1 Pendidikan Agama Islam Oleh Dr. Sahmiar Pulungan, MA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 2 BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM A. Konsep Ketuhanan Munurut Filsafat (pemikiran) Sebelum lebih jauh dibahas mengenai konsep-konsep ketuhanan menurut filsafat. Terlebih dahulu perlu dipahami pengertian filsafat itu sendiri. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Yakni philein dan sophia: philein bermakna cinta dan sophia berarti hikmah 1 atau ilmu pengetahuan. Dengan demikian philosophia mengandung arti cinta pada ilmu pengetahuan. Secara Etimologi, filsafat dapat berarti pengetahuan tentang hikmah, pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar, mencari kebenaran, mencari dasar-dasar apa yang dibahas. Namun demikian dapat dikatakan bahwa intisari filsafat 2 adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar persoalan. Dalam sejarah filsafat 3 , manusia telah berpikir atau berfilsafat tentang Tuhan, yakni sesuatu kekuatan gaib yang ada diluar diri manusia, maka kemudian lahirlah konsep-konsep Tuhan menurut akal pikiran manusia (filsafat). Berikut ini akan dibahas konsep-konsep ketuhanan menurut filsafat dalam sejarah hidup manusia. 1.Dinamisme Mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai dan dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat, ditakuti dan oleh karena itu dijauhi. Dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut mana dan dalam bahasa Indonesia tuah atau sakti. Dalam masyarakat kita orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin dan lain-lain. Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yang beraneka ragam itu. Mereka dianggap dapat membuat mana pindah dari satu tempat ke tempat lain dan dengan demikian dapat membuat mana mengambil tempat di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah diikatkan keanggota badan dan mudah dapat dibawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish. 1 K. Bertens, Sejarah Fisafat Yunani, (Yokyakarta: Kanisius,1994), cet. XI, h. 13.Lihat juga Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and the Orientalists, ( Lahore: Islamic Publication Ltd,1980),cet. II, h.3. Kemudian lihat juga Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 1. 2 Harun Nasution, Fisafat Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang,1987), cet. VI. h.3) 3 Departemen Agama RI, Islam Untuk Disiplin, Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 2000) h. 25. Lihat juga Toto Suryana dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, ( Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 2122. Lihat juga Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), h. 5-6. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 3 2. Animisme Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam faham masyarakat yang telah lebih maju. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai umur dan perlu pada makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia, umpamanya pergi berburu, menari dan menyanyi. Terkadang roh dapat dilihat, sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik, dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi. Kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu sebagai halnya dalam agama dinamisme ialah juga dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita kepercayaan pada roh, sebagai mana halnya dengan kepercayaan pada mana, masih terdapat. Pemberian sesajen yang masih banyak kita jumpai dalam masyarakat kita, selamatan yang masih banyak juga dilakukan, kepercayaan pada “orang halus” dan lain-lain, semua ini adalah peninggalanpeninggalan dari kepercayaan-kepercayaan animisme masyarakat kita dizaman yang silam. 3.Politeisme Mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam agama ini hal-hal yang menimbulkan perasaan taajjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh tapi oleh dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India kuno Surya dan dalam agama Persia kuno Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama India kuno dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India kuno dan Wotan dalam agama Jerman kuno. Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh karena itu tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sesajen dan persembahanpersembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Tetapi dalam politeisme terdapat faham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dalam pada itu, ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme meningkat ke atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Di sini timbullah faham dewa tiga. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, Syiwa, dalam agama Veda Indra, Vithra dan Varuna, dalam agama Mesir kuno Osiris dengan isterinya Isis dan anak mereka Herus dan dalam agama Arab Jahiliah Al- Lata, Al- Uzza dan Manata. Ada kalanya satu dari dewa-dewa itu meningkat di atas segala dewa lain seperti Zeus dalam agama Yunani kuno, Yupiter dalam agama Romawi dan Ammon dalam agama Mesir kuno. Ini belum berarti pengakuan pada satu Tuhan, tapi baru pada pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak. Faham ini belum meningkat pada faham henoteisme atau monoteisme, tetapi masih berada dalam tingkat politeisme. Tetapi kalau dewa yang terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 4 faham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada henoteisme. 4.Henoteisme Mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham tuhan nasional. Faham yang serupa ini terdapat dalam perkembangan faham keagamaan masyarakat Yahudi. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua dewa suku bangsa Yahudi lain, sehingga Yahweh menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi. Dalam masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi dinamisme,animisme, politeisme atauhenoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta. Dengan demikian perbedaan antara henoteisme dan monoteisme ialah bahwa dalam agama akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa di dunia ini bahkan Tuhan Alam Semesta. Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spirituil. Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan supernaturil dngan penyembahan dan sajisajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam agama monoteisme manusia sebaliknya tunduk kepada kemauan Tuhan. Tuhan dalam faham monoteisme adalah Maha Suci dan Tuhan menghendaki supaya manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci hanyalah orang-orang yang suci. Orang-orang yang kotor tidak akan diterima kembali ke sisi Yang Maha Suci. Orang-orang yang serupa ini akan berada di neraka, jauh dari Tuhan. Orang-orang yang suci akan berada dekat Tuhan dalam surga. 5.Deisme Paham monoteisme bisa berbentuk deisme atau teisme. Deisme berasal dari kata latin Deus yang berarti Tuhan. Menurut paham ini Tuhan berada jauh diluar alam (transcendent) yaitu tidak berada dalam alam (immanent). Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakannya, ia tidak memperhatikannya lagi. Alam kemudian berjalan dengan peraturan-peraturan atau hukum-hukum ( dalam Islam disebut sunnatullah)yang tidak berubah-ubah. Dalam paham deisme Tuhan dapat diumpamakan dengan tukang jam yang sangat mahir dan dapat membuat jam dengan sebaik-baiknya, di mana setelah diciptakan, jam tersebut tidak berhajat kepada perbaikan dan penyempurnaan. Jam ini terus berjalan menurut mekanisme yang disusun tukang jam yang mahir itu. Demikian halnya alam dalam paham deisme, setelah diciptakan alam tidak berhajat lagi kepada Tuhan dan berjalan menurut mekanisme yang telah diatur oleh Tuhan. Paham deisme mulai muncul pada abad 17 dan berasal dari filsafat Newton ( 16421727) yang mengatakan bahwa Tuhan hanya pencipta alam dan jika tidak terjadi kerusakan, baru alam memerlukan Tuhan yang memperbaiki kerusakan yang timbul itu. Dengan demikian majunya ilmu pengetahuan, semakin jelas bahwa alam ini beredar menurut peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang universal dan tidak berubah. Dengan demikian orang melihat bahwa perlunya Tuhan bagi alam menjadi kecil karena alam dapat beredar dengan sendirinya. Timbullah paham bahwa Tuhan menciptakan alam dan kemudian meninggalkan alam beroperasi menurut hukum-hukum alam yang telah ditentukan. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 5 6. Pantaisme Pantaisme merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa semua yang ada di alam ini adalah Tuhan. Pan berarti seluruh, teism artinya Tuhan, maka panteism mengandug arti seluruhnya Tuhan. Semua yang ada dalam keseluruhannya adalah Tuhan. Benda-benda yang dapat ditangkap dengan pancaindra adalah bagian dari Tuhan. Lampu ini adalah bahagian dari Tuhan, demikan pula kursi, meja ruang dan gedung adalah bahagian dari Tuhan. Berbeda dengan deisme, paham pantaisme berpendapat bahwa Tuhan dekat sekali dengan alam. Tuhan adalah immanent, yakni berada di dalam alam ini, bukan diluar alam sebagaimana yang diyakini dalam deisme. Menurut paham pantaisme. Tuhan atau yang Maha Besar itu hanya satu da tidak berubah. Alam pancaindera yang dilihat berubah ini adalah illusi atau khayal belaka karena alam pancaindra itu bukanlah hakikat, melainkan maya atau illusi. 7. Teisme Paham teisme hampir sama dengan deisme, yang berpendapat bahwa Tuhan adalah transcendent, yaitu berada diluar alam. Tetapi juga memiliki kesamaan dengan pantaisme, yakni walaupun Tuhan berada di luar alam, namun ia dekat dengan alam. Dalam hal kebutuhan terhadap Tuhan, teisme berbeda dengan deisme, paham teisme berpendapat bahwa walaupun alam telah diciptakan Tuhan dengan sempurna, namun alam tetap berhajat pada Tuhan. Tuhan adalah sebab bagi segala yang ada di alam ini. Tuhan adalah dasar dari segala yang ada dan yang terjadi dalam alam ini. Dalam paham teisme kosmos ini tidak bisa berwujud dan berdiri tanpa Tuhan walaupun sehari. Tuhanlah yang terus menerus secara langsung mengatur alam ini. Dialah yang menggerakkannya. Alam ini tidak berjalan menurut hukum-hukum yang tetap dan tidak berubah melainkan berjalan menurut kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu, jikalau dalam paham deisme, mu’jizat tidak berlaku, maka teisme mengaku adanya mu’jizat Tuhan dan do’a sangat mendapat tempat sebagai permohonan kepada Tuhan. 8. Naturalisme Naturalisme merupakan dampak lanjutan dari paham deisme, yang menyatakan bahwa alam ini setelah diciptakan Tuhan, tidak berhajat lagi kepada Tuhan, karena Tuhan telah menjadikannya berjalan menurut peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang tetap dan tidak berubah. Menurut naturalisme, alam ini berdiri sendiri, serba sempurna, berjalan dan beroperasi menurut sifat-sifat yang terdapat dalam dirinya sendiri, menurut tabiatnya, yakni menurut hukum sebab akibat. Alam ini tidak berasal dari dan bergantung pada kekuatan gaib atau supranatural. Paham naturalisme ini muncul setelah ilmu pengetahuan tentang alam semakin maju, apalagi para ilmuan yang umumnya tidak memiliki dasar keimanan melihat bahwa alam ini berevolusi dan bergerak menurut peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang tetap dan tidak berubah. Bagi mereka, di atas hukum-hukum alam ini, tidak ada lagi sesuatu yang lebih tinggi, sesuatu yang supreme. Seorang ilmuan yang naturalist di abad ke 19 mengatakan bahwa ia telah menyelidiki seluruh langit dengan teleskopnya, tetapi tidak menemui Tuhan. Demikianlah konsep-konsep ketuhanan menurut filsafat dalam sejarah pemikiran manusia, yang dalam perjalanannya terjadi perkembangan dalam pemahaman mengenai konsep Tuhan, mulai dari dinamisme, animisme, politeisme sampai pada monoteisme. Pada Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 6 tahap yang terakhir ini manusia melalui pemikirannya telah sampai pada sebuah pengakuan bahwa lam ini diciptakan oleh Tuhan yang satu, yang patut disembah dan Tuhan bagi seluruh alam. Para era modern dari perkembangan alam fikiran manusia (filsafat), konsep tentang Tuhan memang telah diselewengkan oleh para ilmuan yang tidak mengetahui Tuhan ( naturalist dan ateist). B. Konsep Ketuhanan Dalam Islam Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti “ma’bud” (yang disembah). Pengertian Tuhan berdasarkan Islam, ialah Dzat yang Yang Maha Esa, tidak ada lagi Tuhan kecuali Dia. Beberapa ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan tentang konsep dasar tentang ketuhanan antara lain sebagai berikut: “Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah/2: 163). Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki Kebesaran, Kesucian, Ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim menyembah dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan syari’ah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh manusia (natural atau cultural religion). Pernyataan tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat alAn’am/6:102: : “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” ) Di dalam ayat lain juga disebutkan pada surat al-Anbiya’/21:30 “(Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”.) Ayat ini dengan jelas telah mematahkan pandangan kaum naturalist yang menyatakan bahwa alam terjadi dengan sendirinya seperti apa yang sekarang ini. Pada hakikatnya semula langit dan bumi bersatu dan baru kemudian dipisahkan. Hal ini berarti bahwa keberadaan kosmos ini mempunyai awal, tidak seperti yang disangkakan oleh para ilmuan yang berpaham naturalisme seperti tersebut di atas. Berbeda degan filsafat modren, para filosof pada abad tengah (medieval philosophists) yang banyak didominasi oleh pemikir-pemikir muslim, pemikiran filsafat tidak bisa dipisahkan dari konsep adanya Tuhan. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagia besar failosof baik di dunia Islam, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ib Zina, al-Gazali, Ibn Rusyd dan lain sebagainya, juga dari daratan Eropa, seperti Anselm, ThomasAquinas, Bonaventure dan lain sebagainya. Seluruhnya berbicara tentang dan mengakui adanya Tuhan, sehingga sulit untuk membedakan posisi mereka sebagai theolog dan sebagai Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 7 failosof. 4 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat (akal) tidak bertentangan dengan wahyu, sebagaimana yang selalu dinyatakan Ibn Rusyd melalui pendapatya yang sangat dikenal, yakni kesesuaian akal dengan wahyu. Apa yang diproduksi oleh akal manusia haruslah sesuai dengan yang diwahyukan Tuhan. al-Qur’an sangat banyak memotivasi mausia untuk menggunakan akalnya guna memikirkan ciptaan Allah. Dan orang-orang dalam golongan inilah yang akan memberikan pengakuan aka keagungan Tuhan, Yang Maha Pencipta dan Maha Suci dengan ciptaannya, sebagai mana yang dijelaskan dalam surat Ali Imran/3:190-191. “(Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”). Islam menjauhkan sifat Tuhan dari citra manusia, karena manusia adalah makhluk dan setiap makhluk adalah baharu, sedangkan Allah bukan dzat yang baharu, tapi qadim (mukhalafatuhu li al-Hawadits)dalam hal ini citra Tuhan yang dihayalkan manusia, cenderung akan dibumbui dan dicampuri oleh sifat-sifat yang didasarkan kepada pengalaman dan akal manusia, sehingga Tuhan bersifat antropomorfis, karena manusia itu sendiri antroposentris. Hal tersebut dilukiskan dalam peristiwa teguran Nabi Ibrahim a.s kepada ayahnya yang menjadikan berhala sebagai Tuhan, bahkan hal tersebut dilukiskan dalam berbagai peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim as. mencari Tuhan, sebagaimana terdapat dalam surat al-An’am/6:74-83. “(Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang 4 Departemen Agama RI, , Islam Untuk Disiplin, Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 2000)h. 32. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 8 mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahansembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orangorang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”) Islam sangat menentang isyrak atau mempersamakan Tuhan dengan sesuatu ciptaan-Nya atau makhluk-Nya. Dapat dipahami mengapa dalam kehidupan Ketuhanan secara filosofis tidak mewajibkan ibadah atau ketaatan kepada Allah secara menyeluruh dalam kehidupan manusia, yang diwajibkan olehnya, karena eksistensi Tuhan merupakan idea manusia. Manusialah yang menetapkan adanya Tuhan sekedar sebagai konsekwensi logis dari suatu perhitungan matematis ( mathematical locig) yang disimpulkan dari adanya makhluk. Jadi sangat potensial adalah potensi manusia. Ia merasa mampu merumuskan teori da konsep-konsep ilmu yang dirumuskannya dari data empiris atau logis rasionya dan kecenderungannya atau hawa nafsunya dan kepentingannya sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Jasiyah/45:23; “(Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”). Di sinilah letak perbedaan dasar hidup seorang muslim dan sebagai seorang sekuler, dalam pencapaian segala sesuatu tidak atas dasar pemecahan potensi manusia saja(rasa, kars dan karya manusia), tetapi atas dasar adanya aspek lain yang sangat diperlukan oleh mausia sebagai landasan pemecahan soal-soal hidup ini, yakni keimanan dan keislaman kepada Allah Yang Maha Esa. Manusia dalam menentukan kebijaksanaan dan tindakan dalam hidup ini memerlukan pedoman dan petunjuk, sedangkan petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak hanyalah petunjuk Allah swt. Maka oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa cara hidup muslim adalah tunduk kepada ketentuan dan kekuasaan Allah Yang Maha Esa Allah sebagai Pencipta semesta alam, Pencipta langit dan bumi, menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan da buah-buahan yang beraneka jenisnya, mengeluarkan yang hidup dan yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat Fathir/35:27 “(Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 9 hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya”).. Dan surat al-An’am/6:95: ‘(Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”) Allah adalah Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Dialah yang menyisingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, menjadikan matahari dan bulan untuk perhitumgan, menjadikan bintang-bintang untuk jadi petunjuk jalan dalam kegelapan di daratan maupun di lautan.Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:96. “(Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’). Allah adalah khaliq Pemelihara makhluk-Nya. Allah Maha Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya. Dan Allahlah yang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk bagi manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat alAn’am/6:97-98: “(Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orangorang yang mengetahui.”) Sesungguhnya Allah adalah pemelihara segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, tidak satupun yang terlepas dari pengawasan-Nya (yang diatur oleh hukum-Nya ). Sungguh luas kekuasaan Allah dan ilmu-Nya, sebagaimana digambarkan dengan jelas dalam surat al-Baqarah ayat 255. Ayat tersebut “(Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”). Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya ( antara lain natural law) dan Allah juga yang menciptakan ilmu yang merupakan ilmu dasar dan yang kemudian dirumuskan atau dikembangkan oleh ahli ilmu pengetahuan. Tentu saja ilmu Allah bersifat mutlak dan manusia mempunyai keterbatasan untuk mengetahuinya. Keterbatasa ini juga merupaka sebab dari kemungkinan kesalahan formula ilmu yang dirumuskan oleh para ahli bahkan ketidak mampuannya untuk merumuskan formula sebagian ilmu tersebut. Karena itu dalam agama Islam, Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dikembalikan kepada Wahyu (Revelation) dari Allah dan kepada risalah yang diterima oleh Rasul. Ke-Esaan Tuhan menurut konsep tersebut, bukan saja Esa dalam jumlahnya, melainkan Esa dalam segala-galanya. Esa dalam wujud –Nya, sifatnya dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya dalam surat al-Ikhlas/112: 1-4 (“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 10 kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".) Demikianlah beberapa sifat Allah dan kekuasaan-Nya yang menunjukkan ke Esaan-Nya. Sesungguhnya sifat-sifat Allah adalah lebih banyak dari itu dan lebih konprehensif, sebagaimana di antaranya ada yang merumuskannya dengan asmaul husna yang jumlahnya 99 . Pembuktian Wujud Allah Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143. (“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".) Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10 “(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".) Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian suunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5 Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia. Firman Allah dalam surat al-Lukman/31: 20. Dan an-Naba’/78:6-16 (“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”) 5 Nasruddin Razak,Dienul Islam, ( Bandung: al-Ma’arif,1986), cet. IX, h. 131.Lihat juga Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h. 78. Kemudia lihat juga Lihat juga Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004, h. 12. