Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Proyek
Proyek dalam analisis jaringan kerja adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan produk yang unik dan hanya dilakukan dalam periode tertentu
(temporer) (Maharesi dalam Dannyanti, 2010).
Proyek dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang hanya terjadi sekali,
dimana pelaksanaannya sejak awal sampai akhir dibatasi oleh kurun waktu tertentu
(Tampubolon dalam Dannyanti, 2010)
Menurut Soeharto (1999): Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya
tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya
telah digariskan dengan jelas.
Munawaroh dalam Dannyanti (2010) menyatakan proyek merupakan bagian dari
program kerja suatu organisasi yang sifatnya temporer untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi, dengan memanfaatkan sumber daya manusia maupun non sumber daya manusia.
Menurut Subagya dalam Dannyanti (2010) : Proyek adalah suatu pekerjaan yang
memiliki tanda-tanda khusus sebagai berikut, yaitu,
1. Waktu mulai dan selesainya sudah direncanakan.
2. Merupakan suatu kesatuan pekerjaan yang dapat dipisahkan dari yang lain.
3. Biasanya volume pekerjaan besar dan hubungan antar aktifitas kompleks.
Heizer dan Render dalam Dannyanti (2010) menjelaskan bahwa proyek dapat
didefinisikan sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu hasil utama.
Menurut Akbar (2002): Kegiatan proyek dalam proses mencapai hasil akhirnya
dibatasi oleh anggaran, jadwal, dan mutu yang harus dipenuhi dibedakan dari kegiatan
operasional, hal tersebut karena sifatnya yang dinamis, non-rutin, multi kegiatan dengan
intensitas yang berubah-ubah, serta memiliki siklus yang pendek.
Dalam Meredith dan Mantel dalam Dannyanti (2010) dikatakan bahwa ”The project is
complex enough that the subtasks require careful coordination and control in terms of timing,
precedence, cost, and performance.”
II-1
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Menurut Yamit dalam Dannyanti (2010), setiap pekerjaan yang memiliki kegiatan
awal dan memiliki kegiatan akhir, dengan kata lain setiap pekerjaan yang dimulai pada waktu
tertentu dan direncanakan selesai atau berakhir pada waktu yang telah ditetapkan disebut
proyek.
2.2 Ciri-Ciri Proyek
Menurut Dannyanti (2010) Berdasarkan pengertian proyek di atas, ciri-ciri proyek antara
lain :
a. Memiliki tujuan tertentu berupa hasil kerja akhir.
b. Sifatnya sementara karena siklus proyek relatif pendek.
c. Dalam proses pelaksanaannya, proyek dibatasi oleh jadwal, anggaran biaya, dan mutu
hasil akhir.
d. Merupakan kegiatan nonrutin, tidak berulang-ulang.
e. Keperluan sumber daya berubah, baik macam maupun volumenya.
2.3 Jenis-jenis Proyek
Menurut Soeharto (1999), proyek dapat dikelompokkan menjadi :
a. Proyek Engineering-Konstruksi Terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering,
pengadaan, dan konstruksi.
b. Proyek Engineering-Manufaktur Dimaksudkan untuk membuat produk baru, meliputi
pengembangan produk, manufaktur, perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk
yang dihasilkan.
c. Proyek Penelitian dan Pengembangan Bertujuan untuk melakukan penelitian dan
pengembangan dalam rangka menghasilkan produk tertentu.
d. Proyek Pelayanan merupakan Manajemen Proyek pelayanan manajemen tidak
memberikan hasil dalam bentuk fisik, tetapi laporan akhir, misalnya merancang sistem
informasi manajemen.
e. Proyek Kapital, Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan
dana kapital untuk investasi.
f. Proyek Radio-Telekomunikasi Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi
yang dapat menjangkau area yang luas dengan biaya minimal.
g. Proyek Konservasi Bio-Diversity, Proyek konservasi bio-diversity merupakan proyek
yang berkaitan dengan usaha pelestarian lingkungan.
II-2
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
2.4 Tahap Siklus Proyek
Kegiatan-kegiatan dalam sebuah proyek berlangsung dari titik awal, kemudian jenis
