gangguan kulit dan dekubitus

advertisement
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
BAB XIII
GANGGUAN KULIT dan DEKUBITUS
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama diharapkan anda sudah dapat :
1. Mengetahui anatomi kulit.
1.1 Menceritakan kembali anatomi kulit.
1.2 Mengetahui fisiologi kulit.
2. Mengetahui perubahan kulit pada lanjut usia.
2.1 Mengetahui perubahan anatomi kulit pada lanjut usia.
2.2 Mengetahui perubahan fungsi kulit pada lanjut usia.
3. Mengetahui penyakit-penyakit yang mengenai kulit yang biasanya terdapat pada
lanjut usia dan penanganannya.
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda
sudah akan dapat:
1. Mengerti betapa kompleksnya gangguan kulit pada lanjut usia.
1.1 Mencoba menggali lebih jauh permasalahan pada lanjut usia berkaitan
dengan kulit.
1.2 Mencoba menangani permasalahan lanjut usia dengan gangguan kulit.
2. Menunjukkan besarnya perhatian pada lanjut usia akan permasalahannya yang
berkaitan dengan gangguan pada kulit.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
237
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
I. PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serat
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada
lokasi tubuh.
Warna kulit berbada-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan
tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa. Kulit yang tipis terdapat
pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada
kepala.
Kelompok usia lanjut merupakan segmen populasi yang rawan disamping
anak yang memerlukan perhatian, termasuk masalah kulit. Meskipun penyakit kulit
tidak memberikan andil penting terhadap statistik kematian, namun masalah kulit yang
dihadapi kelompok ini cukup banyak ( Beauregard & Gilehrest 1987, Budhi-Darmojo,
1994). Perubahan-perubahan yang terjadi baik morfologis, maupun fungsional dari
kulit pada kelompok usia lanjut merupakan masalah tersendiri.
Di Amerika Serikat, diperkirakan sejumlah 660 dari 1000 orang usia lanjut
diatas 65 tahun, mempunyai paling tidak satu dermatosis yang cukup serius, sehingga
memerlukan bantuan medis. Lesi kulit yang secara medik tidak bermakna, namun
pada kelompok usia lanjut akan menjadi masalah yang akan mengurangi kualitas
hidup (Gilchrest dkk, 1989). Kelainan yang bersifat kronis, misalnya pruritus senilis,
ulkus, psoriasis, penyakit kulit berlepuh (pemfigus bulosa), dermatitis/eksema,
disamping infeksi maupun keganasan, merupakan hal-hal yang akan menjadi beban
baik bagi penderita maupun keluarganya. Kondisi usia lanjut yang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk berobat secara rutin ke rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan yang lain, meyebabkan banyak penyakit kulit yang tidak dapat dimonitor,
yang pada gilirannya akan menjadikan kelainan tersebut semakin parah, ataupun
berubah menjadi suatu keganasan.
Meskipun kelompok usia lanjut relatif kurang memperhatikan estetika
penampilan, khususnya kulit, namun perhatian terhadap perawatan, termasuk
perawatan rambut dan kuku tetap diperlukan.
ANATOMI KULIT
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan Epidermis terdiri atas :
 Stratum korneum (lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng
yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin
(zat tanduk).
 Stratum lusidum
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
238
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan
kaki.
 Stratum granulosum ( lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
 Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut juga pickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Selsel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sek
stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges)
yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antara
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.
Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
 Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mistosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini
terdiri atas dua sel yaitu :
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan
antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (melanosomes)
2. Lapisan Dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padar dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2
bagian yakni :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin.
3. Lapisan subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
239
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak
sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3
cm. Di daerah kelopak mata dan penis ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis (
pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anatomosis
di papila dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga
mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku.
1. Kelenjar kulit, terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
a. Kelenjar keringat ( glandula sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang
lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
b.kelenjar Palit ( glandula sebasea).
Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan
kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan
sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit,
biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar
rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas,
skualen, wax ester dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen.
2. Kuku
Adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal.
Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian
yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut badan
kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku
tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per
minggu.
Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit
tipis yang menutupi kuku di bagian proksimal di sebut eponikium sedang kulit
yang ditutpi bagian kuku bebas disebut hiponikium
3. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian
yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo
yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi
dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen,
mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa.
Pada manusia dewasa selain rambut kepala, juga terdapat bulu mata,
rambut ketiak, rambut kemaluan, pubis, dan janggut yang pertumbuhannya di
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
240
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
pengaruhi hormon seks (androgen). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut
velus.
FISIOLOGI KULIT
Fungsi utama kulit adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia
terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat
lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra
violet; gangguan infeksi luar terutama uman/bakteri maupun jamur.
Hal di atas di mungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya
lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi
kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi
rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang imperpeambel
terhadap pelbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman
kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit
ini mungkin terbentuk dari hasil eksresi keringat dan sebum, keasaman kulit
menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan
kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga
berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri
secara teratur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
241
Gangguan Kulit dan Dekubitus
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus
sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenja.
Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia.
Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada
waktu lahir dijumpai sebagai ferniks kaseosa. Sebum yang diproduksi melindungi
kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air
yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan
keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5.
Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis .
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di
dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan
terhadap tekanan di perankan oleh badan Vater Paccini di epidermis. Saraf-saraf
sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan
pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup
baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi
biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi
ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih
banyak mengandung air dan Na.
Fungsi pembentukan pigmen.
Sel pembentuk pigmen ( melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adlah 10 : 1.
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen ( melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosom dibentuk oleh alat
Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar
matahari mempengaruhi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui
tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel
melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen
kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,
sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya
menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula
menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan
sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti.
Fungsi pembentukan vitamin D
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
242
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup
hanya dari hat tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih
diperlukan.
II. PERUBAHAN KULIT PADA LANJUT USIA
GAMBARAN MORFOLOGIS DARI KULIT YANG MENUA
Pada lansia akan terjadi perubahan-perubahan morfologis dan fungsi semua
organ termasuk kulit. Secara garis besar penuaan kulit terdiri dari dua fenomena yaitu
proses penuaan secara alamiah (proses menua intrinsik) dan photoaging (proses menua
ekstrinsik). Yang temasuk faktor intrinsik adalah faktor keturunan, ras, hormonal,
penyakit sistemik, malnutrisi, psikis dan sistem imun sedangkan yang berhubungan
faktor ekstrinsik yaitu lingkungan (sinar matahari, suhu, kelembaban udara, arus
angin, CO2, lapisan ozon, berbagai polusi di darat/laut/udara), kontak dengan bahanbahan kimia, stres, merokok, olahraga, diet, bahan kimia dalam makanan, obat-obatan,
pengobatan kulit dengan sinar ultraviolet jangka panjang dan radioterapi.
Pada kulit yang menua kita jumpai gejala umum berupa:
1) Kulit kering.
Kekeringan ini terjadi karena menurunnya hormon androgen, menurunnya fungsi
kelenjar sebasea, berkurangnya jumlah dan ungsi kelenjar keringat ekrin,
berkurangnya kadar air dalam epidermis, paparan sinar matahari yang lama.
2) Permukaan kulit menjadi kasar.
Hal ini disebabkan kelainan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dari
bentuk sel-sel epidermis, stratum korneum mudah lepas dan kecenderungan selsel mati untuk melekat satu dengan yang lain pada permukaan kulit, dan faktor
kekeringan kulit karena berkurangnya lemak permukaan kulit serta kandungan air
epidermis.
3) Kulit kendor/menggelantung dengan kerutan-kerutan dan garis-garis kulit lebih
jelas.
Hal ini disebabkan karena :
a. Penurunan jumlah fibroblas yang menyebabkan penurunan jumlah serat elastin
lebih sklerotik dan menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendor dan
serabut elastin kehilangan daya kenyalnya, kulit menjadi tidak dapat tegang dan
kurang lentur.
b. Tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan lemak subkutan berkurang, lapisan, kulit
tipis serta kehilangan daya kenyalnya sehingga terbentuk kerutan-kerutan dan
garis-garis kulit.
c. Kontraksi otot-otot mimik yang tidak diikuti oleh kontraksi kulit yang sesuai
sehingga mengakibatkan alur-alur keriput di daerah wajah.
