Revolusi Perancis

advertisement
Revolusi Perancis
Revolusi Perancis adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di
mana para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di
Perancis dan memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.
Meski Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan monarki
selama 75 tahun setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang dilakukan
oleh Napoleon Bonaparte, revolusi ini dengan jelas mengakhiri ancien régime (bahasa
Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada kekuasaan dinasti seperti Valois dan Bourbon)
dan menjadi lebih penting daripada revolusi-revolusi berikutnya yang terjadi di Perancis.
Penyebab
Banyak faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena
sikap orde yang lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab
lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan dari
kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang merasa
disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki ke badan
legislatif, kepentingan-kepentingan yang berbenturan dari kelompok-kelompok yang
semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah.
Sebab-sebab Revolusi Perancis mencakup hal-hal di bawah ini:









Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan.
Kemarahan terhadap sistem seigneurialisme di kalangan kaum petani, para buruh,
dan—sampai batas tertentu—kaum borjuis.
Bangkitnya gagasan-gagasan Pencerahan
Utang nasional yang tidak terkendali, yang disebabkan dan diperparah oleh sistem
pajak yang tak seimbang.
Situasi ekonomi yang buruk, sebagian disebabkan oleh keterlibatan Perancis dan
bantuan terhadap Revolusi Amerika.
Kelangkaan makanan di bulan-bulan menjelang revolusi.
Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum bangsawan dan dominasi dalam
kehidupan publik oleh kelas profesional yang ambisius.
Kebencian terhadap intoleransi agama.
Kegagalan Louis XVI untuk menangani gejala-gejala ini secara efektif.
Aktivitas proto-revolusioner bermula ketika raja Perancis Louis XVI (memerintah 17741792) menghadapi krisis dana kerajaan. Keluarga raja Perancis, yang secara keuangan
sama dengan negara Perancis, memiliki utang yang besar. Selama pemerintahan Louis
XV (1715-1774) dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk Turgot (Pengawas
Keuangan Umum 1774-1776) dan Jacques Necker (Direktur-Jenderal Keuangan 17771781), mengusulkan sistem perpajakan Perancis yang lebih seragam, namun gagal.
Langkah-langkah itu mendapatkan tantangan terus-menerus dari parlement (pengadilan
hukum), yang didominasi oleh "Para Bangsawan", yang menganggap diri mereka sebagai
pengawal nasional melawan pemerintahan yang sewenang-wenang, dan juga dari fraksifraksi pengadilan. Akibatnya, kedua menteri itu akhirnya diberhentikan. Charles
Alexandre de Calonne, yang menjadi Pengawas Umum Keuangan pada 1783,
mengembangkan strategi pengeluaran yang terbuka sebagai cara untuk meyakinkan calon
kreditur tentang kepercayaan dan stabilitas keuangan Perancis.
Namun, setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi
keuangan Perancis, menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan karenanya ia
mengusulkan pajak tanah yang seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan
Perancis dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia berharap bahwa dukungan dari
Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan mengemalikan kepercayaan akan
keuangan Perancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak tanah mulai
memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut.
Meskipun Callone meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuannya, Dewan Kaum
Terkemuka menolak untuk mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya
lembaga yang betul-betul representatif, seyogyanya Estates-General (wakil-wakil
berbagai golongan) Kerajaan, dapat menyetujui pajak baru. Raja, yang melihat bahwa
Callone akan menjadi masalah baginya, memecatnya dan menggantikannya dengan
Étienne Charles de Loménie de Brienne, Uskup Agung Toulouse, yang merupakan
pemimpin oposisi di Dewan. Brienne sekarang mengadopsi pembaruan menyeluruh,
memberikan berbagai hak sipil (termasuk kebebasan beribadah kepada kaum Protestan),
dan menjanjikan pembentukan Etats-Généraux dalam lima tahun, tetapi ssementara itu
juga mencoba melanjutkan rencana Calonne. Ketika langkah-langkah ini ditentang di
Parlement Paris (sebagian karena Raja tidak bijaksana), Brienne mulai menyerang,
mencoba membubarkan seluruh "parlement" dan mengumpulkan pajak baru tanpa peduli
terhadap mereka. Ini menyebabkan bangkitnya perlawanan massal di banyak bagian di
Perancis, termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di Grenoble. Yang lebih penting lagi,
kekacauan di seluruh Perancis meyakinkan para kreditor jangka-pendek. Keuangan
Prancis sangat tergantung pada mereka untuk mempertahankan kegiatannya sehari-hari
untuk menarik pinjaman mereka, menyebabkan negara hampir bangkrut, dan memaksa
Louis dan Brienne untuk menyerah.