dan intensitas kegiatannya meningkat hingga ke titik puncak, turun, dan berakhir, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Kegiatan-kegiatan tersebut memerlukan sumber daya yang
berupa jam-orang (man-hour), dana, material atau peralatan (Soeharto, 1999).
Gambar 2.1 Hubungan Keperluan Sumber Daya Terhadap Waktu dalam Siklus Proyek
(Sumber: Soeharto, 1999)
Menurut Soeharto (1999), salah satu sistematika penahapan yang disusun oleh Project
Management Institute (PMI) terdiri dari tahap-tahap konseptual, perencanaan dan
pengembangan (PP/Definisi), implementasi, dan terminasi.
a. Tahap Konseptual
Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan, analisis
pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada tahap ini adalah
dokumen hasil studi kelayakan.
b. Tahap PP/Definisi
Kegiatan utama dalam tahap PP/Definisi adalah melanjutkan evaluasi hasilkegiatan
tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data, spesifikasi teknik, engineering,
dan komersial), menyusun perencanaan dan membuat keputusan strategis, serta memilih
peserta proyek. Deliverable akhir pada tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan
kelayakan proyek, dokumen rencana strategis dan operasional proyek, dokumen
anggaran biaya, jadwal induk, dan garis besar kriteria mutu proyek.
II-3
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
c. Tahap Implementasi
Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desain-engineering yang rinci
dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan material dan peralatan, manufaktur atau
pabrikasi, dan instalasi atau konstruksi. Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk
atau instalasi proyek yang telah selesai.
d. Tahap Terminasi
Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau produk
beroperasi (uji coba), penyelesaian administrasi dan keuangan lainnya. Deliverable
akhir pada tahap ini adalah instalasi atau produk yang siap beroperasi dan dokumen
pernyataan penyelesaian masalah asuransi, klaim, dan jaminan.
e. Tahap Operasi dan Utilitas
Dalam tahap ini, kegiatan proyek berhenti dan organisasi operasi mulai bertanggung
jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau produk hasil proyek.
2.5 Pengertian Manajemen Proyek
Menurut Kerzner dalam Soeharto (1999), manajemen proyek didefinisikan sebagai :
Project manajement is the planning, organizing, directing, and controlling of company
resources for a relatively short term objective that has been establish to complete specific
goals and objectives. Furthermore, project management utilizes the systems approach to
management by having functional personnel (the vertical hierarchy) assigned to a specific
project (the horizontal hierarchy).
“Manajemen
proyek
adalah
merencanakan,
mengorganisir,
memimpin,
dan
mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah
ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hierarki
(arus kegiatan) vertikal dan horisontal”.
Jelas di sini tidak terlihat diperlukannya unsur-unsur prasarana (dalam arti bangunan
dan jalan) untuk memulai sebuah proyek.
Lebih jauh O‟Brien dalam Soeharto (1999) mengatakan manajemen proyek adalah :
Project management accours when managemet gives emphasis and special attention to the
conduct of non repetitive activities for the purpose of meeting a single set of goals.
II-4
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Sedang menurut Cleland berpendapat manajemen proyek adalah : Project is a
combination of human and non human resources pulled together in a “temporary”
organization to achieve a specific purpose.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa konsep manajemen proyek mengandung hal-hal
pokok sebagai berikut :
 Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan,
mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang berupa
manusia, dan material.
 Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan secara
spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek
perencanaan dan pengendalian.
