BAB I - USU Repository

advertisement
1
Pendidikan Agama Islam
Oleh
Dr. Sahmiar Pulungan, MA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
2
BAB I
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
A. Konsep Ketuhanan Munurut Filsafat (pemikiran)
Sebelum lebih jauh dibahas mengenai konsep-konsep ketuhanan menurut filsafat.
Terlebih dahulu perlu dipahami pengertian filsafat itu sendiri. Kata filsafat berasal dari
bahasa Yunani. Yakni philein dan sophia: philein bermakna cinta dan sophia berarti
hikmah 1 atau ilmu pengetahuan. Dengan demikian philosophia mengandung arti cinta pada
ilmu pengetahuan.
Secara Etimologi, filsafat dapat berarti pengetahuan tentang hikmah, pengetahuan
tentang prinsip atau dasar-dasar, mencari kebenaran, mencari dasar-dasar apa yang dibahas.
Namun demikian dapat dikatakan bahwa intisari filsafat 2 adalah berpikir menurut tata tertib
(logika) dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar persoalan.
Dalam sejarah filsafat 3 , manusia telah berpikir atau berfilsafat tentang Tuhan, yakni
sesuatu kekuatan gaib yang ada diluar diri manusia, maka kemudian lahirlah konsep-konsep
Tuhan menurut akal pikiran manusia (filsafat). Berikut ini akan dibahas konsep-konsep
ketuhanan menurut filsafat dalam sejarah hidup manusia.
1.Dinamisme
Mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada
benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan
manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat.
Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai dan dimakan agar orang
yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib
yang terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat, ditakuti dan oleh
karena itu dijauhi.
Dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut mana dan dalam bahasa Indonesia
tuah atau sakti. Dalam masyarakat kita orang masih menghargai barang-barang yang
dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin dan lain-lain.
Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yang
dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yang beraneka ragam itu. Mereka
dianggap dapat membuat mana pindah dari satu tempat ke tempat lain dan dengan demikian
dapat membuat mana mengambil tempat di benda-benda yang telah mereka tentukan,
biasanya benda-benda kecil yang mudah diikatkan keanggota badan dan mudah dapat
dibawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish.
1
K. Bertens, Sejarah Fisafat Yunani, (Yokyakarta: Kanisius,1994), cet. XI, h. 13.Lihat juga Muslehuddin,
Philosophy of Islamic Law and the Orientalists, ( Lahore: Islamic Publication Ltd,1980),cet. II, h.3. Kemudian
lihat juga Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 1.
2
Harun Nasution, Fisafat Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang,1987), cet. VI. h.3)
3
Departemen Agama RI, Islam Untuk Disiplin, Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 2000) h. 25. Lihat juga
Toto Suryana dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, ( Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 2122. Lihat juga Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2004), h. 5-6.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
3
2. Animisme
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa
maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum
mengambil bentuk roh dalam faham masyarakat yang telah lebih maju. Bagi masyarakat
primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau
udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang
panjang-panjang, mempunyai umur dan perlu pada makanan. Mereka mempunyai tingkah
laku manusia, umpamanya pergi berburu, menari dan menyanyi. Terkadang roh dapat
dilihat, sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali.
Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik, dengan roh-roh yang ditakuti
dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat
mereka marah harus dijauhi. Kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan
malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu sebagai halnya dalam agama dinamisme
ialah juga dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita kepercayaan pada roh, sebagai
mana halnya dengan kepercayaan pada mana, masih terdapat. Pemberian sesajen yang
masih banyak kita jumpai dalam masyarakat kita, selamatan yang masih banyak juga
dilakukan, kepercayaan pada “orang halus” dan lain-lain, semua ini adalah peninggalanpeninggalan dari kepercayaan-kepercayaan animisme masyarakat kita dizaman yang silam.
3.Politeisme
Mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam agama ini hal-hal yang
menimbulkan perasaan taajjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh tapi oleh
dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang
sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu.
Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi.
Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India kuno Surya dan dalam
agama Persia kuno Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi
nama Indera dalam agama India kuno dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Selanjutnya
ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India kuno dan Wotan dalam agama
Jerman kuno.
Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh karena itu
tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sesajen dan persembahanpersembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada mereka untuk
menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Tetapi dalam politeisme
terdapat faham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu.
Dalam pada itu, ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme
meningkat ke atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Di
sini timbullah faham dewa tiga. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Tiga itu mengambil
bentuk Brahma, Wisnu, Syiwa, dalam agama Veda Indra, Vithra dan Varuna, dalam agama
Mesir kuno Osiris dengan isterinya Isis dan anak mereka Herus dan dalam agama Arab
Jahiliah Al- Lata, Al- Uzza dan Manata.
Ada kalanya satu dari dewa-dewa itu meningkat di atas segala dewa lain seperti
Zeus dalam agama Yunani kuno, Yupiter dalam agama Romawi dan Ammon dalam agama
Mesir kuno. Ini belum berarti pengakuan pada satu Tuhan, tapi baru pada pengakuan dewa
terbesar di antara dewa yang banyak. Faham ini belum meningkat pada faham henoteisme
atau monoteisme, tetapi masih berada dalam tingkat politeisme. Tetapi kalau dewa yang
terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan,
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
4
faham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada henoteisme.
4.Henoteisme
Mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai
tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham tuhan nasional. Faham yang
serupa ini terdapat dalam perkembangan faham keagamaan masyarakat Yahudi. Yahweh
pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua dewa suku bangsa Yahudi lain,
sehingga Yahweh menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi.
Dalam masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi
dinamisme,animisme, politeisme atauhenoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid.
Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta.
Dengan demikian perbedaan antara henoteisme dan monoteisme ialah bahwa dalam agama
akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan
semua bangsa di dunia ini bahkan Tuhan Alam Semesta.
Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup
material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spirituil. Dalam istilah agama
disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Dalam agama-agama primitif manusia
mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan supernaturil dngan penyembahan dan sajisajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam agama monoteisme manusia
sebaliknya tunduk kepada kemauan Tuhan.
Tuhan dalam faham monoteisme adalah Maha Suci dan Tuhan menghendaki supaya
manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi
Tuhan Yang Maha Suci hanyalah orang-orang yang suci. Orang-orang yang kotor tidak
akan diterima kembali ke sisi Yang Maha Suci. Orang-orang yang serupa ini akan berada di
neraka, jauh dari Tuhan. Orang-orang yang suci akan berada dekat Tuhan dalam surga.
5.Deisme
Paham monoteisme bisa berbentuk deisme atau teisme. Deisme berasal dari kata
latin Deus yang berarti Tuhan. Menurut paham ini Tuhan berada jauh diluar alam
(transcendent) yaitu tidak berada dalam alam (immanent). Tuhan menciptakan alam dan
sesudah alam diciptakannya, ia tidak memperhatikannya lagi. Alam kemudian berjalan
dengan peraturan-peraturan atau hukum-hukum ( dalam Islam disebut sunnatullah)yang
tidak berubah-ubah.
Dalam paham deisme Tuhan dapat diumpamakan dengan tukang jam yang sangat
mahir dan dapat membuat jam dengan sebaik-baiknya, di mana setelah diciptakan, jam
tersebut tidak berhajat kepada perbaikan dan penyempurnaan. Jam ini terus berjalan
menurut mekanisme yang disusun tukang jam yang mahir itu. Demikian halnya alam dalam
paham deisme, setelah diciptakan alam tidak berhajat lagi kepada Tuhan dan berjalan
menurut mekanisme yang telah diatur oleh Tuhan.
Paham deisme mulai muncul pada abad 17 dan berasal dari filsafat Newton ( 16421727) yang mengatakan bahwa Tuhan hanya pencipta alam dan jika tidak terjadi kerusakan,
baru alam memerlukan Tuhan yang memperbaiki kerusakan yang timbul itu. Dengan
demikian majunya ilmu pengetahuan, semakin jelas bahwa alam ini beredar menurut
peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang universal dan tidak berubah. Dengan demikian
orang melihat bahwa perlunya Tuhan bagi alam menjadi kecil karena alam dapat beredar
dengan sendirinya. Timbullah paham bahwa Tuhan menciptakan alam dan kemudian
meninggalkan alam beroperasi menurut hukum-hukum alam yang telah ditentukan.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
5
6. Pantaisme
Pantaisme merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa semua yang ada di
alam ini adalah Tuhan. Pan berarti seluruh, teism artinya Tuhan, maka panteism
mengandug arti seluruhnya Tuhan. Semua yang ada dalam keseluruhannya adalah Tuhan.
Benda-benda yang dapat ditangkap dengan pancaindra adalah bagian dari Tuhan. Lampu
ini adalah bahagian dari Tuhan, demikan pula kursi, meja ruang dan gedung adalah
bahagian dari Tuhan.
Berbeda dengan deisme, paham pantaisme berpendapat bahwa Tuhan dekat sekali dengan
alam. Tuhan adalah immanent, yakni berada di dalam alam ini, bukan diluar alam
sebagaimana yang diyakini dalam deisme. Menurut paham pantaisme. Tuhan atau yang
Maha Besar itu hanya satu da tidak berubah. Alam pancaindera yang dilihat berubah ini
adalah illusi atau khayal belaka karena alam pancaindra itu bukanlah hakikat, melainkan
maya atau illusi.
7. Teisme
Paham teisme hampir sama dengan deisme, yang berpendapat bahwa Tuhan adalah
transcendent, yaitu berada diluar alam. Tetapi juga memiliki kesamaan dengan pantaisme,
yakni walaupun Tuhan berada di luar alam, namun ia dekat dengan alam. Dalam hal
kebutuhan terhadap Tuhan, teisme berbeda dengan deisme, paham teisme berpendapat
bahwa walaupun alam telah diciptakan Tuhan dengan sempurna, namun alam tetap berhajat
pada Tuhan. Tuhan adalah sebab bagi segala yang ada di alam ini. Tuhan adalah dasar dari
segala yang ada dan yang terjadi dalam alam ini.
Dalam paham teisme kosmos ini tidak bisa berwujud dan berdiri tanpa Tuhan
walaupun sehari. Tuhanlah yang terus menerus secara langsung mengatur alam ini. Dialah
yang menggerakkannya. Alam ini tidak berjalan menurut hukum-hukum yang tetap dan
tidak berubah melainkan berjalan menurut kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu, jikalau
dalam paham deisme, mu’jizat tidak berlaku, maka teisme mengaku adanya mu’jizat Tuhan
dan do’a sangat mendapat tempat sebagai permohonan kepada Tuhan.
8. Naturalisme
Naturalisme merupakan dampak lanjutan dari paham deisme, yang menyatakan
bahwa alam ini setelah diciptakan Tuhan, tidak berhajat lagi kepada Tuhan, karena Tuhan
telah menjadikannya berjalan menurut peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang tetap
dan tidak berubah. Menurut naturalisme, alam ini berdiri sendiri, serba sempurna, berjalan
dan beroperasi menurut sifat-sifat yang terdapat dalam dirinya sendiri, menurut tabiatnya,
yakni menurut hukum sebab akibat. Alam ini tidak berasal dari dan bergantung pada
kekuatan gaib atau supranatural.
Paham naturalisme ini muncul setelah ilmu pengetahuan tentang alam semakin
maju, apalagi para ilmuan yang umumnya tidak memiliki dasar keimanan melihat bahwa
alam ini berevolusi dan bergerak menurut peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang
tetap dan tidak berubah. Bagi mereka, di atas hukum-hukum alam ini, tidak ada lagi sesuatu
yang lebih tinggi, sesuatu yang supreme. Seorang ilmuan yang naturalist di abad ke 19
mengatakan bahwa ia telah menyelidiki seluruh langit dengan teleskopnya, tetapi tidak
menemui Tuhan.
Demikianlah konsep-konsep ketuhanan menurut filsafat dalam sejarah pemikiran
manusia, yang dalam perjalanannya terjadi perkembangan dalam pemahaman mengenai
konsep Tuhan, mulai dari dinamisme, animisme, politeisme sampai pada monoteisme. Pada
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
6
tahap yang terakhir ini manusia melalui pemikirannya telah sampai pada sebuah pengakuan
bahwa lam ini diciptakan oleh Tuhan yang satu, yang patut disembah dan Tuhan bagi
seluruh alam. Para era modern dari perkembangan alam fikiran manusia (filsafat), konsep
tentang Tuhan memang telah diselewengkan oleh para ilmuan yang tidak mengetahui
Tuhan ( naturalist dan ateist).
B. Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti “ma’bud” (yang disembah).
Pengertian Tuhan berdasarkan Islam, ialah Dzat yang Yang Maha Esa, tidak ada lagi Tuhan
kecuali Dia. Beberapa ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan tentang konsep dasar tentang
ketuhanan antara lain sebagai berikut:
“Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah/2: 163).
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang menetapkan
segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki Kebesaran, Kesucian, Ketinggian
dan hanya kepada-Nya manusia muslim menyembah dan memohon pertolongan. Dialah
Allah yang menentukan syari’ah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama
Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh manusia (natural
atau cultural religion). Pernyataan tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat alAn’am/6:102:
: “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan
Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” )
Di dalam ayat lain juga disebutkan pada surat al-Anbiya’/21:30
“(Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”.)
Ayat ini dengan jelas telah mematahkan pandangan kaum naturalist yang
menyatakan bahwa alam terjadi dengan sendirinya seperti apa yang sekarang ini. Pada
hakikatnya semula langit dan bumi bersatu dan baru kemudian dipisahkan. Hal ini berarti
bahwa keberadaan kosmos ini mempunyai awal, tidak seperti yang disangkakan oleh para
ilmuan yang berpaham naturalisme seperti tersebut di atas.
Berbeda degan filsafat modren, para filosof pada abad tengah (medieval
philosophists) yang banyak didominasi oleh pemikir-pemikir muslim, pemikiran filsafat
tidak bisa dipisahkan dari konsep adanya Tuhan. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagia
besar failosof baik di dunia Islam, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ib Zina, al-Gazali, Ibn Rusyd
dan lain sebagainya, juga dari daratan Eropa, seperti Anselm, ThomasAquinas,
Bonaventure dan lain sebagainya. Seluruhnya berbicara tentang dan mengakui adanya
Tuhan, sehingga sulit untuk membedakan posisi mereka sebagai theolog dan sebagai
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
7
failosof. 4
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat (akal) tidak bertentangan
dengan wahyu, sebagaimana yang selalu dinyatakan Ibn Rusyd melalui pendapatya yang
sangat dikenal, yakni kesesuaian akal dengan wahyu. Apa yang diproduksi oleh akal
manusia haruslah sesuai dengan yang diwahyukan Tuhan. al-Qur’an sangat banyak
memotivasi mausia untuk menggunakan akalnya guna memikirkan ciptaan Allah. Dan
orang-orang dalam golongan inilah yang akan memberikan pengakuan aka keagungan
Tuhan, Yang Maha Pencipta dan Maha Suci dengan ciptaannya, sebagai mana yang
dijelaskan dalam surat Ali Imran/3:190-191.
“(Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.”).
Islam menjauhkan sifat Tuhan dari citra manusia, karena manusia adalah makhluk
dan setiap makhluk adalah baharu, sedangkan Allah bukan dzat yang baharu, tapi qadim
(mukhalafatuhu li al-Hawadits)dalam hal ini citra Tuhan yang dihayalkan manusia,
cenderung akan dibumbui dan dicampuri oleh sifat-sifat yang didasarkan kepada
pengalaman dan akal manusia, sehingga Tuhan bersifat antropomorfis, karena manusia itu
sendiri antroposentris. Hal tersebut dilukiskan dalam peristiwa teguran Nabi Ibrahim a.s
kepada ayahnya yang menjadikan berhala sebagai Tuhan, bahkan hal tersebut dilukiskan
dalam berbagai peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim as. mencari Tuhan, sebagaimana
terdapat dalam surat al-An’am/6:74-83.
“(Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan
kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim
tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami
memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam
telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku"
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang
tenggelam". Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia
berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak
suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata:
"Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini
yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
4
Departemen Agama RI, , Islam Untuk Disiplin, Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 2000)h. 32.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
8
mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu
hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk
kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu
persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari
malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahansembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut
mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan
hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu
yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orangorang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada
Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa
derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”)
Islam sangat menentang isyrak atau mempersamakan Tuhan dengan sesuatu
ciptaan-Nya atau makhluk-Nya. Dapat dipahami mengapa dalam kehidupan Ketuhanan
secara filosofis tidak mewajibkan ibadah atau ketaatan kepada Allah secara menyeluruh
dalam kehidupan manusia, yang diwajibkan olehnya, karena eksistensi Tuhan merupakan
idea manusia. Manusialah yang menetapkan adanya Tuhan sekedar sebagai konsekwensi
logis dari suatu perhitungan matematis ( mathematical locig) yang disimpulkan dari adanya
makhluk. Jadi sangat potensial adalah potensi manusia. Ia merasa mampu merumuskan
teori da konsep-konsep ilmu yang dirumuskannya dari data empiris atau logis rasionya dan
kecenderungannya atau hawa nafsunya dan kepentingannya sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’an surat al-Jasiyah/45:23;
“(Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”).
Di sinilah letak perbedaan dasar hidup seorang muslim dan sebagai seorang sekuler,
dalam pencapaian segala sesuatu tidak atas dasar pemecahan potensi manusia saja(rasa,
kars dan karya manusia), tetapi atas dasar adanya aspek lain yang sangat diperlukan oleh
mausia sebagai landasan pemecahan soal-soal hidup ini, yakni keimanan dan keislaman
kepada Allah Yang Maha Esa.
Manusia dalam menentukan kebijaksanaan dan tindakan dalam hidup ini memerlukan
pedoman dan petunjuk, sedangkan petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak hanyalah
petunjuk Allah swt. Maka oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa cara hidup
muslim adalah tunduk kepada ketentuan dan kekuasaan Allah Yang Maha Esa
Allah sebagai Pencipta semesta alam, Pencipta langit dan bumi, menumbuhkan butir
tumbuh-tumbuhan da buah-buahan yang beraneka jenisnya, mengeluarkan yang hidup dan
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, sebagaimana firman Allah dalam
al-Qur’an Surat Fathir/35:27
“(Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
9
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya”)..
Dan surat al-An’am/6:95:
‘(Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup.
(Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”)
Allah adalah Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Dialah yang menyisingkan pagi
dan menjadikan malam untuk beristirahat, menjadikan matahari dan bulan untuk
perhitumgan, menjadikan bintang-bintang untuk jadi petunjuk jalan dalam kegelapan di
daratan maupun di lautan.Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:96.
“(Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan)
matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui’).
Allah adalah khaliq Pemelihara makhluk-Nya. Allah Maha Pencipta alam semesta
dengan isinya beserta hukum-hukumnya. Dan Allahlah yang menjadikan bintang-bintang
sebagai petunjuk bagi manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat alAn’am/6:97-98:
“(Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya
petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dialah yang
menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat
simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orangorang yang mengetahui.”)
Sesungguhnya Allah adalah pemelihara segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi, tidak satupun yang terlepas dari pengawasan-Nya (yang diatur oleh hukum-Nya ).
Sungguh luas kekuasaan Allah dan ilmu-Nya, sebagaimana digambarkan dengan jelas
dalam surat al-Baqarah ayat 255. Ayat tersebut
“(Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu
sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang
kamu menyaksikannya”).
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah Pencipta alam semesta dengan
isinya beserta hukum-hukumnya ( antara lain natural law) dan Allah juga yang
menciptakan ilmu yang merupakan ilmu dasar dan yang kemudian dirumuskan atau
dikembangkan oleh ahli ilmu pengetahuan. Tentu saja ilmu Allah bersifat mutlak dan
manusia mempunyai keterbatasan untuk mengetahuinya. Keterbatasa ini juga merupaka
sebab dari kemungkinan kesalahan formula ilmu yang dirumuskan oleh para ahli bahkan
ketidak mampuannya untuk merumuskan formula sebagian ilmu tersebut.
Karena itu dalam agama Islam, Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dikembalikan kepada
Wahyu (Revelation) dari Allah dan kepada risalah yang diterima oleh Rasul.
Ke-Esaan Tuhan menurut konsep tersebut, bukan saja Esa dalam jumlahnya,
melainkan Esa dalam segala-galanya. Esa dalam wujud –Nya, sifatnya dan perbuatan-Nya.
Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Hal ini ditegaskan
dalam firman-Nya dalam surat al-Ikhlas/112: 1-4
(“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
10
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,. dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia".)
Demikianlah beberapa sifat Allah dan kekuasaan-Nya yang menunjukkan ke Esaan-Nya.
Sesungguhnya sifat-sifat Allah adalah lebih banyak dari itu dan lebih konprehensif,
sebagaimana di antaranya ada yang merumuskannya dengan asmaul husna yang jumlahnya
99 .
Pembuktian Wujud Allah
Walaupun manusia telah mengahayati
wujud Allah melalui ciptaan-Nya,
pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan
pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah
utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti
dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143.
(“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau".
Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu,
maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku".
Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur
luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha
Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi
dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an
dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk
memperkuat pembuktian dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan
dalam surat al-Mulk/67:10
“(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".)
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara
falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian suunan
alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5
Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati wujud
Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia. Firman Allah
dalam surat al-Lukman/31: 20. Dan an-Naba’/78:6-16
(“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)
mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya
lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”)
5
Nasruddin Razak,Dienul Islam, ( Bandung: al-Ma’arif,1986), cet. IX, h. 131.Lihat juga Zakiah Darajat,
Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h. 78. Kemudia lihat juga Lihat juga
Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004,
h. 12.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
11
(“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung
sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu
untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk
mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan
Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang
banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan,
dan kebun-kebun yang lebat?”)
Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai dengan
keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini tidak
mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”)
Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu
umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan
manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya
kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira’)
Kejadian alam semesta yang sistemik 6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil
ikhtira’ yaitu yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui
penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti
yang ditunjukkan al-Qur’an pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22.
(“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu
hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka,”)
Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di antaranya sebagai
berikut 7 :
“ Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang
ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama
dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud atau mutlak adanya, yang
mesti ada dengan sedirinya”.
Pengertian Iman
6
7
Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h. 80
Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h.81.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
12
Iman merupakan asas penentu dalam kehidupan manusia. Sebab itu dalam
perspektif ajaran Islam, manusia dikelompokkan berdasarkan keimanannya, yaitu menjadi
kelompok kafir dan mukmin. Kesahihan dan ketajaman dalam memahami dan mencermati
konsep tentang iman mempunyai relevansi dalam memahami dan mencermati serta
mengimplementasikan nilai-nilai Ilahiah dalam kehidupan manusia.
Iman yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah iman dalam pengertian istilah,
yaitu kata yang mempunyai pegertian khusus. Untuk memahami dalam pengertian iman
dalam ajaran Islam strateginya yaitu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang
redaksionalnya terdapat kata iman. Atau kata lain yang dibentuk dari kata tersebut yaitu
amina,yu’manu, amanan yang berarti percaya 8 . Didalam surat al-Baqarah ayat 165
disebutkan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (
asyaddu hubban lillah ) Berdasarkan redaksi ayat tersebut iman identik dengan asyaddu
hubban lillah. Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu hubban berarti sikap yang
menunjukkan kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap
Allah. Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap atau attitude, yaitu kondisi
mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orangorang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya
untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah kepadanya.
Iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan
diwujudkan dengan amal perbuatan 9 Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau
keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai
pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, maka iman yang
dimaksud adalah iman dalam arti yang positif. Contoh : surat al-Baqarah/2:165.
‫ﺷ ﱡﺪ ﺣُﺒًّﺎ ِﻟﱠﻠ ِﻪ‬
َ ‫وَاﱠﻟﺬِﻳﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮا َأ‬
“Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” ( QS. al-Baqarah/2: 165)
Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang-orang yang beriman tidaka ada
yang mengetahuinya kecuali Allah, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah.
Karena pengertian iman yang sesungguhnya adalah meliputi aspek kalbu, ucapan dan
perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman akan dapat diketahui, antara lain: 10
a. Tawakkal
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (al-Qur’an) kalbunya terangsang untuk
melaksanakannya. Seperti dinyatakan antara lain pada surat al-Anfal/8:2 Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya
8
Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat Al-fazh Al-Qur’an, ( Beirut: al-Dar al-Samiyyat, 1412 H/1992 M), h.9091.
9
Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat Al-fazh Al-Qur’an, h. 22.
10
Departeme Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Islam Untuk
DisiplinIlmu Antropologi, h. 64.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
13
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,” ( QS.
al-Anfal/8:2)
Tawakkal, yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang
diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang bertawakkal adalah orang yang
menyandarkan berbagai aktifitasnya atas perintah Allah. Seorang mukmin, makan bukan
didorong oleh perutnya yang lapar, akan tetapi kerna sadar akan perintah Allah “makanlah
dan minumlah” al-Baqarah/2:187. Seseorang yang makan dan minum karena didorong
oleh perasaan lapar atau haus, maka mukminnya adalah mukmin batil, karena perasaanlah
yang menjadi pengeraknya.
b. Mawas Diri
Pengertian mawas di sini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh oleh
berbagai sasus dari manapun datangnya, baik dalam kalangan jin dan manusia, bahkan juga
datang dari dirinya sendiri. ( suarat al-Nas/114: 1-3. Mawas diri yang berhubungan dengan
alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam menerima informasi. Terutama dalam memahami
nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah seperti
dinyatakan di dalam surat Ali Imran/3: 7. Atas dasar pemikiran tersebut, hendaknya
seseorang tidak terlebih dahulu menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih
dahulu permasahannya, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur’an antara lain surat alIsra’/17: 36, Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya” ( QS. al-Isra’/17:36)
c. Optimis
Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang-kadang
mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan dan jalan
keluar. Jika suatu tantangan atau permasalahan tidak dapat diselesaikan segera, tantangan
tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat mengahadapi dan
menyelesaikan suatu tantangan dan permasalahan, maka orang tersebut telah dihinggapi
penyakit psikhis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain frustasi, nervous,
depresi dan lain sebagainya. Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk
selalu bersikap optimis karena pada hakikatnya tantangan, cobaan, merupakan pelajaran
bagi setiap mausia. Hal tersebut dinyatakan dalam surat al-Insyrah ayat 5-6. Jika seseorang
telah merasa melaksanakan sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu
memikirkan bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah merupakan akibat dari suatu
perbuatan. Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya hari ini
lebih jelek dari hari kemarin, adalah orang yang merugi dan jika hidupnya sama dengan
hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia adalah orang yang hidupnya hari ini lebih
baik dari hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu sikap yang tercela. Sikap ini
seharusnya tidak tercermin pada diri mukmin. Hal ni seperti dinayatakan dalam surat
Yusuf/12: 87. Sikap putus asa atau yang searti dengan kata tersebut hanya dimiliki orangorang kafir.
d. Menepati Janji.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
14
Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang, sebaliknya ingkar janji
adalah suatu pengkhianatan. Himbauan untuk menepati janji dinyatakan antara lain dalam
surat al-Maidah/5:1.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”
Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, baik dengan sesama manusia,
dengan Allah maupun dengan ekologinya (lingkungannya). Seseorang mukmin adalah
orang yang telah berjanji untuk berpandangan dan bersikap dengan yang dikehendaki oleh
Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung jawab terhadap isteri
dan anak-anaknya. Sebaliknya istiripun demikian. Seorang mahasiswa ia telah berjanji
untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di lembaga pendidikan ia studi, baik
yang bersifat administratif maupun akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk
mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Janji terhadap ekologi berarti memenuhi dan
memelihara apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya, agar tetap berdaya guna dan berhasil
guna.
e. Tidak Sombong
Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang membahayakan
diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang yang telah merasa dirinya
pandai, karena kesombongannya akan berbalik menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak
mau bertanya kepada orang lain yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu pengetahuan itu
amat luas dan berkembang terus, maka orang yang merasa telah panadai, jelas menjadi
bodoh. Al-Qur’an surat al-Lukman/31: 18. menyatakan suatu larangan terhadap sikap dan
sifat yang sombong firman Allah :
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” ( QS.Lukman/31: 18).
f.
Pembinaan Iman
Kata pembinaan menurut etimologi berasal dari kata “ bana” yang berarti
membangun, sedangkan kata binaan berarti pembangunan. Membangun sesuatu yang sama
sekali belum ada menjadi ada, atau yang telah ada. Dibongkar kemudian dibagun ulang,
atau mengembangkan dari yang telah ada. Apabila iman diartikan sebagai pandangan dan
sikap hidup, maka pembinaan iman berarti membina manusia seutuhnya.
Seperti halnya cinta timbul melalui proses, diawali dan saling mengenal, kemudian
meningkat menjadi senang, rindu yang diikuti oleh berbagai konsekuensi, demikian pula
halnya dengan iman. Iman itu terbentuk melalui proses. Seluruh faktor yang mempengaruhi
kehidupan manusia sejak ia masih dalam kandungan sampai saat di mana seseorang berada,
akan berpengaruh kepada keimanannya
Manusia lahir melalui tahapan. Proses kelahiran manusia diawali dengan nutfah (
spermatozoid) yang diproduksi oleh organ laki-laki. Setelah bertemu dengan buwaidlah (
ovum) dalam rahim wanita, nutfah tersebut kemugkinan meningkat menjadi ‘alaqh
(semacam darah yang menggumpal, selanjutnya menjadi mudghah ( semacam atau
semacam gumpalan daging). Selanjutnya dilengkapi dengan tulang belulang dengan
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
15
berbagai organ. Setelah organ bilogisnya lengkap, roh dimasukkan ke dalamnya, dan pada
saatnya, dan pada saatnya sang bayi lahir. Kelahiran bayi tersebut akan sempurna apabila
proses demi proses dilalui dengan baik. Proses tersebut bukan saja hanya menyangkut
organis biologis semata, akan tetapi juga menyangkut fisik dan psikis.
Spermatozoid dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas prinsip ajaran
Allah merupakan benih yang baik. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang
hamil akan mempengaruhi jiwa yang yang dikandungnya. Istiri yang sedang mengandung
tidak terlepas dari pengaruh suaminya. Karena itu, secara tidak langsung pandangan dan
sikap hidup suami yang akan berpengaruh terhadap fisik maupun psikis janin yang ada
dalam kandungan sang ibu. Oleh karenanya, jika seseorang menginginkan anaknya kelak
menjadi mukmin, maka suami istiri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan
yang diperintahkan Allah.
Pada dasarnya, seorang anak lahir tidak mempunyai ilmu. Ia hanya dilengkapi
dengan pembawaan yaitu pendengaran, penglihatan dan sarana inderawi lainnya. Dari
sarana itu manusia mampu menanggapi informasi dan pengaruh yang ada dilingkungannya.
Segala sesuatu yang ada di lingkungannya itulah yang selanjutnya turut mempengaruhi
sikapnya.
Fitrah ilahiyah yang dibawanya sejak dalam rahim, memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif,
besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai
pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan kepribadian seseorang, baik pengaruhnya
yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan maupun lingkungan lain,
termasuk benda-benda mati, seperti cuaca, tanah ,air dan lingkungan flora serta fauna.
Seseorang yang sejak lahir hidup dilingkungan hutan maka corak kepribadian yang
mewarnai dirinya adalah kepribadian manusia hutan. Geraknya untuk menanggulangi likuliku hidup di hutan amat lincah dan terampil.
Pengaruh pendidikan keluarga, baik langsung maupun tidak, disengaja maupun
yang tidak, amat berpegaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah
tangga senantiasa mmeberikan contoh dan tauladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang
baik maupun yang buruk(tercela) akan ditiru oleh anak-anak. Dalam hal ini Nabi bersabda,
setiap anak lahir membawa fitrah, orang tuanyalah yang berperan untuk menjadikan
Yahudi, Nasrani, Majusi atau Muslim.
Pada dasarnya proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan 11 , yang sekaligus diiringi dengan latihan pengamalan, kemudian meningkat
menjadi senang. Mengenai ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada
Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah dan tidak pula mempraktekkan maka
orang tersebut tidak mungkin akan beriman kepada-Nya. Jika seseorang tidak mengenal
dan mempelajarinya (al-Qur’an) maka tidak mungkin ia menjadi mukmin.
Kenal ajaran Allah tidak menjamin seseorang pasti beriman bahkan mungkin
kebalikannya,seseorang akan membencinya. Hal ini seperti dinyatakan dalam surat alBaqarah/2: 146. Bahwa orang Yahudi itu mengenal Nabi Muhammad berarti kenal dengan
al-Qur’an, Allah berfirman :
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil)
mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
11
Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 15.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
16
sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui”.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin yaitu manusia yang
bertaqwa kepada Allah, maka ajaran Allah yaitu al-Qur’an harus diperkenalkan sedini
mungkin sesuai dengan kemampuan anak dari tingkat verbal yaitu tulis baca sampai dengan
tingkat pemahamannya. Disamping proses pengenalan, maka proses pembiasaan juga perlu
diperhatikan karena dari pembiasaan, seseorang yag semula benci bisa berubah menjadi
senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
danm menjauhi hal-halyang menjadi larangannya, agar setelah dewasa nanti menjadi
senang dan trampil melaksanakan ajaran-jaran Allah.
Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi
dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis 12 . Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas
tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan
Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan
pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan
yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud mutlak, yang menjadi sumber semua
wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupaka terapan dari tauhid teoritis. Kalimat La Ilaha
illallah ( tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid
ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah dengan kata lain, tidak ada
yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dengan
menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Implementasi Iman dan Taqwa dalam Lehidupan Modren.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep
dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid
adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui
fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertaqwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaha illa Allah, ( Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Peran Iman dan Taqwa dalam menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modren
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.
12
Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 18
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
17
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah
hendak memberikan prtolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat,
mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang
yang beriman adalah firman Allah surat al-al-Fatihah 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara
manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karenatakut menghadapi resiko.
Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang
beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS. al-Nisa’/4:78.
“(Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”,
3. Iman menanamkan sikap “self helf” dalam kehidupan.
Rezeki atau mata pencaharian memegang pernana penting dalam kehidupan manusia.
Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan kehidupannya, kadangkadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua,
menjilat, dan memperbudak diri, karena kepetingan materi. Pegangan orang beriman dalam
hal ini adalah firman Allah dalam QS. Hud/11: 6.
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)..”
4. Iman memberikan ketenteraman jiwa.
Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan
kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram
(mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah) seperti dijelaskan firman Allah dalam Q.S.
al-Ra’du/13: 28.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah).
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan
dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam Q.S al-Nahal/16: 97.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
6. Iman melahirkan ikhlas dan konsekuen.
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih,
kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah
dikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
18
pada firman Allah Q.S. al-An’am/6:162.
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam”
7. Iman memberikan keuntungan.
Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbing dan
mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah
orang-orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Q.S. al-Baqarah/2: 5
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orangorang yang beruntung.”
8. Iman mencegah penyakit
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia
mukmin dipengaruhi oleh iman.Jika karena pengaruh tanggapan, baik indra maupun akal,
terjadi perubahan fisiologis tubuh (keseimbangan terganggu), seperti takut, marah, putus
asa, dan lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena itu
orang-orang yang dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit modern, seperti
darah tinggi, diabetes, dan kanker. 13
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya
sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan
membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang
yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
13
Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 24.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
19
CIRI-CIRI DAN SIFAT-SIFAT MANUSIA
Manusia 14 tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh dan
fisiologisnya. Fungsi-fungsi kebinatangan ditentukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku
yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin
tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan
semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.
Pada primata (bangsa monyet) yang lebih tinggi bahkan dapat ditemukan intelegensia yaitu
penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan sehingga memungkinkan
binatang untuk melampaui pola-pola kelakuan yang telah digariskan secara naluri. Namun
setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar eksistensinya yang
tertentu masih tetap sama.
Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun. Tetapi
memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari
pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama.
Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang
siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru
terlacak pada masa para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6
SM).
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan
yang merupakan rahasia kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah
pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal
pengetahuan ini. Dia mengetahui yang mana yang benar dan mana yang salah, yang mana
yang baik dan yang mana yang buruk, serta mana yang indah mana yang jelek. Secara terus
menerus dia dipaksa harus mengambil pilihan: mana jalan yang benar mana jalan yang
salah, mana tindakan yang baik mana tindakan yang buruk, dan apa yang indah dan apa
yang jelek. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpaling kepada pengetahuan. Manusia
adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara sungguhsungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk
kelangsungan hidupnya (survival).
Pengetahuan ini dapat dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni
pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
Sebab kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya
dengan cepat dan mantap, adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir
tertentu. Secara garis besar cara berfikir seperti ini disebut penalaran. Binatang mampu
berfikir namun tidak mampu berfikir nalar.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan
pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan fikiran yang mampu menalar.
Para ahli pikir berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan tersebut
sebenarnya disebabkan oleh kenyataan kekuatan dan peran, multi dimensional yang
dimainkan manusia. Sedangkan kecenderungan para ahli pikir hanya meninjau dari sisi
14
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000, h. 1Lihat juga Syahidin
dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 11-12.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
20
yang menjadi titik pusat perhatiannya dan mengabaikan sisi yang lainnya. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang bergerak dari zaman ke zaman juga senantiasa memperkaya
wawasan mereka tentang manusia. Pada zaman modern pendefinisian manusia banyak
dilakukan oleh mereka yang menekuni bidang psikologi 15 .
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia
berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku hasil
interaksi antara komponen biologis (Id), psikologis (ego) dan sosial (superego). Didalam
diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanicus
(manusia mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran
yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan psikoanalisis
(aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin
menganalisis prilaku yang nampak saja, yang diukur, dilukiskan dan diramalkan. Menurut
aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap
lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi
secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami
lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat
yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi
peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah
fakta kehidupan manusia.
Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia
bermain). Aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya
dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan
aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreatifitas, nilai,
makna, dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanisme manusia berperilaku untuk
mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri. Perdebatan mengenai siapa
manusia itu dikalangan para ilmuwan terus berlangsung dan tidak menemukan satu
kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang paling besar dalam sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.
HAKIKAT DAN CIRI-CIRI PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa,
bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang
didapatkan lewat kegiatan merasa atau berfikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan
Pascal, hati pun mempunyai logikanya tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari
bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri kepada penalaran. Jadi penalaran
merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan
kebenaran. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan fikiran mempunyai apa yang disebut sebagai
kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan
15
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 2.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
21
kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiaptiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri
yang pertama ialah adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam
hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya
tersendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses
berfikir logis, dimana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut
suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain, menurut logika tertentu. Hal ini patut kita
sadari bahwa berfikir logis itu mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan
tunggal (singular). Suatu kegiatan berfikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika
tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain. Hal ini sering
menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai kekacauan penalaran yang
disebabkan oleh tidak konsistennya kita dalam mempergunakan pola berfikir tertentu.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berfikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis,
dan kerangka berfikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran
yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang
mempergunakan logika ilmiah 16 , dan demikian juga penalaran lainnya yang
mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini kalau kita kaji lebih jauh,
merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berfikir tertentu. Tanpa adanya pola berfikir
tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakekatnya merupakan
suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
JENIS-JENIS DAN SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN 17
Dalam hipotesis adanya Wahyu Allah maka dapatlah dikatakan bahwa ada empat
sumber pengetahuan manusia yaitu :
‘Pikiran manusia’. Hal ini melahirkan paham Rationalisme yang berpendapat bahwa
sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rationya (akal budinya). Pelopornya
ialah Rene Descartes. Aliran ini sangat mendewakan akal budi manusia yang melahirkan
paham ‘intelektualisme’ dalam dunia pendidikan .
‘Pengalaman manusia’. Dengan ini muncul aliran Empirisme yang dipelopori oleh tokoh
John Locke. Manusia dilahirkan sebagai kertas putih/meja putih. Pengalamanlah yang akan
memberikan lukisan kepadanya. Dunia empiris merupakan sumber pengetahuan utama.
Dalam dunia pendidikan terkenal dengan teori ‘tabula rasa’ (teori kertas putih).
‘Intuisi manusia’. Kalau pengetahuan yang diperoleh secara rasional dan empiris
yang merupakan produk dari sesuatu rangkaian penalaran maka intuisi merupakan
pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran itu.
Jawaban dari permasalahan yang sedang dipikirkan muncul di benak manusia
sebagai suatu keyakinan yang benar walaupun manusia tidak bisa menjelaskan bagaimana
caranya untuk sampai ke situ secara rasional.
Pengetahuan intuitif ini dipakai sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menetapkan benar tidaknya penetapan yang dikemukakan itu. Kegiatan intuitif dan analitik
saling bekerja sama dalam menemukan kebenaran. Bagi tokoh Nietzsche intuisi ini
16
17
Endang Saifuddi Anshari, Wawasan Islam , h. 113.
Endang Saifuddi Anshari, Ilmu Falsafat Dan Agama, h. 97.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
22
merupakan ‘intelegensi’ yang paling tinggi dan bagi tokoh Maslow merupakan
‘pengalaman puncak’ (peak experience).
‘Wahyu Allah’, adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia
lewat para nabi yang diutus-Nya sejak nabi pertama sampai yang terakhir sebanyak 25
orang. Wahyu Allah ini dikodifikasikan dalam tiga buah kitab suci yaitu : Taurat, Injil dan
Al-Quran. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan
seseorang yang terjangkau oleh empiri maupun yang mencakup permasalahan yang
transedental seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya
serta kehidupan di akhirat nanti (di hari kemudian). Pengetahuan ini berdasarkan
kepercayaan atau keimanan kepada Allah sebagai sumber pengetahuan, kepada kehidupan
di akhirat, kepada malaikat-malaikat, (sebagai perantara Allah menemui para nabi), kepada
kitab-kitab suci (sebagai cara penyampaian) dan kepada para nabi (sebagai perantara dan
penerima wahyu Allah tersebut). Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam
agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan
kepercayaan itu.
Ilmu pengetahuan adalah sebaliknya yaitu dimulai tanpa dengan kepercayaan
dengan rasa tak percaya ilmu pengetahuan mulai mengkaji dengan riset, pengalaman dan
percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual. Antara kesemua sumber
pengetahuan itu tak mungkin ada kontradiksi. Apa sebab? Karena kesemuanya berasal dari
satu sumber yaitu Tuhan. Jika terasa ada kontradiksi maka itu hanyalah nampaknya saja,
sebenarnya bukanlah kontradiksi atau pertentangan.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, lahirlah 5 (lima) jenis pengetahuan manusia .
Pengetahuan biasa (knowledge), dengan singkat disebut “pengetahuan”, yaitu
pengetahuan yang tidak amat sadar, pengetahuan yang berlaku umum, tetap dan pasti dan
yang terutama untuk keperluan sehari-hari. Atau dengan kata lain “kesatuan antara subjek
mengetahui dan objek yang diketahui”. Pengetahuan ini bersumber dari pengalaman
indrawinya yang diolahnya lebih lanjut.
Ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah, science, wetenschap, wiscenchaft) yaitu
pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang dengan sangat sadar
menuntut kebenaran. Pengetahuan ilmiah ini bersumber dari pengalaman empiris (riset)
melalui berbagai proses : pengumpulan data dan fakta, pengamatan, penggolongan,
hipotesa, penyajian, perumusan teori, dan seterusnya.
Pengetahuan filsafat, yaitu hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk
memahami (menyelami dan mendalami) secara radikal, integral dan universal hakikat
semua yang ada (hakikat Tuhan, alam dan manusia), serta sikap manusia termaksud sebagai
konsekwensi daripada faham (pemahaman)-nya tersebut. Pengetahuan filsafat ini
bersumber dari fikiran (ratio) manusia.
Pengetahuan intuisi, yaitu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses
penalaran. Pengetahuan ini bersumber dari intuisi (instink) manusia.
Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh manusia berdasarkan
kepercayaan. Pengetahuan ini bersumber dari wahyu (kalam Allah) yang disampaikan
kepada manusia melalui para Rasul (nabi).
TEORI-TEORI KEBENARAN DAN INSTITUSI KEBENARAN
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
23
Kebenaran ialah sesuatu yang abstrak dan relatif kelihatannya. Untuk itu perlu
dipermasalahkan terlebih dahulu apakah kebenaran itu, bagaimana kriterianya. Dalam
rangka menjawab pertanyaan tersebut maka Louis O Kattsoff dalam bukunya Unsur-unsur
Filsafat mengemukakan tiga teori kebenaran yaitu : 18
Teori Korespondensi (Correspondence, Accordance).
Teori korespondensi ialah suatu teori yang menyatakan bahwa sesuatu itu benar
apabila sesuai dengan kenyataannya. Misalnya, api itu membakar, bumi itu bulat.
Teori Koherensi (Consistence).
Teori koherensi ialah suatu teori yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu
benar jika kebenarannya didukung oleh suatu pernyataan lain yang datang sebelumnya.
Misalnya, Aminah adalah ibu rumah tangga (sebagai pernyataan pertama). Aminah adalah
seorang isteri. Ahmad mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak wanita. Ahmad
seorang bapak.
Teori Pragmatis (Pragmatic)
Teori pragmatis adalah teori yang menyatakan bahwa sesuatu itu benar, apabila
bermanfaat atau memuaskan seseorang. Misalnya, biru itu indah; gadis itu cantik.
Jika diamati agak teliti, kelihatannya teori korespondensi dan koherensi
menitikberatkan pada kenyataan sebagai ukuran kebenaran. Apakah semua kenyataan itu
adalah kebenaran ? Judi, korupsi, prostitusi misalnya apakah itu bukan suatu kenyataan ?
Tetapi apakah itu suatu kebenaran. Ternyata tidak semua kenyataan yang demikian itu
semuanya adalah kebenaran. Teori pragmatis menitikberatkan pada manfaat dan kepuasan
sebagai ukuran kebenaran. Bukankah sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang belum tentu
bermanfaat pula bagi orang lain? Apakah kebenaran yang dicari oleh manusia adalah
kebenaran yang sifatnya demikian? Pasti bukan. Dengan teori kebenaran, ternyata
pertanyaan tentang hakikat kebenaran belum terjawab. Karena itu perhatikanlah institusi
kebenaran yang meliputi ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.
1).Ilmu Pengetahuan ialah pengetahuan berasal
dari
pengamatan, studi, dan
pengalaman yang disusun dalam satu sistem untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang
hal yang dipelajari. Jadi ilmu pengetahuan itu tidak lain dari pengetahuan yang ilmiah,
yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang dengan sangat sadar
menuntut kebenaran 19 . Dari pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan mengalami dan
melalui berbagai proses : pengumpulan data dan fakta, pengamatan, penggolongan,
hipotesis, pengujian, perumusan teori, dan sebagainya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan
18
Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 23-25. Lihat juga
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987, cet. VII, h. 18.
19
.Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Cet. IV,1993, h. 113.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
24
ialah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami kenyataan,
struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta,
kemudian pemahamannya disusun dengan suatu metode tertentu dan dalam suatu sistem.
Cabang-cabang ilmu pengetahuan meliputi : Pertama, ilmu-ilmu kealaman (natural
sciences) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, matematika, astronomi, Kedua, ilmu-ilmu
kemasyarakatan (social sciences), seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, ilmu hukum.
Ketiga, ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) seperti ilmu filsafat, ilmu agama, ilmu bahasa,
seni. Sampai sejauh manakah kesanggupan ilmu pengetahuan dalam menunjukkan
kebenaran. Ilmu pengetahuan hanya mempelajari fenomena alam di sekitarnya. Karena
pengetahuan tentang fenomena alam itu sendiri belum tentu lengkap, maka berarti
rekomendasi kebenaran tentang alam itu pun tidaklah lengkap. Oleh karena itu, meskipun
ilmu pengetahuan telah berjasa kepada manusia dalam memecahkan masalah-masalah
manusia, tidak berarti bahwa semua masalah dapat dijawab terutama masalah-masalah yang
mendasar sifatnya.
1).Filsafat ialah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari
radikalnya suatu gejala, dari akar suatu hal yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan
yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal. (Dr. Fuad Hasan. Berkenalan Dengan Filsafat Existensialisme). Adapun obyek
penyelidikan filsafat menurut Emmanuel Kant, meliputi apa yang dapat diketahui manusia,
apa yang harus dibuat manusia, dan apa yang diharapkan manusia.
Dalam bukunya Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, H. Endang Saifuddin Anshari, M.A.
menyimpulkan bahwa filsafat ialah suatu hasil usaha manusia dengan kekuatan akal
budinya untuk memahami secara radikal, integral, dan universal hakikat sarwa yang ada
(manusia, alam, dan Tuhan, serta sikap manusia itu sebagai konsekuensi dari pahamnya). 20
Puncak pembahasan filsafat ialah alam. Apakah alam itu terjadi dengan sendirinya ataukah
ada yang menjadikannya? Para filosof sepakat bahwa ada penyebab pertama yang
mendahului kejadian alam ini yaitu yang disebut prima causa. Apa dan siapakah prima
causa itu ? Dalam hal ini filsafat mulai berpecah menjadi dua yaitu filsafat idealis dan
filsafat materialis. Filsafat Idealis menyatakan bahwa penyebab pertama itu ialah Tuhan,
sedangkan Filsafat Materialis menyatakan bahwa penyebab pertama itu ialah materi
pertama. Filsafat idealis sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu ada, sedangkan filsafat
materialis sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Apabila masalah yang asasi ini diajukan kepada ilmu pengetahuan, ternyata tidak bisa
terjawab; kemudian pertanyaan tersebut diajukan kepada filsafat yang hanya dapat dijawab
atas dasar spekulasi, terkaan, kiraan atau dugaan. Apakah hal itu disebabkan pertanyaan itu
memang tidak ada jawabannya. Manusia tinggal dihadapkan pada dua pilihan yaitu untuk
tetap menjadi pemikir bebas (free thinker) atau mencoba mencari jawaban melalui institusi
yang lain. Jika yang pertama yang dipilihnya, maka ia akan tetap dalam status quo nya.
Akan tetapi ia pun tetap akan dihadapkan pada masalah Tuhan. Kesimpulannya pun
berbeda-beda, ada yang atheis (tidak mengakui bahwa Tuhan itu ada), ada yang antitheis
(mengakui bahwa Tuhan itu ada, namun ia melawannya), ada yang nontheis (tidak peduli
terhadap Tuhan), dan ada pula yang theis, mengakui bahwa Tuhan itu ada tetapi belum
tentu beragama. Jika yang kedua yang dipilihnya, maka ia akan mencari jawabannya
20
.Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Cet. IV, 1993. h. 117.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
25
melalui institusi lain yang banyak berbicara tentang Tuhan yaitu agama. Paham tersebut
berpendapat bahwa institusi yang paling tinggi dalam memperoleh kebenaran ialah agama.
Dia mempunyai kebenaran yang mutlak dan dari agama manusia dapat mengenal
Tuhannya.
3).Agama 21 ialah suatu informasi dari Tuhan tentang alam semesta beserta hukumhukumnya, status, dan kedudukannya, yang disampaikan kepada umat manusia melalui
manusia-manusia pilihannya, yaitu para rasul yang kemudian ditulis dan dibukukan
menjadi kitab suci. Informasi tersebut berasal dari pencipta dan pemelihara yang juga
sekaligus menjadi penguasa alam semesta ini. Karena itu sifat informasi tersebut adalah
hakiki dan mutlak, karena berasal dari yang mahabenar bukan dari manusia yang
mempunyai banyak kelemahan dan keterbatasan. Kebenaran yang demikianlah kebenaran
yang hakiki atau kebenaran yang sebenarnya. Kebenaran yang datang dari yang mahabenar
adalah kebenaran yang mutlak sementara kebenaran yang datang dari manusia adalah
kebenaran relatif.
MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM
Teori-teori Tentang Proses Kejadian Manusia.
a.Teori Evolusi
Evolusi berarti perkembangan yang didalam bahasa Inggris evolution. Dalam ilmu
sejarah, evolusi diartikan sebagai perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang berjalan
sedikit demi sedikit tanpa adanya unsur paksaan. Istilah lawannya adalah revolusi, yang
berarti suatu perkembangan yang mendadak yang dicapai melalui pemakaian kekuatan
fisik, yang sering kali melalui pertumpahan darah. Peristiwa yang berkaitan dengan
revolusi ini, misalnya revolusi fisik yang dialami oleh bangsa Indonesia antara tahun 19451950 yaitu masa perjuangan fisik, revolusi kebudayaan dan juga revolusi industri dan
sebagainya. Dalam ilmu pengetahuan alam, istilah revolusi diartikan sebagai perkembangan
secara berangsur-angsur dari benda yang sederhana menjadi sesuatu yang lebih sempurna
atau sempurna. Paham evolusi ini pertama-tama dikemukakan oleh seorang sarjana
Perancis yang hidup antara tahun 1774-1829. Dialah yang mula-mula berpendapat bahwa
kehidupan perkembangan dari tumbuh-tumbuhan menjadi binatang dan binatang menjadi
manusia. Pendapatnya ini pada waktu itu belum mendapatkan perhatian orang. Orang yang
mempopulerkan pandangan tersebut justru seorang sarjana Inggris, Charles Darwin yang
hidup antara 1809-1882 22 , yang seolah-olah dialah tokoh teori ini. Darwin berpendapat
bahwa apa yang dapat dicapai oleh manusia secara berencana, dapat pula tercapai oleh alam
itu sendiri melalui cara seleksi alam. Ia berpendapat bahwa didalam perjuangan hidup,
hanya hewan yang uletlah yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alam
sekitarnya. Merekalah yang berhasil mempertahankan kelangsungan hidupnya atau survive.
Hewan tersebut haruslah mempunyai kelincahan yang cukup dan harus pula fleksibel
21
Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 34. Lihat juga
Peter L. Berger, Hansfried Kellneer, Sosiologi Ditafsirkan kembali, cet. I, Jakarta: LP3ES, 1985, h. 63-102.
22
TYacob Dkk, Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam, h.8.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
26
secara biologis untuk berubah sedikit demi sedikit jika lingkungan menuntutnya demikian.
Keturunan dari hewan yang kuat biologisnya ini mengalami perubahan sedikit demi sedikit.
Perubahan itu berlangsung perlahan-lahan selama berjuta-juta tahun lamanya yang ke
mudian timbul berbagai jenis binatang yang masing-masing mempunyai variasi-variasi
yang sangat berbeda. Dalam bukunya The Origin of Species, ia mengemukakan bahwa
semua jenis binatang berasal dari satu sel purba yang diciptakan Tuhan. Sedangkan dalam
bukunya yang terbit kemudian The Descent of Man, ia menyatakan bahwa binatang yang
paling maju, yaitu kera dengan mengalami proses perjuangan hidup sedikit demi sedikit
berubah dan dalam jenisnya yang paling sempurna mengarah menuju wujud manusia.
Pandangan tersebut diperkuat dengan hasil penemuan manusia Nederthal pada tahun 1856.
Yang dimaksudkan dengan manusia Nederthal ialah tengkorak semacam manusia yang
diperkirakan pernah hidup kira-kira 100.000 tahun yang lalu. Nederthal adalah nama dari
suatu lembah yang terletak di dekat Dusseldorf, Jerman Barat, tempat tengkorak tersebut
ditemukan. Yang mengandung perhatian pada tengkorak tersebut adalah bentuk dahi
rendah, menjorok mundur, dan dengan lengkungan besar di atas mata dengan tanpa dagu.
Manusia Nederthal amat mirip dengan manusia dan juga mirip dengan kera. Di dekat
tempat penemuan tengkorak tersebut juga ditemukan perkakas-perkakas kerja yang
primitif.
Pada masa berikutnya, di Jerman muncul pula seorang sarjana ilmu pengetahuan
alam bernama Ernest Heinrich Haeckel yang hidup pada 1834-1919. 23 Ia dapat disebut
sebagai penerus ide Darwin meskipun ada beberapa hal yang berbeda dengan pendapat
Darwin. Jika Darwin berpendapat bahwa sel-sel purba diciptakan oleh Tuhan, maka
menurut Haeckel dunia ini kekal tidak ada permulaan dan hidup ini tercipta dengan
sendirinya secara mekanis. Demikian juga halnya dengan manusia. Dari pengaruh pendapat
ini, kemudian timbullah kebiasaan untuk menyamaratakan antara manusia dengan kera
dengan ungkapan yang dangkal “manusia berasal dari kera” . Haeckel dengan sikapnya
yang atheistis membuka kesempatan yang lebar bagi penganut teori evolusi yang
menentang Tuhan. Oleh aliran-aliran Marxisme dan Komunisme dipergunakan sebagai
senjata untuk memerangi paham-paham agama.
Penerus dari pandangan Haeckel ini adalah Jacques Monod, seorang Perancis ahli
biologi modern. Dalam bukunya Le hasard et lanecessite (Kebutuhan dan Keharusan) yang
terbit tahun 1970, ia menyatakan bahwa dunia ini tidak mempunyai makna dan arti. Evolusi
manusia berjalan atas unsur kebetulan dan nasib yang buta, yang dipersatukan dengan
unsur keharusan. Dalam seleksi dan mutasi alamiah, disingkirkanlah apa saja yang tidak
mampu untuk melangsungkan kelangsungan hidup. Pandangan ini terutama didasarkannya
atas penyelidikan terhadap struktur kimia dari gene (pembawa sifat atau pewaris sifat
benda-benda hidup).
b. Teori Revolusi
Sebagian penganut agama, baik Kristen Katolik dan Protestan maupun Islam tidak
senang mendengar teori Darwin ini. Ajaran-ajaran agama tentang kejadian alam dan juga
terutama kejadian manusia ditentang oleh teori evolusi. Menurut kitab Kejadian (kitab
pertama dalam perjanjian lama) dan juga al-Quran, alam dan manusia ini diciptakan
langsung oleh Tuhan, demikian juga manusia. Jadi, manusia tidak berasal dari asal mula
23
TYacob Dkk, Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam, Bandung : Risalah, 1983, cet. I, h. 87.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
27
kejadiannya. Bagi kebanyakan penganut agama, mempercayai kebenaran teori evolusi sama
saja dengan menyangkal Tuhan dan menyalahkan kitab suci. Tantangan dari pihak agama
demikian hebat sehingga Darwinisme dicap sebagai ajaran atheis, meskipun menurut
ceritanya, Darwin sendiri seorang yang percaya kepada Tuhan. Penciptaan alam dan
manusia menurut ajaran Alkitab, lebih lanjut, bacalah Bible, kitab Kejadian pasal 1 dan 2.
Dalam ajaran Islam yang biasanya dipergunakan untuk menentang teori evolusi adalah ayat
terakhir dari surat Yaasin, “Jika sekiranya Allah menghendaki menciptakan sesuatu
cukuplah berfirman, “jadilah engkau maka akan menjadi”. Selain itu dalam surat Al-Imran:
59 dinyatakan : “Dia (Allah) menjadikan Adam dari tanah (turab), kemudian Allah
berfirman kepadanya, “Jadilah engkau, lalu berbentuklah manusia.”
Jadi, baik penciptaan alam maupun manusia diciptakan Allah dalam waktu sekejap
saja. Bukankah Allah itu mahakuasa atas segala-galanya. Tentang penciptaan manusia,
orang Islam percaya bahwa manusia pertama itu diciptakan dari tanah yang dinyatakan
dalam surat As-Shaffat: 11, surat Al-Imran: 59, surat Al-Hijr: 28, dan surat Al-Mukminun:
12-14. Proses penciptaan seperti ini digambarkan dalam tafsir Al-Jalalain dalam
menafsirkan surat Al-Baqarah: 30, “Adam adalah sebagai suatu makhluk yang dicipta dari
tanah yang diambil dari berbagai jenis yang kemudian dicampur dengan air, dibentuk, dan
ditiupkan ruh ke dalamnya, kemudian menjadi makhluk hidup.”
c.Teori Evolusi yang Terbatas
Teori evolusi bagi para ilmuwan merupakan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan prinsip ilmiahnya. Teori tersebut memang didukung oleh
penemuan-penemuan yang dalam batas tertentu dapat diterima oleh akal, meskipun
sebenarnya ada beberapa sanggahan atau sangkalan terhadap kebenaran teori tersebut.
Jika manusia berasal dari suatu jenis makhluk yang amat sederhana, yang berlangsung
secara perlahan-lahan, mengapa keadaan manusia sekarang ini tidak berevolusi lagi
melainkan sudah berhenti hingga di sini saja ?
Teori evolusi dikemukakan dengan mendapatkan beberapa kritik, karena ternyata
banyak hal tidak dapat dijawab dan Darwin sendiri menyadari akan hal ini, sementara teori
evolusi bukannya tanpa kritik sama sekali. Beberapa pendapat menyatakan bahwa konsep
tersebut tidak sepenuhnya realistis. Umat Islam khususnya mendasarkan teorinya atas ayat
59 Surat Al-Imran dan ayat 82 Surat Yaasin, yakni kata-kata kunfayakuunu. Kata-kata ini
diartikan seperti halnya “sim salabim”, terjadi dalam sekejap mata saja. Sudahkah pasti
demikian maksudnya ? Bukankah kata tersebut dapat diartikan sebagai “jadilah engkau,
maka pasti akan menjadi”. Jika demikian, apakah tidak ada jarak antara kata “jadilah”
dengan kata “maka akan menjadi”. Jika ada jarak, apakah hal itu bukan berarti suatu proses,
apakah sudah pasti bahwa proses tersebut adalah proses “sim salabim”. Dengan pengertian
seperti ini, maka tidak heran jika ada sebagian orang berpendapat bahwa mungkin saja dari
segi jasmaniahnya, manusia itu tercipta melalui proses evolusi sedangkan yang dicipta
secara revolusi adalah ruhnya. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut.
Penyebutan Nama dalam al-Quran 24
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi
24
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 10-11.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
28
gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan
mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan
pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang
Pencipta telah menurunkan Kitab Suci al-Quran yang diantara ayat-ayat-Nya adalah
gambaran-gambaran konkrit tentang manusia.
Penyebutan nama manusia dalam al-Quran tidak hanya satu macam. Berbagai
istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya :
1) Dari aspek historis penciptaanya manusia disebut dengan Bani Adam :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan.”
Kata Bani Adam dalam al-Qur’an disebut sebanyak 7 kali.
2) Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang mencerminkan
sifat- sifat fisik-kimia-biologisnya :
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan
akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (Kami mewahkan mereka dalam
kehidupan di dunia): (Orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia
makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari apa yang kamu minum” (alMukminun 33).
Al-Quran menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan
sekali dalam bentuk mutsanna.
3) Dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi
akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan:
“Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarnya pandai berbicara” (Ar-Rahman: 3-4) .
Dalam al-Quran kata al-insan disebut di 65 tempat.
4) Dari aspek sosiologisnya menunjukkan annas yang menunjukkan sifatnya yang
berkelompok sesama jenisnya.
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang
yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (Al-Baqarah: 21).
Kata an-Nas dalam al-Quran disebut sebanyak ± 240 kali.
5) Dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya
sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya :
“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang
mereka?. Jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau kami
jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)” (Saba:
9).
Al-Quran menggunakan kata ‘abdun (hamba) ± 131 tempat.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
29
6) Dari aspek sipat kemanusiaaan yang jinak 25 dan beraab yang selalu diposisikan sebagai
lawan dari kata jin yang bebas dari metafisis, dusebut al-ins.
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”
(ar-Rahman (55): 33). Al-Quran menggunakan kata al-ins sebanyak 18 kali.
Aspek Historis Penciptaan
Al-Quran tidak memerinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut
waktu dan tempatnya. Namun al-Quran menjelaskan jawaban yang sangat penting: Dari
titik manakah kehidupan itu bermula. Ayat-ayat menegaskan bahwa asal usul manusia
(bersifat) air. Hal ini dapat dimulai dari pembentukan alam semesta.
“Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian
mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah
mereka tak beriman ?”(Al-Anbiya: 30).
Kenyataan air adalah komponen paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air,
hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain
diperbincangkan maka pertanyaan yang pertama selalu; adakah cukup air untuk mendukung
kehidupan di tempat tersebut ?
Data modern menunjukkan bahwa wujud hidup yang paling tua diperkirakan pada
dunia tumbuh-tumbuhan. Ganggang telah ditemukan pada periode pra-Cambria, yaitu saat
dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan
diperkirakan muncul sedikit lebih kemudian; mereka muncul dari laut. Tentang asal usul
kehidupan hewan, Allah SWT. Berfirman :
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan (daabah) dari air.”(An-Nur: 45).