Raja setuju pada 8 Agustus 1788 untuk mengumpulkan Estates-General pada Mei 1789
untuk pertama kalinya sejak 1614. Brienne mengundurkan diri pada 25 Agustus 1788,
dan Necker kembali bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia menggunakan
posisinya bukan untuk mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang baru, melainkan
untuk menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional.
Sejarah
Etats-Généraux 1789
Pembentukan Etats-Généraux menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak
oposisi bahwa pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai
keinginannya. Untuk menghindarinya, Parlement Paris, setelah kembali ke kota dengan
kemenangan, mengumumkan bahwa Etats-Généraux harus dibentuk sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya. Meskipun
kelihatannya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan 1614" ketika mereka
membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan kehebohan. Estates 1614 terdiri dari
jumlah wakil yang sama dari setiap kelompok dan pemberian suara dilakukan menurut
urutan, yaitu Kelompok Pertama (para rohaniwan), Kelompok Kedua (para bangsawan),
dan Kelompok Ketiga (lain-lain), masing-masing mendapatkan satu suara.
Segera setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas penduduk Paris
yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok Ketiga
digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti yang telah dilakukan
dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang berbicara untuk pemerintah,
mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus digandakan, tetapi masalah
pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats sendiri. Namun
kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan pamflet-pamflet,
seperti tulisan Abbé Sieyès Apakah Kelompok Ketiga itu? yang berpendapat bahwa ordoordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan Kelompok Ketiga adalah
bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan.
Ketika Etats-Généraux bertemu di Versailles pada 5 Mei 1789, pidato-pidato panjang
oleh Necker dan Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu
untuk memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke tempat-tempat
pertemuan terpisah untuk membuktikan kredensi para panggotanya. Pertanyaan tentang
apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per kepala atau diambil dari setiap orde
sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namun Kelompok Ketiga kini menuntut
agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan sebagai kelompok. Namun,
perundingan-perundingan dengan kelompok-kelompok lain untuk mencapai hal ini tidak
berhasil, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum bangsawan tetap mendukung
pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.
Majelis Nasional
Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu
sebagai Communes (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"), memulai
pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk ambil bagian,
namun bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian,
menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang
jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan dari
estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk bergabung dengan
mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung memimpin urusan luar
negeri dengan atau tanpa mereka.
Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu
memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai
mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni 1789), di mana mereka setuju untuk
tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis. Mayoritas
perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota
bangsawan. Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya, meski
militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling Paris dan Versailles. Pesan dukungan
untuk majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di Perancis. Pada tanggal 9 Juli,
majelis itu disusun kembali sebagai Majelis Konstituante Nasional.
Majelis Konstituante Nasional
Serbuan ke Bastille
Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di bawah pengaruh bangsawan
konservatif dari dewan kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette, dan
saudaranya Comte d'Artois, membuang menteri reformis Necker dan merekonstruksi
kementerian secara keseluruhan. Kebanyakan rakyat Paris, yang mengira inilah mulainya
kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka. Beberapa anggota militer bergabung dengan
khayalak; lainnya tetap netral.
Pada tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa menduduki penjara Bastille,
membunuh gubernur, Marquis Bernard de Launay, dan beberapa pengawalnya.
Walaupun orang Paris hanya membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2 orang gila, dan
seorang penjahat seks yang berbahaya, Bastille menjadi simbol potensial bagi segala
sesuatu yang dibenci di masa ancien régime. Kembali ke Hôtel de Ville (balai kota),
massa mendakwa prévôt des marchands (seperti walikota) Jacques de Flesselles atas
pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam perjalanan ke sebuah pengadilan
pura-pura di Palais Royal.
Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang
lalu. Lafayette menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly,
presiden Majelis Nasional di masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi walikota di bawah
struktur baru pemerintahan yang dikenal sebagai commune. Raja mengunjungi Paris, di
mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima kokade triwarna, begitupun pekikan vive la
Nation "Hidup Negara" diubah menjadi vive le Roi "Hidup Raja".
