tergerak hatiya untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas didalam Gereja.
mengingat Stasi St. Fransiskus Xaverius merupakan stasi yang tertelak
paling jauh dari Paroki, maka perhatian khusus sangatlah dibutuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
b. Romo paroki supaya meninjau kembali penjadwalan Misa dengan
menggunakan Bahasa Indonesia sehingga kaum muda tetap mampu
menghayati Perayaan Ekaristi.
c. Pengurus Stasi St. Fransiskus Xaverius supaya lebih peduli terhadap umat
lain juga kepada kaum muda. Seringkali yang terjadi ialah kaum muda
merasa
terabaikan,
terutama
dalam
pendalaman
iman,
sehingga
keterlibatan kaum muda masih kurang. Dalam memilih petugas liturgi
hendaknya lebih merata sehingga tidak berkesan hanya itu-itu saja
sehingga umat lain juga ikut merasakan.
d. Pengurus stasi hendaknya memberikan pendampingan khusus Bahasa
Jawa kepada kaum muda, sehingga kaum muda mempunyai kesadaran
untuk belajar Bahasa Jawa sehingga dapat menghayati Peraraan Ekaristi.
2. Kepada umat Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen
a. Kaum muda hendaknya lebih meningkatkan keterlibatan dalam kehidupan
menggereja serta menjalin persaudaraan dengan sesama kaum muda.
Pertemuan rutin dihidupkan kembali untuk saling menguatkan satu sama
lain dan semakin menumbuhkan iman mereka.
b. Kaum muda diharapkan untuk saling menghargai dan termotivasi untuk
belajar bahasa Jawa sebagai bahasa yang tetap digunakan dalam Perayaan
Ekaristi serta dapat dengan sungguh-sungguh menghayatinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Beding, M. “Situasi Gereja Indonesia Pasca Vatikan II”, Gereja Indonesia PascaVatikan II: Refleksi dan Tantangan. Yogyakarta: Kanisius. 1997, hlm 2132.
Bergant, Dianne & Karris, Robert. (2002), Tafsir Injil Alkitab Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius.
Boelaars, H. (2005). Indonesianisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Budi Haryanto, D. (2010). Buku kenangan 75 tahun Paroki Yohanes Rasul
Kutoarjo. Yogyakarta: Cahaya Timur Offset.
Chunha, B. D. (2012). Ekaristi, Memahami Misa Kudus demi Penghayatan yang
Utuh. Jakarta: Obor.
Endraswara, S. (2015). Etnologi Jawa. Yogyakarta: CAPS.
Hardisumarta, F. (2013). Ekaristi. Jakarta: Obor.
Heru Hendarto,Y. (1990). Romo Frans Van Lith, SJ Pembaharu Karya Missi
Gereja Di Jawa Tengah. Rohani, Th. XXXVII, 6, h.214-218.
Tema Asian Youth Day 2017, http://asianyouthday.org/tthasianyouthday2017logo-tentangAYD-pre-event, diakses pada Desember 10, 2016.
Widada
Prayitna,
Yr.
Ekaristi
Kaum
Muda
,
http://gerejakaummuda.wordpress.com/2010/11/25/ekm-ekaristi-kaummuda, diakses pada Desember 14, 2016.
Kirchberger, Georg. (1995). Gereja Berwajah Asia. Flores: Nusa Indah.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta-Jakarta: Kanisius.
__________. (2002). Pedoman Umum Misale Romawi. (Komisi Liturgi KWI,
Penerjemah). Flores: Nusa Indah (Dokumen Asli diterbitkan 1970).
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Lalu, Y. (2012). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius.
Madya Utama, Ig L. (2015). Maju-Mudur Konsili Vatikan II.Yogyakarta: Pusat
Pastoral Yogyakarta.
__________. (2010). Gereja Partisipatif. Seri Pastoral 442 No. 3&4, hlm 26.
Mariyanto, E. Praktek Liturgi Pasca Vatikan II. Gereja Indonesia Pasca-Vatikan
II: Refleksi dan Tantangan. Yogyakarta: Kanisius. 1997, hlm 271-303.
Martasudjita, E. (2009). Ekaristi, Tinjauan Teologis Liturgis dan Pastoral.
Yogyakarta: Kanisius.
__________. (2012). Dimensi Eklesial-Sosial Penghayatan Ekaristi Umat Paroki
Pugeran. Jurnal Teologi, Vol 01, No. 01, 2012, hlm. 15.
__________. (2014). “Implementasi 50 Tahun Sacrosantum Concilium di Gereja
Katolik Indonesia”. Orientasi Baru,Vol 23, No.1, 2014, hlm. 57-78.
__________. (2016). Ekaristi Sumber Peradaban Kasih. Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: PPY.
Muda, H. (1992). Inkulturasi. Flores : Pustaka Misionaloa Candraditya.
Prior, J. M. (2015). Maju Mundur Konsili Vatikan II. Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
Rukiyanto, B. (2015). Pewartaan di Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Sekretariat PWI Liturgi (1980). Inkulturasi Liturgi. Spektrum, No. 4, th X, 1980,
hlm 235.
Soetiawan, I. B. (1974). Katekese untuk Anak Remaja. Yogyakarta: PUSKAT.
Soetomo, G. (2002). Ekaristi dan Pembebasan. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiono. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharyo, I. (2011). Ekaristi: Meneguhkan Iman Membangun Persaudaraan
Menjiwai Pelayanan. Yogyakarta: Kanisius.
Sumarno Ds., M (2012). Program pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki. Diktat mata kuliah Program Pengalaman Pendidikan
Agama Katolik untuk Mahasiswa Semester IV, Program Studi Ilmu
Pedidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Stolk, H.C. (1979). Pembaharuan Liturgi. Seri Pastoral, No. 7, hlm 7-10.
Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah).
Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2: Hasil Wawancara
Identitas Responden
No
Nama
1. Aluysius Sukirdi
2. Budi Winarti
3. Bernardus Hartoyo
4. Yohanes Sumedi
5. Yustinus Suyono
6. Matius Bejo Prayitno
7. Fransiska Sugiyatmi
8. Sisilia Manise
9. Brigita Sutiti
10. Maria Goreti Tri Ernawati
11. Fransiskus Xaverius Onny Suprantiyo
12. Yoana Fransiska Yaneka Febtyas M
13. Iis Cristiyanti
14. Leonardus Windho
15. Hedwigis Elena
16. Yohanes Probo
17. Atanasia Raya
18. Antonius Rendra
19. Vitalis Redi Soraya
Usia/keterngan
74/ R1
44/ R2
58/ R3
67/ R4
61/ R5
41/ R6
48/ R7
57/ R8
28/ R9
56/ R10
39/ R11
36/ R12
17/ R13
24/ R14
15/ R15
18/ R16
14/ R17
25/ R18
19/ R19
Wawancara R1
1. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Alasan yang mendasar awal mula penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi ialah karena umat setempa senantiasa meggunakan Bahasa Jawa
dalam berkomunikasi. Stasi yang berada di dasa dan paling jauh dari paroki
yang masih kental menggunakan Bahasa Jawa, dengan melihat kenyataan dan
situsasi yang terjadi di lapangan, maka misionaris pada saat itu menyakini
bahwa menggunakan Bahasa Jawa akan jauh lebih mudah untuk sampai
kepada hati umat.
2. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Bertolak dari alasan awal mula menggunakan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi, penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu penghayatan umat
demikian tujuan awal penggunaan Bahasa Jawa sunguh tercapai. Menetapkan
Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi bertolak dari kebutuhan umat yang
dapat semakin membantu dalam meningkatkan iman umat, sehingga dalam
keseluruhan menggunakan Bahasa Jawa.
3. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu umat untuk
memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kehidupan sehari-hari umat Katolik mempunyai tempat dalam
masyarakat sebagai kelompok minoritas. Hal ini terbukti dengan umat
Katolik di Stasi Kemranggen yang menjadi sekretaris desa, ketua RT, ketua
RW maupun perangkat desa lainnya. Partisipasi dalam masyarakat tersebut
dengan harapan bahwa hidup Kristiani senatiasa dibawa dalam masyarakat.
Dengan demikian umat Katolik di Stasi Kemranggen juga senantiasa
membuka diri kepada masyarakat, misalanya pada saat hari besar Gereja
mengundang perangkat desa dan menampilkan budaya jawa seperti wayang,
kudalumping, keroncong. Hal tersebut menambah kerukunan umat beragama
untuk salaing menghagai dan menghayati.
4.
Apa usulan romo terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen? Mengapa?
Tujuan utama penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi ialah untuk
mempermudah umat dalam menghayati Perayaan Ekaristi yang dirayakan
secara bersama-sama. Menjadi orang Jawa yang turut melestarikan budaya
Jawa untuk tidak ditinggalkan begitu saja maka menetapkan Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Jawa sangatlah dipegang teguh melihat perubahan
zaman yang akan turut menggerus budaya termasuk bahasa. Namun gereja
tidak menutup diri dari dunia luar, seperti halnya penggunaan Bahasa
Indonesia dalam Perayaan Ekaristi supaya umat juga dapat mengikutinya
pada saat misa di paroki yang menggunakan Bahasa Indonesia. penggunaan
Bahasa Indonesia dapat dilaksanakan di Stasi Kemranggen atas persetujuan
dan kesepakatan bersama seluruh umat.