4) Gangguan pigmentasi pada kulit
Hal ini disebabkan perubahan-perubahan pada distribusi pigmen melanin dan
proliferasi melanosit, serta fungsi melanosit menurun sehingga penumpukan
melanin tidak teratur dalam sel-sel basal epidermis. Disamping itu epidermal turn
over menurun sehingga lapisan sel-sel kulit mempunyai banyak waktu untuk
menyerap melanin yang mengakibatkan terjadinya bercak-bercak pigmentasi
pada kulit.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
243
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
GAMBARAN HISTOLOGIS DARI KULIT PADA USIA TUA
Secara histologis terjadi perubahan-perubahan tertentu pada kulit menua, yaitu pada
epidermis, dermis dan apendiks.
a. Perubahan-perubahan yang terjadi pada epidermis berupa:
– menipisnya dermo epidermal junction.
– perbedaan dalam besar dan bentuk dari sel-sel.
– jumlah melanosit dan sel-sel Langerhans yang berkurang.
b. Perubahan-perubahan pada dermis antara lain:
– atropi.
– berkurangnya fibrolas. Mast cells, pemuluh darah.
– Memendeknya capillary loops, dan terjadinya abnormalitas pada ujungujung syaraf.
c. Perubahan-perubahan pada apendiks berupa:
– hilangnya pigmen rambut dan menipisnya rambut. Pada pria terjadi
penipisan rambut terutama pada kepala, sedangkan pada wanita dapat terjadi
timbulnya rambut halus di daerah muka.
– lempeng-lempeng kuku yang abnormal.
– berkurangnya kelenjar-kelenjar ekrin.
– berkurangnya fungsi kelenjar urap.
PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGI PADA KULIT MENUA, RAMBUT
DAN KUKU.
1. Kulit menua
a. Penurunan epidermal turn over rate antara 30-50% serta kecepatan pergantian
stratum korneum 2 kali lebih lama dibandingkan orang muda.
b. Menurunnya respon terhadap trauma
c. Mekanisme proteksi kulit menurun
d. Daya pembersihan terhadap bahan-bahan kimia yang terabropsi perkutan menurun
e. Persepsi sensorik menurun
f. respon vaskuler menurun
g. Respon imun menurun
h. Penurunan produksi vitamin D
i. Produksi sebum menurun
j. Jumlah sel melanosit yang aktif serta kemampuan tanning berkurang
k. Menurunnya kemampuan termoregulasi
l. Produksi kelenjar keringat menurun
2. Rambut pada Lansia
a. Pertumbuhan menjadi lambat. Lebih halus dan jumlahnya lebih sedikit
b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang
c. Rambut memutih
d. Rambut banyak yang rontok
3. Kuku pada Lansia
a. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari
orang dewasa.
b. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya dan rapuh
c. Warna kuku agak kekuningan
d. Kuku menjadi tebal dan keras
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
244
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat
pada 67% lansia berusia 70 tahun.
III. KELAINAN-KELAINAN KULIT PADA LANSIA
Proliferasi jinak
1. Acrochordon (fibroma molle, skin tag).
 Tumor jinak kulit dapat dijumpai dalam beberapa bentuk, yaitu berupa papul
multipel yang lunak, filiformis, seperti kantong solider, atau bertangkai.
Berukuran 1-5 mm, dapat > 1 cm, berwarna seperti kulit normal sampai coklat
muda.
 Biasanya ditemukan di daerah aksila, leher, muka/pelupuk mata, dada bagian
atas, tubuh dan ekstremitas.
 Lebih sering ditemukan pada orang tua yang agak gemuk dan wanita lebih
banyak daripada pria.
 Kelainan ini tidak pernah menjadi ganas, tetapi kadang-kadang dirasakan
mengganggu. Kalau timbulnya banyak dan besar akan mengganggu kosmetik.
Beberapa peneliti menganggap lesi ini merupakan keratosis seboroik yang
bertangkai, sedangkan yang lain menganggapnya suatu fibroma yang lunak.
2. Cherry angioma (Ruby spot, cherry spot, hemangioma senilis)
 Tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah kapiler.
 Lesi berupa pungta yang menimbul di atas kulit, bentuk kubah, berwarna merah
terang, perabaan lunak, dengan ukuran 1 sampai 3 atau 4 mm, biasanya multipel.
 Terutama terdapat di lengan, dada,dan badan.
3. Keratosis seboroik
 Merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
 Lesi berbentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas, sedikit meninggi di atas
permukaan kulit dengan permukaan dapat tidak rata/verukosa, dapat licin dengan
keratotic plug, berwarna coklat atau hitam. Ukuran 2 mm akan tetapi dapat
sampai 2 atau 3 cm. Permukaan lesi kadang halus seperti beludru.
 Lesi terutama ditemukan pada daerah berminyakmisalnya wajah, kulit kepala,
leher, dada/dibawah buah dada, badan, punggung dan jarang ditemukan pada
ekstremitas.
 Faktor penyebab belum jelas, namun pertumbuhan dan perubahan warna erat
kaitannya dengan pajanan sinar matahari dan peradangan kronik.
 Meskipun belum jelas ada kecenderungan familiar.
4. Hiperplasia kelenjar sebasea
 Lesi berupa papul atau nodul multipel, lunak, berwarna kuning, kadangkadangdengan umbilikasi, berukuran 2-3mm.
 Terutama terdapat di dahi, hidung dan pipi.
5. Keratosis Solaris (keratosis aktinik)
 Merupakan kelainan prakanker terutama di daerah terpajan seperti wajah, bibir
bawah, punggung tangan dan lengan bawah.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
245
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Lesi dapat rata atau menonjol dari permukaan kulit, eritematus, kecoklatan atau
keabuan, permukaan verukosa atau keratotik dan tertutup skuama kering yang
lewat.
 Lesi biasanya tunggal tetapi dapat multipel, kadang-kadang berkembang menjadi
tonjolan seperti tanduk (kornu kutaneum)
Xerosis kutis
Merupakan kelainan kulit yang sering terjadi pada lansia, mengenai hampir 75%
lansia berusia di atas 64 tahun. Kulit tampak kering, bersisik, berwarna gelap, keabuabuan dan terlihat suram.
Biasanya disertai gatal dan dengan garukan, gosokan atau kontak bahan iritan dan
bahan sensitizer lebih jauh akan menyebabkan mudah meradang menjadi ecsema
craquele atau winter ecsema dan juga terjadi penyebaran sehingga perubahan
eksematosa lebih menyeluruh.
Kelainan ini banyak diderita wanita terutama di tungkai bawah, lengan dan
tangan oleh karena daerah itu merupakan daerah yang terbuka.
Kelainan ini akan bertambah berat bila dipengaruhi kelembban udara rendah
yang menyebabkan penguapan air di kulit bertambah seperti pada musim dingin,
kecepatan angin yang tinggi, ruangan ber AC dan lain-lain.
Kelainan pigmentasi
1.Lentigo senilis (lentigo solaris)
 Kelainan kulit berupa makula hiperpigmentasi pada daerah terpapar sinar
matahari seperti muka, punggung tangan, lengan atas, lengan bawah dan lainlain.
 Berwarna kecoklatan sampai coklat tua, berbatas tegas, bentuk bulat atau lonjong,
berukuran milier sampai lebih dari 1 cm.
 Terutama timbul pada golongan Kaukasia dan Mongoloid, antara dekade
keempat dan keenam. Kadang-kadang lesi menyerupai tahi lalat.
2. Hipermelanosis gutara ididopatik
 Kelainan hipopigmentasi yang sering ditemukan pada lansia.
 Biasanya berkembang setelah usia 40-50 tahun.
 Ujud kelainan kulit berupa makula, depigmentasi, bentuk bulat atau angular,
batas tegas, sirkumskripta, berwarna putih seperti porselin, kadang kadang
dengan titik-titik hitam diatasnya, permukaan lesi biasanya halus, berukuran
beberapa sampai multipel, terutama terdapat pada daerah terpajan sinar matahari
seperti bagian anterior tungkai bawah, abdomen bawah, dorsal lengan atas, dan
muka.
 Penyebab kelainan ini tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat peranan
berbagai faktor, antara lain faktor genetik dan proses menua sendiri dengan
kematian. Melanosit mungkin merupakan salah satu penyebab.
3. Nevus pigmentasi
 Kelainan ini merupakan tumor yang berasal dari sel-sel nevus
Degenerasi maligna
1. Lentigo maligna
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
246
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Lentigo maligna perlu dibedakan dari lentigo senilis, pada golongan kulit putih
terdapat kecenderungan lebih banyak timbulnya lentigo maligna.
 Usia penderita biasanya diatas 50 tahun.