Namun, setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh rekonsiliasi
antara raja dan rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara, mulai pergi dari
negeri itu sebagai émigré, beberapa dari mereka mulai merencanakan perang saudara di
kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa menghadapi Perancis.
Necker, yang dipanggil kembali ke jabatannya, mendapatkan kemenangan yang tak
berlangsung lama. Sebagai seorang pemodal yang cerdik namun bukan politikus yang
lihai, ia terlalu banyak meminta dan menghasilkan amnesti umum, kehilangan sebagian
besar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya yang nyata.
Menjelang akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan rakyat menyebar ke seluruh Perancis.
Di daerah pedesaan, hal ini ada di tengah-tengah mereka: beberapa orang membakar akta
gelar dan tak sedikit pun terdapat châteaux, sebagai bagian pemberontakan petani umum
yang dikenal sebagai "la Grande Peur" (Ketakutan Besar).
Penghapusan feodalisme
Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Nasional menghapuskan feodalisme, hak ketuanan
Estate Kedua dan sedekah yang didapatkan oleh Estate Pertama. Dalam waktu beberapa
jam, sejumlah bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak
istimewanya.
Sementara akan ada tanda mundur, penyesalan, dan banyak argumen atas rachat au
denier 30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang dikhususkan dalam legislasi 4
Agustus, masalah masih mandek, meski proses penuh akan terjadi di 4 tahun yang lain.
Dekristenisasi
Revolusi membawa perubahan besar-besaran pada kekuasaan dari Gereja Katolik Roma
kepada negara. Legislasi yang berlaku pada tahun 1790 menghapuskan otoritas gereja
untuk menarik pajak hasil bumi yang dikenal sebagai dîme (sedekah), menghapuskan hak
khusus untuk pendeta, dan menyita kekayaan geraja; di bawah ancien régime, gereja
telah menjadi pemilik tanah terbesar di negeri ini. Legislasi berikutnya mencoba
menempatkan pendeta di bawah negara, menjadikannya pekerja negeri. Tahun-tahun
berikutnya menyaksikan penindasan penuh kekerasan terhadap para pendeta, termasuk
penahanan dan pembantaian para pendeta di seluruh Perancis. Concordat 1801 antara
Napoleon dan gereja mengakhiri masa dekristenisasi dan mendirikan aturan untuk
hubungan antara Gereja Katolik dan Negara Perancis yang berlangsung hingga dicabut
oleh Republik Ketiga pada pemisahan gereja dan agama pada tanggal 11 Desember 1905.
Kemunculan berbagai faksi
Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine
Marie Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai
sayap kanan yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien, bersekutu
dengan Necker, cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip dengan model
Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de Lally-Tollendal,
Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de Virieu.
"Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk
Honoré Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave dan
Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri dalam
radikalismenya di sisi kiri adalah pengacara Arras Maximilien Robespierre.
Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa konsensus
selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.
Di Paris, sejumlah komite, walikota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik perseorangan
mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga
naik pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan dalam
haknya sendiri, begitupun majelis yang didirikan sendiri lainnya.
Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus 1789,
majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warganegara. Seperti Deklarasi
AS, deklarasi ini terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi.
Ke arah konstitusi
Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga sebagai
badan untuk mengusulkan konstitusi baru.
Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat, yang
anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan
mengusulkan majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok
rakyat menyatakan di hari itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral.
Raja hanya memiliki "veto suspensif": ia dapat menunda implementasi hukum, namun
tidak bisa mencabutnya sama sekali.
Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini:
mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah perkelahian
dan insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari Versailles ke
Paris.
Majelis itu menggantikan sistem provinsi dengan 83 département, yang diperintah secara
seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal luas dan populasi.
Awalnya dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini
memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu. Mirabeau
kini memimpin gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini, dengan
majelis itu yang memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada Necker.
Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta
Ke tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis
keuangan ini dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat
menghadapi pengeluaran gereja) melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar
memonter sejumlah besar harta benda itu dengan cepat, pemerintah meluncurkan mata
uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah gereja yang disita.
Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan janji biara. Konstitusi
Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 (meski tak ditandatangani oleh
raja pada tanggal 26 Desember 1790), mengubah para pendeta yang tersisa sebagai
pegawai negeri dan meminta mereka bersumpah setia pada konstitusi. Konstitusi Sipil
Pendeta juga membuat gereja Katolik sebagai tangan negara sekuler.
Menanggapi legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin pemogokan
pendeta dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah menyetujui rencana baru
itu, dan hal ini menimbulkan perpecahan antara pendeta yang mengucapkan sumpah yang
diminta dan menerima rencana baru itu ("anggota juri" atau "pendeta konstitusi") dan
"bukan anggota juri" atau "pendeta yang keras hati" yang menolak berbuat demikian.
Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau
Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja, dll.,
yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan menambahkan
pangkat émigré.
Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-Mars
memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk "setia pada
negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.
Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam setahun,
namun dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat bertemu terus
menerus hingga Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini mengusulkan
pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah
berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi sebelum sempurnanya
konstitusi.
Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai
usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap
revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet,
"mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [1]
Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé berhasil meredam
sebuah pemberontakan kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk
simpatisan kontrarevolusi.
Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti
kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada, yang
yang bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari dalam.
Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik Perancis, yang
paling menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia
Britannica, 152 klub berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat
Jacobin menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk
membentuk Klub '89. Para royalis awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang
berumur pendek dan kemudian Club Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba
membujuk dukungan rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti; hasilnya,
mereka sering menjadi sasaran protes dan malahan huru-hara, dan pemerintah kotamadya
Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari 1791.
Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah
konstitusi. Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas dari
tahta. Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki sendiri.
Pengadilan juri dimulai untuk kasus-kasus kejahatan. Raja akan memiliki kekuasaan
khusus untuk mengusulkan perang, kemudian legislator memutuskan apakah perang
diumumkan atau tidak. Majelis itu menghapuskan semua penghalang perdagangan dan
menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja: setiap orang berhak berdagang
melalui pembelian surat izin; pemogokan menjadi ilegal.
Di musim dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan
legislasi terhadap émigré. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan
perorangan untuk pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya "patutu
ditempatkan di kode Drako." [2]
Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, "Tak seorang
pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan sebelum akhir tahun,
Majelis Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran "drako" ini.
Pelarian ke Varennes
Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang
kemungkinan berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan Jenderal
Bouillé, yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian
dan dukungan di kampnya di Montmedy.
Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya,
sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dikenali dan
ditangkap di Varennes (di département Meuse) di akhir 21 Juni, ia kembali ke Paris di
bawah pengawalan.
Pétion, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili
majelis, bertemu anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan mereka. Dari saat
ini, Barnave became penasihat dan pendukung keluarga raja.
Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara
menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah
pengawalan.
Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
Dengan sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki
konstitusional daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai kompromi yang
membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa boneka: ia terpaksa bersumpah untuk
konstitusi, dan sebuah dekrit menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer
untuk mengumumkan perang atas bangsa, atau mengizinkan tiap orang untuk berbuat
demikian atas namanya berarti turun tahta secara de facto.
Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa
Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di Champde-Mars untuk menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille Desmoulins
memberikan pidato berapi-api. Majelis menyerukan pemerintah kotamadya untuk
"melestarikan tatanan masyarakat". Garda Nasional di bawah komando Lafayette
menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit membalas serangan batu dengan
menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette memerintahkan orangorangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan pembunuhan sebanyak 50 jiwa.
Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat
kabar radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris;
Desmoulins dan Marat lari bersembunyi.
Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci,
Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois
mengeluarkan Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara
mereka sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu, dan
menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak syarat
tersebut.
Jika tidak, pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan
militerisasi perbatasan.
Malahan sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan untuk
menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, Majelis Legislatif. Kini
mereka mengumpulkan sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam
konstitusi tunggal, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak
menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan mengajukannya ke
Louis XVI yang dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis "Saya mengajak
mempertahankannya di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan
menyebabkan pengesahannya yang tentu saja ditempatkan di penyelesaian saya". Raja
memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh antusias dari para anggota dan
penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 29 September 1791.
Mignet menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang
terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah
mengambil kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber semua,
namun tak melaksanakan apapun." [3]
Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki
Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791 - 19 September
1792, lihat Majelis Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis.