Wawancara R2
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejak menikah dengan orang Katoli, dalam mengikuti Perayaan Ekaristi
sudah mengunakan Bahasa Jawa. Pastor yang datang untuk menyebarkan
Agama Katolik menggunakan Bahasa Jawa dalam menyampaikan
pewartaannya. Sejak awal mula umat setempat menggunakan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Bahasa Jawa digunakan dalam Perayaan Ekaristi karena bahasa Jawa
merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh umat setempat. Dengan
demikian dapat mempermudah menerima Sabda Tuhan.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Dalam Perayaan Ekaristi pernah mengunakan Bahasa Indonesia ketika ada
seorang Romo dari Manado dengan tujuan melatih umat apabila mengikuti
Perayaan Ekaristi di Paroki yang menggunakan Bahasa Indonesia umat
senantiasa dapat mengikutinya.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akan jauh lebih menyentuh hati apabila mengikuti Perayaan Ekaristi dengan
menggunakan Bahasa Jawa, bahkan pada saat melihat Perayaan Ekaristi pada hari
besar melalui siaran televisi apabila ada yang menggunakan Bahasa Jawa, maka
hatipun lebih tersentuh dan lebih mantab walaupun itu hanya melihat melalui
televisi.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Sebagai orang Jawa, Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa
sangat menyentuh dan jauh lebih khidmat dan khusuk dalam mengikutinya.
Bahasa Jawa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi dirasa lebih sopan dan
halus sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Di dalam Stasi Kemranggen untuk saat ini selalu menggunakan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi maupun doa-doa bersama, namun hal ini tidak
berpengaruh terhadap kehadiran umat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Dengan bahasa yang digunakan akan turut mendorong partisipasi dalam
Perayaan Ekaristi terutama dalam mazmur walaupun masih terus belajar
namun tetap berusaha untuk tampil sejauh bisa dilaksanakan, terkadang
meminta bantuan kepada saudara yang bukan Katolik yang bisa membaca not
balok, hal ini tidak membuat malu justru memotivasi untuk lebih berusaha
lagi.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Sebagai orang Jawa maka penggunaan Bahasa Jawa sangat membantu dalam
menangkap dan mengerti Sabda Tuhan yang diperjelas dengan homili dari
Romo.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Perayaan Ekaristi merupakan perjumpaan dengan Tuhan terutama dalam
Liturgi Ekaristi, maka pada kesempatan itu pula berusaha untuk dapat
sungguh-sungguh menjadi waktu bersama Tuhan, dibantu dengan bahasa
sendiri maka hal ini sangat membantu dalam menghayati dan mendalaminya.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Dalam doa pribadi maupun doa bersama selalu mengunakan Bahasa Jawa
karena lebih mudah diucapkan dan karena sudah terbiasa menggunakan
Bahasa Jawa. Kecuali dalam doa Malaikat Tuhan yang menggunakan Bahasa
Indonesia karena lebih singkat dan mudah dihafal.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Berusaha menjadi orang Katolik yang sejati ditengah-tengah masyarakat
tanpa membeda-bedakan, namun sebagai manusia banyak pula godaan dan
kekurangannya. Menyadari bahwa kemampuan manusia terbatas, oleh sebab
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itu iman senantiasa ditimba terus menerus dengan menikuti Perayaan Ekaristi
maupun ibadat.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Usulan kedepannya alangkah lebih baiknya apabila di Stasi Kemranggen
penggunaan Bahasa Indonesia juga sesekali digunakan supaya apabila
mengikuti Misa di manapun dengan Bahasa Indonesia dapat umat mengikuti
Perayaan Ekaristi. selain itu juga memberi kesempatan kepada kaum muda
ataupun umat yang kurang paham akan Bahasa Jawa.
Wawancara R3
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejak adanya umat Katolik di Stasi Kemranggen dalam Perayaan Ekaristi
menggunakan Bahasa Jawa. Dalam mewartakan/menyebarkan Agama
Katolik seorang Pastor yang datang senantiasa menggunakan Bahasa Katolik.
Dengan demikian banyak umat yang dengan pilihan pribadi ikut dan tergerak
hatinya untuk menjadi orang Katolik.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Yang menjadi alasan penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi ialah
bermula dari pada saat umat berkenalan dengan Agama Katolik sudah
menggunakan Bahasa Jawa karena pada saat itu umat yang dihadapi
kebanyakan dari kalangan orang tua yang kurang paham akan Bahasa
Indonesia dan jauh lebih mudah dalam penyampaiannya apabila
menggunakan Bahasa Jawa.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa selalu digunakan dalam setiap Perayaan Ekariti di Stasi
Kemranggen, namun pada saat ada seorang Romo yang dari Manado, Stasi
Kemranggen mendapat jadwal Perayaan Ekaristi dengan menggunakan
Bahasa Jawa, pada saat itulah umat diperkenalkan dengan Ekaristi dengan
Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar umat juga bisa mengikuti Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Indonesia pada saat mengikuti Ekaristi di Paroki.
Namun setelah romo pindah, Perayaan Ekariti kembali lagi dengan
menggunakan Bahasa Jawa.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Sejauh ini umat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan baik dan mampu
memahami karena bahasa yang digunakan ialah bahasa sendiri yang dirasa
jauh lebih dimengerti.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Sebagai orang Jawa tulen saya merasa bahwa Kitab Suci dengan Bahasa Jawa
akan sanat mudah dipahami, berbeda dengan bacaan Kitab Suci dengan
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bahasa Indonesia, walaupun sekarang ini bahasa Indonesia lumrah digunakan
dalam setiapkalangan namun apabila mendengarkan ataupun membaca Kitab
Suci dengan bahasa Jawa akan sangat menyentu hati.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Penggunaan bahasa tidak berpengaruh terhadap kehadiran umat dalam
mengikuti Perayaan Ekaristi. Kesadaran diri sendiri untuk mengikuti
Perayaan Ekaristi tanpa dipengaruhi oleh bahasa, namun untuk memahami
dan menyentuh lebih memilih dengan menggunakan Bahasa Jawa.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Secara keseluruhan daam aktif mengikuti setiap bagian dalam Perayaan
Ekaristi, misalnya dalam lagu, doa maupun menjawab dialog dari romo.
Adapun bentuk partisipasi salah satunya dengan menjadi lektor sebelum
digantikan oleh yang lebih muda. Pergantian tugas merupakan salah satu cara
supaya umat lain juga terlibat dalam Perayaan Ekaristi.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Kitab Suci dengan Bahasa Jawa mudah dimengerti dan mudah ditangkap,
namun apabila pastornya kurang paham Bahasa Jawa maka penyampaiannya
kurang tepat, namun karena menggunakan Bahasa Jawa umat dapt dengan
mudah mengerti maksud dari yang disampaikan oleh pastor.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Liturgi Ekaristi merupakan yang paling pokok dalam Perayaan Ekaristi
dimana umat akan menerika tubuh dan darah Kristus dalam komuni, Bahasa
Jawa membantu untuk dapat masuk kedalam keheningan sebelum menerima
komuni, karena bahasa mewakili diri sendiri yang mengucapkan/berbicara
kepada Tuhan.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Doa pribadi ataupun doa bersama selalu menggunakan Bahasa Jawa karena
lebih mantab dan bahasa yang sopan yang diucapkan kepada Tuhan. Bahasa
Jawa krama yang digunakan semakin memeberikan tempat tertinggi untuk
berkomunikasi dengan Tuhan.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Agama Katolik merupakan agama yang sangat minoritas di kalangan
masyarakat Kemranggen. Namun hal ini tidak menjadi hambatan dalam
memaknai hidup seornag Katolik ditengah-tengah masyarakat. Berusaha
untuk menampakkan kekatolikan dan tidak membedakan satu sama lain dan
selalu menghargai sesama. Kepedulian terhadap sesama tidak dilihat dari
agama namun dari sesama manusia yang senantiasa harus saling peduli dan
menghargai satu sama lain. Walaupun menjadi minoritas tatapi tidak menjadi
(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kendala untuk tetap ikut terlibat aktif dalam kegiatan dan menjadi ketua RT
dalam masyarakat.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Sebagai seorang Jawa supaya tidak meninggalkan identitas kejawaannya
maka Bahasa Jawa tidak boleh ditinggakan,namun terbuka terhadap
kemungkinan bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi, supaya umat tidak
hanya terbiasa hanya menggunakan Bahasa Jawa, dan dapat mengikuti
Perayaan Ekaristi yang menggunakan Bahasa Indonesia seperti tujuan yang
disampaian oleh Romo yang pernah memperkenalkan Ekaristi dengan Bahasa
Indonesia.