 Merupakan kelainan kulit prakanker dengan gambaran klinis berupa bercak
hiperpigmentasi, berwarna coklat sampai hitam, dengan pigmentasi tidak merata,
permukaan kadang berbenjol, batas tepi kabur, berukuran 2 cm sampai beberapa
cm, membesar secara lambat. Lebih kurang 5% dari lesi ini akan berdegenerasi
menjadi ganas.
 Biasanya terdapat pada daerah wajah-pipi dan hidung, leher, ekstensor lengan
bawah dan tungkai bawah dan tempat lain yang terpajan sinar matahari.
 Lebih sering ditemukan pada wanita.
 Kelainan ini dapat berkembang menjadi melanoma maligna.
2. Karsinoma sel skuamosa
 Gambaran klinisnya berupa nodul soliter dengan dasar yang meradang dan tepi
tidak jelas.
 Kelainan ini akan berkembang menjadi ulsera yang dangkal dikelilingi oleh batas
yang tegas, meninggi dengan permukaan yang tertutup skuama dan penonjol
verukosa.
 Ulsera tidak dapat menyembuh, dapat timbul dari kulit yang rusak oleh karena
pajanan sinar matahari, keratosis aktinik, lesi prakanker atau karsinoma
intradermal.
3. Karsinoma sel basal
 Mempunyai sifat destruktif terhadap jaringan kulit setempat, tetapi sel-sel kanker
tidak masuk ke pembuluh darah atau limfe dan tidak menyebar kebagian lain dari
tubuh serta pertumbuhannya lambat.
 Karsinoma ini berhubungan erat dengan pemaparan sinar matahari.
 Bentuknya seperti benjolan kecil di daerah yang terpajan sinar matahari (dahi,
hidung, telinga, pipi), berwarna merah muda, padat, permukaan licin, kadangkadang disertai pelebaran pembuluh darah yang kemudian terbentuk ulkus yang
mudah berdarah dengan tepi meninggi.
Penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada lansia
1. Pruritus senilis
 Pruritus senilis merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada lansia,
teruatama pada lansia yang berusia lebih dari 80 tahun.
 Kelainan ini sering timbul tanpa sebab-sebab yang jelas. Kekeringan udara,
terlalu sering mandi dengan sabun, sering berendam dalam air dan memakai baju
dari bahan yang kasar, semua ini dapat mencetuskan rasa gatal.
 Selain itu pada lansia nilai ambang rasa gatalnya juga sudah rendah.
 Bila rasa gatalnya terus menerus dan sering digaruk akan menimbulkan
eksemitisasi dan memudahkan bahan-bahan iritan serta kuman masuk dengan
akibat timbulnya peradangan an infeksi kulit.
2. Dermatitis statis – ulkus statis
 Penyakit ini sering ditemukan pada lansia, akibat adanya gangguan peradangan
darah vena, terutama tungkai bawah yaitu di daerah pergelangan kaki
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
247
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Bila hal ini berlangsung kronis, maka kulit akan mengalami kekurangan oksigen
dan akan menimbulkan kerusakan kulit.
 Penyakit ini di dahului timbulnya perubahan warna kulit menjadi merah kebiruan,
kemudian menjadi coklat kehitaman (hiperpigmentasi), adanya skuama,
likenifikasi dan eksudat.
 Rasa gatal menyebabkan garukan yang berulang-ulang sehingga terjadi
kerusakan kulit diikuti peradangan, udem dan infeksi sekunder.
 Kadang terjadi luka, maka lukanya mudah terjadi ulkus yang kadang-kadang
sukar sembuh, dan bila sembuh mudah kambuh kembali terutama setelah
digaruk-garuk. Kulit sekitar ulkus udem berwana coklat kehitaman, kalau ditekan
teraba keras dan disertai rasa gatal.
 Dengan pengobatan yang inadekuat ulkus akan menjadi kronis, sering infeksi dan
nyeri.
 Ulkus paling sering ditemukan pada tungkai bawah bagian distal sebelah medial.
Bagian tepi ulkus seperti cawan terutama bila terkena infeksi.
 Bila eksudat dan debris sudah tidak apa maka akan tampak jaringan granulasi
pada dasar ulkus.
 Penyakit ini terjadi terutama disebabkan karena insufisiensi kronis vena-vena
bagian dalam (deep venous) dan jarang penyebab utamanya karena adanya
varises, dan penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk diturunkan
(herediter).
3. Dermatitis eksematosa
Keadaan eksematosa sering ditemukan pada lansia. Akan tetapi kebanyakan
keadaannya ringan dan mudah diobati.
a. Dermatitis ini lebih sering timbul dengan bertambahnya usia. Biasanya di dapatkan
pada daerah kulit yang berminyak seperti muka, kepala, dada bagian atas, dan
mempunyai kecenderungan meluas ke seluruh tubuh. Gambaran klinisnya pertamatama berupa papul, eritem dan kemudian diikuti terbentuknya skuama yang
berminyak berwarna kekuningan. Bila mengenai kepala dikenal dengan nama
ketombe, dan skuama yang berminyak itu mudah lepas, dan biasanya berhubungan
dengan rambut yang berminyak, dikulit tepi batas rambut tampak kemerahan.
Skuama juga ditemukan di belakang telinga, sering menimbulkan fisura yang nyeri
oleh karena garukan. Pada wajah. Eritem ditemukan di dahi, lipatan nasolabial, pipi
dan daerah perioral, sedangkan skuama banyak ditemukan pada alis mata. Pada
dada tampak berupa makula, papula eritam berbatas tegas yang berminyak dan
lokasinya biasanya pada dada atas bagian tengah, terutama pada pria. Daerahdaerah lain dapat terkena yaitu daerah aksila, lipatan bawah payudara, umbilikus,
lipat paha, daerah pubis, penis dan lipatan glutea. Kemungkinan ada hubungannya
dengan keadaan neurologik, karena dianggap ada hubungannya antara dermatitis
seboroik dengan retardasi mental dan penyakit Parkinson
b. 1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak iritan maupun dermatitis kontak alergika dapat menumpangi
pada keadaan kulit kering dan eksema asteatotika.
 Keadaan ini dapat mengenai semua bagian tubuh yang terbuka yang mudah
terkena bahan iritan, akan tetapi tangan merupakan tempat yang paling
sering, tetapi bahan-bahan kimia lainnya seperti pelarut, pemutih dan obat
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
248
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
topikal seperti linimen yang kuat dapat menimbulkan reaksi iritasi. Demikian
pula trauma fisik seperti pada waktu berkebun, berburu, memancing dan
lainnya dapat sebagai penyebab.
b. 2.Dermatitis kontak alergika
 Erupsi kulit biasanya kurang meradang dibandingkan penderita muda, dan
reaksi gatal lebih kurang akan tetapi berlangsung lama. Oleh karena respon
imun seluler menurun dengan bertambahnya usia. Sebagai penyebab
terjadinya banyak sekali. Obat-obatan topikal merupakan penyebab yang
terutama, misalnya benzokain, tetrakain, neomisin, krim anti jamur,
antihistamin dan merkuri amoniata. Selain itu bahan kosmetik, kontaktan
berasal dari lingkungan kerja dan sekitar kita dan tumbuh-tumbuhan dapat
pula sebagai penyebab.
 Dermatits kontak dapat mudah dikenali bila daerah yang terkena diskrit dan
mengenai daerah yang terbatas, misalnya kaki, tangan atau pinggang.
Membedakan dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergika sering
sulit, Secara umum, dermatitis primer ditandai oleh kering, fisur dan lesi
skuama, sedangkan kontak alergika lesi lebih eritematus, dengan papul dan
vesikel. Pada lansia, karena menurunnya respon inflamasi menyebabkan hal
ini sulit dibedakan.
Dermatitis alergi
Dermatitis Atopik
c. Liken simpleks kronis
 Kelainan ini ditandai oleh plaket yang menebal, gatal, lokasinya terbatas
dan perjalanan penyakit kronis.
 Paling sering ditemukan pada daerah pergelangan kaki, tetapi dapat juaga
timbul di bagian lain.
 Kelainan ini disebabkan oleh kebiasaan menggaruk dan menggosok kulit.
Paling sering ditemukan pada usia diatas 60 tahun. Biasanya lesi hanya
satu dan daerah predileksinya pada wanita di daerah oksipital dan leher
belakang/tengkuk sedangkan pria daerah perineum dan skrotum.
 Daerah lain sering terkena adalah pergelangan tangan dan tungkai bawah.