Majelis Legislatif
Di bawah Konstitusi 1791, Perancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus
berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun ia masih bisa
mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.
Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam
keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911
Encyclopædia Britannica: "Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal.
Majelis itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan
laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan berhasil."
Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant (monarkis konstitusional) di
sisi kanan, sekitar 330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner radikal) di
sisi kiri, dan sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun.
Sejak awal, raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian dan hal itu
menyatakan bahwa pendeta non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk mengucapkan
sumpah sipil yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih dari setahun,
ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi.
Perang
Politik masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap Austria
dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin khususnya
menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan
perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga meramalkan kesempatan untuk
memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya lebih kuat. Kelompok
Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal
yang menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di
dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie Antoinette, berharap menghindari
perang, namun meninggal pada tanggal 1 Maret 1792.
Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di pihak
Austria beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai.
Setelah pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Perancis, pertempuran militer
yang berarti atas perang itu terjadi dengan Pertempuran Valmy yang terjadi antara
Perancis dan Prusia (20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat resolusi yang
menentukan, artileri Perancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari masa ini,
Perancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjadi masa lalu.
Krisis konstitusi
Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok
revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu akhirnya menjadi
tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menunda monarki: tak lebih dari
sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin.
Apa yang tersisa di pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat
commune mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal 1400
korban, dan mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk mengikuti conth
mereka, majelis itu hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah. Keadaan ini
berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta menulis konstitusi baru,
bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan de facto baru di
Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki dan mendeklarasikan
republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu dari Kalender Revolusi
Perancis.
Konvensi
Kuasa legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif jatuh
ke sisanya di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai paling
berpengaruh dalam konvensi dan komite itu.
Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke
penduduk Perancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya
monarki. Sebagai akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-musuh
Perancis. 17 Januari 1793 menyaksikan tuntutan mati kepada Raja Louis untuk
"konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum" oleh mayoritas lemah di
konvensi. Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan banyak perang dengan negara Eropa
lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie Antoinette, menyusulnya ke
guillotine pada tanggal 16 Oktober.
Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin
radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa kawasan.
Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup parlemen, yang
ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan dukungan publik
terhadap faksi Girondin, dan dengan memanfaatkan kekuatan khayalak sans-culottes
Paris. Kemudian persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-culottes menjadi pusat yang
efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan menjadi agak lebih radikal.
Komite Keamanan Publik berada di bawah kendali Maximilien Robespierre, dan Jacobin
melepaskan tali Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui
kematiannya dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi. Gambaran yang
sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontrarevolusi (atau, pada kasus Jacques Hébert,
semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa menyebabkan seseorang
dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti.
Pada tahun 1794 Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal dan
moderat dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya terkikis
sama sekali. Pada tanggal 27 Juli 1794, orang-orang Perancis memberontak terhadap
Pemerintahan Teror yang sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang menyebabkan
anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati buat Robespierre dan
beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite Keamanan Publik. Pemerintahan baru itu
sebagian besar tersusun atas Girondis yang lolos dari teror, dan setelah mengambil
kekuasaan menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan terhadap Jacobin yang
telah membantu menjatuhkan Robespierre, melarang Klub Jacobin, dan menghukum mati
sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai Teror Putih.
Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795;
sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada
tanggal 26 September 1795.
Direktorat
Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan menciptakan
legislatur bikameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri atas 500
perwakilan (Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (Conseil des
Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur" itu, dipilih tahunan
oleh Conseil des Anciens dari daftar yang diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents.
Régime baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan
meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan tersebut
dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih banyak
kekuasaan.
Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan
kup yang melantik Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya
(1804) pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase republikan spesifik
di masa Revolusi Perancis.
Revolusi lain dalam sejarah Perancis




Revolusi Juli
Revolusi 1848 di Perancis
Komune Paris 1871
Mei 1968, huru-hara yang cukup penting, meski tidak cukup untuk dikatakan
sebagai revolusi
Tokoh-tokoh
Beberapa tokoh dalam Revolusi Perancis:

Jean Baptiste Jules Bernadotte, kelak menjadi Raja Swedia





Jean-Paul Marat
Louis XVI dari Perancis
Louis XVII dari Perancis
Marie Antoinette
Napoleon Bonaparte
Download