BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 SEKALI MERENGKUH INTERFERON, TIGA AKTIVITAS TERLAMPAUI Ratih Asmana Ningrum Laboratorium Protein Terapeutik dan Vaksin Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI [email protected] Interferon Alfa 2a, Protein Unik dengan Tiga Aktivitas Berbeda ernah mendengar istilah protein terapeutik? Protein terapeutik adalah molekul protein yang memiliki aktivitas sebagai obat sehingga dapat digunakan untuk keperluan klinis. Penemuan insulin sebagai antidiabetes pada tahun 1920 menjadi tonggak bagi perkembangan penelitian protein terapeutik yang mencapai kemajuan dengan menakjubkan. Lebih dari 130 protein telah disetujui oleh lembaga Food and Drug Administration (FDA) di Amerika untuk digunakan dalam kepentingan klinis. Sebanyak 95 protein diantaranya diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Salah satu jenis protein terapeutik yang populer dan telah digunakan secara luas adalah interferon (IFN). Berbagai informasi seputar IFN akan disampaikan selanjutnya untuk mengenal lebih dekat protein tersebut, khususnya salah satu jenis protein IFN yang bernama Interferon alfa-2a manusia (hIFNα2a). P IFN merupakan suatu protein yang dihasilkan dalam tubuh ketika sel terpapar oleh virus, bakteri atau antigen asing. Berdasarkan reseptor pada permukaan sel yang dikenalinya IFN terbagi menjadi dua, yaitu tipe I (mengenali reseptor IFNAR1 dan IFNAR2) serta tipe II (mengenali reseptor IFNGR1 dan IFNGR2). IFN tipe I terdiri atas IFN α, β, ω dan τ sedangkan IFN tipe II terdiri atas IFN γ. Seluruh IFN tipe I memiliki tingkat kemiripan 30 sampai 80% pada asam amino penyusun protein tersebut. hIFNα2a diproduksi oleh leukosit dan merupakan bagian dari keluarga IFNα yang terdiri atas 16 sub tipe. Perbedaan hIFNα2a dengan sub tipe lainnya yaitu hIFNα2b hanya satu asam amino yang terletak pada posisi Gambar 1. Tiga aksi berbeda dari protein hIFNα2a 23, yaitu lisin pada hIFNα2a dan arginin pada hIFNα2b. Apa sebenarnya yang menjadikan protein hIFNα2a unik? hIFNα2a unik karena memiliki tiga aktivitas berbeda, yaitu antivirus (menghambat perbanyakan virus), antiproliferasi (menghambat pembelahan sel), dan immunomodulasi (menaikkan sistem kekebalan tubuh) seperti terlihat pada Gambar 1. Hal tersebut menyebabkan rhIFNα2a banyak digunakan pada berbagai terapi penyakit. Aktivitas antiproliferasi rhIFNα2a digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker diantaranya : hairy cell leukemia, non-hodgkin limphoma, renal cell carcinoma, chronic myelogenous leukemia dan T-cell lymphoma. hIFNα2a digunakan 22 dalam terapi tunggal atau kombinasi dengan obat lain, misalnya dengan cytarabin, vinblastin, 5-fluorourasil, tamoxifen dan interleukin-2. Aktivitas antivirus rhIFNα2a yang paling sering digunakan adalah sebagai obat infeksi hepatitis B dan C. hIFNα2a digunakan dalam terapi tunggal atau kombinasi dengan obat antivirus lain seperti ribavirin, adevofir dan lamivudin. Aktivitas immunomodulasi hIFNα2a mendukung aktivitas antiproliferasi dan antivirus melalui stimulasi respon imun. hIFNα2a meningkatkan respon imun bawaan dan mengubahnya menjadi respon imun dapatan yang dimediasi se limfosit T CD8. Aktivitas immunomodulasi hIFNα2a juga menjaga keseimbangan populasi sel limfosit Th1 CD4 sehingga BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 Gambar 2. Struktur anatomi ginjal dan glomerulus (diadaptasi dari Trygvason dan Wartiovaara dkk., 2004). menciptakan pertahanan tubuh yang efektif. Antiproliferasi hIFNα2a terhadap sel kanker terjadi melalui aktivitas langsung dan tidak langsung. Aktivitas tidak langsung terjadi melalui aktivasi sistem imun dan aktivitas langsung terjadi melalui penghambatan pertumbuhan sel melalui produksi protein-protein yang