 Memakai pendekatan sistem (System approach to management)
 Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horisontal disamping hierarki vertikal.
(Soeharto, 1999)
Manajemen proyek memiliki peran yang khusus dan berbeda dalam struktur organisasi
tradisional yang sangat birokratis dan tidak dapat dengan cepat merespon perubahan
lingkungan. Dalam sebuah studi dilaporkan bahwa dibandingkan dengan negara Barat,
kebanyakan perusahaan Indonesia masih menganggap manjemen proyek sebagai alat yang
baru; meskipun para manajer proyek sudah ada di Indonesia. Selama beberapa tahun, istilah
manajemen proyek masih membingungkan beberapa orang, banyak manajer proyek Indonesia
yang kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman bila dibandingkan dengan manajer
proyek dari negara Barat.
Dalam pendefinisian manajemen proyek selalu terdapat unsur-unsur :
 Dilaksanakan dalam waktu tertentu.
 Mempunyai tujuan yang jelas.
 Manajemen proyek mengelola kegiatan yang tidak biasa dan tidak rutin serta terasa
asing. (Soeharto, 1999)
2.6 Tujuan Manajemen Proyek
Menurut Soeharto (1999), Sistem manajemen proyek bertujuan untuk dapat
menjalankan setiap proyek secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan pelayanan
maksimal bagi semua pelanggan. Sistem manajemen proyek diterapkan karena didukung oleh
II-5
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
sumber daya manusia yang profesional di bidang - bidang yang dibutuhkan dalam
menjalankan setiap proyek. Manajer proyek secara aktif melakukan kegiatan - kegiatan
proyek dan bertanggung jawab dalam hal :
 Melakukan konsolidasi dan integrasi rencana pelaksanaan proyek untuk menentukan
secara layak uraian kegiatan, penjadwalan, anggaran, alokasi sumber daya dan
pengendaliannya.
 Melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait baik internal maupun
eksternal perusahaan dalam merealisasikan kegiatan proyek menyangkut desain /
rekayasa sistem, pengembangan produk, operasi / produksi, instalasi / testing /
commissioning dan purna jual serta mengendalikan penyerahan hasil proyek agar
sesuai dengan permintaan baik dari aspek waktu, anggaran biaya dan tingkat kualitas
yang dibutuhkan.
 Melaporkan status proyek dan proses kemajuannya secara berkala.
 Melakukan
pengendalian
terhadap
ketidaksesuaian
pelaksanaan
proyek
dan
perubahan-perubahan rencana proyek serta melakukan koreksi dan pencegahan yang
diperlukan untuk menjaga tingkat keberhasilan proyek
(Soeharto, 1999).
2.7 Work Breakdown Structure (WBS)
Menurut Husen (2009) WBS adalah suatu metode pengorganisasian proyek menjadi
struktur pelaporan hierarkis. WBS digunakan untuk melakukan breakdown atau memecah tiap
proses pekerjaan menjadi lebih detail. Hal ini dimaksudkan agar proses perencanaan proyek
memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik. WBS disusun berdasarkan dasar pembelajaran
seluruh dokumen proyek yang meliputi kontrak, gambar-gambar, dan spesifikasi. Proyek
kemudian diuraikan menjadi bagian-bagian dengan mengikuti pola struktur dan hirarki
tertentu menjadi item-item pekerjaan yang cukup terperinci, yang disebut sebagai Work
Breakdown Structure. Semakin sering kita melakukan breakdown, maka semakin detail
perencanaan yang akan dibuat. Tidak ada pedoman baku sampai sejauh mana WBS harus
dilakukan. Tetapi yang perlu diingat adalah terlalu sering breakdown dilakukan, maka
semakin rumit pembuatan schedule, sehingga waktu dan biaya tambahan yang dikeluarkan
semakin besar.
II-6
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Menurut Husen (2009) WBS pada umumnya dibuat dalam bentuk grafis. Adapun
contoh dari pembuatan WBS dalam bentuk grafis dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini.
Gambar 2.2 WBS dalam Bentuk Grafis
(Sumber: Husen, 2009)
Menurut Husen (2009) Namun demikian pada beberapa periode terakhir ini banyak
manajer proyek yang meninggalkan representasi WBS dalam bentuk grafis. Sebagai gantinya,
WBS ditampilkan dalam bentuk baru yang dinamakan indented list format. Pembuatan WBS