Kehadiran manusia sebagai makhluk bumi ditegaskan dalam ayat :
“Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah (bumi) dan kemudian
Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi sebagai
suatu keluaran baru.”(Nuh: 17-18).
Transformasi-transformasi morfologis terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang
berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena
tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berurutan. Al-Qur’an pertama kali berbincang
tentang suatu “penciptaan” tetapi kemudian ia meneruskan dengan menguraikan suatu
tahap kedua yang didalamnya Allah memberi bentuk kepada manusia. Maka tak diragukan
lagi bahwa penciptaan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa
yang berurutan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu bentuk,
kemudian Kami katakan kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam.” (Al25
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Jakarta: Mizan, 1996, cet. III, h. 280.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
30
A’raaf: 11).
“Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak membentuk seorang
manusia (basyar) dari lempung, dari lumpur yang diacu. Bila Aku telah membentuknya
secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya” (Al-Hijr:
28-29).
Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya
keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja “rakkaba” dalam bahasa Arab berarti
membuat sesuatu dari komponen-komponen” sebagaimana dalam ayat :
“(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam
proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari
komponen-komponen.”(Al-Infithar: 7-8).
Keberadaan suatu masyarakat manusia tidak selalu kokoh. Bisa saja suatu generasi
masyarakat manusia dengan karakteristik tertentu lenyap kemudian digantikan oleh
masyarakat lain yang masih merupakan keturunannya. Manusia modern yang ada sekarang
ini merupakan bagian dari proses pergantian masyarakat tersebut.
“Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang
dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari
keturunan orang-orang lain.”(Al-An’am: 133).
Komponen Biologis
Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang
dikandung di dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat
yang menunjukkan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama :
“Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi.”(Huud: 61).
Ayat-ayat lain menyebutkan manusia dibentuk dari :
Thuraab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat :
“Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya : “
Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (thuraab), kemudian
dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna ? “ AlKahfi: 37).
2). Thiin, yaitu tanah lempung sebagaimana ayat :
“(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung. “As-Sajdah: 7).
Dalam ayat ini al-Quran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini
menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari thiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang
lain akan segera mengikuti.
3). Thiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat sebagaimana disebut dalam ayat:
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
31
“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh
kejadiannya ataukah apa yang telah kami ciptakan itu ? ” Sesungguhnya Kami
menciptakan mereka dari tanah liat (thiinul laazib).” (As-Shafat: 11).
4). Shalshalun, yaitu lempengan yang dikatakan kalfakhhar (seperti tembikar). Citra di ayat
ini menunjukkan bahwa manusia “dimodelkan”.
5). Shalshalun min hamain masnuun (lempung dari lumpur yang dicetak / diberi bentuk)
sebagaimana disebut dalam ayat :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al-Hijr: 26).
6). Sulaalatun min thiin, yaitu dari sari pati lempung. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan
dari sesuatu yang lain.
7). Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan sebagaimana disebut dalam ayat
:
“Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan
manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa” (AlFurqan: 54).
Reproduksi
Asal usul keberadaan manusia dilihat dari sisi reproduksinya banyak sekali
dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran. Dalam surat al-Qiyamah ayat 37 misalnya disebutkan
bahwa manusia berasal dari nuthfatam min maniyyin yumna (setetes sperma yang
ditumpahkan). Nuthfah berarti sejumlah sangat kecil yang sering diartikan sebagai setetes
air. Dari sejumlah sperma yang ditumpahkan memang hanya satu sel saja yang pada
akhirnya membuahi ovum (sel telur). Kemudian dalam ayat yang lain :
“Dari sejumlah kecil cairan, (Tuhan) membentuknya (dalam proporsi yang tepat) lalu
menentukannya.”(Abasa: 19).
Sel telur yang telah dibuahi tertanam pada lendir rahim kira-kira pada hari ke enam
setelah pembuahan mengikutinya dan secara otomatis sungguh telur tersebut merupakan
sesuatu yang bergantung (al‘alaq).
“Bukankah (manusia) dahulu adalah sejumlah kecil sperma yang ditumpahkan ?
Kemudian ia menjadi sesuatu yang bergantung, lalu Allah membentuknya dalam ukuran
yang tepat dan selaras.”(al-Qiyamah: 37-38).
Sesuatu yang bergantung (al’alaq) terus berkembang sampai kira-kira dua puluh
hari ketika ia mulai secara bertahap mengambil bentuk manusia. Jaringan tulang mulai
tampak dalam embrio itu secara berurutan diliputi oleh otot-otot.
“Kemudian Kami bentuk nuthfah menjadi ’alaqah dan Kami bentuk ‘alaqah menjadi
mudghah, dan Kami bentuk mudghah menjadi tulang belulang dan kemudian Kami
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
32
bungkus tulang belulang itu dengan lahm (daging yang utuh).”al-Mukminun: 14).
Dua tipe daging diberi nama berbeda di dalam al-Quran. Pertama daging yang
digulung-gulung disebut mudghah sedang yang kedua daging yang masih utuh ditunjukkan
dengan kata lahm.
Ruh dan Nafs
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan
manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan
roh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana
banyak dari aspek fisik manusia yang hakekatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan
misteri besar yang dihadapi manusia.
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud
kepadanya.”(Shaad: 7-12).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (al-Israa: 85).
Ruh adalah getaran ilahiyah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat,
nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami
hakekatnya. Sentuhan getaran ruhaniyah itulah yang menyebabkan manusia dapat
mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya.
Istilah nafs banyak tersebar dalam al-Quran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang
sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik
manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena
tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling
berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia.
“Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berpikir” (Az-Zumar: 42).
Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui
dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik
dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan
cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu
penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan.
Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius
dalam kehidupan manusia sebelum ia menjumpai peristiwa-peristiwa lainnya di dunia yang
lain pula.
..... “langkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang dzalim (berada)
dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
33
(sambil berkata): Keluarkanlah nafsmu....”(al-An’am: 93).
Tiap-tiap nafs akan merasakan mati. (Ali Imran: 185).
Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal, Qalb dan Nafsu.
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, artinya ciptaan 26 , suci, dan
seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah
adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia,
agama, sunnah.
Menurut Imam Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi dimana Allah
menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk
menggunakan pikirannya.
Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal
suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan
cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat alQuran :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Ar-Rum:
30).
Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik,
melainkan juga dalam arti ruhaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu
fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia
itu dapat dirujukan kepada ayat :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan).”(al-A’raf: 172).
Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan
kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum
digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu
memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu
dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi
dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. Ia bukan makhluk
amoral, tetapi memiliki moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih
sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke
dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu
potensi fisik dan potensi ruhaniah.
Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi ruhaniah
26
Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an h. 396.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
34
adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau
rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu
menahan, dan orang ‘aqil di zaman jahiliyah yang dikenal dengan darah panasnya adalah
orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan
tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada
dengan itu akal dalam al-Quran, akal diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom),
intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam alQuran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari
itu jika akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana.
Alqalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik 27 dan
menurut ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan
arti alqalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal
daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut
jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian halus yang bersifat ketuhanan dan
rohaniah yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan
dan arif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka
memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu.
Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga
manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.
Adapun nafsu 28 (bahasa Arab al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut hawa nafsu)
adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongandorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa
mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak
bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang
lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan
manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu
manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi
kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar
manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan
yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang
ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al muthmainnah yang diungkapkan alQuran:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surgaKu.”(al-Fajr: 27-30).
Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah
(hanif)nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara
harmonis.
8). Karakteristik Manusia 29
27
Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an, h. 426.
Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an, h. 522-523.
29
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h..21-22.
28
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
35
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang
sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya di alam semesta ini. Ia memiliki karakter
yang khas bahkan dibandingkan makhluk lain yang paling ‘mirip’ sekalipun. Kekhasan
inilah yang menurut kitab suci menyebabkan konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan
diantaranya kesadaran, tanggung jawab dan pembalasan. Di antara karakteristik manusia :
Aspek Kreasi
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah dirakit dalam suatu tatanan yang
terbaik dan sempurna. Hal ini bisa dibandingkan dengan makhluk lain dalam aspek
penciptaannya. Mungkin dengan banyak kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih
fungsional dari tangan simpanse, demikian pula organ-organ lainnya.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. (at-Thin:4).
2). Aspek Ilmu
Hanya manusia yang mungkin punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat
alam semesta di sekelilingnya. Pengetahuan hewan hanya terbatas pada naluri dasar yang
tidak bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Tetapi manusia menciptakan
kebudayaan dan peradaban yang terus berkembang.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) keseluruhannya....
Baqarah: 31).
(al-
3). Aspek Kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkannya bisa mengadakan pilihanpilihan dalam hidup. Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan tak akan
pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang
sombong atau maksiat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang lurus, ada yang syukur dan
ada pula yang kufur. (al-Insan: 3).
4). Pengarahan Akhlak
Manusia adalah makhluk yang dapat dibentuk akhlaknya. Ada manusia yang
sebelumnya baik-baik tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat menjadi seorang
penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu lembaga pendidikan diperlukan
manusia untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang.
9). Misi dan Fungsi Penciptaan Manusia 30
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada Sang Penciptanya,
Allah SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit
dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja. Penyembahan
berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di
30
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 23.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
36
muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Tuhan) maupun
horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta).
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu
penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, karena Allah tidak
membutuhkan sedikit pun kepada manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha
Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Adz-Dzariat: 56-58).
Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (al-Bayyinah: 5).
Penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya
sebagai ‘kepanjangan’ kekuasaan Allah di muka bumi ini dalam mengelola kehidupan alam
semesta. Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh.
Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya hukum-hukum
kemanusiaan yang telah Allah tetapkan. Kekacauan kehidupan manusia tidak sekedar akan
menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri, tetapi juga dapat
menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain. Inilah fungsi kehadiran manusia di
tengah-tengah alam ini .
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”..... (al-Baqarah: 30).
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam” (al-Anbiya: 107).
Maka jelaslah bahwa kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan
baik jika manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini .
10). Program Hidup Manusia
Tujuan hidup seperti yang telah dirumuskan di atas, haruslah disertai dengan
program yang terperinci agar betul-betul mencapai sasarannya. Tujuan tersebut tidak akan
tercapai jika dalam menentukan program tidak berlandaskan pada sumber dari rumusan
tersebut. Program hidup manusia harus sejalan dengan tujuan; dan bentuk program itu
sendiri harus berasal dari perumus tujuan hidup manusia yaitu Allah pencipta manusia. AlQuran sebagai wahyu dari Allah ditambah dengan sunnah Nabi sebagai perwujudan
realisasi ajaran Allah. Keduanya merupakan kumpulan dari tuntunan program hidup bagi
orang yang beriman. Dengan perkataan lain, program hidup manusia tidaklah didasarkan
atas kehendaknya sendiri, tetapi didasarkan atas kehendak penciptanya. Program hidup
manusia dituangkan dalam bentuk yang disebut syariah 31 . Syariah ialah peraturan-peraturan
yang diciptakan Allah agar manusia berpegang kepada-Nya dalam menjalankan hidup di
31
Toto Suryana Dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi : Tiga Mutiara, 1996, h. 80.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
37
muka bumi ini. Tugas hidup dalam hubungannya dengan penciptanya, kepada dirinya
sendiri, dan kepada makhluk lainnya. Hanya dengan melalui peraturan-peraturan
tersebutlah manusia akan mendapatkan bukan hanya kebahagiaan di dunia ini, tetapi juga
sebenarnya akan mendapatkan kebahagiaan di hari kemudian (akhirat). Oleh karena itu,
syariah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1). Benar dan adil untuk seluruh makhluk.
2). Luwes, mendasar, sesuai dengan sifat dan fitrah manusia, serta cocok untuk segala
tempat dan zaman.
3). Menjangkau segala aspek kehidupan manusia, baik pribadi, keluarga, masyarakat, dan
negara.
4). Konsisten, tidak mungkin ada pertentangan satu sama lainnya.
Syariah di sini termasuk pengertian tentang bagaimana seseorang melakukan tugas
pengabdiannya kepada Allah. Semua ibadah, baik yang ritual maupun yang non ritual
hendaknya didasarkan pada syariah. Tidaklah benar suatu ibadah dilakukan tanpa
berdasarkan syariah. Ibadah yang demikian itu tidak atau dalam istilah lain sering disebut
bid’ah (mengada-ada) atau membuat cara baru yang hendak diajarkan.
Jadi, kesimpulan kita ialah bahwa tujuan hidup manusia ini tidak lain adalah untuk
beribadah atau mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya. Realisasi pengabdian yang
benar adalah yang dilakukan dengan cara yang telah diajarkan oleh Allah.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
38
B A B III
AGAMA
MENCARI ARTI AGAMA 32
Barangkali tidak ada yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata
“Agama“. Demikian Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, bekas Menteri Agama RI memulai
ceramahnya berjudul “ Agama, Universitas dan Pembangunan “ di IKIP Bandung pada
tanggal 4 Desember 1971. Selanjutnya dikatakannya : “ Paling sedikit ada tiga alasan untuk
hal ini “.
Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal bathini dan subyektif, juga
sangat individualistis.
Alasan kedua ialah, barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat
dan emosionil dari pada membicarakan agama, maka membahas tentang arti agama itu
selalu ada emosi yang kuat sekali sehingga sulit memberikan arti kalimat agama itu.
Alasan ketiga ialah, bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan
orang yang memberikan pengertian agama itu. (A. MUKTI ALI, Agama, Universitas dan
Pembangunan, Bandung, 1071, p.4).
Jhon R. Bennet, “Religion” dalam Encyclopedia Americana, volume 29, New York, p.342,
menyebutkan :
Tidak ada satu definisi tentang “religion” yang dapat diterima secara umum. Para
filsuf, para sosiolog, para psikolog dan para teolog dan lain-lainnya telah merumuskan
definisi tentang “religion” menurut caranya masing-masing dan sesuai pula dengan tujuan
masing-masing. Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu “superstitionus structure
of incoherent metaphysical nations” (struktur takhayul faham metafisis yang tidak
beraturan), sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut “religion” sebagai “colective
expression of human values” (ekspresi kolektif nilai-nilai manusiawi), para pengikut Karl
Marx mendefinisikan “religion” dengan “the opiate of the people” (candu bagi rakyat) ,
sedangkan sementara psikolog menyimpulkan bahwa religion itu “mystical complex
surrounding a projected super ego” (kompleks mistis seputar super-ego yang
direncanakan).
Dari data empiris termaktub diatas, jelaslah bahwa tak ada batasan yang tegas
mengenai religion, yang mencakup pelbagai fenomena religion itu.
Walaupun betapa mustahilnya memberikan sebuah definisi yang sempurna tentang religion,
namun ada bentuk-bentuk yag mempunyai ciri-ciri khas dari pada kepercayaan dan
aktivitas manusia yang biasanya dikenal sebagai kepercayaan dan aktivitas religion, yaitu :
kebaktian, pemisahan antara yang sakral dan yang profane, kepercayaan terhadap jiwa,
kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supra natural
dan pencarian keselamatan.
ETIMOLOGI AGAMA
Ada bermacam-macam teori tentang sejarah kata agama. Salah satu diantaranya
menyebutkan : Agama berasal dari bahasa Sanksekerta 33 . Akar katanya : gam, setelah
mendapat awalan a dan akhiran a menjadi agama (kata benda). Bahasa Sanksekerta
32
33
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987, h. 117-118
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987. h. 122.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
39
termasuk rumpun bahasa Indo Jerman. Dalam bahasa Belanda dan Inggris kita temukan
pula kata-kata ga, gaan (Belanda) dan go (Inggris) yang pengertiannya sama dengan gam
(Sanksekerta), yang berarti : pergi atau berjalan. Setelah dijadikan kata benda dengan
memberikan awalan a dan akhiran a, berarti “jalan”. Maka Agama berarti : satu jalan yang
harus dijalaniuntuk mencapai nirwana (syurga). Pada masyarakat Hindu Bali, ditemukan 3
(tiga) istilah yang akar katanya sama, yaitu :
Agama yaitu : peraturan, tata cara dan upacara-upacara hubungan manusia dengan
Raja. Misalnya : membayar pajak, masuk dinas tentara, dan lain-lain.
Igama yaitu : peraturan, tata cara, upacara-upacara hubungan manusia dengan Dewa-Dewa.
Misalnya : sembahyang di pura, sesajen dan lain-lain.
Ugama yaitu : peraturan, tata cara, upacara-upacara hubungan manusia dengan sesamanya.
Misalnya : gotong rorong mendirikan rumah, membantu kemalangan dan lain sebagainya.
Dewasa ini, ketiga kata itu tersebar pemakaiannya dalam tiga bahasa : agama dalam
bahasa Indonesia, igama dalam bahasa Jawa, dan ugama dalam bahasa Malaysia.
(Kesemuanya dalam pengertian yang sama).
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari
bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sankrit. Satu
pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi
tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang
demikian. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci.
Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa
gam berarti tuntutan hidup bagi penganutnya.
Din dalam bahasa Semit berarti Undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab
kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus
dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih
lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang
menjadi hutang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada paham
balasan. Yang menjalankan kewajiban dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari
Tuhan. Yang tidak menjalankan kewajiban dan yang tidak patuh akan mendapat balasan
tidak baik.
Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang
mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan caracara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi
menurut pendapat lain kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran
agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya
terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan. Dan agama lebih lanjut lagi
memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti
ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh
yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap
dengan panca indra.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
40
TERMINOLOGI AGAMA
Prof. Dr. Harun Nasution 34 dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” Jilid
I, hal. 9-11, setelah menguraikan arti kata dien, religi, agama, membuat beberapa definisi
sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi.
Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia.
Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu
kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan takut terhadap kekuatan
misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah :
1. Kekuatan gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu
sebagai tempat minta tolong.
Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan
gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan
kekuatan gaib itu.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan kehidupannya di akhirat
tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan
hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
3. Respon yang bersifat emosionil dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk
perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif atau perasaan cinta,
seperti yang terdapat dalam agama-agama monotheisme. Selanjutnya respons mengambil
bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau pemujaan yang
terdapat dalam agama-agama monotheisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk
cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk
kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan dan dalam bentuk tempattempat tertentu.
H. Endang Syaifuddin Anshari M.A. dalam bukunya 35 “ Kuliah Al- Islam “ Pustaka,
Bandung, hal 21 s/d 23, setelah mengemukakan definisi agama, dien, religi dari beberapa
ahli, berkesimpulan membuat satu definisi agama, yaitu : “Agama, Religi atau Dien (pada
34
35
Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, cet. V, h. 9-11.
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h.21-23.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
41
umumnya) adalah suatu sistema Credo (tata keyakinan) atas adanya yang mutlak di uar
manusia dan satu sistema ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya yang
mutlak itu, serta satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama manusia dan dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata
peribadatan termaksud”.
Dan jalan untuk tetap berada dekat Tuhan ditentukan oleh tiap-tiap agama. Dalam
agama Kristen, berhubung dengan ajarannya tentang dosa warisan yang melekat pada diri
manusia, seseorang tidak akan dapat menjadi suci selama ia tidak menerma Jesus Kristus
sebagai juru selamat yang mengorbankan diri di atas salib untuk menebus dosa manusia.
Hanya setelah ia mengakui inilah baru seseorang dapat menuju kepada pembersihan diri
yang sebenarnya, dan akhirnya menjadi orang yang baik dan suci. Untuk itu seseorang
harus berusaha mengadakan kontak spirituil dengan Jesus Kristus. Dengan ini roh manusia
akan mendapat limpahan dari roh Jesus Kristus yang dalam ajaran agama Kristen penuh
dengan rahmat, kebaikan dan kasih sayang. Jalan untuk memupuk dan memelihara kontak
itu ialah dengan berdoa, membaca Al- kitab, pergi ke Gereja, merayakan hari-hari suci dan
lain-lain yang merupakan jalan untuk senantiasa berada dekat dan teringat pada Tuhan.
Agama Hindu atau Hindu Dharma dengan ajarannya tentang Tuhan Yang Maha Esa
memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang Hyang Widhi. Persatuan roh
dengan badan menimbulkan kegelapan. Badan akan hancur tetapi roh atau atma akan kekal.
Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widhi yang disebut moksa. Dan
moksa akan tercapai hanya kalau atma telah menjadi suci kembali dari kegelapan yang
timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan dengan Tuhan untuk
mencapai kesucian jiwa ialah sembahyang di Pura atau di rumah, merayakan hari-hari suci
dan sebagainya.
Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali ke
Tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat di hidup dunia akan
masuk surga, dekat dengan Tuhan. Orang yang rohnya kotor dan berbuat jahat di hidup
pertama akan masuk neraka, jauh dari Tuhan. Agar dalam hidup kekal di akhirat nanti
orang hidup dalam kesenangan, jauh dari kesengsaraan, orang haruslah berusaha supaya
mempunyai roh bersih lagi suci dan senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatanperbuatan jahat di dunia.
Jalan untuk membersihkan dan mensucikan roh ialah ibadat yang diajarkan Islam,
yaitu salat, puasa, zakat dan haji. Tujuan dari ibadat selain dari membersihkan dan
mensucikan diri, ialah juga untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat.
Jelaslah kiranya bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah
membersihkan diri dan mensucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memanglah membina
manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu agama monoteisme
erat pula hubungannya dengan pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai
ajaran-ajaran tentang norma-norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa tidak mementingkan diri
sendiri, cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah hati
dan sebagainya adalah norma-norma yang diajarkan agama-agama besar. Agama tanpa
ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat merobah kehidupan manusia. Tidak
mengherankan kalau agama selalu diidentifikasikan dengan moralitas.