Wawancara R4
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Pada awal mula ada seorang pastor yang datang kewilayah Kemranggen,
beliau senantiasa menggunakan bahasa Jawa, mulai dari mengenalkan doadoa sampai kepada tataperayaan Ekaristi menggunakan bahasa Jawa. Hal ini
sesuai dengan keadaan umat, walaupun awalnya Misa dilakukan keliling dari
rumah kerumah yang lain dan masih sangat jarang dilaksanakan
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Bahasa Jawa digunakan dalam Perayaan Ekaristi kerena Bahasa Jawa
merupakan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk
melestarikan budaya Jawa. Dari awal mula para misionaris menggunakan
Bahasa Jawa yang dirasa akan sangat mudah masuk kedalam hati umat yang
saat itu kebanyakan dari kalangan orang tua bahkan ada yang sudah
menginjak sepuh.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa selalu digunakan dalam Perayaan Ekaristi sesuai dengan apa
yang telah diajarkan dari awal mula, umat senantiasa terbiasa dengan Bahasa
Jawa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi maupun dalam ibadat yang
lainnya. Namun pada saat ada seorang romo dari Manado, umat di Stasi
Kemranggen mulai diperkenalkan dengan Perayaan Ekaristi Bahasa
Indonesia. Inilah kali pertama umat mendapat jadwal Ekaristi menggunakan
Bahasa Indonesia. Tujuannya supaya umat dapat mengikuti Ekaristi di Paroki
atau dimanapun dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Umat di Stasi Kemranggen sudah terbiasa dengan mengikuti Perayaan
Ekaristi dengan menggunkan Bahasa Jawa, oleh sebab itu umat akan mudah
menangkap dan memahaminya. Keterbiasaan inilah yang membuat umat
kesulitan apabila menggunakan Bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi.
(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Penggunaan bahasa dalam Ekaristi sangat berpengaruh terhadap tingkat
pemahaman umat dalam menghayati Ekaristi, keterbiasaan menggunakan
Bahasa Jawa sangat membantu dalam menghayati Perayaan Ekaristi.
menggunakan Bahasa Jawa juga sebagai sarana untuk melestarikan budaya
sebagai orang Jawa.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Pengguanaan bahasa tidak perbengaruh terhadap kehadiran umat melainkan
berpengaruh terhadap tinggat pemahaman umat akan Ekaristi. Dengan
demikian kehadiran umat dipandang sebagai kesadaran umat untuk
menghidupi iman kristianni. Karena setiap Perayaan Ekaristi di Stasi
Kemranggen saat ini selalu menggukan Bahasa Jawa maka mau tidak mau
umat harus senantiasa hadir.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Menjadi orang Katolik tidak hanya ikut terlibat aktif didalamnya, karena akan
percuma kalau ikut terlibat aktif tetapi tidak menghayatinya dengan sungguhsungguh. Penghayatan tersebut dengan ikut serta dalam menyanyi maupun
doa dalam Perayaan Ekaristi. Maka dari itu berhubung sudah beranjak sepuh
dan banyak yang muda-muda, kesempatan diberikan kepada yang lebih muda.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Bahasa Jawa sangat umum digunakan baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam Perayaan Ekaristi maka dari itu Kitab Suci akan jauh lebih
mudah dipahami dengan menggunakan Bahasa Jawa pula. Bahkan apabila
ada seorang pastor yang kurang paham dengan menggunakan Bahasa Jawa
dan kurang tepat pada saat penyampainnya akan lebih mudah dipahami
karena umat jauh lebih mengerti bahasa yang digunakan.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Perjumpaan dengan Tuhan salah satunya dengan Perayaan Ekaristi,
mengikuti Perayaan Ekaristi apabila tidak mengerti arti dari bahasa yang
digunakan maka tidak ada artinya. Dengan demikian Bahasa Jawa yang
digunakan sangat membantu dalam menghayati dan masuk kedalam suasana
keheningan bersama Tuhan.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Keterbiasaan menggunakan Bahasa Jawa dalam setiap Perayaan maka,
membuat umat juga terbiasa dengan bahasa yang digunakan. Oleh karenanya
setiap doa senantiasa menggunakan Bahasa Jawa. Karena dirasa akan sangat
membantu sarisegi pengucapan maupun dari maksud yang akan disampaikan.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebagai manusia tentu saja keterbatasan untuk melakukan segala perintah dan
laranganya itu selalau ada, namun berusaha untuk dapat mengamalkan nilainilai Kristiani ditengah hidup bermasyarakat tanpa memandang apapun
latarbeakangnya. Dalam kegiatan masyarakat walaupun menjadi kelompok
minoritas tetapi dipercaya untuk turut menjadi pernagkat desa.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Sebagai orang Jawa yang ikut melestarikan budaya Jawa hendaknya untuk
kedepannya Bahasa Jawa tetap digunakan dan tidak begitu saja ditinggalkan
dalam Perayaan Ekaristi. Mengingat untuk masa mendatang mungkin saja
bahasa daerah akan hilang berjalannya arus modern yang kian berkembang.
Dengan demikian baik apabila tetap melestarikannya sebagai sarana
berkomunikasi dengan Tuhan.
1.
2.
3.
4.
Wawancara R5
Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Dari awal Bahasa Jawa digunakan mulai dari pewartaan hingga dalam
tatacara perayaan. Misionaris yang datang senatiasa menggunakan Bahasa
Jawa dalam memperkenalkan Kristus kepada umat di Stasi Kemranggen.
Sejak awal berdirinya dan mulai melaksanakan Perayaan Ekaristi sudah
mennggunakan Bahasa Jawa. Ikut dalam Perayaan Ekaristi dan menjadi orang
Katolik merupakan pilihan pribadi, walaupun tidak bergabung sejak awal
masuknya agama Katolik.
Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Alasan yang paling mendasar mengapa menggunakan Bahasa Jawa ialah
karena Bahasa Jawa merupakan bahasa sehari-hari sehingga akan jauh lebih
memudahkan umat dalam memahaminya dan sungguh-sungguh masuk
kedalam hati umat serta mampu menyentuh hati umat. Dengan demikian
umat yang baru saja diperkenalkan dengan Kristus akan lebih mengerti.
Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Pada saat ini Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi
maupun dalam doa-doa lainnya. Namun sebelumnya pernah
diperkenalkan/diajarkan tatacara Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Jawa oleh
seorang Romo yang berasal dari Manado, hal ini bukan hanya karena romo
tersebut tidak bisa Bahasa Jawa, melainkan untuk membiasakan umat agar
tidak hanya bisa mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bashasa Jawa. Romo
berharap supaya ketika umat mengikuti Perayaan Ekaristi di Paroki umat
Stasi Kemranggen juga bisa sepenuhnya mengikuti.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Sebagian besar umat Stasi Kemranggen bisa dan dapat mengikuti Perayaan
Ekaristi Bahasa Jawa dengan khidmat karena sudah terbiasa sejak awal.
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Apabila menggunakan Bahasa Indonesia umat cenderung kurang hafal
dengan doa-doa maupun nyanyiannya. Mengingat sebagian besar umat di
Stasi ialah orang tua bahkah yang dari generasi pertama masih ada.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Sebagai orang Jawa sudah seharusnya turut serta dalam melestarikan dan
memegang teguh budaya Jawa, salah satunya dengan bahasa yang kapan saja
bisa luntur oleh zaman. Mengungkapkan iman kepada Tuhan dengan
menggunakan bahasa sendiri yang sehari-hari digunakan meningkatkan rasa
percaya diri serta lebih mantab dalam melaksanakan dan mengikuti Perayaan
Ekaristi.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Sejauh adanya Gereja Stasi Kemranggen, Bahasa yang digunakan dalam
Perayaan Ekaristi tidak berpengaruh terhadap kehadiran umat. Umat tidak
hadir bukan karena bahasa yang digunakan melainkan ada keperluan lain atau
ada halangan lainnya. Walaupun umat setempat senantiasa lebih akrab
bahkan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi sudah melekat dalam hati umat
tetapi umat tidak akan menutup diri ataupun menghindar apabila diadakan
Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia sejauh memungkinkan bagi umat.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Sebagai manusia lemah dan banyak berbuat salah, kadang kala kesadaran
umat untuk mengikuti Perayaan Ekaristi tidak selalu disadari oleh umat.
Sehingga apabila umat yang biasanya bertugas lektor ataupun doa umat tidak
hadir, maka dengan senang hati menggantikan. Namun untuk terlibat aktif
dalam lagu, menjawab Mazmur maupun doa senantias dapat diikuti dengan
baik.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Kitab Suci yang dibacakan dengan menggunakan Bahasa Jawa akan jauh
lebih mantab dibandingkan apabila dengan Bahasa Indonesia. kemungkinan
besar umat mengerti maksud apabila menggunakan Bahasa Indonesia namun
lebih mengena dengan Bahasa Jawa, tentunya dirasa lebih sopan dengan
tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Secara keseluruhan Bahasa Jawa membantu dalam menghayati dan mampu
menghantarkan umat dalam keheningan. Menggunakan kesempatan untuk
bersama Tuhan dalam Perayaan Ekaristi, dimana umat menerima komuni. Hal
ini sudah seharusnya menjadi pusat dalam Perayaan Ekaristi dan umat
senantiasa memberikan hati sepenuhnya dengan bantuan Bahasa yang
membantu umat menghayatinya.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam setiap kesempatan untuk berdoa baik secara bersama maupun pribadi
selalu menggunakn Bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan Bahasa Jawa
merupakan bahasa sendiri sehingga dengan mudah melantunkan setiap kata
yang hendak dihaturkan kepada Tuhan.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Umat Katolik merupakan umat yang sangat minoritas di Stasi Kemranggen,
pasang surut pernah terjadi dalam Gereja. Beberapa keluarga mengundurkan
diri dari Katolik dan mengikuti yang menjadi mayoritas, namun hal ini tidak
menyurutkan sebagian umat yang masih bertahan. Godaan dari luar selalu ada
namun, sebagai pengikut Kristus yang sejati berusaha untuk berpegang teguh
dan mencoba menampilkan jadi diri seorang Katolik tanpa merasa malu.