dalam bentuk baru dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
1. Pekerjaan Sipil
1.1. Pekerjaan Persiapan
1.2. Pekerjaan Tanah
1.3. Pekerjaan Pondasi
1.4. Pekerjaan Struktur
1.4.1. Pekerjaan Struktur Lantai 1
1.4.2. Pekerjaan Struktur Lantai 2
2. Pekerjaan Arsitektur
2.1. Pekerjaan Pasangan Lantai
2.2. Pekerjaan Plesteran Lantai
2.2.1. Plesteran Trassam
2.2.2. Plesteran Dinding
2.2.3. Plesteran Beton
2.2.4. Acian
2.2.5. Benangan
2.3. Pekerjaan Plafond
II-7
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Menurut Husen (2009) Adapun tiga manfaat utama WBS dalam proses perencanaan
dan pengendalian proyek adalah sebagai berikut:
a. Analisis WBS yang melibatkan manajer fungsional dan personel yang lain dapat
membantu meningkatkan akurasi dan kelengkapan pendefinisian proyek.
b. Menjadi dasar anggaran dan penjadwalan.
c. Menjadi alat kontrol pelaksanaan proyek, karena penyimpangan biaya dan jadwal
paket kerja tertentu dapat dibandingkan dengan WBS.
2.8 Penyusunan Diagram Jaringan Kerja
Menurut Husen (2009) Hal pertama yang harus dipahami dalam menyusun diagram
jaringan kerja adalah memahami hubungan ketergantungan antar proses. Maksudnya adalah
apakah suatu proses tertentu baru dapat dimulai ketika proses pendahulunya telah selesai
dilaksanakan, atau proses tersebut dapat dilakukan ketika proses sebelumnya belum selesai
dilaksanakan.
Pemahaman
terhadap
hubungan
ketergantungan
antar
proses
dapat
mempercepat waktu pelaksanaan proyek dan menghemat biaya pelaksanaan.
Menurut Husen (2009) Dalam penyusunan diagram jaringan kerja, dua hal yang perlu
dipahami adalah istilah predecessor dan successor. Predecessor adalah tugas yang pertama
kali muncul (tugas sebelumnya) dan successor adalah tugas yang mengikutinya (tugas
sesudahnya). Penjelasan terhadap istilah predecessor dan successor dapat dilihat pada
Gambar 2.3. di bawah ini.
Gambar 2.3 Penjelasan Predecessor dan Successor
(Sumber: Husen, 2009)
2.9 Metode Critical Path Method (CPM)
Menurut Levin dan Kirkpatrick dalam Dannyanti (2010), metode jalur kritis critical
path method (CPM), yakni metode untuk merencanakan dan mengawasi proyek merupakan
sistem yang paling banyak dipergunakan diantara semua sistem lain yang memakai prinsip
pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara
sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. CPM
II-8
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
adalah model manajemen proyek yang mengutamakan biaya sebagai objek yang dianalisis
(Siswanto dalam Dannyanti 2010). CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha
mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan atau percepatan waktu penyelesaian
total proyek yang bersangkutan.
Menurut Heizer dan Render dalam Dannyanti (2010), ada dua pendekatan untuk
menggambarkan jaringan proyek, yaitu kegiatan-pada-titik activity-on-node (AON) dan
kegiatan-pada-panah activity-on-arrow (AOA). Pada pendekatan AON, titik menunjukkan
kegiatan, sedangkan pada AOA, panah menunjukkan kegiatan. Gambar 2.4 mengilustrasikan
kedua pendekatan tersebut.
Gambar 2.4 Perbandingan Dua Pendekatan Menggambarkan Jaringan Kerja
(Sumber : Dannyanti, 2010)
II-9
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Lintasan Kritis
Heizer dan Render dalam Dannyanti (2010) menjelaskan bahwa dalam dalam
melakukan analisis jalur kritis, digunakan dua proses two-pass, terdiri atas forward pass dan
backward pass. ES dan EF ditentukan selama forward pass, LS dan LF ditentukan selama
backward pass. ES (earliest start) adalah waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai,
dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai. EF (earliest finish) merupakan waktu
terdahulu suatu kegiatan dapat selesai. LS (latest start) adalah waktu terakhir suatu kegiatan
dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek. LF (latest
finish) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu
penyelesaian keseluruhan proyek.