 Faktor predisposisinya adalah atopi dan kulit xerotik dimana kelainan ini
berhubungan dengan gatal yang kemudian berlanjut dengan siklus gatalgaruk.
4. Herpes zoster
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
249
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Dengan menurunnya imunitas atau adanya keganasan pada lansia mungkin
berpengaruh terhadap timbulnya herpes zoster. Penyakit ini merupakan reaktivasi
dari virus penyebab varisela, akan tetapi disini yang terkena ganglion saraf
sensoris.
 Gambarannya berupa vesikel dan bula yang berkelompok diatas kulit yang
eritematus, timbul secara segmental di kulit dapat dimana saja, dan sering didahului
rasa nyeri beberapa hari sebelum munculnya erupsi.
 Nyeri biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar, tertusuk-tusuk, tertikam yang
dapat menetap atau hilang timbul.
 Vesikel dalam beberapa hari akan menjadi keruh, lesi-lesi ini kemudian mengering,
menjadi krusta dan akhirnya mengelupas dan bersih.
 Lesi-lesi ini bersifat destruktif dan tidak jarang disertai terjadinya jaringan parut.
Bila lesi timbul di dekat mata, perlu dikonsulkan ke bagian mata.
 Beratnya penyakit bertambah sesuai dengan bertambahnya usia.
 Komplikasi yang paling sering dari herpes zoster ini adalah neuralgia pasca
herpetika.
Herpes Zoster
5. Pemfigoid bulosa
 Penyakit ini juga dinamakan pemfigus pada lansia dan pemfigoid senilis oleh
karena kebanyakan muncul pada dekade 7 dan 8.
 60% penderita mempunyai awitan penyakit diatas usia 60 tahun.
 Merupakan penyakit yang ditandai oleh terbentuknya bula yang tegang, besar,
tidak mudah pecah dengan trauma yang ringan.
 Bula dapat timbul diatas kulit yang normal ataupun kulit eritematus. Rupturnya
bula menyebabkan erosi yang menyembuh secara lambat dan terjadinya infeksi
sekunder. Lokasi bula dapat berada di setiap tubuh, akan tetapi paling sering ada
didaerah lipatan-lipatan, tungkai bawah, paha, perut bagian bawah dan daerah
fleksor lengan bawah.
 Oleh karena pemfigoid dapat berhubungan dengan keganasan organ dalam,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang diteliti akan adanya keganasan pada paru,
payudara dan usus besar.
 Pengangkatan tumor akan menyebabkan sembuhnya pemfigoid.
6. Kelainan pada kaki dan kuku kaki
a. Hiperkeratosis
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
250
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Hiperkeratosis merupakan istilah umum, termasuk disini penebalan kulit yang
dicetuskan oleh karena penekanan seperti klavus atau kalus, dan penebalan yang
bukan disebabkan tekanan seperti keratosis atau keratoderma.
a.1. Hiperkeratosis jari-jari kaki.
Artritis yang disertai melebarnya sendi-sendi interphalangeal
menyebabkan terjadinya hiperkeratosis pada kulit didaerah tersebut, tampak
sebagai kalus. Dengan adanya trauma penekanan yang intermitten dan berlarutlarut daerah sentral hiperkeratosis akan menjadi padat membentuk inti berwarna
keputihan dan keras disebut klavus.
a. 2. Hiperkeratosis plantaris
Hiperkeratosis kulit dibawah tulang metatrsal bagian depan dapat oleh
banyak faktor termasuk adanya atrofi jaringan lemak daerah plantar, latihan fisik
dan ada atau tidaknya artritis. Massa hiperkeratotik yang besar dalam halus
dibawah tulang metatarsal sama keadaannya dengan klavus di jari-jari kaki.
Pembentukan kulit yang tebal dan keras disebabkan oleh suatu
akumulasi sel kulit mati yang mengeraskan dan menebal pada suatu area kaki
.Kulit yang tebal dan keras ini merupakan mekanisme pertahanan badan untuk
melindungi kaki melawan terhadap friksi dan tekanan berlebihan. Kulit yang
tebal dan keras ini dapat menekan saraf sehingga dapat menimbulkan nyeri dan
kelainan akan sensorik.
Terapi yang terbaik adalah memberikan beban yang merata terhadap
kaki, yaitu berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki dan memakai alas kaki yang
rata. Dapat diberikan obat-obat yang bersifat keratolitik untuk mengurangi
penebalannya.
b. Ulkus
 Beberapa macam ulkus dapat timbul pada lansia diantaranya ulkus kecil pada
jari kaki yang mengalami hiperkeratosis oleh karena trauma dari luar, ulkus
neurotropik atau ulkus diabetikum dan ulkus mal perforans.
c. Kelainan kuku kaki
 Lansia biasanya sering mengeluh tentang ketidakmampuannya memotong
kukunya yang tebal dan keras. Masalah kecil ini dapat dioperbesar dengan
adanya kondisi penglihatan yang kurang, anestesi dan ketidakmampuan untuk
membengkokan serta menjangkau kaki.
 Kelainan-kelainan pada kuku kaki dapat berupa onychauxiz, onychocryptosis,
subungual heloma, onycholysis, onychogryphosis dan onychophosis.
 Ingrown toenails ( kuku yang tumbuh kedalam)
Dikenal sebagai onychocryptosis, kuku jari kaki tumbuh ke dalam, yang terjadi
ketika kulit pada atau kedua sisi suatu kuku tumbuh di atas tepi dari kuku, atau
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
251
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
kuku tumbuh ke dalam kulit. Kondisi ini pada umumnya sangat menyakitkan
dan dapat dihubungkan dengan infeksi/ peradangan jari kaki . Beberapa kuku
jari kaki tumbuh ke dalam secara kronis, dengan peristiwa infeksi/peradangan,
sering trauma, seperti tersandung, adanya kotoran yang masuk kedalam celah
kuku, yang dapat menghalangi pertumbuhan kuku keluar, sehingga kuku
tertekan dan tumbuh kedalam, menekan kulit.
Penyebab yang paling umum ialah memotong kuku jari kaki salah . Kaus kaki
atau sepatu ketat, hal ini yang dapat menyebabkan kuku tumbuh kedalam, dan
akhirnya dapat menyebabkan infeksi.
Kuku jari kaki tumbuh ke dalam harus segera dirawat dan diobati
sejak diketahui. Perawatan yang dapat dilakukan: rendam kuku jari dengan air
hangat, kemudian dikeringkan dengan handuk, gunting kuku yang tumbuh
kedalam, kemudian beri salep antibiotik, lalu diperban.Apabila telah terjadi
infeksi, maka pemberian antibiotik sangat diperlukan, bahkan pengangkatan
kuku dengan ekstraksi Naegel maupun Roser plasty diperlukan untuk kasus
yang berat.




7. Ulkus kutan
Ulkus dekubitus sebenarnya merupakan ulkus yang disebabkan oleh posisi
terlentang, tengkurap atau miring yang terlalu lama.
70% penderita dengan ulkus dekubitus berusia 70 tahun ketas.
Faktor resiko untuk terjadinya selain ketuaan adalah imobilisasi dan penyakit
yang menimbulkan kelemahan. Tonjolan-tonjolan tulang akan menerima tekanan
yang lebih besar sehubungan dengan tidak adanya lemak sebagai bantalan.
Ulkus dekubitus merupakan kelainan yang serius, memerlukan perhatian khusus
pada stadium dini yaitu pada waktu baru terjadi eritem.
8. Infeksi pada kulit
 Perubahan-perubahan pada kulit berhubungan proses penuaan seperti penipisan
epidermis dan kekeringan akan menurunkan integritas kulit berupa pertahanan
mekanik (mechanical barriei) terhadap infeksi bakteri dan jamur.
 Adanya penyakit-penyakit sistemik, ulkus dekubitus, keganasan, diabetes melitus
dan kondisi-kondisi lain juga memudahkan terjadinya infeksi kulit lansia dengan
organisme spektrum luas.
a. infeksi bakteri
- Infeksi bakterial primer pada kulit atau sekunder.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
252
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
-
Infeksi kulit primer berasal dari kulit yang tampak normal, biasanya
disebabkan organisme tunggal dan mempunyai gambaran morfologik
yang khas. Sedangkan infeksi bakteri sekunder berkembang dari
bermacam-macam kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya seperti luka
iris, luka bakar, inflammatory dermatose, gigitan serangga, erupsi obat
dan penyakit virus atau jamur. D
- apat melibatkan beberapa organisme yang berbeda, dan gambaran
morfologik lesi bervariasi.