Berusaha untuk mengamalkan dan menanamkan rasa cinta kasih kepada
sesama tanpa membeda-bedakan.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Demi mewujudkan dan melestarikan Bahasa Jawa alangkah lebih baiknya
agar penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi tidak begitu saja
ditinggalkan. Mengingat untuk zaman sekarang bahasa Indonesia selalu
digunakan maka lebih baik pula jika sesekali menggunakan Bahasa Indonesia
seperti yang telah dipaparkan oleh seorang romo dari Manado supaya umat
dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Indonesia,
dengan tidak meningalkan Bahasa Jawa.
Wawancara R6
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejak adanya umat Katolik di Stasi Kemranggen, Bahasa Jawa selalu
digunakan dalam Perayaan Ekaristi. Setelah menjadi Katolik umat setempat
sudah menggunakan Bahasa Jawa mulai dari pelajaran sampai pada Parayaan
Ekaristi yang diadakan oleh umat. Dalam penyebaran Agama Katolik seorang
Pastor menggunakan Bahasa Jawa.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Umat Stasi Kemranggen senantiasa menggunakan Bahasa Jawa untuk
berkomunikasi, sehingga penyebaran agama dengan Bahasa Jawa akan jauh
lebih memudahkan umat untuk memahami dan mengerti maksud yang
disampaikan. Mulai dari memperkenalkan Kristus sampai tatacara dalam
Perayaan Ekaristi, umat diajarkan dengan menggunakan Bahasa Jawa. Oleh
sebab itu sampai sekarang Bahasa Jawa tetap digunakan dalam Perayaan
Ekaristi.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Perayaan Ekaristi selalu menggunakan Bahasa Jawa untuk saat ini, namun
sebelumnya pernah menggunakan Bahasa Indonesia ketika seorang romo
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
5.
6.
7.
8.
9.
yang dari Manado tugas di Paroki Santo Yohanes Rasul Kutoarjo. Untuk
pertama kalinya umat di Stasi Kemranggen menggunakan Bahasa Indonesia.
Dibantu buku panduan umat diajarkan mengikuti Perayaan Ekaristi dengan
Bahasa Indonesia, hal ini bertujuan supaya umat dapat mengikuti Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Indonesia. namun setelah romo pindah tugas, umat
Stasi Kemrangen meninggalkan Bahasa Indonesia dan kembali menggunakan
Bahasa Jawa dalam setiap Perayaan Ekaristi.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
sejauh ini penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi masih mendapat respon
yang baik oleh umat. Umat dapat dengan mudah mengikuti karena Bahasa
Jawa sebagai bahasa sehari-hari dan sudah terbiasa sejak dulu. Sehingga akan
merasa kesulitan apabila mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa
Indonesia, walaupun dapat mengerti namun sulit untuk ikut berperan aktif.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Keterbiasaan dengan bahasa yang digunakan maka dengan mudah diikuti dan
lebih merasa mantab serta mengena dihati umat. Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi juga mendapat persetujuan dan respon yang positif dari dewan paroki
juga romo paroki.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Penggunaan Bahasa dalam Perayaan Ekaristi tidak berpengaruh terhadap
bahasa yang digunakan. Mengingat pada saat ini Perayaan Ekaristi selalu
menggunakan Bahasa Jawa maka umat mau tidak mau senantiasa mengikuti.
Umat dapat mengerti maksud dengan bahasa yang digunakan baik itu Bahasa
Indonesia maupun Bahasa Jawa yang biasa digunakan, namun untuk dapat
mengikuti aktif dalam doa maupun pujiannya, umat cenderung akan memilih
menggunakan Bahasa Jawa.
Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Setiap mengikuti Perayaan Ekaristi senantiasa ikut terlibat aktif apapun
bahasa yang digunakannya. Keterlibatannya antara lain memandu lagu
maupun doa umat. Tugas-tugas dalam Ekaristi sudah ditetapkan namun, tidak
menutup kemungkinan untuk siapa saja yang akan ikut terlibat aktif terutama
dari kalangan muda-mudi.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Kitab Suci yang dibacakan senantiasa dapat dimengerti dan mudah dipahami
dengan menggunakan bahasa, baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Jawa.
Dengan homili yang disampaikan oleh romo akan memperkuat bacaan yang
telah disampaikan. Keterbiasaan menggunakan Bahasa Jawa mambuat bacaan
yang digunakan akan terasa umum dan familiar ditelinga umat.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara keseluruhan Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Jawa sepenuhnya dapat
membantu dalam menghayati setiap bagian Ekaristi. Liturgi Ekaristi
mendapat tempat tersendiri dalam seluruh perayaan, maka sudah seharusnya
apabila mendapat waktu khusus untuk bersama Tuhan.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Dalam setiap doa baik pribadi maupun doa bersama selalu menggunakan
Bahasa Jawa, karena akan lebih mudah dalam mengucapkannya.
Keterbiasaan dalam Perayaan Ekaristi yang menggunakan Bahasa Jawa
membatu dalam setiap doayang dipanjatkan kepada Tuhan.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
80% nilai-nilai Kristiani dapat diterapkan dalam kehidupa sehari-hari,
mengingat bahwa manusia tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Sebagai orang tua tentu saja mengerti kebutuhan yang dirasakan oleh anakanak dan remaja yang pada umumnya keluar dari daerah Kemranggen.
Berdasarkan pengalaman mereka, tentu saja tidak atau pernah sesekali
mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Indonesia sehingga pada saat
mengikuti Perayaan Ekaristi Bahasa Indonesia sedikit kesulitan padahal
mereka akan jauh lebih mengerti apabila menggunakan Bahasa Indonesia,
sehingga akan lebih baik jika kembali dijadwalkan Ekaristi Bahasa Indonesia,
namun hal itu butuh proses, karena sebagian besar umat sudah terbiasa dan
lebih membantu
menghayati, sehingga tidak semua umat setuju
menggunakan Bahasa Indonesia.
Wawancara R7
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejak menikah dana menjadi seorang Katolik Perayaan Ekaristi di Stasi
Kemranggen sudah menggunakan Bahasa Jawa. Mulai dari memberikan
pelajaran ataupaun memperkanalkan Agama Katolik, selalu menggunaan
Bahasa Jawa.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Alasan utama penggunaan Bahasa Jawa ialah karena umat Stasi Kemranggen
ilaha penduduk asli Jawa. Salah satu bentuk melestarikan Bahasa Jawa dan
menggunakannya sebagai sarana untuk memperkenalkan dengan Tuhan.
Sehingga umat akan merasa lebih mengena dan dengan sangat mudah dipahai
oleh umat.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
5.
6.
7.
8.
Dalam setiap kesempatan, Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan
Ekaristi kerena umat sudah terbiasa sehingga akan kesulitan apabila
menggunakan bahasa lain, misalnya Bahasa Jawa. Ketika ada Romo Nus,
seorang romo dari Manado bertugas di Paroki Kutoarjo, beliau
memperkenalkan dan memberikan jadwal Misa dengan menggunakan Bahasa
Jawa supaya umat tidak hanya terbiasa dan hanya bisa mengikuti Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Jawa saja. Namun ketika beliau pindah tugas, umat
Kemranggen tidak pernah lagi menggunakan Bahasa Indonesia dalam
Perayaan Ekaristi.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Umat senantiasa mengerti dan memahami baik dengan Bahasa Jawa maupun
Bahasa Indonesia, namun karena keterbiasaan menggunakan Bahasa jawa
sehingga tidak mudah untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. Bahasa Jawa
bagi umat Stasi Kemranggen dirasa akan lebih menggugah hati umat dan
umat dapat dengan aktif mengikuti setiap bagiannya.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Di zaman sekaranag tidak menampik kenyataan yang ada bahwa Bahasa
Indonesia lebih akrab didengarkan. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada
Bahasa Jawa, Perayaan Ekaristi dengan menggunakan kedua bahasa tersebut
dapat diterima dan dipahami dengan baik. hal yang menjadi kendala ialah
apabila romo yang bertugas kurang mengerti Bahasa Jawa dan menimbulkan
kesan yang lucu sehingga perlu konsentrasi tinggi untuk dapat memahami dan
menyembunyikan reaksi yang tidak diinginkan.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Kehadiran umat di stasi Kemranggen dalam Perayaan Ekaristi tidak
ditentukan dengan bahasa yang digunakan, mengingat untuk saat ini Perayaan
Ekaristi selalu menggunakan Bahasa Jawa. Ketidakhadiran umat berkaitan
dengan halangan-halangan lain yang mendesak. Umat tidaka pernah melihat
adanya faktor yaang menghambat kehadiran yang berasal dari dalam Gereja
melainkan dari luar Gereja, misalnya ada acara dalam masyarakat ataupun
acara lain.
Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Partisipasi dalam Perayaan Ekaristi tidak setiap umat dapat mengikutinya
walaupun menggunakan bahasa sendiri, namun untuk aktif dalam lagu
maupun menjawab dialog romo senantiasa dilakukan oleh seluruh umat yang
mengikuti Perayaan Ekaristi. Tugas-tugas tersebut diberikan kepada yang
lebih muda, namun tidak menutup kemungkinan apabila yang bertugas tidak
bisa hadir maka dengan senang hati bida menggantikan.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Apapun bahasa yang digunakan baik itu Bahasa Jawa maupun Bahasa
Indonesia dapat membantu menangkap Sabda Tuhan, karena dari Sabda
Tuhanlah iman akan semakin ditambah dan diperkut, sehingga apabila tidak
megerti artinya akan percuma saja. Homili yang disampaikan romo akan
mempertegas lagi untuk mengerti dan menerakannya dalam kehidupan seharihari.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Secara keseluruhan Perayaan Ekaristi dapat diikuti dan dipahami dengan baik
dengan bantuan bahasa yang dapat dimengerti baik Bahasa Jawa maupun
Bahasa Indonesia. Liturgi Ekaristi merupakan yang paling pokok dan harus
sungguh-sungguh dipahami dan dihayati dengan baik dan benar pula.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam setiap Perayaan Ekaristi, namun
dalam buku-buku doa pribadi sebagian besar menggunakan Bahasa
Indonesia. sehingga dalam setiap doa pribadi senantiasa menggunakan
Bahasa Indonesia, entah itu doa spontan ataupun rumusan doa lainnya.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Menajadi orang Kristian sudah seharusnya dapat membawa sukacita dan
dapat mengamalkan cinta kasih kepada sesama tanpa membeda-bedakan.
Namun kelemahan manusia selalu ada maka, sebisa mugkin berusaha untu
mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari, bertindak peduli dan mengasihi
sesama dan berusaha bergaul dengan yanglain untuk memperkaya
pengetahuan dan wawasan sehingga akan lebih menghagai sesama.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Sebagai orang Jawa maka tidak bisa meninggalkan Bahasa jawa, namun
kembali lagi kepada yang telah disampaikan oleh Romo Nus, supaya umat
juga bisa mengikuti Misa dengan Bahasa Indonesia, sesekali baik apabila
Perayaan Ekaristi menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak meninggalkan
Bahasa Jawa.
Wawancara R8
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa digunakan dalam Perayaan Ekaristi digunakan sejak awal mula
adanya Gereja dan mengadakan Perayaan Ekaristi. Seorang Pastor yang
datang untuk memperkenalkan Agama Katolik senantiasa menggunakan
Bahasa jawa dalam pewartaannya sehingga umat Katolik di Kemranggen
diajarkan tatacara Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Alasan penggunaan Bahasa Jawa dalam perayaan Ekaristi ialah karena
Bahasa Jawa menjadi bahasa umat Kemranggen. Dengan demikian akan lebih
mudah sampai kepada umat apabila pewartaanya juga menggunakan bahasa
setempat. Umat akan merasa bebas berkomunikasi dengan Tuhan dengan
bahasa sendiri.
Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Setiap Perayaan Ekaristi di Stasi Kemranggen selalu menggunakan Bahasa
Jawa. Tahun 2003 pada saat ada Romo Nus bertugas di Paroki, Stasi
Kemranggen mendapat jadwal menggunakan Bahasa Indonesia dalam
Perayaa Ekaristi. Namun setelah Romo Nus pindah Bahasa Indonesia kembali
ditinggalkan, salah satu alasannya ialah umat lebih akrab dengan Bahasa
Jawa. Sampai saat ini dalam setiap Misa senantiasa menggunakan Bahasa
Jawa.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Umat senantiasa dapat mengerti dan memahami, kecuali anak-anak dan kaum
muda kemungkinan yang kurang begitu memahami kerena zaman sekarang
ini bagi mereka Bahasa Indonesia lebih sering didengar baik disekolah
maupun setiap acara televisi. Namun untuk orang dewasa yang sudah terbiasa
akan snagat membantu untuk menghayati Perayaan Ekaristi.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Bahasa Jawa sudah menjadi kebiasaan dalam mengikuti Perayaan Ekaristi
maka akan terlihat aneh dan kurang bisa diikuti apabila menggunakan bahasa
lain seperti Bahasa Indonesia. Dengan demikian Bahasa Jawa dapat
membantu untuk menghayati dan menangkap setiap bagian dari Perayaan
Ekaristi.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Tidak berpengaruh, orang Katolik harus mengikuti setiap Perayaan Ekaristi,
maka apapun bahasa yang digunakan akan senantiasa dihadiri oleh umat.
Walaupun masih banyak umat yang tidak aktif ke gereja dengan berbagai
macam alasan. Namun untuk umat yang sungguh menyadari dan aktif ke
gereja tentu saja tidak mempersoalkan bahasa yang digunakan sejauh umat
dapat mengerti.
Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Mengingat usia yang sudah tidak muda lagi maka, tugas-tugas dalam Gereja
diberikan kepada yang lebih muda. Menginjak usia yang mulai sepuh untuk
dapat pergi ke Gereja pun sudah sangat bersyukur karena jarak dari rumah ke
Gereja yang cukup jauh. Namun tetap aktif dalam lagu maupun menanggapi
mazmur yang dinyanyikan serta doa-doa dalam Perayaan Ekaristi.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembacaan Kitab Suci dapat diterima denga bantuan bahasa yang merupakan
bahasa sendiri. Kemudian dipertegas dengan homili yang disampaikan oleh
romo untuk semakin menghayati hidup sebagai orang Kristiani. Sebagai
manusia yang banyak kekurangan dalam homili yang diberikan tidak selalu
dapat diterima karena rasa ngantuk dan terkadang merasa bosan.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Seperti hal nya dalam pembacaan Kitab Suci, dalam Liturgi Ekaristi pada
umumnya umat dapat memahami dan menghayati namun beberapa kendala
yang sering dihadapi ialah teriakan dan suara gaduh anak kecil yang membuat
konsentrasi terganggu.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Keterbiasaan menggunakan Bahasa Jawa dan karena bahasa sendiri yang
dirasa lebih mudah dalam menyampaikan kepada Tuhan. Bahasa Jawa
membuat rasa percaya diri lebih tinggi dan tidak takut salah dalam
mengucapkannya doa secara pribadi maupun doa bersama.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Dalam menjalani kehidupan sehari-harisebagai seornag Kristiani sudah
seharusnya mengamalkan nilai-nilai Kristiani tanpa memandang
latarbelakang. Hidup sebagai kelompok yang sangat mayoritas tidak
menyurutkan niat untuk selalu hidup sesuai aturan orang Kristen. Namun
manusia menyadari kelemahan sehingga tidak dapat sepenuhnya diterapkan.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Bahasa Jawa sudah sangat melekat dan seakan tidak bisa dipisahkan lagi oleh
umat di Stasi Kemranggen, namun demi mengikuti perkembangan zaman dan
supaya umat juga dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa
Indonesia, maka dapat diadakan kembali Perayaan Ekaristi dengan Bahasa
Indonesia.
Wawancara R9
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Menginjak tahun ke delapan menjadi orang Katolik, yang dirasa masih belum
cukup lama. Sejak memilih untuk menikah dengan orang Katolik dan
mengikuti pelajaran, semuanya diterima dengan menggunakan Bahasa Jawa.
Perayaan Ekaristi pertama yang diikuti juga menggunakan Bahasa Jawa
sampai saat ini.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Terhitung sebagai umat baru dalam Gereja Katolik di Stasi Kemranggen
mengemukakan pendapat bahwa yang menjadi alasan penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi ialah Bahasa Jawa menjadi bahasa sehari-hari
(17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
4.
5.
6.
7.
umat Kemranggen. Dengan menggunakan bahasa sendiri maka akan lebih
menguntungkan umat dalam menangkap dan memahami apa yang mereka
rayakan dalam Misa.
Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejauh mengenal Agama Katolik dan mengikuti setiap Perayaan Ekaristi pada
hari minggu walaupun tidak setiap minggu ada Misa dan diganti dengan
ibadat Sabda senantiasa menggunakan Bahasa Jawa. Hal ini membuat umat
stasi dapat dengan mudah mengikuti karena terbiasa sejak dulu menggunakan
Bahasa Jawa. Dengan demikian akan sangat membantu umat untuk
menghayatinya.
Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Bahasa Jawa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi merupakan bahasa
yang sangat sopan untuk menghadap Tuhan dan menghaturkan segala pujian
kepada Tuhan. Maka dengan penuh khidmat dan rasa sopan penggunaan
Bahasa Jawa membuat umat yang mengikutinya semakin khusuk dalam
mengkuti Perayaan Ekaristi.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Pada awal mengikuti Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa
membutuhkan konsentrasi untuk dalam mengikuti kerena belum terbiasa.
Namun lambat laun hal tersebut dapat diikuti karena sebelumnya sekolah di
yayasan Katolik sehingga lebih mudah untuk beradaptasi dengan agama
Katolik. Namun untuk penggunaan bahasa tentu saja berbeda dengan apa
yang telah diketahui dan diperoleh dari sekolah, misalnya sering mendengar
rumusan doa dalam Bahasa Indonesia. berjalannya waktu penggunaan Bahasa
Jawa sebagai sarana menghadap Tuhan dirasa sangat sopan dan dapat diikuti.
Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Bagi umat Stasi Kemranggen bahasa yang digunakan dalam Perayaan
Ekaristi sama sekali tidak berpengaruh teradap kehadiran umat. Walaupun
sebagian besar umat memilih menggunakan Bahasa jawa dalam Perayaan
Ekaristi tatapi sejauh ini apabila mengikuti Misa di paroki yang menggunakan
Bahasa Indonesia tidak menyurutkan niat untuk tidak ke Gereja. kesadaran
penuh yang dirasakan umat sejauh masih mengerti arti membuat umat
semakin diperkaya dengan mengikuti Misa yang seain menggunakan Bahasa
Jawa.
Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Sesuatu kebangga tersendiri, mengingat bahwa menjadi orang Katolik belum
cukup lama, mendapat kepercayaan untuk menjadi lektor. Menjadi lektor
harus mempu membacakan untuk orang lain sehingga harus dengan jelas cara
membacanya. Bahasa Jawa dalam membacakan tidak lurus seperti yang
tertulis, hal ini yang mambuat keraguan untuk menerima tugas menjadi
(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lektor. Namun dengan berusaha semaksumal mungkin untuk
bertanggungjawab atas tugas yang diberikannya dan dengan senang hati
mendapat kepercayaan dan dapat ikut terlibat dalam Perayaan Ekaristi.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Sebagai salah satu pembaca dalam bacaan Kitab Suci, maka membuat
keuntungan tersendiri yaitu lebih mengetahui bacaan karena sebelumnya
sudah membaca dan mempersiapkan diri. Bahasa Jawa mempermudah umat
dalam mengerti dan menangkap isi dan intidari bacaan kemudian dipertegas
lagi dengan homili yang dibawakan oleh romo. Hal ini semakin menambah
pengetahuan dan lebih mengerti maksud dari bahasa Kitab Suci yang
terkadang sulit diterima.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Secara menyeluruh Penggunaan Bahasa Jawa sangat membantu umat dalam
Perayaan Ekaristi, bahkan diliar Perayaan Ekaristi misalnya dalam doa
Rosario umat senantiasa menghayatinya. Pada awalnya sulit mengikuti
kerena umat yang sudah terbiasa dalam mendarasakan doa cenderung sangat
cepat. Namun karena terbiasa mengikuti maka dapat pula mengimbangi umat
yang lain.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Pelajaran yang diperoleh sebelum menjadi orang Katolik dengan
menggunakan Bahasa Jawa, sehingga terbiasa menggunakan Bahasa Jawa
dalam doa pribadi maupun doa bersama-sama yang sejak dulu menggunakan
Bahasa Jawa. Namun untuk mengajari anak-anak menggunakan Bahasa
Indonesia karena mudah dihafalkan.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Menjadi orang Katolik merupakan pilihan dari dalam diri, masih harus terus
belajar bagaimana menjadi orang Katoik yang baik. tanggapan orang lain
tentu saja bermacam-macam dan tidak dengan mudah menerima, namun
dengan ikut terlibat aktif dan rajin mengikuti Perayaan Ekaristi menjadi cara
supaya tidak dengan mudah diremehkan oleh orang lain. Berusaha untuk
menyakinkan bahwa menjadi seorang Katolik yang baik tanpa membedakan
dan lebih menghargai sesama.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Melihat anak-anak zaman sekarang ini yang lebih mudah diajarkan dengan
bahasa Indonesia, maka lebih baik jika dijadwalkan Perayaan Ekaristi dengan
Bahasa Indonesia, namun tidak meninggalkan Bahasa Jawa. pada saat
mengikuti Misa diparoki pada hari Raya maupun acara perayaan liannya,
umat dapat mengikuti dengan baik serta dapat menjawab dialog serta doa-doa
dengan Bahasa Indonesia.
(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Wawancara R10
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Sejak menjadi orang Katolik Perayaan Ekaristi di Stasi Kemranggen sudah
menggunakan Bahasa Jawa. Hal ini sesuai dengan keadaan dan kondisi umat
yang dihadapi pada saat itu, yang umunya ialah orang tua. Sehingga sangatlah
cocok dan memudahkan umat untuk mengenal dan menghayati iman
Kristiani.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Sebagai orang jawa yang pada umumnya menggunakan Bahasa Jawa menjadi
alasan utama dalam penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi pada
awal mula sampai sekarang. Hal ini tetap dipegang teguh untuk tidak
meninggalkan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari yang pada saat ini
mulai luntur.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa sennatiasa digunakan dalam setiap Perayaan Ekaristi di Stasi
Kemranggen dari awal mula sampai saat ini, namun duu pernah
menggunakan Bahasa Indonesia. karena setiap mengikuti Misa di Paroki
selalu menggunakan Bahasa Indonesia maka umat Stasi Kemranggen juga
diperkenalkan dengan Perayaan Ekaristi meggunakan Bahasa Indonesia.
supaya umat dapat mengikuti Peryaan Ekaristi dengan mengguakan Bahasa
Indonesia pada saat itu yang setiap hari raya Natal maupun Paskah seluruh
umat diundang untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di Paroki. Namun hal itu
tidak berlangsung lama dan sampai sekarang selalu menggunakan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Sebagian besar umat dapat mengikuti karena menggunakan bahasa sendiri
yang sudah akrab ditelinga. Sehingga dengan mudah menghayati dana masuk
kedalam diri umat masing-masing. Pandangan bahwa umat katoik harus sealu
ke greja selalu dipegang teguh oleh seluruh umat apalagi bahwa bahasa
menjadi prioritas untuk senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi.
sebagai orang Jawa tentu saja hal ini menjadi kebanggaan tersendiri karena
mendapat pengakuan dalam Gereja.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Sesuai dengan alasan awal mula dalam penggunaan Bahasa Jawa dalam Stasi
Kemranggen, supaya dapat menyatu dan merupakan bahasa sendiri maka, hal
ini lah yang dirasakan oleh sebagian besar umat. Namun tidak semua umat
setuju dengan hal itu. walaupun sudah terbiasa dengan Bahasa Jawa tetapi
Perayaan Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Indonesia lebih mudah
diterima. Hal iniberkaitan dengan perkembangan zaman pada saat sekarang
yang Bahasa Indonesiapun digunakan oleh orang yang di desa.
(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Sejauh ini kehadiran umat tidak sama sekali berpengaruh terhadap bahasa
yang digunakan. Bahkan yang cenderung memilih Bahasa Indonesiapun tetap
ikut Misa dengan Bahasa Jawa karena hanya ada Misa menggunakan Bahasa
Jawa di Stasi Kemraggen, namun karena sudah menjadi kebiasaan makan
tidak menjadi kendala untuk tidak mengikuti Perayaan Ekaristi.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Bahasa Jawa selalu digunakan namun untuk tugas dalam Perayaan Ekaristi
diberikan kepada yang lebih muda. Pengguanaan Bahasa Jawa yang tulisan
dengan cara membacanya tidak sama menjadikan ragu-garu apabila salah
baca padaa saat tugas dengan demikian memilih untuk tidak ikut
berpartisipasi. Namun tetap mengikuti dengan baik setiap bagian dari
Perayaan Ekaristi.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Sering kali yang terjadi ialah mendengarkan Bacaan Kitab Suci hanya pada
saat Misa maka, haruslah di terima dan diresapi. Bacaan Kitab Suci menjadi
pokok dimana Tuhan bersabda dan melalui homili, romo menyampaikan
maksud dari bacaan yang dibacana pada saat itu. dengan demikian umat dapat
menangkap dengan mudah supaya dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari untuk menjadi murid Kristus. Bahasa sangat membantu penghayatan
umat, sebagai orang Jawa yang umunya menggunakan Bahasa Jawa.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Sejauh ini pengunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi sangat membantu
umat dalam mengikuti dan memahaminya serta dapat dengan mudah dalam
menjawab dialog pastor saat mengikuti Perayaan Ekaristi. namun menurut
diri pribadi lebih mengerti apabila menggunakan Bahasa Indonesia.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Selama ini Bahasa Jawa senatiasa digunakan dalam Misa maupun dalam doa
bersama, namun mengingat bahawa pada masa sekarang Bahasa Indonesia
lebih sering dan akrab didengarkan maka dalam doa pribadi cenderung
menggunakan Bahasa Indonesia.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Sebagai seorang Kristiani sudah sewajarnya menerapkan nilai-nilai dan hidup
seturut dengan apa yang telah diperoleh selama menjadi orang Katolik. Hal
ini tidaklah mudah dalam menerapkannya, mengingat bahwa umat Katolik
menjadi umat yang sangat minoritas. Namun hal ini tidak melemahkan niat,
walaupun tidak sepenuhnya dapat diterapkan. Kepercayaan yang diberikan
masyarakat untuk menjadi sekretaris desa menjadi salah satu bukti bawa umat
Katolik masih dipandang dan mendapat tempat dalam masyarakat.