Dengan kata lain agama monoteisme atau agama tauhid dengan ajaran-ajarannya
bermaksud untuk membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhur. Di
sinilah terletak salah satu arti penting dari agama monoteisme bagi hidup kemasyarakatan
manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhurlah
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
42
masyarakat manusia baik dapat dibina.
Agama-agama yang dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sebagai
disebut dalam Ilmu Perbandingan Agama, adalah 36 Islam, Yahudi, Kristen dengan kedua
golongan Protestan dan Katholik yang terdapat di dalamnya, dan Hindu. Ketiga agama
tersebut pertama merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini.
Diantara ketiga agama serumpun ini yang pertama datang ialah agama Yahudi
dengan Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen
dengan Nabi Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan
terakhir sekali datang agama Islam dengan Nabi Muhammad SAW. Ajaran yang beliau
bawa ialah ajaran yang diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain dalam
bentuk murninya.
Sebagai diterangkan oleh Al- Quran, ajaran murni itu ialah Islam, menyerahkan diri
seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai hal ini Surat Ali Imran ayat
19 mengatakan yang artinya :
“Agama (yang benar) dalam pandangan Tuhan ialah Islam (menyerahkan diri kepada
Nya). Dan mereka yang diberi Kitab bertikai hanya setelah pengetahuan datang kepada
mereka; (dan mereka bertikai) karena dipengaruhi perasaan dengki“.
Apa yang dimaksud dengan Islam dijelaskan oleh Surat al- Nisa’ ayat 125 yang artinya :
“Siapa mempunyai agama yamg lebih baik dari orang yang menyerahkan diri seluruhnya
kepada Tuhan dan berbuat baik serta mengikuti agama Ibrahim, (agama) yang
sebenarnya?”.
Bahwa Nabi Ibrahim menyerahkan diri kepada Tuhan dan beragama Islam disebut dalam
Surat al- Baqarah ayat 131 yang artinya :
“Ketika Tuhannya berkata kepadanya (Ibrahim) : “Serahkan dirimu”, ia menjawab : “Aku
menyerahkan diriku kepada Tuhan semesta alam”,
dan Surat Ali Imran ayat 67 yang artinya :
“Bukanlah Ibrahim seorang Yahudi, bukan pula seorang Kristen, tetapi adalah seorang
yang benar (dalam keyakinannya), seorang Islam. Dan bukanlah ia masuk dalam golongan
kaum polities”.
Ayat 84 dari Surat Ali Imran lebih lanjut mengatakan bahwa bukan hanya agama
yang didatangkan kepada Nabi Ibrahim, tetapi juga agama yang didatangkan kepada Nabinabi lain adalah sama dengan agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang
artinya:
“Katakanlah : “Kami percaya kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail serta
suku-suku bangsa lain dan kepada apa yang diturunkan kepada Musa, Isa serta Nabi-nabi
lain dari Tuhan mereka. Kami tidak mengadakan perbedaan antara mereka dan kami
menyerahkan diri kepada Nya”.
36
Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, h. 19.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
43
Dari ayat-ayat di atas jelaslah kelihatan bahwa agama-agama Yahudi, Kristen dan
Islam adalah satu asal. Sejarah juga mennjukkan bahwa ketiga agama itu memang
mempunyai asal yang satu. Tetapi perkembangan masing-masing dalam sejarah mengambil
jurusan yang berlainan, sehingga timbullah perbedaan antara ketiganya.
Pada mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam berdasarkan atas keyakinan tauhid atau keesaan
Tuhan yang serupa. Dalam istilah modern keyakinan ini disebut monoteisme. Tetapi dalam
pada itu kemurnian tauhid dipelihara hanya oleh Islam dan Yahudi. Dalam Islam satu dari
kedua syahadatnya menegaskan : “Tiada Tuhan selain dari Allah”. Dan dalam agama
Yahudi Syema atau syahadatnya mengatakan : “Dengarlah Israel, Tuhan kita satu”. Tetapi
kemurnian tauhid dalam agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh
ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.
Agama Hindu, sungguhpun banyak dianggap termasuk dalam golongan politeisme,
mengandung faham monoteisme. Trimurti yang terdiri atas Brahma, Wisynu dan Syiwa
mengandung faham tiga sifat atau aspek dari suatu zat Yang Maha Tinggi. Brahma
menggambarkan sifat pencipta, Wisynu sifat memelihara dan Syiwa sifat menghancurkan ;
tiga sifat atau aspek yang terdapat dalam kehidupan di dunia, kejadian, kelangsungan wujud
dan kehancuran. Benda-benda di dunia terjadi, berwujud untuk waktu tertentu dan
kemudian hancur. Ini adalah perbuatan Zat Yang Maha Tinggi itu.
Dengan demikian di antara agama besar yang ada sekarang, Islam dan Yahudi lah yang
memelihara faham monoteisme yang murni. Monoteisme Kristen dengan faham Trinitasnya
dan monoteisme Hindu dengan faham politeisme yang banyak terdapat di dalamnya tidak
dapat dikatakan monoteisme murni.
IV.SYARAT-SYARAT AGAMA
Menurut Ilmu Perbandingan Agama, sesuatu aliran kepercayaan itu disebut Agama
bila memenuhi tiga syarat 37 , yaitu :
Adanya doktrin kepercayaan (Aqidah)
Adanya doktrin pemujaan (Ibadah)
Adanya aturan-aturan dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia
(Syari’ah).
Akan tetapi Agama yang sempurna menurut Ilmu Perbandingan Agama ialah Agama yang
memenuhi lima syarat, yaitu :
Adanya kepercayaan (Aqidah)
Adanya pemujaan (Ibadah)
Adanya aturan-aturan (Hukum)
Adanya Nabi yang membawanya
Ada kitab suci yang menjadi sumber hukum.
Bandingkan dengan unsur-unsur agama yang di kemukakan Prof. Dr. Harun Nasution di
atas. Prof. Dr. H. M. Rasyidi menyebut unsur-unsur agama 38 ialah :
1.Unsur kepercayaan
2.Unsur emosi
37
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h.25
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, cet.
VIII, h. 50.
38
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
44
3.Unsur sosial
4.Unsur yang terkandung dalam perkataan “ultimate” yang berarti “yang sangat penting”,
“yang tak ada yang lebih penting dari padanya”, atau “yang mutlak”.
V.KLASIFIKASI AGAMA ( MACAM-MACAM AGAMA ) 39
Ada bermacam-macam klasifikasi yang dibuat para ahli tentang Agama. Ahmad
Abdullah Al- Masdoosi dalam bukunya “Living Religions of the World” menulis, bahwa
agama diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu:
Revealed and non-revealed (Agama Samawy, yaitu agama Langit, agama wahyu, agama
frofetis dan Agama bukan Samawy, yaitu agama bumi, agama ra’yu, agama budaya, agama
filsafat, natural religion).
Yang dimaksud agama Wahyu (Samawy) ialah agama yang menghendaki iman
kepada Tuhan, kepada para Rasul- Nya dan kepada Kitab-kitab- Nya serta pesan- Nya
untuk disampaikan kepada segenap manusia.
Agama Budaya (Bumi) ialah agama yang tidak memandang essensiil penyerahan
manusia kepada tata aturan Ilahi. Yang termasuk Revealed Religions ialah Judaisme,
Kristen, dan Islam. Selainnya termasuk non- Revealed Relegions, ialah Budha, Hindu dan
lain-lain.
Agama Missionary dan Agama non- Missionary.
Menurut Sir Thomas Arnold, agama Missionary ialah Budhisme, Kristen, dan
Islam,
sedangkan Judaisme, Brahmanisme dan Zoroastrianisme termasuk agama nonMissionary. Namun menurut Al- Masdoosi hanya Islam sajalah menurut ajarannya yang
asli merupakan agama Missionary, namun dalam perkembangannya ternyata kemudian
bahwa agama Nasrani dan Budhaisme menjadi agama Missionary.
Klasifikasi berdasarkan rasial dan Geografikal 40 , yaitu :
Semetik, yaitu agama Yahudi, Nasrani dan Islam.
Arya, yaitu Hinduisme, Jainisme, Sikhisme dan Zoroastrnisme.
Monggolia, yaitu Confucianisme, Taoisme dan Shintoisme.
Dari Segi Sumbernya.
Agama Wahyu (agama Samawy, agama langit, agama frofetis, revealed religion,
Din As- Samawy, yaitu ajaran Allah yang diwahyukan kepada para Rasul- Nya untuk
disampaikan kepada ummat manusia.
Agama Budaya (Agama Bumi, agama Filsafat, agama ra’yu, non- revealed religion, natural
religion, Din at- Tabi’i, Din al- Ardhi), yaitu ajarannya bersumber dari pemikiran dan
kebudayaan manusia.
39
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h. 126127.
40
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h. 128.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
45
Ciri-ciri Agama Wahyu :
1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tubuh dari masyarakat, melainkan
diturunkan kepada masyarakat.
2) Disampaikan manusia yang dipilih Allah sebagai utusan- Nya. Utusan itu bukan
menciptakan agama, melainkan menyampaikannya (Rasul).
3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesuai dengan
kecerdasan dan kepekaan manusia.
5) Konsep ketuhanannya adalah monoteisme mutlak (tauhid).
6) Kebenarannya adalah universal, yaitu berlaku bagi setiap orang, ruang dan keadaan.
7) Sistem merasa dan berfikirnya tidak inheren dengan sistim merasa dan berfikir tiap
segi kehidupan masyarakat, malahan menuntut supaya sistim berfikir dan merasa
kebudayaan mengabdikan diri kepada sistim agama itu.
8) Sistim berfikirnya berasaskan perimbangan antara ratio dan rasa.
9) Prinsip ajarannya tentag alam ghaib dapat diterima oleh akal dan tentang alam nyata
dapat bertahan dari kritik ilmu, bahkan sesuai dengan perkembangan science dan
teknologi.
Ciri-ciri Agama Budaya :
1) Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya, (tidak dipastikan waktu
tertentu kelahirannya).
2) Tidak disampaikan oelh utusan Tuhan (Rasul Allah).
3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, akan mengalami perubahanperubahan dalam sejarah perjalanannya.
4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal fikiran
masyarakatnya penganutnya).
5) Konsep ketuhanannya dinamisme, animisme, politeisme dan paling tinggi adalh
monoteisme nisbi.
6) Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap orang, ruang
dan keadaan.
7) Sistem berfikirnya berasaskan rasa.
8) Sistem merasa dan berfikirnya inheren dengan sistem merasa dan berfikir tiap segi
kehidupan (kebudayaan) masyarakat.
9) Prinsip ajarannya tentang alam ghaib tak termakan oleh akal dan tentang alam nyata
tidak bertahan terhadap kritik ilmu.
VI.BEBERAPA AGAMA DUNIA
Di dunia ini banyak sekali Agama yang dipeluk orang 41 , dan dalam kehidupan
sehari-hari tidak bisa dihindarkan terjadinya kontak antar pemeluk bermacam-macam
Agama itu, baik dalam perdagangan, politik dan dalam kegiatan sosial lainnya. Dengan
terjadinya kontak sosial itu, maka terjadi pula tukar-menukar informasi dan diskusi Agama,
yang sering kali meningkat menjadi polemik dalam surat kabar dan majalah.
Berikut ini adalah ulasan singkat tentang beberapa Agama yang bisa diteliti dan diuji
berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah diuraikan di atas.
41
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.48.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
46
1. Yahudi.
Ajaran ini disebut “yudaisme” karena bersifat nasional dan khusus bagi bangsa
Yahudi atau Bani Israil. Diturunkan oleh Allah untuk Bani Israil dengan perantaraan
utusanNya yaitu Musa alaihissalam. Kitab sucinya dinamakan “Thaurat” (wasiat lama)
yang aslinya tidak ada lagi sekarang. Pada mulanya nabi Musa mengajarkan kepada
ummatnya tentang ada dan Esanya Allah, tetapi ajaran yang murni ini akhirnya berubah
karena sifat “exclusive nasionalistic” dari penganutnya. Terjadinya perubahan yang bersifat
prinsipil bersumber dari syahadat mereka “Schema Yisrael, adonai alaheynu adonai achud”
(kitab ulangan 6 : 4) yang di dalam pelaksanaannya rasa kebangsaan diatas dari segalagalanya sehingga keesaaan Allah sendiri menjadi kabur.
Di dalam ajaran Yudaisme tidak disebut-sebut hari qiamat, akhirat, siksaan pada
hari akhirat dan pembalasan dalam bentuk pahala. Mereka, orang-orang Yahudi, tidak
membicarakan keselamatan pribadi penganut-penganut ajaran mereka. Kepada mereka
selalu diindoktrinasikan adanya kejayaan yang abadi di Palestina sebagai suatu negara yang
dijanjikan Tuhan bagi minoritas Yahudi, satu-satunya ummat yang berhak mewarisi bumi
Tuhan sebagai ummat yang terpilih.
Peribadatan mereka dilakukan terutama pada hari Sabtu mulai terbit fajar sampai
terbenam matahari. Segala pekerjaan tangan seperti menyalakan lampu, memadamkan api
dan lain-lainnya terlarang pada hari tersebut. Kepada barang siapa yang berani
melanggarnyadiberikan ancaman keras (“Consept Sabbath”). Orang Yahudi mengenal juga
sembahyang dan puasa, tetapi tata caranya sangat berbeda sekali dengan Islam.
Sembahyang mereka dianjurkan berjamaah dan minimal 10 orang dan dilakukan tiga kali
sehari. Sebelum sembahyang mereka juga berhadas dan mengambil air sembahyang,
didalam sembahyang diharuskan menutup kepala. Puasa mereka dilakukan pada hari-hari
tertentu, seperti “Yom Kippur” selama 24 jam, tanggal 10 dari bulan Tishri dan setiap hari
Senin dan Kamis.
Bagi orang Yahudi akhlak yang baik lebih diutamakan dari keyakinan yang
sempurna. Di dalam Kitab Imamat orang Lewi (Thaurat 10 : 9, 10 : 11) minuman yang
memabukkan terlarang bagi setiap penganut ajaran Yudaisme. Larangan ini tidak pernah
diindahkan, malahan minuman keras merupakan suatu keharusan di dalam upacara-upacara
keagamaan dan mereka meminumnya atas nama Tuhan. Membungakan uang (riba) tidak
dibenarkan antara sesama orang Yahudi, tetapi kepada orang-orang yang bukan Yahudi
dibolehkan. Kalau ada diantara sesama orang Yahudi yang mempunyai hutang maka
dianjurkan untuk saling membebaskan (tidak membayar) pada tahun “Jobel” (tahun
pembebasan pada tiap tahun yang kelima puluh).
Setiap orang Yahudi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran
mereka kepada orang-orang yang bukan keturunan orang Yahudi, sehingga ajaran mereka
bersifat “non missionary”. Orang Yahudi tidak mengakui adanya Nabi Isa alaihissalam.
Mereka sangat menentang sekali ketuhanan Isa atau Yesus yang diajarkan Agama Kristen.
Juga tidak mengenal adanya dosa asal sebagaimana yang dianut oleh orang-orang Kristen.
Orang Yahudi juga tidak mengenal pejabat agama (hierarchi gereja).
2. Kristen
Ajaran yang dianut Kristen disebut “Christianity” (ajaran Gereja). Walaupun agama
Kristen sesungguhnya “Paulunisme” (ajaran Paulus) tetapi nama itu tepat karena ummat
Kristen meyakini Yesus Kristus (Isa Almasih) adalah Tuhan. Keyakinan mereka
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
47
dirumuskan dalam bentuk “trinity” (= tritunggal) yang berarti Tuhan itu satu kesatuan yang
terdiri dari tiga oknum atau pengata diri.
Azas dari tritunggal ini kita temukan rumusannya sebagai berikut : “Tiga pengata
diri itu masing-masing Allah dengan sesungguhnya : Bapa itu Allah, Putera itu Allah, roh
suci itu Allah, tiga pengata diri Ilahi itu satu Allah, sebab mereka-mereka bertiga
mempunyai satu ke-Allahan dengan seutuhnya”. Allah bapa itu bukan anak Allah dan anak
Allah itu bukan roh Kudus. Allah itu disebut bapa karena memperanakkan anaknya, dari
kekal sampai kekal. Oleh sebab itu Tuhan Yesus disebut anak Allah menurut zat
ilahiatNya” (Yahya 5:18)”. Demikian pula Allah bapa disebut Bapa, dari kekal sampai
kekal” (Almazmur 2:7). “Roh Kudus disebut Roh, karena keluar dari Allah Bapa dan dari
Anak Allah dari kekal sampai kekal” (Yahya 15:26).
Ajaran Kristen mengajarkan kepada penganutnya bahwa Yesus mati dengan rela
hati di atas tiang salib untuk menebus dosa ummat manusia, untuk perdamaian dan
keselamatan. Hal ini terjadi karena menurut ajaran Kristen setiap manusia mewarisi dosa
Hawa dan Adam sebagai manusia pertama, maka untuk itulah Yesus dengan suka rela
mengorbankan dirinya di tiang salib agar dosa warisan itu hilang dari setiap manusia.
Keterangan ini ditemukan dalam Kitab Kejadian 3:16-19. “Atas dosa Hawa dan Adam,
wanita akan beranak dengan kesusahan dan pria akan memakan rezekinya dengan berpeluh
mukanya. Akibat dari dosa Adam dan Hawa ini maka anak-cucunya turun temurun
dilahirkan dengan dosa. Yesus Kristus dengan rela mati di atas salib dengan tujuan untuk
menebus dosa segenap manusia semenjak lahirnya”.
Ummat Kristen Purba yang mengharap-harap kedatangan kembali Kristus di muka
bumi setiap saat yang dekat, tidak menganggap perlu adanya kitab suci tersendiri dan
mereka menggunakan sebagai pegangan “Septuaginta” (kitab yang disusun oleh 70 orang).
Pada abad ke-IV ummat Kristen mengumpulkan aneka tulisan dalam bahasa Yunani (“logat
koine”) yang disebut “Perjanjian Baru”. Segala tulisan di atas tidak ada aslinya, hanya
ditemukan codices yang berlain-lainan. Gereja Roma Khatolik mempergunakan terjemahan
oleh Jerome dalam bahasa Latin dari Septuaginta, sedangkan gereja Reformasi
mempergunakan terjemahan dari Kitab suci orang Yahudi dalam bahasa Ibrani. Kedua
perjanjian ini (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang ditulis oleh aneka pengarang
dinamakan Bible (Bijbel, Alkitab).
Para scholar pada Hebrew University di Yerusalem minta dinilai kembali secara
ilmiah asal mula agama Kristen, karena baru-baru ini mereka menemukan aneka naskah
purba yang berusia 1500 tahun dari suatu sekta Judeo-Christian yang berasal dari Hawari
Nabi Isa alaihissalam. Naskah ini melukiskan bahwa orang-orang Kristen dahulu di
Yerussalem adalah pengunjung synagog, mereka melihat Nabi Isa sebagai Nabi dan bukan
Tuhan, dan mentaati syari’at Nabi Musa alaihissalam. Juga didalam naskah ini dijelaskan
bahwa Isa waktu akan disalib ditukar dengan orang lain yang bernama Yudas Iskariot.
Berarti Isa bukanlah mati di atas tiang salib sebagaimana yang dikatakan oleh orang
Kristen.
Orang-orang Kristen Kuno menjalankan puasa setahun sekali selama 40 hari, mulai
hari Rabu-Rabu sampai Paska. Sebenarnya mereka berpuasa selama 6 minggu, kecuali hari
Minggu, yang berarti 36 hari atau sepersepuluh tahun. Mereka juga mengenal adanya
kewajiban untuk mengeluarkan sebahagian hartanya untuk kepentingan umum seperti zakat
dalam Islam. Jumlah yang dikeluarkan untuk kewajiban ini sepersepuluh dari miliknya.
Hari untuk beribadah terutama pada hari Minggu, mereka pergi ke gereja-gereja dan
melakukan ibadah dalam bentuk doa-doa, khutbah-khutbah dan lain-lainnya. Ajaran
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
48
Kristen memisahkan antara agama dan negara, urusan agama bukanlah urusan negara dan
sebaliknya urusan negara tidak boleh dicampuri oleh urusan agama. Orang Kristen
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajarannya kepada orang lain, sehingga ajaran
ini bersifat “missionary”. Pada ummat Kristen ada perbedaan antara kaum rohaniawan dan
awam, dengan jelas sekali hal ini terlihat pada hierarchi- gereja (pendeta, Padri, Rahib dan
sebagainya).
Perpecahan pada ummat Kristen dapat dibagi menjadi “schisma” dan “heresie”.
Schisma adalah pemisahan diri yang lebih bersifat administratif disciplinair, sedangkan
heresie adalah pemisahan diri karena perbedaan ajaran yang fundamentil. Akibat
perpecahan ini ummat Kristen terbagi menjadi tiga kelompok besar : Katolik Orthodok
Yunani, Katolik Roma dan Gereja Reformasi (Protestan), yang kemudian terpecah-pecah
lagi menjadi sekta-sekta. Perpecahan ini bukanlah organisatoris saja tetapi secara prinsipil
berbeda dalam keyakinan dan materi ajarannya.
3. H i n d u.
Pusat kepercayaan orang Hindu ialah satu “universal spirit” yang tanpa permulaan
dan tanpa akhir yang disebut “Brahman” (“world soul”). Dengan istilah lain dikenal
“Trimurti” (“Three in one God”), yang dipersonifikasikan oleh tiga dewa: Brahma, Wisynu
dan Syiwa. Brahma sebagai pencipta alam semesta; Wisynu sebagai pemelihara dan suka
menjelma ke dunia untuk menyelamatkan manusia; Syiwa sebagai pembinasa, penguasa
kematian, penyebab dunia binasa, sebagai mahaguru yang bersemayam di gunung
Mahameru.