- Hal ini lebih banyak tergantung dari penyakit yang mendasari daripada
invasi bakterinya.
- Yang termasuk infeksi bakteri primer disini adalah impetigo, eritrasma.
Sedangkan yang lebih sering mengalami infeksi bakteri sekunder adalah
dermatitis eksematoid infeksiosa dan intertrigo.
b. Infeksi jamur
- Infeksi jamur dapat disebabkan bermacam-macam spesies dermatofit.
- Manifestasi klinisnya dapat berupa tinea korporis, tinea kruris, tinea
pedis dan onikomikosis.
- Selain oleh karena dermatofit, infeksi jamur dapat pula disebabkan
kandida. Infeksi kandida sering mengenai daerah intertrigo misalnya lipat
paha, aksila, lipatan glutea, daerah bawah payudara.
- Kandidiasis intertriginosa lebih sering ditemukan pada lansia yang
mengalami kelemahan, selalu tiduran atau febris, demikian juga diabetes.
9. Infestasi
 Secara garis besar ada 2 bentuk host parasite relationship yaitu pertama
tungau hidup pada atau dibawah apendiks kulit dan memperbanyak diri
disana sebagai komensal, menyebabkan kelainan tidak spesifik pada
pejamu dan kedua tungau merupakan ektoparasit yang menggigit,
menyengat atau kontak dengan kulit akan tetapi bukan merupakan
residen yang permanen pada kulit.
 Insiden infestasi parasit ini paling tinggi pada usia antara 15 – 44 tahun,
tetapi dapat juga timbul pada kelompok umur lainnya, khusunya pada
lansia di rumah sakit, pantiwerda, atau institusi lainnya dimana kontak
langsung secara kebetulan tak dapat dihindarkan ( misalnya bersalaman,
tidur bersama) dan kontak langsung melalui alat-alat yang dipergunakan
di rumah seperti selimut, pakaian, handuk dan seprei akan menyebabkan
menyebarnya parasit.
a. Skabies
 Infestasi parasit pada kulit paling sering disebabkan oleh Sarcoptes scabiei,
kira-kira 2-4% dari penderita yang berobat ke spesialis kulit di Amerika
Serikat. Sedangkan di negara sedang berkembang prevalensinya 6-27%
dari populasi umum.
 Gambaran klinis yang patognomonik yaitu dengan ditemukannya
terowongan, berupa garis yang kotor, pendek, berkelok dan eritematus.
Pada Skabies yang klasik, lesinya hampir simetris dan mengenai
pergelangan tangan, sela-sela jari tangan, umbilikus, puting susu dan areola
mamae, penis, paha bagian atas dan glutea.
 Infeksi sekunder terjadi oleh karena garukan.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
253
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Gatal terutama pada malam hari
 Lesi dapat berkembang menjadi eksema sekunder dan infeksi.
b. Pedikulosis
 Ada 2 spesies parasit ini pada manusia yaitu Phitirus pubis yang
menyebabkan pedikulosis pubis dan Pediculus humanus yang
menyebabkan pedikulus kapitis.
b.1. Pedikulosis pubis
Gejalanya yaitu adanya iritasi yang terus-menerus, selanjutnya
berkembang menjadi eksema dan pioderma. Makula berwarna abu-abu
kebiruan (macula cerulaea) tampak pada perut bagian bawah disebabkan
perubahan pigmen darah pada daera gigitan.
b.2. Pedikulosis kapitis
Secara klinis gejalanya adalah rasa gatal dan gambarannya berupa
makula eritem dan urtika yang kecil, ekskoriasi, hiperpigmentasi
sekunder dan pioderma.
IV. DEKUBITUS PADA LANSIA
Dekubitus juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah
kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada satu area yang berlangsung
terus menerus atau berulang-ulang sehingga mengakibatkan peredaran darah
setempat terhenti sehingga terjadi nekrosis. Keparahan suatu dekubitus didasarkan
pada kedalaman ulkus. Walaupun semua bagian tubuh dapat mengalami dekubitus,
bagian bawah dari tubuh beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus. Bagian
tubuh yang sering mengalami dekubitus adalah tempat di mana terdapat penonjolan
misalnya daerah sacrum, trokhanter mayor, spina ischiadica anterior superior, tumit,
siku dan kepala bagian belakang.
Ada 4 faktor yang telah diterapkan dalam patogenesis dekubitus, yaitu:
1. Tekanan
2. Peregangan dan lipatan kulit
3. Gesekan kulit
4. Beberapa faktor predisposisi.
Faktor-faktor ini mengakibatkan terhambatnya aliran darah ke kulit. Selain
itu, gesekan pada kulit menghilangkan stratum korneum epidermis yang berfungsi
sebagai pelindung kulit.
1. Tekanan
Tekanan darah kapiler berkisar antara 16 mmHg - 33 mmHg. Kulit akan tetap
utuh karena sirkulasi darah terjaga bila tekanannya masih berkisar pada batasbatas tersebut. Tetapi, sebagai contoh, bila seseorang menderita imobil /
terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa
biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg, dan daerah
tumit mencapai 30 - 45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik
dan bila berlanjut akan terjadi nekrosis jaringan kulit.
2. Peregangan dan lipatan kulit
Bila penderita imobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi
setengah duduk, akan terjadi peregangan dan lipatan kulit. Ada kecenderungan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
254
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
tubuh akan meluncur ke bawah, apalagi bila keadaannya basah. Seringkali hal
ini dicegah dengan memberikan penghalang, misalnya bantal-bantal kecil atau
balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya mencegah pergerakkan
kulit, yang sekarang terfiksasi pada alas, tetapi rangka tulang tetap cenderung
maju ke depan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan atau peregangan pada
jaringan subkutan yang seakan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu,
dan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang
bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shearing forces. Akibat
tambahan dari shearing forces ini, pergerakkan tubuh diatas alas tempat
berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan
terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita
yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini
dapat menarik / mengacaukan dan menutup pembuluh-pembuluh darah
3. Gesekan
Gesekan terjadi saat penderita bergerak maju atau ditarik dari tempat tidurnya
sehingga terjadi gesekan antara kulit dan alas tempat tidur, gesekan ini
menghilangkan stratum korneum epidermis sehingga jaringan di bawahnya
menjadi terekspose.
4. Faktor predisposisi
a. Faktor tubuh sendiri ( faktor intrinsik ) antara lain :
 Status gizi, underweight atau overweight
 Adanya hipoalbuminemia mempermudah terjadinya dekubitus dan
memperburuk penyembuhan Sebaliknya bila ada dekubitus akan
menyebabkan kadar albumin darah menurun.
 Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak
pembuluh darah dan memperburuk dekubitus.
 Kulit yang lembab seperti pada penderita dengan inkontinensia, keadaan
hidrasi/cairan tubuh yang kurang.
b. Faktor ekstrinsik
 Kebersihan tempat tidur
 Alat-alat tenun yang kusut dan kotor
 Peralatan medik, sehingga penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu
Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur, tetapi usia lanjut berpotensi lebih
besar. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara perubahan pada kulit
dengan bertambahnya usia,yaitu :
a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
c. Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh
PEMBAGIAN DAN LOKASI TERSERING DEKUBITUS
Mengingat patofisiologi terjadinya ulkus dekubitus, maka perlu diingat bahwa
kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami dekubitus adalah lebih luas dari
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
255
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
ulkusnya sendiri. Dan sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu tentang lapisan-lapisan
kulit.
Pembagian tipe ulkus dekubitus berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhannya dan perbedaan suhu dari ulkus dengan kulit sekitarnya dibagi menjadi 3
yaitu :
a. Tipe normal
Tipe ini memiliki beda temperature sampai dibawah 2,5°C dibandingkan
kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus
ini terjadi karena iskemia jaringan akibat tekanan, tetapi aliran darah dan
pembuluh-pembuluh darah baik.
b. Tipe arteriosklerotik
Tipe ini memiliki beda temperature kurang dari 1°C antara daerah ulkus
dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah
akibat penyakit pada pembuluh darah (arteriosklerotik) ikut berperan untuk
terjadinya dekubitus, disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini
diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
c. Tipe terminal
Tipe ini terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak dapat sembuh.