(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
Untuk melatih umat supaya tidak hanya terbiasa dan tidah hanya bisa
mengikuti Perayaan Ekaristi dengan Bahasa Jawa maka, lebih baik apabila
mulai lagi dijadwalkan Misa dengan Bahasa Indonesia. Misa dengan Bahasa
Indonesia tidak harus sebulan sekali namun melihat kondisi umat. hal ii
menjadikan variasai terhadap Perayaan Ekaristi sehingga tidak hanya
cenderung Bahasa Jawa namun tidak begitu saja meninggalkan Bahasa Jawa.
Wawancara R11
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa digunakan dalam Perayaan Ekaristi sejak pertama kali
mengikuti Perayaan Ekaristi di stasi Kemranggen. Sebagai orang Jawa dan
ornag Katolik sejaklahir maka hal ini menjadi wajar dan akan sangat
membantu umat dalam mengikuti dan menghayati iman Katolik.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Alasan menggunakan Bahasa Jawa ialah karena ornag jawa yang dalam
kehidupan sehari-hari menggunakan Bahasa Jawa. Supaya ornag jawa tidak
kehilangan identitas sebagai ornag jawa makan hal ini dijadikan oleh
misionaris sebagai sarana untuk menyebarkan agama Katolik.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Iya. Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi. Namun
pernah menggunakan Bahasa Indonesia pada beberapa tahun lalu. Dengan
alasan supaya umat Katolik juga bisa mengikuti Perayaan Ekaristi dengan
Bahasa Indonesia. tetapi hal itu tidak berlangsung lama dan umat memilih
kembali menggunakan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Umat senantiasa merasa cocok dan sesuai dengan bahasa umat sendiri.
Karena sudah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa memudahkan umat untuk
menghayatinya. Bahkan akan merasa kesulitan apabila meggunakan Bahasa
Indonesia walaupun umat akan mengerti artinya.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Keterbiasaan menggunakan Bahasa Jawa menjadikan Perayaan Ekaristi
menjadi lebih mendalam dan mudah dihayati. Walaupun dengan
menggunakan Bahasa Indonediapun akan mudah saja diikuti dan dimengerti
tetapi akan jauh lebih meresap kahati apabila menggunakan Bahasa Jawa.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Bahasa yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi tidak berpengaruh terhadap
kehadiran umat dalam Perayaan Ekarsiti. Karena umat akan cenderung akan
(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih banyak yang mengikuti apabila Perayaan Ekaristi dibandingkan dengan
Ibadat Sabda. Umat senantiasa lebih memberikan prioritas kepada Perayaan
Ekaristi. jarak yang jaub serta cuaca terkadang yang menjadi kendala bagi
umat untuk mengikuti Perayaan Ekaristi.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Baik menggunakan Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia senantiasa siap
dengan senang hati untuk dapat terlibat aktif, bentuk partisipasinya ialah
sebagai pembaca bacaan. Bahasa Jawa menjadikan kepercayaan diri semakin
bertambah karena sudah terbiasa dan sebagai bahasa sehari-hari.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Kitab Suci menjadi pusat yang harus sungguh-sungguh didengarkan, bahkan
sebagian besar umat mendengarkan Kitab Suci pada hari minggu saja. Namun
sebagai lektor yang hampir setiap hari minggu bertugas menjadikan
keuntungan tersendiri untuk mempelajari dan membacanya sebelum
dibacakan dalam Perayaan Ekaristi. Homili yang disampaikan oleh romo
lebih memperkuat apa yang telah disabdakan oleh Tuhan melalui bacaan pada
saat itu.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Secara keseluruhan pengguanaan Bahasa Jawa menyangkut doa, lagu maupun
bacaan dalam Perayaan Ekaristi. Hal ini digunakan supaya umat dapat lebih
memahami karena mengguakan bahasa sendiri. Liturgi Ekaristi menjadi
pokok dimana umat meneria tubuh dan darah Kristus, maka mendapat tempat
khusus untuk lebih memahaminya.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Kebiasaan menggunakan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi menjadikan
Bahasa Jawa akrab digunakan dalam setiap doa. Baik dalam doa bersama
maupun doa pribadi selalu menggunakan Bahasa Jawa. Dengan alasan lebih
mudah diucapkan karena sudah terbiasa digunakan dalam hal-hal doa dan
dalam hal berkomunikasi dengan Tuhan memalui Perayaa Ekaristi.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Hidup secara Katolik sudah ditanamkan sejak menjadi orang Katolik, namun
tidak semua rencana dan niat akan berjalan dengan lancar sesuai harapan.
Mengingat bahwa manusia mudah terjerumus kedalam dosa karena
kelemahan yang dimiliki manusia, hal ini membuat tidak semua dapat
diterapkan. Menjadi minoritas jugamenjadi salah satu tantangan untuk tetap
berusaha menjadi orang Katolik dan terlibat dalam kegiatan masyarakat.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebagai orang Jawa sudah menjadi kewajiban untuk turut dalam melestarikan
budaya jawa salah satunya dengan tetap menggunakan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi. Dengan demikian maka indenritas sebagai ornag jawa
tidak akan hilang begitu saja. Namun dengan tidak menutup kepada diri
kepada dunia luar, maka bisa sesekali menggunakan Bahasa Indonesia dalam
Perayaan Ekaristi supaya lebih variatif.
Wawancara R12
1. Menurut Bapak/ibu/saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Menjadi orang Katolik sejak lahir dan mengingat dari awal mula Perayaan
Ekaristi selalu menggunakan Bahasa Jawa. Hal ini sesuai dengan keadaan
umat yang merupakan ornag Jawa yang masih memegang teguh budaya jawa
dan melestarikan bahasa Jawa supaya tidak luntur digerus zaman.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
Alasan utama ialah karena ornag jawa yang dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Hal ini mempermudah
umat dalam megahayati iman Kristiani sesuai dengan bahasa yang digunakan.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Bahasa Jawa selalu digunakan dalam setiap Perayaan Ekarristi maupun dalam
Ibadat Sabda. Pernah beberapa tahun yang lalu menggunakan bahasa
Indonesia pada Perayaan Ekaristi, namun hal itu hanya berlangsung beberapa
saat saja kemudian Stasi Kemranggen kembali menggukan Bahasa Jawa
dalam setiap Perayaan Ekaristi di Stasi Kemranggen.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
Sejauh ini penggunaan Bahasa Jawa dirasa sangat cocok dan sesui dengan
keadaan umat setempat. Umat dapat mengungkapkan iman mereka melalui
bahasa yag digunakan. Tanggapan umat pun akan berbeda apabila Misa
menggunaka Bahasa Indonesia karena sudah terbiasa dengan Bahasa Jawa.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa
Jawa dalam Perayaan Ekaristi?
Berdasarkan pengalaman, mengikuti Perayaan Ekaristi dengan meggunakan
Bahasa Jawa dan Indonesia, lebih mudah dimengerti dengan menggunakan
Bahasa Indonesia walaupun paham dengan Bahasa Jawa.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
Kehadiran umat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi tidak berpengaruh
terhadap bahasa yang digunakan. Umat menyadari bahwa Perayaan Ekaristi
wajib diikuti oleh seluruh umat Katolik, sehingga apapun bahasanya selagi
masih dapat dimengerti, hal ini tidak berpengaruh terhadap kehadiran umat.
Pada umumnya yang menjadi kendala uatama ialah cuaca mengingat jarak
rumah umat dengan Gereja yang cukup jauh.
(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
Sebelum memiliki anak kecil berusaha untuk aktif terlibat dalam tugas yang
diberikan dan senatiasa memberikan diri entah untuk doa umat maupun
lektor. Namun karena mempunyai anak kesil dan susa ditinggalkan maka,
kesempatan itu diberikan kepada yang lain, namun tetap ikut dalam Perayaan
Ekaristi dan aktif mengikutinya. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
dapat terlibat lagi kelak kemudian hari.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu Bapak/ibu/saudara pada
saat pembacaan Kitab Suci dan homili?