berintervensi ke dalam jalur pembelahan sel (contoh : protein p21 dan p27). Aktivitas langsung dapat juga terjadi melalui induksi kematian sel terprogram (apoptosis). Efek antivirus juga terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas langsung terjadi melalui produksi protein-protein antivirus yaitu MxA dan GBP (inhibitor terhadap proses transport dan sintesis materi genetik virus), 2’-5’ OAS (pendegradasi materi genetik virus), dan PKR (inhibitor produksi protein virus). Aktivitas tidak langsung terjadi melalui produksi protein-protein yang terlibat dalam pengenalan sel imun terhadap benda asing, aktivasi sel limfosit T, pergerakan limfosit dan fungsi efektor dalam sel imun. Penggunaan dan Permasalahan pada hIFNα2a hIFNα2a telah diaplikasikan secara luas sebagai obat tetapi penggunaan protein tersebut masih memiliki keterbatasan. Kekurangan rhIFNα2a adalah molekulnya mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Karakteristik hIFNα2a yang memiliki bobot molekul kecil yaitu 19 kDa dan titik isoelektrik 6 menyebabkan rhIFNα2a memiliki jalur eliminasi utama dari dalam tubuh melalui sistem bersihan ginjal oleh filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus ginjal bersifat selektif terhadap ukuran dan muatan. Filter glomerulus terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan endotel, membran basal, dan slit diafragma. Membran basal glomerulus terdiri atas protein berukuran besar seperti laminin, kolagen tipe IV, entaktin dan proteoglikan sulfat. Proteoglikan sulfat yang mengikat rantai heparan dan kondroitin sulfat memiliki muatan negatif serta berkontribusi dalam selektifitas muatan. Slit diafragma memiliki ukuran pori 4 x 14 nm yang berperan pada selektifitas ukuran (Gambar 2). Protein yang memiliki bobot molekul kecil, yaitu lebih kecil dari 30 KDa dan bermuatan total positif akan tereliminasi dengan cepat dari dalam tubuh. Eliminasi dalam tubuh yang cepat menyebabkan waktu paro eliminasi menjadi singkat. Waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan tubuh untuk menghilangkan konsentrasi obat yang masuk menjadi tinggal setengahnya dari konsentrasi semula. Waktu paro elimiasi sangat menentukan frekuensi pemberian obat. Waktu paro hIFNα2a yang tersedia di perdagangan (Roferon®, Roche) dan diberikan secara injeksi melalui intravena adalah 5 jam. Konsekuensi dari waktu paro yang pendek adalah waktu paro eliminasi dan waktu tinggal rata-rata dalam tubuh (mean residence time atau MRT) menjadi singkat sehingga frekuensi terapi harus ditingkatkan. Konsentrasi efektif hIFNα2a diperoleh melalui frekuensi pemberian tiga kali per minggu, yaitu selama 24 sampai 48 minggu untuk pengobatan hepatitis dan setiap hari selama tiga sampai 10 minggu untuk pengobatan kanker. Frekuensi pemberian tinggi dapat menimbulkan fenomena relapse pada penanganan infeksi virus , meningkatkan biaya terapi dan menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Strategi peningkatan waktu paro eliminasi hIFNα2a telah 23 dilakukan dengan berbagai macam pendekatan modifikasi protein untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Modifikasi pada hIFNα2a Modifikasi pada hIFNα2a dilakukan untuk menambah bobot molekul protein menjadi lebih besar atau mengubah muatan total protein menjadi lebih negatif sehingga tidak mudah dieliminasi tubuh. Pendekatan modifikasi protein yang paling berhasil adalah modifikasi peningkatan bobot molekul protein melalui konjugasi dengan polietilen glikol (PEG). Pegilasi dilakukan dengan mengikatkan molekul PEG teraktivasi pada asam amino tertentu yang merupakan penyusun molekul protein. PEG diaktivasi menggunakan carbonyl diimidazole (CDI) dan kemudian diikatkan pada asam amino lisin seperti terlihat pada Gambar 3. PEG yang iikatkan