Berdasarkan karakteristik pembagian klinis, dekubitus terbagi atas:
a. Derajat 1. Akan terlihat kulit yang kemerahan atau kulit yang berubah warna
menjadi lebih gelap. Kulit belum rusak tetapi meradang dan mungkin sakit,
serta panas saat disentuh. Didapati pula tekstur kulit yang mengeras seperti
bunga karang yang menetap. Perbedaan warna dari kulit, panas dan edema,
indurasi atau lecet dan mengeras menjadi tanda-tanda awal dari dekubitus.
b. Derajat 2. Terlihat tanda-tanda dimana kulit mulai terpecah dan sebagian
kulit yang tipis menghilang mulai dari epidermis, dermis atau keduanya.
Ulkus masih superfisial memperlihatkan gambaran yang abrasi, melepuh dan
lubang yang dangkal dengan tepi ulkus jelas. Jaringan sekitar mungkin
berbatas merah, membengkak serta terasa perih.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
256
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
c. Derajat 3. Lapisan kulit hilang seluruhnya oleh karena kerusakan yang
meluas atau nekrosis dari jaringan subkutan, serta melebar ke bawah tetapi
tidak mencapai batas fascia (pembungkus otot). Gambaran klinis dari ulkus
berupa lubang atau kawah yang dalam dan menggaung dengan atau tanpa
merusak jaringan yang berdekatan.
d. Derajat 4. Kulit seluruhnya mengalami kerusakan yang lebih lanjut, ada
jaringan yang nekrosis, kerusakan dari otot, tulang atau jaringan pendukung
seperti tendon dan joint kapsul. Derajat 4 ini dapat mengakibatkan infeksi
pada tulang atau sendi.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
257
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Lokasi tersering pada pasien yang berbaring adalah di samping atau
belakang kepala, siku, punggung, panggul, lutut, atau di mana pun bagian yang
bersentuhan dengan tempat tidur dengan jangka waktu lama. Hal ini terlihat pada
gambar berikut:
Pada pasien yang menggunakan kursi roda dan menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk duduk juga dapat terkena dekubitus, lokasi-lokasi yang
sering terkena dekubitus terlihat pada gambar di bawah ini:
FAKTOR RESIKO
Pasien-pasien tua yang tidak mampu bergerak (seperti: stroke, demensia lanjut,
patah tulang panggul), inkontinensia, malnutrisi, diabetes mellitus, pemakaian urin
kateter, fraktur merupakan pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terkena ulkus
dekubitus. Banyak faktor resiko bagi berkembangnya ulkus dekubitus, namun semua
penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan untuk bergerak meningkatkan faktor
resiko tersebut. Penelitian pada orang-orang tua yang dipasang alat penghitung otomatis
pada tempat tidurnya ditemukan bahwa pada pasien dengan > 51 gerakan spontan pada
malam hari tidak menyebabkan dekubitus, namun pada 90 % pasien dengan < 20 gerakan
spontan pada malam hari mengalami dekubitus.
Peningkatan umur meningkatkan angka terjadinya dekubitus. Umur berhubungan
dengan berubahnya fisiologi di kulit pasien.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
258
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Jadi faktor risiko dekubitus pada lansia adalah :
D
: Delirium, dementia, dependence.
E
: Elderly.
K
: Kontraktur.
U
: Urinary incontinence.
B
: Bowel incontinence.
I
: Immobility.
T
: Tension oxygen low.
U
: Under nourishment.
S
: Spastic.
Skala Norton sering dipakai untuk mengidentifikasi pasien-pasien dengan risiko
tinggi, dimana pada skala ini menggunakan 5 variabel yaitu: kondisi fisik, status mental,
derajat aktivitas, mobilitas, inkontinensia.
Skala Norton Untuk Mendeteksi Pasien Berisiko Terkena Ulkus Dekubitus.
Nama Pasien
Kondisi
umum:
- Baik
- Lumayan
- Buruk
- Sangat buruk
Skor
Tanggal
fisik
Kesadaran:
- Compos mentis
- Apatis
- Sopor/confuse
- Stupor/koma
Aktifitas:
- Ambulan
- Ambulan dengan
bantuan
- Hanya bisa duduk
- Tidur
Mobilitas:
- Bergerak bebas
- Sedikit terbatas
- Sangat terbatas
- Tak bisa bergerak
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
259
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Inkotinensia:
- Tidak ada
- Kadang-kadang
- Sering inkotinensia
urn
- Inkotinensia urin
dan alvi
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
4
3
2
1
Skor total
Dengan penilaian
Skor < 12
= resiko tinggi
Skor 12 – 13 = resiko sedang
Skor > 14
= resiko rendah
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat dekubitus adalah :
 Sepsis merupakan komplikasi yang paling sering dari dekubitus.
 Infeksi lokal, selulitis, dan osteomielitis.
 Pyarthrosis atau ulkus yang berpenetrasi ke rongga sendi.
Hal ini terjadi pada dekubitus yang terinfeksi sangat dalam.
 Amyloidosis terjadi pada dekubitus kronik.
Hal ini juga menjadi sumber penularan nokosomial di rumah sakit karena
resistensi dari antibiotic.
Tanda-tanda mulainya terjadi infeksi dari ulkus adalah :
 Terdapat nanah / pus yang berwarna kuning atau hijau.
 Tercium bau tidak enak dari luka.
 Di sekitar luka memerah, membengkak dan empuk saat dipegang (fluktuasi).
Tanda-tanda infeksi tersebut sudah meluas adalah :
 Suhu meningkat, tidak bisa konsentrasi, detak jantung cepat dan lemah.
PENATALAKSANAAN
Tindakan pencegahan adalah langkah pertama dalam menghindari timbulnya
dekubitus. Selain mengurangi biaya perawatan, pencegahan terjadinya ulkus dekubitus
juga merupakan langkah yang dapat mempertahankan kualitas hidup pasien. Pencegahan
untuk mencegah terjadinya luka dekubitus terdiri dari 3 kategori, yaitu :
1. Perawatan kulit dan penanganan dini
a. Diawali dengan mengenal penderita yang beresiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus.
b. Meramalkan akan terjadinya dekubitus dengan memakai skor Norton.
Skor di bawah 14 menunjukkan adanya resiko tinggi terjadinya
dekubitus.
c. Menjaga kebersihan kulit penderita dengan memandikan setiap hari.
Sesudah dikeringkan dengan baik, digosok dengan lotion, terutama di
bagian kulit yang terdapat tonjolan-tonjolan tulang. Bisa juga dibubuhkan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
260
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
bedak tabur secara teratur. Sambil digosok di lakukan masase untuk
melancarkan sirkulasi darah ke kulit.
d. Meningkatkan status kesehatan penderita
 Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya
hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin C
dan mineral Zn ditambahkan.
 Khusus : mengobati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya
DM yang belum terkontrol dengan baik, paru, dsb.
e. Mengurangi / meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah
 Alih posisi / tidur selang-seling paling lama tiap 2 jam sekali yaitu : 2
jam miring ke kiri, 2 jam terlentang, 2 jam miring ke kanan.
2. Penggunaan berbagai matras atau kasur
 Saat ini telah dikembangkan berbagai macam kasur anti dekubitus yang berisi
sabut kelapa / keset, karena serabut-serabut halus pada keset sabut kelapa tersebut
dapat lebih melancarkan peredaran darah, sehingga oksigenasi ke jaringanjaringan tubuh yang iskemik juga dapat diperbaiki. Selain kasur dari bahan sabut
kelapa juga telah banyak dibuat bantal anti dekubitus yang juga terbuat dari
bahan sabut kelapa/keset tersebut.
 Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh
penderita. Karena pada kasur tidur busa biasa, berat tubuh pasien hanya
didistribusikan pada beberapa tempat tertentu, sehingga resiko terjadi dekubitus
menjadi besar.
Gambar 1. Penderita berbaring terlentang di atas kasur busa biasa.
Berat tubuh penderita akan didistribusikan pada beberapa tempat tertentu. Resiko
terjadinya dekubitus besar sekali.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
261
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
Gambar 2. Penderita berbaring terlentang di atas kasur biasa, tetapi
dibantu dengan beberapa bantal kecil penyangga tubuh.
Berat tubuh berhasil dibagi lebih merata, sehingga resiko terjadinya dekubitus
diperkecil.
Gambar 3.Penderita berbaring di atas kasur khusus (kasur anti dekubitus)
dengan memakai sistem gelombang udara yang naik turun bergantian.
Berat tubuh lebih berhasil dibagi merata, resiko dekubitus lebih diperkecil.