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 11 (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”) Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai dengan keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”) Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira’) Kejadian alam semesta yang sistemik 6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil ikhtira’ yaitu yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti yang ditunjukkan al-Qur’an pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22. (“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,”) Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di antaranya sebagai berikut 7 : “ Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sedirinya”. Pengertian Iman 6 7 Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h. 80 Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. X, h.81. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 12 Iman merupakan asas penentu dalam kehidupan manusia. Sebab itu dalam perspektif ajaran Islam, manusia dikelompokkan berdasarkan keimanannya, yaitu menjadi kelompok kafir dan mukmin. Kesahihan dan ketajaman dalam memahami dan mencermati konsep tentang iman mempunyai relevansi dalam memahami dan mencermati serta mengimplementasikan nilai-nilai Ilahiah dalam kehidupan manusia. Iman yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah iman dalam pengertian istilah, yaitu kata yang mempunyai pegertian khusus. Untuk memahami dalam pengertian iman dalam ajaran Islam strateginya yaitu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang redaksionalnya terdapat kata iman. Atau kata lain yang dibentuk dari kata tersebut yaitu amina,yu’manu, amanan yang berarti percaya 8 . Didalam surat al-Baqarah ayat 165 disebutkan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah ( asyaddu hubban lillah ) Berdasarkan redaksi ayat tersebut iman identik dengan asyaddu hubban lillah. Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah. Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap atau attitude, yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orangorang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah kepadanya. Iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan 9 Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup. Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, maka iman yang dimaksud adalah iman dalam arti yang positif. Contoh : surat al-Baqarah/2:165. ﺷ ﱡﺪ ﺣُﺒًّﺎ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َ وَاﱠﻟﺬِﻳﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮا َأ “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” ( QS. al-Baqarah/2: 165) Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang-orang yang beriman tidaka ada yang mengetahuinya kecuali Allah, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman yang sesungguhnya adalah meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman akan dapat diketahui, antara lain: 10 a. Tawakkal Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (al-Qur’an) kalbunya terangsang untuk melaksanakannya. Seperti dinyatakan antara lain pada surat al-Anfal/8:2 Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya 8 Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat Al-fazh Al-Qur’an, ( Beirut: al-Dar al-Samiyyat, 1412 H/1992 M), h.9091. 9 Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat Al-fazh Al-Qur’an, h. 22. 10 Departeme Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Islam Untuk DisiplinIlmu Antropologi, h. 64. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 13 bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,” ( QS. al-Anfal/8:2) Tawakkal, yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang bertawakkal adalah orang yang menyandarkan berbagai aktifitasnya atas perintah Allah. Seorang mukmin, makan bukan didorong oleh perutnya yang lapar, akan tetapi kerna sadar akan perintah Allah “makanlah dan minumlah” al-Baqarah/2:187. Seseorang yang makan dan minum karena didorong oleh perasaan lapar atau haus, maka mukminnya adalah mukmin batil, karena perasaanlah yang menjadi pengeraknya. b. Mawas Diri Pengertian mawas di sini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh oleh berbagai sasus dari manapun datangnya, baik dalam kalangan jin dan manusia, bahkan juga datang dari dirinya sendiri. ( suarat al-Nas/114: 1-3. Mawas diri yang berhubungan dengan alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam menerima informasi. Terutama dalam memahami nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah seperti dinyatakan di dalam surat Ali Imran/3: 7. Atas dasar pemikiran tersebut, hendaknya seseorang tidak terlebih dahulu menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih dahulu permasahannya, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur’an antara lain surat alIsra’/17: 36, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” ( QS. al-Isra’/17:36) c. Optimis Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang-kadang mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan dan jalan keluar. Jika suatu tantangan atau permasalahan tidak dapat diselesaikan segera, tantangan tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat mengahadapi dan menyelesaikan suatu tantangan dan permasalahan, maka orang tersebut telah dihinggapi penyakit psikhis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain frustasi, nervous, depresi dan lain sebagainya. Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk selalu bersikap optimis karena pada hakikatnya tantangan, cobaan, merupakan pelajaran bagi setiap mausia. Hal tersebut dinyatakan dalam surat al-Insyrah ayat 5-6. Jika seseorang telah merasa melaksanakan sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu memikirkan bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah merupakan akibat dari suatu perbuatan. Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, adalah orang yang merugi dan jika hidupnya sama dengan hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia adalah orang yang hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu sikap yang tercela. Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada diri mukmin. Hal ni seperti dinayatakan dalam surat Yusuf/12: 87. Sikap putus asa atau yang searti dengan kata tersebut hanya dimiliki orangorang kafir. d. Menepati Janji. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 14 Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang, sebaliknya ingkar janji adalah suatu pengkhianatan. Himbauan untuk menepati janji dinyatakan antara lain dalam surat al-Maidah/5:1. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, baik dengan sesama manusia, dengan Allah maupun dengan ekologinya (lingkungannya). Seseorang mukmin adalah orang yang telah berjanji untuk berpandangan dan bersikap dengan yang dikehendaki oleh Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya. Sebaliknya istiripun demikian. Seorang mahasiswa ia telah berjanji untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di lembaga pendidikan ia studi, baik yang bersifat administratif maupun akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Janji terhadap ekologi berarti memenuhi dan memelihara apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya, agar tetap berdaya guna dan berhasil guna. e. Tidak Sombong Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang membahayakan diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang yang telah merasa dirinya pandai, karena kesombongannya akan berbalik menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak mau bertanya kepada orang lain yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu pengetahuan itu amat luas dan berkembang terus, maka orang yang merasa telah panadai, jelas menjadi bodoh. Al-Qur’an surat al-Lukman/31: 18. menyatakan suatu larangan terhadap sikap dan sifat yang sombong firman Allah : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” ( QS.Lukman/31: 18). f. Pembinaan Iman Kata pembinaan menurut etimologi berasal dari kata “ bana” yang berarti membangun, sedangkan kata binaan berarti pembangunan. Membangun sesuatu yang sama sekali belum ada menjadi ada, atau yang telah ada. Dibongkar kemudian dibagun ulang, atau mengembangkan dari yang telah ada. Apabila iman diartikan sebagai pandangan dan sikap hidup, maka pembinaan iman berarti membina manusia seutuhnya. Seperti halnya cinta timbul melalui proses, diawali dan saling mengenal, kemudian meningkat menjadi senang, rindu yang diikuti oleh berbagai konsekuensi, demikian pula halnya dengan iman. Iman itu terbentuk melalui proses. Seluruh faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia sejak ia masih dalam kandungan sampai saat di mana seseorang berada, akan berpengaruh kepada keimanannya Manusia lahir melalui tahapan. Proses kelahiran manusia diawali dengan nutfah ( spermatozoid) yang diproduksi oleh organ laki-laki. Setelah bertemu dengan buwaidlah ( ovum) dalam rahim wanita, nutfah tersebut kemugkinan meningkat menjadi ‘alaqh (semacam darah yang menggumpal, selanjutnya menjadi mudghah ( semacam atau semacam gumpalan daging). Selanjutnya dilengkapi dengan tulang belulang dengan Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 15 berbagai organ. Setelah organ bilogisnya lengkap, roh dimasukkan ke dalamnya, dan pada saatnya, dan pada saatnya sang bayi lahir. Kelahiran bayi tersebut akan sempurna apabila proses demi proses dilalui dengan baik. Proses tersebut bukan saja hanya menyangkut organis biologis semata, akan tetapi juga menyangkut fisik dan psikis. Spermatozoid dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas prinsip ajaran Allah merupakan benih yang baik. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil akan mempengaruhi jiwa yang yang dikandungnya. Istiri yang sedang mengandung tidak terlepas dari pengaruh suaminya. Karena itu, secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami yang akan berpengaruh terhadap fisik maupun psikis janin yang ada dalam kandungan sang ibu. Oleh karenanya, jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin, maka suami istiri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Pada dasarnya, seorang anak lahir tidak mempunyai ilmu. Ia hanya dilengkapi dengan pembawaan yaitu pendengaran, penglihatan dan sarana inderawi lainnya. Dari sarana itu manusia mampu menanggapi informasi dan pengaruh yang ada dilingkungannya. Segala sesuatu yang ada di lingkungannya itulah yang selanjutnya turut mempengaruhi sikapnya. Fitrah ilahiyah yang dibawanya sejak dalam rahim, memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan kepribadian seseorang, baik pengaruhnya yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan maupun lingkungan lain, termasuk benda-benda mati, seperti cuaca, tanah ,air dan lingkungan flora serta fauna. Seseorang yang sejak lahir hidup dilingkungan hutan maka corak kepribadian yang mewarnai dirinya adalah kepribadian manusia hutan. Geraknya untuk menanggulangi likuliku hidup di hutan amat lincah dan terampil. Pengaruh pendidikan keluarga, baik langsung maupun tidak, disengaja maupun yang tidak, amat berpegaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa mmeberikan contoh dan tauladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk(tercela) akan ditiru oleh anak-anak. Dalam hal ini Nabi bersabda, setiap anak lahir membawa fitrah, orang tuanyalah yang berperan untuk menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi atau Muslim. Pada dasarnya proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan 11 , yang sekaligus diiringi dengan latihan pengamalan, kemudian meningkat menjadi senang. Mengenai ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah dan tidak pula mempraktekkan maka orang tersebut tidak mungkin akan beriman kepada-Nya. Jika seseorang tidak mengenal dan mempelajarinya (al-Qur’an) maka tidak mungkin ia menjadi mukmin. Kenal ajaran Allah tidak menjamin seseorang pasti beriman bahkan mungkin kebalikannya,seseorang akan membencinya. Hal ini seperti dinyatakan dalam surat alBaqarah/2: 146. Bahwa orang Yahudi itu mengenal Nabi Muhammad berarti kenal dengan al-Qur’an, Allah berfirman : “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya 11 Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 15. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 16 sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui”. Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah, maka ajaran Allah yaitu al-Qur’an harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak dari tingkat verbal yaitu tulis baca sampai dengan tingkat pemahamannya. Disamping proses pengenalan, maka proses pembiasaan juga perlu diperhatikan karena dari pembiasaan, seseorang yag semula benci bisa berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah danm menjauhi hal-halyang menjadi larangannya, agar setelah dewasa nanti menjadi senang dan trampil melaksanakan ajaran-jaran Allah. Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis 12 . Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud mutlak, yang menjadi sumber semua wujud. Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupaka terapan dari tauhid teoritis. Kalimat La Ilaha illallah ( tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dengan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah. Implementasi Iman dan Taqwa dalam Lehidupan Modren. Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertaqwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaha illa Allah, ( Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Peran Iman dan Taqwa dalam menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modren Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia. 1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda. 12 Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 18 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 17 Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan prtolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-al-Fatihah 1-7. 2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut. Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karenatakut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS. al-Nisa’/4:78. “(Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”, 3. Iman menanamkan sikap “self helf” dalam kehidupan. Rezeki atau mata pencaharian memegang pernana penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan kehidupannya, kadangkadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepetingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah dalam QS. Hud/11: 6. “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)..” 4. Iman memberikan ketenteraman jiwa. Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah) seperti dijelaskan firman Allah dalam Q.S. al-Ra’du/13: 28. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” 5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah). Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam Q.S al-Nahal/16: 97. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” 6. Iman melahirkan ikhlas dan konsekuen. Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah dikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 18 pada firman Allah Q.S. al-An’am/6:162. “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” 7. Iman memberikan keuntungan. Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang-orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 5 “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orangorang yang beruntung.” 8. Iman mencegah penyakit Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.Jika karena pengaruh tanggapan, baik indra maupun akal, terjadi perubahan fisiologis tubuh (keseimbangan terganggu), seperti takut, marah, putus asa, dan lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena itu orang-orang yang dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit modern, seperti darah tinggi, diabetes, dan kanker. 13 Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera. HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM 13 Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 24. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 19 CIRI-CIRI DAN SIFAT-SIFAT MANUSIA Manusia 14 tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh dan fisiologisnya. Fungsi-fungsi kebinatangan ditentukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya. Pada primata (bangsa monyet) yang lebih tinggi bahkan dapat ditemukan intelegensia yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan sehingga memungkinkan binatang untuk melampaui pola-pola kelakuan yang telah digariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar eksistensinya yang tertentu masih tetap sama. Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM). Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini. Dia mengetahui yang mana yang benar dan mana yang salah, yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, serta mana yang indah mana yang jelek. Secara terus menerus dia dipaksa harus mengambil pilihan: mana jalan yang benar mana jalan yang salah, mana tindakan yang baik mana tindakan yang buruk, dan apa yang indah dan apa yang jelek. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpaling kepada pengetahuan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara sungguhsungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Pengetahuan ini dapat dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu. Secara garis besar cara berfikir seperti ini disebut penalaran. Binatang mampu berfikir namun tidak mampu berfikir nalar. Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan fikiran yang mampu menalar. Para ahli pikir berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan tersebut sebenarnya disebabkan oleh kenyataan kekuatan dan peran, multi dimensional yang dimainkan manusia. Sedangkan kecenderungan para ahli pikir hanya meninjau dari sisi 14 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000, h. 1Lihat juga Syahidin dkk, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, h. 11-12. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 20 yang menjadi titik pusat perhatiannya dan mengabaikan sisi yang lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak dari zaman ke zaman juga senantiasa memperkaya wawasan mereka tentang manusia. Pada zaman modern pendefinisian manusia banyak dilakukan oleh mereka yang menekuni bidang psikologi 15 . Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku hasil interaksi antara komponen biologis (Id), psikologis (ego) dan sosial (superego). Didalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai). Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanicus (manusia mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisis prilaku yang nampak saja, yang diukur, dilukiskan dan diramalkan. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya. Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia. Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia bermain). Aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreatifitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanisme manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri. Perdebatan mengenai siapa manusia itu dikalangan para ilmuwan terus berlangsung dan tidak menemukan satu kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang paling besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang. HAKIKAT DAN CIRI-CIRI PENALARAN Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berfikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logikanya tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri kepada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan fikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan 15 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 2. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 21 kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiaptiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing. Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir logis, dimana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain, menurut logika tertentu. Hal ini patut kita sadari bahwa berfikir logis itu mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Suatu kegiatan berfikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain. Hal ini sering menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai kekacauan penalaran yang disebabkan oleh tidak konsistennya kita dalam mempergunakan pola berfikir tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis, dan kerangka berfikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah 16 , dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berfikir tertentu. Tanpa adanya pola berfikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. JENIS-JENIS DAN SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN 17 Dalam hipotesis adanya Wahyu Allah maka dapatlah dikatakan bahwa ada empat sumber pengetahuan manusia yaitu : ‘Pikiran manusia’. Hal ini melahirkan paham Rationalisme yang berpendapat bahwa sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rationya (akal budinya). Pelopornya ialah Rene Descartes. Aliran ini sangat mendewakan akal budi manusia yang melahirkan paham ‘intelektualisme’ dalam dunia pendidikan . ‘Pengalaman manusia’. Dengan ini muncul aliran Empirisme yang dipelopori oleh tokoh John Locke. Manusia dilahirkan sebagai kertas putih/meja putih. Pengalamanlah yang akan memberikan lukisan kepadanya. Dunia empiris merupakan sumber pengetahuan utama. Dalam dunia pendidikan terkenal dengan teori ‘tabula rasa’ (teori kertas putih). ‘Intuisi manusia’. Kalau pengetahuan yang diperoleh secara rasional dan empiris yang merupakan produk dari sesuatu rangkaian penalaran maka intuisi merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran itu. Jawaban dari permasalahan yang sedang dipikirkan muncul di benak manusia sebagai suatu keyakinan yang benar walaupun manusia tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya untuk sampai ke situ secara rasional. Pengetahuan intuitif ini dipakai sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menetapkan benar tidaknya penetapan yang dikemukakan itu. Kegiatan intuitif dan analitik saling bekerja sama dalam menemukan kebenaran. Bagi tokoh Nietzsche intuisi ini 16 17 Endang Saifuddi Anshari, Wawasan Islam , h. 113. Endang Saifuddi Anshari, Ilmu Falsafat Dan Agama, h. 97. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 22 merupakan ‘intelegensi’ yang paling tinggi dan bagi tokoh Maslow merupakan ‘pengalaman puncak’ (peak experience). ‘Wahyu Allah’, adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat para nabi yang diutus-Nya sejak nabi pertama sampai yang terakhir sebanyak 25 orang. Wahyu Allah ini dikodifikasikan dalam tiga buah kitab suci yaitu : Taurat, Injil dan Al-Quran. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh empiri maupun yang mencakup permasalahan yang transedental seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti (di hari kemudian). Pengetahuan ini berdasarkan kepercayaan atau keimanan kepada Allah sebagai sumber pengetahuan, kepada kehidupan di akhirat, kepada malaikat-malaikat, (sebagai perantara Allah menemui para nabi), kepada kitab-kitab suci (sebagai cara penyampaian) dan kepada para nabi (sebagai perantara dan penerima wahyu Allah tersebut). Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Ilmu pengetahuan adalah sebaliknya yaitu dimulai tanpa dengan kepercayaan dengan rasa tak percaya ilmu pengetahuan mulai mengkaji dengan riset, pengalaman dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual. Antara kesemua sumber pengetahuan itu tak mungkin ada kontradiksi. Apa sebab? Karena kesemuanya berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Jika terasa ada kontradiksi maka itu hanyalah nampaknya saja, sebenarnya bukanlah kontradiksi atau pertentangan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, lahirlah 5 (lima) jenis pengetahuan manusia . Pengetahuan biasa (knowledge), dengan singkat disebut “pengetahuan”, yaitu pengetahuan yang tidak amat sadar, pengetahuan yang berlaku umum, tetap dan pasti dan yang terutama untuk keperluan sehari-hari. Atau dengan kata lain “kesatuan antara subjek mengetahui dan objek yang diketahui”. Pengetahuan ini bersumber dari pengalaman indrawinya yang diolahnya lebih lanjut. Ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah, science, wetenschap, wiscenchaft) yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang dengan sangat sadar menuntut kebenaran. Pengetahuan ilmiah ini bersumber dari pengalaman empiris (riset) melalui berbagai proses : pengumpulan data dan fakta, pengamatan, penggolongan, hipotesa, penyajian, perumusan teori, dan seterusnya. Pengetahuan filsafat, yaitu hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami (menyelami dan mendalami) secara radikal, integral dan universal hakikat semua yang ada (hakikat Tuhan, alam dan manusia), serta sikap manusia termaksud sebagai konsekwensi daripada faham (pemahaman)-nya tersebut. Pengetahuan filsafat ini bersumber dari fikiran (ratio) manusia. Pengetahuan intuisi, yaitu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran. Pengetahuan ini bersumber dari intuisi (instink) manusia. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh manusia berdasarkan kepercayaan. Pengetahuan ini bersumber dari wahyu (kalam Allah) yang disampaikan kepada manusia melalui para Rasul (nabi). TEORI-TEORI KEBENARAN DAN INSTITUSI KEBENARAN Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 23 Kebenaran ialah sesuatu yang abstrak dan relatif kelihatannya. Untuk itu perlu dipermasalahkan terlebih dahulu apakah kebenaran itu, bagaimana kriterianya. Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka Louis O Kattsoff dalam bukunya Unsur-unsur Filsafat mengemukakan tiga teori kebenaran yaitu : 18 Teori Korespondensi (Correspondence, Accordance). Teori korespondensi ialah suatu teori yang menyatakan bahwa sesuatu itu benar apabila sesuai dengan kenyataannya. Misalnya, api itu membakar, bumi itu bulat. Teori Koherensi (Consistence). Teori koherensi ialah suatu teori yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar jika kebenarannya didukung oleh suatu pernyataan lain yang datang sebelumnya. Misalnya, Aminah adalah ibu rumah tangga (sebagai pernyataan pertama). Aminah adalah seorang isteri. Ahmad mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak wanita. Ahmad seorang bapak. Teori Pragmatis (Pragmatic) Teori pragmatis adalah teori yang menyatakan bahwa sesuatu itu benar, apabila bermanfaat atau memuaskan seseorang. Misalnya, biru itu indah; gadis itu cantik. Jika diamati agak teliti, kelihatannya teori korespondensi dan koherensi menitikberatkan pada kenyataan sebagai ukuran kebenaran. Apakah semua kenyataan itu adalah kebenaran ? Judi, korupsi, prostitusi misalnya apakah itu bukan suatu kenyataan ? Tetapi apakah itu suatu kebenaran. Ternyata tidak semua kenyataan yang demikian itu semuanya adalah kebenaran. Teori pragmatis menitikberatkan pada manfaat dan kepuasan sebagai ukuran kebenaran. Bukankah sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang belum tentu bermanfaat pula bagi orang lain? Apakah kebenaran yang dicari oleh manusia adalah kebenaran yang sifatnya demikian? Pasti bukan. Dengan teori kebenaran, ternyata pertanyaan tentang hakikat kebenaran belum terjawab. Karena itu perhatikanlah institusi kebenaran yang meliputi ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. 1).Ilmu Pengetahuan ialah pengetahuan berasal dari pengamatan, studi, dan pengalaman yang disusun dalam satu sistem untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang dipelajari. Jadi ilmu pengetahuan itu tidak lain dari pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang dengan sangat sadar menuntut kebenaran 19 . Dari pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan mengalami dan melalui berbagai proses : pengumpulan data dan fakta, pengamatan, penggolongan, hipotesis, pengujian, perumusan teori, dan sebagainya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan 18 Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 23-25. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987, cet. VII, h. 18. 19 .Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. IV,1993, h. 113. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 24 ialah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta, kemudian pemahamannya disusun dengan suatu metode tertentu dan dalam suatu sistem. Cabang-cabang ilmu pengetahuan meliputi : Pertama, ilmu-ilmu kealaman (natural sciences) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, matematika, astronomi, Kedua, ilmu-ilmu kemasyarakatan (social sciences), seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, ilmu hukum. Ketiga, ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) seperti ilmu filsafat, ilmu agama, ilmu bahasa, seni. Sampai sejauh manakah kesanggupan ilmu pengetahuan dalam menunjukkan kebenaran. Ilmu pengetahuan hanya mempelajari fenomena alam di sekitarnya. Karena pengetahuan tentang fenomena alam itu sendiri belum tentu lengkap, maka berarti rekomendasi kebenaran tentang alam itu pun tidaklah lengkap. Oleh karena itu, meskipun ilmu pengetahuan telah berjasa kepada manusia dalam memecahkan masalah-masalah manusia, tidak berarti bahwa semua masalah dapat dijawab terutama masalah-masalah yang mendasar sifatnya. 1).Filsafat ialah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radikalnya suatu gejala, dari akar suatu hal yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal. (Dr. Fuad Hasan. Berkenalan Dengan Filsafat Existensialisme). Adapun obyek penyelidikan filsafat menurut Emmanuel Kant, meliputi apa yang dapat diketahui manusia, apa yang harus dibuat manusia, dan apa yang diharapkan manusia. Dalam bukunya Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, H. Endang Saifuddin Anshari, M.A. menyimpulkan bahwa filsafat ialah suatu hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami secara radikal, integral, dan universal hakikat sarwa yang ada (manusia, alam, dan Tuhan, serta sikap manusia itu sebagai konsekuensi dari pahamnya). 20 Puncak pembahasan filsafat ialah alam. Apakah alam itu terjadi dengan sendirinya ataukah ada yang menjadikannya? Para filosof sepakat bahwa ada penyebab pertama yang mendahului kejadian alam ini yaitu yang disebut prima causa. Apa dan siapakah prima causa itu ? Dalam hal ini filsafat mulai berpecah menjadi dua yaitu filsafat idealis dan filsafat materialis. Filsafat Idealis menyatakan bahwa penyebab pertama itu ialah Tuhan, sedangkan Filsafat Materialis menyatakan bahwa penyebab pertama itu ialah materi pertama. Filsafat idealis sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu ada, sedangkan filsafat materialis sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Apabila masalah yang asasi ini diajukan kepada ilmu pengetahuan, ternyata tidak bisa terjawab; kemudian pertanyaan tersebut diajukan kepada filsafat yang hanya dapat dijawab atas dasar spekulasi, terkaan, kiraan atau dugaan. Apakah hal itu disebabkan pertanyaan itu memang tidak ada jawabannya. Manusia tinggal dihadapkan pada dua pilihan yaitu untuk tetap menjadi pemikir bebas (free thinker) atau mencoba mencari jawaban melalui institusi yang lain. Jika yang pertama yang dipilihnya, maka ia akan tetap dalam status quo nya. Akan tetapi ia pun tetap akan dihadapkan pada masalah Tuhan. Kesimpulannya pun berbeda-beda, ada yang atheis (tidak mengakui bahwa Tuhan itu ada), ada yang antitheis (mengakui bahwa Tuhan itu ada, namun ia melawannya), ada yang nontheis (tidak peduli terhadap Tuhan), dan ada pula yang theis, mengakui bahwa Tuhan itu ada tetapi belum tentu beragama. Jika yang kedua yang dipilihnya, maka ia akan mencari jawabannya 20 .Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. IV, 1993. h. 117. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 25 melalui institusi lain yang banyak berbicara tentang Tuhan yaitu agama. Paham tersebut berpendapat bahwa institusi yang paling tinggi dalam memperoleh kebenaran ialah agama. Dia mempunyai kebenaran yang mutlak dan dari agama manusia dapat mengenal Tuhannya. 3).Agama 21 ialah suatu informasi dari Tuhan tentang alam semesta beserta hukumhukumnya, status, dan kedudukannya, yang disampaikan kepada umat manusia melalui manusia-manusia pilihannya, yaitu para rasul yang kemudian ditulis dan dibukukan menjadi kitab suci. Informasi tersebut berasal dari pencipta dan pemelihara yang juga sekaligus menjadi penguasa alam semesta ini. Karena itu sifat informasi tersebut adalah hakiki dan mutlak, karena berasal dari yang mahabenar bukan dari manusia yang mempunyai banyak kelemahan dan keterbatasan. Kebenaran yang demikianlah kebenaran yang hakiki atau kebenaran yang sebenarnya. Kebenaran yang datang dari yang mahabenar adalah kebenaran yang mutlak sementara kebenaran yang datang dari manusia adalah kebenaran relatif. MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM Teori-teori Tentang Proses Kejadian Manusia. a.Teori Evolusi Evolusi berarti perkembangan yang didalam bahasa Inggris evolution. Dalam ilmu sejarah, evolusi diartikan sebagai perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang berjalan sedikit demi sedikit tanpa adanya unsur paksaan. Istilah lawannya adalah revolusi, yang berarti suatu perkembangan yang mendadak yang dicapai melalui pemakaian kekuatan fisik, yang sering kali melalui pertumpahan darah. Peristiwa yang berkaitan dengan revolusi ini, misalnya revolusi fisik yang dialami oleh bangsa Indonesia antara tahun 19451950 yaitu masa perjuangan fisik, revolusi kebudayaan dan juga revolusi industri dan sebagainya. Dalam ilmu pengetahuan alam, istilah revolusi diartikan sebagai perkembangan secara berangsur-angsur dari benda yang sederhana menjadi sesuatu yang lebih sempurna atau sempurna. Paham evolusi ini pertama-tama dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis yang hidup antara tahun 1774-1829. Dialah yang mula-mula berpendapat bahwa kehidupan perkembangan dari tumbuh-tumbuhan menjadi binatang dan binatang menjadi manusia. Pendapatnya ini pada waktu itu belum mendapatkan perhatian orang. Orang yang mempopulerkan pandangan tersebut justru seorang sarjana Inggris, Charles Darwin yang hidup antara 1809-1882 22 , yang seolah-olah dialah tokoh teori ini. Darwin berpendapat bahwa apa yang dapat dicapai oleh manusia secara berencana, dapat pula tercapai oleh alam itu sendiri melalui cara seleksi alam. Ia berpendapat bahwa didalam perjuangan hidup, hanya hewan yang uletlah yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitarnya. Merekalah yang berhasil mempertahankan kelangsungan hidupnya atau survive. Hewan tersebut haruslah mempunyai kelincahan yang cukup dan harus pula fleksibel 21 Fathurrahman Jamil, filsafat Hkum Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), cet. III, h. 34. Lihat juga Peter L. Berger, Hansfried Kellneer, Sosiologi Ditafsirkan kembali, cet. I, Jakarta: LP3ES, 1985, h. 63-102. 22 TYacob Dkk, Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam, h.8. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 26 secara biologis untuk berubah sedikit demi sedikit jika lingkungan menuntutnya demikian. Keturunan dari hewan yang kuat biologisnya ini mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Perubahan itu berlangsung perlahan-lahan selama berjuta-juta tahun lamanya yang ke mudian timbul berbagai jenis binatang yang masing-masing mempunyai variasi-variasi yang sangat berbeda. Dalam bukunya The Origin of Species, ia mengemukakan bahwa semua jenis binatang berasal dari satu sel purba yang diciptakan Tuhan. Sedangkan dalam bukunya yang terbit kemudian The Descent of Man, ia menyatakan bahwa binatang yang paling maju, yaitu kera dengan mengalami proses perjuangan hidup sedikit demi sedikit berubah dan dalam jenisnya yang paling sempurna mengarah menuju wujud manusia. Pandangan tersebut diperkuat dengan hasil penemuan manusia Nederthal pada tahun 1856. Yang dimaksudkan dengan manusia Nederthal ialah tengkorak semacam manusia yang diperkirakan pernah hidup kira-kira 100.000 tahun yang lalu. Nederthal adalah nama dari suatu lembah yang terletak di dekat Dusseldorf, Jerman Barat, tempat tengkorak tersebut ditemukan. Yang mengandung perhatian pada tengkorak tersebut adalah bentuk dahi rendah, menjorok mundur, dan dengan lengkungan besar di atas mata dengan tanpa dagu. Manusia Nederthal amat mirip dengan manusia dan juga mirip dengan kera. Di dekat tempat penemuan tengkorak tersebut juga ditemukan perkakas-perkakas kerja yang primitif. Pada masa berikutnya, di Jerman muncul pula seorang sarjana ilmu pengetahuan alam bernama Ernest Heinrich Haeckel yang hidup pada 1834-1919. 23 Ia dapat disebut sebagai penerus ide Darwin meskipun ada beberapa hal yang berbeda dengan pendapat Darwin. Jika Darwin berpendapat bahwa sel-sel purba diciptakan oleh Tuhan, maka menurut Haeckel dunia ini kekal tidak ada permulaan dan hidup ini tercipta dengan sendirinya secara mekanis. Demikian juga halnya dengan manusia. Dari pengaruh pendapat ini, kemudian timbullah kebiasaan untuk menyamaratakan antara manusia dengan kera dengan ungkapan yang dangkal “manusia berasal dari kera” . Haeckel dengan sikapnya yang atheistis membuka kesempatan yang lebar bagi penganut teori evolusi yang menentang Tuhan. Oleh aliran-aliran Marxisme dan Komunisme dipergunakan sebagai senjata untuk memerangi paham-paham agama. Penerus dari pandangan Haeckel ini adalah Jacques Monod, seorang Perancis ahli biologi modern. Dalam bukunya Le hasard et lanecessite (Kebutuhan dan Keharusan) yang terbit tahun 1970, ia menyatakan bahwa dunia ini tidak mempunyai makna dan arti. Evolusi manusia berjalan atas unsur kebetulan dan nasib yang buta, yang dipersatukan dengan unsur keharusan. Dalam seleksi dan mutasi alamiah, disingkirkanlah apa saja yang tidak mampu untuk melangsungkan kelangsungan hidup. Pandangan ini terutama didasarkannya atas penyelidikan terhadap struktur kimia dari gene (pembawa sifat atau pewaris sifat benda-benda hidup). b. Teori Revolusi Sebagian penganut agama, baik Kristen Katolik dan Protestan maupun Islam tidak senang mendengar teori Darwin ini. Ajaran-ajaran agama tentang kejadian alam dan juga terutama kejadian manusia ditentang oleh teori evolusi. Menurut kitab Kejadian (kitab pertama dalam perjanjian lama) dan juga al-Quran, alam dan manusia ini diciptakan langsung oleh Tuhan, demikian juga manusia. Jadi, manusia tidak berasal dari asal mula 23 TYacob Dkk, Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam, Bandung : Risalah, 1983, cet. I, h. 87. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 27 kejadiannya. Bagi kebanyakan penganut agama, mempercayai kebenaran teori evolusi sama saja dengan menyangkal Tuhan dan menyalahkan kitab suci. Tantangan dari pihak agama demikian hebat sehingga Darwinisme dicap sebagai ajaran atheis, meskipun menurut ceritanya, Darwin sendiri seorang yang percaya kepada Tuhan. Penciptaan alam dan manusia menurut ajaran Alkitab, lebih lanjut, bacalah Bible, kitab Kejadian pasal 1 dan 2. Dalam ajaran Islam yang biasanya dipergunakan untuk menentang teori evolusi adalah ayat terakhir dari surat Yaasin, “Jika sekiranya Allah menghendaki menciptakan sesuatu cukuplah berfirman, “jadilah engkau maka akan menjadi”. Selain itu dalam surat Al-Imran: 59 dinyatakan : “Dia (Allah) menjadikan Adam dari tanah (turab), kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah engkau, lalu berbentuklah manusia.” Jadi, baik penciptaan alam maupun manusia diciptakan Allah dalam waktu sekejap saja. Bukankah Allah itu mahakuasa atas segala-galanya. Tentang penciptaan manusia, orang Islam percaya bahwa manusia pertama itu diciptakan dari tanah yang dinyatakan dalam surat As-Shaffat: 11, surat Al-Imran: 59, surat Al-Hijr: 28, dan surat Al-Mukminun: 12-14. Proses penciptaan seperti ini digambarkan dalam tafsir Al-Jalalain dalam menafsirkan surat Al-Baqarah: 30, “Adam adalah sebagai suatu makhluk yang dicipta dari tanah yang diambil dari berbagai jenis yang kemudian dicampur dengan air, dibentuk, dan ditiupkan ruh ke dalamnya, kemudian menjadi makhluk hidup.” c.Teori Evolusi yang Terbatas Teori evolusi bagi para ilmuwan merupakan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan prinsip ilmiahnya. Teori tersebut memang didukung oleh penemuan-penemuan yang dalam batas tertentu dapat diterima oleh akal, meskipun sebenarnya ada beberapa sanggahan atau sangkalan terhadap kebenaran teori tersebut. Jika manusia berasal dari suatu jenis makhluk yang amat sederhana, yang berlangsung secara perlahan-lahan, mengapa keadaan manusia sekarang ini tidak berevolusi lagi melainkan sudah berhenti hingga di sini saja ? Teori evolusi dikemukakan dengan mendapatkan beberapa kritik, karena ternyata banyak hal tidak dapat dijawab dan Darwin sendiri menyadari akan hal ini, sementara teori evolusi bukannya tanpa kritik sama sekali. Beberapa pendapat menyatakan bahwa konsep tersebut tidak sepenuhnya realistis. Umat Islam khususnya mendasarkan teorinya atas ayat 59 Surat Al-Imran dan ayat 82 Surat Yaasin, yakni kata-kata kunfayakuunu. Kata-kata ini diartikan seperti halnya “sim salabim”, terjadi dalam sekejap mata saja. Sudahkah pasti demikian maksudnya ? Bukankah kata tersebut dapat diartikan sebagai “jadilah engkau, maka pasti akan menjadi”. Jika demikian, apakah tidak ada jarak antara kata “jadilah” dengan kata “maka akan menjadi”. Jika ada jarak, apakah hal itu bukan berarti suatu proses, apakah sudah pasti bahwa proses tersebut adalah proses “sim salabim”. Dengan pengertian seperti ini, maka tidak heran jika ada sebagian orang berpendapat bahwa mungkin saja dari segi jasmaniahnya, manusia itu tercipta melalui proses evolusi sedangkan yang dicipta secara revolusi adalah ruhnya. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut. Penyebutan Nama dalam al-Quran 24 Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi 24 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 10-11. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 28 gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang Pencipta telah menurunkan Kitab Suci al-Quran yang diantara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran konkrit tentang manusia. Penyebutan nama manusia dalam al-Quran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya : 1) Dari aspek historis penciptaanya manusia disebut dengan Bani Adam : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan.” Kata Bani Adam dalam al-Qur’an disebut sebanyak 7 kali. 2) Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang mencerminkan sifat- sifat fisik-kimia-biologisnya : “Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia): (Orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari apa yang kamu minum” (alMukminun 33). Al-Quran menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna. 3) Dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan: “Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarnya pandai berbicara” (Ar-Rahman: 3-4) . Dalam al-Quran kata al-insan disebut di 65 tempat. 4) Dari aspek sosiologisnya menunjukkan annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesama jenisnya. “Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (Al-Baqarah: 21). Kata an-Nas dalam al-Quran disebut sebanyak ± 240 kali. 5) Dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya : “Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka?. Jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)” (Saba: 9). Al-Quran menggunakan kata ‘abdun (hamba) ± 131 tempat. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 29 6) Dari aspek sipat kemanusiaaan yang jinak 25 dan beraab yang selalu diposisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas dari metafisis, dusebut al-ins. “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (ar-Rahman (55): 33). Al-Quran menggunakan kata al-ins sebanyak 18 kali. Aspek Historis Penciptaan Al-Quran tidak memerinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya. Namun al-Quran menjelaskan jawaban yang sangat penting: Dari titik manakah kehidupan itu bermula. Ayat-ayat menegaskan bahwa asal usul manusia (bersifat) air. Hal ini dapat dimulai dari pembentukan alam semesta. “Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman ?”(Al-Anbiya: 30). Kenyataan air adalah komponen paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air, hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan maka pertanyaan yang pertama selalu; adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut ? Data modern menunjukkan bahwa wujud hidup yang paling tua diperkirakan pada dunia tumbuh-tumbuhan. Ganggang telah ditemukan pada periode pra-Cambria, yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan diperkirakan muncul sedikit lebih kemudian; mereka muncul dari laut. Tentang asal usul kehidupan hewan, Allah SWT. Berfirman : “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan (daabah) dari air.”(An-Nur: 45). Kehadiran manusia sebagai makhluk bumi ditegaskan dalam ayat : “Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah (bumi) dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi sebagai suatu keluaran baru.”(Nuh: 17-18). Transformasi-transformasi morfologis terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berurutan. Al-Qur’an pertama kali berbincang tentang suatu “penciptaan” tetapi kemudian ia meneruskan dengan menguraikan suatu tahap kedua yang didalamnya Allah memberi bentuk kepada manusia. Maka tak diragukan lagi bahwa penciptaan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang berurutan. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu bentuk, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam.” (Al25 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Jakarta: Mizan, 1996, cet. III, h. 280. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 30 A’raaf: 11). “Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak membentuk seorang manusia (basyar) dari lempung, dari lumpur yang diacu. Bila Aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya” (Al-Hijr: 28-29). Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja “rakkaba” dalam bahasa Arab berarti membuat sesuatu dari komponen-komponen” sebagaimana dalam ayat : “(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari komponen-komponen.”(Al-Infithar: 7-8). Keberadaan suatu masyarakat manusia tidak selalu kokoh. Bisa saja suatu generasi masyarakat manusia dengan karakteristik tertentu lenyap kemudian digantikan oleh masyarakat lain yang masih merupakan keturunannya. Manusia modern yang ada sekarang ini merupakan bagian dari proses pergantian masyarakat tersebut. “Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain.”(Al-An’am: 133). Komponen Biologis Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukkan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama : “Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi.”(Huud: 61). Ayat-ayat lain menyebutkan manusia dibentuk dari : Thuraab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat : “Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya : “ Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (thuraab), kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna ? “ AlKahfi: 37). 2). Thiin, yaitu tanah lempung sebagaimana ayat : “(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung. “As-Sajdah: 7). Dalam ayat ini al-Quran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari thiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang lain akan segera mengikuti. 3). Thiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat sebagaimana disebut dalam ayat: Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 31 “Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah kami ciptakan itu ? ” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari tanah liat (thiinul laazib).” (As-Shafat: 11). 4). Shalshalun, yaitu lempengan yang dikatakan kalfakhhar (seperti tembikar). Citra di ayat ini menunjukkan bahwa manusia “dimodelkan”. 5). Shalshalun min hamain masnuun (lempung dari lumpur yang dicetak / diberi bentuk) sebagaimana disebut dalam ayat : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al-Hijr: 26). 6). Sulaalatun min thiin, yaitu dari sari pati lempung. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain. 7). Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan sebagaimana disebut dalam ayat : “Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa” (AlFurqan: 54). Reproduksi Asal usul keberadaan manusia dilihat dari sisi reproduksinya banyak sekali dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran. Dalam surat al-Qiyamah ayat 37 misalnya disebutkan bahwa manusia berasal dari nuthfatam min maniyyin yumna (setetes sperma yang ditumpahkan). Nuthfah berarti sejumlah sangat kecil yang sering diartikan sebagai setetes air. Dari sejumlah sperma yang ditumpahkan memang hanya satu sel saja yang pada akhirnya membuahi ovum (sel telur). Kemudian dalam ayat yang lain : “Dari sejumlah kecil cairan, (Tuhan) membentuknya (dalam proporsi yang tepat) lalu menentukannya.”(Abasa: 19). Sel telur yang telah dibuahi tertanam pada lendir rahim kira-kira pada hari ke enam setelah pembuahan mengikutinya dan secara otomatis sungguh telur tersebut merupakan sesuatu yang bergantung (al‘alaq). “Bukankah (manusia) dahulu adalah sejumlah kecil sperma yang ditumpahkan ? Kemudian ia menjadi sesuatu yang bergantung, lalu Allah membentuknya dalam ukuran yang tepat dan selaras.”(al-Qiyamah: 37-38). Sesuatu yang bergantung (al’alaq) terus berkembang sampai kira-kira dua puluh hari ketika ia mulai secara bertahap mengambil bentuk manusia. Jaringan tulang mulai tampak dalam embrio itu secara berurutan diliputi oleh otot-otot. “Kemudian Kami bentuk nuthfah menjadi ’alaqah dan Kami bentuk ‘alaqah menjadi mudghah, dan Kami bentuk mudghah menjadi tulang belulang dan kemudian Kami Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 32 bungkus tulang belulang itu dengan lahm (daging yang utuh).”al-Mukminun: 14). Dua tipe daging diberi nama berbeda di dalam al-Quran. Pertama daging yang digulung-gulung disebut mudghah sedang yang kedua daging yang masih utuh ditunjukkan dengan kata lahm. Ruh dan Nafs Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan roh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakekatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia. “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”(Shaad: 7-12). “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (al-Israa: 85). Ruh adalah getaran ilahiyah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakekatnya. Sentuhan getaran ruhaniyah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya. Istilah nafs banyak tersebar dalam al-Quran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia. “Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir” (Az-Zumar: 42). Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan. Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupan manusia sebelum ia menjumpai peristiwa-peristiwa lainnya di dunia yang lain pula. ..... “langkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang dzalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 33 (sambil berkata): Keluarkanlah nafsmu....”(al-An’am: 93). Tiap-tiap nafs akan merasakan mati. (Ali Imran: 185). Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal, Qalb dan Nafsu. Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, artinya ciptaan 26 , suci, dan seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah. Menurut Imam Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya. Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat alQuran : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Ar-Rum: 30). Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti ruhaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukan kepada ayat : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(al-A’raf: 172). Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa. Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi ruhaniah 26 Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an h. 396. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 34 adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang ‘aqil di zaman jahiliyah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam al-Quran, akal diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam alQuran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana. Alqalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik 27 dan menurut ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi. Adapun nafsu 28 (bahasa Arab al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongandorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al muthmainnah yang diungkapkan alQuran: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surgaKu.”(al-Fajr: 27-30). Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis. 8). Karakteristik Manusia 29 27 Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an, h. 426. Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat li al-Fazh al-Qur’an, h. 522-523. 29 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h..21-22. 28 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 35 Pembahasan di atas menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya di alam semesta ini. Ia memiliki karakter yang khas bahkan dibandingkan makhluk lain yang paling ‘mirip’ sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut kitab suci menyebabkan konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan diantaranya kesadaran, tanggung jawab dan pembalasan. Di antara karakteristik manusia : Aspek Kreasi Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah dirakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan sempurna. Hal ini bisa dibandingkan dengan makhluk lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin dengan banyak kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih fungsional dari tangan simpanse, demikian pula organ-organ lainnya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. (at-Thin:4). 2). Aspek Ilmu Hanya manusia yang mungkin punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat alam semesta di sekelilingnya. Pengetahuan hewan hanya terbatas pada naluri dasar yang tidak bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Tetapi manusia menciptakan kebudayaan dan peradaban yang terus berkembang. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) keseluruhannya.... Baqarah: 31). (al- 3). Aspek Kehendak Manusia memiliki kehendak yang menyebabkannya bisa mengadakan pilihanpilihan dalam hidup. Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan tak akan pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang lurus, ada yang syukur dan ada pula yang kufur. (al-Insan: 3). 4). Pengarahan Akhlak Manusia adalah makhluk yang dapat dibentuk akhlaknya. Ada manusia yang sebelumnya baik-baik tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat menjadi seorang penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu lembaga pendidikan diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang. 9). Misi dan Fungsi Penciptaan Manusia 30 Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada Sang Penciptanya, Allah SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di 30 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, h. 23. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 36 muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Tuhan) maupun horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, karena Allah tidak membutuhkan sedikit pun kepada manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Adz-Dzariat: 56-58). Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5). Penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai ‘kepanjangan’ kekuasaan Allah di muka bumi ini dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya hukum-hukum kemanusiaan yang telah Allah tetapkan. Kekacauan kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri, tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain. Inilah fungsi kehadiran manusia di tengah-tengah alam ini . “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”..... (al-Baqarah: 30). “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (al-Anbiya: 107). Maka jelaslah bahwa kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini . 10). Program Hidup Manusia Tujuan hidup seperti yang telah dirumuskan di atas, haruslah disertai dengan program yang terperinci agar betul-betul mencapai sasarannya. Tujuan tersebut tidak akan tercapai jika dalam menentukan program tidak berlandaskan pada sumber dari rumusan tersebut. Program hidup manusia harus sejalan dengan tujuan; dan bentuk program itu sendiri harus berasal dari perumus tujuan hidup manusia yaitu Allah pencipta manusia. AlQuran sebagai wahyu dari Allah ditambah dengan sunnah Nabi sebagai perwujudan realisasi ajaran Allah. Keduanya merupakan kumpulan dari tuntunan program hidup bagi orang yang beriman. Dengan perkataan lain, program hidup manusia tidaklah didasarkan atas kehendaknya sendiri, tetapi didasarkan atas kehendak penciptanya. Program hidup manusia dituangkan dalam bentuk yang disebut syariah 31 . Syariah ialah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah agar manusia berpegang kepada-Nya dalam menjalankan hidup di 31 Toto Suryana Dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi : Tiga Mutiara, 1996, h. 80. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 37 muka bumi ini. Tugas hidup dalam hubungannya dengan penciptanya, kepada dirinya sendiri, dan kepada makhluk lainnya. Hanya dengan melalui peraturan-peraturan tersebutlah manusia akan mendapatkan bukan hanya kebahagiaan di dunia ini, tetapi juga sebenarnya akan mendapatkan kebahagiaan di hari kemudian (akhirat). Oleh karena itu, syariah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1). Benar dan adil untuk seluruh makhluk. 2). Luwes, mendasar, sesuai dengan sifat dan fitrah manusia, serta cocok untuk segala tempat dan zaman. 3). Menjangkau segala aspek kehidupan manusia, baik pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara. 4). Konsisten, tidak mungkin ada pertentangan satu sama lainnya. Syariah di sini termasuk pengertian tentang bagaimana seseorang melakukan tugas pengabdiannya kepada Allah. Semua ibadah, baik yang ritual maupun yang non ritual hendaknya didasarkan pada syariah. Tidaklah benar suatu ibadah dilakukan tanpa berdasarkan syariah. Ibadah yang demikian itu tidak atau dalam istilah lain sering disebut bid’ah (mengada-ada) atau membuat cara baru yang hendak diajarkan. Jadi, kesimpulan kita ialah bahwa tujuan hidup manusia ini tidak lain adalah untuk beribadah atau mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya. Realisasi pengabdian yang benar adalah yang dilakukan dengan cara yang telah diajarkan oleh Allah. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 38 B A B III AGAMA MENCARI ARTI AGAMA 32 Barangkali tidak ada yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata “Agama“. Demikian Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, bekas Menteri Agama RI memulai ceramahnya berjudul “ Agama, Universitas dan Pembangunan “ di IKIP Bandung pada tanggal 4 Desember 1971. Selanjutnya dikatakannya : “ Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini “. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal bathini dan subyektif, juga sangat individualistis. Alasan kedua ialah, barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosionil dari pada membicarakan agama, maka membahas tentang arti agama itu selalu ada emosi yang kuat sekali sehingga sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga ialah, bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu. (A. MUKTI ALI, Agama, Universitas dan Pembangunan, Bandung, 1071, p.4). Jhon R. Bennet, “Religion” dalam Encyclopedia Americana, volume 29, New York, p.342, menyebutkan : Tidak ada satu definisi tentang “religion” yang dapat diterima secara umum. Para filsuf, para sosiolog, para psikolog dan para teolog dan lain-lainnya telah merumuskan definisi tentang “religion” menurut caranya masing-masing dan sesuai pula dengan tujuan masing-masing. Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu “superstitionus structure of incoherent metaphysical nations” (struktur takhayul faham metafisis yang tidak beraturan), sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut “religion” sebagai “colective expression of human values” (ekspresi kolektif nilai-nilai manusiawi), para pengikut Karl Marx mendefinisikan “religion” dengan “the opiate of the people” (candu bagi rakyat) , sedangkan sementara psikolog menyimpulkan bahwa religion itu “mystical complex surrounding a projected super ego” (kompleks mistis seputar super-ego yang direncanakan). Dari data empiris termaktub diatas, jelaslah bahwa tak ada batasan yang tegas mengenai religion, yang mencakup pelbagai fenomena religion itu. Walaupun betapa mustahilnya memberikan sebuah definisi yang sempurna tentang religion, namun ada bentuk-bentuk yag mempunyai ciri-ciri khas dari pada kepercayaan dan aktivitas manusia yang biasanya dikenal sebagai kepercayaan dan aktivitas religion, yaitu : kebaktian, pemisahan antara yang sakral dan yang profane, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supra natural dan pencarian keselamatan. ETIMOLOGI AGAMA Ada bermacam-macam teori tentang sejarah kata agama. Salah satu diantaranya menyebutkan : Agama berasal dari bahasa Sanksekerta 33 . Akar katanya : gam, setelah mendapat awalan a dan akhiran a menjadi agama (kata benda). Bahasa Sanksekerta 32 33 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987, h. 117-118 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987. h. 122. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 39 termasuk rumpun bahasa Indo Jerman. Dalam bahasa Belanda dan Inggris kita temukan pula kata-kata ga, gaan (Belanda) dan go (Inggris) yang pengertiannya sama dengan gam (Sanksekerta), yang berarti : pergi atau berjalan. Setelah dijadikan kata benda dengan memberikan awalan a dan akhiran a, berarti “jalan”. Maka Agama berarti : satu jalan yang harus dijalaniuntuk mencapai nirwana (syurga). Pada masyarakat Hindu Bali, ditemukan 3 (tiga) istilah yang akar katanya sama, yaitu : Agama yaitu : peraturan, tata cara dan upacara-upacara hubungan manusia dengan Raja. Misalnya : membayar pajak, masuk dinas tentara, dan lain-lain. Igama yaitu : peraturan, tata cara, upacara-upacara hubungan manusia dengan Dewa-Dewa. Misalnya : sembahyang di pura, sesajen dan lain-lain. Ugama yaitu : peraturan, tata cara, upacara-upacara hubungan manusia dengan sesamanya. Misalnya : gotong rorong mendirikan rumah, membantu kemalangan dan lain sebagainya. Dewasa ini, ketiga kata itu tersebar pemakaiannya dalam tiga bahasa : agama dalam bahasa Indonesia, igama dalam bahasa Jawa, dan ugama dalam bahasa Malaysia. (Kesemuanya dalam pengertian yang sama). Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sankrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntutan hidup bagi penganutnya. Din dalam bahasa Semit berarti Undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada paham balasan. Yang menjalankan kewajiban dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari Tuhan. Yang tidak menjalankan kewajiban dan yang tidak patuh akan mendapat balasan tidak baik. Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan caracara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan. Dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan. Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 40 TERMINOLOGI AGAMA Prof. Dr. Harun Nasution 34 dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” Jilid I, hal. 9-11, setelah menguraikan arti kata dien, religi, agama, membuat beberapa definisi sebagai berikut : 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib. 6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah : 1. Kekuatan gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu. 2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan kehidupannya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. 3. Respon yang bersifat emosionil dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama-agama monotheisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama-agama monotheisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan. 4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan dan dalam bentuk tempattempat tertentu. H. Endang Syaifuddin Anshari M.A. dalam bukunya 35 “ Kuliah Al- Islam “ Pustaka, Bandung, hal 21 s/d 23, setelah mengemukakan definisi agama, dien, religi dari beberapa ahli, berkesimpulan membuat satu definisi agama, yaitu : “Agama, Religi atau Dien (pada 34 35 Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, cet. V, h. 9-11. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h.21-23. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 41 umumnya) adalah suatu sistema Credo (tata keyakinan) atas adanya yang mutlak di uar manusia dan satu sistema ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya yang mutlak itu, serta satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud”. Dan jalan untuk tetap berada dekat Tuhan ditentukan oleh tiap-tiap agama. Dalam agama Kristen, berhubung dengan ajarannya tentang dosa warisan yang melekat pada diri manusia, seseorang tidak akan dapat menjadi suci selama ia tidak menerma Jesus Kristus sebagai juru selamat yang mengorbankan diri di atas salib untuk menebus dosa manusia. Hanya setelah ia mengakui inilah baru seseorang dapat menuju kepada pembersihan diri yang sebenarnya, dan akhirnya menjadi orang yang baik dan suci. Untuk itu seseorang harus berusaha mengadakan kontak spirituil dengan Jesus Kristus. Dengan ini roh manusia akan mendapat limpahan dari roh Jesus Kristus yang dalam ajaran agama Kristen penuh dengan rahmat, kebaikan dan kasih sayang. Jalan untuk memupuk dan memelihara kontak itu ialah dengan berdoa, membaca Al- kitab, pergi ke Gereja, merayakan hari-hari suci dan lain-lain yang merupakan jalan untuk senantiasa berada dekat dan teringat pada Tuhan. Agama Hindu atau Hindu Dharma dengan ajarannya tentang Tuhan Yang Maha Esa memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang Hyang Widhi. Persatuan roh dengan badan menimbulkan kegelapan. Badan akan hancur tetapi roh atau atma akan kekal. Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widhi yang disebut moksa. Dan moksa akan tercapai hanya kalau atma telah menjadi suci kembali dari kegelapan yang timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan dengan Tuhan untuk mencapai kesucian jiwa ialah sembahyang di Pura atau di rumah, merayakan hari-hari suci dan sebagainya. Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat di hidup dunia akan masuk surga, dekat dengan Tuhan. Orang yang rohnya kotor dan berbuat jahat di hidup pertama akan masuk neraka, jauh dari Tuhan. Agar dalam hidup kekal di akhirat nanti orang hidup dalam kesenangan, jauh dari kesengsaraan, orang haruslah berusaha supaya mempunyai roh bersih lagi suci dan senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatanperbuatan jahat di dunia. Jalan untuk membersihkan dan mensucikan roh ialah ibadat yang diajarkan Islam, yaitu salat, puasa, zakat dan haji. Tujuan dari ibadat selain dari membersihkan dan mensucikan diri, ialah juga untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat. Jelaslah kiranya bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah membersihkan diri dan mensucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memanglah membina manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu agama monoteisme erat pula hubungannya dengan pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai ajaran-ajaran tentang norma-norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa tidak mementingkan diri sendiri, cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah hati dan sebagainya adalah norma-norma yang diajarkan agama-agama besar. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat merobah kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau agama selalu diidentifikasikan dengan moralitas. Dengan kata lain agama monoteisme atau agama tauhid dengan ajaran-ajarannya bermaksud untuk membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhur. Di sinilah terletak salah satu arti penting dari agama monoteisme bagi hidup kemasyarakatan manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhurlah Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 42 masyarakat manusia baik dapat dibina. Agama-agama yang dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sebagai disebut dalam Ilmu Perbandingan Agama, adalah 36 Islam, Yahudi, Kristen dengan kedua golongan Protestan dan Katholik yang terdapat di dalamnya, dan Hindu. Ketiga agama tersebut pertama merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini. Diantara ketiga agama serumpun ini yang pertama datang ialah agama Yahudi dengan Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen dengan Nabi Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan terakhir sekali datang agama Islam dengan Nabi Muhammad SAW. Ajaran yang beliau bawa ialah ajaran yang diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain dalam bentuk murninya. Sebagai diterangkan oleh Al- Quran, ajaran murni itu ialah Islam, menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai hal ini Surat Ali Imran ayat 19 mengatakan yang artinya : “Agama (yang benar) dalam pandangan Tuhan ialah Islam (menyerahkan diri kepada Nya). Dan mereka yang diberi Kitab bertikai hanya setelah pengetahuan datang kepada mereka; (dan mereka bertikai) karena dipengaruhi perasaan dengki“. Apa yang dimaksud dengan Islam dijelaskan oleh Surat al- Nisa’ ayat 125 yang artinya : “Siapa mempunyai agama yamg lebih baik dari orang yang menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan dan berbuat baik serta mengikuti agama Ibrahim, (agama) yang sebenarnya?”. Bahwa Nabi Ibrahim menyerahkan diri kepada Tuhan dan beragama Islam disebut dalam Surat al- Baqarah ayat 131 yang artinya : “Ketika Tuhannya berkata kepadanya (Ibrahim) : “Serahkan dirimu”, ia menjawab : “Aku menyerahkan diriku kepada Tuhan semesta alam”, dan Surat Ali Imran ayat 67 yang artinya : “Bukanlah Ibrahim seorang Yahudi, bukan pula seorang Kristen, tetapi adalah seorang yang benar (dalam keyakinannya), seorang Islam. Dan bukanlah ia masuk dalam golongan kaum polities”. Ayat 84 dari Surat Ali Imran lebih lanjut mengatakan bahwa bukan hanya agama yang didatangkan kepada Nabi Ibrahim, tetapi juga agama yang didatangkan kepada Nabinabi lain adalah sama dengan agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang artinya: “Katakanlah : “Kami percaya kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail serta suku-suku bangsa lain dan kepada apa yang diturunkan kepada Musa, Isa serta Nabi-nabi lain dari Tuhan mereka. Kami tidak mengadakan perbedaan antara mereka dan kami menyerahkan diri kepada Nya”. 36 Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, h. 19. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 43 Dari ayat-ayat di atas jelaslah kelihatan bahwa agama-agama Yahudi, Kristen dan Islam adalah satu asal. Sejarah juga mennjukkan bahwa ketiga agama itu memang mempunyai asal yang satu. Tetapi perkembangan masing-masing dalam sejarah mengambil jurusan yang berlainan, sehingga timbullah perbedaan antara ketiganya. Pada mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam berdasarkan atas keyakinan tauhid atau keesaan Tuhan yang serupa. Dalam istilah modern keyakinan ini disebut monoteisme. Tetapi dalam pada itu kemurnian tauhid dipelihara hanya oleh Islam dan Yahudi. Dalam Islam satu dari kedua syahadatnya menegaskan : “Tiada Tuhan selain dari Allah”. Dan dalam agama Yahudi Syema atau syahadatnya mengatakan : “Dengarlah Israel, Tuhan kita satu”. Tetapi kemurnian tauhid dalam agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi. Agama Hindu, sungguhpun banyak dianggap termasuk dalam golongan politeisme, mengandung faham monoteisme. Trimurti yang terdiri atas Brahma, Wisynu dan Syiwa mengandung faham tiga sifat atau aspek dari suatu zat Yang Maha Tinggi. Brahma menggambarkan sifat pencipta, Wisynu sifat memelihara dan Syiwa sifat menghancurkan ; tiga sifat atau aspek yang terdapat dalam kehidupan di dunia, kejadian, kelangsungan wujud dan kehancuran. Benda-benda di dunia terjadi, berwujud untuk waktu tertentu dan kemudian hancur. Ini adalah perbuatan Zat Yang Maha Tinggi itu. Dengan demikian di antara agama besar yang ada sekarang, Islam dan Yahudi lah yang memelihara faham monoteisme yang murni. Monoteisme Kristen dengan faham Trinitasnya dan monoteisme Hindu dengan faham politeisme yang banyak terdapat di dalamnya tidak dapat dikatakan monoteisme murni. IV.SYARAT-SYARAT AGAMA Menurut Ilmu Perbandingan Agama, sesuatu aliran kepercayaan itu disebut Agama bila memenuhi tiga syarat 37 , yaitu : Adanya doktrin kepercayaan (Aqidah) Adanya doktrin pemujaan (Ibadah) Adanya aturan-aturan dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia (Syari’ah). Akan tetapi Agama yang sempurna menurut Ilmu Perbandingan Agama ialah Agama yang memenuhi lima syarat, yaitu : Adanya kepercayaan (Aqidah) Adanya pemujaan (Ibadah) Adanya aturan-aturan (Hukum) Adanya Nabi yang membawanya Ada kitab suci yang menjadi sumber hukum. Bandingkan dengan unsur-unsur agama yang di kemukakan Prof. Dr. Harun Nasution di atas. Prof. Dr. H. M. Rasyidi menyebut unsur-unsur agama 38 ialah : 1.Unsur kepercayaan 2.Unsur emosi 37 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h.25 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, cet. VIII, h. 50. 38 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 44 3.Unsur sosial 4.Unsur yang terkandung dalam perkataan “ultimate” yang berarti “yang sangat penting”, “yang tak ada yang lebih penting dari padanya”, atau “yang mutlak”. V.KLASIFIKASI AGAMA ( MACAM-MACAM AGAMA ) 39 Ada bermacam-macam klasifikasi yang dibuat para ahli tentang Agama. Ahmad Abdullah Al- Masdoosi dalam bukunya “Living Religions of the World” menulis, bahwa agama diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu: Revealed and non-revealed (Agama Samawy, yaitu agama Langit, agama wahyu, agama frofetis dan Agama bukan Samawy, yaitu agama bumi, agama ra’yu, agama budaya, agama filsafat, natural religion). Yang dimaksud agama Wahyu (Samawy) ialah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para Rasul- Nya dan kepada Kitab-kitab- Nya serta pesan- Nya untuk disampaikan kepada segenap manusia. Agama Budaya (Bumi) ialah agama yang tidak memandang essensiil penyerahan manusia kepada tata aturan Ilahi. Yang termasuk Revealed Religions ialah Judaisme, Kristen, dan Islam. Selainnya termasuk non- Revealed Relegions, ialah Budha, Hindu dan lain-lain. Agama Missionary dan Agama non- Missionary. Menurut Sir Thomas Arnold, agama Missionary ialah Budhisme, Kristen, dan Islam, sedangkan Judaisme, Brahmanisme dan Zoroastrianisme termasuk agama nonMissionary. Namun menurut Al- Masdoosi hanya Islam sajalah menurut ajarannya yang asli merupakan agama Missionary, namun dalam perkembangannya ternyata kemudian bahwa agama Nasrani dan Budhaisme menjadi agama Missionary. Klasifikasi berdasarkan rasial dan Geografikal 40 , yaitu : Semetik, yaitu agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Arya, yaitu Hinduisme, Jainisme, Sikhisme dan Zoroastrnisme. Monggolia, yaitu Confucianisme, Taoisme dan Shintoisme. Dari Segi Sumbernya. Agama Wahyu (agama Samawy, agama langit, agama frofetis, revealed religion, Din As- Samawy, yaitu ajaran Allah yang diwahyukan kepada para Rasul- Nya untuk disampaikan kepada ummat manusia. Agama Budaya (Agama Bumi, agama Filsafat, agama ra’yu, non- revealed religion, natural religion, Din at- Tabi’i, Din al- Ardhi), yaitu ajarannya bersumber dari pemikiran dan kebudayaan manusia. 39 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h. 126127. 40 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok pikiran Tentang Islam dan Ummatnya, h. 128. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 45 Ciri-ciri Agama Wahyu : 1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tubuh dari masyarakat, melainkan diturunkan kepada masyarakat. 2) Disampaikan manusia yang dipilih Allah sebagai utusan- Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya (Rasul). 3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia. 4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia. 5) Konsep ketuhanannya adalah monoteisme mutlak (tauhid). 6) Kebenarannya adalah universal, yaitu berlaku bagi setiap orang, ruang dan keadaan. 7) Sistem merasa dan berfikirnya tidak inheren dengan sistim merasa dan berfikir tiap segi kehidupan masyarakat, malahan menuntut supaya sistim berfikir dan merasa kebudayaan mengabdikan diri kepada sistim agama itu. 8) Sistim berfikirnya berasaskan perimbangan antara ratio dan rasa. 9) Prinsip ajarannya tentag alam ghaib dapat diterima oleh akal dan tentang alam nyata dapat bertahan dari kritik ilmu, bahkan sesuai dengan perkembangan science dan teknologi. Ciri-ciri Agama Budaya : 1) Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya, (tidak dipastikan waktu tertentu kelahirannya). 2) Tidak disampaikan oelh utusan Tuhan (Rasul Allah). 3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, akan mengalami perubahanperubahan dalam sejarah perjalanannya. 4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal fikiran masyarakatnya penganutnya). 5) Konsep ketuhanannya dinamisme, animisme, politeisme dan paling tinggi adalh monoteisme nisbi. 6) Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap orang, ruang dan keadaan. 7) Sistem berfikirnya berasaskan rasa. 8) Sistem merasa dan berfikirnya inheren dengan sistem merasa dan berfikir tiap segi kehidupan (kebudayaan) masyarakat. 9) Prinsip ajarannya tentang alam ghaib tak termakan oleh akal dan tentang alam nyata tidak bertahan terhadap kritik ilmu. VI.BEBERAPA AGAMA DUNIA Di dunia ini banyak sekali Agama yang dipeluk orang 41 , dan dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa dihindarkan terjadinya kontak antar pemeluk bermacam-macam Agama itu, baik dalam perdagangan, politik dan dalam kegiatan sosial lainnya. Dengan terjadinya kontak sosial itu, maka terjadi pula tukar-menukar informasi dan diskusi Agama, yang sering kali meningkat menjadi polemik dalam surat kabar dan majalah. Berikut ini adalah ulasan singkat tentang beberapa Agama yang bisa diteliti dan diuji berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah diuraikan di atas. 41 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.48. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 46 1. Yahudi. Ajaran ini disebut “yudaisme” karena bersifat nasional dan khusus bagi bangsa Yahudi atau Bani Israil. Diturunkan oleh Allah untuk Bani Israil dengan perantaraan utusanNya yaitu Musa alaihissalam. Kitab sucinya dinamakan “Thaurat” (wasiat lama) yang aslinya tidak ada lagi sekarang. Pada mulanya nabi Musa mengajarkan kepada ummatnya tentang ada dan Esanya Allah, tetapi ajaran yang murni ini akhirnya berubah karena sifat “exclusive nasionalistic” dari penganutnya. Terjadinya perubahan yang bersifat prinsipil bersumber dari syahadat mereka “Schema Yisrael, adonai alaheynu adonai achud” (kitab ulangan 6 : 4) yang di dalam pelaksanaannya rasa kebangsaan diatas dari segalagalanya sehingga keesaaan Allah sendiri menjadi kabur. Di dalam ajaran Yudaisme tidak disebut-sebut hari qiamat, akhirat, siksaan pada hari akhirat dan pembalasan dalam bentuk pahala. Mereka, orang-orang Yahudi, tidak membicarakan keselamatan pribadi penganut-penganut ajaran mereka. Kepada mereka selalu diindoktrinasikan adanya kejayaan yang abadi di Palestina sebagai suatu negara yang dijanjikan Tuhan bagi minoritas Yahudi, satu-satunya ummat yang berhak mewarisi bumi Tuhan sebagai ummat yang terpilih. Peribadatan mereka dilakukan terutama pada hari Sabtu mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Segala pekerjaan tangan seperti menyalakan lampu, memadamkan api dan lain-lainnya terlarang pada hari tersebut. Kepada barang siapa yang berani melanggarnyadiberikan ancaman keras (“Consept Sabbath”). Orang Yahudi mengenal juga sembahyang dan puasa, tetapi tata caranya sangat berbeda sekali dengan Islam. Sembahyang mereka dianjurkan berjamaah dan minimal 10 orang dan dilakukan tiga kali sehari. Sebelum sembahyang mereka juga berhadas dan mengambil air sembahyang, didalam sembahyang diharuskan menutup kepala. Puasa mereka dilakukan pada hari-hari tertentu, seperti “Yom Kippur” selama 24 jam, tanggal 10 dari bulan Tishri dan setiap hari Senin dan Kamis. Bagi orang Yahudi akhlak yang baik lebih diutamakan dari keyakinan yang sempurna. Di dalam Kitab Imamat orang Lewi (Thaurat 10 : 9, 10 : 11) minuman yang memabukkan terlarang bagi setiap penganut ajaran Yudaisme. Larangan ini tidak pernah diindahkan, malahan minuman keras merupakan suatu keharusan di dalam upacara-upacara keagamaan dan mereka meminumnya atas nama Tuhan. Membungakan uang (riba) tidak dibenarkan antara sesama orang Yahudi, tetapi kepada orang-orang yang bukan Yahudi dibolehkan. Kalau ada diantara sesama orang Yahudi yang mempunyai hutang maka dianjurkan untuk saling membebaskan (tidak membayar) pada tahun “Jobel” (tahun pembebasan pada tiap tahun yang kelima puluh). Setiap orang Yahudi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran mereka kepada orang-orang yang bukan keturunan orang Yahudi, sehingga ajaran mereka bersifat “non missionary”. Orang Yahudi tidak mengakui adanya Nabi Isa alaihissalam. Mereka sangat menentang sekali ketuhanan Isa atau Yesus yang diajarkan Agama Kristen. Juga tidak mengenal adanya dosa asal sebagaimana yang dianut oleh orang-orang Kristen. Orang Yahudi juga tidak mengenal pejabat agama (hierarchi gereja). 