ES = Max {EF semua pendahulu langsung}

EF = ES + Waktu kegiatan

LF = Min {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya}

LS = LF – Waktu kegiatan
Setelah waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan dihitung, kemudian
jumlah waktu slack (slack time) dapat ditentukan. Slack adalah waktu yang dimiliki oleh
sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan
(Heizer dan Render dalam Dannyanti, 2010).

Slack = LS – ES

Slack = LF – EF
Menurut Husen, float adalah batas toleransi keterlambatan suatu kegiatan yang dapat
dimanfaatkan untuk optimasi waktu dan alokasi sumber daya. Jenis – jenis float adalah:

TF (Total Float)
Waktu tenggang maksimum dimana suatu kegiatan boleh terlambat tanpa menunda
waktu penyelesaian proyek, berguna untuk menentukan lintasan kritis, dimana nilai
TF = 0, Tfij
= LETj – EETi – Durasi (event Oriented)
= LF – EF = LS – ES (Activity Oriented)

FF (Free Float)
Waktu tenggang maksimum dimana suatu kegiatan boleh terlambat tanpa menunda
penyelesaian sesuatu kegiatan, dan berguna untuk alokasi sumber daya dan waktu
dengan memindahkannya kekegiatan lain
Ffij
= EETj – EETi - Durasiij
II-10
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Gambar 2.5 Notasi yang Digunakan pada Node Kegiatan
(Sumber : Soeharto, 1995)
Dalam metode critical path method dikenal dengan adanya jalur kritis, yaitu jalur yang
memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama. Jalur
kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada
kegiatan terakhir proyek (Soeharto, 1999). Lintasan kritis (critical path) melalui aktivitasaktivitas yang jumlah waktu pelaksanaannya paling lama. Jadi, lintasan kritis adalah lintasan
yang paling menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, digambar dengan
anak panah tebal (Badri dalam Dannyanti, 2010). Menurut Badri dalam Dannyanti (2010),
manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
a. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek
tertunda penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada
lintasan kritis dapat dipercepat.
c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat
dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran waktu dengan biaya
yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat
dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan
biaya lembur.
d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui
lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga
kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien.
II-11
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
2.10 Metode Project Evaluation and Review Technique (PERT)
Project evaluation and review technique adalah sebuah model Management Science
untuk perencanaan dan pengendalian sebuah proyek (Siswanto dalam Dannyanti, 2010).
Teknik Project Evaluation and Review Technique (PERT) adalah suatu metode yang
bertujuan untuk mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta
mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat
selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu pekerjaan yang terkendali
dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu pekerjaan telah ditentukan terlebih dahulu
sebelum dilaksanakan.
Bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan pendekatan
deterministik satu angka yang mencerminkan adanya kepastian, maka PERT direkayasa untuk
menghadapi situasi dengan kadar ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi pada aspek kurun
waktu kegiatan (Soeharto, 1999).
Menurut Heizer dan Render Dalam Dannyanti (2010), dalam PERT digunakan
distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, antara lain waktu
optimis , waktu pesimis , dan waktu realistis.
Levin dan Kirkpatrick dalam Dannyanti (2010) menjelaskan bahwa waktu optimis
adalah perkiraan waktu yang mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat dicapai,
kemungkinan terjadinya hanya satu kali dari 100, waktu pesimis adalah suatu perkiraan waktu
yang lain yang mempunyai kemungkinan sangat kecil untuk dapat direalisasikan,
kemungkinan terjadinya juga hanya satu kali dalam 100, sedangkan waktu realistis atau waktu
yang paling mungkin adalah waktu yang berdasarkan pikiran estimator. Perkiraan waktu
optimis biasanya dinyatakan oleh huruf a, waktu realistis oleh huruf m, dan waktu pesimis
dinyatakan oleh huruf b.
PERT-type system pada mulanya digunakan untuk mengevaluasi penjadwalan proram
penelitian dan pengembangan, kini digunakan pula untuk mengukur dan mengendalikan
kemajuan berbagai tipe proyek khusus lainya. Seperti: program – program kontruksi,
pemrograman komputer, rencana pemeliharaan, dan pemasangan sistem komputer.
Tujuan PERT-type system:

Untuk menentukan probabilitas tercapainya batas waktu proyek
II-12
UNIVERSITAS WIDYATAMA

LANDASAN TEORI
Untuk menentukan kegiatan mana (dari suatu proyek) yang merupakan bottlenecks
(menentukan waktu penyelesaian seluruh proyek) sehingga dapat diketahui pada
kegiatan mana kita harus berkerja keras agar jadwal dapat dipenuhi.