Manusia pertama diciptakan dalam bentuk seorang laki-laki oleh Brhma dan diberi
nama “Manu” dan seorang perempuan yang diberi nama “Syitarupa”. Dari kedua makhluk
inilah berkembang manusia yang dijumpai sekarang. Walaupun semua manusia berasal dari
manu dan syitarupa tetapi ajaran Hindu membagi manusia menjadi 4 (empat) kasta atau
golongan : Kasta Brahmana, Kasta Kesatria, Kasta Waisya dan Kasta Syudra.
Dalam teori kemasyarakatan Hindu tiap-tiap Kasta mempunyai cara-cara, adat dan
peraturan-peraturan sendiri. Perkawinan hanya dapat dilakukan antara anggota-anggota
sekasta dan tidak benar berlainan kasta. Dari keempat kasta ini, yang paling rendah
derajatnya adalah kasta Syudra dan nasib mereka sangat menyedihkan.
Dalam hidup ini mereka mengenal “hukum karma” (The law of deed”). Apabila
hidupnya baik, setelah mati ia akan dilahirkan kembali ke dunia (“reincarnation”) dalam
kasta yang lebih tinggi. Tetapi apabila hidupnya tidak baik, setelah mati ia akan dilahirkan
kembali ke dunia dalam kasta yang lebih rendah dan seterusnya merendah, seperti
dilahirkan dalam bentuk gajah, anjing, lalat dan nyamuk. Kelahiran kembali dalam bentuk
kedua ini disebut “samsara” atau sengsara.
Setiap manusia mempunyai roh (“atmen”) yang merupakan bagian dari Brahma,
anggapan ini menimbulkan falsafah “Vedenta” yang bercorak “pantheistis”. Semua benda
berhakekat Tuhan atau Brahman dan cita-cita yang tertinggi bagi manusia ialah bersatu
dengan Tuhan. Disamping itu ada pula falsafah “sankhnya” yang mengakui bahwa manusia
mempunyai roh sendiri-sendiri dan tidak merupakan bagian dari Tuhan.
Roh-roh ini tidak berawal dan tidak berakhir dan bukan makhluk. Cita-cita manusia yang
tertinggi adalah melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh benda duniawi. Dalam bentuk lain
ada pula kepercayaan bahwa para dewa dalam kegiatan-kegiatannya dapat menjelma
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
49
sebagai wanita yang dinamakan “Syakti”. Syaktinya Brahma dinamakan Saraswati (dewi
kesenian), Syaktinya Wisynu dinamakan Laksmi atau Sri (dewi kemakmuran) dan
Syaktinya Syiwa dinamakan Durga (dewi maut) dan Parwati (dewi gunung).
Kitab suci Hindu dinamakan “Weda” yang isinya mengandung :
a). Mantera-mantera, b). Petunjuk-petunjuk bagi para pendeta untuk melakukan upacaraupacara termasuk korban-korban (sesajen, janda ikut membakar diri dengan mayat
suaminya), dan c). Upanisad, artinya duduk di bawah dan dekat seorang guru sebagai
petunjuk amalan bagi setiap orang untuk mencapai kebahagiaan.
4.Hindu Bali
Ajaran ini pada garis besarnya sama dengan Hindu asli (India) dan tidak begitu
ketat dalam aturan-aturannya. Hal-hal yang sedikit berbeda antara lain ialah :
a. Semua dewa dipuja (Brahma, Wisynu dan Syiwa), tetapi pemujaan terhadap Syiwa agak
sedikit berlebih dari dewa yang lain. Dewa Syiwa menurut orang Bali bersemayam di
gunung Agung. Mereka mengenal dewa-dewa lain seperti; Asoka (Pertiwi sebagai
Syaktinya), Basuki (dewa hujan), Kumoro (dewa perang), Rati (dewi asmara) dan lainlainnya.
b. Kitab suci Hindu Bali yang bernama Weda, tetapi tidak dalam bahasa Sansekerta.
c. Perbedaan kasta ada tetapi tidak setajam di India.
d. Merekapun percaya pada hukum Karma dan “Reincarnation” tetapi tidak sebagaimana
yang ada di India.
e. Memuliakan sapi hanya ketentuan-ketentuan dalam kitab suci, dalam kehidupan seharihari tidak begitu nyata, mereka juga memakan daging sapi.
Mereka memuja dewa-dewa ditempat yang dinamakan “Pura” dan juga tempat ini
digunakan untuk memuja arwah nenek moyang.
5. B u d h a
Ajaran ini sebagai hasil pemikiran dan renungan dari Pangeran Sidharta Gautama.
Pemikirannya muncul dikala memperhatikan problema kemanusiaan yang selalu ada dalam
masyarakat, seperti : sakit, orang tua yang bengkok tidak dapat berjalan, kemiskinan dan
lain-lain kesengsaraan. Untuk merenungkan masalah-masalah ini mengapa sampai terjadi,
maka Pangeran Sidharta pergi ke bawah sebuah pohon “Ho” (semacam pohon beringin).
Sebagai hasil dari pertapaan ini timbullah kesadaran yang disebut “Bodhi” dengan inti
ajarannya. “Kebaikan pasti mengakibatkan kebaikan dan kejahatan pasti mengakibatkan
kejahatan”, demikianlah Pangeran Sidharta menjadi “Budha” (yang sadar).
Berdasarkan undang-undang hidup yang didapatkannya ini, maka Budha menyatakan
bahwa kita Weda bukanlah lagi sebagai “Kitab Suci” karena bertentangan dengan hasil
renungan dan kesadarannya. Menurut Budha, ummat manusia dibagi menjadi dua
golongan, yaitu : yang baik dan yang jahat. Budha mengajarkan jalan tengah atau “follow
the midle path”. Tidak dibenarkan hidup bersenang-senang (“life of pleasure”) yang
dipandangnya egoistis dan tidak terhormat, begitu pula tidak dibenarkan hidup menyiksa
diri ( “Life of self-torture” ).
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
50
Khutbah-khutbah (“sermons”) dan ucapan-ucapan Budha dikumpulkan menjadi tiga
kumpulan yang disebut “Tripitaka” atau “Three baskets of Wisdom”. Tripitaka inilah yang
dijadikan sebagai kitab sucinya orang Budha. Disamping itu ada pula beberapa buku yang
diantaranya menceritakan riwayat hidup Sidharta sebelum menjadi Budha, buku ini
dinamakan “Jataka”.
Ajaran Budha tidak mengenal kasta-kasta, dewa-dewa atau penyembahan berhala,
kependetaan atau rahib-rahib. Mereka mempunyai kelenteng-kelenteng atau kuil-kuil
dimana terdapat patung Budha tempat mengenangkan kebesaran Budha dengan
menempatkan bunga-bunga di kaki patung Budha dan disertai dengan membawa kemenyan
atau setanggi.
Setelah wafatnya Budha, maka terjadilah perpecahan dikalangan penganutnya :
Golongan “Mahayana” dan golongan “Hinayana”. Golongan Mahayana (kendaraan besar)
berpendapat adanya Budha-Budha Surga (diyani Budha) disamping Budha-Budha dunia
(Manusyi Budha). Sedangkan golongan Hinayana (Kendaraan kecil) berpendapat bahwa
dunia telah beberapa kali didatangi Budha-Budha, dan Budha yang terakhir atau zaman kini
adalah Pangeran Sidharta Gautama.
6. I s l a m
Islam, akan diuraikan pada Bab-bab selanjutnya sebagai inti dari pembahasan buku
ini.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA
Keberadaan Agama 42
Dari sejarah filsafat Yunani, kita dapat mengetahui bahwa semenjak 2300 tahun
yang lalu sudah ada orang-orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Mereka itu
mengatakan bahwa alam ini terdiri dari atom-atom yang berlain-lain susunannya serta
masing-masing mempunyai daya gerak membelok; maka dari bentrokan atom-atom
tersebut terjadilah segala macam kejadian di alam ini.
Tetapi pada zaman modern ini telah terjadi hal-hal yang menjauhkan manusia dari
agama secara lebih jauh lagi, lebih menonjol, dalam segi-segi penghidupan yang semua
orang dapat melihatnya dengan nyata, baik dalam lingkungan kelompok maupun dalam
lingkungan bangsa.
Kemajuan pengetahuan 43 dalam abad 16 dan 17 telah mendorong beberapa ahli
ilmu pengetahuan untuk menafsirkan keadaan alam dan kejadian-kejadian didalamnya
secara mekanis, dengan daya alam itu sendiri dan tidak memerlukan adanya Tuhan. Karena
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dapat menguasai alam secara lebih
menyeluruh dan lebih efektif, sehingga segala perhatian manusia itu hanya diarahkan
kepada alam tempat mereka hidup.
Di Inggris semenjak abad 16 ada aliran “empiricism” yang mengatakan bahwa
42
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 29-30
43
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.7.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
51
segala sesuatu pengetahuan harus didasarkan kepada panca indra.
Filsafat Perancis pada abad 18 banyak dipengaruhi oleh filsafat Inggris seperti
tersebut di atas. Para ahli fikir Perancis cenderung untuk menganggap bahwa hasil ilmu
pengetahuan itu mutlak, oleh karena sebelum ada ilmu pengetahuan modern manusia
banyak berkecimpung dalam ilmu metafisika atau pemikiran-pemikiran abstrak yang
bersifat dogmatis.
Gambaran ringkas di atas melukiskan keadaan-keadaan di Inggris dan Perancis
sekitar abad-abad 17 dan 18, yang menjadi latar belakang pandangan sekuler Barat tentang
manusia dan alam. Keadaan-keadaan itu dapat disimpulkan dalam 3 unsur 44 , yaitu :
a) Kepercayaan penuh kepada metode ilmu pengetahuan,
b) Kehilangan kepercayaan kepada agama (yang dimaksud adalah agama yang dikenal di
Barat, yakni agama Kristen),
c) Serta makin bertambah meresapnya paham materialisme, yakni pendapat yang
mengatakan bahwa yang ada hanyalah benda (materie), karena dapat disadari dengan
panca indera, sedangkan jiwa tidak demikian.
Ketiga unsur ini yang pada abad 18 telah tersiar luas di Barat, mendorong timbulnya aliran
positivisme di abad 19.
Agama sebagai realita dipandang para ahli dari berbagai sudut pandang. Fenomena
dan prilaku para penganut agama menarik minat para ahli psikologi untuk menyelidiki
agama, seperti fenomena penyerahan diri dan sebagainya. Seorang ahli psikologi, anatar
lain Freud memandang bahwa agama berasal dari ketidak-mampuan manusia menghadapi
kekuatan alam di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya. Munculnya
agama pada tingkat perkembangan manusia yang pertama terjadi di saat manusia belum
mampu menggunakan akal untuk mengurusi kekuatan yang ada di luar dan di dalam diri. Ia
harus menghadapi atau mengatur kekuatan tersebut dengan bantuan kekuatan lain yang
efektif. Freud melihat agama sebagai fenomena manusia primitif atau paling tidak pada
tahap perkembangan kanak-kanak. Agama dipandang sebagai ilusi atau imajinasi anakanak yang penuh fantasi dan mimpi. Agama dianggap teori primitif tentang alam, dan
dengan itu manusia mencoba merebut kenyataan yang dapat mendekatkan kepada kehendak
hati daripada membenarkan adanya fakta-fakta dalam kehidupannya.
Muhammad Iqbal membantah pendapat Freud dengan menyatakan bahwa memang
ada agama-agama yang telah membukakan jalan pelarian secara pengecut dari kenyataankenyataan hidup. Tetapi hal itu tidaklah berlaku bagi semua agama. Dogma-dogma dan
kepercayaan-kepercayaan agama sudah tentu memiliki penafsiran metafisika. Penafsiran itu
tidak sama dengan penafsiran dari bahan-bahan pengalaman yang menjadi subyek ilmu
pengetahuan alam. Agama bukan suatu ilmu fisika atau kimia yang mencari keterangan dari
alam dalam arti sebab akibat. Agama menafsirkan suatu bagian pengalaman manusia yang
sama sekali berbeda, suatu pengalaman konkrit dalam jiwa manusia yang telah berlangsung
lama. Pengalaman ini dibuktikan baik secara akal maupun pragmatis oleh para pemikir dan
para Nabi dalam sejarah panjang manusia.
Para ahli sosiologi melihat agama sebagai fenomena sosial masyarakat tertarik pula
44
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.9
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
52
untuk menyelidiki agama. Seorang Sosiolog, Aguste Comte (1789-1853) 45 menilai agama
sebagai salah satu bagian dari tahap-tahap pemikiran yang berkembang pada sejarah
peradaban dunia. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual. Pertama ,
dinamakan tahap teologis atau fiktif, yaitu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala
di sekelilingnya secara teologis. Terdapat kekuatan-kekuatan yang mengendalikan alam
semesta ini berupa roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting
bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk
melindungi dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak terduga timbulnya. Kedua, merupakan
perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap metafisik. Pada tahap ini manusia
menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu
yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Manusia masih terikat pada cita-cita tanpa
verifikasi oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait dengan suatu
realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
Hal yang terakhir ini merupakan tugas dari ilmu pengetahuan positif yang merupakan tahap
ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia. Suatu ilmu pengetahuan bersifat
positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang
nyata dan konkrit tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Pendapat Comte tidak benar-benar menggambarkan kondisi sejarah peradaban
manusia itu sendiri. Pada abad ke 13 masih banyak orang di Eropa yang percaya bahwa
kedatangan komet Halley adalah pertanda buruk bagi kekuasaan raja-raja yang tengah
memerintah. Sementara pada awal abad ke 7 M., Nabi Muhammad s.a.w. yang
menyebarkan ajaran Islam telah menentang pendapat para sahabatnya yang menyatakan
bahwa gerhana matahari atau bulan akibat kelahiran atau kematian seseorang.
Pada kenyataannya ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia modern pun tak
lepas dari adanya unsur-unsur keyakinan logis yang tidak nyata dan konkrit. Ketika
Maxwell memperlihatkan adanya gelombang elektromagnetik para fisikawan menetapkan
eter sebagai zat perantaranya. Zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka zat ini
dipostulatkan bahwa ia tidak memiliki massa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh
ruangan dan fungsi satu-satunya hanyalah merambatkan gelombang elektromagnetik.
Pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan sistem koordinat semesta raya. Namun
percobaan Michelson dan Morley pada tahun 1887 mematahkan pendapat tersebut dan
ditemukan kenyataan bahwa gelombang elektromagnetik dapat merambat tanpa
membutuhkan zat perantara. Keyakinan logis, meski terbukti salah pada akhirnya, dianggap
sebagai sesuatu yang ilmiah oleh para penganut positivisme dan mereka menolaknya untuk
aspek agama. Disinilah letak ketidakkonsistenan cara berfikir mereka.
Fitrah Terhadap Agama
Kenyataan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat sejak dahulu
hingga kini membuktikan bahwa hidup di bawah sistem keyakinan adalah tabiat yang
merata pada manusia. Tabiat ini telah ada sejak manusia lahir sehingga tak ada
pertentangan sedikit pun dari seseorang yang tumbuh dewasa dalam sebuah sistem
kehidupan. Agama-agama yang berbeda-beda tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat tersebut.
45
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 27-29.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
53
Susunan jagat raya yang demikian mengagumkan telah menggiring manusia kepada
keberadaan Sang Pencipta yang Maha Sempurna. Pendapat bahwa kemunculan alam ini
sebagai sebuah proses kebetulan sangat tidak memuaskan hati manusia dari masa ke masa.
Bahkan teori-teori tentang peluang tidak dapat menjawab proses-proses penciptaan pada
makhluk bersel satu, sekalipun yang merupakan bagian yang amat kecil dalam penciptaan.
Keberadaan sang Pencipta lebih mendatangkan rasa tentram pada intelek manusia.
Watak-watak yang ada pada seluruh unsur alam ini baik yang mati maupun yang
hidup lebih mengagumkan lagi. Proses terjadinya hujan, pergerakan planet-planet
mengelilingi matahari, burung-burung yang mengudara dengan ringannya dan mengembara
ke berbagai belahan dunia menempuh jarak puluhan ribu kilometer, keunikan lebah menata
masyarakatnya dan lain-lain sebagainya, seakan-akan mencerminkan sikap ketundukan
kepada hukum universal yang diletakkan sang Pencipta di alam raya ini. Oleh karena itu
penyembahan manusia kepada Pencipta adalah suatu bagian dari karakteristik dari
penciptaan itu sendiri sebagaimana ketundukan satelit mengorbit pada planetnya.
“Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan
di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah
mengetahui (cara) salatnya dan tasbihnya dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan”. (An-Nur: 41).
Keteraturan seluruh elemen alam ini membangkitkan kesadaran bahwa kehidupan
manusiapun memerlukan keteraturan tersebut. Penerimaan manusia pada sebuah sistem
aturan hidup terus berlangsung dari masa ke masa. Agama adalah suatu bentuk sistem
tersebut yang kehadirannya berlangsung sejak lama di berbagai sudut bumi dengan bentuk
yang berbeda-beda. Kekhasan watak manusia memunculkan dimensi yang berbeda pada
hukum-hukumnya. Penyimpangan atas hukum alam menyebabkan kehancuran fisik dan
penyimpangan pada hukum manusia yang dapat menyebabkan kehancuran fisik dan juga
sosial.
Dimensi pahala dan dosa serta hari pembalasan terdapat pada hampir semua agama
yang ada di dunia. Dimensi ini secara luas diterima manusia bahkan dalam cara berfikir
modern sekalipun. Paham materialisme yang menganggap materi sebagai hakekat yang
abadi di alam ini justru tidak mendapat tempat di dunia modern. Bertrand Russel
menyatakan bahwa teori Relativitas telah menjebol pengertian tradisional mengenai
substansi lebih dahsyat dari argumen filosofi manapun. Materi bagi pengertian sehari-hari
adalah sesuatu yang bertahan dalam waktu dan bergerak dalam ruang. Tetapi bagi ilmu
alam relativitas pandangan tersebut tak dapat lagi dibenarkan. Sebongkah materi tidak lagi
merupakan sebuah benda yang tetap dengan keadaan yang bermacam-macam tetapi
merupakan suatu sistem peristiwa yang saling berhubungan. Yang semula dianggap sifat
padat dari benda-benda sudah tidak ada lagi dan juga sifat-sifat yang menyebabkan materi
di mata seorang materialis nampak lebih nyata daripada kilasan pikiran, sudah pula hilang
sama sekali.
“Dan mereka berkata : Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Mereka tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (AlJatsiyah : 24).
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
54
Pencarian Manusia Terhadap Agama 46
Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh karena itu
pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari muka bumi ini.
Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah kehidupan manusia dapat diketahui
pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian. Nabi
Ibrahim As. Dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan bagaimana manusia
mempertuhankan benda-benda mati di alam ini seperti matahari, bulan dan bintang.
Demikian pula Nabi Muhammad SAW. Pada akhirnya memerlukan tahannuts karena
jiwanya tak dapat menerima aturan hidup yang dikembangkan masyarakat Quraisy di
Mekah yang mengaku masih menyembah Tuhan Ibrahim.
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberi petunjuk.” (AdhDhuha: 7).
Seiring dengan sifat-sifat mendasar pada diri manusia itu, Al-Quran dalam sebagian
besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir manusia untuk menemukan kebenaran
yang sejati sebagaimana yang dibawa dalam ajaran Islam. Keteraturan alam dan sejarah
bangsa-bangsa masa lalu menjadi obyek yang dianjurkan untuk dipikirkan. Perbandingan
ajaran antar berbagai agama pun diketengahkan Al-Quran dalam rangka mengokohkan
pengambilan pendapat manusia.
Akibat adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan atau
kemunduran, terjadilah perpindahan (transformasi) agama dalam kehidupan manusia.
Tatkala seseorang merasa gelisah dengan jalan yang dilaluinya kemudian ia ‘menemukan’
sebuah pencerahan, maka niscaya ia akan memasuki dunia yang lebih memuaskan akal dan
jiwanya itu. Ketenangan adalah modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan pribadi.
Padahal masyarakat itu adalah kumpulan pribadi-pribadi masyarakat yang tenang, bangsa
yang cerah sesungguhnya lahir dari keputusan para anggotanya dalam memilih jalan
kehidupan.
“Orang-orang kafir berkata :”Mengapa tidak diturunkan kepada (Muhammad) tanda
(mukjizat) dari Tuhannya ? “Katakanlah : Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepadaNya. (Yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (Ar-Ra’du : 27-28).
Konsistensi Keagamaan 47
Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan
realitas secara benar dan apa adanya. Namun manusia juga memiliki keterampilan kejiwaan
lain yang dapat menutupi apa-apa yang terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura46
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 31
47
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,, h. 32.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
55
pura.
Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam situasi yang sifatnya
temporal dan aksidental tiada keberpura-puraan yang permanen dan esensial.
Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati
nuraninya terhadap agama yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas pada seluruh
aspek kehidupannya membentuk sebuah pandangan hidup. Namun membentuk sikap
konsisten juga bukanlah persoalan yang mudah. Diantara langkah-langkahnya adalah :
Pengenalan
Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya sehingga bisa
membedakannya dengan agama yang lain. Hal ini dapatdilakukan dengan mengetahui ciriciri pokok dan cabang yang terdapat dalam sebuah agama. Jika ada orang menyatakan
bahwa “semua agama itu sama”, maka hampir dipastikan bahwa ia sebenarnya tak
mengenali agama itu satu persatu.