memiliki bobot molekul yang besar, misalnya 40 kDa sehingga bobot molekul hIFNα2a mengalami peningkatan. Produk hIFNα2a terpegilasi yang tersedia di perdagangan adalah PEGASYS (Roche) yang memiliki waktu paro eliminasi 70 jam. PEGASYS memiliki waktu paro eliminasi yang panjang sehingga frekuensi pemberian obat menjadi hanya sekali dalam satu minggu. Kelemahan pendekatan dengan pegilasi adalah terbentuknya produk campuran protein akibat pengikatan PEG pada posisi asam amino yang berbeda. Proses pegilasi pada setiap kali produksi juga menyebabkan kenaikan harga obat. Kelemahan pegilasi lainnya adalah penurunan aktivitas protein secara in vitro menjadi tinggal 28% sampai 7% jika dibandingkan bentuk non modifikasi. BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 hIFNα2a terpegilasi Gambar 3. Proses pegilasi pada hIFNα2a (diadaptasi dari Rachmawati dkk, 2012 dan http://www.google.com/patents/US20040223950 ). Gambar 4. Teknologi fusi albumin pada hIFNα2a (Subramanian,2007) Alternatif lain yang digunakan adalah glikosilasi melalui penambahan gugus gula yang dilakukan secara in vitro dan in vivo. Penambahan gugus gula dapat meningkatkan waktu paro eliminasi dengan menambah bobot molekul dan mengubah muatan total protein menjadi lebih negatif. Pendekatan glikosilasi telah banyak dilakukan tetapi rhIFNα2a terglikosilasi belum tersedia secara perdagangan. Kelemahan glikosilasi in vitro mirip dengan pegilasi dimana modifikasi harus dilakukan setiap kali produksi dan kelemahan secara in vivo adalah masalah antigenisitas akibat pola glikosilasi protein oleh inang. Inang yang bukan merupakan sel mamalia memiliki kemampuan untuk menambahkan pola glikosilasi 24 yang berbeda sehingga dapat menginduksi respon imun dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Modifikasi alternatif lain yang dapat dilakukan adalah peningkatan bobot molekul melalui teknologi fusi dengan HSA. HSA merupakan protein utama dalam plasma darah yang diproduksi BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 oleh hati dan berperan dalam menjaga osmolaritas darah dan membawa molekul-molekul kecil. Keunggulan pendekatan tersebut adalah modifikasi dilakukan satu kali pada level DNA, yaitu materi genetik penyandi protein fusi dan tidak setiap kali produksi sehingga lebih efisien. HSA dipilih karena memiliki bobot molekul yang besar yaitu 66 kDa, memiliki waktu paro yang panjang dalam tubuh yaitu 9 hari, terdistribusi luas dalam tubuh dan tidak imunogenik. Keunggulan lainnya adalah HSA dapat meningkatkan kelarutan dan stabilitas protein. HSA dapat difusikan pada ujung N atau ujung C dari hIFNα2a seperti terlihat pada gambar 4. Protein yang menggunakan HSA dalam modifikasi bobot molekul diantaranya adalah insulin, p53, recombinant factor VIII, recombinant factor IX , Somatostatin, VEGF165b, growth hormone, granulocyte colony stimulating factor, interferon alpha-2b, interleukin 2, glucagon like peptide dan β-natriuretic peptide. Protein rekombinan fusi HSA-hIFNα2b telah diproduksi dengan nama dagang albuferon (HGSI, Novartis). Albuferon memiliki waktu paro eliminasi 159 jam sehingga frekuensi pemberian pada pengobatan hepatitis C hanya sekali dalam dua minggu. Albuferon ditarik pada tahap uji klinis tahap II karena menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Potensi Pengembangan hIFNα2a Potensi pengembangan hIFNα2a sangat besar untuk memperbaiki sifat protein tersebut. Berbagai penelitian melakukan pengembangan hIFNα2a melalui modifikasi eksternal maupun internal untuk berbagai tujuan. Modifikasi internal dapat dilakukan melalui penggantian asam amino tertentu untuk meningkatkan kestabilan terhadap enzim protease atau meningkatkan kelarutan. Modifikasi eksternal dapat dilakukan dengan menambahkan suatu