Untuk mengevaluasi akibat dari perubahan – perubahan program, pert-type system ini
juga dapat mengevaluasi dari terjadinya penyimpangan pada proyek
Tiga perkiraan waktu ini secara berurutan digunakan untuk memperkirakan nilai rata – rata
dan variansi:
a = estimasi waktu optimasi
m = estimasi waktu yang paling sering terjadi
b = estimasi waktu pesimis
rata – rata (t) dihitung sebagai berikut:
t=
𝑎+4𝑚 +𝑏
6
varian (v) dihitung sebagai berikut:
v=
𝑏−𝑎
𝑏
2.11 Metode Evaluasi Jadwal Proyek Precedence Diagram Method (PDM)
Menurut Soeharto (1995) Istilah Presedence Diagram Method pertama kali terlihat
pada sekitar tahun 1964 diperusahaan komputer IBM. J David Craig dari perusahaan IBM
yang menamakan teknik ini Presedence Diagram Method (PDM). PDM lebih memperhatikan
kegiatan. Perbedaan penting antara PDM dengan CPM ialah penggunaan kegiatan dummy
yang merupakan kesinambungan dan ketergantungan, pada PDM tidak diperlukan sehingga
pembuatan jaringan menjadi lebih sederhana, PDM menyempurnakan melalui awalan dan
hubungan yang saling tumpang tindih atau overlapping yang berbeda. Dapat dibuat tanpa
menambah jumlah kegiatan. Garis pada PDM hanya menunjukkan ketergantunganbukan
kegiatan (aktivitas).
Hubungan antar kegiatan dalam metoda ini digunakan sebuah garis penghubung, yang
dapat dimulai dari kegiatan kiri ke kanan atau dari kegiatan atas ke bawah,tetapi tidak pernah
dijumpai akhir dari garis penghubung ini dari kiri ke sebuahkegiatan. Jika kegiatan awal dan
kegiatan akhir yang keduanya merupakankegiatan dummy, misalnya kegiatan awal ditambah
kegiatan start dan akhir ditambah finish. Parameter yang digunakan dalam perhitungan PDM
adalah durasi atau waktu pelaksanaan kegiatan, waktu mulai paling cepat, waktu mulai paling
II-13
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
lambat, tenggang waktu total dan tenggang waktu bebas.Kegiatan dalam PDM digambarkan
dalam lambang segi empat, karena letak kegitan dibagian node sehingga sering disebut juga
Activity On Node (AON).Kelebihan PDM dengan Arrow Diagram adalah tidak diperlukan
kegiatan fiktif atau dammy sehingga pembuatan jaringan menjadi lebih sederhana dan
hubungan operlapping yang berbeda dapat dibuat tanpa menambah jumlah kegiatan. Kegiatan
dalam PDM diwakili oleh lambang yang mudah diidentifikasi. (Soeharto, 1995)
Di dalam pengaplikasian konsep kerja AON, ada beberapa dasar yang harus diketahui.
Dasar ini akan mempengaruhi cara pandang terhadap proyek dan aktivitasnya.
J,K, dan L dapat dimulai
bersamaan (pada
dasarnya merupakan
aktivitas paralel)
J
A
B
C
K
A tidak didahului oleh
apapun.
L
B (C) didahului
oleh A (B).
(A)
Y
M
(C)
tetapi
J,K, dan L harus selesai
sebelum M dimulai.
Y dan Z didahului oleh X.
X
Z
Z didahului oleh X dan Y.
Y dan Z dapat dimulai
bersamaan jika
dikehendaki.
Y
AA
AA didahului oleh X dan Y.
X
Z
(B)
(D)
Contoh AON lengkap dengan durasinya adalah sebagai berikut:
II-14
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
B
E
Construction
plans
Staff report
15
15
H
Occupancy
C
A
F
Traffic
study
Application
approval
35
Wait for
construction
Commission
approval
10
5
G
170
10
D
ES
ID
SL
Description
LS
Dur
Service
check
EF
5
LF
E
F
Gambar 2.6 Contoh AON
(Sumber: Hapnes Toba, 2003)
5
B
20
20
20
E
35
Staff report
Construction
plans
15
15
15
35
200
H
235
Occupancy
0
5
A
5
Application
approval
C
15
20
20
Traffic
study
10
5
15
F
30
Commission
approval
10
30
G
200
Wait for
construction
35
235
200
170
10
5
ES
ID
EF
SL
Description
LS
Dur
D
10
Service
check
5