Pengertian
Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat dari mana
seharusnya kita memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa faedahnya untuk
kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang akan terjadi jika manusia meninggalkan ajaran
tersebut dan lain-lainnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya akan
mengantarkan kita kepada sebuah pengertian. Seseorang yang mengerti ajaran agamanya
akan dengan mudah mempertahankannya dari upaya-upaya pengacauan dari orang lain. Ia
juga dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah.
Penghayatan
Penghayatan terhadap suatu ajaran agama lebih tinggi nilainya dari sekedar
pengertian. Ajaran yang hidup dalam jiwa dan menjadi sebuah kecenderungan yang
instingtif mencerminkan tumbuhnya sebuah kesatuan yang tak terpisahkan antara agama
dan kehidupan. Interaksi seseorang terhadap ajaran agamanya pada fase ini tidak sekedar
dengan pikirannya tetapi lebih jauh masuk ke relung-relung hatinya. Dengan penghayatan
yang mendalam seseorang dapat mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan
atau keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.
Pengabdian
Seseorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam mengamalkan ajaran
agamanya akan dapat memasuki pengabdian yang sempurna. Kepentingan hidupnya adalah
kepentingan agamanya, tujuan hidupnya adalah tujuan agamanya, dan warna jiwanya
adalah warna agamanya. Orang yang memasuki fase ini bagaikan sudah tak memiliki
dirinya lagi, karena demikianlah hakikat penghambaan. Fase penghambaan ini yang disebut
ibadah, yaitu penyerahan diri secara total dan menyeluruh kepada Tuhannya. Penghambaan
ini akan menjelmakan pengamalan cara-cara ibadah tertentu (ritual, mahdhah) dan
meletakkan seluruh hidupnya di bawah pengabdian kepada Tuhannya (ghair mahdhah).
Pembelaan
Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi maka tak
boleh ada lagi perintang yang menghalangi jalannya agama. Rintangan terhadap agama
adalah rintangan terhadap dirinya sendiri sehingga ia akan segera melakukan pembelaan. Ia
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
56
rela mengorbankan apa saja yang ada pada dirinya, harta benda bahkan nyawa, bagi nama
baik dan keagungan agama yang dipeluknya. Pembelaan ini yang disebut jihad, yaitu suatu
sikap jiwa yang sungguh-sungguh dalam membela agamanya.
Itulah makna konsistensi keagamaan seseorang yang ditampakkan pada jalan
kehidupannya. Sejarah mencatat fenomena ini dalam berbagai agama dan ideologi yang
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia. Para pahlawan muncul dalam berbagai
bangsa. Dalam kaitan ini Allah berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.
(AlHujurat: 15).
Agama Sebagai Hidayah Allah .
Mufassir besar Syaikh Ahmad Mushthafa al- Maraghi menyebutkan dalam tafsir beliau,
bahwa ada lima macam Hidayat yang dianugerahkan Allah S.W.T kepada manusia, yaitu :
(1) Hidayatu ‘l- Ilhami, (2) Hidayatu ‘l- Hawasi, (3) Hidayatu ‘l- ‘Aqli, (4) Hidayatu ‘lAdyani dan (5) Hidayatu ‘t- Taufieqi. 48
1. Hidayat al- Ilhami .
Hidayat yang pertama adalah :
Hidayat al- Ilhami, menurut al- Maraghi ;
Hidayatu ‘l- Widjani ‘t- Thabi’i wa ‘l- Ilhami ‘l- Fithri, menurut Syaikh Muhammad
‘Abduh ;
Hidayat al- Ghariezati, menurut Syaikh Thanthawi Jauhari, Ghariezah (instink, instinct)
ialah renyut hati (gerak hati, implus) yang terdapat dalam bakat manusia maupun binatang;
dorongan untuk melakukan sesuatu, dorongan termaksud tidak berdasarkan suatu pikiran;
dorongan yang hanya bersifat animal, tidak berdasarkan fikir panjang. Hidayat alGhariezati ini dianugerahkan Allah S.W.T. kepada manusia sejak bayi mula.
2. Hidayat al- Hawasi.
Hidayat tingkat kedua ini ialah :
Hidayat al- Hawasi, menurut al- Maraghi;
Hidayat al- Masya’ir, menurut Muhammmad ‘Abduh.
Hawas ialah dria, atau indra, ataupun indria, yaitu alat badani yang peka terhadap rangsang
dari luar, seperti rangsang cahaya, rangsang bunyi dan lain sebagainya. Panca-indra ialah
(1) alat pelihat, (2) alat pendengar, (3) alat pencium, (4) alat perasa dan (5) alat peraba.
(QS. 90 : 8-10) Hidayat al- Hawasi yang berupa Panca-indra ini dianugerahkan Allah
S.W.T. baik kepada manusia maupun kepada hewan. Dalam beberapa hal dria hewani lebih
sempurna dibanding dengan dria insani.
48
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987. h. 7.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
57
3. Hidayat al- Aqli.
Hidayat tingkat yang ketiga ini ialah : Hidayat al- ‘Aqli. Al- ‘Aqlu dalam arti khas
berarti akal, dalam arti luas berarti : akal-budi, budhi, atau budhaya manusia. Hidayat
budaya manusia ini lebih tinggi tingkatnya daripada kedua hidayat yang terlebih dahulu.
Hidayat budaya ini hanya dianugerahkan Allah S.W.T. kepada manusia dan tidak kepada
hewan.
Dengan demikian, hidayat budayalah yang memisahkan antara insan dan hewan.
Sebagai hewan yang berbudaya maka manusia hidup bersama-sama, hidup membina
masyarakat, membuat alat perlengkapan untuk keperluan hidup, meningkatkan taraf
kehidupan dan penghidupannya setaraf demi setaraf dari tingkat tertentu ketingkat yang
lebih tinggi, yang lebih baik.
Pertanyaan yang timbul selanjutnya ialah : Apakah dengan telah memiliki instink
(hidayat ketiga), manusia telah terpenuhi hasratnya : yaitu kebahagiaan sejati ? Ternyata
bahwa dengan akal budi ataupun budayanya saja manusia tidak dapat mencapai
kebahagiaan sejati dan kebenaran terakhir. (lihat QS. 67 : 22-23).
4. Hidayat al- Adyani.
Hidayat tingkat keempat ialah : Hidayat al- Adyani.
Adyan bentuk jamak daripada Dien, yang ekuivalen (muradif) dengan Agama. Allah
S.W.T. bersabda : wa hadaina-hu Najdaini (QS. 90 : 10) – Dan Kami telah memberi
Hidayat dua jalan : jalan keutamaan dan jalan kejahatan, jalan kebahagiaan dan jalan
kecelakaan, jalan kebajikan dan jalan keburukan. Sedangkan kaum Tsamud, ketika mereka
Kami beri Hidayat kepada jalan keutamaan, mereka telah memilih jalan yang sesat,
meninggalkan Hidayat (QS. 41 : 17). Sesungguhnya engkau Muhammad sabda Allah
S.W.T. memberi Hidayat ke Sirath al- Mustaqiem, jalan yang lurus lempang (QS. 42 : 52).
Dengan akal-budinya (Hidayat Allah yang ketiga) semata-mata manusia “mendaki”
menjulai dan memetik kebenaran demi kebenaran tertentu. Dengan Agama-wahyu-Nya
(hidayat Allah yang keempat) Tuhan telah berkenan “menurunkan” kebenaran demi
kebenaran asasi sehingga dapat dicapai oleh manusia. Dengan akal-budinya selanjutnya
manusia dapat menemukan kebenaran asasi, kebenaran wahyu, untuk mencapai hasrat
citanya : kebahagiaan sejati dan kebenaran hakiki. (lihat pula : QS. 2 : 2, 38, 185; 3 : 73; 4 :
68; 6 : 125; 10 : 35, 108; 17 : 9; 20 : 123; 39 : 22, 41).
5. Hidayat at- Taufiqi.
Di samping ada Agama sebagai Hidayat Allah tingkat keempat, masih ada Hidayat
Allah yang lainnya, yaitu Hidayat tingkat kelima, yakni : Hidayat at- Taufiqi atau Hidayat
al- Ma’unah. Hidayat tingkat kelima ini semata-mata monopoli dipegang oleh Allah S.W.T.
Nabi sekalipun tidak berkompeten untuk memberi Hidayat tingkat tertinggi ini. Nabi tidak
mampu memberi hidayat tingkat kelima ini kepada Abu Thalib, paman yang sangat
mencintai beliau dan sangat beliau cintai. Allah bersabda : Engkau Muhammad tidak dapat
memberi Hidayat (at-Taufiqi) ini kepada siapa yang engkaucintai. Allah-lah yang berkenan
menganugerahi Hidayat (al-Ma’unah) ini kepada siapa yang dikehendakiNya. (QS. 28 : 56)
Bukan, bukan engkau Muhammad yang memberi Hidayat (at-Taufiqi) kepada mereka itu,
melainkan Allah-lah yang berkenan menganugerahkan Hidayat (al-Ma’unah)ini kepada
siapa yang dikehendakiNya. (QS. 2 : 272). (lihat pula QS. 6 : 149; 10 : 100; 24 : 35).
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
58
APAKAH SEMUA AGAMA ITU SAMA ? 49
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama tetap diperlukan
manusia, sedang dihadapan kita ada bermacam-macam agama, maka timbullah suatu
pertanyaan : Apakah Semua Agama Itu Sama ?
1. Pendapat yang Menyamakan Semua Agama.
Prof. Dr. H. M. Rasyidi dalam bukunya : Empat Kuliah Agama Islam pada
Perguruan Tinggi menyatakan bahwa : di tanah air kita Indonesia ini terdapat sesuatu
pendapat yang tersebar luas meskipun tidak merata, bahwa semua agama itu sama. Yang
berpendapat seperti itu bukan hanya orang awam, tetapi juga mantan Presiden RI., Ir.
Sukarno, Prof. Glassenah, Dr. J. Verkuyl, Max Muller (1823 – 1900), Lessing (1729 –
1781), Radhakrisnan (mantan Presiden India), dll.
Argumentasi yang mereka kemukakan antara lain :
Tujuan semua agama itu sama, yaitu mendorong kita untuk melakukan yang
baik dan menghindari kejahatan, serta berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hanya caranya berlainan, orang Islam pada hari Jumat pergi ke Mesjid, orang Kristen pada
hari Minggu ke Gereja, sedangkan orang Hindu memuja di suatu candi, atau di tempat
yang sunyi jauh dari tempat-tempat yang ramai, melakukan meditasi.
Menggunakan analogi
1.Kira-kira pada tahun 1955 mendiang bekas Presiden Sukarno pernah memberi kuliah
umum di Universitas Indonesia mengenai agama.
Berkata mendiang Sukarno : Saya akan menceritakan kepada saudara- saudara
sekalian hikayat seekor gajah dan empat orang buta. Pada suatu hari Sri Baginda sesuatu
negara menyuruh mendatangkan gajah beliau di halaman Istana dan memerintahkan agar
pada waktu yang sama mendatangkan pula empat orang buta. Setelah gajah dan ke-empat
orang tunanetra itu tiba, maka Sri Baginda meminta supaya orang-orang tunanetra itu
masingmasing menjawab pertanyaan : Apakah gajah itu ?. Untuk menjawab pertanyaan itu
mereka diperintahkan untuk secara bergilir mendekati gajah itu dan meraba-raba badannya.
Orang buta pertama maju ke muka dan terpeganglah olehnya ekor si gajah yang dirabanya
dari ujung sampai ke pangkalnya. Kemudian ia berkata : Gajah menyerupai penghalau lalat,
akan tetapi agak lunak dan panjang.
Giliran orang buta kedua tiba. Ia maju ke depan dan kebetulan yang dapat
dipegangnya adalah kaki si gajah. Berkatalah ia : Gajah itu seperti bambu besar, meskipun
agak lunak.
Kemudian dating lah giliran orang buta ketiga. Setelah maju ke depan ia
diperintahkan naik tangga, maka terpeganglah olehnya telinga gajah. Setelah dirabanya ia
berkata : gajah itu seperti daun telinga besar dan tebal.
Akhirnya orang buta keempat mendapat giliran maju ke depan. Tangannya yang
bergerak dengan agak ragu-ragu menyentuh belalai gajah, yang kemudian dipegang dan
diraba-rabanya. Kemudian ia berkata : Gajah itu seperti pipa karet yang besar.
Berkata mendiang Sukarno: Nah, saudara-saudara. Siapakah yang benar diantara ke-empat
49
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..24.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
59
orang buta itu ? Jawabannya mudah : mereka semua benar, walaupun jawaban mereka
berlainan. Begitulah saudara-saudara, keadaan agama. Di Indonesia ada bermacam-macam
agama, semuanya benar seperti jawaban-jawaban orang-orang buta tentang gajah itu juga
benar. Karena manusia itu kecil, ia tidak dapat mengetahui segala sesuatu. Yang dapat
dilihat atau difahami hanya sebagian atau satu dari beberapa segi alam wujud ini.
Hikayat semacam ini ditemukan juga dalam buku Prof. Glassenah yang berjudul : “Les
Cinq Grandes Religions du Monde” (Lima Agama Besar di Dunia).
Dr. J. Vekuyl dalam bukunya “Samakah Semua Agama” pada hal. 12-18
mengatakan: “Dengan sangat indah Lessing menuliskannya dalam sandiwaranya yang
termasyhur, yang berjudul : “Nathan der Weise” (Nathan, orang bijaksana).
“Sari lakon itu terdapat dalam hikayat “Tri Kalpika” (tiga buah cincin) pada akhir
babak kedua. Disana Sultan Saladin peran utama dalam sandiwara itu, bertanya kepada
seorang Yahudi, yaitu Nathan yang bijaksana, agama manakah yang terbaik menurut
pikirannya, Agama Yahudi, Islam atau Kristen ?
“Sebagai jawabnya kepada Sri Sultan maka Nathan pun menceriterakan hikayat
berikut :
“Dimasa dahulu kala dalam sebuah negeri Timur adalah seorang yang mempunyai sebentuk
cincin yang sangat berharga, bertahtakan permata mutu manikam. Khasiat cincin itu ialah
membuat si pemakai beroleh kasih sayang dari Allah maupun dari manusia. Karena itu
tidaklah heran, bahwa orang itu berpesan kepada anak cucunya, supaya jangan memberikan
cincin itu kepada orang lain. Pada waktu matinya, cincin itu diserahkan kepada anaknya
yang paling dikasihinya”.
“Maka kemudian adalah seorang bapa yang beranak tiga orang, dan kasihnya terhadap
ketiga anaknya itu sama, tidaklah dibeda-bedakan, seorang dari pada yang lain. Tatkala ia
masih hidup, maka cincin itu dijanjkannya kepada tiap-tiap anaknya itu, dengan tidak
setahu masing-masing”.
“Ketika dirasanya bahwa ajalnya sudah dekat, disuruh panggillah seorang pandai emas, lalu
dikatakannya supaya membuat dua bentuk cincin lagi yang tidak ada bedanya sedikitpun
dari cincin yang asli itu. Setelah selesai, maka diperlihatkanlah ketiga cincin itu kepada si
ayah itu, dan ia sendiripun tidak lagi dapat mengatakan, yang mana cincin yang asli,
demikianlah samanya rupa dan bentuk cincin itu. Dengan demikian ayah itu pun luput dari
kesulitan yang dihadapinya”.
“Maka dengan rahasia diberikannyalah ketiga anaknya itu masing-masing sebentuk cincin.
Sepeninggal ayah itu ketiga anaknya itu masing-maisng mengatakan, bahwa dialah yang
mempunyai cincin yang asli. Dan seorangpun tak dapat mengatakan siapa yang benar”.
“Demikian pulalah tidak dapat ditentukan agama mana yang benar”, kata Nathan itu pula. 50
“Saladin : Bagaimana ? Hendaklah jangan mempermainkan aku. Pada sangkaku, ketiga
agama yang kau sebut tadi dapat dibeda-bedakan yang satu dari pada yang lain, misalnya
dalam hal pakaian, makanan atau minuman”.
Nathan : “Memang dapat dibeda-bedakan, tetapi itu lahirnya saja. Intisarinya tidaklah dapat
dibeda-bedakan, demikian pula dasar-dasarnya. Bukankah semuanya berdasarkan sejarah ?
Baik sejarah yang tertulis, maupun adat istiadat ? Dan kita masing-masing percaya akan
hal-hal yang diceriterakan oleh orang tua dan orang-orang lain kepada kita, yaitu orangorang yang dengan perbuatannya telah menunjukkan kepada kita kasih dan setianya.
50
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..27.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
60
Mungkinkah saya tidak percaya kepada ayahku, atau tuanku kepada ayah tuanku sendiri ?
Demikian pulalah halnya dengan orang-orang Kristen. Bukankah begitu ? Bagaimana
pendapat tuanku sendiri ?”.
Saladin : “Tuan benar. Aku tidak tahu, apa yang harus katakan”.
Nathan : “Mari kita kembali kepada hikayat tadi”.
Lalu Nathan menceriterakan, bahwa ketiga anak itu kemudian pergi menghadap kepada
seorang hakim minta pertimbangannya. Masing-masing bersumpah menerima cincin yang
asli dari ayah almarhum, dan yang seorang lebih menyangsikan kejujuran kedua saudaranya
yang lain, daripada sangsi akan perkataan ayah mendiang.
Saladin : “Dan bagaimana Hakim itu ? Karena aku ingin sekali mengetahui apa yang tuan
suruh katakan oleh hakim itu. Silahkan !”.
Nathan : “Kata hakim itu : Hanya ayahmu almarhum sajalah yang dapat mengatakan siapa
diantara tuan-tuan yang benar. Atau cincin itulah yang harus membuktikannya sendiri . . .
tunggu dulu. Kata tuan-tuan, cincin itu mengandung suatu khasiat, bahwa orang yang
memakainya akan dikasihani oleh Allah maupun oleh manusia dan ia akan mengasihi
sesama manusia pula ?. Nah, dari cincin itulah kita nantikan jawaban yang benar. Cincin
yang tidak berkhasiat demikian itulah yang palsu. Karena itu keputusan yang aku berikan
ialah : “Biarkanlah dulu perkara ini seperti sekarang. Kalau tuan-tuan menerima cincin itu
masing-masing memperjuangkan kesejatian cincinnya dengan menyatakan kasih sayang
terhadap segala manusia, dengan berbuat kebajikan terhadap sesama manusia dan berhati
sabar, lagi pula berbakti kepada Allah. Kalau khasiat cincin tuan terbukti dengan jalan
demikian, juga pada anak-cucu tuan, aku persilahkan menghadap lagi kepada kursi
pengadilan ini seribu tahun lagi. Maka kelak seorang hakim yang lebih bijaksana daripada
aku ini akan mengadili tuan-tuan. Aku persilahkan tuan-tuan berangkat sekarang “.
Lalu kata Nathan : “Wahai tuanku, Saladin, apa titah tuanku sekiranya hakim yang
dimaksud itu tak lain dari tuanku sendiri jua . . . . . . . . ?”.
Saladin : “Aku ? Aku yang tak lain dari debu saja ? Seorang sehampa aku ini?”.
Nathan : “Daulat tuanku Sultan apa sebabnya tuan menghiba demikian ?”.
Saladin : “Oh, Nathan! Nathan! Seribu tahun dalam hikayatmu itu belumlah berakhir.
Bukanlah aku hakim yang dimaksud itu. Kursi pengadilannya bukan untukku. Pergilah,
pergilah sekarang ! Tetapi aku harap, tuan tetap menjadi kawan sahabat bagiku!”.
“Jadi maksud drama Lessing itu ialah : Hentikan sajalah segala persoal-jawaban tentang
agama mana yang mengandung kebenaran sesungguh-sungguhny. Karena tiap agama ada
inti baiknya. Tiap-tiap agama adalah seruan kepada manusia : pakailah cincinmu, usakanlah
supaya Tuhan dan orang-orang senang kepadamu dengan jalan berbuat yang baik. Biarkan
orang Yahudi memeluk agama Yahudinya, orang Islam agama Islamnya, orang Hindu
agama Hindunya, orang Kristen agama Kristennya.
“Dan hendaklah mereka itu masing-masing berbuat kebajikan, sehingga dia dikasihi oleh
Allah maupun manusia.
Hakekat dan Intisari Semua Agama Sama
Di lapangan sejarahagama yang bersifat ilmiah, maka Max Muller 51 (1823-1900)
seorang sarjana bahasa dan sejarah, dalam bukunya “Vorlesungen uber
Religionswissenschaft” mengemukakan pendapat tentang persamaan hakiki daripada
51
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.. 30.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
61
agama-agama itu. Menurut dia, tiap-tiap agama adalah benar, bahkan juga agama-agama
suku. Katanya pula umat manusia sepanjang sejarahnya juga pernah mengalami suatu
“masa kanak-kanak”. Pada masa itu, umat manusia berbicara seperti kanak-kanak, cara
berfikirnyapun secara kanak-kanak, akan tetapi sekalipun demikian, maka segala
ucapannya pada masa itu benar juga. Bahkan sekarangpun dapat dikatakan, bahwa disana
sini umat manusia itu belum melampaui “masa kanak-kanak” itu.
“Tanda-tanda dari cara berbicara secara kanak-kanak itu ialah kekejaman-kekejaman dan
tindakan-tindakan yang mengerikan dalam agama-agama itu, demikian Max Muller. Tetapi
katanya pula, wujud dan hakekatnya adalah sama, sebagaimana diucapkan oleh Hillel, rabbi
Yahudi itu, yang berbunyi : “Hendaklah engkau menjadi manusia yang baik, hai anakku,
hendaklak menjadi manusia yang baik, sebab kehendak Tuhan itulah intisari segenap
Taurat dan kitab segala nabi”.