2. Kristen Ajaran yang dianut Kristen disebut “Christianity” (ajaran Gereja). Walaupun agama Kristen sesungguhnya “Paulunisme” (ajaran Paulus) tetapi nama itu tepat karena ummat Kristen meyakini Yesus Kristus (Isa Almasih) adalah Tuhan. Keyakinan mereka Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 47 dirumuskan dalam bentuk “trinity” (= tritunggal) yang berarti Tuhan itu satu kesatuan yang terdiri dari tiga oknum atau pengata diri. Azas dari tritunggal ini kita temukan rumusannya sebagai berikut : “Tiga pengata diri itu masing-masing Allah dengan sesungguhnya : Bapa itu Allah, Putera itu Allah, roh suci itu Allah, tiga pengata diri Ilahi itu satu Allah, sebab mereka-mereka bertiga mempunyai satu ke-Allahan dengan seutuhnya”. Allah bapa itu bukan anak Allah dan anak Allah itu bukan roh Kudus. Allah itu disebut bapa karena memperanakkan anaknya, dari kekal sampai kekal. Oleh sebab itu Tuhan Yesus disebut anak Allah menurut zat ilahiatNya” (Yahya 5:18)”. Demikian pula Allah bapa disebut Bapa, dari kekal sampai kekal” (Almazmur 2:7). “Roh Kudus disebut Roh, karena keluar dari Allah Bapa dan dari Anak Allah dari kekal sampai kekal” (Yahya 15:26). Ajaran Kristen mengajarkan kepada penganutnya bahwa Yesus mati dengan rela hati di atas tiang salib untuk menebus dosa ummat manusia, untuk perdamaian dan keselamatan. Hal ini terjadi karena menurut ajaran Kristen setiap manusia mewarisi dosa Hawa dan Adam sebagai manusia pertama, maka untuk itulah Yesus dengan suka rela mengorbankan dirinya di tiang salib agar dosa warisan itu hilang dari setiap manusia. Keterangan ini ditemukan dalam Kitab Kejadian 3:16-19. “Atas dosa Hawa dan Adam, wanita akan beranak dengan kesusahan dan pria akan memakan rezekinya dengan berpeluh mukanya. Akibat dari dosa Adam dan Hawa ini maka anak-cucunya turun temurun dilahirkan dengan dosa. Yesus Kristus dengan rela mati di atas salib dengan tujuan untuk menebus dosa segenap manusia semenjak lahirnya”. Ummat Kristen Purba yang mengharap-harap kedatangan kembali Kristus di muka bumi setiap saat yang dekat, tidak menganggap perlu adanya kitab suci tersendiri dan mereka menggunakan sebagai pegangan “Septuaginta” (kitab yang disusun oleh 70 orang). Pada abad ke-IV ummat Kristen mengumpulkan aneka tulisan dalam bahasa Yunani (“logat koine”) yang disebut “Perjanjian Baru”. Segala tulisan di atas tidak ada aslinya, hanya ditemukan codices yang berlain-lainan. Gereja Roma Khatolik mempergunakan terjemahan oleh Jerome dalam bahasa Latin dari Septuaginta, sedangkan gereja Reformasi mempergunakan terjemahan dari Kitab suci orang Yahudi dalam bahasa Ibrani. Kedua perjanjian ini (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang ditulis oleh aneka pengarang dinamakan Bible (Bijbel, Alkitab). Para scholar pada Hebrew University di Yerusalem minta dinilai kembali secara ilmiah asal mula agama Kristen, karena baru-baru ini mereka menemukan aneka naskah purba yang berusia 1500 tahun dari suatu sekta Judeo-Christian yang berasal dari Hawari Nabi Isa alaihissalam. Naskah ini melukiskan bahwa orang-orang Kristen dahulu di Yerussalem adalah pengunjung synagog, mereka melihat Nabi Isa sebagai Nabi dan bukan Tuhan, dan mentaati syari’at Nabi Musa alaihissalam. Juga didalam naskah ini dijelaskan bahwa Isa waktu akan disalib ditukar dengan orang lain yang bernama Yudas Iskariot. Berarti Isa bukanlah mati di atas tiang salib sebagaimana yang dikatakan oleh orang Kristen. Orang-orang Kristen Kuno menjalankan puasa setahun sekali selama 40 hari, mulai hari Rabu-Rabu sampai Paska. Sebenarnya mereka berpuasa selama 6 minggu, kecuali hari Minggu, yang berarti 36 hari atau sepersepuluh tahun. Mereka juga mengenal adanya kewajiban untuk mengeluarkan sebahagian hartanya untuk kepentingan umum seperti zakat dalam Islam. Jumlah yang dikeluarkan untuk kewajiban ini sepersepuluh dari miliknya. Hari untuk beribadah terutama pada hari Minggu, mereka pergi ke gereja-gereja dan melakukan ibadah dalam bentuk doa-doa, khutbah-khutbah dan lain-lainnya. Ajaran Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 48 Kristen memisahkan antara agama dan negara, urusan agama bukanlah urusan negara dan sebaliknya urusan negara tidak boleh dicampuri oleh urusan agama. Orang Kristen mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajarannya kepada orang lain, sehingga ajaran ini bersifat “missionary”. Pada ummat Kristen ada perbedaan antara kaum rohaniawan dan awam, dengan jelas sekali hal ini terlihat pada hierarchi- gereja (pendeta, Padri, Rahib dan sebagainya). Perpecahan pada ummat Kristen dapat dibagi menjadi “schisma” dan “heresie”. Schisma adalah pemisahan diri yang lebih bersifat administratif disciplinair, sedangkan heresie adalah pemisahan diri karena perbedaan ajaran yang fundamentil. Akibat perpecahan ini ummat Kristen terbagi menjadi tiga kelompok besar : Katolik Orthodok Yunani, Katolik Roma dan Gereja Reformasi (Protestan), yang kemudian terpecah-pecah lagi menjadi sekta-sekta. Perpecahan ini bukanlah organisatoris saja tetapi secara prinsipil berbeda dalam keyakinan dan materi ajarannya. 3. H i n d u. Pusat kepercayaan orang Hindu ialah satu “universal spirit” yang tanpa permulaan dan tanpa akhir yang disebut “Brahman” (“world soul”). Dengan istilah lain dikenal “Trimurti” (“Three in one God”), yang dipersonifikasikan oleh tiga dewa: Brahma, Wisynu dan Syiwa. Brahma sebagai pencipta alam semesta; Wisynu sebagai pemelihara dan suka menjelma ke dunia untuk menyelamatkan manusia; Syiwa sebagai pembinasa, penguasa kematian, penyebab dunia binasa, sebagai mahaguru yang bersemayam di gunung Mahameru. Manusia pertama diciptakan dalam bentuk seorang laki-laki oleh Brhma dan diberi nama “Manu” dan seorang perempuan yang diberi nama “Syitarupa”. Dari kedua makhluk inilah berkembang manusia yang dijumpai sekarang. Walaupun semua manusia berasal dari manu dan syitarupa tetapi ajaran Hindu membagi manusia menjadi 4 (empat) kasta atau golongan : Kasta Brahmana, Kasta Kesatria, Kasta Waisya dan Kasta Syudra. Dalam teori kemasyarakatan Hindu tiap-tiap Kasta mempunyai cara-cara, adat dan peraturan-peraturan sendiri. Perkawinan hanya dapat dilakukan antara anggota-anggota sekasta dan tidak benar berlainan kasta. Dari keempat kasta ini, yang paling rendah derajatnya adalah kasta Syudra dan nasib mereka sangat menyedihkan. Dalam hidup ini mereka mengenal “hukum karma” (The law of deed”). Apabila hidupnya baik, setelah mati ia akan dilahirkan kembali ke dunia (“reincarnation”) dalam kasta yang lebih tinggi. Tetapi apabila hidupnya tidak baik, setelah mati ia akan dilahirkan kembali ke dunia dalam kasta yang lebih rendah dan seterusnya merendah, seperti dilahirkan dalam bentuk gajah, anjing, lalat dan nyamuk. Kelahiran kembali dalam bentuk kedua ini disebut “samsara” atau sengsara. Setiap manusia mempunyai roh (“atmen”) yang merupakan bagian dari Brahma, anggapan ini menimbulkan falsafah “Vedenta” yang bercorak “pantheistis”. Semua benda berhakekat Tuhan atau Brahman dan cita-cita yang tertinggi bagi manusia ialah bersatu dengan Tuhan. Disamping itu ada pula falsafah “sankhnya” yang mengakui bahwa manusia mempunyai roh sendiri-sendiri dan tidak merupakan bagian dari Tuhan. Roh-roh ini tidak berawal dan tidak berakhir dan bukan makhluk. Cita-cita manusia yang tertinggi adalah melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh benda duniawi. Dalam bentuk lain ada pula kepercayaan bahwa para dewa dalam kegiatan-kegiatannya dapat menjelma Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 49 sebagai wanita yang dinamakan “Syakti”. Syaktinya Brahma dinamakan Saraswati (dewi kesenian), Syaktinya Wisynu dinamakan Laksmi atau Sri (dewi kemakmuran) dan Syaktinya Syiwa dinamakan Durga (dewi maut) dan Parwati (dewi gunung). Kitab suci Hindu dinamakan “Weda” yang isinya mengandung : a). Mantera-mantera, b). Petunjuk-petunjuk bagi para pendeta untuk melakukan upacaraupacara termasuk korban-korban (sesajen, janda ikut membakar diri dengan mayat suaminya), dan c). Upanisad, artinya duduk di bawah dan dekat seorang guru sebagai petunjuk amalan bagi setiap orang untuk mencapai kebahagiaan. 4.Hindu Bali Ajaran ini pada garis besarnya sama dengan Hindu asli (India) dan tidak begitu ketat dalam aturan-aturannya. Hal-hal yang sedikit berbeda antara lain ialah : a. Semua dewa dipuja (Brahma, Wisynu dan Syiwa), tetapi pemujaan terhadap Syiwa agak sedikit berlebih dari dewa yang lain. Dewa Syiwa menurut orang Bali bersemayam di gunung Agung. Mereka mengenal dewa-dewa lain seperti; Asoka (Pertiwi sebagai Syaktinya), Basuki (dewa hujan), Kumoro (dewa perang), Rati (dewi asmara) dan lainlainnya. b. Kitab suci Hindu Bali yang bernama Weda, tetapi tidak dalam bahasa Sansekerta. c. Perbedaan kasta ada tetapi tidak setajam di India. d. Merekapun percaya pada hukum Karma dan “Reincarnation” tetapi tidak sebagaimana yang ada di India. e. Memuliakan sapi hanya ketentuan-ketentuan dalam kitab suci, dalam kehidupan seharihari tidak begitu nyata, mereka juga memakan daging sapi. Mereka memuja dewa-dewa ditempat yang dinamakan “Pura” dan juga tempat ini digunakan untuk memuja arwah nenek moyang. 5. B u d h a Ajaran ini sebagai hasil pemikiran dan renungan dari Pangeran Sidharta Gautama. Pemikirannya muncul dikala memperhatikan problema kemanusiaan yang selalu ada dalam masyarakat, seperti : sakit, orang tua yang bengkok tidak dapat berjalan, kemiskinan dan lain-lain kesengsaraan. Untuk merenungkan masalah-masalah ini mengapa sampai terjadi, maka Pangeran Sidharta pergi ke bawah sebuah pohon “Ho” (semacam pohon beringin). Sebagai hasil dari pertapaan ini timbullah kesadaran yang disebut “Bodhi” dengan inti ajarannya. “Kebaikan pasti mengakibatkan kebaikan dan kejahatan pasti mengakibatkan kejahatan”, demikianlah Pangeran Sidharta menjadi “Budha” (yang sadar). Berdasarkan undang-undang hidup yang didapatkannya ini, maka Budha menyatakan bahwa kita Weda bukanlah lagi sebagai “Kitab Suci” karena bertentangan dengan hasil renungan dan kesadarannya. Menurut Budha, ummat manusia dibagi menjadi dua golongan, yaitu : yang baik dan yang jahat. Budha mengajarkan jalan tengah atau “follow the midle path”. Tidak dibenarkan hidup bersenang-senang (“life of pleasure”) yang dipandangnya egoistis dan tidak terhormat, begitu pula tidak dibenarkan hidup menyiksa diri ( “Life of self-torture” ). Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 50 Khutbah-khutbah (“sermons”) dan ucapan-ucapan Budha dikumpulkan menjadi tiga kumpulan yang disebut “Tripitaka” atau “Three baskets of Wisdom”. Tripitaka inilah yang dijadikan sebagai kitab sucinya orang Budha. Disamping itu ada pula beberapa buku yang diantaranya menceritakan riwayat hidup Sidharta sebelum menjadi Budha, buku ini dinamakan “Jataka”. Ajaran Budha tidak mengenal kasta-kasta, dewa-dewa atau penyembahan berhala, kependetaan atau rahib-rahib. Mereka mempunyai kelenteng-kelenteng atau kuil-kuil dimana terdapat patung Budha tempat mengenangkan kebesaran Budha dengan menempatkan bunga-bunga di kaki patung Budha dan disertai dengan membawa kemenyan atau setanggi. Setelah wafatnya Budha, maka terjadilah perpecahan dikalangan penganutnya : Golongan “Mahayana” dan golongan “Hinayana”. Golongan Mahayana (kendaraan besar) berpendapat adanya Budha-Budha Surga (diyani Budha) disamping Budha-Budha dunia (Manusyi Budha). Sedangkan golongan Hinayana (Kendaraan kecil) berpendapat bahwa dunia telah beberapa kali didatangi Budha-Budha, dan Budha yang terakhir atau zaman kini adalah Pangeran Sidharta Gautama. 6. I s l a m Islam, akan diuraikan pada Bab-bab selanjutnya sebagai inti dari pembahasan buku ini. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA Keberadaan Agama 42 Dari sejarah filsafat Yunani, kita dapat mengetahui bahwa semenjak 2300 tahun yang lalu sudah ada orang-orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Mereka itu mengatakan bahwa alam ini terdiri dari atom-atom yang berlain-lain susunannya serta masing-masing mempunyai daya gerak membelok; maka dari bentrokan atom-atom tersebut terjadilah segala macam kejadian di alam ini. Tetapi pada zaman modern ini telah terjadi hal-hal yang menjauhkan manusia dari agama secara lebih jauh lagi, lebih menonjol, dalam segi-segi penghidupan yang semua orang dapat melihatnya dengan nyata, baik dalam lingkungan kelompok maupun dalam lingkungan bangsa. Kemajuan pengetahuan 43 dalam abad 16 dan 17 telah mendorong beberapa ahli ilmu pengetahuan untuk menafsirkan keadaan alam dan kejadian-kejadian didalamnya secara mekanis, dengan daya alam itu sendiri dan tidak memerlukan adanya Tuhan. Karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dapat menguasai alam secara lebih menyeluruh dan lebih efektif, sehingga segala perhatian manusia itu hanya diarahkan kepada alam tempat mereka hidup. Di Inggris semenjak abad 16 ada aliran “empiricism” yang mengatakan bahwa 42 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 29-30 43 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.7. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 51 segala sesuatu pengetahuan harus didasarkan kepada panca indra. Filsafat Perancis pada abad 18 banyak dipengaruhi oleh filsafat Inggris seperti tersebut di atas. Para ahli fikir Perancis cenderung untuk menganggap bahwa hasil ilmu pengetahuan itu mutlak, oleh karena sebelum ada ilmu pengetahuan modern manusia banyak berkecimpung dalam ilmu metafisika atau pemikiran-pemikiran abstrak yang bersifat dogmatis. Gambaran ringkas di atas melukiskan keadaan-keadaan di Inggris dan Perancis sekitar abad-abad 17 dan 18, yang menjadi latar belakang pandangan sekuler Barat tentang manusia dan alam. Keadaan-keadaan itu dapat disimpulkan dalam 3 unsur 44 , yaitu : a) Kepercayaan penuh kepada metode ilmu pengetahuan, b) Kehilangan kepercayaan kepada agama (yang dimaksud adalah agama yang dikenal di Barat, yakni agama Kristen), c) Serta makin bertambah meresapnya paham materialisme, yakni pendapat yang mengatakan bahwa yang ada hanyalah benda (materie), karena dapat disadari dengan panca indera, sedangkan jiwa tidak demikian. Ketiga unsur ini yang pada abad 18 telah tersiar luas di Barat, mendorong timbulnya aliran positivisme di abad 19. Agama sebagai realita dipandang para ahli dari berbagai sudut pandang. Fenomena dan prilaku para penganut agama menarik minat para ahli psikologi untuk menyelidiki agama, seperti fenomena penyerahan diri dan sebagainya. Seorang ahli psikologi, anatar lain Freud memandang bahwa agama berasal dari ketidak-mampuan manusia menghadapi kekuatan alam di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya. Munculnya agama pada tingkat perkembangan manusia yang pertama terjadi di saat manusia belum mampu menggunakan akal untuk mengurusi kekuatan yang ada di luar dan di dalam diri. Ia harus menghadapi atau mengatur kekuatan tersebut dengan bantuan kekuatan lain yang efektif. Freud melihat agama sebagai fenomena manusia primitif atau paling tidak pada tahap perkembangan kanak-kanak. Agama dipandang sebagai ilusi atau imajinasi anakanak yang penuh fantasi dan mimpi. Agama dianggap teori primitif tentang alam, dan dengan itu manusia mencoba merebut kenyataan yang dapat mendekatkan kepada kehendak hati daripada membenarkan adanya fakta-fakta dalam kehidupannya. Muhammad Iqbal membantah pendapat Freud dengan menyatakan bahwa memang ada agama-agama yang telah membukakan jalan pelarian secara pengecut dari kenyataankenyataan hidup. Tetapi hal itu tidaklah berlaku bagi semua agama. Dogma-dogma dan kepercayaan-kepercayaan agama sudah tentu memiliki penafsiran metafisika. Penafsiran itu tidak sama dengan penafsiran dari bahan-bahan pengalaman yang menjadi subyek ilmu pengetahuan alam. Agama bukan suatu ilmu fisika atau kimia yang mencari keterangan dari alam dalam arti sebab akibat. Agama menafsirkan suatu bagian pengalaman manusia yang sama sekali berbeda, suatu pengalaman konkrit dalam jiwa manusia yang telah berlangsung lama. Pengalaman ini dibuktikan baik secara akal maupun pragmatis oleh para pemikir dan para Nabi dalam sejarah panjang manusia. Para ahli sosiologi melihat agama sebagai fenomena sosial masyarakat tertarik pula 44 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.9 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 52 untuk menyelidiki agama. Seorang Sosiolog, Aguste Comte (1789-1853) 45 menilai agama sebagai salah satu bagian dari tahap-tahap pemikiran yang berkembang pada sejarah peradaban dunia. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual. Pertama , dinamakan tahap teologis atau fiktif, yaitu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis. Terdapat kekuatan-kekuatan yang mengendalikan alam semesta ini berupa roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak terduga timbulnya. Kedua, merupakan perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Manusia masih terikat pada cita-cita tanpa verifikasi oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait dengan suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Hal yang terakhir ini merupakan tugas dari ilmu pengetahuan positif yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia. Suatu ilmu pengetahuan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkrit tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Pendapat Comte tidak benar-benar menggambarkan kondisi sejarah peradaban manusia itu sendiri. Pada abad ke 13 masih banyak orang di Eropa yang percaya bahwa kedatangan komet Halley adalah pertanda buruk bagi kekuasaan raja-raja yang tengah memerintah. Sementara pada awal abad ke 7 M., Nabi Muhammad s.a.w. yang menyebarkan ajaran Islam telah menentang pendapat para sahabatnya yang menyatakan bahwa gerhana matahari atau bulan akibat kelahiran atau kematian seseorang. Pada kenyataannya ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia modern pun tak lepas dari adanya unsur-unsur keyakinan logis yang tidak nyata dan konkrit. Ketika Maxwell memperlihatkan adanya gelombang elektromagnetik para fisikawan menetapkan eter sebagai zat perantaranya. Zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka zat ini dipostulatkan bahwa ia tidak memiliki massa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruangan dan fungsi satu-satunya hanyalah merambatkan gelombang elektromagnetik. Pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan sistem koordinat semesta raya. Namun percobaan Michelson dan Morley pada tahun 1887 mematahkan pendapat tersebut dan ditemukan kenyataan bahwa gelombang elektromagnetik dapat merambat tanpa membutuhkan zat perantara. Keyakinan logis, meski terbukti salah pada akhirnya, dianggap sebagai sesuatu yang ilmiah oleh para penganut positivisme dan mereka menolaknya untuk aspek agama. Disinilah letak ketidakkonsistenan cara berfikir mereka. Fitrah Terhadap Agama Kenyataan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat sejak dahulu hingga kini membuktikan bahwa hidup di bawah sistem keyakinan adalah tabiat yang merata pada manusia. Tabiat ini telah ada sejak manusia lahir sehingga tak ada pertentangan sedikit pun dari seseorang yang tumbuh dewasa dalam sebuah sistem kehidupan. Agama-agama yang berbeda-beda tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut. 45 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 27-29. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 53 Susunan jagat raya yang demikian mengagumkan telah menggiring manusia kepada keberadaan Sang Pencipta yang Maha Sempurna. Pendapat bahwa kemunculan alam ini sebagai sebuah proses kebetulan sangat tidak memuaskan hati manusia dari masa ke masa. Bahkan teori-teori tentang peluang tidak dapat menjawab proses-proses penciptaan pada makhluk bersel satu, sekalipun yang merupakan bagian yang amat kecil dalam penciptaan. Keberadaan sang Pencipta lebih mendatangkan rasa tentram pada intelek manusia. Watak-watak yang ada pada seluruh unsur alam ini baik yang mati maupun yang hidup lebih mengagumkan lagi. Proses terjadinya hujan, pergerakan planet-planet mengelilingi matahari, burung-burung yang mengudara dengan ringannya dan mengembara ke berbagai belahan dunia menempuh jarak puluhan ribu kilometer, keunikan lebah menata masyarakatnya dan lain-lain sebagainya, seakan-akan mencerminkan sikap ketundukan kepada hukum universal yang diletakkan sang Pencipta di alam raya ini. Oleh karena itu penyembahan manusia kepada Pencipta adalah suatu bagian dari karakteristik dari penciptaan itu sendiri sebagaimana ketundukan satelit mengorbit pada planetnya. “Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) salatnya dan tasbihnya dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (An-Nur: 41). Keteraturan seluruh elemen alam ini membangkitkan kesadaran bahwa kehidupan manusiapun memerlukan keteraturan tersebut. Penerimaan manusia pada sebuah sistem aturan hidup terus berlangsung dari masa ke masa. Agama adalah suatu bentuk sistem tersebut yang kehadirannya berlangsung sejak lama di berbagai sudut bumi dengan bentuk yang berbeda-beda. Kekhasan watak manusia memunculkan dimensi yang berbeda pada hukum-hukumnya. Penyimpangan atas hukum alam menyebabkan kehancuran fisik dan penyimpangan pada hukum manusia yang dapat menyebabkan kehancuran fisik dan juga sosial. Dimensi pahala dan dosa serta hari pembalasan terdapat pada hampir semua agama yang ada di dunia. Dimensi ini secara luas diterima manusia bahkan dalam cara berfikir modern sekalipun. Paham materialisme yang menganggap materi sebagai hakekat yang abadi di alam ini justru tidak mendapat tempat di dunia modern. Bertrand Russel menyatakan bahwa teori Relativitas telah menjebol pengertian tradisional mengenai substansi lebih dahsyat dari argumen filosofi manapun. Materi bagi pengertian sehari-hari adalah sesuatu yang bertahan dalam waktu dan bergerak dalam ruang. Tetapi bagi ilmu alam relativitas pandangan tersebut tak dapat lagi dibenarkan. Sebongkah materi tidak lagi merupakan sebuah benda yang tetap dengan keadaan yang bermacam-macam tetapi merupakan suatu sistem peristiwa yang saling berhubungan. Yang semula dianggap sifat padat dari benda-benda sudah tidak ada lagi dan juga sifat-sifat yang menyebabkan materi di mata seorang materialis nampak lebih nyata daripada kilasan pikiran, sudah pula hilang sama sekali. “Dan mereka berkata : Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (AlJatsiyah : 24). Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 54 Pencarian Manusia Terhadap Agama 46 Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh karena itu pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari muka bumi ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah kehidupan manusia dapat diketahui pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian. Nabi Ibrahim As. Dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan bagaimana manusia mempertuhankan benda-benda mati di alam ini seperti matahari, bulan dan bintang. Demikian pula Nabi Muhammad SAW. Pada akhirnya memerlukan tahannuts karena jiwanya tak dapat menerima aturan hidup yang dikembangkan masyarakat Quraisy di Mekah yang mengaku masih menyembah Tuhan Ibrahim. “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberi petunjuk.” (AdhDhuha: 7). Seiring dengan sifat-sifat mendasar pada diri manusia itu, Al-Quran dalam sebagian besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir manusia untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang dibawa dalam ajaran Islam. Keteraturan alam dan sejarah bangsa-bangsa masa lalu menjadi obyek yang dianjurkan untuk dipikirkan. Perbandingan ajaran antar berbagai agama pun diketengahkan Al-Quran dalam rangka mengokohkan pengambilan pendapat manusia. Akibat adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan atau kemunduran, terjadilah perpindahan (transformasi) agama dalam kehidupan manusia. Tatkala seseorang merasa gelisah dengan jalan yang dilaluinya kemudian ia ‘menemukan’ sebuah pencerahan, maka niscaya ia akan memasuki dunia yang lebih memuaskan akal dan jiwanya itu. Ketenangan adalah modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan pribadi. Padahal masyarakat itu adalah kumpulan pribadi-pribadi masyarakat yang tenang, bangsa yang cerah sesungguhnya lahir dari keputusan para anggotanya dalam memilih jalan kehidupan. “Orang-orang kafir berkata :”Mengapa tidak diturunkan kepada (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya ? “Katakanlah : Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepadaNya. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (Ar-Ra’du : 27-28). Konsistensi Keagamaan 47 Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan realitas secara benar dan apa adanya. Namun manusia juga memiliki keterampilan kejiwaan lain yang dapat menutupi apa-apa yang terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura46 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,h. 31 47 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ikhlas Beramal, 1999-2000,, h. 32. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 55 pura. Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam situasi yang sifatnya temporal dan aksidental tiada keberpura-puraan yang permanen dan esensial. Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas pada seluruh aspek kehidupannya membentuk sebuah pandangan hidup. Namun membentuk sikap konsisten juga bukanlah persoalan yang mudah. Diantara langkah-langkahnya adalah : Pengenalan Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya sehingga bisa membedakannya dengan agama yang lain. Hal ini dapatdilakukan dengan mengetahui ciriciri pokok dan cabang yang terdapat dalam sebuah agama. Jika ada orang menyatakan bahwa “semua agama itu sama”, maka hampir dipastikan bahwa ia sebenarnya tak mengenali agama itu satu persatu. Pengertian Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat dari mana seharusnya kita memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa faedahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang akan terjadi jika manusia meninggalkan ajaran tersebut dan lain-lainnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya akan mengantarkan kita kepada sebuah pengertian. Seseorang yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah mempertahankannya dari upaya-upaya pengacauan dari orang lain. Ia juga dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah. Penghayatan Penghayatan terhadap suatu ajaran agama lebih tinggi nilainya dari sekedar pengertian. Ajaran yang hidup dalam jiwa dan menjadi sebuah kecenderungan yang instingtif mencerminkan tumbuhnya sebuah kesatuan yang tak terpisahkan antara agama dan kehidupan. Interaksi seseorang terhadap ajaran agamanya pada fase ini tidak sekedar dengan pikirannya tetapi lebih jauh masuk ke relung-relung hatinya. Dengan penghayatan yang mendalam seseorang dapat mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan atau keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas. Pengabdian Seseorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam mengamalkan ajaran agamanya akan dapat memasuki pengabdian yang sempurna. Kepentingan hidupnya adalah kepentingan agamanya, tujuan hidupnya adalah tujuan agamanya, dan warna jiwanya adalah warna agamanya. Orang yang memasuki fase ini bagaikan sudah tak memiliki dirinya lagi, karena demikianlah hakikat penghambaan. Fase penghambaan ini yang disebut ibadah, yaitu penyerahan diri secara total dan menyeluruh kepada Tuhannya. Penghambaan ini akan menjelmakan pengamalan cara-cara ibadah tertentu (ritual, mahdhah) dan meletakkan seluruh hidupnya di bawah pengabdian kepada Tuhannya (ghair mahdhah). Pembelaan Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi maka tak boleh ada lagi perintang yang menghalangi jalannya agama. Rintangan terhadap agama adalah rintangan terhadap dirinya sendiri sehingga ia akan segera melakukan pembelaan. Ia Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 56 rela mengorbankan apa saja yang ada pada dirinya, harta benda bahkan nyawa, bagi nama baik dan keagungan agama yang dipeluknya. Pembelaan ini yang disebut jihad, yaitu suatu sikap jiwa yang sungguh-sungguh dalam membela agamanya. Itulah makna konsistensi keagamaan seseorang yang ditampakkan pada jalan kehidupannya. Sejarah mencatat fenomena ini dalam berbagai agama dan ideologi yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia. Para pahlawan muncul dalam berbagai bangsa. Dalam kaitan ini Allah berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (AlHujurat: 15). Agama Sebagai Hidayah Allah . Mufassir besar Syaikh Ahmad Mushthafa al- Maraghi menyebutkan dalam tafsir beliau, bahwa ada lima macam Hidayat yang dianugerahkan Allah S.W.T kepada manusia, yaitu : (1) Hidayatu ‘l- Ilhami, (2) Hidayatu ‘l- Hawasi, (3) Hidayatu ‘l- ‘Aqli, (4) Hidayatu ‘lAdyani dan (5) Hidayatu ‘t- Taufieqi. 48 1. Hidayat al- Ilhami . Hidayat yang pertama adalah : Hidayat al- Ilhami, menurut al- Maraghi ; Hidayatu ‘l- Widjani ‘t- Thabi’i wa ‘l- Ilhami ‘l- Fithri, menurut Syaikh Muhammad ‘Abduh ; Hidayat al- Ghariezati, menurut Syaikh Thanthawi Jauhari, Ghariezah (instink, instinct) ialah renyut hati (gerak hati, implus) yang terdapat dalam bakat manusia maupun binatang; dorongan untuk melakukan sesuatu, dorongan termaksud tidak berdasarkan suatu pikiran; dorongan yang hanya bersifat animal, tidak berdasarkan fikir panjang. Hidayat alGhariezati ini dianugerahkan Allah S.W.T. kepada manusia sejak bayi mula. 2. Hidayat al- Hawasi. Hidayat tingkat kedua ini ialah : Hidayat al- Hawasi, menurut al- Maraghi; Hidayat al- Masya’ir, menurut Muhammmad ‘Abduh. Hawas ialah dria, atau indra, ataupun indria, yaitu alat badani yang peka terhadap rangsang dari luar, seperti rangsang cahaya, rangsang bunyi dan lain sebagainya. Panca-indra ialah (1) alat pelihat, (2) alat pendengar, (3) alat pencium, (4) alat perasa dan (5) alat peraba. (QS. 90 : 8-10) Hidayat al- Hawasi yang berupa Panca-indra ini dianugerahkan Allah S.W.T. baik kepada manusia maupun kepada hewan. Dalam beberapa hal dria hewani lebih sempurna dibanding dengan dria insani. 48 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dengan Agama, Surabaya: Bina Ilmu , 1987. h. 7. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 57 3. Hidayat al- Aqli. Hidayat tingkat yang ketiga ini ialah : Hidayat al- ‘Aqli. Al- ‘Aqlu dalam arti khas berarti akal, dalam arti luas berarti : akal-budi, budhi, atau budhaya manusia. Hidayat budaya manusia ini lebih tinggi tingkatnya daripada kedua hidayat yang terlebih dahulu. Hidayat budaya ini hanya dianugerahkan Allah S.W.T. kepada manusia dan tidak kepada hewan. Dengan demikian, hidayat budayalah yang memisahkan antara insan dan hewan. Sebagai hewan yang berbudaya maka manusia hidup bersama-sama, hidup membina masyarakat, membuat alat perlengkapan untuk keperluan hidup, meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupannya setaraf demi setaraf dari tingkat tertentu ketingkat yang lebih tinggi, yang lebih baik. Pertanyaan yang timbul selanjutnya ialah : Apakah dengan telah memiliki instink (hidayat ketiga), manusia telah terpenuhi hasratnya : yaitu kebahagiaan sejati ? Ternyata bahwa dengan akal budi ataupun budayanya saja manusia tidak dapat mencapai kebahagiaan sejati dan kebenaran terakhir. (lihat QS. 67 : 22-23). 4. Hidayat al- Adyani. Hidayat tingkat keempat ialah : Hidayat al- Adyani. Adyan bentuk jamak daripada Dien, yang ekuivalen (muradif) dengan Agama. Allah S.W.T. bersabda : wa hadaina-hu Najdaini (QS. 90 : 10) – Dan Kami telah memberi Hidayat dua jalan : jalan keutamaan dan jalan kejahatan, jalan kebahagiaan dan jalan kecelakaan, jalan kebajikan dan jalan keburukan. Sedangkan kaum Tsamud, ketika mereka Kami beri Hidayat kepada jalan keutamaan, mereka telah memilih jalan yang sesat, meninggalkan Hidayat (QS. 41 : 17). Sesungguhnya engkau Muhammad sabda Allah S.W.T. memberi Hidayat ke Sirath al- Mustaqiem, jalan yang lurus lempang (QS. 42 : 52). Dengan akal-budinya (Hidayat Allah yang ketiga) semata-mata manusia “mendaki” menjulai dan memetik kebenaran demi kebenaran tertentu. Dengan Agama-wahyu-Nya (hidayat Allah yang keempat) Tuhan telah berkenan “menurunkan” kebenaran demi kebenaran asasi sehingga dapat dicapai oleh manusia. Dengan akal-budinya selanjutnya manusia dapat menemukan kebenaran asasi, kebenaran wahyu, untuk mencapai hasrat citanya : kebahagiaan sejati dan kebenaran hakiki. (lihat pula : QS. 2 : 2, 38, 185; 3 : 73; 4 : 68; 6 : 125; 10 : 35, 108; 17 : 9; 20 : 123; 39 : 22, 41). 5. Hidayat at- Taufiqi. Di samping ada Agama sebagai Hidayat Allah tingkat keempat, masih ada Hidayat Allah yang lainnya, yaitu Hidayat tingkat kelima, yakni : Hidayat at- Taufiqi atau Hidayat al- Ma’unah. Hidayat tingkat kelima ini semata-mata monopoli dipegang oleh Allah S.W.T. Nabi sekalipun tidak berkompeten untuk memberi Hidayat tingkat tertinggi ini. Nabi tidak mampu memberi hidayat tingkat kelima ini kepada Abu Thalib, paman yang sangat mencintai beliau dan sangat beliau cintai. Allah bersabda : Engkau Muhammad tidak dapat memberi Hidayat (at-Taufiqi) ini kepada siapa yang engkaucintai. Allah-lah yang berkenan menganugerahi Hidayat (al-Ma’unah) ini kepada siapa yang dikehendakiNya. (QS. 28 : 56) Bukan, bukan engkau Muhammad yang memberi Hidayat (at-Taufiqi) kepada mereka itu, melainkan Allah-lah yang berkenan menganugerahkan Hidayat (al-Ma’unah)ini kepada siapa yang dikehendakiNya. (QS. 2 : 272). (lihat pula QS. 6 : 149; 10 : 100; 24 : 35). Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 58 APAKAH SEMUA AGAMA ITU SAMA ? 49 Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama tetap diperlukan manusia, sedang dihadapan kita ada bermacam-macam agama, maka timbullah suatu pertanyaan : Apakah Semua Agama Itu Sama ? 1. Pendapat yang Menyamakan Semua Agama. Prof. Dr. H. M. Rasyidi dalam bukunya : Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi menyatakan bahwa : di tanah air kita Indonesia ini terdapat sesuatu pendapat yang tersebar luas meskipun tidak merata, bahwa semua agama itu sama. Yang berpendapat seperti itu bukan hanya orang awam, tetapi juga mantan Presiden RI., Ir. Sukarno, Prof. Glassenah, Dr. J. Verkuyl, Max Muller (1823 – 1900), Lessing (1729 – 1781), Radhakrisnan (mantan Presiden India), dll. Argumentasi yang mereka kemukakan antara lain : Tujuan semua agama itu sama, yaitu mendorong kita untuk melakukan yang baik dan menghindari kejahatan, serta berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya caranya berlainan, orang Islam pada hari Jumat pergi ke Mesjid, orang Kristen pada hari Minggu ke Gereja, sedangkan orang Hindu memuja di suatu candi, atau di tempat yang sunyi jauh dari tempat-tempat yang ramai, melakukan meditasi. Menggunakan analogi 1.Kira-kira pada tahun 1955 mendiang bekas Presiden Sukarno pernah memberi kuliah umum di Universitas Indonesia mengenai agama. Berkata mendiang Sukarno : Saya akan menceritakan kepada saudara- saudara sekalian hikayat seekor gajah dan empat orang buta. Pada suatu hari Sri Baginda sesuatu negara menyuruh mendatangkan gajah beliau di halaman Istana dan memerintahkan agar pada waktu yang sama mendatangkan pula empat orang buta. Setelah gajah dan ke-empat orang tunanetra itu tiba, maka Sri Baginda meminta supaya orang-orang tunanetra itu masingmasing menjawab pertanyaan : Apakah gajah itu ?. Untuk menjawab pertanyaan itu mereka diperintahkan untuk secara bergilir mendekati gajah itu dan meraba-raba badannya. Orang buta pertama maju ke muka dan terpeganglah olehnya ekor si gajah yang dirabanya dari ujung sampai ke pangkalnya. Kemudian ia berkata : Gajah menyerupai penghalau lalat, akan tetapi agak lunak dan panjang. Giliran orang buta kedua tiba. Ia maju ke depan dan kebetulan yang dapat dipegangnya adalah kaki si gajah. Berkatalah ia : Gajah itu seperti bambu besar, meskipun agak lunak. Kemudian dating lah giliran orang buta ketiga. Setelah maju ke depan ia diperintahkan naik tangga, maka terpeganglah olehnya telinga gajah. Setelah dirabanya ia berkata : gajah itu seperti daun telinga besar dan tebal. Akhirnya orang buta keempat mendapat giliran maju ke depan. Tangannya yang bergerak dengan agak ragu-ragu menyentuh belalai gajah, yang kemudian dipegang dan diraba-rabanya. Kemudian ia berkata : Gajah itu seperti pipa karet yang besar. Berkata mendiang Sukarno: Nah, saudara-saudara. Siapakah yang benar diantara ke-empat 49 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..24. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 59 orang buta itu ? Jawabannya mudah : mereka semua benar, walaupun jawaban mereka berlainan. Begitulah saudara-saudara, keadaan agama. Di Indonesia ada bermacam-macam agama, semuanya benar seperti jawaban-jawaban orang-orang buta tentang gajah itu juga benar. Karena manusia itu kecil, ia tidak dapat mengetahui segala sesuatu. Yang dapat dilihat atau difahami hanya sebagian atau satu dari beberapa segi alam wujud ini. Hikayat semacam ini ditemukan juga dalam buku Prof. Glassenah yang berjudul : “Les Cinq Grandes Religions du Monde” (Lima Agama Besar di Dunia). Dr. J. Vekuyl dalam bukunya “Samakah Semua Agama” pada hal. 12-18 mengatakan: “Dengan sangat indah Lessing menuliskannya dalam sandiwaranya yang termasyhur, yang berjudul : “Nathan der Weise” (Nathan, orang bijaksana). “Sari lakon itu terdapat dalam hikayat “Tri Kalpika” (tiga buah cincin) pada akhir babak kedua. Disana Sultan Saladin peran utama dalam sandiwara itu, bertanya kepada seorang Yahudi, yaitu Nathan yang bijaksana, agama manakah yang terbaik menurut pikirannya, Agama Yahudi, Islam atau Kristen ? “Sebagai jawabnya kepada Sri Sultan maka Nathan pun menceriterakan hikayat berikut : “Dimasa dahulu kala dalam sebuah negeri Timur adalah seorang yang mempunyai sebentuk cincin yang sangat berharga, bertahtakan permata mutu manikam. Khasiat cincin itu ialah membuat si pemakai beroleh kasih sayang dari Allah maupun dari manusia. Karena itu tidaklah heran, bahwa orang itu berpesan kepada anak cucunya, supaya jangan memberikan cincin itu kepada orang lain. Pada waktu matinya, cincin itu diserahkan kepada anaknya yang paling dikasihinya”. “Maka kemudian adalah seorang bapa yang beranak tiga orang, dan kasihnya terhadap ketiga anaknya itu sama, tidaklah dibeda-bedakan, seorang dari pada yang lain. Tatkala ia masih hidup, maka cincin itu dijanjkannya kepada tiap-tiap anaknya itu, dengan tidak setahu masing-masing”. “Ketika dirasanya bahwa ajalnya sudah dekat, disuruh panggillah seorang pandai emas, lalu dikatakannya supaya membuat dua bentuk cincin lagi yang tidak ada bedanya sedikitpun dari cincin yang asli itu. Setelah selesai, maka diperlihatkanlah ketiga cincin itu kepada si ayah itu, dan ia sendiripun tidak lagi dapat mengatakan, yang mana cincin yang asli, demikianlah samanya rupa dan bentuk cincin itu. Dengan demikian ayah itu pun luput dari kesulitan yang dihadapinya”. “Maka dengan rahasia diberikannyalah ketiga anaknya itu masing-masing sebentuk cincin. Sepeninggal ayah itu ketiga anaknya itu masing-maisng mengatakan, bahwa dialah yang mempunyai cincin yang asli. Dan seorangpun tak dapat mengatakan siapa yang benar”. “Demikian pulalah tidak dapat ditentukan agama mana yang benar”, kata Nathan itu pula. 50 “Saladin : Bagaimana ? Hendaklah jangan mempermainkan aku. Pada sangkaku, ketiga agama yang kau sebut tadi dapat dibeda-bedakan yang satu dari pada yang lain, misalnya dalam hal pakaian, makanan atau minuman”. Nathan : “Memang dapat dibeda-bedakan, tetapi itu lahirnya saja. Intisarinya tidaklah dapat dibeda-bedakan, demikian pula dasar-dasarnya. Bukankah semuanya berdasarkan sejarah ? Baik sejarah yang tertulis, maupun adat istiadat ? Dan kita masing-masing percaya akan hal-hal yang diceriterakan oleh orang tua dan orang-orang lain kepada kita, yaitu orangorang yang dengan perbuatannya telah menunjukkan kepada kita kasih dan setianya. 50 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..27. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 60 Mungkinkah saya tidak percaya kepada ayahku, atau tuanku kepada ayah tuanku sendiri ? Demikian pulalah halnya dengan orang-orang Kristen. Bukankah begitu ? Bagaimana pendapat tuanku sendiri ?”. Saladin : “Tuan benar. Aku tidak tahu, apa yang harus katakan”. Nathan : “Mari kita kembali kepada hikayat tadi”. Lalu Nathan menceriterakan, bahwa ketiga anak itu kemudian pergi menghadap kepada seorang hakim minta pertimbangannya. Masing-masing bersumpah menerima cincin yang asli dari ayah almarhum, dan yang seorang lebih menyangsikan kejujuran kedua saudaranya yang lain, daripada sangsi akan perkataan ayah mendiang. Saladin : “Dan bagaimana Hakim itu ? Karena aku ingin sekali mengetahui apa yang tuan suruh katakan oleh hakim itu. Silahkan !”. Nathan : “Kata hakim itu : Hanya ayahmu almarhum sajalah yang dapat mengatakan siapa diantara tuan-tuan yang benar. Atau cincin itulah yang harus membuktikannya sendiri . . . tunggu dulu. Kata tuan-tuan, cincin itu mengandung suatu khasiat, bahwa orang yang memakainya akan dikasihani oleh Allah maupun oleh manusia dan ia akan mengasihi sesama manusia pula ?. Nah, dari cincin itulah kita nantikan jawaban yang benar. Cincin yang tidak berkhasiat demikian itulah yang palsu. Karena itu keputusan yang aku berikan ialah : “Biarkanlah dulu perkara ini seperti sekarang. Kalau tuan-tuan menerima cincin itu masing-masing memperjuangkan kesejatian cincinnya dengan menyatakan kasih sayang terhadap segala manusia, dengan berbuat kebajikan terhadap sesama manusia dan berhati sabar, lagi pula berbakti kepada Allah. Kalau khasiat cincin tuan terbukti dengan jalan demikian, juga pada anak-cucu tuan, aku persilahkan menghadap lagi kepada kursi pengadilan ini seribu tahun lagi. Maka kelak seorang hakim yang lebih bijaksana daripada aku ini akan mengadili tuan-tuan. Aku persilahkan tuan-tuan berangkat sekarang “. Lalu kata Nathan : “Wahai tuanku, Saladin, apa titah tuanku sekiranya hakim yang dimaksud itu tak lain dari tuanku sendiri jua . . . . . . . . ?”. Saladin : “Aku ? Aku yang tak lain dari debu saja ? Seorang sehampa aku ini?”. Nathan : “Daulat tuanku Sultan apa sebabnya tuan menghiba demikian ?”. Saladin : “Oh, Nathan! Nathan! Seribu tahun dalam hikayatmu itu belumlah berakhir. Bukanlah aku hakim yang dimaksud itu. Kursi pengadilannya bukan untukku. Pergilah, pergilah sekarang ! Tetapi aku harap, tuan tetap menjadi kawan sahabat bagiku!”. “Jadi maksud drama Lessing itu ialah : Hentikan sajalah segala persoal-jawaban tentang agama mana yang mengandung kebenaran sesungguh-sungguhny. Karena tiap agama ada inti baiknya. Tiap-tiap agama adalah seruan kepada manusia : pakailah cincinmu, usakanlah supaya Tuhan dan orang-orang senang kepadamu dengan jalan berbuat yang baik. Biarkan orang Yahudi memeluk agama Yahudinya, orang Islam agama Islamnya, orang Hindu agama Hindunya, orang Kristen agama Kristennya. “Dan hendaklah mereka itu masing-masing berbuat kebajikan, sehingga dia dikasihi oleh Allah maupun manusia. Hakekat dan Intisari Semua Agama Sama Di lapangan sejarahagama yang bersifat ilmiah, maka Max Muller 51 (1823-1900) seorang sarjana bahasa dan sejarah, dalam bukunya “Vorlesungen uber Religionswissenschaft” mengemukakan pendapat tentang persamaan hakiki daripada 51 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.. 30. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 61 agama-agama itu. Menurut dia, tiap-tiap agama adalah benar, bahkan juga agama-agama suku. Katanya pula umat manusia sepanjang sejarahnya juga pernah mengalami suatu “masa kanak-kanak”. Pada masa itu, umat manusia berbicara seperti kanak-kanak, cara berfikirnyapun secara kanak-kanak, akan tetapi sekalipun demikian, maka segala ucapannya pada masa itu benar juga. Bahkan sekarangpun dapat dikatakan, bahwa disana sini umat manusia itu belum melampaui “masa kanak-kanak” itu. “Tanda-tanda dari cara berbicara secara kanak-kanak itu ialah kekejaman-kekejaman dan tindakan-tindakan yang mengerikan dalam agama-agama itu, demikian Max Muller. Tetapi katanya pula, wujud dan hakekatnya adalah sama, sebagaimana diucapkan oleh Hillel, rabbi Yahudi itu, yang berbunyi : “Hendaklah engkau menjadi manusia yang baik, hai anakku, hendaklak menjadi manusia yang baik, sebab kehendak Tuhan itulah intisari segenap Taurat dan kitab segala nabi”. “Sejak Max Muller banyak sekali sarjana yang mengikuti jejaknya itu, dan mempelajari soal agama secara demikian. Mengenai asal-usulnya agama-agama di dunia ada juga diantara mereka itu yang lain pendapatnya, akan tetapi dalam hal ini mereka setuju dengan dia, yaitu bahwa tiap-tiap agama di dunia ini berdasarkan beberapa ciri-ciri itu sama saja dalam semua agama. “Kalau orang bertanya kepadanya : “Jadi apakah intisari agama-agama dunia ini ?”, maka mereka menjawab : “Intisarinya ialah, bahwa bila seseorang manusia hidup baik, maka pada akhir hidupnya Allah akan memberikan suatu pahala kepadanya, yaitu kehidupan yang kekal”. “Tiap-tiap agama mentafsirkan intisari itu dengan caranya sendiri, tetapi dalam pada itu intisari itu tetap sama”. “Hal menyamaratakan semua agama itu dengan cara yang menyolok mata nampak pada “Parlemen agama-agama” yang diadakan di kota Chicago 52 pada tahun 1893. Ketika itu utusan-utusan dari berbagai-bagai agama berkumpul, dan disanalah terdengar pendapat bahwa “tembok pemisah antara berbagai-bagai agama didunia ini sebenarnya sudah runtuh”. Hal-hal yang dulu menjadi halangan untuk mempertemukan agama yang satu dengan yang lain, sekarang sudah lenyap, demikian kata mereka itu. Pada konferensi itu, maka Kon-Fu-Tse disamaratakan dengan Gautama Buddha dan Jesus Kristus dengan Nabi Muhammad, lalu mereka katakan, bahwa sebenarnya berita yang disampaikan oleh nabinabiitu sama saja. Ayat-ayat Al- Quran menyebut agama-agama yang dibawa para nabi-nabi: Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Musa, Isa dan Muhammad, semua sama-sama disebut Islam. Lihat Q.S. Ali Imran (3) : 19 , 67, 84 ; Q.S. Al- Baqarah (2) : 131 ; Q.S. Al- Nisa’ (4) : 125 ; dll. Pendapat yang Membedakan Agama-Agama Mayoritas ahli yang mengemukakan ada beberapa hal yang sangat prinsipil membedakan antara satu agama dengan agama lainnya, meskipun dalam beberapa hal di temukan persamaan ajaran-ajarannya. 52 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.31. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 62 Argumentasi yang di kemukakan antara lain : Kenyatan Sosiologis. Prof. Dr. H. M. Rasyidi mengatakan bahwa pada tahun 1967 saya menghadiri konferensi agama di Toyo yang diadakan oleh Frederich Erbert Stiftung 53 . Konferensi itu dihadiri oleh wakil-wakil bermacam-macam kelompok keagamaan dari Asia. Diantara para peserta saya ingat ada seorang sosialis dari India. Dalam gilirannya berpidato antara lain ia mengatakan : Saya ini tidak suka agama, oleh karena saya lihat di India bermacam-macam agama, yang ajaran-ajarannya tidak masuk akal dan bertentangan dengan maslahat bangsa India. “Sebagai contoh, orang-orang ndia menganggap lembu itu suci, tidak boleh dipekerjakan di ladang dan dagingnya tidak boleh dimakan. Akibatnya kami harus menyediakan makanan bagi lembu-lembu tersebut, beratus-ratus hektar tanah ditanami rumput, pada waktu kami sendiri selalu kekurangan makanan dan sering bersandar kepada bantuan negara-negara lain”. “Yang lebih mengecewakan lagi, negara tetangga kami, yakni Pakistan, kekurangan daging, dan seyogyanya kami mengirim ternak ke Pakistan, karena dengan mengirim ternak itu kami akan mendapat devisa asing yang sangat kami perlukan”. “Dengan begitu agama orang India telah merugikan masyarakat dua kali, yakni dengan hilangnya tanah-tanah luas yang hanya dipakai untuk lembu suci, dan dengan hilangnya devisa karena tidak dapat mengekspor lembu. Oleh karena itu maka saya tidak beragama”. Selain itu dapatdilihat bahwa didunia ini sering terjadi peperangan disebabkan masalah agama. Prinsip Ajaran yang Berbeda. b.1 Dalam agama Hindu ada sistim Kasta ; ini berarti bahwa masyarakat Hindu dibagi dalam klas-klas : yang tertinggi adalah Kasta Brahman, yakni golongannya orang-orang ahli agama, yang kedua : Kasta Ksatria, yaitu kelompok tentara atau orang-orang yang berperang dan mengangkat senjata, yang ketiga : Kasta Waesya atau kelompoknya kaun pekerja, yang keempat : Kasta Sudra yang meliputi rakyat jelata dan hamba-hamba. Anggota dari sesuatu kasta tidak boleh bergaul, apalagi kawin dengan anggota kasta lain. Yang sangat menyolok di India ialah keadaan kasta Sudra, karena kasta ini dipandang sangat rendah, sehingga makan-minum pun harus diantara mereka sendiri. Ada lagi golongan yang dinamakan “untouchable” (pantang sentuh), yang sentuhannya dianggap menodai yang menyentuh. Mereka itu diserahi pekerjaan-pekerjaan yang paling rendah seperti membersihkan selokan-selokan, menyapu jalan, dan sebagainya. Majalah Time pernah memuat foto yang menggambarkan beberapa orang “untouchable” sedang menerima upah kerja mereka. Oleh karena orang yang membayar tidak dibolehkan sampai menyentuh badan atau sebagian badan si untouchable, maka pembayaran dilakukan dengan cara menjatuhkan upah itu dari ketinggian 2 s/d 3 dm di tangan si “najis” itu yang dibuka siap untuk menerimanya. Sistem kasta dalam agama Hindu merupakan pokok dasar. Orang-orang India yang ingin membebaskan diri mereka dari belenggu sistem kasta, meninggalkan agama Hindu dan masuk agama Islam atau agama Katolik, yang tidak 53 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.35. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 63 mengenal sistem kasta. Mereka itu hanya sedikit jumlahnya dan dengan keluar dari agama Hindu mereka dapat kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka. b.2. Masalah Perceraian. Adalah satu prinsip yang sangat penting bagi umat Katolik bahwa perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang wanita itu dianggap ikatan untuk selama-lamanya yang tak mungkin dilepas kecuali oleh kematian. Hal semacam itu tidak terdapat dalam agama Islam, juga tidak dalam agama Protestan. 54 Dengan pintu perceraian tertutup sama sekali bagi umat Katolik, maka bagi sepasang suami/isteri yang oleh karena sesuatu sebab tidak lagi dapat hidup bersama, hanya terbuka satu jalan, yaitu apa yang dinamakan “berpisah badan” yang membolehkan mereka hidup sendiri-sendiri sedangkan status mereka sebagai suami/isteri akan tetap berdiri selama mereka masih hidup. Perpisahan badan sedemikian yang kebanyakannya disebabkan oleh adanya pertentangan watak antara suami/isteri, banyak menimbulkan bermacam-macam komplikasi dalam masyarakat. Bayangkan saja seorang wanita muda yang terpaksa memisahkan diri dari suaminya yang juga masih muda. Mereka tidak boleh bercerai dan ini berarti bahwa mereka itu tidak boleh kawin lagi. Karena hajat seks dari kedua pihak masih besar, maka terjadilah hubungan-hubungan di luar perkawinan. Gereja Katolik tetap melarang perceraian, sedangkan agama Islam memperbolehkan perceraian dengan syarat-syarat tertentu. Agama Protestan yang muncul pada tahun 1517 juga mengizinkan perceraian. Dalam soal perceraian ini sungguh perbedaan antara hukum Islam dan Katolik sangat menonjol sekali. b.3. Masalah Keesaan Tuhan (Teologi). Dalam agama Islam, rukun Islam yang pertama adalah membaca syahadat yang berbunyi : “Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah” yang berarti “Aku percaya menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammmad adalah utusan Allah”. Dalam Al-Quran ada suatu surat pendek yang sangat terkenal dan dihafal oleh setiap orang Islam, yaitu surat Ikhlas yang artinya kira-kira : “Katakanlah, hai Muhammad, bahwa Tuhan itu ialah Allah yang Maha Esa, Ia adalah zat yang kepadaNya kita semua memohon, Ia tidak melahirkan dan Ia tidak dilahirkan dan tiada sesuatupun yang dapat menyamaiNya”. Dengan kalimat syahadat dan surat Ikhlas tadi, rasa Tauhid atau mengesakan Tuhan mendapat penegasan yang terang dalam Islam. Sebaliknya dalam agama Kristen, sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja, Allah merupakan Trinitas yaitu Allah Bapak, Allah Anak dan Ruhul Kudus 55 . Walaupun pengikut agama Kristen dan Katolik selalu mengatakan agamanya adalah monoteisme (agama Tauhid yang hanya menyembah satu Tuhan), tetapi soal Trinitas tetap merupakan akidah atau keyakinan orang Masehi. Mereka tidak memberikan keterangan yang mudah dimengerti dan selalu mengatakan bahwa hal tersebut adalah misteri atau rahasia yang 54 55 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h..37 H.M Rasyidi, EMPAT Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta: Bulan Bintang, h.39. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 64 manusia tidak akan dapat memahaminya. Dalam hal ini perlu dikatakan bahwa dalam agama Masehi ada suatu sekte yang terang-terang mengatakan bahwa Tuhan itu satu dan menolak keyakinan tentang Trinitas. Mereka itu disebut “unitarian”. Ilmu Perbandingan Agama Ilmu perbandingan agama sebagai suatu program studi yang berkembang akhirakhir ini menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan prinsip agama-agama yang ada, sehingga perlu dilakukan perbandingan antara ajaran satu agama dengan agama lainnya. Disamping itu, di atas telah dikemukakan adanya klassifikasi agama dan ciri-ciri agama yang bersangkutan. (Lihat uraian di atas). Nash (ayat al-Quran dan Hadis) d.1. Q.S. Al-Kafirun (109) : 1-6. d.2. Piagam Madinah, yang menetapkan bahwa umat Islam dijamin kebebasannya melaksanakan agamanya, demikian juga Yahudi, nasrani dan lain-lain. Pada akhir tulisannya, Prof. Dr. H. M. Rasyidi mengatakan : Segala uraian di atas, membawa kita pada satu kesimpulan, yaitu bahwa semua agama itu tidak sama, bahwa agama-agama itu berbeda-beda satu dengan yang lain, malahan bahwa perbedaan-perbedaannya itu kadang-kadang sedemikian prinsipilnya sehingga dapat membawa umat sesuatu agama memusuhi bahkan memerangi umat agama lain. Disamping itu, tinjauan sejarah tersebut meyakinkan kita bahwa perbedaan-perbedaan dalam agama itu tidak dapat kita elakkan. Ini adalah realitas dunia yang telah kita lihat bersama di masa lampau dan yang kini sedang pula kita hadapi. Kita tak dapat menutup mata kita dan purapura bersikap bahwa perbedaan itu tak ada, karena sikap yang demikian itu pada suatu ketika dapat menjerumuskan kita kembali dalam malapetaka yang mungkin lebih dahsyat. Daripada yang pernah dialami oleh umat manusia. Sebaik-baik sikap yang harus kita ambil ialah agar masing-masing agama menyadari benarbenar adanya perbedaan-perbedaan antara setiap agama di dunia ini. Konsekwensinya ialah, bahwa yang pokok dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu, umat sesuatu agama harus bersikap toleran terhadap umat agama yang lain secara sungguh-sungguh, baik dalam kata maupun tindakan. Bagi pemeluk agama Islam, soal toleransi ini terdapat dalam Al-Quran, surat Haj, ayat 39 dan 40 yang kira-kira artinya : “Tentu izin perang diberikan kepada orang yang telah diperangi, karena sesungguhnya mereka itu telah dirugikan. Sungguh, Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Yaitu orang-orang yang diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan, kecuali karena mereka berkata : ‘Tuhan kami hanyalah Allah’ Sekiranya Allah tidak menahan sekelompok manusia dengan kelompok yang lain, tentulah biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadat Yahudi dan mesjid-mesjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, sudah dihancurkan. Sudah pasti, Allah akan menolong mereka yang menolong agamaNya. Sungguh Allah itu Maha Kuasa dan Perkasa”. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 65 Dalam rangka toleransi antara lain telah ditentukan bahwa orang yang menyiarkan sesuatu agama, tidak diperbolehkan memakai paksaan, baik paksaan kasar maupun halus, yakni dengan mempergunakan daya penarik materil. Dalam hal ini : “Documents of Vatican II” di bawah judul “Religious Freedom” memuat sebagai berikut : “Meskipun begitu, dalam menyebarkan keyakinan agama dan memperkenalkan praktek agama, semua orang harus menghindarkan tindakan yang memberi kesan sebagai paksaan atau cara pembujukan yang tak layak dan hina, khususnya dalam menghadapi golongan orang kafir dan tak terpelajar. Tindakan semacam itu dianggap sebagai penyalah gunaan hak si pelaku dan pelanggaran hak orang-orang lain”. “Biasanya kita membedakan antara kesaksian Kristen dan “proselytism”, serta mengutuk yang akhir ini. Proselytism adalah penyelewengan Kesaksian Kristen dengan memakai cara-cara paksaan yang tersembunyi atau dengan suatu cara propaganda yang tak layak bagi Injil. Proselytism bukan pemakaian hak kemerdekaan beragama, akan tetapi penyalah gunaan hak tersebut”. VIII. KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA a. Makna Ukhuah Islamiyah Ukhuah yang biasa diartikan sebagai “persaudaraan” 56 makna ini dapat dikembangkan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara. Jalinan perasaan itu menimbulkan sifat timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami kesulitan, dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan. Prinsip tolong menolong ini dijelaskan al-Qur’an Kata tolong menolong dalam ayat tersebut berhubungan dengan aspek mu’amalah, yakni pencapaian keperluan hidup manusia. Sikap ta’awun antar umat beragama akan melahirkan kerukunan, menjauhkan diri dari perbedaan, permusuhan dan pertikaian. Kerukunan tersebut akan melahirkan toleransi atau (tasamuh) berlapang dada dalam menghadapi aneka ragam perbedaan pendapat dan keyakinan hidup yang telah mengakar pada setiap individu umat bergama. Di dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip mengenai tasamuh. Prinsip itu terdapat dalam al-Qur’an antara lain dalam ayat-ayat yang (kurang lebih) terjamahannya senagai berikut: 1) Tidak ada paksaan dalam (memeluk sesuatu) agama karena telah jelas mana yang benar dan mana yang salah (Q.S.al-Baqarah/2: 256). 2) Katakan hai Muhammad bahwa telah datang kebenaran dari Tuhanmu. Oleh karena itu barangsiapa yang mau, berimanlah barang siapa yang tidak mau, biaralah ( Q.S.al-Kahfi/18: 29). 3) Sesungguhnya Kami telah memberi petunjuk kepada seorang (untuk) mengikuti jalan yang lurus. Adakalanya ia (orang itu) bersukur, adakalanya ia menolak jalan yang lurus itu ( Q.S. al-Insan/76:3.) 4) Dan apabila Tuhanmu menghendaki, orang yang ada di muka bumi ini akan 56 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.486. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 66 beriman seluruhnya. Apakah engkau hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang berima?( Q.S. Yunus/10: 99). 5) Tuhan tidak melarang kamu berbuat kebaikan dan bersikap jujur terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang jujur(Q.S. al-Mumtahanah/60:80). Dari ayat-ayat di atas mengindikasikan ada beberap prinsip mengenai toleransi dalam ajaran Islam. Di antara prinsip-prinsip itu adalah bahwa menurut ajaran Islam: 1.Tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan itu halus, apalagi kalau dilakukan dengan kasar.2. Manusia berhak untuk memilih dan memeluk agama yang diyakininya dan beribadah menurut keyakinannya itu. 3.Tidak ada gunanya memaksa seseorang agar ia menjadi seorang muslim. Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan mereka yang tidak sepaham atau tidak seagama asal mereka tidak memusuhi Islam. b. Macam-macam ukhuah Islamiah 57 Ukhuah islamiah yang berarti persaudaraan yang bersifat islami atau yang diajarkan oleh Islam dapat disimpulkan bahwa kitab suci memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan: 1. Ukhuah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. 2. Ukhuah insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah saw. menekankan آﻮ ﻧﻮا ﻋﺒﺎ داﷲ اﺧﻮاﻧﺎ روا ﻩ اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة sabda beliau Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. 3. Ukhuah wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. 4. Ukhuah fi din Al-Islam, persaudaran antar sesama muslim. Persaudaraan sesama muslim, berarti saling menghormati dan saling menghargai relativitas masing-masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga tidak menjadi peghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara mereka terikat oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam. Agama Islam memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat terjalin dengan kokoh sebaigaimana disebut dalam al-Qur’an. al-Hujrat/49: 10-12.) “Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanitawanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. 57 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.489. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 67 Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” . Konsep persaudaraan sesama manusia. Ukhuah insaniyyah dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan pertimbangan rasionya. c. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial. Ketika Rsulullah saw. mulai menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Arab, sebagian dari mereka ada menerima ajaran tersebut dan sebagian lagi menolak. Orang yang menolak ajakan Rasulullah tersebut di sebut kafir. Mereka terdiri dari orang-orang musyrik yang menyembah berhala yang disebut orang Watsani, dan orang-orang ahli kitab, baik orang Yahudi maupun Nasrani. Di antara orang-orang kafir tersebut ada yang mengganggu, menyakiti, dan memusuhi orang Islam dan ada yang hidup dengan rukun bersama orang Islam. Orang kafir yang memusuhi orang Islam disebut kafir harbi dan orang kafir yang hidup rukun dengan orang Islam disebut kafir dzimmi. Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi orang islam boleh diperangi oleh orang islam. Kafir dzimmi adalah orang kafir yang mengikat perjanjian atau menjadi tanggungan orang Islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya. Sebagai kompensasi dari dzimmah, perjanjian dan tanggungan keamanannya tersebut mereka wajib bayar jizyah. Ketentuan tersebut dijelaskan oleh Allah dalam QS. al-Taubah/9:29. “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orangorang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” Kebersamaan hidup di antara orang Islam dengan non muslim telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah setelah hijrah. Rasulullah saw. mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari orang-orang kafir da muslim untuk saling membantu dan mejaga keamanan kota Madinah dari gangguan musuh. Rasulullah saw. juga pernah menggadaikan baju besinya dengan gandum kepada orang Yahudi ketika umat Islam kekurangan pangan. Dalam hubungan intraksi sosial dianjurkan ajaran Islam menjalin hubungan silaturahmi antara sahabat dan kenalan dan bahkan untuk merapatkan hubungan bertetangga Dalam masyarakat yang beragam ini, ajara Islam menegakkan kedamaian hidup bersama dengan orang-orang yang berlainan agama, dalam batas-batas yang telah ditentukan,dengan tidak mengorbankan akidah dan ibadah yang telah diatur secara jelas dalam ajaran Islam. Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009 68 Daftar Isi Halaman BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM 1. Konsep Ketuhanan Menurut Filsafat (Pemikiran) 1 2. Konsep Ketuhanan Dalam Islam 5 3. Pengertian Iman, Ciri-ciri orang yang beriman 11 4. Korelasi keimanan dan Ketaqwaan........................................ 15 5. Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Modren...... 15 6. Iman Dan Taqwa Dalam Menjawab Problema Dan Tantangan Kehidupan Modren ………………………………………… ..15 BAB II. MANUSIA…………………………………………………. 18 1. Ciri-ciri dan Sifat-sifat Manusia ………………………… 18 2. Hakikat dan Ciri-ciri Penalaran…………………………. 19 3. Jenis-jenis dan Sumber-sumber Pengetahuan…............... 20 4. Teori-teori Kebenaran dan Institusi Kebenaran................ 22 5. Manusia Dalam Pandangan Islam…………………….. 24 BAB III. AGAMA……………………………………………….. 37 1. Mencari Arti Agama………………………………… 37 2. Etimologi Agama 37 ………………………………. 3. Terminologi Agama……………………………………... 39 4. Syarat-syarat Agama …………………………………. 42 5. Klasifikasi Agama ……………………………………. 43 6. Beberapa Agama Dunia………………………………. 44 7. Hubungan Manusia Dengan Agama…………………. 49 8. Apakah Semua Agama itu Sama?…………………… 57 9. Kerukunan Antar Umat Beragama…………………………… 64 Sahmiar Pulungan : Pendidikan Agama Islam, 2009 USU e-Repository © 2009