LF
EF
Gambar 2.7 Contoh AON lengkap dengan dururasi
(Sumber: Hapnes Toba, 2003)
II-15
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Menurut Soekarno (1995) Konsep kerja AON di atas juga mengimplementasikan apa
yang dikenal sebagai Precedence Diagramming Method (Metode Diagram Pendahuluan). Di
dalam PDM ini dikenal istilah-istilah sebagai berikut :
o Finish-to-start (FS): aktivitas “dari” harus selesai sebelum aktivitas “ke” boleh dimulai;
Dari
Ke
o Finish-to-finish (FF): aktivitas “dari” harus selesai sebelum aktivitas “ke” boleh selesai;
Dari
Ke
o Start-to-start (SS): aktivitas “dari” harus dimulai sebelum aktivitas “ke” boleh dimulai
(dengan kata lain aktivitas “dari” dan “ke” boleh mulai bersamaan);
Dari
Ke
o Start-to-finish (SF): aktivitas “ke” tidak boleh selesai sampai aktivitas “dari” dimulai;
Dari
Ke
o Lead: perubahan pada logika aktivitas yang mengijinkan percepatan “ke” aktivitas.
o Lag: perubahan pada logika aktivitas yang menyebabkan perlambatan / penundaan (delay)
pada “ke” aktivitas karena harus menunggu “dari” aktivitas selesai.
o Hammock: rangkuman dari aktivitas. Aktivitas-aktivitas yang berhubungan diperlihatkan
sbg satu kesatuan.
o Slack (Float): Jumlah waktu yang diijinkan dalam perlambatan suatu proyek dari waktu
dimulainya tanpa memperlambat waktu akhir penyelesaian proyek keseluruhan.
II-16
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
2.12 Metode Earned Value
Menurut Husen (2009), dalam penentuan kinerja proyek proyek dengan cara Earned
Value, informasi yang ditampilkan berupa indikator – indikator dalam bentuk kuantitatif,
yang menampilkan
informasi
progress
biaya
dan
jadwal
proyek.
Indikator
ini
menginformasikan posisi kemajuan proyek dalam jangka waktu tertentu serta dapat
memperkirakan proyeksi kemajuan proyek pada periode selanjutnya.
Konsep dasar nilai hasil dapat digunakan untuk menganalisis kinerja dan membuat
prakiraan pencapaian sasaran. Untuk itu digunakan 3 indikator, yaitu :
1. ACWP (Actual Cost of Work performed)
ACWP adalah sejumlah biaya aktual dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. Biaya ini
diperoleh dari data-data akuntansi atau keuanganproyek pada tanggal pelaporan
(misalnya akhir bulan), yaitu catatan segalapengeluaran biaya aktual dari paket kerja
atau kode akuntansi termasukperhitungan overhead dan lain lain. Jadi, ACWP
merupakan jumlah aktual dari pengeluaran atau dana yang digunakan untuk
melaksanakan pekerjaanpada kurun waktu tertentu.
2. BCWP (Budgeted Cost of Work Performed)
Indikator ini menunjukkan nilai hasil dari sudut pandang nilai pekerjaanyang telah
diselesaikan terhadap anggaran yang disediakan untukmelaksanakan pekerjaan
tersebut. Bila angka ACWP dibanding dengan BCWP, akan terlihat perbandingan
antara biaya yang telah dikeluarkanuntuk pekerjaan yang telah terlaksana terhadap
biaya yang seharusnyadikeluarkan untuk pekerjaan tersebut.
3. BCWS (Budgeted Cost of Work Scheduled)
BCWS sama dengan anggaran untuk suatu paket pekerjaan, tetapi disusundan
dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan. Jadi disini terjadi perpaduanantara biaya, jadwal
dan lingkup kerja, dimana pada setiap elemenpekerjaan telah diberi alokasi biaya dan
jadwal yang dapat menjadi tolokukur dalam pelaksanaan pekerjaan. (Husen, 2009)
II-17
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Tabel dan Rumusan yang digunakan dalam Metode Earned Value adalah:
Tabel 2.1 Metode Earned Value
No
1
2
3
4
5
Kegiatan
BCWS
BCWP
ACWP
CPI
SPI
SV
CV
Jumlah