“Sejak Max Muller banyak sekali sarjana yang mengikuti jejaknya itu, dan mempelajari
soal agama secara demikian. Mengenai asal-usulnya agama-agama di dunia ada juga
diantara mereka itu yang lain pendapatnya, akan tetapi dalam hal ini mereka setuju dengan
dia, yaitu bahwa tiap-tiap agama di dunia ini berdasarkan beberapa ciri-ciri itu sama saja
dalam semua agama.
“Kalau orang bertanya kepadanya : “Jadi apakah intisari agama-agama dunia ini ?”, maka
mereka menjawab : “Intisarinya ialah, bahwa bila seseorang manusia hidup baik, maka
pada akhir hidupnya Allah akan memberikan suatu pahala kepadanya, yaitu kehidupan
yang kekal”.
“Tiap-tiap agama mentafsirkan intisari itu dengan caranya sendiri, tetapi dalam pada itu
intisari itu tetap sama”.
“Hal menyamaratakan semua agama itu dengan cara yang menyolok mata nampak pada
“Parlemen agama-agama” yang diadakan di kota Chicago 52 pada tahun 1893. Ketika itu
utusan-utusan dari berbagai-bagai agama berkumpul, dan disanalah terdengar pendapat
bahwa “tembok pemisah antara berbagai-bagai agama didunia ini sebenarnya sudah
runtuh”. Hal-hal yang dulu menjadi halangan untuk mempertemukan agama yang satu
dengan yang lain, sekarang sudah lenyap, demikian kata mereka itu. Pada konferensi itu,
maka Kon-Fu-Tse disamaratakan dengan Gautama Buddha dan Jesus Kristus dengan Nabi
Muhammad, lalu mereka katakan, bahwa sebenarnya berita yang disampaikan oleh nabinabiitu sama saja.
Ayat-ayat Al- Quran menyebut agama-agama yang dibawa para nabi-nabi: Ibrahim, Ismail,
Ishaq, Ya’kub, Musa, Isa dan Muhammad, semua sama-sama disebut Islam. Lihat Q.S. Ali
Imran (3) : 19 , 67, 84 ; Q.S. Al- Baqarah (2) : 131 ; Q.S. Al- Nisa’ (4) : 125 ; dll.
Pendapat yang Membedakan Agama-Agama
Mayoritas ahli yang mengemukakan ada beberapa hal yang sangat prinsipil membedakan
antara satu agama dengan agama lainnya, meskipun dalam beberapa hal di temukan
persamaan ajaran-ajarannya.
52
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.31.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
62
Argumentasi yang di kemukakan antara lain :
Kenyatan Sosiologis.
Prof. Dr. H. M. Rasyidi mengatakan bahwa pada tahun 1967 saya menghadiri
konferensi agama di Toyo yang diadakan oleh Frederich Erbert Stiftung 53 . Konferensi itu
dihadiri oleh wakil-wakil bermacam-macam kelompok keagamaan dari Asia. Diantara para
peserta saya ingat ada seorang sosialis dari India.
Dalam gilirannya berpidato antara lain ia mengatakan : Saya ini tidak suka agama,
oleh karena saya lihat di India bermacam-macam agama, yang ajaran-ajarannya tidak
masuk akal dan bertentangan dengan maslahat bangsa India.
“Sebagai contoh, orang-orang ndia menganggap lembu itu suci, tidak boleh
dipekerjakan di ladang dan dagingnya tidak boleh dimakan. Akibatnya kami harus
menyediakan makanan bagi lembu-lembu tersebut, beratus-ratus hektar tanah ditanami
rumput, pada waktu kami sendiri selalu kekurangan makanan dan sering bersandar kepada
bantuan negara-negara lain”.
“Yang lebih mengecewakan lagi, negara tetangga kami, yakni Pakistan, kekurangan
daging, dan seyogyanya kami mengirim ternak ke Pakistan, karena dengan mengirim ternak
itu kami akan mendapat devisa asing yang sangat kami perlukan”.
“Dengan begitu agama orang India telah merugikan masyarakat dua kali, yakni
dengan hilangnya tanah-tanah luas yang hanya dipakai untuk lembu suci, dan dengan
hilangnya devisa karena tidak dapat mengekspor lembu. Oleh karena itu maka saya tidak
beragama”. Selain itu dapatdilihat bahwa didunia ini sering terjadi peperangan disebabkan
masalah agama.
Prinsip Ajaran yang Berbeda.
b.1 Dalam agama Hindu ada sistim Kasta ; ini berarti bahwa masyarakat Hindu dibagi
dalam klas-klas : yang tertinggi adalah Kasta Brahman, yakni golongannya orang-orang
ahli agama, yang kedua : Kasta Ksatria, yaitu kelompok tentara atau orang-orang yang
berperang dan mengangkat senjata, yang ketiga : Kasta Waesya atau kelompoknya kaun
pekerja, yang keempat : Kasta Sudra yang meliputi rakyat jelata dan hamba-hamba.
Anggota dari sesuatu kasta tidak boleh bergaul, apalagi kawin dengan anggota kasta lain.
Yang sangat menyolok di India ialah keadaan kasta Sudra, karena kasta ini
dipandang sangat rendah, sehingga makan-minum pun harus diantara mereka sendiri.
Ada lagi golongan yang dinamakan “untouchable” (pantang sentuh), yang
sentuhannya dianggap menodai yang menyentuh. Mereka itu diserahi pekerjaan-pekerjaan
yang paling rendah seperti membersihkan selokan-selokan, menyapu jalan, dan sebagainya.
Majalah Time pernah memuat foto yang menggambarkan beberapa orang “untouchable”
sedang menerima upah kerja mereka. Oleh karena orang yang membayar tidak dibolehkan
sampai menyentuh badan atau sebagian badan si untouchable, maka pembayaran dilakukan
dengan cara menjatuhkan upah itu dari ketinggian 2 s/d 3 dm di tangan si “najis” itu yang
dibuka siap untuk menerimanya. Sistem kasta dalam agama Hindu merupakan pokok
dasar.
Orang-orang India yang ingin membebaskan diri mereka dari belenggu sistem kasta,
meninggalkan agama Hindu dan masuk agama Islam atau agama Katolik, yang tidak
53
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.35.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
63
mengenal sistem kasta. Mereka itu hanya sedikit jumlahnya dan dengan keluar dari agama
Hindu mereka dapat kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka.
b.2. Masalah Perceraian.
Adalah satu prinsip yang sangat penting bagi umat Katolik bahwa perkawinan antara
seorang laki-laki dan seorang wanita itu dianggap ikatan untuk selama-lamanya yang tak
mungkin dilepas kecuali oleh kematian. Hal semacam itu tidak terdapat dalam agama
Islam, juga tidak dalam agama Protestan. 54
Dengan pintu perceraian tertutup sama sekali bagi umat Katolik, maka bagi
sepasang suami/isteri yang oleh karena sesuatu sebab tidak lagi dapat hidup bersama, hanya
terbuka satu jalan, yaitu apa yang dinamakan “berpisah badan” yang membolehkan mereka
hidup sendiri-sendiri sedangkan status mereka sebagai suami/isteri akan tetap berdiri
selama mereka masih hidup.
Perpisahan badan sedemikian yang kebanyakannya disebabkan oleh adanya
pertentangan watak antara suami/isteri, banyak menimbulkan bermacam-macam
komplikasi dalam masyarakat. Bayangkan saja seorang wanita muda yang terpaksa
memisahkan diri dari suaminya yang juga masih muda. Mereka tidak boleh bercerai dan ini
berarti bahwa mereka itu tidak boleh kawin lagi. Karena hajat seks dari kedua pihak masih
besar, maka terjadilah hubungan-hubungan di luar perkawinan.
Gereja Katolik tetap melarang perceraian, sedangkan agama Islam memperbolehkan
perceraian dengan syarat-syarat tertentu. Agama Protestan yang muncul pada tahun 1517
juga mengizinkan perceraian. Dalam soal perceraian ini sungguh perbedaan antara hukum
Islam dan Katolik sangat menonjol sekali.
b.3. Masalah Keesaan Tuhan (Teologi).
Dalam agama Islam, rukun Islam yang pertama adalah membaca syahadat yang berbunyi :
“Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah” yang berarti
“Aku percaya menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammmad adalah
utusan Allah”.
Dalam Al-Quran ada suatu surat pendek yang sangat terkenal dan dihafal oleh setiap
orang Islam, yaitu surat Ikhlas yang artinya kira-kira : “Katakanlah, hai Muhammad, bahwa
Tuhan itu ialah Allah yang Maha Esa, Ia adalah zat yang kepadaNya kita semua memohon,
Ia tidak melahirkan dan Ia tidak dilahirkan dan tiada sesuatupun yang dapat
menyamaiNya”.
Dengan kalimat syahadat dan surat Ikhlas tadi, rasa Tauhid atau mengesakan Tuhan
mendapat penegasan yang terang dalam Islam.
Sebaliknya dalam agama Kristen, sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja, Allah
merupakan Trinitas yaitu Allah Bapak, Allah Anak dan Ruhul Kudus 55 . Walaupun pengikut
agama Kristen dan Katolik selalu mengatakan agamanya adalah monoteisme (agama
Tauhid yang hanya menyembah satu Tuhan), tetapi soal Trinitas tetap merupakan akidah
atau keyakinan orang Masehi. Mereka tidak memberikan keterangan yang mudah
dimengerti dan selalu mengatakan bahwa hal tersebut adalah misteri atau rahasia yang
54
55
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..37
H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.39.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
64
manusia tidak akan dapat memahaminya. Dalam hal ini perlu dikatakan bahwa dalam
agama Masehi ada suatu sekte yang terang-terang mengatakan bahwa Tuhan itu satu dan
menolak keyakinan tentang Trinitas. Mereka itu disebut “unitarian”.
Ilmu Perbandingan Agama
Ilmu perbandingan agama sebagai suatu program studi yang berkembang akhirakhir ini menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan prinsip agama-agama yang ada,
sehingga perlu dilakukan perbandingan antara ajaran satu agama dengan agama lainnya.
Disamping itu, di atas telah dikemukakan adanya klassifikasi agama dan ciri-ciri agama
yang bersangkutan. (Lihat uraian di atas).
Nash (ayat al-Quran dan Hadis)
d.1. Q.S. Al-Kafirun (109) : 1-6.
d.2. Piagam Madinah, yang menetapkan bahwa umat Islam dijamin kebebasannya
melaksanakan agamanya, demikian juga Yahudi, nasrani dan lain-lain.
Pada akhir tulisannya, Prof. Dr. H. M. Rasyidi mengatakan :
Segala uraian di atas, membawa kita pada satu kesimpulan, yaitu bahwa semua agama itu
tidak sama, bahwa agama-agama itu berbeda-beda satu dengan yang lain, malahan bahwa
perbedaan-perbedaannya itu kadang-kadang sedemikian prinsipilnya sehingga dapat
membawa umat sesuatu agama memusuhi bahkan memerangi umat agama lain. Disamping
itu, tinjauan sejarah tersebut meyakinkan kita bahwa perbedaan-perbedaan dalam agama itu
tidak dapat kita elakkan. Ini adalah realitas dunia yang telah kita lihat bersama di masa
lampau dan yang kini sedang pula kita hadapi. Kita tak dapat menutup mata kita dan purapura bersikap bahwa perbedaan itu tak ada, karena sikap yang demikian itu pada suatu
ketika dapat menjerumuskan kita kembali dalam malapetaka yang mungkin lebih dahsyat.
Daripada yang pernah dialami oleh umat manusia.
Sebaik-baik sikap yang harus kita ambil ialah agar masing-masing agama menyadari benarbenar adanya perbedaan-perbedaan antara setiap agama di dunia ini. Konsekwensinya ialah,
bahwa yang pokok dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu, umat sesuatu agama harus
bersikap toleran terhadap umat agama yang lain secara sungguh-sungguh, baik dalam kata
maupun tindakan.
Bagi pemeluk agama Islam, soal toleransi ini terdapat dalam Al-Quran, surat Haj, ayat 39
dan 40 yang kira-kira artinya :
“Tentu izin perang diberikan kepada orang yang telah diperangi, karena sesungguhnya
mereka itu telah dirugikan. Sungguh, Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Yaitu
orang-orang yang diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan, kecuali karena
mereka berkata : ‘Tuhan kami hanyalah Allah’ Sekiranya Allah tidak menahan sekelompok
manusia dengan kelompok yang lain, tentulah biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadat Yahudi dan mesjid-mesjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah,
sudah dihancurkan. Sudah pasti, Allah akan menolong mereka yang menolong agamaNya.
Sungguh Allah itu Maha Kuasa dan Perkasa”.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
65
Dalam rangka toleransi antara lain telah ditentukan bahwa orang yang menyiarkan
sesuatu agama, tidak diperbolehkan memakai paksaan, baik paksaan kasar maupun halus,
yakni dengan mempergunakan daya penarik materil. Dalam hal ini : “Documents of
Vatican II” di bawah judul “Religious Freedom” memuat sebagai berikut :
“Meskipun begitu, dalam menyebarkan keyakinan agama dan memperkenalkan
praktek agama, semua orang harus menghindarkan tindakan yang memberi kesan sebagai
paksaan atau cara pembujukan yang tak layak dan hina, khususnya dalam menghadapi
golongan orang kafir dan tak terpelajar. Tindakan semacam itu dianggap sebagai penyalah
gunaan hak si pelaku dan pelanggaran hak orang-orang lain”.
“Biasanya kita membedakan antara kesaksian Kristen dan “proselytism”, serta
mengutuk yang akhir ini. Proselytism adalah penyelewengan Kesaksian Kristen dengan
memakai cara-cara paksaan yang tersembunyi atau dengan suatu cara propaganda yang tak
layak bagi Injil. Proselytism bukan pemakaian hak kemerdekaan beragama, akan tetapi
penyalah gunaan hak tersebut”.
VIII. KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
a. Makna Ukhuah Islamiyah
Ukhuah yang biasa diartikan sebagai “persaudaraan” 56 makna ini dapat
dikembangkan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang
merasa bersaudara. Jalinan perasaan itu menimbulkan sifat timbal balik untuk saling
membantu bila pihak lain mengalami kesulitan, dan sikap untuk saling membagi
kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan. Prinsip tolong
menolong ini dijelaskan al-Qur’an
Kata tolong menolong dalam ayat tersebut berhubungan dengan aspek mu’amalah,
yakni pencapaian keperluan hidup manusia. Sikap ta’awun antar umat beragama akan
melahirkan kerukunan, menjauhkan diri dari perbedaan, permusuhan dan pertikaian.
Kerukunan tersebut akan melahirkan toleransi atau (tasamuh) berlapang dada dalam
menghadapi aneka ragam perbedaan pendapat dan keyakinan hidup yang telah mengakar
pada setiap individu umat bergama.
Di dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip mengenai tasamuh. Prinsip itu terdapat
dalam al-Qur’an antara lain dalam ayat-ayat yang (kurang lebih) terjamahannya senagai
berikut:
1) Tidak ada paksaan dalam (memeluk sesuatu) agama karena telah jelas mana
yang benar dan mana yang salah (Q.S.al-Baqarah/2: 256).
2) Katakan hai Muhammad bahwa telah datang kebenaran dari Tuhanmu. Oleh
karena itu barangsiapa yang mau, berimanlah barang siapa yang tidak mau,
biaralah ( Q.S.al-Kahfi/18: 29).
3) Sesungguhnya Kami telah memberi petunjuk kepada seorang (untuk) mengikuti
jalan yang lurus. Adakalanya ia (orang itu) bersukur, adakalanya ia menolak
jalan yang lurus itu ( Q.S. al-Insan/76:3.)
4) Dan apabila Tuhanmu menghendaki, orang yang ada di muka bumi ini akan
56
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.486.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
66
beriman seluruhnya. Apakah engkau hendak memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang berima?( Q.S. Yunus/10: 99).
5) Tuhan tidak melarang kamu berbuat kebaikan dan bersikap jujur terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir
kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
jujur(Q.S. al-Mumtahanah/60:80).
Dari ayat-ayat di atas mengindikasikan ada beberap prinsip mengenai toleransi
dalam ajaran Islam. Di antara prinsip-prinsip itu adalah bahwa menurut ajaran Islam:
1.Tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan itu halus, apalagi kalau
dilakukan dengan kasar.2. Manusia berhak untuk memilih dan memeluk agama yang
diyakininya dan beribadah menurut keyakinannya itu. 3.Tidak ada gunanya memaksa
seseorang agar ia menjadi seorang muslim. Allah tidak melarang hidup bermasyarakat
dengan mereka yang tidak sepaham atau tidak seagama asal mereka tidak memusuhi Islam.
b. Macam-macam ukhuah Islamiah 57
Ukhuah islamiah yang berarti persaudaraan yang bersifat islami atau yang diajarkan
oleh Islam dapat disimpulkan bahwa kitab suci memperkenalkan paling tidak empat macam
persaudaraan:
1. Ukhuah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2. Ukhuah insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara,
karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah saw. menekankan
‫آﻮ ﻧﻮا ﻋﺒﺎ داﷲ اﺧﻮاﻧﺎ روا ﻩ اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة‬
sabda beliau
Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.
3. Ukhuah wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4. Ukhuah fi din Al-Islam, persaudaran antar sesama muslim.
Persaudaraan sesama muslim, berarti saling menghormati dan saling menghargai
relativitas masing-masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran,
sehingga tidak menjadi peghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara
mereka terikat oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam. Agama Islam memberikan
petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat terjalin
dengan kokoh sebaigaimana disebut dalam al-Qur’an. al-Hujrat/49: 10-12.)
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena)
boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanitawanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah
iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
57
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.489.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
67
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang”
.
Konsep persaudaraan sesama manusia. Ukhuah insaniyyah dilandasi oleh ajaran bahwa
semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk
kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap
manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan pertimbangan rasionya.
c. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial.
Ketika Rsulullah saw. mulai menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Arab,
sebagian dari mereka ada menerima ajaran tersebut dan sebagian lagi menolak. Orang yang
menolak ajakan Rasulullah tersebut di sebut kafir. Mereka terdiri dari orang-orang musyrik
yang menyembah berhala yang disebut orang Watsani, dan orang-orang ahli kitab, baik
orang Yahudi maupun Nasrani. Di antara orang-orang kafir tersebut ada yang mengganggu,
menyakiti, dan memusuhi orang Islam dan ada yang hidup dengan rukun bersama orang
Islam. Orang kafir yang memusuhi orang Islam disebut kafir harbi dan orang kafir yang
hidup rukun dengan orang Islam disebut kafir dzimmi. Kafir harbi adalah orang kafir yang
memerangi orang islam boleh diperangi oleh orang islam. Kafir dzimmi adalah orang kafir
yang mengikat perjanjian atau menjadi tanggungan orang Islam untuk menjaga keselamatan
atau keamanannya. Sebagai kompensasi dari dzimmah, perjanjian dan tanggungan
keamanannya tersebut mereka wajib bayar jizyah. Ketentuan tersebut dijelaskan oleh Allah
dalam QS. al-Taubah/9:29.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orangorang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan
patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”
Kebersamaan hidup di antara orang Islam dengan non muslim telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw. ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah
setelah hijrah. Rasulullah saw. mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari
orang-orang kafir da muslim untuk saling membantu dan mejaga keamanan kota Madinah
dari gangguan musuh. Rasulullah saw. juga pernah menggadaikan baju besinya dengan
gandum kepada orang Yahudi ketika umat Islam kekurangan pangan.
Dalam hubungan intraksi sosial dianjurkan ajaran Islam menjalin hubungan
silaturahmi antara sahabat dan kenalan dan bahkan untuk merapatkan hubungan
bertetangga Dalam masyarakat yang beragam ini, ajara Islam menegakkan kedamaian
hidup bersama dengan orang-orang yang berlainan agama, dalam batas-batas yang telah
ditentukan,dengan tidak mengorbankan akidah dan ibadah yang telah diatur secara jelas
dalam ajaran Islam.
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
68
Daftar Isi
Halaman
BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
1. Konsep Ketuhanan Menurut Filsafat (Pemikiran)
1
2. Konsep Ketuhanan Dalam Islam
5
3. Pengertian Iman, Ciri-ciri orang yang beriman
11
4. Korelasi keimanan dan Ketaqwaan........................................
15
5. Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Modren...... 15
6. Iman Dan Taqwa Dalam Menjawab Problema Dan Tantangan
Kehidupan Modren ………………………………………… ..15
BAB II. MANUSIA………………………………………………….
18
1. Ciri-ciri dan Sifat-sifat Manusia …………………………
18
2. Hakikat dan Ciri-ciri Penalaran………………………….
19
3. Jenis-jenis dan Sumber-sumber Pengetahuan…...............
20
4. Teori-teori Kebenaran dan Institusi Kebenaran................
22
5. Manusia Dalam Pandangan Islam……………………..
24
BAB III. AGAMA………………………………………………..
37
1. Mencari Arti Agama…………………………………
37
2. Etimologi Agama
37
……………………………….
3. Terminologi Agama……………………………………...
39
4. Syarat-syarat Agama ………………………………….
42
5. Klasifikasi Agama …………………………………….
43
6. Beberapa Agama Dunia……………………………….
44
7. Hubungan Manusia Dengan Agama………………….
49
8. Apakah Semua Agama itu Sama?……………………
57
9. Kerukunan Antar Umat Beragama…………………………… 64
Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009
USU e-Repository © 2009
Download