Mendengarkan Sabda Tuhan sering kali hanya pada saat hari minggu, maka
hal ini menjadi perhatian khusus, walaupun lebih memahami apabila
menggunakan Bahasa Indonesia. namun homili yang disampaikan oleh romo
membantu untuk lebih memahami dan mengerti maksud yang hendak
disampaikan dalam bacaan.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
Kendala utama ialah mempunyai anak kecil yang cenderung akan aktif
sendiri dan harus menjaganya, sehingga akan mengganggu dalam mengikuti
Perayaan Ekaristi. Hal ini pun menjadi maklum karena masih anak-anak dan
membiasakan mengajak anak-anak sejak kecil selalu ditanamkan dan tidak
pernah untuk tidak diajak. Walaupun menjadi kendala tetapi tetap berusaha
untuk mengikuti dan memberikan waktu khusus untuk dapat mengikuti dalam
keheningan.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
dalam mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
Bahasa Jawa selalu digunakan dalam perayaan Ekaristi, namun pada saat doa
pribadi lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia karena lebih sering
menggunakan Bahasa Inodonesia pada kehidupan sehari-hari terutama dalam
lingkup sekolah. Hal ini cukup berpengaruh pada zaman sekarang ini dan
akan jauh mudah diucakpan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu Bapak/ibu/saudara
untuk memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
Sebagai orang minoritas menjadi tantangan terbesar dalam menjalani
kehidupan sebagai seorang Katolik bahkan dilingkungannya hanya sendiri
yang Katolik. Sebagai orang tua dan menjadi Katolik sejak lahir hal ini tidak
menyurutkan iman dan tetap berusaha hidup dalam nilai Kristiani. Namun
berbeda dalam mendidik anak yang berada dalam kalangan muslim, sebagai
anak-anak akan cenderung untuk mengikuti teman-temannya. Dalam hal
mendidik anak lah yang mendapat perhatian besar untuk tetap menjaga dan
memperkembangkan iman anak.
12. Apa usulan Bapak/ibu/saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
Mengapa?
(25)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Melihat generasi penerus yang masih kanak-kanak dan pada umumnya
kurang mengerti Bahasa Jawa, alangkah baiknnya pabila sesekali
menggunakan Bahasa Indonesia untuk memudahkan anak dalam menangkap
dan mengerti apa yang mereka ikuti dalam Perayaan Ekaristi dan tidak hanya
modal datang ke Gereja, dengan tidak meninggalkan bahasa Jawa.
Wawancara R13 FDG
1. Menurut saudara sejak kapan Bahasa jawa digunakan dalam Perayaan
Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
- Sejak mengikuti Perayaan Ekaristi sudah menggunakan Bahasa Jawa.
- Mengenal dan mengingat pada saat mengikuti Perayaan Ekaristi sudah
menggunakan Bahasa Jawa.
2. Apakah yang menjadi alasan awal mula Bahasa Jawa digunakan dalam
Perayaan Ekaristi?
- Sebagai orang Jawa sudah seharusnya menggunakan Bahasa Jawa.
- Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari walaupun tidak sama
persis seperti yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi.
- Untuk mempermudah dalam menyebarkan Agama Katolik pada waktu itu.
- Umat yang dihadapi sebagian besar ialah orang tua.
3. Apakah Bahasa Jawa senantiasa digunakan dalam Perayaan Ekaristi di
Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen?
- Bahasa Jawa selalu digunakan dalam Perayaan Ekaristi sampai saat ini. Dulu
sempat menggunakan Bahasa Indonesia dalam Perayaan Ekaristi, namun
tidak berlangsung lama dan sampai sekarang tidak pernah lagi menggunakan
Bahasa Indonesia.
4. Bagaimana tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam
Perayaan Ekaristi?
- Sebagian besar umat terutama orang tua akan lebih mengerti dengan Bahasa
Jawa yang digunakan, namun untuk kaum muda akan jauh lebih mengerti
apabila menggunakan Bahasa Indonesia, walau terbiasa dengan Bahasa Jawa.
- Sebagai orang jawa akan lebih memahami Misa dengan Bahasa Jawa, hal ini
sesuai dengan yang terlihat bahwa ornag tua lebih khusuk dalam mengikuti
Perayaan Ekaristi.
5. Bagaimana tanggapan saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa
dalam Perayaan Ekaristi?
- Karena terbiasa dengan Bahasa Jawa yang digunakan dalam Perayaan
Ekaristi sehingga mau tidak mau harus mengerti dan memahaminya.
- Dibandingkan dengan bahasa Indonesia, akan jauh lebih mudah dimengerti
dan dipahami dengan bahasa Indonesia walau ada beberapa doa dengan
Bahasa Indonesia yang tidak hafal karena jarang mengikuti Misa dengan
Bahasa Indonesia.
6. Apakah penggunaan Bahasa Jawa berpengaruh terhadap kehadiran
umat dalam Perayaan Ekaristi? Mengapa?
- Karena senantiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam Misa maka,
pengguanaan bahasa tidak berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan.
(26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Rasa malas dan lebih memilih kegiatan lain menjadi pengaruh dalam
kehadiran Perayaan Ekaristi.
- Adanya kegiatan sekolah.
7. Apakah pengggunaan Bahasa Jawa mendorong partisipasi
Bapak/ibu/saudara dalam mengikuti Perayaan Ekaristi? Bagaimana
bentuk partisipasinya?
- Keaktifan dalam ikut bernyanyi maupun menjawab dialog romo senatiasa
dapat dikuti namun dalam doa kadang kal ketinggalan dengan umat karena
umat lebih fasih dan cepat dalam mendaraskannya.
- Kurang percaya diri dan takut salah dalam menjalankan tugasmaka memilih
untuk tidak ikut berpartisipasi.
- Paksaan dari luar untuk tugas mejadi lektor sesekali.
- Apabila menggunakan Bahasa Indonesia akan dengan senang hati turut
menjadi lektor.
8. Apakah penggunaan Bahasa Jawa membantu saudara pada saat
pembacaan Kitab Suci dan homili?
- Bahasa yang digunakan dalam bacaan maupun lagu sangatlah berbeda dengan
bahasa sehari-hari. Hal ini menjadi sulit untuk mengerti, tetapi homili dari
romo menggunakan bahasa biasa yang digunakan sehari-hari yang
memperjelas apa yang maksud dari bacaan.
9. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu saudara dalam
menghayati Perayaan Ekaristi dalam Liturgi Ekaristi?
- Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang digunakan orang jawa dalam
berkomunikasi, namun penggunaannya berbeda dan terkadang sulit
dimengerti.
- Tidak jarang mengikuti Perayaan Ekaristi hanya sekedar datang, namun jika
diikuti dengan baik maka akan dapat menghayati dan memahami.
- Apapun bahasa yang digunakan tetapi harus tetap berusaha untuk mengayati
dan memberi tampat khusus dalam menerima komuni.
10. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu saudara dalam
mendaraskan doa pribadi dan doa bersama?
- Doa pribadi selalu menggunakan Bahasa Indonesiakarena jauh lebih mudah
diucapakan, baik doa spontan maupun doa rumusan.
- Dalam doa bersama dengan orang tua cenderung menggunakan Bahasa Jawa,
tidak jarang pula anak-anak ataupun kaum muda kesulitan untuk mengikuti
orang tua dalam mendasarkan doa terlalu cepat karena sudah terbiasa dan
fasih dalam mendasarkannya.
11. Apakah penggunaan Bahasa Jawa dapat membantu saudara untuk
memaknai Ekaristi dalam hidup sehari-hari?
- Sebagai minoritas yang sekolah di sekolah negeri terkadang susah mengikuti
apabila berada di lingkungan sekolah yang umumnya umat mislim.
- Berbeda dengan yang sekolah di negeri yang sekolah di yayasan Katolik
sangat terbantu untuk menjalankan nilai-nilai Kristiani.
- Secara keseluruhan terus berusaha untuk menjadi ornag Katolik yang sejati.
(27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Berada di lingkungan muslim maka berpengaruh terhadap sulinya mencari
jodoh yang seiman, namun berusaha untuk tidak meninggalkan iman yang
telah diikuti sejak lahir.
12. Apa usulan saudara terhadap penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan
Ekaristi di Stasi St. Fransiskus Xaverius Kemranggen? Mengapa?
- Sebagai generasi penerus hendaknya orang tua juga memperhatikan kaum
muda dengan memberi kesempatan untuk mendapat mengikuti Perayaan
Ekaristi dengan Bahasa Indonesia. Mengingat kaum muda sebagian besar
lebih setuju dan mengerti dengan Misa menggunakan Bahasa Indonesia.
(28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Teks Lagu SCP
Teks lagu pembuka “Memujia Pangeran”
Memujia Pangeran Maha Agung
Kang ngatoni jagad alam sawegung
Caos ana rerepen gendhing kidung
Iringana gender gong saron demung
Kebeh umat pada keplok suraka
Caos bekti puji pangalembana
Konjuk Gusti kanti bungah gambira
Awit nyata tansah paring nugraha
Teks lagu penutup “Tan ana kang luwih endah”
Rinonce sulur niat suci
Amerta kembang kang asri
Rinengga arum arum janji
Sumebar ngebaki ati
Tan ana kang luwih mranani
Tan ana kang luwih endah
Mung tulus iklas kang gumelar
Jroning atur sembah bekti
(29)
Download