Indeks Kinerja Biaya (CPI)
o CPI = BCWP/ACWP

Indeks Kinerja Jadwal (SPI)
o SPI = BCWP/BCWS

Interpretasi
o Angka indeks kurang dari 1 berarti pengeluaran lebih besar dari anggaran atau waktu
pelaksanaan lebih lama dari yang direncanakan.
o Angka indeks lebih dari 1 berarti kinerja proyek lebih baik dari perencanaan,
pengeluaran lebih kecil dari anggaran atau jadwal lebih cepat dari rencana
o Makin besar perbedaan dari angka 1 maka semakin besar penyimpangan dari
perencanaan atau anggaran.

Varians Jadwal (SV) = BCWP - BCWS
o Angka negatip berarti terlambat
o Angka nol berarti tepat waktu
o Angka positif berarti lebih cepat dari rencana

Varians Biaya (CV) = BCWP - ACWP
o Angka negatif varians biaya terpadu menunjukan bahwa biaya lebih tinggi dari
anggaran, disebut cost overrun
o Angka nol menunjukan pekerjaan terlaksana sesuai biaya
o Angka positif berarti pekerjaan terlaksana dengan biaya kurang dari anggaran, yang
disebut cost underrun.
II-18
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Tabel 2.2 Varians Biaya dan Jadwal
Varians Jadwal
SV=BCWP-BCWS
Varians Biaya
CV=BCWP-ACWP
Positif
Positif
Nol
Positif
Positif
Nol
Nol
Nol
Negatif
Negatif
Nol
Negatif
Negatif
Nol
Positif
Negatif
Keteangan
Pekerjaan terlaksana lebih cepat daripada jadwal
dengan biaya lebih kecil dari anggaran
Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal dari dengan
biaya lebih rendah daripada anggaran
Pekerjaan terlaksana sesuai anggaran dan selesai
lebih cepat daripada jadwal
Pekerjaan terlaksana sesuai dengan jadwal dan
anggaran
pekerjaan selesai terlambat dan menelan biaya lebih
tinggi daripada anggaran
pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dengan menelan
biaya lebih rendah
pekerjaan selesai terlambat dan menelan biaya sesuai
anggaran
pelaksanaan selesai lebih cepat daripada rencana
dengan menelan biaya di atas anggaran
(Sumber: Soeharto, 1995)
2.13 Kurva S atau Hanumm Curve
Menurut Husen (2009), kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh warren
T. Hanumm atas dasar pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir
proyek. Kurva s dapat menunjukan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot
pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh kegiatan.
Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai kemajuan proyek dengan
membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah diketahui apakah ada
keterlambatan atau percepatan jadwal proyek.
Indikasi tersebut dapat menjadikan informasi awal guna melakukan tindakan koreksi
dalam proses pengendalian jadwal. Tetapi informasi tersebut tidak detail dan hanya terbatas
untuk menilai kemajuan proyek. Perbaikan lebih lanjut dapat menggunakan metode lain yang
dikombinasikan, misal metode bagan balok atau network planning dengan memperbaharui
sumber daya maupun waktu pada masing – masing kegiatan. (Husen, 2009)
Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing – masing
kegiatan pada suatu periode diantara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu vertikal
sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva S. (Husen, 2009)
Bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih
sedikit, kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cukup besar, lalu pada akhir
proyek volume kegiatan kembali mengecil. (Husen, 2009)
II-19
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
Untuk menentukan bobot pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat berupa
perhitungan persentase berdasarkan biaya per item pekerjaan/kegiatan dibagi total anggaran
atau berdasarkan volume rencana dari komponen kegiatan terhadap volume total kegiatan.
Berikut ini contoh bagan balok yang penggunaannya dikombinasikan dengan metode kurva S.
Gambar 2.7 Bagan Balok dan Kurva S
(Sumber : Pradipta, 2010)
2.14 Jaminan Kualitas
Menurut Joomla (2011) Manajemen risiko (risk management) merupakan sarana
untuk menentukan landasan penetapan kebijakan dalam meninjau daerah kewajaran risiko
yang relatif tepat untuk diambil. Dengan turunnya kebijakan, maka masalah „jaminan
kualitas‟ menjadi salah satu rantai yang berperan. Istilah jaminan kualitas atau Quality
Assurance (Q/A) menurut International standar ISO seri 9000[8] mendefinisikan bahwa
quality assurance adalah serangkaian kegiatan terencana yang bisa memberi jaminan bahwa
satu produk atau satu pelayanan cukup memenuhi persyaratan yang telah digariskan. (Quality
Assurance as a set of planed activities which allow to guarantee that a product or a service
satisfied established requirements). Jadi jaminan kualitas adalah berbagai tata cara yang
memberi pengawasan atas berbagai tahap pekerjaan, termasuk pengawasan atas berbagai
material untuk meniadakan kesalahan-kesalahan yang dapat dilihat atau dideteksi.
Program Quality Assurance mencakupi dua aspek yaitu quality control (Q/C) dan
acceptance testing dimana Q/C merupakan tanggung jawab kontraktor, sedangkan acceptance
testing merupakan tanggungjawab wakil pemilik proyek. Dalam prakteknya ada korelasi
antara satu dengan yang lainnya, dan ada tumpang tindihnya. Kontraktor berkewajiban
memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditetapkan, berarti Q/C memang bagian tugas
manajemen dari kontraktor. Yang perlu dilakukan oleh pemilik proyek (atau wakilnya) adalah
II-20
UNIVERSITAS WIDYATAMA
LANDASAN TEORI
untuk meyakinkan diri bahwa memang benar faktanya sesuai dengan yang diminta; aktivitas
dalam rangka meyakinkan diri ini mengandung pengertian yang lebih diarahkan sebagai dasar
penerimaan (acceptance). (Joomla, 2011)
II-21
Download