Gambar 4.Penderita berbaring di atas kasur air, dengan temperatur air
dapat diatur sesuai yang diinginkan.
Beban berat tubuh benar-benar merata pada seluruh bagian tubuh yang kontak
dengan alas, sehingga faktor tekanan sangat diperkecil dan resiko terjadinya
dekubitus akibat faktor ini menjadi minimal.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
262
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
 Regangan pada kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan cara:
- Menjaga posisi pasien, apakah dengan ditidurkan rata di tempat tidurnya,
atau didudukkan di kursi.
- Memberi bantalan dari balok penyangga pada kedua kaki, bantal-bantal kecil
untuk menahan tubuh penderita, “kue donat” ( dekubitus ring ) untuk tumit, ini
semua dapat mendukung usaha pencegahan dan pengobatan dekubitus.
3. Edukasi pasien
Tim medis yang terlibat didalam edukasi pasien agar menyadari bahwa
tindakannya dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien
untuk mencegah terjadinya luka dekubitus, akan sangat mempengaruhi pasien
untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan terjadinya dekubitus.
Pengobatan bila sudah terjadi dekubitus
Bila sudah terjadi dekubitus, maka harus ditentukan terlebih dulu derajat dari
dekubitus tersebut. Karena tindakan medisnya akan disesuaikan dengan derajat
tersebut.
a. Dekubitus derajat I
Bila reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, maka kulit yang
kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion,
kemudian dimasase 2-3 kali sehari.
b. Dekubitus derajat II
Perawatan ulkus / luka yang sudah terjadi harus memenuhi syarat-syarat aseptik
dan antiseptik.
Daerah yang luka digosok dengan es dan dihembus dengan udara hangat
bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep antibiotik topikal
untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balutan dan
salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c. Dekubitus derajat III
Ulkus lebih dalam, ulkus menggaung sampai pembungkus otot dan sudah
terinfeksi, maka diusahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat
mengalir keluar. Balutan jangan terlalu tebal, sebaiknya transparan sehingga
permeabel untuk masuk-keluarnya udara / oksigen dan penguapan. Kelembaban
luka dijaga agar tetap basah, karena dapat mempermudah regenerasi sel-sel
kulit. Luka yang kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis dan diberi
antibiotik lokal dan sistemik. Pilihan untuk antibiotik lokal : Salep kloramfenikol
2%. Pilihan untuk antibiotik sistemik : antibiotik spektrum luas, seperti
amoksisilin 4 x 500 mg selama 15-30 hari , atau siklosporin 1-2 g/hari selama 310 hari.
d. Dekubitus derajat IV
Terdapat perluasan ulkus sampai ke tulang dan sering disertai jaringan nekrotik.
Maka semua langkah-langkah di atas tetap dilakukan dan jaringan nekrotik yang
ada harus dibersihkan, karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan /
epitelisasi. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka
dapat secara alami. Beberapa usaha mempercepat penyembuhan dengan
memberikan oksigenasi pada daerah luka, tindakan dengan ultrasono untuk
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
263
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan transplantasi kulit setempat.
Setelah ulkus sembuh, harus diperhatikan kemungkinan timbulnya kembali ulkus
di daerah yang sama
Proses penyembuhan luka dekubitus
Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase inflamasi (lag fase)
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi
hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh
darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi
reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi
jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat
(kalor), rasa nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis.
Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri
dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri ini (fagositosis). Fase
ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit
dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
2. Fase proliferasi (fase fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukoplisakarida, asam
aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan
kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri
dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab
epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.
Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan
jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam
fase penyudahan.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
264
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
3. Fase remodeling ( fase resorbsi )
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan
akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda
radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang
menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang
diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap
kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat,
tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.
Langkah-langkah pokok yang harus dilakukan adalah :
1. Melihat adanya faktor resiko atau tidak.
2. Perawatan kulit yang beresiko dan pengobatan sedini mungkin apabila terjadi
tanda-tanda akan timbul luka tekan yaitu kulit tampak kemerahan.
3. Suportif terhadap permukaan kulit dalam pengaturan posisi dan secara
mekanik
4. Pemberian asuhan kepada seluruh tingkat pelaksana rawat kesehatan pasien,
seperti keluarga, pramurukti dan lain-lain.
IV. PERAWATAN KULIT, RAMBUT DAN KUKU PADA LANSIA
PERAWATAN KULIT PADA LANSIA
Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada kulit menua perlu dilakukan
pemeliharaan/perawatan pada kulit.
Pada kulit kering / xerosis kutis dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.Secara garis besar cara perawatan sama dengan mengatasi kekeringan kulit,
mempertahankan kelembaban kulit dengan menggunakan pelembab yang
mengandung bahan-bahan yang dapat menahan atau mengikat air dalam lapisan
kulit, melindungi kulit dari pengaruh luar yang termasuk seperti sinar matahari,
udara dingin, ruang AC dan lain-lain.
2. Mandi
a. mandi agar dibatasi (tidak dianjurkan sering mandi) oleh karena kulit lansia
mempunyai lebih sedikit lemak permukaan, dan kekeringan akibat terlalu sering
mandi akan menimbulkan rasa gatal, kadang-kadang berubah menjadi bath itch
dimana pada kulit didapatkan bintik-biktik merah. Dianjurkan penggunan bath oil
atau pelembab yang dilarutkan dalam aor bak mandi. Akan tetapi harus hati-hati
oleh karena hal ini akan menyebabkan bak mandi menjadi licin. Akan tetapi lebih
baik bila daerah yang kering langsung diolesi pelembab.
b. berendam dengan air dingin setiap hari bila hal ini memungkinkan bagi lansia.
3. Perawatan/pengobatan
a. Untuk menjaga kulit tetap lembab setelah mandi gunakan pelembab yang
mengandung aquaphor (95% petrolatum) misalnya Eucerine. Oleh karena xerosis
cutis sering disertai gatal, meradang, eritem, disamping diberikan pelembab untuk
mengatasi kekeringan kulit dapat pula ditambahkan menthol 0,25% untuk
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
265
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
mengurangi rasa gatal. Selain itu dapat diberikan minyak alami misalnya krim
dengan bahan dasar lanolin atau campuran lanolin dengan parafin.
b. Disamping itu dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid topikal yang
ringan seperti hidrokortison 1%. Kortikosteroid lemah dengan dasar urea sangat
tepat dan dianjurkan. Pada kasus-kasus yang berat dapat diberikan sedatif ringan.
c. Preparat hormon yang berisi progesteron, pregnolon 0,1-0,5 % dikatakan dapat
memberi efek yang baik untuk xerosis cutis disamping dapat menghilangkan
keriput.
4. Pakaian
a. Gunakan pakaian katun yang lembut
b. Pakaian wool biasanya tidak dapat dipakai dan memperburuk keadaan karena
iritasi. Penderita lebih merasa enak dengan memakai piyama tipis.
5. Lingkungan
a. Suasana lingkungan harus disesuaikan. Bila memungkinkan jagalah kelembaban
ruang tidur atau ruangan lain di rumah dengan memasang hunidifier.
b. Perubahan temperatur secara tiba-tiba harus dihindarkan.
6. Memilih bentuk kosmetika sama seperti kulit kering yaitu :
a. Pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cold cream), sabun
lunak misalnya Oilatum dua kali seminggu.
b. Pelembab.
b.1 Pelembab yang membuat lapisan lemak tipis pada permukaan kulit untuk
mencegah penguapan air dari kulit sehingga dapat mempertahankan
kelembaban yang masih ada misalnya krim pelembab yang mengandung
minyak nabati, seperti minyak wijen, minyak zaitun atau krim emolien
yang mengandung polyunsaturated fatty acid dan unsur lemak lainnya
(Nourishing cream, night cream, day cream, emolient cream)
b.2 Pelembab yang mengandung bahan-bahan hidrofilik, merupakan bahan
topikal uang mempunyai efektifitas melembabkan yang tinggi karena
dapat meningkatkan penyerapan air ke dalam kulit seperti krim yang
mengandung asam laktat 2-5%, urea 2-10%, alantoin.
b.3 Preparat topikal yang mengandung asam-asam amino, asam lemak
esensial atau vitamin F. Bahan-bahan ini mempunyai efek melembabkan
kulit dengan baik.
b.4 Preparat kolagen yang digunakan secara topikal dalam bentuk krim atau
gel bertujuan untuk mengurangi rasio insoluble/ soluble kolagen
sehingga meningkatkan kelembaban kulit, tidak untuk mengganti serat
kolagen yang rusak.