molekul, misalnya melalui modifikasi secara kimia yaitu pegilasi, glikosilasi, fusi dengan albumin, fusi dengan asam lemak dan mikroenkapsulasi. Modifikasi juga dapat ditujukan untuk tujuan rute pemberian protein. Rute pemberian hIFNα2a adalah melalui intravena atau sub kutan melalui injeksi. Kekurangan pemberian obat secara injeksi terutama adalah rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada pasien dan diperlukan tenaga medis terlatih untuk menggunakan teknik aseptik. Pemberian secara oral merupakan alternatif terbaik yang dapat digunakan karena memiliki berbagai keunggulan yaitu sangat mudah dilakukan, dapat menghindari nyeri saat injeksi sehingga relevan untuk pengobatan pasien anak-anak dan menghilangkan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh teknik aseptik yang buruk. Formulasi oral juga akan sangat menekan harga produksi di industri karena tidak diperlukan persyaratan produk yang ketat untuk sediaan steril. Berbagai modifikasi yang telah dilakukan diharapkan dapat meningkatkan sifat dan efektivitas penggunaan hIFNα2a. Tantangan terbesar dalam melakukan modifikasi adalah bagaimana mempertahankan aktivitas hIFNα2a sehingga tetap menghasilkan efek yang seharusnya. Semoga suatu saat akan dihasilkan hIFNα2a dengan sifat dan rute pemberian terbaik sehingga lebih banyak penderita kanker dan hepatitis yang dapat diselamatkan. Historical Perspective, The American Journal of Pathology, 171, 9-13. Maack, T., Johnson, V. dan Kau, S. (1979) : Renal Filtration, transport, and metabolism of low molecular weight protein : A review, Kidney International, 16, 251-270. Rachmawati, H., Febrina, PL., Ningrum, RA., Retnoningrum, DS., 2012, The Influence of Polyethylene Glycol Structure on the Conjugation of Recombinant Human Interferon α2b Overproduced Using Synthetic Gene in Escherichia coli, International Journal of Research in Pharmaceutical Science, 3(2): 228-233 Radhakrishnan, R., Walter, L.J., dan Hruza, A. (1996) : Zinc mediated dimer of human interferon-a2b revealed by X-ray crystallography, Structure, 4, 1453–1463. Referensi Bazhanova, E.D. (2005) : Participation of interferon-alpha in regulation of apoptosis, Journal of Evolutionary Biochemistry and Physiology, 41, 127-133 Bekisz, J., Baron, S., Balinsky, C., Morrow, A. dan Zoon, K.C. (2010) : Antiproliferative properties of type I and type II interferon, Pharmaceuticals, 3, 994-1015. Ceaglio, N., Etcheverrigaray, M., Kratje R. dan Oggero, M. (2008) : Novel long-lasting interferon alpha derivatives designed by glycoengineering, Biochimie, 90, 437-449. Gow, P. dan Mutimer D.J. (2001) : Treatment of chronic hepatitis, Biomedical Journal, 323, 1164– 1167. Jonasch, E. dan Haluska F.G. (2000) : IFN in Oncological Practice : Review of IFN Biology, Clinical Applications, and Toxicities, The Oncologist, 6, 34-55. Kanwar, F., Danesh, F. dan Chugh, S.S. (2007) : Contribution of Proteoglycans Towards the Integrated Functions of Renal Glomerular Capillaries A 25 Reddy, K.R., Modi, M.W. dan Pedder, S. (2002) : Use of peginterferon alfa-2a 40 KD (Pegasys) for the treatment of hepatitis C, Advanced Drug Delivery Review, 54, 571– 86 Samuel, C.E. (2001) : Antiviral Actions of Interferons, Clinical Microbiology Review, 14, 778–809. Sarkar, M.C., Lindner, D. J., Liu Y.F., Williams, B.R., Sen, G. C., Silverman, R. H. dan Borden, E. C. (2003) : Apoptosis and interferons: role of interferonstimulated genes as mediators of apoptosis, Apoptosis, 8, 237– 249. Subramanian, M.G., Fiscella, M. dan Smith, A.L. (2007) : Albinterferon α-2b: a genetic fusion protein for the treatment of chronic hepatitis C. Nature Biotechnology, 25, 1411-1419. Trygvason, K. dan Wartiovaara, J. (2005) : how does the kidney filter plasma. Physiology, 20, 96-101.