b.5 Preparat topikal yang mengandung vitamin E bermanfaat karena vitamin
E yang larut dalam lemak dapat penetrasi ke dalam kulit dengan efek
sebagai berikut :
- Meningkatkan kelembaban kulit
- Sebagai anti oksidan yang menekan pembentukan radikal bebas
seihingga menghambat kerusakan sel-sel kulit.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
266
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
- Melindungi kulit terhadap kerusakan yang disebabkan sinar UV dengan
cara menurunkan kadar ornithine decarboxylase di dalam kulit
c. Pelindung terhadap sinar matahari yaitu dengan menggunakan tabir surya secara
teratur dengan memilih yang mempunyai proteksi maksimal misalnya SPF 15
d. Kosmetika rias digunakan yang banyak mengandung unsur lemak/bentuk krim
dan bersifat menutup, disamping sebagai pelembab, pelindung, dan menutupi
kekurangan-kekurangan pada kulit (cover foundation, soft foundation, compact
powder)
Untuk menjaga kulit tetap sehat diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1. Makanan /minuman bergizi
Dengan bertambahnya usia kulit kehilangan elastisitasnya oleh kolagen
yang merupakan jaringan penunjang untuk jaringan ikat, otot, kulit, pembuluh
darah dan lain-lain mengalami proses cross linked yaitu ikatan silang antara
molekul-molekul besar seperti protein, kolagen dan elastin sehingga
menyebabkan jaringan kolagen kurang lentur dan kaku. Hal tersebut terlihat
pada jaringan ikat sendi, pembuluh darah menjadi kaku, kulit keriput. Dengan
pemberian zat-zat gizi dapat dihambat proses cross linked tersebut. Zat gizi
yang dapat menghambat yaitu vitamin A, B1, B5, B6, C, E, PABA, mineral
seng dan selenium (Se O2/Se O3) 103 mg. Lubowe menganjurkan pemberian
vitamin A 25.000 u, vitamin C 500 mg, vitamin E 800 mg disamping vitamin B
kompleks dan mineral yang sukup pada lansia.
2. Kebersihan tubuh dijaga
Kebersihan kulit merupakan hal yang perlu diperhatikan, akan tetapi mandi
setiap hari untuk seorang lansia tidak perlu ataupun tidak dianjurkan.
Kenyataannya kebanyakan lansia enggan untuk mandi setiap hari. Walaupun
mandi setiap hari tidak diperlukan, menggosok daerah-daerah tertentu seperti
wajah, sela paha, ketiak dan lipatan-lipatad tubuh lainnya perlu dibersihkan
secara teratur dan dirawat. Lansia cenderung sensitif terhadap deodoran, maka
hati-hati dalam penggunaannya. Digunakan sabun yang lunak untuk mencegah
kekeringan kulit dan iritasi. Pada daerah kulit yang ada kelainan dilakukan
pengusapan secara hati-hati. Mandi sabun akan membersihkan kulit akan tetapi
memberikan aktifitas yang pasif bagi lansia, oleh karenanya mandi di kamar
mandi diperlukan sekali atau tiga kali seminggu untuk mengaktifkan lansia.
Faktor-faktor keamanan secara umum dan keterbatasan fisik lansia harus
dipertimbangkan sebelum dilakukan mandi di kamar mandi. Mandi whirlpool
dapat memperbaiki dan merangsang sirkulasi. Mandi air hangat akan
menurunkan sirkulasi di otak, yang sering menyebabkan pelupa/kebingungan.
3. Istirahat yang teratur
4. Olahraga yang teratur.
PERAWATAN RAMBUT PADA LANSIA
Perawatan rambut pada lansia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. :
1. Rambut dicuci dengan menggunakan shampo pada umumnya setiap 3 hari
sekali.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
267
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
2. Rambut yang kering dan berketombe dapat dilakukan perawatan dengan sampo
yang mengandung bahan seperti seng, selenium sulfid resorsin, asam salisilat
dan sebagainya diikuti pemberian conditioner rambut. Paling baik dipilih
conditioner ringan. Minyak rambut berguna untuk rambut kering.
3. Rambut dikeringkan dengan hair dryer agar lebih cepat kering dan juga
menghindari lansia kedinginan.
4. Uban dapat diatasi dengan pengecatan rambut secara permanen dan mencuci
rambut dengan pemberian warna rambut temporer.
5. Kerontokan rambut dapat diatasi dengan bermacam obat-obatan :
a. bahan-bahan untuk merangsang sirkulasi darah antara lain :
1. Derivat-derivat asam nikotinat : asam nikotinat, garam-garaman dan
alkohol-alkoholnya, berfungsi sebagai rubefasien, menstimulasi sirkulasi
darah dan mempermudah penetrasi senyawa-senyawa lain.
2. Iritan-iritan seperti capsium cantharides dan camphor.
3. Minyak esensial atau ekstrak tanaman tertentu : crucifera thyme,
garlic, cinnamon, pala, dll.
b. Zat-zat makanan
Asam amino yang kaya akan sulfur serta derivat-derivatnya
metionin, sistein, sistin.
c.Vitamin-vitamin :
1. Kelompok vitamin B (B1, B2, B6 dan B12)
2. Faktor vitamin B (p-amino-benzoic, garam kalsium dari Panthothenic
acid, panthenol)
3. Vitamin A, E, H (biotin)
4. Ekstrak kaya vitamin misalnya kecambah gandum
5. Vitamin F (asam lemak esensial)
d. lain-lain :
1. Ekstrak plasenta, digunakan untuk memberikan nutrisi dan
metabolisme pada papil rambut
2. Sericine, diekstrakkan dari serat-serat sutera yang belum diolah,
memiliki daya tonik dan anti sebborhea.
3. Berbagai tonik lain, misalnya ginseng pilocarpine dan guinine.
4. Bahan-bahan penguat rambut misalnya senyawa-senyawa dikarbonil
5. Bahan penghambat mikroflora.
PERAWATAN KUKU PADA LANSIA
1. Perawatan kuku dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain :
a. Untuk mengurangoi kerapuhan kuku yang disebabkan menurunnya kandungan
air, dapat diatasi dengan merendam kuku dalam air selama 15 menit atau lebih
akan menjadikan kuku lebih lentur. Kemudian kuku diolesi krim atau direndam
minyak zaitun untuk melunakkan permukaan kuku dan juga mencegah
penguapan air. Baru-baru ini dilaporkan penggunaan pelembab yang
menggunakan pelembab yang mengandung fosfolipid dapat lebih efektif.
b. Untuk menambah kekuatan kuku, dapat diberikan pembungkus kuku dan cairan
penguat kuku yang mengandung serat-serat nilon.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
268
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
c. Kuku dibersihkan dengan cara merendam tangan/kaki dalam air hangat bersabun
lebih kurang 10 menit, kemudian disikat dengan sikat lunak dan keringkan secara
hati-hati dengan handuk.
d. Potong kuku-kuku jari sama panjang dan dikikir mengikuti bentuk ujung jari
(oval). Hati-hati jangan sampai membuat trauma pada sudut-sudut kuku oleh
karena dapat menyebabkan infeksi. Kuku yang pendek lebih mudah merawatnya
selain itu juga untuk mencegah patahnya kuku.
2. Perawatan khusus untuk tangan dan kaki :
a. Gunakan sarung tangan untuk mengurangi kontak dengan sabun cuci dan sabun
mandi.
b. Kebersihan kaki dilakukan rutin setiap hari, dalam hal ini kaki dicuci dan
kemudian dikeringkan serta ditaburi sedikit bedak agar kaki tetap kering.
Bersamaan itu dilakukan pula pengamatan atas adanya kelainan.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
269
Gangguan Kulit dan Dekubitus
Meilisa Maretta Arif, S.Ked(406080047)
DAFTAR PUSTAKA
Skin Disorder. The Merck manual of health & aging. Page 491-511
Kabulrachman. Problema Dermatologik Pada Usia Lanjut. Dalam : Darmojo. RB,
Martono HH. Buku Ajar GERIATRI (Ilmu Kesehatan usia lanjut). Balai Penerbit FKUI
Jakarta. 1999. Hal 405-425.
Adhi J, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketiga. Balai
penerbit FKUI Jakarta1999.
Siregar RS. Atlas Berwarna SARIPATI Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.
www.emedicine.com
www.mayoclinic.com
www.medlineplus.com
www.medicastore.com
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
270
Download